musbitulhasanah.files.wordpress.com · web viewutang luar negeri tujuan kegiatan belajar 11 tujuan...
TRANSCRIPT
Ekonomi Publik
Kegiatan Belajar 11
Bab 11Utang Luar Negeri
Tujuan Kegiatan Belajar 11
Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas:
Latar Belakang Utang Luar Negeri (ULN) Penyebab Utang Luar Negeri: Suatu prespektif teori
Perkembangan ULN Indonesia Biaya (ULN)
Manfaat dan dampak ULN Upaya mengurangi beban ULN Pemerintah
Peran world Bank dan IMF dalam akumulasi utang
Pendahuluan
Bagian ini berisi uraian tentang Utang Luar Negeri, yang selama ini di anggap
sebagai teror bagi negara kita. Beban utang yang menumpuk dalam waktu yang relatif
singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah biaya yang harus di bayar
sebagai akibat pengelolaan ekonomi yang centang selama kepemimpinan orde baru dan
di tambah lagi proses pemulihan ekonomi yang tidak komprehensif dan konsisten. Pada
masa orde baru , perekonomian dibangun atas dasar prinsip “lebih besar pasak dari pada
tiang”. Keadaan ini ditandai oleh konsumsi yang sangat besar dari pada produksi serta
impor barang dan jasa yang lebih besar dari pada ekspor barang dan jasa. Lebih parah
lagi kesenjangan produksi-konsumsi dan ekspor-impor kian lama kian membesar. Hal ini
tercermin dari savings-invesment gap yang semakin membengkak. Ada beberapa sebab
mengapa laju pertumbuhan ekspor sangat lambat di bandingkan impor, yaitu:
1. High Cost economy, karena berbaagai macam biaya yang seharusnya tidak perlu d
keluarkan. Karena, deregulasi ekonomi yang tidak di jalankan sepenuh hati serta
struktur pasar yang tidak kompetitif dan cenderung protektif.
2. Capital Inflow, yaitu dengan mengudang arus modal masuk dari luar negeri bagi
negara-negar yang terkena krisis baik dalam bentuk utang maupun penanaman
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)1
Ekonomi Publik
modal asing. Arus modal masuk ini pada awalnya sebetulnya di tunjukkan sebagai
stimulan agar perekonomian lebih produktif sehingga lambat laun terbebas dari
kondisi lebih besar pasak dari pada tiang . namun, pengelolaan dana-dana asing
yang tidak tepat mengantarkan bangsa ini pada krisis ekonomi yang dalam dan
berkepanjangan sampai sekarang.
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia
dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat
pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan
demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat
menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia. Pada masa krisis ekonomi, utang
luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis
dalam hitungan rupiah. Sehingga, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah
utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah
jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui
APBN RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan
berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga
jelas akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)2
Ekonomi Publik
Dengan membaca bab ini, pembaca diharapkan dapat:
Memahami Penyebab Utang Luar Negeri: Suatu prespektif teori Memahami Perkembangan ULN Indonesia
Memahami Biaya (ULN) Memahami Manfaat dan dampak ULN
Memahami Upaya mengurangi beban ULN Pemerintah Memahami Peran world Bank dan IMF dalam akumulasi utang
1.1. Penyebab Utang Luar Negeri: Suatu prespektif teori
Sejak krisis ULN dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang di alami banyak
NB tidak semakin baik. Banyak NB semakin terjerumus ke dalam krisis ULN sampai
negara-negara pengutang besar terpaksa melakukan progam-progam penyesuain
strukturakl terhadap ekonomi mereka atas desakan dari Bank dunia dan moneter
internasional(IMF), sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman baru atau
pengurangan terhadap pinjaman lama(Tambunan, 2001)..
Tingginya Uln dari banyak NB disebabkan terutama oleh 3 jenis defisit yaitu :
1. Defisit transaksi berjalan atau TB atau disebut juga dengan trade gap yaitu ekspor
lebih sedikit dari pada impor
2. Defisit investasi atau IS gap yakni dana yang dibutuhkan untuk membiayai
investasi disalam negeri lebih besar dari pada tabunghan nasional atau domestik
dan
3. Defisit fiskal
Dari faktor-faktor tersebut, defisit TB sering disebut didalam literatur sebagai
penyebab utama membengkaknya ULN dari banyak NB. Besarnya defisit TB melebihi
surplus neraca modal(CA) (kalau saldonya memang positif) mengakibatkan defisit neraca
pembayaran (BOP) yang berarti juga cadangan devisa(CD) berkurang. Apabi8la saldo
TB setiap tahun negatif, maka CD dengan sendirinya akan habis kjika tidak ada sumber-
sumber lain(misalnya modal investasi dari luar negeri).
Dari uraian diatas, dapat dimengerti bahwa defisit TB yang terjadi terus menerus
membuat banyak NB harus tetap bergantung pada pinjaman luar negeri (PLN), terutama
negara-negara yang kondisi ekonominya tidak menggairahkan investor-investor asing
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)3
Ekonomi Publik
sehingga sulit bagi negara tersebut untuk mensubstitusikan PLN dengan investasi
misalnya dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).
