prasangkanulisbuku.com/books/download/samples/cdc6858a...3 ucapan terimakasih: terimaksih kepada...
TRANSCRIPT
-
AYD
PRASANGKA
Penerbit
NULISBUKU
-
2
PRASANGKA
Oleh: (AYD)
Copyright © 2010 by (AYD)
Penerbit
(Nulis Buku)
(www.nulisbuku.com)
Desain Sampul:
(AYD)
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
-
3
Ucapan Terimakasih:
Terimaksih kepada Allah SWT dengan cerita
perjalanan hidup yang istimewa ini. Terimakasih
untuk Ibu, Bapak dan Adik yang selalu tetap
bersamaku dalam keadaan apapun selalu mendukung
dan mendoakanku dalam setiap langkah yang aku
ambil. Untuk Mas Wildan dan sahabat sahabat
terbaikku Lian, Akabar dan Diah, nggak lupa juga
buat saudara rasa teman Desyca dan Astari.
Maaf untuk beberapa nama yang saya cantumkan tanpa izin, dan untuk yang merasa terlibat dalam beberapa kejadian nyata dalam buku ini.
Buat beberapa orang yang pernah bilang aku tukang
bohong DLL, Terimakasih. Tanpa kalian menghina
dan memusuhi aku dulu mungkin aku tidak akan bisa
menjadi aku yang lebih baik, aku tidak akan menjadi
aku yang sekarang yang perlahan lahan membuktikan
satu persatu perkataan kalian yang tidak bener itu.
Terimakasih untuk semua yang terlibat di buku ini,
buku ini hanya fiktif dengan sedikit kisah nyata di
dalamnya. Semoga kalian yang membacanya bisa
mendapatkan satu pelajaran baru. JANGAN
BERPERASANGKA BURUK TERHADAP
ORANG LAIN, JIKA KALIAN INGIN TAHU
TENTANG KEHIDUPAN SESEORANG
TANYAKANLAH LANGSUNG JANGAN HANYA
-
4
SEKEDAR BERPERSANGKA YANG HANYA
AKAN MEMBUAT SALAH SATU PIHAK
DIRUGIKAN DAN JATUHNYA MENZALIMI
(FITNAH). JAGAN MUDAH PERCAYA DAN
BERCERITA DENGAN SESEORANG BISA JADI
DIA AKAN MENJADI DURI DALAM HIDUPMU
SENDIRI, ADA ALLAH ATAU TUHAN YANG
BAIK HATI YNAG KAPANPUN MAU
MENDENGARKAN SEMUA CERITA
CERITAMU.
Terimaksih juga untuk NULISBUKU yang sudah
menjadi wadah bagi aku seorang penulis amatir.
NB : * Maaf jika menemukan kata kata yang
Penulisannya kurang benar dalam buku ini.
Agustus 2016
-
5
A.
Pagi ini matahari bersinar cukup cerah, hijab
berwarna biru juga sudah rapi menutupi kepala
hingga ke telapak tanggan. Radio di meja masih
berbunyi memutarkan lagu lagu penyemangat pagi,
suara renyah penyiarnyapun cukup membuat pagi
menjadi lebih bersemangat.
“Pagi……tuh Wildan udah nungguin” sapa Ibu dari
balik pintu kamar.
Satu demi satu anak tangga saya laluwi dan di sambut
senyum manis Mas Wildan yang sedang duduk dan
mengobrol dengan Bapak di ruang tamu.
“Pagi Mas, maaf ya menunggu.”
“Tidak apa apa baru setengah jam kok” candanya lalu
di ikuti tawa Bapak.
“Bererti lama dong? Ya maaf aku harus beresin ini
itu dulu” ucapku sembari membenahi jilbab.
“Kalau aku bosan menunggu kamu 30 menit saja,
udah dari dulu-dulu aku bosan nungguin kamu bilang
YA saat aku mengkhitbahmu.”
-
6
Perkenalkan Mas Wildan, calon suami saya yang
super sabar, murah senyum, kritis dan humoris. Saya
mengenal dia kira kira satu setengah tahun yang lalu
di toko roti milik saya, saat itu dia mengantar Ibunya
membeli kue. Saya memang sudah beberapa kali
melihat dia datang ke toko, tetapi baru kali itu dia
mengajak serta Ibunya.
Dari situlah Mas Wildan sering menyapa lalu berani
menta’aruf saya dan tiga bulan yang lalu khitbahnya
saya terima dan kita akan menikah lima bulan lagi,
InsyaAllah.
Mas Wildah bekerja sebagai Managing Editor di
sebuah TV local dan membuka bisnis warung kopi
kecil kecilan di daerah kota lama di Semarang.
Dia pria yang baik yang pernah saya kenal, tidak
banyak bicara, penyabar, tidak pernah neko neko apa
lagi kurang ajar dengan saya. Kami akhir akhir ini
memang sering pergi berdua untuk mengurus
persiapan pernikahan tapi selama dia mengenl saya
tak pernah sedikitpun dia berkeinginan hanya untuk
-
7
mengandeng apalagi memeluk, itulah salah satu
kenapa saya juga menaruh hati kepadanya.
“Jadi berangkat sekarang?” lalu berdiri dari tempat
duduknya.
Risih memang rasanya satu mobil berdua dengan dia,
tapi tidak ada orang lagi yang bisa di ajak kesana
kemari untuk mengurus banyak hal. Ibuku sibuk
dengan bisnisnya, Bapakpun begitu, Adikku satu
satunya saat ini sedang sibuk penelitian ke Singapore
untuk Skripsinya.
“Mas kita ke toko undangan yang kemarin itu dulu
ya” masih sibuk dengan beberapa tas kecil yang
berisi contoh undagan dan souvenir.
“Sudah ketemu mana yang kamu mau?.”
“Sudah dong, yang ini untuk teman dan realasi kerja
kita dan yang ini untuk orang tua kita” ucapku
sembari menunjukan dua undagan yang berbeda
konsep.
Saya memilih warna coklat muda untuk teman dan
relasi kerja, undagannya lucu dan masih ada kesan
-
8
anak mudanya, jika di buka akan muncul foto calon
pengantinnya dan di bungkus rapi dengan box warna
coklat tua dengan pita melingkar di tengahnya. Dan
untuk keluarga dan teman dari orang tua kami, saya
memilih warna yang sama tetapi lebih simple,
Dengan sedikit ukiran ukiran batik di luarnya.
“Abis itu kita mampir ke toko roti aku sebentar ya,
mau ngecek aja, terus kita cari foto dan video juga
sekalian” masih sibuk membereskan contoh contoh
undagan.
“Siap Bu bos” sambil serius menyetir.
Ow iya perkenalkan Nama saya Lila Ayu Pramesti
saya anak pertama dari dua bersaudara. Saya lulusan
Ilmu Gizi di sebuah perguruan tinggi di Semarang,
bisnis adalah dunia kerja saya sekarang. Saya
memiliki toko roti kecil kecilan di pinggir Kota
Semarang dan saya juga bekerja sebagai salah satu
Kitchen test officer di sebuah Tabloid memasak. Kata
beberapa orang saya ini termasuk orang yang
humoris, penyabar dan sedikit pelupa.
-
9
Toko roti milik saya memang tidak terlalu besar dan
letaknya memang bukan berada di pinggir jalan raya
atau bahkan di tengah K`ota besar. Sengaja memang
saya buat seperti itu karena yang saya tau dimanapun
letaknya jika pelanggan suka dengan cita rasanya
pasti akan di hampirinya juga.
Saya membangun toko ini memang tidak sendirian
tetapi ada Bapak dan Ibu yang ikut andil
membuatkan bangunan ini. Saya belajar bisnis dari
kecil, saat masih duduk di bangku SMA saya sering
menjual jasa saya kepada teman teman saya, seperti
membuatkan tugas email atau tugas tugas yang
berhubungan dengan internet, mereka memberiku
uang tiga sampai lima ribu rupiah untuk satu kali
tugas, saya tidak pernah memasang tarif untuk itu
tetapi mereka sendiri yang memberiku uang sebagai
imbalan telah menegrjakan tugas-tugas mereka.
Saya juga pernah berjualan scraf keliling Semarang,
bermodalkan uang lebaran lalu membeli beberapa
potong kain lalu menjahitkannya di tukang jahit dan
-
10
menjual melaluwi social media. Saat duduk di
bangku kuliahpun demikian, saya punya cara baru
mendapatkan apa yang saya inginkan tanpa saya
harus membelinya tetapi saya masih dapat keuntugan.
Saya share foto barang yang saya inginkan lalu saya
mengambil untung dari hasil penjulan dan hasil
penjulan tersebut saya belikan barang yang saya
inginkan tersebut.
Saya juga sempat berjualan lidi lidian saat pertama
kali treen dan harganya masih terlalu mahal, saya
punya ide membikin stiker membeli lidi di toko
snack lalu membeli bumbu bumbunya, plastic sampai
menjemur cabai dan daun jeruknya sendiri, waktu itu
produk saya sudah sampai Surabaya dan hampir
mampu menyaingi lidi lidian asal Bandung yang
terkenal itu.
“Nanda gimana toko hari ini?” ucapku kepada salah
satu pegawai di toko.
“Alhamdulillah lancer, banyak orderan untuk tanggal
24 besok Bu.”
-
11
“Alhamdulillah, udah makan siang? Jangan lupa
makan dan Sholat juga ya” lalu berjlan menuju dapur
produksi.
Saya tidak mempunyai banyak karyawan memang
hanya 2 orang resepsionis, 2 orang bagian kantor, 2
penjaga gudang bahan, 6 orang di bagian dapur
produksi, 2 pelayan, 2 kasir dan 2 orang keamanan.
“Mas kalau kamu capek istirahat aja di ruangan aku.”
“Iya, tapi….”
“lima puff coklat dan lima puff keju” kataku sambil
tersenyum.
Mas Wildan hanya tersenyum mendengar
perkataanku, sejak pertama kali ke toko sampai
sekarang kesukaannya tidak pernah berganti ganti.
Setelah selesai mengecek satu persatu bagian, saya
menghampiri Mas Wildan dengan membawa satu
kotak puff untuknya.
Terlihat dari depan pintu Mas Wildan sedang
memejamkan matanya di kursi, wajahnya terlihat
sangat kelelahan.
-
12
Hampir duapuluh menit saya menunggu Mas Wildan
di ruang kantor yang letaknya bersebelahan dengan
ruangan saya. Saya tidak mau membangunkan Mas
Wildan yang sudah mau mengantarkan saya kesana
kemari.
“Lila…..” suara Mas Wildan dari belakang pintu.
“Udah bangun Mas.”
“Aku lama ya tidurnya? Kenapa nggak kamu
bangunin aja” matanya di usap usap sampil sesekali
manguap.
“Emang sengaja, saya lihat kamu capek, ini puff
kesukaan kamu” menyodorkan sekotak puff yang
dari tadi aku bawa.
“Makasih ya” ucapnya sembari tersenyum.
Hari ini sungguh melelahkan sekali, beberapa urusan
sudah kami seleaikan satu persatu. Raut wajah Mas
Wildan tampak capek sekali, di dalam mobil dalam
perjalanan pulang sesekali saya melihat dia menguap
dan masih memasang senyum manisnya.
-
13
“Turun dulu yuk Mas, makan malam dulu” sambil
membuka pintu mobil.
“Nggak usah deh udah malem.”
“Ibu udah masak asam asam daging kesukann kamu
lo” ucapku sambil tersenyum.
“Nggak bisa nolak deh kalau itu” senyum juga
mengembang di bibirnya.
Mas wildan suka sekali dengan asam asam daging
buatan Ibuku, pertama kali dia main ke rumah
bersama adiknya dan mencoba asam asam buatan Ibu
dia langsung suka, selain asam asam daging Mas
wildan juga suka sekali dengan sate jamur dan
capcay buatanku.
