tokogurusosial.files.wordpress.com · web viewindonesia sebagai negara berkembang memerlukan...
TRANSCRIPT
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA“Perbuatan Administrasi Negara
dan Keputusan Tata Usaha Negara”
Disusun oleh:
Billah Fouza Arasyas(4115122253)
Pendidikan Pancasila Dan kewarganegaraanIlmu Sosial Politik
Fakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Jakarta
2015
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Perbuatan Administrasi Negara dan Keputusan Tata
Usaha Negara” dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Penulis sadar
bahwa didalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, Itu kembali lagi
karena penulis hanyalah manusia biasa sebagai makhluk yang tidak sempurna.
Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai perbuatan-
perbuatan dalam administrasi negara dan keputusan tata usaha negara sebagai sub
tema hukum administrasi negara dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas
perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk membuat makalah ini penulis
ucapkan terima kasih.
Daftar Isi
Jakarta, 22 Februari 2015
2
Kata Pengantar......................................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang Masalah.........................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan.....................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
2.1.1. Pengertian Perbuatan Administrasi Negara......................................7
2.2. Macam-Macam Perbuatan Administrasi Negara....................................8
2.2.1. Perbuatan Hukum menurut Hukum Privat................................10
2.2.2. Perbuatan Hukum menurut Hukum Publik...............................12
2.3. Unsur-Unsur Perbuatan Administrasi Negara...................................14
2.4. Penentuan Tugas dan Kewenangan dalam Administrasi Negara.....15
2.5. Cara Pelaksanaan Tindakan dalam Administrasi Negara................15
2.6. Keputusan / Ketetapan Tata Usaha Negara........................................17
2.7. Syarat Agar Keputusan Tata Usaha Negara Menjadi Sah................27
2.7.1. KTUN Harus dibuat Alat yang Berwenang dan Berkuasa........29
2.7.2. Dalam Kehendak Alat Administrasi Negara Tidak Boleh ada
Kekurangan Yuridis.....................................................................................30
2.8. Bentuk dan Tata Cara Pembuatan KTUN..........................................32
2.8.1. Bentuk ketetapan/keputusan........................................................33
2.8.2. Isi ketetapan/keputusan.................................................................33
3
2.8.3. Sifat ketetapan/keputusan.............................................................33
2.8.4. Fungsi ketetapan/keputusan.........................................................34
2.8.5. Kedudukan ketetapan dalam tertib hukum Indonesia...................34
2.8.6. Perbedaan Peraturan, ketetapan dan keputusan.......................34
2.8.7. Persamaan dan perbedaan antara keputusan, peraturan, dan
ketetapan/keputusan....................................................................................34
2.8.8. Macam-macam ketetapan/keputusan..........................................35
2.8.9. Ketetapan sepintas lalu dan ketetapan tetap...............................40
2.9. Kekuatan Hukum KTUN.....................................................................40
BAB III..................................................................................................................43
KESIMPULAN.....................................................................................................43
3.1. Kesimpulan...............................................................................................43
3.2. Saran...........................................................................................................43
Daftar Pustaka......................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya Dalam suatu Negara hukum setiap tindakan hukum
pemerintahan selalu harus didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai pengertian perbuatan
permerintah Menurut Van Vollenhoven yang dimaksud dengan tindakan
pemerintahan (bustuurhandeling) adalah pemeliaharaan kepentingan Negera dan
rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan.
Sedangkan menurut Komisi Van Poelje dalam laporannya Tahun 1972 yang
dimaksudkan dengan Puliek Rechtelijke Handeling atau tindakan dalam hukum
publik adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam
menjalankan fungsi pemerintahan.
Indonesia sebagai negara berkembang memerlukan peranan dari aparatur
pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Tugas pembangunan adalah salah
satu dari aspek penyelenggaraan tugas pemerintahan yang sasarannya terwujud
dalam tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Konsekuensi logis dari adanya tugas yang diemban dari
aparatur pemerintah ini dilakukan suatu perbuatan penetapan (beschikking
handeling) yang menghasilkan ketetapan (beschikking). Pengertian ketetapan
berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, yaitu: suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah diatas dan supaya
permasalahan dalam makalah ini dapat terjawab secara akurat, maka
permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian perbuatan dalam administrasi negara?
5
2. Apa macam-macam perbuatan dalam administrasi negara?
3. Bagaimana unsur-unsur tindakan dalam administrasi negara?
4. Bagaimana cara pelaksanakan tindakan dalam perbuatan administrasi
negara?
5. Apa pengertian keputusan dalam tata usaha negara?
6. Bagaimana syarat KTUN agar menjadi sah?
7. Bagaimana kriteria KTUN?
8. Bagaimana bentuk dan jenis KTUN?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara.
2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang ilmu administrasi negara.
3. Untuk mengetahui perbuatan serta macam-macam perbuatan dalam
administrasi negara.
4. Untuk mengkaji tentang unsur-unsur dan pelaksanaan tindakan dalam
perbuatan administrasi negara.
5. Untuk mengetahui tentang KTUN.
6. Untuk mengetahui syarat dalam KTUN.
7. Untuk mengkaji bentuk dan jenis KTUN.
8. Kepentingan teoritik; memperkaya teori-teori mengenai mata kuliah
Hukum Administrasi Negara.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perbuatan Dalam Administrasi Negara oleh Pemerintah.
Pada masa lalu, istilah “teori hukum tata negara” sangat jarang sekali
terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah.
Hukum Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara
dalam arti sempit. Hal ini dipengaruhi oleh watak rezim orde baru yang berupaya
mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang
menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Pemikiran
Hukum Tata Negara secara langsung maupun tidak langsung akhirnya menjadi
terhegemoni/terbelenggu. Tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum Tata
Negara pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dengan memberlakukan asas tunggal Pancasila dan penerapan P4
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Akibatnya, pembahasan sisi
teoritis dari Hukum Tata Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena
dianggap sebagai pikiran yang “anti kemapanan” dan dapat mengganggu stabilitas
nasional.
Pemerintah adalah sama dengan eksekutif UUD 1945 membagi alat
kelengkapan negara terdiri atas tiga kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif,
yudikatif. Di sini pemerintah adalah eksekutif. Pemerintah adalah lebih luas dari
eksekutif Pengertian pemerintah dalam UUD 1945 bukanlah penyelenggaraan
fungsi eksekutif semata-mata melainkan juga fungsi lainnya yang tidak terjangkau
oleh fungsi legislatif, fungsi yudikatif. Pemerintahn selain melaksanakan
peraturan hukum yang dibuat lembaga legislatif juga menjalankan hal-hal lain
yang menjadi tugasnya, fungsi pemerintah lebih luas dari fungsi eksekutif.
7
2.1.1. Pengertian Perbuatan Administrasi Negara
a. Komisi Van Poelje : perbuatan hukum alat administrasi negara/alat tata
usaha adalah tindakan-tindakan hukum (dalam hukum publik) yang dilakukan
oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan dalam arti sempit.
b. Romeyn : tindak pangreh adalah tiap-tiap tindakan (perbuatan) dari suatu
alat perlengkapan pemerintah (bestuursorgaan), juga diluar lapangan hukum
tata pemerintahan yang bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administrasi.
c. E. Utrecht : perbuatan pemerintah ialah tiap-tiap perbuatan yang
dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menyelenggarakan kepentingan
umum, termasuk perbuatan mengadakan peraturan maupun perbuatan
mengadakan ketetapan atau perjanjian.
d. Van Vollenhoven, maksud dengan “tindakan pemerintah” adalah
pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh
penguasa tinggi dan rendahan.
Dengan demikian Substansi dari perbuatan alat administrasi negara adalah
tiap-tiap tindakan yang dilakukan oleh alat tata usaha negara/alat pemerintah tidak
hanya dalam fungsi eksekutif, akan tetapi juga dalam melaksanakan public service
sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Welfare State. Perbuatan alat administrasi
negara ini ada yang masuk dalam klasifikasi perbuatan hukum dan perbuatan
nyata.
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan umum,
pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivita atau
perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu :
Golongan perbuatan hukum.
Golongan yang bukan perbuatan hukum.
Golongan Perbuatan nyata
8
Perbuatan administrasi negara yang termasuk ke dalam kategori perbuatan
hukum dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hukum yang berdasarkan hukum
privat dan perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik. Perbuatan hukum
yang berdasarkan hukum privat itu selalu bersegi dua artinya suatu hubungan
yang diatur hukum privat itu ada dua pihak yang dapat menentukan kehendaknya.