Sejak pemerintrahan Orde Baru hingga saat ini tingkat ketergantungan Indonesia
pada ULN tidak pernah menyurut, bahkan mengalami akselerasi yang pesat sejakl krisis
ekonomi1997-1998 karena periode tersebut pemerintah Indonesia terpaksa membuat
utang baru dalam jumlah yang besar dari IMF untuk membiayai pemulihan ekonomi. pda
masa normal pada maasa pemerintahan Soeharto, ULN dibutuhkan terutama untuk
membiayai defisit investasi, defisit investasi, defisit TB, dan beberapa komponen dari sisi
pengeluaran pemerintah didalam Anggran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN).
Ketiga defisit tersebut, yang berkaitan satu sama lainnya (Dornbusch, 1980),
dapat disederhanakan didalam sebuahb model yang terdiri dari beberapa persamaan
berikut :
(1.1)
Di mana :
X = ekspor barang dan jasa
M = impor barang dan jasa
F = transfer internasional atau arus modal masuk neto;
(1.2)
Di mana :
S = tabungan
I = investasi atau pembentukan modal tetap bruto
Sg = tabungan individu/rumah tangga dan perusahaan
Sp = tabungan pemerintah
T =pendapatan pemerintah (pajak dan non pajak)
G = pengeluaran pemerintah
(1.3)
(1.4)
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)4
TB = (X – M ) + F
S – I = Sp + Sg – I = (Sp - I) + (T - G)
S = Sp + Sg
Sg = T - G
Ekonomi Publik
Ekonomi domestik dalam kondisi keseimbangan (saat permintaaan agregat =
penawaran agregat), dimana setiap tabungan domestik neto (= S - I) tercermin dalam
akumulasi aset luar negeri neto (X + F - M), maka identitas TB dapat ditulis sebagai
berikut :
(1.5)
Atau
(1.6)
Berdasarkan persamaan (6.2), surplus dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara dan APBN (yaitu T-G>0) dapat dianggap sebagai bagian dari surplus tabungan-
investasi (S-I >0 ), atau defisit anggaran pemerintah, atau fiscal gap (Ty-G<0) adalah
sebagian dari defisit S-I. Persamaan (6.5) menunjukkan bahwa surplus TB (X – M >0)
sam dengan surplus S-I di dalam negeri, yang memberi pengertian bahwa defisit dalam
CD merupakan bentuk S dari luar negeri. Persamaan (6.6) memperlihatkan bahwa surplus
TB sama dengan perbedaan S swasta yang melebihi I ditambah surplus APBN.
Arus modal masuk terdiri dari arus PLN atau ULN investasi. Arus ULN trediri
dari utang jangka panjang, UL dan NLR (lebih dari 1 tahun ). Arus investasi dari luar
negeri bisa dalam bentuk PMA (disebut investasilangsung atau jangka panjang) dan
investasi portofolio (disebut investasi tidak langsung atau jangka pendek). Perubahan CD
( R – R_1) dapat didefinisikansebagai perubahan saldo TB ditambah perubahan CA atau
perubahan jumlah ULN dan arus investasi, atau :
(1.7)
Apabila ULN LR diistilahkan sebagai prsediaan (stok), sebut L, dan tidak ada
tunggakan (Alun, 1992), jumlah ULN LR pada tahun, misalnya 2003, adalah perubahan
stok pada tahun tersebut, atau :
(1.8)
Maka dapat diperoleh :
(1.9)
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)5
S – I = X + F - M
(Sp - I) + (T - G) = X + F - M
ULNLR + ULNSR + PMA + IP + TB = R – R_1
L – L_1 = ULN LR
(L - L_1) – (R - R_1) = -TB – ULNSR – PMA - IP
Ekonomi Publik
Selain itu, perkembangan ULN dapat dianalisis melalui pendekatan permintaan
dan penawaran utang. Dasar teorinya adalah sebagai berikut: derajat keterutangan luar
negeri sebuah negara ditentukan oleh tingkat optimalisasi dana yang ada oleh masyarakat
di negara tersebut dengan kesempatan yang ada untuk meminjam uang dari pasar
internasional dan pilihan yang ada antara mengonsumsi dan menanam modal (Alun,
1992). Selanjutnya, berdasarkan kerangka teori mikro mengenai optimasi dua periode,
analisis optimalisasi dapat juga diterapkan pada tingkat makro. Analisis diawali dengan
persamaan mengenai indentitas pendapatan:
(1.10)
Dimana Y = pendapatan nasional, C = konsumsi rumah tangga (variabel-variabel lainnya
telah dijelaskan diatas).
Seperti di dalam model optimasi, korelasi anrtara investasi (1) dengan tingkat
suku bunga (r) adalah negatif: semakin tinggi suku bunga, semakin mahal biaya alternatif
investasi, semakin kecil nilai investasi. Sementara itu, relasi antara investasi dengan
pendapatan (Y) adalah positif: semakin besar investasi, variabel-variabel lainnyadari
permintaan agregat tetap tidak berubah, semakin tinggi tingkat pendapatan. Tetapi relasi
antara investasi dengan pendapatan (atau output agregat) bisa dua arah.dari arah yang
lain, semakin tinggi pendapatan, semakin besar negara bersangkutan melakukan
investasi. Korelasi antara variabel r dan variabel y dengan variabel I dapat dirumuskan
sebagai berikut:
(1.11)
Selanjutnya, dengan asumsi bahwa pengeluaran domestik (konsumsi dan
investasi) adalah suatu fungsi positif dari pendapatan, maka defisit APBN (G-T) dan
ULN neto:
(1.12)
atau realisasinya bisa juga sebagai berikut:
(1.13)
Relasi dalam persamaan (6.13) dapat dijelaskan denagn contoh sebagai berikut.
