ruangankuliah.files.wordpress.com · web viewperhatikan matriks payoff untuk dua pemain berikut :...
TRANSCRIPT
TUGAS PENELITIAN OPERASIONAL
ANALISIS KEPUTUSAN (AHP) & TEORI PERMAINAN (SOLUSI GRAFIS & SOLUSI LINIER)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Operasional
Di Jurusan Teknik Informatika
Disusun Oleh:
0606026 Dandy Handoza
060503916 Chaerudin
060300917 Doni
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA - UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2009
1
1. TEORI PERMAINAN
“Teori Permainan” merupakan sebuah pendekatan terhadap kemungkinan strategi yang
akan dipakai, yang disusun secara matematis agar bisa diterima secara logis dan rasional.
Game Theory digunakan untuk mencari strategi terbaik dalam suatu aktivitas, dimana
setiap pemain didalamnya sama-sama mencapai utilitas tertinggi. Penerapannya banyak
dilakukan di berbagai disiplin ilmu seperti biologi, militer, politik, diplomasi, ilmu sosial,
dll.
Manfaat Teori Permainan untuk beberapa hal:
1. Mengembangkan suatu kerangka untuk analisa pengambilan keputusan dalam situasi
perasaingan ( kerja sama)
2. Menguraikan metode kuantitaif yang sistematik bagi pemain yang terlibat dalam
persaingan untuk memilih strategi yang tradisional dalam pencapaian tujuan.
Memberi gambaran dan penjelasan phenomena situasi persaingan /konflik seperti tawar menawar
dan perumusan kualisi
Terdapat 2 jenis teori permainan, yaitu:
1. Teori Permainan Murni
2. Teori Permainan Campuran :
1. Metode Grafik
2. Metode Analisis
3. Metode Aljabar Metrik
4. Metode Linier Programing
SOLUSI GRAFIK DARI PERMAINAN
2
Solusi grafik dapat digunakan jika paling salah satu pemain mempunyai hanya 2 strategi (2 x
n atau m x 2).
Perhatikan matriks payoff untuk dua pemain berikut :
Menghitung x1 dan x2 dengan menganggap pemain B menggunakan strategi murni.
Maka ekspektasi perolehan bagi pemain A adalah sbb:
Strategi murni B Ekspektasi perolehan A
1a11 x1 + a21x2
2 a12 x1 + a22x2
3
.
.
.
n
a13 x1 + a23x2
.
.
.
a1n x1 + a2nx2
Ekspektasi digambarkan dengan sumbu horizontal x1 (0 sampai 1) dan vertikal sebagai
ekspektasi perolehan.
3
A
B
y1 y2 y3 ... yn
x1 a11 a12 a13 ... a1n
x2 = 1-x1 a21 a22 a23 ... a2n
Nilai optimum (x1, x2 dan v) akan didapat dari titik perpotongan
Titik perpotongan menunjukkan strategi B yang digunakan, maka y1, y2, ..., yn selanjutnya
dapat ditentukan.
Contoh 1:
Perhatikan matriks payoff permainan di bawah ini:
Pe
ma
in
A
Pemain B
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5
Strategi 1 2 4 5 -2 -1
Strategi 2 3 -1 -2 6 5
Permainan di atas memiliki nilai minimaks = 3 dan nilai maksimin = -2 permainan tidak
seimbang
Dengan solusi grafik:
Pe
ma
in
A
x1
x2
Pemain B
y1 y2 y3 y4 y5
Strategi
1
Strategi
2
Strategi
3
Strategi
4
Strategi
5
Strategi
1
2 4 5 -2 -1
Strategi
2
3 -1 -2 6 5
Bagi Pemain A :
Strategi murni B Ekspektasi perolehan A
1 2x1 + 3x2 =(2-3)x1+3
4
2 5x1-1
3
4
5
7x1-2
-8x1+6
-6x1+5
Ada 6 titik perpotongan yang menjadi kandidat solusi optimal untuk x1 (titik perpotongan garis
(1,2), (1,3), (2,4), (2,5), (3,4) dan (3,5)). Karena pemain A adalah pemain baris dimana dia akan
memaksimumkan ekspektasi perolehan minimumnya, maka solusi optimalnya adalah titik
perpotongan ungu (perpotongan garis (2,4)). Dengan demikian x1 = 7/13 dan x2 = 1-7/13 = 6/13.
v = 5x1 -1 = 22/13 diperoleh dengan memasukkan nilai x1 pada pers (2) atau (4).