Dari kedua golongan perbuatan tersebut yang penting bagi hukum
administrasi negara adalah golongan perbuatan hukum (hechts handelingen),
sebab perbuatan tersebut langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi
hukum administrasi Negara, oleh karena perbuatan hukum ini membawa akibat
pada hubungan hukum atau atau keadaan hukum yang ada, maka maka perbuatan
tersebut tidak boleh mengandung cacat, seperti kehilafan (dwaling), penipuan
(bedrog), paksaan (dwang). Disamping itu tindakan hukum tersebut harus
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan
sendirinya tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan
peraturan peraturan yang bersangkutan. sedangkan golongan perbuatan yang
bukan perbuatan hukum tidak relevan (tidak penting).
2.2. Macam-Macam Perbuatan Administrasi Negara
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan kepentingan umum,
pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Aktivitas atau
perbuatan itu pada garis besarnya dibedakan kedalam dua golongan, yaitu :
1. Golongan perbuatan hukum. Rechtshandelingen.
2. Golongan yang bukan perbuatan hukum. Feitelijke handelingen.
3. Golongan perbuatan nyata.
Yang penting bagi Hukum Administrasi Negara adalah golongan perbuatan
hukum, sebab perbuatan tersebut langsung menimbulkan akibat hukum tertentu
9
bagi Hukum Administrasi Negara. Adapun golongan perbuatan yang bukan
perbuatan hukum tidak relevan (tidak penting), perbuatan pemerintah yang
termasuk golongan perbuatan hukum dapat berupa :
1) Perbuatan hukum menurut hukum privat (sipil)
2) Perbuatan hukum menurut hukum public.
Untuk Hukum Administrasi Negara, yang penting adalah perbuatan Alat
Administrasi Negara yang merupakan perbuatan hukum (rechtshandelingen),
yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan pada hukum yang
berlaku baik yang didasarkan hukum privat maupun hukum publik. Perbuatan
hukum yang diadasarkan pada hukum public bisa bersegi satu bisa pula bersegi
dua. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu apabila dalam perbuatan itu hanya ada
satu kehendak yang menonjol, bersegi dua apabila di dalam perbuatan itu ada dua
kehendak yang sama-sama menonjol. Perbuatan yang didasarkan pada hukum
privat selalu bersegi dua. Perbuatan menurut hukum yang dilakukanoleh alat
administrasi negara ini yang penting di dalam HAN terutama yang didasarkan
pada hukum public yang bersegi satu. Sedangkan perbuatan hukum menurut
hukum privat pada umumnya tidak termasuk di dalam Hukum Administrasi
Negara.
Perbutan pemerintah yang bukan perbuatan hukum.
Pengertian perbuatan pemerintah yang bukan perbuatan hukum adalah
tindakan pemerintah terhadap masyarakat yang tidak mempunyai akibat hukum.
Contoh-contoh :
Presiden menghimbau masyarakat untuk hidup sederhana.
Menteri perhubungan meresmikan jembatan.
Gubernur mengunjungi panti asuhan.
Perbuatan pemerintah yang merupakan perbuatan hukum.
10
Adalah suatu perbuatan atau tindakan oleh pemerintah kepada masyarakat
yang dapat menimbulkan akibat hukum. (bentuk keputusan dan peraturan).
Perbuatan nyata
Adalah perbuatan pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan. Yang
menjadi obyek kajian dalam HAN adalah perbuatan pemerintah yang merupakan
perbuatan hukum.
3.2.1. Perbuatan Hukum menurut Hukum Privat.
Pertama, menurut Prof. scholten, pendapat yang menyatakan bahwa
Administrasi Negara dalam menjalankan tugas pemerinyah tidak dapat
menggunakan hukum privat. Alasannya karena sifat hukum privat itu mengatur
hubungan hukum yang merupakan kehendak kedua belah pihak dan bersifat
perorangan, sedangkan Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari
hukum public yang merupakan hukum untuk bolehnya tindakan atas kehendak
satu pihak. Tindakan satu pihak ini dalam administrasi Negara di lakukan dalam
rangka melindungi kepentingan umum.
Kedua, menurut Prof. Krabbe, Kranenburg, Vegting, Donner, dan Huart,
menyatakan bahwa administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya dalam
beberapa hal dapat juga menggunakan hukum privat. Untuk menyelesaikan suatu
soal khusus dalam lapangan administrasi Negara telah tersedia peraturan-
peraturan hukum publik, maka administrasi Negara harus menggunakan hukum
public itu dan tidak dapat menggunakan hukum privat.
Perbuatan alat administrasi negara yang merupakan perbuatan hukum
menurut hukum privat, yaitu menyangkut hubungan hukum aparatur negara
dengan subyek hukum lain berdasarkan hukum privat, sebagai contoh :
11
Hubungan sewa menyewa antara pemerintah dengan pihak swasta yang
diatur oleh Pasal 1548 KUHPerdata;
Penjualan tanah eigendom yang diatur oleh Pasal 1547 KUHPerdata;
Perjanjian Kerja (pelayanan rumah tangga untuk kepentingan kantor) yang
diatur KUHPerdata Buku III title 7 dan 7A
Perbuatan - perbuatan yang dilakukan oleh alat administrasi negara
berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas tidak tergolong dalam HAN, melainkan
masuk di dalam perbuatan hukum perdata. Perbuatan hukum yang didasarkan
pada hukum publik baik itu perbuatan untuk melaksanakan peraturan maupun
perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah konkrit
termasuk juga yang didasarkan pada Freies Ermessen (kebebasan bertindak atas
inisiatif sendiri). Perbuatan ini dilakukan untuk menyelenggarakan kepentingan
umum. Mengenai apa yang dimaksud dengan “kepentingan umum”,
The Liang Gie menyatakan bahwa kepentingan umum ialah segenap hal
yang mendorong tercapainya ketentraman, kestabilan ekonomi dan kemajuan
dalam kehidupan masyarakat di samping urusan-urusan yang menyangkut negara
dan rakyat seluruhnya sebagai satu kesatuan, sedangkan Sudargo Gautama
menyatakan bahwa kepentingan umum sama dengan kesejahteraan umum.
Dengan demikian tugas dan fungsi alat administrasi negara dalam negara
kesejahteraan (welfare state) menjadi sangat luas, tidak semata-mata menjalankan
roda pemerintahan, akan tetapi juga berperan dalam kehidupan social, ekonomi
dan cultural. Oleh karena itu alat administrasi negara tidak lagi dipandang sebagai
alat kekuasaan, akan tetapi dipandang sebagai alat pelayan masyarakat (public
service). Menurut Faried Ali dengan adanya campur tangan pemerintah yang
luas dalam kegiatan social dan ekonomi maka Hukum Ekonomi (Economic Law)
yang sering dipakai oleh para ahli di indonesia 80% masuk dalam bidang Hukum
Administrasi Negara dan 20% masuk bidang hukum privat.
12
3.2.2. Perbuatan Hukum menurut Hukum Publik
Mengenai perbuatan hukum alat administrasi negara yang didasarkan pada
hukum publik ada perbedaan pendapat di antara para ahli. Ada ahli yang tidak
menerima/membenarkan adanya perbuatan hukum public yang bersegi dua.
Menurut mereka semua perbuatan hukum publik selalu bersegi satu antara lain
Paul Scolten, Sybengan, Van Praag, Meyers. Alasan mereka tidak mengakui
perbuatan hukum public bersegi dua, karena pada hakekatnya perbuatan
pemerintah/alat administrasi negara adalah suatu perbuatan yang mengeluarkan
atau memberhentikan suatu peraturan. Mereka bertitik tolak dari pandangan yang
didasarkan pada teori kehendak (wilstheori). Menurut teori ini perbuatan
mengeluarkan atau memberhentikan suatu peraturan, dalam hal ini hanya ada satu
kehendak yang menonjol yakni kehendak pemerintah, sehingga di sini tidak ada
perjanjian dan dalam perbuatan yang bersegi dua yakni ada perjanjian antara dua
pihak, oleh karena itu tidak ada perbuatan pemerintah.
Para ahli yang menerima pendapat adanya perbuatan hukum public
bersegi dua yakni Kranenburg-Vegting, Wiarda, Donner, Utrecht. Alasan mereka
menerima pendapat adanya perbuatan hukum publik bersegi dua, karena yang
dimaksud dengan perbuatan pemerintah adalah perbuatan dengan maksud
menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk perbuatan membuat peraturan
dan perbuatan mengadakan keputusan atas perjanjian. Sebagai contoh :
Perjanjian kerja jangka pendek (Kortverband Contract) yang dilakukan
oleh pemerintah dengan pihak swasta sebagai pekerja dan pemerintah
sebagai pemberi kerja.
Di sini ada kesesuaian dua kehendak, sehingga perbuatan hukum itu
dikatakan bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi dua ini tidak diatur dalam hukum
privat akan tetapi diatur oleh suatu hukum yang bersifat istimewa dalam hal ini
hukum publik. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka pemerintah dapat juga
melakukan perjanjian kerja yang sesungguhnya diatur dalam KUHPerdata di
13
mana perjanjian itu karena sifatnya istimewa dimaksudkan sebagai perjanjian
menurut hukum publik.