Kenaikan pendapatan dan selanjutnya belanja masyarakat cenderung menaikkan impor,
baik barang modal dan penolong (atau umum disebut produk-produk antara) serata bahan
buku untuk keperkuan industri dan kegiatan ekonomi lainnya di dalam negeri.
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)6
Y = C + I + G + X-M
I = I1Y – I2r
A = a1Y = a2(G-T) + a3ULN
ULN = b1Y = b2A + b3 (G-T)
Ekonomi Publik
1.2. Perkembangan ULN Indonesia
Kebijakan pinjaman luar negeri pemerintah
Besarnya akumulasi ULN, khususnya dari pemerintah, dan terutama sangat terasa
setelah krisis ekonomi 1997/1998, memaksa pemerintah Indonesia mengatur secara
khusus atau mengubah paradigma soal penanganan PLN di dalam Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) Tahun 1999-2004. Sejak itu, kebijakan fiskal yang menjadi andalan bagi
penerimaan pemerintah ditekankan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah
terhadap ULN. Selain GBHN 1999-2004, amanat pengurangan ketergantungan
pemerintah (atau APBN) terhadap ULN juga diliuangkan dalam Program Pembangunan
Nasional (PROPENAS) 2000-2004 (Undang –undang No.25 tahun 2000) mengenai
program atai pedoman secara rinci pengelolaan utang pemerintah. Program ini untuk
mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan. Adapun sasaranya adalah
tercapainya penggunaan pinjaman pemerintah, baik dalam negeri maupun luar negeri,
beban ULN. Kegiatan pokok yang dilakukan :
a) Mengurangi secara bertahap pembiayaan pembangunan dalam memakai
ULN, yang merupakan selilsih antara pencairan pinjaman baru dan
pembayaran pokok utang. Sejalan dengan peningkatn penerimaan dalam
negeri,tingkat ULN diupayakan menurun setiap tahunnya.
b) Membenahi mekanisme dan prosedur pelaksanaan PLN, termasuk
perencanaan, proses seleksi, pemanfaatan dan pengawasannya. ULN
pemerintah harus dikelola secara transparan dan selalu dikonsultasikan
dengan DPR dan diatur dengan Undang-Undang. Dalam kaitan itu perlu
disusun peraturan-peraturan perundang-undangan yang melandasi dan
memayungi berbagai PLN, khususnya yang terkait dengan pinjaman
pemerintah, langsung ataupun memalalui jaminan, baik pemerintah pusat
maupun daerah;
c) Memanfaatkan pinjaman secara optimal sesuai dengan prioritas
pembangunan dan dilaksanakan secara transparan, efektif, dan efisien;
d) Mengkaji secara menyeluruh kemampuan secara proyek dan
mempertajam prioritas pengeluaran anggaran denagn memperkuat
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)7
Ekonomi Publik
pengawasan yang sistemik, utamanya bagi proyek-proyek yang dibiayai
dari ULN.
e) Meningkatkan kemampuan diplomasi dan negoisasi PLN untuk
memperoleh jangka waktu dan pola persyaratan yang memudahkan
proses pencairan dan memperinagn beban pembayaran;
f) Memalakukan restrukturisasi ULN, termasuk permohonan pemotongan
utang dan penjadwalan kembali ULN dengan para donor secara
transparan dan dikonsultasikan denagn DPR.
Di dalam Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2003 tentang pengendalian jumlah komulatif defisit
APBN dan APBD (anggarn pendapatan dan belanja daerah) serta jumlah komulatif
pinjaman pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga diatur bahwa defisit anggaran
juga dibatasi maksimal 3 persen dari PDB dan pinjaman (jumlah koulstif pinjaman
pemerintah pusat dan pemerintah daerah) dibatasi paling besar 60% dari PDB.
Selain itu, BAPPENAS juga membuat empat strategi pengelolaan ULN untuk
mengantisipasi masalah liquiditas dan solvabilitas guna mencapai kesinambunagn fiskal
dan perekonomian yang terkait denagn ULN. Keempat strategi tersebut adalah: (1)
percepatan pencapaian batas aman ULN, (2) penetapan prioritas penggunaan ULN, (3)
pembentukan lembaga pengelolaan utang(DMO) dan (4) pembentukan perangkat
peaturan bagi kebijakan pengeloalaan ULN. Indikator-indikator yang digunakan untuk
mengukur solvabilitas adalah rasio cicilan pokok plus bunga terhadap ekspror (DSR).
Untuk mencapai batas aman.
1.3. Baiaya ULN
Masalah ULN yang dialami oleh banyak NB, termasuk Indonesia, yang sering
diperdebatkan oleh masyarakat dan pemerintah sebenarnya bukan persoalan jumlah atau
tingkat ketergantungan ULN, melainkan beban atau biaya yang harus dibayar ULN
tersebut. Andaikan tidak perlu membayar bunga pinjaman atau bunganya sangat rendah
dan waktu pengembaliannya panjang, mungkin ULN tidak pernah akan dipersoalkan
sebagai masalah serius,. Pembayaran bunga ULN selama ini memang menjadi penyebab
utama besarmya biaya yang harus ditanggung oleh negara-negara peminjam. Biaya ini
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)8
Ekonomi Publik
semakin besar saat penghasilan devisa (dari ekspor atau arus masuk investasi asing) dari
negara tersebut semakin kecil.
