repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45006/1/mazda...
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI JEMAAH HAJI KHUSUS MENGENAI
WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM PADA PT
ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
MAZDA HAMDI ISMAIL
NIM: 1111048000057
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI JEMAAH HAJI KHUSUS MENGENAI
WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM PADA PT
ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
MAZDA HAMDI ISMAIL
NIM: 1111048000057
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M
v
ABSTRAK
Mazda Hamdi Ismail. NIM 1111048000057. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
JEMAAH HAJI KHUSUS MENGENAI WANPRESTASI DAN PERBUATAN
MELAWAN HUKUM PADA PT ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA (Analisis
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/Pn.Jkt.Sel).
Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2016 M. ix
+ 79 halaman + 131 halaman lampiran.
Ibadah haji merupakan salah satu ritual pokok dalam agama Islam Yang
diwajibkan sekali seumur hidup bagi setiap Muslim. Atas besarnya animo
masyarakat untuk berhaji dan umroh ini telah pula berdampak pada meningkatnya
pertumbuhan usaha travel biro perjalanan ibadah haji dan umroh. Selain itu,
dalam sistem penyelenggaraan haji di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) bagian,
Yakni: penyelenggara haji reguler (Pemerintah) dan penyelenggara haji khusus
(swasta). Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia saat ini masih menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan terkait banyak ditemukan permasalahan haji di lapangan.
Hal ini bersinggungan dengan Pasal 29 Undang-Umdang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dan belum sejalan dengan tujuan penyelenggaraan haji Indoensia,
yakni “untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-
baiknya melalui sistem dan manajemen yang baik”. Tujuan dari skripsi ini adalah
untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan
negeri no. 295/pdt.g/2013/pn.jkt.sel, serta untuk mengetahui bagaimana dampak
vi
yang ditimbulkan setelah putusan pengadilan negeri no. 295/pdt.g/2013/pn.jkt.sel
sudah berkuatan hukum tetap.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan
menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan
pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu
kepada Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah haji. Sedangkan pendekatan kasus adalah pendekatan
yang dilakukan dengan cara menelaah latar belakang serta perdebatan atas hasil
Putusan Pengadilan Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada penyelenggara ibadah
haji swasta yang masih lalai dalam memberikan pelayanannya bagi para calon
jemaah haji. Serta hasil putusan yang diberikan Majlis Hakim bagi Penggugat
sudah cukup adil walaupun masih ada menurut penulis yang masih kurang dalam
putusannya, yaitu: sanksi administratif dan sanksi sita jaminan. Dan dampak atas
putusan tersebut adalah sebagai Yurisprudensi bagi siapa saja dilain waktu ada
orang mengalami kejadian pelanggara hukum yang sama.
Kata Kunci : Penyelenggara Ibadah Haji Khusus, Perlindungan Konsumen,
Jemaah Haji Khusus
viii
memberikan do’a serta dukungannya dalam untaian ilmu agama kepada
penulis selama ini.
8. Kakanda Tercinta, H. Aan Andriawan, khususnya Faisal Romdhoni dan
Helmi Atmawati yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan studi S1.
9. Abdul Khoir, Rifki Wibowo, Zainatul Abadian, Gilang, serta temen-temen w.
Terima kasih juga atas dukungan, doa, dan semangatnya selama w menyusun
skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan
2011 khususnya kawan-kawan Ilmu Hukum B dan Hukum Bisnis, seperti:
Marwan, Gary, Tomi, Andrio, Rifki, Zaimi, serta lainnya. Terima kasih atas
dukungan dan pengalaman dalam suka-duka yang telah diberikan selama
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Federasi Olahraga Mahasiswa, khususnya Ines, Akip, Adnan, keluarga besar
divisi bola volly, keluarga KKN Valensi serta yang lainnya. Terima kasih atas
segala motivasi dan dukungan yang diberikan selama ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT
memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka.
Amin.
Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang
berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 07 Januari 2016
Penulis
Mazda Hamdi Ismail
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i
PESETUJUAN PEMBIMBING........................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................................... iv
ABSTRAK.............................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................. 1
B. Batasan Dan Rumusan Masalah..................................................................................... 4
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan...................................................................................... 5
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual................................................................................. 6
E. Kajian Terdahulu............................................................................................................ 7
F. Metode Penelitian........................................................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan......................................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen di Indonesia.................................................... 12
2. Sumber-Sumber Hukum Konsumen........................................................................ 16
3. Asas-Asas Perlindungan Konsumen......................................................................... 19
4. Tujuan Perlindungan Konsumen.............................................................................. 21
5. Hak dan Kewajiban Konsumen................................................................................ 22
6. Hak, Kewajiban, dan Prinsip Tanggung Jawab Pelaku Usaha................................. 23
x
7. Penyelesaian Sengketa antara Konsumen dan Pelaku Usaha................................... 28
B. Tinjauan Umum tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
1. Pengertian Penyelenggaraan Ibadah Haji................................................................. 33
2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Ibadah Haji............................................................ 34
3. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Ibadah Haji....................................................... 35
4. Unsur-Unsur Penyelenggara Ibadah Haji di Indonesia............................................ 37
5. Kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji.................................................................... 44
BAB III TINJAUN UMUM PUTUSAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
SELATAN NOMOR 295/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL
A. Sejarah PT Assuryaniyah Cipta Prima........................................................................... 46
B. Posisi Kasus
1. Pihak Yang Berpekara............................................................................................... 46
2. Pertimbangan Hukum................................................................................................ 53
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SELATAN NOMOR
295/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL
A. Analisis Pertimbangan Hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dalam Putusan No.295/Pdt.G/2013/Pn.Jkt.Sel..................................................
59
B. Dampak Hukum yang Ditimbulkan Atas Putusan Nomor
295/Pdt.G/2013/Pn.Jkt.Sel.................................................................................................
66
BAB V PENUTUPAN
H. Kesimpulan..................................................................................................................... 75
I. Saran................................................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 77
LAMPIRAN
xi
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah haji merupakan salah satu ritual pokok dalam agama Islam yang
diwajibkan sekali seumur hidup bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat1 dan
mampu (istithâ„ah). Kemampuan yang dimaksud meliputi aspek kesehatan
jasmani dan rohani, keamanan, kemampuan ekonomi yang memadai, baik untuk
perbekalan selama menjalankan ibadah haji maupun bekal keluarga yang
ditinggalkan, serta didukung oleh pengetahuan tentang manasik haji.
Dilihat dari sisi ekonomi, perjalanan haji memerlukan biaya yang tidak
sedikit. Dalam konteks ini, berhubungan dengan kemampuan ekonomi masyarakat
yang dapat dilihat dengan beragamnya strata dan status sosial dalam masyarakat.
Di sisi lain, kondisi perekonomian negara yang semakin kondusif memiliki
kontribusi besar terhadap peningkatan penghasilan per kapita rakyat Indonesia.2
Kondisi ini kian meningkatkan animo masyarakat untuk menunaikan ibadah haji
dari tahun ke tahun.
Besarnya animo masyarakat untuk berhaji dan umroh ini telah pula
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan usaha travel biro perjalanan ibadah
haji dan umroh. Selain itu, dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas
nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Menteri
Agama.3
Saat ini, sistem penyelenggaraan haji di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua)
bagian, yakni: penyelenggaraan haji reguler (yang dikoordinasi oleh Kementerian
Agama di masing-masing daerah domisili calon jamaah haji) dan penyelenggaraan
haji khusus yang biasanya dikoordinasi oleh biro-biro perjalanan atau yayasan
1 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, “Fiqih Haji”,
(Departemen Agama RI: Jakarta, 2002), hlm. 4. 2 Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, Haji Dari Masa Ke Masa, (Jakarta:
DirJen Penyelenggara haji dan Umrah Kementrian Agama,2012), hlm. 11. 3 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji, “Bunga
Rampai-Perhajian II”, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001), hlm. 10.
2
yang telah memiliki izin menyenggarakan haji khusus.4
Masyarakat yang bergabung dengan biro-biro perjalanan haji khusus
mendapatkan keuntungan, antara lain: kemudahan dalam pengurusan, matangnya
manasik haji, keakraban antarindividu, plus fasilitas mewah dan pelayanan yang
lebih pribadi dari biro perjalanan dengan rasio pemandu dan jemaah 1:10.
Penyelenggaraan ibdah haji Indonesia sejauh ini masih menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan terkait banyak ditemukan permasalahan-permasalahan haji
di lapangan. Hal ini bersinggungan dengan dengan Pasal 29 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia (UUDNRI) 1945 dan belum sejalan dengan
tujuan peyelenggaraan haji Indonesia yang sesungguhnyua juga merupakan
filosofi penyelenggaraan haji Indonesia, yakni ―untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen
yang baik agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar,
dan nyaman sesuai dengan tuntunan agama serta jamaah haji dapat melaksanakan
ibadah secara mandiri sehingga diperoleh haji mabrur‖.5
Filosofi penyelenggaraan haji Indonesia di atas sangatlah mulia.
Pemerintah sebagai penyelenggara dan penanggung jawab penyelenggaraan haji,
maka filosofi penyelenggaraan haji itu menjadi keharusan untuk diwujudkan.
Tetapi berbeda dalam praktik di lapangan yang mana masih banyak
penyelenggara selain pemerintah—yaitu biro-biro perjalanan yang
menyelenggarakan ibadah haji—bermasalah disebabkan begitu buruknya
manajemen biro perjalanan yang asal-asalan.
Sebagaimana dikemukakan (mantan) Direktur Jenderal Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu, ada dua jenis modus biro perjalanan
haji yang melakukan penipuan, yakni: penipuan yang mengakibatkan jemaah
gagal berangkat dan penelantaran jemaah.6
Ketentuan umum mengenai aspek pelayanan jemaah haji, antara lain dapat
4 Ikhwan, Abdul Halim, Dkk, “ Ensiklopedi Haji & Umrah”, (PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2002), hlm. 521. 5 Sumuran Harahap, “Kamus Istilah Haji Dan Umroh”, (Mitra Abadi Prees: Jakarta, 2008),
hlm. 502. 6 Andi Perdana,―Daftar biro haji dan umrah bodong‖, http://www.tempo.co/read/news/2014/03/
28/173565998/Daftar-Biro-Haji-dan-Umrah-Bodong diakses pada 06/03/2015 pukul 18:06
3
dilihat dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu:
1. Menerima pendaftaran dan melayani jamaah haji hanya yang
menggunakan paspor haji;
2. Memberikan bimbingan ibadah haji;
3. Memeberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan
pelayanan kesehatan secara khusus; dan
4. Memeberangkatkan, memulangkan, dan melayani jemaah haji sesuai
dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan jamaah
haji.
Adapun kewajiban pelaku usaha, termasuk di dalamnya biro perjalanan
ibadah haji, berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, dinyatakan:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan perbaikan, dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
Adapun salah satu contoh kasus penyelenggara ibadah haji khusus yang
dinyatakan melanggar atas janji yang diberikan kepada calon jemaah haji ONH
Plus sebagaimana dimaksud dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
―No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel‖ Pihak dari Agen Travel Haji-Umroh ONH Plus
PT. Asssuryaniyah Cipta Prima menjanjikan kepada 5 calon jemaah haji ONH
Plus walaupun dengan bayaran yang cukup mahal sebagai konsekuensi para calon
jemaah haji yang ingin melaksanakan haji pada tahun 2012.
Akan tetapi, pihak travel melanggar janji yang diberikannya kepada para
calon jemaah haji ONH Plus di travel. Banyak para calon jemaah haji yang
merasakan/mengalami kerugian baik dalam segi materil maupun imateril. Para
jemaah pun banyak merasa dibohongi oleh pihak travel yang telah menjanjikan
akan bisa memberangkat jemaah haji dengan masa tunggu hanya 1 (satu) tahun
4
saja. Maka dari itu pihak jemaah haji yang merasakan dirugikan itu melakukan
tindakan dengan melaporkan diri kepihak berwajib dengan mencari keadilan atas
perlakuan yang diberikan oleh pihak travel yang telah melanggar perlindungan
konsumen.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih mendalam atas permasalahan ibadah haji yang dalam perjalanan
ibadah haji seperti yang dialami oleh beberapa pihak mengajukan gugatan
kePengadilan Negeri Jakarta Selatan karena telah dirugikan oleh Agen Travel
Haji–Umroh ONH Plus PT. Asssuryaniyah Cipta Prima setelah mereka
melakukan transaksi bisnis. Penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk
skripsi dengan judul, ―Perlindungan Hukum bagi Jemaah Haji Khusus Mengenai
Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum Pada PT. Assuryaniyah Cipta Prima
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel)‖
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat permasalahan perlindungan konsumen jasa ibadah haji
sangat luas maka penulis membatasi penelitian ini dengan hanya membahas
tentang perlindungan hukum bagi konsumen agen travel haji-umroh apabila
pemberangkatan ibadah haji batal berangkat oleh pihak agen haji-umroh.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang
penulis telah uraikan diatas, maka rumusan masalah terhadap skripsi ini
adalah:
a. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel tentang Pelanggaran Wanprestasi dan
Perbuatan Melawan Hukum?
b. Bagaimana dampak Putusan Pengadilan Negeri No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel khususnya bagi penyelenggara haji tentang
Pelanggaran Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum?
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui Bagaimana pertimbangan Hakim dalam Putusan
Pengadilan Negeri No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel
b. Untuk mengetahui bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah
Putusan Pengadilan Negeri No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel sudah
berkuatan hukum tetap.
2. Manfaat penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis secara garis
besar menbedakan untuk manfaat dari peneltian ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapakan adalah untuk
menjadikan bahan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dalam dunia keilmuan hukum dalam mengetahui hukum
perlindungan konsumen baik bagi mahasiswa itu sendiri maupun
masyarakat umum, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan yang
diberikan oleh penyedia jasa biro perjalanan travel umrah yang
melakukan wanprestasi.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang penulis harapkan dalam penelitian
disini adalah secara garis besar terbagi menjadi 2 manfaat praktis yang
didapatkan pertama, manfaat bagi mahasiswa yaitu mahasiswa dapat
mengetahui upaya hukum yang bisa diperoleh oleh bagi konsumen travel
umrah yang dilanggar, sedangkan kedua bagi masyarakat umum yang
dimana sebagai bahan masukan bagaimana masyarakat umum yang
selaku konsumen pengguna jasa travel umrah dalam melakukan upaya
hukum juga.
6
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
Kerangaka teoritis dan konseptual disini yaitu suatu kerangka pemikiran
yang dimana menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang
penulis mau teliti. Suatu konsep bukanlah gejala dari suatu yang diteliti akan
tetapi merupakan abstrak dari gejala tersebut. Gejala disisni biasanya dinamakan
fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam
fakta tersebut.7 Penulis dalam skripsi ini menggunakan definisi operasional
sebagai berikut:
1. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis di sini adalah pengertian yang berhubungan dengan
penulisan skripsi ini yang diambil dari pendapat para sarjana ataupun para ahli,
dengan demikian tidak akan menimbulkan penafsiran lain yang mengakibatkan
keraguan dalam penguraian substansi skripsi ini, pengertian tersebut antara lain:
a. Hukum
1. Menurut Woerjono Sastropranoto hukum adalah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh
Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan,
yaitu dengan hukuman tertentu.8
2. Menurut Mahmud Syaltut hukum adalah peraturan yang
diturunkan Allah kepada manusia agar dipedomi dalam
berhubungan dengan Tuhan-Nya, dengan sesamanya dengan
lingkungan, dan dengan kehidupannya.
b. Hukum perlindungan konsumen
1. Menurur Az Nasution, hukum perlindungan konsumen adalah
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur konsumen
dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang
7 Soerjono Soekanto, ”Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 132
8 C.S.T. Kansil, ―Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Cetakan Ke-12
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002). hlm. 38.
7
dan/atau jasa konsumen.9
2. Menurut Schrans, hukum perlindungan konsumen ditinjau dari
hukum ekonomi terdapat perlindungan berbagai aspek, seperti
dasar-dasar hukum ekonomi, kedudukan hukum pelaku-pelaku
dibidang ekonomi, kaidah-kaidah hukum ekonomi yang secara
khusus memperhatikan kepentingan umum, kaidah-kaidah yang
menyangkut struktur organisasi yang mendukung kebijaksanaan
pemerintah dan kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan
perekonomian.
2. Kerangka Konseptual
a. Haji adalah orang yang berziarah ke Makkah untuk menunaikan rukun
islam yang kelima10
. Sedangkan menurut Pasal 1 angka (1) No. 13 Tahun
2008 tentang Penyelenggara Ibadah Haji menyebeutkan ― ibadah haji
adalah rukun islam yang kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur
hidup bagi setiap orang isalam yang mampu menunaikannya.‖
b. Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
E. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian atau studi yang pernah dilakukan
terkait dengan perlindungan konsumen bagi calon jemaah haji, yakni:
Pertama, tesis yang berjudul, ―Efektivitas Undang-Undang No. 17 Tahun
1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Memberikan Perlindungan
Hukum kepada Konsumen Haji (Studi Kabupaten Sidoarjo)‖ yang disusun
9 Janus Sidabalok, ―Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, Cetakan ke -2 (Bandung:
PT Citra Aditiya Bakti, 2010), hlm. 46.
10
Abdul Rohman, dkk, ‖Pendidikan agama Islam”, (Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman, 2006), hlm. 105.
8
mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang 2004. Tesis ini merupakan
studi efektivitas penyelenggaraan ibadah haji ditinjau dari Undang-Undang
No. 17 Tahun 1999 diwilayah perkotaan, studi lapangan yang diambil objek
bahasan adalah perlindungan didaerah Kabupaten Sidoarjo. Perbedaan
dengan penelitian yang penulis lakukan adalah inti penelitian ini bukan
mengenai efektivitas UUPK melain perlindungan hukum bagi jemaah yang
ada di salah satu travel di Jakarta.
Kedua, skripsi berjudul, ―Perlindungan Hukum terhadap Jemaah
Ibadah Haji Khusus dan Umrah Akibat Keterlambatan Pemberangkatan‖,
disusun oleh mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin 2013.
Skripsi fokus dalam pembahasan mengenai perlindungan jemaah haji khusus
dan umroh atas keterlamabatan berangkat oeleh pihak travel yang
memberangkat para jemaahnya.
Sedangkan perbedaan pada penulis lakuakan adalah penulis
melakukan studi terhadap kasus pembatalan keberangkatan pihak travel haji
PT. Assuryaniyah Cipta Prima. Serta seberapa hukum melindungi para calon
jemaah haji yang mendaftarkan dirinya kepada salah satu agen
pemberangkatan haji.
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji pada norma
hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan serta norma-
norma yang berlaku dimasyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan
yang berlaku di masyarakat.11
2. Pendekatan masalah
Karena penulis menggunakan tipe penelitian normatif, maka pendekatan
yang dilakukan adalah perundang-undangan (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan konsep (conceptual
11
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, “Peran dan Pengguna Kepustakan di Dalam
Penelitian Hukum”, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), hlm. 18.
9
approach). Pendekatan perundang-undang dilakukan untuk mengkaji
semua peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen agen
travel pemberangkatan haji khusus apabila terjadi pembatalan.
Pendekatan kasus digunakan penulis untuk menjadi referensi saat
menganalisis masalah perlindungan hukum konsumen agen travel
pemberangkatan haji khusus dengan menelaah kasus telah diputus hakim
untuk memahami konsep perlindungan konsumen agar tidak
menghasilkan suatu kesimpulan yang salah dan penulis mempunyai dasar
untuk membuat argumentasi hukum.
3. Bahan hukum
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber penelitian. Sumber
penelitian hukum dapat dibedakan menjadi tiga, bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, bahan non hukum,12
sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan yang terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundangan-undangan dan putusan-putusan
hakim.adapun hukum primer yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah: Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang RI Nomor 17
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah haji,
Undang_undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Keputusan Menteri Agama RI
Nomor 371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 396 Tahun 2003
tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Agama RI Nomor
371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah;
b. Bahan Sekunder, adalah semua publikasi tentang hukum yang
12
Peter Mahmud Marzuki, ”Penelitian Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 141-169.
10
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis,
disertasi kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar atas putusan pengadilan maupun buku-buku yang
berkaitan dengan hukum perlindungan konsumen.13
c. Bahan non hukum, adalah bahan penelitian yang terdiri atas buku
teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku
politik, buku ekonomi, data sensus, laporan tahunan perusaan,
kamus bahasa dan ensikplopedia hukum.14
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi dokumentasi, alat ini dipergunakan untuk melengkapi data
yang penulis perlukan, yaitu dengan cara melihat buku-buku yang
terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti.
b. Studi wawancara, adalah sebuah antara dua orang atau lebih yang
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepda subyek atau sekelompok
subyek penelitian untuk dijawab.15
c. Studi Observasi, adalah metode penelitian dengan menggunakan
pengamatan yang dicatat dengan sistematik terhadap fenomena-
fenomena yang diselediki.16
Penulis akan melakukan pengamatan
langsung yang pada travel yang dijadikan para jemaah jadi tempat
untuk melakukan ibadah hajinya.
4. Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif, yaitu
pendekatan isi (content analisis) yang menekankan pada pengambilan
kesimpulan dan analisis yang bersifat deduktif, yaitu penalaran berawal
dari hal yang umum untuk menemukan hal yang khusus sehingga
13
Peter Mahmud Marzuki, ―Penelitian Hukum”, cet.VI, (Jakarta: Kencana,2010), hlm. 155 14
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris”,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 43. 15
Sugiyono, ―Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”, (Bandung: Alfabeta, 2011),
hlm. 231 16
Suharsimi Arikunto, ―Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta: Rineka
Cipta, Cet. 13, 2006) , hlm. 156
11
mencapai suatu kesimpulan.17
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan ―Petunjuk Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
20012‖ dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.
Bab pertama merupakan pendahuluan, berisi latar belakang
masalah, pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka teoretis dan konseptual, tinjauan (review) kajian
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua menyajikan tinjauan umum mengenai hukum
perlindungan konsumen dan penyelenggaraan haji untuk membahas
beberapa hal, di antaranya: pengertian dan batasan hukum perlindungan
konsumen, serta pembahasan secara garis besar mengenai penyelenggara
haji.
Bab ketiga menyajikan tinjauan umum mengenai putusan pn
jakarta selatan nomor perkara 295/Pdt.G/2013/Pn.Jkt.Sel, di antaranya:
terdiri dari profil PT Assuryani Cipta Prima, posisi kasus pada putusan
tersebut, serta pertimbangan Majlis Hakim terhadap kasus ini
Bab keempat memaparkan analisis putusan PN Jakarta Selatan
Nomor Perkara 295/Pdt.G/2013/Pn.Jkt.Sel, terdiri mengenai analisis
pertimbangan hukum terhadap kasus ini dilihat pada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, serta dampak yang ditimbulkan setelah putusan
ini sudah berkuatan hukum tetap.
Bab kelima merupakan Penutup, berisi Kesimpulan dan Saran terhadap
hasil penelitian pada skripsi ini.
17
Sutrisno Hadi, ―Metodelogi Research”, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hlm 42-215.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
TINJAUAN UMUM PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DI
INDONESIA
A. Tinjaun Umum tentang Perlindungan Konsumen
1. Perlindungan Konsumen di Indonesia
a. Perlindungan Konsumen Secara Umum
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer
(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian
dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia
berada. Secara harfiah arti dari kata consumer adalah (lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang.1 Begitu pula
Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai
pemakai atau konsumen.2
Diman posisi konsumen yang secara umum yang lemah maka
harus dilindungi oleh hukum. Salah tujuan terbesar hukum itu adalah
memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.
Az. Nasution, berpendapat hukum perlindungan konsumen
merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas
atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat
yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen
adalah sebagai keseluruhan asas dan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan dan masalah antara pihak satu sama lain berkaitan
dengan barang dan atau jasa konsumen, didalam pergaulan hidup.3
Secara umum dan mendasar dalam hubungan pelaku usaha dan
konsumen merupakan hubungan yang saling keterkaitan satu sama
1 Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), hlm. 22. 2 Az. Nasution, “Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar”, (Jakarta: Daya
Widya, 2001), hlm. 3. 3 Shidarta, “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, (Jakarta: PT Grasindo, 2006),
hlm. 11.
13
lain dan berhubungan terus menerus. Adapun hubungan ini bermulai
sejak dari proses produksi, distribusi pemasaran dan penawaran.
Rangkain kegiatan yang terjadi saat ini merupak rangkaian kegiatan
hukum yang menimbulkan suatu akibat hukum baik, terhadap semua
pihak ataupun salah satu pihak saja.4
Maka dari itu, atas semua hak dan kepentingan yang timbul
untuk rakyat berkaitan dengan penggunaan barang dan atau jasa
adalah hak dan kepentingan konsumen. Adapun mengenai hal
perlindungan hak dan kepetingan konsumen merupakan wujud
perlindungan terhadap seganap bangsa Indonesia.5
Adapun pembinaan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menajadi tanggung jawab pemerintah meliputi upaya
untuk:6
1) Menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan
konsumen;
2) Berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat;
3) Berbagai upaya yang dimaksudkan untuk peningkatan kualitas
sumber daya disamping kegiatan penelitian dan pengembangan
di bidang perlindungan konsumen.
b. Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pada Pasal 1 ayat 1, menyatakan;
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
4 Edy Aulia Rakhman, “Efektivitas Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Haji
(Studi Di Kabupaten Sidoarjo)”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Semarang : UNDIP, 2005), hlm. 52. 5 Az. Nasution, “Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar”, (Jakarta: Daya
Widya, 1999), hlm.89. 6 Ahmadi Miru Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.181.
14
Adapun maksud dari istilah dalam kalimat dipengertian
perlindungan konsumen “segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum” sebagai tameng atau benteng untuk meniadakan
tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi
kepentingn perlindungan konsumen.7 Dengan hal tersebut , maka
terlihatlah suatu batasan yang diberikan oleh hukum dalam
perlindungan konsumen itu sendiri, yaitu pemberian kepastian hukum
supaya memberikan jaminan kepada konsumen itu sendiri.
Walaupun didalam undang-undang ini disebut sebagai undang-
undang perlindungan konsumen(UUPK) bukan berarti si pelaku usaha
disini tidak memiliki kepentingan yang dimana menjadi perhatian,
teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak
ditentukan oleh pelaku usaha. 8 Keterlibatan berbagai disiplin ilmu
dalam perlindungan konsumen, memperjelaskan kedudukan Hukum
Perlindungan Konsumen berada dalam kajian Hukum Ekonomi.
Hukum ekonomi yang dimaksudkan adalah keseluruhan
kaidah hukum administrasi negara yang membatasi hak-hak individu,
yang dilindungi dan dikembangkan oleh hukum perdata. Peraturan-
peraturan seperti ini merupakan peraturan Hukum Administrasi di
bidang ekonomi yang akhirnya dicakup dalam kategori sebagai Droit
Economique.9
Sedangkan menurut muchtar kusumaatmaja10
, memberikan
batasan terhadap apa itu hukum konsumen yaitu:
Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan
dan masalah berbagai pihak berkaitan dengan barang dan atau jasa
konsumen satu sama lain, di dalam pergaulan hidup.
Menurut Sunaryati Hartono, mengatakan bahwa hukum
ekonomi adalah seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
7 Ahmadi Miru Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm.1.
8 Edy Aulia Rakhman, “Efektivitas Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Haji
(Studi Di Kabupaten Sidoarjo)”, hlm. 53. 9 Ahmadi Miru Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 2.
10 Mochtar Kusumaatmadja, “Pengantar Hukum Internasional”, (Bandung: Bina Cipta,
1977), hlm. 3.
15
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi dan
cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan
merata, sesuai dengan hak asasi manusia11
Bisa ditarik kesimpulan bahwa dari ruang lingkup hukum
ekonomi itu tidak terpaku dalam membedakan bidang hukum privat
dan hukum publik, yang terpenting dari semua itu adalah aspek
kehidupan ekonomi. Hukum ekonomi adalah keseluruhan kaidah-
kaidah dan putusan-putusan hukum yang secar spesifik mengatur
kegiatan maupun kehidupan ekonomi. Oleh karena sudah merupakan
suatu verwaltungswirtchaft, maka tidak dapat dan tidak perlu ada
perbedaan, sebagai kaidah hukum perdata atau kaidah hukum
publik.12
Pengertian konsumen menurut pasal 1 ayat (2) Undang-undang
No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, yaitu:
Setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang bersedia dalam
masyarakat baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Adapun istilah yang digunakan dalam rumusan pasal 1 ayat (2)
UUPK tersebut ialah kurang tepat. Ketentuan itu apabila dihubungkan
dengan anak kalimat yang menyatakan bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup, tampak kerancuan di
dalamnya sebagai pemakai dengan sendirinya untuk kepentingan diri
sendiri, bukan untuk keluarga bijstander, atau makhluk hidup
lainya.13
Hubungan dengan hal ini, lebih tepat dalam pemakai tersebut
dalam rumusan tersebut tidak menyebutkan istilah bagi masyarakat
akan lebih tepat bagi anggota masyarakat. Dengan demikian tidak
terbatas hanya untuk dua atau lebih orang, melainkan termasuk
11
Sunaryati Hartono dalam Sanusi Bintang dan Dahlan, “Pokok-Pokok Hukum Ekonomi
Dan Bisnis”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 3. 12
Sunaryati Hartono, “Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia”, (Bandung : Bina
Cipta, 1982), hlm. 53. 13
Ahmad Miru Dan Sutaman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 2-3.
16
penawaran yang dilakukan kepada seseorang yang dalam hal ini
layanan dimaksud disediakan untuk anggota masyarakat.
2. Sumber-Sumber Hukum Konsumen
Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, masih ada
hukum konsumen yang ditemukan di dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan
umum yang sampai sekarang berlaku memuat juga berbagai kaidah
menyangkut hubungan dan masalah konsumen itu sendiri. Sekalipun kita
ketahui peraturan perundang-undangan itu tidak secara khusus digunakan
dalam perlindungan konsumen, akan tetapi ia merupakan dalam bagian
sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan
konsumen.14
Adapun peraturan perundanngan-undangan yang terkait
juga dalam hal perlindungan konsumen diuraikan berikut ini :15
a. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR
Landasan hukum bagi Hukum Perlindungan Konsumen yang
tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan, Alinea ke-
4 berbunyi, “Kemudian daripada itu membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia.”
Menurut Az. Nasution dalam memberikan penjelasan dari
kata “Melindungi” yaitu di dalamnya terkandung pula asas
perlindungan (hukum) pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan
hukum disini tidak ada batasan baik untuk laki-laki atau perempuan ,
orang kaya atau orang miskin, pejabat atau tukang, orang pintar
atau orang bodoh, orang asli atau keturunan dan penguasaha/ pelaku
usaha atau konsumen.
Landasan hukum lainnya yaitu terdapat pada ketentuan
termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
14
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 49. 15
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 49-61.
