001. bab 1 pendahuluan m.docx

42
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2008-2028 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah daratan 42.297,30 km² dan luas perairan (laut) 186.500 km² dengan panjang pantai 375 km. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Tahun 2006 jumlah penduduk provinsi ini sebanyak 4.632.152 jiwa yang tersebar di 19 (sembilan belas) wilayah kabupaten/kota, dengan tingkat pertambahan penduduk rata-rata 1,95 % per tahun dan kepadatan penduduk rata-rata 110 jiwa/km². Bencana alam baik gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gelombang tinggi telah menimbulkan korban dan kerusakan di beberapa wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini terkait dengan letak geografis Provinsi Sumatera Barat yang potensial terjadinya bencana alam. Gempa bumi terkait dengan kondisi geologi yang berada pada gugus Bukit Barisan dan gunung berapi aktif. Selain itu wilayah Provinsi Sumatera Barat juga terletak pada jalur Patahan Sumatera dan lempeng benua yang rawan terjadinya gempa bumi dan berpotensi terjadinya tsunami. Berlakukannya UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka peraturan daerah tentang RTRW perlu dilakukan Hal. 1 - 1

Upload: endangkijot

Post on 09-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat

RTRW Provinsi Sumatera Barat 2008-2028

1.1 Latar BelakangProvinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah daratan 42.297,30 km dan luas perairan (laut) 186.500 km dengan panjang pantai 375 km. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Tahun 2006 jumlah penduduk provinsi ini sebanyak 4.632.152 jiwa yang tersebar di 19 (sembilan belas) wilayah kabupaten/kota, dengan tingkat pertambahan penduduk rata-rata 1,95 % per tahun dan kepadatan penduduk rata-rata 110 jiwa/km. Bencana alam baik gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gelombang tinggi telah menimbulkan korban dan kerusakan di beberapa wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini terkait dengan letak geografis Provinsi Sumatera Barat yang potensial terjadinya bencana alam. Gempa bumi terkait dengan kondisi geologi yang berada pada gugus Bukit Barisan dan gunung berapi aktif. Selain itu wilayah Provinsi Sumatera Barat juga terletak pada jalur Patahan Sumatera dan lempeng benua yang rawan terjadinya gempa bumi dan berpotensi terjadinya tsunami.Berlakukannya UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka peraturan daerah tentang RTRW perlu dilakukan penyesuaian terhadap UU tersebut. Penyesuaian diantaranya dilakukan terhadap masa berlaku RTRW provinsi dari 15 tahun menjadi 20 tahun, selain beberapa hal prinsip yang perlu disesuaikan dengan UU, seperti perlunya penekanan pola insentif dan disinsentif, penerapan sanksi, proporsi kawasan lindung dalam DAS dan ruang terbuka hijau perkotaan masing-masing paling sedikit 30%, dan perlunya zoning regulation pada kawasan-kawasan strategis. Selain itu PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) juga telah menetapkan struktur ruang yang mengatur sistem perkotaan nasional, dan penetapan pola ruang serta penetapan kawasan strategis nasional di wilayah Provinsi Sumatera Barat tentunya harus dijabarkan lebih lanjut dalam kebijakan penataan ruang Provinsi Sumatera Barat.Kondisi faktor internal dan eksternal tersebut, kiranya cukup menjadi dasar bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Barat untuk Tahun 2008-2028. 1.2 Dasar Hukum Beberapa paraturan perundangan yang terkait dengan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat, meliputi :1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112) jo Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1979;3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2619);5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya;8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Nomor 75 tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara 3406);9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479;10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1993 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;11. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan;12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 13. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);14. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara No. 134, Tambahan Lembaran Negara No.3477)16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Nomor 85 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411);18. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;19. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);20. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara No. 132 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara No. 444.)21. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran negara Nomor 3660);23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);24. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952);25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk RTRW (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 3034);26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Air Minum;27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi;28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;30. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;33. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;34. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/KPTS/M/2004 tentang Penataan Ruas-ruas Jalan Dalam Jaringan Primer Menurut Peranannya Sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor-1, Kolektor-2, Kolektor-3;35. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/KPTS/M/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya;36. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;37. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan ( Lembaran Negara tahun 2007 Nomor 146; Tambahan lembaran Negara Nomor 4452);38. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung 39. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 134 tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II.40. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut/II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut II/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.1.3 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat1.3.1 Fisik1. Letak dan LuasProvinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah daratan 42.297,21 km dan luas perairan (laut) 186.500 km dengan panjang pantai 375 km. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Tahun 2006 jumlah penduduk provinsi ini sebanyak 4.632.152 jiwa yang tersebar di 19 wilayah kabupaten/kota, dan tingkat pertambahan penduduk rata-rata 1,95 % per tahun dengan kepadatan penduduk rata-rata 110 jiwa/km. Provinsi Sumatera Barat terdapat di Bagian Barat Pulau Sumatera yang memiliki luas wilayah daratan sekitar 42.297,21 km2 (4.229.721 Ha) atau sebesar 2,20 % dari luas wilayah Indonesia, termasuk di dalamnya terdapdat sekitar 375 pulau (besar dan kecil), sedangkan luas wilayah perairan Provinsi Sumatera Barat yaitu sekitar 186.500 km2, dengan panjang garis pantai sekitar 375 kmWilayah Provinsi Sumatera Barat berbatasan dengan empat provinsi dan satu perairan samudra, yaitu : Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Utara; Sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu; Sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi; Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.Sedangkan wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat terdiri dari duabelas Kabupaten dan tujuh Kota. Untuk lebih jelasnya mengenai letak dan luas wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Peta 1.1 dan Peta 1.2.Provinsi ini menjadi gerbang masuk wilayah barat Indonesia yang didukung oleh prasarana transportasi darat, laut dan udara yang memadai, seperti jalan nasional Trans Sumatera, bandara internasional Minangkabau, dan pelabuhan laut internasional Teluk Bayur. Provinsi ini juga termasuk dalam Kawasan Ekonomi Sub Regional (KESR) segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT). Dengen letak geografis tersebut selayaknya disikapi melalui penataan ruang wilayah dalam rangka pemanfaatan pertumbuhan kawasan, sehingga mampu menunjang keserasian. Namun demikian, disisi lain letak ini terkait dengan adanya ancaman bahaya bencana alam karena secara geologis berada pada jalur patahan Sumatera dan pertemuan lempeng samudera yang berpotensi terjadinya gempa bumi dan bahaya tsunami. Kondisi ini tentunya juga menjadi perhatian dalam penataan ruang wilayah yang mempertimbangkan aspek bencana alam.