“Jadi apa hasil muter muter kalian hari ini?” Tanya
Bapak sembari mengambil lauk di atas meja makan.
“Undagan sudah kami pesan Pak, foto dan video juga
sudah” Jawab Mas Wildan.
“Kalau cindramata?”.
“Bapak, bahasanya tua banget si cindramata,
souvenir gitu lo Pak” protesku.
-
14
“Apa bedanya cindramata sama souvenir” lalu
menyuap nasi ke dalam mulut.
Lalu kami yang berada di meja makanpun tertawa
terbahak bahak mendegar bahasa bahasa kuno yang
di katakana oleh Bapak.
“Makasih ya Mas udah mau anter aku kesana kesini
hari ini” sambari berjalan mengantar Mas Wildan
menuju mobil.
“Itu juga buat kepentingan aku, kamu kayak apa aja.
besok jadi mau cari cindramata?” Goda Mas Wildan
“Mas Wildan…….. “ Lalu kamipun tertawa kembali.
“Kalau jadi maaf ya aku nggak bias antar, besok ada
rapat pimpinan redaksi. Kamu nggak papakan
sendirian?” Ucapnya sembari membuka pintu mobil
dan bersiap siap pulang.
“Jadi nggak masalah nie aku mau pilih apa aja?”
“Terserah kamu, aku terima beres saja. ya udah aku
pulang dulu ya. Asalamuallaikum” ucapnya dari belik
kaca jendela mobil.
“waalaikumsalam.”
-
15
***
“Aduh calom pengentin, ini udah jam berapa” Teriak
Icha dari luar kamar.
“Sabar dong aku lagi cari cari info nie” Tanganku
sibuk dengan telfon genggam, mencari tempat
souvenir rekomen dari teman teman.
“Astaufirullah, mau cari yang kayak gimana sih ribet
amat, Pasar Johar no lebar” Ucap Icha lagi sembil
duduk dan memperhatikan telfon genggam miliku.
Ow ia perkenalkan Icha saudara sepupuku, jarak usia
kita tiga tahun tapi secara sistematis kekeluargaan dia
lebih tua dari aku, dia seorang Guru baru di sebuah
SMK di Semarang.
“Ya udah deh kita ke Pasar Johar” Ucapku lalu
berdiri dan mengambil tas yang berada di meja rias.
Saya ingin souvenir yang bermanfaat untuk tamu
tamu yang datang, kadang saya dapat souvenir yang
maaf kurang begitu bermanfaaat dan akhirnya hanya
-
16
tergeletak di rumah begitu saja, sayang sekalikan
uangnya.
Misal sendok dan garpu mini yang direkatkan jadi
satu, jika di putus lemnya jadi tidak bisa dipakai atau
vcd/dvd lagu lagu kesukan pengantin yang
didalamnya juga berisikan foto foto mereka. Sudah
mahal kita beli tapi nggak ada manfaatnya, makanya
saya pengen souvenir yang bermanfaat tidak perlu
mahal mahal tapi bisa digunakan, misalkan pemotong
kuku, gantungan kunci atau tasbih.
“Jadi calon Nyonya Wildan kamu mau cari apa?”
Ucap Icha yang duduk di belakang kemudi.
“Belum tau Ca”.
Matahari siang itu benar benar panas tetapi tidak
menyururkan orang orang untuk berbelanja, memilah
milah, menawar dan terus berkeliling mencari sesuatu
seperti yang diinginkan.
“Orang orang tu pada ngapain ya ke Johar semua
siang ini, panas panas, sempit sempitan pula” Icha
mengerutu.
-
17
“Kamu sendiri ngapain disini? Panas panasan?”
ucapku yang berjalan di antara lorong-lorong pasar.
“Ya nganterin kamu itu, huh….. aku tinggal balik
juga ni” Candanya.
Hampir beberapa jam kami berputar putar dan
memilih milih akhirnya kami menemukan souvenir
seperti yang saya mau dan memesanya. Lalu kami
pergi berputar putar lagi untuk melihat lihat yang
lainnya, kantong belanjaan kami tak terasa semakin
berat dan semakin berat.
“Niatnya mesen souvenir doang pulang bawanya
kaian, badcover sampai gelas juga di beli, emangnya
apa fungsi gelas itu buat acara nikahan kamu?”
Tanya Icha yang menenteng bebrapa tas.
“Kamu capek banget ya? Maaf deh. Nggak ada sih
cuman lucu aja gelasnya” Sembari senyum manja.
“Cuman lucu?” Icha membuka mulutnya lebar lebar
degan expresi kaget.
-
18
“Sini sini aku aja yang nyetir kamu kan sudah capek,
abis ini makan mie ayam deh” Rayuku sambil
menuju arah mobiL.
Sesampainya di rumah ternyata Mas Wildan sudah
menungguku, siang tadi dia telfon akan datang ke
rumah malam ini untuk memberikan sample sample
poto booth yang akan aku pilih.
“Asalamualaikum……”
“Waalaikuamsalam, kemana aja? Wildan sudah
nunggu kamu tiga jam lo” Ucap Bapak sambil berdiri
dari tempat duduknya lalu menuju ke arah dalam
rumah.
“Astafirullah……..maaf ya Mas. Aku tadi makan
dulu terus nganter Icha pulang” Sembari meletakan
beberapa barang di meja lalu duduk di kursi yang
berseberagan degan Mas Wildan.
“Nggak kok, Bapak bercanda. Aku barussan sampai
juga” Sembari mengambil sesuatu dalam tasnya.
Beberapa foto di perlihatkan Mas Wildan kepadaku,
semauanya saya suka dan lagi-lagi saya dibuat
-
19
binggung karena Mas Wildan menyerahkan
semuanya kepadaku.
B.
Minggu pagi ini saya menemani Ibu berbelanja ke
pasar, Mas Wildan bilang ingin ke rumah dan saya
ingin membuatkan capcay dan sate jamur
-
20
kesukannya. Pasar di hari minggu, ramai dan penuh
sesak. Sesampainya di rumah Bapak memanggilku
dengan membawa sebuah undangan.
“Ada teman kamu tadi kesini, ini undangan rapat”
Bapak menyodorkan secarik undagan kepadaku.
“Reuni SMP? Aku nggak tau apa apa kok dapet
undagan jadi calon panitia” Sambil membuka dam
membacanya.
“Alhamdulillah to, kamu malah nggak perlu susah
susah menyebar undangan pernikahanmu” Ucap
Bapak yang sedang asik menyirami tanaman di depan
rumah.
Sore ini Mas Wildan datang dengan kedua orang
tuanya, Kakak perempuan, Kakak Ipar serta si kecil
ilham dan Adik perempuannya. Mereka ingin
membicarakan lebih lanjut apa saja yang kurang dan
yang akan di persiapkan menjelang pernikahan.
Sengaja saya, Mas wildan dan keluarga tidak
memakai jasa Wedding Orgenaizer supaya proses
acara ini bisa jadi lebih berkesan bagi kami. Setelah
-
21
usai Sholat Mahrib berjamaah di Masjid dekat rumah
kami menuju meja makan, aneka masaksn telah saya
dan Ibu masak untuk menyambut tamu special.
“Wah ini makan malam kayak lagi kondagan,
komplit” Ucap Papa dari Mas Wildan.
“Ia ya Pa, maklum punya calon Besan pengusaha
Cattring ya begini Pa” Saut Mama dari Mas Wildan
yang sedang melihat satu persatu menu yang
terhidang dimeja.
“Lo……kan menyambut tamu istimewa dari Solo ya
harus istimewa to Pak” Canda Bapak lalu di ikuti
dengan tawa di meja makan.
“Liat Dek semua yang di meja ini mkanan kesukaan
keluarga kita semua, ada capcay dan sate jamur
kesukaan Mas, ada sayur lodeh dan peyek tumpi
kesukaan Papa, ada oseng oseng kuncung kesukaan
Ibu dan Mbak Tanjung dan cumi telur asin kesukaan
kamu, hebat bukan calon Mbakmu ini” Puji Mas
Wildan sambil menatapku.
-
22
Saya mulai mengambilkan nasi untuk Bapak, Ibu,
Papa, Mama dan Mas Wildan. Senang sekali bisa
memasak untuk orang orang tersayang, walau capek
karena harus mempersiapkan bebrapa menu
sekaligus, tapi bahagia saat mereka suka dengan apa
yang saya dan Ibu masak malam ini.
“Mbak Lila hebat banget bisa masak apa aja, enak
enak lagi” Kata Nindi Adik Mas Wildan yang baru
duduk di kelas 3 SMA.
“Nggak Mbak aja kok yang masak tapi sama Ibu”
tersenyum ke arah Ibu yang sedang menyantap
makan malam.
“Alhamdulillah punya calon mantu yang pinter
masak gini, Mama senang sekali nduk” Ucap Mama
Mas Wildan.
“Tapi nanti kalau main ke rumah Solo Lila jangan di
suruh masak terus ya Ma” Celetuk Mas Wildan lalu
di iringi tawa dari semua penghuni meja makan.
***
-
23
Tiga hari kemudian saya bersiap siap untuk datang ke
acara rapat panitia rencana reuni di tempat makan di
dekat SMP dulu. Beberapa hari lalu saya menelfon
salah satu temanku yang namanya juga tercantum di
daftar panitia. Meminta konfirmasi saja kenapa saya
yang tidak tahu apa apa lalu tercantum di daftar
panitia.
Ternyata tidak jauh-jauh dari jaman dulu, saya akan
menjadi ketua Sie konsumsi, karena mereka tahu
Ibuku punya usaha di bidang Cattring.
“Asalamualaikum…..” Sapaku kepada beberapa
anggota yang sudah datang duluan, beberapa aku
masih inggat dan beberapa aku tak begitu inggat
meraka.
“Ini dia yang di tunggu tunggu” Ucap Ulfa teman
dekatku saat di SMP.
“Kenapa Kenapa?” lalu duduk di samping Ulfa dan
bebrapa teman lain yang akau kenal.
“Bos roti kesini nggak bawa apa apa ni?” Sahut
temanku yang lain dan memperhatikan sekelilingku.
-
24
“Maaf maaf , hari ini aku nggak ke toko. Besok deh
kalau ketemu lagi” Lalu melempar senyum ke
semuanya.
***
Dua minggu setelah hari itu saya dan beberapa teman
mengunjungi SMP untuk meminta izin mengadakan
acara reuni di Sekolahan, Dan sore itu saya datang
bersama Mas Wildan, karena dari pagi kami
mengurus keperluan yang masih belum terselesaikan.
“Maaf ya telat” Sapaku kepada bebrapa teman yang
sedang duduk di depan kantor Guru.
“Ia deh yang sibuk” Canda Ulfa.
“Suami kamu? Nikah kok nggak undang undang sih,
jahat banget” Celetuk salah satu temanku yang lain.
“Belum sah kok, InsyaAllah empat bulan lagi, pasti
deh di undang” Sembari merangkul lengan temanku
itu.
Setelah urusan dengan sekolah selesai, kamipun
berkeliling area Sekolah yang beberapa bagian sudah
berbeda.
-
25
SMP ini sekarang sudah bener benar bagus,
bangunan bangunan baru sudah berdiri disana sini,
kantin Sekolahpun sudah bukan dari kayu lagi dan
kini sudah tertata begitu rapi, bebrapa lapagan
olahraga juga sudah ada, dari yang indoor ataupun
outdoor, semua terlihat bagus. Hanya saja bebrapa
ruangan kelas letaknya masih sama seperti saat saya
masih menimba ilmu disini.