Biaya PLN/ULN bisa di ukur secara langsung dan tidak langsung. Pendekatan
secara langsung dilakukan dengan cara membandingkan antara jumlah ULN dari suatu
negara dengan kekayaan atau liquiditas negara tersebut. Jadi, misalnya ULN
dibandingkan dengan jumlah cadangan internasional (CI) atau dengan cadangan devisa
(CD). Cadangan internasional disini (CI) terdiri dari emas (penilaian nasional), CD,
posisi cadangaghn Indonesia di IMF, dan Special Drawing Rights (SDRs). Dapat dilihat
bahwa perkembangan kedua rasio tersebut selama periode 1981-2005 menunjukkan tren-
tren yang menurun.
Sementara itu, pendekatan langsung adalah menganalisis biaya dalam nilai
moneter (rupiah) yang sebenarnya harus ditanggung, yang dapat dikelompokkan kedalam
dua kategori, yakni: (1) biaya pinjaman itu sendiri dan (2) biaya yang muncul akibat
penyelewengan penggunaan ULN atau biaya yang muncul dari pelaksanaan proyek PLN.
Jadi, kategori kedua ini termasuk biaya korupsi yang muncul akibat terjadimya
penyelewengan dalam pengunaan ULN, atau dana ULN yang di korup, dan biaya akibat
penyerapan ULN yang rendah.
1.4. Manfaat dan dampak ULN
Kasus Indonesia
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia
dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat
pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan
demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat
menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia. Pada masa krisis ekonomi, utang
luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis
dalam hitungan rupiah. Sehingga, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah
utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah
jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui
APBN RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)9
Ekonomi Publik
berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga
jelas akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia..
Terakhir, Sugema dan Chowdury (2005) mengkaji dampak arus ULN terhadap
pengeluaran pemerintah. Untuk ini mereka memakai analisis “fungsi dorongan
melakukan respons” (IR), dan ULN diklisifikasikan kedalam dua kategori: pinjaman
proyek dan pinjaman program. Setiap kategori akan mempunyai dampak yang berbeda
terhadap tipe yang berbeda dari pengeluaran pemerintah. Pinjaman proyek biasanya
diarahkan untuk membiayai pengeluaran pembangunan, misalnya pembangunan
infrastruktur. Oleh karena itu, dapat diharapkan bahwa suatu kenaikan dalam pencarian
pinjaman proyek akan cenderung membuat tingkat yang lebih tinggi dari pengeluaran
pembangunan. Dampak pinjaman proyek terhadap pinjaman rutin pemerintah akan sangat
tergantung apakah pinjaman itu fungible atau tidak. Pinjaman program, disisi lain
biasanya adalah fungible karena digunakan pada saat-saat krisis/kesulitan.
Standart terhadap pinjaman program akan menyebabkan pengeluaran rutin
meningkat dan pengeluaran pembangunan menurun, menurut Sugema dan Cowdhury
(2005), dalam masa- masa sulit, dapat dipahami bahwa tujuan mendapatkan pinjaman
program adalah sebagai penyangga untuk mepertahankan tingkat minimum pengeluaran
rutin, terutama pos-pos yang jumlahnya besar dan tidak bisa dihindari seperti gaji dan
upah. Pada masa-masa kesulitan ekonomi, pendapatan fiskal bisanya menurun dan oleh
karena ketergantungan pada dana pinjaman meningkat. Sementara itu, interpretasi dari
respons pengeluaran pembangunan memerlukan tanggapan kritis. Penurunan itu bisa
terjadi karena adanya pinjamn program, tetapi itu merupakan penyesuaian yang harus
dilakukan dalam situasi krisis ketika pinjaman program datang. Jadi hasil simulasi ini
menandakan adanya korelasi negatif antara pinjamn program dan pengeluaran
pembangunan. Ini juga memberi kesan bahwa Indonesia tidak mempunyai mekanisme
internal pasa sisi fiskal untuk mengahadapi kemorosotan ekonomi. Dari hasil simulasi
mereka yang diperhatikan diatas tersebut, Sugema dan Cowdhury (2005) menyimpulkan
bahwa tidak adanya hubungan positif antara ULNp dan pertumbuhan ekonomi
disebabkan pinjaman tersebut pada akhirnya lebih banyak dipakai untuk membiayai
pengeluaran rutin. Ini bisa mempersulit pemerintah dalam membayar kembali utangnya
termasuk bunga pinjaman tersebut tidak membuat pemasukan bagi pemerintah.
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)10
Ekonomi Publik
1.5. Upaya Mengurangi Beban ULN Pemerintah
Sasaran pokok kebijakan fiskal setelah krisis ekonomi adalah mengurangi
ketergantungan pemerintah pada ULN atau menurunkan rasio utang terhadap PDB.
