skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46892...kitab adabul salim wal...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN GURU DAN MURID MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI
DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
(Studi Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Iffatud Diyanah
1113011000103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
LEM BAR PDNCIiSAHAN UJIAN MUNAQASAH
Skripsibeildrl 'Hubung.n Guiu d.n Murid MerurutX.H. grsyim Asr'r.idro lnpbmentrsinyr dslam Penbchjsnn di Pondok Fcsroken sr'idvusurDcpok Grudi Kibb ,1,trl ',1tin wot Mtuahni f' dGBUn oleh lrarudDiyuah, NIM {11i0i1000101- diljukan k patu rd{ulr6 Ilmu Ttrblyah dan
Kegunan. Univeni6 hlam Nege sya f Hidayaiullih Jakad dan r.lahdinyarakm lulusdalam lljianMunaqrahprdah$nL l6Agu$us20l9di hadapan
'lcNa. pcnguji, karcna ito, penulis bcrhak mcmpcoleh gchr Sdjana Pmdldikan
(S.Pd)dalah bidansPEndidik.nAsad. klrm.
Jalada, I6 AsuiN 20 19
Panitia Uj jan Mrnrqlsrh
Ketm trniti. (kttrr Jtrru$n/Prodi)
Ds ,{bnul H.ris. M.Ar 2t/1)/8
,,
Nlf.l962r23l r9950r r 005
DL4!dUGl!.tuL]94cNIP. 1963t203 199701 1 001
D6. Rusdi Jahil. MA,/8e \"{
Mengerahui
Dek n rrkulls Ilnu Torbitah Drn Kquru,n
/s'
LEMBAR PENGESAIIAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Ilubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy,ari dan
Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa'id Yusuf Depok (Studi
Kitab Adabul sAlim wal Muta'allim) disusun oleh Iffatud Diyanah NIM 1 t 1301 1000103,
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan
oleh Fakultas.
lakarta, 26 Juli 2019
Yang Mengesahkan,
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Iff'atud Diyanah
1,113011000103
Pendidikan Agama Islam
Jl. Palka Km 25, Desa Cisaat, Kecamatan Padarincang,
Kabupaten Serang, Banten.
Nama
NIM
Jurusan
Alamat
Nama Pembimbing
NIP
: Drs. Abdul Haris, MA
: 196609011995031001
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim
Asy'ari dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa'id
Yusuf Depok (Studi Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim) adalah benar hasil karya
sendiri dibawah bimbingan dosen:
Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima
segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skipsi ini bukan hasil karya sendiri.
Yang Menyatakan
iffatud Divanah
Jakarta. 30 Juli 2019
i
ABSTRAK
Iffatud Diyanah (NIM. 1113011000103): Hubungan Guru dan Murid
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dan Implementasinya dalam Pembelajaran di
Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf Depok (Studi Kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola hubungan guru dan
murid menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya yang berjudul Adabul ‘Alim
wal Muta’allim serta implementasinya dalam pembelajaran di Pondok Pesantren
Sa‟id Yusuf Depok. Penelitian ini memberikan manfaat yaitu memperkaya
khazanah keilmuan dalam dunia pendidikan, khususnya bagi peneliti, praktisi
pendidikan, dan menjadi sumber referensi bagi instansi pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
studi lapangan dengan metode pemaparan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
melalui kegiatan pengamatan, wawancara, dan studi dokumen dengan instrumen
yang telah disusun sesuai data yang dibutuhkan, selanjutnya hasil penelitian
dipaparkan berupa data deskriptif berupa kata-kata dan tidak menggunakan
perhitungan angka (statistik)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsep hubungan guru dan murid
menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dibangun atas dasar penghormatan dan kepatuhan
dari murid terhadap gurunya dan dasar kasih sayang yang tulus dari guru terhadap
muridnya. Kedua hal tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk etika murid
terhadap guru, etika guru terhadap murid, dan etika murid dan guru dalam
pembelajaran. Adapun mengenai implementasinya di Pondok Pesantren Sa‟id
Yusuf telah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari sisi murid yang selalu taat,
patuh dan hormat kepada murid, selain itu dalam pembelajaran murid selalu
semangat belajar, serta menunjukkan sikap duduk yang baik ketika belajar.
Sedangkan dari sisi pendidik, guru selalu bersikap kasih sayang, lembut, dan adil
terhadap murid, selalu menampakkan wajah yang berseri ketika mengajar serta
tidak lupa mengucap salam dan doa ketika mengawali dan mengakhiri kegiatan
pembelajaran.
Kata kunci: Hubungan Guru dan Murid, Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim,
Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf Depok.
ii
ABSTRACT
Iffatud Diyanah (NIM. 1113011000103) The Relationship between Teachers
and Students According to K.H. Hasyim Ash'ari and Its Implementation in
Learning at Sa'id Yusuf Islamic Boarding School Depok (Study of the Book
of Adabul „Alim wal Muta‟allim)
This study aim to determine the relationship patterns of teachers and
students according to K.H. Hasyim Asy‟ari in his book entitled Adabul „Alim wal
Muta‟allim and its implementation in learning at Sa‟id Yusuf Islamic Boarding
School Depok. This research provides benefits that is enriching treasures of
science in the world of education, especially for researchers, practitioners
education, and become a reference source for educational institutions.
This research methode used in this study is a qualitative approach in terms
type of research field study to descriptive exposure method. The data collection is
done through observation, interviews, and document studies with instruments
which has been arranged according to the data needed, then the results of the
study presented descriptive data in the form of words and do not use number
calculation (statistics).
The results showed that the concept of teacher and student relations
according to K.H. Hasyim Ash'ari was built on the basis of respect and obedience
from the student towards his teacher and the basis of sincere affection from the
teacher towards his student. Both of these can be implemented in the form of
student ethics towards teachers, teacher ethics towards students, and student and
teacher ethics in learning. As for its implementation at Sa'id Yusuf Islamic
Boarding School has been going well. This can be seen from the side of students
who are always obedient, obedient and respectful to students, besides that in
student learning always enthusiasm for learning, and showing a good sitting
attitude while studying. While in terms of educators, teachers are always
affectionate, gentle, and fair towards students, always shows a radiant face when
teaching as well and then do not forget to say greetings and prayers when starting
and ending activities learning.
Keywords: Teacher and Student Relations, Book of Adabul „Alim wal
Muta‟allim, Sa'id Yusuf Islamic Boarding School Depok.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta
alam yang telah memberikan petunjuk dan kekuatan serta nikmat dengan izin-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Guru
dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dan Implementasinya dalam
Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf Depok (Studi Kitab Adabul
‘Alim wal Muta’allim)”. Tak lupa shalawat dan salam penulis sampaikan kepada
Nabi besar Muhammad SAW sebagai pembawa risalah dan Revolusioner dunia
juga pada para sahabat dan pengikutnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini,
penulis memperoleh banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga
dengan segala kerendahan hati ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan
tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang selalu memberikan
kemudahan dalam setiap kebijakan yang diberikan selama penulis menjadi
mahasiswa di jurusan PAI.
4. Drs. Abdul Haris, MA. Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen-dosen civitas academica Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing penulis dari awal
iv
masuk hingga bisa menyelesaikan skripsi ini dan Staf-staf/Karyawan yang
membantu proses administrasi penulis .
6. Keluarga besar penulis, Ayahanda tercinta Ahmad Dhofir dan Ibunda
tercinta Mauridah serta kedua kakak tersayang Nadzrotul Izzah dan
Ahmad Ainul Yaqin serta adik tersayang Abdul Wafi yang telah
mencurahkan cinta luar biasa, bantuan baik materil maupun moril, nasehat
dan doa tak pernah henti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Fathul Musthofa yang selalu mencintai, memotivasi dan membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman “Kost Sambalado” yang selalu menemani dalam perjuangan
penulis menempuh pendidikan di kampus tercinta.
9. Keluarga besar PAI 2013, terkhusus teman kelas PAI C yang selalu
mendukung semua kegiatan yang penulis lakukan dan telah bekerja sama
dengan baik dalam pembelajaran dan kegiatan lainnya.
10. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu terima kasih
atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan. Penulis hanya bisa
berdo‟a semoga bantuan dan bimbingan dari semua pihak dapat diterima oleh
Allah SWT sebagai amal ibadah yang bisa menolong di hari kiamat kelak.
Aamiin.
Akhir kata, Tak ada gading yang tak retak, dalam istilah peribahasa
Indonesia. No body is perfect because the man is not angel, dalam istilah
bahasa Inggris. Penulis pun menyadari skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini selanjutya. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan penyusunan skripsi
selanjutnya.
Jakarta, 26 Juli 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................... 9
C. Pembatasan Masalah ....................................................... 10
D. Perumusan Masalah ....................................................... 10
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………....…...… 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hubungan Guru dan Murid dalam Pembelajaran
1. Pengertian Guru ........................................... 13
2. Sikap Guru terhadap Murid ........................................... 18
3. Pengertian Murid ........................................... 20
4. Sikap Murid terhadap Guru ........................................... 22
B. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren ........................................... 24
2. Sejarah Pondok Pesantren ........................................... 24
3. Tujuan Pondok Pesantren ........................................... 28
4. Kurikulum Pondok Pesantren ........................................... 29
vi
5. Metode Pengajaran Pondok Pesantren ............................ 32
C. Implementasi Hubungan Guru dan Murid
di Pondok Pesantren .......................................... 34
D. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 40
B. Metode Penelitian .......................................... 40
1. Jenis Penelitian .......................................... 40
2. Sumber Data Penelitian .......................................... 41
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................. 42
1. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 42
2. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ……....... 49
D. Analisis Data .......................................... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi K.H. Hasyim Asy‟ari
1. Riwayat Hidup KH Hasyim Asy‟ari ............................. 52
2. Kiprah Sosial KH Hasyim Asy‟ari ............................. 55
B. Pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang Hubungan
Guru dan Murid
1. Etika Murid terhadap Guru .............................60
2. Etika Guru terhadap Murid ............................. 62
3. Etika Murid dan Guru dalam Pembelajaran ................. 64
C. Gambaran Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf ............. 67
2. Tujuan Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf ................ 68
3. Kurikulum Pondok Pesantren Sa'id Yusuf ................ 69
D. Pembelajaran Kitab Adabul „Alim wal Muta‟allim di Pondok
Pesantren Sa‟id Yusuf ................................................... 72
vii
E. Implementasi Hubungan Guru dan Murid dalam Pembelajaran
di Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf
1. Etika Murid terhadap Guru di P.P. Sa‟id Yusuf ............... 74
2. Etika Guru terhadap Murid di P.P. Sa‟id Yusuf ................. 77
3. Etika Guru dan Murid dalam Pembelajaran di
Pondok Pesantren Sa‟id Yusuf ................. 79
BAB V Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................. 91
B. Saran ......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memelihara dan memberi
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.1 Artinya dalam pendidikan adanya
perpaduan antara ilmu pengetahuan dengan ilmu tentang hati dan perilaku.
Pendidikan juga sering diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai budaya di masyarakat.
Selain itu juga sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang atau kelompok
agar seseorang itu menjadi dewasa, sehingga seseorang itu mampu bertanggung
jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, pedagogis dan sosiologis.2
Menurut Islam, pendidikan adalah pemberi corak hitam dan putihnya
perjalanan hidup seseorang. Sehingga ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan
merupakan salah satu kegiatan yang diwajibkan bagi seseorang yang berlangsung
seumur hidup. Kedudukan tersebut secara tidak langsung telah menempatkan
pendidikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan hidup dan kehidupan
umat manusia.3 Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa.
Selain itu pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi
cermin kepribadian masyarakatnya.4 Oleh karena itu stabilitas suatu bangsa
tergoncang dan kemajuannya terhambat, pastilah pendidikan menjadi hal yang
pertama kali ditinjau.
Dalam Alquran juga dijelaskan bahwa pendidikan memiliki kedudukan yang
sangat mulia. Terdapat ayat Alquran yang memiliki makna substansial tentang
1 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran, (Jakarta: Amzah, 2007), Cet. I, h.
21
2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 1.
3 Zuhairini, Dkk. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. V, h. 1
4 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h.
27
2
pendidikan. Seperti pada Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang merupakan surah pertama
diturunkan dalam Alquran.5
س رأ با ي خلق )اق ن علق )١ما رباك الذا رأ ٢(خلق اإلنسان ما ي٣وربك األكرم )(اق لقلما ) (الذا (٤علم با
(٥علم اإلنسان ما ل ي علم )
''Baca lah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Baca lah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.'' (Q.S Al-Alaq : 1-5)
Dari uraian di atas, penulis memahami bahwa pendidikan mempunyai
kedudukan sebagai kegiatan wajib sekaligus sebagai kebutuhan pokok bagi setiap
manusia, hal ini dijelaskan pula dalam ayat Alquran di atas, dimana dalam ayat
tersebut Nabi Muhammad SAW. diperintahkan untuk membaca, yang mana
membaca adalah bagian dari proses pendidikan. Selain itu dapat pula dipahami
bahwa di dalam proses pendidikan itu bukan hanya mengenai transfer ilmu
pengetahuan saja, melainkan mencakup ilmu jasmani, emosi, serta yang terpenting
adalah ilmu rohani atau akhlak. Dimana ilmu rohani atau ilmu akhlak ini mengatur
tentang perilaku seseorang dengan harapan nantinya ilmu yang telah didapatkan
tersebut selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pendidikan ini terjadi suatu proses membimbing yang dilakukan oleh
seseorang yang dewasa terhadap seseorang yang belum dewasa yang bertujuan agar
ia menjadi dewasa, dimana orang yang dewasa disebut dengan pendidik (guru) dan
yang belum dewasa disebut peserta didik (murid).6
Pentingnya orang yang dewasa (guru) dan orang yang belum dewasa (murid)
dalam proses pendidikan dijelaskan oleh Prof. Dr. Nana Syaodih yang dikutip oleh
Prof. Dr. Abuddin Nata, dimana beliau mengatakan bahwa pendidikan pada
dasarnya adalah berintikan interaksi antara pendidik dan peserta didik. yang dalam
5 Ibid.,
6 Abduddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2001), h. 1
3
interaksi tersebut seorang pendidik memegang peranan kunci bagi berlangsungnya
kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung, peralatan dan sebagainya proses
pendidikan masih dapat berjalan, tetapi tanpa guru proses pendidikan hampir tak
mungkin dapat berjalan. Hal ini mengisyaratkan bahwa menyiapkan seorang guru
merupakan langkah utama dan pertama yang harus dilakukan, karena tugas guru
tidak dapat diserahkan kepada sembarang orang.7 Artinya pendidik (guru) dan
peserta didik (murid) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. dengan
kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut karena
keduanya memegang peranan yang penting. Sebagai contoh kasus gempa bumi
yang menimpa Lombok beberapa waktu lalu. Anak-anak di sana belajar dengan
seadanya asalkan masih ada orang (guru) yang merelakan dirinya untuk mengajari,
sebab tanpa guru proses belajar hampir tidak mungkin berjalan.
Adapun tujuan Pendidikan Nasional secara umum tertuang di dalam Undang-
Undang No 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang mana disebutkan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.8
Selain itu di dalam Islam tujuan pendidikan yang dikembangkan adalah
mendidik budi pekerti. Oleh karena itu pendidikan budi pekerti atau akhlak
merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna
adalah tujuan sesungguhnya dari proses pendidikan.9
Namun tujuan pendidikan yang demikian itu dirasa belum terwujud
sepenuhnya, hal ini dapat dilihat dari perilaku seseorang di dalam lingkungan
7 Ibid., h. 1-2
8 Tim Penyusun, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, (Jakarta: Depdiknas, 2003, h. 8
9 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), h. 171
4
masyarakat yang sudah sangat mengkhawatirkan. Dimana ia kerap kali melakukan
hal-hal yang buruk yang sangat merugikan dan menyakiti sesamanya. Bahkan di
dalam lingkungan sekolah pun dimana proses pendidikan itu berlangsung, sering
terjadi tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum guru maupun murid. Sudah
sering kita mendengar seorang guru yang menganiaya muridnya. Peristiwa ini
seperti yang terjadi di Purwokerto beberapa waktu lalu yaitu ada seorang siswa
yang ditempeleng oleh gurunya gara-gara telat masuk kelas, tindakan tersebut
menyebabkan siswa mengalami cedera dan trauma berat. Berita ini termuat dalam
(Liputan Merdeka Official Media tanggal 20 April 2018).10
Selain kasus yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya di atas, ada juga
kasus yang dilakukan oleh seorang murid terhadap gurunya, dimana ada peserta
didik yang melawan dan bersikap arogan terhadap gurunya bahkan menganiaya
gurunya hingga meninggal dunia. Kasus ini seperti yang terjadi di Sampang yang
viral awal tahun lalu. ( Liputan Tribunnews, 2 Februari 2018).11
Dari kedua Kasus di atas, sangatlah disayangkan dan menjadi keprihatinan kita
bersama karena dikhawatirkan kejadian yang demikian itu terjadi lagi dikemudian
hari. Bahkan yang sangat ditakutkan adalah jika seorang pendidik maupun peserta
didik akan terbiasa untuk melakukan perbuatan yang tidak terpuji baik di dalam
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Tindakan-tindakan yang demikian itu merupakan dampak dari akhlak yang
kurang tertanam dalam diri seorang pengajar maupun pelajar, serta interaksi atau
pola hubungan yang kurang baik antara keduanya, sehingga mengakibatkan hal-hal
yang berujung pada tindakan yang tidak terpuji. Selain itu mereka lupa bahwa
mencari ilmu adalah pekerjaan suci karena ilmu adalah cahaya Ilahi sehingga harus
ditempuh pula dengan jalan yang baik yaitu keluhuran akhlak dalam mencapainya,
atau karena mereka memang tidak mengerti akan hal ini.
10 Abdul Aziz, 3 Dari 9 Murid Ditampar Guru di Purwokerto Alami Cedera dan Trauma Berat,
2018, (https://m.merdeka.com)
11 Verlandy Donny Fermansah, Kronologi Siswa Aniaya Guru Sampai Tewas di Sampang,
Kelas Seni Lukis yang Berujung Tragis, 2018, (http://www.tribunnews.com/nasional/2018/02/02)
5
Mengenai pentingnya akhlak ini, Nabi Muhammad SAW. pun mengatakan
bahwa orang yang paling sempurna keimanannya di antara umatnya adalah yang
paling baik akhlaknya. Dalam haditsnya beliau bersabda :
هري رة قال قال رسول هللاا ناي إايانا أحسن هم خ ملسو هيلع هللا ىلص عن أبا ياركم لقاا أكمل المؤما ياركم خا وخاا )رواه الرتمذي( م خلقا 12لاناسائاها
“Dari Abu Hurairah ia berkata bahwasanya Rasulullah bersabda: Mukmin
yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling bagus
akhlaknya” (H.R Tirmidzi)
Dari hadits di atas, seharusnya sebagai umat Rasulullah kita semua harus sadar
dan berusaha dengan semangat dalam mencapai akhlak yang mulia, serta sadar
bahwa pentingnya pendidikan terletak pada perubahan tingkah laku ke arah yang
lebih baik.
Dari beberapa penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan
akhlak sangatlah dibutuhkan dan dinilai penting bagi kehidupan seseorang baik
yang bersifat individu maupun dalam bermasyarakat. Karena Pendidikan akhlak
diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya
tinggi melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku
hamba Allah. Pendidikan akhlak berarti juga menumbuhkan personalitas
(kepribadian) dan menanamkan tanggung jawab. Hal ini tentu menjadi pengingat
bagi pendidik dan peserta didik untuk lebih mengedepankan pendidikan akhlak agar
tercipta hubungan antar keduanya yang harmonis. Maka tak salah jika pendidikan
akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Selain itu pendidikan akhlak
memang seharusnya lebih ditekankan lagi pada era modernisasi sekarang ini
dikarenakan dengan berkembang pesatnya teknologi dan semakin tingginya gaya
hidup seseorang akan banyak berdampak pada sikap dan perilaku yang kurang
terpuji.
12 Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, Al-Jami’u Tirmidzi, (Riyadh:
International Ideas Home Inc, t.t.), h. 206.
6
Berbicara pendidikan akhlak sebagai jiwa pendidikan Islam, tidak lepas dari
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada. Lembaga pendidikan memegang
peranan penting dalam kegiatan pendidikan dan mewujudkan tujuan pendidikan
Islam karena lembaga pendidikan Islam dianggap sebagai wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Di Indonesia terdapat banyak bentuk lembaga-lembaga pendidikan Islam,
diantaranya yaitu Pesantren, Madrasah, Majelis Taklim, dan Institut Agama Islam
baik Negeri maupun Swasta. Pondok Pesantren merupakan “Bapak” dari
pendidikan Islam di Indonesia karena diyakini sebagai lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia, dimana pondok pesantren tersebut berperan dalam memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Pesantren sendiri
memiliki pengertian dasarnya yaitu tempat belajar para santri, sedangkan pondok
berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu.
Di dalam pesantren, penanaman akhlak sangat dipentingkan, baik akhlak
terhadap sesama teman, akhlak terhadap buku atau kitab sebagai sumber ilmu,
akhlak kepada masyarakat sekitar, terlebih akhlak kepada kiai sebagai guru.
Terhadap sesama teman dijaga betul agar tidak timbul sengketa dan persaudaraan
tetap terjaga. Terhadap buku atau kitab dijaga agar dapat dengan mudah dalam
mempelajarinya. Terhadap masyarakat sekitar dijaga agar nama baik pesantren
tetap terjaga di mata masyarakat. Serta akhlak terhadap kiai sebagai gurunya sangat
diutamakan, sebab durhaka kepada kiai dapat mengakibatkan tidak berkahnya ilmu.
Jadi, dalam kehidupan pesantren, penghormatan kepada kiai menempati posisi
penting yaitu dengan selalu memperhatikan segala nasihat dan petuah yang
diberikan olehnya.13
Hubungan antara santri dan kiai tidak hanya berlaku selama santri berada
dalam lingkungan pesantren, melainkan hubungan tersebut tetap berlanjut
walaupun seorang santri berada di luar pesantren. Selain itu, hubungan santri
13 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2014), Cet. IV, h. 29
7
dengan kiai tidak hanya menyangkut dalam hal yang berkenaan dengan proses
belajar mengajar, tetapi lebih dari pada itu.14
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak lama. Di lembaga inilah
diajarkan dan dididik-kan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri melalui kitab-
kitab klasik atau kitab kuning. Walaupun pesantren dipandang sebagai lembaga
pendidikan agama, namun pada zaman sekarang pesantren sudah mulai
memasukkan ilmu pengetahuan umum dan keterampilan. Sehingga seorang santri
selain unggul dalam agamanya yang ditunjukkan dengan keluhuran akhlaknya, juga
tidak tertinggal kecerdasan ilmu pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pesantren berperan penting dan memiliki pengaruh yang
besar dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk manusia
seutuhnya, karena di pesantren inilah adanya upaya mengembangkan seluruh
potensi manusia baik intelektual, jasmani, maupun rohaninya.
Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan, setiap pesantren baik yang klasik
maupun modern tentunya mempunyai buku-buku dan kitab-kitab pokok yang
dijadikan sebagai panduan, referensi, serta rujukan dalam proses pembelajaran. Hal
ini bertujuan dalam mewujudkan santri atau murid yang berakhlak dan beretika
yang baik. Pengarangnya pun beragam, ada dari luar negeri ada juga dari dalam
negeri. Ada dari zaman klasik ada juga dari zaman modern. Dari luar negeri kita
mengetahui ada Imam Az-Zarnuji dengan kitab Ta’limul Muta’allim nya. Kitabnya
ini banyak dipakai di pondok pesantren di Indonesia. Dari dalam negeri, Indonesia
juga memiliki ulama yang sangat terkenal dan berkompeten yang memberikan
pemikirannya dalam pendidikan, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari melalui karyanya yang
berjudul Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Beliau merumuskan etika yang harus
dimiliki seorang guru dan murid dalam proses pembelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat terwujud dengan baik. Kitabnya banyak dipakai di berbagai
14 Ibid.,
8
pesantren di Indonesia, bukan hanya di lingkungan pondok pesantren pedesaan,
bahkan juga pesantren di wilayah perkotaan.
Kedua kitab yang telah disebutkan di atas, secara umum memiliki isi, makna,
dan pembahasan yang sama, yaitu membahas tentang sikap, etika, akhlak, dan budi
pekerti yang harus dimiliki oleh guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta
didik. Namun tentunya ada sedikit perbedaan, hal ini karena keduanya berbeda dari
sisi latar belakang pengarang dan berbeda dari segi zaman. Kitab Ta’limul
Muta’allim karya Imam Az-Zarnuji berasal dari luar negeri dan dari zaman klasik,
sedangkan kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya K.H. Hasyim Asy’ari berasal
dari dalam negeri dan dari zaman yang lebih modern.
Salah satu pondok pesantren di Indonesia yang mengajarkan salah satu dari
kedua kitab di atas adalah Pondok Pesantren Sa’id Yusuf yang berada di Kota
Depok Jawa Barat yang berdiri pada tahun 2008 Masehi. Wilayah nya
berdampingan dengan Ibu Kota Jakarta dan Kota Tangerang Selatan. Hal ini
memberikan gambaran bahwa pondok pesantren ini mempunyai tantangan lebih
besar dalam membina santri nya untuk selalu mengedepankan akhlak dan etika.
Karena letak pondok pesantren yang berada wilayah perkotaan, yang kita semua
tahu bahwa di wilayah perkotaan identik dengan dunia hiburan, kawasan
perbisnisan dan juga lingkungan yang gemerlap. Selain itu juga usia pondok
pesantren yang terbilang masih muda.
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf ini merupakan sebuah pesantren yang
memadukan antara sistem pendidikan pesantren modern dengan salaf yang
implementasinya menyatu pada sistem pendidikan Nasional, yang bertujuan
mencetak anak didik berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Alquran dan Sunah
Rasulullah SAW.15
Berdasarkan wawancara dengan alumni pondok pesantren Sa’id Yusuf,
disebutkan bahwa dalam mewujudkan akhlak atau etika yang baik khususnya bagi
guru dan murid, di pondok pesantren ini menggunakan salah satu dari kitab yang
15 Saroni, Profil Pesantren Said Yusuf, 2018, (http://www.pesantren-saidyusuf.sch.id).
9
telah disebutkan di atas. Pondok pesantren ini menjadikan Kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim karya K.H. Hasyim Asy’ari sebagai pedoman dalam pembelajaran
akhlak dengan harapan selalu terbentuk hubungan yang baik antara guru dengan
murid serta tujuan akhir membentuk santri yang memiliki budi pekerti yang luhur,
baik dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar dapat tercapai
dengan baik.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan
bahwa K.H. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh pendidikan bangsa
Indonesia yang memiliki karya dalam pendidikan yang begitu fenomenal. Karyanya
banyak dipakai di berbagai pondok pesantren di Indonesia baik yang ada di
pedesaan maupun yang ada di perkotaan. contohnya seperti di Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf yang menggunakan kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim sebagai
pedoman dalam memberikan pelajaran akhlak kepada santri-santriwatinya.
Berdasarkan hal tersebut, maka merupakan suatu alasan yang mendasar apabila
penulis membahas permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul:
“Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan
Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
Depok (Studi Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim)” yaitu dengan mencoba
menganalisisnya dari kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Selain karena K.H.
Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama Indonesia terkemuka, beliau juga memiliki
karya yang fenomenal serta diperhitungkan keberadaannya. Alasan terakhir penulis
juga sebagai usaha agar kita tidak melupakan salah satu tokoh pendidikan Indonesia
yang sudah terbukti berpengaruh besar dalam dunia pendidikan bagi bangsa ini.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut :
1. Seringnya terjadi tindakan kriminal dalam dunia pendidikan oleh sebagian
oknum baik guru maupun murid seperti terjadinya penganiayaan,
kekerasan fisik bahkan pembunuhan.
10
2. Perkembangan zaman serta pola hubungan antara guru dan murid yang
salah memiliki dampak negatif pada rendahnya akhlak seseorang.
3. Setiap gagasan pemikiran para tokoh pendidikan berbeda-beda tergantung
dari latar belakangnya.