Perbuatan Hukum menurut Hukum Publik ini ada dua macam :
a. Perbuatan Hukum Publik yang Bersegi Satu
S. Sybenga, mengakui adanya perbuatan hukum publik yang bersegi satu,
artinya hukum publik itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja yaitu
pemerintah. Jadi menurutnya tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua,
maksudnya tidak ada perjanjian. Sebab hubungan hukum yang diatur oleh hukum
publik hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara
menentukan kehendaknya sendiri. Artinya hukum publik itu lebih merupakan
kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Jadi didalamnya tidak ada perjanjian,
jadi hubungan hukum yang diatur oleh hukum publik hanya berasal dari satu
pihak saja yakni pemerintah dengan cara menentukan kehendaknya sendiri.
b. Perbuatan Hukum Publik yang besegi Dua
Van der Pot, Kranenberg-Vegting, Wiarda dan Donner mengakui adanya
hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut hukum publik.
Contoh, dengan adanya perjanjian kerja jangka pendek yang diadakan seseorang
swasta sebagai pekerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi
pekerjaan. Disini ada penyesuaian kehendak antara pekerja dengan pemberi
pekerjaan, dan perbuatan hukum itu diatur oleh hukum istimewa yaitu peraturan
hukum publik sehingga tidak ditemui pengaturannya di dalam hukum privat
(biasa), Mereka memberi contoh tentang adanya “Kortverband Contract”
(perjanjian kerja jangka pendek) yang diadakan seorang swasta sebagai pekerja
dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
14
Pada kortverband contract ada persesuaian kehendak antara pekerja dengan
pemberi pekerjaan, dan perbuatan hukum itu diatur oleh hukum istimewa yaitu
peraturan hukum publik sehingga tidak ditemui pengaturannya di dalam hukum
privat (bisaa). Dalam kaitan ini bisa dicontohkan misalnya tenaga-tenaga kerja
asing yang bekerja di Indonesia untuk masa waktu tertentu adalah merupakan
Kontverband Contract yang kemudian dituangkan dalam satu beschikking.
b.3. Unsur-Unsur Perbuatan Administrasi Negara
Berdasarkan pengertian diatas tampak beberapa unsur yang terdapat
didalamnya Muchsan menyebutkan unsur-unsur tindakan pemrintahan sebagai
berikut :
a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya
sebagai penguasa maupun sebagai alat pemerintahan dengan prakarsa dan
tanggung jawab sendiri
b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan
c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat
hukum di bidang hukum administrasi.
d. Perbuatan tersebut menyangkut pemeliharaan kepentingan Negara dan
rakyat.
e. Perbuatan itu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b.4. Penentuan Tugas dan Kewenangan dalam Administrasi Negara
Menurut Donner di samping melakukan tindakan-tindakan hukum dalam
menjalankan fungsi pemerintahan administrasi Negara juga melakukan pekerjaan
15
menentukan tugas “taakstelling” ataupun tugas politik, sekalipun tugas itu bukan
merupakan tugas utamanya, administrasi Negara juga diberi tugas untuk
membentuk undang-undang dan peraturan-peraturan yang sebenarnya menjadi
tugas legislatif.
Pemberian tugas pembuatan peraturan-peraturan itu menurut Donner di
berikan berdasarkan lembaga “delegasi” atau pelimpahan tugas kepada
administrasi Negara yang biasa disebut dengan ‘delegasi perundang-undangan’.
Kewenangan inisiatif ini ini bisa melahirkan peraturan yang setingkat UU yaitu
perpu, sedangkan kewenangan atas delegasi bisa melahirkan peraturan yang
derajatnya di bawah UU yaitu Peraturan Pemerintah. Dasarnya dari kewenangan
administrasi Negara untuk membuat peraturan atas inisiatifnya sendiri adalah
pasal 22 ayat (1) UUD 1945.
b.5. Cara Pelaksanaan Tindakan dalam Administrasi Negara
Menurut E. Utrecht tindakan pemerintah itu dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
1. Yang bertindak adalah administrasi Negara itu sendiri.
2. Yang bertindak adalah subyek hukum/badan hukum lain yang tidak
termasuk administrasi Negara, dan dilakukan berdasarkan sesuatu
hubungan istimewa, seperti badan hukum-badan hukum yang diberi
monopoli.
3. Yang bertindak adalah subyek hukum lain yang tidak termasuk
administrasi Negara yang menjalankan pekerjaan berdasarkan suatu
konsesi/izin dari pemerintah. Artinya pekerjaan tersebut diserahkan oleh
pemerintah kepada badan swasta untuk menyelenggarakan kepentingan
umum, seperti Damri, Pelni, Shell, Caltec, dan sebagainya.
16
4. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk
administrasi Negara yang diberi subsidi oleh pemerintah, seperti
yayasan-yayasan pendidikan.
5. Yang bertindak adalah pemerintah bersama-sama dengan subyek hukum
lain yang bukan administrasi Negara di mana kedua belah pihak
tergabung dalam kerjasama, seperti Bank Industri Niaga, di mana
pemerintah bukan pemegang saham tetapi di dalam dewan direksinya
ada wakil-wakil pemerintah.
6. Yang bertindak adalah yayasan yang didirikan/diawasi oleh pemerintah,
seperti yayasan Supersemar, yayasan Veteran dan sebagainya.
7. Yang bertindak adalah koperasi yang didirikan/diawasi oleh pemerintah.
8. Yang bertindak adalah Perusahaan Negara seperti PLN.
Pada dasarnya semua tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
tindakan tersebut tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan
peraturan yang bersangkutan. Dalam hal ini pemerintah memiliki kedudukan yang
khusus (de overhead als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang
diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum
dimana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan
wewenang membuat peraturan perundang-undangan, menggunakan paksaan
pemerintahan, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum.
Pemerintah juga mempunyai kedudukan yang tidak dimiliki oleh seseorang
ataupun badan hukum perdata, ini menyebabkan hubungan hukum antara
pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat ordinatif. Tetapi
meskipun hubungan hukumnya bersifat ordonatif, pemerintahan tidak dapat
melakukan tindakan hukum secara bebas dan semena-mena terhadap warga
Negara.
17
Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa ada beberapa macam
tindakan pemerintah yang merupakan tindakan hukum dalam rangka
menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu :
1. Dengan membebankan kewajiban pada organ-organ itu untuk
menyelenggarakan kepentingan umum.
2. Dengan mengeluarkan undang-undang yang bersifat melarang atau
menyeluruh yang ditujukan pada tiap-tiap warganegara untuk melakukan
perbuatan yang perlu demi kepentingan umum.
3. Memberikan perintah-perintah atau ketetapan-ketetapan yang bersifat
memberi beban.
4. Memberikan subsidi-subsidi atau bantuan-bantuan kepada swasta.
5. Memberikan kedudukan hukum kepada seseorang sesuai dengan
keinginannya, sehingga orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban.
6. Melakukan pengawasan terhadap pekerjaan swasta.
7. Bekerjasama dengan perusahaan lain dalam bentuk-bentuk yang ditentukan
untuk kepentingan
b.6. Keputusan / Ketetapan Tata Usaha Negara
Keputusan Administrasi Negara merupakan perbuatan hukum publik
bersegi satu, yang dilakukan oleh Alat Administrasi Negara untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Keputusan Administrasi Negara ini
dinegara Belanda dikenal dengan istilah Beschikking, Perancis dikenal dengan
Acte Administratif, di Jerman dikenal dengan Verwaltungsakt. Di Indonesia
belum ada kesatuan pendapat mengenai istilah yang merupakan terjemahan dari
Beschikking ini.
Utrecht, menerjemahkan dengan istilah Ketetapan, sedangkan Koentjoro
Purbopranoto menyebutnya dengan istilah Keputusan. Keputusan yang dibuat
18
oleh alat administrasi negara ini merupakan bagian terbesar dari macam-macam
perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat administrasi negara. Perbuatan alat
administrasi negara dalam mengadakan keputusan/ketetapan ini disebut
penetapan.
Keputusan atau ketetapan, ada yang dibuat untuk menyelengarakan
hubungan-hubungan dalam lingkungan alat administrasi yang membuatnya yang
dikenaldengan keputusan intern. Ada juga yang dibuat untuk menyelenggarakan
hubungan antara alat administrasi negara yang membuatnya dengan pihak swasta
atau warga masyarakat atau antara dua atau lebih alat administrasi negara, yang
dikenal dengan keputusan ekstern. Di dalam HAN yang terpenting adalah
keputusan/ketetapan ekstern.
Prins, memberikan definisi keputusan/ketetapan sebagai perbuatan hukum
bersegi satu dalam lapangan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur) dilakukan
oleh alat pemerintahan dalam arti yang luas berdasarkan kekuasaan istimewa.