Bagi Pemain B:
Solusi optimal bagi pemain A di atas merupakan perpotongan garis (2) dan (4), Hal ini
menunjukkan bahwa B dapat mengkombinasikan kedua strategi tersebut.
Kombinasi strategi 2 dan 4 menunjukkan bahwa y1 = y3 = y5 = 0.
5
Pe
ma
in
A x1
x2
Pemain B
y2 y4
Strategi
2
Strategi 4
Strategi
1
4 -2
Strategi
2
-1 6
Strategi murni A Ekspektasi perolehan B
1 4y2 - 2y4 =(4+2)y2-2=6y2-2
2 -7y2+6
6y2-2=-7y2+6, maka y2 = 8/13 dan y4 = 5/13; y1 = y3 = y5 = 0; v = 22/13 (sama dengan nilai di atas).
Contoh 2:
Perhatikan permainan dengan matriks payoff berikut:
Penyelesaian :
Tidak ada saddle point, dan pemain B
memiliki hanya 2 strategi
solusi grafik.
Bagi Pemain B:
Strategi murni A Ekspektasi payoff B
1
2
-2y1+4
-y1+3
6
A
B
1 2
1 2 4
2 2 3
3 3 2
3
4
y1+2
-8y1+6
Ada 3 titik
maksimum
(perpotongan
warna ungu, biru
dan hijau).
Pemain B
sebagai
pemain kolom akan meminimumkan ekspektasi perolehan maksimumnya, maka solusi optimalnya
adalah titik hijau
y1 = 2/3 dan y2 = 1/3; v = -2*2/3 + 4 =8/3
Pemain A
Titik optimum bagi pemain B merupakan perpotongan strategi 1 dan 3 pemain A.
Strategi murni B Ekspektasi payoff A
1
2
-x1+3
2x1+2
-x1+3 = 2x1+2 x1 = 1/3, x2 = 0, x3 = 2/3, x4 = 0 dan v = 8/3 (sama dengan di atas).
SOLUSI PERMAINAN MENGGUNAKAN PROSES LINIER
7
A
B
1 2
1 2 4
3 3 2
Metode Simpleks
Bentuk umum LP bagi pemain baris :
Min
Sub. To :
;
Bentuk umum LP bagi pemain kolom (Dual pemain baris)
Maks.
Sub. To :
;
Perhatikan kembali matriks payoff berikut:
Pe
ma
in
A
Pemain B
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5
Strategi 1 2 4 5 -2 -1
Strategi 2 3 -1 -2 6 5
Maka bentuk umum LP untuk pemain baris (pemain A) adalah :
8
Min.
Sub. To :
Maka bentuk umum LP untuk pemain kolom (pemain B) adalah :
Maks.
Sub. To:
Tabel simpleks awal (iterasi-0):
VB Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 s1 s2 NK
W -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0
s1 2 4 5 -2 -1 - 0 1
s2 3 -1 -2 6 5 0 1 1
Iterasi-1:
VB Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 s1 s2 NK
W -3/5 -1/5 0 -7/5 -6/5 1 0 1/5
Y3 2/5 4/5 1 -2/5 -1/5 1 0 1/5
s2 19/5 3/5 0 26/5 23/5 2 1 7/5
Iterasi-2 :
9
VB Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 s1 s2 NK
W 11/26 -1/26 0 0 1/26 6/13 7/26 15/26
Y3 9/13 11/13 1 0 5/26 15/13 1/13 4/13
Y4 19/26 3/26 0 1 23/26 5/13 5/26 7/26
Iterasi-3: optimal
VB Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 s1 s2 NK
W 5/11 0 1/22 0 0.0472 7/22 3/11 13/22
Y2 9/11 1 13/11 0 5/22 15/11 1/11 4/11
Y4 7/11 0 -3/22 1 0.85839 5/22 2/11 5/22
Y1 = Y3 = Y5 = 0 y1 = y3 = y5 = 0; w = 13/22 v=1/w=
Y2 = 4/11 y2 = ; Y4 = 5/22 y4 =
z = w = 13/22; X1 = s1 = 7/22 x1 =
X2 = s2 = 3/11 x2 =
2. ANALISIS KEPUTUSAN
Analisis keputusan akan bermanfaat dalam menghadapi masalah. Dengan kata lain
masalah membutuhkan analisis keputusan karena masalah memiliki sifat:
10
(1) Unik, yaitu masalah tak memiliki preseden dan di masa depan mungkin tak terulang
kembali.
