bandung .citra aditya -...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Concursus Dalam Tindak Pidana
1. Pengertian concursus
Perbarengan tindak pidana atau biasa disebut dengan istilah
concursus merupakan salah satu cabang yang sangat penting dari ilmu
pengetahuan hukum pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan
perbarengan ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh satu orang
atau beberapa orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak
pidana berikutya belum dibatasi oleh suatu putusan. Concursus memiliki 3
bentuk yakni perbarengan peraturan (concursus idealis), perbarengan
perbuatan (concursus realis) dan perbarengan perbuatan berlanjut.8
Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
dapat menyatakan adanya perbarengan adalah :
a. Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan
b. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau
dua orang dalam hal penyertaan)
c. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili
d. Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus
8 P.A.F Lumintang. 2011. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung .Citra AdityaBakti. Hal. 671
12
13
Sehubungan dengan lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan
oleh satu orang atau lebih, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi yaitu:9
a) Terjadi perbarengan, apabila dalam waktu antara dilakukannya dua
tindak pidana tidaklah ditetapkan satu pidana karena tindak pidana yang
paling awal di antara kedua tindak pidana itu. Dalam hal ini, dua atau
lebih tindak pidana itu akan diberkas dan diperiksa dalam satu perkara
dan kepada si pembuat akan dijatuhkan satu pidana, dan oleh karenanya
praktis di sini tidak ada pemberatan pidana, yang terjadi justru
peringanan pidana, karena dari beberapa delik itu tidak dipidana
sendiri-sendiri dan menjadi suatu total yang besar, tetapi cukup dengan
satu pidana saja tanpa memperhitungkan pidana sepenuhnya sesuai
dengan yang diancamkan pada masing-masing tindak pidana. Misalnya
dua kali pembunuhan (Pasal 338 KUHP) tidaklah dipidana dengan dua
kali yang masing-masing dengan pidana penjara maksimum 15 tahun,
tetapi cukup dengan satu pidana penjara dengan maksimum 20 tahun
(15 tahun ditambah sepertiga, Pasal 56 KUHP).
b) Apabila tindak pidana yang lebih awal telah diputus dengan mempidana
pada si pembuat oleh hakim dengan putusan yang telah menjadi tetap ,
maka disini terdapat pengulangan. Pada pemidanaan si pembuat karena
delik yang kedua ini terjadi pengulangan, dan disini terdapat pemberian
pidana dengan sepertiganya.
9 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2: Penafsiran Hukum PidanaDasar peniadaan pemberatan & peringanan kejahatan aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Hal. 46
14
c) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan pertama kali telah dijatuhkan
pidana si pembuatnya, namun putusan itu belum mempunyai kekuatan
hukum pasti, maka disini tidak terjadi perbarengan maupun
pengulangan, melainkan tiap-tiap tindak pidana itu dijatuhkan tersendiri
sesuai dengan pidana maksimum yang diancamkan pada beberapa
tindak pidana tersebut.
2. Bentuk-bentuk Perbarengan
Ada tiga bentuk concursus yang dikenal dalam ilmu hukum
pidana, yang biasa juga disebut dengan ajaran yaitu:
a) Concursus idealis: apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan
ternyata satu perbuatan itu melanggar beberapa ketentuan hukum
pidana. Dalam KUHP disebut dengan perbarengan peraturan.
b) Concursus realis: apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan
sekaligus.
c) Perbuatan berlanjut: apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama
beberapa kali, dan di antara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan
yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus dianggap
sebagai perbuatan lanjutan.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dibahas secara rinci
mengenai ketiga bentuk perbarengan atau concursus.
a) Concursus Idealis
Concursus idealis yaitu suatu perbuatan yang masuk ke dalam lebih
dari satu aturan pidana. Disebut juga sebagai gabungan berupa satu
15
perbuatan (eendaadsche samenloop), yakni suatu perbuatan meliputi
lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana. Sistem pemberian pidana
yang dipakai dalam concursus idealis adalah sistem absorbsi, yaitu
hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Dalam KUHP bab II
Pasal 63 tentang perbarengan peraturan disebutkan :
a) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana,maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu,jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidanapokok yang paling berat.
b) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yangumum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanyayang khusus itulah yang dikenakan.
Diantara para ahli hukum terdapat perbedaan pendapat
mengenai makna satu tindakan atau perbuatan. Sebelum tahun 1932,
Hoge Raad berpendirian bahwa yang dimaksud dengan satu tindakan
dalam Pasal 63 ayat 1 adalah tindakan nyata atau material. Hal ini dapat
diketahui dari arrest Hoge Raad (11 April 1927 W 11673) yaitu seorang
sopir telah dicabut surat izin mengemudinya dan dalam keadaan mabuk
mengemudikan mobil, dipandang sebagai satu tindakan saja.10
Pendapat Hoge Raad kemudian berubah yang dapat lihat dalam
Arrest Hoge Raad (15 Februari 1932, W. 12491) yaitu seorang sopir
yang mabuk mengendarai sebuah mobil tanpa lampu pada waktu malam
hari dipandang sebagai dua tindakan dan melanggar dua ketentuan
pidana. Di dalam kenyataan yang pertama adalah keadaan mobilnya,
kenyataan tersebut dapat dipandang sebagai berdiri sendiri dengan sifat
10 Adami Chazawi. op.cit. Hal. 48
16
yang berbeda-beda kenyataan yang satu bukan merupakan syarat bagi
timbulnya kenyataan yang lain. Disini terdapat concursus realis.11
Sehubungan dengan pendapat Hoge Raad yang baru tersebut,
Pompe berpendapat sebagai berikut: “apabila seseorang melakukan satu
tindakan pada suatu tempat dan saat, namun harus dipandang
merupakan beberapa tindakan apabila tindakan itu mempunyai lebih
dari satu tujuan atau cakupan. Contohnya: seseorang dalam keadaan
mabuk, memukul seorang polisi yang sedang bertugas. Cakupan
tindakan tersebut adalah mengganggu lalu lintas, melakukan
perlawanan kepada pejabat yang bertugas dan penganiayaan”.