Sedangkan Utrecht menyatakan bahwa ketetapan adalah suatu perbuatan
pemerintah dalam arti kata luas yang khusus bagi lapangan pemerintahan dalam
arti kata sempit (dalam menyelenggarakan kepentingan umum). Dengan demikian
tidak berarti bahwa ketetapan itu hanya dibuat oleh alat pemerintah dalam bidang
eksekutif, akan tetapi bisa juga dibuat oleh alat pemerintah dalam bidang legislatif
dan yudikatif.
Van der Pot berpendapat bahwa ketetapan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan alat-alat pemerintahan itu menyelenggarakan hal khusus, dengan
maksud mengadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum. Van
Vollenhoven berpendapat bahwa penetapan/keputusan yang bersifat legislative
yang mempunyai arti berlainan.
Meskipun penggunaan istilah keputusan dianggap lebih tepat, namun
dalam buku Ridwan HR, akan digunakan istilah ketetapan dengan pertimbangan
untuk membedakan dengan penerjemahan “besluit” (keputusan) yang sudah
memiliki pengertian khusus, yaitu sebagai keputusan yang bersifat umum dan
mengikat atau sebagai peraturan perundang-undangan.
19
Keputusan Administratif merupakan suatu pengertian yang sangat umum
dan abstrak, yang dalam praktik tampak dalam bentuk keputusan-keputusan yang
sangat berbeda. Namun demikian keputusan administratif juga mengandung ciri-
ciri yang sama, karena akhirnya dalam teori hanya ada satu pengertian
“Keputusan Administratif”. Adalah penting untuk mempunyai pengertian yang
mendalam tentang pengertian keputusan administratif, karena perlu untuk dapat
mengenal dalam praktek keputusan-keputusan/tindakan-tindakan tertentu sebagai
keputusan administrative. Dan hal itu diperlukan, karena hukum positif
mengikatkan akibat-akibat hukum tertentu pada keputusan-keputusan tersebut,
misalnya suatu penyelesaian hukum melalui hakim tertentu. Sifat norma hukum
keputusan adalah individual-konkrit.
Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebut ketetapan ini dengan sebutan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Adapun yang dimaksudkan dengan Keputusan/Ketetapan AN (UU Peratun
menyebut dengan istilah keputusan TUN), berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3
UU No.5 Tahun 1986 (UU Peratun) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bersifat konkrit,
individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata. Unsur-unsur utama Keputusan TUN seperti dirumuskan dalam
Pasal 1 angka 3 UU Peratun, yaitu :
Penetapan tertulis;
Oleh Badan atau Pejabat TUN;
Konkrit;
Individual;
Final;serta
Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
20
Penetapan tertulis maksudnya adalah cukup ada hitam diatas putih, karena
menurut penjelasan Pasal 1 angka 3 UU Peratun dikatakan bahwa bentuk formal
tidak penting dan bahkan nota dinas atau memo pun sudah memenuhi syarat
sebagai penetapan tertulis. Adapun Badan atau Pejabat TUN yang dirumuskan
dalam UU Peratun itu pada dasarnya adalah badan-badan atau pejabat yang
melakukan urusan pemerintahan dalam arti sempit. Kalau kita bandingkan
rumusan Keputusan/Ketetapan yang dikemukakan oleh Prins dan Utrecht dengan
rumusan KTUN yang dimuat dalam UU Peratun, lebih luas rumusan yang
dikemukakan oleh Prins dan Utrecht.
Penetapan Tertulis
Secara teoritis, hubungan hukum public senantiasa bersegi satu (tindakan
hukum administrasi adalah tindakan hukum sepihak). Oleh karena itu, hubungan
hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum dalam bidang perdata
yang selalu bersifat dua pihak karena dalam hukum perdata disamping ada
kesamaan kedudukan juga ada asas otonomi berupa kebebasan pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak serta menentukan
apa isi hubungan hukum itu. Ketika pemerintah dihadapkan pada peristiwa
konkret dan pemerintah memiliki motivasi dan keinginan untuk menyelesaikan
peristiwa tersebut, pemerintah diberi wewenang untuk mengambil tindakan
hukum sepihak dalam bentuk ketetapan yang merupakan hasil dari tindakan
hukum yang dituangkan dalam bentuk tertulis.
Dikeluarkan oleh Pemerintah
Hampir semua organ kenegeraan dan pemerintahan berwenang untuk
mengeluarkan ketetapan atau keputusan. Tetapi ketetapan yang dimaksudkan
disini hanyalah ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah selaku administrasi
21
negara. Ketetapan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan tidak termasuk
dalam pengertian beschikking berdasarkan hukum administrasi.
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku
Pembuatan dan penetapan ketetapan harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau harus didasarkan pada wewenang
pemerintahan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Bersifat Konkret, Individual, dan Final
Ketetapan memiliki sifat norma hukum yang individual-konkrit dari
rangkaian norma hukum yang bersifat umum-abstrak. KTUN bersifat Konkrit
berarti objek yang diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud,
tertentu atau dapat ditentukan. Dalam hal apa dan kepada siapa keputusan itu
dikeluarkan, harus secara jelas disebutkan dalam keputusan. Atau dalam rumusan
lain,objek dan subjek dalam keputusan harus disebut secara tegas. KTUN bersifat
individual artinya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat
maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju lebih dari seorang, tiap-tiap nama
orang yang terkena disebutkan. Tindakan Tata Usaha dalam menyatakan
kehendaknya- dengan maksud terjadi perubahan pada lapangan hukum publik
yang bersifat umum,seharusnya dituangkan dalam bentuk Peraturan (regeling).
KTUN bersifat final berarti sudah definitif sehingga dapat menimbukan
akibat hukum. Ketetapan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau
instansi lain belum bersifat final sehingga belum dapat menimbulkan suatu hak
atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.
Menimbulkan Akibat Hukum
22
Ketetapan merupakan wujud konkrit dari tindakan hukum pemerintahan.
Secara teoritis, tindakan hukum berarti tindakan-tindakan yang berdasarkan
sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu. Dengan demikian, tindakan
hukum pemerintahan merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh organ
pemerintahan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu khususnya
dibidang pemerintahan atau administrasi negara.
Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Berdasarkan hukum
keperdataan, seseorang atau badan hukum yang dinyatakan tidak mampu seperti
orang yang berada dalam pengampuan atau perusahaan yang dinyatakan pailit
tidak dapat dikualifikasi sebagai subjek hukum. Ketetapan sebagai wujud dari
tindakan hukum publik sepihak dari organ pemerintahan ditujukan pada subjek
hukum yang berupa seseorang atau badan hukum perdata yang memiliki
kecakapan untuk melakukan tindakan hukum.
Menurut rumusan Prins dan Utrecht badan/pejabat-pejabat yang membuat
atau mengeluarkan Keputusan/Ketetapan tidak terbatas pada badan/pejabat dalam
lingkup pemerintahan dalam arti yang sempit, akan tetapi badan/pejabat-pejabat
dalam lingkup pemerintahan dalam arti yang luas (legislatif maupun yudikatif)
bisa membuat keputusan/ketetapan hanya saja keputusan/ketetapan itu
dimaksudkan untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas dan urusan
pemerintahan dalam arti yang sempit (eksekutif). Sedangkan KTUN yang
ditentukan dalam UU Peratun hanya KTUN yang dibuat oleh badan/pejabat-
pejabat dalam lingkup eksekutif.
Hal ini bisa kita fahami mengingat bahwa UU Peratun membatasi KTUN
yang bisa dibawa ke Peratun yang bisa dibawa ke Peratun hanyalah KTUN yang
dibuat oleh alat administrasi negara dalam lingkungan eksekutif. Untuk dapat
menjalankan tugasnya, di samping membuat keputusan, Alat Administrasi Negara
juga mengeluarkan peraturan. Di mana pada waktu kita membahas pengertian
23
HAN, Prajudi Atmasudirdjo menyatakan bahwa peraturan ini termasuk dalam UU
dalam arti luas yang merupakan bagian dari sumber Hukum Tata Usaha Negara
yang bersifat otonom, yang dapat diubah, ditambah oleh Alat Tata Usaha Negara
apabila perlu dengan memperhatian asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Adapun perbedaan antara keputusan/ketetapan dengan peraturan, yaitu :
Keputusan/Ketetapan : dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang konkret
yang telah diketahui lebih dulu oleh alat AN dan bersifat kasuistik.
Sebagai contoh : SK penerimaan pegawai, di sana disebut secara tegas
nama-nama pelamar yang diterima sebagai calon pegawai, sehingga SK
tersebut hanya diperuntukkan bagi para pelamar yang diterima sebagai
calon pegawai yang disebut dalam SK itu.
