bappeda.kuningankab.go.id...kumpulan karya tulis ilmiah (kti) dengan pendekatan dari beberapa aspek/...
TRANSCRIPT
Hak cipta © pada penulis dan dilindungi Undang-Undang
Hak penerbitan pada PPPI Kuningan Press
Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam bentuk apapun tanpa
Izin dari Penulis dan Penerbit.
Bunga Rampai : Untuk Kuningan yang Lebih Baik
Penulis : Pejabat Fungsional Perencana Kabupaten Kuningan
Drs. H. Eka Komara, M.Pd
Ir. Haeruman
Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc
Esih Kurniasih, SE
Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti, SH
Desainer : Doni Muhammad Sirajuddini
Abstract Editor : H. Jajang Setiadi, S.Sos., MPA
Cetakan I : Desember 2019
SEPATAH KATA
Puji syukur Kami panjatkan kepada Illahi Rabbi karena atas Rahmat dan
InayahNya-lah buku bunga rampai ini dapat diselesaikan. Tujuan dari
penyusunan buku ini adalah dalam rangka pemenuhan angka kredit dalam
pengembangan profesi perencana serta dalam upaya untuk melatih para
perencana ahli dalam membuat karya ilmiah dengan lokus kajiannya berada di
Kabupaten Kuningan.
Bunga rampai dengan tema “Untuk Kuningan yang Lebih Baik” merupakan
kumpulan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan pendekatan dari beberapa aspek/
sudut pandang keilmuan yang dimiliki oleh perencana ahli Kabupaten
Kuningan.
Semoga buku bunga rampai ini bukan hanya menjadi dokumentasi tertulis para
perencana, tetapi dapat menjadi pemicu bagi tulisan-tulisan ilmiah bagi para
pejabat fungsional perencana dan pejabat administrasi perencana sebagai
bagian dari proses peningkatan keilmuan secara terus menerus.
Seperti pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, segala sesuatu tidak ada
yang sempurna, begitu pula dengan buku ini masih jauh dari sempurna. Dengan
kerendahan hati, komentar, kritik dan saran demi perbaikan akan diterima
dengan senang hati dan diucapkan terima kasih.
Kuningan, Desember 2019
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI
Sepatah Kata ........................................................................................................... v
Daftar Isi .................................................................................................................. vi
Pengaturan Adat Istiadat Hajatan dalam Mengurangi Kesulitan Beban Hidup
Masyarakat Miskin di Desa Windujanten
Eka Komara ...................................................................................................... 1
Inventarisasi Potensi Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten Kuningan Tahun 2019
Haeruman ......................................................................................................... 14
Pola Distribusi Permukiman di Kabupaten Kuningan
Iwan Mulyawan ............................................................................................... 20
Studi Kualitatif Pengaruh Objek Wisata Terhadap Para Pedagang di Kawasan Objek Wisata Pemandian Cibulan Kabupaten Kuningan
Esih Kurniasih .................................................................................................. 28
Pemanfaatan Digitalisasi dalam Mendukung Pelayanan Angkutan Penumpang Umum Berkualitas di Kabupaten Kuningan
Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti............................................................... 36
Assessment Water Scarcity Index Based on Meteorological Water Availability
in Mountainous Area, Case Study in Kuningan Regency, West Java Province Arif Ismail, Iwan Mulyawan, Trianasari, Himayah, Jupri ........................... 46
vi
1
STUDI KASUS :
PENGATURAN ADAT ISTIADAT HAJATAN
DALAM MENGURANGI KESULITAN BEBAN HIDUP
MASYARAKAT MISKIN DI DESA WINDUJANTEN
Eka Komara
Perencana Ahli Madya
Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan
INTISARI
Pendekatan sosial budaya dalam penanggulangan kemiskinan masih sedikit. Padahal salah
satu penyebab kemiskinan berhubungan dengan adat istiadat. Salah satu adat istiadat
yang kental di masyarakat adalah hajatan. Dimana sering dan banyaknya kegitan ini di
kehidupan masyarakat, sehingga menjadi beban hidup masyarakat. Kajian ini betujuan untuk
mengggali sejauh mana mengetahui gambaran hajatan, aturan, sanksi, dukungan masyarakat
dan pengaturan Hajatan dalam mengurangi beban hidup yang dirasakan masyarakat miskin.
Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode kualitatif. Tehnik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara secara mendalam dan telahan dokumen. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Hajatan merupakan tanda syukuran ini ternyata disisi lain mempunyai
dampak negative, dengan bertambahnya beban hidup masyarakat. Maka Pemerintahan Desa
Windujanten sejak Kuwu D.Jahari (1969) telah melaksanakan pengaturan hajatan, hingga
sampai sekarang sudah 50 tahun pengaturan ini dilaksanakan dan ditaati masyarakat. Dengan
adanya pengaturan 4 (empat) kali sebulan, semacam win-win solution dan menjadi
perlindungan sosial masyarakat terutama keluarga miskin supaya terkurangi beban hidupnya .
Kata kunci: Adat istiadat, Hajatan, 4 (empat) kali sebulan, miskin
ABSTRACT
Socio-cultural approaches to poverty reduction are still few. Even though one of the causes of
poverty is related to customs. One of the strong customs in the community is celebration.
Where often and many this activity in community life, so it is a burden on people's lives. This
study aims to explore the extent of knowing the picture of celebration, rules, sanctions,
community support and the celebration of events in reducing the burden of life felt by the
poor. To achieve this objective, qualitative method is used. The data collection technique was
carried out by conducting in-depth interviews and completed documents. The results of the
study showed that the celebration was a sign of thanksgiving which turned out to have the
negative impact of increasing the burden on people's lives. So the Windujanten Village
Government since Kuwu D. Jahari (1969) has implemented a rule for celebration, until now
50 years this arrangement has been implemented and obeyed by the community. With the
arrangement of 4 (four) times a month, a kind of win-win solution and a social protection for
the community, especially poor families, so that the burden of their lives is reduced.
Keywords: Customs, Celebration, 4 (four) times a month, poor
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan telah dikeroyok berbagai
pihak., ternyata si Miskin sangat kuat dan
kokoh. Walaupun berbagai jurus telah
dikeluarkan untuk menanggulanginya.
Sehingga menurut BPS Kabupaten
Kuningan, sampai tahun 2018 bahwa
penduduk miskin di Kabupaten Kuningan
masih berjumlah 131,16 ribu jiwa atau
12,22%, angka prosentase yang jauh di atas
rata-rata Provinsi Jawa Barat yang berkisar
7,45 %.1
Selama ini ujung tombak pendekatan
yang terbanyak adalah pendekatan ekonomi
dengan pemberian bantuan uang dan barang.
Sangat sedikit sekali yang menyentuh
bidang budaya. Padahal sudah mafhum
bahwa kemiskinan disebabkan banyak
faktor, diantaranya Nasikun, menyoroti
beberapa sumber dan proses penyebab
terjadinya kemiskinan, salah satu
diantaranya adalah Cultural and ethnic
factors ( faktor budaya dan etnik)2
Contoh realitas di adat nenek moyang
yang membuat miskin, seperti Tradisi Belis
di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Telah
menjadi budaya 'mencekik leher' warga.
Sehingga adat istiadat ini menjadi ancaman
kehidupan ekonomi masyarakat, bahkan
merusak tatanan kehidupan sosial lainnya
Adapun adat istiadat yang kental di
NKRI adalah kondangan atas nama
“hajatan”, dengan kemasan undangan
“mohon doa restu”. Seseorang akan senang
mendapat undangan dipromosikan
jabatannya atau undangan rapat pembagian
keuntungan usaha. Namun lain halnya kalau
mendapat undangan hajatan. Karena
namanya undangan hajatan,seperti turun
hujan, tanpa pilih kasih .
1 BPS Provinsi Jawa Barat 2019 2 Nasikun, Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Magister Administrasi Publik. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001
Jika musim hujan turun semua daratan
baik gunung yang hijau atau gersang,
kota ramai atau desa terpencil semua
dicucurinya. Bahkan yang memiliki air yang
banyak, seperti sungai, danau dan
bendungan juga dicucurinyai. Undangan itu
tidak memandang yang diundang lagi punya
uang atau tidak. Pokoknya semua yang
dikenal diundang.
Permasalahan muncul, bagaimana
kalau yang diundang itu keluarga miskin,
hatta uang buat kehidupan sehari-hari saja
kesulitan. Selanjutnya si Miskin dalam
sepekan mendapat undangan hajatan banyak
dan bersamaan waktunya. Tentu yang
menerima undangan akan mengalami
kesulitan.
Kebijakan mengurangi kesulitan beban
hidup masyarakat tidak saja dilakukan
Pemerintah Pusat, ternyata dilakukan juga
oleh tingkat pemerintahan desa. Salah satu
diantaranya dengan membuat kebijakan
pengaturan hajatan.Maka melalui gambaran
awal itulah penulis tertarik untuk
mengadakan studi penelitian terhadap
kebijakan desa yang unik ini. Sehingga
penulis mengambil judul penelitian, “ Studi
Kasus : Pengaturan Adat Hajatan Dalam
Mengurangi Kesulitan Beban Hidup
Masyarakat Miskin di Desa Windujanten”.
Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari paparan yang telah
diuraikan pada latar belakang masalah di
atas, maka dapat diambil rumusan masalah
bahwa kesulitan beban hidup masyarakat
akan bertambah berat, jika adat istiadat
hajatan tidak dibatasi dengan aturan. Kalau
masyarakat yang tidak miskin saja merasa
terbebani dengan banyaknya undangan
hajatan ini, apalagi masyarakat yang miskin.
Untuk lebih spesifik, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Bagaimana hajatan di Windujanten?
2) Bagaimana aturan tentang hajatan di
Windujanten?
3
3) Bagaimana dukungan masyarakat
terhadap adat?
4) Bagaimana sanksi hukum hajatan di
Windujanten?
5) Bagaimana pengaturan hajatan dalam
mengurangi kesulitan beban hidup
masyarakat miskin?
Tujuan
Berdasarkan ruang lingkup
permasalahan sebagaimana dirumuskan di
atas kajian ini bertujuan untuk mengetahui
secara empiris mengenai gambaran hajatan,
aturan, sanksi, dukungan masyarakat dan
pengaturan Hajatan dalam mengurangi
kesulitan beban hidup masyarakat miskin.
Sasaran
1. Tersedianya informasi gambaran
hajatan, aturan, sanksi, dukungan
masyarakat dan pengaturan Hajatan
dalam mengurangi kesulitan beban
hidup masyarakat miskin.
2. Tersedianya rekomendasi untuk
pengaturan Hajatan yang melindungi
masyarakat miskin
METODOLOGI
Adapun bentuk penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan kualitatif deskripstif.
Penelitian ini sering berupa studi kasus atau
multi kasus. Penelitian kualitatif ditujukan
untuk memahami fenomena-fenomena
sosial dari sudut atau perspektif partisipan.
Partisipan ini adalah orang-orang yang
diajak berwawancara, diobservasi, diminta
memberikan data, pendapat, pemikiran, dan
persepsinya.
Penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, tetapi
dinamakan situasi sosial yang terdiri dari
tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku
(actor), dan aktivitas (activity). Sehingga
pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2015).3 Karena obyek penelitian
sudah ditentukan oleh peneliti, peneliti
sudah mengetahui sasaran yang bisa
memberikan data dan informasi untuk
penelitian. Pemilihan informan nantinya
dipilih berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan oleh peneliti sebelumnya.
Sampel yang digunakan dalam metode
penelitian kualitatif adalah sampel kecil,
tidak representatif, purposive (snowball),
dan berkembang selama proses penelitian.
Nasution (1992) mengungkapkan bahwa
metode kualitatif sampelnya sedikit dan
dipilih menurut tujuan (purpose) penelitian.4
Penelitian ini membutuhkan 12 subyek
yang akan diteliti agar mampu menjawab
pertanyaan penelitian yang disiapkan oleh
peneliti dan tentunya yang terkait dengan
fokus peneliti. Adapun subyek dalam
penelitian ini yaitu Warga Windujanten
yang meliputi; Kepala Desa, Perangkat
Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,
Keluarga Miskin, Keluarga yang sudah
melaksanakan Hajatan perkawinan/sunatan.
Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah
melakukan analisis terhadap jawaban dari
informan. Apabila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa
belum memuaskan, peneliti akan
melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu sehingga datanya sudah tidak jenuh.
Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif,
seperti yang dikemukakan Miles &
A.M.Huberman (1992:19), tiga tahapan
yang harus dikerjakan, yaitu (1) reduksi data
3 Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung 4 Nasution (1992), Metode Penelitian Naturlistik
Kualitatif, Tarsito, Bandung
4
(data reduction); (2) paparan data (data
display); dan (3) penarikan kesimpulan dan
verifikasi (conclusion drawing/verifying).5
KAJIAN PUSTAKA
1. Adat Istiadat
Secara umum, pengertian adat
istiadat adalah suatu sistem norma atau tata
kelakuan yang tumbuh, berkembang, dan
dijunjung tinggi oleh suatu masyarat secara
turun-temurun sehingga kuat integrasinya
dengan pola perilaku masyarakat. Dimana
Dewa Ragawino6, menyatakan bahwa
unsur-unsur terciptanya adat adalah:
a) adanya tingkah laku seseorang;
b) dilakukan terus menerus;
c) adanya dimensi waktu; dan
d) diikuti oleh orang lain/masyarakat.
2. Hajatan
Hajatan adalah acara (seperti resepsi
dan selamatan). (Sumber : KBBI ).7 Hajatan
perkawinaan disebut mantu, hajatan sunatan
disebut nyunati, dan sebagainya. Sinonim
dari hajatan acara, kenduri, perhelatan,
pesta, resepsi, selamatan, walimah, festival,
perjamuan. Orang yang tinggal di kampung
tentunya tak asing dengan acara hajatan.
Pada dasarnya, hajatan adalah pesta,
perayaan atau syukuran terhadap suatu
moment yang jarang terjadi seperti
pernikahan dan sunatan. Sudah menjadi
tradisi kalau ada anggota keluarga yang mau
nikah atau sunatan lantas keluarga tersebut
mengadakan hajatan, walaupun tidak wajib
namun jika tidak melaksanakan terasa
belum lengkap. Dalam hajatan terjadi
interaksi antar warga masyarakat bahkan
5 Miles, M.B & A.M.Huberman, 1992. Analisa Data
Kualitatif: (Penerjemah Tjetjep Rohendi R). Jakarta:
Universitas
Indonesia Press. 6 Dewa Ragawino, Dewa Ragawino,2008, Pengantar
dan Asas- Asas Hukum Adat Indonesia, Fakultas 7 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
suasana untuk bergotong royong dalam
pelaksanaan acara kegiatan dimaksud.
Pemberian dalam sebuah konteks
tertentu dapat disebut dengan “meyumbang”
(kondangan) Malinowski menyebutkan
bahwa sistem menyumbang yang
menimbulkan kewajiban membalas
merupakan sebuah prinsip dari masyarakat
kecil yang disebut principle of resiprocity
atau prinsip timbal balik8. Dengan kata lain
pemberian merupakan sebuah pentuk
pertukaran bersifat resiprokal9. Dimana
Afifah Fadlil Ula dalam studi Kasusnya
mejelaskan bahwa Di Desa Nunuk sendiri,
prinsip ini dapat kita temukan, misalnya
ketika kondangan beras. Seseorang akan
menyumbang beras ketika ada acara hajatan
tertentu dengan harapan di kemudian hari
ketika dia punya hajat, orang lain akan
mengembalikan sebesar pemberiannya.10
Mengacu pada kegitan menyumbang
secar agaris besar dibedakan dalam dua
klasifikasi, yakni kegiatan suka dan
peristiwa duka. Semua kegiatan/peristiwa
ini umumnya menyangkut semua siklus
kehidupan, menikah , hamil, melahirkan,
sunatan, kematian serta rangkaian ritual
yang menyertai peristiwa-peristiwa
tersebut.11 Ritual ritual seputar siklus
kehidupan ini ditandai dengan aktivitas
sumbang menyumbang yang pada dasarnya
dilandaskan pada tujuan tolong menolong
dan bergotong royong sebagai prinsip dasar
resiprositas. 12
8 Koentjaraningrat.1977,sistem Gotong Royong dan Jiwa Gotong Royong, Berita Antropologi 9/30:4-
16.Terbitan
Khusus Aneka Warna Gotong Royong. Jakarta. Jurusan Antropologi UI. 1977:4) 9 Mauss,Marcel,1992,Pemberian bentuk dan Fungsi
Tukar Menukar di Masyarkat Kuno,(terj), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal :61) 10 Afifah Fadlil Ula dan Hilarius S Taryono, Perubahan
Bentuk Resiprositas dalam kehidupan sosisl masyarakat Desa
Nunuk Indramayu,2014,Fisp UI, hal 4) 11 Koentjaraningrat (1980) Sejarah Teori Antropologi I, Jakrata,UI-Press 12 Scott,1981, Moral ekonomi petanipergolakan dan
subsistensi di Asia Tenggara,jakarta, LP3ES
5
3. Kemiskinan
Supriatna (1997) menyatakan bahwa
kemiskinan adalah situasi yang serba
terbatas yang terjadi bukan atas kehendak
orang yang bersangkutan. Suatu penduduk
dikatakan miskin bila ditandai oleh
rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas
kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta
kesejahteraan hidupnya, yang menunjukkan
lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan
bisa disebabkan oleh terbatasnya sumber
daya manusia yang ada, baik lewat jalur
pendidikan formal maupun nonformal yang
pada akhirnya menimbulkan konsekuensi
terhadap rendahnya pendidikan informal.13
Menurut Emil Salim (1984),
mendefinisikan golongan miskin adalah
mereka yang berpendapatan rendah karena
rendahnya produktifitas, di mana rendahnya
tingkat produktifitas disebabkan oleh : 1.
tidak memiliki asset produksi, 2. lemah
jasmani dan rohani. 14 Umumnya, suatu
keadaan disebut miskin bila ditandai oleh
kekurangan atau tidak mampu memenuhi
tingkat kebutuhan dasar manusia.
Kemiskinan tersebut meliputi tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar yang
mencakup aspek primer dan sekunder.
Aspek primer berupa miskinnya aset
pengetahuan dan keterampilan, sedangkan
aspek sekunder berupa miskinnya jaringan
sosial, sumber-sumber keuangan, dan
informal, seperti kekurangan gizi, air,
perumahan, perawatan kesehatan yang
kurang baik dan pendidikan yang relatif
rendah.
4. Beban Hidup
Arti kata beban menurut KBBI adalah
1) barang (yang berat) yang dibawa
(dipikul, dijunjung, dsb); muatan (yang
ditaruhkan di punggung kuda, keledai, dan
sebagainya) contoh: 'mana boleh kuda ini
13 Supriatna, T.Dr., 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan
pengentasan Kemiskinan. Humaniora Utama Press, Bandung 14 Emil Salim, 1984, Perencanaan Pembangunan dan
Pemerataan Pendapatan, tp. Jakarta
diberi beban yang seberat itu'. 2) sesuatu
yang berat (sukar) yang harus dilakukan
(ditanggung); kewajiban; tanggungan;
tanggung jawab (Kata kiasan) contoh:
'urusan ini menjadi beban kita4
Ketika kita berbicara mengenai beban,
maka yang ada di fikiran kita adalah sesuatu
tanggungan masalah/ suatu hal yang menitik
beratkan pada sesuatu. Dalam kajian lain
beban juga merupakan suatu hambatan yang
memberatkan. Semisal: mobil yang
mengangkut banyak barang, maka mobil
tersebut tidak bisa melaju dengan kecepatan
tinggi. Ini merupakan beban. Dan juga
pesawat yang membawa banyak penumpang
yang melebihi batas max, maka pesawat
tersebut akan mengalami kesulitan dalam
lepas landas. Ini juga merupakan beban.
Begitupula dengan beban yang bila kita
kaitkan dengan Hidup.
Hidup adalah sesuatu yang memiliki
ruang dan waktu, yang memiliki masa dan
zaman. Beban Hidup artinya sesuatu yang
menghambat perjalanan/ pergerakan ruang
dan waktu dalam kehidupan. Jadi beban
hidup dapat diartikan sesuatu yang
menghambat kehidupan dalam memperoleh
tujuan 15
5. Hubungan adat budaya dan
kemiskinan
Kemiskinan (Poverty) merupakan
permasalahan sosial multi dimensional.
Kemiskinan tidak bisa dilihat hanya
permasalahan yang berkaitan dengan
kekurangan pendapatan semata, namun
lebih dari itu. Karena penyebabnya juga bisa
dari berbagai macam, menurut Nasikun
beberapa sumber dan proses penyebab
terjadinya kemiskinan, yaitu:
a) Policy induces processes, yaitu proses
pemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu
kebijakan, diantaranya adalah kebijakan
anti kemiskinan, tetapi realitanya justru
melestarikan.