17
1945). Ketentuan tersebut berbunyi, “Tiap warga Negara berhak atas
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Selanjutnya, untuk melaksanakn perintah UUD 1945 dalam
melindungi segenap bangsa, khususnya bagi melindungi konsumen
itu sendiri, maka Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) telah
mengeluarkan beberapa TAP-MPR dalam mendukung kehendak
rakyat atau adanya perlindungan konsumen, sekalipun adanya
kualifikasi yang menbedakan pada masing-masing ketetapan,
diantaranya sejak tahun 1978 dan yang terakhir 1993.
b. Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata
KUH Perdata memuat berbagai kaidah hukum berkaitan
dengan hubungan hukum dan masalah antar pelaku usaha penyedia
barang/atau jasa dan konsumen pengguna barang-barang atau jasa
tersebut. Terutama buku kedua, buku ketiga, dan buku keempat
memuat berbagai kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen
dan penyedia barangatau jasa konsumen tersebut. Begitu pula dalam
KUHD, baik buku pertama, maupun buku kedua, mengatur tentang
hak-hak dan kewajiban yang terbit dari, khusunya (jasa)
perasuransian dan pelayaran.
Maka dari berbagai putusan pengadilan yang ada tentang
masalah keperdataan berkaitan sangat erat dengan perlindungan
konsuemn masih terlihat. Adapun hubungan-hubungan hukum atau
masalah antara penyedia barang atau jasa dan konsumen dari
berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang
berlaku bagi mereka, dapat diberlakukan Hukum Internasional dan
asas-asas hukum internasional, khususnya pda Hukum Perdata
Internasional, memuat pula berbagai ketentuan hukum perdata bagi
konsumen.
Jadi dari kesimpulan atas keseluruhannya, kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku
18
usaha penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan
konsumennya masing-masing termuat dalam:
1) KUH Perdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan
keempat;
2) KUHD, Buku Kesatu dan Buku Kedua
3) Berbagai peraturan perundangan –undangan lain yang memiliki
kaidah-kaidah hukum bersifat perdata tentang subjek-subjek
hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia barang
atau penyelenggara jasa tertentu konsumen.
c. Hukum Konsumen dalam Hukum Publik
Dengan hukum publik yang dimaksud ialah hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau
hubungan antara negara dengan perorangan. Termasuk hukum
publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau
hukum perlindungan konsumen, adalah hukum administrasi negara,
hukum pidana, hukum acara perdata, dan/atau hukum acara pidana
dan hukum internasional khususnya hukum perdata internasional.
Semua kaidah hukum maupun asas-asas hukum bermuara
kehukum publik, jadi kalau semuanya berkaitan dengan
perlindungan konsumen dapat diberlakukan Adapun hubungannya
dengan hal ini, mengenai ketentuan perizinan usaha, ketentuan-
ketentuan pidan tertentu, ketentuan-ketentuan hukum acara dan
berbagai konvensi dan/atau ketentuan hukum perdata internasional.
Diantara keseluruhan dari hukum publik yang penulis
jabarkan diatas, tampaknya hukum administrasi negara, selanjutnya
disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum internasional
khusunya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata
serta hukum acara pidana paling banyak pengaruhnya dalam
pembentukan hukum konsumen.
19
Secara skematis, hukum konsumen dan/atau hukum
perlindungan konsumen itu berbentuk sebagai berikut.16
Struktur Hukum Perlindungan Konsumen
3. Asas-Asas Perlindungan Konsumen
Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan konsumen memiliki
landasan dalam memberikan perlindungan, diantaranya berasaskan
manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan
keselamatan konsumen, serta asas kepastian hukum. Adapun pengertian
dari asas-asas tersebut yang diatas berdasarkan penjelesan Pasal 2,
adalah:
a. Asas Manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa setiap upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
16
Az. Nasution, “Hukum Perlindungan Konsumen”, ( Jakarta: Diadit Media, 2001), hlm.
42.
Hukum Konsumen/ Hukum
Perlindungan Konsumen
Hukum perdata
(dalam Arti Luas)
Hukum Publik
Hukum Perdata
Hukum Dagang
Hukum Administrasi
Hukum Pidana
Hukum Perdata
Internasional
20
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Dimaksudkan segala partisipasi rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan dapat memberikan kesempatan serta perlakuan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memeperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Maksudnya ialah memberikan kemerataan ataupun keseimbangan
antara keperluan ataupun kepentingan si konsumen itu sendiri,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan si konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaat atas barang dan/atau jasa yang dimana dikonsumsi
maupun digunakan mendapatkan jaminan atas keselamatan dan
keamanannya.
e. Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan ialah agar pelaku usaha maupun si konsumen sendiri
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan monsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.17
Dari kelima asas yang diatas telah paparkan, bila diperhatikan
subtansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas, yaitu:
1) Asas Kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen;
2) Asas Keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan; dan
3) Asass Kepastian Hukum.18
17
Badan Perlindungan Konsumen Nasional, “Perlindungan Konsumen Indonesia”,
(Jakarta : 2005, Cet. 2), hlm. 5. 18
Ahmad Miru Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo, 2004), hlm. 26.
21
4. Tujuan Perlindungan Konsumen
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa perlindungan konsumen
bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c. Meningkat pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga yang jujur dan tanggung jawab
dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barng dan/atau jasa, kesehtan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pasal 3 UUPK mengatur tujuan khusus perlindunghan konsumen,
sehingga dengan tujuan umum yang dikemukan dalam ketentuan Pasal 2
UUPK.19
Keenam tujuan khusus dalam Pasal 3 UUPK dikelompokan ke
dalam tiga tujuan hukum secara umum.20
Rumusan angka (c) dan angka
(e) termasuk ke dalam tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan.
Tujuan untuk memberikan kemanfaatan yaitu pada angka (a), angka (b),
angka (d), angka (6). terakhir tujuan kepastian hukum terlihat dalam
rumusan huruf (d).
19
Ahmad Miru Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 34. 20
Az. Nasution, “Pedoman Standar Interpensi UU No. 8/ 1999 L.N 1999 NO. 42 T.L.N
1999 No. 3821”, Makalah disampaikan sebagai Bahan Perkuliah Umum Tahun 2005/2006 di
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 3.
22
5. Hak dan Kewajiban Konsumen
Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan
hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen menggandung aspek
hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan
sekadar fisik, melainkan hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata
lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik denga perlindungan
yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.21
Menurut forum internasional yaitu Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE), juga menyepakati hak-hak dasar konsumen, yaitu:22
a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming
van zijn gezondheid en velligheid);
b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van
zijn economische belangen);
c. Hak mendapatkan ganti rugi (recht op schadevergoeding);
d. Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming);
e. Hak untuk didenger (recht op te worden gehord).
Menurut Mantan Presiden Amerika Serikat Jhon Kenendy, secara
umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, diantaranya:
1) Hak untuk mendapatkan keamanan;
2) Hak untuk mendapatkan informasi tentang produk;
3) Hak untuk memilih;
4) Hak untuk didenger.
Adapun hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4
UUPK secara sistematis (mulai dari yang diasumsikan paling mendasar),
akan diperoleh urutan sebagai berikut:23
a) Hak Konsumen Mendapatkan Keamanan;
b) Hak untuk Mendapatkan Informasi yang Benar;
21
Shidarta, “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, hlm. 19. 22
Permadi, “Pola Sikap Masyarakat Terhadap Masalah Perlindungan Konsumen, Dalam
Makalah Simposium Aspek-Aspek Masalah Perlindungan Konsumen”, (Jakarta: BPHN, 1980),
hlm. 61. 23
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 32-40.
23
c) Hak untuk Didengar;
d) Hak untuk Memilih;
e) Hak untuk Mendapatkan Produk Barang dan/atau Jasa Sesuai
dengan Nilai Tukar yang Diberikan;
f) Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi;
g) Hak untuk Mendapatkan Penyelesaian Hukum;
h) Hak untuk Mendapatkan Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat;
i) Hak untuk Dilindungi dari Akibat Negatif Persaingan Curang;
j) Hak untuk Mendapatkan Pendidikan Konsumen.
Selanjutnya setiap konsumen tidak hanya memiliki hak,
konsumen juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Menurut UU
Perlindungan Konsumen Pasal 5, yakni:24
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
e. konsumen secara patut.
6. Hak, Kewajiban, dan Prinsip Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Untuk menciptakan keamanan bagi para pelaku usaha dibidang
travel haji dan umroh khususnya serta umumnya pelaku usaha dibidang
lain dan sebagai keseimbang atas hak-hak yang diberikan kepada
konsumen, UU Perlindungan Konsumen memberikan paparan pada Pasal
6 dalam memberikan hak-hak bagi pelaku usaha, yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
24
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 41.
24
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Adapun faktor-faktor yang membebaskan pelaku usaha dari
tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, meskipun
kerusakan timbul akibat cacat pada produk, yaitu:
1. Produk tersebut sebenernya tidak diedarkan;
2. Cacat timbul di kemudian hari;
3. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen;
4. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan
produksi;
5. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang diterapkan oleh
penguasa.
Adapun pada Pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindung Konsumen, suatu pelaku usaha yang dimana dalam
menawarkan suatu barang dan/atau jasa yang dilakukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, ataupun
mengiklankan atau melakukan tindakan yang tidak benar atau
menyesatkan bagi konsumen itu sendiri mengenai:
a) Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b) Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c) Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
d) Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e) Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
25
Selanjutnya yang dibahas mengenai konsekuensi dari hak
konsumen yaitu “kewajiban pelaku usaha” yang diatur dalam UUPK
dalam Pasal 7 yang isinya sebagai berikut:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan
penggunaan perbaikan, dan pemeliharaan ;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,
secara tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa
yang berlaku;
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberikan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Kewajiban si pelaku usaha yang beritikad baik dalam kegiatan
usahanya merupak salah satu bagian hukum perjanjian. Yang dimana
ketetntuan tentang beritikad baik ini dalam Pasal 1338 ayat (3) BW
bahwa perjanjian dalam kegiatannya dengan itikad baik.
Dalam UUPK bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku
usaha, maksudnya bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik
dimulai sejak barang dan/atau jasa diproduksi sampai pada tahapan purna
penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam
transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini disebabkan oleh
kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak jasa
26
dirancang diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi
konsumen kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada
saat melakukan transaksi.25
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan suatu hal yang
sangatlah penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-
kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam
menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh
tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.26
Secara
umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan
sebagai berikut:27
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan
pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dialakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai
pasal tentang perbuatan melawan hukum, menyatakan mesti memenuhi
4 unsur pokok, yaitu:
a. Adanya perbuatan;
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Istilah “kesalahan” disini ialah unsur yang bertentangan dengan
hukum. Adapun pengertian “hukum’, tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang akan tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam
masyarakat. Pada asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 Herziene
Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement
Buitengewesten (Rbg) dan Pasal 1856 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Serta ketentuan yang telah dipaparkan di atas sejalan dengan
25
Ahmad Mira Dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2004), hlm. 54-55. 26
Shidarta, “Hukum Perlindunghan Konssumen”, (Jakatrta: Grasindo, 2000), hlm. 59. 27
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 92-98.
27
teori umum dalam hukum acara yakni asas audi et altern partem atau
asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berkara.
2. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung
jawab (prinsumption of liabilly principle), sampai ia dapat
membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si
tergugat. UUPK pun mengadopsi sistem yang dipakai oleh hukum
pengangkutan khusunya pengangkutan udara mengenai sistem
pembuktian terbalik ini, sebagimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan
23.
3. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang di atas. Prinsip
praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption nonliability
principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense
dapat dibenarkan. Pada prinsip ini juga diterapkan pada hukum
pengangkutan, di mana pelaku usaha tidak dapat dimintakan
pertanggung jawaban. Namun menurut Pasal 44 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 1995 tentang Pengankutan Udara, prinsip ini
tidak lagi diterapkan secara mutlak tetapi mengarah pada prinsip
pertanggung jawaban dengan pembatasan uang ganti rugi.28
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering
diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability).
Kendati demikian ada pula ahli yang membedakan kedua terminologi di
atas. Adapun menurut para ahli, pengertian dari “strict liability” adalah
prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai
faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang
memungkinkan untuk dibebeskan dari tanggung jawab, misalnya dalam
28
Shidarta, “Hukum Perlindungan Konssumen”, hlm. 77.
28
keadan memaksa (force majeur). Sedangkan pada absolute liability
adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada
pengecualiannya.
Adapun perbedaan keduanya adalah terletak ada atau tidaknya
hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan
kesalahannya, sedangkan perbedaan selanjutnya pada strict laibility,
hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu
tidak selalu ada.
5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab pembatasan (limitatin of liability
principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk si pelaku usaha
cantumkan pada perjanjian standar kegaiatan usahanya sebagai
Klausula Eksonerasi. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan
pihak konsumen apabila dalam penetapannya hanya sepihak saja oleh
pelau usaha. Semestinya dalam UU No. 8 Tahun 1999 diberikan
batasan hukum atau landasan hukum bagi pelaku usaha yang membuat
klausul, yang pihak konsumen dampaknyha mendapatkan kerugian,
serta membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan
mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
jelas.
7. Penyelesaian Sengketa antara Konsumen dan Pelaku Usaha
a. Penyelesaian sengketa di peradilan umum
Disini mengenai sengketa konsumen akan dibatasi pada
sengketa perdata saja. Suatu perkara yang masuk kedepan
pengadilan pada dasarnya karena inisiatif dari pihak yang
bersengketa dalam hal ini penggugat baik dalam pelaku usaha
ataupun konsumen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas
29
hukum perdata yang tidak dapat bekerja di antara para pihak secara
sukarela.29
Menurut Satjipto Rahardjo mengatakan :30
Pembicaraan mengenai bekerjannya hukum dalam hubungan
dengan proses peradilan secara konvensional melibatkan
pembicaraan tentang kekuasaan kehakiman, prosedur, bebeperkara
dan sebagainya.
Istilah “proseduir perkara” disini ialah mendaftarkan diri
kepada pihak paniteraan perkara perdata dipengadilan negeri
melalui surat gugatannya. Adapun menurut Pasal 45 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada
di lingkungan peradilan umum.
2) Penyelesaikan sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pillihan sukarela
para pihak yang bersengketa.
3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagimana dimaksud
pada ayat (2) tidak menghhilanghkan tanggung jawab pidana
sebagimana diatur dalam undang-undang.
4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Penjelasan Pasal 45 ayat (3) ialah seharusnya bukan hanya
tanggung jawab pidana yang tetap dibuka kesempatannya untuk
diperkarakan, melainkan juga tanggung jawab lainnya, misalnya
29
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 175. 30
Yusuf Shofie, “Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya”,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 208-313.
30
dibidang administrasi negara.31
Adapun mengingat makin meluasnya
perkara dibidang konsumen yang dimana banyak perusahaan
multinasional yang dalam penyelesaiannya melalaui pengadilan
dinegara lain,sehingga sengketa ini bersifat transnasional.
Dalam kasus perdata di Pengadilan Negara, pihak konsumen
yang diberikan hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 ayat (1)
UUPK adalah :
a) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :
1. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;
2. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan
yang sama;
3. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau
yayasan, dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan
tegas bahwa tujuan organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
b) Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan
kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Pada Pasal 46 ayat (1)butir b, gugatan dapat diliakukan
oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan
yang sama. Ketentuan dalam hal ini akan dibedakan dalam
aturan yang ada pada Pasal 123 ayat (1) HIR. Penjelasan Pasal
46 menyebutkan gugatan kelompok ini dengan istilah class
action. Kemudian pada Pasal 46 ayat (1) butir c yang
dimaksud dengan istilah “lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat”. Pada bunyi Pasal 46 ayat (2) yang
dimaksud yaitu dengan legal standing.
31
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 176.
31
b. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
Proses dalam menyelesaikan perkara pada sengketa para
pihak dengan gunakan penyelesaian diluar pengadilan, yaitu dengan
istilah “ADR”. Alasan yang timbul kenapa memakai proses ini
adalah karena ingin memangkas birokrasi perkara, biaya dan waktu
sehingga relatif lebih singkat dengan biaya relatif lebih ringan serta
mengembangkan budaya nusantara yaitu budaya musyawarah dan
budaya nonkonfrantatif.
Selanjutnya mengenai lembaga alternatif dalam penyelesaian
sengketa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesain Sengketa. Pasal 1 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 berbunyi :
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Adapun Alterrnatif Penyelesaian Sengketa menurut Pasal 1
Ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 berbunyi:
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi negoisasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian sah.
Menurut Altschul, Alternatif Penyelesain Sengketa (APS) ialah:32
Suatu pemeriksaan sengketa oleh majelis swasta yang disepakati
oleh para pihak dengan tujuan menghemat biaya perkara,
meniadakan publisitas dan meniadakan pemeriksaan yang bertele-
tele.
Kemudian berdasarkan isi Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 diatas, maka alternatif penyelesaian sengketa
dapat dilakukan dengan cara berikut.33
32
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 185.
32
1. Konsultasi
Prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan bersifat
“personal” antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan
“klien” dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultasi”
yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya.
2. Negoisiasi
Negoisasi adalah prose konsensus yang digunakan para pihak
untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka. Menurut
Roger Fisher dan William Ury adalah komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah
pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupuin
berbeda. Negeoisasi dilakukan apabila komunikasi antara pihak
yang bersengketa masih baik dengan saling percaya, serta masih
ada keinginan untuk mendapatkan kesepakatan dan meneruskan
hubungan baik.
3. Mediasi
Dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa
atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator. Adapun
hasil dari suatu mediasi yang dilakukan dengan rumusan secar
lisan maupun tulisan merupakan berjanjian baru atau juga
dijadikan sebagai suatu perdamaian yang dianggap oleh para
pihak yang mana di muka hakim yang akan menunda proses
penyelesaian sengketa di pengadilan.34
4. Konsiliasi
33
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 185-190.
33
Konsiliasi tidak jauh berbeda dengan perdamaian, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1851 KUH Perdata. Konsiliasi adalah sebagai
suatu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan
merupakan suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan
5. Penilaian Ahli
Adapun yang dimaksud disini dalam penilaian ahli adalah
pendapat hukum oleh lembaga arbitrase. Yang dimana telah
memiliki dasar hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1
angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 berbunyi :
Lembaga arbitrase adalah bdan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang
mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal
belum timbul sengketa.
B. Tinjauan Umum Mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji
1. Pengertian Penyelenggaraan Ibadah Haji
Secara bahasa, haji berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi. Sedangkan dalam etimologi bahsa Arab, kata haji
mempunyai arti qashad, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Dalam
terminologi hukum fikih, haji adalah sengaja mendatangi Ka’bah untuk
menunaikan amalan-amalan tertentu atau mengunjungi tempat tertentu
pada waktu tertentu.35
Menurut Pasal 1 angka (1) Undag-Undang No. 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggara Ibadah Haji, yang dimaksud dengan ibadah haji
adalah,“Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima yang merupakan
kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang yang mampu
menunaikannya.”
35
Asrorun Ni’am Sholeh, “Fikih Haji (Ajaran, Praktek, Dan Pengalaman)”, (Jakarta:
Fakultas Hukum Dan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah, 2009), hlm. 2-3.
34
Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggara Ibadah Haji, yang dimaksud dengan
penyelenggara ibadah haji adalah:
Penyelenggara ibadah haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan
pelaksanaan ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan jemaah haji.
Menurut Pasal 1 angka (15) Undang-Undang No. 13 Tahun
2008 tentang Penyelenggara Ibadah Haji, dijelaskan mengenai maksud
dari ibadah haji khusus adalah pihak yang menyelenggarakan ibadah
haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
2. Dasar Hukum Ibadah Haji
Adapun landasan hukum ibadah haji dalam pelaksanakan ibadah
haji yang dilihat dari segi hukum islam berupa Al Qur’an, sunnah, dan
Ijma’ para ulama maupun hukum indonesia yang diterbitkan melalui
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penyelenggaraanya.
Landasan hukum dalam segi hukum Indonesia, yaitu segala
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggara
ibadah haji dan umroh adalah:
a. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji;
b. Undang_undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji;
c. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian;
d. Peraturan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI Nomor 2 Tahun 2009 tentang Penerbitan
Paspor Biasa Bagi Jamaah Haji;
e. Peraturan Menteri agama RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kerja Kantor Misi haji Di Arab Saudi;
35
f. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 371 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
g. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 396 Tahun 2003 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Agama RI Nomor 371 Tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
h. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji Nomor D/163 Tahun 2004 tentang Sistem
Pendaftaran Haji;
i. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji Nomor D/277 Tahun 2005 tentang Petunjuk
Teknis Perbekalan Haji.
3. Asas dan Tujuan Penyelenggara Ibadah Haji
a. Asas Penyelenggaraan Ibadah Haji
Mengenai asas-asas dalam penyelenggara ibadah haji,
Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggara Ibadah
Haji pada Pasal 2 menyatakan sebagai berikut,“Penyelenggaraan
Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan,
profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.”
Yang dimaksudkan dengan “asas keadilan” adalah bahwa
Penyelenggaraan Ibadah Haji berpegang pada kebenaran, tidak
berat sebelah, tidak memihak, maupun tidak sewenang-wenang
dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sedangkan maksud “asas
profesionalitas” adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji wajib
dilaksanakan berdasarkan keahlian para penyelenggaranya. Adapun
maksud pada “asas akuntabilitas dengan prinsip nirlaba” ialah
bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dilakukan secara terbuka dan
dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum dengan
prinsip tidak untuk mencari keuntungan semata.
Menurut Kenneth Lynin dalam wirawan menyebutkan, suatu
profesi menyajikan jasa yang berdasarkan ilmu pengetahuan yang
36
hanya difahami oleh orang-orang tertentu secara sistematik
diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan klien.
Jadi profesi merupakan pekerjaan saintifik untuk memenuhi
kebutuhan anggota masyarakat. Selanjutnya disebutkan;
“profesionalisme adalah ide, aliran atau pendapat bahwa suatu
profesi harus dilakuakan oleh profesional dengan mengacu pada
norma-norma profesionalisme.36
b. Tujuan Penyelenggara Ibadah Haji
Adapun tujuan dari penyelenggaraan ibadah haji ialah pada
Pasal 3 Undang-undang no. 13 tahun 2008 menjelaskan:
Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan
pembinaa, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya
sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Adapun maksud dari “pembinaan” ialah pembinaan jemaah
haji yang meliputi dari penyuluhan ibadah jhaji, bimbingan jemaah
haji, bimbingan petugas haji, serta membina haji khusus dan
umroh. Untuk memwujudkan jemaah haji yang mandiri, perlu
dilakukan kegiatan sebagai berikut:37
a) Membina jemaah haji agar mememahami manasik haji dan
akhlakul karimah;
b) Menyempurnakan buku paket manasik haji;
c) Menetapkan desain pembinaan yang efektif;
d) Mengintensifkan bimbingan manasik haji dengan melibatkan
KUA, Ormas Islam, dan ulama.
Menurut Sampara Lukman, pelayanan adalah:
Kegiatan atau urutan kegiatan yang menjadi dalam interaksi
langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik,
36
Wirawan, “Profesi Dan Standar Evaluasi”, (Jakarta: Yayasana Bangun Indonesia &
UHAMKA Press, 2002), hlm. 9. 37
Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji Dan Umroh, “Intisari Langkah-Langkah
Haji”, (Jakarta: Ditjen PHU, 2010), hlm. 274-275.
37
dan menyediakan kepuasan pelanggan, sebagaimana mengutip
Kamus Besar Bahasa Indonesia diterangkan pelayanan sebagai usaha
melayani kebutuhan orang lain.38
4. Unsur-Unsur Penyelenggara Ibadah Haji di Indonesia
Proses penyelenggaraan haji bisa dikatakan unik disebabkan
tidak hanya dilakukan di Tanah Air, akan tetapi juga di Tanah Suci,
serta melibatkan banyak instansi/lembaga pendukung di kedua negara.
Maka dari itu pelaksanaan ibadah haji perlu kordinasi yang baik di
bawah tanggung jawab Kementrian Agama.
Manajemen haji dilakukan tidak hanya untuk memberikan
layanan jasa yang bersifat fisik, akan tetapi bersifat ibadah yang tentu
saja standar dan tingkat kepuasan pelayanan bagi jemaah sangat
berbeda. Manajemen haji mempunyai karakteristik yang unik sebab
memadukan kegiatan pembinaan, pelayanan, serta perlindungan. Ketiga
kegiatan tersebut terdiri dari berbagai unsur, seperti bimbingan jemaah,
pelayanan administrasi, transportasi, akomodasi, katering, kesehatan,
rekruitmen dan pelatihan petugas, penyuluhan dan sosialisasi, serta
keamanan jemaah.39
Efektivitas dari manajemen haji dalam memberikan suatu
kepuasanan pelayaan bagi para jemaah calon haji merupakan
prioritasnya. Menurut E. Frank Harison40
, memberikan pandangan
beberapa persoalan dalam memcari pendekatan untuk melepaskan
kesulitan-kesulitan organisasi secara luas yang meliputi, antara lain:
a. Pencapaian tujuan tidak segera dapat diukur pada organisasi yang
tidak memproduksi barang-barang yang berwujud (tangible
outputs);
38
A. Machfudz Fathurahman, “Profesionalisme Dan Kualitas Pelayana- Telaah
Implementasi Dalam Penyelenggaran Ibadah Haji Di Arab Saudi Tahun 2002 S.D Tahun 2005”,
(Jakarta: BALITBANGH Dan DIKLAT Departemen Agama, 2006), hlm. 9. 39
Direktorat Jenderal Penyenggaraan Haji Dan Umroh, “Haji Dari Masa Ke Masa”,
(Jakarta: DIRJEN PHU, 2012), hlm. 179. 40
Edy Aulia Rakhman, “Efektivitas Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Haji
(Studi Di Kabupaten Sidoarjo)”, hlm. 38.
38
b. Organisasi berusaha mencapai lebih dari satu tujuan dan
tercapainya satu tujuan sering kali menghalangi atau mengurangi
kemampuannya untuk mencapai tujuan yang lain;
c. Adanya beberapa tujuan resmi yang harus dicapai dan disepakati
oleh semua anggota, adalah diragukan. Banyak ahli riset
menyatakan kesulitan untuk mendapatkan persetujuan di antara
para pihak manajer mengenai tujuan khusus dari organisasi
mereka.
Secara skematis, pihak-pihak yang terkait dalam unsur
penyelenggaraan ibadah haji sebagai berikut.41
Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji
Dari skema yang di atas tampak dalam pelaksanaanya
terdapat enam komponen penting yang harus dipenuhi, yakni :
1) Calon jemaah haji
41
Achmad Nidjam Dan Alatief, “Manajemen Haji, Studi Kasus Dan Telaah Implementasi
Knowledge Worke”, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001), hlm. 10.
NEGARA
ASAL
NEGARA ARAB
SAUDI
Hubungan Bilateral
Transportasi
Peraturan Internasional
Fasilitas Publik
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
Instansi
Pelayanan Haji
Calon Haji
Istitho’ah
Menurut
Agama
Pembiayaan Kelengkapan
Administrasi
Sarana
Transportasi
Penyediaan
Akomodasi
39
Setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji
diwajibkan untuk mendaftarkan dirinya. Pendaftaran haji dibuka
sepanjang tahun dengan menerapkan prinsip first come first served
sesuai dengan nomor urut porsi yang telah terdaftar dalam Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Kementerian Agama,
dengan memenuhi beberapa syarat yaitu:
a) Beragama islam;
b) Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter;
c) Mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK),
dan Akte Kelahiran atau Surat Kenal Lahir atau Buku Nikah atau
Ijazah yang sah dan masih berlaku;
d) Orang asing yang memiliki hubungan muhrim dengan Warga
Negara Indonesia (seperti suami, istri, atau anak kandung
dibuktikan dengan buku/akte nikah atau akte kelahiran) harus
memliki paspor dan dokumen keimigrasian;
e) Membayar BPIH
2) Pembiayaan;
Menurut Pasal 21 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, menyebutkan:
1. Besar BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah
mendapatkan persetujuan DPR;
2. BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk
keperluan biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji;
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan BPIH diatur
denganPeraturan Menteri.
Sesuai Undang-Undang No 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, pembayaran BPIH disetorkan ke
rekening menteri agama melalui bank syariah dan/atau bank umum
nasional yang ditunjuk oleh menteri agama dan dikelola oleh menteri
agama dengan mempertimbangkan nilai manfaat. BPIH terdiri dari
40
setoran awal dan setoran lunas, meliputi dua komponen yaitu direct cost
dan indirect cost.
Adapun BPIH diperuntukan untuk membiayai beberapa kegiatan
penyelengaraan haji meliputi: biaya penerbangan, operasional di Tanah
Air, operasional di Arab Saudi, dan living cost. Pendaftaran dimulai
setelah besarnya BPIH tahun yang berlaku ditetapkan oleh pemerintah
dan diumumkan kepada masyarakat dan berakhirnya pada saat porsi
terpenuhi dan dilakukan setiap hari kerja. Sistem ini memberikan
kepastian kepada calon jemaah haji karena calon haji telah terdaftar
secara otomatis mendapatkan Nomor Porsi dan bukti setor BPIH
Sedangkan setoran awal minimal dalam pendaftaran dengan
cara membuat tabungan haji dengan ketetapan yang ada sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) melalui Bank Penerimaan
Setoran (BPS) BPIH yang bersambung secara online dengan
SISKOHAT. Sedangkan pelunasannya dilakukan saat pendaftaran
sesuai besarnya BPIH tahun yang berlaku dan ditetapkan. Pendaftaran
dengan sistem tabungan ini buka sepanjang waktu dan tidak terikat
dengan dimana tempat tinggal jemaah haji42
Mekanisme tempat penyetoran BPIH dilakukan di seluruh
Kantor Cabang BPS PPIH yang bersambung dengan SIKOHAT dalam
satu provinsi domisili calon jemaah haji, yaitu Bank Rakyat Indonesia;
Bank Mandiri; Bank Negara Indonesia; Bank Tabungan Negara; Bank
Muamalat Indonesia; Bank Syariah Mandiri; Bank Bukopin; Bank
Mega Syariah; BPD DKI Jakarta; BPD Jawa Timur; serta bank lain
yang sebagai BPS.43
3) Kelengkapan administrasi;
42
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji, “Kebijaksanaan
Penyelenggaraan Ibadah Haji”, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), hlm. 54. 43
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umroh, “Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Pendaftaran Haji, Dokumen Dan Perlengkapan Haji, Akomodasi
Da Katering Haji Serta Transportasi Dan Perlindungan Jemaah Haji)”, (Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2011), hlm.10.
41
Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaran Ibadah Haji:
(1) Setiap warga negara yang akan menunaikan ibadah haji
menggunakan paspor haji yang dikeluarkan oleh Menteri;
(2) Menteri dapat menunjuk pejabat untuk dan/atau atas namanya
menandatangi paspor haji;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Adapun pihak yang menyelesaikan dokumen Paspor Haji mulai
dilakukan di Kanwil Departemen Agama Provinsi, yaitu meliputi
kegiatan penulisan biodata secara otomatis melalui Siskohat Provinsi,
penempelan foto dan penandatangan oleh pejabat yang berwenang
sehingga sah sebagai dokumen haji. Setelah semua itu dilakukan maka
Paspor Haji tersebut diserahkan kepada pihak Dirjend Bimas Islam dan
Urusan Haji, selanjutkan akan diteliti sekaligus diselesaikan proses
penvisaannya ke Kedutaan Besar Arab Saudi, setelah memperoleh visa
maka Paspor Haji telah sah sebagai dokumen perjalanan haji.44
Paspor yang telah mendapatkan visa maka dikembalikan ke
Departemen Pusat untuk selanjutnya diserahkan kembali ke daerah
sebagai bahan penyusunan pengeleompokan jemaah haji dan
penyusunan Pramanifes kelompok terbang sebelum masuk asrama haji.