(2) Tak pasti, yaitu faktor-faktor yang diharapkan mempengaruhi jawab memiliki kadar
ketahuan atau informasi yang amat rendah.
(3) Jangka panjang, yaitu berimplikasi dengan jangkauan cukup ke depan dan melibatkan
sumber-sumber usaha uyang penting.
(4) Komplek, yaitu preferensi pengambilan keputusan atas resiko dan waktu memiliki
peranan yang besar.
Mengkaji masalah pengambilan keputusan secara sistematik maka secara deskriftif
urutannya adalah sbb:
1. melihat bagaimana situasi lingkungan yang melingkupi persoalan pengambilan
keputusan yang di buat manusia.
2. Bagaimana kemampuan manusia untuk menyelesaikan persoalan.
3. Instuisi
4. Penilaian keputusan
5. Lingkungan
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
Metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat
membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
pada tahun 70-an. Dasar berpikirnya metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik
untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya
alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP
11
ditampilkan pada berikut.
Gambar 1. Struktur Hirarki AHP
Adapun langkah-langkah metode AHP
1. Menentukan jenis-jenis kriteria yang akan menjadi persyaratan calon pejabat
2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan.
3. Menjumlah matriks kolom.4. Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus masing-masing elemen kolom
dibagi dengan jumlah matriks
5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlah matriks baris hasil langkah
ke 4 dan hasilnya 5 dibagi dengan jumlah kriteria.
6. Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan.
7. Menyusun alternatif-alternatif yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan
untuk masing-masing kriteria.Sehingga akan ada sebanyak n buah matriks berpasangan
antar alternatif.
8. Masing-masing matriks berpasangan antar alternatif sebanyak n buah matriks,
masingmasing matriksnya dijumlah per kolomnya.
9. Menghitung nilai prioritas alternatif masing-masing matriks berpasangan antar masing
matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus seperti langkah 4 dan langkah 5.
10. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antar alternatif dengan rumus masing-
masing elemen matriks berpasangan pada langkah 2 dikalikan dengan nilai prioritas
kriteria. Hasilnya masing-masing baris dijumlah, kemudian hasilnya dibagi dengan masing-
masing nilai prioritas kriteria sebanyak
11. Menghitung Lamda max dengan rumus
12
12. Menghitung CI dengan rumus
13. Menghitung RC dengan rumus
a. Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR > 01, maka maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.
14. Menyusun matriks baris antara alternatif versus kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 7, langkah 8 dan langkah 9. 15. Hasil akhirnya berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan skor yang tertinggi.
AHP menggunakan perbandingan berpasangan
AHP dilakukan dengan memanfaatkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
Pengambil keputusan dimulai dengan membuat lay out dari keseluruhan hirarki keputusannya.
Hirarki tersebut menunjukkan factor – factor yang ditimbang serta berbagai alternatif yang ada.
Kemudian, sejumlah perbandingan berpasangan dilakukan, untuk mendapatkan penetapan nilai
faktor dan evaluasinya. Sebelum penetapan, terlebih dahulu ditentukan kelayakan hasil nilai
factor yang didapat dengan mengukur tingkat konsistensinya. Pada akhirnya alternatif dengan
jumlah nilai tertinggi dipilih sebagai alternatif terbaik.