Tiba tiba langkahku terhenti di belakang jendela
kelas 2E, senyum tipis hadir di bibir sembari
mengingat sesuatu yang masih sanggat saya ingat
betul.
“Masih keinget aja” Ulfa tiba tiba datang di
belakangku dan Mas Wildan sembari berjalan.
“Inget apa?” Tanya Mas Wildan heran.
Sejenak Saya terdiam lalu menatap Mas Wildan.
Sembari berjalan saya menceritakan apa yang pernah
saya alami dulu.
“Gara gara tempat itu aku pernah dibilang tukang
bohong sama beberapa teman yang dulu aku anggap
-
26
teman baik, tapi ternyata” Senyum tipis kembali
singgah di bibirku.
“Kenapa?” Tanya Mas Wildan semakin heran.
“Kira kira lima atau enam bulan saat dulu aku
menjadi anak kelas satu di SMP ini, ada seorang
Laki-laki bertubuh gempal menghampiriku yang
sedang manyapu di depan kelas” Sembari
nenunjukan kelasku dulu yang tepat bersebelahan
dengan kelas 2E.
“Lalu?”
“Katanya ada anak Laki-laki di belakang jendela itu
yang katanya ingin berkenalan denganku, awalnya
aku tidak mau karena aku masih anak baru dan takut
dengan kakak kelas tapi entah aku lupa kenpa
akhirnya aku mau menghampirinya.”
“Dia didalam jendela?” Tanya Mas Wildan lagi.
“Ia, lalu seorang Laki laki berwajah seram bertanya
kepadaku apakah aku mau berkenalan dengan
temannya. Dia bilang temannya menyukaiku, Jujur
aku saat itu juga tidak percaya, lalu seorang Laki laki
-
27
berkulit putih dan dengan gaya rambut belahan
tengah mengajaku berkenalan, Namanya Faiz. Kita
mengobrol lalu dia bilang kalau dia suka sama aku
dari kemarin kemarin, lalu dia bilang lagi apakah aku
mau menjadi pacarnya” Lalu menghela nafas
panjang.
“Lalu kamu jawab ia?”
“Aku sudah sedikit lupa tapi bisa aku pastikan aku
tidak menjawab apapun saat itu. Karena aku pikir
mereka mengerjaiku. Tapi bebrapa hari setelah itu
mereka selalu memanggiliku dari balik jendela. Anak
SMP mana yang nggak GR saat ada Laki-laki yang
menurutnya ganteng lalu bilang suka ke dia” Sambil
berjalan lagi menuju arah Kantor Guru.
“Lila, kami puang dulu ya. Kalau masih mau
nostalgia silahkan deh” Ucap Ulfa dan beberapa
teman lainnya.
Satu persatu teman saya meninggalkan kami di
Sekolah, dan kamipun juga memutuskan untuk
melanjutkan cerita di perjalanan pulang. Mas Wildan
-
28
masih begitu penasaran apa yang menyebabkan saya
di bilang pembohong.
“Oke aku msaih mau denger cerita kamu tadi, kenapa
kamu bisa dibilang pembohong? Karena kamu nggak
jawab YA?” Tanya Mas Wildan dibalik kemudi.
“Bukan, em…..karena aku mungkin terlalu gembira
saat itu dan menceritakan kejadian itu ke beberapa
temanku di rumah, aku fikir hal yang wajar sajakan
teman dengan teman berbagi cerita. Tapi ternyata aku
salah Mas, mereka mengangap aku mngada-ada.
Karena mungkin Faiz terlalu istimewa buat anak
SMP yang gemuk seperti aku” Menghela nafas lagi
sambil melihat luar jendela.
“Aku nggak ngerti deh, masalahnya apa kalau cowok
itu suka sama kamu?”
“Ya itu tadi mungkin aku gemuk, jelak dan mereka
menagap kalau hal yang benar benar terjadi padaku
itu hanya sebuah bualan semata. Ya…… aku sadar
mungkin ini salah aku juga, salah bercerita dengan
mereka, salah aku juga terlalu GR atau terlalu
-
29
ya…..aku nggak tau juga sih Mas. Seumpama dulu
memang benar Faiz dan teman temannya hanya
mengerjai aku saja atau buat akau GR aja aku juga
tidak tahu. Tapi yang pasti kisah itu benar benar
terjadi dan tidak pernah sedikitpun akau menambahi
atau mengurangi cerita itu”.
“Kadang Orang itu aneh, semuanya harus dilihat dari
fisik, aku nggak habis pikir aja, itu kan hak seseorang
untuk suka atau di sukai tapi kenpa hal kayak
gitu……Entahlah Mas juga nggak begitu paham
dengan jalan fikiran temanmu itu” Ucap Mas Wildan
sedikit kesal.
***
Tiga bulan menjelang pernikahan, waktuku semakin
terbagi bagi mengurus toko roti, acra reuni, dan
seabrek printilan pernikahan dan lain-lain. Persiapan
reuni tinggal satu minggu lagi, Satu setengah bulan
lebih saya dan teman teman merancang semua acara
ini agar bias berkumpul reuni tiga angkatan. Persipan
-
30
pernikahan sudah hampir 75%. Undagan sudah
sebagian jadi, souvenir pundemikian. Baju
pernikahan sudah tinngal fithing terakhir.
“Hallo Ibu Hajah……” Suara Laki laki dengan
rambut mowhawk dan sepatu hitam mengkilap
datang dari arah luar toko.
“Eh….eh…… Pak pengawas masih inget aja nie
main main kesini.”
Kenalkan naman Akbar, sahabat saya semenjak
kuliah, sekarang dia bekerja sebagai Aparatur Sipil
Negara sebagai pengawas administrasi,
penampilannya masih sama seperti dulu, harus
terlihat kece saat punya atau tidak punya uang
sekalipun.
“Denger denger mau nikah tapi nggak ngabarin aku
kau, bagus Kali” Protesnya sembari melihat
sekeliling toko.
“Alhamdulillah, ke runagn aku aja yuk. Nggak enak
ngobrol disini” Ucapku sembari berjalan di
depannya.
-
31
Kamipun hampir satu jam mengobrol di kantor,
sudah sekitar tujuh bulan kami tidak bertemu karena
kesibukan masing masisng apalagi sekarng Akbar
menetap di Jakarta.
Dia orang Medan yang kulaih di Semarang dan
sekarang bekerja di Jakarta. Dia bukan teman satu
Universitas tetapi kami senagkatan dan kenal dengan
Akbar dari teman aku yang satu kampus dengan dia,
karena Akbar orangnya asik di ajak ngobrol jadilah
kita berteman baik sampai saat ini.
Dia yang selalu mendengarkan semua keluh kesahku
saat semua teman temanku sibuk dengan urusan
mereka, dia yang mau mengajakku keliling Semarang
hanya untuk menangis dan melupakan maslah
percintaanku. Jika banyak yang bilang persahabatan
cowok dan cewek tidak mungkin tidak ada rasa cinta
saya bias menyangahnya, saya dan Akbar bersahabat
lebih dari lima tahun dan sampai saat ini saya dan dia
masih bersahabat tanpa ada perasaan cinta.
-
32
“Lalu kapan kamu menikah?” Tanyaku sambil
mengambilkan sebotol air mineral untuknya.
“Aduh masih belum ketemu pasangan yang pas Bu
Hjah.”
“Belum pas apa belum sempurna menurut kamu?”
candaku lalu duduk di sampingnya.
“Aduh Bu Hajah kau dari dulu gitu terus, jadi macam
mana nie calon Suami kau yang seorang editor itu?”
Tanya Akbar dengan muka meledek.
“Ya kerja lah emang kamu PNS jam segini kelayapan
sampe Semarang, ngapain?” Memengang telfon
gengam mencoba menghubungi Mas Wildan.
“Ehhh ini orang ya, ini aku ngambil cuti tiga hari ke
Semarang buat ketemu kau, mau konfirmasi kenapa
aku harus denger dari orang dulu soal pernikahan
kau” Ucapnya lantang dengan nada khas orang
Medan.
“Maca ci……..” Godaku lalu tertawa.
“Nyebelinnya nggak ilang ilang ya ini anak” Lalu
meneguk air mineral dingin di hadapannya.
-
33
“Ya udah yuk ikut aku, kita makan lalu aku kenalin
kamu sama Mas Wildan. Dia sudah nunggu kamu di
Warungnya” Ucapku sembari membereskan bebrapa
barang di meja kerja.
Setelah itu kami lanjut makan malam sekaligus
memperkenalkan Mas Wildan kepada sabahat saya
itu. Mengobrol banyak tentang pekerjaan tentang
rencana hidup kedepan dan sedikit tentang masalalu
yang menyenagkan bershabata dengan dia.
“Jadi benerkan kamu kesini cuti? Bukan kabur?”
Tanyaku lagi dengan raut muka curiga.
“Aduh kakak ini calon Istrinya masih saja
menyebalkan ya. Aku sedang ada tugas beberapa hari
di Semarang, ya baguslah karena aku juga sekalian
bisa bernostalgia disini” lalu menuguk secangkir
coffe late.
“Cuman tiga hari aja sih kurang lama……Eh tapi pas
nikahan aku kalau kamu sampai nggak bisa kesini
awas aja” Ucapku mengancam.
-
34
Kami terus melanjutkan obrolan demi obrolan yang
random itu, satu gelas frappe sudah hampir habis aku
minum dan satu potong cake coklat yang terkenal di
Warung Mas Wildan pun juga sudah habis aku
makan.
Lantunan live akustik lagu lagu jaman 90an dari
Right here waiting, Give me everything tonight
sampai Sleeping child semaikn membuat malam
kami menjadi lebih panjang.
***
“Ibu Lila pergi dulu ya, mau ambil undagan terus
nganter Akbar ke bandara” ucapku sembari
membereskan sarapan pagi.
“Loh sebentar sekali dia sudah mau pulang dia nggak
mampir sini dulu? Kok langsungan pulang aja”
Sembari menyiapkan sesuatu.
“Akbar kemarin bilang ke Lila buat salamin ke Ibu
dan Bapak, dia minta maaf nggak bias mampir karena
ke Semarang untuk tugas dari kantornya.”
-
35
“Ya udah salam balik, ini buat oleh oleh dia” Ibu
memberiku tas warna putih yang berisi beberapa box
makanan.
Semarang pagi ini tidak begitu macet, matahari juga
bersinar terang, sesampainya di depan Lobby Hotel
terlihat seorang pria berkaos putih dan membawa
koper sudah menunggu.
“Lama amat si kau” Ucap Akbar sambil memasuki
mobil.
Hari ini saya akan ke toko sebentar untuk mengecek
keadaan disana, sekalian mengambilakan oleh oleh
untuk sahabatku satu itu, lalu mengambil sebagian
undagan yang sudah jadi, mengajak Akbar kuliner
lalu mengantarnya ke Bandara. Akbar kemarin bilang
ingin makan tahu gimbal, lumpia dan nasi ayam
sebelum dia pulang.
“Ow iya itu di belakang ada titipan dari Ibuku, kamu
di tanyain tu nggak mampir” Sembari menunjukan
sesuatu.
-
36
“Aduh Ibu kau memang baik sekali, aku udah bilang
kemarin ke kau kenapa aku ini tidak bisa kesana”
Sambil mengambil tas berwarna putih.
Dalam tas putih itu ada beberapa box makanan yang
ternyata berisi nasi ayam, oseng bakso dan kuncung
lalu lumpia buatan Ibu dan semua adalah makanan
kesukaan Akbar. Dulu Akbar pernah beberapa kali
main ke rumah dan makan masakan Ibu lalu dia
bilang kalu bebrapa kali ke rumah masakan yang
paling dia suka dari yang dia suka adalah oseng
bakso kuncung dan lumpia buatan Ibuku.