Penyerahan Paspor Haji kepada calon haji dilakuakan enam jam
menjelang keberangkatan ke Arab Saudi dan berada di tangan calon haji
hanya selama dalam perjalanan di pesawat.
4) Sarana transportasi;
Berdasarkan Pasal 33 ayat 1Undang-Undang No. 13 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menyebutkan:
44
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, “Kebijakan
Penyelenggaraan Ibadah Haji”, (Jakarta : Departemen Agama Republik Indonesia, 2004, Modul
I), hlm. 35.
42
Pelayanan Transportasi Jemaah Haji ke Arab Saudi dan
pemulangannya ke tempat emabrkasi asal di Indonesia menjadi
tanggung jawab Menteri dan berkordinasi dengan menteri yang ruang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perhubungan.
Dalam rangka menerapkan asa keadlilan dan untuk
memantapkan sistem penetapan tarif angkutan haji akan dilakukan
sesuai dengan jarak tempuh Indonesia – Arab Saudi (pp), dengan hal itu
dalam pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji Indonesia
dilaksanakan melalui 11 embarkasi dan debarkasi, yaitu:45
a. Zona Banda Aceh (BTJ) melalui bandar udara Sultan Iskandar
Muda: Provinsi NAD;
b. Zona Medan (MES) melalui bandar udara Polinia: Provinsi
Sumatera Utara;
c. Zona Padang (PDG) melalui bandar udara Minangkabau
Internasioanal Airport: Provinsi Sumatera Barat, Provinsi
Bengkulu, dan sebagian Provinsi Jambi meliputi: Kab. Merangi,
Kab. Kerinci, Kab. Sorolangun, Kab. Bungo, Dan Kab. Tero;
d. Zona Palembang (PLM) melalui bandar udara Sultan Mahmud
Badaruddin II: Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi BABEL;
e. Zona Batam (BTH) melalui bandar udara Hang Nadim: Provinsi
Riau, Provinsi KEPRI, Provinsi Kalimatan Barat, dan sebagian
Provinsi Jambi meliputi: Kab. Tanjung Jabung Barat, Kab. Tanjung
Jabung Timur, Kota Jambi. Kab. Muaro Jambi dan Kab. Batang
Hari;
f. Zona Jakarta (JKT) melalui bandar udara Soekarno Hatta: Provinsi
DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten dan Provinsi
Lampung;
g. Zona Solo (SOC) melalui bandar udara Adisumarmo: Provinsi
Jawa Tengah, Provinsi DIY dan sebagian Provinsi Kalimantan
45
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umroh, “Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Pendaftaran Haji, Dokumen Dan Perlengkapan Haji, Akomodasi
Dan Katering Haji, Serta Transportasi Dan Perlindungan Jemaah Haji)”, hlm.70-71.
43
Tengah meliputi: Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Lamandau Dan
Kab. Sukamara;
h. Zona Surabaya (SUB) melalui bandarv udara Juanda: Provinsi
Jawa Timur, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur;
i. Zona Balikpapan (BPN) melalui bandar udara Sepinggan: Provinsi
Kalimatan Timur, Provinsi Sulawesi Tengah, dan Provinsi
Sulawesi Utara;
j. Zona Banjarmasi (BDJ) melalui bandar udara Syamsuddin Noor:
Provinsi Kalimatan Selatan dan sebagian Provinsi Kalimatan
Tengah meliputi: Kodya Palangkaraya, Kab. Kapuas, Kab. Barito
Utara, Kab. Barito Selatan, Kab. Kotawaringin Timur, Kab.
Seruyan, Kab. Katingan, Kab. Pulang Pisau, Kab. Gunung Mas,
Kab. Barito Timur, dan Kab. Murung Raya;
k. Zona Makassar (UPG) melalui bandar udara Hasanuddin: Provinsi
Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi
Tenggara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Maluku, Provinsi Maluku
Utara, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat
5) Hubungan bilateral antar negara;
Pemerintah Arab Saudi sendiri dalam hal ini yang dipimpin oleh
seorang raja sebagai Khadimimul Haramain Asyarifain sebagai
penanggung jawab, menugaskan Menteri Dalam Negeri Arab Saudi
untuk mengkordinir dalam pelaksanaan operasional haji dengan
membentuk Komite tertinggi yang di bentuk Gubernur Makkah dan
Madinah. Kementerian Haji dengan aparatnya termasuk Direktorat Haji
di Makkah dan Madinah mengkordinasikan beberapa instansi yang
meliputi Maktab Wukala Al Muwahab, Muassasah Thawwah, Maktab
Zamasimah, Muassasah Adilla di Madinah Dan Naqabah Ammah
Lissyayarat.46
Dalam rangka peraturan penyelenggaraan urusan haji di
46
H. M. Iwan Gayo, “Buku Pintar (Haji Dan Umroh)”, (Jakarta: Pustaka Warga Negara,
2003), hlm.. 14-15.
44
Arab Saudi. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Haji, setiap tahun
mengeluarkan peraturan haji (Taklimatul Haji) yang berbeda-beda
dalam persoalan perhajian.
6) Penyelenggara ibadah haji khusus
Mengenai penyertaan pihak swata dalam pelaksanaan
penyelenggaraaan ibadah haji merupakan satu cara pihak pemerintah
kita dalam penyerahan urusan haji kepada pihak swasta dan pada masa
yang akan selanjutnya pihak swasta dan lembaga masyarakat dapat
berkiprah lebih luas dalam mengelola kegiatan operasional haji dalam
hal apapun seperti dana haji, teknis pelaksanaan jemaah haji selama di
Indonesia dan di Arab Saudi, maupun kerjasama bisnis.
Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji bagi
masyarakat yang membutuhkan pelayanan yang sangat khusus, dapat
diselenggarakan pelyanan ibadah haji khusus sebagaimana diatur dalam
Pasal 38 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji, menyebutkan :
(1) Dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji bagi masyarakat yang
membutuhkan pelayanan khusus, dapat diselenggarakan Ibadah
Haji Khusus yang pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus;
(2) Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dilaksanakan oleh
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang telah mendapat izin dari
Menteri;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksana Penyelenggaraan
Ibadah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
5. Kewajiban Penyelenggara Haji
Adapun kewajiban yang mesti dilaksanakan oleh pihak
penyelenggara ibadah khusus sebagaimana menurut Pasal 40 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji ,
menyebutkan :
45
(1) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Menerima pendaftaran dan melayani Jemaah Haji hanya yang
menggunakan Paspor Haji;
b. Memberikan bimbingan Ibadah Haji;
c. Memberikan layanan Akomodasi, konsumsi, Transportasi, dan
Pelayanan Kesehatan secara khusus; dan
d. Memberangkatkan, memulangkan, dan melayani Jemaah Haji
sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara
dan Jemaah Haji.
Mengenai sanksi hukum bagi penyelenggara haji khusus yang
tidak menjalankna komitmennya dalam pelaksanaan pelayanan yang
tertuang dalam Pasal yang telah disebutkan di atas maka dalam Pasal
41 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji , menyebutkan :
(1) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dikenai sanksi
administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa:
a. Peringatan;
b. Pembekuan izin penyelenggaraan; atau
c. Pencabutan izin penyelenggaraan.
46
BAB III
TINJAUAN UMUM PUTUSAN PN JAKARTA SELATAN NOMOR
PERKARA 295/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL
A. PT Assuryaniyah Cipta Prima
PT Assuryaniyah Cipta Prima adalah badan hukum bergerak dibidang
Tou & Travel Haji khusus maupun umroh. Mengenai penyelenggara ibadah
haji pihak travel menerima pendaftaran haji secara reguler maupun haji
khusus. Sedangkan untuk perjalanan umrohnya pihak travel memiliki
berbagai paket perjalanan umroh untuk para jemaah yang ingin melaksanakan
umroh. Adapun perusahaan ini masuk kedalam bagian organisasi
perkumpulan haji yang bernama HIMPUH. Yang bertanggung jawab dalam
perusahaan ini yaitu Drs. H. M. Syami Syatiry Ahmad.
Travel ini pun memiliki 2 izin penyelenggaraan dari pihak PIHK yaitu
izin umroh yang no SK izin umrohnya yaitu D/316-2011 serta izin haji
dengan no SK izin hajinya yaitu D/ 596-2010. Sedangkan alamat dari
perusahaan ini ber alamat jalan
KH. Abdullah Syafii No. 68, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan
12840. Travel ini pun sudah bergerak dibidang penyelenggaraan ibadah haji
khusus cukup lama dengan dibuktikan telah memberangkat banyak calon
jemaah haji maupun umroh.1
B. Posisi Kasus
1. Pihak Yang Berpekara
Husni Aziz, BA (sebagai Penggugat 1), Suhaibah (sebagai
Penggugat 2), Nelman BT Chatib Darusam (sebagai Penggugat 3), Darto
Suprapto (sebagai Penggugat 4), Rusminiati (sebagai Penggugat 5) adalah
para calon jemaah haji Travel PT Assuryaniyah Cipta Prima dan Direktur
Utama Travel Haji-Umroh PT Assuryaniyah Cipta Prima (sebagai
1http://www.daftarhajiumroh.com/travel-umroh-haji-assuryaniyah-cipta-prima/, diunduh
pada tanggal 07-10-2015 pukul 15:30 wib
47
Tergugat). Hubungan yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat adalah
Penggugat merupakan calon jemaah haji ONH PLUS yang telah
mendaftarkan diri agen Travel PT. Assuryaniyah Cipta Prima (Tour dan
Travel Haji-Umroh) yang sebagai Tergugat.
Bahwa beberapa dari Penggugat yang mendaftarkan dirinya kepada
pihak Tergugat dengan pertimbangan agen yang sudah lama bergerak
dibidang haji dan umroh, si Tergugat pun menjanjikan bisa
memberangkatkan para calon jema’ah haji hanya tunggu setahun, oleh
karenanya para Penggugat mau mendaftarkan serta mengingat umur para
Penggugat yang cukup tua dan dirasa tidak terlalu lama menunggu namun
dengan konsekuwensi biayanya yang cukup mahal.
Penggugat 1 dan 2 yang merupakan pasangan Suami-Istri
mendaftarkan dirinya pada awal April 2011 untuk ibadah haji ONH PLUS
kepada pihak Tergugat. Pada saat mendaftar pihak Penggugat 1 dan 2
membayar uang sebesar US $ 6,700. Dan uang Rp.3.300.000,- per calon
haji. Pasangan ini melunasi biaya pada tanggal 19 April 2011. Dengan total
pembayaran Penggugat I dan Penggugat II adalah sebesar US $ 13,400 dan
Rp.6.600.000,-.
Pihak Penggugat 3 mendaftarakan dirinya pada tanggal 12 Agustus
2011 dan langsung membayar administrasi tersebut dengan 2 tahap, yaitu
tahap pertama sebesar US $ 5,000, (Rp.43.800.000,- ), ditambah uang
Passport sebesar Rp.750.000,- dan serta membayar uang DAM sebesar
Rp.6.900.000,-. Bahwa secara keseluruhan Penggugat III total
pembayaranya sebesar Rp.50.650.000,-.
Sedangkan untuk Penggugat 4 dan 5 yang hampir sama seperti
Penggugat 1 dan 2 yang merupakan pasangan Suami-Istri medaftarkan
dirinya pada tanggal 15 Agustus 2011 membayar biaya ONH PLUS tahap
pertama sebesar sebesar Rp.86.500.000,- dan tahap kedua tanggal 27
September 2011 sebesar US $ 230 (RP.2.116,000,-). Bahwa total
pembayaran Penggugat IV dan Penggugat V adalah sebesar
Rp.88.500.000,-.
48
Pihak Tergugat menginformasikan bahwa bahwa pada tanggal 30
September 2012 akan diadakan pengarahan MANASIK HAJI yang
bertempat di Hotel Sofyan Jakarta, oleh karenanya Penggugat I s/d
Penggugat V serta pihak calon haji yang lainnya pun merasa senang
mendapatkan informasi tersebut, karena merasa yakin akan segera
diberangkatkan.
Berbeda seperti yang dibayangkan oleh pihak Penggugat yang
merassa yakin akan segera diberangkatkan, selang beberapa hari Penggugat
I s/d Penggugat V mendapatkan SMS dari pihak agen bahwa gagal
berangkat karena visa tidak bisa diperoleh. Maka para Penggugat
mendatangi si Tergugat untuk menanyakan kebenaran kabar dari SMS
tersebut. Pada tanggal 6 Oktober 2012, Penggugat 1 dan 2 pun mendatangi
petugas Travel PT. Assuryaniyah Cipta Prima meminta ditemukan dengan
Pak Zahir langsung selaku Direktur yang bertanggung jawab dan meminta
penjelasan pembatalan Para Penggugat. Pada saat Pak Zahir mau ditemui
oleh Penggugat I dan Penggugat II dan bertemu direstoran dekat kantornya,
saat itu Pak Zahir menyampaikan akan tetap mengusahakan untuk
mendapatkan VISA, namun apabila visa tersebut tidak bisa keluar maka
pihak Travel akan mengembalikan uang yang sudah disetor ditambah umroh
gratis atau diberikan konpensasi Rp.20.000.000,- per calon haji yang batal.
Tetapi Penggugat 1 dan 2 menginginkan pengembalian uangnya menjadi
100%.
Setelah para Penggugat menghubungi si Tergugat yang sulit
dihubungi beberapa pihak Penggugat pun akhirnya menemui dari orang tua
dari Tergugat yang dimana melakukan komunikasi kepada Tergugat oleh
karena mendapatkan perdebatan , pihak Tergugat akhirnya bersedia
menerbitkan Cheque Mundur sebesar Rp. 998.000.000,- dengan tanggal 15
November 2012. Tetapi setelah para Penggugat mengecek kebenarannya di
Bank Mandiri dan hasilnya Cheque tersebut jatuh pada hari libur sehingga
tidak dapat dicairkan. Karena Cheque yang jatuh pada hari libur, Tergugat
pun bilang bisa dicairkan lagi pada tanggal 22 November 2012 atau paling
49
lambat bulan November 2012. Pada tanggal 30 November 2012 dicairkan
melalui Bank BCA atas anjuran Bank Mandiri tetapi ditolak karena dananya
tidak cukup, akhirnya Bank BCA mengeluarkan Dokumen gagal kliring.
Lalu Pengugat yang sudah merasa dibohongi oleh Tergugat
menanggung beberapa kerugian yang ditimbulkan baik dalam segi materi
maupun immateril. Karena telah menjanjikan akan memberangkatkan
ibadah haji khusus pada tahun 2012 namun pada kenyataanya bohong.
Adapun kerugian yang ditanggung oleh para Penggugat I s/d Penggugat V
dalam hal materi.2
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan jawabannya
yang pada pokoknya memuat hal-hal sebagai berikut:
Dalam Provisi
1. Memerintahkan agar meletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag) atas
harta kekayaan Tergugat, berupa sebidang tanah dan bangunan yang
berdiri di atasnya agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
Tour & Travel-Haji & Umroh yang berkedudukan Jl. KH. Abdullah
Syafeii No. 68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan.
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk keseluruhan;
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (conservatoir beslag)
terhadap harta kekayaan milik Tergugat, berupa sebidang tanah dan
bangunan;
3. Menyatakan menurut hukum bahwa Para Penggugat telah mengalami
kerugian materiil;3
4. Menyatakan selain kerugian materiil para pihak juga mengalami kerugian
immateril, sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
5. Tergugat untuk wajib membayar kerugian immaterial kepada Para
Penggugat sejumlah Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) secara
tunai;
2 Dilihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, h. 8
s/d h. 9. 3 Dilihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, h. 5.
50
6. Tergugat wajib pula membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap harinya apabila lalai;
7. Menyatakan bahwa keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uit
voerbaar bij voorrad) meskipun ada upaya Verset, banding dan Kasasi
maupun upaya hukum lainnya;
8. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini;
9. Menghukum kepada Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan
dalam perkara ini.
Adapun Penggugat mengajukan ke Majlis Hakim sebuah perubahan
gugatan pada surat gugatan yang diajukan kepada Majlis Hakim pada
tanggal 22 Agustus 2013.4
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan jawabannya
tertanggal 4 September 2013 yang selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Eksepsi :
1. Gugatan Para Penggugat menambah dan mengubah Surat Gugatannya;
2. Gugatan Penggugat Kabur dan Tidak Jelas (Exceptio Obscurum
Libellum/Obscuur Libel);
3. Bahwa Gugatan Diajukan Para Penggugat Tanpa Dasar Hukum
(Onrechmatig Ongegrond);
Dalam Pokok Perkara:
1. Mohon Majelis Hakim agar dalil-dalil, fakta-fakta dan dasar hukum yang
telah disampaikan oleh Tergugat dalam Eksepsi tidak dipisahkan;
2. Tergugat dengan ini menyangkal, menolak dalil-dalil Penggugat dan
membantah secara tegas segala tuduhan dalam Gugatan yang
disampaikan dan diajukan oleh Penggugat, kecuali yang dengan tegas
diakui oleh Penggugat I dan II. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 163
HIR Jo. Pasal 1865 KUHPerdata, Penggugat diwajibkan untuk
membuktikan dalil-dalil Gugatannya;
4 Dilihat Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, h.12
s/d 19
51
3. Bahwa benar dalil Para Penggugat butir 1 dan 2 dalam Gugatannya,
karena Tergugat tidak saja sudah lama berkecimpung di bidang
pemberangkatan haji Plus, tetapi jaringan ditanah suci Mekkah dan
Pelayanan Tergugat sudah tidak perlu lagi diragukan;
4. Bahwa sebagian benar dalil-dalil Para Penggugat pada butir 3,4,5,6 dan 7
Gugatannya, untuk kami tidak akan membantahnya;
5. Bahwa dalil Penggugat dalam Surat Gugatannya butir 10 dan 11, adalah
tidak benar dan sangat menyesatkan, karena Penggugat I dan II, dapat
berkomunikasi dengan staff (Riza Basri) baik pada jam kantor maupun
diluar jam kantor dan Tergugat selalu buka dan terbuka buat umum;
6. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 12, karena tidak benar dan tidak beralasan karena pada tanggal 6
Oktober 2012 itu, semua jemaah yang Visanya tidak keluar dikumpulkan
dan diberi keterangan secara terbuka dan diberi waktu untuk bertanya
secara langsung;
7. Bahwa dalil Penggugat dalam Surat Gugatannya butir 13, adalah tidak
benar dan sangat menyesatkan, karena sekali lagi Tergugat sampaikan
bahwa Tergugat adalah perusahaan yang sudah lama berdiri dan
keberadaannya sangat jelas jadi tidak benar dalil Penggugat tersebut;
8. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 14 dan 15 sebab tidak benar dan tidak beralasan karena Direktur
Utama Tergugat telah menyanggupi untuk membayar pengembalian uang
yang sudah disetor ke Tergugat, namun Para Tergugat menolak dengan
alasan harus disertai dengan uang ganti rugi sebesar Rp.50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah);
9. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 16,17, 18 dan 19, karena tidak benar dan tidak beralasan serta hanya
mencari keuntungan yang tidak berdasar hukum, karena itu haruslah
ditolak;
10. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 20 Gugatannya, karena tidak benar dan tidak berdasar
52
menuruthukum, mengenai tuntutan Penggugat yang meminta uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
hari harus ditolak, sebab bertentangan dengan Yurisprudensi Tetap
Mahkamah Agung RI No.791 K/Sip/1972, tertanggal 26 Pebruari 1973;
11. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Para
Penggugat butir 21, karena tidak benar dan tidak beralasan menurut
hukum, karena mengenai tuntutan Para Penggugat yang meminta sita
jaminan atas sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya kantor
dan usaha milik Tergugat di Jalan KH. Abdullah Syafii No.68, Bukit
Duri Tebet, harus ditolak, karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan
dalam ketentuan Pasal 227 HIR, yang kutipannya sebagai berikut : “ Sita
Jaminan hanya dapat dilakukan jika ada dugaan kuat bahwa seorang yang
berhutang berusaha menggelapkan atau membawa pergi barang bergerak
atau tetap dengan maksud agar tidak terjangkau oleh yang berpiutang”;
12. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 22 Gugatannya, karena putusan tersebut tidak ada kepentingan yang
mendesak, karena Tergugat telah menyediakan pembayaran dimuka
Penyidik Polda Metro Jaya, namun Para Penggugat menolak dan
meminta tambahan sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah),
sebagai ganti rugi.
Dalam Eksepsi :
1. Menerima dan mengabulkan seluruh Eksepsi yang diajukan
Tergugat;
2. Menyatakan bahwa Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet
Ontvankelijke Verklaard);
Dalam Pokok Perkara :
1. Menerima dan mengabulkan seluruh Jawaban yang diajukan oleh
Tergugat;
2. Menolak Gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat untuk seluruhnya
atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat
diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);
53
3. Menyatakan bahwa Tergugat untuk mengembalikan semua biaya yang
sudah diterimanya dari Para Pergugat sebesar Rp.141.086.000,- (Seratus
empat puluh satu juta delapan puluh enam ribu rupiah) dibayar secara
tunai, untuk selebihnya harus ditolak;
4. Menyatakan batal demi hukum uang konpensasi yang akan diberikan
Pergugat sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada setiap
Para Penggugat;
5. Menyatakan sita jaminan yang dimohonkan oleh Penggugat tidak sah dan
tidak berharga;
6. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini.
Dengan adanya jawaban Tergugat tersebut, selanjutnya Penggugat
telah menanggapi sebagaimana tersebut dalam Replik Penggugat tertanggal
10 Oktober 2013. Kemudian terhadap Replik Penggugat a quo, lebih lanjut
telah ditanggapi oleh Tergugat dalam Dupliknya tertanggal 17 Oktober
2013. Adapun bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya Penggugat
telah mengajukan bukti tertulis dan 2 (dua) orang saksi, yang telah
bersumpah. Adapun Tergugat mengajukan bukti tertulis untuk
mempertahankan sangkalannya. Penggugat dan Tergugat pada sidang
selanjutnya mengajukan kesimpulan masing-masing dan akhirnya kedua
belah pihak memohon putusan pengadilan.
2. Pertimbangan Hukum
Dalam pertimbangan Majelis Hakim, tentang pertimbangan hukum
dalam provisi, bahwa provisinya pihak Penggugat menuntut supaya
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan agar meletakan sita
jaminan (conservatoir beslag) atas harta kekayaan Tergugat berupa
sebidang tanah dan bangunan. Selama persidangan Penggugat tidak pernah
mengajukan bukti apapun tentang adanya dugaan tergugat mengalihkan
tanah dan bangunan tersebut, maka Majlis Hakim berperndapat tuntutan
provinsional para Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam surat gugatan Penggugat tersebut Tergugat mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya menuntut sebagai berikut :
54
1. Gugatan para Penggugat menambah dan mengubah surat gugatannya,
bahwa dalam gugatan para Penggugat aquo, identitas Tergugat dirubah
dari Direktur Utama menjadi Badan Hukum yakni PT. Assuryaniyah
Cipta Prima. Dan dalam petitum sebelum dirubah aquo tidak memohon
Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum akan tetapi digugatan
perubahan para Penggugat memohon agar Tergugat dinyatakan telah
melakukan perbuatan melawan hukum;
2. Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas, karena Penggugat mencampur
adukan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
3. Gugatan yang diajukan oleh para Penggugat tanpa dasar hukum,
mengada-ngada serta bertujuan hanya untuk mendapatkan keuntungan
financial semata.
Dalam eksepsi yang diajukan oleh Tergugat, Penggugat didalam
Repliknya memberikan tanggapan sebagai berikut:
1. Penggugat boleh dan diperkenankan melakukan perubahan selama belum
ada masuk kepada pokok perkara;
2. Perbuatan Tergugat telah menjanjikan akan melakukan dan bisa
memberangkat haji kepada para Penggugat, ternyata hanya dibohongi
para penggugat;
3. Tergugatlah yang telah melakukan penipuan.
Adapun mengenai eksepsi para pihak, maka Majelis Hakim
menerapkan ketentuan Pasal 160 RBg, dengan mempertimbangkan eksepsi
dimaksud bersama-sama pokok perkara dan berhubung dengan itu berikut
ini akan dibahas eksepsi dimaksud satu demi satu:
1. Eksepsi dan Petitum Penggugat dalam menambah dan mengubah surat
gugatannya.
Majlis Hakim berpendapat bahwa atas perubahan gugatan oleh
Penggugat tersebut diajukan sebelum Tergugat menyampaikan
jawabannya dan perubahan atau tambahan dari gugatan maka tidak
55
mengakibatkan perubahan dari posita dan Tergugat tidak dirugikan
dalam haknya, maka perubahan gugatan tersebut tidak bertentangan
dengan hukum acara perdata/.
2. Eksepsi dari gugatan Pengugat kabur dan tidak jelas.
Menurut Majlis Hakim karena Penggugat mencampur adukan antara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Bahwa dalam gugatan a
quo, posita gugatan sam sekali tidak relevan dan tidak mendukungh
petitum karena di dalam petitum gugatan Penggugat menuntut agar
pengadilan menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Akan tetapi pada dalil-dalil digugatannya mengenai wanprestasi.
3. Surat gugatan mengenai dasar tuntutan (fundamentum petendi)
Majlis Hakim berpendapat mengenai dasar tuntutan dimana dalam
gugatan tersebut telah menguaraikan tentang kejadian-kejadian dan
mengenai tentangh hukum baik adanya hak atau hubungan hukum
menjadi dasar yuridis.
4. Exceptio obscuur libel
Mengenai hubungan hukum antara para Tergugat diawali dengan
perjanjian, karena berjalannya hubungan anatara para Penggugat dan
Tergugat terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Tergugat yaitu dengan menyerahkan cek yang tidap dapat dicairkan oleh
para Penggugat.
Mengenai uraian pertimbangan di atas, maka Majlis Hakim gugatan
para Penggugat telah memenuhi syarat sebagai suatu surat gugatan atas
sebab telah menyebutkan identitas para pihak, dalili-dalil kongkrit tentang
hubungan hukum, dan mencantumkan tuntutan atau petitum.
Majlis Hakim selanjutnya bahwa jika ditelusuri kembali uraian
pertimbangan eksepsi sebagaimana telah dipaparkan diatas, ternyata bahwa
eksepsi pihak Tergugat tersebut dinyatakan ditolak.
Majlis Hakim dalam menanggapi pertimbangan dalam pokok
perkara dalam perkara ini, sedangkan dalam hal jawab menjawab antara
56
para pihak yang berselisish Majlis hakim pun menarik kesimpulan ada hal
yang diakui dan tidak disangkal oelh tergugat. Selanjutnya dalam hal yang
diakui dan tidak perlu dibuktikan lagi bahwa tergugat merupakan badan
hukum yang bergerak dibidang tour dan travel haji-umroh, penggugat
merupakan para pengguna jasa dari tergugat serta tergugat menjanjikan para
penggugat bisa berangkat haji pada bulan oktober, yang terakhir para
penggugat telah membayar biaya haji kepada tergugat tapi tidak sesuai
dengan apa yang dinbayangkan.
Adapun pokok sengketa antara para pihak berpekara yaitu
pengemabalian uang ongkos naik haji telah disetorkan dari Penggugat
kepada Tergugat telah dikembalikan kepada Tergugat kepada Penggugat.
Selanjutnya mengenai tergugat yang telah mengeluarkan sebuah Chaque
mundur sebesar Rp.998.000.000,-(Sembilan ratus Sembilan puluh delapan
juta rupiah) tapi pada kenyataannya Chaque tersebut tidak bisa dicairkan
kepada bank yang ditunjuk. Maka Majlis hakim pun mengatakan pihak
Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Mengenai tuntutan ganti rugi materiil Majlis Hakim terhadap
Penggugat I dan II berdasarkan pertimbangan dari bukti-bukti yang telah
diserahkan ke Majlis Hakim maka Majlis Hakim memberi hukuman kepada
Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.6.600.000,- (enam
juta enam ratus ribu rupiah) dan $ USD 13.400,- (tiga belas ribu empat ratus
Dollar AS), secara tunai dan sekaligus. Mengenai Penggugat III berdasarkan
pertimbangan dari bukti-bukti yang telah diserahkan ke Majlis Hakim maka
Majlis Hakim memberi hukuman kepada Tergugat untuk membayar
kerugian materiil sebesar Rp.68.510.000,- (enam puluh delapan juta lima
ratus sepuluh ribu rupiah), secara tunai dan sekaligus. Adapun untuk
Penggugat IV dan V berdasarkan pertimbangan dari bukti-bukti yang telah
diserahkan ke Majlis Hakim maka Majlis Hakim memberi hukuman kepada
Tergugat untuk membayar kerugian materiil sebesar Rp.87.616.000,-
(delapan puluh tujuh juta enam ratus enam belas ribu rupiah). Mengenai
57
kerugian-kerugian materiil lainnya Majlis Hakim ditolak karena tidak bisa
membuktikan dipersidangan.
Mengenai kerugian immaterial yang ditanggung oleh para
Penggugat, Majlis hakim menghukum Tergugat untuk membayar kerugian
immaterial sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) kepada setiap
Penggugat. Bahwa mengenai tuntutan Penggugat untuk menghukum
Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) untuk setiap harinya Majlis Hakim harus ditolak.
Selanjutnya Majlis Hakim mengabulkan untuk sebagian dan menolak
selebihnya atas tuntutan yang telah diajukan oleh Penggugat karena telah
membuktikan sebagian dalil gugatannya.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil atas pertimbangan hukum
oleh majlis hakim atas tuntutan Penggugat kepada Tergugat, dengan melihat
segala bukti-bukti dipersidangan yang telah diajukan oleh setiap yang
berpekara serta memperhatikan ketentuan hukum dan peraturan
perundangan-undangan yang bersangkutan. Maka Majlis Hakim pun
mengadili sebagai berikut:
Dalam Provisi:
Menyatakan tuntutan provisi tidak dapat diterima
Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi-eksepsi Tergugat
Dalam Pokok Perkara:
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum
terhadap para Penggugat;
Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil terhadap:
Penggugat I dan II sebesar Rp.6.600.000,- (enam juta enam
ratus ribu rupiah) dan $ USD 13.400,- (tiga belas ribu empat
ratus Dollar AS);
58
Penggugat III sebesar Rp.68.510.000,- (enam puluh delapan
juta lima ratus sepuluh ribu rupiah);
Penggugat IV dan V sebesar Rp.87.616.000,- (delapan puluh
tujuh juta enam ratus enam belas ribu rupiah);
Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immaterial
sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) kepada setiap para
Penggugat;
Tergugat mesti membayar biaya perkara sebsar Rp 516.000,- (lima
ratus enam belas ribu rupiah);
Menolak gugatan para Penggugat sebagian.
59
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SELATAN NOMOR
295/PDT.G/2013/PN.JKT.SEL
A. Analisis Pertimbangan Hukum oleh Majlis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan dalam Putusan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel
Di dalam pertimbangan hakim terhadap Putusan Pengadilan Jakarta
Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel penulis menganalisis bahwa,
beberapa tuntutan yang telah diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat
menyatakan bahwa pada putusan provisinya pihak Penggugat menuntut
supaya adanya sebuah sita jaminan terhadap harta kekayaan yang dimiliki
oleh tergugat berupa sebidang tanah dan bangunan tetapi Majlis Hakim
mengatakan selama persidangan berlangsung Pihak Penggugat tidak pernah
mengajukan Bukti apapun tentang adanya dugaan ini maka tuntutan
Provisionalnya dinyatakan tidak dapat diterima. Menurut penulis apa yang
dilakukan Majlis Hakim kurang tepat karena dalam hal ini semestinya adanya
tindakan sita jaminan terhadap terhadap harta kekayaan badan hukum ini
yaitu berupa bangunan dan sebidang tanah. Sedangkan dasar hukumnya
adalah pada Pasal 25 ayat 2 butir b UUPK menyatakan:
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan /atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
tersebut; b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi
yang diperjanjikan.