Tahun 2000, rasio ULN terhadap PDB Mendekati 100 persen, tahun 2004 menjadi
55,99persen, tahun 2005 turun menjadi 47,05 persen, dan lagi menjadi 37,5 persen tahun
2006. Bahkan pemerintah berusaha menjadikan rasio utang maksimum 35 persen.
Sudah cukup banyak simulasi ekonometri yang menunjuikkan bahwa
pengurangan /pengampunan utang di negara-negara dengan jumlah ULN yang sangat
besar memberi dampak positif bagi ekonomi mereka. Misalnya, Iyoha, (1999) dengan
memakai ekonomi makro dengan data dari negara-negara Afrika sub-sahara untuk
periode 1970-1994 melakukan simulasi kebijakan untuk meneliti dampak skenario dari
alternatif pengangguran stok utang (paket penggangguran utang sebesar 5, 10, 20 dan 50
persen) yang dilakukan pada tahun 1986 terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi
dalam tahun-tahu berikutnya. Hasilnya menunjukkan bahwa pengangguran stok ULN
akan mempunyai efek 20 persen, rata-rata, akan menaikkan investasi sebesar 18 persen
dan kenaikan PDB 1 persen untuk periode 1987-1994. Jadi, hasil ini mendemonstrasikan
bahwa penghapusan ULN bisa memberikan stimulus yang dibutuhkan untuk pemulihan
investasi dan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut yang memang sangat
dibutuhkan.
Upaya mengurangi beban ULN bisa dilakukan denagan empat cara : (1)
pengurangan/peemotongan, penundaan, penjadwalan ulang pembayaran cicilan pokok,
dan bunga utang (2) konversi utang (3) melunasi lebih awal utang jangka pendek, dan
atau (4) meminta penghapusan utang yang masih ada. 1 s.d 3 merupakan strategi jangaka
pendek, sementara cara (4) adalah mengurangi ketergantungan pada ULN atau
mengurangi perbutan utang baru. Ini merupakan strategi jangka panjang, karena
mengurangi ketergantungan pada ULN memerlukan waktu yang tidak pendek. Hal ini
disebaabkan mencari sumber-sumber alternatif bukan hal mudah.
Permintaan keringanan pembayaran ULNp dari sumber resmi dailakukan melalui
paris club. Menurut kebiayaan atau konvensi umum yang berlalu, ada berbagai persyratan
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)11
Ekonomi Publik
yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pemerintah debitur untuk bisa mengajukan
permohonan keringanan pembayaran ULN melalui Paris Club. Pertama, mengikuti
program IMF. Melalui program ini, negara-negara kreditur dapat memahami alasan
permohonan tersebut dan bisa memantau bukan saja penggunaan PLN baru, tetapi juga
kemampuan negara debitur juntuk membayar kembali ULN mereka. Kedua, status
pinjaman yang didapt oleh negara yang bersangkutan dari Bank Dunia. Dalam persyratan
ini, keringanan hanya diberikan kepada negara yang bisa menunjukkan perlunya
keringanan tersebut dan negara yang selama itu hanya mampu meminjam dari IDA
(International Devolepment Assocition) (Nasution, 2004).
Pemerintah Indonesia sudah melakukan permohonan keringanan melalui Paris
Club sebanyak tiga kali berturut-turut selama periode Agustus 1998 hingga Desember
2003. Pertama (PC-I), September 1998 penjadwalan ulang publik 4,5 miliar dolar AS
yang jatu tempo antara Agustus 1998 dan maret 2000. Pinjaman ODA (3 miliar dolar AS)
dijadwal ulang hingga 20 tahun yang ksenjangan waktu 5 tahun. Untuk pinjamann non
ODA (1,5 miliar dolar AS), penjadwalan ulang hingga 11 tahun dengan kesenjangan
waktu 3 tahun. Penjadwalan ulang yang lebih besar diberikan melaluli PC-II, April 2000,
sebesar 5,8 miliar sementara itu, melalui PC-III sebesar 5,4 miliar dolar AS (pokok dan
bunga) untuk periode antara April 2002 dan Desember 2003.
Pada tahun 2005, seperti yang diberitakan di kompas (finansial, kamis, 10 Maret
2005), pemerintah Indonesia berharap mendapatkan moratium atau penundaan
pembayaran utang minimal sekitar Rp 3,4 triliun dari Paris Club. Moraorium utang itu
akan mengurangi defisit dalam proyeksi perubahan APBN (APBN-P) 2005, dari Rp 32,6
triliun atau sekitar 1,3 persen dari PDB menjadi Rp 28,0 triliun atau 1,07 persen dari
PDB. Selanjutnya, tebitan kompas berikutnyya (sabtu, 12 maret 2005, halamn 13)
memberitakan bahwa negara-negara kreditor ysng tergabung dalam Paris Club
memberikan maratorium utang pada tahun yang sama pada negara Indonesia senilai 2,6
miliar dolar AS dengan alasan Indonesia sedang membutuhkan dana yang besar akibat
bencana tsunami. Negara-negara kreditor sepakat tidak mengharapkan pembayaran dari
negara-negara korban tsunami (Indonesia, Thailand, Maladewa, Sri Langka, India,
Somalia) selama Bank Dunia dan IMF melakukan penilaian atas keperluan atas
pembiayaan korban tsunami. Paris Club juga sepakat pada waktu itu bahwa bunga utang
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)12
Ekonomi Publik
yang tidak dibayar selama tahun 2005 tersebut akan direkap dan ditambah menjadi utang
pokok. Pembayarannya dilakukan dalam waktu 5 tahun dengan masa tenggang 1 tahun.
Artinya, maratorium bunga dan utang tahun iutu baru dibayar pada tahun 2007.