Keputusan Memilih Vendor Pengembang SIAK di Universitas X
Untuk menjelaskan penerapan metode AHP ini ada baiknya kita ikuti proses memilih vendor
pengembang system informasi akademik di Universitas X menggunakan metode AHP. Setelah
dilakukan seleksi oleh tim internal pengembangan system informasi akademik Universitas X
13
Indonesia, maka ditetapkan 3 vendor pengembang system informasi akademik Universitas X yang
dianggap dapat dijadikan vendor untuk proyek tersebut. Yaitu PT. A, PT. B, dan PT. C. Factor-
faktor yang dijadikan dasar pertimbangan adalah : kapabilitas perusahaan, kelengkapan modul,
harga penawaran, garansi dan perawatan, dukungan teknis. Seluruh factor dan alternatif yang
ada dijelaskan dalam gambar 1a. Hirarki Keputusan Memilih Vendor Pengembang Sistem
Informasi Akademik Universitas X Hirarki keputusan untuk memilih vendor pengembang system
informasi akademik Universitas X memiliki tiga level berbeda. level teratas menjelaskan
keseluruhan keputusan yaitu memilih vendor pengembang system informasi akademik
Universitas X terbaik. Level menengah dalam hirarki tersebut menjelaskan factor – factor yang
menjadi bahan pertimbangan: kapabilitas perusahaan, kelengkapan modul system yang
ditawarkan, harga yang ditawarkan, garansi dan perawatan, dukungan teknis. Level terendah dari
hirarki keputusan menunjukkan alternatif–alternatifnya yaitu PT. A, PT. B, dan PT. C.
Gambar 2 Hirarki Keputusan Untuk Memilih Vendor Pengembang SIAK Universitas X
Perbandingan berpasangan adalah aspek terpenting dalam menggunakan AHP. Pengambil
keputusan membandingkan dua alternatif yang berbeda dengan menggunakan sebuah skala yang
bervariasi dari ‘equally preferred’ sampai dengan ‘extremely preferred’.
Adapun perbandingan berpasangan tersebut terdiri dari seperti berikut ini:
1 – Equally preferred
2 – Equally to moderately preferred
3 – Moderately preferred
4 – Moderately to strongly preferred
14
5 – Strongly preferred
6 – Strongly to very strongly preferred
7 – Very strongly preferred
8 – Very to extremely strongly preferred
9 – Extremely preferred
Pairwise Comparison Untuk Faktor Kapabilitas Perusahaan
Faktor kapabilitas perusahaan akan digunakan sebagai contoh penerapan AHP. Disini kita mulai
dengan melihat pada factor kapabilitas perusahaan dan melakukan perbandingan antara PT. A,
PT. B, dan PT. C, dengan menggunakan skala yang ada. Akhirnya ditetapkan berdasarkan
informasi yang berhasil dikumpulkan bahwa PT. A jika dibandingkan dengan PT B maka PT A
adalah ‘moderately preferred’ dari pada PT B, maka digunakan angka 3 sebagai representasi
bahwa PT A adalah ‘moderately preferred’ dibandingkan PT. B. Kemudian kita bandingkan PT. B
dan PT C terkait dengan factor kapabilitas perusahaan adalah ‘strongly preferred’ sehingga diberi
angka 5 sebagai representasinya, dan perbandngan dari segi factor kapabilitas perusahaan antara
PT A dan PT. C adalah bahwa PT A ‘very strongly preferred’ daripada PT. C dan mendapat nilai
representasi sebesar 7. Semua data perbandingan berpasangan untuk factor kapabilitas
perusahaan tersebut ditunjukkan dalam table berikut ini :
Tabel 1 Matriks Perbandingan Berpasangan Untuk Faktor Kapabilitas Perusahaan
Menyelesaikan matriks perbandingan berpasangan
Umumnya untuk perbandingan matriks berpasangan apa saja, dapat kita tempatkan angka 1
secara diagonal pada pojok kiri atas sampai dengan pojok kanan bawah, karena itu berarti bahwa