4. Tiap tiap pesantren memiliki rujukan buku atau kitab yang berbeda dalam
pengajaran akhlak karena memang banyaknya buku atau kitab yang
dikarang oleh beberapa tokoh yang membahas tentang ilmu tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Mengenai gagasan tentang etika guru dan murid telah banyak dikemukakan
oleh banyak tokoh, baik dari luar negeri maupun dalam negeri. Namun tentunya
memiliki perbedaan baik secara tulisan, maupun sebagian isinya. Hal ini karena
perbedaan latar belakang setiap tokoh yang berbeda-beda. Selain itu karya-karya
dalam bidang etika tersebut hampir dipakai di semua pesantren baik di daerah
pedesaan maupun pesantren di daerah perkotaan, dimana kitab tersebut dijadikan
pedoman wajib dalam kegiatan belajar mengajar. Namun agar permasalahan tidak
melebar, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah hubungan guru dan
murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari serta implementasinya dalam pembelajaran di
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf Depok melalui studi kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang hubungan guru dan
murid?
2. Bagaimana implementasi pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang
hubungan guru dan murid di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf?
11
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka dirumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari tentang hubungan
guru dan murid dalam pembelajaran.
b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pemikiran K.H. Hasyim
Asy’ari tentang hubungan guru dan murid dalam pembelajaran di
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf Depok
2. Kegunaan Penelitian
Dengan diselesaikannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
kegunaan atau manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
a. Secara Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan data dan fakta yang
sesuai dengan pokok-pokok akhlak guru dan murid menurut K.H.
Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, sehingga
dapat menjawab permasalahan secara komprehensif terutama yang
terkait dengan hubungan guru dan murid.
b. Secara praktis
1) Bagi penulis, sebagai latihan dalam penulisan ilmiah sekaligus
memberikan tambahan khazanah atau wawasan keilmuan dari
K.H Hasyim Asy’ari mengenai etika guru dan murid.
2) Bagi civitas academica, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
referensi perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga
hasil penelitian ini dapat menjadi pustaka bagi para peneliti
selanjutnya yang ingin mengkaji tentang salah satu pemikiran
tokoh pendidikan Indonesia.
3) Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan literatur dan sumber
referensi mengenai pendidikan etika guru dan murid dari tokoh
pendidikan sekaligus ulama besar di Indonesia.
12
4) Bagi pondok pesantren Sa’id Yusuf, sebagai gambaran dan kajian
evaluasi mengenai implementasi dari kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim yang telah diajarkan kepada santri di dalam kegiatan
belajar mengajar.
13
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG HUBUNGAN GURU DAN
MURID DALAM PEMBELAJARAN
A. Hubungan Guru dan Murid dalam Pembelajaran
1. Pengertian Guru
Dalam Alquran ada empat yang menjadi pendidik, yaitu: Allah SWT,
Nabi Muhammad SAW, kedua orangtua, dan guru.1
a. Allah SWT
Di dalam Alquran, banyak terdapat ayat-ayat yang menjelaskan
tentang Allah SWT yang memiliki kedudukan sebagai pendidik,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Firman Allah dalam surah Al-Fatihah ayat 2, yaitu :
د لله رب الحعالمي مح الح“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-Fatihah:
2)
2) Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 31, yaitu :
اء كلهها سح مح دادني ثه عرضهمح على الحملئكة ف قال أنحبئون بسح وعلهم آدم الح ءء كح ك ح اء ؤل
“dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (berbeda-beda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat lalu
berfirman: “sebutkan lah kepada-Ku nama berbeda-beda itu jika
kamu memang orang-orang benar.” (Q.S. Al-Baqarah: 31)
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah SWT memiliki
kedudukan sebagai pendidik, namun kedudukan-Nya sebagai pendidik
berbeda dengan manusia sebagai pendidik. Al-Razi berpendapat bahwa
Allah SWT mengetahui segala kebutuhan manusia yang dididiknya selain
1 Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), h.77
14
itu perhatian Allah juga tidak terbatas hanya terhadap manusia saja, tetapi
memperhatikan dan mendidik seluruh alam semesta.2
Selain itu, dapat dilihat perbedaannya dari aspek proses pengajaran.
Allah SWT memberikan bimbingan kepada manusia secara tidak
langsung. Allah mendidik manusia melalui wahyu yang disampaikan
dengan perantara Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, dan
selanjutnya Nabi membimbing dengan perantara wahyu.
b. Rasulullah SAW
Kedudukan Rasulullah sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh
Allah SWT. Kedudukan Rasulullah sebagai pendidik yang ideal dapat
dilihat dalam dua hal, yaitu Rasulullah sebagai pendidik pertama dalam
pendidikan Islam, dan keberhasilan yang dicapai Rasulullah dalam
melaksanakan pendidikan. Rasulullah berhasil mendidik manusia
menjadi manusia yang berkualitas baik lahir maupun batin. Hal ini
terdapat dalam surah Al-Jumu’ah ayat 2, yaitu:
مة ههمح وي عل مهم الحكاب والح كح ك لو علهحهمح آيته و ي همح ي ح م ه ي رسوءا م ح ؤو الهذي ب عث ف الح وك كانوا من ن بحل لفي ضلل مبي
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan
Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 2)
Keberhasilan Rasulullah sebagai pendidik merupakan perpaduan
antara kemampuan kepribadian, wahyu dan aplikasi ilmu di lapangan.
Ilmu-ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada para sahabat serta
menjadikan kepribadian luhurnya pantas dijadikan al-uswat al-hasanah
yaitu dapat dijadikan contoh oleh seluruh umat manusia.
2 Ibid.,
15
c. Orangtua
Pendidik menurut Islam adalah setiap individu yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik. Pendidikan pertama dan
utama adalah keluarga. Tugas mendidik sebenarnya berada di pundak
orangtua sebab dari mereka lah proses kelahiran anak terjadi, orangtua
adalah pihak yang paling dekat dengan anak, dan paling berkepentingan
terhadap anak-anaknya sehingga mereka diberi amanah dan tanggung
jawab untuk mengembangkan anak-anaknya.
Mengenai tanggung jawab orangtua sebagai pendidik, Alquran
menyebutkan dalam Q.S At-Tahrim ayat 6 yaitu:
ها ملئكة غلظ جارة عله ح لهكمح نراا ونودؤا الهاس و الح ي أي ها الهذين آموا نوا أن حفسكمح وأؤحمروك ح علوك ما ي شداد ء ي عحصوك الله ما أمرؤمح وي فح
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Hal ini juga dikuatkan dengan adanya hadits Nabi SAW yaitu:
لود يولد على عنح أب ؤري حرة رضي الله عحه نال نال الهب دلهى الله علهحه وسلهم كل موحسانه دانه أوح ي ص رانه أوح يج 3الحفطحرة فأب واه ي هو
“Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata: Nabi bersabda:
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua
orangtuanya lah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi,
Nashrani atau Majusi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari ayat Alquran dan Hadits di atas, dapat dipahami bahwa
keluarga dalam hal ini orangtua memiliki peran yang sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya, jika orangtua sebagai
pendidik memberikan pendidikan yang berkualitas terhadap anak, maka
akan diperoleh juga anak yang berkualitas, dan sebaliknya jika orangtua
3 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami’u Shahih, (Kairo: Al-Matba’ah as-Salafiyyah,
1400 H), Juz I, h. 424.
16
memberikan pendidikan yang kurang berkualitas maka kemungkinan
besar pula akan diperoleh anak yang kurang berkualitas.
Langgulung juga mengatakan bahwa keluarga merupakan institusi
pertama dan utama dalam perkembangan seseorang individu.
Menurutnya fungsi keluarga adalah menanamkan sifat kasih sayang,
menanamkan pengajaran kesehatan jasmani, kejiwaan, spiritual, agama,
intelektual, emosional, dan sosial terhadap seorang anak sebagai peserta
didiknya.
Namun dalam perjalanannya, kemudian orangtua karena kesibukan
dan aktivitas yang banyak menyebabkan melimpahkan pendidikan
anaknya kepada pihak ketiga yaitu guru (pendidik).
Berdasarkan penjelasan di atas dapatlah dipahami bahwa dalam
pendidikan, orangtua lah sosok yang pertama dan utama yang
bertanggung jawab dalam memberikan pengajaran dan pendidikan
terhadap anak dimana anak berkedudukan sebagai peserta didik dan
orangtua berkedudukan sebagai pendidik. Segala hal yang positif yang
menunjang perkembangan menuju kedewasaan anak merupakan tugas
orangtua, mulai dari pengajaran agama, intelektual, jasmani maupun
rohani. Namun karena keterbatasan kemampuan dalam segala aspek
keilmuan serta kesibukkan dalam segala aktivitas orangtua menjadikan
orangtua diperkenankan menyerahkan anaknya kepada orang lain untuk
dididik yakni kepada guru. Dengan catatan bagaimanapun orangtua
tetap mengajarkan dan mendidik anak tersebut terutama ketika berada
di lingkungan keluarga.
d. Guru/Pendidik
Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “Orang
yang kerjanya mengajar”. Sehingga orang-orang yang profesinya
mengajar disebut guru. Baik guru di sekolah maupun di tempat lain.4
Sebagai seorang pengajar dan juga pendidik guru berada di garis
4 Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermartabat, (Surabaya: Jaring
Pena, 2011), Cet I, h. 2.
17
terdepan yang harus mampu memberikan nilai lebih karena profesi guru
berbeda dengan profesi-profesi lainnya.5 Dengan demikian guru
merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam
mengajar dan mendidik seseorang untuk menjadikannya lebih baik.
Dalam konteks pendidikan Islam pendidik atau guru sering disebut
dengan ustadz, murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid.
Menurut peristilahan mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai
tugas masing-masing
Ahmad Tafsir mengatakan, pendidik dalam Islam adalah orang-
orang yang bertanggung jawab dalam upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didiknya, baik dari segi kognitif (cipta), afektif (rasa),
maupun psikomotorik (karsa). Selain itu pendidik merupakan seseorang
yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat
kedewasaan. Dimana ia mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya
sebagai khalifah Allah SWT, mampu melaksanakan tugas sebagai
makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.6
Dalam hal ini, dijelaskan dalam Alquran surah An-Nahl ayat 43,
yaitu:
ر ك كمح ء ت عحلموك ل ٱلذ كح لوا أؤح فسح
Maka bertanya lah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui.
Dari ayat di atas, Prof. Salman Harun dalam bukunya yang
berjudul Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Alquran
menyebutkan bahwa diantara subyek pendidikan (guru) adalah orang
yang pandai (Ahl Zikr) yang pengetahuannya harus lebih baik dari
murid.7 Sehingga seseorang yang memiliki pengetahuan lebih dapat
5 Ibid.,
6 Sukring, op. cit., h.81.
7 Salman Harun, Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Alquran, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2013), Cet. I, h. 64.
18
dijadikan pendidik layaknya seorang guru yang memiliki pengetahuan
lebih dibanding muridnya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pendidik
merupakan orang dewasa yang memiliki kapasitas ilmu, yang
memberikan bimbingan terhadap orang lain dalam upaya
mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri seseorang
tersebut baik intelektual, jasmani, dan rohaninya serta menjadikannya
sebagai orang yang mandiri dimana kesemuanya dilakukan dengan niat
semata-mata menjalankan perintah Allah demi mengabdi pada bangsa,
negara dan agama.
2. Sikap Guru Terhadap Murid
Prof. Dr. Abuddin Nata, MA dalam bukunya yang berjudul Perspektif
Islam tentang Pola Hubungan Guru dan Murid menyatakan bahwa
sebelum berbicara tentang sikap guru terhadap muridnya, terlebih dahulu
seorang guru harus mengetahui bagaimana sikapnya terhadap diri sendiri
sebagai manusia pendidik, yaitu dirinya harus sadar dan yakin serta merasa
bahwa seorang pendidik idealnya bukanlah merupakan suatu profesi atau
pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan dalam
kehidupan. Melainkan karena panggilan agama, serta suatu upaya
mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai usaha seseorang dalam
menghidupkan agama Tuhannya dan menggantikan peranan Rasul-Nya
dalam memperbaiki umat manusia.8
Selanjutnya dalam membahas tentang bagaimana sikap guru terhadap
murid, Abuddin Nata mengemukakan berdasarkan pendapat dari para
tokoh pendidikan Islam yang dinilai memiliki wawasan keilmuan yang
luas di bidang pendidikan seperti Ibn Jama’ah dan al-Ghazali.
Ibn Jama’ah menyebutkan bahwa seorang guru hendaklah memiliki
sikap yang baik terhadap muridnya, sikap baik tersebut meliputi:
8 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. I, h. 90.
19
1. Menghormati kepribadian pelajar pada saat pelajar tersebut salah
atau lupa.
2. Memberikan peluang terhadap pelajar yang menunjukkan
kecerdasan dan keunggulan.
3. Memberikan pemahaman menurut kadar kesanggupan murid-
muridnya.
4. Mendahulukan pemberian pujian daripada hukuman.
5. Menghormati muridnya.
6. Memberikan motivasi kepada para siswa agar giat dalam belajar.
7. Tidak mengajarkan suatu mata pelajaran yang tidak diminati para
siswa.
8. Memperlakukan siswa secara adil dan tidak pilih kasih.
9. Memberikan bantuan kepada para pelajar sesuai dengan tingkat
kesanggupannya.
10. Bersikap tawadhu (rendah hati) kepada para pelajar seperti
menyebut namanya yang baik dan sesuatu yang menyenangkan
hatinya.
Sedangkan menurut al-Ghazali dalam kaitanya dengan etika yang
wajib dilakukan oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
1. Bersikap lemah lembut dan kasih sayang kepada para pelajar dan
mendorongnya agar mempersiapkan diri untuk mempersiapkan
kehidupan di akhirat kelak.
2. Seorang guru tidak meminta imbalan atas tugas mengajarnya.
3. Tidak menyembunyikan ilmu yang dimiliki sedikitpun.
4. Menjauhi akhlak yang buruk dengan cara apapun.
5. Tidak mewajibkan kepada para pelajar agar mengikuti guru
tertentu
6. Memperlakukan murid dengan kesanggupanya.
7. Seorang guru senantiasa bekerjasama dengan para pelajar didalam
membahas dan menjelaskan pelajaran yang akan diajarkan.
8. Seorang guru harus mengamalkan ilmunya.
20
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa secara sederhana untuk
menjadi seorang guru yang ideal haruslah memiliki niat yang tulus dalam
mendidik, mampu memahami muridnya secara lahir dan batin dengan
sikap kasih sayangnya, serta memberikan contoh yang baik melalui
teladannya agar dapat ditiru oleh muridnya. Jika hal yang demikian dapat
dilakukan oleh seorang guru, maka akan menjadikan guru tersebut sebagai
seorang guru tipe ideal serta menjadi idola bagi muridnya, sehingga murid
itu mengikuti perbuatan baik yang dilakukan gurunya menuju jalan
keselamatan di dunia dan akhirat.
3. Pengertian Murid
Kata murid berasal dari bahasa Arab ‘arada, yuridu iradatan, muridan
yang berarti orang yang menginginkan, dan menjadi salah satu sifat Allah
SWT yang berarti maha menghendaki. Pengertian seperti ini dapat
dimengerti karena seorang murid adalah orang yang menghendaki agar
mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan
kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya bahagia dunia akhirat dengan
jalan belajar yang sungguh-sungguh.9
Dalam perspektif psikologi, peserta didik adalah individu yang sedang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
psikis. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju ke arah titik optimal fitrahnya, atau disebut juga raw material
(bahan mentah). Pengertian ini mengisyaratkan bahwa peserta didik
senantiasa tumbuh dan berkembang kearah positif, serta alamiah, dan
memerlukan bantuan, serta bimbingan orang lain.
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
9 Ibid., h. 49.
21
melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.10
Dalam perspektif Islam, peserta didik adalah individu yang tumbuh
dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam
mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat kelak.
Selain kata murid, dijumpai pula kata al-tilmidz, al-mudarris, al-
thalib, dan al-muta’allim yang kesemuanya berasal dari bahasa Arab. Kata
al-tilmidz biasanya digunakan untuk menunjukan kepada murid yang
belajar di madrasah. Kata al-mudarris memiliki arti orang yang
mempelajari sesuatu. Kata ini lebih dekat dengan kata madrasah, namun
dalam praktiknya tidak demikian. Selanjutnya kata al-thalib memiliki arti
orang yang mencari sesuatu yang selanjutnya digunakan untuk pelajar
perguruan tinggi yang biasa disebut mahasiswa.
Jika kata murid, al-tilmidz, dan al-mudarris dinilai lebih mengacu
pada orang yang belajar pada tingkat madrasah saja, serta kata at-thalib
lebih yang digunakan untuk pelajar perguruan tinggi saja. Berbeda dengan
kata al-muta’allim dinilai memiliki sifat universal. Yaitu mencakup semua
orang yang menuntut ilmu pada semua tingkatan, mulai dari tingkatan
dasar sampai dengan perguruan tinggi. Dengan kata lain istilah al-
muta’allim mencakup pengertian istilah murid, tilmidz, mudarris, thalib,
dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini para ulama pendidikan dinilai
lebih banyak menggunakan kata al-muta’allim dalam menjelaskan
pengertian murid itu sendiri.11
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa peserta didik
adalah manusia yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan,
pembinaan, dan bantuan untuk mencari ilmu pengetahuan melalui proses
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan potensi baik
jasmani maupun rohani yang dimilikinya menuju yang lebih sempurna.
10 Tim Penyusun, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Jakarta: Depdiknas, 2003), Cet. , h.
11 Nata, op. cit., h. 53.
22
4. Sikap Murid Terhadap Guru
Mudah ataupun sulitnya suatu ilmu yang dicari, bermanfaat atau
tidaknya suatu ilmu yang didapat sangat bergantung pada bagaimana sikap
seorang murid kepada gurunya. Seorang murid tentulah wajib
menghormati dan bersikap baik terhadap gurunya dalam arti senantiasa
menghormati dan memuliakan gurunya melalui ucapan dan perbuatan
yang ia lakukan.
Dalam hal ini al-Ghazali berpendapat mengenai etika yang harus
pelajar lakukan terhadap gurunya, yaitu meliputi:
a. Seorang pelajar harus membersihkan jiwanya dari akhlak yang buruk
dan sifat-sifat tercela.
b. Hendaknya tidak melibatkan diri dalam urusan duniawi
c. Tidak menyombongkan diri dengan ilmu yang dimiliki dan jangan
pula banyak memerintah guru.
d. Bagi pelajar pemula janganlah melibatkan atau mendalami perbedaan
pendapat para ulama, karena yang demikian itu dapat menimbulkan
prasangka buruk, keragu-raguan dan kurang percaya pada kemampuan
guru.
e. Seorang pelajar jangan berpindah dari suatu ilmu yang terpuji kepada
cabang-cabangnya kecuali setelah ia memahami pelajaran sebelumnya,
karena berbagai ilmu saling berkaitan satu sama lain.
f. Seorang pelajar jangan memperdalami satu bidang ilmu saja,
melainkan harus menguasai ilmu lainya juga.
g. Tidak melibatkan diri terhadap pokok bahasan tertentu, sebelum
melengkapi pokok pembahasan lain yang menjadi pendukung.
h. Alangkah baiknya mengetahui sebab-sebab pentingnya dan betapa
mulianya ilmu tersebut.
i. Niat dalam mencari ilmu harus didasarkan untuk menghias dan
mempercantik batinnya.
23
j. Seorang pelajar harus mengetahui hubungan macam-macam ilmu dan
tujuan ilmu tersebut.12
Sejalan dengan pendapat al-Ghazali di atas, Albar Adetary Hasibuan
dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam: Tinjauan
Pemikiran Al-Attas dan Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia,
menjelaskan bahwa pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas pun
demikian mengenai bagaimana sikap murid terhadap gurunya. Menurutnya
hal yang utama dalam proses pendidikan adalah pengamalan adab terlebih
dahulu, sebab ilmu tidak akan sampai pada murid tersebut kecuali yang
memiliki adab atau akhlak yang baik. Disamping itu seorang murid
dihimbau tidak tergesa-gesa dalam mencari guru yang baik, artinya
terlebih dahulu seorang murid harus selektif dalam memilih guru karena
pentingnya mendapatkan guru yang memiliki reputasi tinggi merupakan
suatu tradisi.13
Selanjutnya, seorang murid juga diharapkan untuk tidak bersikap
sombong terhadap diri sendiri dan kepada gurunya. Peserta didik harus
menghormati dan percaya pada gurunya serta harus bersabar dengan
kekurangan gurunya dan menempatkannya dalam perspektif yang wajar.14
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa peserta didik dalam
pandangan al-Ghazali dan Al-Attas tidak hanya mementingkan
intelektualnya saja melainkan pada perkembangan spiritual peserta didik.
Kunci keberhasilan dan bermanfaatnya ilmu setiap peserta didik terletak
pada sikap murid sebagai pribadi dan sikap murid sebagai penuntut ilmu.
Sebagai pribadi seorang murid harus bersih hatinya dari kotoran dan dosa
agar dapat dengan mudah menerima ilmu dan mengamalkannya. Selain itu
seorang murid harus menunjukkan akhlakul karimah terutama terhadap
gurunya. Adab atau akhlak yang baik inilah hal utama yang mesti
12 Ibid., h. 106-108.
13Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malik Press, 2015), h. 63-
64. 14 Ibid,.
24
diperhatikan oleh setiap peserta didik agar dapat mendapatkan ilmu yang
bermanfaat di dunia dan akhirat.
B. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah Pondok berasal dari bahasa Arab yaitu funduq yang berarti
ruang tidur, asrama, tempat bermalam, wisma, maupun hotel. Dengan kata
lain, pondok mengandung arti sebagai tempat tinggal.15
Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja
juga menjelaskan pesantren berasal dari kata santri, yaitu seseorang yang
belajar agama Islam, sehingga dengan demikian, pesantren memiliki arti
tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang
menyebutkan bahwa asal etimologi dari pesantren adalah “pesantrian”
yang berarti “tempat santri”.16
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pondok pesantren merupakan tempat dimana santri tinggal sekaligus
tempat dimana santri menerima pengajaran dan pendidikan dari guru atau
kiai guna mendalami ilmu pengetahuan agama Islam yang nantinya dapat
mengamalkannya sebagai pedoman hidup sehari-hari.
2. Sejarah Pondok Pesantren
Tinjauan sejarah mengenai asal-usul pondok pesantren, tidak
memberikan jawaban yang pasti kapan dan dimana sebenarnya pondok
pesantren pertama kali berdiri. Dari penelitian sejarah yang dilakukan oleh
beberapa ahli sejarah ditemukan perbedaan pendapat mengenai keberadaan
pondok pesantren yang pertama kali di Indonesia. Meskipun semuanya
menganggap pesantren sebagai produk asli Indonesia, ada perbedaan
pendapat mengenai proses lahirnya pondok pesantren ini.
15 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2007), Cet. I, h. 62.
16 Ibid., h. 61.
25
Adapun perbedaan pendapat mengenai proses lahirnya pondok
pesantren ini secara garis besar dibagi kedalam dua kelompok diantaranya:
Pertama, kelompok ini berpendapat bahwa pesantren merupakan hasil
kreasi anak bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan budaya
pra-Islam yaitu Hindu-Budha. Pesantren disamakan dengan mandala dan
asrama dalam khazanah lembaga pendidikan Hindu-Budha tersebut.
Tokoh-tokoh dalam kelompok ini diantaranya adalah Th. G. Pigeaud,
Geerts, Denis Lombard, dan Nurcholis Madjid.17
Nurcholis Majid menegaskan bahwa pondok pesantren merupakan
artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan
keagamaan bercorak tradisional, unik, dan asli pribumi.18 Sehingga
keberadaan pondok pesantren dipastikan memiliki keterkaitan yang kuat
dengan sejarah dan budaya yang berkembang pada awal berdirinya yaitu
Hindu-Budha. Kemudian hanya meneruskan saja melalui proses Islamisasi
dengan segala bentuk penyesuaian dan perubahannya.
Tokoh lain Denis Lombard menyatakan bahwa pesantren memiliki
kesinambungan dengan lembaga keagamaan Pra-Islam karena memiliki
sejumlah persamaan antara keduanya. Seperti, letak dan posisi keduanya
yang cenderung jauh dari keramaian, adanya kebiasaan ber-uzlah
(berkelana) guna melakukan pencarian ruhani dari satu tempat ke tempat
lainnya, serta adanya ikatan “kebapakan” antara guru dan murid
sebagaimana ditunjukkan kiai dan santri.19
Kedua, kelompok ini berpendapat bahwa pondok pesantren
merupakan hasil adopsi dari lembaga pendidikan Islam Timur Tengah.
Kelompok ini meragukan kebenaran pendapat yang menyatakan bahwa
lembaga mandala dan asrama yang sudah ada semenjak zaman Hindu-
Budha merupakan tempat berlangsungnya praktek pengajaran tekstual
17 Amin Haedari, dkk., Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), Cet. I, h. 2.
18 Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,
1997), h. 3.
19 Haedari, op. cit., h. 3.
26
sebagaimana di pesantren. Salah satu tokoh dalam kelompok ini adalah
Martin Van Bruinessen, salah seorang sarjana Barat yang concern terhadap
sejarah perkembangan dan tradisi pesantren di Indonesia.20
Selanjutnya Martin Van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul
Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia
menjelaskan bahwa pesantren cenderung lebih dekat dengan salah satu
model sistem pendidikan di Al-Azhar dengan sistem pendidikan riwaq
yang didirikan pada akhir abad ke- 18 Masehi.21 Senada dengan pendapat
Martin, Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya Tradisi Pesantren: Studi
tentang Pandangan Kiai, menjelaskan bahwa pesantren, khususnya di
Jawa merupakan perpaduan antara madrasah dan pusat kegiatan tarekat,
bukanlah perpaduan antara Islam dengan Hindu-Budha.22
Mengenai siapa orang yang pertama kali mendirikan pondok
pesantren, menurut S.M.N Al-Attas menyebutkan bahwa Maulana Malik
Ibrahim oleh kebanyakan ahli sejarah dikenal sebagai penyebar pertama
Islam di Jawa yang mengislamkan wilayah-wilayah pesisir utara Jawa.
Sementara itu diidentifikasi bahwa pesantren mulai eksis sejak munculnya
masyarakat Islam di Nusantara. Akan tetapi pesantren yang dirintis
Maulana Malik Ibrahim belum jelas sistemnya, maka keberadaan
pesantrennya masih dianggap spekulatif dan diragukan. Namun seiring
berjalannya waktu, Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang merupakan putra
dari Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai penerus misi suci
perjuangan ayahnya sehingga ia kemudian mendirikan pusat pendidikan
dan pengajaran, yang kemudian dikenal dengan pesantren Kembang
Kuning Surabaya. Dimana bentuk pesantrennya lebih jelas dan lebih
konkret dibanding pesantren rintisan ayahnya.23
20 Ibid., h. 4.
21 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999), h. 37.
22 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kiai, (Jakarta: LP3ES,
1982), h. 34.
23 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga, t.t.), h. 8-9.
27
Berangkat dari teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa
khususnya, sepertinya analisis Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur)
cukup cermat dan dapat dijadikan sebagai pedoman. Dikatakan bahwa
Maulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama sendi-sendi
berdirinya pesantren, sedangkan Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang
merupakan putranya sebagai wali pembina pertama di Jawa.24
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita pahami bahwa minimnya
data tentang pesantren baik berupa manuskrip maupun peninggalan sejarah
lain menjadikan keterangan-keterangan tentang pondok pesantren bersifat
prasangka dan sangat beragam. Namun hal ini tentunya menjadi alasan
yang kuat untuk terus melakukan kajian oleh para peneliti sejarah, karena
alasan inilah kajian tentang pondok pesantren dinilai sebagai bahan kajian
yang tidak pernah bosan untuk diperbincangkan.
Walaupun pondok pesantren dinilai memiliki umur yang sangat tua,
namun eksistensinya hingga zaman sekarang tetap diakui. Keberadaannya
sebagai lembaga pendidikan dirasa memiliki rahasia tersendiri sehingga
mampu bertahan karena selalu menyesuaikan dengan kebutuhan
kehidupan yang terus modern. Berangkat dari pandangan mengenai
keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, Zamakhsyari
Dhofier membagi pondok pesantren menjadi 2 kategori yaitu pesantren
salafi dan khalafi. Pesantren salafi secara umum dapat dipahami sebagai
pesantren yang tetap mengajarkan kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikannya. Selain itu penerapan sistem madrasah yang dipakai dalam
lembaga-lembaga pengajian bentuk-bentuk lama tanpa mengenalkan
pengajaran umum. Sedangkan pesantren khalafi telah memasukkan
pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan
atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren.25
dengan demikian dapat dipahami bahwa hingga sekarang pondok
24 Ibid., h. 9.
25 Dhofier, op. cit., h. 41.
28
pesantren secara umum dapat dikategorikan dalam dua jenis yaitu
pesantren salafi (tradisional) dan pesantren khalafi (modern).