Selanjutnya Van Benmelen juga memiliki pendapat yaitu:
“Satu tindakan dipandang sebagai berbagai tindakan apabila tindakan
itu melanggar beberapa kepentingan Hukum, walaupun tindakan itu
dilakukan pada satu tempat dan saat”.
SR Sianturi menyebut pasal 63 KUHP dengan istilah
perbarengan tindakan tunggal. Maksud dari concursus idealis adalah
adanya perbarengan hanya ada dalam pikiran. Perbuatan yang
dilakukan hanyalah satu perbuatan tertapi sekaligus telah menlanggar
beberapa Pasal perundang-undangan hukum pidana. Contohnya dalah
suatu pemerkosaan di muka umum, maka pelaku dapat diancam dengan
pidana penjara 12 tahun menurut Pasal 285 tentang memperkosa
perempuan, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut Pasal 281
11 Marpaung Landen. Op. Cit. Hal. 33-34
17
karena melanggar kesusilaan di muka umum. Dengan sistem absorbsi,
maka diambil yang terberat yaitu 12 tahun penjara. Namun, apabila
ditemui kasus tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok yang
sejenis dan maksimumnya sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana
pokok yang mempunyai pidana tambahan paling berat. Sebaliknya, jika
dihadapkan pada tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok
yang tidak sejenis, maka penentuan pidana terberat didasarkan pada
urutan jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP.
Selanjutnya dalam Pasal 63 ayat (2) terkandung dalam lex
specialis derogat legi generali (aturan undang-undang yang khusus
meniadakan aturan yang umum). Jadi misalkan ada seorang ibu
melakukan pembunuhan terhadap bayinya, maka dia dapat diancam
dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dengan pidana penjara 15 tahun.
Namun karena Pasal 341 telah mengatur secara khusus tentang tindak
pidana ibu yang membunuh anaknya, maka ibu tersebut dikenai
ancaman hukuman selama-lamanya tujuh tahun sebagaimana diatur
dalam pasal 341.12
Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa satu tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidak
selamnya sesuai dengan makna concursus idealis sebagaimana diatur
dalam pasal 63 KUHP. Satu tindakan tetap harus dipandang sebagai
beberapa perbuatan jika tindakan itu mempunyai lebih dari satu tujuan
12 Erdianto Effendi. Op. Cit. Hal. 184
18
atau cakupan, meskipun tindakan tersebut timbul pada waktu yang
bersamaan bukan berarti sesuatu yang bersifat menentukan tindakan
yang memiliki sifat yang berbeda-beda dan tidak menjadi syarat bagi
timbulnya tindakan dipandang sebagai tindakan yang berdiri sendiri
tindakan ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam concursus
realis.
Satu tindakan yang melanggar beberapa ketentuan pidana tetap
dipandang sebagai satu perbuatan apabila perbuatan tersebut timbul
pada waktu yang bersamaan, memeliki keterkaitan dengan kenyataan
yang lain dan merupakan syarat bagi timbulnya kenyataan lain. Selain
itu Pasal 63 ayat (2) KUHP menentukan bahwa jika ada aturan khusus,
aturan umum dikesampingkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 351
KUHP tentang penganiayaan dengan Pasal 356 KUHP yang juga
tentang penganiayaan tetapi dengan ketentuan lebih khusus, misalnya
penganiayaan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya.
b) Concursus realis
Concursus realis atau gabungan beberapa perbuatan terjadi
apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing
perbuatan itu berdiri sendiri sebagai suatu tindak pidana.13 Bisa
dikatakan Concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus
merealisasikan beberapa perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 65
sampai 71 KUHP. Pasal 65 KUHP berbunyi sebagai berikut :
13 Adami Chazawi. Op. Cit. Hal. 143-144
19
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandangsebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapakejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis makadijatuhkan hanya satu pidana.
b) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidanayang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih darimaksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
Pasal 66 KUHP berbunyi :
a) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masingharus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehinggamerupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokokyang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan,tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yangterberat ditambah sepertiga.
b) Pidana denda dalam hal itu dihitung menurut lamanya maksimumpidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67 KUHP berbunyi :
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, makabeserta itu tidak boleh dijatuhkan hukuman lain lagi kecualipencabutan hak-hak tertentu perampasan barang-barang yang telahdisita sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.
Berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66. Maka dapat di
simpulkan bahwa masing-masing tindak pidana dalam perbarengan
perbuatan satu samalain harus di pandang terpisah dan berdiri sendiri
inilah yang merupakan ciri pokok dari perbarengan perbuatan. Dapat di
lihat dalam Arrest tanggal 13 maret 1933, W 12592 Hoge raad
berpendapat sebagai berikut:
“Di dalam satu kecelakaan, seseorang pengemudi mobil telah
menyebabkan matinya seseorang pengendara sepeda motor dan telah
menyebabkan seorang lainya mengalami luka berat. Apa yang
20
sesungguhnya terjadi itu bukanlah satu pelanggaran, melainkan dua
akibat yang terlarang oleh undang-undang ini merupakan dua
perbuatan.” 14
c) Perbuatan berlanjut
Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan
beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-
perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang
sebagai satu perbuatan berlanjut. Dalam MvT (Memorie van
Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” adalah : 15
a) Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan.
b) Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya.
c) Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
Batas tenggang waktu dalam perbuatan berlanjut tidak di atur secara
jelas dalam undang-undang. Meskipun demikian jarak antara
perbutan yang satu dengan yang berikutnya dalam batas wajar yang
masih menggabarkan bahwa pelaksanaan tindak pidana oleh si
pembuat tersebut ada hubungan baik dengan tindak pidana (sama)
yang di perbuat sebelumnya maupun dengan keputusan kehendak
dasar semula.