Sedangkan yang dimaksud disini adalah bahwa kewajiban
menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual yang dimaksud tidak
tergantung ada atau tidaknya ditentukan dalam perjanjian.1
Selanjutnya mengenai pertimbangan Hakim mengenai hubungan
hukum antara para yang berpekara yang diawali dengan perjanjian, yang
menimbulkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat yaitu
tergugat telah menyerahkan cek yang kenyataannya cek tersebut tidak dapat
1 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (PT Raja
Grafindo Persada: Jakarta, cet. 2, 2004), hlm. 157.
60
dicairkan oleh para Pengguga.2 Berbeda jauh dengan apa yang dikatakan oleh
Majlis Hakim sebelumnya mengatakan telah mencampuradukan perbuatan
melawan hukum dengan wanprestasi.3 Menurut penulis Majlis Hakim tidak
konsisten apa yang dikatakan sebelumnya bahwa sudah tepat apabila para
Penggugat mengatakan kepada Majlis Hakim bahwa memohon agar Tergugat
telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka dari itu menurut Penulis
juga Gugatan para Penggugat tidaklah kabur dan sangat jelas kalaupun
memang ditengah-tengah persidangan kasus ini mengarah kewanprestasi juga
betul karena akiba transaksi oleh konsumen yang dimana mengalami kerugian
akibat menggunakan jasa perjalanan biro haji khusus ini.
Mengenai pendapat Majlis Hakim yang mengatakan dalam
tuntutannya para Penggugat lebih terkait kewanprestasi, maka Sebagaimana
Penyelenggaraa perjalanan ibadah haji khusus yang didalam bersengketa ini
yang gagal memberangkatkan calon jemaah haji khususnya ini dapat
dikatakan atau termasuk dalam sebuah tindakan atau perbuatanan wanprestasi
dalam ranah hukum perdata karena pihak penyelenggara telah melakunkan
perbuatan yang dapat dikategorikan sebagi perbuatan wanprestasi, yaitu:
1. Penyelenggara perjalanan ibdah haji khusus tidak memenuhi
kewajibannya untuk memberangkatkan para calon jemaah haji yang
mendaftar ditravel Tergugat;
2. Penyelenggara perjalanan ibadah haji khusus terlambat dalam memenuhi
kewajibannya untuk memeberangkatkan calon haji nya;
3. Penyelenggara ibadah haji khusus tidak sesuai dengan janji yang
dikemukan disaat para Penggugat mendaftar sebagimana kewajiban untuk
memberangkatkan calon jemaah haji;
Maka pada kasus ini bahwasanya pihak Travel disini telah melanggar
perjanjiannya yang dimana pihak travel telah menjanjikan bisa memberangkat
2 Lihat Putusan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Se, hlm. 37.
3 Lihat Putusan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, hlm. 37.
61
para Penggugat ketanah suci pada tahun 2012, akan tetapi disini juga pihak
Travel melanggar beberapa hak para konsumen yaitu:
a. Hak untuk memperoleh informasi
Mengenai hak untuk memperoleh informasi yang dilanggar ialah pada
saat para Penggugat yang dimana mencari kepastian keberangkatnya
kepada pihak travel seperti memberi kepastiaan yang hanya
menyenangkan sesaat saja untuk para Penggugat, hingga sampai pihak
Direktur pun susah ditemukan hanya sekedar para Penggugat menanyakan
kepastiaan berangkat serta disini pihak Tergugat tidak ada rasa beriktikad
baik kepada para calon jemaah haji sampai mau ditemukan saja susah
sekali, menurut penulis disini pihak Travel melanggar Pasal 7 UUPK
yang menyatakan: kewajiban pelaku usaha adalah a. Beritikad baik
dalam melakuakan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang
benar, jelas dan jujur menganai kondisis dan jaminanan barang dan/atau
jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan , dan
pemeliharaan. Mengenai kewajiban pelaku usaha yang mesti memiliki
jiwa beritikad baik dalam kegiatan usahanya merupaka asas satu yang
dikatakan dalam hukum perjanjian. Dalam UUPK tampak bahwa iktikad
baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan
dalam melakukan kegiatan ushanya.4 Sedangkan mengenai pentingnya
penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu
produk agar pihak konsumen disini tidak salah terhadap apa yang
dipilihnya5, lebih khususnya mengenai kepastiaan para konsumen yang
mendaftarakan dirinya kepada pihak travel haji pada kasus ini.
b. Hak untuk memdapatkan jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya
Selanjutnya mengenai hak ini yang dilanggar oleh pihak travel adalah
karena pihak Penggugat telah jelas-jelas melakukan pembayaran biaya
haji kepada Tergugat dan pada kenyataan para Penggugat tidak
diberangkatakan haji oleh Tergugat. Menurut penulis para Tergugat telah
4 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, hlm. 54.
5 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, hlm. 56.
62
melanggar kewajibannya yang dimana telah ditentukan pada pasal Pasal 7
UUPK menyatakan “kewajiban pelaku usaha adalah memperlakukan atau
melayani konsumen secara benatr dan jujur serta tidak diskriminatif.”
Setelah hak konsumen atau Penggugat yang dilanggar oleh Tergugat
diatas maka akan timbul beberapa yang disebabkan karena hal wanprestasi
yang dilakukan oleh Tergugat atas janji yang diberikan beberpa pihak
Penggugta yang menjanjikan bisa memberangkatkan pada tahun 2012 dengan
konsekwensi biaya yang ditanggung para Penggugat cukuplah mahal. Maka
sebagaimana pokok sengketa menurut Majlis Hakim adalah apakah
pengembalian uang ongkos naik haji yang telah disetorkan bisa dikembalikan
oleh Tergugat kepada para Penggugat.
Maka ganti kerugianlah yang menjadi dasar karena adanya
wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau
kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau
kewajiban jaminan atau garansi dalam perjanjian. Dalam pelaksanaan
penyelenggaraan ibadah haji khusus faktor batal berangkatnya calon jamaah
haji khusus tersebut dapat disebabkan oleh kesalahan yang diakibatkan oleh
travel agent atau pemerintah. Kesalahan yang diakibatkan karena kesalahan
pemerintah ini biasanya dikarenakan oleh pengurangan kuota
pemberangkatan jemaah haji yang disebabkan oleh pengurangan sepihak
yang dilakukan oleh pemerintahan Arab Saudi. Terkait dengan gagal
berangkatnya calon jemaah haji yang diakibatkan pengurangan kuota, maka
calon jemaah haji yang gagal tersebut akan mendapatkan prioritas
keberangkatan untuk tahun berikutnya.
Ganti kerugian kegagalan berangkat calon jemaah haji yang
disebabkan oleh kesalahan travel agent apalagi ada unsur penipuannya yaitu
calon jemaah haji belum masuk dalam daftar list keberangkatan yang ada di
Kementerian Agama, maka calon jemaah haji yang merasa dirugikan tersebut
dapat melakukan tuntutan terhadap travel agent tersebut baik secara perdata
maupun pidana.
63
Hal tersebut di atas tentu tidak lepas dari tanggung jawab pelaku
usaha disaat mereka dipercayakan oleh konsumen dalam memenuhi
pelayanan jasa. Sebagaimana UUPK memberikan dasar hukumnya pada Pasal
16 butir b menyatakan: “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau
jasa melalui pesanan dilarang untuk : tidak menepati pesanan dan/atau
kesepakatan untuk penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan; tidak
menepati yang janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi”. Dasar hukum
selanjutnya pada Pasal 4 huruf g yang menyatakan : “Konsumen memiliki
pemikiran bahwa apa yang ditawarkan oleh pelaku usaha semua terpenuhi
tanpa adanya kekurangan sekalipun serta dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif”.
Pada dasar yuridis diatas mengenai kewajiban pelaku usaha untuk
menepati janji yang telah dilontarkan kepada para konsumen khususnya
kepada calon Jemaah haji yang mendaftrakan dirinya kepada pihak travel
haji., sampai ada jemaah haji yang hanya ingin pergi haji dengan cepat
sampai mengeluarkan biaya yang sangat mahal tetapi travel yang menjanjikan
memberangkatkan sesuai biaya yang dikeluarkan oleh jemaah haji tidak
sesuai dengan yang dijanjikannya.
Jadi perbuatan tidak menepati pesanan dan/atau tidak menepati
kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan, termasuk
tidak menepati janji atas pelayanan dan/atau prestasi, tidak saja dapat dituntut
berdasarkan wanprestasi tetapi lebih dari itu dapat dituntut atas dasar
perbuatan melawan hukum.6 Maka sangat jelas apabila Tergugat menurut
penulis apabila majlis hakim juga menjatuhkan hukuman selain tuntutan
wanprestasi dan juga melawan hukum.
Selain Pasal pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatas
yang menurut penulis dilarang ada beberapa pasal yang dilarang oleh pihak
Tergugat yaitu tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian yang ditimbulkan
atas kesalahan yang ditimbulkan oleh pihak Tergugat karena sudah tidak
sesuai dengan apa yang dijanjikan disaat para Penggugat mendaftrakan
6 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, hlm. 101.
64
dirinya dalam transaksi bisnis Biro Perjalanan Haji Plus. Menurut penulis
apabila seseorang disaat keinginannya melaksanakan haji maka akan timbul
dimata masyarakat status sosial, selain para calon jemaah haji mengeluarkan
biaya dalam materil dalam membayar biaya haji tetapi juga para calon haji
juga mengeluarkan biaya lain seperti rasa tasyakuran sebelum calon jema’ah
haji berangkat.
Maka disaat itu pula apabila si calon Jema’ah haji tidak jadi berangkat
ke Tanah Suci menurut penulis juga akan timbul kerugian dalam segi materiil
maupun immateril, apa yang dilakukan oleh para Penggugat dalam dalil
tuntutannya dalam gugatan yaitu mereka mendapatkan kerugian dalam
materil dan immateril. Menurut penulis apa yang dilakukan para Penggugat
sudah benar, jadi Tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap UUPK
pada Pasal 19 yang menyatakan “pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian
konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”. Menurut penulis berdasarkan pasal diatas tidak hanya
kerugian dalam materil tapi semestinya juga mengabulkan kerugian yang
diderita oleh para Penggugat dalam hal immateril, hal ini sebagaimana
subtansi dari pasal ini yaitu suatu pertanggung jawaban pelaku usaha tidak
hanya kerugian materiil akan tetapi meliputi segala kerugian yang dialami
konsumen.
Maka dari penjelasan Pasal 16 ayat 1 pada UUPK tindakan Hakim
menerima juga tuntutan pada gugatan para Penggugat yang merasa kerugian
Immaterial yang dimana mereka mendapatkan beban mental, sikis di tengah
masyarakat karena tidak jadi berangkat haji. Karena atas kerugian immateriil
yang ditimbulkan banyak sekali menurut penulis ditimbulkan karena hal ini
sebagaimana contohnya ada calon jemaah haji yang karena sudah
melaksanakan tasyakuran atas ingin berangkat haji tapi pada akhirnya tidak
jadi berangkat mereka sampai jadi malu keluar rumah dan ada yang lebih
parahnya ada yang jatuh sakit sebab batal berangkat ke Tanah Suci.
65
Mengenai tuntutan pada angka 7 yang menolak agar pihak Tergugat
agar dapat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp
10.000.000.- untuk setiap harinya apabila lalai untuk mentaati putusan dalam
perkara ini.7 Maka menurut penulis semestinya Hakim menerima dalil
tuntutan para Penggugat karena memberikan sikap preventif apabila pihak
Tergugat suatu hari tidak mentaati putusan pengadilan, bahwa apa yang
dilakukan oleh para penggugat adalah sikap berhati-hati apabila timbulnya
kerugian. Selain kewajiban untuk berhati-hati bukan hanya dibebankan
kepada produsen, tetapi juga kepada konsumen juga, sebagaimana menurut
Knottembelt bahwa kewajiban untuk berhati-hati ini bukan hanya
dibebankan kepada produsen berdasarkan kepatutan, tapi juga kewajiban ini
ditunjukan juga terhadap sebagai pencegahan timbulnya kerugian.8
Menurut penulis selain pihak Tergugat mendapatkan sanksi dalam hal
membayar ganti rugi dalam segi materiil ataupun immateriil kepada setiap
Penggugat semestinya pihak Majlis Hakim juga menjatuhkan hukuman dalam
sanksi administratif karena pihak Tergugat telah jelas melanggar Pasal 19
UUPK. Adapun landasan hukum bagi penulis mengatakan pihak Tergugat
Mesti dijatuhkan sanksi administratif yaitu sebagaimana Pasal 60 UUPK.
Selama ini dalam praktik peradilan umum dalam hal menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku, maka dalam hal ini semestinya Majlis Hakim
pada putusannya memerintakna isntasi penerbit izin usaha untuk melakukan
pencabutan izin usaha kepada pihak Tergugat yang bersangkutan.9
Adapun landasan hukum yang mendukung Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dalam melihat sanski administratif bagi Tergugat
adalah pada Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Selanjutnya menurut penulis Tergugat disini
telah melanggar ketentuan pasal 40 Undang-Undang No. 13 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu penyelenggara ibadah haji
khusus berkewajiban memberikan pelayanan dalam hal memberangkatkan,
7 Dilihat pada Putusan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, hlm. 43.
8 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, hlm. 177.
9 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, hlm. 273.
66
memulangkan dan melayani jemaah haji sesuai dengan perjanjian yang
disepakati antara penyelenggara dan jemaah haji.
Sangat jelas menurut penulis pihak tergugat semestinya juga
mendapatkan sanksi administratif karena telah jelas Tergugat tidak
menjalankan kewajibannya pada Pasal 40 Undang-Undang No. 13 Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, maka dari itu pihak Tergugat
melanggar Pasal 41. Adapun sanski administratif yang mesti didapat oleh
Tergugat sesuai dengan tingkatan kesalahannya, yang berupa:
a. Peringatan;
b. Pembekuan izin penyelenggara; atau
c. Pencabutan izin penyelenggara.
Adapun sanski administratif ini bukan ditugaskan oleh BPSK (Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen) karena dalam hal ini yang berwenang
dalam memberikan sanski administratif yaitu pihak Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang mana dibawah Kementerian
Agama RI.
B. Dampak Hukum Yang Ditimbulkan Atas Putusan No.
295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel
Mengenai dampak hukum yang ditimbulkan atas putusan pengadilan
ini yang telah berkuatan hukum tetap bagi penulis memiliki dampak bagi
pelaku usaha dibidang biro perjalanan haji di Indonesia serta bagi pelaku
usaha yang sedang bersengketa pada putusan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
maka dari itu dengan hasil putusan ini bisa sebagai hukum baru atau
yurispudensi.
Sebagaimana hasil putusan yang diberikan oleh Majlis hakim sendiri
ada beberapa yang menurut penulis juga masih kurang tepat yaitu dalam hal
pihak Majlis Hakim yang tidak menerima sebagian gugatan pihak Penggugat
dalam hal Sita Jaminan (conservatoir beslag). Adapun menurut Majlis Hakim
Mengatakan dalam persidangan “selama persidangan pihak penggugat tidak
67
pernah mengajukan bukti apapun tentang adanya dugaan tergugat
mengalihkan tanah dan bangunan tersebut, maka Majlis Hakim berpendapat
provinsional para Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
Dalam hal ini pihak penulis berpendapat mengenai pendapat Majlis
Hakim diatas, yaitu menurut penulis semestinya pihak majlis hakim
menerima gugatan mengenai Sita jaminan (conservatoir beslag) apa dasar
dari pendapat penulis salah satunya pada Pasal 25 ayat 2 butir a dan b UUPK
adalah
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan /atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
tersebut; a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas perbaikan b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau
garansi yang diperjanjikan
Selanjutnya, dalam memberikan Sita jaminan ini para penggugat pun
melakukan tindakan preventif (pencegahan) apabila pihak Tergugat dilain
waktu tidak melaksanakan keputusan Majlis Hakim pada Pengadilan negeri
Selatan. Pada Pasal 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan konsumen memiliki landasan
dalam memberikan perlindungan bagi konsumen diantaranya :
a. Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan ialah agar pelaku usaha maupun si konsumen sendiri
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan monsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.10
Dengan asas diatas penulis setuju apabila pihak Penggugat dalam
Gugatannya meminta untuk mengabulkan mengenai sita jaminannya dalam
hal bangunan dan tanah pihak travel PT. Assuryaniyah Cipta Prima. Karena
agar ada kepastian hukum apabila dilain waktu pihak Tergugat tidak menepati
10
Badan Perlindungan Konsumen Nasional, “Perlindungan Konsumen Indonesia”,
(Jakarta : 2005, Cet. 2), hlm. 5.
68
janjinya dalam membayar segala ganti rugi kepada para Penggugat dalam
Kerugian Materil dan Immateril.
Kemudian dasar hukum selanjutnya yang menguatkan menurut
penulis bagi Majlis Hakim mengabulkan gugutan Penggugta. Yang dimana
terdapat dalam “kewajiban pelaku usaha” dalam UUPK dalam Pasal 7 yang
isinya sebagai berikut :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan
penggunaan perbaikan, dan pemeliharaan ;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,
secara tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa
yang berlaku;
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberikan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Pada isi Pasal di atas sangat jelas ada penjelasan mengenai pihak
travel dalam memberikan jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau diperdagangkan. Menurut penulis ada dasar Majlis Hakim dalam
mengabulkan Gugatan para Penggugat, yaitu tergugat dalam menjalankan
kegiatan usahanya tidak ada itikad baik selama para Penggugat dalam
mencari informasi kejelasan keberangkatannya seperti memberi kepastiaan
69
yang hanya menyenangkan sesaat saja untuk para Penggugat, hingga sampai
pihak Direktur pun susah ditemukan hanya sekedar para Penggugat
menanyakan kepastiaan berangkat serta disini pihak Tergugat tidak ada rasa
beritikad baik kepada para calon jemaah haji sampai mau ditemukan saja
susah sekali.
Sebagaimana, Majlis Hakim katakan dalam pertimbangannya
mengenai Sita Jaminan (conservatoir beslag) selama persidangan Penggugat
tidak pernah mengajukan bukti apapun tentang adanya dugaan tergugat akan
mengalihkan tanah dan bangunan. Menurut penulis memang selama
persidangan tidak ada bukti dari penggugat bahwa Tergugat melakukan
tindakan yang sebagaimana Majlis Hakim katakan, tetapi semestinya Majlis
Hakim Melihat dari sudut pandang lain berupa tindakan preventif apabila
dilain waktu pihak Tergugat ada indikasi mengalihkan tanah dan
bangunannya, adanya tindakan tidak beritikad baik selam para Penggugat
mencari kejelasan keberangkatan hajinya sampai-sampai direktur PT
Assuryaniyah Cipta Prima sulit ditemui.Oleh karena itu, semestinya Majlis
Hakim menerima gugatan para Penggugat yaitu adanya Sita Jaminan
(conservatoir beslag).
Selanjutnya, Majlis Hakim yang menyatakan Tergugat telah
melakukan melawan hukum terhadap para Penggugat. Menurut penulis pihak
Tergugat semestinya menjalankan prinsip-prinsip tanggung jawab , yang
mana didalam kasus ini pihak Tergugat harus menjalankan salah satu prinsip
tanggung jawab sebagai berikut:
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan11
Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung
jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dialakukannya.
Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan
melawan hukum, menyatakan mesti memenuhi 4 unsur pokok, yaitu:
a. Adanya perbuatan;
11
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 92-98.
70
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Istilah “kesalahan” disini ialah unsur yang bertentangan dengan
hukum. Adapun pengertian “hukum’, tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang akan tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.
Pada asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 Herziene Indonesische
Reglement (HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) dan
Pasal 1856 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Serta ketentuan yang
telah dipaparkan di atas sejalan dengan teori umum dalam hukum acara yakni
asas audi et altern partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak
yang berkara.
Selanjutnya, atas keputusan Majlis Hakim terhadap Penggugat yang
mengabulkan beberapa gugatanya antara lain: Pertama, pembayaran ganti
rugi dalam hal materil yang berupa pengembalian segala uang yang
digunakan selama mendaftarkan dirinya kepada Tergugat, pembelian tiket
untuk pelaksanaan manasik haji, pembelian perlengkapan haji, dll. Selain
pembayaran ganti rugi dalam materiil, Majlis Hakim mengabulkan gugatan
para Penggugat yang berupa ganti rugi immateriil artinya ganti rugi dalam hal
rasa kecewaan, malu, serta rasa yang menimbulkan depresi setelah tahu tidak
jadi berangkat pergi haji.
Ganti rugi materiil bagi para penggugat, merupakan hak bagi
konsumen itu sendiri yang mana tertuang dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4, sebagai berikut:12
a) Hak Konsumen Mendapatkan Keamanan;
b) Hak untuk Mendapatkan Informasi yang Benar;
c) Hak untuk Didengar;
d) Hak untuk Memilih;
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, hlm. 32-40.
71
e) Hak untuk Mendapatkan Produk Barang dan/atau Jasa Sesuai
dengan Nilai Tukar yang Diberikan;
f) Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi;
g) Hak untuk Mendapatkan Penyelesaian Hukum;
h) Hak untuk Mendapatkan Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat;
i) Hak untuk Dilindungi dari Akibat Negatif Persaingan Curang;
j) Hak untuk Mendapatkan Pendidikan Konsumen.
Atas dasar Pasal 4 UUPK diatas maka pihak Tegugat memiliki
kewajiban untuk menjalankan keputusan Majlis Hakim dalam membayaran
ganti rugi materiil maupun immateril. Karena didalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang mana sebagai landasan hukum bagi setiap
subyek hukum, maka konsekuensi dari hak konsumen yaitu “kewajiban
pelaku usaha” yang diatur dalam UUPK dalam Pasal 7 yang isinya sebagai
berikut:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan
penggunaan perbaikan, dan pemeliharaan ;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,
secara tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa
yang berlaku;
e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
72
g. Memberikan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Selanjutnya, mengenai putusan Majlis Hakim mengenai biaya perkara
maka dari itu apa yang Majlis Hakim putuskan sudah sangatlah adil. Bahwa
biaya perkara ditanggung oleh si Tergugat, karena gugutan Penggugat
dikabulkan sebagian dan para Tergugat sebagai pihak yang kalah. Hal ini,
sebagaimana sesuai ketentuan pasal 181 HIR biaya perkara haruslah
dibebankan kepada Tergugat.
Maka dari itu, pihak Tergugat disini setelah keputusan yang telah
berkekuatan hukum tetep ini diwajibkan untuk menjalankan hasil Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Serta memiliki itikad baik juga dalam
menjalankan hasil Putusan, karena Kewajiban si pelaku usaha yang beritikad
baik dalam kegiatan usahanya merupakan salah satu bagian hukum
perjanjian. Yang dimana ketentuan tentang beritikad baik ini dalam Pasal
1338 ayat (3) BW bahwa perjanjian dalam kegiatannya dengan itikad baik.
Beritikad baik yang dimaksud disini sebagaimana hasil putusan ini,
yaitu: Pertama, pembayaraan ganti rugi dalam hal materil maupun immaterii.
Kedua, membayar biaya perkara selama bersidangan persidangan
berlangsung. Ketiga, menerima segala hasil putusan yang mana menolak
eksepsi-eksepsi Tergugat.
Maka dari itu, dari hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
yang dalam kasus ini antara para calon jemaah haji PT Assuryaniyah Cipta
Prima disini sebagai Penggugat dan PT Assuryaniyah Cipta Prima disini
sebagai Tergugat. Menurut penulis sudah cukuplah adil bagi penggugat yang
telah mendapatkan rasa kekecewaan dari pihak travel, akan tetapi menurut
penulis untuk kedepannya Majlis Hakim dalam memberikan putusan agar
lebih berat karena agar tidak ada kedepannya para pelaku usaha yang
bergerak di bidang jasa travel haji melakukan tindakan yang sama seperti
kasus ini.
73
Selanjutnya, dengan hasil yang sudah cukup adil ini walaupun masih
ada yang menurut penulis masih kurang dalam menjatuhkan sanksi-sanksi
didalam putusan ini. Agar putusan ini dihormati oleh beberapa pihak dan
juga bisa sebagai pengetahuan bagi setiap masyarakat dalam mencari travel
biro perjalanan haji.
Selain itu, pihak yang terkait dalam mengurusi masalah
penyelenggaran haji di indonesia kedepannya agar lebih bisa selektif dan
berani dalam memberikan sanksi-sanksi bagi biro perjalanan haji yang
terindikasi dan terbukti melakukan perlanggaran. Kedepannya pula untuk PT
Assuryaniyah Cipta Prima khususnya dan umumnya travel haji lainnya agar
meresapi dalam praktek menjalankan penyelenggara haji berdasarkan asas-
asas perlindungan konsumen di Pasal 2 UUPK, sebagaimana berikut:
a. Asas Manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa setiap upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku
usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Dimaksudkan segala partisipasi rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan dapat memberikan kesempatan serta perlakuan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memeperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Maksudnya ialah memberikan kemerataan ataupun keseimbangan
antara keperluan ataupun kepentingan si konsumen itu sendiri,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan si konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaat atas barang dan/atau jasa yang dimana dikonsumsi
74
maupun digunakan mendapatkan jaminan atas keselamatan dan
keamanannya.
e. Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan ialah agar pelaku usaha maupun si konsumen sendiri
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan monsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.13
13
Badan Perlindungan Konsumen Nasional, “Perlindungan Konsumen Indonesia”,
(Jakarta : 2005, Cet. 2), hlm. 5.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang Perlindungan Hukum Bagi Jemaah Haji
Khusus PT. Assuryaniyah Cipta Prima (Analisis Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel), maka dapat penulis
simpulkan di antaranya:
1. Pertimbangan hakim dalam putusan sudah adil, akan tetapi masih ada
menurut penulis yang masih kurang dalam mengambil keputusan.
Menurut penulis masih kurang sesuai dengan Undang-Undang yang
yang ada, semestinya Majlis Hakim selain menjatuhkan sanksi Materil
dan immateriil sebagaimana Penggugat layangkan dalam gugatannya.
Majlis Hakim pun jatuhkan sita jaminan atas harta benda Tergugat agar
ada jaminan apabila Tergugat tidak menepati segala apa yang Majlis
Hakim Putuskan. Dan juga masih kurangnya sanksi menurut penulis
yaitu sanksi administratif sebagaimana yang ada dalam Undang-
Undang haji yang di antaranya: peringatan, pembekuan, pencabutan izin
penyelenggara haji.
2. Atas putusan ini memiliki dampak bagi beberapa pihak salah satunya
untuk si Tergugat yaitu keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap
ini bisa dijalankan dan melaksanakan putusan pengadilan dalam ganti
rugi materiil dan immateriil. Selanjutnya untuk masyarakat agar
menjadi pengetahuan dalam mencari travel haji agar melihat secara
mendalam sebelum mendaftarkan dirinya kesuatu travel haji.
B. Saran
1. Menurut saya semestinya pihak travel PT Assuryaniyah Cipta Prima
menjalankan beberapa asas dalam perlindungan konsumen, yang
dimana salah satu asas didalamnya yaitu asas Manfaat yang dimana
semestinya pihak travel disini yang sebagai salah satu subyek yang ada
76
didalam perlindungan konsumen maka mesti memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan para calon jemaah haji ataupun
pihak travel PT Assuryaniyah Cipta Prima sendiri serta travel yang
lainnya;
2. Pelaku usaha Travel biro perjalanan haji khusus yaitu PT Assuryaniyah
Cipta Prima melakukan tinjauan ulang terhadap kinerja pelayanan
kepada para calon jemaah haji selanjutnya, agar kejadian seperti ini
tidak terulang lagi dan tidak menimbulkan kerugian bagi para calon
jemaah haji yang mendaftarkan kepada PT Assuryaniyah Cipta Prima
serta kerugian juga bagi perusahaan anda dan Para calon jemaah haji
yang ingin mendaftar, dalam memilih Travel Biro perjalanan haji
khusus atau umroh maka harus berhati-hati dan juga melihat apakah
biro perjalanan haji khususnya dalam memberikan pelayanan benar-
benar prima dengan menanyakan secara detail kepada para
penyelenggara swasta.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Ikhwan, dkk, Ensiklopedi Haji & Umrah, PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2002.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta :
Rineka Cipta, 2006, Cetakan-13.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Perlindungan Konsumen Indonesia,
Jakarta : 2005, Cetakan-II.
Bintang, Sanusi dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Dan Bisnis, Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2000.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Fiqih
Haji, Departemen Agama RI : Jakarta, 2002.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji,
Bunga Rampai-Perhajian II, Departemen Agama RI : Jakarta, 2001.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji,
“Kebijaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji”, (Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia, 2004.
Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, Haji Dari Masa Ke Masa,
Jakarta : DirJen Penyelenggara haji dan Umrah Kementrian Agama, 2012.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan Umroh, “Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Pendaftaran Haji, Dokumen Dan Perlengkapan Haji,
Akomodasi Da Katering Haji Serta Transportasi Dan Perlindungan Jemaah Haji)”,
(Jakarta: Kementerian Agama RI, 2011.
Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji Dan Umroh, Intisari Langkah-Langkah
Haji, Jakarta : Ditjen PHU, 2010.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010.
78
Fathurahman, A. Machfudz, Profesionalisme Dan Kualitas Pelayanan-Telaah
Implementasi Dalam Penyelenggaran Ibadah Haji Di Arab Saudi Tahun 2002 S.D Tahun
2005, Jakarta : BALITBANGH Dan DIKLAT Departemen Agama, 2006.
Gayo, M. Iwan, Buku Pintar (Haji Dan Umroh), Jakarta : Pustaka Warga Negara,
2003.
Hadi, Sutrisno, Metodelogi Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990.
Harahap, Sumuran, Kamus Istilah Haji Dan Umroh, Mitra Abadi Prees : Jakarta,
2008.
Hartono, Sunaryati, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung : Bina
Cipta, 1982.
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, 2002, Cetakan Ke-12.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar
Grafika, 2011.
Kusumaatmadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Bina Cipta,
1977.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010, Cetakan-VI.
Miru, Ahmad Dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Nasution, Az (Ed.), 2005, Pedoman Standar Interpensi UU No. 8/ 1999 L.N 1999
NO. 42 T.L.N 1999 No. 3821, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Nasution, Az, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Daya
Widya, 2001.
Nasution, Az., Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Diadit Media, 2001.
Nidjam, Achmad Dan Alatief, Manajemen Haji, Studi Kasus Dan Telaah
Implementasi Knowledge Worke, Jakarta : Zikrul Hakim, 2001.
79
Permadi, Pola Sikap Masyarakat Terhadap Masalah Perlindungan Konsumen,
Dalam Makalah Simposium Aspek-Aspek Masalah Perlindungan Konsumen, Jakarta :
BPHN, 1980.
Rakhman, Edy Aulia, “Efektivitas Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada
Konsumen Haji (Studi Di Kabupaten Sidoarjo), Tesis S-2 Fakultas Hukum, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2005.