“Cocok……. Ibu kau masih tau aja kesukaanku Lila,
aduh Ibu maafkan Akabar ya Ibu nggak bisa cium
tangan Ibu” Sambil celingukan mencari telfon
gengam miliknya.
Sesampainya di toko roti Akbar masih saja menelfon
Ibuku, dia meminta maaf dan berterima kasih teleh
dibuatan makanan kesukaannya.
“Eh eh… Lila, aku ini mau kau ajak aku kulineran,
bukan kau ajak kerja. Bah macam mana ini kenapa
-
37
kau malah ke toko kau” Mengeluarkan kepalanya
dari jendela mobil.
“Sebentar, tunggu aja disitu” Lalu masuk ke toko.
Setelah dari toko dan mengambil sebagian undagan
saya dan Akbar menuju ke warung tenda yang berada
di taman kota Semarang, dua piring tahu gimbal dan
dua mangkuk es campur kami pesan siang itu. Akbar
melahap habis tahu gimbal yang berada di depannya
padahal tadi dia sudah menghabiskan satu box nasi
dan oseng bakso kuncung, beberapa pisang bollen di
toko juga dia makan.
Setelah semua selesai saya langsung mengantarnya
ke Bandara karena dia flight jam empat sore.
Sesampainya di parkiran Bandara kami masih
mengobrol banyak tentang rencana hidup kami
kedepan.
“Ow ia ini puff buat oleh-oleh dan ini undagan
pernikahan aku buat kamu” Sambil menyodorkan
undagan berwarna coklat muda.
-
38
“Makasih ya, tapi kenapa tidak ada namaku disini,
belum terbungkus plastik juga” Keluhnya membolak
balik undagan.
“Kan baru di ambil tadi, ya nanti kamu kasih nama
sendiri, Akbar dan calon Istri” Sambil tertawa
melihat expresi sebalnya.
“Makasih ya Lila, lebih dari lima tahun kenal sama
kamu nemenin kamu cerita soal apapun keluarga,
temanmu yang menyebalkan dan yang pasti cinta.
Jadi inget saat saat kamu tiba tiba di depan kos
dengan mata sembab cuman bicara ajak aku keliling
sesukamu, lalu tiba tiba ketwa ketawa di jalan udah
kayak orang kesurupan. Kamu sahabat paling baik
yang akau punya, bukan hanya ada saat aku senang
tapi kamu juga ada saat aku bener benar jatuh. Saat
orang orang mudik dan aku di kos sendirian lalu
kamu tiba tiba datang membawa ketupat dan opor
ayam. Dan sebentar lagi sahabat aku ini mau menikah
dengan orang yang menurut aku tepat untuk kamu,
ngobrol semalaman dengan Abang Wildan dan aku
-
39
tahu dia orang baik yang bener benar sayang kamu.
Akhirnya cerita panjang tentang percintaan kamu
yang rumit akan berakhir juga. Selamat ya, aku pasti
datang untuk melihat kamu sah menjadi Nyonya
Wildan. Makasih udah jadi sahabtku selama ini,
makasih untuk tumpagan, bollen dan semuanya, aku
balik kerja dulu buat cari duit buat beli kado
nikahanmu” Ucapnya serius lalu tersenyum.
“Akbar…….sedih dengernya. Tapi kamu ngomong
begitu nggak lagi kesambetkan” Ucapku sambil
menghapus air mata.
“Ah……….kau ini aku sudah serius malah kau buat
bercanda, ya sudah lah kau hati hati di jalan”
Ucapnya sampil keluar dari mobil.
Baru kali ini Akbar berbicara serius kepadaku sampai
saya dibuatnya menangis, orang Medan yang terlihat
galak saat bicara, menertawakan saya saat kisah cinta
super konyol di masa lalu saya ceritakan tetapi tetap
setia mendengarkan, memberi solusi apapun sampai
detik ini. Dari jauh saya lihat dia berjalan sampai
-
40
punggungnya hilang tertutup mobil mobil yang
berlalu lalang di Bandara.
***
“Asalamualaikum” Sapa lembut pria di balik telfon.
“Waaalaikumsalam.”
“Jadi nanti malam jam berapa? Dreescode?” Tanya
Mas Wildan.
“Jam tujuh Mas, casual warna biru tua” Sembari
berberes.
“Ibu sie konsumsi udah beres semua urusan cattring
dan lain linnya?” Tannyanya lagi.
“Alhamdulillah Mas, aku udah pasrahin semua ke
orang orang Ibu untuk mengaturnya jadi pas acara
ngak perlu repot lagi aku dan yang lain.”
“Ya udah nanti aku jemput sebelum jam tujuh ya,
sampai jumpa nanti. Aslamualaikum.”
Seusai Sholat Mahrib saya mulai merias diri,
mengenakan celana panjang hitam kain dan kemeja
lengan panjang warna biru tua dengan panjang
-
41
sampai bawah lutut dengan di padu padankan
kerudung pashmina rawis bergradasi warna biru yang
di lilitkan dan menutupi hingga bagian dada. flat
gladiator shoes warna hitam juga sudah ku kenakan
dan tak lupa tas kecil dengan tali panjang juga sudah
rapi berada di tangan tinggal menunggu Mas Wildan
datang menjemput.
“Ibu….cattring udah berangkatkan?” Tannyaku
sambil menuruni tangga.
“Sudah dari jam lima tadi, Ibu suruh mereka
menyiapkan tempat juga disana” Jawab itu yang
sedang asik menonton TV.
“Alhamdulillah, Lila berangkat dulu ya Bu, Pak”
Sembari mencium Ibu dan Bapak yang berada di
ruang TV.
Di depan Mas Wildan sudah datang. Dengan
senyuman khasnya, kemeja lengan panjang yang
lengannya di gulung hingga sedikit di bawah siku
dengan warna biru dan sedikit aksen di bagian tengah
-
42
dan celana kain dan sepatu warna hitan dan tak lupa
jam di tangan kanannya.
“Mas Wildan!!!” Sapaku dan melihatnya dengan raut
muka heran.
“Ada yang salah ya?”
“Nggak kok, tumben aja Subahanallah banget malam
ini” Ucapku sambil tersenyum dan menuju ke
mobilnya.
Sesampainya di sekolah terlihat sudah ramai sekali,
saya memang salah satu panitia tetepi saya dan teman
teman sudah merencanakan panitia ataupun tidak
kami harus menikmati acara ini benar benar, bisa
bertegur sapa dengan semua yang hadir, bukan hanya
sibuk degan tanggung jawab sienya, kami akan tetap
mengecek tanggung jawab kami tetapi saat acara
mulai kami sudah meminta bantuan kepada pihak
pihak yang lebih professional yang mampu
menangani semuanya.
Langkah demi langkah Saya dan Mas Wildan laluwi,
mulai dari pintu gerbang yang di hiasi denagn
-
43
lampion lampion indah berwarna biru, lalu regristrasi
ulang undagan reuni, poto booth dan mulai memasuki
tempat acara berlangsung semua serba berwarna biru
tua. Panggung berukuran 8 x 6 meter sudah megah
berdiri di pojok lapagan basket dengan dua layar
lebar di sampingnya. Langit langit sekolah pun di
hiasi bintang bintang malam dan lampu warna warni
juga ikut serta meramaikan malam ini.
Sebelum saya akan menikmati malam indah ini saya
menuju tempat dimana makanan di sajikan, sekedar
memastikan apalah semua berjalan lancar lalu saya
temuwi satu persatu teman teman lamaku, agak sulit
memang manghafal wajah wajah yang sudah sekitar
sepuluh tahun tidak bertemu.
“Hai…… Lila” Teriak wanita beramput panjang
yang di ikat kucir kuda.
Mencoba untuk mengingat ingat siapa wanita cantik
itu yang berjalan menghampiriku dan Mas Wildan
yang berada di samping panggung acara.
-
44
“Kamu nggak inget aku? Seriusan?” Tannya sambil
memagang tanganku.
“Intan? Intan BFF?”
Intan memeluku erat sekali, smabil tertawa lepas lalu
melihatku dari bawah ke atas.
“Apa kabar kamu? Ini suamimu?” Tanya Intan
sambil melihat ke arah Mas Wildan.
“Alahamdulillah baik, ini calon suami. Terus kamu?”
Tanyaku sambil melihat sekeliling intan.
Seorang pria yang aku kenal tiba tiba muncul
membawa bayi berumur kira kira enam bulan dan
menghampiri Intan.
“Rizal? Kamu sama Rizal?” Tanyaku heran sembari
menunjuk Rizal.
“Ia dia suami aku, ini anak kita namanya Rindra ”
Ucapnya sembari memegang tangan buah hatinya.
“Kok bias sih…… gimana ceritanya?”
Kamipun bercerita bagaimana mereka bertemu dan
menikah lalu datanglah satu persatu anggota BFF
-
45
(best friends forever) ada Intan yang sekarang sudah
menjadi Ibu rumah tangga dengan satu anak, lalu
Dian yang ternyata sudah menikah empat tahun yang
lalu dengan ustad dan sekarang sudah punya dua
anak, Dian mengeluti binis pakaian syar’i. Isti
sekarang bekerja di kelurahan di lingkungan tempat
tinggalnya dan akan menikah bulan depan dengan
seorang anak lurah. Koir datang sendiri, dia sekarang
bekerja di Jogja sebagai seorang Guru. Kita bercerita
banyak, mulai awal terbentuknya BFF karena waktu
itu terispirasi dari filem ada apa dengan cinta. Kami
juga punya buku catatan sendiri seperti di AADC,
yang isinya hal hal nggak masuk akal dan nggak
penting waktu itu.
“Paling aku inget waktu itu adalah kalau mau kemana
mana kita harus bersama sama, berjalan bersama
sama sama” Ucap intan lalu di sambut tawa kami
berlima.
-
46
“Ia itu nggak masuk akal banget nggak sih, apa lagi
tentang itu cowok yang suka sama Dian siapa
namanya” Kata khoir sambil meningat ingat
“Almin….. ia siapa sih dulu yang nulis, nggak bolleh
suka sama cowok yang nggak jelas. Satu cowok
musuh kita musuh kita semua” Kataku sembari
menunjuk ke semua anggota BFF.
“Ih ia ia kasihan ya dulu si Almin nggak tau apa apa
kita musuhin” Ucap Isti lalu di sambut tawa lagi.
“Hush jangan gitu kalau orangnya dengar gimana, ya
namanya juga jaman jaman SMP. Alhamdulillah kita
msih ketemu lagi ya, seneng banget rasanya” Ucap
dian sembari memeluk kami.
Setelah puas mengobrol dengan mereka saya
berlanjut menemuwi temanku yang lain satu persatu,
banyak yang menanyakan Mas Wildan, apakah kami
sudah menikah atau belum.
“Lila………sini” teriak pria perut buncit berwajah
sedikit oriental dari kejauhan.
-
47
“Afit……. hai apa kabar?” Berjalan menuju ke arah
Afit berada.
Lama juga tidak ketemu dengan mantan anak Ibu
lurah ini, entahlah kenapa dia agak agak seperti cina
padahal Bapak dan Ibunya asli keturunan Jawa.
“Ow ia sebentar ya Lila sebentar“ Afit menarik
seorang pria di belakangnya.
“Tofa atau….?” Tanya ku heran memandangi pria
yang berdiri di hadapanku.
“Ahh belagak lupa lagi” Kata Afid sambil tertawa.
“Hai apa kabar?” Tanyaku sembari menjabat
tanggannya.
Dia masih sama seperti terakhir kita bertemu dia
acara reuni SD dulu, diam dan dingin. Ketika semua
bercanda bertegur sapa dia adalah satu satunya orang
yang diam seribu bahasa kepadaku.