3. Tujuan pondok pesantren
Adanya tujuan pendidikan merupakan salah satu kunci dari
keberhasilan pendidikan, disamping faktor-faktor lain seperti: pendidik,
peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan
empat faktor ini tidak ada artinya bila tidak diarahkan oleh suatu tujuan.
Hal ini menempatkan tujuan sebagai faktor yang sangat penting dalam
suatu proses pendidikan, begitu juga di dalam pondok pesantren.
Sekalipun tujuan pendidikan di pesantren belum secara rinci
dijabarkan dalam suatu sistem pendidikan yang lengkap dan konsisten
tetapi secara sistematis tujuan pendidikan di pesantren jelas menghendaki
produk lulusan yang mandiri dan berakhlak mulia serta bertakwa.
Menurut Nurcholish Majid, tujuan pendidikan pondok pesantren
adalah: “Membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa
ajaran Islam merupakan pandangan dunia yang bersifat menyeluruh selain
itu produk pesantren juga diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk
mengadakan respon terhadap tantangan dan tuntunan hidup dalam konteks
ruang dan waktu yang ada (Indonesia dan dunia abad sekarang).”26
Di dalam bukunya yang berjudul Pesantren: Dari Transformasi
Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Prof. Dr. Mujamil Qomar
mengutip beberapa pendapat tokoh pendidikan, kemudian merumuskan
mengenai tujuan pondok pesantren ke dalam 2 tujuan, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus.
Tujuan umum pesantren adalah: “membina warga negara agar
berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada segi kehidupannya serta
menjadikan sebagai orang berguna bagi agama, masyarakat, dan Negara.”
Adapun tujuan khusus pesantren adalah:
26 Majid, op. cit., h. 18.
29
a. Mendidik santri untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepada
Allah SWT, berakhlak mulia, cerdas, terampil dan sehat lahir batin
sebagai warga negara yang berpancasila.
b. Mendidik santri untuk menjadi kader-kader ulama dan mubaligh yang
berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, mengamalkan sejarah Islam secara utuh
dan dinamis
c. Mendidik santri agar memiliki kepribadian yang baik dan memiliki
semangat kebangsaan yang tinggi.
d. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual.
e. Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat
bangsa.27
Dari beberapa tujuan yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pondok pesantren pada dasarnya memiliki tujuan yang
sangat komprehensif yaitu membentuk santri yang cerdas intelektualnya,
sehat jasmani dan rohaninya serta memiliki berkepribadian atau akhlak
yang luhur, serta menguasai ajaran-ajaran agama Islam sehingga dapat
mengamalkannya dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara,
sehingga terwujud manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
4. Kurikulum Pondok Pesantren
Sudah merupakan konsensus bila kurikulum merupakan instrumen
penting dalam pendidikan. Ini sekaligus menegaskan betapa kurikulum
sangat menentukan bagi mulusnya proses belajar mengajar dalam sebuah
lembaga pendidikan. Menurut Crow and Crow, kurikulum meliputi
bagaimana cara mengembangkan siswa dari segi mental, fisik, emosional,
sosial, spiritual, dan moral dengan melihat pengalaman-pengalaman
sebelumnya yang diamati dari proses belajar mengajar baik di dalam kelas
maupun diluar kelas.
27 Qomar, op. cit., h. 6-7.
30
Menurut Nana Sudjana yang dikutip oleh Abdullah Syukri Zarkasyi di
dalam bukunya “Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren”, Istilah
kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman
yunani kuno. Istilah kurikulum ini berasal dari bahasa Perancis, yaitu
“courier” yang berarti berlari. Sedangkan dalam bahasa Yunani diartikan
sebagai “jarak” yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Dari pengertian
ini dalam pendidikan dapat dipahami sebagai sejumlah pelajaran yang
harus ditempuh atau diselesaikan oleh peserta didik agar mendapatkan
ijazah.28
Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dunia pendidikan
sejak sekitar tahun 1955 dengan arti sejumlah mata pelajaran pada suatu
lembaga pendidikan. Hal ini tertulis dalam kamus Webster yang diartikan
kedalam dua macam pengertian, yaitu:
1. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik pada
lembaga pendidikan guna mendapatkan ijazah.
2. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga
pendidikan atau jurusan.29
Sedangkan dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum dikenal
dengan istilah manhaj yang berarti “jalan terang”. Makna tersirat dari
jalan terang tersebut menurut Al-Syaibany adalah jalan yang harus
dilalui oleh para pendidik dan peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap mereka.
Jadi kurikulum pondok pesantren adalah keseluruhan usaha
lembaga pendidikan pondok pesantren yang telah direncanakan dan
diorganisasikan untuk mempengaruhi kegiatan belajar mengajar para
santri dalam mencapai tujuan pendidikan pondok pesantren yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk
28 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 77.
29 Ibid., h. 78.
31
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang
diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan
sikap mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah
suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, akan tetapi
hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna baik
sebagai khalifah maupun ‘abd melalui transformasi sejumlah
pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus tersusun dalam
kurikulum pendidikan Islam. Disinilah filsafat pendidikan Islam dalam
memberikan pandangan filosofis tentang hakikat pengetahuan,
keterampilan dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia paripurna (al-insan al-kamil).30
Pada lembaga pendidikan pesantren tradisional (salafi) kurikulum
(materi pengajaran) memiliki beragam variasi yang berbeda, hal ini
karena kurikulumnya ditentukan oleh kiai nya masing-masing. Namun
secara umum pengajaran pada pesantren-pesantren model salafi adalah
kitab-kitab klasik karangan para ulama yang menganut madzhab
Syafi’iyah. Namun seiring dengan perkembangan, banyak juga
pesantren-pesantren salafi yang memberikan pengajaran ilmu-ilmu
umum yang tidak menyimpang dari tujuan utamanya.
Di beberapa pesantren lainnya menerapkan kombinasi ilmu yang
berbeda-beda karena belum ada standarisasi kurikulum baik yang
berskala lokal, regional maupun nasional. Upaya standarisasi kurikulum
yaitu biasa disebut kurikulum pemerintah selalu berhadapan dengan
otonomi pesantren sebagai pantulan dari otoritas kiai dan spesialisasi
ilmu yang didalaminya sehingga upaya standarisasi kurikulum ini tidak
pernah berhasil sehingga masih terjadi variasi kurikulum antar
pesantren. namun hal ini dinilai lebih baik karena setiap pondok
pesantren akan menunjukkan ciri khas dan keunggulan masing-masing.
Sedangkan penyamaan kurikulum dinilai membelenggu kemampuan
30 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h.
153.
32
santri seperti halnya pengalaman madrasah yang mengikuti kurikulum
pemerintah dimana lulusan madrasah ternyata hanya memiliki
kemampuan setengah-setengah.31
5. Metode pengajaran pondok pesantren
Pengkategorian pesantren tradisional dan modern ternyata
mengakibatkan perubahan metode yang digunakan. Jika kita teliti tentang
perubahan metode pengajaran di pesantren, kita akan menemukan metode
yang bersifat tradisional dan modern. Metode tradisional ini merupakan
metode penyajian atau penyampaian di pesantren yang mengikuti
kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan, sedangkan yang bersifat
non tradisional yaitu metode yang baru diintrodusir ke dalam institusi
tersebut berdasarkan pendekatan ilmiah.32 Metode-metode tradisional
maupun modern tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Sorogan dan Bandongan
Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan
cara guru menyampaikan kepada santri secara individu, dimana para
santri satu persatu menghadap kiai atau para pembantunya dengan
membawa kitab tertentu. Selanjutnya kiai atau para pembantunya
membacakan kitab beberapa baris dengan makna dan penjelasannya,
setelah selesai kemudian santri tersebut mengulanginya hingga selesai.
Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran oleh semua santri.33
Sedangkan metode bandongan adalah dimana sekelompok santri
terdiri dari 5 sampai 500 orang mendengarkan seorang guru membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku
Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri
dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-
kata atau buah pikiran yang sulit untuk dipahami.34
31 Qomar, op. cit., h. 112.
32 Ibid., h. 142.
33 Dhofier, op. cit., h. 28.
34 Ibid.
33
b. Hafalan (Tahfizh)
Metode hafalan adalah cara mempelajari isi kitab yang telah
dipelajari dari kiai ataupun para pembantunya dengan cara menghafal,
dimana santri menghafal beberapa bait kalimat dari kitab-kitab tertentu
untuk kemudian diperdengarkan kepada kiai atau para pembantunya itu.
Metode hafalan ini pada umumnya diterapkan pada mata pelajaran yang
bersifat nadham (syair), bukan natsar (prosa); dan itupun pada
umumnya terbatas pada ilmu kaidah bahasa Arab, seperti Nadham Al-
Imrithi, Alfiyyah Ibn Malik, Nadham Al-Maqsud, Nadham Jawahir Al-
Maknun, dan lain sebagainya.35
c. Mudzakarah (Bahtsul Masa’il)
Metode ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan metode
musyawarah, yaitu sama-sama berdiskusi untuk membahas
permasalahan-permasalahan tentang keagamaan, masalah ibadah,
masalah aqidah dan lain sebagainya. Perbedaannya dengan metode
musyawarah adalah metode ini umumnya hanya dihadiri oleh para
santri tingkat tinggi, ustadz dan kiai.
d. Muqoronah
Muqoronah adalah suatu metode yang memfokuskan kegiatan
dalam hal perbandingan, baik perbandingan mengenai madzhab, materi,
metode dan kitab. Muqoronah ini biasanya hanya dilakukan oleh santri-
santri senior saja karena kegiatan membandingkan bukanlah hal yang
mudah. Seiring dengan berkembangnya zaman kegiatan Muqoronah
kini dibagi kedalam dua bagian, yaitu perbandingan antar ajaran agama
dan perbandingan antar madzhab.
e. Ceramah
Metode ceramah merupakan metode pengajaran dimana seorang
guru memberikan penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan
tempat tertentu yang dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk
memberikan pengertian terhadap suatu masalah dimana seorang murid
35 Haedari, op. cit., h. 17.
34
duduk, melihat dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh seorang
guru.36
f. Muhadatsah atau muhawarah
Muhadatsah merupakan suatu kegiatan yang melatih bercakap-
cakap (melakukan komunikasi) dengan menggunakan bahasa Arab
yang diwajibkan oleh Kiai kepada para santrinya selama mereka berada
di lingkungan pesantren. Di beberapa pesantren biasanya metode ini
tidak diwajibkan setiap hari akan tetapi hanya pada waktu satu minggu
sekali atau dua minggu sekali.
Selain beberapa metode yang disebutkan di atas, tentunya masih
banyak metode yang digunakan di dalam pesantren. Bahkan di
pesantren saat ini sudah ditemukan beberapa metode yang dinilai cukup
modern, diantaranya adalah metode diskusi, seminar, karyawisata, dan
lain sebagainya. 37
C. Implementasi Hubungan Guru dan Murid di Pondok Pesantren
Tujuan pendidikan secara sederhana yaitu seorang murid mendapatkan
ilmu dan seorang guru mengamalkan ilmu akan tercapai dengan adanya
kerjasama atau hubungan yang baik antar keduanya. Pada diri seorang pendidik
harus sadar bagaimana ia bersikap terhadap diri sendiri dan peserta didiknya,
selain itu pada diri peserta didik juga harus tahu bagaimana dia bersikap
terhadap diri sendiri dan terhadap gurunya yang ia jadikan sebagai sumber
ilmu.
Namun kesadaran pun dirasa belum cukup tanpa adanya implementasi atau
penerapan yang nyata. Hal ini harus dilakukan setiap hari oleh pendidik dan
peserta didik di dalam lingkungan pendidikan dalam segala aspek hubungan
keduanya, terlebih dalam proses belajar mengajar di kelas.
Hubungan guru dan murid di pesantren dilakukan melalui dua poin utama
yaitu pemahaman dan pembiasaan. Pemahaman yang dimaksud disini adalah
proses belajar mengajar terhadap murid yang dilakukan melalui pembelajaran
36 Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), Cet. IV, h. 289.
37 Qomar, op. cit., h.152.
35
kitab akhlak yang banyak macam nya yang wajib diajarkan di setiap pondok
pesantren, sedangkan pembiasaan disini adalah pengaplikasian nilai-nilai
akhlak yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pondok
pesantren.
Menurut Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam
mengatakan bahwa murid adalah makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsentrasi menuju ke arah titik
optimal kemampuan fitrahnya.38 Dari sini terlihat bahwa peran pendidik
sangatlah diperlukan dalam pembentukan kepribadiannya, sikap pendidik
memberikan sentuhan yang tepat dalam memperlakukan peserta didiknya maka
ia akan menghasilkan peserta didik yang baik, yaitu baik dari sisi
intelektualnya dan terlebih dari sisi moralitasnya.
Adapun sikap seorang pendidik yang baik adalah meliputi sikapnya
terhadap diri sendiri dan terhadap peserta didiknya. Dalam kaitannya dengan
sikap untuk meningkatkan kebaikan pada dirinya seperti yang dijelaskan Nik
Haryanti yaitu meliputi meningkatkan sikap mendekatkan diri dengan Allah
(taqarrub ila Allah), bersikap tenang, tidak menggunakan ilmunya untuk
meraih duniawi semata, meng-istiqomah-kan membaca Alquran dan tidak
menyalahgunakan ilmunya untuk kepentingan-kepentingan yang buruk.39
Selain itu, sisi profesionalitas pendidik sudah sepatutnya selalu
dikedepankan seperti sikap pendidik yang harus senantiasa membina siswa
dengan memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu, selalu
memperhatikan kemampuannya, tidak memperlakukannya secara pilih kasih,
bersikap terbuka dan lapang dada, dan bersedia membantu memecahkan
masalah dan kesulitan yang dialami peserta didiknya.40
38 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam: bagian 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
Cet., 1, h. 79
39 Nik Haryanti, “Implementasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Etika Pendidik”, Jurnal
Pendidikan, Vol. 8, No. 2, (Desember 2013), h. 449.
40 Ibid.,
36
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tugas seorang pendidik
ternyata begitu banyak dan sangat penting serta terperinci sama halnya dengan
mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian jika
pendidik sudah mampu menanamkan dan mengaplikasikan itu semua dengan
baik maka tugas dan tanggung jawab pendidik dalam hal pola hubungan guru
dan murid dirasa sudah cukup baik.
Selain dari sisi pendidik, adab atau etika murid terhadap gurunya juga
merupakan salahsatu faktor dari keberhasilan pendidikan, disamping nantinya
masih ada faktor lain yang mendukung keberhasilan pendidikan tersebut.
Karena menuntut ilmu adalah ibadah, maka murid hendaknya dapat
mendekatkan diri kepada Allah dengan membersihkan jiwa dan dihiasi dengan
akhlak terpuji, lebih utama murid itu dalam menuntut ilmu dengan syekh, dan
syekh tersebut hendaknya dihormati dan ditaati segala perintah dan nasehatnya
sebagaimana seorang yang sedang sakit mentaati perintah dan nasehat dokter.
Sikap peserta didik agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat dimulai dari
penyucian jiwa, karena dengan jiwa yang bersih, seorang peserta didik akan
dapat fokus dan bersungguh-sungguh dalam belajarnya, yang selanjutnya
memperkuat motivasi mereka dalam belajar.41 Sementara itu berkaitan dengan
etika seorang peserta didik terhadap pendidiknya, peserta didik harus
menekankan penghormatan yang tinggi terhadap pendidiknya yaitu dengan
selalu memandang gurunya sebagai seorang yang terhormat dan mulia di setiap
kegiatan belajar mengajar sehari-hari baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.42
Semua perbuatan murid tersebut akan diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari murid. Dimana dalam jiwa murid tersebut akan tumbuh sikap
memuliakan dan menegakkan wibawa serta menjaga nama baik gurunya, serta
selalu sopan dalam berbicara dan bersikap.
41 Sulhan dan Mohammad Muchlis Solichin, Etika Peserta Didik dalam Pembelajaran
Perspektif KH. Hasyim Asy’ari (Telaah Kitab Adabul ‘Alim wa al Muta’alim)” Jurnal Pendidikan
Akhlak, Vol. 8. No. 2 (Desember 2013), h. 197.
42 Ibid., 198
37
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika antara
pendidik dan peserta didik terjalin hubungan yang baik, yaitu yang didasari
karena Allah SWT, serta sadar akan tugas dan tanggung jawab nya masing-
masing, dengan mengimplementasikan kesadarannya itu di dalam kegiatan
belajar mengajar setiap hari, maka tujuan pendidikan dalam membentuk
seseorang yang berkepribadian luhur bukanlah hal yang mustahil diwujudkan.
D. Penelitian Relevan
Skripsi Rini Yuliyanti (UIN Raden Intan Lampung, 2017) yaitu: Hubungan
Guru Dan Murid Menurut KH. Hasyim Asy’ari dan Implementasinya dalam
Tradisi Pembelajaran di Pondok Pesantren Nurul Hikmah. Menyimpulkan
bahwa: Konsep hubungan ustadz dan santri dalam pembelajaran menurut KH.
Hasyim Asy’ari meliputi etika santri terhadap ustadz, etika ustadz terhadap santri,
dan etika keduanya dalam pembelajaran. Adapun implementasi pemikiran KH
Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adabul Alim wa al Muta’alim dalam
pembelajaran di pondok pesantren Nurul Hikmah Lampung Timur telah
dilaksanakan dengan baik sehingga ustadz dan santri di pondok tersebut memiliki
hubungan yang baik dan erat.
Skripsi Iib Rohmatul Bahiyah (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006) yaitu:
“Implementasi Konsep Ta’dzim dalam Kitab Ta’lim Al-Muta’alim (Studi
Perbandingan di Pondok Pesantren Al-Sulaiman dan Pondok Pesantren Tarbiyah
Al-Falah Nur Al-Huda)” Menyimpulkan bahwa : pada dasarnya kepatuhan santri
pada kiai tidak ditujukan pada orangnya, kedudukan atau gelar yang
disandangnya, melainkan pada karamah (kemuliaan) yang diberikan Allah SWT
kepada kiai, yakni dalam wujud keilmuannya, maupun keluhuran akhlaknya.
Kedua pesantren memiliki konsep yang sama mengenai konsep ta’dzim walaupun
kedua kiai pesantren tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda,
namun pada kondisi santrinya kedua pondok memiliki kondisi yang berbeda.
Pondok pesantren Al-Sulaiman yang seluruh santrinya merupakan mahasiswa
UIN Jakarta unggul dalam hal teori namun dalam praktek dan implementasinya
kurang, sedangkan santri Al-Tarbiyah AL-Falah Nur Al-Huda yang variatif mulai
38
dari tidak mengenyam pendidikan sekolah hingga hanya lulusan Sekolah
Menengah Atas (SMA) saja memiliki keunggulan dalam hal praktek dan
implementasi namun dalam pemahaman teori dirasa kurang, hal ini karena
perbedaan latar belakang santri yang berbeda, sehingga mengakibatkan
penguasaan dalam konsep ta’dzim juga berbeda.
Skripsi Maryati (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) yaitu: Konsep
Pemikiran Burhanuddin Al-Zarnuji tentang Pendidikan Islam (Telaah dalam
Perspektif Pola Hubungan Guru dan Murid). Menyimpulkan bahwa: dalam
proses belajar mengajar Burhanuddin al-Zarnuji menjelaskan bahwa hubungan
seorang guru dengan muridnya, guru harus memiliki kepribadian yang baik, sikap
lemah lembut, kasih sayang dan mendidik. Seorang guru juga harus memiliki
strategi yang tepat dalam mengajar. Secara garis besar Burhanuddin al-Zarnuji
menggarisbawahi bahwa dalam meningkatkan mutu pendidikan aspek moralitas
harus diperhatikan tanpa harus mengesampingkan aspek intelektualitasnya.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian relevan di atas
adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan dengan penelitian relevan ke-1 memiliki beberapa poin, yaitu.
Pertama, dalam teknik pengumpulan data tidak dibuat kisi-kisi/instrumen
terlebih dahulu baik wawancara maupun observasinya, sehingga hasil
wawancara dan observasi tidak sebutkan secara rinci dalam bentuk tabel.
Sedangkan pada penelitian ini dibuat kisi-kisi/instrumen dari tiap teknik
pengumpulan data dan dibuat tabel hasil penelitian sehingga dapat
dipahami dengan mudah. Kedua, pada penelitian relevan ke-1, hasil
dokumentasi tidak mendukung teknik pengumpulan data yang lain
(observasi dan wawancara) karena hanya sebatas foto peneliti dengan
pengajar dan santri. Sedangkan penelitian ini dokumen yang didapat
berupa daftar nama santri, daftar hukuman yang diberikan pihak pondok,
dan daftar pelanggaran santri yang telah terjadi, dimana data-data tersebut
dapat menjadi penguat dari hasil observasi dan wawancara dalam
penelitian ini. Ketiga, pada penelitian relevan ke-1, pada poin etika guru
dan murid dalam pembelajaran tidak disebutkan secara lengkap, melainkan
39
hanya beberapa poin besar saja. Sedangkan pada penelitian ini disebutkan
secara lengkap dan dianalisis dengan implementasi yang terjadi di Pondok
Pesantren secara lengkap pula.
2. Perbedaan dengan penelitian relevan ke-2 yaitu, pada penelitian relevan
ke-2 hanya membahas tentang konsep etika murid terhadap guru namun
dalam studi perbandingan 2 pondok pesantren. Sedangkan penelitian ini
membahas 3 pola hubungan guru dan murid secara lengkap yang terdiri
dari etika murid terhadap guru, etika guru terhadap murid, serta etika
murid dan guru dalam pembelajaran yang di implementasikan di 1 pondok
pesantren.
3. Perbedaan dengan penelitian relevan ke-3 yaitu, pada penelitian relevan
ke-3 membahas pola hubungan guru dan murid secara lengkap dalam
perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji. Sedangkan penelitian ini dalam
perspektif K.H. Hasyim Asy’ari.
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H.
Hasyim Asy’ari dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok
Pesantren Sa’id Yusuf Depok (Studi Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim)
dilakukan di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf Depok, Perpustakaan Utama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada
03 Agustus 2018 sampai dengan 26 Juli 2019
2. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.1 Dengan metode ini
suatu masalah nantinya dapat dijelaskan dengan gamblang dan mudah
dipahami.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, artinya penelitian
ini tidak menggunakan prosedur analisis perhitungan angka (statistik)
dengan maksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.2
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006), cet.
I., h.2.
2 Rexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), cet.
XXXV, h. 6.
41
Penelitian ini merupakan kegiatan studi lapangan, mengumpulkan data
melalui kegiatan wawancara, studi dokumen, dan pengamatan atau
observasi dengan instrumen yang telah disusun sesuai data yang dibutuhkan
sebagai alat bantu peneliti dalam mengumpulkan informasi. Maka dari itu
penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu metode
penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek
sesuai apa adanya, dimana selanjutnya dilakukan analisis dengan analisa
kualitatif.3
2. Sumber Data Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid, maka diperlukan sumber data
penelitian yang valid pula. Dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian
ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber
data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti,
sedangkan data sekunder merupakan data-data yang mendukung data
primer, yaitu buku-buku dan literatur yang relevan dengan tema penelitian
ini.
a. Sumber primer yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah kitab
Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya K.H. Hasyim Asy’ari dan hasil
observasi terhadap peristiwa yang terjadi di lapangan. Dimana pada
penelitian ini pola hubungan guru dan murid dalam aktivitas
pembelajaran yang menjadi objek observasi penulis.
b. Sumber sekunder yang dipakai penulis dalam penelitian ini diantaranya:
1) Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-
Murid: Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001)
2) Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju
Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, t.t.)
3) Suwendi, Konsep Kependidikan K.H. M. Hasyim Asy’ari, (Ciputat:
LekDiS, 2005)
3 Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), h. 157.
42
4) Data yang bersumber dari wawancara dan dokumentasi sebagai data
pendukung, berupa foto-foto kegiatan pondok pesantren serta
wawancara yang dilakukan dengan pengasuh, guru, maupun siswa
di pondok pesantren tersebut.
5) Dan sumber yang ditulis oleh penulis lain yang berkaitan dengan
pembahasan.
3. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan
antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin
dipecahkan. Pengumpulan data tidak lain adalah suatu proses penyediaan
data untuk keperluan penelitian.
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi.
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan teknik atau cara dalam
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap
kegiatan yang berlangsung. Kegiatan tersebut bisa berkenaan dengan
cara dan sikap guru mengajar, sikap siswa dalam proses belajar, dan juga
kepala sekolah atau pengasuh yang memberikan pengarahan kepada
pengajar maupun siswanya.4
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi non
partisipatif, yaitu penulis tidak ikut secara langsung dalam kegiatan,
melainkan hanya berperan mengamati kegiatan saja. Hal ini
dimaksudkan agar penulis lebih terfokus dan seksama melakukan
4 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosydakarya, 2006), Cet II, h. 220.
43
pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran terutama terhadap pola
hubungan sikap guru dan murid di dalam kelas maupun di lingkungan
pondok pesantren.