14 Marpaung Landen. Loc. Cit.15 Erdianto Effendi . Op. Cit. Hal. 185
21
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut
menggunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan
pidana terberat, dan bilamana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan
yang memuat pidana pokok yang terberat. Pasal 64 ayat (2) merupakan
ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang,
sedangkan Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal
kejahatan-kejahatan ringan yang terdapat dalam Pasal 364 (pencurian
ringan), 373 (penggelapan ringan), 407 ayat (1) (perusakan barang
ringan), yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.
Apabila nilai-nilai kejahatan yang timbul dari kejahatan ringan
yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,-
maka menurut pasal 64 ayat 3 dikenakan aturan pidana yang berlaku
untuk kejahatan biasa. Misalnya A melakukan 3 kali penipuan ringan
(379) berturut turut sebagai suatu perbuatan berlanjut dan jumlah
kerugian yang timbul adalah lebih dari Rp. 250,- Terhadap A bukannya
dikenakan pasal 379 yang maksimumnya adalah 3 bulan penjara tetapi
dikenakan pasal 378 yang maksimumnya 4 tahun penjara.
B. Tinjauan Umum Tentang Penyelidikan Dan Penyidikan
1. Pengertian penyelidikan
Dalam pasal 1 angka 5 KUHAP memberikan pengertian penyelidikan
sebagai berikut:
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagaitindak pidana guna menentukan atau tidaknya dilakukanpenyelidikan menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini.
22
Selanjutnya pada pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, memberikan
pengertian penyelidikan sebagai berikut.
“penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untukmencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagaitindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya di lakukanpenyelidikan menurut cara yang di atur dalam undang-undang”
Dalam keputusan menteri kehakiman Nomor M. 10. PW05.
Tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHP, dijelaskan mengenai
penyelidikan sebagai berikut:
“Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri,terpisah dari dua fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakansalah satu cara atau metode atau sub dari pada fungsi penyidikan,yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupapenangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,pemeriksaan, surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan,penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntutumum”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa
penyelidikkan itu merupakan tahap permulaan dari penyidikan, dimana
penyelidikan itu adalah suatu prantara yang menyeleksi apakah peristiwa
itu memenuhi syarat untuk melanjutkan pada tingkat penyidikan atau tidak
sehingga sedini mungkin dapat mencegah tindakan pelaksanaan hukum
yang dapat merendahkan harkat dan martabat manusia.
a) Tugas dan kewajiban penyelidikan
Dalam rangka penyelidikan, penyelidik memiliki wewenang
berdasarkan pasal 5 KUHAP sebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanyatindak pidana
b. Mencari keterangan dan alat bukti
23
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan sertamemeriksa tanda pengenal diri
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawabe. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan
penyitaanf. Pemeriksaan dan penyitaan suratg. Mengambil sidik jari dan memotret seseorangh. Membawa dan menghadapkan seorang penyidik (tersebut huruf e s/d
h) adalah kewenangan penyelidik atau perintah penyidik
Kewenangan penyidik berdasarkan Pasal 9 KUHAP
melakukan tugas penyelidikan di seluruh wilayah Indonesia dan wajib
melaporkan kegiatan penyelidikannya kepada penyidik sedaerah
hukumnya. Kewajiban penyelidik sehubungan dengan kewenangan
yang dimiliki secara umum adalah membuat dan menyampaikan
laporan hasil pelaksanaan tindakan sesuai dengan wewenang yang
diatas (Pasal 5 ayat (1) KUHAP), sedangkan secara rinci berdasarkan
pada masing-masing kewenangan seperti tercantum diatas adalah
sebagai berikut:
a) Dalam hal menerima laporan atas pengaduan dari seseorang tentangadanya tindak pidana, penyelidik berkewajiban:1) Segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal
102 ayat (1) KUHAP)2) Segera membuat berita acara dan melaporkan kepada penyidik
sedaerah hukum (Pasal 102 ayat (3) KUHAP)3) Dalam melaksanakan penyelidikannya, penyelidik wajib
menunjukkan tanda pengenalnya (Pasal 104 KUHAP)4) Wajib memberikan surat tanda penerimaan laporan atau
pengaduan kepada pelapor atau mengadu, setelah menerimalaporan atau pengaduan. (Pasal 108 ayat (6) KUHAP)
b) Dalam hal mencari keterangan dan barang bukti, penyelidikberkewajiban segera melaporkan hasil penyelidikannya kepadaPenyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)
c) Dalam hal menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan memeriksatanda pengenal diri tersangka penyelidik berkewajiban:1) menjunjung tinggi hukum yang berlaku
24
2) membuat berita acara dalam melakukan tindakan tersebut dandibuat diatas kekuatan sumpah dan jabatan (Pasal 75 ayat (2)KUHAP)
d) Dalam hal mengadakan tindakan lain menurut hukum yangbertanggung jawab, penyelidik berkewajiban menjunjung tinggihukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP)
e) Dalam hal melakukan1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan2) Pemeriksaan dan penyitaan surat3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang4) Membawa dan menghadapkan seorang penyidik adalah
kewenangan atas perintah penyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)a. Membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan tersebut kepada penyidik (Pasal 5 ayat (2) KUHAP)b. Karena wewenang ini diberikan atas perintah penyidik, maka
kewajiban penyelidik dalam melaksanakan wewenangnyasesuai kewajiban penyidik secara rinci diatas.