“Baik” Ucapnya singkat.
Terliat dari raut mukanya dia gugup dan tak nyaman
berbicara kepadaku. Entahlah apa yang terjadi
kepadanya setelah kisah itu.
-
48
“Kamu datang sendirian?” Tanyaku untuk mencoba
mencairkan suasana.
“Ya sama kembarannya lah masak sendirian” Celetuk
Afid yang sedang memegang segelas minuman.
Setelah mengobrol berbasa basi kesana kemari
dengan di temani Afid dan Mas Wildan, saya
memutuskan bertanya sesuatu yang sampai saat ini
saya tak pernah tahu kenapa dia acuh sekali
denganku.
“Emmmmm……..boleh tanya sesuatu?” Sambil
melangkah mengambil posisi mendekatinya.
“Aku mau ke kamar kecil dulu ya” Ucap Mas Wildan
seolah mengerti jika aku ingin mengobrol serius
dengan pria di sampingku.
“Setelah hari itu di depan perpustakaan lalu kita
pulang bersama kamu kenapa diam saat bertemu aku
lagi, sampai di reuni SD kamu tidak mengucapkan
apapun hanya kepadaku” Tanyaku sembari sesekali
melihat ke sekeliling.
-
49
Lama dia terdiam saja dan Afitpun mencoba bertanya
juga. Karena Afit dan satu temanya lah yang dulu
membantu kami bersurat suratan antar kelas lalu pada
akhirnya bertemu di depan perpustakaan. Awalnya
saya juga tidak tau kenapa saya dan Tofa bisa di
akhirnya bersurat suratan dan dekat, saat saya
melewati kelasnya atau sebaliknya lama lama mereka
mengira kita saling suka dan kamipun akhirnya
menjelaskan melaluwi surat antar kelas dan kita
akhirnya bertemu lalu saling menanyakan perasan
satu sama lain.
“Ya udah kalau nggak mau jawab juga nggak papa,
atau missal aku ada salah aku minta maaf ya” Ucapku
sambil melangkah pergi.
“Lila………..maaf aku nggak dewasa dalam
meghadapi semua ini, aku juga minta maaf kalau aku
salah” Ucap Tofa.
Saya membaikan badan kearahnya sembari
tersenyum dan menjabat tangannya lagi. Itu memang
-
50
kisah anak kecil tapi setidaknya silaturahmi kami
tidak tergangu lagi dengan adanya masalah itu.
“Alhamdulillah, gitu dong kan enak dilihatnya. Dulu
saling cinta sekarang harus tetap baik walau udah
nggak cinta” Celetuk Afit lagi.
“Afid……..” Teriaku dengan muka kesal.
Di sela sela obrolanku tiba tiba aku melihat Nova,
mantan pacar Mas Candra, sambil aku melihatnya
degan teliti lagi dan mencari Mas Candra.
“Mbak Nova?” Sapaku kepada wanita cantik berkulit
putih dan berambut pirang.
“Hai Lila……apa kabar?” Tannyanya sambil
memeluku.
“Alahmdulillah Mbak baik, emmm datang sama
siapa?” Tanyaku sambil memastikan apakah dia
masih berhubungan degan Mas Candra.
“Owh sama suamiku, dia lagi ambil minum, ini
siapa? suami?” Menanyakan Mas Wildan yang tiba
tiba berada di belakangku.
-
51
“Calon mbak” Tersenyum sambil menunggu siapa
suami dari mbak Nova. Jujur nggak enak kalau
langsung bertanaya apakah Mas Candra suaminya.
Seorag Laki laki bertubuh jangkung dengan rambut
berwarna coklat dengan membawa minuman di
tunjuk Mbak Nova.
“Itu uamiku, namanya Jose warga negara Jerman.”
Saya hanya tersenyum lalu berpamitan untuk
menyapa yang lain. Mataku mengarah menuju ke
grombolan anak anak kelas tiga jaman dulu siapa tau
ada Mas Candra disana. Satu persatu saya lihat tapi
tidak ada sosok Mas Candra atau muka yang mirip
dengan Mas Candra. Malah saya melihat sosok Faiz
dan beberapa temanya di depan panggung acara.
“Kamu cari siapa sih?” Tanya Mas Wildan yang
mungkin dari tadi binggung melihatku celingukan.
“Eh… cari teman akau Mas” Masih sibuk mencari
“Siap sih? Mantan kamu?” Tanya Mas Wildan sambil
menatapku.
-
52
Mataku langsung berhenti mencari, aku tatap Mas
Wildan dengan hati tidak enak.
“Kok Mas Wildan bilang gitu.”
“Ya setelah kamu tanya sama teman kamu tadi dan
aku kira kamu akan memastikan seseorang lalu
ternyata bukan orang itu yang kamu cari dan kamu
terus mencarinya” Ucap Mas Wildan yang berada di
samping kananku.
“Em……bukan mantan kok Mas” Jawabku terbata
bata.
Saya dan Mas Wildan berjalan menjauh dari
panggung lalu duduk di depan Kantor Guru yang
lumayan sepi, mulai menghela nafas pajang dan
sesekali melihat Mas Wildan yang duduk di
sampingku.
“Aku sebenernya nggak begitu kefikiran tentang dia,
saat lihat Mbak Nova tadi tiba tiba aku ingat kakak
nemu gedeku” Tersenyum tipis.
“Kakak nemu gede? Maksutnya?” Tanya Mas
Wildan.
-
53
“Ya jadi dulu aku pengen banget punya kakak,
karena aku anak pertama aku pengen ngerasasin
kayak apa sih punya kakak. Terus kelas dua smp aku
ketemu sama pacarnya mbak nova tadi. Namanya
Mas Candra, kenal dia awalnya dari tetangga aku
karena Mas Candra sering ke rumahnya, lama
kelamaan aku kenal dan akbrap sama dia. Sampai
suatu hari aku bilang ke dia, dia mau nggak jadi
kakak aku dan dia bilang IA” Lalu menghela nafas
panjang kembali.
“Terus?”
“Semua berakhir karena salah paham, Mas Wildan
mungkin tau aku orangnya suka bercanda, kapan saat
bercanda dan tidak Mas juga bisa mersakan bukan.
Jadi malam itu aku dan temanku sedang bercanda
tentang banyak hal, karena aku fikir kita sedang
bercanda pertanyaaan dari seorang perempuan itu
saya jawab juga dengan candaan. Perempuan itu
bertanya apakah Mas Candra mengatakan cinta
kepadaku, aku jawab iya tetapi aku juga sambil
-
54
tertawa karena aku merasa dari tadi kita sedang
bercanda. Dan tidak pernah aku tahu kapan persisnya
perempuan itu bilang ke Mas Candra tentang hal itu
lalu Mas Candra tiba tiba tidak membalas pesan,
menghindar saat aku temuwi dan aku baru tahu jika
kata kata itu yang menyebabkan dia marah sama
aku.”
“Jujur, kamu dulu suka sama Mas Candramu itu?”
Tanya Mas Wildan.
“Demi Allah aku hanya anggap Mas Candra hanya
sebagai kakakku, tidak ada perasaan lain. Kalau aku
suka sam Mas Candra apa mungkin aku bisa dan kuat
selalu mendengar curhatan dari mbak Nova tentang
hubungan mereka, mendamaikan meraka saat meraka
bertengkar. Selain aku dekat degan Mas Candra aku
juga dekat degan Mbak Nova. Tidak semua
perempuan dan lali laki dekat itu saling menyukai
nyatanya aku dan Akbar mampu bersahabat lebih dari
lima tahun dan Mas Wildan tahu sendiri kan kalu
Akbar dan aku tidak pernah ada hubungan apapun
-
55
dan perassan apapun” Tiba tiba air mata tak teras
menetes perlahan di pipi.
“Terus kamu nggak coba menjelaskan sma Candra
tentang semua itu?” Tanya Mas Wildan sembari
memberikan saputangan kepadaku.
“Sudah pernah aku lakukan tetapi temannya bilang
Mas Candra tidak mau mendegarkan apapun
penjelasan aku, sampai terakhir aku melihatnyapun
aku nggak berani hanya sekedar menyapanya, aku
takut keadaan lebih memburuk.”
“Lalu kalu Candra ada disini kamu mau apa?”
“Aku cuma mau jelasin, aku minta maaf. Tapi jujur
aku tidak pernah mengatakan hal itu dengan sungguh
sungguh, karena saat itu kami hanya sedang
bercanda. Kalupun dia tidak percaya aku nggak
masalah yang penting aku udah mencoba berkata
yang sejujurnya, aku sayang dia sebatas kakak tidak
lebih.”
-
56
“Apa perempuan itu sama seperti masalah kamu dan
siapa yang kemarin kamu ceritakan?” Mas Wildan
mengarahkan posisi duduknya menghadapku.
“Faiz. Ia mereka orang yang sama” Menghapus air
mata lagi.
“Mereka? Jadi nggak cuman satu orang? Mau mereka
apa sebenarnya? Mencari cari kesalahan kesalahan
kamu? Mereka benci sama kamu? Mereka kenapa
sih?. Lila, Mas bener bener nggak ngerti sama
mereka yang kamu anggap teman itu” Mata Mas
Wildan memerah, raut wajahnya sedikit marah.
“Aku juga nggak tahu Mas kenapa mereka sejahat
itu.”
“Semoga suatu saat Candra tau jika kamu tidak
bersalah atas hal ini. yuk kita senang senang lagi,
usap dulu air matamu, nanti dikiranya aku habis gigit
kamu lagi” Mas Wildan tersenyum lalu berdiri.
Saya dan Mas Wildan bergabung dengan
segerombolan anak anak 3C jaman dulu, lalu guest
starpun naik ke atas panggung. Ya kami
-
57
menggundang Rastaline, Band ragge dari Semarang,
mereka menyayikan lagu tetap berjalan untuk lagu
pertama mereka kamipun berpelukan, bergandegan
dan bergoyang ke kanan dan kekiri mengikuti irama
music dan Mas Wildan malam itu secara khusus
khusus mendokumentasikan kebersamaan kami yang
sedang benar benar menikmati malam ini.
“Sepulangnya dari sini jangan lupa saling ngabarin ya
guys. Silaturahmi kita tetep harus terjaga” Ucap Intan
lalu di amini oleh semua.
“Habis acara ini kita ngmpul lagi di nikahannya Lila”
Sambung teman yang lain.
Kami memang tak lagi muda saat ini rata rata umur
kami di atas duapuluh lima tahun tapi malam ini kami
seperti anak anak SMA yang sedng nonton konser,
yang punya anak yang punya suami seperti seolah
olah mereka lupa.
Kurang lebih satu jam rastaline bernyanyi untuk
acara kami dan tak terasa acara sudah selesai dan kita
harus berpisah saat, walau nanti mereka berjanji akan
-
58
datang di acara pernikahanku, tapis sungguh berat
dan belum puas menikmati waktu kebersamaan yang
sebentar ini.
Setelah semua sepi kami panita sebentar berkumpul
untuk memastikan keadaan. Waktu sudah
menunjukan pukul satu malam. Dan kami masih
berada di lapagan merencanakan acra besok pagi,
karena kami meminjam sekolahan ini secara bersih
dan kami juga akan mengembalikannya dalam
keadaan bersih juga.
“Terimakasih ya teman teman atas bantuannya, besok
senin perwakilan aja yang ke Sekolah untuk
memberikan sedikit ucapan teimaksaih. Begitu saja
dari saya, di tunggu acara pembubaran panitianya
juga ya” Ucap ketua panitia yang Nampak sangat
lelah.
Setelah semua urusan selesai Mas Wildan
mengantraku pulang dengan muka yang sangat
kelelahan dan mangentuk. Malam ini dia banyak
-
59
membantuku dalam segala hal termasuk
mendegarkan ceritaku Lagi.