Tabel 3.1
Kisi-kisi observasi aktivitas belajar murid / santri
NO ASPEK YANG DIAMATI INDIKATOR
I Pra Pembelajaran
1. Tempat duduk masing-
masing murid
1.1 Murid duduk dengan rapih
sesuai dengan apa yang
telah diajarkan
2. Kesiapan menerima
pembelajaran
2.1 Murid menyiapkan tempat
duduk untuk guru
2.2 Murid menyiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan
oleh guru
2.3 Murid memfokuskan
pandangan kepada guru
2.4 Murid berdoa sebelum
belajar
II Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Memperhatikan penjelasan
materi pelajaran
3.1 Murid tidak mengobrol
ketika pembelajaran
3.2 Murid hanya membuka
buku pelajaran yang sedang
diajarkan
4. Bertanya saat proses
penjelasan materi
4.1 Murid bertanya tentang
materi yang belum diahami
dengan cara yang baik
5. Ketepatan penggunaan
bahasa yang baik dan
benar
5.1 Murid menggunakan bahasa
yang santun ketika
berbicara
5.2 Murid menggunakan nada
yang lembut ketika
berbicara
III Kegiatan Penutup
6. Membaca doa penutup 6.1 Murid membaca doa setelah
kegiatan belajar selesai
7. Ketertiban meninggalkan
kelas
7.1 Murid tidak mendahului
guru ketika keluar kelas
44
Tabel 3.2
Kisi-kisi observasi aktivitas mengajar guru
7.2 Murid tertib dan tidak gaduh
ketika meninggalkan kelas
IV Sikap dalam pembelajaran
di lingkungan pesantren
8. Sikap berjalan di hadapan
guru
8.1 Murid menundukkan badan
ketika berjalan di hadapan
guru
8.2 Murid memperlambat
langkah ketika berjalan di
hadapan guru
9. Kepatuhan terhadap
perintah guru
9.1 Murid selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan guru
10. Takzim kepada guru 10.1 Murid selalu mengucapkan
salam ketika bertemu guru
10.2 Murid mengistimewakan
guru
NO ASPEK YANG DIAMATI INDIKATOR
I Pra Pembelajaran
1. Tempat duduk guru dan
murid
1.1 Guru menempatkan diri
pada posisi duduk yang baik
dan strategis
1.2 Guru mengatur posisi
duduk murid putra dan
santri putri
2. Kesiapan memberikan
pengajaran
2.1 Guru mengucapkan salam
sebelum memulai
pengajaran
2.2 Guru membaca doa ketika
hendak memulai pengajaran
II Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Memberikan penjelasan
materi pelajaran
3.1 Guru menggunakan bahasa
yang sederhana dan mudah
dipahami
3.2 Guru selalu semangat dalam
menjelaskan materi kepada
murid
45
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu yang bertujuan untuk mengetahui hal-
hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan
situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan
melalui observasi.5
5 Sugiyono, op. cit., h. 261.
4. Memfasilitasi adanya
interaksi dengan murid
4.1 Guru memberi kesempatan
murid untuk bertanya
5. Menjaga kenyamanan
dalam belajar
5.1 Guru tidak membuat murid
merasa bosan dalam belajar
5.2 Guru menampakkan wajah
yang berseri
6. Sikap kasih sayang dalam
mengajar
6.1 Guru memberi motivasi
kepada murid agar tetap
semangat belajar
7. Tutur kata yang baik 7.1 Guru menggunakan tutur
kata yang lembut
III Kegiatan Penutup
8. Pemberian kesimpulan
dari materi yang telah
diajarkan
8.1 Guru menyimpulkan materi
yang telah diajarkan
9. Membaca doa penutup 9.1 Guru membaca doa setelah
pengajaran selesai
9.2 Guru mengucapkan salam
ketika hendak pergi
meninggalkan kelas
IV Sikap dalam pembelajaran
di lingkungan pesantren
10. Sikap adil 10.1 Guru tidak membeda-
bedakan perlakuan
terhadap masing-masing
murid
11. Sikap tawaduk 11.1 Guru tidak malu ikut
kegiatan murid
46
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai pengasuh pondok
pesantren / guru pengajar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim dan
beberapa siswa. Dimana wawancara yang dilakukan peneliti merupakan
wawancara terstruktur karena dalam pedoman wawancara, pewawancara
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang telah
disusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.6
Tabel 3.3
Kisi-kisi wawancara murid dan guru
6 Ibid., h. 140
Fokus Dimensi Indikator Sumber
data
Implementasi
hubungan
guru dan
murid
menurut K.H
Hasyim
Asy’ari di
Pondok
Pesantren
Sa’id Yusuf
1. Hal-hal yang
dilakukan
sebelum
belajar
1.1 Murid meminta
petunjuk Allah
mengenai pemilihan
seorang guru
setelah belajar kitab
‘Adabul ‘Alim wal
Muta’allim
1.2 Murid mencari
informasi mengenai
seseorang yang akan
dijadikan guru
setelah belajar kitab
‘Adabul ‘Alim wal
Muta’allim
1.3 Murid mempelajari
ilmu yang
mempelajari hal-hal
pokok terlebih
dahulu
1.4 Murid terlebih
dahulu mempelajari
Alquran secara
mendalam
Santri /
murid
pondok
pesantren
Sa’id
Yusuf
2. Sikap ketika
pembelajaran
berlangsung
2.1 Murid menunjukkan
sikap yang baik di
awal pembelajaran
47
2.2 Murid menunjukkan
sikap yang baik di
tengah proses
pembelajaran
2.3 Menunjukkan sikap
yang baik ketika
menjumpai
permasalahan dalam
belajar
2.4 Murid menunjukkan
sikap yang baik di
akhir pembelajaran
3. Sikap ketika
di luar kelas /
di
lingkungan
pondok
pesantren
3.1 Murid selalu
mematuhi perintah
guru
3.2 Murid menunjukkan
sikap yang baik
ketika guru
memarahi
3.3 Murid menunjukkan
sopan santun ketika
bertemu dengan
guru di luar kelas
3.4 Murid menunjukkan
sikap yang baik
walaupun ketika
tidak terlihat oleh
guru
4. Sikap yang
ditunjukkan
guru
terhadap
murid
4.1 Murid mampu
menjelaskan sikap
guru terhadap
dirinya
5. Hal-hal yang
dilakukan
sebelum
mengajar
5.1 Guru memiliki niat
yang tulus dalam
mengajar
5.2 Guru berdoa dan
berzikir sebelum
mengajar
Guru
pengajar
kitab
Adabul
‘Alim
wal
Muta’alli
m
48
5.3 Guru menunjukkan
kesiapan di awal
mengajar
5.4 Guru mengecek
kehadiran murid
sebagai wujud
kepedulian terhadap
murid
6. Sikap yang
ditunjukkan
ketika
sedang
mengajar
6.1 Guru menggunakan
bahasa yang baik
dan benar
6.2 Guru menunjukkan
kebijaksanaan
terhadap murid baru
6.3 Guru menunjukkan
kebijaksanaan ketika
menghadapi
pertanyaan dari
santri
6.4 Guru menunjukkan
kebijaksanaan ketika
menghadapi murid
yang malas di kelas
6.5 Guru memberikan
motivasi ataupun
pujian terhadap
murid yang
berprestasi
7. Sikap kasih
sayang yang
ditunjukkan
di luar kelas /
lingkungan
pondok
7.1 Guru mengenal
nama dan
kepribadian masing-
masing murid
7.2 Guru perhatian
terhadap aktivitas
murid setiap hari
7.3 Guru memanggil
murid dengan nama
yang baik
7.4 Guru mendoakan
kebaikan murid
7.5 Guru menunjukkan
kebijaksanaan ketika
49
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar, foto, maupun elektronik. Dimana dokumen-dokumen
yang dihimpun dan dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah yang
akan diteliti.7
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen berupa peraturan pondok
pesantren, sanksi-sanksi pelanggaran, data pelanggaran dan foto/gambar
yang berkenaan dengan kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren,
dimana foto-foto tersebut berhubungan dengan bentuk implementasi
ajaran yang ada dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya K.H.
Hasyim Asy’ari.
2. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Prof. Dr. Sugiyono dalam bukunya yang berjudul Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, menyatakan bahwa: Dalam
teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat gabungan, yaitu menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, dan bila seorang peneliti
melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti
mengumpulkan data yang sekaligus mengurusi kredibilitas atau keabsahan
suatu data.8
7 Sukmadinata, op. cit., h. 221.
8 Sugiyono, op. cit., h. 270.
menjumpai murid
yang berbuat salah
8. Sikap yang
ditunjukkan
murid
terhadap
guru
8.1 Guru mampu
menjelaskan sikap
murid terhadap
dirinya
50
Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa triangulasi terbagi menjadi 2 yaitu
triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dimana triangulasi teknik berarti
seorang peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, sedangkan triangulasi
sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda
dengan teknik yang sama.9
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber, dimana
peneliti berusaha mewawancarai lebih dari satu orang di pondok pesantren
tersebut yakni pengasuh pondok pesantren yang juga sebagai pengajar kitab
Adabul ‘Alim wal Muta’allim, dan beberapa murid / santri yang belajar kitab
tersebut, serta mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari operator
pondok pesantren seperti profil pondok pesantren, data pondok pesantren,
dan data murid yang ada di pondok pesantren tersebut. Hal ini peneliti
lakukan guna memperoleh data yang lebih luas, tuntas, dan pasti.
Disamping itu, dengan triangulasi diyakini akan lebih meningkatkan
kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.10
Analisis yang akan digunakan adalah analisis deskriptif dengan
menjabarkan hasil temuan di lapangan mengenai bagaimana hubungan guru
dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan implementasinya dalam
pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf Depok. Pemilihan objek
penelitian ini berdasarkan pada temuan peneliti bahwa pondok pesantren
tersebut telah mengajarkan kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim dimana kitab
9 Ibid., h. 271
10 Ibid., h. 275
51
tersebut mengajarkan sikap antara guru dan murid atau lebih khusus
mengajarkan bagaimana keduanya dalam berakhlak yang baik.
Analisis data di lapangan mulai dilakukan pada saat observasi, yaitu
dilanjutkan dengan wawancara dan dokumentasi. Adapun aktivitas yang
dilakukan pada saat analisis ini adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya
terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Hal ini dilakukan mengingat
data yang diperoleh di lapangan cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara
teliti dan rinci sehingga nantinya data yang telah direduksi ini akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.11
b. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori dan sejenisnya. Namun yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan
teks yang bersifat naratif.12 Hal ini peneliti lakukan dengan cara
menjabarkan data hasil wawancara dan observasi dengan teks naratif,
harapannya akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut.
c. Penarikan Kesimpulan
Setelah melakukan penyajian data, langkah terakhir adalah penarikan
kesimpulan. Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan gambaran umum
yang didapat dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif juga merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada.
11 Ibid., h. 277-278
12 Ibid., h. 280.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari
1. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari memiliki nama asli yaitu Muhammad Hasyim Asy’ari
yang lahir pada hari Selasa Kliwon 24 Dzulqaidah 1287 Hijriah, bertepatan dengan
tanggal 14 Februari 1871 Masehi di Jombang Jawa Timur, tepatnya di sebuah desa
kecil bernama Desa Gedang. Beliau merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara
dari pasangan K.H. Asy’ari dan Nyai Halimah yang mana ayahnya tersebut
merupakan pendiri Pesantren Keras. Kakeknya yaitu K.H. Usman pendiri Pesantren
Gedang, serta Kakek Buyutnya yaitu K.H. Sihah merupakan pendiri Pesantren
Tambak Beras yang berada di wilayah barat kota Jombang.1
K.H. Hasyim Asy’ari hidup di dalam keluarga yang sangat kuat akan
pendidikan agama Islam, karena ia merupakan keluarga kiai serta berada di
lingkungan yang sangat religius yaitu di lingkungan pesantren sejak kecil. Hal ini
tentunya memberikan sentuhan tersendiri bagi K.H. Hasyim Asy’ari. Sebagaimana
keluarga pesantren pada umumnya, K.H. Hasyim Asy’ari dididik oleh ayahnya
K.H. Asy’ari terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Alquran dan beberapa
literatur keagamaan. Sejak kecil, K.H. Hasyim Asy’ari sudah memperlihatkan
kecerdasannya, terbukti saat beliau berumur 13 tahun, beliau sudah dipercaya untuk
mengajar orang-orang yang jauh lebih tua dari usianya.2
Dari latar belakang keluarga yang telah diuraikan di atas, dapat dipahami
bahwa K.H. Hasyim Asy’ari merupakan seorang anak kiai yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata kebanyakan anak seusianya. Kelebihannya tersebut
terbentuk dari sosok ayahnya yang merupakan seorang kiai yang sangat religius
1 Herry Mohammad, dkk.Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), h. 21.
2 Ibid., h. 22.
53
serta lingkungan yang mendukung dalam pembentukan pribadi dan kecerdasannya
dalam memperdalam ilmu agama Islam.
Setelah dirasa cukup bekal dasar-dasar ilmu agama dari ayahnya tersebut, K.H.
Hasyim Asy’ari pergi untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama
di Jawa yang meliputi Shona, Siwalan Buduran, Langitan Tuban, Demangan
Bangkalan, dan Sidoarjo. Setelah lama menimba ilmu di Pondok Pesantren
Sidoarjo, K.H. Hasyim Asy’ari terkesan untuk melanjutkan belajarnya hingga ia
terus berguru kepada K.H. Ya’kub yang merupakan Kiai di Pondok Pesantren
tersebut. Hingga lambat laun Kiai Ya’kub merasakan kesungguhan dan keluhuran
budi pekerti K.H. Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya. Sehingga K.H.
Ya’kub berkeinginan untuk menjodohkan K.H. Hasyim Asy’ari dengan putrinya
yang bernama Khadijah. Tepatnya pada tahun 1892, ketika K.H. Hasyim Asy’ari
berumur 21 tahun, dirinya melangsungkan pernikahan dengan putri K.H. Ya’kub
tersebut.3
Setelah melangsungkan pernikahannya itu, K.H. Hasyim Asy’ari bersama
istrinya, Khadijah segera melakukan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.
Sekembalinya dari ibadah haji, K.H. Ya’kub selaku mertuanya menganjurkan K.H.
Hasyim Asy’ari untuk kembali ke Makkah dengan tujuan menuntut ilmu agama
Islam. Hal ini karena adanya tradisi pada masa itu bahwa seorang ulama belumlah
dianggap cukup ilmunya jika belum menuntut ilmu di Makkah bertahun-tahun.4
Setelah merasa cukup persiapan mental dan lainnya, K.H. Hasyim Asy’ari
bersama istri dan mertuanya berangkat ke Makkah untuk mukim dalam rangka
menuntut ilmu agama Islam disana. Ketika telah menetap di Makkah kurang lebih
tujuh bulan, istri K.H. Hasyim Asy’ari melahirkan seorang putra yang kemudian
diberi nama Abdullah. Akan tetapi, beberapa hari setelah melahirkan, istrinya
meninggal dunia. Bahkan, selang kurang dari empat puluh hari dari wafatnya
istrinya itu, putra tercintanya juga meninggal dunia. Akhirnya pada tahun
3 Suwendi, Konsep Kependidikan K.H.M. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LeKDiS, 2005), h. 15-16.
4 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), h.114.
54
berikutnya K.H. Hasyim Asy’ari kembali bersama mertuanya. Tidak lama
kemudian K.H. Hasyim Asy’ari pergi lagi ke Makkah bersama adik kandungnya
yang bernama Anis pada tahun 1390 H / 1893 M.5
Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa sosok K.H. Hasyim Asy’ari merupakan
sosok santri yang sangat haus akan ilmu agama Islam, beliau menimba ilmu bukan
hanya di berbagai pondok pesantren Tanah Air saja, akan tetapi juga menimba ilmu
sampai ke Makkah. Hal ini bukan hanya karena nasihat dari mertuanya untuk
menuntut ilmu disana, akan tetapi juga karena memperdalam ilmu agama di kota
Makkah merupakan dambaan yang diidam-idamkan oleh kalangan santri pada saat
itu, termasuk sosok K.H. Hasyim Asy’ari itu sendiri.
Dalam perjalanannya menuntut ilmu di Makkah, K.H. Hasyim Asy’ari bertemu
dengan beberapa tokoh yang berasal dari Indonesia maupun tokoh ulama Makkah
langsung, semuanya kemudian ia jadikan sebagai gurunya dalam berbagai disiplin
ilmu agama Islam. Diantara guru-gurunya di Makkah yang berasal dari Indonesia
adalah Syaikh Mahfudz al-Tirmasi yang merupakan putra Kiai Abdullah yang
memimpin pesantren Tremas dan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau dari
Minangkabau. Selain itu, guru dari Makkah diantaranya adalah Syaikh. al-‘allamah
Abdul Hamid al-Darustani, Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi, Syaikh Ahmad
Amin al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Athar,
Syaikh Sayyid Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki,
Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan Syaikh Sultan Hasyim
Dagastani.6
Dari ulama-ulama inilah K.H. Hasyim Asy’ari belajar berbagai disiplin ilmu
meliputi Fiqih, ulum al-hadits, tauhid, tafsir, tasawuf, nahwu, sharaf, mantiq,
balaghah, dan disiplin ilmu agama Islam lainnya. Dari berbagai disiplin ilmu
tersebut, K.H. Hasyim Asy’ari lebih banyak memusatkan perhatian dan
keahliannya pada ilmu hadits.
5 Ibid.
6 Suwendi, op.cit., h. 21-22.
55
Setelah kurang lebih tujuh tahun bermukim di Makkah dan memiliki banyak
ilmu tentang agama Islam, K.H. Hasyim Asy’ari memutuskan untuk kembali
pulang ke kampung halamannya. Hal ini diawali dari Kiai Romli beserta
keluarganya yang datang untuk menunaikan ibadah haji. Kiai Romli merupakan
seorang ulama sekaligus pedagang yang berasal dari Kediri, Jawa Timur. Kiai
Romli datang ke Makkah bersama anaknya bernama Nafisah. Kehadiran Kiai
Romli beserta keluarganya inilah yang ternyata mengubah hidup K.H. Hasyim
Asy’ari. Hal ini terlihat tak lama setelah keluarga tersebut datang dan menunaikan
ibadah haji, Kiai Romli menikahkan putrinya tersebut dengan K.H. Hasyim
Asy’ari.7
Ketika rombongan Kiai Romli pulang ke tanah air inilah, K.H. Hasyim Asy’ari
ikut serta pulang ke Indonesia. Sudah tujuh tahun K.H. Hasyim Asy’ari berada di
Makkah dan telah mengantongi berbagai disiplin ilmu-ilmu keIslaman. Karena
keluasan ilmunya di bidang keIslaman, mulai dari teologi, fikih, tasawuf dan
lainnya itulah, akhirnya ia diberi gelar Hadrah asy-Syaikh. 8
2. Kiprah Sosial K.H. Hasyim Asy’ari
Setelah melakukan perjalanan intelektual di Makkah dengan waktu yang cukup
lama, tampaknya telah membuat K.H. Hasyim Asy’ari memiliki kecakapan-
kecakapan tersendiri, terutama dalam pengetahuan keagamaan. Oleh karena itu
K.H. Hasyim Asy’ari berani untuk terjun dalam masyarakat luas dibanyak bidang
keagamaan. Diantara aktivitas yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari sepulang
dari menuntut ilmu di Makkah diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Menjadi sosok pengajar
Mengajar memang merupakan profesi yang ditekuni K.H. Hasyim
Asy’ari sejak kecil. Sejak masih belajar di pondok pesantren di Tanah Air,
ia sering dipercaya oleh gurunya untuk mengajar santri-santri yang baru
masuk. Bahkan, ketika di Makkah ia pun juga mengajar. Sehingga sepulang
7 Mohammad, op. cit., h. 23.
8 Ibid.
56
dari aktivitasnya belajar di Makkah, ia membuka pengajian keagamaan
secara terbuka untuk umum. Dalam waktu yang relatif singkat, pengajian
yang ia pimpin menjadi terkenal, terutama di tanah Jawa. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti kepribadiannya yang luhur, sikap pantang
menyerah, serta kekuatan spiritual yang ia miliki, yang dikenal oleh
masyarakat luas sebagai karamah. Dari keberhasilannya inilah, selanjutnya
ia diminta membantu mengajar di pondok pesantren Nggedang milik
ayahnya yang awalnya didirikan oleh kakeknya yaitu K.H. Usman.9
b. Mendirikan Pondok Pesantren
Setelah sukses mengajar di pondok pesantren milik ayahnya, K.H.
Hasyim Asy’ari meminta izin untuk mendirikan pondok pesantren di tempat
lain. Permintaan tersebut langsung direspon baik oleh Kiai nya, hal ini
terlihat dari diizinkannya K.H. Hasyim Asy’ari membawa 28 orang santri
untuk mengisi dan membantu dalam kegiatan di pondok pesantren yang
baru nanti. Akhirnya tepat pada tanggal 26 Rabi’ al-Awwal 1320 H.
bertepatan dengan 6 Februari 1906 M., K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan
pondok pesantren yang dikelolanya sendiri di desa Tebuireng, Jombang
Jawa Timur. Pesantren tersebut diberi nama Pondok Pesantren Tebuireng.
K.H. Hasyim Asy’ari sengaja memilih lokasi ini karena penduduknya yang
pada masa itu dikenal banyak yang menjadi penjudi, perampok, dan
pemabuk.10
Dikisahkan bahwa kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari banyak tersita
untuk membina santri-santrinya itu. Bertahun-tahun lamanya K.H. Hasyim
Asy’ari membina pesantrennya menghadapi berbagai rintangan dan
hambatan, terutama dari masyarakat sekelilingnya. Namun pesantren
tersebut terus berkembang dengan pesat. Santri yang awalnya hanya 28
orang kemudian bertambah dari tahun ke tahun hingga ribuan orang.
9 Nata, op.cit., h. 117-121.
10 Suwendi, op.cit., h.28.
57
Santrinya pun bukan hanya berasal dari daerah sekitar, melainkan juga dari
berbagai pelosok Tanah Air.11
Upaya pembaharuan dalam dunia pendidikan mulai dilakukan. Hal
yang pertama dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari bagi pondok pesantren
Tebuireng adalah mendirikan Madrasah Salafiah pada tahun 1919. Hal ini
merupakan tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng.
Pembaharuan ini merupakan ide dari K.H. Hasyim Asy’ari yang meminta
untuk memasukan kurikulum pendidikan umum disamping pendidikan
keagamaan. Pendidikan umum yang dimaksud adalah seperti belajar
membaca dan menulis huruf latin, mempelajari Bahasa Indonesia, ilmu
bumi, sejarah Indonesia, serta ilmu berhitung. Cita-cita ini terus diwujudkan
hingga tahun-tahun berikutnya, hingga pada akhirnya tepat pada tahun
1929, K.H. Hasyim Asy’ari menunjuk K.H. Ilyas untuk menjadi pimpinan
atau Kepala Madrasah Salafiah untuk melanjutkan cita-citanya bagi Pondok
Pesantren Tebuireng yang ia dirikan.12
c. Mendirikan Organisasi Nahdlatul Ulama
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya dalam bidang pendidikan, K.H.
Hasyim Asy’ari melihat bahwa diperlukannya sebuah wadah yaitu berupa
organisasi. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka pada tanggal 31
Januari tahun 1926, ia bersama dengan K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan
sejumlah ulama lainnya di Jawa Timur mendirikan Jamiah Nahdlatul Ulama
(NU).13 Sejak awal didirikannya NU, K.H. Hasyim Asy’ari dipercaya
memimpin organisasi tersebut sebagai Rais Akbar. Jabatan ini ia pegang
dalam beberapa periode kepengurusan.
Tujuan didirikannya NU dalam bidang pendidikan yang dimaksud
adalah untuk memperkokoh pengetahuan keagamaan di kalangan
masyarakat.
11 Nata, op.cit., h. 122.
12 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.
123
13 Nata, loc.cit.
58
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Statuten perkoempoelan
Nahdlatul-‘Oelama, yaitu: Fatsal 2. Adapoen maksoed
perkoempoelan ini jaitoe: Memegang dengan tegoeh pada salah
satoe dari mazhabnja Imam empat, jaitoe Imam Moehammad bin
Idris Asj-Sjafi’I, Imam Malik bin Anas, Imam Aboe Hanifah An-
Noe’man, atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerdjakan apa
sadja jang mendjadikan kemaslahatan Agama Islam.14
Selain latar belakang di atas, disebutkan secara lengkap bahwa faktor
utama berdirinya Nahdlatul Ulama adalah mempertahankan ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dari kekuasaan penjajah. Hal ini karena NU merupakan salah satu upaya
dalam melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh
sebelumnya yaitu paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Selain itu juga NU
sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain, baik yang bersifat sosial,
budaya, atau keagamaan yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya
merupakan perlawanan terhadap penjajah.15
d. Berjuang Melawan Penjajah
Hidup di zaman penjajahan, menjadikan K.H. Hasyim Asyari juga turut
andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Pada masa revolusi
fisik inilah, K.H. Hasyim Asy’ari terkenal tegas terhadap para penjajah. Hal
ini terlihat dari seruan jihadnya yang menggelorakan para santri dan
masyarakat Islam untuk melawan penjajah dan menolak bekerja sama
dengan para penjajah.16 Seruan ini dikenal dengan nama “Resolusi Jihad”.
Resolusi Jihad merupakan bentuk seruan para ulama yang dipimpin
oleh K.H. Hasyim Asy’ari untuk melawan penjajah. Hal ini dilatarbelakangi
karena para ulama merasa prihatin dengan terancamnya Republik Indonesia.
Sehingga para ulama yang dipimpin K.H. Hasyim Asy’ari tersebut
menyerukan jihad dengan menyebutkan “Naskah Resolusi Jihad” yang
berisi 2 seruan. Pertama, berisi tentang permohonan kepada Pemerintah
14 Suwendi, op. cit., h. 30.
15 Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja: Memahami, Mengamalkan
dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, (Surabaya: Aswaja NU Center PWNU Jawa
Timur, 2016), h. 407.
16 Nata, op. cit., h. 123.
59
Republik Indonesia agar menentukan sikap dan tindakan nyata terhadap
usaha-usaha yang membahayakan kemerdekaan, agama dan Negara
Indonesia serta melanjutkan perjuangan “sabilillah” untuk tegaknya NKRI
dan agama Islam. Kedua, berisi tentang hukum fardlu ‘ain menolak dan
melawan penjajah.17
e. Penulis Kitab
Sebagai seorang intelektual, K.H. Hasyim Asy’ari telah
menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban,
di antaranya adalah sejumlah literatur keagamaan dan sosial. Karya-karya
K.H. Hasyim Asy’ari yang terkenal diantaranya adalah sebagai berikut.18
1) Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim tentang pendidikan akhlak bagi
pengajar dan pelajar
2) Ziyadat Ta’liqot, bantahan dan kritik atas pendapat Syaikh Abdullah bin
Yasin
3) At-Tanbihat al-Wajibat Liman Yasna’u al-Maulid bi al-Munkarat, berisi
tentang kritikan kegiatan maulid yang dilakukan dengan cara munkar
4) Ar-Risalah al-Jami’ah, berisi tentang penjelasan mengenai keadaan
orang mati, tanda-tanda kiamat serta seputar sunnah dan bid’ah.
5) Annur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin, berisi tentang
kecintaan kepada Rasulullah SAW
6) Hasyiyat ‘ala Fathi ar-Rahman bi Syahri Risalat al-Wali Risalani li
SyaiK.H.i al-Islam Zakariya al-Anshori
7) Ad-Duror al-Muntasiroh fi al-Masail al-Tis’a Asyarata, berisi tentang
tarekat dan tasawuf
8) At-Tibyan fi Nahyi ‘an Muqotho’at al-Arham wa al-Aqrab wa al-
Akhwan, berisi tentang pentingnya silaturahmi
9) Ar-Risalah at-Tauhid
10) Al-Qowa’id fi Bayani ma Yasibu min al-Aqaid
17 Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, op. cit., h. 423.
18 Ryan Putra Langgeng Asmoro, Etika dalam Pendidikan: Studi Kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari, 2018, h. 3, (www.academia.edu).
60
11) Dhanul Misbah, berisi tentang bab nikah
12) Miftahul Falah, kitab hadits bab nikah
13) Audhohul Bayan, berisi tentang amalan di bulan Ramadhan.
14) Irsyadul Mukminin, berisi tentang sirah nabawi
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa sosok K.H. Hasyim Asy’ari
adalah seseorang yang aktif di segala bidang, selain sebagai aktivis
keagamaan dan kemasyarakatan serta pejuang kemerdekaan, dirinya juga
seseorang yang sangat produktif dalam berkarya ilmiah. Hal ini dibuktikan
dari hasil karya tulisnya yang jumlahnya cukup banyak.
Selain beberapa karya di atas, pidato-pidato K.H. Hasyim Asy’ari juga
diterbitkan dalam beberapa surat kabar, seperti Soeara Nahdlatul Oelama,
Soeara MIAI, dan Soeara Moeslimin Indonesia. Namun cukup disayangkan
bahwa sejumlah karya K.H. Hasyim Asy’ari di atas tidak seluruhnya dapat
diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum. Beberapa karyanya ada
yang belum dipublikasikan yang dinilai disebabkan oleh sistem
dokumentasi yang kurang maksimal.19
Setelah banyak menyumbangkan pemikirannya dalam sebuah karya
tulis, serta membantu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia
hingga merdeka, tepat pada tanggal 25 Juli 1947 K.H. Hasyim Asy’ari
pulang ke Rahmatullah. Selain meninggalkan jasa tersebut, beliau
meninggalkan suatu peninggalan yang monumental yaitu Pondok Pesantren
Tebuireng, yang merupakan pondok pesantren tertua dan terbesar di Jawa
Timur. Selain pondok pesantren tersebut, ada juga organisasi Nahdlatul
Ulama yang perkembangannya sangat besar hingga memiliki sekolah dari
tingkatan Taman Kanak-Kanak sampai perguruan tinggi.20
19 Suwendi, op. cit., h. 40.
20 Hasbullah, op.cit., h. 127.
61
B. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari Terkait Hubungan Guru dan Murid
Dari sekian banyaknya kitab yang ditulis oleh K.H. Hasyim Asy’ari, ada salah
satu karyanya yang berisi mengenai hubungan antara guru dengan murid, yaitu
kitab yang berjudul Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Kitab ini menjelaskan tentang
pentingnya etika dalam menuntut ilmu, karena menuntut ilmu merupakan pekerjaan
agama yang mulia. Sehingga diperlukan etika-etika yang mulia yang harus dimiliki
oleh murid sebagai pencari ilmu dan guru sebagai pengamal ilmu. Etika-etika yang
khusus membahas mengenai hubungan guru dan murid tersebut terdiri dari etika
murid terhadap guru, etika guru terhadap murid, dan etika guru dan murid dalam
pembelajaran.