15 Fikri Arief, Beban Hidup, Kompasiana, 11 Juli 2010
6
b) Socio-economic dualism, negara bekas
koloni mengalami kemiskinan karena
poal produksi kolonial, yaitu petani
menjadi marjinal karena tanah yang
paling subur dikuasai petani skala besar
dan berorientasi ekspor.
c) Population growth, prespektif yang
didasari oleh teori Malthus, bahwa
pertambahan penduduk seperti deret
ukur sedangkan pertambahan pangan
seperti deret hitung.
d) Resources management and the
environment, adalah unsur
mismanagement sumber daya alam dan
lingkungan, seperti manajemen
pertanian yang asal tebang akan
menurunkan produktivitas.
e) Natural cycle and processes, kemiskinan
terjadi karena siklus alam. Misalnya
tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu
jika turun hujan akan terjadi banjir, akan
tetapi jika musim kemarau kekurangan
air, sehingga tidak memungkinkan
produktivitas yang maksimal dan terus-
menerus.
f) The marginalization of woman,
peminggiran kaum perempuan karena
masih dianggap sebagai golongan kelas
kedua, sehingga akses dan penghargaan
hasil kerja yang lebih rendah dari laki-
laki.
g) Cultural and ethnic factors, bekerjanya
faktor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalnya pada
pola konsumtif pada petani dan nelayan
ketika panen raya, serta adat istiadat
yang konsumtif saat upacara adat atau
keagamaan.
h) Exploatif inetrmediation, keberadaan
penolong yang menjadi penodong,
seperti rentenir. diterapkan pada suatu
daerah yang fragmentasi politiknya kuat,
dapat menjadi penyebab kemiskinan.
i) Interbational processe, bekerjanya
sistem internasional (kolonialisme dan
kapitalisme) membuat banyak negara
menjadi miskin2
PEMBAHASAN
1. Gambaran Desa Windujanten
Desa Windujanten terletak di Daerah
Kawasan Kuningan, dengan luas Wilayah
149.837 Hektar yang terdiri dari 4 Rukun
Warga (RW) dan 16 Rukun Tetangga (RT)
yang merupakan salah satu Desa yang
berada di wilayah Kecamatan Kadugede
Kabupaten Kuningan. Secara Visualisasi,
wilayah administratif dapat dilihat dalam
Peta Wilayah Desa Windujanten sebagai
berikut ;
Desa Windujanten merupakan desa yang
berada di daerah dataran tinggi.Sebagian
besar wilayah Desa Windujanten adalah
dataran yang tinggi, dimana hampir semua
desa-desa yang berada di Kecamatan
Kadugede merupakan dataran yang tinggi
dan rata. Di sebelah timur dibatasi oleh
Desa Cibinuang, dan disebelah selatan
berbatasan dengan Desa Cipondok,
sementara di sebelah barat dibatasi Desa
Cipondok dan sebelah Utaranya dibatasi
Kelurahan Cigadung.
Gambar 1
Peta Desa Windujanten
Penduduk Desa Windujanten
berdasarkan data terakhir hasil Sensus
Penduduk Tahun 2018 tercatat sebanyak
3008 jiwa terdiri dari Laki-laki 1.477 dan
Perempuan 1.531. dengan jumlah Kepala
Keluarga 918 Kepala Keluarga dengan
7
Keluarga Miskin Sosial ada 60 keluarga
(PMKS,2018)16 Adapun kondisi sosial
kemasyarakatan desa Windujanten, seperti
diungkapkan oleh Pejabat Kepala Desa
Windujanten, M. Reza, STP,M.Si bahwa
“Saya diangkat menjadi pejabat Kepala
Desa Windujanten untuk penugasan mulai
14 Juni 2019. Setelah membandingkan
dengan 12 desa yang di wilayah kecamatan
Kadugede, Desa Windujanten kehidupan
masyarakatnya lebih maju. Kondisi lebih
rapih dan bersih. bahkan tingkat
parstisipasi dalam pembangunan terlihat
bagus, dicontohkan dalam pembangunan
pelebaran jalan di Dusun Kaliwon, tidak
menggunakan dana desa tapi dengan biaya
sendiri menyewa beko, keinginan desa
menjadi daerah wisata, dengan membuat
Wisata Arum Jeram di Dusun Wage dan
rencana membangun wisata pertanian.
Mengundang penceramah pengajian
tinggkat nasional seperti Habib Riziq, Buya
Yahya, Ust.Evi,dan yang lainnya . yang
tidak semua desa mampu melakukan
kegiatan seperti itu.”17
2. Gambaran Hajatan di Windujanten
Kegiatan Hajatan di Desa Windujanten
mengikuti hajatan adat istiadat Sunda, yakni
dalam rangka pernikahan dan khitan. Jika
yang hajatan seorang muslim, maka
pelaksanaan hajtan pernikahan dan khitan
untuk menambah kesempurnaan dalam
ibadahnya. Karena menurut keterangan
agama, untuk pernikahan berarti “sungguh
dia telah menyempurnakan setengah
agamanya” (ash-Shahihah no. 625)..
Sehingga saat hajatan Nining menyatakan,
“Alhamdulillah, bersyukur, anak sudah
selamat punya jodoh.18. Begitupun
keterangan agama untuk khitan,
“Barangsiapa yg masuk Islam maka
hendaknya dia berkhitan” (Hadits riwayat
16 Profil Desa Windujanten 2019 17 Hasil Wawancara Dengan M. Reza,STP,M.Si, Pejabat Desa Windujanten, 42 tahun 18 Hasil Wawancara Dengan Nining, Pembantu Rumah
Tangga, 52 tahun
As-Syaukani dalam At-Talkhis Al-Jabir) , sehingga Aah Robi’ah, menyatakan
“Alhamdulillah, anaknya, minta sendiri
untuk disunat (khitan)”.19 Ungkapan rasa
syukur seseorang yang telah melaksanakan
perintah agamanya.
Karena pernikahan dan khitan
dilakukan sekali dalam seumur hidup bagi
seseorang. Maka hajatan bagi orang tua
yang mempunyai anak, sangat penting
karena ingin memberikan yang terbaik dan
terindah pada anaknya.20. Apalagi dikuat kan
oleh ajaran agama. “Umumkan nikah.” (HR. Ahmad 16130) Supaya tetangga pada mengetahui.21
Sehingga banyak si empunya hajatan
berkeinginan dalam pelaksanaan diusahakan
berlangsung semeriah mungkin. Apalagi
kalau anaknya hanya satu, orang tua akan
semaksimal mungkin mengeluarkan
pendanaan untuk hajatannya. Istilahnya
“ngetrukeun kanjut kundang’, sehingga
untuk membiayai hiburan hajatannya pun
yang termahal,seperti menyelenggarakan
hiburan (nanggap) wayang dengan Dalang
Asep Sunandar dari Bandung.
Adapun proses hajatan menurut Ganda
Praja bahwa “ Dahulu waktu jaman Kuwu
Kidul Sastrasasmita (1938-1967)
masyarakat masih Guyub dan kompak
dalam pelaksanaan hajat. kalau sudah
dipastikan mau hajatan, biasanya Kepala
Dusun, tokoh-tokoh masyarakat mengajak
masyarakat bersilaturahmi kepada yang
akan melaksanakan hajatan, dengan istilah
“nanya beja”.
Waktu hajatan masyarat datang membantu
mulai buat balandongan, membantu masak,
menjadi panitia penerima tamu dan yang
lainnya. Tetangga sekitar membantu tanpa
minta upah. Hanya diantar makanan
19 Hasil Wawancara dengan Aah Robi’ah, Pedagang,42 tahun 20 Hasil Wawancara dengan Dade Yubaedah, SH,MH.,
ASN, 51 tahun 21 Hasil Wawancara dengan KH. Mansyur Yunus,Ketua
MUI Desa, 76 tahun
8
berekat ke rumahnya. Malam sebelum hari
H, ada lomba gaplehan kadang sampai
pagi. Yang juara mendapat hadiah menarik
sekedarnya. Hari H-nya hiburan kesenian,
ada yang memilih tunil, reog, calung,
gemyung dan wayang golek sesuai
kemampuan yang punya hajatan. Dan rata-
rata banyak yang menontonnya.22”
Zaman berubah, pelaksanaan hajatan
pun berubah. Dimana masyarakat disibukan
dalam pekerjaaannya yang beragam.
Sehingga untuk mencari orang membantu
hajatan susah, walaupun akan di bayar.
Sehingga tak heran, lebih baik menyewa
tempat hajatan kota seperti Gedung
Sanggariang atau yang sejenisnya di kota
dengan sekalian satu paket makanannya.
Diungkapkan Dade Yubaedah, “Disamping
biayanya tidak jauh berbeda, juga
membawa ketenangan kepada yang punya
hajatan. Kekhawatiran makanan yang
disediakan untuk tamu undangan tidak
mencukupi akan hilang dan tidak perlu ada
kegiatan mengantar “ berekat” ke rumah
tetangga karena tidak ada kegiatan masak
memasak di dapur.”20
3. Gambaran aturan Hajatan di
Windujanten
Adapun urutan pelaksanaan acara
hajatan. Pertama, silaturahmi lapor ke
Kepala Dusun.
Selanjutnya Kadus menganjurkan
lapor ke Pemerintahan Desa, terutama
menghubungi pihak Pejabat Kesra.
Terutama jangan sampai bentrok jadwal
kegiatan hajatan. Saat mendaftarkan
pelaksanaan hajatan menurut Dade
Yubaedah, “Tidak ada uang pendaftaran
untuk hajatan.” 20
22 Hasil Wawancara Dengan Ganda Praja, Petani ,92
tahun
Gambar 2
Daftar Hajatan Desa Windujanten 2019
Kemudian setelah selaturahmi lagi ke
Kepala Dusun, untuk merencanakan
membuat panitia hajat dan rencana acara
kegiatan hajatan.
Pentingnya pengaturan hajatan,
disebabkan kalau tidak diatur akan jadi
masalah besar. Perlu diatur orang yang
bertanggung jawab mengurus tamu, bagian
cuci, bagian penyedia parasmanan dan
pelaksana acara hajatan. Aah Robiah
mengatakan, “Jangan sampai panitia
parasmanan tidak ada ditempat, kasihan
tamu undangan”19
Bahkan adanya Pelaksaan hajat 1
(satu) tempat sehari ini, akan memudahkan
setiap pihak. H. Sholehudin mengatakan,
“Khususnya bagi Kepala Dusun yang
diangkat sebagai ketua panitia hajatan,
akan senantiasa ada ditempat hajat.
Pengatur keamanan hansip desa tidak akan
kerepotan.”.23
Ternyata yang diatur tidak saja
pengaturan pelaksanaan hajatan, termasuk
yang akan datang ke kondangan, Ganda
Praja menyatakan,” Pengaturan yang akan
datang ke tempat hajatanpun diatur sejak
dulu. Diantaranya yang datang ke tempat
hajat kalau pemuda dan dewasa setelah
magrib, ibu-ibu setelah dhuhur sampai
menjelang magrib dan para orang tua dan
keluarga, keluarga, kerabat dan teman pada
pagi hari.”22
23 Hasil Wawancara Dengan H. Sholehudin, Mantan
Kesra Desa, 77 tahun
9
4. Gambaran Dukungan Masyarakat
Terhadap Adat Istiadat Hajatan
Dalam praktek pelaksanaan peraturan
itu, tidak semudah dalam rapat. Wujud
Tantangannya jika kedua belah pihak sudah
memutuskan hari tapi di desa sudah tercatat
ada 4 (empat) orang yang hajat. Sehingga
sulit bagi yang punya rencana. Apalagi
sudah dihitung tanggal keberuntungannya.
Terkadang yang punya niat hajatan,
memaksa untuk terlaksana. Menanggapi
sikap seperti itu, Indri Nurdiana
menyatakan, “Pihak Pemerintah
Desa,mempersilahkan melaksanakan
hajatan tapi jangan mengundang
masyarakat Desa Windujanten. Kalau mau
mengundang masyarakat waktunya dirubah.
Hal ini dilakukan agar adat kebiasaan tetap
bisa berlangsung dan ditaati masyarakat.”24
Selanjutnya diungkapkan Indri
Nurdiana “Seperti, Desember sekarang saja
( tahun 2019), sudah 4 (empat) orang dan
tetangga saya, H. Samid, rencana mau
khitan cucunya, setelah bekonsultasi dengan
dirinya dan melihat jadwal Hajatan di
Kantor Pemerintahan Desa, maka beliau
pelaksanaan hajatnya mundur cari waktu
lain.” 24
Masyarakat yang mentaati aturan adat
ini merupakan modal sosial yang baik.
Sehingga menurut Indri Nurdiana,” Saya
sebagai anak muda bersyukur punya adat
ini. Adat ini warisan yang bagus perlu
dipertahankan.Sehingga perlu dibuat
tertulis. Dan ini merupakan unggulan Desa
Windujanten. Orang tua kita sudah
berpikiran panjang untuk memberikan
kebaikan kepada masyarakat. Maka sebagai
anak cucunya wajib melestarikannya24”
Dukungan terhadapnya datang dari Aas,
“Istiadat sudah bagus diusulkan agar tetap
dipertahankan, sering diumumkan
(disosialisasikan).”25
24 Hasil Wawancara Dengan Indri Nurdiana, Sekretaris
Desa, 35 tahun 25 Hasil Wawancara Dengan Aas, Petani, 56 tahun
Ternyata pengaturan adat istiadat ini
mendapat aprisiasi dari warga desa lain,
Kata Indri Nurdiana, menirukan pendapat
temennya dari warga desa lain, “ Saya
sangat salut ka masyarakat Windujanten,
hajatan bisa diatur. Dan sampai saat ini.
masyarakat masih mentaati aturan hajatan
itu.”.24
Ketaatan masyarakat terhadap aturan
hajatan sudah berlangsung lama ini,
dikarenakan aturan ini sangat berguna dan
menguntungkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Asep, mengungkapkan
pengalamannya “Ketika kondangan ke desa
Ciherang, dirinya sampai ke tempat yang
dipasang umbul-umbul, ternyata bukan
tempat hajatan yang mengundangnya.
Kemudian dirinya diberitahu Panitia
hajatan disana bahwa pada hari itu ada 7
(tujuh) tempat yang bersamaan melakukan
hajatan”. 26
Mendengar realita kondisi Hajatan di
tempat lain semacam itu, membuat Aas,
menyatakan ” Kacipta teuing pusingna.
warga desa eta. Era lamun teu kondangan
teh..” ( Terbayang pusingnya warga desa
itu. Malu kalau tidak kondangan. Sehingga,
Dade Yubaedah, berpendapat , “Aturan
hajatan di Desa Windujanten ini perlu
ditularkan ke daerah lain dan
dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi
lagi, baik tingkat kecamatan atau kabupaten
agar lebih banyak lagi masyarakat
terkurangi beban hidupnya”.20
4. Gambaran Sanksi Hukum Hajatan di
Windujanten
Pengaturan hajat bukan berarti tidak
mengandung masalah. Asep menyatakan,
“Pernah kejadian orang tersebut mau
melakukan hajatan dan mengundang
masyarakat. Dan saya sampaikan anjuran
mengenai adat istiadat di Windujanten
jangan sampai melebihi 4 (empat) yang
melaksanakan. Warga tersebut bersikeras,
26 Hasil Wawancara Dengan Asep, Kadus Kliwon, 44
tahun
10
dengan menyatakan sudah dihitung
“fengsui“nya. Padahal pada bulan itu
sudah ada 4 (empat) orang. Maka sebagai
Kepala Dusun melarangnya, kecuali kalau
hanya sekedar “ngelist” (undangan pakai
fotocopian) ternyata warga tidak
mengindahkan anjurannya. Dia tetap
mengundang warga walau tidak semua
hanya “ditotolan bae” (istilah kampung.
Yang maksudnya hanya orang-orang
tertentu saja yang diundang). 26
Pada hari H pelaksanaan hajat,
kebetulan sebagai Kepala Dusun
berkewajiban melihat ke tempat warganya
hajatan, ternyata pelaksanaan hajat tidak
semeriah biasanya hajatan. Asep
menyatakan, “Yang hadir ketempat
undangan hanya beberapa orang, itupun
dari keluarganya saja. Karena keluarga
mereka tidak makan ke tepat parasmanan
makanan. Sehingga makanan parasmanan
sampai waktu sore ashar masih utuh dan
banyak . Saksi lain atas kejadian ini, boleh
tanya pa H. Ewo sebagai penerima tamu”.26
Sedangkan tambahan keterangan lain,
menurut Wali, “Orang tidak memenuhi
undangan acara hajatannya. Biasanya yang
si empunya hajatan, sudah sering
melakukan hajatan. Atau orang yang jarang
mendatangi undangan hajatan tetangganya.
Atau ada hambatan hujan besar pada hari
H”27
Di sisi lain sanksi bagi orang yang
tidak datang undangan hajatan tidak ada.
Hanya berupa perasaan bersalah kalau tidak
datang keundangan. Aah Robiah
menyatakan, “Dirinya takut kalau diketahui
yang mengundang. Pengundang akan
menyatakan “harianeun” tidak memenuhi
undangannya. Hal itu dialaminya pada saat
ketemu dengan pengundang, perasaannya
merasa tidak nyaman.”19
Sehingga untuk menghindari perasaan
tidak nyaman, terutama bagi yang sudah
melakukan hajatan, Dade Yubaedah
menyatakan, “ Dirinya akan membuka buku
27 Hasil Wawancara Dengan Wali, Petani, 35 tahun
catatan hajatan. Apa yang telah diberikan
tetangga pada saat dirinya melakukan
hajatan dan berupaya untuk hadir dalam
acara hajatannya.Karena khawatir
peristiwa waktu dulu jaman neneknya.
Pernah ada kasus, seorang ibu “ngontrog”
mendatangi tetangganya.Karena ia telah
menyimpan (menghutangkan) daging, me
dan beras. Maka kalau ada hajatan
tetangga perlu medatanginya. Andaipun
lagi keluar kota, ada kegiatan kerja yang
tidak bisa ditinggalkan maka dirinya akan
nitip amplop untuk yang akan hajatan.20
Selanjutnya agar tak terbebani dengan
hajatan tetangga, kalau memberi amplop
kondangan menurut KH. Mansyur Yunus,
“Diniatkan bersedekah membantu tetangga
yang sedang hajatan. Andaipun tidak besar
untuk kondangan, maka diisi semampunya
dan agar tidak malu amplopnya jangan
diberi nama.”21
5. Gambaran Pengaturan Hajatan
Dalam Mengurangi Beban Hidup
Yang Dirasakan Masyarakat Miskin
H. Sholehudin menerangkan bahwa
“Pengaturan Hajatan dibuat di Zaman
Pemerintahan Desa, Kuwu D. Jahari (1969
- 1981). Beliau memutuskan membuat
peraturan tidak boleh lebih dari satu yang
melakukan hajat dalam sepekan, sebulan
hanya 4 (empat) acara hajatan. Setelah
disepakati dalam rapat perangkat desa,
kemudian Kepala Desa membawa
kesepakatan itu kedalam musyawarah
LMD (Lembaga Musyawarah Desa).
Ternyata seluruh peserta musyawarah LMD
menyetujuinya, sehingga menjadi sebuah
keputusan desa”.
Pada saat mensosialisasikan
pengaturan hajatan ke masyarakat. Ada
yang bertanya , bagaimana jika akan
menikah sudah sepakat waktu pernikan
dengan adanya aturan itu? Maka H.
Sholehudin, menerangkan bahwa “ Kunci
peraturan hajatan ini, ada di dalam
pelaporan yang akan hajatan. 4 atau 6
11
bulan sebelum melaksanakan hajatan. Ada
waktu kedua belah pihak buat kesepakatan
untuk mendapatkan informasi waktu yang
kosong. Sehingga pada saat dari pihak
warga Windujanten yang akan menikah
dengan pihak luar akan mempunyai bahan
waktu pelaksanaan nikah sesuai dengan
jadwal yang kosong di desa. Disanalah
kedua belah pihak untuk melakukan
musyawarah untuk kesepakatan penentuan
waktu hajat. Setelah sepakat waktu baru
lapor lagi untuk dicatat di papan
pengumuman hajatan warga.” 23
Sejak itu pengaturan hajatan
dilaksanakan oleh masyarakat Desa
Windujanten, namun secara tertulis,wujud
peraturannya pada saat Zaman Kuwu Iman
(1981 s/d 1987). Dimana Drs. Maman, Kaur
Pemerintahan (Ngabihi) menerangkan,
“Pada saat itu saya baru diangkat bekerja
di Desa Windujanten. Saya dapat tugas
untuk membuat Perdes Peraturan Hajatan.
Dibuat dengan menggunakan mesin ketik
besar. Hanya masalahnya, karena Perdes
tersebut sudah lama dibuat. Sehingga saya
lupa lagi, tempat diarsipkannya Peraturan
ditu.
Namun walaupun demikian karena dulu
sering disosialisasikan, dan sudah di-
perdes-kan. Dan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat kalau mau melangsungkan
hajatan pernikahan atau khitan yang
mengundang masyarakat datang ke kantor
desa untuk minta izin .tanpa menanyakan
dimana peraturannya”28
Adanya peraturan hajatan di Desa
Windujanten, manfaatnya banyak dirasakan
masyarakat, khusus warga yang miskin.
Karena tidak bisa nutup muka atas
undangan hajatan dari tetangga atau
saudaranya.