Rohman, Abdul dkk, Pendidikan agama Islam, Purwokerto : Universitas Jenderal
Soedirman, 2006.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : PT Grasindo, 2006.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003.
Sholeh, Asrorun Ni’am, Fikih Haji (Ajaran, Praktek, Dan Pengalaman), Jakarta :
Fakultas Hukum Dan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesi”, Bandung : PT
Citra Aditiya Bakti, 2010, Cetakan ke -2.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Peran dan Pengguna Kepustakan di Dalam
Penelitian Hukum, Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta,
2011.
Wirawan, Profesi Dan Standar Evaluasi, Jakarta : Yayasana Bangun Indonesia &
UHAMKA Press, 2002.
Media Massa dan lain-lain
http://www.daftarhajiumroh.com/travel-umroh-haji-assuryaniyah-cipta-prima/ .
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/28/173565998/Daftar-Biro-Haji-dan-
Umrah-Bodong .
80
LAMPIRAN
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANGPERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan perekonomian nasional opada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/ jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepatian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar;
d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab;
e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum memadai
Halaman 1
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat peraturan perundangundangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;
g. bahwa untuk itu perlu dibentuk undangundang tentang perlindungan konsumen.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945
Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam undangundang ini yang dimaksud dengan : 1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Halaman 2
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia. 9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non
pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Halaman 3
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3Perlindungan konsumen bertujuan : a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut
hakhaknya sebagai konsumen; d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian PertamaHak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4Hak konsumen adalah : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Halaman 4
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Pasal 5Kewajiban konsumen adalah : a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Bagian KeduaHak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah : a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
Halaman 5
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Pasal 7Kewajiban pelaku usaha adalah : a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
BAB IV
PERBUATAN YANG DILARANGBAGI PELAKU USAHA
Pasal 8 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
Halaman 6
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Halaman 7
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 9 (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah: a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia; f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu; i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain; j. menggunakan katakata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap; k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.
Halaman 8
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 10 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa; b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa; c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa; d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11 Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan; a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah telah memenuhi standar mutu
tertentu;b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolaholah tidak mengandung cacat
tersembunyi; c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain; d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain; f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
Pasal 12 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku
Halaman 9
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13 (1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cumacuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk: a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa; c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pasal 15 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal 16
Halaman 10
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk: a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan; b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal 17 (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau
jasa; d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan; f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai
periklanan. (2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).
BAB VKETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18 (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
Halaman 11
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini.
Halaman 12
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VITANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
Halaman 13
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggungjawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 23 Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1),ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal 24 (1) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila: a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun
atas barang dan/atau jasa tersebut; b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Halaman 14
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurangkurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan; b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27 Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila: a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;
Halaman 15
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. cacat barang timbul pada kemudian hari; c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen; e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya
jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal 28 Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggungjawab pelaku usaha.
BAB VIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 29 (1) Pemerintah bertanggungjawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi upaya untuk:
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
Halaman 16
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; c. meningkatnya kualitas sumberdaya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian KeduaPengawasan
Pasal 30
(2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
(3) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(4) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(5) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari peraturan perundangundangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(6) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
(7) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Halaman 17
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 32 Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 33 Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Pasal 34 (1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan
Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas: a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen; b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen; c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat; e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
Halaman 18
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35 (1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiriatas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurangkurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyakbanyaknya 25 (duapuluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat RepublikIndonesia.
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama (3) tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.
Pasal 36 Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur: a. pemerintah;
Halaman 19
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
b. pelaku usaha; c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; d. akademis; dan e. tenaga ahli.
Pasal 37 Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah: a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat;c. berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan f. berusia sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 38 Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena: a. meninggaldunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; c. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia; d. sakit secara terus menerus; e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau f. diberhentikan.
Pasal 39 (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen, Nasional dibantu
oleh sekretariat. (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang
diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional. (3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Halaman 20
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 40
(1) Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk
perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.(2) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Pasal 41
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 42 Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pasal 43 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IXLEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT
Pasal 44 (1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat.
Halaman 21
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan: a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehatihatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen; d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen; e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian PertamaUmum
Pasal 45
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Halaman 22
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undangundang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Pasal 46
(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KeduaPenyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Halaman 23
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Bagian KetigaPenyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
BAB XIBADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II
untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. (2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat; c. berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; f. berusia sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Halaman 24
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.
(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikitdikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyakbanyaknya 5 (lima) orang.
(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 50 Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas: a. ketua merangkap anggota; b. wakil ketua merangkap anggota; c. anggota.
Pasal 51 (1) Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat. (2) Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat. (3) Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 52 Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi: a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
Halaman 25
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undangundang ini; e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undangundang ini; i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undangundang ini. Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal 54 (1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian
sengketa konsumen membentuk majelis.
Halaman 26
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
(2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikitsedikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.
(3) Putusan majelis final dan mengikat. (4) Ketantuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat
keputusan menteri.
Pasal 55 Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.
Pasal 56 (1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empatbelas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
(5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.
Pasal 57
Halaman 27
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
Pasal 58 (1) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (duapuluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.
(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59 (1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
dilingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukm yang diduga
melakukan tindak pidana dibidang perlindungan konsumen; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dibidang perlindungan konsumen;
Halaman 28
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
e. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XIII
S A N K S I
Bagian PertamaSanksi Administratif
Pasal 60
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26.
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan.
Bagian Kedua
Halaman 29
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Pidana
Pasal 61 Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa: a. perampasan barang tertentu; b. pengumuman keputusan hakim; c. pembayaran ganti rugi; d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen; e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. pencabutan izin usaha.
Halaman 30
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Segala ketentuan peraturan perundangundangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undangundang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini.
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Undangundang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di JakartaPada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di JakartaPada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
Halaman 31
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
ttd.
AKBAR TANDJUNGLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999
NOMOR 42
PENJELASANATAS
UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANGPERLINDUNGAN KONSUMEN
I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batasbatas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesarbesarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Halaman 32
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undangundang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undangundang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Disamping itu, Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara UndangUndang Dasar 1945.
Disamping itu, Undangundang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen,
Halaman 33
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
sebab sampai pada terbentuknya Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undangundang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti: a. Undangundang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undangundang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undangundang;
b. Undangundang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene; c. Undangundang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah; d. Undangundang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;e. Undangundang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; f. Undangundang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; g. Undangundang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; h. Undangundang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri; i. Undangundang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; j. Undangundang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); k. Undangundang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas; l. Undangundang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; m. Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; n. Undangundang Nomor 12 Tahun 1997 tentang perubahan Atas Undangundang Hak
Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 7 Tahun 1987; o. Undangundang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor
6 Tahun 1989 tentang Paten; p. Undangundang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor
19 Tahun 1989 tentang Merek; q. Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; r. Undangundang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran; s. Undangundang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan; t. Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAK) tidak diatur dalam Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah
Halaman 34
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
diatur dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undangundang Nomor 13 Tahun 97 tentang Paten, dan Undangundang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undangundang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Dikemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undangundang baru yang pada dasarnya memuat ketentuanketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undangundang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1
Cukup jelas Angka 2
Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undangundang ini adalah konsumen akhir.
Angka 3 Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lainlain.
Angka 4 Cukup jelas
Angka 5
Halaman 35
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelasAngka 6
Cukup jelasAngka 7
Cukup jelas Angka 8
Cukup jelas Angka 9
Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Angka 10 Cukup jelas
Angka 11 Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah dan profesional.
Angka 12 Cukup jelas
Angka 13 Cukup jelas
Pasal 2
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
Halaman 36
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
Halaman 37
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf h Cukup jelas
Huruf i Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Pelaku usaha dilarang membedabedakan konsumen dalam memberikan pelayanan. Pelaku usaha dilarang membedabedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Huruf f
Cukup jelas Huruf g
Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1)
Halaman 38
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Jangka waktu penggunaan/ pemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari kata ‘best before’ yang biasa digunakan dalam label produk makanan.
Huruf h Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas Huruf j
Cukup jelas Ayat (2)
Barangbarang yang dimaksud adalah barangbarang yang tidak membahayakan konsumen menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ayat (3)
Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Halaman 39
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (4) Menteri dan menteri teknis berwenang menarik barang dan/atau jasa dari peredaran.
Pasal 9 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas Pasal 11 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen.
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Pasal 14
Halaman 40
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas Pasal 16
Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1)
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Cukup jelas
Huruf h
Halaman 41
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Halaman 42
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 22 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cacat timbul di kemudian hari adalah sesudah tanggal yang mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.
Huruf cYang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standardisasi yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan kesepakatan semua pihak.
Halaman 43
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf dCukup jelas
Huruf eJangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi
Pasal 28Cukup jelas
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 30 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Yang bertanggung jawab dengan menteri teknis adalah menteri yang bertanggung jawab secara teknis menurut bidang tugasnya.
Halaman 44
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (3) Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian dan/atau survei.
Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lainlain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas Pasal 31
Cukup jelas Pasal 32
Cukup jelas Pasal 33
Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas
Halaman 45
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1)
Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama.Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 36 Huruf a
Cukup jelas
Halaman 46
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Akademis adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi.
Huruf e Tenaga ahli adalah mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 37
Cukup jelas Pasal 38 Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Sakit secara terus menerus sehingga tidak mampu melaksanakan tugasnya.Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Pasal 39 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Halaman 47
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalahkeputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
Pasal 42
Cukup jelas Pasal 43
Cukup jelas Pasal 44 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta bergerak di bidang perlindungan konsumen.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas
Halaman 48
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Ayat (4)
Cukup jelas Pasal 45 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undangundang ini.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 46 Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Undangundang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benarbenar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
Halaman 49
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Tolok ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 47 Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.
Pasal 48
Cukup jelas Pasal 49 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau sekelompok konsumen.
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Halaman 50
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 50 Cukup jelas
Pasal 51 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53 Cukup jelas
Pasal 54 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam badan penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 55 Cukup jelas
Halaman 51
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 56 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 59 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Halaman 52
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 60 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 61Cukup jelas
Pasal 62 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 63
Cukup jelas Pasal 64
Cukup jelas
Halaman 53
UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 65
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 3821
Halaman 54
1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan warga negaranya untuk beribadah menurut agamanya masing-masing;
b. bahwa ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ilaksanakan oleh setiap orang Islam yang mampu menunaikannya;
c. bahwa upaya penyempurnaan sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji perlu terus dilakukan agar pelaksanaan ibadah haji berjalan aman, tertib, dan lancar dengan menjunjung tinggi semangat keadilan, transparansi, dan akuntabilitas publik;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI.
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ibadah Haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya.
2. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan Ibadah Haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah Haji.
3. Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
4. Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia.
5. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Komisi Pengawas Haji Indonesia, yang selanjutnya disebut KPHI, adalah lembaga mandiri yang dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji.
8. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang selanjutnya disebut BPIH, adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
9. Pembinaan Ibadah Haji adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagi Jemaah Haji.
10. Pelayanan Kesehatan adalah pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan Jemaah Haji.
11. Paspor Haji adalah dokumen perjalanan resmi yang diberikan kepada Jemaah Haji untuk menunaikan Ibadah Haji.
12. Akomodasi adalah perumahan atau pemondokan yang disediakan bagi Jemaah Haji selama di embarkasi atau di debarkasi dan di Arab Saudi.
13. Transportasi adalah pengangkutan yang disediakan bagi Jemaah Haji selama Penyelenggaraan Ibadah Haji.
14. Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus adalah Penyelenggaraan Ibadah Haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
15. Penyelenggara Ibadah Haji Khusus adalah pihak yang menyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
3
16. Ibadah Umrah adalah umrah yang dilaksanakan di luar musim haji.
17. Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disebut DAU, adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
18. Badan Pengelola Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disebut BP DAU, adalah badan untuk menghimpun, mengelola, dan mengembangkan Dana Abadi Umat.
19. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang agama.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.
Pasal 3
Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 4
(1) Setiap Warga Negara yang beragama Islam berhak untuk menunaikan Ibadah Haji dengan syarat:
a. berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; dan
b. mampu membayar BPIH.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 5
Setiap Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji berkewajiban sebagai berikut:
4
a. mendaftarkan diri kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji kantor Departemen Agama kabupaten/kota setempat;
b. membayar BPIH yang disetorkan melalui bank penerima setoran; dan
c. memenuhi dan mematuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Bagian Kedua
Kewajiban Pemerintah
Pasal 6
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi, Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.
Bagian Ketiga
Hak Jemaah Haji
Pasal 7
Jemaah Haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi:
a. pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi;
b. pelayanan Akomodasi, konsumsi, Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan yang memadai, baik di tanah air, selama di perjalanan, maupun di Arab Saudi;
c. perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia;
d. penggunaan Paspor Haji dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan
e. pemberian kenyamanan Transportasi dan pemondokan selama di tanah air, di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air.
BAB IV
PENGORGANISASIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Ibadah Haji meliputi unsur kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.
5
(2) Kebijakan dan pelaksanaan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri mengoordinasikannya dan/atau bekerja sama dengan masyarakat, departemen/instansi terkait, dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
(4) Pelaksanaan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(5) Dalam rangka pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pemerintah membentuk satuan kerja di bawah Menteri.
(6) Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas dan tanggung jawab KPHI.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan pelaksanaan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Penyelenggaraan Ibadah Haji dikoordinasi oleh:
a. Menteri di tingkat pusat;
b. Gubernur di tingkat provinsi;
c. Bupati/Wali Kota di tingkat kabupaten/kota; dan
d. Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi.
Pasal 10
(1) Pemerintah sebagai penyelenggara Ibadah Haji berkewajiban mengelola dan melaksanakan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
(2) Pelaksana Penyelenggaraan Ibadah Haji berkewajiban menyiapkan dan menyediakan segala hal yang terkait dengan pelaksanaan Ibadah Haji sebagai berikut:
a. penetapan BPIH;
b. pembinaan Ibadah Haji;
c. penyediaan Akomodasi yang layak;
d. penyediaan Transportasi;
e. penyediaan konsumsi;
f. Pelayanan Kesehatan; dan/atau
g. pelayanan administrasi dan dokumen.
6
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji
Pasal 11
(1) Menteri membentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji di tingkat pusat, di daerah yang memiliki embarkasi, dan di Arab Saudi.
(2) Dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji, Menteri menunjuk petugas yang menyertai Jemaah Haji, yang terdiri atas:
a. Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI);
b. Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI); dan
c. Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).
(3) Gubernur atau bupati/wali kota dapat mengangkat petugas yang menyertai Jemaah Haji, yang terdiri atas:
a. Tim Pemandu Haji Daerah (TPHD); dan
b. Tim Kesehatan Haji Daerah (TKHD).
(4) Biaya operasional Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan petugas operasional pusat dan daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan mekanisme pengangkatan petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Komisi Pengawas Haji Indonesia
Pasal 12
(1) KPHI dibentuk untuk melakukan pengawasan dalam rangka meningkatkan pelayanan Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia.
(2) KPHI bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) KPHI bertugas melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji serta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaan Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia.
(4) KPHI memiliki fungsi:
a. memantau dan menganalisis kebijakan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia;
7
b. menganalisis hasil pengawasan dari berbagai lembaga pengawas dan masyarakat;
c. menerima masukan dan saran masyarakat mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji; dan
d. merumuskan pertimbangan dan saran penyempurnaan kebijakan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
(5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPHI dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) KPHI melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden dan DPR paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 13
KPHI dalam melaksanakan tugasnya bersifat mandiri.
Pasal 14
(1) KPHI terdiri atas 9 (sembilan) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur masyarakat 6 (enam) orang dan unsur Pemerintah 3 (tiga) orang.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditunjuk dari departemen/instansi yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
(5) KPHI dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
(6) Ketua dan Wakil Ketua KPHI dipilih dari dan oleh anggota Komisi.
Pasal 15
Masa kerja anggota KPHI dijabat selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 16
Anggota KPHI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan DPR.
Pasal 17
8
Untuk dapat diangkat menjadi anggota KPHI, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
c. mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji;
d. mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas dan mendalam tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan;
f. mampu secara rohani dan jasmani; dan
g. bersedia bekerja sepenuh waktu.
Pasal 18
Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas KPHI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan tugasnya KPHI dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas pertimbangan KPHI.
(3) Sekretaris dalam melaksanakan tugasnya secara fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan KPHI.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota KPHI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB V
BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
Pasal 21
(1) Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan DPR.
(2) BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
9
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan BPIH diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 22
(1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank syariah dan/atau bank umum nasional yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Penerimaan setoran BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan kuota yang telah ditetapkan.
Pasal 23
(1) BPIH yang disetor ke rekening Menteri melalui bank syariah dan/atau bank umum nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikelola oleh Menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat.
(2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan langsung untuk membiayai belanja operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pasal 24
(1) Jemaah Haji menerima pengembalian BPIH dalam hal:
a. meninggal dunia sebelum berangkat menunaikan Ibadah Haji; atau
b. batal keberangkatannya karena alasan kesehatan atau alasan lain yang sah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian dan jumlah BPIH yang dikembalikan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 25
(1) Laporan keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji disampaikan kepada Presiden dan DPR paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Penyelenggaraan Ibadah Haji selesai.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila terdapat sisa dimasukkan dalam DAU.
BAB VI
PENDAFTARAN DAN KUOTA
Pasal 26
(1) Pendaftaran Jemaah Haji dilakukan di Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dengan mengikuti prosedur dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
10
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan persyaratan pendaftaran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai Warga Negara di luar negeri yang akan menunaikan Ibadah Haji diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1) Menteri menetapkan kuota nasional, kuota haji khusus, dan kuota provinsi dengan memperhatikan prinsip adil dan proporsional.
(2) Gubernur dapat menetapkan kuota provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam kuota kabupaten/kota.
(3) Dalam hal kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi pada hari penutupan pendaftaran, Menteri dapat memperpanjang masa pendaftaran dengan menggunakan kuota bebas secara nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kuota diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 29
(1) Dalam rangka Pembinaan Ibadah Haji, Menteri menetapkan:
a. mekanisme dan prosedur Pembinaan Ibadah Haji; dan
b. pedoman pembinaan, tuntunan manasik, dan panduan perjalanan Ibadah Haji.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa memungut biaya tambahan dari Jemaah Haji di luar BPIH yang telah ditetapkan.
Pasal 30
(1) Dalam rangka Pembinaan Ibadah Haji, masyarakat dapat memberikan bimbingan Ibadah Haji, baik dilakukan secara perseorangan maupun dengan membentuk kelompok bimbingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bimbingan Ibadah Haji oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
11
KESEHATAN
Pasal 31
(1) Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Ibadah Haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji, dilakukan oleh menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh Menteri.
BAB IX
KEIMIGRASIAN
Pasal 32
(1) Setiap Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji menggunakan Paspor Haji yang dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Menteri dapat menunjuk pejabat untuk dan/atau atas namanya menandatangani Paspor Haji.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB X
TRANSPORTASI
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Transportasi
Pasal 33
(1) Pelayanan Transportasi Jemaah Haji ke Arab Saudi dan pemulangannya ke tempat embarkasi asal di Indonesia menjadi tanggung jawab Menteri dan berkoordinasi dengan menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perhubungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
Penunjukan pelaksana Transportasi Jemaah Haji dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan efisiensi.
Pasal 35
12
(1) Transportasi Jemaah Haji dari daerah asal ke embarkasi dan dari debarkasi ke daerah asal menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan Transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Bagian Kedua
Barang Bawaan
Pasal 36
(1) Jemaah Haji dapat membawa barang bawaan ke dan dari Arab Saudi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan atas barang bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan.
BAB XI
AKOMODASI
Pasal 37
(1) Menteri wajib menyediakan Akomodasi bagi Jemaah Haji tanpa memungut biaya tambahan dari Jemaah Haji di luar BPIH yang telah ditetapkan.
(2) Akomodasi bagi Jemaah Haji harus memenuhi standar kelayakan dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan Jemaah Haji beserta barang bawaannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan Akomodasi bagi Jemaah Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XII
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KHUSUS
Pasal 38
(1) Dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan khusus, dapat diselenggarakan Ibadah Haji Khusus yang pengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus.
(2) Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dilaksanakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang telah mendapat izin dari Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksana Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
13
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, yang akan diberi izin oleh Menteri, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. terdaftar sebagai penyelenggara perjalanan umrah;
b. memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk menyelenggarakan Ibadah Haji Khusus; dan
c. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas Ibadah Haji.
Pasal 40
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menerima pendaftaran dan melayani Jemaah Haji hanya yang menggunakan Paspor Haji;
b. memberikan bimbingan Ibadah Haji;
c. memberikan layanan Akomodasi, konsumsi, Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan secara khusus; dan
d. memberangkatkan, memulangkan, dan melayani Jemaah Haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan Jemaah Haji.
Pasal 41
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dikenai sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan izin penyelenggaraan; atau
c. pencabutan izin penyelenggaraan.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH
Pasal 43
(1) Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secara perseorangan atau rombongan melalui penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah.
14
(2) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh Pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 44
Biro perjalanan wisata dapat ditetapkan sebagai penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah;
b. memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah; dan
c. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas Ibadah Umrah.
Pasal 45
(1) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan;
b. memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan
d. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 46
(1) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan izin penyelenggaraan; atau
c. pencabutan izin penyelenggaraan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN DANA ABADI UMAT
15
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 47
(1) Dalam rangka pengelolaan dan pengembangan DAU secara lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk kemaslahatan umat Islam, Pemerintah membentuk BP DAU.
(2) BP DAU terdiri atas ketua/penanggung jawab, dewan pengawas, dan dewan pelaksana.
(3) Pengelolaan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan pelayanan Ibadah Haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.
Bagian kedua
Tugas dan Fungsi
Pasal 48
(1) BP DAU bertugas menghimpun, mengelola, mengembangkan, dan mempertanggungjawabkan DAU.
(2) BP DAU memiliki fungsi:
a. menghimpun dan mengembangkan DAU sesuai dengan syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan memanfaatkan DAU; dan
c. melaporkan pengelolaan DAU kepada Presiden dan DPR.
Pasal 49
(1) Dewan pengawas memiliki fungsi:
a. menyusun sistem pengelolaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pengawasan DAU;
b. melaksanakan penilaian atas rumusan kebijakan, rencana strategis dan rencana kerja serta anggaran tahunan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan DAU;
c. melaksanakan pengawasan dan pemantauan atas pelaksanaan pengelolaan dan pemanfaatan DAU; dan
d. menilai dan memberikan pertimbangan terhadap laporan tahunan yang disiapkan oleh dewan pelaksana sebelum ditetapkan menjadi laporan BP DAU.
16
(2) Dalam pelaksanaan pengawasan keuangan, dewan pengawas dapat menggunakan jasa tenaga profesional.
Pasal 50
Dewan pelaksana memiliki fungsi:
a. menyiapkan rumusan kebijakan, rencana strategis, dan rencana kerja serta anggaran tahunan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan DAU;
b. melaksanakan program pemanfaatan dan pengembangan DAU yang telah ditetapkan;
c. melakukan penatausahaan pengelolaan keuangan dan aset DAU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan penilaian atas kelayakan usul pemanfaatan DAU yang diajukan oleh masyarakat;
e. melaporkan pelaksanaan program dan anggaran tahunan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan DAU secara periodik kepada dewan pengawas; dan
f. menyiapkan laporan tahunan BP DAU kepada Presiden dan DPR.
Bagian Ketiga
Struktur dan Pengorganisasian
Pasal 51
Ketua/Penanggung Jawab BP DAU adalah Menteri.
Pasal 52
(1) Dewan Pengawas BP DAU terdiri atas 9 (sembilan) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur masyarakat 6 (enam) orang dan unsur Pemerintah 3 (tiga) orang.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari departemen yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang agama.
(5) Dewan Pengawas BP DAU dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
(6) Ketua dan wakil ketua dewan pengawas dipilih dari dan oleh anggota Dewan Pengawas.
17
Pasal 53
(1) Dewan Pelaksana BP DAU terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah dan ditunjuk oleh Menteri.
(3) Dewan Pelaksana dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk oleh Menteri dari anggota Dewan Pelaksana.
Pasal 54
(1) Masa kerja anggota dewan pengawas dan dewan pelaksana dijabat selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan anggota dewan pengawas dan dewan pelaksana, hubungan kerja, dan mekanisme kerja masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
Pengangkatan dan pemberhentian ketua dan anggota dewan pengawas serta ketua dan anggota dewan pelaksana ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 56
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BP DAU dibantu oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sekretariat BP DAU diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pengembangan dan Pembiayaan
Pasal 57
Pengembangan DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) meliputi usaha produktif dan investasi yang sesuai dengan syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
Hasil pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dapat digunakan langsung sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan.
Pasal 59
18
BP DAU dapat memperoleh hibah dan/atau sumbangan yang tidak mengikat dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 60
(1) Biaya operasional BP DAU dibebankan pada hasil pengelolaan dan pengembangan DAU.
(2) Dalam hal tertentu, biaya operasional BP DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibiayai oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri sebagai Ketua/Penanggung Jawab BP DAU.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan DAU diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Pertanggungjawaban
Pasal 62
Ketua/Penanggung Jawab BP DAU menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan DAU kepada Presiden dan DPR setiap tahun.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 63
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak bertindak sebagai penerima pembayaran BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan/atau sebagai penerima pendaftaran Jemaah Haji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak bertindak sebagai penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah Umrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 64
19
(1) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) KPHI sudah harus dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Pemerintah menjalankan tugas dan fungsi KPHI sampai dengan terbentuknya KPHI.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 67
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
20
Pasal 69
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 60
21
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
I. UMUM
Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secara finansial, fisik, maupun mental, sekali seumur hidup. Di samping itu, kesempatan untuk menunaikan ibadah haji yang semakin terbatas juga menjadi syarat dalam menunaikan kewajiban ibadah haji. Sehubungan dengan hal tersebut, Penyelenggaraan Ibadah Haji harus didasarkan pada prinsip keadilan untuk memperoleh kesempatan yang sama bagi setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam.
Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai aspek, antara lain bimbingan, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan. Di samping itu, Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan di negara lain dalam waktu yang sangat terbatas yang menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Di sisi lain adanya upaya untuk melakukan peningkatan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tuntutan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Sehubungan dengan hal tersebut, Penyelenggaraan Ibadah Haji perlu dikelola secara profesional dan akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jemaah haji dengan prinsip nirlaba.
Untuk menjamin Penyelenggaraan Ibadah Haji yang adil, profesional, dan akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jemaah, diperlukan adanya lembaga pengawas mandiri yang bertugas melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji serta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaan Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia.
Upaya penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji secara terus-menerus dan berkesinambungan yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap jemaah haji sejak mendaftar sampai kembali ke tanah air. Pembinaan haji diwujudkan dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan penerangan kepada masyarakat dan jemaah haji. Pelayanan diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta akomodasi dan konsumsi. Perlindungan diwujudkan
22
dalam bentuk jaminan keselamatan dan keamanan jemaah haji selama menunaikan ibadah haji.
Karena penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa, kegiatan penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab Pemerintah. Namun, partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji. Partisipasi masyarakat tersebut direpresentasikan dalam penyelenggaran ibadah haji khusus dan bimbingan ibadah haji yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Untuk terlaksananya partisipasi masyarakat dengan baik, diperlukan pengaturan, pengawasan, dan pengendalian dalam rangka memberikan perlindungan kepada jemaah haji.
Di samping menunaikan ibadah haji, setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dianjurkan menunaikan ibadah umrah bagi yang mampu dalam rangka meningkatkan kualitas keimanannya. Ibadah umrah juga dianjurkan bagi mereka yang telah menunaikan kewajiban ibadah haji. Karena minat masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah sangat tinggi, perlu pengaturan agar masyarakat dapat menunaikan ibadah umrah dengan aman dan baik serta terlindungi kepentingannya. Pengaturan tersebut meliputi pembinaan, pelayanan administrasi, pengawasan kepada penyelenggara perjalanan ibadah umrah, dan perlindungan terhadap jemaah umrah.
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik, pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan hasil efisiensi BPIH dalam bentuk dana abadi umat (DAU) dilaksanakan dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna dengan mengedepankan asas manfaat dan kemaslahatan umat. Agar DAU dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kemaslahatan umat, pengelolaan DAU juga dilakukan secara bersama oleh Pemerintah dan masyarakat yang direpresentasikan oleh Majelis Ulama Indonesia, organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakat Islam.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan lbadah Haji dipandang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan lbadah Haji perlu diganti agar lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta memberikan perlindungan bagi masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
23
Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenang dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Yang dimaksud dengan "asas profesionalitas" adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan keahlian para penyelenggaranya.
Yang dimaksud dengan "asas akuntabilitas dengan prinsip nirlaba" adalah bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak untuk mencari keuntungan.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "kenyamanan" adalah tersedianya Transportasi dan pemondokan yang layak dan manusiawi.
24
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "satuan kerja di bawah Menteri" adalah satuan kerja yang mendukung operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji yang bersifat permanen dan sistemik di tingkat pusat, di tingkat daerah, dan di Arab Saudi.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi" adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
25
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "penetapan" adalah penetapan BPIH setelah mendapat persetujuan DPR.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
26
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengelolaan BPIH dilakukan berdasarkan siklus Penyelenggaraan Ibadah Haji sesuai dengan kalender Hijriah.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Menteri" dalam hal BPIH disetorkan ke rekening Menteri" adalah menteri sebagai lembaga yang dalam pelaksanaannya Menteri dapat menunjuk pejabat di lingkungan tugas dan wewenangnya bertindak untuk dan/atau atas namanya.
Bank umum nasional yang dapat ditunjuk menjadi bank penerima setoran BPIH adalah bank umum yang memiliki layanan yang bersifat nasional dan memiliki layanan syariah.
27
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kuota bebas secara nasional" adalah sisa kuota yang disediakan bagi Jemaah Haji yang sudah terdaftar dalam daftar tunggu dengan memperhatikan proporsionalitas kuota provinsi dan kuota Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
28
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Transportasi" termasuk Transportasi selama di Arab Saudi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dilakukan oleh Menteri Keuangan" adalah pelaksanaan pemeriksaan atas barang bawaan oleh pejabat yang diberi otorisasi oleh Menteri Keuangan.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
29
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah meliputi, antara lain, persyaratan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus dan sanksi.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Huruf a
Yang dimaksud dengan "biro perjalanan wisata yang sah" adalah biro perjalanan wisata yang telah terdaftar pada lembaga/instansi yang lingkup dan tugasnya di bidang pariwisata.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
30
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur pemerintah" dapat terdiri atas instansi yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan pengembangan DAU.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
31
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
32
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4845.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara perdata pada
tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
gugatan antara :
1. HUSNI AZIZ,BA, Umur 60 tahun, Agama Islam, Laki-laki, Pensiunan, WNI
beralamat di Jl. Mawar Merah III/9/39 Rt.001/012, Kelurahan Malaka Jaya,
Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, selanjutnya mohon disebut
sebagai : PENGGUGAT I ;
2. SUHAIBAH, umur 50 tahun, Agama Islam, perempuan, mengurus Rumah
Tangga, WNI, beralamat di Jl. Mawar Merah III/9/39 Rt.001/012,Kelurahan
Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, selanjutnya mohon
disebut sebagai ; PENGGUGAT II ;
3. NELMAN BT CHATIB DARUSAM, Umur 47 tahun, Agama Islam,
Perempuan, pekerjaan mengurus rumah Tangga, WNI beralamat di Jl.