Peraturan : dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang bersifat abstrak yang
belum diketahui sebelumnya dan bersifat umum, dan yang mungkin akan
terjadi. Sebagai contoh : peraturan (Keputusan) yang mengatur tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar PNS. Di sana tidak bisa
disebut satu persatu calon pelamar, melainkan diperuntukkan bagi semua
calon pelamar sebagai PNS, sehingga dikatakan berlaku umum dan
bersifat abstrak karena belum diketahui siapa sajakah nama-nama orang
yang berniat melamar sebagai PNS.
Akan tetapi perlu diingat bahwa walaupun satu peraturan itu dibuat untuk
menyelesaikan hal-hal yang masih abstrak, tetapi seringkali perkara konkrit yang
terjadi sebelumnya menjadi sebab maka itu dikeluarkan. Kadang-kadang
perbedaan antara keputusan dengan peraturan itu tidak jelas, karena produk
hukum Alat Tata Usaha Negara yang kita kenal dengan peraturan ini juga bentuk
formalnya merupakan keputusan tapi isinya bersifat mengatur.
Apalagi dalam suatu peraturan yang sifatnya einmalig, yaitu suatu
peraturan yang dibuat untuk menyelesaikan suatu perkara konkrit dan setelah
24
penyelesaian itu terlaksana kemudian peraturan itu berhenti berlaku tanpa dicabut.
Juga perlu diketahui bahwa untuk membedakan apakah suatu keputusan itu
merupakan peraturan atau keputusan dalam arti beschikking Philipus M.Hadjon
dkk menyatakan bahwa pada umumnya Badan-Badan TUN seperti halnya
departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemda tingkat I dan II
(sekarang dengan berlakunya UU No.22 Tahun 1999 sebagaimana teleh diubah
dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah di daerah disebut dengan
pemda Propinsi dan pemda Kabupaten/Kota) menetapkan bentuk tertentu yang
membedakan keputusan TUN dalam arti beschikking dengan keputusan yang
merupakan peraturan. Keputusan yang merupakan beschikking disebut dengan
judul SK (Surat Keputusan) misalnya : SK Menteri, SK Gubernur dan lain
sebagainya. Sedangkan keputusan yang merupakan peraturan yang bersifat umum
disebut dengan Keputusan, misalnya Keputusan Menteri. Di dalam UU Peratun
(Pasal 2 huruf a) bentuk hukum peraturan ini dikenal dengan istilah Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum. Di samping
membuat keputusan dan peraturan Alat Administrasi Negara juga mengeluarkan
produk hukum yang dikenal dengan sebutan pseudo wetgeving atau peraturan-
peraturan kebijakan yang sering juga dikenal dengan nama peraturan perundang-
undangan semu.
Hal ini dilakukan oleh Alat Tata Usaha Negara untuk menempuh berbagai
langkah kebijaksanaan tertentu. Produk ini tidak terlepas dari kaitan penggunaan
asas freies ermessen. Bentuknya bisa berujud Pedoman, Surat Edaran yang
mengumumkan kebijakan tertentu. Suatu peraturan kebijakan pada hakekatnya
merupakan produk dari perbuatan Alat Tata Usaha Negara yang bertujuan
menampakkan kebijaksanaan/kebebasan bertindak (freies ermessen) secara
tertulis, namun tanpa disertai kewenangan untuk membuat peraturan dari si
pembuat kebijakan tersebut. Sebetulnya Alat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan pseudo wetgeving tersebut tidak berhak membuat peraturan, akan
tetapi karena ada hal-hal konkrit yang mendesak untuk segera diselesaikan maka
lalu dibuat suatu kebijaksanaan. Perbedaan antara pseudo wetgeving, yaitu :
25
Pseudo wetgeiving tidak mengikat secara langsung namun mempunyai
relevansi hukum, sedangkan peraturan mengikat secara hukum;
Pseudo wetgeiving tidak mempunyai sansi yang tegas hanya mempunyai
sanksi moral, sedangkan peraturan umumnya mempunyai sanksi tegas;
Pseudo wetgeiving apabila ada keadaan-keadaan khusus yang mendesak
umumnya bisa disimpangi; sedangkan peraturan umumnya tidak bisa
disimpangi.
Selain itu Alat Administrasi Negara juga sering mengeluarkan produk
yang namanya het plan (rencana) yang dijumpai pada pelbagai bidang kegiatan
pemerintahan. Misalnya pengaturan rencana tata ruang kota, rencana peruntukan
tanah, RAPBN, RAPBD dan lain sebagainya. Rencana merupakan keseluruhan
tindakan yang saling berkaitan dari Alat Administrasi Negara untuk
mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib/teratur. Suatu rencana
menunjukkan kebijaksanaan apa yang akan dijalankan oleh Alat Administrasi
Negara pada suatu lapangan tertentu.
Di dalam HAN, yang penting hanya rencana-rencana yang mempunyai
kekuatan hukum. Rencana ini dapat dikaitkan dengan stelsel perajinan. Ada
beberapa rencana pembangunan yang secara langsung berakibat hukumbagi warga
negara atau badan hukum perdata. Sebagai contoh : rencana tata ruang kota,
rencana-rencana detail perkotaan yang dibuat berdasarkan SVO dan SVV
mengikat warga kota untuk membangun secara tidak menyimpang dari pola
gambar petunjuk peta-peta pengukuran dan petunjuk rencana-rencana detail
perkotaan mengingat tiap penyimpangan daripadanya dapat mengakibatkan
bangunan yang bersangkutan dibongkar. Perencanaan sebagai tindakan
administrasi negara harus memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh
Bimtoro Tjokroamidjojo, sebagai berikut :
26
a. berorentasikan untuk mencapai tujuan. Tujuan itu dapat bersifat
ekonomi, politik, sosial budaya, idiologis dan bahkan kombinasi
dari berbagai hal tersebut;
b. berorientasi pada pelaksanaannya; perspektif waktu. Untuk
mencapai tujuan tertentu bisa saja dilakukan secara bertahap;
c. perencanaan harus merupakan suatu kegiatan kontinyu dan terus
menerus.
Membuat ketetapan itu merupakan perbuatan huku, sebagai perbuatan
hukum ketetapan itu melahirkan hak dan atau kewajiban itu disebut ketetapan
positif. Ketetapan itu merupakan perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak.
Maka, perbuatan hukum itu harus bersifat berdasarkan hukum public, artinya
bahwa perbuatan itu harus bersifat memaksa bukan mengatur saja dan perbuatan
yang bersifat memaksa itu pengaturannya terdapat dalam hukum public karena
ketetapan itu hanya mencerminkan kehendak satu pihak saja, pihak yang
memerintah yaitu pihak pemerintah atau administrasi Negara, sebaliknya dengan
perbuatan hukum yang bersifat dua belah pihak berdasarkan persesuaian kehendak
pihak-pihak yang bersangkutan, pengaturannya terdapat dalam hukum perdata dan
perbuatan ini bukanlah menjadi masalah pelajaran hukum administrasi Negara.
b.7. Syarat Agar Keputusan Tata Usaha Negara Menjadi Sah
Suatu Keputusan/Ketetapan administrasi negara dikatakan sah apabila
keputusan tadi memenuhi syarat untuk diterima menjadi bagian dari ketertiban
hukum. Supaya keputusan AN itu dapat menjadi bagian dari ketertiban hukum
maka pembuatannya harus memperhatikan ketentuan-ketentuan HTN dan HAN.
Ketentuan dalam HTN menyangkut tentang kompetensi dan tujuan, sedangkan
ketentuan dalam HAN menyangkut procedure dalam pembuatan keputusan.
27
Syarat yang harus dipenuhi di dalam pembuatan keputusan AAN (Vander Pot),
yaitu :
a. Dibuat oleh alat yang berwenang/berkuasa;
b. Dalam kehendak alat yang berkuasa tidak boleh ada kekurangan yuridis;
c. Bentuk keputusan dan tata cara pembuatannya harus sesuai dengan
peraturan dasarnya;
d. Isi dan tujuan keputusan harus sesuai debngan isi dan tujuan dari peraturan
yang menjadi dasarpembuatan keputusan tersebut.
Apabila suatu keputusan Admiistrasi Negara dibuat dengan tidak
mengindahkan syarat-syarat sahnya suatu keputusan dapat mengakibatkan
keputusan tadi menjadi tidak sah, artinya keputusan tersebut tidak dapat diterima
menjadi bagian dari ketertiban hukum. Akan tetapi keputusan yang dibuat dengan
tidak mengindahkan syarat sahnya suatu keputusan (keputusan yang mengandung
kekurangan) belum tentu menjadi tidak sah. Karena sah tidaknya suatu keputusan
tergantung pada berat ringannya kekurangan syarat tersebut. Bila kekurangan
syarat itu syarat yang esensial (penting) maka keputusan tadi menjadi tidak sah.
Akan tetapi kalau kekurangan itu bukan merupakan syarat yang esensial maka
keputusan tadi tetap sah.
Syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan ketetapan ini mencakup
syarat-syarat material dan syarat formal.