1. Etika murid terhadap guru
Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai etika murid terhadap gurunya
mencakup dua belas ketentuan, yaitu:
a. Seorang murid hendaknya terlebih dahulu mempertimbangkan dan
meminta petunjuk kepada Allah agar dipilihkan guru yang nantinya akan
diambil ilmu dan diteladani budi pekertinya.
b. Seorang murid hendaknya bersungguh-sungguh dalam mencari seorang
guru yang benar-benar memiliki keahlian di bidang syariat dan dapat
dipercaya serta guru yang memiliki segudang pengalaman karena sering
berkumpul dan berdiskusi dengan orang-orang berilmu.
c. Selalu patuh dalam berbagai hal dan tidak menentangnya. Hal ini
dilakukan sebagaimana seorang murid memposisikan dirinya sebagai
pasien yang memposisikan gurunya sebagai dokter.
d. Memandang guru dengan rasa hormat dan memuliakannya. Serta
meyakini akan keagungan gurunya.
e. Mengetahui akan hak-hak gurunya dengan cara terus mendoakan
kebaikan untuk gurunya baik ketika masih hidup ataupun ketika telah
meninggal, serta menghormati sanak keluarga dan kerabatnya.
62
f. Bersikap sabar ketika seorang guru marah dan bersikap kasar. Kesabaran
ini dalam rangka menerima pengajaran dari guru ketika seorang pelajar
telah berbuat salah.
g. Menemui guru pada tempat yang semestinya, tidak menemui guru selain
di majelis, kecuali dengan meminta izin terlebih dahulu.
h. Duduk dihadapan guru dengan etika yang baik sebagaimana yang telah
diajarkan, seperti duduk bersimpuh di atas kedua lututnya, duduk
tasyahud seperti dalam sholat tanpa meletakkan tangan di atas paha, atau
duduk bersila dengan rasa tawadhu.
i. Berbicara dengan kata-kata yang baik dan santun.
j. Mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, walaupun dirinya telah
mengetahui ilmu tersebut. Hal ini dilakukan seolah-olah ia belum
mengetahui ilmu tersebut dan sedang haus akan ilmu yang diberikan
gurunya.
k. Ketika gurunya sedang berbicara, hendaknya seorang murid tidak
memotong pembicaraannya, mendahului ataupun membarenginya.
l. Ketika menerima atau menyerahkan sesuatu kepada guru hendaknya
menggunakan tangan kanan.21
2. Etika Guru terhadap Muridnya
Terdapat empat belas etika seorang guru terhadap muridnya, yaitu:
a. Dalam memberikan pengajaran dan pendidikan kepada murid, seorang
guru hendaknya memiliki niat dan tujuannya semata-mata mendapatkan
ridlo Allah SWT. Hal ini karena mengajarkan ilmu merupakan salah satu
urusan terpenting dalam agama dan merupakan kedudukan tertinggi bagi
orang mukmin.
b. Tidak diperkenankan untuk menghentikan pengajaran terhadap murid
ketika tidak mempunyai ketulusan hati.
21 Hadratussyaikh K.H.M. Hasyim Asy’ari, Pendidikan Akhlak untuk Pelajar dan Pengajar,
Terj. dari Adabul ‘Alim wal Muta’allim oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, (Jombang:
Pustaka Tebuireng, 2016), h. 24-34.
63
c. Mendekatkan murid pada suatu yang benar dan menjauhkan murid dari
sesuatu yang tercela, serta memperlakukan anak didiknya dengan penuh
kasih sayang dan kelembutan.
d. Menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti dalam
menyampaikan ilmu kepada muridnya.
e. Bersemangat dan sungguh-sungguh dalam memberi pemahaman kepada
muridnya, dengan tidak memperbanyak keterangan yang dikhawatirkan
akan membuat bingung ataupun merusak memori otak muridnya.
f. Meminta murid untuk menghafal dan selalu mengulang-ulangi
hafalanya, serta memberikan pujian kepada murid yang mampu
menjawab dengan benar dengan maksud memotivasinya.
g. Bilamana ada murid yang belajar sangat keras melebihi batas
kemampuannya, atau masih dalam batas kemampuannya akan tetapi guru
takut hal itu akan membuat murid bosan, maka guru menasihati murid
tersebut agar mengasihi dirinya sendiri.
h. Berlaku adil pada murid dengan tidak mengistimewakan murid tertentu.
Hal ini agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
i. Dekat dengan murid, artinya guru hendaknya mengetahui nama, latar
belakang serta kepribadian murid-muridnya, serta mendoakan kebaikan
kepada mereka.
j. Memperhatikan segala aktivitas yang dilakukan diantara muridnya mulai
dari segi tutur katanya, yaitu dengan mengajarkan pada setiap murid agar
senantiasa memberi salam dan berbicara dengan perkataan yang baik.
k. Berusaha memotivasi dan membantu memperbaiki keadaan murid untuk
mewujudkan kebaikan seperti menjaga konsentrasi pikiran mereka.
l. Menanyakan keadaan muridnya yang tidak masuk kepada murid yang
lainnya mengenai keadaannya itu. Apabila murid tersebut tidak hadir
pada saat pembelajaran dalam waktu yang cukup lama, hendaknya guru
mengirim surat ke keluarganya atau lebih baik mendatangi rumahnya
langsung sebagai wujud kepedulian dan kasih sayang terhadap murid.
64
m. Hendaknya seorang guru bersikap tawaduk atau rendah hati kepada
semua muridnya.
n. Memberi perlakuan yang baik dengan cara berbicara dengan lemah
lembut pada setiap muridnya, serta memanggilnya dengan panggilan
yang disukai muridnya.22
3. Etika Murid dan Guru dalam Pembelajaran
Terdapat tiga belas macam etika yang harus diimplementasikan oleh
seorang murid dalam pembelajaran. Tiga belas etika ini merupakan hal yang
penting yang harus dijadikan pegangan seorang murid ketika dalam
pembelajaran. Etika-etika tersebut antara lain:
a. Seorang murid hendaknya mempelajari hal-hal yang pokok yang terdiri
dari empat macam cabang ilmu terlebih dahulu. Empat cabang ilmu
tersebut yaitu, pengetahuan tentang zat Allah SWT, pengetahuan tentang
sifat-sifat Allah SWT, mempelajari hukum Islam (fikih), dan mengetahui
ilmu tasawuf.
b. Mempelajari Alquran serta memahami tafsirnya dengan sungguh-
sungguh, serta giat dalam memahami segala macam ilmu yang
berhubungan dengan Alquran. Hal ini dikarenakan Alquran merupakan
induk dari segala ilmu.
c. Tidak diperkenankan bagi setiap murid untuk terlalu sibuk mempelajari
perbedaan dikalangan ulama.
d. Meminta guru atau orang lain yang mumpuni untuk memeriksa materi
pelajaran yang telah ditulis sebelum menghafalnya, agar yang dia hafal
sudah teruji kebenarannya, kemudian setelah selesai menghafal, ia
mengulanginya secara berulang-ulang.
e. Bersegera menghadiri majelis ilmu untuk mendengarkan dan
mempelajari suatu ilmu, terutama ilmu hadits.
f. Seorang murid apabila dianggap sudah memahami penjelasan dari satu
kitab, maka hendaknya ia beralih pada kitab-kitab yang lebih luas lagi
22 Ibid, h. 84-100.
65
pembahasannya. Selain itu motivasi belajar murid dalam belajar harus
tinggi, serta tidak cepat puas menerima ilmu yg sedikit.
g. Selalu menyediakan waktu apabila gurunya mengadakan pengajian.
h. Ketika menghadiri majelis ilmu, hendaknya memberi salam dengan suara
yang jelas. Kemudian memberi salam hormat kepada guru dan ketika
akan keluar dari majelis, hendaknya mengucapkan salam kembali.
i. Tidak sungkan untuk bertanya dan meminta penjelasan kepada gurunya
terkait hal yang dianggapnya sulit. Karena jika murid malu bertanya
dikhawatirkan akan tampak kekurangannya saat berkumpul dengan para
tokoh.
j. Setiap murid harus tertib dan menunggu gilirannya ketika belajar.
k. Hendaknya murid duduk dengan baik di hadapan guru sesuai yang telah
diajarkan. Serta tidak meletakkan kitab yang sedang dibaca di atas lantai
dalam keadaan terbuka, melainkan memegangnya dengan baik.
l. Hendaknya seorang murid fokus pada satu kitab terlebih dahulu, apabila
sudah dianggap menguasai kitab tersebut maka ia boleh mempelajari
kitab lainnya.
m. Bersama-sama saling memberikan motivasi antar sesama murid agar
kegiatan belajar mengajar menyenangkan.23
Bukan hanya seorang murid saja yang diwajibkan memiliki adab, hal ini
pun berlaku untuk seorang guru., karena guru merupakan contoh bagi setiap
muridnya. Adapun adab yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam
pembelajaran adalah:
a. Seorang guru hendaknya membersihkan diri dari hadas dan najis sebelum
mengajar.
b. Memantapkan hati bahwa yang ia lakukan semata-mata karena Allah
SWT dalam menyiarkan agama Islam.
23 Ibid, h. 39-50.
66
c. Saat hendak meninggalkan rumah, terlebih dahulu membaca do’a yang
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. serta membaca dzikir sepanjang
perjalanan menuju tempat mengajar.
d. Mengucapkan salam ketika sampai di majelis, dilanjutkan dengan duduk
yang khusyuk dan tenang dengan penuh karisma dan wibawa, serta
diusahakan menghadap kiblat dan tidak banyak bergurau dan tertawa.
e. Tidak mengajar dalam keadaan sangat lapar, haus, marah, ngantuk, serta
keadaan lainnya yang dapat mengganggu aktivitas mengajar.
f. Mencari posisi yang strategis dalam mengajar serta duduk dengan baik
sesuai yang diajarkan, dan tetap menghormati orang yang lebih alim.
g. Memuliakan orang-orang yang berada di majelis tersebut dengan
menunjukan tutur kata yang baik dan wajah yang berseri.
h. Sebelum memulai pelajaran hendaknya membaca ayat Alquran dan
berdoa untuk para hadirin yang telah menghadiri majlis tersebut,
membaca taawuz, basmalah dan selawat kepada Nabi Muhammad SAW.
i. Seorang guru hendaknya menjelaskan pelajaran dengan baik dengan
tutur kata dan gaya berbicara yang tepat, sehingga orang yang
mendengarkan dapat memahami penjelasan dengan baik.
j. Seorang guru harus membuat suasana kelas tetap kondusif dan
menghindari keramaian.
k. Jika ada yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahui maka
katakanlah “tidak tahu” karena ungkapan tersebut tidak menurunkan
derajat keilmuannya.
l. Memberikan kesempatan bertanya kepada murid yang belum paham.
m. Hendaknya guru bersikap ramah tamah pada orang yang baru ikut serta
dalam pengajiannya, agar orang tersebut merasa nyaman selama
pembelajaran berlangsung
n. Hendaknya seorang guru membaca doa ketika kegiatan pembelajaran
selesai.24
24 Ibid, h. 72-81.
67
C. Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf didirikan oleh Kiai Sa’roni dan beberapa
saudaranya pada bulan Agustus tahun 2007. Kiai Sa’roni bukanlah
merupakan keturunan para pendiri pesantren, namun beliau menganggap
bahwa orangtua nya hanyalah “orang baik” yang setiap hari mengajarkan
ilmu agama kepada masyarakat dengan berkeliling ke mushola-mushola
sekitar, sehingga orangtua nya berkeinginan agar anak-anaknya menjadi
pengajar dan pendidik agar dapat bermanfaat bagi banyak orang. Maka dari
itu muncullah ide dari Kiai Sa’roni dan beberapa saudaranya untuk
mendirikan lembaga pendidikan yang berpayung hukum yaitu dengan
mendirikan Pondok Pesantren.
Selain alasan tersebut, Kiai Sa’roni juga melihat bahwa kondisi
masyarakat masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan yang pada
akhirnya mereka tidak dapat mengenyam pendidikan, yang pada akhirnya
akan membawa pada keterbelakangan dan kebodohan. Kekhawatiran inilah
menjadi alasan Kiai Sa’roni mendirikan Pondok Pesantren Sa’id Yusuf.
Nama Sa’id Yusuf diambil dari salahsatu anggota keluarga pewakaf dan
donatur tetap. Salah satu anggota keluarga pewakaf memiliki kakek bernama
Haji Sa’id dan Haji Yusuf, maka untuk mengenang keluarga dari pewakaf
inilah nama Pondok Pesantren ini diberi nama Pondok Pesantren Sa’id
Yusuf.25
Berdasarkan dokumentasi yang penulis temukan, proses belajar
mengajar di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf ditunjang oleh beberapa unit
pendidikan formal, antara lain:
a. Raudhatul Athfal (RA)
b. Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
d. Madrasah Aliyah (MA)
25 Hasil wawancara pribadi dengan K.H. Sa’roni selaku pengasuh P.P. Sa’id Yusuf, pada
tanggal 2 Februari 2019.
68
2. Tujuan Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
Kiai Sa’roni mendirikan Pondok Pesantren Sa’id Yusuf mempunyai visi
dan misi yang jelas. Visi dari didirikannya Pondok Pesantren Sa’id Yusuf ini
adalah lembaga yang berwibawa, terkemuka, berdedikasi, berdasarkan
Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Adapun misi dari Pondok Pesantren
ini yaitu menjadikan generasi yang cerdas spiritual, emosional, dan
intelektual.
Selain itu, Kiai Sa’roni mendirikan Ponpes Pesantren Sa’id Yusuf
memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan secara
umum didirikannya Pondok Pesantren Sa’id Yusuf adalah “menegakkan
kalimat Allah” (Li I’lai Kalimatillah). Sedangkan tujuan khususnya adalah
mengangkat kembali nilai-nilai agama Islam yang nyaris hilang di
masyarakat sekarang ini.
Untuk mencapai harapan-harapan di atas, Pondok Pesantren menerapkan
beberapa program unggulan, diantaranya:
a. Tata Bahasa Arab (Nahwu-Shorof)
b. Shalat Dhuha dan Tahajud
c. Baca tulis Alquran dan Tahsin
d. Bahasa Inggris dengan menggunakan sistem pesantren
e. Muhadhoroh (Latihan Ceramah)
f. Pendidikan Agama yang meliputi Ilmu Tauhid (Akidah), Ilmu Fikih, dan
Ilmu Tasauf (Akhlak)
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf terletak di Kampung Parung Bingung,
Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok
Jawa Barat. Pondok pesantren ini memiliki luas tanah sekitar 7000 meter
persegi, dan luas bangunan sekitar 1500 meter persegi yang terdiri dari ruang
kelas untuk belajar, asrama sebagai tempat tinggal santri, lapangan sebagai
sarana olahraga, masjid sebagai tempat beribadah sekaligus tempat belajar
santri, serta tempat tinggal guru untuk guru yang mukim di pesantren. Semua
kondisi gedung tersebut adalah bangunan permanen.
69
3. Kurikulum Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf adalah pondok pesantren yang
memadukan antara pondok pesantren tradisional dan pondok pesantren
modern. Tradisional yang dimaksud adalah kekuatan pada pembelajaran kitab
kuning dan ilmu alat, sedangkan modern yang dimaksud adalah kemampuan
berbahasa baik Arab maupun Inggris sebagai pendukung. Namun Kiai
Sa’roni menganggap Pesantren ini lebih cenderung kepada jenis pondok
pesantren tradisional (Salaf) karena beliau menganggap pondok pesantren ini
lebih memfokuskan pada penguasaan kitab kuning dan ilmu alat dari pada
kemampuan berbahasa.
Adapun karakteristik atau ciri-ciri umum Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
adalah adanya Kiai, Santri, Masjid, Pondok atau Asrama, dan Kitab Kuning.
Sedangkan ciri-ciri khususnya adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada
kitab-kitab kuning seperti Kitab Al-Jurumiyah, Amtsilla At-Tashrifiyah,
Imrithi, Alfiyyah, Safinatunnajah, Fathul Qorib, ‘Aqoid Diniyyah, Tafsir
Jalalain, Adabul ‘Alim wal Muta’allim, dan lain sebagainya yang diajarkan
dengan berbagai macam metode yaitu, sorogan, bandongan, dan ceramah.
Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga
pendidikan yang ada didalamnya yaitu:
a. Adanya hubungan akrab antara Kiai dan Santri
b. Adanya kepatuhan santri kepada kiai
c. Tidak adanya hukuman dalam proses pembelajaran
d. Pengutamaan akhlak dan etika santri daripada kecerdasan intelektual
e. Akses keluar masuk santri tidak dibatasi secara ketat agar santri dapat
berbaur dengan masyarakat
f. Jiwa tolong menolong dan persaudaraan sangat menonjol di pergaulan
masyarakat pesantren.
Selain ciri-ciri di atas, penulis menemukan bahwa di Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf dimuat aturan-aturan yang sangat ketat dimana terdapat sanksi
yang beragam mulai dari pelanggaran ringan, sedang, hingga pelanggaran
70
yang berat. Peraturan yang dimuat terdiri dari beberapa kewajiban yang harus
dilakukan oleh santri, dan beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan
santri. Aturan-aturan tersebut diantaranya seperti
a. Wajib menaati dan mematuhi segala perintah guru
b. Wajib menghormati seluruh dewan guru dan pengasuh
c. Menunjukkan perilaku yang baik kepada sesama santri, guru, dan
pengasuh
d. Wajib menggunakan tutur kata yang sopan kepada sesama santri,
guru, dan pengasuh
e. Dilarang keluar pondok tanpa izin
f. Dilarang masuk ke kamar dan ruangan lain tanpa mengucapkan
salam
g. Dan lain sebagainya.26
Adapun mengenai sanksi atau hukuman yang diberlakukan di Pondok
Pesantren Sa’id Yusuf, tidak terdapat adanya hukuman yang bernuansa
kekerasan fisik, melainkan hukuman yang diberikan bersifat mendidik.
Hukuman-hukuman yang diberikan diantaranya yaitu:
a. Menulis atau menghafal mufrodat
b. Menulis kalimat istighfar dalam jumlah tertentu
c. Menulis atau menghafal ayat Alquran
d. Membersihkan sampah
e. Mencari sampah plastik kemudian menjualnya
f. Dan lain sebagainya.27
Peraturan dan sanksi yang telah dituliskan oleh pihak pondok pesantren
di atas, berlaku bagi seluruh santriwan dan santriwati dalam kegiatan belajar
baik ketika belajar di dalam kelas, maupun di lingkungan pondok pesantren
dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali.
26 Daftar Peraturan dan Sanksi Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
27 Ibid.,
71
Berdasarkan hasil studi dokumen, kegiatan belajar di Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf dimulai dari jam 04 pagi yaitu pembiasaan sholat malam dan
sholat subuh berjamaah. Selanjutnya di pagi hari hingga siang hari setiap
santri menempuh pendidikan formal di tiap jenjang masing-masing, hingga
akhirnya pada sore sampai malam, santri kembali ke pondok pesantren untuk
belajar pelajaran kepesantrenan.
Adapun secara rinci dapat digambarkan kegiatan santri sebagai berikut:
WAKTU KEGIATAN
04.00-05.00 Bangun Tidur, shalat Tahajud dan shalat
shubuh berjamaah di masjid
05.00-06.00 Belajar materi keislaman sesuai kelas masing-
masing
06.00-07.00 Sarapan pagi dan persiapan berangkat
sekolah formal
07.00-12.50 Belajar di sekolah formal
12.50-13.30 Shalat zuhur dan makan siang
13.30-15.00 Istirahat ( tidur siang )
15.00-17.00 Shalat Ashar, belajar pelajaran pondok
17.00-18.00 Mandi dan shalat Magrib berjamaah di masjid
18.00-20.00 Belajar pondok dilanjutkan dengan Shalat Isya
berjamaah dan makan malam
20.00-22.00 Mengulang pelajaran
22.00-04.00 Istirahat ( Tidur malam )
72
D. Pembelajaran Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim di Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf
Berdasarkan hasil observasi penulis terkait pembelajaran kitab Adabul ‘Alim
wal Muta’allim, di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf diajarkan satu kali dalam
seminggu, tepatnya pada minggu malam dan dilaksanakan setelah sholat maghrib
hingga waktu isya yang bertempat di masjid pondok. Kitab ini diajarkan langsung
oleh Kiai Sa’roni yang juga sebagai pengasuh pondok pesantren Sa’id Yusuf yang
disampaikan dengan metode ceramah, dimana pada pembelajaran ini semua murid
hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa memegang kitab masing-masing.
Pada awal pembelajaran, seluruh santri menempati posisi duduk yaitu santri
laki-laki duduk di depan berjajar rapih dan santri putri duduk di belakang secara
rapih pula. Diantara seluruh santri, ada beberapa santri yang menyiapkan tempat
duduk dan mikrofon untuk K.H. Sa’roni sebagai pengajar serta menyiapkan air
minum di dalam gelas agar ketika proses pembelajaran berlangsung, sang Kiai tidak
merasa kehausan.
Setelah guru dan murid siap, K.H. Sa’roni memulai pembelajaran dengan
mengucap salam dan mengajak seluruh santri berdoa bersama. Dalam kegiatan
pembelajaran, K.H. Sa’roni tidak melakukan pengecekan kehadiran santri-
santrinya melainkan langsung menjelaskan isi pelajaran dengan metode ceramah
yang sangat menarik yaitu dengan ceramah dibumbui dengan humor, hal ini
berhasil membuat semua santri fokus memperhatikan dan tidak merasa bosan.
Di akhir pembelajaran tidak ada evaluasi mengenai pembelajaran yang telah
berlangsung, melainkan K.H Sa’roni memberikan pertanyaan kepada santri serta
tidak lupa memberikan kesempatan kepada seluruh santrinya untuk bertanya jika
ada hal yang belum difahami, hal ini membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih
aktif berkat adanya proses tanya jawab antara kiai dengan santri.
Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim tidak masuk dalam penilaian di rapor,
melainkan diajarkan saja sebagai pembelajaran rutin. Dalam pengajaran kitab ini,
Sang Kiai memiliki tujuan untuk membekali santrinya mengenai pentingnya
73
memiliki akhlak dan etika yang baik yang mencakup akhlak kepada diri sendiri
maupun kepada orang lain dengan harapan seluruh santri menjadi pribadi yang ber-
akhlakul karimah.
E. Implementasi Hubungan Guru dan Murid dalam Pembelajaran di Pondok
Pesantren Sa’id Yusuf
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap berbagai sumber seperti
pengasuh pondok sekaligus pengajar, maupun santri, Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
merupakan salah satu pondok pesantren yang memang mengimplementasikan nilai-
nilai yang diajarkan dalam Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, yang berkaitan
dengan hubungan murid dengan guru dalam pembelajaran di setiap harinya. Hal ini
dilihat dengan adanya etika yang guru dan murid lakukan. Etika tersebut mencakup
etika murid kepada guru, etika guru kepada murid, dan etika keduanya dalam
pembelajaran. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan pengasuh Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf sekaligus pengajar yaitu K.H. Sa’roni. Beliau mengatakan bahwa:
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf ini memang salah satu pondok pesantren di
Kota Depok yang mengajarkan kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim selain
juga Pondok Pesantren At-Tibyan yang diasuh oleh K.H. Yusuf Hidayat
yang letaknya juga tidak jauh dari sini. Belajar kitab ini kan belajar adab,
atau istilah lainnya adalah akhlak, yang memang pembelajaran ini harus
banyak praktiknya. Jadi pastilah di sini menekankan pada praktik dalam
kegiatan sehari-hari baik dengan guru maupun dengan sesama santri.
Alhamdulillah segala bentuk pengamalannya saya pantau sendiri selama 24
jam.28
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
sangat memperhatikan aspek praktik dari hasil belajar kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim, hal ini sangat diperhatikan oleh pengasuhnya sekaligus pengajar kitab
tersebut yang selalu mengawasi dan memperhatikan aktivitas murid-muridnya
setiap waktu.
Belajar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim sangatlah penting apabila
dihadapkan dengan banyaknya permasalahan yang muncul di masyarakat zaman
28 Hasil wawancara pribadi dengan K.H. Sa’roni, Pengasuh P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 9
April 2019.
74
sekarang ini, baik di lingkungan masyarakat umum maupun di lingkungan
pendidikan itu sendiri. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh K.H. Sa’roni:
Pentingnya belajar kitab ini karena saya meyakini bahwa orang yang
beradab lebih mulia dan lebih utama dibandingkan dengan orang yang
berilmu. Maka dari itu saya menekankan kepada anak-anak santri saya
untuk mementingkan adab. Biarkan mereka tidak terlalu pintar asalkan
akhlaknya mulia, dari pada mereka sangat pintar ilmu segalanya tapi tidak
punya akhlak.
Untuk lebih jelas mengenai implementasinya, berikut ini akan dijelaskan
implementasi hubungan guru dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam
pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf yang meliputi:
1. Etika Murid Terhadap Guru
Berdasarkan data yang didapatkan penulis melalui wawancara bersama
salah satu santri bernama Amar, ia mengatakan bahwa walaupun baru
menempuh 3 tahun belajar di Pondok Sa’id Yusuf, dirinya mengaku banyak
ilmu yang bisa di dapat terutama ilmu akhlak yang ia dapat dari Kiai pondok
lewat pembelajaran kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Selain itu, ada hal
yang sebelumnya tidak ia ketahui yaitu mengenai etika murid kepada guru,
dimana sebelum belajar, sebagai murid hendaknya meminta petunjuk kepada
Allah terlebih dahulu serta mencari informasi dengan sungguh-sungguh
mengenai sosok orang yang akan dijadikan guru, hal ini tidak ia lakukan
karena ketidaktahuannya. Namun setelah mengetahui pentingnya hal
semacam ini, dirinya mengaku akan meminta petunjuk Allah terlebih dahulu
mengenai tempat pendidikan selanjutnya setelah lulus dari pondok Sa’id
Yusuf.29
Selain amar, santri putra bernama Fahri juga menuturkan demikian,
namun Fahri sudah mengamalkan apa yang dianjurkan dalam kita Adabul
‘Alim wal Muta’allim tersebut, dimana ia meminta petunjuk kepada Allah
lewat sholat istikharah dan mencari informasi mengenai beberapa pondok
29 Hasil wawancara pribadi dengan Amar, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 20 Juli
2019.
75
pesantren karena dirinya sebentar lagi akan lulus dari pondok Sa’id Yusuf dan
berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya di pesantren lain.30
Dalam kegiatan sehari-hari Amar dan santri lain selalu berusaha
menunjukkan etika yang baik terhadap gurunya, seperti selalu mematuhi
segala perintah guru, menundukkan kepada serta membungkukkan badan
ketika berjalan di depan guru, diam ketika dimarahi guru, dan selalu
mendoakan kebaikan untuk gurunya.31 Hal ini juga diakui oleh santri putra
yang lain bernama Fahri, dirinya berkata:
Saya serta santri yang lain selalu menjunjung tinggi akhlak terhadap
guru, baik ketika di depan guru (terlihat guru) maupun ketika di
belakang guru (tidak terlihat guru). Contohnya seperti ketika di
hadapan guru posisi duduk layaknya posisi tasyahud akhir tanpa
meletakkan tangan di atas paha, dan ketika di belakang guru pun kita
tetap menjalankan perintahnya seperti tidak merokok walaupun guru
tidak melihat, serta di setiap selesai sholat kita tidak lupa mendoakan
guru-guru kita. Saya rasa itu bagian dari akhlak murid terhadap
seorang guru.32
Selain dua santri di atas, penulis juga mewawancarai santriwati bernama
Sulam, dirinya menjelaskan bahwa secara umum etika yang santri tunjukkan
kepada seorang guru di luar pembelajaran di kelas rata-rata sama yaitu
mematuhi segala perintah guru dan mendoakan kebaikan guru, namun Sulam
menuturkan bahwa selain memilih diam ketika dimarahi guru, ia juga
terkadang menangis karena menyesali kesalahan yang telah diperbuat, serta
lebih memilih selalu berjalan di belakang guru artinya tidak mendahului guru
ketika berjalan.33
Selain itu, Sulam yang merupakan salah satu santriwati di pondok
pesantren ini menuturkan adanya perbedaan etika yang ditunjukkan antara
30 Hasil wawancara pribadi dengan Fahri, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 20 Juli
2019. 31 Hasil wawancara pribadi dengan Amar, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
32 Hasil wawancara pribadi dengan Fahri, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
33 Hasil wawancara pribadi dengan Sulam, Santri putri P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
76
santri putra dengan santri putri kepada gurunya. Dirinya menjelaskan dengan
menyatakan bahwa:
Santri putra memiliki etika duduk ketika berhadapan dengan guru
harus dalam posisi bersila, namun bagi santri putri hal ini tidak
diperbolehkan. Santri putri duduk dalam posisi tasyahud akhir
layaknya seperti ketika sholat, namun tanpa meletakkan tangan di atas
paha. Hal ini dinilai lebih sopan dibanding bersila bagi sebagian santri
putri itu sendiri.34
Selain hasil wawancara dengan santriwati bernama Sulam, penulis juga
mendapat hasil wawancara dari santriwati bernama Putri, ia mengatakan:
Saya sebagai santriwati yang belajar kitab ini selalu berusaha
mengamalkannya. Dalam hal mematuhi perintah guru saya selalu
berusaha mematuhi meskipun terkadang ada saja yang dilanggar,
akibatnya saya dimarahi dan saya memilih diam saja karena merasa
sedih dan malu. Setelah itu saya berusaha lebih menghormati dan
memuliakannya seperti memperhatikan makan dan minum guru serta
sukarela mencucikan pakaian guru yang sudah kotor. Saya rasa itu
etika yang saya tunjukkan kepada guru.35
Berdasarkan pengakuan santri di atas, K.H Sa’roni selaku pengasuh dan
pengajar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim juga membenarkan sekaligus
menguatkan hal yang demikian itu.