Dengan peraturan hajatan, Aas
mengatakan, “aya lolongkrang neangan isi
amplop jeung narik nafas heula”. (bisa ada
28 Hasil Wawancara dengan Drs. Maman, Kaur
Pemerintahan (Ngabihi) , 53 tahun
jeda waktu untuk mencari isi amplop dan
menarik nafas dulu)
Pelaksanaan hajatan di Desa
Windujanten, berbentuk resiporsitas (timbal
balik). Dimana proses Resiprositas yang
dilakukan jangka Panjang. Dimana
Kondangan sama dengan menitipkan
barang, yang harus dikembalikan pada saat
orang itu membutuhkan. Istilahnya “nitip
barang” bagi yang memiliki anak.
Seandainya Salah seorang yang mau hajat
nitip daging 10 kg. Barang kali tak jadi
masalah kalau satu tetangga yang hajatan.
Jadi masalah, kalau waktu hajatan
berbarengan, dimana titipan harus
dikembalikan pada waktu yang bersamaan
dan banyak. Berapa uang yang dikeluarkan
seseorang untuk mengembalikan titipan?
Dade Yubaedah,mengatakan, “Kalau
pelaksanaan hajatan di suatu daerah terlalu
sering dengan waktunya berbarengan atau
dekat, akan membebani kehidupan
masyarakat daerah tersebut karena minimal
dirinya harus meminjam untuk mengisi
amplop uang kondangan.” 20
Dimana undangan hajatan
menyusahkan dan menjadi beban hidupnya
dirasakan langsung bagi keluarga miskin.
Kata Nining, “Dirinya menjadi stres dan
pusing. Dengan banyaknya kartu undangan
hajatan.”18 Hal yang sama dirasakan Aah,
“Stres dan pusing meningkat terjadi
sesudah Idul Fitri atau Idul Adha. Karena
sudah kelelahan habis lebaran dan uangpun
sudah berkurang untuk lebaran. Ditambah
“kondanganeun” banyak. 19 Sikap diatas
dikuatkan pula oleh masyarakat yang tidak
miskin, diantara M. Reza,STP,M.Si,
menyatakan, “Kita sendiri yang punya
pendapatan tetap merasa keberatan dengan
banyak kondanganeun, apalagi masyarat
yang pendapatannya kurang.”17
Dari sisi lain masalah akan terjadi pula
kepada yang mengundang jika undangan
bersamaan dan banyak. Karena yang datang
ke acara hajatan dirinya menjadi sedikit dan
andaipun datang baik saudara atau
teman dekat akan memberi “isi amplop”
12
yang sedikit pula. Sehingga banyak yang
sudah hajatan jatuh terpuruk setelah
melaksanakan hajatan. Indri Nurdiana
mengatakan, “Si empunya hajatan
yang mengalami kerugian seperti itu disebut
“ Katinggang balandongan”,setelah
hajatan bermasalah. banyak kesusahan dan
banyak hutang. 24
Pengaturan hajatan yang berlangsung
di Desa Windujanten merupakan suatu
kearifan lokal, yang harus dilestarikan.
Dimana Adat istiadat tersebut sangat
menguntungkan masyarakat banyak.
Sehingga M. Reza,STP,M.Si , berpendapat,
“ Pengaturan hajatan ini. Semacam win-win
solution. Yang mengundang ingin semua
datang supaya mendapat keuntungan besar.
Yang diundang juga tidak terlalu pusing
satu hari bersamaan. Maka akan ada
pilihan dalam memenuhi undangan, kalau
banyak yang mengundang, bisa dibagi uang
atau ada yang tidak bisa dihadiri.11
Disamping itu, menurut Aah Robiah,”
“Aturan ini melindungi masyarakat
terutama keluarga miskin. Dengan aturan
itu, membuat beban hidup kita semua sedikit
berkurang”19. Ditambahkan Wali, yang
menyatakan, “Kita tidak bisa melarang
orang melakukan hajatan. Tapi dengan
diaturnya hajatan semacam itu, tidak akan
terlalu membebani masyarakat. Ada jeda
untuk mencari isi amplop.”27
Jika ditinjau lebih jauh, ternyata
peraturan ini menjadi “ciri kekhususan desa”,
yang sangat unik (jarang atau tidak ada di
desa lain) dari sebuah pemikiran para pejabat
desa dan tokoh desa masa lalu dalam
memberikan perlindungan sosial bagi
masyarakatnya. Terutama untuk warga yang
miskin agar tidak malu dan tidak bertambah
berat beban kehidupannya, bila tetangganya
melakukan hajatan. Sehingga Dade
Yubaedah, dengan salut menyatakan, “Ini
adalah suatu inovasi pemerintahan desa.”20
KESIMPULAN
1. Hajatan dilakukan sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Alloh swt dan
keinginan orang tua untuk memberikan
yang terbaikpada anaknya.
2. Pengaturan hajatan empat kali sebulan
telah berlangsung 50 tahun sejak Jaman
Pemerintahan Desa Kuwu D. Jahari
(1969 - 1981) sampai sekarang
dilaksanakan dan ditaati oleh
masyarakat Windujanten.
3. Masyarakat tidak menghadiri undangan
hajatan, yang pelaksanaanya melanggar
peraturan adat istiadat hajatan..
4. Pengaturan hajatan semacam win-win
solution dan menjadi perlindungan
sosial masyarakat terutama keluarga
miskin.
REKOMENDASI
1. Disarankan dalam mengundang untuk
hajatan jangan ke warga desa lain,
apalagi tidak kenal secara pribadi.
2. Disarankan pengaturan dalam
pelaksanaannya diperbaharui lagi.
Dengan penambahan keterangan,
jangan sampai pelaksanaan hajatan
mengganggu kehidupan sosial
kemasyarakatan. Seperti suara salon
hiburan yang terlalu besar dan
mengganggu lalulintas
3. Disarankan agar adat istiadat ini tetap
dipertahankan, sering disosialisaikan ke
masyarakat, terutama generasi muda.
4. Disarankan Aturan Hajatan ditularkan
dan dikembangkan ke tingkat yang
lebih tinggi kecamatan atau kabupaten
agar lebih banyak lagi masyarakat
terkurangi beban hidupnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan
mendukung penelitian ini, terutama kepada
rekan-rekan Kelompok Jabatan Fungsional
Keahlian Perencana Kabupaten Kuningan
13
DAFTAR PUSTAKA
Afifah Fadlil Ula dan Hilarius S Taryono
(2014) ,Perubahan Bentuk
Resiprositas dalam kehidupan sosial
masyarakat Desa Nunuk Indramayu,
hal 4, Fisip UI, Jakarta
BPS Provinsi Jawa Barat, 2019
Dewa Ragawino (2008), Pengantar dan
Asas-Asas Hukum Adat Indonesia,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universiatas Padjadjaran, Bandung
Emil Salim (1984), Perencanaan
Pembangunan dan Pemerataan
Pendapatan, tp. Jakarta,
Fikri Arief, Beban Hidup, Kompasiana, 11
Juli 2010
Sugiyono (2015), Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Alfabeta,Bandung
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Koentjaraningrat.(1977),Sistem Gotong
Royong Dan Jiwa Gotong Royong,
Berita Antropologi 9/30:4-16.Terbitan
Khusus Aneka Warna Gotong Royong.
Jurusan Antropologi UI. 1977:4),
Jakarta
Koentjaraningrat (1980,) Sejarah Teori
Antropologi I,UI-Press, Jakarta
Mauss,Marcel, (1992),Pemberian bentuk
dan Fungsi Tukar Menukar di
Masyarkat Kuno,(terj), hal
:61)Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Miles, M.B & A.M.Huberman, (1992).
Analisa Data Kualitatif: (Penerjemah
Tjetjep Rohendi R).: Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Nasikun, (2001), Isu dan Kebijakan
Penanggulangan Kemiskinan.
Magister Administrasi Publik.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Nasution (1992), Metode Penelitian
Naturlistik Kualitatif, Tarsito,
Bandung
Profil Desa Windujanten 2019
Supriatna, T.Dr., (1997). Birokrasi
Pemberdayaan dan pengentasan
Kemiskinan.Humaniora Utama Press,
Bandung
Scott(1981), Moral Ekonomi
Petanipergolakan dan Subsistensi Di
Asia Tenggara, , LP3ES, Jakarta
Hasil Wawanacara dengan resonden:
1) KH. Mansyur Yunus,Ketua MUI
Desa , 76 tahun
2) M. Reza,STP,M.Si, Pejabat Desa
Windujanten, 42 tahun
3) Indri Nurdiana ,Sekretaris Desa, 35
tahun
4) Drs. Maman, Kaur Pemerintahan
(Ngabihi) , 53 tahun
5) Asep, Kepala Dusun Kliwon, 44
tahun
6) H. Sholehudin, Mantan Kesra
(Khatib) Desa, 76 tahun
7) Ganda Praja, Petani ,92 tahun
8) Aah Robi’ah, Pedagang,42 tahun
9) Dade Yubaedah, SH,MH., ASN, 51
tahun
10) Nining, Pembantu Rumah Tangga,
52 tahun
11) Aas, Petani, 56 tahun
12) Wali, Petani, 35 tahun
Drs. H. Eka Komara, M.Pd.
Perencana Ahli Madya
Bappeda Kabupaten Kuningan
14
INVENTARISASI POTENSI KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN
DI KABUPATEN KUNINGAN TAHUN 2019
Haeruman
Perencana Ahli Madya
Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan
INTISARI
Kabupaten Kuningan dengan karakter pembangunan berbasis pertanian mempunyai peran
yang strategis dalam pembangunan daerah. Strategi pembangunan dapat memanfaatkan
keunggulan wilayah sesuai dengan karakteristik wilayah. Inventarisasi potensi komoditas
unggulan pertanian merupakan salah satu strategi perencanaan pembangunan pertanian
dengan memanfaatkan potensi lokal yang sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.
Inventarisasi potensi komoditas unggulan pertanian yang telah dilaksanakan dapat dijadikan
acuan dalam pengembangan kawasan pertanian berdasarkan komoditas yaitu kawasan
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kawasan peternakan. Adopsi teknologi
pengembangan komoditas unggulan melalui studi komparasi dengan wilayah luar Kabupaten
Kuningan perlu dirintis agar terdapat kesinambungan pengembangan wilayah maupun
kerjasama lintas sektor yang saling menguntungkan. Pengembangan komoditas dapat
dikolaborasikan dengan pariwisata sehingga bisa menjadi wisata agro pada desa pinunjul.
Kata Kunci : Komoditas Unggulan, Potensi Lokal, Pengembangan Kawasan Pertanian
ABSTRACT
Kuningan Regency with the character of agriculture-based development has a strategic role
in regional development. Development strategies can utilize regional superiority according to
regional characteristics. Inventory of agricultural superior commodity potential is one of the
agricultural development planning strategies by utilizing local potential in accordance with
the characteristics of each region.
Inventory of potential agricultural superior commodities that has been implemented can be
used as a reference in the development of agricultural areas based on commodities, namely
food crops, horticulture, plantations and livestock areas. The adoption of superior commodity
development technology through comparative studies with regions outside Kuningan Regency
needs to be initiated so that there is continuity in regional development and cross-sectoral
cooperation that is mutually beneficial. Commodity development can be collaborated with
tourism so that it can be an agro tourism in pinunjul village
Keywords : Superior Commodity, Local Potential, Development of Agricultural Areas
Pendahuluan
Latar Belakang
Kabupaten Kuningan memiliki potensi
yang cukup besar dalam sektor pertanian
yang merupakan keunggulan kompetitif
karena letak dan kondisi geografisnya
di daerah yang beriklim sejuk dan tanah
yang subur. Keunggulan tersebut belum
dikelola secara baik, terencana dan
terstruktur sehingga perlu ada pembenahan
dalam pengelolaanya. Hal inilah yang
mendorong untuk mencari terobosan baru
dengan melakukan inventarisasi komoditas
unggulan yang ada di masing-masing
wilayah sesuai dengan kecocokan komoditas
di wilayahnya. Komoditas unggul yang
diinventarisir yaitu komoditas tanaman
15
pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan.
Perencanaan pembangunan dengan
pendekatan ini menekankan motor
penggerak pembangunan suatu daerah pada
komoditas-komoditas yang dinilai unggulan,
baik di tingkat domestik maupun
internasional. Penentuan komoditas
unggulan merupakan langkah awal menuju
pembangunan pertanian yang berpijak pada
konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
komparatif dan kompetitif dalam
menghadapi globalisasi perdagangan. Data
yang lama masih bersifat umum, belum
spesifik dan terfokus terhadap komoditas
unggulan sehingga diharapkan pembangunan
pertanian lebih efektif dan efisien.
Dengan kegiatan ini memudahkan
dalam pewilayahan komoditas unggulan
di Kabupaten Kuningan sesuai dengan
karakteristik wilayah masing-masing
sehingga dapat mengoptimalkan
produktivitas dan produksi masing-masing
komoditas. Potensi komoditas unggulan
yang ada dapat merupakan aset/modal utama
yang sangat berharga bagi pembangunan
sektor pertanian sehingga dapat dijadikan
landasan pengembangan pembangunan
di sektor pertanian.
Potensi lahan yang ada belum digali
secara optimal terutama dalam hal
pewilayahan komoditas pertanian secara luas
baik tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan maupun sektor peternakan.
Penataan komoditas akan memberikan
gambaran nyata tentang potensi kawasan
yang dapat dikembangkan sesuai dengan
keunggulannya.
Rumusan Masalah
Potensi Komoditas unggulan sektor
Pertanian di Kabupaten Kuningan belum
diinventarisisr secara baik dan terencana hal
ini dilihat dari data yang masih tersebar,
belum terfokus pada unggulan komoditas
yang memiliki potensi tinggi. Dengan
adanya inventarisasi komoditas unggulan
akan memberikan gambaran mengenai
penggunaan lahan yang sesuai
peruntukannya sehingga memiliki daya saing
produk lokal. Diharapkan keterkaitan
ekomoni antar sektor dapat terjalin dengan
baik sehingga jangkauan pasar komoditas
dapat tertata. Untuk mewujudkan hal ini
perlu dukungan sektor lain diantaranya
sarana penunjang berupa infrastruktur yang
baik.
Tujuan
Tujuannya adalah menginventarisasi
komoditas unggulan sektor tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan,
sehingga dapat memberikan gambaran
tentang potensi Pertanian unggulan di
Kabupaten Kuningan
Sasaran
Sasarannya adalah melakukan
Inventarisasi komoditas di 32 Kecamatan
yang memiliki keunggulan komoditas yang
meliputi tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan.
Metodologi Penelitian
Pendekatan penelitian dilakukan dengan
melibatkan seluruh UPTD Pertanian yang
tersebar di 32 kecamatan sebanyak 17 UPTD
Pertanian. Jenis Penelitian adalah Deskriptif
Kualitatif dengan cara mengumpulkan
seluruh data komoditas tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan data peternakan
kemudian dipilah berdasarkan sebarannya.
Tinjauan Pustaka
Komoditas adalah sesuatu benda nyata
yang relatif mudah diperdagangkan, dapat
diserahkan secara fisik, dapat disimpan
untuk suatu jangka waktu tertentu dan dapat
dipertukarkan dengan produk lainnya dengan
jenis yang sama, yang biasanya dapat dibeli
atau dijual oleh investor melalui bursa
berjangka.
Komoditas unggulan adalah komoditas
potensial yang dipandang dapat
dipersaingkan dengan produk sejenis di
daerah lain, karena disamping memiliki
16
keunggulan komparatif juga memiliki
efisiensi yang tinggi (Ely, 2014).
Pembahasan
Dalam pelaksanaan pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia,
secara lebih sederhana dibedakan dalam
bentuk pembangunan sektoral dan
pembangunan regional. Pembangunan
sektoral merupakan perencanaan dan
realisasi pembangunan nasional yang
dilaksanakan berdasarkan atas kepentingan
nasional, sedang pembangunan regional
merupakan perencanaan dan realisasi
pembangunan yang sesuai dengan skala
prioritas pembangunan di tingkat daerah
yang berotonomi. Dalam konteks
pembangunan regional, pemerintah telah
menggariskan suatu kebijakan yang
menghendaki agar pembangunan tidak
dilaksanakan secara terpusat melainkan
diharapkan melalui pembangunan daerah
sehingga dapat membangkitkan prakarsa
serta partisipasi masyarakat secara luas
untuk turut serta dalam mendukung dan
menyukseskan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan kondisi wilayahnya.
Pemilihan pengembangan perwilayahan
ini antara lain didasari oleh: (1) Sektor
riil belum bergerak dan belum
menggambarkan kondisi yang sama di
daerah, meskipun indikator makro nasional
nampak membaik, (2) Dimensi kewilayahan,
desentralisasi, pemberdayaan potensi lokal
harus menjadi cara berpikir, ideologi dan
langkah-langkah pembangunan, dan (3)
Kemajuan wilayah yang seimbang dalam
jangka panjang akan memperbaiki distribusi
penduduk, mengurangi tekanan pada daya
dukung lingkungan. Salah satu kebijakan
pembangunan yang dipandang tepat dan
strategis dalam rangka pembangunan
wilayah di Indonesia sekaligus
mengantisipasi dimulainya era perdagangan
bebas adalah kebijakan pengembangan
ekonomi lokal. Kebijakan pengembangan
ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan
kebijakan pembangunan di daerah yang
didasarkan pada pengembangan sektor-
sektor yang menjadi prioritas unggulan yang
diusahakan dalam wadah aktivitas ekonomi
masyarakat lokal (Wiranto, 2007).
Peran berbagai sektor yang ada di
Kabupaten Kuningan tidak dapat diabaikan
begitu saja, tetapi layak mendapat perhatian
dan perlu ditelaah lebih jauh jenis- jenis
komoditas yang memberikan informasi
tentang produk unggulan, potensial dan
sebagainya yang nantinya lebih fokus untuk
pengembangan di masa mendatang. Tabel 1. Komoditas Unggulan Nasional
N
o.
Kelompok
Komoditas
Jenis Komoditas
Pangan Non
Pangan
1. Tanaman
Pangan
Padi, Jagung,
Kedele, Kacang Tanah, Kacang
Hijau, Ubi
Kayu, Ubi Jalar
2. Hortikultura Cabe, Bawang
Merah,
Kentang,
Mangga,
Pisang, Jeruk,
Durian, Manggis
Rimpang
dan
Tanaman
Hias
3. Perkebunan Kelapa Sawit,
Kelapa, Kakao, Kopi, Lada,
Jambu Mete,
Teh, Tebu, Kemiri Sunan
Karet,
Kapas, Tembaka
u,
Cengkeh, Jarak
Pagar,
Nilam
4. Peternakan Sapi Potong,
Sapi Perah,
Kerbau,
Kambing/domba, babi, ayam
buras dan Itik
Sumber: Kementerian Pertanian Kajian sektor unggulan di Kabupaten
Kuningan telah dilakukan melalui banyak
kegiatan, antara lain: Unggulan yang meliputi
Sektor Pertanian, Industri dan Pariwisata,
tetapi dengan perkembangan globalisasi dan
dinamika masyarakat maka kajian-kajian
tersebut perlu dievaluasi lagi apakah masih
relevan atau sudah bergeser posisi masing-
masing unggulannya. Kajian ini dilakukan
untuk melihat kembali pergeseran yang terjadi
dan dapat digunakan untuk kegiatan investasi/
pengembangan produk atau komoditi.
17
Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah
ditentukan oleh kontribusi perekonomian yang
ada di wilayahnya. Tabel 2 Komoditas Unggulan Pertanian
Kabupaten Kuningan
No Jenis
Komoditi Kecamatan
Luasan
Tanaman
Pangan
1 Jagung (Ha) Darma 611
Cibingbin 762
Cigugur 246
Cimahi 212
2. Ubi Jalar (Ha) Cilimus 1.772
Jalaksana 516
Ciganda mekar 948
Kramatmulya 272
3. Ubi Kayu (Ha) Darma 1.109
Cigugur 64
4 Kedele (Ha) Cibingbin 323
Cimahi 213
5 Kacang Tanah
(Ha) Cibingbin 147
Maleber 122
6 Kacang Hijau (Ha)
Cibingbin 6
Cimahi 4
Hortikultura
7 Cabe Besar (Ha)
Darma 77
Kramatmulya 45
8 Cabe rawit
(Ha) Ciawigebang 70
Darma 115
9 Bawang
Merah (Ha) Jalaksana 75
Kramatmulya 91
10 Mangga (Phn) Cimahi 61,970
Kalimanggis 80.000
Ciniru 71.930
11 Rambutan
(Phn) Luragung 26.251
Mandirancan 19.750
Lebakwangi 21.350
12 Salak (Phn) Hantara 3.100
Nusaherang 2.871
Mandirancan 667
Perkebunan
13 Cengkeh (Ha) Cigugur 192
Kuningan 125
Cilimus 182
14 Pala (Ha) Selajambe 204
Darma 174
Subang 135
15 Kopi (Ha) Darma 231,35
Selajambe 228,63
Cilimus 116,48
Peternakan
15 Sapi Perah
(ekor) Cigugur 7.073
16 Sapi Potong (ekor)
Cibingbin 4.698
Cimahi 4.182
Cilebak 3.414
17 Ayam Pedaging
(ekor)
Jalaksana 180.092
Kuningan 498.000
Nusaherang 160.898
18 Ayam Petelur
(ekor)
Kramatmul
ya 115.418
Jalaksana 109.000
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan
Potensi Sub Tanaman Pangan
Komoditas unggulan tanaman pangan
berdasarkan sebaranaya adalah meliputi
tanaman Jagung Ubi Jalar, Ubi Kayu, kedele,
Kacang Tanah, Kacang Hijau. Tanaman
Jagung dan Kedele merupakan komoditas
unggulan nasional yang harus diusahakan di
Kabupaten Kuningan. Tanaman jagung yang
paling luas berada di kecamatan Cibingbin
seluas 762 ha dan Darma 611 Ha. Ubi Jalar
di Kecamatan Cilimus seluas 1.772 Ha di
Kecamatan Cilimus dan Jalaksana 516 Ha,
Cigandamekar 948 Ha dan Kramatmulya
seluas 272 Ha. Ubi Kayu di Kecamatan
Darma seluas 1.109 Ha dan Cigugur di
kecamatan 64 Ha, Kedele tersebar di
Kecamatan Cibingbin seluas 323 Ha dan
Cimahi seluas 213 Ha, Kacang Tanah di
Kecamatan Cibingbin seluas 147 Ha dan
Maleber seluas 122 Ha Kacang Hijau di
Kecamatn Cibingbin seluas 6 Ha dan
Kecamatan Cimahi seluas 4 Ha. Komoditas
tanaman pangan tersebut masih bisa
ditingkatkan potensinya. Komoditas nasional
yang direkomendasikan adalah padi, jagung
dan kedele. Sementara tanaman padi tidak
dibahas karena sebarannya populasinya
merata disetiap kecamatan dan merupakan
hal wajib yang harus dipertahankan
keberadaanya karena merupakan komoditas
utama.