2. Pengertian penyidikan
Secara terminology penyidikan tidak terlepas dari proses
penyelidikan karena penyidikan merupakan tindak lanjut dari
penyelidikan, kalau pada tingkat penyelidikan penekanannya diletakan
pada tingkat mencari dan menemukan sesuatu peristiwa yang di anggap
atau di duga sebagai tindakan pidana. Pada tingkat penyidikan
penekananya di titik beratkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan
barang bukti yang dengan bukti itu tindak pidana yang di lakukan menjadi
terang. Serta agar dapat menemukan siapa pelakunya. 16
R. Soesilo juga mengemukakan pengertian penyidikan ditinjau
dari sudut kata sebagai berikut: “Penyidikan berasal dari kata “sidik” yang
berarti “terang”. Jadi penyidikan mempunyai arti membuat terang atau
16 M. Yahya Harahap. 2003. pembahasan permasalahan dan penerapan KUHPpenyidikan dan penuntutan edisi ke II. Jakarta. Sinargrafika. Hal. 101
25
jelas. “Sidik” berarti juga “bekas”, sehingga menyidik berarti mencari
bekas-bekas, dalam hal ini bekas-bekas kejahatan, yang berarti setelah
bekas-bekas ditemukan dan terkumpul, kejahatan menjadi terang.
Bertolak dari kedua kata “terang” dan “bekas” dari arti kata sidik
tersebut, maka penyidikan mempunyai pengertian “membuat terang suatu
kejahatan”. Kadang-kadang dipergunakan pula istilah “pengusutan” yang
dianggap mempunyai maksud sama dengan penyidikan. Dalam bahasa
Belanda penyidikan dikenal dengan istilah “opsporing” dan dalam bahasa
Inggris disebut “investigation”.
Penyidikan mempunyai arti tegas yaitu “mengusut”, sehingga dari
tindakan ini dapat diketahui peristiwa pidana yang telah terjadi dan
siapakah orang yang telah melakukan perbuatan pidana tersebut.17
Sedangkan pada proses penyidikan titik beratnya diletakkan pada
penekanan mencari serta megumpulkan bukti agar dan supaya dalam
tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang serta agar dapat
menemukan dan menentukan pelakunya. Hampir tidak ada perbedaan
makna antara keduanya (penyelidikan dan penyidikan). Antara
penyelidikan dan penyidikan saling berkaitan dan saling isi mengisi guna
dapat diselesaikannya pemeriksaan suatu peristiwa pidana. 18
Setelah tindakan penyelidikan dilakukan, di lanjutkan dengan
tindakan penyidikan, pengertian penyidikan dalam pasal 1 angka 2
KUHAP, di jelaskan bahwa:
17 R. Soesilo. 1980. Taktik dan teknik penyidikan perkara kriminal. Bogor. politera. Hal.17
18 Ibid. Hal. 109
26
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal danmenurut cara yang di atur dalam undang-undang ini untukmencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu memuatterangan tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukantersangkanya.
Dalam pasal 1 angka 1 KUHAP, di sebutkan bahwa:
penyidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia ataupeabat pegawai negeri sipil tertentu di beri wewenang khususoleh undang–undang untuk melakukan penyidikan.
Dalam pelaksanaan lebih lanjut dalam pasal 2 peraturan
pemerintah nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab Undang–
Undang Hukum Acara Pidana ( peraturan pelaksanaan KUHAP ), yaitu:
1. Penyidik adalah:a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang
sekurang–kurangnya berpangkat pembatu Letnan DuaPolisi.
b. Pejabat pengaruh muda TK I ( Golongan II/b ) atau yangdisamakan dengan itu.
2. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidiksebagai mana di maksut dalam ayat (1) huruf a, maka KomandanSektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah PembantuLetnan Dua Polisi, karena jabatanya adalah penyidik
3. Penyidik sebagai mana di maksud dalam ayat (1) huruf a, di tunukoleh kepala kepolisian indonesian sesuai dengan peraturan perundang– undangan yang berlaku.
4. Wewenang penunjuk sebagai mana di maksud dalam ayat (3) dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian republik indonesia sesuai denganperaturan perundang–undangan yang berlaku
5. Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, di angkatoleh mentri atas usul dari departemen yang membwahkan pegawainegeri sipil tersebut. Mentri sebelum melakukan pengangkatanterlebih dahulu mendengar perimbangan jaksa agung dan kepalakepolisian republik indonesia.
6. Wewenang pengangkatan sebagaimana dalam ayat (5) dapat dilimpahkan kepada pejabat yang di tunjuk oleh mentri.
Adapun yang di maksud penyidik pegawai negeri sipil adalah
pejabat bea cukai, pejabat imigrasi, pejabat kehutanan yang melakukan
27
penyelidikan sesui dengan wewenang khusus yang diberikan oleh Undang
–Undang yang menjadi dasar hukumnya masing–masing (penjelasan pasal
7 KUHAP)
Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil akan di atur sesui
dengan Undang–Undang yang menjadi dasar hukumnya masing–masing
dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik (pasal 7 ayat (2) KUHAP)
Dalam hal tindak pidana khusus di atur dalam pasal 17 PP No.27
Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP, sebagai berikut:
“penyidik dalam ketentuan khusus acara pidana sebagai manatersebut pada undang–undang tertentu sebagaimana di maksuddalam pasal 284 ayat (2) KUHAP di laksanakan oleh penyidik,jaksa dan pejabat penyidik berwenang, lainya berdasarkanperaturan perundang–undangan”
Seperti halnya di uraikan sebelumya bahwa tindakan penyidik itu
di dahului oleh tindakan penyelidikan. Dimana dikatakan bahwa
penyelidikan itu adalah tindak penyidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya di lakukan penyelidikan (pasal 1 angka 5 KUHAP).
a) Tugas dan kewajiban penyidik.