perbandingan terhadap dua hal yang sama adalah 1 atau ‘equally preferred’. Dan untuk
menyelesaikan table ini, dapat dijabarkan bahwa jika PT. A adalah tiga kali lipat PT. B, dapat
disimpulkan bahwa PT. B disukai hanya sepertiga dari nilai PT. A. Begitu juga dengan
15
perbandingan yang lainnya sehingga didapat table matriks perbandingan berpasangan yang baru
seperti dibawah ini
Lihatlah pada matriks perbandingan berpasangan yang baru tersebut. Dapat dilihat bahwa disana
terdapat angka 1 secara diagonal dari sisi pojok kiri atas sampai dengan pada sisi pojok
kananbawah. Kemudian pada sisi pojok kiri bawah tabel tersebut, pada baris kedua dan kolom
pertamatabel, dapat dilihat bahwa PT. B menerima skor 1/2 dibandingkan PT.C. Hal ini
disebabkan PT.A menerima skor 2 melampaui PT. B dari penilaian awal. Hal yang sama juga
dilakukan padabaris ketiga ini. PT. C dibandingkan dengan PT. A, pada baris 3 kolom 1 dalam tabel
tersebut,dan mendapatkan skor 1/7. Hal ini disebabkan PT. A dibanding PT. C memiliki skor 9
pada awalperbandingan berpasangan. Dengan cara yang sama, PT. C dibandingkan dengan PT. B
memilikiskor 1/5 pada baris ketiga dan kolom kedua pada tabel tersebut. Hal ini disebabkan
ketikamembandingkan PT. B dengan PT. C pada awal perbandingan berpasangan, skor yang
diberikan 5.
Melakukan Evaluasi Untuk Faktor Kapabilitas Perusahaan
Setelah matriks perbandingan berpasangan yang lengkap tercipta, langkah selanjutnya adalah
mulai menghitung evaluasi untuk factor kapabilitas perusahaan. Untuk mempermudah kalkulasi
angka-angka dalam matriks perbandingan berpasangan tersebut kita ubah dalam bentuk desimal
dan kemudian kita jumlahkan setiap kolomnya sehingga didapat matriks sebagai berikut :
16
Setelah jumlah kolomnya ditentukan, angka–angka dalam table matriks tersebut dibagi dengan
jumlah kolomnya masing–masing sehingga menghasilkan tabel berikut :
Dan untuk menentukan skala prioritas kapabilitas perusahaan untuk ketiga perusahaan vendor
pengembang system tersebut, didapatkan dari nilai rata–rata baris matriks perbandingan
berpasangan berikut ini :
Hasilnya ditampilkan pada Tabel dibawah ini. Seperti yang dapat dilihat, faktor evaluasi untuk PT.
A adalah 0.6434. Untuk PT. B dan PT. C, faktor evaluasinya adalah 0.2828 dan 0.0737. Prosedur
yang sama digunakan untuk mendapatkan faktor evaluasi seluruh faktor lainnya, kapabilitas
perusahaan, kelengkapan modul system yang ditawarkan, harga yang ditawarkan, garansi dan
perawatan, dukungan teknis. Akan tetapi sebelum kita menetapkan nilai factor evaluasi tersebut
sabagai dasar penilaian kita nantinya, perlu ditentukan terlebih dahulu apakah perbandingan
berpasangan yang dilakukan cukup konsisten atau tidak dengan cara menentukan rasio
konsistensi nya.
Menentukan Rasio Konsistensi
Penentuan rasio konsistensi dimulai dengan menentukan Weighted Sum Vector. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengalikan angka faktor evaluasi untuk vendor pengembang system
informasi pertama dalam hal ini PT. A dengan kolom pertama dari matriks perbandingan
berpasangan awal. Kemudian mengalikan faktor evaluasi vendor pengembang kedua (PT. B)
17
dengan kolom kedua, dan faktor evaluasi vendor pengembang ketiga (PT. C) dengan kolom ketiga
dari matriks perbandinganberpasangan. Kemudian kita menjumlahkan nilai-nilai atau angka–
angka baris per baris.