Beliau menegaskan dengan mengatakan bahwa: “Etika santri kepada
gurunya memang merupakan hal yang utama disini, tata cara bicaranya selalu
diperhatikan. Bahkan dengan siapapun santri di sini dilarang menggunakan
bahasa panggilan “elu”, “gue” setiap harinya. Hal ini karena ada bahasa yang
lebih baik daripada itu. Inilah salah satu keunggulan santri di sini.”36
Hal yang diungkapkan oleh K.H. Sa’roni di atas sesuai dengan temuan
penulis dalam daftar pelanggaran santri yang terjadi, dimana dalam kegiatan
studi dokumentasi penulis menemukan tidak adanya jenis pelanggaran yang
34 Hasil wawancara pribadi dengan Sulam, Santri putri P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
35 Hasil wawancara pribadi dengan Putri, Santri putri P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 9 Juli
2019.
36 Hasil wawancara pribadi dengan K.H. Sa’roni, Pengasuh P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 9
April 2019.
77
dilakukan oleh santriwan dan santriwati yang berhubungan dengan
pelanggaran berupa perkataan yang buruk. Hal ini diperkuat dengan adanya
peraturan tertulis yang sesuai dengan ajaran K.H. Hasyim Asy’ari yaitu
mengharuskan santri hormat dan patuh kepada guru, harus selalu menjaga
sikap dan perkataan yang baik kepada sesama santri dan guru, dan selalu
meminta izin ketika akan keluar pondok ataupun pulang ke rumah.
Selain itu, penulis juga mendapat data dari hasil observasi, dimana
penulis menjumpai etika santri yang baik yaitu setiap santri yang berjalan di
depan gurunya, mereka selalu menundukkan kepala dan membungkukkan
badan, dalam kondisi lain jika santri tersebut memakai kendaraan bermotor,
santri langsung turun lalu mematikan mesin dan mendorong motornya. Selain
itu penulis melihat bahwa selalu ada santri yang menyiapkan sandal milik
gurunya ketika gurunya hendak keluar dari rumah ataupun masjid. Hal ini
merupakan wujud penghormatan yang dilakukan oleh murid terhadap
gurunya di luar kegiatan belajar mengajar di kelas.
2. Etika Guru Terhadap Muridnya
Di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf, etika tidak hanya ditunjukkan oleh
murid terhadap gurunya, melainkan juga adanya etika yang dilakukan guru
terhadap muridnya. Hal ini dikatakan oleh salah satu santri bernama Fahri
yang mengatakan bahwa:
Ustaz yang ada disini yang saya rasakan adalah selalu menggunakan
kata-kata yang sopan dengan santrinya, sehingga mengajarkan kita
sebagai santri untuk berkata sopan juga. Selain itu Abi Sa’roni sebagai
pengasuh selalu terlihat wibawa dan karisma nya lewat tindakannya
setiap hari. Sehingga kita semua ikut terdorong untuk selalu
berperilaku sopan santun setiap harinya.37
Selain pengakuan dari santri di atas, K.H. Sa’roni selaku pengasuh dan
pengajar juga menuturkan bahwa memang sebagai seorang guru harus
37Hasil wawancara pribadi dengan Fahri, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
78
memberikan perlakuan yang baik terhadap santrinya. Lewat etika yang baik
kepada santri inilah nantinya santri akan ikut beretika baik dengan siapapun.
Hasil wawancara dengan K.H. Sa’roni selaku guru pengajar kitab Adabul
‘Alim wal Muta’allim menuturkan bahwa etika yang ia tunjukkan kepada
santri di luar pembelajaran di kelas diantaranya adalah pertama, mengetahui
nama masing-masing santri, latar belakang, dan kepribadiannya, meskipun
dalam hal mengenal nama santri K.H Sa’roni mengaku tidak mengenal
seluruhnya. Kedua, selalu memanggil nama santri dengan nama maupun
panggilan yang baik. Ketiga selalu mendoakan kebaikan santri setelah selesai
sholat fardu maupun sunah. Keempat mengetahui seluruh aktivitas santri
dimana ia tidur akhiran dan bangun awalan. Kelima tetap menggunakan
bahasa yang lembut meskipun disaat menegur santri yang berbuat salah.38
Selain poin-poin di atas, K.H. Sa’roni juga menambahkan bahwa di
Pondok Pesantren Sa’id Yusuf setiap guru tidak diperkenankan untuk
memberikan hukuman kepada santri tanpa persetujuan dirinya. Beliau
menganggap bahwa pemberian hukuman merupakan jalan terakhir dari
sekian banyak jalan yang dilakukan kepada santri jika memang santri berbuat
salah. Selain itu hukuman yang diberikan juga harus bersifat mendidik
layaknya seperti hukuman menghafal ayat-ayat Alquran dan bersih-bersih
pondok.
Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh penulis dari kegiatan
observasi mengenai etika guru terhadap murid dijumpai adanya sikap adil
oleh guru terhadap santri, yaitu guru tidak membeda-bedakan perlakuan
kepada semua santri termasuk terhadap anaknya sendiri yang menjadi santri
di pondok tersebut. Contohnya meminta santri dan juga anaknya untuk
bersama-sama membersihkan sampah yang ada di sekitar pondok. Selain itu
adanya sikap tawaduk yang ditunjukkan oleh guru terhadap murid, dimana
38 Hasil wawancara pribadi dengan K.H. Sa’roni, Pengasuh P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7
Juli 2019.
79
guru tidak berlebihan ketika berpakaian agar terlihat sederhana di depan
santri.
Jika diamati, nampaknya terlihat seorang guru dalam hal ini K.H. Sa’roni
selalu berupaya mengajarkan etika yang baik kepada muridnya melalui
tingkah laku nya sendiri. Beliau selalu berperilaku lemah lembut, adil, rendah
hati, dan mengedepankan keluhuran budi pekertinya dengan harapan
perilakunya tersebut dapat menjadi contoh sehingga diikuti oleh semua
muridnya.
3. Etika Murid dan Guru dalam Pembelajaran
Menurut pengakuan dari salah satu santri bernama Fahri, etika dia
sebagai murid atau santri dalam pembelajaran meliputi:
a. Mempelajari hal-hal yang bersifat pokok terlebih dahulu seperti belajar
aqidah dalam kitab ‘Aqoid Diniyyah dan belajar fikih dalam kitab Safinah
al-Najah.
b. Mempelajari Alquran beserta tafsirnya dalam kitab Tafsir Jalalain
c. Tidak terlalu mendalami perihal perbedaan pendapat ulama di awal-awal
belajar
d. Meminta bantuan kepada salah satu guru untuk mengoreksi buku
catatannya, karena dikhawatirkan ada tulisan yang keliru.
e. Menyegerakan diri ke tempat belajar baik masjid maupun kelas ketika
waktu belajar telah tiba.
f. Berusaha selalu semangat mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas
g. Selalu hadir dalam setiap kegiatan pengajaran dan pengajian
h. Mengucapkan salam ketika hendak masuk kelas atau izin ketika keluar
kelas, dengan catatan posisi guru sedang tidak berbicara.
i. Menanyakan hal-hal yang belum dipahami kepada guru, khususnya perihal
ilmu Fikih.
j. Tertib ketika antre setoran hafalan
k. Ketika belajar di masjid, posisi duduk bersila. Sedangkan ketika belajar di
kelas, santri duduk dengan rapih dan tenang di kursinya masing-masing.
80
l. Tetap antusias setia mendengarkan penjelasan guru meskipun sudah
berulang kali mendengarkan penjelasan yang sama.
m. Hampir tidak pernah membuka pelajaran lain ketika sedang belajar.
n. Saling memotivasi sesama teman, semisal ketika dalam pembelajaran ada
yang terlihat kurang semangat.39
Hal-hal yang telah disebutkan di atas, menurut santriwati bernama Sulam
memang dilakukan oleh semua santri baik santri putra maupun santri putri.
Semuanya sama-sama menunjukkan etika yang demikian kepada gurunya
saat pembelajaran. Namun Sulam mengatakan bahwa ada sedikit perbedaan
dengan yang disebutkan oleh Fahri, yaitu jika Fahri dan teman-teman lain
tidak pernah membuka pelajaran lain ketika pelajaran tertentu sedang
berjalan, lain dengan Sulam yang terkadang membuka pelajaran lain ketika
sedang belajar. Contohnya seperti mengerjakan pelajaran Alquran pada saat
jam pelajaran Fikih. Hal ini dilakukan jika ada tugas yang belum dikerjakan
karena lupa. Namun hal itu tidak sering dilakukan serta dengan catatan ketika
ditanya tentang pelajaran yang sedang berlangsung, dirinya harus paham dan
bisa menjawab dengan benar.40
Dalam kegiatan studi dokumentasi, penulis menemukan adanya
kewajiban santri untuk selalu beretika yang baik seperti selalu mengucapkan
salam ketika masuk ke dalam kelas, larangan membuat gaduh dalam kelas
serta berkewajiban patuh terhadap segala perintah guru.
Sedangkan menurut K.H. Sa’roni, etika yang paling terlihat yang
ditunjukkan muridnya dalam pembelajaran adalah perilaku tertibnya. Beliau
mengatakan bahwa:
Santriwan dan santriwati disini semuanya selalu datang ke masjid atau
kelas lebih dulu sebelum guru itu datang. Selain itu ketika kegiatan
belajar mengajar sudah dimulai, hampir tidak ada yang izin keluar ke
toilet karena sebelum belajar semua santriwan dan santriwati buru- 39 Hasil wawancara pribadi dengan Fahri, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019
40 Hasil wawancara pribadi dengan Sulam, Santri putri P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
81
buru ke toilet terlebih dahulu. Hal ini saya rasakan dan memang saya
terapkan agar kegiatan belajar mengajar tidak terganggu.41
Selain dari pengakuan santri dan K.H Sa’roni di atas, penulis juga
menjumpai etika murid terhadap gurunya dalam pembelajaran yaitu adanya
perhatian dan kepedulian yang cukup besar oleh murid terhadap gurunya.
Seorang murid secara spontan menyiapkan kursi untuk tempat duduk
gurunya, selain itu ada salah seorang murid yang mengambil air minum dan
memberikan kepada guru, agar gurunya tidak kehausan ketika menjelaskan
pelajaran yang sedang diajarkan.
Selain adanya etika murid dalam pembelajaran, ada juga etika yang
ditunjukkan oleh guru dalam pembelajaran. Menurut K.H. Sa’roni, ada
beberapa hal penting yang ia tunjukkan ketika dirinya mengajar. Hal-hal
tersebut meliputi:
a. Selalu dalam keadaan suci di setiap waktu, termasuk ketika dalam
mengajar.
b. Memantapkan hati bahwa tugas mengajar murni Lillahi Ta’ala.
c. Selalu berdoa dan berzikir ketika berangkat menuju tempat mengajar.
d. Mengucapkan salam ketika sampai di kelas maupun masjid.
e. Tidak pernah mengajar dalam keadaan sangat lapar, sangat ngantuk
maupun hal-hal lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi dalam
mengajar.
f. Memposisikan diri di tempat yang strategis ketika mengajar agar apa yang
disampaikan dapat diterima oleh semua santri dengan baik.
g. Menampakkan wajah yang santai dan penuh senyum.
h. Berdoa terlebih dahulu sebelum belajar dimulai.
i. Selalu menggunakan bahasa yang sederhana dengan gaya mengajar yang
lucu agar anak paham dan tidak bosan.
41 Hasil wawancara pribadi dengan K.H. Sa’roni, Pengasuh P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 9
April 2019.
82
j. Memberikan beberapa aturan agar suasana di kelas tetap tenang dan murid
dapat belajar dengan fokus.
k. Berusaha menjawab pertanyaan santri dengan jawaban yang sederhana
dan mudah dipahami serta menunda dan mengulas kembali jawaban dari
pertanyaan santri di pertemuan yang akan datang agar santri puas
l. Bersikap santun dan ramah kepada semua santri dalam mengajar, terlebih
kepada santri yang baru agar santri tersebut merasa nyaman.
m. Selalu memberikan motivasi berupa pujian bahkan hadiah terhadap santri
yang berprestasi sebagai wujud apresiasi dan bentuk motivasi terhadap
seluruh santri agar terus meningkatkan prestasinya42
Sedangkan menurut pengakuan salah satu santri bernama Amar, etika
guru dalam pembelajaran yang paling dia ingat adalah dari segi perkataan dan
sikap kerendahan hatinya.
Amar mengatakan bahwa: “Setiap akan memulai ngaji, Abi selalu
mengajak seluruh santri mengucapkan basmalah, dan mengakhiri kegiatan
belajar dengan mengucapkan hamdalah. Selain itu sikap kerendahan hati dan
tidak galaknya beliau membuat kita semua sebagai murid merasa hormat
sekaligus nyaman ketika belajar.”43
Selain Amar, sosok santriwati bernama Putri mengatakan bahwa etika
guru dalam pembelajaran yang sering ditunjukkan gurunya adalah sebagian
guru ada yang perhatian dengan mengecek tulisan yang ditulis muridnya,
apakah sudah benar atau ada yang salah. Namun jika tidak dicek maka ia dan
teman temannya tidak sungkan untuk menanyakan langsung kepada guru
perihal tulisannya tersebut.44
Selain berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis juga mendapatkan
data mengenai etika yang ditunjukkan guru dalam pembelajaran melalui hasil
42 Ibid.,
43 Hasil wawancara pribadi dengan Amar, Santri putra P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
44 Hasil wawancara pribadi dengan Putri, Santri putri P.P. Sa’id Yusuf, pada tanggal 7 Juli
2019.
83
observasi, dimana seorang guru selalu memberikan kesempatan bertanya
kepada santri agar santri menanyakan tentang materi yang belum dipahami,
serta selalu menutup pengajar dengan salam dan doa dengan diakhiri
perkataan “Wallahu ‘alam bishowab”.
F. Analisis Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan
Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
Setelah memaparkan hasil temuan dalam penelitian, maka penulis akan
menjelaskan pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai hubungan guru dengan
murid dengan temuan-temuan data mengenai implementasinya dalam
pembelajaran yang diperoleh di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf, yaitu:
Pertama, Etika murid terhadap guru. Menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada 12
poin yaitu:
1. Hendaknya meminta petunjuk kepada Allah mengenai sosok guru.
2. Hendaknya bersungguh-sungguh mencari guru yang tepat.
3. Selalu taat dan patuh terhadap perintah guru.
4. Selalu ta’dzim kepada guru.
5. Mengetahui hak-hak seorang guru dengan cara berdoa untuk kebaikan
gurunya
6. Bersikap sabar menghadapi sifat kasar guru.
7. Selalu meminta izin ketika menemui guru di luar kepentingan belajar.
8. Selalu menunjukkan sikap duduk yang baik di hadapan guru.
9. Selalu menunjukkan etika berbicara yang baik dengan guru.
10. Menunjukkan sikap antusias terhadap isi penyampaian guru.
11. Tidak memotong pembicaraan guru.
12. Menunjukkan sikap dan cara yang baik ketika memberi maupun menerima
sesuatu dari guru.45
45 Hadratussyaikh K.H.M. Hasyim Asy’ari, Pendidikan Akhlak untuk Pelajar dan Pengajar,
Terj. dari Adabul ‘Alim wal Muta’allim oleh Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, (Jombang:
Pustaka Tebuireng, 2016), h. 24-34.
84
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang
berkenaan dengan sikap murid kepada guru di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari di atas, yaitu:
1. Setelah belajar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, santriwan dan santriwati
mengatakan akan meminta petunjuk kepada Allah terlebih dahulu mengenai
sosok guru dan lembaga pendidikan yang akan ia tempuh. Hal ini juga sudah
dilakukan oleh salah satu santri yang akan melanjutkan pendidikan di
jenjang selanjutnya.
2. Setelah belajar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, santriwan dan santriwati
mengatakan akan terlebih dahulu mencari informasi mengenai sosok guru
akan dijadikan panutannya.
3. Murid selalu mematuhi segala perintah guru baik di kelas maupun di luar
kelas.
4. Murid berjalan menunduk ketika di depan guru sebagai tanda hormat dan
sikap memuliakan.
5. Murid selalu mendoakan kebaikan untuk guru sebagai wujud memenuhi
hak-hak guru.
6. Murid diam dan intropeksi diri ketika guru memarahi.
7. Murid menemui guru di luar pondok ketika sudah diizinkan.
8. Murid duduk bersila dan menunduk ketika duduk bersama guru.
9. Murid menggunakan nada lembut ketika berbicara dengan guru.
10. Murid mendengarkan apapun yang dijelaskan guru.
11. Murid tidak memotong ketika guru berbicara.
12. Murid menundukan badan serta menggunakan tangan kanan ketika
memberi dan menerima sesuatu dari guru.
Kedua, etika guru kepada murid. Menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada 14 poin
yaitu:
1. Senantiasa niat mengajar semata-mata karena Allah.
2. Selalu profesional ketika mengajar walaupun ada yang tidak tulus belajar.
3. Senantiasa bersikap menyayangi murid dan berperilaku lembut.
85
4. Senantiasa menggunakan bahasa yang tepat.
5. Selalu semangat dalam mengajar.
6. Hendaknya memberikan pujian sebagai motivasi.
7. Selalu memberikan teguran dengan cara yang baik ketika murid keliru.
8. Senantiasa berlaku adil pada semua murid.
9. Senantiasa dekat dan memahami murid seutuhnya.
10. Hendaknya memahami semua aktivitas murid.
11. Selalu memotivasi murid.
12. Senantiasa perhatian terhadap murid yang berhalangan hadir.
13. Selalu bersikap tawadhu kepada murid.
14. Senantiasa memanggil murid dengan sebutan yang baik.46
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang
berkenaan dengan sikap guru kepada murid di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:
1. K.H. Sa’roni memiliki niat mengajar Lillahi Ta’ala.
2. K.H. Sa’roni bersikap tegas terhadap murid yang terlihat setengah hati
ketika belajar. Hal ini sebagai sikap profesionalnya dalam mengajar.
3. K.H. Sa’roni berperilaku lemah lembut karena selalu menganggap murid
sebagai anaknya.
4. K.H. Sa’roni selalu menggunakan bahasa yang sesuai dengan santri yang
dihadapi.
5. K.H. Sa’roni tidak pernah merasakan malas untuk mengajar.
6. K.H. Sa’roni kerap memberikan hadiah kepada muridnya yang berprestasi.
7. K.H. Sa’roni selalu bersikap tegas namun tetap sopan kepada setiap santri
yang salah.
8. K.H. Sa’roni tidak pernah mengistimewakan salah satu santri meskipun
salahsatu santrinya merupakan anak kandungnya.
9. K.H. Sa’roni paham dengan sifat dan perangai semua santrinya namun tidak
dengan nama-nama santrinya
46 Ibid., h. 84-100.
86
10. K.H. Sa’roni selalu mengawasi aktivitas santrinya setiap waktu.
11. K.H. Sa’roni selalu memberikan motivasi baik lewat perkataan maupun
perbuatan agar santri terus berkembang menjadi lebih baik
12. K.H. Sa’roni selalu menanyakan apabila ada salah satu santri yang ketahuan
berhalangan hadir namun dirinya tidak pernah mengecek kehadiran di awal
pembelajaran
13. K.H. Sa’roni selalu bersikap rendah hati dengan tidak malu ikut kegiatan
santri serta berpakaian secara tidak berlebihan.
14. K.H. Sa’roni selalu memanggil santrinya sesuai nama atau panggilan yang
baik
Namun dari temuan penelitian tersebut, penulis menemukan dua poin dari
sikap guru yang tidak sesuai dengan isi kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, yaitu
guru tidak mengenal seluruh nama santrinya serta tidak mengabsen / mengecek
kehadiran santrinya sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Hal ini memang
terjadi karena keterbatasan guru untuk menghafal nama-nama santrinya namun
beliau hafal dengan latar belakang dan kepribadian tiap-tiap santri. Selain itu
guru tidak mengabsen / mengecek kehadiran santri karena memang sudah
diberlakukan aturan bahwa bagaimanapun keadaan santri tetap harus mengikuti
pembelajaran, namun jika di tengah-tengah pembelajaran guru sadar ada salah
satu santri yang tidak hadir, maka ia meminta kepada santri untuk memanggil
santri yang tidak hadir tersebut.
Ketiga, etika murid dan guru dalam pembelajaran. Menurut K.H. Hasyim
Asy’ari ada 13 poin etika yang harus dimiliki khusus oleh murid dalam
pembelajaran, yaitu:
1. Hendaknya belajar ilmu yang berisi hal-hal yang pokok terlebih dahulu
seperti fikih
2. Hendaknya mempelajari Alquran secara mendalam karena merupakan
induk segala ilmu
3. Hendaknya pada awal pembelajaran tidak terlalu sibuk mempelajari hal-hal
mengenai perbedaan dikalangan ulama.
87
4. Hendaknya murid selalu meminta guru atau orang lain yang mumpuni untuk
mengecek keabsahan tulisan sebelum dipelajari.
5. Senantiasa menyegerakan diri ke kelas ketika sudah masuk waktu belajar.
6. Selalu semangat dan adanya motivasi belajar yang tinggi dalam mengikuti
pembelajaran di kelas.
7. Selalu menyediakan waktu apabila seorang guru mengadakan pembelajaran
8. Senantiasa mengucapkan salam ketika masuk dan keluar kelas.
9. Hendaknya tidak takut dan tidak malu bertanya terkait pelajaran.
10. Senantiasa tertib ketika belajar.
11. Hendaknya menunjukkan sikap duduk yang baik ketika belajar.
12. Senantiasa fokus pada satu kitab yang sedang dipelajari.
13. Hendaknya setiap murid saling memotivasi saat belajar.47
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang
berkenaan dengan sikap murid dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id
Yusuf yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:
1. Murid membekali diri dengan belajar hal-hal yang bersifat pokok seperti
kitab Bidayah al-Hidayah dan Safinah al-Najah sesuai apa yang ditentukan
oleh pondok.
2. Murid belajar Alquran mulai dari bacaan dan menghafalnya serta
mempelajari tafsirnya
3. Murid tidak mempermasalahkan dan tidak terlalu memfokuskan ketika
adanya perbedaan pendapat ulama karena menilai hal tersebut adalah wajar.
4. Murid tidak sungkan untuk meminta tolong orang lain untuk memeriksa
hasil tulisannya.
5. Murid selalu menyegerakan diri ke kelas untuk belajar agar tidak terlambat.
6. Murid berusaha selalu semangat di setiap pembelajaran meskipun terkadang
rasa malas menghantui.
7. Murid berusaha selalu hadir disetiap ada kegiatan belajar dan pengajian
karena memang sudah sesuai jadwal.
47 Ibid., h. 39-50.
88
8. Murid selalu mengucap salam ketika masuk ke dalam kelas.
9. Murid tidak sungkan untuk bertanya perihal materi yang belum dipahami.
10. Murid selalu tertib ketika menunggu antrian belajar.
11. Murid selalu duduk dengan sopan sesuai dengan apa yang diajarkan.
12. Murid selalu fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung.
13. Setiap murid tidak lupa saling memotivasi ketika sedang belajar
Selain etika murid dalam pembelajaran seperti yang telah disebutkan di atas,
menurut K.H. Hasyim Asy’ari ada beberapa etika yang perlu juga dimiliki oleh
seorang guru dalam pembelajaran, yaitu:
1. Hendaknya membersihkan diri dari hadas dan najis terlebih dahulu sebelum
mengajar.
2. Hendaknya tujuan mengajar semata-mata karena Allah.
3. Senantiasa berdoa dan berzikir ketika hendak pergi mengajar.
4. Selalu mengucap salam ketika hendak masuk ke dalam majelis ilmu.
5. Hendaknya tidak mengajar dalam keadaan sangat lapar dan sangat haus.
6. Selalu mencari posisi yang strategis ketika mengajar.
7. Hendaknya menampakkan wajah yang berseri dan tutur kata yang sopan
ketika mengajar.
8. Senantiasa membaca doa dan ayat Alquran sebelum memulai pelajaran.
9. Senantiasa menggunakan tutur kata dan gaya mengajar yang baik.
10. Hendaknya mampu menciptakan suasana belajar tenang dan menyenangkan
11. Bersikap rendah hati ketika menjawab pertanyaan yang sulit.
12. Senantiasa memberikan kesempatan murid untuk bertanya.
13. Senantiasa bersikap ramah kepada murid yang baru ikut belajar.
14. Senantiasa berdoa dan mengucap salam ketika ketika pembelajaran
selesai.48
48 Ibid., h. 72-81.
89
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan hal-hal yang
berkenaan dengan sikap guru dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id
Yusuf yang sesuai dengan pendapat K.H. Hasyim Asy’ari antara lain:
1. K.H. Sa’roni selalu dalam keadaan suci disetiap waktu.
2. K.H. Sa’roni selalu meyakinkan diri bahwa tujuan mengajarkan adalah
Lillahi Ta’ala.
3. K.H. Sa’roni selalu berdoa dan berzikir di dalam perjalanan menuju tempat
mengajar.
4. K.H. Sa’roni tidak pernah lupa mengucap salam ketika sampai di tempat
mengajar.
5. K.H. Sa’roni tidak pernah mengajar dalam keadaan lapar maupun ngantuk.
6. K.H. Sa’roni selalu memposisikan diri di depan murid serta lebih tinggi dari
tempat duduk murid ketika mengajar agar dapat terlihat oleh semua murid.
7. K.H. Sa’roni selalu menampakkan wajah yang berseri dan penuh senyum
karena pembawaannya yang suka bercanda dalam mengajar
8. K.H. Sa’roni selalu mengawali pembelajaran dengan berdoa terlebih dahulu
9. K.H. Sa’roni selalu menggunakan bahasa yang mudah dimengerti ketika
mengajar.
10. K.H. Sa’roni selalu dapat mengkondisikan suasana belajar agar tetap
kondusif dan menyenangkan dengan cara sesekali bercanda.
11. K.H. Sa’roni tidak sungkan menunda jawaban terhadap pertanyaan murid
apabila dirasa kurang yakin.
12. K.H. Sa’roni selalu memberikan kesempatan kepada murid untuk bertanya
perihal pelajaran.
13. K.H. Sa’roni selalu bersikap santun terhadap semua murid terlebih terhadap
murid baru.
14. K.H. Sa’roni selalu mengakhiri pembelajaran dengan salam dan doa.
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, hubungan antara guru dan
murid yang berupa etika murid terhadap guru, etika guru terhadap murid,
maupun etika murid dan guru dalam pembelajaran, telah sesuai dengan perihal
90
hubungan guru dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul
‘Alim wal Muta’allim nya. Meskipun pada beberapa poin dari etika guru kepada
murid sedikit ada keidaksesuaian dengan yang ada pada kitab, namun hal itu
dikuatkan dengan alasan-alasan yang menguatkan.
Dari penjabaran di atas juga penulis menilai secara umum etika guru kepada
muridnya ditunjukkan dengan sikap kerendahan hati dan kasih sayangnya,
sedangkan etika murid terhadap gurunya ditunjukkan dengan sikap hormat dan
patuh terhadap segala perintahnya. Hal ini tentu layaknya hubungan antara
seorang anak dengan orangtuanya
Selain berdasarkan etika dari murid maupun guru, terdapat kesesuaian
antara isi peraturan yang dimuat oleh pondok pesantren dengan ajaran K.H.
Hasyim Asy’ari yaitu dalam peraturan tertulis pondok di wajibkan menjaga
perilaku dan tutur kata terhadap sesama santri, guru maupun pengasuh,
kewajiban menghormati, kewajiban bersikap sopan santun, dan lain sebagainya.