Tabel 1.1Luas Wilayah Provinsi Sumatera BaratBerdasarkan Kabupaten/KotaNoNama WilayahJumlah KecamatanLuas Wilayah

Ha%

AKabupaten

1Limapuluh Kota13335.430 7,93

2Agam15223.230 5,28

3DHamasraya4338.777 8,01

4Kepulauan Mentawai4601.135 14,21

5Padang Pariaman 17142.879 3,38

6Pasaman 12444.763 10,52

7Pasaman Barat11296.113 7,00

8Pesisir Selatan 12579.495 13,70

9Sijunjung8313.080 7,40

10Solok14373.800 8,84

11Solok Selatan 5334.620 7,91

12Tanah Datar 14133.600 3,16

BKota

1Bukittinggi 32.524 0,06

2Padang 1169.496 1,64

3Padang Panjang 22.300 0,05

4Pariaman 37.336 0,17

5Payakumbuh38.043 0,19

6Sawahlunto427.345 0,65

7Solok 25.764 0,14

Sumatera Barat4.229.721100,00

Sumber : BPS Sumatera Barat 2007, dan Bappeda Provinsi Sumatera Barat, 2008.

GAMBAR 1.1 PETA Orientasi Letak Provinsi Sumbar

GAMBAR 1.2 PETA ADMINISTRASI PROV SUMBAR

2. Sumberdaya Lahan Lahan daratan Provinsi Sumatera Barat yang sangat luas termasuk pulau-pulau kecil menjadi modal pembangunan yang sangat potensial dikembangkan, tidak saja untuk kegiatan pertanian (khususnya perkebunan) dan kehutanan (HTI), tetapi juga pada beberapa bagian wilayahnya dapat dikembangkan untuk permukiman maupun industri. Secara umum pemanfaatan lahan di provinsi ini, khususnya darata Pulau Sumatera cukup intensif untuk pengembangan perekonomian, sementara daratan kepulauan seperti Kepulauan Mentawai pemanfaatannya masih terbatas.Kendala yang dihadapi dalam pemamfaatan sumberdaya lahan di Provinsi Sumatera Barat terkait dengan fisiografi perbukitan dan pegunungan yang membutuhkan kehati-hatian agar tidak menimbulkan bencana alam (tanah longsor). 1.3.2 Penggunaan Lahan Pengunaan lahan merupakan manifestasi dari kegiatan sosial budaya-sosial ekonomi untuk pemanfaatan potensi yang ada. Penggunaan lahan di Provinsi Sumatera Barat secara umum berupa kawasan terbangun dan kawasan tidak terbangun.1.Kawasan PermukimanSampai tahun 2006 luas kawasan permukiman di Provinsi Sumatera Barat mencapai 82.920 Ha (1,96%), baik berupa permukiman perkotaan maupun perdesaan. Kota Padang telah berkembang dengan pesat baik jumlah penduduk maupun kawasan dan cenderung membentuk kawasan perkotaan cukup besar. Hal ini perlu disikapi dengan mempersiapkan pembentukan kawasan metropolitan Padang Dsk agar perkembangan kawasan dapat sinergi antar wilayah dan antar sektor. Hal ini telah dikondisikan dalam PP 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dimana program 5 tahun pertama adalah peningkatan fungsi Kota Padang yang penduduknya tahun 2006 telah mencapai lebih dari 800.000 jiwa. Sementara untuk permukiman perdesaan dikembangkan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai daerah produsen sesuai potensinya, baik sebagai kawasan agropolitan maupun minapolitan.2.Kawasan HutanSecara umum kawasan hutan di Provinsi Sumatera Barat dibedakan sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Selanjutnya hutan lindung dibedakan menjadi hutan lindung, dan hutan pengawetan dan pelestarian alam (PPA). Sedang hutan produksi terdiri dari hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Total luas kawasan hutan di provinsi Sumatera Barat tahun 2007 mencapai 2.599.386 Ha (61,46%). Luas hutan lindung dan PPA mencapai sekitar 41,56% dari luas provinsi Sumatera Barat, dan hutan produksi mencapai 19,93%. Hal ini sebagaimana disampaikan pada Gambar 1.3. dan Tabel 1.2. Tabel 1.2Luas dan Fungsi Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006No.Fungsi HutanLuas

Ha%

1.Hutan Pengawetan dan Pelestarian Alam (PPA)846.17520,01

2.Hutan Lindung910.53321,53

3.Hutan Produksi Terbatas235.2355,56

4.Hutan Produksi444.37810,51

5.Hutan Produksi yang dapat dikonservasi163.0653,86

Total Luas Kawasan2.599.38661,46

Luas Provinsi4.229.730100,00

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, 2008 (SK. Menhut No. 422/Kpt/1999)Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan selain menurunnya produktivitas hasil hutan karena semakin berkurangnya potensi hutan produksi, juga masalah perluasan kawasan budidaya ke dalam kawasan hutan, kondisi ini telah banyak menimbulkan bencana alam terutama banjir dan tanah longsor, bahkan berpengaruh terhadap perubahan iklim mikro.3.Kawasan Pertanian dan PerkebunanBudidaya pertanian di Provinsi Sumatera Barat meliputi pertanian tanaman pangan lahan basah, pertanian tanaman pangan lahan kering, dan perkebunan. Sampai tahun 2006 luas pertanian lahan basah seluas 237,421 Ha (5,61%) dan luas lahan tanaman lahan kering 645.907 Ha, sedang luas perkebunan telah mencapai 604.189 ha (14,28%). Pada tabel 1.3 disampaikan luas budidaya perkebunan di Provinsi Sumatera Barat sampai tahun 2006.Tabel 1.3Luas Lahan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Sesuai Komoditi Tahun 2006NoKomoditi PerkebunanLuas (Ha)