“Makasih ya Mas udah mau nemenin aku, sampe
kecapekan dan ngantuk gitu” Ucapku sebelum turun
dari mobil warna putihnya
“Sama sama, aku juga seneng bisa nemenin kamu
bahagia malam ini “ Walau mukanya sudah terlilah
lelah tapi senyum masih singgah di pipinya
“Ya udah hati hati ya Mas, kaalau ngantuk berhenti
dulu beli kopi atau cuci muka, Asalamualaikum”
Ucapku sambil membalas senyumnya.
***
Sore ini sepulang dari toko saya akan menjemput
sahabat saya dari bumiayu yang sekarang ikut
suaminya tinggal di Jakarta. Semenjak pernikahannya
lima bulan yang lalu kami tidak pernah bertemu lagi.
Dengan membawa tentengan bollen kesukaannya
saya mulai menyalakan mesin mobil, memasang
safety belt dan memacu si biru ke Stasiun Tawanag.
-
60
Liana adalah satu satunya sahabat cewek yang
baiknya nggak ketulungan, dimasa masa saya susah
cuman dia yang ada di sampingku, membantuku
kesana kemari memecahkan masalah.
“Asalamualikum ukhti Lila” Sapanya yang di sambut
juga dengan pelukan hanggat.
“Waalaikumsalam, kangen banget sama kamu”
Membalas pelukan perempuan yang mengenakan
hijab warna merah itu.
Untuk bebrapa hari Liana akan menginap di rumah,
selain ingin membantuku mempersiapkan acara
pernikahan dia juga ingin bernostalgia di Semarang.
Liana adalah teman seangkatanku di kampus, dia satu
satunya orang ngampak yang ngobrolnya pake gue
elu.
Sesampainya dirumah setelah beberes dan makan
malam saya mulai merencanakan acara untuk
kesokan hari, akan kemana kita dan sedikit bercerita
pagaimana lima bulan menjadi seorng istri.
-
61
“Ya kata orang sih masih awal awal yang ada hanya
bahagia dan bahagia, ya walau kadang berbeda
pendapat si pasti ya. Tapi suami aku yang ngalah”
Lalu tertawa.
“Terus udah ada kabar baik lainnya?” tanyaku sambil
merebahkan tubuh di kasur.
“Belum, Doain ya. Ya memang rencana awal nggak
mau cepet cepet karena kita masih merintis karir.
Hidup di Jakarta emang nggak semudah yang di
bayangkan.”
***
“Pagi Tante……masak apa ini” Sapa Liana kepada
Ibuku yang sedang sibuk di dapur.
“Pagi….,Ini mau buat sarapan, hari ini mau pergi?”
Tanya Ibu yang sedang sibuk memotong bawang
putih dan bawang merah.
“Ia Tante mau antar Lila ambil sisa undagan katanya
sama mau ambil apa gitu tadi” Sembari membantu
memasak.
-
62
Seusai sarapan saya dan Liana melaju ke arah
Semarang utara untuk menambil sisa undagan yang
harus mulai di sebar sekitar tiga minggu lagi. Kami
pergi terlalu pagi memnag, jalanan Semarang masih
macet macetnya karena bersamaan dengan anak anak
sekolah dan orang kantoran berangkat bekerja.
“Kenapa sih yang satu ini nggak pernah kamu
ceritain ke aku sebelumnya? Cerita cerita udah di
Khitbah aja” Ucap Lian sambil melihat undagan yang
sudah aku ambil tempo hari.
“Sengaja memang, bukan cuman kamu kok Bapak
dan Ibu aku aja tau ya saat Mas Wildan datang ke
rumah untuk mengkhitbah aku” Masih serius di
belakang kemudi.
“Apa……….alasannya?” Masih membolak balik
undagan.
“Kamu tahu kan beberapa orang yang mendekatiku
dan akhirnya tidak ada kejelasan hubungan, sebelum
aku memutuskan untuk tidak pacaran dan menerima
tunangan degan tentara itu, dia sendiri yang akhirnya
-
63
menyakiti aku, seteah aku memutuskan untuk tidak
pacaran yang mendekat hanya sekedar dekat Mas
Aditya, Mas Wahid dan yang terakhir Bule Turki itu.
Aku kira dia benar benar serius karena sampai datang
menemuwiku di Jogja waktu itu dan mengirimiku
bingkisan, kita sudah berbicara tentang tempat
tinggal sampai dia memutuskan untuk ikut tinggal di
Indonesia, tapi yang ada semua tidak ada yang jadi
dan hanya membuat orangtuaku berharap saja.”
Ucapku sambil serius memperhatikan jalan.
“Tapi kamu juga nggak publikasi publikasi amat dulu
nyatanya waktu kamu sama si Bule itu kamu cerita
saat kamu dan dia memutuskan untuk jalan sendiri
sendiri.”
“Liana sayang, gimana ya aku dan mereka tidak
pernah ada ucapan aku cinta kamu, aku sayang kamu
apalagi pacaran. Ya kita seperti bereteman biasa
tetapi lebih dekat, aku juga nggak bisa minta
kejelasan apapun karena memang dari awal kita
nggak pernah ada kata apa apa. Dan saat Ibu dan
-
64
Bapakku tahu tentang Mas Aditya, mas wahid karena
mereka pernah bebrapa kali ke rumah dan kalu sama
bule itu karena saat aku telfon, skype atau pas aku ke
Jogja Ibu dan Bapakku tahu aku menemuwinya.
Ya…..semenjak aku fikir bule itu sudah berbeda
karena kita sudah merancang semua maka aku
memutuskan untuk kita tidak melanjutkan
pembicaraan pembicaraan itu lagi.”
“Lalu kamu memilih menyembunyikan Mas Wildan
dari semuanya setelah memang dirasa pasti kamu
baru berani go public gitu? Agar tidak ada yang
kecewa untuk kesekiankalinya?” Ucap Lian sambil
menatapku.
“Ya begitu deh, lebih penting kepada ke dua orang
tuaku, aku nggak mau mereka terus terusan berharpa
yang nggak pasti. Aku memang ingin menikah tapi
saat itu aku belum siap, masih banyak hal yang
belum aku lakukan untuk menbahagiakan mereka.”
Mungkin bebrapa orang pernah mengaami fase fase
dimana usia dan lingkungan menuntut mereka untuk
-
65
segera menikah tetapi hati mereka belum siap untuk
itu. Pertanyaan pertanyaan kapan menikah dari
berbagai orang semakin membuat mereka berfikir
keras untuk mencari, padahal sejujurnya yang tahu
siap atau belum siap untuk menikah adalah diri kita
bukan orang lain.
Percuma saja cepat cepat menikah dan mencari jodoh
dengan alasan di kejar target menikah atau karena
sudah tidak ingin mendegar pertanyaan kapan
menikah padahal sesungguhnya hati belum bener
benar siap padahal kita belum terlalu mengenal orang
tersebut degan baik.
Menikah itu untuk selamanya bukan sesaat,
mempersiapkan hati itu lebih penting dari pada
perkataan orang lain. Semenjak saat itu saya
memutuskan untuk tidak terlalu serius mencari, saya
menjalani semuanya seperti biasa, mengejar impian
saya setaip hari berjumpa degan orang orang baru
dan pada akhirnya dengan campur tangan Allah
dengan tak sengaja mempertemukan aku degan Mas
-
66
Wildan. Seorang pria yang awalnya tak pernah aku
perdulikan saat datang ke toko untuk membeli kue
kue.
Jangan sibuk mancari jodoh setaip hari sampai
sampai kamu lupa dengan semuanya, tetapi menjalani
hidup seperti biasanya, mengejar cita cita, beribadah
dan berdoa lalu perbanyak bersoaisalisasi atau
bersilaturahmi ke tempat tempat yang baik. Siapa
tahu jodohmu disitu.
“Ngomong ngomong soal bule aku jadi inget cerita
kamu tentang temen mu dari India itu, yang terus
kamu dikira mengada ndaga” Ucap lian dengan
melihat sekeliling.
Tiba tiba kami tertawa lepas, dulu awal awal kuliah
aku punya seorang teman orang India. Dia hanya
teman facebook saya tetapi dia baik sekali pernah
mengirim kain sari dan kami berteman lama, tetapi
ada tetangga saya yang bilang kalau saya hanya
mengada ada hanya berbohong. Padahal punya temen
-
67
dari luar negri itu mudah, cari saja di facebook atau
twitter atau media sosisl lain.
Tujuan utama saya berteman dengan orang luar
hanya satu memperlancar bahasa inggris saja. Jika
kamu beruntung kamu bisa menemukan teman yang
benar benar baik seperti Ajun teman saya dari India
ataupun Amanj dari Turki yang sengaja datang ke
Indonesia bertemu denganku. Selain mereka banyak
lagi teman teman saya dari Malaysia dan Texas.
“Ya sudah lah toh sudah kejadian juga, kalau
sekarang di inget inget lagi aku jadi pengen ketawa
sendiri” Sambil mengemudikan si biru kea rah
semarang atas.
Sesuwai rencana setalah mengambil undangan dan
mampir sebentar ke kantor redaksi saya dan Liana
pergi ke mantan kampus tercinta. Kita mau
bernostalgia keliling keliling kampus dan sudah
kangen makan mie ayam Haris favorit kita dulu.
“Aduh udah lama banget nggak kesini, di seblah
mana sih” Tanyaku sambil mengemudi si biru pelan.
-
68
“Itu tu yang banyak motornya” Tunjuk Liana.
Setelah puas berputar putar kampus kami langsung
memesan dua mangkuk mie ayam goreng bakso
dengan extra ceker dan nggak lupa es sejuta umat es
teh.
Kami terus menerus mengobrol tentang masa masa
kuliah, cupunya kita saat semester semester awal
bolos kuliah berjamaah dan lain lain dan obrolan kita
terhenti saat seorang wanita menepuk pundakku.
“Lila…….” Ucap seorang wanita berhijab dengan
mengendong bayi munggil.
“Diah? Hai apa kabar” Berdiri lalu menyalaminya.
“Kok kamu disini, ngapain?” Tanyanya.
“Lagi nostalgia aja sama mie ayam ini, kamu
sendiri?”
“Aku lagi nemenin suamiku yang ada urusan di
rektorat terus kepikiran pengen mie ayam ini deh.”
Diah adalah teman lama di radio kampus, dia satu
satunya teman yang paling dekat dan mengerti saya.
Dan dia juga satu satunya perempuan di radio itu
-
69
yang masih dekat denganku sampai saat ini.
Suaminya bekerja sebagai guru di Malaysia sudah
beberapa tahun ini dan membuat diah harus berhenti
dari pekerjaanya dan mengikuti suaminya tinggal di
Malaysia.
“Ow ia kamu nggak kangen ke radio? aku nuggu
suamiku disana dari tadi sambil nostalgia juga”
Masih berdiri dihadapanku sembari menunggu mie
ayamnya datang.
“Ow ia lupa kenalin ini temen aku Liana, emmmm
pengen sih tapi kan nggak enak sama Liana natar”
Sambil melihat kea rah Liana yang sedang asik
makan.
“Nggak apa apa kok kesana aja, sebenernya aku mau
mapir ke temenku yang dosen juga disini tapi dari
tadi aku mau ngomong sma kamu nggak enak”
Ucapnya sambil tertawa kecil.
Setelah selesai makan dan mengantarkan Liana ke
tempat temannya saya dan si biru menuju radio
-
70
kampusku dulu, agak asing memang karena saya
memang sudah lama tidak pernah ke tempat ini lagi.