Akan tetapi, berita-berita di kompas pada tahun 2005 juga menunjukkan bahwa
pemerintah Indonesia, disisi lain, kelihatan lebih berhati-hati dalam menerima
tawaranatau meminta keringanan pada Paris Club. Wibowo (2005) temasuk dari kalangan
yang mengkritik sikap pemerintah itu. Ia mengatakan bahwa pemerintah Indonesia tidak
serius menggunakan kesempatan yang ada , padahal pada tahun itu Indonesia mempunyai
peluang untuk mendapatkan maratoriumn utang senilai milnimal Rp 20-25 triliun, tanpa
keharusan menerapkan program IMF pemerintah Indonesia memegang selalu mengkaji
sulu setiap ada tawaran atau kesempatan mendapatkan maratorium, apakah fasilitas itu
terkait dengan persyratan tertentu, terutama keharusan ikut dalam program IMF dan
mengenai asas perlakuan yang sama terhadap kreditor . sebenarnya pemerintah khawatir
apabila kedua persyratan tersebut diberlakukan, maka itu dapat menurunkan peringkat
Indonesia dipasar modal internasional. Khususnya persyartan asas perlakukan yang sama
terhadap kreditor akan membuat sektor swasta kesulitan dalam mencari pendanaan di
Psar modal internasional, karena persyratan tersebut terkait dengan penundaaan
pembayaran utang kepada bank-bank asing, atau dalam kata lain, bank-bank asing juga
dipersyratkan untuk ikut memberikan maratorium utang kepada Indonesia.
Sejauh ini konversi ULNp Indonesia baru dilakukan oleh pemerintah Jerman,
salah satu anggota Paris Club, menurut Hadar(2006b) secara nominal mencapai 96
jutaeuro(RP 1,033 triliun), atau menurut berita di kompas (jumat, 4 Agustus, halaman
21 ) sebanyak 93,57 juta euro (Rp 1,09 triliun). Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan
ULNp yang berjumlah 1,1, miliar euro. Namun, sekecil apapun penghapusan utang perlu
di apresiasi sambil mengupayakan duplikasi dan multiplikasi (Hadar, 2006b, hal.6 ).
Upaya penurunan beban atau stok ULNp memang hal positif karena dengan
sendirinya akan mengurangi tekanan terhadap APBN. Hasil penelitian dari Chowdhury
dan Sugema (2003) menunjukkan bahwa penjadwalan ulang melalui PC-I hingga PC-
IIImewakili sekitar 65 persen dan 54 persen dari pengeluaran pembangunan, masing-
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)13
Ekonomi Publik
masing, tahun 2001 dan 2002. Dengan membiayai pengeluaran pembangunan, hasil study
mereka itu menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan selama 2000-2002 akan naik
mendekati 4 persen dari PDB ini sekitar dua kali lipat jumlah tanpa PC-I s,d PC-III
tersebut.
Namun demikian, juga perlu dilihat dengan cara apa upaya tersebut dilakukan.
Dalam kata lain, upaya seperti itu bukan tanpa biaya. Goldstein (2003)(dikutup dari
Buchori, 2006) berdasarkan hasil penelitiannnya mrengenai ULNp Brazil mengtakan
bahwa biaya yang harus dikeluarkan dari penlunasan ULN biasanya dalam bentuk
perubahan kebijakan untuk menjamin kesanggupan negara tersebut membayar utangnya
tepat waktu tanpa berdampak negastif terhadap pertumbuhan ekonominya. Misalnya
menaikkan suku bunga agar tabungan meningkat (didorong dengan arus modal asing) dan
kebijakan fiskal dan sifatnya kontraksi, sering disebut kebijakn fiskal yang ketat (yakni
menaikkan pajak/ mengurangi pengeluaran). Yang sering tejadi akhirnya kebijakan
seperti itu berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kemiskinan terutama juga karena banyak program atau proyek yang bermanfaat bagi
kaum miskin ynag bisa mengurangi kemiskinan dihentikan.
Pada pertengahan tahun 2006 terjadi perdebatan cukup sengit tentang pembayaran
ULNp kepada IMF. Persoalannya adalah, disatu pihak, Bank Indonesia (BI) ingin
melunasi utang kepada lembaga moneter internasional tersebut sesegera mungkin,
sementara, di pihak lain, pemerintah tampaknya agak ragu. Menurut Sadewa (2006),
alasan BI mempercepat pelunasan utang ke IMF adalah beban bunga semakin berat. Disi
lain, pemerintah punya perjanjian dengan Japan Bank for Indonesia Cooperation (JBIC)
yang mengharuskan pemerintah membayar lunas utangnya ke Bank Jepang tersebut yang
tercatat sebesar 700 juta dolar AS jika utang ke IMF dilunasi. Padahal dana untuk
kewajiban kepada JBIC itu tidak di anggarkan dalam APBN 2006. Juga beberapa pejabat
pemerintah mengatakan bahwa pelunasan utang kepada IMF dapat memancing para
spekulan untuk menarik dana mereka di Indonesia. Jika jumlah dana yang tertarik sangat
besar, dikhawatirkan bisa terjadi krisis rupiah yang selanjutnya mengakibatkan krisis
ekonomi seperti sebelumnya. Namun demikian, setelah perdebatan yang cukup ramai,
Indonesia akhirnya melunasi seluruh utangnya kepada IMF setelah pembayaran tahap
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)14
Ekonomi Publik
kedua sebanyak 3,2 miliar dolar AS pada bulan Oktober 2006. Dengan demikian,
berakhir pula post program monitoring yang selama ini dicurigai oleh masyarakat
Indonesia sebagai mekanisme intervensiIMF terhadap kebijakan ekonomi Indonesia
(Prasetyantoko 2006).