Swadaya 1 No. 12 Rt.005/009 Kelurahan Pejaten, Kecamatan Pasar
Minggu, Jakarta Timur, selanjutnya mohon disebut sebagai ; PENGGUGAT
III ;
4. DARTO SUPRAPTO, Umur 58 tahun, Agama Islam, laki-laki, WNI,
beralamat di Kota Bambu Utara Rt.012/005, Kelurahan Bambu
Utara,mKecamatan Palmerah, Jakarta Barat, selanjutnya mohon disebut
sebagai ;TERGUGAT IV ;
5. RUSMINIATI, Umur 52 tahun, Agama Islam, Perempuam, pekerjaan
mengurus rumah tangga, WNI beralamat di Kota Bambu Utara Rt.012
Rw.005 Kelurahan Bambu Utara, Kecamatan Palmerah,Jakarta Barat,
selanjutnya mohon disebut sebagai ; PENGGUGAT V ;
Untuk selanjutnya kesemuanya disebut sebagai Para Penggugat ;
Dalam perkara ini telah menunjuk ABU AHMADI,SH., dan ASEP RUHIAT,
S.Ag., SH.MH., kesemuanyan adalah Advokat pada kantor ABU AHMADI &
Associates yang beralamat di Jl. Raya Pasar Kemis KM. 5,5 Sukamantri, Pasar
Kemis, Tangerang. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Para
Penggugat berdasarkan Surat Kuasa Khusus bermaterai cukup No.03/SK/
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
AA&A/II/2013 tertanggal 01 Februari 20112, selanjutnya disebut sebagai :
PENGGUGAT ;
M e l a w a n :
PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA, yang berkedudukan di Jl. KH.
Abdullah Syafii No.68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan, untuk
selanjutnya disebut sebagai :TERGUGAT ;
Pengadilan Negeri tersebut ;
Setelah membaca surat-surat dalam berkas perkara yang bersangkutan;
Setelah mendengar keterangan kedua belah pihak yang berkara ;
Setelah memeriksa dan meneliti bukti surat-surat dan mendengar
keterangan saksi-saksi ;
TENTANG DUDUK PERKARA.
Menimbang, bahwa Penggugat melalui surat gugatannya tanggal Mei
2013, yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada tanggal 8 Mei 2013, Register Perkara No. 295/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel. dan
telah dilakukan perubahan surat gugatan pada tanggal 22 Agustus 2013 telah
mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum sebagai berikut :
1. Bahwa Para Penggugat adalah calon jemaah haji ONH PLUS agen
Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMAnTour & Travel – Haji &
Umroh yang berkedudukan Jl. KH.Abdullah Syafii No. 68 Bukit Duri,
Tebet Jakarta Selatan.
2. Bahwa agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA ( Tour & Travel
– Haji & Umroh) menurut informasi yang Para Penggugat terima agen
Travel tersebut adalah agen yang sudah cukup lama bergerak dibidang
haji dan Umroh, Agen tersebut beroperasi sudah cukup lama, sehingga
para Penggugat mencoba untuk mendaftarkan diri menjadi calon Haji.
3. Bahwa keinginan para Penggugat mendaftarkan diri menjadi Calon Haji
melalui Travel tersebut dikarenakan menjanjikan bisa memberangkatkan
calon jema’ah haji dalam daftar tunggu setahun, oleh karenanya para
Penggugat mau mendaftarkan serta mengingat umur para Penggugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sudah cukup tua dan dirasa tidak terlalu lama menunggu namun dengan
konsekuwensi biayanya cukup mahal, akan tetapi tidak menjadi masalah
kalau memang benar-benar dapat segera diberangkatkan.
4. Bahwa dari penawaran yang disampaikan, akhirnya Penggugat I dan
Penggugat II (suami Isteri) pada awal April 2011 mencoba mendaftarkan
untuk ibadah haji ONH PLUS melalui agen Travel PT. ASSURYANIYAH
CIPTA PRIMA Tour & Travel – Haji & Umroh yang berkedudukan Jl. KH.
Abdullah Syafii No. 68 Bukti Duri, Tebet Jakarta Selatan.
Bahwa pada saat pendaftaran Penggugat I dan Penggugat II membayar
uang sebesar US $ 6,700. Dan uang Rp.3.300.000,- per calon haji. Oleh
karenanya untuk total pembayaran Penggugat 1 dan 2 adalah US $
13.400,- dan Rp.6,600,000,- serta sudah dibayar penuh secara tunai
pada tanggal 19 April 2011, dan Tanda terima pembayaran telah lunas
berupa kuintansi, (terlampir).
Bahwa secara keseluruhan Penggugat I dan Penggugat II telah
mengeluarkan uang pendaftaran, uang Passport serta uang DAM adalah
sebesar US $ 13,400 dan Rp.6.600.000,-
5. Bahwa begitupun Penggugat III pada tanggal 10 Agustus 2011 bersama
anaknya datang ke agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
Tour & Travel – Haji & Umroh untuk menanyakan proses pendaftaran
haji, karena Penggugat III ingin sekali berangkat di tahun 2012,
kemudian dijelaskan oleh pihak Travel bahwa Penggugat III bisa
berangkat dengan catatan biaya pendaftarannya mahal.
Bahwa setelah menanyakan segala persyaratan-persyaratannya pada
tanggal 12 Agustus 2011 Penggugat III resmi mendaftarkan diri dan
langsung membayar administrasi tersebut dengan 2 tahap, yaitu tahap
pertama sebesar US $ 5,000, (Rp.43.800.000,- ) diterima oleh kasirnya
yang bernama Ibu Rina, ditambah uang Passport sebesar Rp.750.000,-
dan menurut penjelasan ibu RINA BASYIR “pemberangkatan pada bulan
Oktober 2012” serta membayar uang DAM sebesar Rp.6.900.000,-
Bahwa secara keseluruhan Penggugat III telah mengeluarkan uang
pendaftaran, uang Passport serta uang DAM adalah sebesar
Rp.50.650.000,-
6. Bahwa begitupun Penggugat IV dan Penggugat V (suami Isteri) pada
tanggal 15 Agustus 2011 telah pula mendaftarkan untuk menjadi calon
haji ONH PLUS yang ditawarkan oleh agen Travel PT. ASSURYANIYAH
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
CIPTA PRIMA Tour & Travel – Haji & Umroh yang telah memberikan
jaminan bisa berangkat pada tahun 2012 ;
Bahwa oleh karenanya Penggugat IV dan Penggugat V pada tanggal 15
Agustus 2011 membayar biaya ONH PLUS tersebut tahap pertama
sebesar Rp.86.500.000,- dan tahap kedua tanggal 27 September 2011
sebesar US $ 230 (RP.2.116,000,-). Yang kwitansinya diterima langsung
oleh RIZA BASRI.
Bahwa secara keseluruhan Penggugat IV dan Penggugat V telah
mengeluarkan uang pendaftaran, uang Passport serta uang DAM adalah
sebesar Rp.88.500.000,-
7. Bahwa para Penggugat I dan Penggugat II sewaktu melakukan
pendaftaran, telah bertemu bapak Semmi, salah satu Direktur PT.
Assuryaniyah. Bapak SEMMI menjelaskan bahwa para Penggugat bisa
berangkat pada musim haji tahun 2011. Akan tetapi harus dengan
menambah biaya ekstra Rp.10,000,000,- per orang.
8. Bahwa menjelang musim haji tahun 2012, Penggugat I dan Penggugat II
akhirnya pulang ke kampungnya di Sumatera yaitu di Medan dengan
maksud untuk silaturahmi dengan sanak keluarga lainnya untuk
memohon doa restunya dikarenakan akan berangkat haji pada tahun
2012, selain itu Penggugat I dan Penggugat II akhirnya mempersiapkan
segala kebutuhan ibadah tersebut baik pakaian,kerudung,sarung dan
lain sebagainya.
9. Bahwa setiap saat Penggugat I dan Penggugat II menghubungi pihak
Travel menanyakan perkembangan keberangkatan Para Penggugat,
satu dan lain hal pada Bulan Agustus 2012, Penggugat I dan Penggugat
II dihubungi oleh kantor Travel agar menyerahkan Pasport yang asli, dan
keesokan harinya passport tersebut Penggugat I dan Penggugat II
serahkan kepihak agen.
Bahwa pihak agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA Tour &
Travel-Haji & Umroh pada saat Penggugat I dan Penggugat II datang
kekantornya, pihak agen menginformasikan bahwa pada tanggal 30
September 2012 akan diadakan pengarahan MANASIK HAJI yang
bertempat di Hotel Sofyan Jakarta, oleh karenanya Penggugat I s/d
Penggugat V serta pihak calon haji yang lainnya pun merasa senang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mendapatkan informasi tersebut, karena merasa yakin akan segera
diberangkatkan.
10. Bahwa selang beberapa hari Penggugat I s/d Penggugat V,
mendapatkan SMS dari pihak agen bahwa “ para Penggugat gagal
berangkat karena Visa tidak bisa diperoleh” oleh karenanya setelah
menerima SMS tersebut para Penggugat mendatangi Agen Travel PT.
ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA, dan ditempat tersebut telah kumpul
para calon jama,ah yang lainnya yang sama-sama mau menanyakan
kebenaran SMS tersebut kepada pihak Agen.
Bahwa pihak petugas Agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
pada saat itu telah menjelaskan bahwa Calon Jama’ah Haji agar datang
kembali pada tanggal 6 Oktober 2012 karena proses pengurusan Visa
akan selesai pada tanggal tersebut, satu dan lain hal pihak Direktur
sama sekali tidak ditempat dan tidak bisa menjelaskan secara detail atas
janji yang telah disampaikan kepada para Penggugat.
11. Bahwa atas penjelasan yang telah disampaikan hanya melalui SMS hal
ini sangat-sangat menyinggung perasaan kami,karena selaku pihak
Agen yang cukup terkenal dan bonafid tidak memberitahukan secara
resmi melalui surat akan tetapi hanya melalui SMS.
12. Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2012, Penggugat I dan Penggugat II
mendatangi petugas Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA
meminta ditemukan dengan pak ZAHIR langsung selaku Direktur yang
bertanggung jawab dan meminta penjelasan pembatalan Para
Penggugat.
Pada saat pak Zahir mau ditemui oleh Penggugat I dan Penggugat II dan
bertemu direstoran dekat Kantornya, saat itu Pak Zahir menyampaikan
akan tetap mengusahakan untuk mendapatkan VISA, namun apabila
visa tersebut tidak bisa keluar maka pihak Travel akan mengembalikan
uang yang sudah disetor ditambah umroh gratis atau diberikan
konpensasi Rp.20.000.000,- per calon haji yang batal.
Atas penjelasan tersebut, Penggugat I dan Penggugat II menolak,
karena atas informasi tersebut Para Penggugat banyak yang stress dan
jatuh sakit, karena merasa malu terhadap lingkungan yang sudah tahu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
akan keberangkatannya ke tanah suci, oleh karenanya Penggugat I dan
Penggugat II minta dikembalikan 100 %.
13. Bahwa sejak pertemuan tersebut, TERGUGAT sama sekali tidak bisa
temui dan atau dihubungi oleh para Penggugat, oleh karenanya para
Penggugat beserta jamaah lainnya mencoba untuk mendatangi Ibu
kandungnya yang bernama DR. HS. SURYANI THAHER karena selaku
Komisaris PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA dengan maksud untuk
minta bantuannya agar diselesaikan mengenai pengembalian uang yang
sudah masuk ke pihak Travel yang di pimpin oleh TERGUGAT.
Bahwa setelah Ibu Kandungnya Tergugat Menelphon Tergugat,akhirnya
Tergugat datang dan menyampaikan minta waktu untuk mengembalikan,
akan tetapi para Penggugat dengan teman-teman lainnya menolak,
harus dikembalikan pada saat itu juga, oleh karenanya melalui
perdebatan, pihak TERGUGAT bersedia menerbitkan Cheque Mundur
sebesar Rp.998.000.000,- dengan tanggal 15 November 2012;
Bahwa setelah itu cheque tersebut dicek kebenarannya di Bank Mandiri
dan hasilnya cheque tersebut valid dan bisa diuangkan, namun tanpa
disadari tanggal cheque tersebut jatuh pada hari libur sehingga tidak
bisa dicairkan, kemudian Para Penggugat menelpon TERGUGAT
tentang tanggal Cheque yang jatuh pada hari libur, lalu dijawab oleh
TERGUGAT cheque tersebut bisa dicairkan lagi pada tanggal 22
November 2012 atau paling lambat akhir bulan November 2012;
Bahwa Cheque tersebut pada tanggal 30 November 2012 dicairkan
melalui Bank BCA atas anjuran Bank Mandiri tetapi ditolak karena
dananya tidak cukup, akhirnya Bank BCA mengeluarkan Dokumen gagal
kliring, pada saat itu juga para Penggugat Menghubungi TERGUGAT
namun sejak saat itu No Handphone Tergugat mati hingga Gugatan a-
quo ini diajukan.
14. Bahwa dengan demikian perbuatan Tergugat yang telah membohongi
Penggugat I s/d Penggugat V yang nyata-nyata telah membayar
sejumlah uang untuk melaksanakan ibadah haji yang telah dijanjikan
berangkat pada tahun 2012 namun pada kenyataannya tidak berangkat
serta tidak mengembalikan seluruh uang milik para Penggugat serta
telah mengeluarkan Cheque kosong sehingga para Penggugat tersebut
percaya adalah merupakan perbuatan yang dikatagorikan sebagai
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
perbuatan melawan hukum, dan oleh karenanya kami mohonkan
kepada Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa Tergugat nyata-nyata
telah melakukan perbuatan melawan hukum.
15. Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat terhadap
Para Penggugat adalah sebagaimana diatur pada pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan “ tiap perbuatan
yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk mengganti kerugian tersebut “ serta telah memenuhi 5 (lima)
syarat perbuatan melawan hukum, yaitu :
15..a Perbuatan itu melawan Hukum, yaitu Tergugat telah
menjanjikan dengan janji-janji manis sehingga para Penggugat
terperdaya dan mengikuti serta mengeluarkan sejumlah uang agar
bisa diberangkatkan ibadah haji akan tetapi pada kenyataan
bohong dan hanyalah melakukan penipuan belaka, hanya untuk
mendapatkan uang dengan kedok memberangkatkan haji.
15..b Melanggar hak subyektif orang lain, yaitu Tergugat nyata-
nyata telah melanggar hak-hak diri Para Penggugat yang sekian
bulan menunggu dan mengharapkan segera diberangkatkan akan
tetapi hasilnya nihil.
15..c Ada kesalahan/kelalaian, yaitu Tergugat telah menjanjikan
kepada Para Penggugat untuk berangkat haji, mengeluarkan
cheque bodong,membuat para Penggugat malu, dirugikan baik
material maupun immaterial.
15..d Ada kerugian, yaitu kerugian materiil dikarenakan dengan
tidak diberangkatkan Para Penggugat telah dirugikan, telah
membayar lunas, selain itu telah pula mempersiapkan segala
kebutuhan untuk ibadah haji, mengadakan syukuran dll. Selain itu
kerugian immaterial Para Penggugat merasa malu yang tidak
terhingga dengan teman sejawat, tetangga,saudara-saudaranya
atas informasi keberangkatan haji namun ternyata tidak
berangkat, oleh karenanya berakibat psikis/psikologis para
Penggugat I merasa tergoncang bathinnya.
15..e Ada hubungan causal antara kerugian dan kesalahan, yaitu
dengan adanya sikap Tergugat yang telah menjanjikan sesuatu
kepada Para Penggugat akan tetapi nihil, mengeluarkan cheque
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bodong nyata-nyata telah menimbulkan kerugian pada diri
Penggugat.
16. Bahwa dengan demikian kami mohonkan pula kepada Majelis Hakim
yang terhormat agar menyatakan menurut hukum bahwa Para
Penggugat telah mengalami kerugian baik secara materiil maupun
immaterial.
17. Bahwa kerugian materiil yang diderita Penggugat I s/d Penggugat V
adalah sebagai berikut :
Penggugat I dan Penggugat II
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan US $ 13,400 dan
Rp.6.600.000,-
• Biaya Pembelian Perlengkapan : Rp. 1.500.000,-
• Biaya Tasyakuran di Kampung : Rp. 4.000.000,-
• Biaya Transportasi Ke Medan (2x) : Rp. 8.400.000,-
• Biaya Akomodasi : Rp. 1.800.000,-
• Biaya Rental Mobil dan bahan Bakar : Rp. 3.000.000,-
• Biaya Pembuatan Passport : Rp. 1.000.000,-
Jumlah kerugian dalam US $ dolar US $ 13,400
Jumlah kerugian dalam rupiah Rp. 6.600.000,-
Jumlah kerugian materiil pra keberangkatan Rp.19.700.000,-
Total kerugian Penggugat I dan II adalah sebesar US $ 13,400 dan
Rp.26.300.000,- (dua puluh enam juta tiga ratus ribu rupiah)
Penggugat III :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan;
Cicilan tahap ke Rp. 43.800.000,-
Cicilan tahap ke II Rp. 20.400.000,-
Pembayaran Pasport Rp. 750.000,-
Pembayaran uang DAM Rp. 6.900.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 13.000.000,-
• Biaya Selamatan di Depok Rp. 21.300.000,-
• Biaya Selamatan di Padang Rp. 7.000.000,-
• Biaya Tiket pesawat 2 @ Rp.800.000 x 3 Rp. 2.400.000,-
• Beli Perlengkapan dari Travel Rp. 3.960.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Total kerugian Penggugat III adalah sebesar Rp.119.510.000,- (seratus
Sembilan belas juta lima ratus sepuluh ribu rupiah) ;
Penggugat IV dan Penggugat V
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan Rp.88.500.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp.5.500.000,-
• Biaya Selamatan dikampung Rp.29.000.000,-
• Biaya Selamatan di Jakarta Rp. 2.500.000,-
• Biaya Beli Oleh-oleh Rp. 1.000.000,-
• Biaya Tiket Kereta 2 Ke Semarang Rp. 1.500.000,-
Total kerugian Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.128.000.000,-
(seratus dua puluh delapan juta rupiah) ;
18. Bahwa kerugian immaterial yang dialami Penggugat I s/d Penggugat V,
yaitu tekanan batin dan psikis/psikologis sebagai akibat dari perbuatan
Tergugat yang telah melakukan penipuan sejumlah uang untuk
menjanjikan akan memberangkatkan ibadah haji khusus pada tahun
2012 namun kenyataannya bohong, menanggung malu yang tidak
terhingga, yang jika dinilai dengan uang adalah sebesar
Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) ;
19. Bahwa kerugian materiil maupun immaterial tersebut wajib dibayar
secara tunai,seketika,sekaligus dan tanpa syarat oleh Tergugat kepada
Para Penggugat dengan menerima tanda pembayaran yang sah dari
para Penggugat pada saat putusan perkara ini mempunyai kekuatan
hukum tetap.
20. Bahwa di samping itu Tergugat wajib pula dihukum untuk membayar
uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
untuk setiap harinya apabila lalai untuk mentaati putusan dalam perkara
ini, terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap.
21. Bahwa guna menjamin agar gugatan Para Penggugat tidak sia-sia
(illusoir), maka Kami mohonkan dengan hormat kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan untuk memerintahkan agar harta kekayaan milik
Tergugat diletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag), berupa sebidang
tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya, kantor Agen Travel PT.
ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA Tour & Travel_Haji & Umroh yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berkedudukan Jl. KH. Abdullah Syafii No.68 Bukit Duri, Tebet, Jakarta
Selatan.
22. Bahwa karena gugatan Para Penggugat ini didasarkan atas fakta-fakta
yang dijamin kebenarannya serta didukung oleh Akta Otentik, maka
Kami mohon agar Putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (Uitvoerbaar bij Vorraad) walaupun ada upaya Verzet, Banding
dan Kasasi maupun upaya hukum lainnya.
Bahwa berdasarkan hal-hal yang Kami kemukakan di atas, maka Para
Penggugat mohon agar Pengadilan Negeri Tangerang memeriksa dan
mengadili perkara ini serta memberi putusan sebagai berikut :
DALAM PROVISI
1. Memerintahkan agar meletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag) atas
harta kekayaan Tergugat, berupa sebidang tanah dan bangunan yang
berdiri di atasnya agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA Tour
& Travel-Haji & Umroh yang berkedudukan Jl. KH. Abdullah Syafeii No.
68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan;
DALAM POKOK PERKARA
1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk
keseluruhan ;
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (conservatoir beslag)
terhadap harta kekayaan milik Tergugat, berupa sebidang tanah dan
bangunan yang berdiri di atasnya agen Travel PT. ASSURYANIYAH
CIPTA PRIMA Tour & Travel – Haji & Umroh yang berkedudukan Jl. KH.
Abdullah Syafii No. 68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan.
3. Menyatakan menurut hukum bahwa Para Penggugat telah mengalami
kerugian materiil sebagai akibat dari perbuatan Tergugat, yang jika dirinci
adalah sebagai berikut :
Penggugat I dan Penggugat II
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan US $ 13,400 dan
Rp.6.600.000,-
• Biaya Pembelian Perlengkapan : Rp. 1.500.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Biaya Tasyakuran di Kampung : Rp. 4.000.000,-
• Biaya Transportasi Ke Medan (2x) : Rp. 8.400.000,-
• Biaya Akomodasi : Rp. 1.800.000,-
• Biaya Rental Mobil dan bahan Bakar : Rp. 3.000.000,-
• Biaya Pembuatan Passport : Rp. 1.000.000,-
Jumlah kerugian dalam US $ dolar US $ 13,400
Jumlah kerugian dalam rupiah Rp. 6.600.000,-
Jumlah kerugian materiil pra keberangkatan Rp.19.700.000,-
Total kerugian Penggugat I dan II adalah sebesar US $ 13,400 dan
Rp.26.300.000,- (dua puluh enam juta tiga ratus ribu rupiah)
Penggugat III :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan;
Cicilan tahap ke Rp. 43.800.000,-
Cicilan tahap ke II Rp. 20.400.000,-
Pembayaran Pasport Rp. 750.000,-
Pembayaran uang DAM Rp. 6.900.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 13.000.000,-
• Biaya Selamatan di Depok Rp. 21.300.000,-
• Biaya Selamatan di Padang Rp. 7.000.000,-
• Biaya Tiket pesawat 2 @ Rp.800.000 x 3 Rp. 2.400.000,-
• Beli Perlengkapan dari Travel Rp. 3.960.000,-
Total kerugian Penggugat III adalah sebesar Rp.119.510.000,- (seratus
Sembilan belas juta lima ratus sepuluh ribu rupiah) ;
Penggugat IV dan Penggugat V
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan Rp.88.500.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp.5.500.000,-
• Biaya Selamatan dikampung Rp.29.000.000,-
• Biaya Selamatan di Jakarta Rp. 2.500.000,-
• Biaya Beli Oleh-oleh Rp. 1.000.000,-
• Biaya Tiket Kereta 2 Ke Semarang Rp. 1.500.000,-
Total kerugian Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.128.000.000,-
(seratus dua puluh delapan juta rupiah) ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Menyatakan menurut hukum bahwa selain kerugian materiil tersebut di
atas, Para Penggugat juga mengalami kerugian immaterial yang dialami
Penggugat I sa/d Penggugat V, yaitu tekanan batin dan psikis/psikologis
sebagai akibat dari perbuatan Tergugat yang telah melakukan penipuan
sejumlah uang untuk menjanjikan akan memberangkatkan ibadah haji
Khusus pada tahun 2012 namun kenyataannya bohong, menanggung
malu yang tidak terhingga, yang jika dinilai dengan uang adalah sebesar
Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah);
5. Menghukum kepada Tergugat untuk wajib membayar kerugian
immaterial kepada Para Penggugat sejumlah Rp.5.000.000.000,- (tiga
milyar rupiah) secara tunai, seketika,sekaligus dan tanpa syarat pada
saat putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
6. Menghukum kepada Tergugat untuk wajib pula membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
harinya apabila lalai untuk mentaati putusan dalam perkara ini, terhitung
sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
7. Menyatakan menurut hukum bahwa keputusan ini dapat dijalankan
terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorrad) meskipun ada upaya Verset,
banding dan Kasasi maupun upaya hukum lainnya;
8. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini ;
9. Menghukum kepada Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan
dalam perkara ini ;
A T A U
Apabila Pengadilan berpendapat lain mohon Putusan yang adil berdasarkan
Peradilan yang baik (Ex Aequo Et Bono);
Menimbang, bahwa Penggugat juga mengajukan perubahan Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum tertanggal 22 Agustus 2013 yang menjadi sebagai
berikut :
1. Bahwa Para Penggugat adalah calon jemaah haji ONH PLUS yang akan
diberangkatkan ke Mekah melalui bantuan Tergugat ;
2. Bahwa tentang Tergugat, Para Penggugat ketahui sebagai perusahaan
jasa pemberangkatan jemaah haji ONH PLUS yang sudah cukup lama
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bergerak di bidang haji dan Umroh, sehingga berdasarkan hal tersebut
para Penggugat mendaftarkan diri menjadi calon jemaah haji ONH
PLUS dengan maksud supaya Para Penggugat diberangkatkan ke
Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
3. Bahwa disaat para Penggugat mendatangi Tergugat, Tergugat
menjanjikan menyanggupi memberangkatkan para Penggugat dalam
jangka waktu setahun, oleh penjelasan Tergugat tersebut, para
Penggugat mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji ONH PLUS
dengan menggunakan jasa Tergugat.
4. Bahwa dari penawaran Tergugat yang disampaikannya, akhirnya
Penggugat I dan Penggugat II (suami Isteri) pada awal April 2011
mendaftar untuk melakukan ibadah haji ONH PLUS kepada Tergugat.
Bahwa pada saat mendaftar, Penggugat I dan Penggugat II membayar
uang kepada Tergugat masing-masingnya sebesar US $ 6,700 dan
Rp.3.300.000,- Oleh karenanya untuk total pembayaran Penggugat I dan
II adalah US $ 13.400. dan Rp.6.600,000,- serta sudah dibayar penuh
secara tunai pada tanggal 19 April 2011, dan Tanda terima pembayaran
telah lunas berupa kwitansi. (terlampir).
Bahwa secara keseluruhan Penggugat I dan Penggugat II telah
membayar kepada Tergugat uang pendaftaran, uang Passport serta
uang DAM sebesar US $ 13.400 dan Rp.6.600.000,- . Selain itu,
Penggugat I dan Penggugat II juga sudah mengeluarkan biaya persiapan
pemberangkatan haji sebesar Rp.19.700.000,- seperti diuraikan di
halaman 8 gugatan ini.
5. Bahwa Penggugat III pada tanggal 10 Agustus 2011 bersama anaknya
datang ke Tergugat untuk menanyakan proses pendaftaran haji, karena
Penggugat III ingin sekali berangkat di tahun 2012;
Bahwa pada tanggal 12 Agustus 2011 Penggugat III mendaftar untuk
melakukan ibadah haji ONH PLUS di tahun 2012 kepada Tergugat dan
membayar administrasi tersebut dengan 2 tahap, yaitu tahap pertama
sebesar US $ 5,000 yang diterima oleh kasir Tergugat yang bernama
RINA BASYIR, ditambah uang passport sebesar Rp.750.000,- menurut
penjelasan ibu RINA BASYIR “ pemberangkatan pada bulan Oktober
2012.” Penggugat III juga sudah membayar uang perlengkapan haji dan
uang DAM kepada Tergugat sebesar Rp.3.960.000,- Cicilan tahap ke II
sebesar Rp.20.000.000,- selain itu Penggugat III juga sudah
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengeluarkan biaya untuk kebutuhan pemberangkatan ibadah Haji
sebesar Rp.39.900.000,- seperti diuraikan di halaman 9 gugatan ini.
Bahwa secara keseluruhan Penggugat III telah mengeluarkan uang
sebesar Rp.108.810.000,- (seratus delapan juta delapan ratus sepuluh
ribu rupiah);
6. Bahwa Penggugat IV dan Penggugat V (suami isteri) pada tanggal 15
Agustus 2011 mendaftar untuk melakukan ibadah haji ONH PLUS
pemberangkatan tahun 2012 kepada Tergugat dan membayar biaya
kepada Tergugat tahap pertama sebesar Rp.86.500.000,- dan tahap
kedua tanggal 27 September 2011 sebesar US $ 230 yang kwitansinya
diberikan langsung oleh RIZA BASYIR sebagai kasir Tergugat.
Bahwa secara keseluruhan Penggugat IV dan Penggugat V telah
membayar uang sebesar Rp.90.000.000,- kepada Tergugat untuk biaya
ibadah haji ONH PLUS dan pembuatan passport. Selain itu, Penggugat
IV dan Penggugat V juga sudah mengeluarkan biaya persiapan naik haji
sebesar Rp.28.000.000,-. Oleh karenanya total yang dikeluarkan oleh
Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.118.000.000,- (seratus delapan
belas juta rupiah) seperti diuraikan di halaman 9 gugatan ini.
7. Bahwa Penggugat I dan Penggugat II sewaktu melakukan pendaftaran,
telahbertemu Bapak Semmi, salah satu Direktur Tergugat. Bapak
SEMMI menjelaskan bahwa para Penggugat bisa berangkat pada
musim haji tahun 2012. Bapak Semmi juga memberitahukan bahwa jika
Penggugat I dan Penggugat II ingin berangkat haji ONH Plus tahun 2011
maka perlu biaya tambahan (extra) sebesar Rp.10,000,000, (Sepuluh
juta rupiah) per orang ;
8. Bahwa menjelang musim haji tahun 2012, Penggugat I dan Penggugat II
akhirnya pulang ke kampungnya di Sumatera yaitu di Medan dengan
maksud untuk silaturahmi dengan sanak keluarga lainnya untuk
memohon untuk memohon doa restunya dikarenakan akan berangkat
haji pada tahun 2012,selain itu Penggugat I dan Penggugat II akhirnya
mempersiapkan segala kebutuhan ibadah tersebut baik pakain,
kerudung, sarung dan lain sebagainya;
9. Bahwa pada saat Penggugat I dan Penggugat II datang ke kantor
Tergugat, Tergugat menginformasikan bahwa pada tanggal 30
September 2012 akan diadakan pengarahan MANASIK HAJI yang
berttempat di Hotel Sofyan Jakarta, oleh karenanya Para Penggugat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
serta pihak calon haji yang lainnya pun merasa senang mendapatkan
informasi tersebut, karena merasa yakin akan segera diberangkatkan.
10. Bahwa selang beberapa hari, Para Penggugat,mendapatkan SMS dari
pihak agan bahwa “ para Penggugat gagal berangkat karena Visa tidak
bisa diperoleh” oleh karenanya setelah menerima SMS tersebut para
Penggugat mendatangi kantor Tergugat .
Bahwa Tergugat pada saat itu telah menjelaskan bahwa Calon Jama’ah
Haji agar datang kembali pada tanggal 6 Oktober 2012 karena proses
pengurusan Visa akan selesai pada tanggal tersebut dan pada saat itu
pihak Direktur Tergugat sama sekali tidak berada ditempat dan tidak bisa
menjelaskan secara detail atas janji yang telah disampaikan kepada para
Penggugat.