Di luar seperti jaman dulu beberapa anak anak
sedang asik bercengkrama lalu terlihat dari depan
pintu ruangan berkaca dengan dua orang di dalamnya
sedang asik memperbincangkan sesuatu.
“Maaf aku mau cari Diah ada disini?” Tanyaku
kepada bebrapa orang yang sedang mengerjakan
sesuatu di ruang tamu.
Diah langsung keluar dari sebuah ruangan ketika
mendengar suaraku lalu diah memperkenalkanku
dengan semua orang yang berada disana, walau
sudah bebeda tetapi suasana disana masih mampir
sama ketika dulu saya seprti mereka.
“Ow ia ini namanya Lila dulu dia Progam Director
paling handal di tahunku, dia juga Announcer dengan
suara mendayu dayu lo” Ucap Diah kepada beberapa
orang yang berada di ruang tamu radio.
“Ah…nggak, bohong dia” Ucapku sambil tersenyum
-
71
Kami mengobrol banyak siang itu, becerita
bagaimana masalalu yang lucu itu pernah terjadi.
Ruang keluarga ini masih tertata seperti dulu walau
dengan kemasan berbeda, rak buku tahunan berada
tepat di samping meja kecil yang terdapat TV di
atasnya. Di samping lemari terdapat tumpukan
bantal, guling dang beberapa selimut untuk yang
ingin menginap.
“Kamu ingget nggak kita malem malem bertiga sama
si toha galau bareng di café atas sana terus malem
malem pulang tidur berjejer di depan kabin”ucap diah
lalu tertawa lepas.
“Bertiga? Yakin bertiga? Bukannya sama Mas
mantan juga ya?” Ledekku dan disertai tawa.
“Lila……………….” Teriak Diah sambil
memanyunkan bibirnya.
Sebuah album foto tertata rapi di rak, saya dan Diah
mulai megambilnya lalu membuka halaman demi
halaman, melihat secara seksama satu persatu. Saya
menemukan fotoku dengan mengenakan jas hitam
-
72
dan memegang microfon, ya saya ingat betul
kejadian itu.
“Ini pertama kali akau belajar jadi MC, ya allah gitu
amat dulu mukaku ya” Ucapku sembari
memperlihatkannya kepada Diah.
“Yang juga di syuting sama TV lokal itukan? apa sih
dulu, TV candi kalau nggak salah ya.”
“Heem betul, dulu temen aku yang syuting, kebetulan
dia magang di sana” masih melihat foto secara
seksama.
Tiba tiba terlintas ingatan saat beberapa orang yang
tidak percaya jika saat itu saya sedang membawakan
suatu acara dan masuk TV sekaligus. Memang itu
untuk pertama kalinya saya masuk TV dan
membawakan suatu acara seminar radio tapi saat
acara itu tayang di TV dan saya memang sedang
sibuk mempersiapkan acara camping dan cuman gara
gara kelewatan nggak nonton aku di TV mereka
bilang aku cuman membual saja.
“Eh.. malah ngalamun” Diah mengagetkanku.
-
73
“Jadi keinget jaman jaman dulu aja ” Masih duduk di
lantai dan melihat lihat foto yang lain.
“Dulu kita yang cupu cupu ini banyak banget belajar
apapun disini ya, mulai music, progam acara, news,
Eo, teknisi sampe belajar jadi MC” Ucap dian yang
juga sedang bermain dengan anak ke duanya.
“Ia dari jaman di bayar ucapan terima kasih, nasi
kotak sampai di bayar professional. Dari yang super
cupu sampai jadi bahan omongan dan cacian orang”
ucapku sembari tersenyum kecil.
Ingatanku kembali lagi dimasa lalu, saat aku hanya di
bayar ucapan terikasih di salah satu acara kampus di
hari minggu pagi, bertemu Artis Artis Ibukota saat
membawakan acara lalu membawakan acara punk
yang aku tidak pernah mengerti sedikitpun lagu
lgunya, membawakan acra sebuah prodak baru dari
suatu brand dari satu daerah ke daerah lain dengan
naik motor bersama Icha waktu itu sampai harus
bertanya tanya kesana kemari. Sampai acara yang
-
74
lebih besar lagi di 17th ulang tahun anak sma di suatu
hotel, dan masih banyak lagi.
Bebarapa Artis juga pernah saya interview dan
temuwi satu panggung, dari Bendera band, Taxi
band, Tukul arwana, Ramzi, Iis dahlia dan banyak
lagi. Tapi sayang hanya karena saya tidak punya
banyak foto untuk membuktikan pada mereka mereka
jadi lagi lagi saya di anggap pembohong.
Ya saya memang bukan tipe cewek seperti cewek
cewek lainnya yang doyan foto di depan banyak
orang atau bahkan meminta orang lain untuk
memotokan saya. Lagi pula pada jaman itu telepon
genggam yang saya miliki juga tidak sebagus telepon
genggam jaman sekarang.
Ya sudahlah semua juga telah terjadi, mau meraka
percaya ataupun tidak itu urusan mereka, setidaknya
saya punya beberapa orang yang saat itu melihatku
melakukan banyak hal penting di hidupku, toh saya
bahagia saya nyaman melakukannya, yang penting
-
75
baik dulu ke orang kalau maslah dia baik atau tidak
ke kita itu urusannya kepada Allah.
“Lagi mikirin apa si, kok kayaknya ada yang
dipikirin gitu.”
“Ngak kok cuman inget aja sama masa masa lalu
gitu, jadi flash back tiba tiba gitu.”
“Tapi kamu itu keren tau nggak sih, saat banyak
orang memandang kamu seblah mata, ngomongin
kamu sana sini tapi kamu tetep tegar gitu. Aku jadi
kamu sih udah nangis nangis“ Ucap Diah sembari
memegang tangan kiriku.
“Ya gimana ya Di, sekarang aku membela diripun
percuma karena dari awal mereka udah nggak suka,
jadi hal sebaik appaun yang aku lakukan juga yang
ada itu keburukan.”
“Ia juga sih, tapi kan akhirnya mereka dengan
sendirinya tau siapa kamu” Masih mengenggam
tanganku llau tersenyum.
“Ya itu juga perlu proses yang lama banget, harus
sabar di bilang mirip Anjing, babi, dibilang tukang
-
76
tipu, nggarang cerita dan lain lain. Tapi saat itu Ibuku
bilang kalau kamu benar kamu nggak perlu jelasin
appaun ke siapapun, karena pada akhirnya nanti
kebenaran akan terungkap sendiri.”
“Dan hebatnya kamu lagi setelah diomonin orang
bukannya kamu terus lemah dan enggan untuk
berkarya lagi, tapi kamu malah semkin menjadi jadi”
Ucap Diah sambil tersenyum hnagt kepadaku.
“Aku sih ngalir aja nggak pernah kefikiran apapun
dan tawaran demi tawaran malah semakin datang sili
berganti, bisa syuting dan tampil di TV Nasional,
dapet job buat gabung EO di salah satu radio swasta,
bisa menang kontes kontes video dan masih banyak
hal lagi yang aku alami. kamu tahu firman Allah
SWT dalam Al Qur'an Surah Ash-Shuraa[42]:39
yang isinya dan (bagi) orang-orang yang apabila
mereka diperlakukan dengan zalim, mereka
membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah
kejahatan yang setimpal, tetapi barangsiapa
memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang
-
77
berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah.
Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.
Tetapi orang-orang yang membela diri setelah
dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan
mereka. Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada
orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia
dan melampaui batas di bumi tanpa
(mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat
siksa yang pedih. Tetapi barang siapa bersabar dan
memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk
perbuatan yang mulia”
“Subhanallah Lila, seneg lihat kamu yang sekarang.
Udah pantes jadi Ibu Hj. Tapi kamu memaafkan
segala yang telah terjadikan?” Ucap Dian sembari
memastikan.
“Amin………dan Alhamdulillah aku masih banyak
belajar di. Ya awalnya memang di hati saya yang ada
hanya benci dan kecewa tetapai setelah Ibu aku
bilang begitu saya sadar dan saat itu saya memaafkan
mereka yang pernah menyakiti hati aku, mereka yang
-
78
pernah mengatakan hal yang seharusnya tidak
mereka katakana kepada siappaun. aku memaafkan
tapi aku juga tidak lupa ingatan dan untuk bisa lagi
seperti dulu maaf aku tidak bisa karena aku tidak
ingin mengulangi kesalahan yang sama yang telah
aku perbuat, memilih teman yang salah.”
“Bener banget ya sekarang kalau mau cerita lebih
enak ke Allah ke orang tua atau ke suamimu nanti,
lebih aman” Senyum diah kembali mengembang dan
memelukku erat.
Secarik undangan saya keluarkan dari dalam tas,
Diah yang lalu menerima dan membolak balik
undagan itu.
“Alhamdulillah, akhirnya” Ucap Diah dan lagi lagi
memeluku.
“Maaf ya aku juga nggak bakal nyangka ketemu
kamu disini, jadi ya masih kosongan deh” Sembari
tertawa.
“Nggak penting itu, yang penting akhirnya setelah
sekian lama, kamu akhirnya memutuskan untuk
-
79
menikah juga. jadi siapa pria yang berhasil
menahlukkan hati batumu itu” Tanya Diah sembari
tersenyum lebar.
Tak terasa saya dan Diah terus dan terus bercerita dan
tidak sadar sudah hari sudah hamper gelap dan
ternyata suaminya sudah menunggu di depan radio.
Ternyata Suaminya tau kalau kami sedang asik
bernostalgia jadi dia tidak ingin menggangu.
“Hallo……….kamu diaman? Aku jemput sekarang
ya” Ucapku sambil memegang telepon genggam
berwarna putih.
“Lila maaf banget aku lupa ngabarin kamu karena
aku fikir aku nggak mau gangu kamu sama temen
kamu jadi aku sekarang ada di moll dekat dengan
simpanglima” Ucap Liana sembari tertawa.
“Ya udah aku jemput kesana, tunggu ya.”
***
-
80
Empat hari sudah Liana menginap di rumah dan
rencana pagi ini saya, Mas Wildan ingin mengatkan
sebagian undangan yang telah siap dan mengantarkan
Liana ke stasiun, hari ini dia akan ke Bumiayu
sebelum pulang ke Jakarta. Aku lihat liana sedang
sibuk di kamarku, semalam kami asik mengobrol
sampai tak kenal waktu, jadi lupa untuk beberes.
“Kok cepet banget sih pulangnya” Ucapku sembari
duduk di depan meja rias.
“Nikahan kamu aku kesini lagi, kasihan suamiku
sendirian” Jawabnya sembari sibuk beberes.
“Iya deh yang udah punya suami” Candaku.
“Udah siapni, Udah siap juga buat ketemu sama Mas
Wildanmu secara langsung untuk pertama kalinya.”
Ucap Liana sambil menenteng tas besarnya.
Kami berduapun turun ke bawah untuk sarapan pagi
dan tak lama Mas Wildan datang dengan kemeja
polos warna putih, kami tidak berencana tapi hari ini
pakaian kami berwarna sama dan senada, saya
-
81
mengunakan drees warna putih dengan blazer
berwarna hitam dan kerudung senada.
“Ow ia Mas ini Liana yang sering aku ceritain.”
sembari memegang pundak sahabatku itu.
“Salam kenal Mas Wildan” Ucap Lian yang masih
duduk di meja makan.
Sebelum berangkat kami sarapan pagi degan
masakan Ibuku yang super enak itu, pagi ini Ibu
memeasak bacem tempe dan tahu, sayur asem dan
sambal tomat. Kamipun sedikit bercerita kesana
kemari, ruang makan menjadi ramai karen sesekali
Bapak mengeluarkan kata kata kunonya yang lucu.
“Ojo lali mengko bengi adikmu balik, jemput ning
Pandara yo” Ucap Bapak.