1Kelapa Sawit 185.294

2Karet 120.274

3Kelapa Dalam 90.615

4Kakao 83.056

5Kopi 8.000

6Gambir 20.200

7Cassiavera 43.600

8Nilam 14.300

9Jarak Pagar 38.850

Sumatera Barat 604.189

Sumber : diolah dari Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2006

4.Kawasan PeternakanPengembangan usaha perternakan dilakukan dengan pendekatan agribisnis melalui pengembangan kawasan sentra komoditi unggulan ternak. Pengembangan perternakan di Provinsi Sumatera Barat didukung oleh prasarana Rumah Potong Hewan sebanyak 7 unit, pasar ternak 20 unit, TPH 32 unit, poskeswan 41 unti, pos IB 110 unit, dan BIB 1 unit. Sebaran Kawasan Peternakan berada diseluruh Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat.Dimasa depan untuk menciptakan sinergi kegiatan, dikembangkan usaha pengembangan kawasan peternakan secara terpadu dengan kegiatan pertanian. Faktor manajement pemasaran yang efektif dan efisien menjadi kendala pengembangan selama ini.5.IndustriKegiatan industri yang telah berkembang di Provinsi Sumatera Barat memanfaatkan bahan baku lokal dan industri kerajinan, yang meliputi industri pengolahan hasil tanaman pangan seperti gula aren, industri pengolahan hasil laut, industri pengolahan hasil ternak seperti industri pengolahan daging dan perkulitan, industri pengolahan hasil perkebunan seperti pengolahan perkelapaan, dan industri kerajinan seperti industri bordir/konveksi/pertenunan/garmen, mebel kayu dan rotan, kerajinan tanah liat. Sampai tahun 2006 jumlah industri yang ada sebanyak 11.152 unit dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 32.437 tenaga kerja.

Gambar 1.3 kawasan hutan Provinsi Sumatera Barat

Potensi industri yang ada dapat dikembangkan dalam kawasan atau zona industri secara terpadu sehingga memudahkan dalam pemantauan limbah yang dihasilkan. Kendala pengembangan terutama industri perkayuan disebabkan semakin berkurangnya bahan baku kayu dari hutan produksi. Potensi hutan produksi yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh illegal logging dan konversi hutan untuk kegiatan non kehutanan.Industri semen yang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia juga menghadapi permasalahan lokasi/potensi bahan baku yang berada didalam kawasan hutan lindung, sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan kapasitas produksi.6.Kawasan PertambanganPotensi bahan tambang di Provinsi Sumatera Barat dapat dikelompokkan menjadi bahan galian tambang strategis, bahan galian vital, dan bahan galian untuk industri. Bahan galian tambang tersebut menyebar di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Barat. Untuk bahan galian strategis berupa batubara potensinya cukup besar dan telah diusahakan untuk memasok kebutuhan bahan bakar di beberapa industri dan pembangkit listrik tenaga uap, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Sumatera Barat. Penyebaran lokasi tambang batubara diantaranya di daerah Sawahlunto, Sijunjung, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, dan Solok Selatan.Sebaran tambang emas berada di wilayah Kabupaten Pasaman, Lima puluh Kota, Kabupaten Solok, Dharmasraya, Sawahlunto, Sijunjung, dan Kabupaten