18
Potensi Sub Sektor Hortikultura
Komoditas Hortikultura meliputi
sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.
Komoditas sayuran yang unggulan di
Kabupaten Kuningan meliputi Cabe besar
seluas 77 Ha di Kecamatan Darma dan
Kramat Mulya seluas 45 Ha. Cabe rawit
tersebar di Kecamatan Ciawigebang 70 Ha
dan Kramatmulya 115 Ha, Sementara
Bawang Merah tersebar di Kecamatan
Jalaksana seluas 75 Ha dan Kramatmulya
seluas 91 Ha.
Sedangkan untuk komoditas buah-
buahan meliputi tanaman Mangga, rambutan
dan Salak. Tanaman Mangga tersebar di
Kecamatan Cimahi sebanyak 61.970 pohon,
Kalimanggis 80.000 pohon dan Ciniru
71.930 pohon. Sebaran Tanaman Rambutan
terdapat di Kecamatan Luragung sebanyak
26.251 pohon, Mandirancan 19.750 pohon,
dan Lebakwangi 21.350 pohon. Tanaman
Salak menurut sebaran terdapat di
Kecamatan Hantara sebanyak 3.100 pohon,
Nusaherang 2.871 pohon dan Mandirancan
senayak 667 pohon. Dari segi luasan
Kecamatan Mandirancan lebih kecil
dibanding kecamatan lainnya namun dari
segi pemasaran sudah meluas berhubung
sudah menyediakan outlet-outlet pemasaran.
Tanaman hias tidak dibahas karena belum
ada unggulan yang dapat diandalkan.
Potensi Sub Sektor Tanaman Perkebunan
Komoditas yang potensial dikembangkan
sub sektor perkebunan di Kabupaten
Kuningan meliputi cengkeh, Pala dan Kopi.
Tanaman Cengkeh tersebar Kecamatan
cigugur seluas 192 Ha, Kecamatan Kuningan
125 Ha, dan Kecamatan Cilimus seluas 182
Ha. Tanaman yang ada sudah harus
direhabilitasi berhubung banyak tanaman tua
dan tidak produktif lagi. Tanaman Pala
tersebar di Kecamatan selajambe seluas 204
Ha, Darma 174 Ha dan Subang 135 Ha. Dari
segi produktivitas tanaman pala masih
rendah karena sebagian besar tanaman belum
menghasilkan. Tanaman Kopi dari segi
sebaran yang paling luas terdapat di
Kecamatan Darma seluas 231,35 ha,
Selajambe 228,63 Ha dan Cilimus seluas
116,48 ha. Dari segi luasan Kecamatan
Cilimus masih harus dikembangkan
potensinya namun dari segi pengolahan
sudah lebih unggul dibanding wilayah
lainnya.
Potensi Sub Sektor Peternakan
Komoditas peternakan jenis non-unggas
yang diusahakan meliputi sapi perah dan
sapi potong sedangkan komoditas unggas
meliputi ayam pedaging dan ayam petelur.
Sapi Perah tersebar di Kecamatn Cigugur
sebanyak 7.073 ekor. Sapi Potong tersebar di
Kecamatan Cibingbin 4.698 ekor,Cimahi
4.182 ekor dan Cilebak 3.414 ekor.
Pengembangan Sapi Perah sampai saat ini
dikelola oleh Koperasi Susu, sudah terjalin
kemitraan dengan perusahaan Susu Ultra
Jaya. Kemitraan ini perlu terus dijalin dan
ditingkatkan terutama dalam hal kualitas
susu dan kontinuitas produksi. Ayam
pedaging tersebar di Kecamatan Jalaksana
180.092 ekor, Kuningan 498.000 ekor,
Nusaherang 160.898 ekor. Ayam petelur
tersebar di Kecamatan Kramatmulya
115.418 ekor dan Jalaksana 109.000 ekor.
Pembudidayaan ayam baik petelur maupun
pedaging sebagian besar masih didominasi
oleh peternak perorangan.
Kesimpulan
Kabupaten Kuningan dengan karakter
pembangunan berbasis pertanian mempunyai
peran yang strategis dalam pembangunan
daerah. Strategi pembangunan dapat
memanfaatkan keunggulan wilayah sesuai
dengan karakteristik wilayah. Inventarisasi
komoditas merupakan salah satu strategi
perencanaan pembangunan pertanian dengan
memanfaatkan potensi lokal yang sesuai
dengan karakteristik wilayah masing-
masing.
Inventarisasi komoditas unggulan
pertanian dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan kawasan pertanian
berdasarkan komoditas yaitu kawasan
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
dan kawasan peternakan. Adopsi teknologi
19
pengembangan komoditas unggulan melalui
studi komparasi dengan wilayah luar
Kabupaten Kuningan perlu dirintis agar
terdapat kesinambungan pengembangan
wilayah maupun kerjasama lintas sektor
yang saling menguntungkan.
Komoditas yang sudah diketahui
penyebarannya ini dapat dijadikan bahan
kajian pelaksanaan kegiatan Desa Pinunjul
yang akan dirintis di Kabupaten Kuningan
mulai tahun 2020 mendatang.
Rekomendasi
1. Komoditas yang sudah diploting sesuai
dengan karakteristik wilayahnya agar
ditindaklanjuti dengan pengembangan
kawasan baik itu kawasan tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan
maupun peternakan atau gabungan
diantarana sektor maupun lintas sektor
diantaranya dengan pariwisata terutama
wisata alam.
2. Pengembangan kawasan agar
ditindaklanjuti dengan peganggaran yang
pendanaanaya berasal dari APBD
Kabupaten, APBD Provinsi atau dana
Pusat atau gabungan dari ketiganya
secara terintegrasi dan berkelanjutan.
3. Pengembangan komoditas dapat
dikolaborasikan dengan pariwisata
sehingga bisa menjadi wisata agro pada
desa pinunjul.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penelitian ini terutama
kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan
Fungsional Perencana Kabupaten Kuningan,
petugas data statistik pertanian Dinas
pertanian Kabupaten Kuningan dan UPTD
lingkup Dinas Pertanian Kabupaten
Kuningan.
Daftar Pustaka
Djaenudin, 2002 Pengembangan komoditas
unggulan,
Alkadri dan Djajadiningrat, 2000 Kriteria
mengenai komoditas unggulan
Hendayana, 2002.Komoditas Unggulan
Pertanian
Peraturan Menteri Pertanian
No.47/Permentan/OT.140/10/2006
tentang Budidaya Pertanian Pada
Lahan Pegunungan.
Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2019
tentang Desa Pinunjul Kabupaten
Kuningan
Ir. Haeruman
Perencana Ahli Madya
Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan
20
POLA DISTRIBUSI PERMUKIMAN DI KABUPATEN KUNINGAN
Iwan Mulyawan
Perencana Ahli Madya Keahlian Spasial
Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan
INTISARI
Meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan di Kabupaten Kuningan
membutuhkan penyediaan lahan, terutama lahan untuk perumahan yang luas, sementara
ketersediaan lahan terbatas. Ketidakseimbangan ini akan memungkinkan terkonsentrasinya
permukiman di daerah-daerah tertentu yang kemudian akan membentuk pola distribusi
permukiman tertentu dan berbeda, sehingga terjadinya berbagai pola distribusi permukiman
sebagai manifestasi distribusi penduduk yang tidak merata. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dengan
interpretasi citra satelit pada tahun 2018 yang kemudian dianalisis menggunakan metode
analisis tetangga terdekat untuk menentukan pola distribusi permukiman dan analisis korelasi
spearman untuk menentukan besarnya pengaruh faktor fisik dan faktor sosial ekonomi terhadap
pola permukiman di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis
ditemukan bahwa pola permukiman di Kabupaten Kuningan adalah mengelompok dengan
Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin memiliki pola
yang acak mengarah ke mengolompok dengan NNR 0,683906 sementara Kecamatan Cimahi
memiliki pola acak mengarah kepada seragam dengan NNR 1,34967. Pola distribusi
pemukiman yang seragam dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi seperti kepadatan penduduk
dan proporsi lahan sawah dibandingkan dengan faktor fisik seperti lereng, ketinggian dan
kemudahan untuk mendapatkan air.
Kata Kunci: Permukiman, Pola, Faktor Fisik dan Faktor Sosial Ekonomi
ABSTRACT
The increasing of population and development activities in Kuningan Regency requires the
provision of land, especially land for extensive housing, while the availability of land is limited.
This imbalance will allow the concentration of settlements in certain areas which in turn will
form certain and distinct settlement distribution patterns, so that various settlement distribution
patterns occur as a manifestation of unequal distribution of population. The method used in
this research is remote sensing techniques and geographic information systems with
interpretation of satellite imagery in 2018 which are then analyzed using the nearest neighbor
analysis method to determine settlement distribution patterns and Spearman Rank Correlation
analysis to determine the magnitude of the influence of physical factors and socio-economic
factors on settlement patterns in Kuningan Regency. Based on data processing and analysis
results it was found that the pattern of settlements in Kuningan Regency is clustered with its
Nearest Neighbor Ratio (NNR) of 0.891473. Cibingbin District has a random pattern leading
to clustered with an NNR of 0.683906 while Cimahi District has a random pattern leading to a
uniform with NNR 1.34967. The uniform distribution pattern of settlements is influenced by
socioeconomic factors such as population density and proportion of fields rice compared to
physical factors such as slopes, heights and ease of access to water.
Keywords : Settlement, Pattern, Physical Factors and Socio-Economic Factors
21
Pendahuluan
Latar Belakang
Permukiman merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia (kebutuhan
primer) yang harus terpenuhi agar manusia
dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan
derajat kemanusiaannya. Permukiman
sebenarnya merupakan kebutuhan
perorangan (individu) namun dapat
berkembang menjadi kebutuhan bersama jika
manusia berkeluarga dan bermasyarakat.
Selain sebagai makhluk individu manusia
juga sebagai makhluk sosial maka manusia
tidak hidup sendiri akan tetapi hidup bersama
dan membentuk kelompok-kelompok,
demikian pula halnya dengan rumah tempat
tinggalnya akan dibangun secara bersama-
sama sehingga berkelompok atau tersebar
dalam suatu wilayah, dilengkapi dengan
prasarana dan sarana yang diperlukan
penghuninya, selanjutnya disebut dengan
permukiman (settlement).
Dalam dimensi permukiman, secara
harfiah pola permukiman dapat diartikan
sebagai susunan (model) tempat tinggal suatu
daerah. Model dari pengertian- pengertian
permukiman mencakup didalamnya susunan
dari pada persebaran permukiman. Pengertian
pola permukiman dan persebaran
permukiman memiliki hubungan yang sangat
erat. Persebaran permukiman menekankan
pada hal yang terdapat permukiman, dan atau
dimana tidak terdapat permukiman dalam
suatu wilayah [Sumaatmadja, 1981].
Pada hakekatnya, permukiman memiliki
struktur yang dinamis, setiap saat dapat
berubah dan pada setiap perubahan ciri khas
lingkungan memiliki perbedaan tanggapan.
Hal ini terjadi dalam kasus permukiman yang
besar, karena perubahan disertai oleh
pertumbuhan [Hammond, 1979 dalam
Ritohardoyo 1989]. Terjadinya
keanekaragaman pola permukiman sebagai
wujud dari persebaran penduduk yang tidak
merata. Hal tersebut akan menimbulkan
terjadinya berbagai masalah yang bervariasi
pula di wilayah satu dengan wilayah yang
lain, baik pada kehidupan penduduk beserta
lingkungan saat ini, maupun bagi rencana
pengembangan permukiman itu sendiri di
masa mendatang.
Jumlah blok permukiman di Kabupaten
Kuningan sebanyak 972 blok tersebar di 32
Kecamatan dan 376 desa/kelurahan. Blok
permukiman paling banyak terdapat di
Kecamatan Ciawigebang yakni sebanyak 68
blok sementara kecamatan yang paling sedikt
blok permukimannya adalah Kecamatan
Cimahi. Besaran jumlah blok permukiman
dalam suatu kecamatan dapat memberikan
pengaruh terhadap pola persebaran
permukiman yang ada.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. bagaimana pola distribusi permukiman
yang ada di Kabupaten Kuningan?
b. bagaimana pengaruh faktor fisik dan
faktor sosial-ekonomi terhadap pola
distribusi permukiman di Kabupaten
Kuningan?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. mengetahui pola distribusi permukiman
yang ada di Kabupaten Kuningan; dan
b. mengetahui pengaruh faktor fisik dan
faktor sosial-ekonomi terhadap pola
distribusi permukiman di Kabupaten
Kuningan.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. tersedianya informasi tentang gambaran
pola distribusi permukiman yang ada di
Kabupaten Kuningan; dan
b. tersedianya informasi pengaruh faktor
fisik dan faktor sosial-ekonomi terhadap
pola distribusi permukiman di Kabupaten
Kuningan.
22
c. tersedianya rekomendasi untuk
penyediaan sarana prasarana berdasarkan
hasil analisis pola permukiman yang ada.
Metodologi Penelitian
Pendekatan Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan studi kasus
(case study), yaitu penelitian yang dilakukan
secara intensif, terperinci dan mendalam
terhadap suatu masalah yang menjadi objek
penelitian, Data-data dalam bentuk angka
yang terukur (data kuantitatif) diolah dengan
perhitungan dengan terkomputerisasi melalui
analisis Sistem Informasi Geografis dan
analisis statistik.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data
sekunder yang meliputi data-data mengenai
kondisi fisik dan sosial-ekonomi. Adapun
rincian data yang akan digunakan anta lain
berupa :
a. Peta Rupabumi Indonesia (RBI)
Kuningan Tahun 2000 updating tahun
2016 skala 1 : 25.000 yang diperoleh dari
Badan Informasi Geospasial (BIG);
b. Peta Kemiringan/Kelerengan Kabupaten
Kuningan tahun 2016 Skala 1 : 25.000
yang diperoleh dari hasil analisis data
dengan menggunakan klasifikasi dari van
Zuidam;
c. Peta Ketinggian Tempat Kabupaten
Kuningan tahun 2016 Skala 1 : 25.000
yang diperoleh dari hasil analisis data
dengan menggunakan klasifikasi dari
Sandy;
d. Peta Jasa Ekosistem Air Kabupaten
Kuningan tahun 2008 Skala 1 : 25.000
yang diperoleh dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
e. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Kuningan
tahun 2018 Skala 1 : 25.000 yang
diperoleh dari Revisi RTRW Kabupaten
Kuningan; dan
f. Kuningan dalam Angka tahun 2018 dari
BPS Kabupaten Kuningan meliputi data
luas wilayah, data kepadatan penduduk,
data luas lahan sawah, dan data luas lahan
tegal/kebun, ladang/huma, dan lahan yang
sementara tidak diusahakan.
Teknik Pengolahan Data
Analisis pola persebaran permukiman
diukur dengan mengunakan analisis tetangga
terdekat (nearest neighbour analysis) yaitu
dengan menghitung besarnya parameter
tetangga terdekat atau (T). Untuk mengetahui
apakah pola permukiman yang dianalisis
termasuk mengelompok, acak atau seragam,
nilai hasil perhitungan dibandingkan dengan
continue (rangkaian kesatuan) nilai parameter
tetangga terdekat (T) untuk masing-masing
pola, sehingga dapat diketahui apakah pola
yang terbentuk berupa pola mengelompok,
pola acak (random), atau pola seragam.
Gambar 1 :
Jenis Pola Persebaran [Bintarto dan Surastopo,
1979]
Apabila nilai T = 0, maka pola permukiman
tersebut adalah mengelompok. Apabila nilai
T = 1,0, maka pola permukiman tersebut
adalah random atau acak. Sedangkan apabila
nilai T = 2,15, maka pola permukiman
tersebut adalah seragam.
Penelusuran data faktor fisik dan faktor
sosial-ekonomi ditelusuri sebagai berikut :
a. Penelusuran data lereng dengan
menggunakan Digital Elevation Model
(DEM) yang merupakan salah satu
metode paling efektif dalam menentukan
kelas lereng suatu permukaan bumi. DEM
merupakan data digital yang
menggambarkan geometri dari bentuk
permukaan bumi atau bagiannya yang
terdiri dari himpunan titik-titik koordinat
hasil sampling dari permukaan dengan
algoritma yang mendefinisikan
23
permukaan tersebut menggunakan
himpunan koordinat [Tempfli, 1991].
Klasifikasi kemiringan/lereng mengacu
kepada Zuidam, 1978 (Tabel 1) :
Tabel 1 : Klasifikasi Kemiringan/Lereng
Keterangan Kemiringan/Lereng
(%) Kelas
Datar 0-2 6
Landai 3-8 5
Agak Miring 9-14 4
Miring 15-21 3
Terjal 22-55 2
Sangat
Terjal
>55 1
Sumber : Zuidam, 1978
b. Ketinggian wilayah adalah ketinggian
dari permukaan air laut (elevasi).
Ketinggian tempat mempengaruhi
perubahan suhu udara. Semakin tinggi
suatu tempat, misalnya pegunungan,
semakin rendah suhu udaranya atau
udaranya semakin dingin begitupula
sebaliknya semakin rendah daerahnya
semakin tinggi suhu udaranya atau
udaranya semakin panas. Data dasar yang
digunakan adalah DEM dengan
klasifikasi ketinggian mengacu kepada
Sandy, 1977 sebagaimana Tabel 2
berikut ini:
Tabel 2 : Klasifikasi Ketinggian
Keterangan Ketinggian
(mdpl) Kelas
Rendah 0-25 5
Sedang 26-200 4
Agak Tinggi 201-500 3
Tinggi 501-1.000 2
Sangat
Tinggi
>1.000 1
Sumber : Sandy, 1977
c. Kemudahan mendapatkan air diperoleh
dari data jasa ekosistem air yang
mencakup aspek penyediaan air dari tanah
beserta kapasitas penyimpanannya dan
penyediaan air dari sumber permukaan.
d. Kepadatan penduduk dihitung dengan
membagi jumlah penduduk suatu wilayah
dengan luas wilayah tertentu [Mantra,
1985]. Data kepadatan penduduk
didapatkan dari Kabupaten Kuningan
dalam Angka tahun 2018.
e. Tingkat aksesibilitas dihitung melalui
perbandingan kepadatan jalan dalam
suatu wilayah, merupakan perbandingan
antara panjang jalan dengan luas wilayah
administratif. Kedua data tersebut
didapatkan dari Kabupaten Kuningan
dalam Angka tahun 2018.
f. Proporsi luas lahan sawah merupakan
perbandingan antara luas lahan sawah
dengan luas seluruh lahan pertanian yang
dihitung dalam persentase. Kedua data
tersebut didapatkan dari Kabupaten
Kuningan dalam Angka tahun 2018.
Wilayah Studi
Daerah yang dijadikan penelitian adalah
wilayah administrasi Kabupaten Kuningan
dengan unit analisis blok-blok permukiman.
Tinjauan Pustaka
Permukiman merupakan bagian
permukaan bumi yang dihuni manusia yang
meliputi pula segala prasarana dan sarana
yang menunjang kehidupan penduduk, yang
menjadi satu kesatuan dengan tempat tinggal
yang bersangkutan [Sumaatmadja, 1981].
Permukiman dalam arti sempit adalah
mengenai susunan dan penyebaran bangunan
(termasuk rumah-rumah, gedung-gedung,
kantor, sekolah, pasar dan sebagainya).
Sedangkan dalam arti luas permukiman yaitu
memperhatikan bangunan-bangunan, jalan-
jalan dan pekarangan-pekarangan yang
menjadi salah satu sumber penghidupan
penduduk [Bintarto, 1977]. Sementara,
permukiman secara luas mempunyai arti
perihal tempat tinggal atau segala sesuatu
yang berkaitan dengan tempat tinggal dan
secara sempit dapat diartikan sebagai suatu
daerah tempat tinggal atau bangunan tempat
tinggal. Permukiman adalah proses
memukimi atau proses menempat tinggali
[Yunus, 1989].