Syarat Material terdiri dari:
Organ Pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang.
Ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis.
Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan tetrtentu.
Ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan
lainnya, serta isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan
peraturan dasarnya.
28
Syarat Formil terdiri dari:
Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan
dibuatnya ketetapan dan berhubung dengan cara dibuatnya
ketetapan harus dipenuhi.
Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya
ketetapan itu.
Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus
dipenuhi.
Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal hal yang
menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya ketetapan itu harus
diperhatikan.
b.7.1. KTUN Harus dibuat Alat yang Berwenang dan Berkuasa
Berwenang/berkuasa atau tidaknya Alat Administrasi Negara yang
membuat keputusan ditentukan oleh kategori sebagai berikut :
a. Kompetensi/ratione materi: pokok yang menjadi obyek
keputusan/ketetapan harus masuk kompetensi Alat Administrasi
Negara yang membuatnya;
29
b. Batas lingkungan wilayah/ratione loci: tempat/wilayah berlakunya
suatu keputusan;
c. Batas wilayah/ratione temporis: jangka waktu berlakunya suatu
keputusan;
d. Quorum : jumlah anggota yang harus hadir agar keputusan yang dibuat
sah.
Akan tetapi belum tentu keputusan/ketetapan AAN yang dibuat dengan
tidak mengindahkan kategori-kategori tersebut menjadi tidak sah. Sah tidaknya
suatu keputusan tadi masih tergantung pada besarnya obyek yang diatur dalam
keputusan. Sehingga akhirnya yang dapat menilai sah tidaknya suatu keputusan
adalah Alat AN yang lebih tinggi atau Peradilan Tata Usaha Negara, itupun harus
dilihat secara kasuistik. Dalam hal berkuasa/berwenang atau tidaknya Alat AN
yang mengeluarkan Keputusan AN terlihat dengan jelas, maka keputusan bisa
menjadi batal mutlak/batal dan pembatalannya bisa berlaku surut. Artinya
seluruh akibat dari keputusan tadi batal sama sekali dan tuntutan pembatalan bisa
dilakukan oleh semua orang. Ajaran kebatalan ini dianalogikan dari hukum
perdata. Disamping batal mutlak ada lagi perbuatan yang bisa batal nisbi artinya
permintaan pembatalan dari perbuatan itu hanya bisa dituntut oleh orang-orang
tertentu. Juga ada keputusan yang bisa menjadi batal karena hukum, maksudnya
bahwa akibat dari keputusan itu untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum
dianggap tidak pernah ada tanpa diperlukan suatu pembatalan oleh hakim atau
atasan dari Alat AN yang mengeluarkan keputusan.
Apabila Alat AN yang mengeluarkan keputusan di dalam menduduki
jabatannya ternyata tidak legal (sah), maka dapat diselesaikan dengan ajaran
functionare defait, yaitu doktrin/ajaran yang menyatakan bahwa dalam keadaan
memaksa/istimewa/darurat Alat AN tidak legal atau pengangkatannya
mengandung kekurangan (sebagai contoh pengangkatan presiden Habibie oleh
presiden Suharto sewaktu presiden Suharto dituntut oleh mahasiswa untuk
meletakkan jabatannya), apabila masyarakat umum menerimanya sebagai suatu
30
Alat AN yang legal, maka perbuatan-perbuatan yang dilakukannya atau keputusan
yang dikeluarkannya adalah sah. Akan tetapi apabila masyarakat tidak
menerimanya maka keputusan yang dikeluarkannya tidak sah.
Dengan ada keputusan/ketetapan sah dan ada keputusan/ketetapan yang
tidak sah. Suatu keputusan/ketetapan dikatakan tidak sah apabila
keputusan/ketetapan tadi tidak mengandung kekurangan yang esensial atau dapat
dikatakan bahwa keputusan adalah sah apabila sudah diterima sebagai bagian dari
ketertiban hukum. Sedangkan keputusan/ketetapan dianggap tidak sah apabila
keputusan tadi mengandung kekurangan yang esensial sehingga tidak dapat
diterima menjadi bagian dari ketertiban hukum.
b.7.2. Dalam Kehendak Alat Administrasi Negara Tidak Boleh ada Kekurangan Yuridis
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan/ketetapan bisa terjadi
kerena :
a) Dwaling = salah kira
b) Dwang = paksaan
c) Bedrog = tipuan
Kekurangan yuridis ini dianalogikan dari lapangan hukum privat (perdata).
Di dalam hukum perdata perbuatan yang dibuat berdasarkan dwaling, dwang dan
bedrog dapat dibatalkan dan tidak menjadi batal secara mutlak, artinya perbuatan
itu dianggap ada sampai ada pembatalan oleh hakim atau oleh pejabat yang
berwenang. Akan tetapi di dalam HAN kekurangan yuridis berdasarkan salah kira
(dwaling) hanya akan mempengaruhi berlakunya suatu keputusan AN dalam hal
salah kira tersebut bertentengan dengan UU atau bertentangan keadaan nyata,
misalnya mengenai pokok maksud, kualitas orang. Sebagai contoh :
31
1. keputusan yang dikeluarkan adalah ijin untuk mengimport 200 mobil
Hyundai akan tetapi ternyata yang datang 2000 mobil.
2. Penerimaan pegawai yang dipanggil adalah Amin seorang insinyur Kimia,
ternyata yang datang adalah Amin sarjana pendidikan Kimia. Kepututsan
yang dibuat berdasarkan salah kira ini pada umumnya dapat dimintakan
agar ditinjau kembali atau dapat dibatalkan.
Keputusan yang dibuat berdasarkan paksaan dapat dibatalkan bahkan
paksaan keras dapat menjadi sebab keputusan tadi batal demi hukum.
Keputusan/ketetapan yang dibuat dengan menggunakan tipuan, sebagai contoh:
1. seorang pengusaha HPH meminta ijin untuk menebang hutan yang di
dalamnya terdapat lebih kurang 20000 pohon jati dan oleh instansi
pemberi ijin HPH dikabulkan. Ternyata sebenarnya di dalam hutan
tersebut terdapat lebih kurang 200000 pohon jati.
Di sini bayangkan palsu bagi instansi yang mengeluarkan HPH tentang
suatu hal yang akan dimuat dalam keputusan. Tipuan ini dapat mempengaruhi
berlakunya keputusan apabila bertentangan dengan keadaan/kejadian nyata.
2.8. Bentuk dan Tata Cara Pembuatan KTUN
Bentuk Keputusan :
a) Lisan;
b) Tertulis
Keputusan dapat dibuat secara lisan apabila :
Tidak membawa akibat yang kekal dan tidak begitu penting di dalam
HAN;
32
Bilamana oleh Alat AN yang mengeluarkan keputusan dikehendaki akibat
yang timbul dengan segera.
Mengenai bentuk keputusan/ketetapan yang dibuat secara tertulis ada
bermacam-macam karena dibuat oleh bermacam-macam alat administrasi negara,
bisa alat administrasi di lingkungan pemerintahan dalam arti sempit (eksekutif)
bisa juga alat administrasi negara dilingkungan pemerintahan dalam arti yang
luas. Sebagai contoh UU yang isinya memuat penetapan (UU yang bersifat formil
saja tapi materinya tidak mengikat seluruh penduduk), Keputusan Presidan,
Keputusan Menteri.
Ada peraturan dasar yang memuat secara tegas ketentuan tentang bentuk
suatu keputusan. Akan tetapi ada kalanya peraturan dasar daripembuatan
keputusan tidak menyebutkan bentuk yang harus diberikan pada suatu keputusan
yang akan dikeluarkan. Dalam hal ini penyelesaiannya: dengan cara melihat
praktek administrasi negara yang terdahulu dan juga melihat pentingnya soal yang
akan diselesaikan/diselenggarakan oleh keputusan TUN tersebut untuk
menentukan bentuk mana yang harus dipakai. Mengenai akibat hukum dari suatu
keputusan yang tidak mengindahkan aturan mengeai bentuk keputusan, Utrecht
menyatakan bahwa hal itu harus dilihat apakah kekurangan tersebut essential atau
tidak! Karena suatu keputusan dengan bentuk yang salah belum tentu mengurangi
sah/tidaknya suatu keputusan. Kranenburg-Vegting mengemukakan bahwa
akibat keputusan yang dibuat dengan tidak mengindahkan bentuk hanya batal,
bilamana kekurangan yang dinyatakan itu mungkin menjadi sebab maka isi
keputusan tersebut lain/berbeda dari yang dimaksud atau keputusan tadi
menimbulkankerugian. Cara pembuatan dan cara menjalankan/melaksanakan
suatu keputusan bisa juga mempengaruhi berlakunya suatu keputusan.