Pesisir Selatan. Tambang bijih besi diantaranya di Kabupaten Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Agam, Sawahlunto, Sijunjung, dan Kabupaten Pasaman Barat. Tambang pasir besi menyebar di kawasan pesisir di Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, dan Kabupaten Pasaman. Tembaga dapat ditemukan di wilayah Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Solok. Bahan tambang vital lainnya yang berupa mangan ditemukan di Kabupaten Solok, Kabupaten Agam, dan Kabupaten Tanah Datar. Sedang timah hitam ditemukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Solok, Solok Selatan, dan Kabupaten Pasaman. Untuk bahan tambang yang berupa belerang ditemukan di Kabupaten Solok dan Tanah Datar, sementara air raksa potensinya ditimukan di Kabupaten Sawahlunto dan Sijunjung.Selanjutnya bahan galian untuk industri yang berupa batu kapur menyebar di wilayah Kabupaten Agam, Kota Padang, Sawahlunto, Sijunjung, Lima Puluh Kota, Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Pasaman, dan Pasaman Barat. Dolomit ditemukan di Kiabupaten Sawahlunto, Sijunjung, Agam, dan Kabupaten Solok. Bahan galian industri lain yang ditemukan di provinsi ini adalah marmer (Sawahlunto, Sijunjung, Agam, Lima puluh Kota, dan Pasaman Barat); granit ( Kabupaten Pasaman Barat, Pasaman, Sawahlunto, Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, dan Kabupaten Dharmasraya); andesit dan basalt (Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan), batu apung (Kabupaten Pasaman dan solok), Batu tulis (Kabupaten Solok, dan Sawahlunto); feldspar (Kabupaten Pasaman dan Solok); obsidian (Kabupaten Pasaman, Solok, Padang Pariaman, dan Tanah Datar); perlit (Kabupaten Pasaman, Solok, dan Padang Pariaman); Trass (Kabupaten Agam, Padang Pariaman, Tanah Datar, dan Kota Payakumbuh); kaolin (Kabupaten Pasaman, Agam, Solok, dan Sawahlunto); pasir kuarsa (Kabupaten Tanah Datar, Pesisir Selatan, dan Sijunjung); fosfat (Kabupaten Tanah Datar, Agam, dan Kota Padang); dan tawas (Kabupaten Pasaman dan Pesisir Selatan). Permasalahan yang dihadapi adalah sebagian besar lokasi tambang tersebut berada di dalam kawasan hutan bahkan kawasan hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya, sementara metode penambangan yang dilakukan umumnya secara terbuka yang dapat mengancam keberadaan kawasan hutan di atasnya. Sementara kondisi fisik Provinsi ini sangat membutuhkan kawasan hutan lindung untuk mencegah terjadinya bencana alam (banjir dan tanah longsor). Untuk lebih jelasnya sebaran bahan tambang di provinsi ini dapat dilihat pada Gambar 1.4.7.Perikanan dan KelautanProduksi ikan dari perikanan laut di Provinsi Sumatera Barat tahun 2006 sebanyak 108.915 ton, dengan jumlah nelayan penuh sebanyak 24.333 orang nelayan dan 9.847 orang nelayan sambilan. Potensi sumberdaya hayati perikanan laut Pantai Barat Sumatera berdasarkan penelitian Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut (1997) mencapai 340.712 ton/tahun yang berupa ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang penaed dan udang karang. Produksi ikan Provinsi Sumatera Barat masih jauh dibawah potensi tangkapnya/potensi lestari.

