repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/.../handle/123456789/1692/isi.docx · web...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
berupa jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah. Lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi dikenal dengan perguruan tinggi. Hal ini
disinggung dalam Abbas (2008:89)
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi harus mampu membina mahasiswa menjadi insan yang
berguna bagi bangsa dan negara seperti yang dikemukakan oleh Uchjana
(1990:108) bahwa untuk menimba suatu bangsa agar menjadi bangsa yang
cerdas yaitu dengan menanamkan ilmu pengetahuan pada benak manusia-
manusianya. Perguruan tinggi menjadi salah satu kunci dalam rangka
mencerdaskan pemuda-pemudi bangsa.
Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang melahirkan
sumberdaya manusia dalam mengisi pembangunan bangsa. Seperti yang
dikemukakan Abbas (2008:89) bahwa:
Pertama, sumberdaya berkualitas sangat ditentukan oleh kualitas perguruan tinggi. Kedua, terdapat sejumlah asumsi bahwa lulusan perguruan tinggi cenderung memiliki kualitas rendah, terutama dari lulusan perguruan tinggi di daerah. Hal ini ditandai dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi yang tidak mampu bersaing untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya pada perguruan
2
tinggi. Ketiga, sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi belum dimanfaatkan secara optimal, padahal ada perguruan tinggi tertentu yang memiliki sumber daya yang agak memadahi. Bila sumber daya tersebut dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal, maka akan meningkat pula kualitas perguruan tinggi tersebut.
Sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Abbas (2008:89), maka untuk
meningkatkan kualitas perguruan tinggi secara optimal, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah pengelolaan dan pengembangan sumber daya yang ada.
Salah satu sumber daya yang berada dalam ruang lingkup perguruan tinggi yang
harus dikelola dan dikembangkan secara berkesinambungan yakni sumber daya
manusia (Dosen), karena dosen merupakan salah satu sumber pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang akan berbagi dengan mahasiswa di lingkup
perguruan tinggi.
Komunikasi mencakup berbagai aspek kehidupan sehari-hari. termasuk
diantaranya komunikasi dalam bidang pendidikan. Dalam Muhammad (2007:1)
dikatakan bahwa dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan
satu sama lain. Begitulah gambaran yang harus terjalin antara mahasiswa dan
dosen di dalam ruang kuliah.
Dosen merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) perguruan tinggi yang
memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam seluruh aktivitas di
perguruan tinggi. Kualitas dosen akan sangat menentukan tinggi rendahnya
kualitas suatu perguruan tinggi. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, dan Permen Nomor
42 Tahun 2007 tentang sertifikasi dosen, dosen harus memiliki strata pendidikan
minimal satu tingkat lebih tinggi dari para mahasiswa yang diajarinya. Ini
3
menunjukkan bahwa dosen seharusnya memiliki kemampuan lebih tinggi
daripada mahasiswa.
Kemampuan dan keahlian dosen itu harus terus diasah dan
dikembangkan oleh perguruan tinggi dari waktu ke waktu, agar dosen sebagai
pilar perguruan tinggi selalu memiliki keunggulan kompetitif dan kualitas demi
tercapainya tujuan perguruan tinggi. Peningkatan kualitas dosen di perguruan
tinggi dapat dilakukan dengan berbagai metode dan cara, diantaranya dengan
memberikan program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan,
memperbaiki metode dan strategi pengembangan dosen melalui pemenuhan
kompetensi sesuai bidangnya yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan
budaya kerja yang positif.
Dengan demikian dosen yang ada diharapkan mampu berkarya dan
selalu siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan serta mampu
memberikan kontribusi terhadap tercapainya visi, misi dan tujuan perguruan
tinggi. Pada dasarnya, dosen dan guru hanya berbeda dalam hal tempat
mengajar. Dosen mengajar di perguruan tinggi sedangkan guru mengajar di
sekolah. Menurut Eugene T. Maliski dalam Abdurrahman (1994:58)
berpendapat bahwa guru dengan tugas utamanya mengajar atau mentransfer
suatu nilai kepada siswa. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Eugene T. Maliski
di atas bahwa dosen juga tugas utamanya yaitu mengajar.
Pengertian mengajar pada saat ini tak lagi sama seperti yang
dimaksudkan pada puluhan tahun yang lalu. Berikut dikemukakan oleh
Mustaqim (2008:91) bahwa:
4
Secara Global mengajar bisa dibedakan menjadi:a. Mengajar menurut paham lama:Pengajar senantiasa menyampaikan dan memompakan informasi / fakta-fakta agar dikuasai siswa, siswa sendiri hanya menerima / pasif.b. Mengajar menurut paham baru:Pengajar sebagai pengelola, pengatur, peracik lingkungan berupa tujuan, metode dan alat dengan siswa, siswa harus aktif.
Dari perbandingan pengertian mengajar di atas maka yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah mengajar menurut paham baru. Dosen juga sebagai
fasilitator mahasiswa dalam belajar.
Namun, tak sedikit dosen hanya memiliki kepintaran tunggal, yaitu
hanya sekedar menguasai mata kuliah mereka saja. Padahal harapannya, dosen
harus mampu menguasai mata kuliah dalam bidangnya dan juga harus mampu
menyalurkan ilmu tersebut secara efektif kepada mahasiswa. Untuk mencapai
harapan tersebut, yang perlu diciptakan adalah komunikasi efektif antara
mahasiswa dan dosen. Mengajar berjam-jam di dalam kelas tak akan berguna
apabila tak ada persamaan pemahaman materi. Seharusnya pemahaman dosen
sebagai komunikator sama dengan pemahaman mahasiswa sebagai komunikan.
Jadi, dosen dalam mengajar harus memiliki kompetensi komunikasi.
Kompetensi komunikasi dosen dalam mengajar tidak dapat diamati dari
satu sisi yaitu dari latar belakang pendidikannya saja tetapi juga tak terlepas dari
penilaian langsung dari mahasiswa. Mahasiswa sebagai teman pelaku
komunikasi dosen menjadi penentu apakah pesan-pesan yang disampaikan
dosen dalam pembelajaran dapat diterima atau tidak. Apakah kemampuan dosen
5
dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan ilmunya kepada mahasiswa
sudah tercapai atau tidak.
Penelitian ini diadakan di Unhas dengan pertimbangan bahwa
Universitas Hasanuddin merupakan Universitas terbesar di kawasan Indonesia
bagian timur. Universitas Hasanuddin sudah tentu menjadi rujukan utama bagi
seluruh kampus yang ada di kawasan Indonesia timur. Dalam Universitas
Hasanuddin (2011:8), Universitas hasanuddin harus mampu mencetak
mahasiswa yang memiliki integritas, inovatif, katalitik dan arif .
Unhas merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Indonesia (PTI) yang
ada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menuju ke dalam world class
university. Ini membuktikan bahwa, kualitas yang dimiliki oleh Universitas
Hasanuddin patut diperhitungkan khususnya di Indonesia.
(http://pangerankarya.blogspot.com/2011/01/unhas-menuju-world-class-
univercity.html)
Unhas telah mengubah sistem pembelajaran dari Teacher Centered
Learning (TCL) menjadi Student Centered Learning (SCL). Sistem
pembelajaran Student Centered Learning (SCL) ini menuntut mahasiswa aktif
sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Namun, dalam pelaksanaannya,
mahasiswa tetap membutuhkan dosen dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, Unhas seharusnya memiliki keunggulan dalam hal
tenaga pengajar (dosen) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya
khususnya dosen yang memiliki kompetensi komunikasi.
6
Berdasarkan apa yang dipaparkan di atas, penulis merasa perlu mengkaji
lebih jauh ke dalam bentuk penelitian yang berjudul :
“ TANGGAPAN MAHASISWA UNHAS TERHADAP KOMPETENSI
KOMUNIKASI DOSEN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR DI
UNIVERSITAS HASANUDDIN ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi
dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin?
2. Komponen apa yang paling kurang dan paling tinggi dari kompetensi
komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas
Hasanuddin?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan Penelitian ini, yakni:
1. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi
komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas
Hasanuddin.
2. Untuk mengetahui komponen apa saja yang paling kurang dan paling tinggi
dari kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar mengajar di
Universitas Hasanuddin.
7
Adapun kegunaan dari dilakukannya penelitian ini:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini berguna untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan
keilmuan komunikasi khususnya komunikasi dalam ranah pendidikan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai
kompetensi komunikasi dalam ranah pendidikan. Penelitian ini juga bisa
menjadi rujukan bagi Universitas Hasanuddin untuk menilai kompetensi
komunikasi dosen Unhas dalam proses belajar mengajar.
Selain itu, juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin.
D. Kerangka Konseptual
Mahasiswa Universitas Hasanuddin berjumlah 23.357 orang sesuai
dengan data rekapitulasi mahasiswa Unhas yang aktif pada semester awal tahun
ajaran 2011/2012. Mahasiswa tersebut merupakan generasi muda yang akan
membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dari sekarang.
Walaupun di sebutkan dalam Universitas Hasanuddin (2011: 35) BAB I pasal
27 tentang penyelenggaraan pembelajaran bahwa penyelenggaraan
pembelajaran wajib mengacu pada Garis Besar Rancangan Pembelajaran
(GBRP) dan Unit Tugas Mahasiswa (UTM) yang mengutamakan peran aktif
mahasiswa belajar (Student Centred Learning) namun mahasiswa tak bisa lepas
oleh peran serta dosen.
8
Dosen adalah Tenaga pendidik pada perguruan tinggi yang khusus
diangkat dengan tugas utama mengajar. Dosen juga disebutkan bahwa pengajar
di tingkat pendidikan tinggi dan yang di sekolah disebut sebagai guru. Seperti
yang tercantum dalam peraturan akademik Unhas pada pasal 1 ayat 20 bahwa
dosen Unhas adalah pendidik profesional dan ilmuan Unhas dengan tujuan
utama memfasilitasi: transformasi, pengembangan dan penyebarluasan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Dalam Abdurrahman (1994:14) dinyatakan
bahwa salah satu tindak didik dari pendidik adalah mengajar (proses transfer
suatu nilai) kepada peserta didik, sehingga peserta didik dengan aktivitasnya
sendiri dapat mengalami perubahan positif. Jadi salah satu tugas dosen yang
paling penting adalah mengajar.
Menurut Smith dalam Djamaluddin (1994:166), mengajar merupakan
suatu sistem tindakan yang diharapkan menjadi penyebab terjadinya
belajar.Sesuai dengan pengertian tersebut bahwa belajar merupakan hal yang
diharapkan dalam mengajar, maka yang perlu diutamakan adalah mengajar yang
tepat. Ketepatan mengajar akan menghasilkan proses belajar yang baik pula.
Mengajar yang tepat tak pernah lepas dari kemampuan menyampaikan pesan.
Sebagaimana disampaikan Naim (2011:112) bahwa pada dasarnya seorang guru
adalah seorang komunikator. Proses pembelajaran yang berlangsung di dalam
kelas merupakan proses komunikasi.
Uchjana (1990:15) menyatakan bahwa dalam komunikasi kelompok
kecil seperti seminar, kuliah, ceramah, brifing, lokakarya, forum, atau
9
simposium, umpan balik yang diperlukan oleh komunikator ialah yang bersifat
verbal karena komunikasinya ditujukan kepada kognisi komunikan; jadi
permasalahannya mengerti atau tidak, menyetujui atau tidak, menerima atau
tidak, dan lain-lain yang kesemuanya harus dinyatakan dengan kata-kata.
Dalam konteks komunikasi pendidikan, guru memenuhi segala prasyarat
komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pelajaran. Jika tidak, proses
pembelajaran akan sulit mencapai hasil maksimal. Untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dalam mengajar, dosen dituntut memiliki kompetensi
komunikasi.
Naim (2011:99) menyatakan communication competence (kompetensi
komunikasi) adalah kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang
cocok dan efektif bagi situasi tertentu. Teori ini dikemukakan oleh Brian H.
Spitzberg dan William R. Cupach pada tahun 1984. Model yang sering
digunakan untuk menjelaskan kompetensi ini adalah model komponen yang
meliputi tiga komponen, yaitu 1) motivasi (motivation); 2) pengetahuan
(knowledge); 3) keahlian (skill). Secara sederhana, motivasi maksudnya adalah
memiliki hasrat untuk berkomunikasi dengan membawa sifat-sifat seorang yang
ahli di bidangnya, pengetahuan diartikan sebagai pemilihan perilaku apa yang
terbaik digunakan untuk situasi tertentu. Sedangkan keahlian maksudnya adalah
kemampuan mengaplikasikan perilaku tadi pada situasi yang sama.