24
Pola permukiman adalah kekhasan
distribusi fenomena permukiman di dalam
ruang atau wilayah, dalam hal ini didalamnya
di bahas tentang bentuk-bentuk permukiman
secara individual dan persebaran dari
individu-individu permukiman dalam
kelompok [Yunus, 1989]. Secara garis besar
pola persebaran permukiman berbentuk pola
permukiman mengelompok dan pola
permukiman menyebar. Pola persebaran
permukiman mengelompok tersusun dari
dusun-dusun atau bangunan-bangunan rumah
yang lebih kompak dengan jarak tertentu,
sedangkan pola persebaran permukiman
menyebar terdiri dari dusun-dusun atau
bangunan-bangunan rumah yang tersebar
dengan jarak tertentu [Hudson F.S dalam Dwi
Martono, 1996]. Selanjutnya, persebaran
permukiman di wilayah desa-kota
pembentukannya berakar dari pola campuran
antara ciri perkotaan dan perdesaan. Terdapat
beberapa perbedaan mendasar antara pola
permukiman di perkotaan dan di perdesaan.
Dalam hal ini wilayah permukiman di
perkotaan yang sering disebut sebagai
permukiman, memiliki keteraturan bentuk
secara fisik, artinya sebagian besar rumah
menghadap secara teratur ke arah jalan.
Sedangkan karakteristik kawasan
permukiman penduduk desa ditandai oleh
ketidakteraturan bentuk fisik rumah dengan
pola cenderung mengelompok membentuk
perkampungan [Ritohardoyo, 2000].
Pembahasan
Analisis tetangga terdekat merupakan
sebuah analisis untuk menentukan suatu pola
permukiman penduduk. Dengan
menggunakan perhitungan analisis tetangga
terdekat, sebuah permukiman dapat
ditentukan polanya, misalnya pola
mengelompok, tersebar/acak ataupun
seragam. Analisis tetangga terdekat
memerlukan data tentang jarak antara satu
permukiman dengan permukiman yang
paling dekat yaitu permukiman tetangganya
yang terdekat. Berdasarkan hasil analisis,
pola persebaran permukiman di Kabupaten
Kuningan adalah tersebar/acak (random)
dengan Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya
sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin
memiliki pola yang tersebar/acak mengarah
ke mengolompok dengan NNR 0,683906
sementara Kecamatan Cimahi memiliki pola
tersebar/acak mengarah kepada seragam
dengan NNR 1,34967. Untuk melihat sebaran
distribusi spasialnya dapat dilihat pada
Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 : Peta Pola Distribusi Permukiman
Sebagian besar pola persebaran yang
terjadi sedikit banyak telah dipengaruhi oleh
faktor-faktor fisik maupun faktor sosial-
ekonomi daerah tersebut. Faktor-faktor
pengaruh tersebut dapat memberikan
pengaruh terhadap pola persebaran
permukiman secara sendiri-sendiri maupun
secara bersamaan dengan intensitas yang
berbeda. Faktor fisik terdiri dari
kemiringan/lereng, ketinggian tempat dan
kemudahan mendapatkan air. Sedangkan
untuk faktor sosial-ekonomi antara lain
kepadatan penduduk, tingkat aksesibilitas dan
luas lahan sawah.
Lereng merupakan pembatas yang
penting bagi penggunaan lahan.
Kemiringan/lereng yang sesuai untuk areal
permukiman adalah lereng yang memiliki
kelas kemiringan lereng <15 % atau yang
memiliki topografi datar sampai dengan
landai. Sedangkan lereng yang memiliki kelas
lereng di atas 15% tidak sesuai untuk
permukiman, hal ini terkait dengan bahaya
gerakan tanah/tanah longsor (Gambar 5).
Berdasarkan analisis statistik diperoleh hasil
tidak ada korelasi antara kemiringan/
lereng terhadap keseragaman pola
25
permukiman (0,194). Angka tersebut
menunjukan bahwa pola persebaran
permukiman seragam tidak dipengaruhi oleh
kelerengan suatu wilayah.
Gambar 5 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Kemiringan/Lereng
Semakin tingginya letak suatu tempat,
maka akan semakin meningkat pula
kekasaran topografinya. Letak ketinggian
tempat dapat menunjukkan keadaan
permukaan air sumur semakin dalam dengan
semakin meningkatnya letak ketinggian
tempat, sehingga kemungkinan untuk
terjadinya pengelompokkan permukiman
secara teratur maupun penyebaran secara
teratur sangat kecil. Dengan semakin
meningkatnya letak ketinggian tempat pada
suatu wilayah, pola permukiman semakin
tersebar secara tidak teratur. Ketinggian
tempat memberikan pengaruh terhadap pola
persebaran permukiman. Daerah dengan
ketinggian antara 0-25 mdpal merupakan
daerah yang baik untuk permukiman.
Sementara daerah dengan ketinggian 25-500
mdpal merupakan daerah yang sangat intensif
untuk lahan pertanian. Sedangkan daerah
dengan ketinggian >1000 mdpal cocok
digunakan untuk hutan. Berdasarkan analisis
dapat diketahui terdapat hubungan korelasi
lemah dan negatif antara ketinggian tempat
terhadap keseragaman pola permukiman (-
0,327). Artinya semakin tinggi wilayahnya
maka pola permukimannya akan semakin
mengelompok.
Gambar 6 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Ketinggian Wilayah
Daerah-daerah dengan permukaan air
tanah yang dalam menyebabkan adanya
sumur-sumur yang sangat sedikit, karena
pembuatan pembuatan sumur-sumur itu akan
memakan biaya dan waktu yang banyak.
Dengan demikian maka sebuah sumber air,
dalam hal ini sumur menjadi pemusatan
penduduk. Sebaliknya, permukaan air tanah
yang dangkal memungkinkan pembuatan
sumur-sumur dimana-mana. Sehingga
perumahan penduduk dapat didirikan dengan
pemilihan tempat yang ada. Kemudahan
mendapatkan air juga merupakan faktor yang
dapat menentukan pola persebaran
permukiman (Gambar 7). Karena daerah yang
memiliki kemudahan terhadap sumber air
akan menjadi tempat pemusatan permukiman
bagi penduduk. Berdasarkan hasil analisis
tidak ada korelasi antara kemudahan
mendapatkan air terhadap keseragaman pola
permukiman (0,194).
Gambar 7 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Ketersediaan Air
26
Berkembangnya permukiman pada
suatu wilayah, disebabkan oleh adanya
kemungkinan untuk hidup bagi masyarakat
kampung yang bersangkutan, sesuai dengan
keahlian atau ketrampilan mereka. Makin
besarnya kemungkinan untuk hidup yang
diberikan suatu wilayah, semakin besar pula
kemungkinan jumlah manusia yang tinggal di
wilayah tersebut, atau semakin besar pula
terjadinya pemusatan penduduk wilayah
tersebut [Ritohardoyo, 1989]. Kepadatan
penduduk juga sangat penting dalam
membentuk pola persebaran permukiman ini
karena semakin banyak penduduk maka
kebutuhan akan permukiman sangat tinggi
(Gambar 8). Terdapat hubungan dengan
korelasi sedang dan positif antara kepadatan
penduduk terhadap keseragaman pola
permukiman (0,588). Artinya semakin padat
penduduk pada suatu desa maka akan
semakin seragam polanya.
Gambar 8 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Kepadatan Penduduk
Perkembangan suatu wilayah akan
memicu munculnya banyak jalan raya sebagai
sarana transportasi yang lebih cepat dan
praktis. Jalan raya yang ramai membantu
pertumbuhan ekonomi penduduk yang
tinggal di sekitarnya untuk membangun
permukiman. Sehingga mendorong
tumbuhnya permukiman di sepanjang jalan.
Pengaruh jalan terhadap persebaran
permukiman dapat dilihat dari panjang jalan
dan kepadatan jalan di suatu daerah. Tingkat
aksesibilitas terutama jalan sangat
berpengaruh terhadap pola persebaran
permukiman, karena permukiman biasanya
akan mengikuti jalur jalan yang
menghubungkan dengan daerah lain untuk
kelangsungan hidup (Gambar 9). Terdapat
hubungan dengan korelasi lemah dan positif
antara tingkat aksesibilitas wilayah terhadap
keseragaman pola permukiman (0,227).
Artinya semakin tinggi tingkat aksesibilitas
wilayahnya maka akan semakin seragam pola
permukimannya.
Gambar 9 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Aksesibilitas Wilayah
Lahan sawah merupakan lahan paling
berpengaruh dalam pembentukan pola
persebaran permukiman. Karena sawah
adalah lahan yang memproduksi bahan
pangan yang dibutuhkan untuk menunjang
kehidupan mereka. Apabila lahan sawah
menjadi sempit mendorong penduduk untuk
bertempat tinggal mengelompok agar lahan
yang tersedia untuk pertanian masih memadai
(Gambar 10). Hasil analisis menunjukan
terdapat hubungan dengan korelasi sedang
dan positif antara proporsi lahan sawah
terhadap keseragaman pola permukiman
(0,407). Artinya semakin besar proporsi
sawah maka akan semakin seragam pola
permukimannya.
Gambar 10 :
Peta Pola Distribusi Permukiman
pada Proporsi Lahan Sawah
27
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Pola distribusi permukiman di Kabupaten
Kuningan adalah mengelompok dengan
Nearest Neighbor Ratio (NNR)-nya
sebesar 0,891473. Kecamatan Cibingbin
memiliki pola yang acak mengarah ke
mengolompok dengan NNR 0,683906
sementara Kecamatan Cimahi memiliki
pola acak mengarah kepada seragam
dengan NNR 1,34967; dan
b. faktor sosial-ekonomi seperti kepadatan
penduduk dan proporsi lahan sawah
memiliki pengaruh yang lebih besar
dibandingkan faktor fisik terhadap pola
pembentukan pola persebaran
permukiman seragam di Kabupaten
Kuningan.
Rekomendasi
Pemerintah Kabupaten Kuningan
hendaknya memenempatkan sarana dan
prasarana permukiman sesuai dengan
persebaran permukiman yang ada. Sehingga
akan tercipta suatu keseimbangan
ketersediaan sarana dan prasarana dengan
pelayanan terhadap penduduk dengan melihat
pola persebaran permukiman yang ada.
Ucapan Terimakasih
Penulis menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penelitian ini, terutama
kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan
Fungsional Keahlian Perencana Kabupaten
Kuningan dan Bidang Infrastruktur dan
Lingkungan Hidup Bappeda Kabupaten
Kuningan.
Daftar Pustaka
Bintarto, R. 1977. Pengantar Geografi Kota.
Yogyakarta : U.P Spring.
Bintarto dan Surastopo. 1979. Metode
Analisis Geografi. Jakarta : LP3ES.
Dwi Matono, Agus. 1996. Pola Permukiman
dan Cara-cara Pengukurannya. Forum
Geografi.
Mantra, Ida Bagoes. 1985. Pengantar Studi
Demografi. Jilid 1. Yogyakarta: Nur
Cahaya.
Ritohardoyo, Su. 1989. Beberapa Dasar
Klasifikasi dan Pola Permukiman.
Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
__________________. 2000. Geografi
Permukiman. Handout. Yogyakarta.
Fakultas Geografi UGM.
Sandy, I Made. 1977. Penggunaan Tanah
(Land Use) di Indonesia Publikasi No
75. Jakarta : Direktorat tata Guna
Tanah Dirjen Agraria Departemen
dalam Negeri.
Sumaatmadja, Nursid.1981. Studi Geografi
Suatu Pendekatan dan Analisa
Keruangan. Bandung : Alumni.
Tempfli, K. 1991. DTM and Differential
Modeling. Dalam Suharyadi, R.,
Sapta, B., Purwanto, T.H., Rosyadi.
R.I., Farda, N.M., Wijaya, M.S., 2012.
Petunjuk Praktikum Sistem Informasi
Gografis : Pemodelan Spatial.
Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.
Yunus, Hadi Sabari. 1989. Subject Mater dan
Metode Penelitian Geografi
Permukiman Kota, Seminar
Peningkatan Kualitas Akademis
Civitas Akademika, 5-10 Desember
1989 di UMS. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc
Perencana Ahli Madya
Keahlian Spasial
Bappeda Kabupaten Kuningan
28
STUDI KUALITATIF PENGARUH OBJEK WISATA
TERHADAP PARA PEDAGANG
DI KAWASAN OBJEK WISATA PEMANDIAN CIBULAN
KABUPATEN KUNINGAN
Esih Kurniasih
Perencana Ahli Pertama
Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Kabupaten Kuningan
INTISARI
Peranan sektor pariwisata nasional semakin penting sejalan dengan perkembangan dan
kontribusi yang diberikan sektor pariwisata melalui penerimaan devisa, pendapatan daerah,
pengembangan wilayah, maupun dalam penyerapan investasi dan tenaga kerja serta
pengembangan usaha yang tersebar di berbagai pelosok wilayah di Kabupaten Kuningan.
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan objek wisata terhadap
para pedagang. Sementara tujuannya adalah mengetahui manfaat keberadaan objek wisata
pemandian cibulan terhadap para pedagang dan mengetahui keberadaan objek wisata
pemandian cibulan memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan di tempat lain. Metode
penelitian ini secara deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
interview melalui interview dengan wawancara secara mendalam dengan informal. Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa dengan adanya objek wisata pemandian cibulan itu sangat
bermanfaat sekali bagi masyarakat setempat. Kesimpulan tempat wisata pemandian cibulan
sangat bermanfaat bagi penduduk setempat untuk berdagang dan pedagang dapat menghasilkan
keuntungan lebih besar dari tempat wisata pemandian cibulan.
Kata Kunci : Objek Wisata, Pedagang
ABSTRACT
The role of the national tourism sector is increasingly important in line with the development
and contribution made by the tourism sector through foreign exchange earnings, regional
income, regional development, as well as in the absorption of investment and labor and
business development that is spread over in Kuningan Regency. The purpose of this study is to
determine the effect of the existence of a tourist attraction on traders. While the aim is to know
that the benefits of the existence of a Cibulan pool attraction to traders and to know the
existence of a Cibulan pool tourist attraction provides a greater advantage compared to other
places. This research method is descriptive with qualitative methods. Data collection is done
by using interview through in-depth interviews informally. The results of the study show that
the existence of the Cibulan bathing attraction is very beneficial for the local community. The
conclusion is Cibulan pool resorts are very beneficial for local residents to trade and traders
can generate greater profits from cibulan pool resorts.
Keywords: Tourism Objects, Traders
29
Pendahuluan
Latar Belakang
Peranan sektor pariwisata nasional
semakin penting sejalan dengan
perkembangan dan kontribusi yang diberikan
sektor pariwisata melalui penerimaan devisa,
pendapatan daerah, pengembangan wilayah,
maupun dalam penyerapan investasi dan
tenaga kerja serta pengembangan usaha yang
tersebar di berbagai pelosok wilayah di
Indonesia. Kontribusi sektor pariwisata
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional pada tahun 2014 telah mencapai 9 %
atau sebesar Rp 946,09 triliun. Terjadi
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
baik itu wisatawan Mancanegara, wisatawan
nusantara dan wisatawan nasional.
Pertumbuhan wisatawan mancanegara
sebesar 16,7% dari tahun 2016 ke 2017.
Pertumbuhan wisatawan nusantara sebesar
2,2% dari tahun 2016 ke 2017. Pertumbuhan
wisatawan nasional sebesar 5% dari 2016-
2017. Investasi pada sektor pariwisata
didominasi oleh penanaman modal asing.
Proporsi penanaman modal asing sebesar
77%. Rata-rata Pertumbuhan investasi sektor
pariwisata 2015-2017 adalah sebesar 35,5%.
Dalam 3 tahun terakhir (2015-2017), 55%
investasi direalisasikan di Jakarta, Bali, dan
Jawa Barat. Sumber : [kementerian
pariwisata RI].
Tenaga kerja di sektor pariwisata sebesar
12,3 juta. Bila dilihat dari status pekerjaannya
berusaha sendiri (28,5%), kemudian buruh
(25,7%), dan berusaha dibantu buruh tidak
tetap (23,1%), dan pekerja tak dibayar
(17,5%). Distribusi sektor pekerja bidang
pariwisata adalah perdagangan dan
penyediaan makanan, masing masing 41%
dan 46% (kajian dampak sektor pariwisata
terhadap perekonomian indonesia, 2018).
Sementara devisa dari sektor pariwisata pada
tahun 2018 telah mencapai US$ 16,1 Miliar
atau meningkat sebesar 59,41 % ( sumber :
kata data, 2019 ) Melalui multiplier effect-
nya, pariwisata dapat dan mampu
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja. Percepatan
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja yang lebih luas dapat
dilakukan dengan mempromosikan
pengembangan pariwisata.
Untuk mengembangkan sektor pariwisata
daerah, keindahan objek wisata bukanlah
satu-satunya penentu kesuksesan dalam
membangun sebuah destinasi wisata.
Melainkan masih banyak faktor-faktor
pendukung lainnya agar objek wisata
memiliki daya pikat bagi para wisatawan, tiga
kunci yang dikembangkan industri
Parawisata Spanyol yang dapat diterapkan
juga di Indonesia dikenal dengan 3A yaitu
attraction (atraksi) yang merupakan daya
tarik utama suatu destinasi, kemudian
accessibility (aksesibilitas) merupakan sarana
dan infrastruktur untuk menuju destinasi dan
yang ketiga adalah amenity atau amenitas
merupakan sarana pendukung yang
diperlukan wisatawan selama mengunjungi
destinasi, Kementerian Pariwisata RI
menghimbau agar seluruh Kabupaten/Kota
dapat mendukung perkembangan parawisata
daerah melalui konsep 3A (Sumber:
https://wawasanpariwisata.blogspot.com/201
2/07/produl-pariwisata.html).
Sejalan dengan penetapan destinasi wisata
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat,
Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Kuningan
periode 2018-2023 sesuai dengan visi
Kabupaten Kuningan 2018-2023 yakni,
Kuningan MAJU (Makmur, Agamis,
Pinunjul) Berbasis Desa Tahun 2013, dan
didukung oleh Isu Strategis Kepariwisataan
yaitu Peningkatan Tata Kelola
Kepariwisataan.
Pemandian Cibulan merupakan salah satu
obyek wisata yang terletak di desa
Maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten
Kuningan. Adanya obyek wisata pemandian
cibulan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap daerah dan mendorong
masyarakat sekitar berdagang atau menjual
barang yang menjadi ciri khas daerah wisata
kolam renang cibulan dan ciri khas oleh-oleh
30
Kabupaten Kuningan. Selain keberadaan
obyek wisata pemandian cibulan berpengaruh
terhadap ekonomi para penduduk setempat
yang berjualan di sekitar obyek wisata
pemandian cibulan. Obyek wisata pemandian
cibulan ini digunakan untuk berjualan barang-
barang yang mempunyai Ciri Khas Daerah
Wisata Pemandian Cibulan. Dengan
demikian penduduk sekitar obyek wisata
pemandian cibulan sangat terbantu karena
mereka dapat tercukupi kebutuhan mereka
dengan berdagang di sekitar obyek wisata
pemandian cibulan.
Perumusan Masalah
Indonesia memiliki sumber daya
pariwisata yang tidak kalah menariknya bila
dibandingkan dengan negara lain di kawasan
Asean. Namun demikian kepemilikan
kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi
dengan upaya dan usaha yang lebih terarah,
agar sumber daya tersebut mampu memiliki
daya saing dalam menarik kunjungan
wisatawan. Keppres No. 38 Tahun 2005
mengamanatkan bahwa seluruh sektor harus
mendukung pembangunan pariwisata
Indonesia. Hal ini merupakan peluang bagi
pembangunan kepariwisataan Indonesia.
Apalagi pemerintah sudah mencanangkan
bahwa pariwisata harus menjadi andalan
pembangunan Indonesia.
Seperti halnya dengan obyek wisata
pemandian cibulan secara kasat mata, usaha
efektivitas promosi yang dilakukan sudah
ketinggalan dari kota-kota lain, yang sudah
meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang
perkembangan teknologi informasi di daerah
asal wisatawan dalam memperoleh informasi
mengenai destinasi, akan lebih baik apabila
lebih terkini. Demikian pula tentang
terbatasnya informasi, baik yang menyangkut
substansi materi, pusat/lembaga informasi,
serta saluran distribusinya kepada pasar
wisata. Demikian pula tentang terbatasnya
informasi keamanan (security). Hal-hal
tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian
pasar serta sebagai prakondisi implementasi
promosi pariwisata. Terbatasnya Sumber
Daya Manusia (SDM) baik kuantitas maupun
kualitas yang diharapkan mempunyai daya
saing tinggi ternyata masih jauh dari
memadai. Terutama SDM di bidang promosi
pemasaran pariwisata yang memiliki
pemikiran stratejik dan visioner. Kondisi ini
dapat menghambat kualitas dari segala
aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi
Indonesia. Hal tersebut memberikan
implikasi pada kualitas output promosi
pariwisata itu sendiri, yang dihadapkan pada
persaingan yang semakin ketat.
Selama ini pengelolaan Cibulan terkesan
asal-asalan tanpa ada pengembangan berarti.