2.8.1. Bentuk ketetapan/keputusan
33
Ketetapan itu ada yang berbentuk tertulis seperti surat izin mengemudi,
surat izin bangunan, dan surat izin sertifikat tanah, dst. Dan ada yang tidak
tertulis, seperti perintah lisan seorang polisi untuk tidak memparkir kendaraan di
tempat yang di larang kepada seorang pengemudi kendaraan tertentu, karena
bertentangan dengan peraturan tentang izin kepolisian untuk mengadakan rapat.
2.8.2. Isi ketetapan/keputusan
Isi ketetapan itu harus sesuai dengan isi dari peraturan yang menjadi dasar
berlakunya dan legalitas ketetapan tersebut, seperti isi surat penetapan pajak
kendaraan bermotor beroda dua.
2.8.3. Sifat ketetapan/keputusan
Hukum mempunyai sifat mengikat, apabila hukum itu mengikat umum
maka disebut peraturan, tetapi apabila hukum itu mengikat seseorang tertentu saja,
maka disebut ketetapan. Jadi ketetapan itu adalah hukum yaitu hukum yang
mengikat seseorang tertentu yang identitasnya ada pada ketetapan tersebut.
2.8.4. Fungsi ketetapan/keputusan
Keputusan pemerintah yang melaksanakan suatu peraturan ke dalam suatu
hal atau peristiwa konkrit tertentu disebut ketetapan. Jadi, ketetapan itu fungsinya
melaksanakan peraturan ke dalam suatu hal atau peristiwa konkrit tertentu.
2.8.5. Kedudukan ketetapan dalam tertib hukum Indonesia
Kedudukan ketetapan dalam tertib hukum yang digambarkan oleh Kelsen,
bahwa tertib hukum terbentuk sebuah pyramid, dimana tiap-tiap tangga pyramid
34
terdapat kaidah-kaidah dan ketetapan yang merupakan suatu kaidah
kedudukannya ada di tangga yang paling bawah yang melaksanakan kaidah yang
ada di atasnya yang disebut peraturan. Dan peraturan ini menjadi dasar berlakunya
dan legalitas ketetapan tersebut. Jadi, kedudukan ketetapan dalam tertib hukum
Indonesia adalah melaksanakan suatu peraturan ke dalam suatu hal tertentu.
2.8.6. Perbedaan Peraturan, ketetapan dan keputusan
Peraturan merupakan hukum in abstrakto atau general norms yang sifatnya
mengikat umum atau berlaku umum sedangkan tugasnya adalah mengatur hal-hal
yang umum atau hal-hal yang masih abstrak, agar peraturan ini dapat
dilaksanakan haruslah dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang membawa peraturan
ini ke dalam peristiwa yang konkrit, yang nyata tertentu.
Ketetapan ini yang tugasnya melaksanakan peraturan ke dalam peristiwa
konkrit tertentu maka sifatnya menjadi mengikat subjek hukum tertentu, mengatur
hal-hal konkrit tertentu, karena itu ketetapan ini disebut hukum in concreeto atau
individual norms.
2.8.7. Persamaan dan perbedaan antara keputusan, peraturan, dan ketetapan/keputusan
Persamaannya terletak bahwa ketiga-tiganya merupakan norma-norma
yang mempunyai sifat mengikat. Sedangkan perbedaannya terletak bahwa, apabila
suatu keputusan pemerintah mengikat umum, mengikat setiap orang dalam suatu
wilayah hukum atau keputusan pemerintah yang berlaku umum yang tidak
diketahui identitas orangnya, maka keputusan pemerintah itu bersifat peraturan.
Jadi, keputusan itu ada yang bersifat peraturan ada yang bersifat ketetapan. Hal ini
tergantung kepada isi dari keputusan tersebut, apabila keputusan itu isinya
mengikat umum, berlaku umum, maka keputusan itu adalah peraturan dan apabila
hanya mengikat seseorang tertentu atau individu tertentu saja, maka keputusan itu
adalah ketetapan.
35
Jadi keputusan itu selalu peraturan apabila isinya berlaku dan mengikat
secara umum dan keputusan selalu ketetapan apabila isinya hanya berlaku dan
mengikat seseorang atau individu saja.
2.8.8. Macam-macam ketetapan/keputusan
Prof. van Vollenhoven : bahwa cirri perbuatan pemerintah itu konkrit, dan
yang dimaksud dengan perbuatan pemerintah itu disini adalah membuat ketetapan
untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh pemerintah atau
administrasi negara yang jumlahnya banyak sekali yang masing-masing berbeda
yang satu dari yang lainnya.
Jadi, ketetapan itu jumlahnya banyak sekali dan bermacam-macam dan
tidak mudah untuk menggolongkan ketetapan-ketetapan itu menurut jenisnya
karena sukar menentukan ukuran untuk itu.
Macam-macam ketetapan terdiri dari:
a. Ketetapan/keputusan positif
Adalah suatu ketetapan yang pada umumnya menimbulkan
keadaan hukum baru baik yang membebankan kewajiban-
kewajiban hukum baru maupun yang memberikan hak-hak baru
kepada subjek tertentu.
Keputusan/ketetapan yang demikian ini adalah suatu
keputusan yang menimbulkan keadaan hukum baru bagi pihak
yang dikenai keputusan. Akibatakibat yang timbul dengan
dikeluarkannya keputusan/ketetapan positif dapat diklasifikasikan
menjadi lima (5) golongan, yaitu :
1. Keputusan/ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru
bagi pihak yang dikenai keputusan. Contoh : Keputusan
pemberian Izin Usaha Perdagangan;
36
2. Keputusan/ketetapan yang mengakui keadaan hukum baru
bagi obyek tertentu. Contoh : keputusan mengenai perubahan
status Perguruan Tinggi di dalam akreditasi dari B ke A;
3. Keputusan/ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau
bubarnya suatu badan hukum. Contoh keputusan Menteri
Kehakiman dan HAM yang menyetujui AD dari sebuah PT
sehingga menjadi badan hukum;
4. Keputusan/ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada
pihak yang dikenai keputusan/ketetapan. Contoh : pemberian
SK pengangkatan PNS;
5. Keputusan/ketetapan yang membebankan kewajiban baru
kepada pihak yang dikenai keputusan/ketetapan. Contoh :
Keputusan mengenai penetapan wajib pajak;
b. Ketetapan/keputusan yang negative
Adalah ketetapan :
Yaitu suatu keputusan/ketetapan yang tidak merubah
keadaan hukum tertentu yang telah ada bagi pihak administrable.
Keputusan negative dapat berupa pernyataan :
1. Untuk menyatakan tidak berhak
2. Untuk menyatakan tidak berdasarkan hukum
3. Untuk melakukan penolakan seluruhnya
c. Ketetapan/keputusan konstitutif
Yaitu suatu keputusan yang melahirkan keadaan hukum
baru bagi pihak yang diberi keputusan, sering disebut dengan
keputusan yang membuat hukum. Keputusan ini pada umumnya
dikeluarkan dengan menggunakan kebijaksanaan yang dipunyai
37
oleh AAN (Freis Ermessen) dan tidak terlalu terikat pada peraturan
Perundangan-undangan.
d. Ketetapan/keputusan deklarator
Jadi, ketetapan itu merupakan perbuatan administrasi Negara
untuk melaksanakan kehendak undang-undang ke dalam suatu
peristiwa konkrit, karena itu dikatakan bahwa ketetapan itu
merupakan hukum yang mengatur hal yang nyata.
Yaitu suatu keputusan yang menyatakan hukum, mengakui
suatu hak yang sudah ada, menyatakan bahwa yang bersangkutan
dapat diberikan haknya karena sudah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan. Keputusan ini adalah hasil perbuatan AAN untuk
melaksanakan ketentuan UU ke dalam peristiwa konkrit. Keputusan
deklaratour ini sering juga disebut “hukum in concreeto”, yaitu
hukum yang mengatur hal yang nyata, hanya berlaku pada orang-
orang tertentu/menyebut seseorang saja yakni yang namanya
tercantum dalam keputusan. Sebagai contoh : di dalam HO,
ditentukan barangsiapa yang akan mendirikan bangunan untuk
industri dan diperkirakan akan mengganggu lingkungan sekitarnya
dalam radius 200m, diharuskan untuk memperoleh ijin HO. Pak
Salim yang akan mendirikan pabrik tobong gamping meminta ijin
HO, kemudian oleh aparat yang berwenang dikeluarkan keputusan
mengenai ijin HO untuk mendirikan pabrik tobong gamping untuk
Pak Salim. Keputusan ini merupakan keputusan deklaratour.
e. Keputusan Kilat
W.F Pins menyebutkan ada 4 jenis keputusan ini, yaitu:
Keputusan yang bermaksud merubah teks/redaksi keputusan yan
lama :
38
1) Keputusan negatif. Keputusan semacam ini tidak merupakan
halangan bagi AAN untuk mengeluarkan keputusan lagi bila
keadaan telah berubah;
2) Keputusan yang menarik kembali atau membatalkan keputusan
lama.