Kompetensi komunikasi dosen berupa 3 komponen yang disebutkan di
atas, diantaranya motivasi, pengetahuan dan keahlian / keterampilan. Motivasi
merupakan kesadaran yang dimiliki seorang dosen dalam menjalankan tugas
10
dan tanggung jawabnya sebagai seorang dosen. Pengetahuan dosen berupa
penguasaan materi yang dimilikinya. Materi pembelajaran yang sesuai dengan
bidang keahliannya. Keahlian dosen berupa kemampuan menyampaikan pesan
kepada mahasiswa. Kemampuan tersebut bukan hanya berupa bentuk ceramah
tetapi juga kemampuan dosen menggunakan metode belajar dalam kelas yang
membuat mahasiswa nyaman penerimaan materi. Kemampuan dosen tak hanya
dapat dilihat dari tingkat pendidikannya saja tapi juga dilihat dari kompetensi
komunikasi yang dimiliki dalam mengajar hingga terjadi komunikasi efektif.
Peneliti menambahkan indikator selain dari 3 komponen kompetensi
komunikasi seperti yang disebutkan di atas. Komponen yang dimaksud adalah
sikap. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap), Sikap adalah pernyataan
evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Diperkuat oleh pernyataan
Berkowitz dalam Jurusan Ilmu Komunikasi (2008:60) bahwa sikap adalah
suatu respons yang evaluatif, dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan
perubahan yang disebabkan oleh interaksi sesorang dengan lingkungannya. Jadi,
sikap dalam penelitian ini merupakan kemampuan evaluatif dosen yang
didapatkan dari pengetahuannya.
Secara khusus, kompetensi komunikasi terdiri dari komponen-komponen
yang membentuknya. Komponen tersebut yang pertama adalah form yaitu
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh komunikator untuk menyampaikan
pesan. Kedua, content adalah isi pesan yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Ketiga, relationship adalah hubungan yang terjadi setelah
pengiriman pesan oleh komunikator kepada komunikan. Nah, inilah yang
Stimulus Organism:PerhatianPengertianPenerimaan
Response
11
menjadi indikator dalam penelitian ini sebagai komponen komunikasi pada
khususnya.
Pada penyusunan kerangka teori dalam penelitian ini, peneliti juga
memasukkan teori Stimulus-Organism-Response (S-O-R). Menurut teori ini,
efek yang ditimbulkan merupakan reaksi khusus, sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi
komunikan. Adapun unsur dalam model ini adalah a) Pesan (Stimulus); b)
Komunikan (Organism); c) Efek (Response).
Gambar 1.1Teori S-O-R
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin
diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari
komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti, ini dijelaskan dalam
Uchjana Effendy (2000:254).
Adapun kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada skema
kerangka konseptual di bawah ini:
Dosen
Kompetensi Komunikasi Dosen:FormContentRelationship
Mahasiswa
Faktor InternalFaktor Eksternal
Tanggapan:Sangat kurang berkompetensiKurang berkompetensiRagu-raguBerkompetensiSangat berkompetensi
12
Gambar 1.2Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual di atas, maka sangat jelas bahwa dosen dan
mahasiswa melakukan interaksi berupa proses belajar. Kemudian, mahasiswa
akan memberikan tanggapan terhadap kompetensi komunikasi dosen.
Tanggapan tersebut tak lepas dari pengaruh dari faktor-faktor eksternal dari
mahasiswa dan faktor internal dari mahasiswa. Dari proses tanggapan tersebut
akan mengkategorikan sangat kurang berkompetensi (1%-20%), kurang
berkompetensi (21%-40%), ragu-ragu (41%-60%), berkompetensi (61%-80%)
dan sangat berkompetensi (81%-100%).
13
E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan untuk memudahkan batasan pengukuran
dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:
1. Kompetensi komunikasi
Kompetensi komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang cocok dan efektif
dalam mngajar sehingga terjadi komunikasi efektif.
2. Form
Dalam penelitian ini, form adalah bentuk komunikasi yang diterapkan oleh
dosen saat mengajar di dalam kelas untuk menyampaikan materi
pembelajaran.
3. Content
Dalam penelitian ini, content yang dimaksud adalah isi pesan yang
disampaikan dosen pada proses pembelajaran di dalam kelas.
4. Relationship
Dalam penelitian ini, relationship yang dimaksudkan adalah hubungan yang
terbangun antara dosen dan mahasiswa pada proses pembelajaran di dalam
kelas.
5. Keterampilan Komunikasi
Dalam penelitian ini, keterampilan komunikasi adalah kemampuan dosen
mengungkap pesan (materi) secara efektif kepada mahasiswa.
14
6. Mengajar
Dalam penelitian ini, mengajar adalah kegiatan menyalurkan ilmu dari
dosen ke mahasiswa.
7. Dosen
Dosen adalah tenaga pendidik pada perguruan tinggi yang khusus diangkat
dengan tugas utama mengajar. Dosen yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah dosen Universitas Hasanuddin
8. Mahasiswa
Dalam penelitian ini, mahasiswa yang dimaksud adalah peserta didik yang
menempuh pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin
9. Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin adalah universitas terbesar di kawasan Indonesia
timur yang terletak di Jln. Perintis Kemerdekaan KM.10 Makassar.
10. Tanggapan
Dalam penelitian ini, tanggapan adalah pernyataan subjektif mahasiswa
Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam mengajar di
Universitas Hasanuddin.
Tanggapan ini diberi nilai:
1. Sangat kurang berkompetensi (0% – 20%)
2. Kurang berkompetensi (21% - 40%)
3. Ragu-ragu (41% - 60%)
4. Berkompetensi (61% - 80%)
5. Sangat berkompetensi (81% - 100%)
15
11. Metode Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih dua bulan, yakni
pada bulan Januari hingga Maret tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas Hasanuddin dengan pertimbangan bahwa Universitas Hasanuddin
merupakan Universitas terbesar di Indonesia bagian timur dan merupakan satu-
satunya universitas yang berasal dari kawan timur Indonesia yang menuju
World Class University.
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, lebih jauh
menggunakan survei deskriptif.
3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Universitas
Hasanuddin yang berjumlah 23.357 orang sesuai dengan data rekapitulasi
mahasiswa unhas yang aktif pada semester awal tahun ajaran 2011/2012.
Pada penentuan sampel, penelitian ini menggunakan metode penarikan
sampel dengan probability sampling, lebih lanjut teknik penarikan sampel
berupa sampel berstrata proporsional. Adapun penentuan besaran sampel
menggunakan rumus Stephen Isaac & Willian B. Michael yakni sebagai berikut:
16
Gambar 1.3Rumus Stephen Isaac & Willian B. Michael
Dari gambar 1.3 diatas maka penarikan sampel berjumlah 344 responden.
Jumlah sampel perfakultas di Universitas Hasanuddin adalah:
1. Fakultas Ekonomi : 2054/23357 x 344 = 30,3 = 30
2. Fakultas Hukum : 2131/23357 x 344= 31,4 = 32
3. Fakultas Kedokteran : 2916/23357 x 344 = 42,9 = 43
17
4. Fakultas Teknik : 4151/23357 x 344 = 61,1 = 61
5. Fakultas Isipol : 1630/23357 x 344 = 24,0 = 24
6. Fakultas Sastra : 1826/23357 x 344 = 26,9 = 27
7. Fakultas Pertanian : 1526/23357 x 344 = 22,5 = 23
8. Fakultas MIPA : 1377/23357 x 344 = 20,3 = 20
9. Fakultas Peternakan : 770/23357 x 344 = 11,3 = 11
10. Fakultas Kedokteran Gigi : 696/23357 x 344 = 10,3 = 10
11. Fakultas Kesehatan Masyarakat : 1569/23357 x 344 = 23,1 = 23
12. Ilmu Kelautan dan Perikanan : 1037/23357 x 344 = 15,3 = 15
13. Kehutanan : 706/23357 x 344 = 10,4 = 11
14. Farmasi : 968/23357 x 344 = 14,3 = 14
4. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung dan
pengumpulan kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Instrumen
penelitian yaitu kuesioner yang sebelumnya dibagikan kepada responden dan
diisi sesuai data yang sebenarnya. Setelah pengisian data tersebut, instrumen
penelitian dikumpul. Jenis data penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri dari data observasi langsung di lapangan dan dari
instrumen penelitian berupa kuesioner. Data sekunder berupa referensi dari
buku, majalah, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
18
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara periset berada di luar dari objek
penelitian dan menjaga prinsip objektif dan analisis datanya menggunakan uji
statistik.
Data yang diperoleh dari kuesioner yang telah terkumpul akan dianalisis
secara statistik dengan menggunakan tabel distribusi yang kemudian dijabarkan
secara deskriptif. Penelitian ini memanfaatkan softwar SPSS dalam pengolahan
data.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Walaupun komunikasi menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia, hakikat komunikasi ternyata tidak mudah untuk
dirumuskan. Para ahli komunikasi memiliki definisi berbeda antara satu
dan yang lainnya. Perbedaan rumusan ini disebabkan oleh beragam faktor,
baik faktor pendidikan, politik, budaya, sosial maupun faktor lainnya.
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia,
dimana yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada
orang lain, dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya
(Uchjana, 1993:28).
Pengertian komunikasi secara epistemologis, menurut Wilbur
Schramm (Rosmawati, 2010: 14) berasal dari bahasa Latin
“Communicatio” (Pemberitahuan, pemberian bagian, pertukaran, ikut
ambil bagian, pergaulan, persatuan, peran serta atau kerja sama). Asal
katanya sendiri dari kata “communis” yang berarti “common” (bersifat
umum, sama atau bersama-sama). Sedangkan kata kerjanya
“communicare” yang berarti berdialog, berunding atau bermusyawarah.
Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
20
Pengertian komunikasi yang demikian sangat terbatas, karena
komunikasi menyangkut banyak tahap, sehingga sifatnya tidak statis akan
tetapi dinamis, yaitu bergerak atau berkembang dari satu tahap ke tahap
lainnya. Kerena itu, sebuah kegiatan komunikasi disebut sebagai sebuah
“proses komunikasi”. Komunikasi juga mengacu pada tingkatan, baik oleh
satu orang ataupun lebih, yang mengirim atau menerima pesan yang
terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu,
mempunyai penguruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan
umpan balik.
Saat ini, definisi komunikasi sangat beragam dan berkembang.
Seperti yang tercatat dalam Cangara (2010:18) bahwa Menurut catatan
yang dibuat oleh Dance dan Larson dalam Miller (2005:3) bahwa sampai
tahun 1976 telah ada 126 definisi komunikasi”. Hingga tahun 1976 sudah
mencapai 126 definisi apalagi hingga saat ini. Menurut Katherine Miller
dalam West (2011:4) bahwa terdapat begitu banyak konseptualisasi
mengenai komunikasi, dan konseptualisasi ini telah mengalami banyak
perubahan dalam tahun-tahun terakhir ini.
Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah
menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa
semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif. Beberapa definisi yang
sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut:
21
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner:
“Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan
sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar,
figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang
biasanya disebut komunikasi.”
Theodore M.Newcomb:
“Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi
terdiri dari rangsangan yang didiskriminatif, dari sumber kepada
penerima.”
Carl I.Hovland:
“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikate).”
Gerald R. Miller
“Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku
penerima.”
Everett M. Rogers:
“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka.”
22
Raymond S. Ross:
“Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih dan
mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu
pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang
serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.”
Harold Lasswell:
(Cara yang baik untuk menggabarkan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) who say what in which channel
to whom with what effect? Atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa
kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?
Dari berbagai definisi atau pengertian di atas, diketahui paling tidak ada 3
aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan komunikasi, yaitu
(Rosmawati, 2010:20):
a. Bahwa komunikasi harus dipandang sebagai sebuah proses.
b. Menyangkut aspek manusia dan bukan manusia.
c. Aspek informasi atau keterangan, yaitu segala sesuatu yang
mempunyai arti dan kegunaan.