Luas total lahan yang termasuk dalam
kawasan wisata Cibulan mencapai 5 hektar
lebih. Namun sejak puluhan tahun lalu hingga
saat ini, yang dimanfaatkan untuk obyek
wisata baru sekitar 2 hektar. Saat ini pihaknya
sedang mencoba mengubah sebidang empang
di sudut barat daya taman rekreasi Cibulan
menjadi kolam yang akan diisi sarana
permainan anak seperti sepeda air. Selain
sepeda air juga direncanakan untuk membuat
kolam renang standar nasional, akuarium
raksasa, dan kolam pemancingan ikan. Tetapi
semua itu terbentur kendala kurangnya dana
karena masih menerapkan sistem manajemen
tradisional. Kami masih menunggu investor
untuk ikut mengembangkan Cibulan.
Permasalahan-permasalahan dalam
konteks lokal di atas juga yang sering ditemui
antara lain dalam pelaksanaan kegiatan
pariwisata, masih banyak terjadi masyarakat
yang berada di dalam kawasan wisata tersebut
masih belum ikut “memiliki”, manfaat yang
dihasilkan belum sepenuhnya dirasakan oleh
masyarakat di sekitarnya hanya dirasakan
oleh para investor saja.
Keterbatasan dukungan sarana dan
prasarana penunjang merupakan juga salah
satu permasalahan yang perlu mendapat
perhatian. Dimana dukungan sarana dan
prasarana merupakan faktor penting untuk
keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan
pariwisata, seperti penyediaan akses,
akomodasi, angkutan wisata, dan sarana
prasarana pendukung lainnya. Masih banyak
31
kawasan wisata yang sangat berpotensi tetapi
masih belum didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai. Selain itu sarana
dan prasarana yang dibangun hanya untuk
kepentingan lokal saja, belum dapat melayani
kebutuhan penyelenggaraan pariwisata di luar
lokasi. Seperti misalnya penyediaan angkutan
wisata hanya tersedia di area kawasan wisata
saja, tetapi sarana angkutan untuk mencapai
kawasan tersebut dari akses luar belum
tersedia.
Berdasarkan permasalahan diatas maka
pertanyaan penelitian dalam makalah ini
adalah:
1. Bagaimanakah manfaat keberadaan objek
wisata pemandian cibulan terhadap para
pedagang.
2. Apakah keberadaan objek wisata
pemandian cibulan memberikan
keuntungan lebih besar dibandingkan di
tempat lain.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui manfaat keberadaan objek
wisata pemandian cibulan terhadap para
pedagang.
2. Mengetahui keberadaan objek wisata
pemandian cibulan memberikan
keuntungan lebih besar dibandingkan di
tempat lain.
Sasaran
Kawasan Objek Wisata Pemandian
Cibulan merupakan kawasan yang baru
berkembang dengan daya dukung alam,
sasaran wisatawan pada awalnya adalah objek
wisata pemandian yang dikelola oleh Desa
maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten
Kuningan dan berada di kuningan. Hingga
saat ini kawasan objek wisata pemandian
cibulan masih menarik wisatawan yang dapat
diandalkan dari segi income.
Metodologi
Metodologi yang digunakan
menggunakan analisis deskriptif secara
kualitatif dengan menggunakan analisa data
sekunder. Data sekunder objek wisata
pemandian cibulan diantaranya :
1. Data jumlah pedagang asongan
2. Data jumlah warung permanen
Pembahasan
Obyek wisata Pemandian Cibulan terletak
di Desa Maniskidul Kecamatan Jalaksana
Kabupaten Kuningan, sekitar 28 kilometer
sebelah selatan Kota Cirebon atau 7 kilometer
di utara Kota Kabupaten Kuningan. Lokasi
kolam-kolam Cibulan terletak 300 meter
masuk ke barat dari Jalan Raya Cirebon-
Kuningan. Jalan masuknya yang lebar sudah
diaspal. Meski masih kasar, sudah cukup
nyaman untuk dilewati kendaraan bermotor.
Angkutan umum menuju salah satu tujuan
wisata andalan di Kabupaten Kuningan
tersebut juga sangat mudah didapatkan. Dari
Cirebon, pengunjung dapat menumpang
mobil angkutan umum jenis Elf, dengan tarif
hanya berkisar Rp 7.000 per orang. Cibulan
merupakan salah satu obyek wisata tertua di
Kuningan. Tempat tersebut diresmikan
sebagai tempat rekreasi pertama kali pada
hari Minggu, 27 Agustus 1939 oleh Bupati
Kuningan waktu itu RAA Mohamad
Achmad. Di dalamnya terdapat dua kolam
besar berbentuk persegi panjang. Kolam
pertama berukuran panjang 35 meter dan
lebar 15 meter dengan kedalaman air sekitar
2 meter. Kolam kedua berukuran 45 x 15
meter persegi yang dibagi menjadi dua
bagian.
Gambar 1 : Kolam Pemandian Cibulan
32
Bagian pertama dengan kedalaman air 60
sentimeter dan bagian kedua dengan
kedalaman air sekitar 120 sentimeter Meski
semuanya itu dihuni puluhan ikan-ikan
kancra bodas berbagai ukuran, mulai dari
yang sepanjang 20-an sentimeter hingga
hampir 1 meter, kolam-kolam di Cibulan
dibuka sebagai kolam pemandian umum.
Tempat rekreasi itu dilengkapi dengan
fasilitas khas tempat pemandian, seperti
tempat ganti pakaian, tempat bilas, dan kamar
mandi/WC. "Kami menyediakan 30 kamar
ganti, 6 kamar kecil, dan 2 kamar mandi
untuk tempat bilas seusai berenang di kolam.
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan pada hari jumat tanggal 18 Oktober
2019 di lokasi objek wisata pemandian
cibulan. Hasil dari pertemuan itu adalah untuk
mendapatkan data mengenai keberadaan
objek wisata pemandian cibulan terhadap
pedagang di kawasan objek wisata pemandian
cibulan, manfaat dan keuntungan adanya
objek wisata pemandian cibulan bagi
masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah
dilakukan, diketahui bahwa dengan adanya
objek wisata pemandian cibulan itu sangatlah
bermanfaat sekali bagi masyarakat desa
maniskidul karena dengan adanya objek
wisata pemandian cibulan bisa memberikan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat
setempat.
N1: ”...Abdi icalan di cibulan atos 3 tahun,
icalan na nasi sareng makanan ringan dan
minuman dingin, alhamdulilah penghasilan na
lumayan kumaha tamu nu dongkap, upami
tamu nu dongkapna seueur nya penghasilan na
oge ageung tapi upami tamu nu dongkapna
sakeudik nya lumayan penghasilan na,
sapertos hari libur sareung hari raya pasti
rame, teras alhamdulillah di cibulan mah
rame wae walopun obyek wisata di kuningan
seueur oge panginten obyek wisata pemandian
cibulan ieu gaduh daya tarik tersendiri
panginten janten pengunjung teh seueur wae,
karaos pisan manfaatna aya obyek wisata
pemandian cibulan teh karaos ku abdi pribadi
mah sebagai seorang single parent ga usah
nyari kerja jauh-jauh ke jakarta udah ada
disini cukup dina sepina oge 500 rebu mah
kenging sadinten “.
Hasil wawacara dengan pedagang nasi
dan makanan ringan mengatakan bahwa
keberadaan obyek wisata pemandian Cibulan
ini sangatlah bermanfaat sekali bagi
masyarakat setempat karena dengan adanya
pemandian cibulan ini bisa membuka
lapangan kerja, terutama pada waktu libur
banyak pengunjung yang berlibur dan
berenang di pemandian Cibulan sehingga
menambah penghasilan kepada para
pedagang karena pengunjung yang datang
dari luar kota mereka tidak membawa bekal
makanan dan akhirnya jajan dan membeli
makanan di lokasi pemandian.
Inilah cerita ibu wulan saat di tanya
tentang keberadaan obyek wisata pemandian
Cibulan dan Keberadaan pengunjung yang
datang ke lokasi tersebut :
Cibulan merupakan salah satu dari empat
tempat rekreasi sejenis di Kuningan. Tiga
tempat lainnya adalah Kolam Linggarjati di
kompleks Taman Linggarjati Indah,
Kecamatan Cilimus, Kolam Cigugur, di
Kecamatan Cigugur dan Kolam Darma Loka
di Kecamatan Darma. Semuanya memiliki
kolam-kolam yang dihuni ikan keramat
kancra bodas, tetapi hanya Cibulan yang
dimanfaatkan sebagai kolam renang umum.
Keistimewaan lain yang dimiliki Cibulan
adalah keberadaan tujuh mata air yang
dikeramatkan bernama Keramat Sumur Tujuh
di sudut barat obyek wisata tersebut. Tujuh
mata air berbentuk kolam-kolam kecil itu
bernama Sumur Kejayaan, Sumur
Kemulyaan, Sumur Pangabulan, Sumur
Cirancana, Sumur Cisadane, Sumur
Kemudahan, dan Sumur Keselamatan. Tujuh
mata air itu terletak mengelilingi sebuah
petilasan keramat Prabu Siliwangi berupa
susunan batu seperti batu menhir dan dua
patung harimau loreng, lambang kebesaran
Raja Agung Pajajaran tersebut.
Menurut warga, petilasan tersebut sering
dikunjungi orang, terutama pada malam
Jumat Kliwon atau selama bulan Maulud
dalam penanggalan Hijriah. Mereka berziarah
33
dan memohon keberhasilan dalam hidupnya.
"Bagi yang percaya, air di tujuh sumur
keramat itu membawa berkah dan dapat
mengabulkan permohonan mereka. Tujuh
sumur keramat tersebut tetap mengeluarkan
air yang bersih, bening dan sejuk meskipun
pada musim kemarau panjang seperti tahun
ini.
N2: “... Saya bu, Alhamdulillah tos lami
dameul di dieu dan sudah pasti ayana obyek
wisata cibulan ieu sangat bermanfaat sekali
kanggo abdi pribadi khususna kanggo
masyarakat desa maniskidul karena terus
terang memberi lapangan kerja sapertos abdi
nu nganggur ayena tos tiasa damel newak lauk
boh naon sambil icalan jaligen di sumur tujuh
teras janten pemandu di sumur tujuh oge da
seueur pemandu di sumur tujuh, abdi icalan
jaligen teh lumayan pangaosna 15 rebu nu
ukuran 2 liter cai, Alhamdulillah ayana obyek
wisata pemandian cibulan teh manfaat pisan
“.
Hasil wawancara dengan pedagang
jaligen air di sumur tujuh mengatakan bahwa
adanya objek wisata pemandian cibulan itu
sangatlah besar manfaatnya karena bisa
memberi lapangan kerja kepada masyarakat
setempat.
N3 : “...Sapertos tadi nu disaurken ku pa
ujang, ayana obyek wisata pemandian cibulan
ieu ageung pisan manfaatna kanggo
masyarakat di desa maniskidul bisa memberi
lapangan pekerjaan sapertos abdi ayena
ngajaga terapi ikan di dieu nya Alhamdulillah
kabantos pisan penghasilan teh, pengunjung
seueur alhamdulillah tiasa ageung oge
pemasukan na, lumayan bu uang masuk terapi
ikan 5 rebu tiasa sapuasna dan pengunjung itu
biasana rame kasontenakeun “.
N4 : “ pedagang ikan buat makanan ikan
Cibulan mengatakan abdi tos lami bu ngiring
icalan lauk di dieu, abdi mah masih sakola
keneh, upami minggu atanapi nuju libur
sakola abdi sok ngiring icalan lauk di dieu
lumayan bu ngical lauk sarantay isi 3 lauk
nileum anakna di ical 5 rebu da abdi balanja
meserna laukna kiloan, kanggo parab lauk
cibulan, alhamdulillah hasilna lumayan tiasa
kenging 500 rebu malah lebih upami nuju
liburan mah janten tiasa ngabantos kolot bu
kanggo jajan mah teu nuhunken, nya upami tos
kaluar sakola mah mun teu tiasa damel nu sae
nya badi mah bade icalan lauk wae di dieu teu
kedah damel kanu tebih da ayena mah milari
padamelan teh susah janten bade
ngamanfaatken we damel di cibulan da hasilna
oge lumayan, nya lumayan bu alhamdulillah
ayana obyek wisata pemandian Cibulan teh
ngabantu lapangan kerja khususna kanggo
masyarakat desa maniskidul “.
Hasil wawancara dengan penjaga terapi
ikan dan pedagang ikan buat makanan ikan
cibulan mengatakan bahwa adanya objek
wisata pemandian cibulan itu sangatlah besar
manfaatnya karena bisa memberi lapangan
kerja kepada masyarakat setempat.
Air di Cibulan selalu melimpah, baik pada
musim hujan maupun kemarau. Itulah
sebabnya, selain sebagai tempat rekreasi,
Cibulan juga dijadikan sebagai sumber air
untuk Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Kuningan dan dimanfaatkan
Pertamina untuk memasok kebutuhan air
bersih di dua kompleks miliknya, yaitu
Padang Golf Ciperna di Kota Cirebon dan
Kantor Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian
Barat (DOH JBB) di Klayan, Kabupaten
Cirebon.
N5 : “ Abdi mah tos lami damel di cibulan bu,
tukang nyewa-nyewaken samak nya lumayan
bu daripada teu aya padamelan di bumi
nganggur, pameget abdi oge sami damel di
cibulan janten tukang parkir, lumayan bu
nyewaken samak oge 10 rebu hiji samak sok
seueur nu nyewana, Alhamdulillah sok aya
ibu-ibu pangaosan ngayaken pangaosan di
cibulan sok peryogi nyewa samak seueur, tamu
nu darongkap ka cibulan mah seueur bae
janten alhamdulillah asa kabantosan
padamelan, ayana pemandian cibulan teh
nyuburken oge ka masyarakat di dieu utamana
mah kitu nu karaos ku abdi, cobi upami teu aya
cibulan boa abdi sareng pameget abdi
nganggur, kan lumayan bu ayana cibulan nu
ngalanggur tiasa ngiring damel di cibulan,
icalan naon wae oge laku bae bu sapertos pop
mie atanapi cai kopi “.
Hasil wawancara dengan ibu penyewa
tiker mengatakan bahwa adanya objek wisata
pemandian cibulan itu sangatlah besar
34
manfaatnya karena bisa memberi lapangan
kerja kepada masyarakat setempat.
Cibulan sepenuhnya dikelola oleh
Pemerintah Desa Manis Kidul. Pendapatan
kotor dari Obyek Wisata Cibulan tiap
minggunya rata-rata mencapai diatas Rp 3
juta. Uang sebesar itu didapat dari penjualan
tiket masuk Week Day seharga Rp 17.000
untuk orang dewasa dan Rp 15.000 untuk
anak-anak, Weekend seharga Rp.20.000
untuk orang dewasa, Rp. 18.000 untuk anak-
anak, sedangkan untuk Hari Raya Rp. 22.000
untuk orang dewasa Rp. 20.000 untuk anak-
anak. Jumlah tersebut bisa mencapai berkisar
Rp 50 juta per minggu pada masa puncak
kunjungan pelancong, yaitu selama Lebaran.
Lonjakan pendapatan itu dimungkinkan,
karena pada masa Lebaran jumlah
pengunjung Cibulan bisa naik puluhan kali
lipat dibanding hari-hari biasa. "Hari-hari
biasa pengunjung tempat ini berkisar 50-100
orang per hari, tetapi pada saat Lebaran bisa
mencapai 3.000 per hari. Sedangkan untuk
parkir :
1. Mobil Rp. 5.000
2. Motor Rp. 3.000
3. Bus/Truk/Elf Rp. 25.000
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang
secara langsung menyentuh dan melibatkan
masyarakat, sehingga membawa berbagai
dampak terhadap masyarakat setempat.
Adapun dampak positif dan dampak negatif
nya yaitu :
1. Dampak Positif :
- Meningkatkan Pendapatan Daerah
khususnya daerah-daerah wisatawan.
- Mereka berdagang demi mendapatkan
uang guna mempertahankan kehidupan
mereka.
- Bertambahnya kesempatan kerja
- Kesejahteraan masyarakat meningkat
- Terciptanya lapangan kerja.
2. Dampak Negatif :
- Ketergantungan kepada wisatawan yang
berkunjung.
- Terjadinya perusakan lingkungan oleh
pengunjung
- Timbulnya persaingan usaha
1. Pedagang di lokasi Kolam Cibulan
Pedagang asongan di kawasan kolam
pemandian cibulan sudah mulai teratur untuk
berjualan di lokasi pemandian. Hal ini
semata-mata dilakukan untuk meningkatkan
kualitas layanan kepada para pengunjung agar
tidak terus di cap jelek dan mengganggu
kenyamanan pengunjung. Maka tahun lalu
pihak pengelola pemandian cibulan berupaya
agar aktivitas berdagang yang dijalankan
berlangsung lebih tertib. Dengan begitu
situasi di kawasan pemandian cibulan terasa
lebih nyaman karena pengunjung tidak
merasa dikerumuni pedagang.
Gambar 2 Kios-Kios Para Pedagang
Kolam pemandian Cibulan juga menjadi
sumber pendapatan bagi penduduk Desa
Maniskidul dengan menjadi pedagang
asongan atau membuka warung makan di
sekitar tempat wisata itu. Mereka kebanyakan
menjual minuman ringan dan makanan kecil
serta makanan ikan berupa kacang atom dan
ikan wader.
2. Manfaat dan Keuntungan Pemandian
Cibulan terhadap Pedagang.
Pemandian Cibulan yang terletak di Desa
Maniskidul Kecamatan Jalaksana, sangat
membantu sekali dalam perekonomian
masyarakat setempat. Karena dengan adanya
tempat wisata pemandian cibulan disekitar
masyarakat tersebut, para penduduk dapat
membuka usaha disekitar pemandian cibulan
seperti berdagang. Adanya Objek Wisata
Pemandian Cibulan memberikan manfaat
yang besar bagi kehidupan para pedagang
karena pedagang dapat memanfaatkan
potensi onjek wisata pemandian cibulan
sebagai lapangan pekerjaan bagi mereka.
Dengan banyaknya usaha dagang yang
35
dikelola oleh para pedagang akan membantu
pedagang dalam meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan hidup pedagang. Adanya
objek wisata pemandian cibulan yang
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar
pemandian cibulan terutama yang bekerja
menjadi pedagang di lokasi pemandian
cibulan dapat membantu tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan hidup para pedagang.
Pendapatan merupakan keuntungan ekonomi
yang didapat seseorang yang menyangkut
jumlah yang dinyatakan dengan uang.
Pendapatan yang diperoleh akan digunakan
untuk membiayai kehidupan sehari - hari para
pedagang yang meliputi kebutuhan pangan,
sandang dan papan yang merupakan
kebutuhan primer maupun sekunder. Untuk
membiayai kebutuhan hidupnya ada kalanya
dari pendapatan yang diperoleh apabila ada
sisa sebagai pedagang di objek wisata
pemandian cibulan dengan memperoleh
penghasilan bersih antara Rp. 20.000-
Rp.30.000 jika berdagang pada hari biasa,
tetapi jika pedagang pada waktu hari libur
bisa mencapai Rp.50.000 per hari.
3. Pengaruh Pengunjung Terhadap
Pedagang di Kawasan Pemandian
Cibulan.
Adanya objek wisata pemandian cibulan
memberikan pengaruh positif bagi perilaku
social ekonomi pedagang yaitu semakin
luasnya kesempatan usaha, membuka
lapangan pekerjaan, meningkatan pendapatan
dan pola fikir pedagang dalam pengembangan
usaha dagang. Sedangkan pengaruh
negatifnya yaitu meningkatnya harga di
daerah wisata, adanya persaingan dan
pencemaran lingkungan. Keberadaan
pemandian cibulan berpengaruh terhadap
perilaku social ekonomi pedagang. Proses
interaksi social menghasilkan dua pola yaitu
pola interaksi social asosiatif dan pola
interaksi sosial disosiatif. Bagi pedagang agar
memiliki sikap terbuka untuk menerima
perbedaan-perbedaan agar lebih aktif
memberikan penyuluhan untuk mencegah
persaingan dan pertentangan atau pertikaian
antara pedagang utuk menciptakan
lingkungan yang aaman dan nyaman.
Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan mengenai
pengaruh objek wisata pemandian cibulan
terhadap pedagang di kawasan pemandian
cibulan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tempat wisata pemandian cibulan sangat
bermanfaat bagi penduduk setempat
untuk berdagang.
2. Pedagang dapat menghasilkan
keuntungan lebih besar dari tempat wisata
pemandian cibulan.
Rekomendasi
Pemerintah Kabupaten Kuningan
hendaknya menempatkan sarana dan
prasarana Obyek Wisata Pemandian Cibulan
sesuai dengan masa trend yang ada sekarang
ini sehingga akan tercipta suasana baru yang
akan membuat pengunjung merasa lebih
nyaman, senang dan tidak bosan berada di
lokasi pemandian.
Ucapan Terima kasih
Penulis menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penelitian ini, terutama
kepada rekan-rekan di Kelompok Jabatan
Fungsional Keahlian Perencana Kabupaten
Kuningan dan Bidang PADPE Bappeda
Kabupaten Kuningan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Bupati Kuningan Nomor 8 Tahun
2012 tentang Standar Jasa Usaha
Kepariwisataan.
Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 9
Tahun 1990.
Undang- Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
Esih Kurniasih, SE
Perencana Ahli Pertama
Bappeda Kabupaten Kuningan
36
PEMANFAATAN DIGITALISASI DALAM MENDUKUNG
PELAYANAN ANGKUTAN PENUMPANG UMUM BERKUALITAS
DI KABUPATEN KUNINGAN
Mari’a Fitri Pratama Lia Oktavianti
Perencana Ahli Pertama
Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan
INTISARI
Di zaman digitalisasi sekarang ini smartphone merupakan kebutuhan yang tidak dapat
terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Baik untuk sekedar berkomunikasi maupun digunakan
untuk kegiatan lain diantaranya penggunaan smartphone untuk kegiatan mobilisasi. Seperti
halnya penggunaan ojek online menjadi sarana transportasi masyarakat yang utama
dibandingkan penggunaan angkutan penumpang umum. Dengan semakin pesatnya
perkembangan teknologi smartphone khususnya yang berbasis Android saat ini dan semakin
banyaknya masyarakat yang menggunakan smartphone bersistem operasi Android. Oleh
karenanya agar penggunaan angkutan penumpang umum masih menjadi primadona
dimasyarakat, pemerintah berupaya untuk dapat memperbaiki pelayanan kinerja angkutan
penumpang umum dengan membuat aplikasi angkutan umum yang dapat digunakan oleh
berbagai kalangan masyarakat secara mudah, cepat, akurat dan aman. Penelitian ini
menggunakan metode deskriftif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini dengan metode pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
primer dilakukan melalui Focus Grup Discussion (FGD), sedangkan untuk pengumpulan data
sekunder merupakan dokumen-dokumen yang didapatkan dari instansi pemerintahan di
Kabupaten Kuningan. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Perhubungan
menyediakan aplikasi angkutan umum yang dapat diunduh pada aplikasi google play yaitu
aplikasi KIRIBANG. Aplikasi angkutan umum ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat
dalam mendapatkan angkutan umum. Maka dibutuhkan pengembangan perangkat lunak
berbasis Android agar para pengguna Android yang menggunakan Angkutan umum bisa
mendapatkan informasi tentang angkutan umum dan meningkatan minat masyarakat untuk naik
angkutan penumpang umum.
Kata Kunci: Kabupaten Kuningan, Deskriptif Kualitatif, Aplikasi Android, Angkutan
Penumpang Umum, Aplikasi KIRIBANG.
ABSTRACT
In this age of digitalization, smartphones are needs that cannot be separated from community
activities. Not only for communicating but also used for other activities including the use of
smartphones for mobilization activities. As is the case with the use of online motorcycle taxis,
it becomes the main means of public transportation compared to the use of public passenger
transportation. With the rapid development of smartphone technology, especially those based
on Android at this time and the increasing number of people who use smartphones operating
system Android. Therefore, to make the use of public passenger transportation still the mainstay
of the community, the government seeks to improve the performance of public passenger
transportation services by making public transportation applications that can be used by
various groups of people easily, quickly, accurately and safely. This study uses a qualitative
descriptive method. Data collection methods used in this study are primary
and secondary data collection methods. Primary data collection is done through
37
Focus Group Discussions (FGDs), while secondary data collection is documents obtained from
government agencies in Kuningan Regency. Kuningan Regency Government through the
Department of Transportation provides a public transport application that can be downloaded
on the google play application, the KIRIBANG application. This public transportation
application is expected to facilitate the public in getting public transportation. Then the
development of Android-based software is needed so that Android users who use public
transport can get information about public transportation and increase public interest in public
transport.
Keywords: Kuningan District, descriptive qualitative, android application, public passenger
transportation, KIRIBANG application.
Pendahuluan
Latar Belakang
Transportasi publik bukanlah pilihan
utama masyarakat untuk beraktivitas sehari-
hari. Keengganan masyarakat menggunakan
moda transportasi publik juga dipengaruhi
faktor dari moda transportasi publik itu
sendiri. Kendala lain dari transportasi public
terutama angkutan penumpang umum dalam
hal pelayanannya yaitu bahwa calon
penumpang terkadang tidak mengetahui jalur
mana saja yang akan dilalui angkutan umum
dalam mencapai tujuannya dikarenakan
kurangnya informasi mengenai rute trayek
angkutan umum yang begitu banyak.
Membuat pengguna (user) sering
mendapatkan informasi yang kurang efisien
mengenai rute atau jalur. Hal ini membuat
pengguna (user) kesulitan dalam
mendapatkan angkutan umum juga
ketidaksesuaian tarif yang seharusnya
dengan dilapangan semakin menyulitkan
pengguna (user) menggunakan angkutan
umum.
Permasalahan Angkutan umum di
Kabupaten Kuningan berdasarkan jumlah
izin trayek terus mengalami penurunan setiap
tahunnya. Hal ini diakibatkan karena
persaingan dengan angkutan online maupun
kepemilikan kendaraan pribadi. Berangkat
dari hal tersebut Dinas Perhubungan
Kabupaten Kuningan memanfaatkan aplikasi
yang diusung oleh perangkat smartphone
android, yaitu berupa aplikasi yang dapat
diunduh pada google play. Dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi
smartphone yang berbasis Android. Dan
pemenuhan kebutuhan akan pelayanan
angkutan umum perlu adanya pengembangan
perangkat lunak berbasis Android bagi para
pengguna (user) Android yang menggunakan
Angkutan umum sehingga bisa mendapatkan
informasi tentang angkutan umum.
Smartphone berbasis android akan
memberikan dampak baik bagi pengguna
(user)anya apabila ditunjang dengan aplikasi-
aplikasi yang mendukung pengguna (user)
smartphone untuk melakukan atau mencari
suatu tempat atau lokasi. Karena dengan
aplikasi pendukung tersebut pengguna (user)
dapat menghemat waktu dengan efisien.
Seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi yang ada dalam smartphone,
diantaranya aplikasi google maps, GPS, dan
petunjuk lokasi lainnya.
Google maps merupakan jasa peta globe
virtual gratis yang disediakan secara online.
Selain itu dengan pemanfaatan aflikasi
google maps juga ditunjang oleh GPS (global
positioning system) yang bertujuan untuk
mengetahui letaktempat yang dituju dan
mengetahui keberadaan pengguna (user)
dengan bantuan sinyal satelit. Dengan vitur
ini dapat mengembangkan perangkat lunak
berbasis website maupun berbasiskan
Android untuk memvisualisasikan peta.
Sedangkan Aplikasi KIRIBANG adalah jasa
untuk navigasi serta mode transportasi
lainnya seperti engine dalam pencarian rute
angkot. Dengan memanfaatkan kedua vitur
ini dapat dikembangkan pencarian rute
angkot pada perangkat lunak berbasiskan
Android. Sebuah perangkat lunak dengan
pemanfaatan aplikasi KIRIBANG dengan
38
visualisasi peta dan pencarian rute angkutan
umum yang diharapkan dapat membantu user
atau calon penumpang angkutan umum
dalam mencari suatu rute dan angkutan
umum terdekat dengan calon penumpang di
Kabupaten Kuningan.
Aplikasi KIRIBANG merupakan aplikasi
pencarian angkutan umum terdekat dengan
pengguna (user) sesuai dengan tujuan yang
akan dituju. Aplikasi ini juga dapat
memantau pergerakan angkutan umum yang
akan melintas maupun kendaraan yang
sedang dinaiki oleh pengguna (user) apakah
sesuai dengan rute yang seharusnya atau
mengalami penyimpangan rute trayek.
Angkutan umum yang terdapat pada aplikasi
KIRIBANG meliputi angkutan umum
perkotaan, angkutan umum perdesaan, bus,
dan travel ( angkutan jemputan) dan ojek.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemanfaatan digitalisasi
dalam pelayanan angkutan penumpang
umum di Kabupaten Kuningan?
2. Bagaimana pemahaman pengguna
terhadap pelayanan angkutan penumpang
umum berbasis aplikasi?
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. memberikan kemudahan terhadap
pengguna aplikasi smartphone dalam
pelayanan angkutan penumpang umum di
kabupaten kuningan.
2. Mengetahui pengguna angkutan
penumpang umum di Kabupaten
Kuningan terhadap penerapan aplikasi
KIRIBANG
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan rute trayek pada moda
transportasi angkutan umum di
Kabupaten Kuningan
2. Mengidentifikasi pengguna angkutan
umum berbasis aplikasi yaitu aplikasi
KIRIBANG
Metodologi Penelitian
Pendekatan Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif kualitatif. Data yang digunakan
dalam penelitian ialah data kualitatif yang
berguna untuk mendapatkan data primer
maupun sekunder kemudian dianalisa untuk
memperoleh hasil penelitian sesuai dengan
tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan dengan menghasilkan
prosedur analisis yang tidak menggunakan
analisis statistik atau cara kuantifikasi
lainnya.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk data
primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan
focus grup discussion. Focus grup discussion
(FGD) dilakukan dengan dinas instansi
terkait diantaranya adalah Kepolisian,
organda, pengusaha angkutan penumpang
umum. Sedangkan untuk data sekunder
merupakan dokumen-dokumen yang didapat
dari instansi pemerintah Kabupaten
Kuningan yaitu Dinas Perhubungan
Kabupaten Kuningan.
Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data primer dan data sekunder
dalam penelitian ini diolah dengan
mendeskripsikan pelayanan angkutan
penumpang umum berbasis aplikasi. Yaitu
dengan memberikan gambaran kepada
pengguna angkutan penumpang umum dalam
menggunakan aplikasi pelayanan angkutan
penumpang umum pada aplikasi smartphone.
Gambaran Umum Wilayah Studi
Kabupaten Kuningan secara topografi
merupakan wilayah perbukitan dengan luas
wilayahn adalah 1.178.58 km2. Kabupaten
Kuningan terdiri atas 32 Kecamatan, 15
Kelurahan dan 361 Desa.
39
Untuk dapat menjangkau seluruh wilayah
di Kabupaten Kuningan, maka Pemerintah
Daerah menyediakan moda transportasi
berupa angkutan penumpang umum
perkotaan dan angkutan penumpang umum
perdesaan.
Tabel 1. Angkutan Penumpang Umum
Jenis Angkutan Jumlah
Trayek
Jumlah
Kendaraan
Angkutan penumpang
umum perkotaan
10 528
Angkutan penumpang
umum perdesaan
29 453
Wilayah studi pada penelitian ini hanya
didaerah CBD (Central Bussines Distric)
Kabupaten Kuningan, dengan kendaraan
yang beroperasi adalah angkutan penumpang
umum perkotaan. Hal ini disebabkan karena
aplikasi KIRIBANG baru menyediakan
untuk kendaraan angkutan penumpanng
umum perkotaan di Kabupaten Kuningan.
Tinjauan Pustaka
Angkutan Penumpang Umum
Angkutan adalah sarana untuk
memindahkan orang atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan tujuan
membantu orang atau kelompok orang serta
menjangkau berbagai tempat yang
dikehendaki, atau mengirimkan barang dari
tempat asalnya ketempat tujuannya.
Prosesnya dapat dilakukan menggunakan
sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa
kendaraan. Angkutan Umum adalah
angkutan penumpang yang dilakukan dengan
system sewa atau bayar. Kendaraan umum
dapat berupa mobil penumpang, bus kecil,
bus sedang, dan bus besar. Mobil penumpang
yang digunakan untuk mengangkut
penumpang umum disebut mobil penumpang
umum (MPU). Bus kecil dicirikan dengan
jumlah tempat duduk sekurang-kurangnya 9
(sembilan) sampai 19 (sembilan belas)
tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk
pengemudi. Bus sedang adalah mobil bus
yang dilengkapi sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) sampai dengan 30 (tiga puluh) tempat
duduk. Bus besar adalah bus yang dilengkapi
sekurangkurangnya 31 (tiga puluh satu)
tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk
pengemudi.
Pelayanan angkutan orang dengan
kendaraan umum dapat diklasifikasikan
berdasarkan wilayah pelayanan, operasi
pelayanan, dan peranannya. Berdasarkan
wilayah pelayanannya, angkutan penumpang
umum terdiri atas angkutan pedesaan,
angkutan perkotaan, angkutan antar kota, dan
angkutan lintas batas negara. Berdasarkan
operasi pelayanannya, angkutan penumpang
umum dapat dilaksanakan dalam trayek tetap
dan teratur serta tidak dalam trayek.
Tujuan utama keberadaan angkutan
umum penumpang adalah menyelenggarakan
pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi
masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik
adalah pelayanan yang aman, cepat, murah
dan nyaman. Selain itu, keberadaan angkutan
umum penumpang juga membuka lapangan
kerja. Keberadaan angkutan umum
penumpang mengandung arti pengurangan
volume lalu lintas kendaraan pribadi, hal ini
dimungkinkan karena angkutan umum
penumpang bersifat angkutan massal
sehingga biaya angkut dapat dibebankan
kepada lebih banyak orang atau penumpang.
Banyaknya penumpang menyebabkan biaya
penumpang dapat ditekan serendah mungkin.
Wilayah Pelayanan Angkutan Penumpang
Umum
Untuk merencanakan sistem angkutan
penumpang umum serta penetapan
kewenangan penyediaan, pengelolaan, dan
pengaturan pelayanan angkutan penumpang
umum perlu ditetapkan wilayah pelayanan
angkutan penumpang umum. Penentuan
batas wilayah angkutan penumpang umum
akan mencakup perencanaan jaringan jalan
dan penentuan wilayah pelayanan angkutan
penumpang umum.
Perencanaan jaringan trayek meliputi
pola tata guna lahan, pola pergerakan
penumpang angkutan umum, kepadatan
penduduk suatu wilayah, daerah pelayanan,
serta karakteristik jaringan jalan yang akan
40
dilalui oleh angkutan penumpang umum.
Pelayanan angkutan umum diusahakan
mampu menyediakan aksesibilitas yang baik.
Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek
angkutan umum diusahakan bangkitan
pengguna angkutan umum dengan potensi
permintaan yang tinggi. Demikian juga
lokasi-lokasi yang menjadi potensial menjadi
tujuan bepergian diusahakan menjadi
prioritas pelayanan dengan rute angkutan
diharapkan mengikuti pola pergerakan
pengguna jasa angkutan umum sehingga
tercipta pergerakan yang lebih efisien. Hal itu
sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan
terhadap penyediaan fasilitas angkutan
umum.
Agar terlaksananya perencanaan yang
baik maka penentuan wilayah pelayanan
angkutan penumpang umum dapat
ditentukan setelah mengetahui batas wilayah
terbangun yang akan dilintasi oleh jaringan
jalan dan rute trayek dengan mengetahui
aspek batas wilayah terbangun, pelayanan
angkutan penumpang umum diwilayah
terbangun, struktur jaringan jalan, geometric
dan kontruksi jalan. Batas wilayah ini dapat
diketahui dengan cara melihat peta pengguna
lahan suatu kota dan daerah sekitarnya atau
dengan mengunakan foto udara. Sehingga
dapat menentukan titik terjauh pelayanan
angkutan penumpang umum, dilakukan
beberapa cara yaitu menghitung besarnya
permintaan pelayanan angkutan penumpang
umum yang terletak di sekitar batas wilayah
terbangun, menghitung jumlah penumpang
minimal untuk mencapai titik impas
pengusaha angkutan penumpang umum serta
menentukan batas wilayah pelayanan dengan
menghubungkan titik-titik terluar yaitu
dengan dengan melihat panjang
koridor/simpul lahan dan kesempatan kerja
sepanjang 400 m di kanan dan kiri.
Penentuan Jadwal dan Jumlah Angkutan
Penumpang Umum
Penentuan jadwal angkutan penumpang
umum harus memperhatikan hal-hal berikut
diantaranya adalah headway (waktu antara),
jumlah armada angkutan penumpang umum
dan waktu perjalanan yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh suatu kendaraan angkutan
penumpang umum dari asal perjalanan
menuju ke tempat tujuan akhir termasuk
waktu singgah pada tempat-tempat
perhentian seperti halte atau simpul-simpul
yang telah ditetapkan.
Pengunaan kendaraan angkutan umum
menghendaki adanya tingkat pelayanan yang
cukup memadai, baik waktu tempuh, waktu
tunggu maupun keamanan dan kenyamanan
yang terjamin selama dalam perjalanan.
Tuntutan akan hal tersebut dapat dipenuhi
bila penyediaan armada angkutan umum
berada pada garis yang seimbang dengan
permintaan jasa angkutan umum.
Penentuan jumlah kendaraan angkutan
umum harus memperhatikan besaran wilayah
dan sebaran penduduk. Hal ini dapat
diperkirakan besaran bangkitan dan tarikan
pengguna (user) angkutan penumpang umum
diwilayah tersebut.
Pengertian Aplikasi, Smartphone dan
Android
Aplikasi merupakan software
(perangkat lunak) atau program dalam
computer yang dibuat, dioperasikan dan
digunakan untuk system tertentu guna
mengerjakan tugas-tugas/perintah tertentu.
Dalam pengembangan program aplikasi,
guna memerintahkan suatu tugas pada
program sesuai dengan kebutuhan maka
dibutuhkan suatu bahasa program (leaguage
software) yang merupakan bahasa dan
program yang ditulis merupakan program
aplikasinya. Fungsi dari leaguage software
adalah agar dapat menulis program dengan
bahasa yang lebih mudah, dan akan
menterjemahkan ke bahasa komputer. Untuk
mengembangkan suatu program aplikasi
dalam memecahkan suatu permasalahan
dapat berhasil dengan baik, maka dibutuhkan
prosedur dan perencanaan yang baik dalam
mengembangkan program tersebut.
Banyaknya perusahaan maupun
perorangan ynag mengembangkan perangkat
lunak berupa program yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan sehingga
41
dapat diandalkan, sesuai dengan permintaan
pengguna, dirancang dengan baik, relative
user friendly, mempunyai manual book,
mampu dikembangkan dimasa yang akan
datang.
Smartphone atau telepon pintar yaitu
telepon yang pada zaman sekarang ini
kemampuannya dapat menyamai
kemampuan pada PC (personal computer)
walaupun dalam kondisi terbatas.
Pada smartphone dapat kita masukan
fitur-fitur lain berupa penambahan aplikasi
yang dapat menunjang fungsi dari pengguna
smartphone. Penambahan aplikasi pada
smartphone bukan saja aplikasi bawaan yang
diproduksi oleh perusahaan smartphone
tersebut namun juga dibuat oleh pihak
ketiga atau operator telekomunikasi. Fungsi
lain dari smartphone yang adalah adanya fitur
antar muka termasuk keyboard Qwerty yang
biasanya terpasang standar untuk komputer.
Android merupakan suatu perangkat
lunak yang digunakan untuk perangkat
mobile yang meliputi system operasi yang
difungsikan untuk menjalankan sebuah
device mobile. Android merupakan platform
lengkap mulai dari system operasi, aplikasi,
tool developing, market aplikasi, dukungan
industry mobile dan telekomunikasi juga
dukungan open system. Hal ini merupakan
suatu keunggulan yang dimiliki oleh platform
android.
Pembahasan
Peningkatan pengguna kendaraan roda
dua maupun kendaraan roda empat di
Kabupaten Kuningan meningkat setiap
tahunnnya. Peningkatan ini menunjukan
mobilitas penumpang di Kabupaten
Kuningan meningkat. Tabel 2. Jumlah Kendaraan
di Kabupaten Kuningan
Tahun
Jenis Kendaraan
Sedan, Jeep,
Minibus
Sepeda
Motor
2017 19.510 278.323
2018 21.733 299.515
Sumber : Samsat Kab.Kuningan
Berbagai macam permasalahan dalam
pelayanan, pengadaan, dan pembinaan
angkutan umum dalam trayek diberbagai
daerah ditambah dengan pembangunan
infrastruktur transportasi dalam mendukung
penguraian volume kendaraan di jalan untuk
mengurangi kemacetan tidak serta merta
dengan peningkatan fasilitas angkutan umum
yang baik khususnya didaerah-daerah. Salah
satu permasalahan angkutan umum adalah
ketidakmampuan para pengusaha angkutan
umum dalam trayek untuk dapat bersaing
dengan angkutan tidak dalam trayek yaitu
angkutan online. Permasalahan yang
kompleks dalam pelayanan angkutan umum
dalam trayek yaitu tidak terjadwalnya
kedatangan angkutan umum,
ketidaknyamanan pelayanan berupa lamanya
perjalanan dikarenakan mengetem atau
berputar dalam suatu wilayah yang bukan
lintasan berdasarkan rute trayek yang sudah
ditetapkan, katidakpastian tarif angkutan
umum yang diberlakukan, maupun
kurangnya fasilitas di dalam kendaran
angkutan umum. Dari permasalahan-
permasalahan tersebut diatas mengakibatkan
penurunanan pengguna angkutan penumpang
umum di Kabupaten Kuningan dari 5 tahun
terakhir.
Tabel 3. Jumlah Angkutan Penumpang
Umum di Kabupaten Kuningan
Tahun
Jenis Angkutan Umum
Jumlah
Angkutan
Kota
Angkutan
Perdesaan
2015 532 482 1.014
2016 532 482 1.014
2017 532 478 1.010
2018 529 456 985
2019 528 453 981
Sumber: Bidang Angkutan, 2019
42
Dari tabel diatas dapat dilihat
penurunan jumlah kendaraan bermotor yang
beroperasi di Kabupaten Kuningan.