3) Keputusan ini tidak merupakan rintangan bagi AAN untuk
membuat keputusan serupa dengan keputusan yang ditarik
kembali/dibatalkan;
4) Keputusan yang mengandung pernyataan bahwa sesuatu boleh
dilaksanakan.
f. Keputusan Tetap
Yaitu suatu keputusan yang masa berlakunya untuk waktu
sampai diadakan perubahan/penarikan kembali.
g. Keputusan Intern
Yaitu suatu keputusan yang hanya berlaku untuk
menyelenggarakan hubungan-hubungan ke dalam lingkungan AAN
sendiri.
h. Keputusan Ekstern
Yaitu suatu keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan
hubungan-hubungan antara alat administrasi yang membuatnya dengan
swasta/administrable atau anatara dua/lebih AAN.
i. Dispensasi
39
Yaitu suatu keputusan yang meniadakan berlakunya peraturan
perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa. Tujuan dari
penerbitan dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu
perbuatan hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam UU.
j. Ijin
Yaitu keputusan yang isinya memperbolehkan suatu perbuatan
yang pada umumnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan, akan
tetapi masih diperkenankan asal saja diadakan seperti yang ditentukan
untuk masing-masing hal yang konkrit. Sebagai contoh : ada suatu
peraturan yang menyatakan dilarang mendirikan bangunan tanpa ijin.
Kemudian ada seseorang yang akan mendirikan lalu minta keputusan/ijin
untuk mendirikan bangunan. Keputusan yang dikeluarkan aparat ini
dinamakan ijin.
k. Lisensi
Adalah suatu keputusan yang isinya merupakan ijin untuk
menjalankan suatu perusahaan.
l. Konsesi
Yaitu suatu keputusan yang isinya merupakan ijin bagi pihak
swasta untuk menyelenggarakan hal-hal yang penting bagi umum.
40
2.8.9. Ketetapan sepintas lalu dan ketetapan tetap
Mengenai ketetapan sepintas lalu ini, Prins mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut: dalam perpustakaan sering ada disebut-sebut ketetapan yang pada
saat dikeluarkannya, selesai pula sekali keperluannya. Ketetapan yang dimaksud
Prins itu adalah ketetapan yang tugasnya selesai pada saat dikeluarkannya.
2.9. Kekuatan Hukum KTUN
Apabila suatu keputusan sudah sah atau dianggap sah, maka keputusan
tadi mempunyai kekuatan hukum, artinya keputusan itu dapat mempengaruhi
pergaulan hukum. Kekuatan hukum suatu keputusan dapat berwujud kekuatan
hukum formil dan kekuatan hukum materiil. Suatu keputusan dikatakan
mempunyai kekuatan hukum formil, apabila keputusan tadi sudah tidak bisa
dibantah lagi oleh suatu alat hukum biasa. Alat hukum biasa yaitu suatu alat
hukum yang hanya dapat digunakan dalam suatu jangka waktu tertentu untuk
mengadakan banding terhadap suatu keputusan.
Sebagai contoh :
Suatu keputusan harus disetujui atau dimintakan banding pada atasan
sebelum mulai diberlakukan. Maka sejak keputusan itu dikuatkan atau
disetujui oleh atasan,keputusan itu mempunyai kekuatan hukum formil;
Apabila ditentukan banding dalam jangka waktu tertentu, tetapi jangka
waktu untuk banding tidak digunakan dan waktu banding sudah
terlampaui, maka sejak lampau waktu banding itu keputusan mempunyai
kekuatan hukum formil;
Apabila tidak memerlukan persetujuan dari atasan, maka sejak dikeluarkan
keputusan itu telah mempunyai kekuatan hukum formil;
Apabila harus banding dan permohonan banding ditolak, maka sejak
penolakan banding keputusan tadi mempunyai kekuatan hukum formil.
41
Kekuatan hukum formil dapat dibantah dengan alat hukum luar biasa,
karena alat hukum luar biasa tidak terikat oleh jangka waktu tertentu untuk
memohon banding, yaitu apabila dalam hal nyata-nyata keputusan tadi
mengandung kekurangan yuridis yang dapat membahayakan ketertiban umum
atau keputusan tadi tidak lagi sesuai dengan keadaan nyata. Di dalam hal ini
instansi tertinggi yang berhak membatalkannya. AAN atau instansi pembuat
keputusan juga dapat membantah dengan kekuatan hukum formil, dalam hal
dikemudian hari ternyata diketahui bahwa keputusan itu mengandung kekurangan
yang esensial.
Akan tetapi apabila keputusan/ketetapan tidak mengandung kekurangan
yang esensial alat administrasi yang membuatnya tidak dapat membantah/menarik
kembali. Hal ini untuk menjaga kepastian hukum dari keputusan/ketetapan tadi.
Dengan demikian perbedaan antara alat hukum biasa dan alat hukum luar biasa,
yakni alat hukum biasa terikat oleh jangka waktu tertentu untuk membantah
berlakunya suatu keputusan/ketetapan. Sedangkan alat hukum luar biasa tidak
terikat oleh jangka waktu tertentu dalam membantah berlakunya suatu
keputusan/ketetapan.
Ketentuan hukum materiil yakni pengaruh yang dapat ditimbulkan karena
isi atau materi keputusan tersebut. Suatu keputusan dikatakan mempunyai
kekuatan hukum materiil, apabila keputusan tadi sudah tidak dapat dibantah lagi
oleh AAN yang membuatnya, sehingga suatu keputusan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum materiil dapat mempengaruhi pergaulan hukum, oleh karenanya
dapat diterima pula sebagai bagian dari ketertiban hukum.
Pada dasarnya, karena keputusan/ketetapan itu adalah merupakan
perbuatan hukum sepihak (bersegi satu) maka keputusan itu dapat ditarik kembali
oleh alat administrasi yang membuatnya tanpa memerlukan persetujuan dari pihak
yang dikenai keputusan. Akan tetapi untuk menjaga kepastian hukum, apabila
tidak sangat perlu dan tidak mengandung kekurangan maka keputusan/ketetapan
tidak dapat ditarik kembali.
42
Prins mengemukakan ada enam (6) asas yang harus diperhatikan oleh alat
administrasi negara dalam menarik kembali suatu keputusan/ketetapan yang telah
dikeluarkan, yakni :
1. Suatu keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang berkepentingan
menggunakan tipuan, dapat ditiadakan sejak semula;
2. Keputusan yang isinya belum diberitahukan padayang bersangkutan
maksudnya pihak administrable atau pihak yang dikenai keputusan;
3. Suatu keputusan yang diberikan kepada pihak administrable dengan
syarat-syarat tertentu tapi administrable tidak memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan;
4. Suatu keputusan yang bermanfaat bagi administrable tidak boleh
ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu terlewati;
5. Tidak diperbolehkan kembali menarik keputusan yang akan membawa
kerugian yang lebih besar bagi administrable dibandingkan dengan
kerugian yang diderita negara;
6. Menarik kembali/mengubah suatu keputusan harus diadakan menurut
acara/formalitei seperti yang ditentukan dalam peraturan dasar dari
pembuatan keputusan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
43
Dari hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis
menyimpulkan bahwa:
1. Pengertian ketetapan berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986
tentang PTUN, yaitu: suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat tata usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Ada beberapa unsur yang terdapat yang terdapat dalam Bescikking,yaitu:
Penetapan tersebut tertulis dan dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
Berisi tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bersifat konkrit, individual dan final.
3.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan para pembaca ikut peduli
dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang perbuatan/tindakan yang
ada dalam administrasi negara dan Keputusan tata usaha negara, Semoga dengan
makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Jakarta,1994.
Bagir Manan, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan
Tingkat Daerah , LPPM Unisba,Bandung,1985.
44
Marbun ,SF., Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, 1997.
Marbun,S.F. dan Moh.Mahfud MD, Peradilan Administrasi dan Upaya
Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,1997.
Michiels ,F.C.M.A., De Arob-Beschikking, ‘s-Gravenhage, Vuga Uitgeverij B.V.,
1987.
Utrecht ,E. dan Moh. Saleh Djindang,Pengantar Hukum Administrasi Negara
Indonesia, PT Ichtiar Baru,Anggota IKAPI,Jakarta, 1990.
Purbapranoto, Kuntjoro,Beberapa Catatan Hukum Tata pemerintahan dan
Peradilan Administrasi Negara, Penerbit Alumni,Bandung,1985.
Philipus M. Hadjon (et.al), Pengantar Hukum Admnistrsi Indonesia, Gajah Mada
University Press, Anggota IKAPI ,Yogyakarta, 2005.
Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata, Sumur Bandung,
Bandung,1983.
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni
Bandung,1985.
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003 ), 90 ST. Marbun, Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
(Liberti: Yogyakarta,1987), 70
45