2. Proses Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam Rosmawaty (2010:20),
proses komunikasi adalah berlangsungnya penyampaian ide, informasi,
opini, kepercayaan, perasaan, dan sebagainya oleh komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan lambang, misalnya bahasa, gambar,
warna, dan sebagainya yang merupakan isyarat. Untuk melihat tentang
23
proses komunikasi dalam suatu kegiatan komunikasi, menurut B. Aubrey
Fisher dapat menggunakan 4 perspektif, yaitu: (a) Perspektif Mekanistik,
(b) Perspektif Psikologis, (c) Perspektif Interaksional, (d) Perspektif
Pragmatis.
Adapun yang dimaksud “Perspektif” menurut B. Aubrey Fisher,
yaitu suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
menjadi pokok persoalan. Dalam hal ini, karena perspektifnya adalah
perspektif komunikasi, maka ilmu yang digunakan sebagai sudut pandang
adalah ilmu komunikasi.
Berikut 4 perspektif komunikasi untuk melihat proses
komunikasi menurut Fisher dalam Rosmawaty (2010:20-23)
a. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistik
Proses ini dapat dilihat dari awal berlangsung, yaitu tepat ketika
komunikator megoperkan atau melemparkan sebuah pesan, baik
dengan bibir (lisan), tulisan atau bahasa tubuh (isyarat) dan pesan itu
sampai ditangkap oleh komunikan. Termasuk juga proses ketika
komunikan menangkap pesan itu, baik dengan indera telinga atau
dengan indera mata dan sebagainya.
1. Proses komunikasi secara primer, dengan menggunakan bahasa
verbal dan nonverbal.
2. Proses komunikasi secara sekunder, dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media setelah memakai bahasa verbal /
24
nonverbal sebagai media pertama, contoh dengan media cetak
dan media elektronik.
3. Proses komunikasi secara linear, lawan dari komunikasi dua
arah (dialogis), yaitu hanya satu arah.
4. Proses komunikasi secara sirkular (bulat, bundar, atau keliling),
adanya feedback atau umpan balik.
b. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis
Proses dalam diri sendiri (komunikator) ketika berniat akan
menyampaikan suatu pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya
terjadi suatu proses. Proses ini terjadi dalam diri komunikator juga
komunikan, yaitu proses komunikasi interpersonal atau berpikir, yang
dimulai dari proses selekivitas (dimana individu mencari informasi,
menangkap, menyimpan dan mengolah informasi tersebut).
c. Proses komunikasi dalam perspektif interaksional
Perspektif interaksional lebih menekankan keagungan dan nilai
individu di atas segala pengaruh yang lainnya. Perspektif ini berasumsi
bahwa di dalam diri setiap manusia pasti terdapat esensi kebudayaan,
rasa ingin saling berhubungan dan bermasyarakat, dan adanya buah
pikiran, yang mana semua unsur ini mempengaruhi tiap bentuk
interaksi sosial manusia yang dimulai dan berakhir dengan
mempertimbangkan diri sebagai manusia. Inilah yang menjadi karakter
utama dari perspektif interaksional dalam melihat sebuah proses
komunikasi.
25
d. Proses komunikasi dalam perspektif pragmatis
Memahami komunikasi dalam perspektif pragmatis berarti
mencari pola-pola interaksinya. Perspektif ini menjelaskan bahwa
sebuah proses komunikasi lebih merupakan sebuah pola interaksi yang
dapat dipengaruhi oleh perubahan. Artinya, sebuah proses komunikasi
untuk setiap sistem sosial tidaklah sama semuanya. Adapun yang
menjadi komponen khas dalam komunikasi menurut perspektif
pragmatis dimulai dengan perilaku orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi tersebut, khususnya berpusat pada perilaku
komunikator sebagai komponen fundamental komunikasi
antarmanusia. Menurut perspektif pragmatis, komunikasi dan perilaku
sesungguhnya sama (sinonim). Karena itu, satuan komunikasi yang
paling fundamental adalah tindakan perilaku atau tindakan yang
dijalankan secara verbal atau nonverbal oleh seorang peserta dalam
sebuah peristiwa komunikasi. Karakter sistem komunikasi yang sedang
berjalan adalah pola interaksi, fase dan siklus. Meskipun sepanjang
suatu periode waktu lama, pola karakter interaksi dan fase-fasenya
dapat saja berubah, baik karena disebabkan adanya perubahan
lingkungan ataupun perubahan struktur dalam sistem tersebut.
Menurut Uchjana (2009:11), proses komunikasi terbagi menjadi dua
tahap yaitu secara primer dan secara sekunder.
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian
pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
26
menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media
primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar,
warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
“menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film,
dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam
komunikasi.
3. Komponen-komponen Komunikasi
Komponen-komponen atau unsur-unsur komunikasi dalam
sebuah proses komunikasi adalah komponen atau unsur yang membuat
komunikasi dapat berlangsung. Setiap komponen dalam keberadaannya
saling mempengaruhi, artinya apabila salah satu unsur atau kompunen ada
yang terganggu atau mengalami hambatan, maka proses komunikasi akan
terganggu. Akibatnya komunikasi tidak akan efektif dan tidak akan
menghasilkan dampak sebagaimana yang diharapkan.
Saat ini dikenal ada 8 komponen atau unsur komunikasi yaitu:
1. Source atau sumber atau encoder
2. Communicator atau komunikator atau encoder atau sender atau
pengirim pesan
27
3. Communican atau komunikan atau audience atau khalayak atau
decoder atau receiver atau sasaran atau penerima pesan.
4. Message atau pesan atau content atau sinyal atau stimulus atau
berita atau informasi atau kode atau isyarat
5. Channel atua media atau saluran atau sarana atau alat
6. Effect atau pengaruh atau dampak
7. Feedback atau umpan balik atau tanggapan
8. Noice atau gangguan atau hambatan
B. Komunikasi Pendidikan
1. Pengertian Komunikasi Pendidikan
Secara sederhana, komunikasi pendidikan dapat diartikan sebagai
komunikasi yang terjadi dalam suasana pendidikan. Dengan demikian,
komunikasi pendidikan adalah proses perjalanan pesan atau informasi
yang merambah bidang atau peristiwa-peristiwa pendidikan. Di sini,
komunikasi tidak lagi bebas atau netral, tetapi dikendalikan dan
dikondisikan untuk tujuan-tujuan pendidikan (Yusuf, 2010:30). Proses
pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi, penyampaian
pesan dari pengantar kepada penerima. Pesan yang disampaikan berupa isi
/ ajaran yang dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik verbal
(kata-kata dan tulisan) maupun non-verbal. Proses ini dinamakan
encoding. Penafsiran simbol-simbol komunikasi tersebut oleh siswa
dinamakan decoding.
28
Komunikasi pendidikan dapat dilihat dari sisi filosofis, yakni
upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam mengembangkan kesadaran
peserta didik untuk memahami keberadaan diriny sendiri, lingkungan
alam dan Tuhan. Sehingga muncul kesadaran dirinya untuk apa dia hidup,
apa tujuan hidupnya dan akan berakhir dengan cara apa. Kesadaran ini
akan menuntutnya untuk mencari cara-cara bagaimana peserta didik dapat
menjalani hidup dengan baik. Komunikasi pendidikan sebagai tehnik akan
memunculkan seni komunikasi, bagaimana pendidik menuangkan
gagasannyalewat bahasa verbal yang mampu memunculkan seni
komunikasi, bagaimana pendidik menuangkan gagasannya lewat bahasa
verbal yang mampu memunculkan minat dan motivasi belajar, bukan
hanya sekedar menyampikan informasi intelektual.
2. Pentingnya Komunikasi Pendidikan
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan. Pertama, dunia
pendidikan membutuhkan sebuah pemahaman yang komprehensif,
holistik, mendasar, dan sistematis tentang pemahaman komunikasi dalam
proses pembelajaran. Tanpa ruh komunikasi yang baik, pendidikan akan
kehilangan cara dan orientasi dalam membangun kualitas output yang
diharapkan. Dalam konteks ini, komunikasi pendidikan bisa disejajarkan
pentingnya dengan motodologi pengajaran, manajemen pendidikan, dan
lain-lainya. Bisa dibayangkan bahwa hampir 80 persen aktivitas guru
maupun dosen di ruang kelas adalah kegiatan komunikasi, baik verbal
maupun nonverbal. Oleh karenanya, hasil buruk penerimaan materi oleh
29
para siswa belum tentu karena guru atau dosennya kurang menguasai
materi, tetapi sangat mungkin justru karena metode komunikasi mereka
yang kurang baik di depan para siswa atau mahasiswa.
Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat
penting kedudukannya. Bahkan ini sangat besar peranannya dalam
menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan.
Didalam pelaksanaan pendidikan formal (pendidikan melalui
sekolah), tampak jelas adanya peran komunikasi yang sangat menonjol.
Proses belajar mengajarnya sebagian besar terjadi karena proses
komunikasi, baik komunikasi yang berlangsung secara intra persona
maupun secara antar persona. Oleh karena itu, penting bagi kita menjadi
trampil berkomunikasi, dan mengetahui prinsip-prisip komunikasi baik
didalam pendidikan maupun dimasyarakat.
3. Kompetensi Komunikasi
“Komunikasi adalah sejauh mana tujuan komunikator yang
dicapai melalui interaksi yang efektif dan tepat.", Menurut Dr Lane dalam
(http://www.uky.edu/˜dr.lane/capstone/commcomp.htm).
Dalam
(http://en.wikipedia.org/wiki/Communicative_competence), Kompetensi
komunikasi adalah istilah dalam linguistik yang mengacu pada
pengetahuan tata bahasa pengguna bahasa dalam sintaksis, morfologi,
fonologi dan sejenisnya, serta pengetahuan sosial tentang bagaimana dan
kapan menggunakan ujaran dengan tepat.
30
Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia sangat
membutuhkan komunikasi. Seperti yang dikatakan oleh Fisher dalam
Arifin (1988:20) bahwa tidak ada persoalan sosial dari waktu ke waktu
yang tidak melibatkan komunikasi. Justru itu dari waktu ke waktu manusia
dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut
komunikasi yang “lebih banyak” ataupun yang “lebih baik”. Namun, tidak
hanya sekedar berkomunikasi saja tapi saat ini sangat diharapkan manusia
memiliki kompetensi komunikasi agar komunikasi yang terjalin yaitu
komunikasi efektif.
Salah satu yang menujang terjadinya komunikasi efektif yaitu
kemampuan komunikator. Menurut Aristoteles dalam Arifin (1988:76)
bahwa komunikator harus membina ethosnya di dalam komunikasinya
sendiri. Adapun komponen ethos tersebut adalah competence, integrity,
good will.
Komunikan akan menentukan apakah mereka percaya bahwa
komunikator memiliki kualitas tersebut. Tugas komunikator ialah
membimbing komunikan untuk percaya bahwa ia adalah orang yang
berkemampuan dalam subjek yang ditanganinya.
Canary dan Cody dalam memberikan enam kriteria untuk
menilai kompetensi yang meliputi:
(http://www.uky.edu/˜dr.lane/capstone/commcomp.htm):
1. Kemampuan beradaptasi (fleksibilitas)
2. Percakapan Keterlibatan
31
3. Percakapan Manajemen
4. Empati
5. Efektivitas
6. Kelayakan
Adapun unsur-unsur kompetensi komunikasi tersebut diatas
seperti yang dikumukakan oleh Canari dan Cody terangkum dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Form
Bentuk (Form) ini adalah bentuk komunikasi yang
dilakukan pada saat berkomunikasi. Dalam penelitian ini,
komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.
Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator
untuk sampai ke komunikan. Terdapat dua jalan agar pesan
komunikator sampai ke komunikannya, yaitu tanpa media yang
berlangsung face to face atau dengan menggunakan media. Unsur
utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan
alat perantara yang dilakukan komunikator dengan sengaja.
(Vardiansyah, 2004:24)
b. Content
Content merupakan isi pesan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan. Dalam penelitian ini,
komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.
32
Pesan pada dasarnya bersifat abstrak. Untuk membuatnya
konkret agar dapat dikirim dan diterima oleh komunikan, manusia
dengan akal budinya menciptakan sejumlah lambang komunikasi
berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan.
Pesan disampaikan komunikator kepada komunikan untuk
mewujudkan motif komunikasi: apa yang dipikir dan dirasakan.
Karena itu, pesan didefinisikan sebagai segala sesuatu, verbal
maupun nonverbal, yang disampaikan komunikator kepada
komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya
(Vardiansyah, 2004:23-24).
c. Relationship
Relationship merupakan hubungan baik yang terjalin
antara komunikan dan komunikator. Dalam penelitian ini,
komunikator adalah dosen dan komunikan adalah mahasiswa.