Weighted Sum Vector :
Langkah berikutnya adalah menentukan Consistency Vector . Hal ini dapat dilakukan dengan cara
membagi nilai weighted sum vector dengan nilai faktor evaluasi yang telah didapatkan
sebelumnya.
Consistency Vector :
Kini setelah kita menemukan consistency vector-nya, kita perlu menghitung nilai–nilai dua hal
lainnya, yaitu lambda (ë) dan Consistency Index (CI), sebelum rasio konsistensi terakhir dapat
dihitung. Nilai lambda biasanya merupakan nilai rata–rata consistency vector.
Dimana n merupakan jumlah barang atau system atau dalam hal ini jumlah perusahaan vendor
pengembang sistem yang sedang dibandingkan. Dalam kasus ini, n = 3, untuk tiga perusahaan
18
vendor pengembang system informasi akademik yang berbeda yang sedang diperbandingkan.
Hasil–hasil kalkulasinya adalah sebagai berikut :
sehingga didapat
Yang terakhir dalam kalkulasi AHP adalah penghitungan Consistency Ratio. Consistency Ratio (CR)
adalah sama dengan Consistency Index dibagi dengan Random Index (RI), dimana RI ditentukan
berdasarkan pada sebuah table RI. Random Index adalah sebuah fungsi langsung dari jumlah
alternatif atau sistem yang sedang dipertimbangkan. Tabelnya disajikan dibawah ini dan diikuti
dengan kalkulasi akhir consistency ratio.
Secara umum,
Pada kasus ini,
19
Consistency ratio tersebut mengindikasikan tingkat konsistensi pengambil keputusan dalam
melakukan perbandingan berpasangan yang pada akhirnya mengindikasikan kualitas keputusan
atau pilihan kita. Nilai CR yang besar menunjukkan kurang konsistennya perbandingan kita,
sementara nilai CR yang semakin rendah mengindikasikan semakin konsistennya perbandingan
yang kita lakukan. Umumnya, jika CR nya adalah 0.10 atau kurang, maka perbandingan yang
dilakukan si pengambil keputusan termasuk nilai dari hasil perbandingan untuk dasar
pengambilan keputusan secara relatif bias dikatakan konsisten. Untuk nilai CR yang lebih besar
dari 0.10, menunjukkan bahwa si pengambil keputusan harus secara serius mempertimbangkan
untuk mengevaluasi ulang respon–responnya selama dilakukan perbandingan berpasangan yang
dilaksanakan untuk mendapatkan matriks awal dari perbandingan–perbandingan berpasangan.
Berdasarkan pada perhitungan yang telah dilakukan dimana nilai CR untuk factor kapabilitas
perusahaan menunjukkan nilai yang lebih kecil dibanding 0.10 maka dapat disimpulkan bahwa
perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam hal ini tim internal
pengembangan system informasi akademik Universitas X adalah konsisten sehingga hasil nilai
evaluasi terhadap factor kapabilitas perusahaan untuk setiap perusahaan vendor pengembang
system informasi akademik Universitas X dapat diterima. Perhitungan yang sama dilakukan untuk
menetapkan nilai evaluasi setiap perusahaan untuk setiap factor yang menjadi pertimbangan
dalam menentukan keputusan memilih vendor pengembang system informasi akademik
Universitas X yang terbaik. Dan berdasarkan pada perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh
pengambil keputusan internal pengembang informasi akademik Universitas X didapat hasil akhir
seperti yang terlihat pada table berikut ini :
Faktor Bobot PT.A PT.B PT.C
Kapabilitas Perusahaan 0.0756 0.590719064 0.33382107 0.075459866
Kelengkapan Modul 0.4316 0.723506057 0.19318606 0.083307883
Harga 0.0448 0.676771504 0.19249716 0.130731338
Garansi 0.2438 0.554978355 0.37272727 0.072294372
Dukungan Teknis 0.2041 0.639334522 0.27371757 0.08694791
Total Nilai Evaluasi * Bobot 3.185309502 1.36594913 0.448741369
20