11. Bahwa atas penjelasan yang telah disampaikan hanya melalui SMS hal
ini sangat-sangat menyinggung perasaan Para Penggugat, karena
selaku perusahaan jasa yang cukup terkenal tidak memberitahukan
secara resmi melalui surat akan tetapi hanya melalui SMS.
12. Bahwa pada tanggal 6 Oktober 2012, Penggugat I dan Penggugat II
mendatangi Kantor Tergugat dan meminta ditemukan dengan Direktur
Tergugat dan meminta penjelesan pembatalan Para Penggugat.
Pada saat itu Tergugat melalui direkturnya mau ditemui oleh Penggugat
I dan Penggugat II dan bertemu ditrestoran dekat Kantornya, saat itu
direktur Tergugat yang bernama Zahir menyampaikan akan tetap
mengusahakan untuk mendapatkan VISA,namun apabila visa tersebut
tidak bisa keluar maka pihak Tergugat akan mengwmbalikan uang yang
sudah disetor ditambah umroh gratis atau diberikan kompensasi
Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) per calon haji yang batal;
Atas penjelasan tersebut, Penggugat I dan Penggugat II menolak,
karena bila keberangkatan haji dibatalkan maka Para Penggugat merasa
malu terhadap lingkungan, sanak famili dan lingkungan sekitar tempat
tinggal yang sudah terlanjur diberitahukan atas keberangkatan haji ONH
Plus tersebut. Para Penggugat banyak yang stress dan jatuh sakit. Oleh
karenanya Penggugat I dan Penggugat II minta dikembalikan seluruh
biaya yang sudah dibayarkan kepada Tergugat ditambah ganti kerugian
yang dialami Penggugat atas batalnya keberangkatan haji tersebut.
13. Bahwa sejak pertemuan tersebut, TERGUGAT sama sekali tidak bisa
temui dan atau dihubungi oleh Para Penggugat, oleh karenanya para
Penggugat beserta jamaah lainnya mencoba untuk mendatangi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Komisaris Tergugat dengan maksud untuk minta bantuannya agar
diselesaikan mengenai pengembalian uang yang sudah masuk ke
Tergugat.
Bahwa setelah Komisaris Tergugat menghubungi Tergugat, akhirnya
Tergugat menyampaikan minta waktu untuk mengembalikan, akan tetapi
para Penggugat dengan teman-teman lainnya menolak, harus
dikembalikan pada saat itu juga, oleh karenanya melalui perdebatan,
pihak TERGUGAT bersedia menerbitkan Cheque Mundur sebesar
Rp.998.000.000,- yang terdiri dari 2 lembar cheque yang masing-masing
jatuh tempo pada tanggal 15 November 2012. Nilai nominal yang tertulis
dalam cheque tersebut adalah jumlah uang yang sudah dibayarkan
kepada Tergugat oleh 16 orang calon jemaah haji ditambah uang
kompensasi Rp.20.000.000,- per orang. Dari 16 orang calon jemaah haji
tersebut, dalam perjalanan kasus ini, 11 orang calon jemaah haji memilih
untuk menerima tawaran Tergugat untuk diberangkatkan naik haji pada
tahun-tahun berikutnya sehingga tinggal 5 orang calon jemaah haji saja
yang tetapm menuntut pengembalian uang yang sudah dibayarkan
kepada Tergugat berikut uang kompensasi dan ditambah uang ganti
rugi.
Bahwa setelah itu Cheque tersebut dicek kebenarannya di bank mandiri
dan hasilnya Cheque tersebut valid dan bisa diuangkan, namun tanpa
disadari tanggal Cheque tersebut jatuh pada hari libur sehingga tidak
bisa dicairkan, kemudian Para Penggugat menelpon TERGUGAT
tentang tanggal cheque yang jatuh pada hari libur, lalu dijawab oleh
TERGUGAT Cheque tersebut bisa dicairkan lagi pada tanggal 22
November 2012 atau paling lambat akhir bulan November 2012;
Bahwa Cheque tersebut pada tanggal 30 November 2012 dicairkan
melalui Bank BCA atas anjuran Bank Mandiri tetapi ditolak karena
dananya tidak cukup, akhirnya Bank BCA mengeluarkan Dokumen gagal
Kliring, pada saat itu juga para Penggugat Menghubungi TERGUGAT
namun sejak saat itu No. Handphone Tergugat mati hingga Gugatan a-
quo ini diajukan.
14. Bahwa dengan demikian perbuatan Tergugat terhadap para Penggugat
yang nyata-nyata telah membayar sejumlah uang untuk melaksanakan
ibadah haji yang telah dijanjikan berangkat pada tahun 2012 namun
pada kenyataannya tidak berangkat serta tidak mengembalikan seluruh
uang milik para Penggugat serta telah mengeluarkan Cheque kosong
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sehingga para Penggugat tersebut percaya adalah merupakan
perbuatan yang dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum, dan
oleh karenanya kami mohonkan kepada Majelis Hakim untuk
menyatakan bahwa Tergugat nyata-nyata telah melakukan perbuatan
melawan hukum.
15. Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat terhadap
para Penggugat adalah sebagaimana diatur pada Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan “tiap perbuatan yang
melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk mengganti kerugian tersebut “ serta telah memenuhi 5 (lima)
syarat perbuatan melawan hukum, yaitu :
15..a Perbuatan itu melawan Hukum, yaitu Tergugat telah menjanjikan
dengan janji-janji manis sehingga para Penggugat terperdaya dan
mengikuti serta mengeluarkan sejumlah uang agar bisa
diberangkatkan ibadah haji akan tetapi pada kenyataan bohong dan
hanyalah melakukan penipuan belaka, hanya untuk mendapatkan
uang dengan kedok memberangkatkan haji.
15..b Melanggar hak subyektif orang lain, yaitu Tergugat nyata-nyata
telah melanggar hak-hak diri Para Penggugat yang sekian bulan
menunggu dan mengharapkan segera diberangkatkan akan tetapi
hasilnya nihil;
15..c Ada kesalahan/kelalaian, yaitu Tergugat telah menjanjikan kepada
Para Penggugat untuk berangkat haji, mengeluarkan cheque
bodong,membuat para Penggugat malu, dirugikan baik material
maupun immaterial.
Ada kerugian, yaitu kerugian materiil dikarenakan dengan tidak
diberangkatkan Para Penggugat telah dirugikan, telah membayar
lunas, selain itu telah pula mempersiapkan segala kebutuhan untuk
ibadah haji, mengadakan syukuran dll. Selain itu kerugian immaterial
Para Penggugat merasa malu yang tidak terhingga dengan teman
sejawat, tetangga, saudara-saudaranya atas informasi keberangkatan
haji namun ternyata tidak berangkat, oleh karenanya berakibat psikis/
psikologis para Penggugat merasa tergonjang batinnya.
15..d Ada hubungan causal antara kerugian dan kesalahan, yaitu
dengan adanya sikap Tergugat yang telah menjanjikan sesuatu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kepada Para Penggugat akan tetapi nihil, mengeluarkan cheque
bodong nyata-nyata telah menimbulkan kerugian pada diri Penggugat;
16. Bahwa dengan demikian Kami mohonkan pula kepada Majelis Hakim
yang terhormat agar menyatakan menurut baha Para Penggugat telah
mengalami kerugian baik secara materiil maupun immaterial.
17. Bahwa kerugian materiil yang diderita Para Penggugat adalah sebagai
berikut :
Penggugat I dan Penggugat II :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan US $ 13,400 dan
Rp.6.600.000,-
• Biaya Pembelian Perlengkapan : Rp.1.500.000,-
• Biaya Tasyakuran di Kampung : Rp.4.000.000,-
• Biaya Transportasi Ke Medan (2x) : Rp.8.000.000,-
• Biaya Akomodasi : Rp.1.800.000,-
• Biaya Rental Mobil dan Bahan Bakar : Rp.3.000.000,-
• Biaya Pembuatan Passport : Rp.1.000.000,-
• Jumlah kerugian dalam US $ dollar US $ 13,400,-
• Jumlah kerugian dalam rupiah : Rp.6.600.000,-
• Jumlah kerugian materiil pra keberangkatan Rp.19.700.000,-
• Total kerugian Penggugat I dan II adalah sebesar US $ 13,400
(tiga belas ribu empat ratus dollar US) dan Rp.26.300.000,- (dua
puluh enam juta tiga ratus ribu rupiah);
Penggugat III :
• Biaya pendaftaran yang sudah dikeluarkan:
• Cicilan tahap ke 1 Rp. 43.800.000,-
• Cicilan tahap ke II Rp. 20.400.000,-
• Pembayaran passport Rp. 750.000,-
• Pembayaran uang DAM dan perlengkapan Rp. 3.960.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 13.000.000,-
• Biaya selamat di Depok Rp. 17.500.000,-
• Biaya selamatan di Padang Rp. 7.000.000,-
• Biaya Tiket pesawat 2 a Rp.800.000,-x 3 Rp. 2.400.000,-
Total kerugian Penggugat III adalah sebesar Rp.108.810.000,-
(seratus delapan juta delapan ratus sepuluh ribu rupiah) ;
Penggugat IV dan Penggugat V
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan Rp. 88.500.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 5.500.000,-
• Biaya pembuatan passport Rp. 1.500.000,-
• Biaya selamatan di kampung Rp. 17.500.000,-
• Biaya selamatan di Jakarta Rp. 2.500.000,-
• Biaya beli Oleh-oleh Rp. 1.000.000,-
• Biaya Tiket Kereta 2 ke Semarang Rp 1.500.000,-
Total kerugian Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.118.000.000,-
(seratus delapan belas juta rupiah) ;
18. Bahwa kerugian immaterial yang dialami Para Penggugat, yaitu tekanan
batin dan psikis/psikologis sebagai akibat dari perbuatan Tergugat yang
telah melakukan menerima sejumlah uang dan menjanjikan akan
memberangkatkan ibadah haji khusus pada tahun 2012 akan tetapi tidak
dilakukan,menanggung malu yang tidak terhingga, yang jika dinilai
dengan uang adalah sebesar masing-masing Penggugat
Rp.1.000.000.000,- sehingga totalnya adalah Rp.5.000.000.000,- (lima
milyar rupiah) ;
19. Bahwa kerugian materiil maupun immateriil tersebut wajib dibayar secara
tunai,sektika,sekaligus dan tanpa syarat oleh Tergugat kepada Para
Penggugat dengan menerima tanda pembayaran yang sah dari Para
Penggugat pada saat putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap.
20. Bahwa disamping itu Tergugat wajib pula dihukum untuk membayar
uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
untuk setiap harinya kepada masing-masing Penggugat apabila lalai
untuk mentaati putusan dalam perkara ini, terhitung sejak putusan
perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
21. Bahwa guna menjamin agar gugatan Para Penggugat tidak sia-sia
(illusoir), maka Kami mohonkan dengan hormat kepada Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan untuk memerintahkan agar harta kekayaan milik
Tergugat diletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag), berupa sebidang
tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya, kantor Agen Travel PT.
ASSURYANIYAH CIPTAN PRIMA Tour & Travel Haji & Umroh yang
berkedudukan Jl. KH. Abdullah Syafii No.68 Bukit Duri, Tebet Jakarta
Selatan.
22. Bahwa karena gugatan Para Penggugat ini didasarkan atas fakta-fakta
yang dijamin kebenarannya serta didukung oleh Akta Otentik, maka
Kami mohon agar Putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dahulu (Uitvoerbaar bij Voorraad) walaupun ada upaya Verzet, Banding
dan Kasasi maupun upaya hukum lainnya.
Bahwa berdasarkan hal-hal yang Kami kemukakan di atas, maka Para
Penggugat mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memeriksa dan
mengadili perkara ini serta memberi putusan sebagai berikut :
DALAM PROVISI ;
1. Memerintahkan agar meletakkan Sita Jaminan (conservatoir beslag) atas
harta kekayaan Tergugat, berupa sebidang tanah dan bangunan yang
berdiri di atasnya agen Travel PT. ASSURYANIYAH CIPTA PRIMA Tour
& Travel – Haji & Umroh yang berkedudukan Jl. KH. Abdullah Syafii
No.68 Bukti Duri, Tebet Jakarta Selatan.
DALAM POKOK PERKARA
1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Para Penggugat untuk
keseluruhan;
1. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
kepada Para Tergugat ;
2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (conservatoir beslag)
terhadap harta kekayaan milik Tergugat, berupa sebidang tanah dan
bangunan yang berdiri di atasnya agen Travel PT. ASSURYANIYAH
CIPTA PRIMA Tour & Travel – Haji & Umroh yang berkedudukan Jl.
KH.Abdullah Syafii No. 68 Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan.
3. Menyatakan menurut hukum bahwa Para Penggugat telah mengalami
kerugian materiil sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang
dilakukan Tergugat kepada Para Penggugat, yang jika dirinci adalah
sebagai berikut :
Penggugat I dan Penggugat II :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan US $ 13,400 dan
Rp.6.600.000,-
• Biaya Pembelian Perlengkapan : Rp.1.500.000,-
• Biaya Tasyakuran di Kampung : Rp.4.000.000,-
• Biaya Transportasi Ke Medan (2x) : Rp.8.000.000,-
• Biaya Akomodasi : Rp.1.800.000,-
• Biaya Rental Mobil dan Bahan Bakar : Rp.3.000.000,-
• Biaya Pembuatan Passport : Rp.1.000.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Jumlah kerugian dalam US $ dollar US $ 13,400,-
• Jumlah kerugian dalam rupiah : Rp.6.600.000,-
• Jumlah kerugian materiil pra keberangkatan Rp.19.700.000,-
• Total kerugian Penggugat I dan II adalah sebesar US $ 13,400
(tiga belas ribu empat ratus dollar US) dan Rp.26.300.000,- (dua
puluh enam juta tiga ratus ribu rupiah);
Penggugat III :
• Biaya pendaftaran yang sudah dikeluarkan:
• Cicilan tahap ke 1 Rp. 43.800.000,-
• Cicilan tahap ke II Rp. 20.400.000,-
• Pembayaran passport Rp. 750.000,-
• Pembayaran uang DAM dan perlengkapan Rp. 3.960.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 13.000.000,-
• Biaya selamat di Depok Rp. 17.500.000,-
• Biaya selamatan di Padang Rp. 7.000.000,-
• Biaya Tiket pesawat 2 a Rp.800.000,-x 3 Rp. 2.400.000,-
Total kerugian Penggugat III adalah sebesar Rp.108.810.000,-
(seratus delapan juta delapan ratus sepuluh ribu rupiah) ;
Penggugat IV dan Penggugat V
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan Rp. 88.500.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 5.500.000,-
• Biaya pembuatan passport Rp. 1.500.000,-
• Biaya selamatan di kampung Rp. 17.500.000,-
• Biaya selamatan di Jakarta Rp. 2.500.000,-
• Biaya beli Oleh-oleh Rp. 1.000.000,-
• Biaya Tiket Kereta 2 ke Semarang Rp 1.500.000,-
Total kerugian Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.118.000.000,-
(seratus delapan belas juta rupiah) ;
4. Menyatakan menurut hukum bahwa selain kerugian materiil tersebut di
atas, Para Penggugat juga mengalami kerugian immaterial yang dialami,
yaitu tekanan batin dan psikis/psikologis sebagai akibat dari perbuatan
Tergugat berupa menerima sejumlah uang dengan menjanjikan akan
memberangkatkan Para Penggugat melaksanakan ibadah haji Khusus
pada tahun 2012 namun kenyataannya tidak dilakukan oleh Tergugat
kepada Para Penggugat, menanggung malu yang tidak terhingga, yang
jika dinilai dengan uang adalah sebesar Rp.1.000.000.000,- masing-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
masing Penggugat yang ditotalkan berjumlah Rp.5.000.000.000,- (lima
milyar rupiah) ;
5. Menghukum kepada Tergugat untuk wajib membayar kerugian
immaterial kepada Para Penggugat sejumlah Rp.5.000.000.000,- (lima
milyar rupiah) secara tunai,seketika,sekaligus dan tanpa syarat pada
saat putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
6. Menghukum kepada Tergugat untuk wajib pula membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
harinya kepada masing-masing Penggugat apabila lalai untuk mentaati
putusan dalam perkara ini, terhitung sejak putusan ini mempunyai
kekuatan hukum tetap.
7. Menyatakan menurut hukum bahwa keputusan ini dapat dijalankan
terlebih dahulu (uit voerbaar bij voorrad) meskipun ada upaya Verzet,
Banding dan Kasasi maupun upaya hukum lainnya;
8. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini;
9. Menghukum kepada Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan
dalam perkara ini ;
A T A U
Apabila Pengadilan berpendapat lain mohon Putusan yang adil berdasarkan
peradilan yang baik (Ex Aequo Et Bono) ;
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditetapkan, untuk
Penggugat datang menghadap Kuasanya di persidangan ABU AHMADI,
SH., berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.03/SK/AA&A/II/2013 tanggal 1
Februari 2013, dan untuk Tergugat datang menghadap kuasanya di
persidangan M. ALI MUKTI SIMAMORA, SH., berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 27 Juni 2013;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua
belah pihak yang berperkara melalui proses mediasi sesuai Peraturan
Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008, dengan menunjuk
M.RAZZAD SH.M.H., sebagai Mediator sesuai Penetapan Nomor : 295/
Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel tanggal 1 Juli 2013 akan tetapi ternyata upaya
perdamaian tersebut tidak berhasil sesuai dengan Laporan Hasil Mediasi
tanggal 18 Juli 2013, maka persidangan perkara ini dilanjutkan dengan
membacakan Surat Gugatan Penggugat seperti tersebut di atas, yang atas
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pembacaan tersebut Penggugat menyatakan ada perubahan pada gugatannya
sebagaimana perubahan gugatan tanggal 22 Agustus 2013 telah termuat
diatas;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan
jawabannya tertanggal 4 September 2013 yang selengkapnya sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI :
1. Gugatan Para Penggugat menambah dan mengubah Surat Gugatannya.
Bahwa perubahan atau penambahan Gugatan tidak diperbolehkan
apabila perubahan tersebut mengakibatkan kerugian bagi Tergugat atau
Penggugat (Vide Putusan Mahkamah Agung tanggal 6 Maret 1971,
No.209 K/Sip/1970)
1.1.. Bahwa dalam Gugatan Para Penggugat a quo, identitas Tergugat
dirubah dari Direktur Utama menjadi Badan Hukum yakni PT.
Assuryaniyah Cipta Prima.
1.2.. Gugatan Para Penggugat dalam petitumnya sebelum dirubah a
quo tidak memohon “Tergugat telah melakukan PerbuatanHukum”
akan tetapi di Gugatan perubahan Para Penggugat memohonkan
kepada Majelis agar Tergugat dinyatakan telah melakukan
perbuatan melawan hukum ;
Dengan demikian sudah jelas dan terang perubahan gugatan dari
Para Penggugat sudah mengakibatkan kerugian pada Tergugat.
“Perubahan Gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan
hukum yang sama dimohon pelaksanaan suatu hak yang lain,
atau apabila Penggugat mengemukakan keadaan baru sehingga
dengan demikian mohon putusan Hakim tentang suatu
perhubungan hukum antara kedua belah pihak yang lain daripada
yang semula telah dikemukakan “ Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Praktek, Cetakan ke- VII, hal 47, Ny. Retnowulan
Sutanto,SH., Iskandar Oeripkartawinata,SH.,Penerbit CV Mandar
Maju.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2. Gugatan Penggugat Kabur dan Tidak Jelas (Exceptio Obscurum
Libellum/Obscuur Libel) Karena Gugatan Penggugat
Mencampuradukkan Perbuatan Hukum dan Wanprestasi ;
Bahwa berdasarkan Yurisprudensi, teori dan praktek hukum acara yang
berlaku, maka suatu gugatan dapat dikatagorikan sebagai “gugatan yang
kabur dan tidak jelas (obsecur libel)” apabila posita gugatan tersebut
tidak relevan dengan petitum gugatan dan/atau tidak mendukung
Petitum gugatan (vide : Putusan Mahkamah Agung tanggal 8 Desember
1982 No.1075/K/Sip/1982 dalam perkara perdata antara Bachid Marzuki
melawan Achmad Marzuk dan Faray bin Surur Alamri.
2.1.. Bahwa dalam gugatan a quo, posita Gugatan sama sekali tidak
relevan dan tidak mendukung petitum gugatan karena :
1.a. Di dalam petitum Gugatan, Penggugat menuntut agar
pengadilan menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan
Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Para
Penggugat namun disisi lain;
1.b. Dalam posita Gugatan, penggugat secara jelas-jelas
mendasarkan gugatannya pada dalil-dalil mengenai suatu
perbuatan wanprestasi;
2.2.. Untuk membuktikan bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya
pada suatu perbuatan wanprestasi, berikut dikutip posita Gugatan
Penggugat, antara lain :
• menyatakan :
“13….. adalah jumlah uang yang sudah dibayarkan kepada
Tergugat oleh 16 orang calon jemaah haji ditambah uang
kompensasi Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) per
orang…………………………………………………………….
“14 ……… yang nyata-nyata telah membayar sejumlah
uang untuk melaksanakan ibadah haji yang telah dijanjikan
berangkat pada tahun 2012 namun kenyataannya tidak
berangkat serta tidak mengembalikan seluruh uang milik
Para Penggugat ………………………………………………….
Dengan demikian, jelas dan nyata bahwa konstruksi yuridis
Gugatan yang diajukan oleh Penggugat adalah bertumpu
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan bersandar pada perbuatan Wanprestasi, dengan
demikian inti dasar Gugatan dari Penggugat adalah terkait
dengan perbuatan wanprestasi, walaupun Tergugat
mengakui gagal memberangkatkan jemaah haji untuk tahun
2012 dikarenakan adanya regulasi ditubuh Departemen
Agama RI.
Maka sudah selayaknya jika Majelis Hakim sependapat
dengan Tergugat bahwa Penggugat telah mengakui bahwa
Gugatan a quo didasarkan pada perbuatan wanprestasi dan
bukan berdasarkan pada perbuatan melawan hukum.
3. Bahwa Gugatan Diajukan Para Penggugat Tanpa Dasar Hukum
(Onrechmatig Ongegrond) Mengada-ada Serta Bertujuan Hanya Untuk
mendapatkan Keuntungan Finansial Semata ;
Bahwa inti dari Gugatan Penggugat adalah sehubungan dengan
gagalnya Tergugat memberangkatkan beberapa jemaah haji ONH Plus
untuk tahun 2012.
Adapun gagalnya keberangkatan Para Penggugat diluar dari prediksi
Tergugat, sedangkan gugatan Para Penggugat membangun suatu dalil-
dalil seperti mendapatkan keuntungan walaupun Tergugat sudah
memberikan konpensasi sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)
per jemaah, hingga mencapai Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah),
bahwa dalil-dalil tersebut sesungguhnya tidak benar dan tidak berdasar
serta bersifat manipulatif, menyesatkan dan secara licik ingin
menyesatkan Majelis Hakim Yang Terhormat.
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas sudah selayaknya apa bila
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Yang Terhormat
menolak untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan
Penggugat tidak dapat diterima. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya suatu proses peradilan yang tidak memenuhi syarat dan
dilaksanakan atas dasar adanya manipulasi hukum (law manipulation)
dari ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Hal seperti ini dalam
doktrin hukum yang berkembang dikenal dengan istilah Vexatious
Proceeding dan istilah Vexatious Litigation, yaitu suatu gugatan yang
dilakukan penuh dengan kecurangan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
A. DALAM POKOK PERKARA :
DALAM KONPENSI :
1. Mohon Majelis Hakim Yang Mulia agar dalil-dalil, fakta-fakta dan dasar
hukum yang telah disampaikan oleh Tergugat dalam Eksepsi di atas
dianggap sebagai satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
dalil-dalil, argument-argument, fakta-fakta dan dasar hukum dari Jawaban
Tergugat dalam Pokok Perkara yang diuraikan dibawah ini.
2. Bahwa Tergugat dengan ini menyangkal, menolak dalil-dalil Penggugat
dan membantah secara tegas segala tuduhan dalam Gugatan yang
disampaikan dan diajukan oleh Penggugat, kecuali yang dengan tegas
diakui oleh Tergugat I dan II. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 163 HIR
Jo. Pasal 1865 KUHPerdata, Penggugat diwajibkan untuk membuktikan
dalil-dalil Gugatannya.
3. Bahwa benar dalil Para Penggugat butir 1 dan 2 dalam Gugatannya,
karena Tergugat tidak saja sudah lama berkecimpung di bidang
pemberangkatan haji Plus, tetapi jaringan ditanah suci Mekkah dan
Pelayanan Tergugat sudah tidak perlu lagi diragukan;
4. Bahwa sebagian benar dalil-dalil Para Penggugat pada butir 3,4,5,6 dan
7 Gugatannya, untuk kami tidak akan membantahnya.
5. Bahwa dalil Penggugat dalam Surat Gugatannya butir 10 dan 11, adalah
tidak benar dan sangat menyesatkan, karena Penggugat I dan II, dapat
berkomunikasi dengan staff (Riza Basri) baik pada jam kantor maupun
diluar jam kantor dan Tergugat selalu buka dan terbuka buat umum;
6. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 12, karena tidak benar dan tidak beralasan karena pada tanggal 6
Oktober 2012 itu, semua jemaah yang Visanya tidak keluar dikumpulkan
dan diberi keterangan secara terbuka dan diberi waktu untuk bertanya
secara langsung ;
Pada pertemuan terbuka tersebut Tergugat melalui Direktur Utamanya
menyampaikan apabila Tergugat batal memberangkatkan haji untuk
tahun 2012, Tergugat bersedia mengembalikan 100 % (seratus persen)
dana yang sudah disetorkan kepada Tergugat.
Adapun tuntutan ganti kerugian yang dimaksud Penggugat I dan
Penggugat II terhadap Tergugat tidak didukung dengan bukti-bukti yang
akurat dan otentik, untuk itu tuntutan Penggugat patut dan beralasan
untuk ditolak, sesuai dengan Yurisprudensi Tatap Mahkamah Agung RI.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
.a No.550K/Sip/1997, tertanggal 8 Mei 1980, yang pada pokoknya
berbunyi “Petitum tentang ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat
diterima karena tidak diadakan perincian mengenai kerugian-
kerugian yang dituntut.
.b No.492K/Sip/1970, tertanggal 16 Desember 1970 dan Putusan
Mahkamah Agung RI No.1720K/Pdt/1986, tertanggal 18 Agustus
1980, yang intinya berbunyi “Setiap tuntutan ganti rugi harus
disertai perincian dalam bentuk apa yang menjadi dasar
tuntutannya. Tanpa perincian dimaksud maka tuntutan ganti rugi
tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tuntutan
tersebut tidak jelas/tidak sempurna.”
7. Bahwa dalil Penggugat dalam Surat Gugatannya butir 13, adalah tidak
benar dan sangat menyesatkan, karena sekali lagi Tergugat sampaikan
bahwa Tergugat adalah perusahaan yang sudah lama berdiri dan
keberadaannya sangat jelas jadi tidak benar dalil Penggugat tersebut ;
Adapun rumah yang para Penggugat datangi adalah rumah orang tua dari
Direktur Utama yakni rumah kediaman Ibu DR.Suryani Thahir. Sedangkan
ibu DR. Suryani Thahir bukanlah sebagai Komisaris pada Tergugat.
Cek.No.FN.055052, tanggal 15 Nopember 2012 dan Cek No. FN 055053,
diperuntukan untuk pengembalian dana setoran haji tahun 2012 untuk
jemaah 16 (enam belas) orang, 11 (sebelas) dari 16 (enam belas) jemaah
tersebut telah dilakukan pembayaran oleh Pengurus Tergugat dan telah
lunas 100 % sedangkan Para Penggugat menempuh jalur hukum dengan
membuat Laporan Polisi LP/4190/XII/2012/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 5
Desember 2012, dengan atas nama Penggugat V.
8. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 14 dan 15 sebab tidak benar dan tidak beralasan karena Direktur
Utama Tergugat telah menyanggupi untuk membayar pengembalian uang
yang sudah disetor ke Tergugat, namun Para Tergugat menolak dengan
alasan harus disertai dengan uang ganti rugi sebesar Rp.50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) ;
9. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 16,17, 18 dan 19, karena tidak benar dan tidak beralasan serta
hanya mencari keuntungan yang tidak berdasar hukum, karena itu
haruslah ditolak.
10. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 20 Gugatannya, karena tidak benar dan tidak berdasar menurut
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum, mengenai tuntutan Penggugat yang meminta uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
hari harus ditolak, sebab bertentangan dengan Yurisprudensi Tetap
Mahkamah Agung RI No.791 K/Sip/1972, tertanggal 26 Pebruari 1973;
11. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Para
Penggugat butir 21, karena tidak benar dan tidak beralasan menurut
hukum, karena mengenai tuntutan Para Penggugat yang meminta sita
jaminan atas sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya kantor
dan usaha milik Tergugat di Jalan KH. Abdullah Syafii No.68, Bukit Duri
Tebet, harus ditolak, karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan
dalam ketentuan Pasal 227 HIR, yang kutipannya sebagai berikut : “ Sita
Jaminan hanya dapat dilakukan jika ada dugaan kuat bahwa seorang
yang berhutang berusaha menggelapkan atau membawa pergi barang
bergerak atau tetap dengan maksud agar tidak terjangkau oleh yang
berpiutang”.
12. Bahwa Tergugat secara tegas keberatan dan menolak dalil Penggugat
butir 22 Gugatannya, karena putusan tersebut tidak ada kepentingan
yang mendesak, karena Tergugat telah menyediakan pembayaran
dimuka Penyidik Polda Metro Jaya, namun Para Penggugat menolak dan
meminta tambahan sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah),
sebagai ganti rugi.
A. DALAM EKSEPSI :
A..1 Menerima dan mengabulkan seluruh Eksepsi yang diajukan
Tergugat ;
A..2 Menyatakan bahwa Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet
Ontvankelijke Verklaard) ;
B. DALAM POKOK PERKARA ;
C. Menerima dan mengabulkan seluruh Jawaban yang diajukan oleh
Tergugat;
D. Menolak Gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat untuk
seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan Penggugat
tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) ;
E. Menyatakan bahwa Tergugat untuk mengembalikan semua biaya
yang sudah diterimanya dari Para Tergugat sebesar
Rp.141.086.000,- (Seratus empat puluh satu juta delapan puluh
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
enam ribu rupiah) dengan pembayaran dilakukan secara tunai,
untuk selebihnya harus ditolak;
F. Menyatakan batal demi hukum uang konpensasi yang akan
diberikan Tergugat sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) kepada setiap Para Penggugat ;
G. Menyatakan sita jaminan yang dimohonkan oleh Penggugat tidak
sah dan tidak berharga.
H. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini.
Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat lain maka :
SUBSIDAIR :
Dalam peradilan yang baik, apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon
putusan sesuai dengan keadilan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ;
Menimbang, bahwa terhadap jawaban dari Tergugat, selanjutnya
Penggugat telah menanggapi sebagaimana tersebut dalam Replik Penggugat
tertanggal 10 Oktober 2013 ;
Menimbang, bahwa terhadap Replik Penggugat a quo, lebih lanjut telah
ditanggapi oleh Tergugat dalam Dupliknya tertanggal 17 Oktober 2013;
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya
Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat yang bermaterai cukup dan telah
dileges sebagai berikut :
1. P – I : Copy Tanda Terima No.07019411 pembayaran haji Khusus
Rp.600.000,- atas nama SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI
AZIS tertanggal 19 April 2012 ;
2. P-II : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.072891 ONH atas nama
SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI AZIS sebesar
Rp.6.000.000,-
3.P-III : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.072890 ONH atas nama
SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI AZIS sebesar $ USD
13.400 tertanggal 12 Mei 2011 ;
4.P-IV : Copy surat pernyataan yang dibuat olehDirektur PT. Assuryaniyah
tertanggal 08 Oktober 2012 untuk Bapak SUHAIBAH;
5.P-V : Copy surat pernyataan yang dibuat oleh Direktur PT.