Adapun tugas dan kewajiban penyidik (pasal 1 ayat (2) KUHAP)
adalah:
1. Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakansebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP
2. Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum dalamdua tahap yaitu:
a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkasperkara.
28
b. Dalam penyelidikan sudah dianggap selesai, penyidikmenyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang buktikepada penuntut umum.
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP adalah
pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan,
pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan saksi di tempat
kejadian, pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan dan penetapan
tindakanlain sesuai dengan ketentuan dalam undang–undang ini. Dalam
hal penyidik telah memulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa
yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu
kepada penuntut umum ( pasal 109 ayat (a) KUHAP ) atau dalam
prakteknya dikenal sebagai surat pemberitahuan dimulainya
penyelidikan ( SPDP ).
Sehubungan dengan pengertian telah dimulai suatu
penyelidikan, Husaian Alatas mengemukakan pendapatnya:
“penjelasan atas pasal 109 ayat (1) KUHAP tersebut sama sekali tidak
menyentuh pengertian bila saat telah di mulainya suatu penyelidikan
penjelasan tersebut hanya menjelaskan tentang prosedur atau cara
pemberitahuanya dimulainya penyelidikan yang di lakukan oleh
penyidik pegawi negeri sipil sebagaimana dimaksut pasal 6 ayat (1)
huruf b KUHAP. Saat telah dimulainya penyelidikan ia sejak penyidik
menggunakan kewenangan penyelidikan yang berkaitan dengan hak
atas tersangka, umpamanya telah di gunakan upaya berupa
penangkapan”
29
Dalam keputusan menteri kehakiman nomor : M.14-PW.07.03
Tahun 1983 tentang tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP, butir 3
menyebutkan tentang pengertian “mulai melakukan penyelidikan”
adalah jika dalam kegiatan penyelidikan tersebut sudah dilakukan
tindak upaya paksa dari penyidik, seperti pemanggilan pro justisia,
penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan dan sebagainya.
Jika penyidik telah selesai melakukan penyelidikan, penyidik
wajib segera menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut
umum (pasal 119 ayat (1) dan pasal 8 ayat (2) KUHAP). Kemudian
penyidik waib segera melakukan penyelidikan tambahan sesuai dengan
penuntut umum (pasal 110 ayat (3) KUHAP).
Jika dalam waktu 14 hari sejak permintaan berkas, penuntut
umum tidak menyampaikan pemberitahuan kepada penyidik tentang
kekurang lengkapan berkas atau penuntut umum tidak mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik atau penuntut umum tidak
mengembalikan berkas perkara kepada penyidik atau belum lewat 14
hari (misalnya pada hari ke 9 atau hari ke 13) oleh penuntut umum
dinyatakan bahwa berkas perkara tersebut tahap kedua berakhirlah
tenggang waktu prapenuntut dan berahirlah menjadi tahap penuntut.
C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Lalu Lintas .
1. Pengertian tindak pidana.
Istilah tindak pidana merupakan istilah yang secara resmi di
gunakan dalam peraturan perundang–undangan. Kita telah menerjemahkan
30
istilah strahbaar feit yang berasal dari KUHP indonesia dan peraturan
perundang–undangan pidana lainya dengan istilah tindak pidana.
Strahbaar feit terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar, dan feit. Straf
di terjemahkan dengan pidana dan hukum, perkataan bar di terjemahkan
dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit di terjemahkan
dengan kata tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. 19
Simon, guru besar ilmu hukum pidana di universitas utrecht
belanda, memberikan terjemanhan strahbaar feit sebagai perbuatan pidana.
Menurutnya, strahbaar feit adalah perbuatan melawan hukum yang
berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung
jawab. Selain itu Simon juga merumuskan strahbaar feit itu sebagai suatu
tindakan melanggar hukum yang telah di lakukan dengan sengaja ataupu
yang tidak di sengaja oleh seseorang yang di pertanggung jawabkan atas
tindakanya dan yang oleh undang–undang telah di nyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat di hukum. 20
Pompe terhadap istilah strahbaar feit memberikan dua macam
definisi yaitu definisi yang bersifat teoritis dan definisi yang bersifat
perundang – undangan. Menurutnya, yang bersifat teoritis adalah:
“strahbaar feit adalah suatu pelanggaran norma (ganguan terhadap tertip
hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah
dilakukan oleh suatu pelaku, dimana dalam menjatuhkan hukuman
19 Adami chayazawi. 2002. pelajaran hukum pidana, bagian I; stesel pidana, teori-teoripemidanaan & batas berlakunya hukum pidana. Jakarta. PT. Raja Grafindo persada. Hal. 69
20 Zainal Abidin Farid. 2007. hukum pidana I. Cetakan kedua. Jakarta. sinar grafik. Hal.224
31
terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi tertib hukum dan terjaminya
kepentingan umum”21
Moeljatno merumuskan istilah strahbaar feit menjadi istilah
perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang di larang oleh
suatu aturan shukum yang di sertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 22
Selanjutnya, E.ultreht merumuskan strahbaar feit dengan istilah
pristiwa pidana yang sering juga di sebut delik, karena pristiwa itu suatu
perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen–
negatif, maupun akibatnya ( keadaan yang di timbulkan karena perbuatan
atau melalaikan itu ). 23
Berdasarkan uraian pendapat pakar hukum di atas, bisa di
simpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum
yang di lakukan oleh manusia. Baik dengan melakukan perbuatan yang
tidak di perbolehkan ataupun tidak melakukan perbuatan yang telah di
tetapakan dalam peraturan perundang–undangan yang berlaku yang di
sertai dengan ancaman sanksi berupa pidana.
a. Unsur–unsur tindak pidana
Perbuatan di katagorikan sebagai tindak pidana bila memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Harus ada perbuatan manusia.