GAMBAR 1.4 PETA SEBARAN POTENSI TAMBANG

Potensi pembudidayaan perikanan darat (perairan umum dan budidaya) di Provinsi Sumatera Barat cukup besar. Potensi lahan budidaya perikanan darat tahun 2005 di perairan umum seluas 52.333 Ha dengan produksi 8000 ton. Budidaya perikanan darat seluas 8.124 Ha yang terdiri dari 6.276 Ha di kolam dengan produksi 13.500 ton, seluas 1.847 Ha yang dimanfaatkan untuk usaha mina padi dengan produksi 3.060 ton. Budidaya ikan keramba seluas 25.030 Ha dengan produksi sebanyak 9.103 ton. Budidaya perikanan darat lainya berupa jala apung dan kolam air deras dengan produksi masing-masing yaitu 4.828 ton dan 6.776 ton. Untuk pengembangan sub sektor perikanan masih ada peluang untuk memanfaatkan potensi yang ada seperti : Masih tersedianya lahan budidaya di darat seperti danau, sungai, kolam, sawah dan perairan umum lainnya untuk budidaya ikan air tawar, Adanya potensi ikan tuna dan cakalang di perairan ZEE yang belum sepenuhnya di eksploitasi. Adanya perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan barat Sumatera Barat, yang belum terganggu. Selanjutnya sumberdaya kelautan yang ada meliputi terumbu karang, hutan mangrove, moluska, teripang, dan penyu laut. Ekosistem terumbu karang di Provinsi Sumatera Barat luasnya 25.984 Ha menyebar di perairan kota/kabupaten Provinsi Sumatera Barat mempunyai persentase tutupan karang yang rendah sehingga banyak dikategorikan rusak dan rusak berat. Kondisi tutupan terumbu karang baik hanya ditemukan pada 4 lokasi. Hutan mangrove di Sumatera Barat berdasarkan penelitian Pusat Kajian Mangrove dan Pesisir Pantai Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta diperkirakan 3.750 Ha, belum termasuk yang terdapat di Kepulauan Mentawai. Budidaya rumput laut di Sumatera Barat masih dalam taraf skala rumah tangga, sehingga besarnya tingkat pemanfaatan rumput laut masih sulit terdata. Jenis rumput laut yang diambil ini adalah jenis Grasillaria sp dan Gellidum sp. Penyebaran kerang-kerangan meliputi seluruh perairan pantai yang berlumpur, terutama pada kawasan hutan bakau (mangrove), sepanjang pantai Provinsi Sumatera Barat. Penyebaran cumi-cumi meliputi seluruh perairan Sumatera Barat.1.3.3 KependudukanJumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2002 hingga 2006 menunjukkan peningkatan rata-rata 1,95% per tahun. Tahun 2002 jumlah penduduk sebanyak 4.289.647 jiwa dan tahun 2006 meningkat menjadi 4.632.152 jiwa. Tingkat pertambahan ini cukup tinggi, sehingga perlu diambil langkah-langkah yang tepat agar pertambahannya dapat dikendalikan dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Kebijakan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur distribusi penduduk untuk setiap permukiman sesuai daya tampung.Menurut kelompok usia penduduk, sebagian besar (59,92%) termasuk usia produktif dengan angka beban tanggungan sebesar 46,51%. Dari jumlah angkatan kerja tahun 2006 sebanyak 967.255 jiwa atau 54,49% belum bekerja meskipun sudah dikategorikan penduduk usia produktif. Kondisi ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri di wilayah perencanaan untuk menampung angkatan kerja yang cenderung meningkat. Selain itu tingkat partisipasi angkatan kerja tergolong rendah, yaitu 34,85%.Masih dari hasil perhitungan jumlah penduduk tahun 2028, Kota Padang masih menjadi orientasi utama penduduk Provinsi Sumatera Barat dan diperkirakan sebanyak 1,3 juta jiwa pada tahun 2028. Untuk itu maka penataan wilayah Kota Padang mengakumulasikan jumlah penduduk tersebut perlu dilakukan secara terpadu dengan wilayah yang lain yang berbatasan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan secara terpadu melalui pengembangan konsep kawasan perkotaan metropolitan. Lebih jelasnya sebaran kepadatan penduduk provinsi ini dapat dilihat pada Gambar 1.5. 1.3.4 Kawasan Rawan Bencana AlamWilayah Provinsi Sumatera Barat termasuk dalam kawasan yang rawan bencana alam baik berupa gempa bumi, banjir, tanah longsor, gelombang tinggi dan tsunami, dan letusan gunung berapi. Pada Tabel 1.4 disampaikan kejadian bencana alam di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005-2007 dan Gambar 1.6 menunjukkan sebaran potensi daerah rawan bencana alam.Bencana alam gempa bumi ini terkait dengan letak geografis Provinsi Sumatera Barat yang berada pada pertemuan lempeng benua. Sedangkan tanah longsor, banjir lebih diakibatkan oleh sigat fisik dan tutupan lahan (hutan) yang Gambar