Dalam Uchjana (2009:8), Salah satu tujuan komunikasi
yaitu perubahan sosial. Dalam hal ini sudah termasuk hubungan
yang terjalin antara komunikator dan komunikan. Harapan ketika
terjadi komunikasi adalah terbentuknya hubungan yang semakin
akrab. Hubungan yang akrab juga akan menghasilkan keterbukaan.
LambangKomunikas
i
Denotatif
Konotattif
Cara Penyajian
Struktur Penyajian
Nonverbal:SuaraMimikGerak-gerik
Verbal:Bahasa Lisan
Bahasa Tulisan
Bentuk
Pesan
Makna
Pesan
PenyajianPesan
Pesan
33
Gambar 2.1Dimensi Pesan
C. Tanggapan
1. Pengertian Tanggapan
Menurut Rakhmat dalam Muhajirah (2010:21) bahwa tanggapan
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Rakhmat
kemudian menambahkan bahwa persepsi ialah memberikan makna pada
stimuli inderawi (sensor stimuli), persepsi memberikan makna pada
sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata
lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.
Tanggapan adalah hasil yang ingin dicapai dari sebuah proses
komunikasi. Dalam proses penyampaian pesan dari komunikator kepada
komunikan, umpan balik akan terjadi dalam bentuk tanggapan sebagai
akibat dari stimulus yang ditransmisikan. Hal ini akan mempermudah
proses pemahaman jika tanggapan yang muncul memiliki kesamaan
34
kerangka berpikir yaitu kesamaan pengalaman dan pengetahuan antara
komunikator dan komunikan.
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam muhajirah
(2010:22)umpan balik terbagi atas dua yaitu umpan balik verbal yaitu
tanggapan komunikan yang dinyatakan dengan lisan dan umpan balik
nonverbal yaitu tanggapan yang dinyatakan bukan dengan kata.
Namun, sebuah persepsi tak akan muncul, jika alat indera
manusia tidak diberi rangsangan terlebih dahulu. Seringkali manusia
diberikan rangsangan yang sama namun tanggapannya berbeda-beda. Hal
ini dikarenakan tak ada satu pun manusia di dunia yang persis sama
dengan manusia lain, baik itu dari segi kemampuan alat indera, ataupun
dari pengalaman sosial yang didapat dari lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan
Dalam menghadapi stimulus, Rahmat dalam Muhajirah
(2010:22) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam memberikan tanggapan, diantaranya adalah perhatian.
Sebuah tanggapan tidak akan terjadi begitu saja bila tidak adanya
perhatian. Sedangkan perhatian adalah proses mental ketika stimuli
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
Dalam memberikan persepsi, terdapat faktor-faktor eksternal dan
internal yang mempengaruhi perhatian, diantaranya:
35
a. Gerakan
Seperti organisme lain, manusia secara visual tertarik pada objek-objek
yang bergerak. Manusia lebih senang melihat objek yang bergerak
daripada yang diam.
b. Intensitas
Suatu rangsangan yang intensitasnya menonjol juga akan menarik
perhatian. Manusia akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol
daripada stimuli yang lain.
c. Kontras
Hal-hal yang menarik lebih dari biasanya akan menarik perhatian.
d. Kebaruan (Novelty)
Hal-hal yang baru, yang menarik, yang luar biasa, yang berbeda, akan
menarik perhatian.
e. Perulangan
Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi,
akan menarik perhatian. Di sini, unsur “familiarity” (yang sudah
dikenal) berpadu dengan unsur “novelty” (yang baru dikenal).
Perulangan juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi bawah
sadar.
Faktor Internal penarik perhatian:
a. Faktor Biologis
Kondisi biologis seperti sedang lapar atau tidak akan mempengaruhi
orang dalam memberikan perhatian.
36
b. Faktor-faktor Sosiologis
Motif sosiogenis seperti sikap, kebiasaan dan kemauan akan
mempengaruhi apa yang kita perhatikan.
c. Faktor-faktor Sosial Budaya
Isu seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, kebiasaan.
d. Faktor Psikologis
Kemauan, keinginan, motivasi, pengharapan, dan sebagainya yang
mempengaruhi perhatian.
3. Proses terjadinya tanggapan
Tanggapan sering diistilahkan sebagai bayangan seseorang
terhadap suatu hal. Bayangan tersebut merupakan proses pengamatan
sistem indera dalam bentuk kesadaran terhadap situasi dan kondisi. Dalam
proses pengamatan itulah terjadi gambaran di dalam jiwa individu. Hasil
pengamatan itu mengalami endapan dan proses selanjutnya, ia tidak akan
hilang begitu saja tetapi tersimpan dalam jiwa individu dan
membayangkan kembali atau mengungkapkan gambaran-gambaran yang
terjadi disaat melakukan pengamatan yang berupa presentase, maka
didalam menanggapi atau membayangkan adalah represestase.
Pada umumnya gambaran yang terjadi pada pengamatan lebih
jelas jika dibandingkan dengan gambaran pada tanggapan.
37
Adapun perbedaan antara pengamatan dan tanggapan yang
diungkapkan menurut Achmad dalam Maswati (2009:40) adalah:
a. Pengamatan dibutuhkan adanya sasaran atau objek yang akan
menimbulkan gambaran pengamatan. Dengan demikian seperti
gambaran yang akan terjadi lebih jelas, lebih terang dari tanggapan.
b. Tanggapan tidak dibutuhkan adanya objek atau sasaran sehingga mau
tidak mau gambarannya akan kurang jelas.
c. Oleh karena itu pengamatan terikat pada objek maka pengamatan
terikat pula pada waktu dan tempat. Kita mengamati sesuatu pada
tempat tertentu dan pada waktu tertentu pula sebab keduanya yang
mengikat objek yang diamatinya. Tetapi lain halnya dengan tanggapan
yang dapat terlepas dari soal waktu dan tempat. Ini berarti manusia
dapat menanggapi dan membayangkan sesuatu setiap saat dan setiap
waktu tanpa terlibat waktu dan tempat, karena tidak terikat oleh objek
secara konkrit. Tanpa adanya objek kita dapat menanggapi atau
membayangkan apa yang kita inginkan.
d. Pernyataan merupakan fungsi yang bersifat sensorik sedangkan
tanggapan bersifat imajinatif.
e. Pengamatan langsung secara stimuli itu bekerja dan tertuju kepadanya
sedangkan tanggapan selama tertuju pada bayangan itu seperti yang
dikemukakan di atas bahwa tanggapan itu terbentuk di saat proses
membayangkan menjadi pusat perhatian. Adapun definisi perhatian
(Attention) yang dikemukakan Anderson yaitu perhatian adalah proses
38
mental ketika stimuliatau rangkaian stimuli menonjol dalam kesadaran
pada saat stimuli lainnya melemah.
Dengan demikian perhatian akan timbul ketika alat-alat indera
terkena ransangan yang secara sadar individu bersangkutan akan
mengkonsentrasikan diri dengan alat indera yang terkena rangsangan
tersebut.
D. Teori
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki rasa dan otak
untuk menerima dan mengolah berbagai rangsangan yang datang dari
berbagai melalui mata dan telinga. Rangsangan ini akan masuk ke dalam hati
kemudian diteruskan melalui sistem syaraf ke otak untuk diolah. Hasil
olahan akan dipengaruhi oleh sifat dasar manusia. Positif atau negatif
tergantung dari output. Kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar
diharapkan mampu mengubah perilaku
1. Teori S-O-R (Stimulus Organism Response Theory)
Teori S-O-R sebagai singkatan Stimulus – Organism - Response.
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan merupakan reaksi khusus,
sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian
antara pesan dan reaksi komunikan.
Jadi unsur dalam model ini adalah:
a. Pesan (stimulus)
b. Komunikan (Organism)
c. Efek (Response)
39
Prof. Dr Mar’at dalam bukunya “sikap manusia, Perubahan serta
Pengurkurannya, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kalley yang
menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel
penting, yaitu:
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan
mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada
perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti
(Uchjana Effendy, 2000:254).
2. Kompetensi Komunikasi (communication competence)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Brian H.Spitzberg dan
William R. Cupach pada tahun 1984. Kompetensi komunikasi adalah
suatu kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang cocok dan
efektif bagi situasi tertentu. Model yang sering digunakan untuk
menjelaskan kompetensi adalah model komponen yang meliputi tiga
komponen, yaitu: pengetahuan (Knowledge), Keahlian (Skill), motivasi
(motivation).
Model komponen dalam teori kompetensi komunikasi ini
mensyaratkan agar komunikator harus (1) memahami kemampuan
komunikasi praktis yang sesuai dengan situasi; (2) memiliki kemampuan
40
untuk mengungkapkan komunikasi secara aplikatif; dan (3) berkeinginan
untuk berkomunikasi dengan efektif sesuai dengan karakter yang sesuai.
Sebenarnya teori ini lebih merupakan seperangkat penjelasan
mengenai proses komunikasi secara efektif antara dua orang. Penulis
memilih tiga indikator dalam ilmu komunikasi untuk mengukur
kompetensi komunikasi dosen dan mahasiswa yaitu form, content dan
relationship. Tiga komponen form, content, relationship menjadi tolak
ukur dalam penelitian ini dan juga memperhatikan faktor-faktor internal
dan eksternal dalam memberikan tanggapan.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Unhas
Mengawali berdirinya Universitas Hasanuddin secara resmi pada
tahun 1956, di kota Makassar pada tahun 1947 telah berdiri Fakultas
Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan Jendral Gubernur Pemerintah
Hindia Belanda Nomor 127 tanggal 23 Juli 1947. Karena ketidakpastian
yang berlarut-larut dan kekacauan di Makassar dan sekitarnya maka fakultas
yang dipimpin oleh Drs L.A. Enthoven (Direktur) ini dibekukan dan baru
dibuka kembali sebagai cabang Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953
dibawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M Riekerk. Fakultas Ekonomi benar-benar
hidup sebagai cikal bakal Universitas Hasanuddin setelah dipimpin acting
ketua Prof. Drs. Wolhoff dan sekretarisnya Drs. Muhammad Baga dan pada
tanggal 1 September 1956 sampai diresmikannya Universitas Hasanuddin
pada tanggal 10 September 1956.
Di saat terjadinya stagnasi Fakultas Ekonomi di akhir tahun
1950, Nurdin Sahadat, Prof. Drs. G.J. Wolhoff, Mr. Tjia Kok Tjiang, J.E.
Tatengkeng dan kawan-kawan mempersiapkan pendirian Fakultas Hukum
swasta. Jerih payah mereka melahirkan Balai Perguruan Tinggi
Sawerigading yang di bawah ketuanya Prof. Drs. G.J Wolhoff tetap berusaha
mewujudkan universitas negeri samapai terbentuknya Panitia Pejuang
42
Universitas Negeri di bulan Maret 1950. Jalan yang ditempuh untuk
mewujudkan universitas didahului dengan membuka Fakultas Hukum dan
Pengetahuan Masyarakat cabang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)
yang resmi didirikan tanggal 3 Maret 1952 dengan Dekan pertama Prof. Mr.
Djokosoetono yang juga sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (UI). Dilandasi semangat karja yang tinggi, kemandirian dan
pengabdian, Fakultas Hukum yang dipimpin Prof. Dr. Mr. C. De Heern dan
Dilanjutkan Prof. Drs. G.H.M. Riekerk, dalam kurun waktu empat tahun
mampu memisahkan diri dari Universitas Indonesia (UI) dengan keluarnya
PP no. 23 tahun 1956 tertanggal 10 September 1956.
Langkah usaha Yayasan Balai Perguruan Tinggi Sawerigading
untuk membentuk Fakultas Kedokteran terwujud dengan tercapainya
kesepakatan antara pihak Yayasan dengan Kementerian PP dan K yang
ditetapkan dalam rapat Dewan Menteri tanggal 22 Oktober 1953.
Berdasarkan ketetapan tersebut dibentuklah Panitia Persiapan Fakultas
Kedokteran di Makassar yang diketuai Syamsuddin Daeng Mangawing
dengan Muhammad Rasyid Daeng Sirua sebagai sekretaris dan anggota-
anggotanya yaitu J.E. Tatengkeng, Andi Patiwiri dan Sampara Daeng Lili.
Pada tanggal 28 Januari 1956, Menteri P dan K Prof. Mr. R. Soewandi
meresmikan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin seiring dengan
diresmikannya Universitas Hasanuddin pada tanggal 10 September 1956.