Seperti ysng telsh dibahas sebelumnya, fungsi utama dari pinjaman IMF hanya
untuk “berjaga-jaga” dan sebagai alat untuk menjaga atau meningkatkan kepercayaan
pasar terhadap rupiah dan sistem keuangan Indonesia, tetapi biaya yang harus di
tanggung pemerintah Indonesia tidak kecil. ULNp ke IMF pada akhir 2005 mencapai 7,9
miliar dolar AS. Menurut Ramli (2002), pemerintah Indonesia membayar 2,3 nilai dolar
AS ke IMF, yang terdiri dari 1,8 miliar dolar AS dalam pokok utang dan 500 juta dolar
AS dalam bunganya. Sementara seperti yang dijelaskan di Sadewa (2006b), total
pembayaran ke IMF tahun 2005mencapai hampir 1,46 miliar dolar AS, dan diperkirakan
akan naik menjadi 1,6 miliar dolar AS tahun 2006 dan akan terus naik hingga tahun 2008.
Dari total pembayaran pada tahun 22006 itu, 323 juta dolar AS (atau sekitar Rp 3,06
triliun dengan asumsi kurs Rp 9.500 per satu dolar AS ) mengikuti jadwal yang ditetukan
oleh IMF, utang pemerintah, ke IMF akan lunas pada tahun 2011, total bunga yang harus
dibayar Indonesia akan mencapai 1,08 miliar dolar AS (sekitar Rp 10 triliun), atau rata-
rata 180 juta dolar (sekitar Rp 1,7 triliun) per tahun. Jumlah tidak ini tidak kecil, hampir
sama dengan subsidi pupuk Rp 2,0 triliun yang di anggarkan APBN 2006.
1.6. Peran World Bank Dan IMF Dalam Akumulasi Utang
Peran Bank Dunia di Indonesia sejalan dengan peralihan kekuasaaan di Indonesia,
dari pemerintahan Soekarno kepada Soeharto. Dimulai dengan keinginan untuk
melakukan penjadwalan kembali utang-utang luar negeri Indonesia, memperoleh
pinjaman baru ekonomi Indonesia yang terpuruk, serta menarik investor asing ke
Indonesia, maka dimulailah serangkaian pertemuan ke arah itu, yakni Tokyo Club
(Tokyo, September 1966), Paris Meeting (Paris, Desember 1966), diikuti dengan
pertemuan Amsterdam bulan Februari 1967, pertemuan terakhir di Belanda itulah yang
menghasilkan yang konsorsium negara-negara yang memberikan pinjaman bagi
Indonesia yang dikenal dengan IGGI (Inter- Governmental Group on Indonesia).
Pinjaman negara-negara itu diberikan kepada Indonesia lewat Bank Dunia. Awalnya,
IGGI mencakup 16 negara, diantaranya: Belanda, Jepang (pemberi pinjaman terbesar
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)15
Ekonomi Publik
bagi Indonesia), Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan beberapa negara lainnya. Pada
tahun 1992 pemerintah RI membubarkan IGGI dan membentuk CGI (Consultative Group
on Indonesia), dengan tujuan mengeluarkan Belanda dari konsorsium, karena dianggap
terlalu campur tangan terhadap pembangunan dalam negeri Indonesia.
Peran Bank Dunia sebagai fasilitator negara-negara kreditor dalam memberikan
pijaman ke Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, perilaku
lembaga multilateral ini perlu dilihat lebih dalam lagi. Perilaku Bank Dunia dalam
menjalankan misinya dipengaruhi peran gandanya dimana kedua peran itu sesunguhnya
saling bertolak belakang (Winters 1996). Pertama, peran Bank Dunia merupakan agen
pembangunan bagi negara-negara peminjam. Kedua, peran Bank Dunia sebagai Bank
komersil dan profesional atas dana yang diterima dan dana yang salurkan.peran kedua
inilah yang lebih berkaitan dengan kelangsungan hidup dari Bank Dunia sendiri, karena
dari keuntungan selisih bunga pinjaman dan bunga simpanan Bank Dunia memperoleh
penghasilannya yang di gunakan untuk membayar (dengan mahal) para pegawainya dan
deviden bagi para negara pemegang saham.
Posisi yang berlawanan dari kedua peran itu adalah bahwa sebagai agen
pembangunan, Bank Dunia wajib mengawasi pelaksanaan proyek mulai dari proses
identifikasi sampai dengan pelaksanaan akhir proyek tersebut. Denga possisi dan
wibawanya, Bank Dunia berhak dan wajib memberhentikan pelaksanaan dan pembiayaan
suatuproyek apabila pelaksanaan proyek itu dianggap menyimpang dari ketentuan Bank
Dunia sebagai agen pembangunan. Akan tetap, apabila hal itu dilakukan, akan
memnimbulkan ketegangan hubungan antara Bank Dunia dengan pemerintah negara
yang bersangkutan dan bisa menyebabkan si penguasa enggan meminjam kembalo ke
Bank Dunia.
Kecendrungan atas peran sebagai Bank komersial juga tanpakmdari aliran modal
yang teru-menerus masuk kepada negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia.
Belum selesai berapa proyek berjalan, sudah direncankan lagi pinjaman untuk proyek
selanjutnya. Sepertinay Bank Dunia sebagai sumber mata air pinjaman yang tidak pernah
kering. Bila pemerintahnya merupalkan rezim yang korup, pinjaman yang terus-menerus
itu merupakan sumber korupsi bagi mereka, sedangkan bagi Bank Dunia hal ini berarti
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)16
Ekonomi Publik
keterjaminan bahwa merekan akan memperoleh keuntungan lewat bunga pinjaman
sebagai keterjaminan sumber pendapatan mereka.