Penurunan angkutan penumpang umum
diakibatkan oleh kemudahan dalam
kepemilikan kendaraan pribadi juga
persaingan dengan angkutan online.
Kendaraan angkutan umum yang
banyak mengalami penurunan diantaranya
adalah angkutan perdesaan dari 5 tahun
terakhir terdapat 29 unit kendaraan,
sedangkan untuk kendaraan angkutan
perkotaan hanya mengalami penurunan 4 unit
kendaraan.
Gambar 1. Rute Trayek Angkutan Umum
Perkotaan di Kabupaten Kuningan
Dilihat dari peta diatas bahwa
pelayanan rute angkutan di wilayah
perkotaan di Kabupaten Kuningan sudah
dapat dilayani oleh angkutan penumpang
umum. Namun kenyataan dilapangan
pengguna angkutan penumpang umum tetap
tidak dapat bersaing dengan kendaran sepeda
motor dan atau mobil pribadi dan angkutan
online. Oleh karenanya pemerintah daerah
melalui Dinas Perhubungan berinisiatif untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat dalam hal pelayanan
angkutan penumpang umum, dengan adanya
aplikasi angkutan umum yaitu KIRIBANG.
Aplikasi angkutan umum yaitu aplikasi
yang digunakan dengan menggunakan
system android pada smartphone. Sehingga
pengguna dapat menngunakannya aplikasi
tersebut dimanapun dan kapanpun
membutuhkan.
Seiring dengan perkembangan zaman
yang serba cepat dan mudah, maka peran
teknologi menjadi penting. Sekalipun
kemajuan teknologi komunikasi tersebut
masih dalam perjalanannya, tapi sejak
sekarang sudah dapat diperkirakan terjadinya
berbagai perubahan di bidang komunikasi
maupun di bidang-bidang kehidupan lain
yang berhubungan, sebagai implikasi dari
perkembangan teknologi komunikasi.
Perkembangan teknologi komunikasi
yang diadopsi oleh pemerintah daerah
Kabupaten Kuningan dengan memanfaatkan
sumber yang sudah ada yaitu dengan
menggabungkan aplikasi google play yang
berada pada smartphone dengan system
android dan pelayanan angkutan penumpang
umum. Aplikasi angkutan umum Kabupaten
Kuningan ynag dapat diunduh melalui google
play yaitu aplikasi KIRIBANG. Kendaraan
angkutan umum yang masuk dalam aplikasi
angkutan umum tersebut adalah angkutan
umum perkotaan, angkutan umum perdesaan,
bus AKAP dan AKDP, juga travel antar
jemput.
Gambar 2. Aplikasi KIRIBANG
Aplikasi KIRIBANG dapat digunakan
oleh pengguna (user) smartphone dari
berbagai kalangan usia dengan mudah, cepat,
akurat dan aman. Bagi pengguna (user) (user)
smartphone untuk dapat menggunakan
aplikasi KIRIBANG hendaknya untuk dapat
mendownload terlebih dahulu.
43
Sumber: Aplikasi KIRIBANG
Gambar 3. Registrasi Aplikasi KIRIBANG
Untuk pengguna (user) aplikasi yang
belum memiliki akun maka harus registrasi
seperti pada tampilan gambar diatas dengan
mengisi username, password, nama, no Hp,
dan email. Setelah semua terisi dan login
maka akan menampilkan lokasi pengguna
(user). Dan pengguna (user) akan dapat
memilih jenis angkutan umum dan nomor
rute trayek angkutan umum yang sesuai
dengan tujuan pengguna (user). Kemudian
smartphone akan menampilkan rute trayek
angkutan tertuju, plat nomor kendaraan, serta
foto driver.
Gambar 4.
Login Aplikasi KIRIBANG
Apabila pengguna sudah memutuskan
pilihan rute kendaraan angkutan penumpang
umum maka smartphone akan memberikan
tanda centang ( √ ) yang artinya pengguna
sudah memberitahu dan memberikan
notifikasi serta posisi lokasi pengguna (user)
kepada driver.
Gambar 5. Pemilihan angkutan umum
pada aplikasi KIRIBANG
Penggunaan aplikasi angkutan umum
KIRIBANG sama dengan penggunaan
angkutan umum online, yaitu pengguna
(user) dapat melihat angkutan umum tersebut
berada dilokasi mana, apakah sudah
bergerak, maupun sudah sampai dalam
beberapa waktu.
Gambar 6. Rute angkutan umum terpilih
pada aplikasi KIRIBANG
Apabila pengguna sudah memilih
angkutan yang akan dinaiki maka aplikasi
KIRIBANG akan menampilkan tulisan
KIRIBANG dalam kotak persegi warna abu
pada bagian kiri atas layar.
44
Gambar 7. Pengguna (user) Sudah Berada
pada Angkutan Umum
Selanjutnya apabila pengguna (user)
sudah menaiki kendaraan angkutan umum
dan bergerak ± 100m maka kotak persegi
berwarna abu akan berubah menjadi warna
hijau. Dan apabila pengguna meminta untuk
berhenti maka pengguna harus memijit
tombol berwarna hijau sehingga memberikan
notofikasi suara pada aplikasi KIRIBANG
untuk memberikan tanda kepada smartphone
pengemudi (driver) untuk berhenti dan
menghentikan laju kendaraan angkutan
penumpang umum.
Gambar 8. Pemilihan Angkutan Umum
Pada Aplikasi KIRIBANG
Kesimpulan
Di era perkembangan digitalisasi yang
serba cepat, mudah, dan terjangkau. Sudah
seharusnya ikut serta mendukung
pelaksanaan dalam berbagai kegiatan. Tidak
hanya untuk berbelanja online maupun
berkomunikasi melalui smarphone namun
juga dapat digunakan untuk kegiatan
mobilisasi. Maraknya angkutan online baik
di kota-kota besar maupun daerah
memberikan tantangan tersendiri bagi
pengusaha angkutan umum. Kabupaten
Kuningan salah satu penikmat angkutan
online yang cukup signifikan dalam
penggunaanya, mulai dari anak sekolah
hingga untuk kegiatan berbelanja, antar
jemput kerja dan atau pemesanan makanan.
Dengan berkurangnya minat
masyarakat terhadap penggunaan angkutan
umum maka pemerintah daerah Kabupaten
Kuningan melalui Dinas Perhubungan juga
bekerja sama dengan perusahaan teknotani
meluncurkan inovasi aplikasi angkutan
umum. Aplikasi angkutan umum yang diberi
nama KIRIBANG sudah dapat diunduh pada
aplikasi smarphone berbasis android yaitu
melalui aplikasi google play. dengan
diluncurkannya aplikasi berbasis android
tersebut diharapkan masyarakat lebih
berminat menggunakan angkutan umum
dibandingkan dengan angkutan online. Hal
ini dikarnakan tarif angkutan umum lebih
murah dibandingkan angkutan online, juga
diharapkan masyarakat dapat bersosialisasi
dengan penumpang lain. Selain hal tersebut
juga mendukung kinerja pemerintah baik
pusat maupun daerah dalam pembangunan
infrastruktur transportasi masal.
Rekomendasi
Dalam rangka mendukung kinerja
pemerintah daerah dalam meningkatkan
kinerja pelayanan angkutan umum di
Kabupaten Kuningan maka penulis
memberikan saran:
- Mensosialisasikan aplikasi KIRIBANG
tidak hanya pada moment tertentu saja
namun juga pada kegiatan-kegiatan
seperti car free day
45
- Untuk mewujudkan pelaksanaan
aplikasi angkutan umum KIRIBANG
terlaksana dengan baik, pemerintah
daerah agar membuat edaran 1 day with
public transport
- Perbaikan fasilitas penunjang bagi
angkutan umum di Kabupaten
Kuningan
Ucapan Terimakasih
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Alloh SWT atas curahan nikmatnya. Tak lupa
penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam
memberikan dukungan tersusunnya tulisan
ini, terutama kepada ekan-rekan Jabatan
Fungsional Perencana.
Daftar Pustaka
Departemen Perhubungan, 2009, Undang-
undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ,
Dephub, Jakarta
Kementerian Perhubungan Darat, 2015,
Peraturan menteri Perhubungan PM
No.15 tahun 2019 tentang
penyelenggaraan angkutan orang dengan
kendaraan bermotor umum dalam trayek,
Kemenhubdat, Jakarta
Kementerian Perhubungan Darat, 2018,
Peraturan menteri Perhubungan PM
No.117 tahun 2018 tentang
penyelenggaraan angkutan orang tidak
dalam trayek, Kemenhubdat, Jakarta
Samsat Kabupaten Kuningan, Kuningan.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabeta
Mari’a Fitri Pratama
Lia Oktavianti, SH
Perencana Ahli Pertama
Dinas Perhubungan
Kabupaten Kuningan
46
Assessment Water Scarcity Index Based on Meteorological
Water Availability in Mountainous Area, Case Study in
Kuningan Regency, West Java Province
A Ismail1, I Mulyawan2*, M E Trianasari3, S Himayah1, and Jupri1
1 Department of Geography Education, FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia
2 Bappeda Kabupaten Kuningan
3 Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
*Senior Spatial Planner
ABSTRACT
Water demand will increase rapidly with uneven distribution due to urbanization,
industrialization and so on. On the other hand the quality of water is declining due to lack of
attention in handling waste and others on surface water and ground water. The availability of
water decreases when entering the dry season so that some regions often experience droughts
that have a very broad impact, and are cross-sectoral (economic, social, health, education,
etc.). One of the regions experiencing drought in West Java is Kuningan District so it is used
as the location of this research. The research data in the form of rainfall are interpolated using
the Inverse Distance Weighted (IDW) interpolation technique and overlayed with an
administrative map of the research location. As a result, water criticality is most prevalent in
37 villages in 16 sub-districts (very critical), 9 villages in 8 sub-districts (critical). The high
number of inhabitants in the area results in high water demand values, while the area is
relatively small causing a small availability of meteorological water. The lack of balance
between the needs and availability of water causes water vulnerability.
Introduction
Water is a basic human need that must
be met for survival. Water availability is one
of the global issues, where currently, the
availability of both quality and quantity is
declining. Water scarcity continues to
increase globally based on water scarcity
index parameters (WSIs), indicating an
increase in air scarcity over 30 years (1981-
2010) [1]. The increase of population in
global calculation has significant influence
for the increasing of water scarcity from 21%
(360 million) in 1905 to 34% (2.2 billion) in
2005 [2].
The impact of water scarcity as has been
studied in India for 15 years, shows a bad
influence on sustainable development and
social security which also triggers cases such
as water disputes, diseases, slow development
of agriculture, and urban development [3].
Climate change plays a small role compared
to water consumption in increasing water
scarcity [1].
The research of water scarcity index
based on meteorological water balance was
analyzed based on monthly rainfall and water
requirements measured by population. This
study model has been carried out in several
regions in Indonesia, including in Central
Java province [4], Bengawan Solo Watershed
[5]. This research was conducted for the
Central Java Province, which shows the
criticality of domestic water occurs in areas
with high population density and or have
relatively low rainfall [4]. The water scarcity
index which is calculated based on the pattern
of agricultural activities one, two, and three
times planting in the Bengawan Solo
watershed area shows a critical indication of
average water succession of 49.3% -69.8%.
47
Likewise, the projection in 2030 shows the
value of IKA approaching critical, that is,
62.8% and 90.1% [5].
Figure 1. Research Location
West Java BPBD reports, in 2018, a
drought in West Java Province during the dry
season had an impact on 213,726 households
of water shortages. Kuningan Regency
(Figure 1) is one of the administrative areas
where 1,720 households are affected. Water
scarcity in Kuningan Regency occurred in
three sub-districts (Ciniru, Cigandamekar,
and Karang Kancana) which covered five
villages namely Cihanjaro, Simpayjaya,
Sukasari, Pamupukan, and Jambugeulis
villages, with a total soul affected of 5,191
inhabitants. Also, the drought that occurs has
an impact on agricultural land. Efforts that
have been made by the government include
making temporary reservoirs, piping, and
dropping clean water at 25,000 liters/day. In
2019, West Java BPBD data shows recurring
drought disasters with an expanding
administrative area, covering Karang
Kancana, Cimahi, Cigandamekar, and Darma
Districts. The number of villages affected was
eight villages. Water scarcity that occurred in
2019 affected 7608 inhabitants (2612
households).
The research purpose is to identify
spatial distribution water availability based
on meteorological water balance, to calculate
water consumption based on population, and
to identify the vulnerable area to water
scarcity.
Methods
The research area is located in Kuningan
(1,195.71 km2), which is in one of the areas
around the highest active volcano in West
Java, Indonesia at coordinate 6o47’S -7o12’S
and 108o23’E – 108o47’E. Administratively,
Kuningan is bordered by Cirebon Regency,
Ciamis Regency, and Majalengka Regency,
and Brebes Regency. Kuningan Regency area
located on the Bogor zone [6], where the
physiography of the area is structural hills,
volcanic mountains, and alluvial plain, that
affected to the nature of orographic rainfall.
Physiographic diversity resulted in uneven
distribution of monthly rainfall [7]. The
amount of monthly rainfall ranges from 280
mm in March and 0.78 mm in August. The
type of rain in this region is an orography that
is influenced by the mountain to hilly
topography. The minimum temperature is
22,92oC, and the maximum temperature is
30,5oC (Figure 2).
Water availability was analyzed based
on regional average rainfall data from 22
available rain station at the study area, consist
of Mandirancan sta, Linggarjati sta,
Kalapagunung sta, Cigugur sta, Kuningan sta,
Gunungsirah sta, Darma sta, Karanganyar sta,
Babakanjati sta, Susukan sta, Garawangi sta,
Ciawigebang sta, Ciniru sta, Cihirup sta,
Ciwaru sta, Subang sta, Selajambe sta,
Luragung sta, Singkup/Pasawahan sta,
Lame/Japara sta, and Cibeureum sta. To get
spatial information on rainfall we use the
Inverse Distance Weighted (IDW)
interpolation technique. The interpolation
results are then overlaid with the village
administrative boundaries of the study area to
obtain the availability of meteorological
water in each village. Monthly rainfall data
from each station with a year of observation
varies during the period 2010-2014. Domestic
water needs in this study use assumptions,
where each person uses the needs of 100
liters/inhabitant/day.
48
Figure 2. Meteorological Condition (1) Monthly
Rainfall (2) Temperature Maximum and Minimum
Water availability was analyzed based
on regional average rainfall data from 22
available rain station at the study area, consist
of Mandirancan sta, Linggarjati sta,
Kalapagunung sta, Cigugur sta, Kuningan sta,
Gunungsirah sta, Darma sta, Karanganyar sta,
Babakanjati sta, Susukan sta, Garawangi sta,
Ciawigebang sta, Ciniru sta, Cihirup sta,
Ciwaru sta, Subang sta, Selajambe sta,
Luragung sta, Singkup/Pasawahan sta,
Lame/Japara sta, and Cibeureum sta. To get
spatial information on rainfall we use the
Inverse Distance Weighted (IDW)
interpolation technique. The interpolation
results are then overlaid with the village
administrative boundaries of the study area to
obtain the availability of meteorological
water in each village. Monthly rainfall data
from each station with a year of observation
varies during the period 2010-2014. Domestic
water needs in this study use assumptions,
where each person uses the needs of 100
liters/inhabitant/day.
Water scarcity index defines as water
consumption exceeds 75% of water
availability [8]. The level of water
vulnerability is expressed by the Water
scarcity index (IK) as shown in Table 1.
Table 1. Water Scarcity Class
No Water Scarcity Index Class
1 < 50 % Low
2 50-75 % Moderate
3 76-100 % High
4 >100 % Extrem
Results and Discussion
3.1. Meteorological Water Availability
Based on the distribution of rain that has
been described previously, it can be seen the
availability of water in each village in
Kuningan District. In general it can be seen
that in areas with high rainfall and large area
will have a high availability of meteorological
water and vice versa.
Based on the total water availability as a
whole in all districts, it is seen that the
existing water did not experience a deficit or
deficiency (except in August which
experienced a deficit due to the peak of the
dry month), because the water surplus level
was higher, this was proven by the
availability of existing water adequate.
Kuningan including areas that have many
rivers and saplings, when in the rainy season
or in the summer (dry), the water in it still fills
the river even though there is still a reduction
in discharge due to reduced supply also silting
up the river. This water is called the steady
flow (baseflow) can be used by the
community to meet their daily needs for
various activities.
3.2. Domestic Water Consumption
In daily life the use of water is
increasing along with the increase in
population, but it is not merely increasing the
use of water only because of the increase in
population, but also because of the
advancement of human life. The use of water
by a community increases with the progress
of the community, so the use of water is often
used as a benchmark for the progress of a
community. Thus the use of water is always
categorized as a capable family. According to
Schefter (1985) households with higher
income groups tend to use more water [9].
Figure 3. Water Consumption/Needs
49
Based on a map of the distribution of
water needs, it is known that the distribution
of villages that have high water needs is
spread in several villages. Purwawinangun
sub-district has a high level of water demand
which reaches an average of 40 million liters
per month whereas other areas in the
periphery zone (except Cibingbin Village)
tend to have low water needs. The lowest
water demand is in Nanggerangjaya Village,
Mandirancan District, which is only around
1.6 million liters per month. Based on the
facts of the results of the study it can be
concluded that the population in an area will
affect the use of water resources, where the
higher the number of residents in an area, the
use of water resources to meet daily water
needs is also higher.
3.3. Water Scarcity Index
Based on the calculation of water
availability and water needs as previously
explained, it can be seen which villages in
Kuningan Regency are experiencing water
criticality by comparing the value of water
needs and availability. The calculation results
show that water criticality occurs in areas that
have a high population density, the
assumption is that with a high population
density means that the ability of everyone to
get water to meet their daily needs will be
more difficult, especially if the area has less
amount of rainfall.
Figure 4. Water Scarcity
Vulnerable Area
In general, based on the map of the
distribution of critical villages presented in
Figure 5.10 above, it can be seen that most of
the water criticality occurs around the main
road and some form a frog jump pattern (leap
frog). The most critical water occurred in 37
villages in 16 districts (very critical), 9
villages in eight districts (critical). The high
number of inhabitants in the area results in
high water demand values, while the area is
relatively small causing a small availability of
meteorological water.
From the comparative data between the
availability and water needs, it can be seen
that in some villages, there is a level of water
demand that is greater than the availability of
water. the village. However, this does not
mean that in some villages there is a water
deficit or lack of water, this is because the
village has obtained water supply from other
villages in the vicinity, causing the water
supply in the river to remain throughout the
year.
Conclusion
Distribution of villages that have high
water needs are scattered in several villages.
Purwawinangun sub-district has a high level
of water demand which reaches an average of
40 million liters per month. While other areas
in the periphery zone (except Cibingbin
Village) tend to have low domestic water
needs. The lowest water demand is in
Nanggerangjaya Village, Mandirancan
District, which is only around 1.6 million
liters per month.
Water criticality is most prevalent in 37
villages in 16 sub-districts (very critical), 9
villages in 8 sub-districts (critical). The high
number of inhabitants in the area results in
high water demand values, while the area is
relatively small causing a small availability of
meteorological water. The lack of balance
between the needs and availability of water
causes water vulnerability.
50
References
[1] Scherer, L., & Pfister, S. (2016).
Dealing with uncertainty in water
scarcity footprints. Environmental
Research Letters, 11(5).
https://doi.org/10.1088/1748-
9326/11/5/054008
[2] Porkka, M., Gerten, D., Schaphoff, S.,
Siebert, S., & Kummu, M. (2016).
Causes and trends of water scarcity in
food production. Environmental
Research Letters, 11(1).
https://doi.org/10.1088/1748-
9326/11/1/015001
[3] Zhang, J., Cheng, Q., & Wang, Y.
(2018). One thirsty world - Analysis of
the water resources. IOP Conference
Series: Earth and Environmental
Science, 170(2).
https://doi.org/10.1088/1755-
1315/170/2/022092
[4] Muliranti, S., & Hadi, M. P. (2013).
Kajian Ketersediaan Air Meteorologis
Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air
Domestik Di Propinsi Jawa Tengah
dan DIY. Jurnal Bumi Indonesia, 2(2),
23–32. Retrieved from
http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/
jbi/article/view/160/157
[5] Rejekiningrum, P. (2014). Identifikasi
kekritisan air untuk perencanaan
penggunaan air agar tercapai
ketahanan air di das bengawan solo.
Seminar Nasional FMIPA-UT, 170–
184
[6] van Bemmelen, R. W. (1949). The
Geology of Indonesia v. 1A.
Government Printing Office
[7] Seyhan, E. (1999). Dasar Dasar
Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
[8] Martopo, S., 1991. Keseimbangan
Ketersediaan Air di Pulau Bali.
Laporan Penelitian. Fakultas Geografi
UGM, Yogyakarta
[9] Schefter, J. E. and E. L. David (1985),
“Estimating Residential Water
Demand Under Multi-part Tariffs
Using Aggregate Data”, Land
Economics, 61(3), 272-280
Iwan Mulyawan, S.Si., M.Sc
Senior Spatial Planner
Bappeda Kabupaten Kuningan