“Lo nanti malam? Katanya besok.”
“Lo sekarang apa besok to Bu?”
“Malam ini, tolong di susul ya. Ibu sama Bapak nanti
malam mau ke tempat saudara-saudara, nggak enak
kalau nanti undagan buat yang lain sudah di sebar
tetapi untuk saudara belum Uucap Ibu.
-
82
Setelah selesai makan kami menuju ke stasiun
tawang untuk mengantarkan Liana yang sudah
kangen degan keluarganya di Bumiayu. Sabtu pagi di
jalanan Semarang lumayan sepi karena kebanyakan
orang kantoran dan anak sekolah libur, hanya butuh
watu limabelas menit untuk sampai ke stasiun.
“Hati hati ya salam buat Bapak, Ibu dan semuanya”
Ucapku sembari tersenyum.
“Ia nanti aku salamin, makasih udah mau direpotin.”
“Belum ngerepotin kok, eh jangan lupa datang pas
akat” Ucapku sambil tersenyum dan memeluk
sahabatku itu.
Dan kami lansung melanjutkan perjalanan ke teman
teman Mas Wildan yang ada di Semarang dan Kendal
sekalian juga di beberapa teman temanku yang searah
dengan tujuan hari ini.
“Ow ia besok pagi ke Solo ya, nganterin undagannya
Mama sama ke rumah saudara saudara aku, kan kamu
belum pernah aku ajak ketemu mereka” Sembari
serius memperhatikan jalan.
-
83
“Kok mendadak Mas.”
“Kamu ada acara? Ya kalau ada acara si biar aku
sendiri aja.”
Mas wildan hari itu tampat tidak seperti biasanya,
senyumnya belum saya lihat pagi ini, dia lebih
pendiam dari biasanya.
“Bisa Mas, bisa banget malah. Aku pengen banget
ketemu sama mereka, tapi maksut aku tadi kan
biasanya kalu mau pergi jauh Mas Wildan selalu
bilang beberapa hari sebelumnya” Ucapku sambil
menetapnya yang sedang serius di belakang kemudi.
“Ya setelah Ibu kamu tadi bilang mau ke rumah
saudara-saudranya ya aku kepikiran juga pasti Mama
dan Papa juga pengen segera ngasih undagan-
undagan itu, dari pada di paketin kan” Ucap Mas
Wildan tanpa senyum atau melihatku.
Selesai mengantarkan undagan, malamnya kami
langsung menuju ke Bandara untuk menjemput
Adikku. Kurang lebih tiga bulan dia ke Singapore
untuk sebuah penelitian skripsinya, mungkin lebih
-
84
tepatnya penelitian sekaligus liburan terselubung.
Kami datang dua jam lebih cepat dari jadwal
kedatangan Deo, karena jika kami pulang dulu pasti
akan membutuhkan waktu lagi untuk bersih bersih
lalu perjalanan ke Bandara.
Tapi selama dua jam saya dan Mas Wildan di dalam
mobil hanya beberapa kata saja keluar dari mulutnya,
dia menyandarkan kepalanya di tangannya yang
sedang tertopang oleh setir mobil, sesekali
menyender di kusri sambil melihat lihat telepon
genggamnya.
“Emm…..Mas Wildan lagi buru buru ya? kalau ia
biar aku dama Deo nanti naik Taxi aja” Ucapku
terbata bata.
“Nggak kok” Jawabnya singkat.
Saya tidak berani lagi bertanya setelah jawaban
singkat keluar dari mulutnya, tak lama Deo menelfon
dan dia sudah ada di depan pintu keluar. Di jalanpun
Mas Wildan masih diam hanya saya dan Deo yang
-
85
dari tadi mengobrol, saya sudah berusaha mencairkan
suasana tapi Mas Wildan tetap diam.
“Jadi kamu nggak beliin aku oleh oleh? Kamu juga
nggak belin buat Mas Wildan? Ih jahat” Sembari
melihat ke arah Deo yang duduk di belakang.
“Kasih uang jajan aja nggak masa minta oleh oleh, ia
nggak Mas Wildan?” Canda Deo.
“Ia” Ucap Mas Wildan singkat.
***
Pagi ini Mas Wildan menjemputku tepat jam enam
pagi, sengaja kami pergi pagi pagi agar tidak terlalu
larut malam saat pulang. Beberapa kardus kecil berisi
undagan dan pakaian sarimbit untuk saudara saudra
Mas Wildan sudah tertata rapi di ruang tamu. Satu tas
besar berisi puff juga sudah aku siapkan untuk buah
tangan.
“Asalamualaikum Ibu” Ucap Mas Wildan sembari
mencium tangan Ibuku.
-
86
“Waalaikumsalam, sudah siap untuk perjalanan jauh?
Ow ia salam buat Mama, Papa dan semua keluarga
kamu” Ucap Ibu yang duduk di ruang tamu.
“Alhamdulillah sangat siap, pasti saya sampaikan Bu.
Bapak kemana Bu?” Sambil menegok sekeliling.
“Bapak lagi sepeda sepedaan sama Deo, pesen Bapak
nanti jangan pulang terlalu malam ya dan hati hati.”
Hari ini Mas Wildan masih sama seperti semalam,
tidak banyak bicara dan semakin terlihat aneh. Saya
sampai tidak berani memintanya untuk berhenti di
rumah temanku untuk sekalian mengantarkan
undagan. Mobil putihnya terus melaju sampai ke
Solo tanpa berhenti sekalipun.
Kurang lebih dua jam perjalanan dan kami sampai di
rumah Orang tua Mas Wildan di Jl.Banjarsari-Solo.
Mamanya keluar dengan mengenakan pakaian
rumahan berlengan panjang berwarna hijau dengan
rambut terkucir ke atas.
“Asalamualikum Mama” Sapaku sambil memeluk.
-
87
“Waalaikumsalam, akhirnya yang di tunggu tunggu
datang juga. Ayo ayo masuk, Mama udah masak buat
kalian.”
Di dalam rumah ada Papa yang sedang menonton
TV, lalu Kakak perempuan Mas Wildan, Mbak
Tanjung dan suaminya yang sedang bermain dengan
anak mereka.
“Nindi mana Ma?” Tanyaku sambil menyalami Papa
dan kedua Kakak Mas Wildan.
“Ada di atas, lagi siap siap. Padahal Mama masih
pake daster gini” Ucap Mama sembari sibuk di dapur.
“Mama masak apa aja sih?” Tanyaku menghampiri
ke dapur yang berseberangan dengan taman terbuka
di rumah Mas Wildan.
“Ini ada selat Solo dan sayur sup jamur, ayo-ayo
sarapan” Teriak Mama memangil seluruh panghuni
rumah.
Di meja makan Mas Wildan terlihat berbeda tidak
seperti kemarin malam atau tadi pagi, dia tersenyum
dan banyak bicara, bahkan dia yang lebih dominan
-
88
berbicara diantara kami. Saya semakin dibuat
penasaran ada apa dengan Mas Wildan.
Setelah selesai makan kami bersiap siap
mengantarkan undagan ke bebrapa saudara Mas
Wildan yang rumahnya masih di sekitaran Solo.
Mas wildan dan Papa duduk di depan, saya, Mama
dan Nindi berada di bagaina tengah dan Mbak
Tanjung, Mas Damar dan si kecil rasyel berada
dibagian belakang. Kami mejuju ke daerah Selamet
Riyadi ke rumah Nenek Mas Wildan yang rumahnya
juga bersebelahan degan Kakak pertama dari Mama.
“Nanti ke rumah Bude Ranti, di kakak pertamaku.dia
juga yang jagain Eyang” Mama bercerita satu persatu
saudara-saudaranya yang akan kami kunjungi siang
itu.
Bahagia sekali karena ini pertama kalinya saya
mengunjungi rumah Mas Wildan dan bebrapa
saudara saudaranya. Berkenalan dengan orang-orang
baru, mengobrol banyak hal dan tertawa bahagia.
Saya lihat Mas Wildan juga menikmati suasa itu,
-
89
mungkin semalam Mas Wildan sedang memendam
rindu dengan keluarganya jadi sikapnya sedikit aneh.
“Pamit dulu ya Bude, mohon doa restunya” Ucapku
kepada kakak perempuan Mama.
“Hati hati ya nduk dan Wildan, jangan ngebut ngebut
pulangnya nati” Ucap Bude sembari tersenyum.
Setelah semua selesai Papa ingin mengajak kami
kulineran diSolo, katanya tidak lengkap ke Solo
tanpa mencicipi salah satu kuliner paling enak disana.
“Kita makan tengkleng dulu ya sebelum kalian
pulang ke Semarang” Ucap Papa yang sedang
membenarkan selty beld.
“Papa nggak boleh makan kambing banyak banyak.”
Ucap Mbak Tanjung memprotes.
“Seperti biasa to, sepiring berdua sama Mama kamu.”
Ucap Papa lalu di timpali tawa.
Setelah sampai ke warung Bu Jito kami yang
kelaparanpun menyantap Tengkleng kas Solo yang
enak itu, Tulang kambing degan campura daging dan
-
90
jeroan di tambah nasi panas dan teh hangat cocok
sekali untuk suasana sore itu.
“Pie enak to?” Tanya Papa sambil menatapku
“Ia enak sekali, walau Ibu saya sering buat untuk
pesanan cattring tapi makan Tengkleng di kota aslnya
beda rasanya” Lalu menyuap lagi.
“Ow ia Lila, Papa boleh reqwes? Di resepsimu tolong
Tengkleng ini di masukan list ya”ucap Papa yang
melirik kearah Mama.
Setelah selesai makan kami istirahat sebentar di
rumah Mama, menunggu mahrib tiba baru kami akan
pulang ke Semarang. Mbak Tanjung banyak
memberikan pengalaman pengalaman pernikahan
kepadaku, memberi tahuku sifat sifat Mas Wildan
yang memang belum banyak saya ketahuwi.
“Mama, Lila pulang dulu ya. Makasih udah masakin
dan ngajak Lila kulineran”ucapku sambil memeluk
Mama.
Setelah berpamitan dengan seisi rumah tepat jam
tujuh kami pulang menuju ke Semarang. Anehnya
-
91
sikap Mas Wildan berubah lagi menjadi diam dan tak
banyak bicara, perasaaan bersalahpun hinggap,
apakah saya ada salah sehingga Mas Wildan marah
dengan saya. Mas Wildan memacu mobilnya cepat
sekali, matanya terus menatap ke depan dan tak
mengucapkan apapun.
“Mas berhenti dulu bisa?” Ucapku.
“Mau ngapain?”
“Aku mau ke kamar kecil”alasanku agar dia berhenti.
Setelah beberapa menit kamipun berhenti di tempat
pengisian bahan bakar setelah dari kamar kecil aku
lihat dari luar Mas Wildan masih di dalam mobil dan
tidak keluar sama ekali. Saya beranikan tekat untuk
menanyakan apa ayang terjadi sesungguhnya.
“Jangan jalan dulu” Ucapku setelah memasuki mobil.
Mas Wildan menatapku dan menyenderkan
kepalanya di jog mobil. Matanya melihat sekeliling
dan beberapa kali saya lihat dia menghela nafas
panjang.
-
92
“Maaf tapi aku rasa aku perlu ngomong ini ke kamu,
sikapmu aneh kemarin semalam. Kamu terus melihat
telpon genggammu dan bilang kalau kamu tidak apa
apa, tadi pagi hal yang sama kamu lakukan juga. Tiba
tiba kamu mendadak biasa saja saat bertemu degan
keluargamu terus sekarang kamu kembali diam dan
nggak mau jelasin kenapa dan apa, kalau aku salah
menurut kamu bilang aja Mas jangan diemin aku
ka