Perjuangan dan tekad masyarakat Sulawesi Selatan untuk
melahirkan putra bangsa yang berpengalaman teknik mencapai
43
keberhasilannya ketika menteri P dan K RI mengeluarkan SK No. 88130/S
tertanggal 8 September 1960 perihal peresmian Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin yang diketuai Ir. J.Pongrekun dan Sekretarisnya Ir. Ramli
Cambari Saka dengan tiga departemen Sipil, mesin, dan perkapalan. Pada
tahun 1963 menyusul terbentuk Departemen Elektronika dan Arsitektur dan
lengkaplah Fakultas Teknik sebagai fakultas yang ke-4.
Mendahului SK menteri PP dan K tanggal 3 Desember 1960 No.
102248/UU/1960 perihal Pembentukan Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin, telah terjadi “peleburan” beberapa unit Program Kursus B.1 dari
Yayasan Perguruan Tinggi Makassar ke Universitas Hasanuddin. Yayasan
yang diketuai oleh Syamsuddin Daeng Mangawing beranggotakan antara lain
Prof. G.J. Wolhoff ini adalah pecahan Universitas Sawerigading yang
dipimpin oleh Nurdin Sahadat. Peristiwa “peleburan” Program kursus B.1
Paedagogik, Sastra timur dan Sastra Barat ke UNHAS pada tanggal 2
Nopember 1959 tersebut menjadi cikal bakal Fakultas Sastra yang secara
resmi terbentuk sesuai SK menteri PP dan K tanggal 3 Nopember 1960.
Menyusul “kelahiran” Fakultas Sastra, lahirlah Fakultas yang ke-
6 yakni Fakultas Sosial dan Politik sesuai dengan SK Menteri P & K
tertanggal 30 Januari 1961 No. A. 4692/U.U.41961, berlaku mulai 1 Februari
1961. Pada awalnya Fakultas ini merupakan Perguruan Tinggi Swasta yang
bernama Fakultas Tata Praja Universitas 17 Agustus 1945 yang didirikan
oleh Mr. Tjia Kok Tjiang yang kelak setelah penegeriannya menjadi
pimpinan fakultas didampingi Mr. Sukamto sebagai sekretaris. Pada tanggal
44
15 Nopember 1962 Mr.Sukamto diangkat sebagai Dekan dan Abdullah Amu
menjadi Sekretaris.
Di masa kepemimpinan Rektor A. Amiruddin berdasarkan SK
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0266/Q/1977 tanggal 16 Juli 1977
Fakultas Sastra diintegrasikan ke dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Budaya bersama Fakultas Ilmu Sosial Politik dan Fakultas Ekonomi. Hal
yang sama juga terjadi antara Fakultas Teknik dan Fakultas MIPA yang
diintegrasikan menjadi Fakultas Sains dan Teknologi terkecuali Fakultas
Hukum yang tidak “rela” berintegrasi dengan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial
Budaya. Bersela enam tahun kemudian yakni pada tahun 1983
pengintegrasian ini dicabut dengan keluarnya PP No. 5 Tahun 1980 yang
disusul dengan SK Presiden RI No.68 Tahun 1982.
Melalui kerjasama dengan IPB Bogor dan atas permintaan
Rektor Prof. Arnold Mononutu terbentuklah Panitia Persiapan Pendirian
Fakultas Pertanian yang beranggotakan Prof. Dr. A. Azis Ressang, Dosen
Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan lr Fachrudin, asisten Ahli Fakultas
Pertanian IPB. Kerjasama Prof. Ressang dkk dengan Fakultas Pertanian
Universitas Indonesia dan IPB membuahkan SK Menteri PTIP RI Prof. Dr.
lr. Toyib Hadiwidjaya tertanggal 17 Agustus 1962 dan secara resmi Fakultas
Pertanian menjadi fakultas yang ke-7 dalam lingkungan Universitas
Hasanuddin.
Gubernur Andi Pangerang Petta Rani dalam rapat tanggal 11
Maret 1963 menunjuk lr. Aminuddin Ressang sebagai ketua sub - panitia
45
kerja Pembentukan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) resmi
terbentuk berdasar surat kawat Menteri PTIP tanggal 8 Agustus 1963 No. 59
1 BM/PTIP/63 disusul SK Menteri No. 102 Tahun 1963 berlaku Tanggal 17
Agustus 1963.
Pada tahun 1963 dibentuk Panitia Pendiri Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan di Makassar yang diketuai Syamsuddin Dg
Mangawing dengan anggota Andi Pangerang Petta Rani, Drh. A. Dahlan dan
Andi Patiwiri. Pada tanggal 10 Oktober 1963 berdiri Fakultas Kedokteran
Hewan dan Peternakan (FKHP) yang berstatus swasta didekani oleh Drh.
Achmad Dahlan dengan Pembantu Dekan I, II masing - masing Drh. Muh.
Gaus Siregar dan Andi Baso Ronda, B. Agr.Sc. Terhitung mulai tanggal 1
Mei 1964 fakultas swasta tersebut dinegerikan menjadi Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin meialui SK Menteri PTIP No. 37 11964 Tanggal 4
Mei 1964.
Pendidikan Dokter Gigi berdiri pada tanggal 23 Januari 1969
sebagai hasil kerjasama antara Universitas dengan TNI - AL sebagai hasif
rintisan Laksamana Mursalim Dg Mamanggun, S.H. , Rektor Unhas
Let.Kolonel Dr. M. Natsir Said, S.H. serta Drg. Halima Dg Sikati dan diberi
nama Institut Kedokteran Gigi Yos Sudarso. Pada tahun 1970 lnstitut ini
resmi menjadi Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dan
selanjutnya menjadi Fakultas Kedokteran Gigi Unhas pada tahun 1983.
Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) didirikan pada tangggal 5
Nopember 1982 yang pada awalnya menerima mahasiswa tamatan Diploma
46
Tiga Kesehatan dan nanti pada tahun 1987 FKM Unhas menerima tamatan
SMA. FKM merupakan fakultas yang ke-11 dalam lingkungan Unhas.
Sebagai realisasi dari pengembangan Pola Ilmiah Pokok (PIP)
yang menjadi rujukan orientasi lembaga pendidikan tinggi di Indonesia,
maka pada tahun 1988 UNHAS secara resmi membuka program Studi Ilmu
Kelautan dengan SK Dirjen Dikti No.19/Dikti/Kep/1988, tanggal 16 Juni
1988. Pada awalnya karena belum ada wadah yang tepat program tersebut
berstatus lintas fakultas dan langsung dibawahi rektor. Mengingat sifatnya
yang berorientasi kelautan, program ini pada akhirnya dibentuk menjadi
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan dengan menggabungkan jurusan
Perikanan ke dalamnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.036/0/1996, tanggal 29 Januari 1996.
Pada Dies Natalis yang ke - 25, 17 September 1981 Presiden RI
Soeharto meresmikan Kampus Tamalanrea yang pada awalnya dirancang
oleh Paddock Inc., Massachustts, AS dan dibangun oleh OD 205, Belanda
yang bekerjasama dengan PT. Sangkuriang Bandung di atas tanah seluas 220
Ha.
Sejak dikeluarkannya SK Menteri PP dan K No. 3369/S Tanggal 1 1 Juni
1956 terhitung mulai 1 September 1956 dan dengan PP No. 23 Tanggal 8
September 1956, Lembaran Negara No. 39 Tahun 1956 yang secara resmi
dibuka oleh Wakil Presiden RI Drs. Moh. Hatta pada tangggal 10 September
1956, UNHAS pernah dipimpin oleh sejumlah Rektor yaitu:
1. Prof. Mr.A.G. Pringgodigdo 1956 - 1957
47
2. Prof. Mr. K.R.M.T. Djokomarsaid 1957 - 1960
3. Prof. Arnold Mononutu 1960 - 1965
4. Let. Kol. Dr. M. Natsir Said, S.H. 1965 - 1969
5. Prof. Dr. A. Hafid 1969 - 1973
6. Prof. Dr. Ahmad Amiruddin 1973 - 1982
7. Prof. Dr. A. Hasan Walinono 1982 - 1984
8. Prof. Dr. Ir. Fachruddin 1984 - 1989
9. Prof. Dr. Basri Hasanuddin, M.A 1989 - 1997
10. Prof. Dr.Ir. Radi A. Gany 1997 - 2006
11. Prof. Dr.dr. Idrus A. Paturusi, Sp.BO 2006 – Sekarang
B. Visi, Misi dan Nilai
Visi
Pusat Unggulan Dalam Pengembangan Insani, Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya Berbasis Benua Maritim
Indonesia.
Rumusan visi ini mengandung makna adanya kebersamaan tekad seluruh
sivitas akademika untuk menempatkan Unhas sebagai entitas akademik yang
tidak sebatas memfasilitasi, tetapi menstimulasi lahirnya segenap potensi,
proses, dan karya terbaik dalam pengembangan insani, ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya berbasis benua maritim Indonesia.
Dalam konsep benua maritim Indonesia seluruh program studi
memiliki kebebasan dan peluang yang sama untuk berkonribusi dalam
pengembangan IPTEKSBUD. Hal ini sejalan dengan konsep benua maritim
48
yang memiliki makna sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dan
dirgantara di atasnya, tertata secara unik yang menampilkan ciri-ciri benua
dengan karakteristik yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca
(klimatologi dan meteorologi), keadaan airnya (oseanografi), tatanan kerak
bumi (geologi), keragaman biota (biologi), serta tatanan sosial budayanya
(antropologi), yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Misi
3. Menyediakan lingkungan belajar berkualitas untuk mengembangkan
kapasitas pembelajar yang inovatif dan proaktif. Makna yang terkandung
dalam rumusan misi ini adalah bahwa di dalam menyelenggarakan
dharma pendidikan Unhas sepunuhnya menggunakan pendekatan
learning sehingga peran Unhas semestinya menyediakan limgkungan
belajar yang berkualitas dan kondusif bagi sivitas akademika Unhas guna
mengembangkan kapasitasnya. Misi ini juga mengandung makna bahwa
di dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran, kontennya
dikembangkan berdasarkan hasil kegiatan penelitian (dharma 2), serta
memelihara relevansi isinya dengan kebutuhan masyarakat berdasarkan
hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat (dharma 3).
4. Melestarikan, mengembangkan, menemukan dan menciptakan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Makna rumusan misi yang
kedua, menekankan perlunya Unhas untuk melestarika IPTEKS baik
dalam bentuk pembelajaran kepada peserta didik (pembelajaran berbasis
49
riset) maupun publikasi (buku dan jurnal) kepada masyarakat luas. Misi
ini juga mengandung makna bahwa di dalam melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan untuk memajukan ipteks senantiasa
didiseminasikan melalui kegiatan pembelajaran (dharma 1), dan
dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui bidang
pengabdian kepada masyarakat (dharma 2).
5. Menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
budaya bagi kemaslahatan Benua Maritim Indonesia. Makna yang
terkandung dalam rumusan misi ini adalah bahwa melakukan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat juga ditujukan untuk memelihara
relevansi materi pembelajaran (dharma 1), dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui penerapan dan pemanfaatan ipteks
beserta penemuan dan pengembangannya yang dihasilkan dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan (dharma 2).
Nilai
Dalam melaksanakan kegiatan tri dharma, seluruh sivitas
akademika Unhas perlu dilandasi dan dijiwai oleh sistem sistem tata nilai
yang disepakati bersama yang merupakan pencerminan dari jati diri Unhas.
oleh karena itu, rumusan nilai-nilai Unhas mengacu kepada 2 (dua) tatanan
nilai yaitu (1) nilai akademik yang merupakan sumber budaya akademik
pada setiap perguruan tinggi pada umumnya, dan (2) tatanan nilai yang
berkembang dalam wilayah benua maritim Indonesia pada umumnya dan
50
masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya. Atas dasar kedua acuan
tersebut, maka tatanan nilai Unhas dirumuskan sebagai berikut:
1. Integritas: mewakili jujur, berani, bertanggung jawab dan teguh dalam
pendirian.
2. Inovatif: merupakan kombinasi dari kreatif, berorientasi mutu, mandiri
dan kepeloporan.