Hal ini dinilai sejalan dengan ajaran dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim
yang berisi tentang ajaran menunjukkan perkataan dan perbuatan yang baik
kepada orang lain.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai
hubungan guru dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan
implementasinya dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf,
maka penulis menyimpulkan poin-poin utama di antaranya sebagai berikut:
1. Konsep hubungan guru dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari
dibangun atas dasar penghormatan dan kepatuhan dari murid terhadap
gurunya dan dasar kasih sayang yang tulus dari guru terhadap muridnya.
Kedua hal tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk etika murid
terhadap guru, etika guru terhadap murid, dan etika murid dan guru
dalam pembelajaran.
2. Mengenai etika murid terhadap guru contohnya seperti murid selalu
patuh dan taat terhadap perintah guru, selalu menunjukkan cara berbicara
yang baik, menunjukkan sikap berjalan atau duduk yang baik serta selalu
engromati dan memuliakan sosok guru. Mengenai etika guru terhadap
murid contohnya seperti bersikap lembut dan kasih sayang kepada murid,
berlaku adil, perhatian, serta bersikap tawaduk kepada murid. Mengenai
etika murid dan guru dalam pembelajaran contohnya seperti murid selalu
semangat dalam belajar, tidak memotong penjelasan guru, menunjukkan
sikap duduk yang baik ketika belajar dan meminta izin terlebih dahulu
ketika izin keluar kelas. Selain itu guru harus dalam keadaan siap dalam
mengajar, selalu menampakkan wajah yang berseri, mampu menciptakan
suasana belajar yang tenang dan siswa menjadi aktif, serta mengawali
dan mengakhiri pembelajaran dengan salam dan doa.
3. Implementasi hubungan guru dan murid menurut K.H. Hasyim Asy’ari
dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Sa’id Yusuf secara umum telah
dilaksanakan dengan baik di lingkungan pondok pesantren Sa’id Yusuf,
baik dari sisi etika guru maupun dari sisi etika murid yang telah sesuai
92
dengan isi yang ada di dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim.
Meskipun dalam hasil penelitian penulis, ada beberapa poin yang kurang
sesuai dengan ajaran dalam kitab tersebut, yaitu seorang guru dalam hal
ini K.H. Sa’roni tidak mengenal nama seluruh santri dan tidak
melaksanakan kegiatan absensi sebelum memulai pengajaran. Walaupun
demikian, K.H Sa’roni mengakui bahwa sebagai guru, dirinya mengenal
seluruh profil dan latar belakang tia-tiap santri, serta memastikan bahwa
seluruh santri hadir pada saat pengajarannya walaupun dirinya tidak
mengecek daftar kehadiran santri. Selain itu adanya kesesuaian antara
daftar peraturan yang dibuat Pondok Pesantren dengan isi kitab Adabul
‘Alim wal Muta’allim dimana keduanya sama-sama memberikan ajaran
untuk selalu menunjukkan perkataan dan perilaku yang baik antara guru
dengan murid.
B. Saran
Dari kajian-kajian yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut:
1. Bagi lembaga pendidikan, hendaknya terus menjadikan kitab Adabul
‘Alim wa al-Muta’allim sebagai salah satu rujukan dalam kegiatan belajar
mengajar, serta sebagai dasar pendidikan untuk mengembangkan
akhlakul karimah pada guru dan murid di zaman sekarang ini.
2. Bagi para pendidik, kiranya dapat mengambil hikmah dari ajaran yang
diberikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari serta mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari khususnya dalam kegiatan belajar mengajar
sehingga aktivitas pendidikan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan
sukses dalam rangka mengantarkan peserta didik untuk menjadi orang
yang berakhlak mulia.
3. Bagi para pelajar, hendaknya bersungguh-sungguh dalam mempelajari
dan menerapkan aspek-aspek pendidikan akhlak sesuai dengan yang ada
dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Agar nantinya dapat
memperoleh kesuksesan belajar sesuai dengan yang dikehendaki oleh
setiap pelajar, guru, dan orangtua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta: Amzah, 2007.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. al-Jami’u Shahih. Kairo: Al-Matba’ah as
Salafiyyah, 1400 H.
Asmoro, Ryan Putra Langgeng. Etika dalam Pendidikan: Studi Kitab Adabul ‘Alim
wa al-Muta’allim Karya K.H. Hasyim Asy’ari, (www.academia.edu), 2018.
At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah Al-Jami’u Tirmidzi. Riyadh:
International Ideas Home Inc, t.t.
Aziz, Abdul. 3 Dari 9 Murid Ditampar Guru di Purwokerto Alami Cedera dan
Trauma Berat. (https://m.merdeka.com), 2018.
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1999.
Daradjat, Zakiah. dkk., Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
------- Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.
-------. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2007.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Kiai. Jakarta:
LP3ES, 1982.
Fermansah, Verlandy Donny. Kronologi Siswa Aniaya Guru Sampai Tewas di
Sampang, Kelas Seni Lukis yang Berujung Tragis.
(http://www.tribunnews.com/nasional/2018/02/02), 2018.
Haedari, Amin dkk. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan kompleksitas Global, Jakarta: IRD Press, 2004.
Harun, Salman. Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikan dalam Alquran. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2013.
Haryanti, Nik. “Implementasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Etika
Pendidik”, Jurnal Pendidikan, Vol. 8, No. 2, Desember 2013.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008.
-------, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
-------. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Hasibuan, Albar Adetary. Filsafat Pendidikan Islam. Malang: UIN Malik Press,
2015.
Majid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:
Paramadina, 1997.
Mohammad, Herry. dkk., Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani, 2006.
Moleong, Rexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2016.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam: bagian 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
-------. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid: Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
-------. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005.
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi. Jakarta: Erlangga, t.t.
Saroni. Profil Pesantren Said Yusuf, 2018, (http://www.pesantren-
saidyusuf.sch.id).
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2006.
Sukardi. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosydakarya, 2006.
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013.
Sulhan dan Mohammad Muchlis Solichin, Etika Peserta Didik dalam Pembelajaran
Perspektif KH. Hasyim Asy’ari (Telaah Kitab Adabul ‘Alim wa al Muta’alim)”
Jurnal Pendidikan Akhlak, Vol. 8. No. 2, Desember 2013.
Sulhan, Najib. Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermartabat. Surabaya:
Jaring Pena, 2011.
Suwendi. Konsep Kependidikan KH.M. Hasyim Asy’ari. Ciputat: LeKDiS, 2005.
Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Khazanah Aswaja: Memahami,
Mengamalkan dan Mendakwahkan Ahlussunnah wal Jama’ah, (Surabaya:
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, 2016.
Tim Penyusun. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas, 2003.
Tim Dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, Terjemah Adabul ‘Alim wa al-Muta’allim
Karya Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy’ari, Jombang: Pustaka Tebuireng,
2016.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Zuhairini, Dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
LAMPIRAN
Surat-Surat
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl.t.. .Jaa,ld tbtt Ceutat 151t2lndon. a
FORM(FR)
No. Dokumen : FITK-FR.AKD-089
Tg1. Terbit : 1 Maret 2010
No. Revisi: : 0lHal yL
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
NomorLampHal
: B-I163,rFlr(M 01 3tyu/2019 Jakarta, 23 Juli 2019.:
Bimbingan Skripsi
Kepada Yth.,Drs. Abdul Haris, MAPembimbing SkripsiFakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidyatullah Jakarta
Assalamu'alaikum l r. Wh.
Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pernbimbing I/Il(materilteknis) penulisan skripsi mahasiswa:
Nama : Iffatud DiyanahNIM :1113011000103Jurusan : Pendidikan Agama lslamSemester : XIIJudul Skripsi : Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy'aridan Implementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren Sa'id YusufDepok (Studi Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim)
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 26Mei 2017, abstraksrlout ile terlampir. Saudara dapat melakukan perubahanredaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu,mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.
Bimbingan Skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dandapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan keda sama Saudara, kami ucapkan terirna kasih.Wassu I d mu' alLt i kum W r. Wb.
Tembusan:
l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.
{fr
19660901199s031001
Pendidikan Asama Islam-VAbdul Haris, MA
KEMENTERIAN AGAMALIIN JAKARTAFITKJ|,l/. H.Judt, No9i a?xbt )tll2lda.iia
roRM(PR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
Tgl. Terbit : I Maret 2010
No. Revisi: r 0lHal t/1
ST,RAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
Nomor :
Lamp :
Hal :
B- 1 I 6 I /F l/KM.0t.3/YrV20t9 Jakarta, 23 Juli 2019
Permohonan lzin Penelitian
Kepada Yth.,Pimpinan Pondok Pesantren Sa'id Yusufdi-Tempat
A s srsl amu'a kti kunt Wr. W b.
Dengan hormat kami sampaikan bahwa,
Nama :lffatudDiyanahNIM :1113011000103
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Semester : XIIJudul Skripsi : Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy'ari
dan lmplementasinya dalam Pembelajaran di Pondok Pesantren
Sa'id Yusuf Depok (Studi Kitab Adabul 'Alim wal Muta'allim)
adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yangsedang menyusun Skipsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di instansi /sekolah / madrasah yang Saudara pimpin.
Untuk itu kami mohon Saudara dapat rnengizinkan mahasiwa/i tersebutmelaksanakan penelitian dimaksud.
Atas perhatian dan kerja sarna Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Was s a I umu' a I ai kum Wt W b.
Agama Islam
Tembusan:
1 Dekan FITK2. Wakil Dekan Bidang Akadenik3. Mahasiswa yang bersangkutaa
A.n. Dekan,
9660901 199503 r 001
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. k. H. Juan<b ,lo 95 Ap&at 15412 tn&iesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-088
Tgl. Terbit : '1 Maret 2010
No. Revisi: : 0'1
Hai 1t1
SURAT PERNYATAAN JURUSAN
Ketua./Sekretaris Jurusanfrogram Studi Pendidikan Agama lslam menyatakan bah\ya,
Nama
NIM
Jurusan / Prodi
Semester
: Iffatud Diyarah
: 1113011000103
: Pendidikal Agama Islam
:XII
Benar telah menyelesaikan semua Program Akademik sesuai ketentuan yang berlaku dan
berhak untuk menempuh Ujian Skipsi (Munaqasah).
Jakarta,23 Juli 2019
Mengetahui,
Ketua/Sekretaris Jurusan {Prodi\t, /
-'-----'\ /VI
Drs. Abdul Haris. MANtP. 19660901 199503 1001NrP. 1s590705 1991031002
Daftar Nama Santri
Daftar Peraturan Pondok
Daftar Pelanggaran Santri
Foto-Foto Penelitian
YAYASAN SA’ID YUSUF
PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF
PANCORAN MAS KOTA DEPOK
NSPP 510032760045
Jl. Raya Sawangan/Jl. Duren RT 01/09 No.2 Parung Bingung, Kelurahan Rangkapan
Jaya Baru Telp. (021) 77881923 Kode Pos 16434 Jawa Barat
DAFTAR PERATURAN DAN SANKSI
PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF
A. KEWAJIBAN
1. Melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan Rasul-Nya
2. Menaati dan mematuhi semua kebijakan pengasuh dan guru pondok
3. Menghormati seluruh dewan guru dan pengasuh.
4. Mengikuti semua kegiatan Pondok Pesantren Sa’id Yusuf
5. Berpakaian sopan sesuai identitas santri
6. Selalu menunjukkan sikap yang baik kepada sesama santri, guru dan pengasuh baik
di kelas maupun di lingkungan pondok pesantren
7. Menjaga keamanan dan ketentraman pondok
8. Keluar masuk pondok sesuai perizinan yang telah ditentukan
9. Menggunakan tutur kata yang sopan kepada sesama santri, guru, maupun pengasuh.
10. Diwajibkan kepada santri untuk tidur pada pukul 22:30 WIB
11. Diwajibkan kepada santri agar kelas selalu rapih
12. Diwajibkan kepada santri untuk izin ketika keluar maupun pulang
B. LARANGAN
1. Menentang semua kebijakan pengurus dan guru
2. Mengambil hak orang lain
3. Menyimpan atau menitipkan senjata tajam di lingkungan pondok
4. Keluar komplek melewati batas yang telah ditentukan
5. Melakukan perbuatan yang bisa mencemarkan nama baik pondok
6. Membuat kegaduhan di lingkungan pondok
7. Membawa hp ke lingkungan pondok
8. Menggunakan celana pensil/ beggie
9. Melakukan perbuatan asusila
10. Berhubungan lawan jenis yang bukan muhrim nya
1 1. Membaca dan menyimpan bacaan dan gambar yang tidak bennoral
12. Keluar kelas atau pondok (anpa seizn prunr
13. Berkelahi atau berbuat kasar kepada orang lain
14. Keluar kamar tidak memakai paka-ran
15 Merayakan ulang tahun di lapangan
16. Mewarnai ramuut dan memotong rambut dengan tidak seperti identitas pondok
17. Melakukan bullying baik verbal maupun non verbal
18. Foto berdua dengan yang bukan muhrim
19. Membuka leman tanpa seizin pemiliknya
20. Membuat kamar di dalam kamar
21. Memakai cincin yang tidak berbatu, dan perhiasan lainnya.
22. Dilarang rnasuk ke kamar tanpa mengucapkan salam
23, Memakar pakaian yang tidak sesuai dengan identitas santri
24. Dilarang membawa/mengkonsumsi rokok, minuman keras, obat-obatan terlarang
dan sejenisnya
25. Dilarang berkata kasar kepada orang lain
C, SANKSI
1 . Menulis nn{rodat I menghafal mufrodat
2. Menulis kalirnat isttghfdr
3. Menulis ayat Alquran / menghafal menghafal ayat Alquran
4. Membersihkan sampah
5. Dijemur di lapangan
6. Lari keliling Lapangan
7. Mencari sampah plastik kemudian menjualnya
Dernikian mengenai peraturan dan sanksi di Pondok Pesantren Sa'id Yusuf yang dapat
diubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan di lingkungan pondok.
Juli 2019
YAYASAN SA’ID YUSUF
PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF
PANCORAN MAS KOTA DEPOK
NSPP 510032760045
Jl. Raya Sawangan/Jl. Duren RT 01/09 No.2 Parung Bingung, Kelurahan Rangkapan
Jaya Baru Telp. (021) 77881923 Kode Pos 16434 Jawa Barat
DAFTAR NAMA SANTRI
PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF
A. SANTRI LAKI-LAKI
Kelas II Kelas III Kelas IV
1. Ridwan 1. Naufal 1. Riski
2. Fahlevi 2. Aipan 2. Zaki
3. Penghulu 3. Abiyu 3. Arya
4. Akbar 4. Abdul 4. Akil
5. Klafiz 5. Yugi 5. Adji
6. Renakdy 6. Alvan 6. Amar
7. Syaban 7. Ilham P 7. Ilham
8. Sakti 8. Faiz
9. Aqmal
Kelas V Kelas VI
1. Ariq 1. Khoir
2. Bembi
3. Dias
4. Ikhsan
5. Apip
6. Alfan
7. Gusti
B. SANTRI PEREMPI]AN
Kelas [I1 . Astrid
2. Arin
3. Narnrh
4. Rizka
5. Putri
{-,
Kelas IIIL Putri
2. Ganis
3 . Aulia
4. Tantry
5. Shofa
6. Sifa
7. Shita
8 Lili
Kelas IV
1. Feby W.K
2. Najwa
3. Askia
Kelas V
1. Salsa
2. Sulam
3. Liza
4. Kira
5. 'Eneng
6. Muci
7 Nurul
Kelas VI
7 . lzma
2. Olla
3. Putri T
4. Nadya
5. Feby Z
6. Rahma
7. Mila
K*i
ru\d
YAYASAN SA'ID Yf]SfIFPONDOK PESANTREN SA'ID YUSIIF
PANCORAN MAS KOTA DEPOKNSPP 510032760045
Jl. Raya Sawangan/Jl Duren RT 0l/09 No.2 Parung Bingung, Kelurahan RangkapanJaya Baru Telp. (02I ) 7788 1923 Kode Pos I6434 Jawa Barat
DAFTAR PELANGGARAN SANTRI
PONDOK PESANTREN SA'ID YUSUF
Nama Santri Pelanggaran Hukuman
Amar Tidak ikut wirid Lari keliling lapangan
Ilham T erlanbat lu[tt h ada I s a h Menalis muJrodat
Rizki Tidak memakar peci putih saat salat Diberi nasihat
Khoir Tidak mengikuti salat berjamaah D4 ernur
Nami Keluar pondok tanpa izin Menulis l.s/lghlar 500 kali
Aulora Tidak mengrkuti salat berjarnaah Lari keliling lapangan
3,\S\",1N-
Foto-Foto
Foto penulis dengan K.H. Sa’roni NA, M.Pd
(Pengasuh sekaligus pengajar kitab Adabul
‘Alim wal Muta’allim)
Foto wawancara penulis dengan
santri putri Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf Depok
Foto wawancara penulis dengan
santri putra Pondok Pesantren
Sa’id Yusuf Depok
Foto penulis bersama santri putra Pondok Pesantren Sa’id Yusuf Depok
Foto Kegiatan Belajar Mengajar (1) (1 )
Foto Kegiatan Belajar Mengajar (2)
Kisi-Kisi Observasi
Hasil Observasi
Kisi-Kisi Wawancara
Pertanyaan Wawancara
Hasil Wawancara
Tabel 3.1
Kisi-kisi observasi aktivitas belajar murid / santri
NO ASPEK YANG DIAMATI INDIKATOR
I Pra Pembelajaran
1. Tempat duduk masing-masing murid 1.1 Murid duduk dengan rapih
sesuai dengan apa yang
diajarkan
2. Kesiapan menerima pembelajaran 2.1 Murid menyiapkan tempat
duduk untuk guru
2.2 Murid menyiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh
guru
2.3 Murid memfokuskan pandangan
kepada guru
2.4 Murid berdoa sebelum belajar
II Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Memperhatikan penjelasan materi
pelajaran
3.1 Murid tidak mengobrol ketika
pembelajaran
3.2 Murid hanya membuka buku
pelajaran yang sedang diajarkan
4. Bertanya saat proses penjelasan
materi
4.1 Murid bertanya tentang materi
yang belum dipahami dengan
cara yang baik
5. Ketepatan penggunaan bahasa yang
baik dan benar
5.1 Murid menggunakan bahasa
yang santun ketika berbicara
5.2 Murid menggunakan nada yang
lembut ketika berbicara
III Kegiatan Penutup
6. Membaca doa penutup 6.1 Murid membaca doa setelah
kegiatan belajar selesai
7. Ketertiban meninggalkan kelas 7.1 Murid tidak mendahului guru
ketika keluar kelas
7.2 Murid tertib dan tidak gaduh
ketika meninggalkan kelas
IV Sikap dalam pembelajaran di
lingkungan pesantren
8. Sikap berjalan di hadapan guru 8.1 Murid menundukkan badan
ketika berjalan di hadapan guru
8.2 Murid memperlambat langkah
ketika berjalan di hadapan guru
9. Kepatuhan terhadap perintah guru 9.1 Murid selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan guru
10. Takzim kepada guru 10.1 Murid selalu mengucapkan
salam ketika bertemu guru
10.2 Murid mengistimewakan guru
Tabel 3.2
Kisi-kisi observasi aktivitas mengajar guru
NO ASPEK YANG DIAMATI INDIKATOR
I Pra Pembelajaran
1. Tempat duduk guru dan murid 1.1 Guru menempatkan diri pada
posisi duduk yang baik dan
strategis
1.2 Guru mengatur posisi duduk
antara murid putra dan santri
putri
2. Kesiapan memberikan pengajaran 2.1 Guru mengucap salam
sebelum memulai pengajaran
2.2 Guru membaca doa ketika
hendak memulai pengajaran
II Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Memberikan penjelasan materi
pelajaran
3.1 Guru menggunakan bahasa
yang sederhana dan mudah
dipahami
3.2 Guru selalu semangat dalam
menjelaskan materi kepada
murid
4. Memfasilitasi adanya interaksi
dengan murid
4.1 Guru memberi kesempatan
murid untuk bertanya
5. Menjaga kenyamanan dalam belajar
5.1 Guru tidak membuat murid
merasa bosan dalam belajar
5.2 Guru menampakkan wajah
yang berseri
6. Sikap kasih sayang dalam mengajar 6.1 Guru memberi motivasi
kepada murid agar tetap
semangat belajar
7. Tutur kata yang baik 7.1 Guru menggunakan tutur kata
yang lembut
III Kegiatan Penutup
8 Pemberian kesimpulan dari materi
yang telah diajarkan
8.1 Guru menyimpulkan materi
yang telah diajarkan
9 Membaca doa penutup 9.1 Guru membaca doa setelah
pengajaran selesai
9.2 Guru mengucapkan salam
ketika hendak pergi
meninggalkan kelas
IV Sikap dalam pembelajaran di
lingkungan pesantren
10 Sikap adil 10.1 Guru tidak membeda-
bedakan perlakuan terhadap
masing-masing murid
11 Sikap tawaduk 11.1 Guru tidak malu ikut kegiatan
murid
HASIL KEGIATAN OBSERVASI IMPLEMENTASI HUBUNGAN
GURU DAN MURID MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
(Aktivitas Belajar Murid/Santri)
No Kegiatan Belajar Santri Terlaksana
Keterangan Ya Tidak
1. Pra Pembelajaran
Santri duduk dengan
posisi yang baik
Santri putra dan putri duduk
dengan bersila, namun ada
santri putri duduk layaknya
tasyahud akhir tanpa
meletakkan tangan di paha
Santri menyiapkan
tempat duduk guru dan
keperluan lainnya
Santri menyiapkan kursi,
mikrofon dan air minum
untuk guru
Santri siap menerima
pelajaran
Santri fokus menghadap ke
depan dengan posisi siap
memperhatikan guru
Santri berdoa sebelum
belajar
Santri mengawali proses
pembelajaran dengan
membaca doa bersama-
sama
2. Kegiatan Inti Pembelajaran
Santri fokus pada mata
pelajaran yang sedang
dipelajari
Santri tidak ada yang
membuka pelajaran lain
selain kitab yang diajarkan
Santri bertanya
mengenai pelajaran
dengan cara yang baik
Santri bertanya ketika guru
sudah selesai berbicara,
serta setelah diberikan
kesempatan bertanya
Santri menggunakan
bahasa yang baik ketika
berbicara
Santri menggunakan bahasa
yang sopan serta suara yang
lembut
3. Kegiatan Penutup
Santri membaca doa
setelah pembelajaran
Santri mengakhiri kegiatan
pembelajaran dengan
membaca doa secara
bersama-sama
i Santri keluar kelas
dengan teftlb sesuai
yang diajarkan
Santri menunggu seorang
guru keluar terlebih dahulu,kemudian diikuti oleh
selunrh santri secara tertib4. Sikap dalam pembelajaran di lingkungan pesantren
} Santri menunjukkan
sikap berjalan dengan
baik di hadapan guru
Santri rnembungkukkanbadan jika berjalan di depanguru, selain itu jika seorangsantn rnengendarai motorlewat di depan guru, ialangsung turun, mematikanmesin lalu rnendorongnya
L Santri selalu patuh
terhadap perintah guruSantri selalu menjalankanperintah gurunya meskipuntidak terkait denganpelajaran, contohnya sepertimemungut sampah yangtertinggal
i Santri menunjukkan
sikap hormat dan
takzim kepada gum
Salahsatu santrimenyiapkan sandal ketikaguru hendak keluar masjiddan rumah
Observer
Depok, 10 Juli 2019
.Sa'id Yusuf (Pengajar
u'al Muta'ollinr)
Iffatud Divanah
Mengetahui,
HASIL KEGIATAN OBSERVASI IMPLEMENTASI HUBUNGAN
GURU DAN MURID MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
(Aktivitas Mengajar Guru)
No Kegiatan Mengajar Guru Terlaksana
Keterangan Ya Tidak
1. Pra Pembelajaran
Guru memposisikan diri
dengan benar
Guru duduk di tempat yang
strategis serta posisi duduk
lebih tinggi agar dapat
terlihat oleh semua santri
Guru sangat siap
memberikan pengajaran
Guru langsung membaca
salam, sholawat dan doa
awal belajar bersama
seluruh santri
2. Kegiatan Inti Pembelajaran
Guru menjelaskan
materi pelajaran dengan
baik
Guru menggunakan bahasa
yang sederhana dengan
tempo yang pas agar dapat
dipahami santri
Guru memfasilitasi
adanya interaksi dengan
murid
Guru senantiasa
memberikan kesempatan
kepada santri untuk
bertanya perihal penjelasan
yang belum dipahami
Guru menjaga
kenyamanan murid
dalam belajar
Guru selalu mengeluarkan
candaan dalam menjelaskan
materi pelajaran agar
suasana tidak tegang
Guru menunjukkan
sikap kasih sayang
dalam mengajar
Guru sering memberikan
kata-kata motivasi agar
santri terus semangat dan
berkembang ke arah yang
lebih baik
Guru menunjukkan
tutur kata yang baik
Guru selalu menggunakan
kata-kata yang sopan
meskipun ketika bercanda
3. Kegiatan Penutup} Guru membuat
kesimpulan dari matenyang
Guru rnenyimpulkan isimateri pelajaran di akhirpembelajaran agar lebihrnudah dipahami
) Guru menutuppengajaran dengan baik
Guru mengakhiripembelajaran dengan doa
dan salam
1. Sikap dalam pembelajaran di lingkungan pesantrenGuru bersikap adil Guu tidak membeda-
bedakan perlakuan kepadasemua santri tennasukterhadap anaknya sendiriyang menjadi santri.Contohnya meminta santridan anaknya membersihkansampah
) Guru bersikap tawaduk Guru tidak berlebihanketika berpakaian agarterlihat sederhana di depansantn
Depok. l0 Juli 2019
Mengetahui,
. Sa'id Yusuf (Pengajar
Tabel 3.3
Kisi-kisi wawancara untuk murid dan guru
Fokus Dimensi Indikator Sumber data
Implementasi
hubungan
guu dan
murid
menurut K.H
Hasyim
Asy’ari di
Pondok
Pesantren
Sa’id Yusuf
1. Hal-hal yang
dilakukan sebelum
belajar
1.1 Murid meminta
petunjuk Allah
mengenai
pemilihan
seorang guru
setelah belajar
kitab ‘Adabul
‘Alim wal
Muta’allim
1.2 Murid mencari
informasi
mengenai
seseorang yang
akan dijadikan
guru setelah
belajar kitab
‘Adabul ‘Alim
wal Muta’allim
1.3 Murid
mempelajari
ilmu yang
mempelajari hal-
hal pokok
terlebih dahulu
1.4 Murid terlebih
dahulu
mempelajari
Alquran secara
mendalam
Santri / murid
pondok
pesantren
Sa’id Yusuf
2. Sikap ketika
pembelajaran
berlangsung
2.1 Murid
menunjukkan
sikap yang baik
di awal
pembelajaran
2.2 Murid
menunjukkan
sikap yang baik
di tengah proses
pembelajaran
2.3 Menunjukkan
sikap yang baik
ketika
menjumpai
permasalahan
dalam belajar
2.4 Murid
menunjukkan
sikap yang baik
di akhir
pembelajaran
3. Sikap ketika di luar
kelas / di
lingkungan pondok
pesantren
3.1 Murid selalu
mematuhi
perintah guru
3.2 Murid
menunjukkan
sikap yang baik
ketika guru
memarahi
3.3 Murid
menunjukkan
sopan santun
ketika bertemu
dengan guru di
luar kelas
3.4 Murid
menunjukkan
sikap yang baik
walaupun ketika
tidak terlihat
oleh guru
4. Sikap yang
ditunjukkan guru
terhadap murid
4.1 Murid mampu
menjelaskan
sikap guru
terhadap dirinya
5. Hal-hal yang
dilakukan sebelum
mengajar
5.1 Guru memiliki
niat yang tulus
dalam mengajar
Guru pengajar
kitab Adabul
5.2 Guru berdoa
dan berzikir
sebelum pergi
mengajar
5.3 Guru
menunjukkan
kesiapan di awal
mengajar
5.4 Guru mengecek
kehadiran santri
sebagai wujud
kepedulian
terhadap murid
‘Alim wal
Muta’allim
6. Sikap yang
ditunjukkan ketika
sedang mengajar
6.1 Guru
menggunakan
bahasa yang
baik dan benar
6.2 Guru
menunjukkan
kebijaksanaan
terhadap murid
baru
6.3 Guru
menunjukkan
kebijaksaan
ketika
menghadapi
pertanyaan dari
santri
6.4 Guru
menujukkan
kebijaksanaan
ketika
menghadapi
murid yang
malas di kelas
6.5 Guru
memberikan
motivasi
ataupun pujian
terhadap murid
yang berprestasi
7. Sikap kasih sayang
yang ditunjukkan
di luar kelas/ di
lingkungan pondok
7.1 Guru mengenal
nama dan
kepribadian
masing-masing
murid
7.2 Guru perhatian
terhadap
aktivitas murid
setiap hari
7.3 Guru
memanggil
murid dengan
nama yang baik
7.4 Guru
mendoakan
kebaikan murid
7.5 Guru
menunjukkan
kebijaksanaan
ketika
menjumpai
murid yang
berbuat salah
8. Sikap yang
ditunjukkan murid
terhadap guru
8.1 Guru mampu
menjelaskan
sikap murid
terhadap dirinya
PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK MURID MENGENAI
IMPLEMENTASI POLA HUBUNGAN GURU DAN MURID
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
Nama Narasumber : Fahri, Amar, Sulam, dan Putri
Hari, Tanggal : Sabtu 06 Juli 2019
Tempat : Aula Kelas
1. Setelah mempelajari kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, apakah kamu akan
meminta petunjuk kepada Allah SWT sebelum memutuskan untuk
menjadikan suatu tempat belajar sebagai pilihan?