Bank Dunia sangat memiliki kepentingan tehadap pembangunan Indonesia kerana
Indonesia adalah klien yang baik yang selalu membayar pinjaman dan bunganya tepat
waktu, sehingga bagi Bank Dunia meminjamkan dana kepada Indonesia merupakan hal
yang menguntungkan. Perlu diketahui bahwa kriteria perhitungan kelayakan proyek bagi
Bnak dunia adalah Economics Rate of Return (ERR), tanpa memperhitungkan aspek
distributf dan proyek tersebut. Dengan kondisi demikian, sulit untuk mengharapkan
bahwa Bank dunia akan mengkritik atau menghentikan di tengah jalan proyeknya sendiri
dijalankan oleh pemerintah Indonesia, meskipun proyek itu dalam prosesnya
menyebabkan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat banyak, seperti proyek
pembangunan Bendungan Kedung Ombo.
Sikap Bank Dunia, seperti digambarakan diatas, pada akhirnya cenderung
memberikan korupsi atau kebocoran yang terjadi pada proyek-proyek. Bahkan, Bank
Dunia sebelum korupsi banyak dipermasalahkan beranggapan bahwa korupsi bagi
minyak pelumas bagi bisnis dan tanpa korupsi tidak akan ada transaksi dan itu berarti
tidak ada pertumbuhan. Korupsi adalah minyak pelumas mesin birokrasi jika korupsi
dihilangkan, maka birokrasi tidak bekerja. Laporan Bank Dunia sendiri pada bulan
Oktober 1997 memperkirakan bahwa sekitar 20 persen sampai 30 persen pinjaman untuk
Indonesia telah digelapkan oleh beberapa pejabat dan politisi pemerintah. Keprihatinan
terus meluas karena, walaupun era Orde Baru telah berakhir, praktik penggelapan dana
ini masih terus berlangsung. Bahkan, menurut laporan terakhir Bank Dunia pada tanggal
17 Desember 1998, sebagian dana gelap itu dicurigai digunakan untuk mempengaruhi
jalannya pemilihan umum pertama pada era sesudah kejatuhan Soeharto yang akan
dilaksanakan pada bulan juni 1999.
Selain Bank Dunia, lembaga multilateral yang turut sertta mempercepat
akumulasi utang Indonesia adalah IMF, terutama dua tahun terakhir setelah krisis
ekonomi berlangsung. IMF diundang masuk ke Indonesia dalam upaya membantu
kesulitan finansial pemerintah dan juga membantumembuat program pemuliuhan
ekonomi. namun demikian, peran IMF dalam mengatasi krisis ekonomi tersebut tidak
lepas dari kepentingan IMF sendiri sebgai lembaga multilateral dan kepentingan negara-
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)17
Ekonomi Publik
negara pemegang saham terbesar (negara maju). Tetapi yang salah dalam upaya
pemulihan ekonomi mengakibatkan krisis yang semakin dalam dan pada akhirnya
memerlukan dana (utang baru) sehingga akumulasi yang bertambah besar.
Akibatnya, pemerintah harus mengeluarkan obligasi untuk merekapitalisasi bank-
bank tersebut dan bunganya ditanggung oleh APBN. Hal ini belum lagi ditambah
permasalahan pengembalian aset-aset yang dijaminkan atas pemberian BLBI tersebut.
Kesalahan lain adalah pengaitan masalah politik dalam pencairan pinjaman. Walaupun
pinjaman yang diberikan IMF tidak signifikan mempengaruhi cash flow keuangan
pemerintah. Namun, dampak psikologis membuat ketidakpastian semakin tinggi yang
pada akhirnya memperlambat pemulihan ekonomi itu sendiri.
Rangkuman
Utang luar negeri bukanlah hal yang negatif untuk kita karena disisi lain ULN dapat
memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan suatu negara.
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia
dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara
Dalam jangka panjang ULN dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di
Indonesia,sebab pemerintah harus melunasi dengan jumlah bunga yang sangat besar
Salah satu upaya untuk mengurangi ULN adalah dengan segera membayarnya tepat
waktu agar tidak memiliki bunga yang cukup tinggi serta tidak lagi meminjam
pinjaman luar negeri agar tidak terbentuk Utang yang baru.
Daftar Pustaka
Tambunan,hamongan,tahi,tulus.2008.Pembangunan Ekonomi Dan Utang Luar Negeri.Jakarta:PT Raja Gravindo Persada
Alun,Tawang.1992.Analisa Ekonomi Utang Luar Negeri .Jakarta:LP3ES
Buchori,binny.2006.”Maju Mundur Pengurangan Utang”.Kompas,Opini,Kamis,2 Februari ,Halaman 6
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)18
Ekonomi Publik
Burniside,Craig Dan David Dollar.1998.”Aid, The Intensive Ragima,And Provety Reduction”.World Bank Policy Research Working Paper No.1937,Washington,DC.
Booth,A.1989.Indonesian Economic Development Under Soeharto Era. Oxford University Press
Syaparuddin.1996.” Utang Luar Negeri Dan Debt Service Ratio Indonesia”. Karya Ilmiah. FE-Universitas Jambi
Musbitul Hasanah (100231100012) Dan Sofyan Tsauri(100231100008)19