3. Katalitik: mewakili sifat berani, keteguhan hati, dedikatif dan kompetitif.
4. Arif: manifestasi kepatutan, adil dan beradab, holistik dan asimilatif.
C. Struktur Organisasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. No.
0206/0/1995, struktur organisasi Universitas Hasanuddin terdiri atas
komponen-komponen berikut ini:
1. Rektor dan Pembantu Rektor
2. Senat
3. Dewan Penyantun
4. Biro Administrasi
5. Program Pascasarjana
6. Fakultas-fakultas
7. Lembaga-lembaga
8. Unit-unit Pelaksana tugas
ProgramPascasarjana
Program StudiPusat Penggajian
Pusat Pengembangan
Pusat Penelitian
Rektor
Pembantu RektorSenat Dewan Penyantun
Biro Administrasi
LP LPM LKPPUPT
Fakultas-fakultas
Jurusan
Program Studi
Laboratorium
51
Struktur organisasi ini secara skematik disajikan pada gambar berikut:
Gambar 3.1Struktur Organisasi Universitas Hasanuddin
D. Tujuan Strategis Unhas
1. Membaiknya sistem pembelajaran Unhas berstandar internasional dengan
menggunakan metode Student Centered Learning.
2. Terselenggaranya riset berkualitas internasional.
3. Terwujudnya komitmen tanggung jawab sosial universitas.
52
4. Terbangunnya organisasi dan manajemen yang efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tridharma.
E. Lambang UNHAS
ARTI LAMBANG UNHAS
1. Ayam jantan, tegak di atas benteng kekukuhan tempat berpijak, membawa
serta pada dirinya simbol-simbol kemauan keras, kebebasan berfikir,
berjiwa besar untuk mencapai keseluruhan ilmu pengetahuan, kebahagian
dan kesentosaan hidup dalam mengabdi kepada kejayaan nusa dan bangsa.
2. Unsur-unsur Lambang
Ayam jantan melambangkan sifat dan pribadi Sultan Hasanuddin yang
mencerminkan sikap intelek, berjiwa besar dan militan dalam bergerak ke
arah kemajuan.
Pohon Lontar, lambang ilmu pengetahuan tentang keserbagunaan manfaat
yang diberikannya kepada umat manusia untuk kesejahteraan lahir batin.
Benteng, mengingatkan kejayaan bahari tempat UNHAS berdiri. Benteng-
benteng Somba Opu, Ujungpandang, dan Tallo melindungi kota
53
Makassar, mendorong tekad patriotik dan dinamik untuk berjasa kepada
tanah air.
Buah Padi dan Daun Kelapa, menggugah semangat untuk hidup makin
berisi kian merunduk, dan keunggulan berdiri tegak menghadang badai
dan taufan, seperti pohon kelapa yang menghiasi persada tanah air.
3. Unsur-unsur warna
Kuning, melambangkan kedewasaan, kemuliaan, dan kesatriaan.
Hijau, melambangkan kesuburan dan harapan.
Putih, melambangkan garis-garis kesucian, ketulusan, dan keapikan.
Merah, melambangkan semangat dan cinta kepada tanah air.
Hitam, melambangkan kedalaman ilmu pengetahuan dan kebulatan tekad
untuk mencapai pribadi yang utuh.
4. Konstruksi
Harpa atau kecapi, terukir ragam hias Indonesia, mewakili kehidupan
artistik Nusantara, untuk pembinaan seni budaya dan keluhuran bangsa
dan tanah air Indonesia.
F. Gambaran Umum Proses Belajar Mengajar di UNHAS
Universitas Hasanuddin merupakan Universitas terkemuka di
Indonesia kawasan timur. Kuliah rutin yang dilaksanakan oleh UNHAS
secara umum yaitu mulai hari senin hingga jumat. Proses pembelajaran mulai
pukul 07.30 hingga 16.00. Untuk mata kuliah umum hingga pukul 17.00.
Setiap hari setidaknya ada empat atau lima mata kuliah.
54
Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen ada beberapa,
termasuk di antaranya Teacher Centered Learning (TCL) dan Student
Centred Learning (SCL). Walaupun UNHAS telah menganut sistem
pembelajaran SCL namun dalam proses pelaksanaan di dalam kelas masih
ada yang menggunakan TCL.
Proses pembelajaran TCL yaitu dosen dan mahasiswa berada di
dalam kelas yaitu dosen di depan menerangkan materi pembelajaran. Inilah
yang disebut sebagai metode ceramah. Biasanya mahasiswa dianjurkan
membeli buku yang sama agar dosen mudah dalam menjelaskan materi
pembelajaran. Selain itu, ada pula dosen yang hanya menyebutkan pokok-
pokok pembahasan yang akan dibahas untuk mata kuliah tersebut jadi
mahasiswa bebas memilih buku yang akan dibeli. Selain memberi materi,
dosen terkadang memberikan kuis di akhir waktu pembelajaran. Kuis yang
diberikan berupa tulisan maupun lisan.
Proses pembelajaran SCL yaitu mahasiswa sebagai sumber
informasi. Dosen hanya sebatas pendamping dan pengarah pembelajaran.
Pertemuan pertama mata kuliah disampaikan Garis Besar Rancangan
Pembelajaran (GBRP) yang akan menjadi materi pembelajaran selama satu
semester ke depan. Mahasiswa diharuskan memiliki refernsi sebelum point
dari GBRP tersebut dibahas bersama di dalam kelas. Metode SCL ini ada
beberapa kategori dintaranya metode diskusi. Metode diskusi ini berupa
pembagian kelompok lalu tiap kelompok memiliki satu point di dalam GBRP
untuk dipresentasikan. Jadi selain kelompok tersebut lah yang menjadi
55
audience dan yang akan bertanya seputar materi yang didiskusikan. Juga ada
metode internet yaitu pemberian tugas melalui internet. Selain diskusi di
dalam kelas, ada pula dosen yang memanfatkan internet untuk forum diskusi.
Memanfaatkan jejaring social facebook untuk membuat forum diskusi.
Dosen membuat grup di facebook lalu menentukan waktu untuk online
bersama. Dosen memberikan statement lalu meminta mahasiswa untuk
menaggapi dan membentuk diskusi.
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebagaimana telah dikemukakan diawal dan sesuai dengan
judulnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tanggapan
mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses
belajar mengajar di Universitas Hasanuddin dan komponen apa yang paling
kurang dan paling tinggi dari kompetensi komunikasi dosen dalam proses
belajar mengajar di Universitas Hasanuddin. Penulis memilih mahasiswa
Unhas sebagai objek pengukuran tanggapan berdasarkan pengkategorian
seperti yang dibahas pada bab 1.
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas
Hasanuddin Makassar dan jumlah responden yang menjadi sampel didapat
dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel Isaac dan Michael
yang berjumlah 344 responden. Untuk lebih jelasnya, maka hasil penelitian
ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
1. Identitas Responden
1.1 Jenis Kelamin
Tabel 4.1Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
N = 344Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 154 44.8
Perempuan 190 55.2
Total 344 100
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
57
Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa responden perempuan
berada pada persentase tertinggi yaitu sebanyak 190 responden (55,2%),
kemudian responden laki-laki sebanyak 154 responden (44,8%).
1.2 Umur
Tabel 4.2Distribusi Responden Berdasarkan Umur
N = 344Umur Frekuensi Persentase
≤ 19 tahun 74 21.5
20 – 21 tahun 184 53.5
22 – 23 tahun 76 22.1
24 – 25 tahun 8 2.3
≥ 26 tahun 2 0.6
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa responden yang berumur
20-21 tahun berada pada persentase tertinggi yaitu sebanyak 184
responden (53,5%), kemudian responden yang berumur 22-23 tahun
sebanyak 76 responden (22,1%). Responden berumur ≤ 19 tahun berjumlah
74 responden (21,5%) dan yang berumur 24 – 25 tahun berjumlah 8
responden (2,3%) serta responden yang berumur ≥ 26 tahun sebanyak 2
responden (0,6%).
1. 3 Fakultas
Tabel 4.3Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas
N=344Fakultas Frekuensi Persentase
Ekonomi 30 8.7 Hukum 32 9.3
58
Fakultas Frekuensi Persentase Kedokteran 43 12.5
Teknik 61 17.7 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 24 7.0
Ilmu Budaya 27 7.8 Pertanian 23 6.7
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 20 5.8 Peternakan 11 3.2
Kedokteran Gigi 10 2.9 Kesehatan Masyarakat 23 6.7
Ilmu Kelautan dan Ilmu Perikanan 15 4.4Kehutanan 11 3.2
Farmasi 14 4.1Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.3 Diatas menunjukkan bahwa persentase responden
terbesar adalah mahasiswa fakultas teknik dengan jumlah 61 responden
(17,7%), dan kemudian responden yang berasal dari fakultas kedokteran
dengan jumlah 43 responden (12,5%). Responden dari fakultas ilmu
budaya berjumlah 27 responden (7,8%) lalu responden dari fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik berjumlah 24 responden (7,0%). Disusul responden
dari fakultas pertanian sebanyak 23 responden (6,7%) dan responden dari
fakultas kesehatan masyarakat sebanyak 23 responden (6,7%).
Selanjutnya responden dari fakultas matematika dan ilmu pengetahuan
alam sebanyak 20 responden (5,8%) dan responden dari fakultas ilmu
kelautan dan ilmu perikanan yang berjumlah 15 responden (4,4%).
Responden dari fakultas farmasi berjumlah 14 responden (4,1%) disusul
responden dari fakultas peternakan yang berjumlah 11 responden (3,2%)
dan dari fakultas kehutanan juga berjumlah 11 responden (3,2%).
59
1.4 Angkatan
Tabel 4.4Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan
N=344Angkatan Frekuensi Persentase
2011 35 10.2
2010 68 19.8
2009 109 31.7
2008 103 29.9
2007 25 7.3
2006 2 0.6
2005 2 0.6
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.4 Diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah
responden angkatan 2009 dengan jumlah 109 responden (31,7%). Disusul
responden angkatan 2008 dengan jumlah 103 responden (29.9%).
Responden angkatan 2010 berjumlah 68 responden (19,8%) dan
responden angkatan angkatan 2011 berjumlah 35 responden (10,2%).
Selanjutnya responden angkatan 2007 berjumlah 25 responden (7,3%) dan
angkatan 2006 berjumlah 2 responden (0,6%) serta responden angkatan
2005 juga berjumlah 2 responden (0,6%).
60
2. Tanggapan Mahasiswa Unhas terhadap Kompetensi Komunikasi
Dosen
2.1 Metode Mengajar
Tabel 4.5Distribusi Responden Berdasarkan Metode Mengajar
N=344Metode yang digunakan Dosen Frekuensi Persentase
Ceramah 55 16.0Diskusi 47 13.7
Alat Bantu Media 42 12.2Student Centre Learning (SCL) 151 43.9
Ceramah, Diskusi 8 2.3Ceramah, Diskusi, Alat Bantu 4 1.2
Ceramah, Diskusi, Alat Bantu, SCL 5 1.5Diskusi, Alat Bantu Media 6 1.7
Diskusi, Alat Bantu Media, SCL 8 2.3Alat Bantu Media, SCL 4 1.2
Ceramah, Alat Bantu Media 4 1.2Ceramah, SCL 2 0.6
Ceramah, Alat Bantu Media, SCL 1 0.3Diskusi, SCL 4 1.2
Ceramah, Diskusi, SCL 3 0.9Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar metode
mengajar yang digunakan dosen dalam proses belajar adalah Student
Centre Learning (SCL) dengan jumlah 151 responden (43,9%).
Berikutnya metode ceramah dengan jumlah 55 responden (16,0%).
61
2.2 Kemudahan Bahasa Verbal
Tabel 4.6Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Bahasa Verbal
N = 344Kemudahan Bahasa Verbal Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Mudah 6 1.7
Tidak Mudah 16 4.7
Ragu-ragu 19 5.5
Mudah 251 73.0
Sangat Mudah 52 15.1
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.6 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang menyatakan dosen mengajar dengan menggunakan
bahasa verbal yang mudah dimengerti oleh mahasiswa yaitu sebanyak 251
responden (73,0%), lalu sebanyak 52 responden (15,1%) menyatakan
sangat mudah.
2.3 Penggunaan Komunikasi Non Verbal
Tabel 4.7Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Komunikasi Non Verbal
N = 344Penggunaan Bahasa Non
VerbalFrekuensi Persentase
Sangat Tidak Bagus 9 2.6
Kurang Bagus 30 8.7
Ragu-ragu 18 5.2
Bagus 250 72.7
Sangat Bagus 37 10.8
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
62
Tabel 4.7 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang menyatakan bentuk komunikasi non verbal dosen dalam
proses belajar di dalam kelas adalah bagus yakni 250 responden (72,7%),
lalu sebanyak 37 responden (10,8%) menyatakan sangat bagus. 30
responden (8,7%) menyatakan kurang bagus dan yang menyatakan ragu-
ragu berjumlah 18 responden (5,2%). Selanjutnya yang menyatakan
sangat tidak bagus adalah 9 responden (2,6%).