2. Setelah mempelajari kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, apakah kamu akan
mencari informasi terlebih dahulu tentang sosok pengajar yang akan dijadikan
guru?
3. Apakah kamu mempelajari ilmu yang mempelajari hal-hal pokok terlebih
dahulu seperti kitab fikih?
4. Apakah kamu sungguh-sungguh mempelajari Alquran?
5. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan di awal pembelajaran?
6. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan di tengah-tengah proses
pembelajaran?
7. Bagaimana sikap kamu jika menjumpai adanya perbedaan pendapat ulama?
8. Bagaimana sikap kamu jika menjumpai ada teman yang terlihat tidak
semangat belajar?
9. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan di akhir pembelajaran?
10. Apakah kamu suka meminta guru atau lainnya untuk memeriksa hasil tulisan
sebelum kamu pelajari nantinya?
11. Apakah kamu selalu mematuhi perintah dari guru?
12. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan jika guru memarahimu?
13. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan ketika berhadapan/ bertemu guru di
luar kelas?
14. Bagaimana sikap yang kamu tunjukkan ketika tidak sedang bersama guru?
15. Menurut kamu, bagaimana sikap yang guru tunjukkan terhadap semua santri?
PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK GURU MENGENAI
IMPLEMENTASI POLA HUBUNGAN GURU DAN MURID
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
Nama Narasumber : K.H. Sa’roni NA, M.Pd
Hari, Tanggal : Sabtu, 6 Juli 2019
Tempat : Rumah pribadi
1. Apa niat pak Kiai dalam mengajar?
2. Hal apa saja yang dilakukan pak Kiai ketika akan pergi mengajar?
3. Hal apa saja yang dilakukan pak Kiai di awal mengajar?
4. Apakah pak Kiai mengecek kehadiran semua santri dan menanyakan santri
yang berhalangan hadir?
5. Apakah pak kiai selalu menggunakan bahasa yang baik ketika menjelaskan
materi pelajaran kepada santri?
6. Bagaimana sikap pak Kiai terhadap santri baru?
7. Bagaimana sikap pak Kiai ketika menghadapi pertanyaan santri yang belum
diketahui jawabannya?
8. Bagaimana sikap yang pak Kiai tunjukkan di dalam kelas ketika terjadi
masalah pada santri yang sedang belajar?
9. Dalam rangka memotivasi santri, apakah pak Kiai sering memberikan pujian
kepada santri?
10. Apakah pak Kiai mengenal nama-nama santri beserta kepribadiannya?
11. Apakah pak Kiai memperhatikan aktivitas seluruh santri?
12. Apakah pak Kiai pernah memanggil salah seorang santri dengan nama
panggilan yang tidak semestinya?
13. Apakah pak Kiai selalu mendoakan untuk kebaikan santri?
14. Bagaimana sikap yang pak Kiai tunjukkan ketika melihat santri yang berbuat
salah?
15. Menurut pak Kiai, bagaimana sikap yang santri tunjukkan kepada guru?
HASIL WAWANCARA SANTRI MENGENAI IMPLEMENTASI
HUBUNGAN GURU DAN MURID MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
Nama Narasumber : Fahri, Amar, Sulam, dan Putri
Hari, Tanggal : Sabtu, 06 Juli 2019
Tempat : Aula Kelas
Variabel Pertanyaan Hasil Wawancara
Hal-hal yang
dilakukan
sebelum belajar
Setelah mempelajari
kitab Adabul ‘Alim
wal Muta’allim,
apakah kamu akan
meminta petunjuk
kepada Allah SWT
sebelum
memutuskan untuk
menjadikan suatu
tempat belajar
sebagai pilihan?
Waktu masuk ke sini sih tidak
karena sudah yakin dengan pilihan
orang tua, tapi sekarang saya sudah
melakukan untuk meminta petunjuk
Allah dulu ketika memilih pondok
untuk melanjutkan dari sini.
Pas kesini tidak kak, karena kesini
awalnya diajak teman terus
orangtua mengizinkan, tapi setelah
belajar kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’allim saya nanti pasti akan
melakukannya..
Sebelum belajar kitab ini sih tidak
kak, harusnya memang saya salat
istikhoroh terlebih dahulu, tapi saya
tidak melakukan. Insya allah nanti
melakukan jika mau ke tempat baru
Iya insya Allah nanti akan
melakukan, karena baru tahu setelah
belajar.
Setelah mempelajari
kitab Adabul ‘Alim
wal Muta’allim,
apakah kamu akan
mencari informasi
terlebih dahulu
tentang sosok
pengajar yang akan
dijadikan guru?
Insya Allah saya lakukan disamping
karena orangtua saya juga yang
membantu mencari informasinya
Iya ka, pasti saya akan mencari
terlebih dahulu.
Iya sama ka
Iya ka, karena saya sudah tahu harus
seperti itu.
Apakah kamu
mempelajari ilmu
yang mempelajari
hal-hal pokok
Iya ada pelajaran kitab safinatu al-
najah
Iya belajar
Iya pernah belajar juga
terlebih dahulu
seperti kitab fikih? Iya sama kaya yang lain
Apakah kamu
sungguh-sungguh
mempelajari
Alquran?
Pasti sungguh-sungguh selain
awalnya belajar membaca dengan
baik, sekarang mulai fokus dengan
hafalan dan ada pula tafsirnya
Iya sungguh-sungguh terutama saya
sangat ingin menjadi penghafal
Alquran
Insya Allah saya selalu sungguh-
sungguh mempelajari apapun
Pasti sungguh-sungguh.
Sikap ketika
pembelajaran
berlangsung
Bagaimana sikap
yang kamu
tunjukkan di awal
pembelajaran?
Pertama ketika waktu belajar telah
tiba saya langsung ke tempat belajar
agar tidak telat, kemudian
mengucapkan salam ketika masuk
kelas, terakhir saya langsung duduk
bersila menghadap depan.
Sama seperti fahri, saya langsung ke
kelas karena takut telat, kemudian
ucapkan salam, terakhir duduk siap
belajar. artinya selalu berusaha
mengikuti pembelajaran yang
memang sudah terjadwal.
Dari awal saya selalu cepat-cepat
menghadap guru untuk belajar agar
tidak telat, kemudian ucapkan
salam, lalu duduk bersila seperti
laki-laki namun bagian paha ditutup
memakai mukena.
Ketika sudah waktunya belajar saya
selalu buru-buru ke kelas karena
sudah terbiasa, kemudian ucapkan
salam lalu duduk seperti posisi
tasyahud akhir namun tanpa
meletakkan tangan di paha.
Bagaimana sikap
yang kamu
tunjukkan di tengah-
tengah proses
pembelajaran?
Ketika belajar saya selalu
membungkukkan badan, fokus dan
selalu antusias mendengarkan
penjelasan guru, ketika berbicara
dengan guru nada suara
dilembutkan, tidak membuka
pelajaran lain kecuali ketika belajar
pelajaran umum.
Saya selalu duduk sopan dengan
menundukkan kepala, semangat
mengikuti pelajaran walaupun
kadang penyakit malas muncul.
namun ketika ada teman yang
kurang semangat juga saya bantu
semangati agar suasana belajar juga
berjalan dengan nyaman.
Kemudian ketika menerima atau
memberi sesuatu dari guru diterima
dengan badan merendah,
Selalu mendengarkan perkataan
guru walaupun sudah berulang kali
terhadap penjelasan yang sama,
tidak memotong penjelasan guru,
dan tertib ketika pembelajaran
berlangsung
Ketika mengeluarkan pendapat
dalam pelajaran gunakan kata-kata
yang tidak menyakiti, tetap fokus
mendengarkan guru, jika mau
keluar izin terlebih dahulu.
Bagaimana sikap
kamu jika
menjumpai adanya
perbedaan pendapat
ulama?
Tidak terlalu mempermasalahkan,
wajar saja
Wajar saja, tetap mengikuti arahan
guru
Tidak masalah ka
Jadi tambah wawasan ka
Bagaimana sikap
kamu jika
menjumpai ada
teman yang terlihat
tidak semangat
belajar?
Memberi semangat agar teman
fokus belajar cari ilmu
Saya dan teman-teman sering saling
memotivasi, karena Abi Sa’roni
yang sudah tua saja masih semangat
belajar
Saling memotivasi ketika proses
belajar karena dalam rangka
berlomba-lomba dalam hal
kebaikan
Berusaha menasihati untuk kembali
semangat belajar
Sikap yang
ditunjukkan di
akhir
permbelajaran
Bagaimana sikap
yang kamu
tunjukkan di akhir
pembelajaran?
Tidak lupa untuk membaca doa,
selalu menunggu guru keluar
terlebih dahulu dan tidak bercanda
Sama seperti Fahri tidak lupa
membaca doa dan tidak mendahului
guru ketika keluar
Sama seperti yang lainnya ditambah
tetap tertib ketika mau keluar kelas
Sama juga seperti yang lain
Apakah kamu suka
meminta guru atau
lainnya untuk
memeriksa hasil
tulisan sebelum
kamu pelajari
nantinya?
Iya pernah ke guru lain karena takut
ada yang salah terutama pelajaran
nahwu dan shorof
Kalau ke Abi Sa’roni tidak pernah
tapi minta tolongnya ke guru lain
Paling ke guru lain atau kakak yang
lebih tahu
Iya terkadang ke guru lain atau ke
teman
Sikap ketika di
luar kelas / di
lingkungan
pesantren
Apakah kamu selalu
mematuhi perintah
dari guru?
Alhamdulillah segala perintahnya
selalu saya jalani seperti berbelanja
kebutuhan pak kiai maupun
kebutuhan pondok.
Selalu saya patuhi perintahnya,
bahkan ketika ayam pak kiai hilang,
saya itu dengan senang hati
menjalankan perintah untuk
mencari ayam yang hilang itu.
Selalu mematuhi, seperti selalu
menjalankan perintah salat
berjamaah dan menjalankan salat
sunnah.
Selalu belajar mematuhi walaupun
terkadang ada saja yang dilanggar
Bagaimana sikap
yang kamu
tunjukkan jika guru
memarahimu?
Diam saja, menundukkan kepala
Diam, karena omelan guru terhadap
murid layaknya orangtua kepada
anaknya yang merupakan tanda
sayang dalam rangka mendidik
Diam, intropeksi diri bahkan
terkadang menangis karena
menyesali kesalahan yang telah
diperbuat
Diam saja, sedih ditambah malu
karena dimarahi, namun ada rasa
senang juga karena tetap ada
keberkahan didalamnya.
Bagaimana sikap
yang kamu Dari segi dzahir saya selalu
membungkukkan badan dan
tunjukkan ketika
berhadapan/ bertemu
guru di luar kelas?
menundukkan kepada ketika
berjalan di depannya, serta jika akan
memberi atau menerima barang dari
guru saya selalu menghampiri lalu
duduk merendahkan badan.
Sedangkan dari segi batin, saya
selalu menjalankan segala perintah
dan nasihat guru meskipun beliau
tidak melihatnya. Terakhir tetap
melibatkan guru walaupun di luar
kelas seperti meminta tolong untuk
mengecek hasil tulisan karena
dikhawatirkan ada kesalahan
penulisan maupun penjelasan.
Membungkukkan badan dan
menundukkan kepala ketika
berjalan di depan guru.
Berbicara dengan santun, berjalan di
belakang guru artinya tidak
mendahului jalannya, duduk dengan
bersimpuh terlebih dahulu ketika
kan memberi atau menerima sesuatu
dari guru, serta menundukkan badan
pula ketika ada guru yang lewat di
hadapan kita
Menghormati dan memuliakannya
seperti memperhatikan makan dan
minum guru serta sukarela
mencucikan pakaian guru yang
sudah kotor.
Bagaimana sikap
yang kamu
tunjukkan ketika
tidak sedang
bersama guru?
Selalu mendoakan guru serta
meminta izin terlebih dahulu ketika
akan menemuinya
Selalu mendoakan kebaikan guru
agar diberikan panjang umur,
diberikan kesehatan dan
keberkahan.
Selalu istiqomah mendoakan guru
Sama seperti yang lainnya, yaitu
pasti berdoa untuk kebaikan guru
Sikap yang
ditunjukkan
guru terhadap
murid
Menurut kamu
bagaimana sikap
yang guru tunjukkan
terhadap santri?
Saya rasa guru-guru di sini selalu
menggunakan perkataan yang sopan
dengan santri sehingga santri juga
ikut seperti itu serta berjiwa
karismatik.
. Setiap akan mernulai ngaji, Abiselalu mengajak seluruh santrimengucapkan basrnalah, danmengakhid kegiatan belajar denganrnengucapkan hamdalah. Selain itusikap kerendahan hati dan tidakgalaknya guru membuat kita semuasebagai murid merasa hormatsekaligus nvaman ketika belajar.
. Guru di sini selalu menampakkansenyurn jadi rasanya adem tidakmenakutkan
. Guru di sini sangat sayang dan dekat
Narasumber I Narasumber 2 Naraslrmber 3 Narasumber 4
Fahri
,,t c-9-- <r-
Putri
Pewawancara
flfu,,il---Iffatud Diyanah
i#a)
S)i*-o.)
HASIL WAWANCARA GURU MENGENAI IMPLEMENTASI
HUBUNGAN GURU DAN MURID MENURUT K.H. HASYIM ASY’ARI
DI PONDOK PESANTREN SA’ID YUSUF DEPOK
Nama Narasumber : K.H. Sa’roni NA, M.Pd
Hari, Tanggal : Sabtu, 6 Juli 2019
Tempat : Rumah pribadi
Variabel Pertanyaan Hasil Wawancara
Hal-hal yang
dilakukan sebelum
dan di awal
mengajar
Apa niat pak Kiai
dalam mengajar?
Niat saya dalam mengajar sudah
pasti Insyaallah Lillahi Ta’ala
Hal apa saja yang
dilakukan pak Kiai
ketika akan pergi
mengajar?
Pertama saya selalu menyucikan
diri baik wudu maupun mandi,
karena di luar waktu mengajar pun
saya selalu menjaga wudu. Kedua
saya memastikan kondisi fisik
dalam keadaan siap, misalnya
tidak dalam keadaan lapar maupun
tidak dalam keadaan ngantuk.
Ketiga berangkat ke tempat
mengajar dengan tidak lupa
membaca doa dan dzikir sebagai
pengingat diri.
Hal apa saja yang
dilakukan pak Kiai
di awal mengajar?
Di awal saya selalu memposisikan
diri di depan duduk di kursi tidak
perlu di mimbar yang penting
terlihat oleh semua santri,
kemudian ucapkan salam dan doa
mengawali pembelajaran
Sikap yang
ditunjukkan ketika
sedang mengajar
Apakah pak Kiai
mengecek kehadiran
semua santri dan
menanyakan santri
yang berhalangan
hadir?
Dari awal hampir semua santri
selalu mengikuti pelajaran yang
saya ajarkan, sehingga saya tidak
mengecek kehadiran. Namun jika
saya mengetahui salah satu santri
ada yang tidak hadir maka saya
meminta santri yang lain untuk
memanggil ataupun
menjemputnya walaupun santri
yang tidak hadir tersebut sedang
sakit, tetap saya suruh mengikuti
pengajian.
Apakah pak kiai
selalu menggunakan
Pastinya saya menggunakan
bahasa-bahasa sederhana namun
bahasa yang baik
ketika menjelaskan
materi pelajaran
kepada santri?
tetap sopan santun dan lembut.
Penggunaan bahasa yang
sederhana ini bertujuan agar apa
yang saya jelaskan dapat dengan
mudah dipahami oleh semua
santri.
Bagaimana sikap
pak Kiai terhadap
santri baru?
Di bedakan cara pengajarannya
atau perlakuannya, tujuannya agar
santri baru dapat mengikuti
maupun semangat tinggi dalam
belajar.
Bagaimana sikap
pak Kiai ketika
menghadapi
pertanyaan santri
yang belum
diketahui
jawabannya?
Setiap pertanyaan dari santri saya
jawab sebisa saya, dan
Alhamdulillah santri puas atas
jawabannya, jika pertanyaannya
sulit saya tidak sungkan untuk
menunda kemudian melanjutkan
jawaban pertanyaan tersebut di
pertemuan yang akan datang
Bagaimana sikap
yang pak Kiai
tunjukkan di dalam
kelas ketika terjadi
masalah pada santri
yang sedang belajar?
Masalah yang banyak dijumpai
pada santri saat pembelajaran
adalah rasa malas belajar, secara
pribadi sikap yang saya tunjukkan
pertama yaitu selalu tegas
terhadap santri yang demikian,
artinya langsung saya tegur apakah
santri tersebut niat belajar atau
tidak. Jika niat belajar tunjukkan
semangatnya jika tidak niat
mending pulang saja. Kedua jika
ada santri yang berbuat salah saya
selalu tegur setelah salat lima
waktu, karena saat itulah semua
santri berkumpul. Ketiga dari awal
saya selalu membuat aturan
dilarang izin ke kamar mandi
dengan memberikan kesempatan
ke kamar mandi sebelum belajar,
hal ini agar tidak mengganggu
kegiatan pembelajaran nantinya.
Dalam rangka
memotivasi santri,
apakah pak Kiai
sering memberikan
pujian kepada santri?
Terhadap santri yang berprestasi,
bukan hanya pujian yang saya
berikan, bahkan hadiah juga saya
berikan. Seperti hadiah berupa
gratis biaya pendidikan dan
sebagainya. Hal ini dalam rangka
memotivasi santri yang berprestasi
tersebut dan santri yang lain agar
lebih termotivasi untuk berprestasi
Sikap kasih sayang
yang ditunjukkan
di luar kelas / di
lingkungan pondok
Apakah pak Kiai
mengenal nama-
nama santri beserta
kepribadiannya?
Kalau nama masing-masing tidak,
karena banyaknya santri, namun
untuk kepribadian dan latar
belakang masing-masing santri
saya tahu semua.
Apakah pak Kiai
memperhatikan
aktivitas seluruh
santri?
Iya, selama 24 jam saya selalu
control aktivitas santri. Saya tidur
belakangan setelah semua santri
tidur, dan bangun lebih awalan
sebelum santri bangun. Bahkan
ketika tengah malam saya sering
mengontrol santri yang tidur, jika
terlihat ada santri yang tidur digigit
nyamuk maka saya akan lindungi.
Hal ini karena merasa santri adalah
anak sendiri.
Apakah pak Kiai
pernah memanggil
salah seorang santri
dengan nama
panggilan yang tidak
semestinya?
Tidak pernah karena nama adalah
doa, dan nama yang dimiliki setiap
santri adalah nama yang baik yang
diberikan orangtua nya masing-
masing.
Apakah pak Kiai
selalu mendoakan
untuk kebaikan
santri?
Pasti saya doakan setelah salat
fardu maupun salat sunah
Bagaimana sikap
yang pak Kiai
tunjukkan ketika
melihat santri yang
berbuat salah?
Langsung saya tegur agar tidak
lupa dengan tetap menggunakan
nada yang lembut dan tidak
melukai perasaannya.
Sikap yang
ditunjukkan murid
terhadap guru
Menurut pak Kiai,
bagaimana sikap
yang santri
tunjukkan kepada
guru?
“Etika santri kepada gurunya
memang merupakan hal yang
utama di sini, tata cara bicaranya
selalu diperhatikan. Bahkan
dengan siapa pun santri di sini
dilarang menggunakan bahasa
panggilan “elu”, “gue”. Selain itu
seluruh santri di sini selalu datang
ke masjid atau kelas lebih dulu
sebelum guru itu datang. Selain itu
ketika kegiatan belajar
u_1
mengajar sudah drmulai, hampirtidak ada yang izin keluar ke toiletkarena sebelum belajar semuasantri dan santriwati buru-bum ketoilet terlebih dahulu. Hal ini sayarasakan dan memang saya
kegratan belajarterapkan agartidak
(P:
Uji Referensi
LEMBAR UJI REFERENSI
Na:na : Iffatud Diyanah
NIM : 1113011000103
Judul Skripsi : Hubungan Guru dan Murid Menurut K.H. Hasyim Asy,ari dan
Implementasinya dalam Pembelajaran di pondok pesantren
Sa'idYusuf Depok ( Studi Kitab I dahul 'Alimwul )v,Iuto'ultim)
Dosen Pembimbing : Drs. Abdul Haris, MA
No Referensi Halaman Paraf
BAB Il Yatirnin Abdullah, Studi Akhlak dalam PerspektiJ
Al quran, (Jakarta: Amzah, 2007 ), Cet. I
1
2 Hasbullah, Dasar-Dasar llmu Perulidikan, (Jakarta: pT
Raja Crafindo Persada, 2008)
1
J Zlhairini, Dkk; F ilsafat Pendidiktn Islam, (lakarta:
Bumi Aksara, 2009), Cet. V
1
4 Hasbullah, Kaprta Selekto Pentlidikan Islarn, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1999)
I 95 Abduddin Nata, Persepektif Islarn Tentang Pola
Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001)
3
6 Tim Penyusun, Undang-Llndang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003'I'entang Sistenx l,endidikan
Nasional, (Jakarta: Depdiknas, 2003)
3
7 Suwendi, Sejarah dan Petnikiran Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
J
I
I
I
8 Abdul Aziz, 3 Dari 9 Murid Ditampar Guru di
Purwokerto Alami (.)idera dan l\auma Berat, 2018,
(bttpsllu.merdekaren)
4
9 Verlandy Donny Fermans ah, Kronologi Siswa Aniaya
Guru Sampai Tewas di Sampang, Kelas Seni Lukis yang
Berujung Tragis, 2018,
4
-4IO Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirnidzi, Al-
.lami'tt Tirmidzi, (Riyadh: Internationai ldeas Home Inc,
tt)
)
l'll Haidar Putra Dariay, Pendidikan Islam dalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2014),
6,7
12 Saroni, Profil Pe.tantren Said Yusuf, 2018,
(http://www. pesantren-saidvusuf. sch. id).
8
BAB II13 Sukring, Pendidik dan Pesefia Didik dalam Perspekrf
Islam, (Y ogyakarta: Graha lhnu, 2013)
161)
)l4 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, al-Jami'u Sltultih.
(Kairo: Al-Matba'ah as-Salafiyyah, i400 H)
14
15 Naiib Sulhan, Kdrater (juru Masa Depun Sukses dan
Bermartabal, (Surabaya: Jaring Pena, 2011)
15
vv16 Salman Harun, Tafsir Tarbawi: Nilai-Nilai Pendidikun
dalam Alquran, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013)
l6
17 Abuddin Nata, Perspehi/'lslam tentang I'olcr Hubungan
Guru-Murid: Studi Penikiran Tasawuf Al-(jhazali,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 ), Cet. I
17,19,20,
21
18 Tirn Penyusun, Undang-Undang N Nomor 20 7-ahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta:
Depdiknas,2003)
l9
t9 Albar Adetary Hasibuan, Filsafut Pendidikan Islam,
(Malang: UIN Malik Press, 2015)
22
20 Haidar Putra Dariay, Sejarah Pertuxtbuhan dan
Pembaruan Pendidikan Islam di lrulonesia, (Jakarla:
Kencana, 2007)
)1 )1
21 Arnin Haedari, dkk., Masa Depan ['esantren dalam
Tantangan Modernitas dan Tantangan kompleksitas
Global, (Jakana: IRD Press, 2004), Cet. I
23,24,32
22 Nurcholis Majid, Bilik-l3ilik Pe.santren: Sebuah Poffet
P erj al anan, (Jakarta: Paranadina, 1 997 )
)11 )7
l-) Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pe-suntren dan
Tarekat: Tradisi-'I'radisi [slam di Indonesl4 (Bandung:
Mizan. 1999) ,
24
\-t>r
24 Zamakhsyari Dhofier, 1'radisi Pesantren: Studi tentang
Pandangan Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1982)
2s,26,31
25 Mujamil Qomar, Pesantren dari I'ransforrnasi
Metodologi menfiu Demokrati,tasi Institusi, (Jakarta:
Erlangga, t.t.)
?5 7R 10
31,33
26 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor. & Pembaharuan
Pendidikan Pesantren, (Iakarta. Raja Grafindo Persada,
2005)
29
27 Zakiah Daradjat, dUlk., Ilmu Penditlkan Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara" 1996)
30
28 Zakiah Daradjat, dkk., Mebdik Khusus Pengajaran
Agatna Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. IV
32
t
29 Abuddin Nata, Filsdfat Pendidikan Islant: bagian l,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I
34
)30 Nik Haryanti, "Implementasi pemikiran KH. Hasyim
Asy'ari tentang Etika Pendidik", Jurnal Pendidikan,
Vol. 8, No. 2, (Desember 2013)
34
F3i Sulhan dan Mohammad Muchlis Solichin, Etika Peserta
Didik dalam Pembelajaran Perspektif KH. Hasyim
Asy'ari (Telaah Kitab Adabul 'Alim wa al Muta'alim)"
Jurnal Pendidikan Akhlak, Vol. 8. No. 2 (Desember
2013)
35
BAB I]IJL Sugiono, Mende Penelitian Ku.tntitdtif Kualitatif dan 38,43,44,-
47,48, 49)
1l<!-D, (Bandung: Alfabeta, 2006). Cet. I
JJ Rexy J Moleong, A,[etodologi Penelitiun Kualitatif,
(Bandung: Remaja Rosdakarya"2016), Cet. X)O(V
38
qJ4 Sukardi, Mebde Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 20i 1)
39 rv
35 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelirian
Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosy dakary a,2006),
Cet. II
40,4"1 I
BAB IV
36 Herry Mohamm ad, dkk.,7'okoh-ktkoh Islam yang
Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006)
50,53 .
37 Suwendi, Koru.rep Kependidikan KH.M. Haslim Aq"ari,
(Ciputat: LeKDiS, 2005)
5r, 52,54,
56, s8 YY38 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembnruan Pendidikan
Islam di Indonesia, (lakarta: PT Raia Grafindo Persada,
200s)
51 , 52, 54,
55 56
Hasbullah, Kapita Seleku Pendidikan Islam, (Jakarta:.
PT Rala Grafindo Persada, 1996)
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah
Aswaja: Mentahami, Mengatnalkan dan
Me ndakwahkan A hlussunnah wal,Iama' ah, (Surabaya:
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur,2016)
Ryan Putra Langgeng Asmoro, Etik(t dalam
Pendidikan: Studi Kitob Adabul 'Alim wa al-Mula'allim
Karya K.H. Hasyim Asy'ari, 2018.
(www.academia.edu)
Tim Dosen Ma'had Aly Hasyim Asy'ari, 7'eryemah
Adabul 'Alim wa ctl-M*a'allim Karya Hodratu,ssl'ctikh
KH.M. Hasltim Asy arl , (Jombang: Pustaka Tebuireng,
2016)
60,62,63,
64, 81, 83.
85, 86
Iakarta,24 Juli 20 i9
Dosen Pembimbing
/r'{r,Ri,i1r,;OiaYfi:i;.,
9660901199503i001
39 s5, 58
\40 56,57
41 57
I'