21 P.A.F Lamitang. Op. Cit. Hal.18222 Moeljatno. 2008. asas asas hukum pidana, cetakan kedelapan. jakarta. PT. Rineka
Cipta. Hal. 5923 Erdianto Efandi. 2001. hukum pidana indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama. Hal.
98
32
b. Perbuatan manusia harus sesuai dengan perumusan pasal dari
undang-undang yang bersangkutan.
c. Perbuatan itu melawan hukum (tidak ada alasan pema’af).
d. Dapat di pertanggung jawabkan. 24
Pada dasarnya unsur-unsur tindak pidana dapat kita bagi menjadi dua
macam unsur yakni:
1. Unsur subyektif yaitu unsur – unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku, dan termasuk di
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya,
unsur-unsur subyektif itu adalah:
a) Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa).
b) Maksud atau vornamen pada suatu percobaan atau puging
seperti yang di maksud di dalam pasal 53 ayat (1)KUHP
c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat
misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,
pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti
misalnya dalam kejahatan pembunuhan menurut pasal 340
KUHP
e) Perasaan takut atau vress seperti antara lain yang terdapat di
dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308 KUHP.
24 Mapaung Landen. 2005. asas, teori, praktik hukum pidana. jakarta. sinar grafika. Hal.107
33
2. Unsur obyektif yaitu unsur yang ada hubunganya dengan
keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan
tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. Unsur-unsur obyektif
dari sesuatu tindak pidana itu ialah:
a) Sifat yang melanggar hukum atau wederrechtelijkheid
b) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang
pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415
KUHP atau “ keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari
suatu perseroan terbatas “di dalam kejahatan menurut pasal
398 KUHP
c) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 25
b. Jenis-jenis tindak pidana
Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu,
antara lain sebagai berikut:
a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan
antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran
yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi
“kejahatan” dan “pelanggaran“ itu bukan hanya merupakan dasar
bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku ke III
melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana
di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.
25 Lamintang. 2011. Dasar-dasar hukum pidana indonesia. Bandung. Citra Aditia bakti.Hal. 193-194
34
b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana
formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil
Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang
dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan
perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang
pencurian. Tindak Pidana materil adalah inti larangannya pada
menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang
menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung
jawabkan dan dipidana.
c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak
pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja
(culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang
diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP
(pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang
lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada
kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya
seseorang dan Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.
d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),
perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan
untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh
orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan
Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan
35
menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni,
yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak
pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan
pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224, 304 dan 552 KUHP. Tindak
Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau
tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan
dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu
tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal. 26
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis
tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana
pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak
pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif
dan pasif.
2. Kejahatan
Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama
dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina,
memperkosa dan sebagainya disusun dalam buku II KUHP pasal 104
sampai dengan pasal 488.
Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan pasal 316 ayat (2) sebagai berikut:
26 Ibid. Hal. 25-27
36
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat(2),Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.
3. Pelanggaran
Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-
undang namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara
langsung kepada orang lain, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan
sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya dimuat dalam buku
III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569.
Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan pasal 316 ayat (1) sebagai berikut:
(1)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1),Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289,Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302,Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.
Perbedaan Tindak pidana, Kejahaan dan Pelanggaran ialah tindak
pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum baik itu kejahatan
dan pelanggaran. Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan
dengan kepentingan hukum sedangkan pelanggaran merupakan perbuatan
yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh
penguasa Negara. Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan
(kesengajaan atau kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh
jaksa, sedangkan jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah.
37
4. Tindak pidana Lalu Lintas
Sebelumnya yang harus kita pahami terlebih dahulu adalah
pengertian lalu lintas. Lalu lintas merupakan gabungan dua kata yang
masing-masing dapat diartikan tersendiri. Menurut Poerwardarminta
dalam kamus bahasa indonesia mengatakan Lalu lintas adalah:
Berjalan bolak balik dan hilir mudik, perihal perjalanan di jalan,dan bagai mana perhubungan antara sebuah tempat dengan tempatlainya. Penulis berpendapat, bahwa lalu lintas adalah setiappemakai jalan baik perorangan maupun kelompok yangmenggunakan jalan baik sebgai suatu ruang gerak/jalan kaki atautampa alat penggerak/kendaraan. Apabila di lihat dari pengertianlalu lintas itu, tidak lain adalah menyangkut gerak perpindahanorang atau barang dari satu tempat menuju ke tempat yang laindengan menggunakan jalan sebagai sarana transportasi.27
Di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan pasal 1 ayat 2:
Lalu lintas didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan sedangkan yang dimaksud dengan ruanglalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerakpindah kendaraan, orang dan/atau barang yang berupa jalan ataufasilitas pendukung.
Sedangkan dalam Pasal 1 Angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa Kecelakaan
Lalu Lintas adalah
suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengajamelibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lainyang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian hartabenda.
Berdasarkan defenisi tentang kecelakaan bahwa kecelakaan lalu
lintas merupakan kejadian yang tidak disangka-sangka atau diduga dan
27 W.J.S.Poerwdarminta. 1999. Dalam kamus bahasa indonesia. Jakarta. Balai pustaka.Hal. 56
38
tidak diinginkan disebabkan oleh kenderaan bermotor, terjadi di jalan raya,
atau tempat terbuka yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas serta
mengakibatkan kerusakan, luka-luka, kematian manusia dan kerugian
harta benda.
Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut jumlah kendaraan
yang terlibat digolongkan menjadi:
a) Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu
kenderaan bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain,
contohnya seperti menabrak pohon, kendaraan tergelincir, dan
terguling akibat ban pecah.
b) Kecelakaan ganda, yaitu yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih
dari satu kenderaan bermotor atau dengan pejalan kaki yang
mengalami kecelakaan di waktu dan tempat yang bersamaan.
Karakteristik kecelakaan menurut jenis tabrakan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Angle (RA), tabrakan antara kenderaan yang bergerak pada arah
yang berbeda namun bukan dari arah yang berlawanan.
b) Rear-End (RE), kenderaan yang menabrak kenderaan lain yang
bergerak searah.
c) Sideswipe (Ss), kenderaan yang bergerak yang menabrak
kenderaan lain dari samping ketika kenderaan berjalan pada arah
yang sama atau pada arah yang berlainan.
39
d) Head-On (Ho), kenderaan yang bertabrakan dari arah yang
berlawanan namun bukan Sideswipe, hal ini sering disebut
masyarakat luas suatu tabrakan dengan istilah adu kambing.
e) Backing, tabrakan yang terjadi pada saat kenderaan mundur dan
menabrak kenderaan lain ataupun sesuatu yang mengakbiatkan
kerugian. 28
Ismoyo Djati kecelakaan (accident) adalah kejadian yang tak
terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian di
mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan
menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan
luka-luka atau kematian manusia atau binatang. 29
Sedangkan menurut Djajoesman menyatakan bahwa kecelakaan
adalah kejadian yang tidak disengaja atau tidak disangka-sangka dengan
akibat kematian, luka-luka atau kerusakan benda-benda. Kecelakaan dapat
didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang jarang dan tak tentu kapan
terjadi dan bersifat multi faktor yang selalu didahului oleh situasi dimana
seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan
mereka. Filosofi penelitian kecelakaan menganggap kecelakaan sebagai
suatu peristiwa yang acak, dari dua aspek yaitu lokasi, dan waktu (Dirjen
Hubungan Darat DLLAJ, 1997). Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu
masalah yang perlu mendapatkan perhatian lebih besar, khususnya pada
jalan jalan tol yang sebenarnya telah di rancang sebagai jalan bebas
28 Ibid. Hal. 3729 Arfandi Sade. “Kecelakaan lalu lintas”. http://arfandisade-as.blogspot.co.id. [Di akses
tanggal 12 juni 2017]
40
hambatan dan dilengkapi dengan fasilitas fasilitas untuk kenyamanan,
kelancaran dan keamanan bagi lalu lintas.30
Definisi kecelakaan menurut Peraturan Pemerintah Nomor: 43
tahun 1993 pasal 93 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan adalah:
suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidakdisengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalanlainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian hartabenda. Korban kecelakaan lalu lintas sebagaiman dimaksud dalamhal ini adalah terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Korban Mati, korbanluka berat dan korban luka ringan.
Secara teknis kecelakaan lalu lintas didefinisikan sebagai sutau
kejadian yang disebabkan oleh banyak faktor yang tidak sengaja terjadi.
Dalam pengertian secara sederhana, bahwa suatu kecelakaan lalu lintas
terjadi apabila semua faktor keadaan tersebut secara bersamaan pada satu
titik waktu tertentu bertepatan terjadi. Hal ini berarti memang sulit
meramalkan secara pasti dimana dan kapan suatu kecelakaan akan terjadi.
Kurangnya kesadaran membawa malapetaka, kesadaran adalah
kesadaran akan perbuatan. Sadar artinya merasa, tau atau ingat (kepada
keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya, ingat kembali (dari
pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan mengerti. Manusia
sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau pejalan kaki
yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan kesiagaan yang
berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dll). Perbedaan-perbedaan
tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psykologi, umur serta
30 Sri Umbang Sulastri. “pengertian lalu lintas”. http://www.umbangs.blogspot.com. [Diakses tanggal 12 juni 2017]
41
jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti cuaca,
penerangan/lampu jalan dan tata ruang.
Kesadaran pengguna harus timbul dari hati dan pikiran pengguna
itu sendiri, pemerintah hanya memfasilitasi dan membuata aturan agar
nyaman, selamat di jalan. Banyak pelanggaran yang sudah dilakukan oleh
pengguna jalan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan lalu lintas
adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya
sebagai jalur lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur
kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebutuhan masyarakat
umum. Oleh kerena itu lalu lintas selalu identik pula dengan penerapan
tata tertib bermotor dalam menggunakan jalan raya.
Dengan demikian maka pelanggaran lalu lintas adalah pengabaian
terhadap tata tertib lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna kendaraan
bermotor yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas bagi pengguna jalan
lainnya baik hilangnya nyawa maupun luka-luka. Olehnya kita mengetahui
bahwa kesadaran dalam berlalu lintas mesti ditingkatkan karena hal ini
akan sangat menyelamatkan kita dari kecelakaan berlalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas sendiri di dalam pasal 229 ayat (1) sampai
ayat (5) UULLAJ digolongkan menjadi :
1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan.b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang atauc. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
42
2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakankendaraan dan atau/barang.
3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dankerusakan kendaraan dan/atau barang.
4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagai mana di maksud pada ayat (1)huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggaldunia atau luka berat.
5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagai mana di maksud pada ayat (1) disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, sertaketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan.
Dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan lalu lintas dapat
menimpa sekaligus atau hanya beberapa hanya diantaranya. Berikut
kondisi yang digunakan untuk mengklasifikasikan korban lalu lintas yaitu:
a) Meninggal dunia adalah korban kecelakaan lalu lintas yang
dipastikan meninggal dunia akibat kecelakaan laulintas dalam
jangka paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut.
b) Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya
menderita cacat tetap atau harus dirawat di inap di rumah sakit
dalam jangka lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu
kejadian digolongkan cacat tetap jika sesuatu anggota badan
hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat
pulih kembali untuk selama-lamanya (cacat permanen/seumur
hidup).
c) Luka ringan adalah korban yang mengalami luka-luka yang tidak
memerlukan rawat inap atau harus diinap lebih dari 30 hari. 31
31 Ibid. Hal. 38
43
Selanjutnya ketentuan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa
perkara Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229
Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) diproses dengan acara peradilan pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Aparat penegak
hukum dalam menangani perkara pidana lalu lintas dapat melakukan
tindakan represif yaitu tindakan yang pada prinsipnya didasarkan para
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti KUHP, namun dalam
hal tertentu tindakan represif tidak harus didasarkan pada peraturan
perundang- undangan dapat juga dibenarkan oleh Pengadilan.
Salah satu tindak pidana concursus dalam kecelakaan lalu lintas,
Sebagaimana dalam pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009.
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibatkecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikankendaraannya, tidak memberi pertolongan, atau tidak melaporkankecelakaan lalu lintas kepada kepolisian negara republik Indonesiaterdekat sebagaimana dimaksud dalam pasal 231ayat (1) huruf a,huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidanapenjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,(tujuh puluh lima juta rupiah).
Hal tersebut menunjukkan bahwa kelalaian hanya merupakan salah satu
unsur dari tabrak lari. Kemudian lari merupakan unsur dari kesengajaan,
yakni mengabaikan tanggung jawab setelah terjadinya kecelakaan.
Sehingga tidak dapat disebut tabrak lari jika tidak terdapat unsur lalai
sebagai perwujudan dari kecelakaan, dan melarikan diri.
Terdapat kata “dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya,
tidak memberi pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas
44
kepada kepolisian negara republik Indonesia terdekat..” dalam pasal 312 di
atas. Kata tersebut secara tegas menyebutkan apabila perbuatan tersebut
dilakukan merupakan tindak kejahatan tabrak lari. Ketentuan tersebut
menjadi dasar apabila pengendara yang terlibat kecelakaan tidak berhenti,
tidak menolong korban, atau tidak melapor kepada pihak kepolisian maka
perbuatan pengemudi tersebut adalah tabrak lari.
Mengenai seseorang yang perlu ditolong, sebelum
diundangkannya UU lalu lintas telah ada ketentuan yang mengaturnya,
yakni dalam pasal 531 KUHP sebagai berikut:
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedangmenghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikanpadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atauorang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengankurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratusrupiah. 32
Sedangkan pembunuhan berencana sendiri telah diatur dalam pasal 340
KUHP, sebagai berikut:
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampasnyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atauselama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Sebagaimana juga diatur dalam pasal 311 UU No 22 Tahun 2009, sebagai
berikut:
1. setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraanbermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan baginyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan
32 Moeljatno. Kitap undang-undang hukum pidana. Op. Cit. Hal.193
45
kendaraan dan /atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal229 ayat (2), pelaku dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahunatau denda paling banyak Rp 4.000.000,00
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan korban lukaringan dan kerusakan kendaraan dan /atau barang sebagaimanadimaksud dalam pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda palingbanyak Rp 8.000.000,00
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mengakibatkan kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka beratsebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (4), pelaku dipidanadengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda palingbanyak Rp 20.000.000,00
5. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidanadengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda palingbanyak Rp 24.000.000,00.
Berbeda halnya dengan tabrak lari yang mengandung unsur
kelalaian dan kesengajaan, kelalaian atau kealpaan sendiri merupakan
sikap yang kurang hati-hati sehingga mengakibatkan kerugian bagi orang
lain.33 Kealpaan diantaranya diatur dalam pasal 359 KUHP, disebutkan
bahwa:
Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun ataukurungan paling lama satu tahun.
Sebagaimana pasal 316 ayat (1) adalah pelanggaran (2) adalah kejahatan.
Tabrak lari pada mulanya adalah tindak pelanggaran yang mengakibatkan
ruginya seseorang Yakni menabrak karena kelalaian, yang mana perbuatan
tersebut tidak diinginkan oleh pelaku atau tidak ada niat untuk melakukan.
Kemudian terdapat unsur kesengajaan yang merupakan bagian dari unsur
33 Sudarto. hukum pidana I. Op. Cit. Hal. 125
46
tabrak lari, yakni pengemudi tidak menghentikan kendaraannya, tidak
menolong, tidak melapor ke polisi terdekat.
Dari penjelasan di atas tabrak lari dalam UU No. 22 Tahun 2009
diatur secara terpisah, yakni dengan sengaja menyebabkan kecelakaan
diatur dalam pasal 311 dan tindakan melarikan diri dalam pasal 312.
Demikian dapat dikatakan bahwa tabrak lari merupakan perbarengan
tindak pidana (Concursus), yang mana melanggar pasal 311 mengenai
kesengajaan dalam berkendara, kemudian melanggar pasal 312 yakni
meninggalkan korbannya atau tidak melapor ke Kepolisian terdekat.
Mengenai Concurcus dari tindakan tabrak lari tergolong sebagai
Concurcus realis, karena terdapat dua kejadian, yakni menabrak dan
meninggalkan korbanya.