ASSURYANIYAH tertanggal 08 Oktober 2012 untuk HUSNI AZIS;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
6.P-VI : Copy Surat Pernyataan yang dibuat oleh A. ZAKA AL FARABI
jabatan bagian Umum PT. ASSURYANIYAH tertanggal 08
Oktober 2012 ;
7. P-VII : Copy Cek No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,-
8.P-VIII : Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,;
9.P-IX : Copy Cek No. FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
10.P-X : Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No. FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
11.P-XI : Copy Setoran awal BPIH dari PT. ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.00 untuk atas nama HUSNI AZIZ tertanggal 25
Januari 2012 melalui Bank Bukopin;
12.P-XII : Copy Setoran awal BPIH dari PT. ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.00 untuk atas nama SUHAIBAH Datuk SULAIMAN
tertanggal 25 Januari 2012 melalui Bank Bukopin;
13.P-XIII : Copy Tanda Bukti Laporan No.TBL/4190/XII/2012/PMJ/
Ditreskrimum Polda Metro Jaya ;
14.P-XIV : Copy Berita Penyitaan barang bukti dari Polda Metro Jaya
tertanggal 24 Mei 2013 ;
Bukti Penggugat III :
15.P-XV : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.0729062 ONH atas nama
NELMAN CHATIB DARUSMAN sebesar Rp.43.800.000,-
tertanggal 12 Agustus 2011 ;
16.P-XVI : Copy Kwitnasi Pembayaran Haji No.07280876 ONH atas nama
NELMA CHATIB DARUSMAN sebesar Rp.20.000.000,- tertanggal
23 Mei 2012 ;
17.P-XVII : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.7280771 ONH untuk
pembuatan passport atas nama NELMA CHATIB DARUSMAN
sebesar Rp.750.000,- tertanggal 27 Oktober 2011 ;
18.P-XVIII: Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.7280937 ONH atas nama
NELMA CHATIB DARUSMAN untuk Pembayaran Perlengkapan
haji sebesar Rp.3.960.000,- tertanggal 10 Agustus 2012 ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
19.P-XIX : Copy surat pernyataan yang dibuat oleh Direktur PT.
ASSURYANIYAH tertanggal 04 Oktober 2012 untuk NELMAN
CHATIB ;
20.P-XX : Copy Cek No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,-
21.P-XXI : Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,-
22.P-XXII: Copy Cek No. FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
23.P-XXIII: Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No. FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
24.P-XXIV : Surat Pernyataan pengembalian dan konpensasi sebesar Rp.
20.000.000,- tertanggal 8 Oktober 2012 ;
25.P-XXV : Copy Setoran awal BPIH dari PT. ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.00 untuk atas nama NELMAN CHATIB tertanggal 31
Januari 2013 melalui Bank BUKOPIN.
26.P-XXVI : Copy Tanda Bukti Laporan No. TBL/4190/XII/2012/PMJ/
Ditreskrimum Polda Metro Jaya ;
27.P-XXVII: Copy Berita Penyitaan barang Bukti dari Polda Metro Jaya
tertanggal 27 Mei 2013;
Bukti Penggugat IV dan Penggugat V :
28.P-XXVIII: Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.0729069 ONH atas nama
Darto Suprapto dan Rusminiati sebesar Rp.86.500.000,-
tertanggal 15 Agustus 2011 ;
29.P-XXIX: Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.07280689 ONH atas nama
Darto Suprato dan Rusminiati sebesar Rp.2.116.000, tertanggal
27 September 2011 ;
30. P-XXX: Copy Cek No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,-
31.P-XXXI : Copy surat pernyataan yang dibuat oleh Direktur PT.
ASSURYANIYAH tertanggal 04 Oktober 2012 untuk Ibu
Rusminiati ;
32.P-XXXII: Copy Cek No.FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678.086.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
33.P-XXXIII: Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No. FN 055052 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.678,086.000,-
34.P-XXXIV: Copy Cek No.FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
35.P-XXXV : Copy Surat Keterangan Penolakan dari Bank Mandiri untuk Cek
No. FN 055053 tanggal 15 November 2012 sebesar
Rp.320.000.000,-
36.P-XXXVI: Copy Setoran awal BPIH dari PT. ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.00 untuk atas nama DARTO SUPRAPTO tertanggal
27 November 2013 melalui Bank Mandiri.
37.P-XXXVII:Copy Setoran awal BPIH dari PT. ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.00 untuk atas nama RUSMINIATI tertanggal 27
November 2013 melalui Bank Mandiri.
38.P-XXXVIII:Copy Tanda Bukti Laporan No.TBL/4190/XII/2012/PMJ/
Ditreskrimum Polda Metro Jaya;
39.P-XXXIX: Copy Berita Penyitaan Barang Bukti dari Polda Metro Jaya
tertanggal 27 Mei 2013 ;
40.P-XXXX: Copy Surat Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati
namun belum ditandatangani tapi pernah direalisasi.
Bukti P-XXVII, P-XXXIX, P-XXXX sesuai dengan aslinya sedangkan lainnya
sesuai dengan foto copy (tidak ada aslinya).
Menimbang, bahwa selain mengajukan bukti surat-surat Penggugat juga
mengajukan 2 (dua) orang saksi, yang setelah bersumpah/berjanji menurut
agamanya memberikan keterangan yang pada pokoknya, masing-masing
adalah sebagai berikut :
1. CIHO DARMAWAN BANGUN.
• Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat ;
• Bahwa saksi Tahu Para Penggugat telah mendaftar haji ONH Plus di
Biro perjalanan Umum Umrah dan Haji Plus melalui Assuryaniyah;
• Bahwa direktur Biro Perjalanan Umum PT.Assuryaniyah Cipta Prima
adalah Bapak H.M. Zahir SA;
• Bahwa Para Penggugat telah mendaftar Haji Plus pada bulan April 2011
dan sudah lunas yang masing-masing sebesar $USD 7000.00;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa Para Penggugat akan diberangkatkan pada musim haji tahun
2012 namun tidak jadi ;
• Bahwa sudah mengkonfirmasi kepada PT. Assuryaniyah dan bertemu
dengan stafnya yang bernama Zaki Alfarabi Para Penggugat tidak bisa
berangkat atau dibatalkan pemberangkatannya karena tidak mendapat
Visa ;
• Bahwa saksi dan Para Penggugat sudah menghubungi Direktur maupun
Komisarisnya namun tidak ada penyelesaian ;
• Bahwa jamaah yang tidak bisa diberangkatkan ada sekitar 16 orang dan
akan diberikan uang konpensasi sebesar Rp.20.000.000,- per orang ;
• Bahwa yang belum diselesaikan adalah 5 orang jamaah sedangkan
yang lainnya dijanjikan akan diberangkatkan pada tahun berikutnya ;
• Bahwa Para Penggugat sudah diberikan cek namun cek tersebut setelah
dicairkan tidak ada dananya ;
• Bahwa Saksi pernah menghubungi Ibunya Bapak Zahir SA dan akan
diselesaikan namun hingga sekarang belum selesai juga ;
2 FATMAWATI
• Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat karena saksi adalah
anak kandung Penggugat I dan Penggugat II;
• Bahwa saksi tahu kalau orang tua saksi mendaftar haji ONH Plus di PT.
Assuryaniyah untuk pemberangkatan tahun 2012 ;
• Bahwa Para Penggugat sudah membayar ONH Plus tersebut lunas
sebesar 7500 $ USD ;
• Bahwa Para Penggugat tidak bisa berangkat ke Tanah Suci dengan
alasan tidak dapat Visa ;
• Bahwa Para Penggugat mendaftar untuk berangkat Haji Plus ke PT.
Assuryaniyah karena percaya dengan nama besar Atahiriyah yang
merupakan milik dari Ibunya Bapak H.M. Zahir SA;
• Bahwa Para Penggugat sudah berusaha untuk mencari penyelesaian
dengan pemilik PT. Assuryaniyah namun sampai sekarang belum ada
penyelesaian;
• Bahwa Para Penggugat sudah pernah diberikan Cek pengembalian dan
uang kompensasi namun setelah mau dicairkan dananya tidak ada ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa untuk mempertahankan dalil sangkalannya,
Tergugat telah mengajukan bukti berupa foto copy surat yang diberi materai
cukup dan telah disesuaikan dengan surat aslinya yaitu T.1 sampai dengan
T-12 sebagai berikut :
1. Bukti T- 1 : Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji Dan
Umrah, No.D/596 Tahun 2010;
2.Bukti T – 2 : Akta Notaris Pendirian dan Perubahannya;
3.Bukti T – 3 : KEPMEN Hukum dan Asasi Manusia tentang Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan ;
4.Bukti T – 4 : Akreditasi;
5.Bukti T – 5 : Surat Keterangan Domicili;
6.Bukti T – 6 : Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ;
7.Bukti T – 7 : Tanda Setoran BPIH atas nama Penggugat I ;
8. Bukti T – 8 : Tanda Setoran BPIH atas nama Penggugat II;
9.Bukti T – 9 : Tanda Setoran BPIH atas nama Penggugat III ;
10.Bukti T -10 : Tanda Setoran BPIH atas nama Penggugat IV ;
11.Bukti T -11 : Tanda Setoran BPIH atas nama Penggugat V ;
12.Bukti T – 12 : Cek No.FN 055052 dan Cek No.FN 055053, keduanya
tanggal 15 November 2012 ;
Menimbang, bahwa bukti T- 1, T-2, T-3,T-5, T-6, sesuai dengan aslinya
sedangkan untuk bukti T-4, T-7,T-8,T-9,T-10,T-11 dan T-12 tidak ada aslinya
sesuai foto copy dan Tergugat tidak mengajukan saksi di persidangan ;
Menimbang, bahwa selanjutnya kedua belah pihak, baik Penggugat,
dan Tergugat telah mengajukan kesimpulan masing-masing tertanggal 30
Januari 2014, dan akhirnya kedua belah pihak memohon Putusan Pengadilan ;
Menimbang, bahwa segala sesuatu selebihnya yang terjadi di
persidangan sebagaimana selengkapnya telah termuat dalam Berita Acara
Persidangan perkara ini, demi singkatnya uraian putusan ditunjuk kepada Berita
Acara Persidangan termaksud sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan
dengan putusan, karenanya dinyatakan sebagai telah cukup termuat dan turut
dipertimbangkan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari putusan ini ;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan para Penggugat adalah
sebagaimana tersebut di atas ;
TENTANG PROVISI :
Menimbang, bahwa oleh karena dalam gugatan Penggugat ada tuntutan
provisi, maka Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan tuntutan
provisi tersebut.
Menimbang, adapan tuntutan provisi Penggugat yaitu :
Memerintahkan agar meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta
kekayaan Tergugat, berupa sebidang tanah dan bangunan yang berdiri
diatasnya agen travel PT.Assuryaniyah Cipta Prima Tour & Travel – Haji &
Umroh yang berkedudukan Jl. KH.Abdullah Syafii No.68 Bukit Duri, Tebet
Jakarta Selatan.
Menimbang, bahwa atas tuntutan provisi Penggugat tersebut di atas,
selama persidangan Penggugat tidak pernah mengajukan bukti apapun tentang
adanya dugaan Tergugat akan mengalihkan tanah dan bangunan tersebut dan
hingga saat ini Majelis Hakim belum pernah melakukan penyitaan atas tanah
dan bangunan tersebut.
Menimbang, berdasarkan perimbangan-pertimbangan tersebut diatas
Majelis Hakim berpendapat bahwa tuntutan provisional para Penggugat
tersebut diatas haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.
DALAM EKSEPSI ;
Menimbang, bahwa atas gugatan para Penggugat tersebut Tergugat
telah mengajukan eksepsi yang pada pokoknya adalah sebagai berikut :
.1 Gugatan para Penggugat menambah dan mengubah surat gugatannya,
bahwa dalam gugatan para Penggugat aquo, identitas Tergugat dirubah dari
Direktur Utama menjadi Badan Hukum yakni PT. Assuryaniyah Cipta Prima.
Dan dalam petitum sebelum dirubah aquo tidak memohon Tergugat
melakukan perbuatan melawan hukum akan tetapi digugatan perubahan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
para Penggugat memohon agar Tergugat dinyatakan telah melakukan
perbuatan melawan hukum;
.2 Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas, karena Penggugat
mencampuradukan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Bahwa
dalam gugatan aquo, posita gugatan sama sekali tidak relevan dan tidak
mendukung petitum gugatan karena di dalam petitum gugatan Penggugat
menuntut agar pengadilan menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum. Disisi lain posita gugatan Penggugat secara
jelas-jelas mendasarkan gugatannya pada dalil-dalil mengenai suatu
perbuatan wanprestasi.
.3 Gugatan yang diajukan oleh para Penggugat tanpa dasar hukum,mengada-
ada serta bertujuan hanya untuk mendapatkan keuntungan financial semata.
Menimbang, bahwa atas eksepsi yang diajukan oleh Tergugat,
Penggugat didalam Repliknya memberikan tanggapan sebagai berikut :
.3..1 Bahwa dalam hukum acara perdata, Penggugat boleh dan
diperkenankan melakukan perubahan selama belum ada masuk kepada
pokok perkara, oleh karenanya alasan Tergugat menolak adalah alasan
yang mengada-ada serta salah tafsir sebagaimana dalil yang disampaikan
oleh Tergugat.
.3..2 Bahwa perbuatan Tergugat telah menjanjikan akan melakukan dan bisa
memberangkatkan haji kepada para Penggugat, namun ternyata Penggugat
hanya dibohongi, oleh karenanya perbuatan tersebut sebagai perbuatan
melawan hukum;
.3..3 Bahwa Tergugatlah yang telah melakukan penipuan malah membalikkan
fakta;
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi tersebut Majelis Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut :
Bahwa eksepsi dengan materi yang mengemukakan bahwa Gugatan
para Penggugat menambah dan mengubah surat gugatannya, bahwa dalam
gugatan para Penggugat aquo, identitas Tergugat dirubah dari Direktur Utama
menjadi Badan Hukum yakni PT. Assuryaniyah Cipta Prima. Dan dalam petitum
sebelum dirubah aquo tidak memohon Tergugat melakukan perbuatan melawan
hukum akan tetapi digugatan perubahan para Penggugat memohon agar
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Majelis
Hakim berpendapat bahwa oleh karena perubahan gugatan tersebut diajukan
sebelum Tergugat menyampaikan jawabannya dan perubahan atau tambahan
dari gugatan dan hal ini tidak mengakibatkan perubahan dari posita dan
Tergugat tidak dirugikan dalam haknya untuk membela diri, maka perubahan
gugatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum acara perdata.
Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap eksepsi yang mengemukakan
bahwa Gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas, karena Penggugat
mencampuradukan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
Bahwa dalam gugatan a quo, posita gugatan sama sekali tidak relevan dan
tidak mendukung petitum gugatan karena di dalam petitum gugatan Penggugat
menuntut agar pengadilan menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum. Di sisi lain posita gugatan Penggugat secara jelas-
jelas mendasarkan gugatannya pada dalil-dalil mengenai suatu perbuatan
wanprestasi;
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari surat gugatan
para Penggugat khususnya mengenai dasar tuntutan (fundamentum petendi)
dimana dalam gugatan tersebut telah menguraikan tentang kejadian-kejadian
atau peristiwa-peristiwa dan juga mengenai tentang hukum yaitu tentang
adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari pada
tuntutan, serta identitas para Penggugat dan juga identitas Tergugat juga telah
dicantumkan dalam surat gugatan.
Menimbang, bahwa meskipun hubungan hukum antara para Penggugat
dengan Tergugat diawali dengan perjanjian, namun dalam perjalanannya
hubungan antara para Penggugat dan Tergugat terjadi perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Tergugat yaitu Tergugat telah menyerahkan cek
dalam pemenuhan kewajiban Tergugat namun cek tersebut tidak dapat
dicairkan oleh para Penggugat.
Menimbang, dari uraian pertimbangan tersebut di atas, maka menurut
Majelis Hakim gugatan para Penggugat telah memenuhi syarat sebagai suatu
surat Gugatan karena dalam surat gugatannya telah menyebutkan identitas
para pihak, dalil-dalil kongkrit tentang adanya hubungan hukum yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
merupakan dasar serta alasan dari pada tuntutan dan juga telah
mencantumkan tuntutan atau petitum.
Dengan demikian uraian surat gugatan para Penggugat telah jelas dan tidak
kabur ;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan materi eksepsi
yang mengemukakan bahwa Gugatan yang diajukan oleh para Penggugat
tanpa dasar hukum, mengada-ada serta bertujuan hanya untuk mendapatkan
keuntungan financial semata.
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi tersebut menurut Majelis Hakim
materi eksepsi tersebut telah menyangkut pokok perkara dan oleh karena
materi eksepsi tersebut masih memerlukan pembuktian lebih lanjut dalam
pemeriksaan pokok perkara.
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka menurut Majelis Hakim eksepsi-eksepsi Tergugat haruslah
dinyatakan ditolak.
DALAM POKOK PERKARA ;
Menimbang, bahwa gugatan Penggugat adalah sebagaimana telah
diuraikan tersebut di atas.
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
apa yang menjadi pokok perkara dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara para pihak Majelis
Hakim menarik kesimpulan ada hal yang diakui dan tidak disangkal oleh
Tergugat.
Menimbang, bahwa hal yang diakui dan tidak perlu dibuktikan lagi
adalah :
• Bahwa Tergugat adalah suatu badan hukum yang bergerak dibidang tour
& travel – haji dan umroh.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa para Penggugat adalah para pengguna jasa dari Tergugat,
dimana para Penggugat telah mendaftarkan diri menjadi calon haji dan
pihak Tergugat menjanjikan para Penggugat akan diberangkatkan haji
pada bulan Oktober 2012;
• Bahwa para Penggugat telah melakukan pembayaran biaya haji kepada
Tergugat dan kenyataannya sampai saat ini para Penggugat tidak
diberangkatkan haji oleh Tergugat.
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok sengketa antara para
Penggugat dengan Tergugat adalah apakah pengembalian uang ongkos naik
haji yang telah disetorkan oleh para Penggugat kepada Tergugat telah
dikembalikan oleh Tergugat kepada para Penggugat.
Menimbang, bahwa Tergugat untuk memenuhi kewajibannya untuk
mengembalikan uang para Penggugat, maka Tergugat telah menerbitkan
Cheque mundur sebesar Rp.998.000.000,- (Sembilan ratus Sembilan puluh
delapan juta rupiah), dan uang tersebut telah diserahkan kepada para
Penggugat namun kenyataannya Cheque tersebut tidak dapat diuangkan oleh
para Penggugat karena dananya tidak cukup pada Bank yang ditunjuk.
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut di atas, maka
menurut Majelis Hakim Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
Menimbang, bahwa mengenai tuntutan ganti rugi materiil yang diajukan
oleh para Penggugat Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa pertama-tama akan dipertimbangkan ganti rugi yang
diajukan oleh Penggugat I dan Penggugat II yaitu :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan US $ 13.400 dan Rp.6.600.000,-
• Biaya Pembelian Perlengkapan : Rp. 1.500.000,-
• Biaya Tasyakuran di Kampung : Rp. 4.000.000,-
• Biaya Transportasi Ke Medan (2x) : Rp. 8.000.000,-
• Biaya Akomodasi : Rp. 1.800.000,-
• Biaya Rental Mobil dan Bahan Bakar : Rp. 3.000.000,-
• Biaya Pembuatan Passport : Rp. 1.000.000,-
• Jumlah kerugian dalam US $ dollar : Rp. US $ 13.400,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Jumlah kerugian rupiah : Rp. 6.600.000,-
• Jumlah kerugian materiil pra keberangkatan Rp.19.700.000,-
• Total kerugian Penggugat I dan II adalah sebesar US $ 13.400 (tiga belas
ribu empat ratus dollar US) dan Rp.26.300.000,- (dua puluh enam juta tiga
ratus ribu rupiah) ;
Menimbang, bahwa dari bukti kwitansi yang diajukan oleh Penggugat I
dan Penggugat II yaitu :
1. P – 1 : Copy Tanda Terima No.07019411 pembayaran haji khusus
Rp.600.000,- atas nama SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI
AZIS tertanggal 19 April 2012;
2.P – II : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.072891 ONH atas nama
SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI AZIS sebesar
Rp.6.000.000,-
3.P – III : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.072890 ONH atas nama
SUHAIBAH Datuk Sulaiman dan HUSNI AZIS sebesar $ USD
13.400 tertanggal 12 Mei 2011;
Menimbang, bahwa dari bukti surat yang diajukan oleh Penggugat I dan
Penggugat II terbukti bahwa Penggugat I dan Penggugat II telah menyetorkan
sejumlah uang kepada Tergugat yaitu pembayaran haji khusus sebesar
Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah) Uang pembayaran haji khusus sebesar
Rp.6.000.000,- (enam juta rupiah). Pembayaran ongkos naik haji khusus
sebesar $ USD 13.400,- (tiga belas ribu empat ratus Dollar AS).
Menimbang, bahwa dari bukti yang diajukan oleh Penggugat I dan
Penggugat II terbukti bahwa Penggugat I dan Penggugat II telah menyetorkan
ongkos naik haji sebesar Rp.6.600.000,- (enam juta enam ratus ribu rupiah) dan
$ USD 13.400,- (tiga belas ribu empat ratus Dollar AS) hingga saat ini Tergugat
belum mengembalikan uang Penggugat I dan Penggugat II, sehingga oleh
karenanya menurut Majelis Hakim Tergugat haruslah dihukum untuk membayar
kerugian materiil kepada Penggugat I dan Penggugat II sebesar Rp.
6.600.000,- (enam juta enam ratus ribu rupiah) dan $ USD 13.400,- (tiga belas
ribu empat ratus Dollar AS), secara tunai dan sekaligus.
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan ganti rugi materiil
yang diajukan oleh Penggugat III yaitu :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Biaya pendaftaran yang sudah dikeluarkan :
• Cicilan tahap ke 1 : Rp. 43.800.000,-
• Cicilan tahap ke II : Rp. 20.400.000,-
• Pembayaran passport : Rp. 750.000,-
• Pembayaran uang DAM dan perlengkapan : Rp. 3.960.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji : Rp.13.000.000,-
• Biaya selamatan di Depok : Rp.17.500.000,-
• Biaya selamatan di Padang : Rp. 7.000.000,-
• Biaya Tiket pesawat 2 a Rp.800.000,- x 3 : Rp. 2.400.000,-
Total kerugian Penggugat III adalah sebesar Rp.108.810.000,- (seratus delapan
juta delapan ratus sepuluh ribu rupiah);
Menimbang, bahwa dari bukt-bukti kwitansi yang diajukan oleh
Penggugat III yaitu :
1.P-XV : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.0729062 ONH atas nama
NELMAN CHATIB DARUSMAN sebesar Rp.43.800.000,-
tertanggal 12 Agustus 2011;
2.P-XVI : Copy Kwitnasi Pembayaran Haji No.07280876 ONH atas nama
NELMA CHATIB DARUSMAN sebesar Rp.20.000.000,- tertanggal
23 Mei 2012;
3.P-XVII : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.7280771 ONH untuk
pembuatan passport atas nama NELMA CHATIB DARUSMAN
sebesar Rp.750.000,- tertanggal 27 Oktober 2011 ;
4.P-XVIII : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.7280937 ONH atas nama
NELMA CHATIB DARUSMAN untuk Pembayaran Perlengkapanb
haji sebesar Rp.3.960.000,- tertanggal 10 Agustus 2012;
5.P-XXV : Copy Setoran awal BPIH dari PT.ASSURYANIYAH sebesar $
USD 4.000.000,- untuk atas nama NELMAN CHATIB tertanggal
31 Januari 2013 melalui Bank BUKOPIN.
Menimbang, bahwa dari bukti surat yang diajukan oleh Penggugat III
terbukti bahwa Penggugat III telah menyetorkan sejumlah uang kepada
Tergugat yaitu pembayaran haji khusus sebesar Rp.43.800.000,- ( empat puluh
tiga juta delapan ratus ribu rupiah) Uang pembayaran haji khusus sebesar
Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Pembayaran ongkos naik haji khusus
sebesar Rp.750.000,-. Pembayaran perlengkapan haji sebesar Rp.3.960.000,-;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti surat yang diajukan oleh
Penggugat III terbukti bahwa Penggugat III telah menyetorkan ongkos naik haji
jumlahnya sebesar Rp.68.510.000,- (enam puluh delapan juta lima ratus
sepuluh ribu rupiah) dan hingga saat ini Tergugat belum mengembalikan uang
Penggugat III, sehingga oleh karenanya menurut Majelis Hakim Tergugat
haruslah dihukum untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat III
sebesar Rp.68.510.000,- (enam puluh delapan juta lima ratus sepuluh ribu
rupiah), secara tunai dan sekaligus.
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan ganti rugi
materiil yang diajukan oleh Penggugat IV dan Penggugat V yaitu :
• Biaya Pendaftaran yang sudah dikeluarkan Rp.88.500.000,-
• Biaya pembelian perlengkapan ibadah haji Rp. 5.500.000,-
• Biaya pembuatan passport Rp. 1.500.000,-
• Biaya selamatan di Kampung Rp. 17.500.000,-
• Biaya selamatan di Jakarta Rp. 2.500.000,-
• Biaya beli Oleh-oleh Rp. 1.000.000,-
• Biaya Tiket Kereta 2 ke Semarang Rp. 1.500.000,-
Total kerugian Penggugat IV dan V adalah sebesar Rp.118.000.000,- (seratus
delapan belas juta rupiah);
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti kwitansi yang diajukan oleh
Penggugat IV dan Penggugat V yaitu :
1.P-XXVIII : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.0729069 ONH atas nama
Darto Suprapto dan Rusminiati sebesar Rp.86.500.000,-
tertanggal 15 Agustus 2011 ;
2.P-XXIX : Copy Kwitansi Pembayaran Haji No.07280689 ONH atas nama
Darto Suprapto dan Rusminiati sebesar Rp.2.116.000,- tertanggal
27 September 2011 ;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti kwitansi yang diajukan oleh
Penggugat IV dan Penggugat V terbukti bahwa Penggugat IV dan Penggugat
V telah menyetorkan sejumlah uang kepada Tergugat yaitu pembayaran haji
khusus sebesar Rp.86.500.000,-. Uang pembayaran haji khusus sebesar
Rp.2.116.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dari bukti yang diajukan oleh Penggugat IV dan
Penggugat V terbukti bahwa Penggugat IV dan Penggugat V telah menyetorkan
ongkos naik haji jumlahnya sebesar Rp.87.616.000,- dan hingga saat ini
Tergugat belum mengembalikan uang Penggugat IV dan Penggugat V,
sehingga oleh karenanya menurut Majelis Hakim Tergugat haruslah dihukum
untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat IV dan Penggugat V
sebesar Rp.87.616.000,- (delapan puluh tujuh juta enam ratus enam belas ribu
rupiah), secara tunai dan sekaligus;
Menimbang, bahwa mengenai kerugian-kerugian materiil lainnya dari
Para Penggugat tidak dapat dibuktikan dipersidangan baik bukti surat maupun
saksi maka kerugian selebihnya tersebut haruslah ditolak.
Menimbang, bahwa mengenai kerugian immaterial, menurut Majelis
Hakim oleh karena para Penggugat gagal berangkat haji, sehingga para
Penggugat mengalami tekanan bathin dan menanggung rasa malu kepada
keluarga dan masyarakat sekitar, maka wajar dan pantas untuk menghukum
Tergugat untuk membayar kerugian immaterial sebesar Rp.100.000.000,-
(seratus juta rupiah) kepada masing-masing Penggugat ;
Menimbang, bahwa mengenai tuntutan dalam angka 7 untuk mohon agar
Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) untuk setiap harinya kepada masing-
masing Penggugat apabila lalai untuk mentaati putusan dalam perkara ini,
terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, tuntutan tersebut
tidak memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang untuk menjatuhkan
uang paksa, sehingga tuntutan tersebut haruslah ditolak.
Menimbang, bahwa atas tuntutan pada angka 8 mengenai putusan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada banding, kasasi (uitvoerbaar
bij voorraad), karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 180
HIR, sehingga oleh karenanya tuntutan tersebut haruslah ditolak.
Menimbang, bahwa oleh karena para Penggugat telah berhasil
membuktikan sebagian dalil gugatannya, sebagaimana yang dipertimbangkan
di atas sehingga oleh karenanya gugatan para Penggugat haruslah dikabulkan
untuk sebagian dan menolak selebihnya.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan
sebagian dan para Tergugat sebagai pihak yang kalah, maka sesuai ketentuan
pasal 181 HIR biaya perkara haruslah dibebankan kepada Tergugat.
Memperhatikan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.
M E N G A D I L I
DALAM PROVISI :
• Menyatakan tuntutan provisi tidak dapat diterima;
DALAM EKSEPSI ;
• Menolak eksepsi-eksepsi Tergugat ;
DALAM POKOK PERKARA ;
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian ;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
terhadap para Penggugat ;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil terhadap :
• Penggugat I dan Penggugat II sebesar Rp.6.600.000,- (enam juta
enam ratus ribu rupiah) dan $ USD 13.400,- (tiga belas ribu empat
ratus Dollar AS), secara tunai dan sekaligus;
• Penggugat III sebesar Rp.68.510.000,- (enam puluh delapan juta lima
ratus sepuluh ribu rupiah) secara tunai dan sekaligus ;
• Penggugat IV dan Penggugat V sebesar Rp.87.616.000,- (delapan
puluh tujuh juta enam ratus enam belas ribu rupiah), secara tunai dan
sekaligus;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immaterial kepada para
Penggugat masing-masing sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini
sebesar Rp.516.000,- (lima ratus enam belas ribu rupiah);
6. Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya ;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Demikian diputuskan dalam permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari : Kamis, tanggal 20 Maret 2014,
oleh H. SYAMSUL EDY, SH.M.Hum., selaku Hakim Ketua Majelis, dengan
SOEHARTONO, SH.M.Hum., dan SUWANTO, SH., masing-masing selaku
Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan di muka persidangan yang terbuka
untuk umum pada hari ; Senin, tanggal ; 24 Maret 2014, oleh Hakim Ketua
Majelis tersebut didampingi Hakim-Hakim Anggota, dibantu oleh EDI
SUWITNO, SH.MH., Panitera Pengganti, serta dengan dihadiri oleh Kuasa para
PENGGUGAT dan Kuasa TERGUGAT.
HAKIM ANGGOTA, HAKIM KETUA,
SOEHARTONO,SH.M.Hum. H. SYAMSUL EDY,SH.M.Hum.
S U W A N T O , S. H.
PANITERA PENGGANTI,
EDI SUWITNO, SH.MH.
Biaya-biaya :
Meterai Rp. 6.000,-Redaksi Rp. 5.000,-Pencatatan Rp. 30.000,-ATK Rp. 75.000,-Panggilan Rp. . 400.000,-Jumlah Rp. 516.000,-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45