2.4 Penguasaan MateriTabel 4.8
Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan MateriN = 344
Penguasaan Materi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Menguasai 6 1.7
Tidak Menguasai 14 4.1
Ragu-ragu 15 4.4
Menguasai 201 58.4
Sangat Menguasai 108 31.4
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.8 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang menyatakan dosen menguasai materi pembelajaran dalam
proses belajar di dalam kelas yakni 201 responden (58,4%), lalu sebanyak
108 responden (31,4%) menyatakan sangat menguasai. Responden yang
memilih ragu-ragu berjumlah 15 responden (4,4%). Selanjutnya 14
responden (4,1%) menyatakan tidak menguasai dan 6 responden (1,7%)
menyatakan sangat tidak menguasai.
63
2.5 Kerelevanan MateriTabel 4.9
Distribusi Responden Berdasarkan Kerelevanan MateriN = 344
Kerelevanan Materi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Relevan 5 1.5
Tidak Relevan 13 3.8
Ragu-ragu 18 5.2
Relevan 242 70.3
Sangat Relevan 66 19.2
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.9 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang menyatakan materi yang disampaikan dosen relevan
dengan topik pembahasan mata kuliah yang bersangkutan yakni 242
responden (70,3%), lalu sebanyak 66 responden (19,2%) menyatakan
sangat relevan. Responden yang memilih ragu-ragu sebanyak 18
responden (5,2%) dan 13 responden (3,8%) memilih tidak relevan.
Selanjutnya responden yang memilih sangat tidak relevan berjumlah 5
responden (1,5%).
2.6 Isi Pesan (materi) aktualTabel 4.10
Distribusi Responden Berdasarkan Isi Pesan (materi)N = 344
Isi Pesan (Materi) Frekuensi Persentase
Sangat Kurang Bagus 6 1.7
Kurang Bagus 22 6.4
Ragu-ragu 19 5.5
Bagus 244 70.9
Sangat Bagus 53 15.4
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
64
Tabel 4.10 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang menyatakan isi pesan (materi) aktual yang disampaikan
dosen dalam proses belajar mengajar di dalam kelas adalah bagus yakni
244 responden (70,9%), lalu sebanyak 53 responden (15,4%) menyatakan
sangat bagus. 22 responden (6,4%) menyatakan kurang bagus, 19
responden (5,5%) menyatakan ragu-ragu. Kemudian 6 responden (1,7%)
menyatakan sangat kurang bagus.
2.7 Ketersediaan Waktu Dosen untuk Berkonsultasi
Tabel 4.11Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Waktu Dosen untuk
BerkonsultasiN = 344
Ketersediaan Waktu Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Bersedia 6 1.7
Tidak Bersedia 11 3.2
Ragu-ragu 16 4.7
Bersedia 214 62.2
Sangat Bersedia 97 28.2
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.11 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang dosen memiliki ketersediaan waktu untuk berkonsultasi
untuk mahasiswa yakni 214 responden (62,2%), lalu sebanyak 97
responden (28,2%) menyatakan sangat bersedia. Kemudian disusul ragu-
ragu dengan jumlah 16 responden (4,7%). Selanjutnya yang tidak bersedia
yaitu 11 responden (3,2%) dan 6 responden (1,7%) menyatakan sangat
tidak bersedia.
65
2.8 Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan
Tabel 4.12Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan
N = 344Kenyamanan Mengikuti Kuliah Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Nyaman 8 2.3
Tidak Nyaman 28 8.1
Ragu-ragu 39 11.3
Nyaman 225 65.4
Sangat Nyaman 44 12.8
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
Tabel 4.12 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang merasa nyaman mengikuti perkuliahan dari dosen yakni
225 responden (65,4%), lalu sebanyak 44 responden (12,8%) menyatakan
sangat nyaman. Kemudian disusul ragu-ragu dengan jumlah 39 responden
(11,3%). Selanjutnya yang tidak nyaman yaitu 28 responden (8,1%) dan 8
responden (2,3%) menyatakan sangat tidak nyaman.
2.9 Jarak Dosen dengan Mahasiswa
Tabel 4.13Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Dosen dengan Mahasiswa
N = 344Keakraban dengan Dosen Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Akrab 12 3.5
Tidak Akrab 44 12.8
Ragu-ragu 58 16.9
Akrab 186 54.1
Sangat Akrab 44 12.8
Total 344 100.0
Sumber : Data Primer diolah dari kuesioner, 2012
66
Tabel 4.13 diatas menunjukkan persentase terbesar adalah
responden yang merasa akrab dengan dosen yakni 186 responden
(54,1%), lalu sebanyak 58 responden (16,9%) menyatakan ragu-ragu,
tidak akrab sebanyak 44 responden (12,8%) sama halnya dengan sangat
akrab yang berjumlah 44 responden (12,8%). Kemudian disusul sangat
tidak akrab dengan jumlah 12 responden (3,5%).
B. Pembahasan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanggapan
mahasiswa unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses
belajar di Universitas Hasanuddin dan komponen kompetensi komunikasi
apa yang paling tinggi dan terendah dari kompetensi komunikasi dosen
Unhas dan proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin.
Dalam penelitian ini, tanggapan dibutuhkan untuk mengetahui
seberapa berkompeten dan kurang berkompetennya dosen dalam proses
belajar di Universitas Hasanuddin. Sebagaimana universitas ini dianggap
sebagai universitas terkemuka di kawasan Indonesia bagian timur. Dalam
penelitian ini, penilaian dosen ditinjau dari sudut pandang mahasiswa jadi
dosen tak dinilai dari tingkat pendidikan terakhirnya namun yang dinilai
adalah kompetensinya menyampaikan materi pada proses belajar. Sesuai
dengan yang dijelaskan di atas, maka yang memberikan tanggapan adalah
mahasiswa Universitas Hasanuddin.
67
Berikut secara mendetail pembahasan mengenai tanggapan
mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen dalam proses
belajar di Universitas Hasanuddin.
A. Identitas Responden
1. Jenis Kelamin (dapat dilihat pada tabel 4.1) dari 344 responden, 190
diantaranya adalah responden berjenis kelamin perempuan.
2. Umur (dapat dilihat pada tabel 4.2) sebanyak 184 responden dari 344
responden adalah responden yang berumur 20-21 tahun.
3. Fakultas (dapat dilihat pada tabel 4.3) 61 responden berasal dari
fakultas Teknik. Ini dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah
mahasiswa tiap fakultas. Jadi, semakin banyak jumlah mahasiswa tiap
fakultas maka semakin banyak pula responden dari fakultas tersebut.
4. Angkatan (dapat dilihat pada tabel 4.4) 109 responden angkatan 2009 .
dan angkatan 2006 serta 2005 masing-masing hanya berjumlah 2 orang.
Ini dikarenakan banyaknya angkatan tersebut yang telah menyelesaikan
studi S1-nya.
B. Tanggapan Mahasiswa Unhas terhadap Kompetensi Komunikasi Dosen
Form
1. Metode Mengajar (dapat dilihat pada tabel 4.5) kebanyakan
responden yaitu 151 responden menyatakan bahwa Student Centred
Learning (SCL) adalah metode yang paling banyak digunakan oleh
dosen. Ini sesuai dengan program penyelenggaraan pembelajaran Unhas
yang mengacu pada (Garis Besar Rancangan Pembelajaran) GBRP dan
68
Unit Tugas Mahasiswa (UTM) yang mengutamakan peran aktif
mahasiswa belajar. Namun, Student Centred Learning tidak sepenuhnya
berjalan lancar. Metode ini juga bisa mendukung mahasiswa yang malas.
Mahasiswa malas kadang-kadang hanya menyalin tugas dan tidak mampu
bekerja sendiri. Ada pula responden yang menyatakan bahwa dosen
menjelaskan dengan menggunakan metode ceramah. Ini merupakan
metode klasik yang masih digunakan saat ini. Kebanyakan mahasiswa
menyukai metode ini terutama mahasiswa di bagian eksakta. Kedua
metode yang dilakukan tersebut diatas ada baiknya didukung oleh
menggunakan media seperti LCD pada saat perkuliahan khususnya
metode ceramah dan penggunaan internet yang sangat mendukung
metode SCL. Tak hanya itu, metode mengajar dengan cara diskusi juga
tak jarang digunakan oleh dosen. Metode ini juga memiliki kelemahan.
Dosen membagi materi kepada setiap kelompok lalu kelompok tersebut
yang akan membawakan materi yang telah dibagikan. Yang menjadi
masalah, terkadang mahasiswa hanya menguasai materi yang dibawakan.
Materi yang dibawakan oleh kelompok lain tidak dipelajari lagi dan tidak
diperhatikan dengan baik. Metode belajar yang diterapkan dosen pada
dasarnya semua baik namun dalam pelaksaannya masih kurang efektif.
2. Kemudahan Bahasa Verbal (dapat dilihat pada tabel 4.6) kebanyakan
responden menyatakan bahwa dosen mengajar menggunakan bahasa
verbal yang mudah dimengerti oleh mahasiswa. Komponen form yang
kedua ini yaitu kemudahan bahasa verbal yang digunakan dosen pada
69
proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin dikatakan
berkompetensi karena hampir semua dosen menggunakan bahasa
Indonesia pada saat mengajar di dalam kelas.
3. Penggunaan Komunikasi Non Verbal (dapat dilihat pada tabel 4.7)
kebanyakan responden menyatakan penggunaan komunikasi non verbal
dosen dalam proses belajar di dalam kelas adalah bagus. Ini menunjukkan
bahwa dosen berkompetensi dalam hal penggunaan bahasa non verbal
pada saat mengajar di dalam kelas. Bahasa non verbal yang dimaksud
adalah seperti isyarat intonasi suara, ruang (spasi, wilayah dan jarak),
pergerakan dan penampilan. Dosen yang memiliki suara lantang dengan
intonasi yang jelas akan mendapat perhatian lebih dari mahasiswa.
Content
1. Penguasaan Materi (dapat dilihat pada tabel 4.8) secara keseluruhan
menyatakan dosen menguasai materi pembelajaran dalam proses
pembelajaran di dalam kelas. Namun, adapula dosen yang tidak terlalu
menguasai materi pembelajaran saat mengajar. Mahasiswa menanggapi
hal yang demikian dikarenakan dosen hanya membaca materi saat
mengajar dan ketika menjelaskan kembali, penjelasan tersebut tidak
selaras dengan apa yang dibacakan. Namun, kebanyakan dosen mampu
menguasai meteri pembelajaran yang akan disampaikan kepada
mahasiswa.
2. Kerelevanan Materi (dapat dilihat pada tabel 4.9) 190 responden
menyatakan bahwa materi yang disampaikan dosen relevan dengan topik
70
pembahasan mata kuliah yang bersangkutan. Bisa dikatakan dosen
berkompetensi dalam hal menyampaikan materi yang relevan dengan
pokok pembahasan materi pada saat perkuliahan berlangsung. Namun,
ada pula dosen menyajikan pesan yang tidak relevan dengan mata kuliah
yang bersangkutan. Ini berkaitan dengan penguasaan materi yang dibahas
diatas karena apabila dosen tak menguasai materi, maka yang dilakukan
adalah bercerita yang tidak relevan dengan mata kuliah. Dosen sejenis ini
persentasinya hanya sedikit seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.9 di
atas.
3. Isi Pesan (Materi) aktual (dapat dilihat pada tabel 4.10) kebanyakan
responden yaitu 244 responden menyatakan bahwa materi pembelajaran
yang disampaikan dosen dalam proses belajar di dalam kelas bersifat
aktual. Ini ditinjau dari keseluruhan materi yang disampaikan oleh dosen
kepada mahasiswa. Pada umumnya menyatakan bahwa pesan yang
disampaikan dosen tersebut bagus dan bisa diterima oleh mahasiswa. Isi
pesan yang dimaksudkan di sini adalah materi pembelajaran yang bersifat
aktual dan mengandung unsure kebaruan.
Relationship
1. Ketersediaan Waktu Dosen untuk Berkonsultasi (dapat dilihat pada
tabel 4.11) kebanyak responden menyatakan bahwa dosen memberikan
katersediaan waktu kepada mahasiswa untuk berkonsultasi. Dosen bisa
meluangkan waktu untuk mahasiswa apabila mahasiswa ingin
menanyakan materi yang kurang jelas di dalam kelas. Namun, ada pula
71
dosen yang tidak memiliki ketersediaan waktu untuk mahasiswa apabila
ingin berkonsultasi mengenai materi pembelajaran.
2. Kenyamanan Mengikuti Perkuliahan (dapat dilihat pada tabel 4.12)
kebanyakan menyatakan bahwa mahasiswa merasa nyaman mengikuti
perkuliahan dari dosen. Ini berarti bahwa dosen mampu menarik
perhatian mahasiswa dan menjadikan mahasiswa nyaman belajar di
dalam kelas. Dosen berkompetensi pasti mampu menilai kondisi
psikologis mahasiswa dan bisa membuat suasana kelas selalu nyaman.
3. Keakraban dengan Dosen (dapat dilihat pada tabel 4.13) kebanyakan
responden yaitu 186 responden menyatakan bahwa responden merasa
akrab dengan dosen. Ini menunjukkan bahwa dosen mampu membuat
konsep serius tapi akrab. Tapi ada pula yang tidak setuju, ini
menunjukkan bahwa ada dosen yang sangat ditakuti dan sangat tidak
akrab dengan mahasiswa.
Model S-O-R merupakan pijakan teoritis dalam penelitian ini,
menjadikan kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar sebagai
stimulus. Dengan pengkatogorian penilaian seperti form, content,
relationship. Perhatian, pengertian, dan penerimaan dari responden dalam hal
ini mahasiswa Universitas Hasanuddin sebagai organism.
Dalam pemberian tanggapan, tiap responden memiliki cara
masing-masing. Seseorang akan mempersepsi sesuatu ketika ia
memperhatikan hal tersebut. Perhatian timbul ketika salah satu alat indra
menonjol dan mengesampingkan stimulus yang timbul dari alat indra
72
lainnya. Ada beberapa faktor eksternal yang turut mempengaruhi perhatian
sesorang, seperti:
1. Intensitas
Intensitas, hal ini dapat dilihat dari intensitas bertemu dosen
dengan mahasiswa sekali seminggu dengan mata kuliah yang sama. Hal
ini juga bisa dilihat dari ketersediaan waktu dosen untuk berkonsultasi
dengan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa
setuju apabila dikatakan bahwa dosen memiliki waktu apabila mahasiswa
ingin berkonsultasi.
2. Ukuran
Ukuran, hal ini umumnya dapat dilihat dari metode belajar yang
digunakan dosen. Kebanyakan responden menyatakan bahwa metode
yang paling banyak diaplikasikan dosen adalah Student Centre Learning
(SCL). Ini menunjukkan bahwa metode yang dipakai oleh Unhas ini telah
terlaksana meskipun efek yang diharapkan dari metode ini belum
maksimal karena masih adanya kendala-kendala.
3. Kontras
Kontras, merupakan sesuatu yang unik dan luar biasa yang biasa
ditampilkan oleh dosen. Hal ini dapat dilihat dari penilaian responden
mengenai bahasa verbal yang terlontar dari dosen pada proses belajar
mengajar di dalam kelas. Bahasa verbal ini merupakan kata-kata yang
terlontarkan dari dosen pada proses pembelajaran.
73
4. Gerakan
Sesuatu yang bergerak dapat lebih menarik dari pada statis. Dalam hal
ini, yang termasuk dalam gerakan adalah komunikasi non verbal dosen
pada proses belajar mengajar di dalam kelas. Komunikasi yang
dimaksudkan di sini adalah isyarat, intonasi suara, ruang (spasi, wilayah
dan jarak), pergerakan dan penampilan. Jarak yang terjalin antara dosen
dengan mahasiswa, kecepatan berbicara, besar dan kecilnya volume suara
dosen, dan jenis pakaian pada saat mengajar juga menjadi bagian yang
mempengaruhi tanggapan mahasiswa mengenai kompetensi komunikasi
dosen.
5. Pengulangan
Sesuatu yang sering mengalami pengulangan akan menarik perhatian,
tetapi jika terlalu sering akan mengalami kejenuhan. Hal ini dapat dilihat
pada kerelevanan materi pembelajaran. Materi pembelajaran pada
minggu lalu selalu relevan dengan materi pada pertemuan selanjutnya.
Dan untuk mengefektifkan maka sebaiknya selalu mengulang sedikit
untuk merefresh kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan
lalu.
6. Keakraban
Komunikasi akan berlangsung efektif jika ada unsur keakraban antara
komunikan dan komunikator. Dalam hal ini, keakraban dapat dilihat pada
jarak antara dosen dengan mahasiswa. Memastikan mahasiswa nyaman
74
dalam perkuliahan. Relationship antara dosen dan mahasiswa terbangun
dengan baik
7. Novelty
Sesuatu yang baru. Sama halnya dengan gerakan, sesuatu yang baru dan
berbeda bisa menarik perhatian. Dalam hal ini, dapat dilihat mengenai
content yang aktual dan mengandung kebaharuan. Dosen mampu
memberikan informasi kepada mahasiswa.
Dan beberapa faktor internal yang mempengaruhi perhatian, seperti:
1. Kebutuhan Psikologis
Adalah hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan kebutuhan.
Tiap responden menyatakan bahwa mereka hanya akan memperhatikan
rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka saat itu. Setiap
manusia membutuhkan lingkungan sosial dan kebutuhan akan
pendidikan. Maka dri itu aktifitas utama di perguruan tinggi adalah
proses belajar mengajar. Jadi, sudah sewajarnya mahasiswa dan dosen
melaksanakan kegiatan tersebut yaitu proses belajar mengajar.
2. Latar Belakang, Pengalaman, dan Kepribadian
Ini bisa berupa pengalaman responden mengenai jenis-jenis dosen yang
ditemui pada proses pembelajaran. Ada dosen yang mampu
menggunakan metode mengajar yang dipilihnya dan ada pula yang tidak
mampu. Maka dari itu, responden punya pengetahuan mengenai kedua
jenis dosen tersebut.
75
3. Sikap, Kepercayaan Umum, dan Kepercayaan
Responden memiliki kepercayaan tertentu terhadap suatu hal. Punya
kecenderungan memperhatikan hal-hal kecil. Jadi, terkadang apa yang
dinilai positif oleh seorang responden, belum tentu mendapat penilaian
yang sama oleh responden lain. Responden yang ikhlas menerima
kenyataan dirinya akan cepat menyerap sesuatu disbanding dengan
responden yang kurang ikhlas menerima kenyataan dirinya. Karena
ketika seorang responden bersikap realistis dengan keadaannya, maka
mereka dapat dengan mudah menerima suatu informasi dan lebih terbuka
dengan bentuk-bentuk pengetahuan baru termasuk yang disampaikan
dosen pada proses pembelajaran.
Dalam model S-O-R (Stymulus Organism Response),
menganalogikan bahwa stimulus tertentu yang menerpa organisme akan
melahirkan respons tertentu pula. Perubahan sikap yang terjadi adalah hasil
dari respons, termasuk bahaimana dalam hal ini responden (mahasiswa
Universitas Hasanuddin) memberikan tanggapan positif atau negatif terhadap
kompetensi komunikasi dosen dalam proses belajar di Universitas
Hasanuddin.
Secara keseluruhan data hasil penelitian yang mencakup
penilaian dari seluruh responden mengenai kompetensi komunikasi dosen,
dilihat dan dihimpun dari komponen kompetensi komunikasi yaitu form,
content, relationship, mendapat tanggapan yang positif.
76
Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai form dosen Unhas dalam
proses belajar mengajar secara keseluruhan dengan menggabungkan antara
metode belajar (tabel 4.5), kemudahan bahasa verbal (tabel 4.6), dan
penggunaan komunikasi non verbal (tabel 4.7) adalah berkompetensi dengan
persentasi 63,2%.
Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai content yang
disampaikan dosen Unhas dalam proses belajar mengajar di Unhas secara
keseluruhan dengan menggabungkan antara penguasaan materi (tabel 4.8),
kerelevanan materi (tabel 4.9), isi pesan (tabel 4.10) adalah berkompetensi
dengan persentase 66, 53 %.
Tanggapan mahasiswa Unhas mengenai relationship antara
dosen dan mahasiswa secara keseluruhan dengan menggabungkan antara
ketersediaan waktu untuk berkonsultasi (tabel 4.11), kenyamanan mengikuti
perkuliahan (tabel 4.12), dan jarak dosen dengan mahasiswa (tabel 4.13)
adalah berkompetensi dengan persentase 60,56 %.
Dilihat dari tabel 4.8 hingga 4.16 secara keseluruhan
menunjukkan bahwa dari ketiga komponen komunikasi dosen yaitu form,
content, relationship,dalam proses belajar mengajar di Universitas
Hasanuddin yaitu berkompetensi dengan persentase 63,43 %.
Apabila ketiga komponen kompetensi komunikasi dosen ini
dibandingkan, maka yang komponen yang paling tinggi adalah content.
Sedangkan komponen yang kurang adalah relationship.
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian, kesimpulan ini dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan pada rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kompetensi komunikasi dosen
dalam proses belajar mengajar di Universitas Hasanuddin, menunjukkan
bahwa mayoritas responden menyatakan berkompetensi.
2. Komponen kompetensi komunikasi dosen yang paling tinggi adalah
content dan komponen kompetensi komunikasi yang paling kurang
adalah relationship.
B. SARAN
Dari penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa saran, yaitu:
1. Perlunya peningkatan kompetensi komunikasi dosen dalam proses
belajar mengajar yang menyangkut 3 komponen kompetensi komunikasi
yaitu form, content, relationship. Sesuai dengan kesimpulan di atas,
ketiga komponen tersebut berada pada tataran berkompetensi dengan
persentase form 63,20%, persentase content 66,53 % dan persentase
relationship 60,56 %. Ini menunjukkan bahwa walaupun kompetensi
komunikasi dosen unhas berada pada tataran berkompetensi, namun
persentasenya menunjukkan bahwa belum maksimal.
78
2. Dalam sistem pembelajaran Student Centre Learning (SCL) atau
Constructive Based Learning (CBL) sebaiknya yang dominan adalah
komponen relationship namun hasil penelitian menunjukkan bahwa
komponen yang paling rendah adalah komponen relationship dengan
persentase 60,56 %.
79
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahhrizal. 2008. Manajemen Perguruan Tinggi. Jakarta: Prenada Media Group
Abdurrahman. 1994. Pengelolaan Pengajaran. Ujung Pandang: C.V Bintang Selatan
Arifin, Anwar. 1988. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta: Rajawali Press
Djamaluddin, Dedy dan Yosal Iriantara. 1994. Komunikasi Persuasif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jurusan Ilmu Komunikasi. 2005. Pedoman Penyusunan Skripsi. Makassar: Hasanuddin University Press
Kriyantono, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Maswati. 2009. Tanggapan Siswa SMA islam athirah terhadap film-film religi yang diputar di bioskop kota makassar. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Muhajirah. 2010. Tanggapan Santriwati Pesantren Pondok Madinah Makassar terhadap film perempuan berkalung sorban. Skripsi Tidak Diterbitkan. Makassar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara
Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Naim, Ngainun. 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia.
80
Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rosmawaty. 2010. Mengenal Ilmu Komunikasi:Metacommunicator is Ubiquitous. Jakarta: Widya Padjadjaran.
Singarimbun, Masri. & Sofian Effendi (Editor). 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta
Uchjana Effendy, Onong. 1990. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosdakarya
----------. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti
----------. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
----------. 2009. Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Universitas Hasanuddin. 2011. Buku Pedoman Universitas Hasanuddin. Makassar: Universitas Hasanuddin
Vardiansyah, Dani. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi:Pendekatan Taksonomi Konseptual. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia
West, Richard & Lynn H. Turner. 2011. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
dan Aplikasi. Jakarta: Salmeba Humanika
Yusuf, Pawit M. 2010. Komunikasi Instruksional: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara
81
RUJUKAN LAIN
http://pangerankarya.blogspot.com/2011/01/unhas-menuju-world-class
univercity.html. Diakses 15 Januari 2012 pukul 17.59 WITA
http://id.wikipedia.org/wiki/Sikap. Diakses 16 Januari 2012 pukul 06.38 WITA
http://www.uky.edu/~drlane/capstone/commcomp.htm 10 april 2012: 07:22
WITA
http://en.wikipedia.org/wiki/Communicative_competence 10 april 2012: 07.00
WITA