1.5 Peta Sebaran Penduduk

semakin berkurang. Demikian juga bahaya bencana alam lain saling berkaitan penyebabnya.Selama ini jenis bencana alam di Provinsi ini tentunya menjadi kendala dalam upaya pengembangan kawasan budidaya untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 1.4Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2007No Jenis Bencana Tahun

200520062007

1Gempa - 115

2Tanah longsor 7113

3Banjir 111612

4Abrasi Pantai 1- 2

5Gelombang Pasang 3- -

6Angin Puting Beliung 323

7Gunung Meletus 1- -

Jumlah875257

Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Barat, 20071.3.5 PerekonomianStruktur ekonomi Provinsi Sumatera Barat tahun 2006 didominasi oleh sektor pertanian, baik atas harga berlaku maupun harga kostan dimana dari PDRB atas dasar berlaku terlihat bahwa sumbangan sektor ini tahun 2006 sebesar 25,26%; sedang menurut harga konstan tahun 2000 kontribusinya sebesar 24,74%. Sektor lain yang cukup besar memberikan kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi antara 11%-18%. Pada Tabel 1.5 ditunjukkan distribusi sektor terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006.Selanjutnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat kurun waktu tahun 2002-2006, baik atas harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK) menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2002, PDRB Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan tercatat Rp. 7.868.237,62 juta,

Gambar 1.6 Lokasi daerah rawan bencana alam

Tabel 1.5Distribusi Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006 Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000NoSektorHarga BerlakuHarga Konstan th. 2000

Rp%Rp%

1Pertanian 13.396.523.71025,267.658.394.83024,74

2Pertambangan dan Penggalian 1.829.475.2603,45980.826.7703,17

3Industri Pengolahan6.055.971.48011,423.978.641.07012,86

4Listrik, Gas dan Air Minum754.790.1901,42368.981.6901,19

5Bangunan 2.972.397.1705,611.544.889.6404,99

6Perdagangan, Hotel dan restoran 8.992.233.41016,965.662.879.36018,30

7Pengangkutan dan Komunikasi8.022.487.00015,134.140.569.92013,38

8Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan2.632.088.7304,961.579.347.5205,10

9Jasa-Jasa8.373.621.16015,795.035.414.31016,27

Jumlah53.029.588.100 100,00 30.949.945.100100,00

Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Barat, 2007

sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 8.886.573,97 juta. Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.7.Sebagai sektor unggulan Provinsi Sumatera Barat dinilai dari nilai LQ setiap sektor dengan kriteria apabila sektor yang bersangkutan mempunyai nilai LQ 1. Dari hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan merupakan sektor unggulan yang mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Sub sektor perkebunan yang menjadi unggulan terutama dari komoditi karet, dan kelapa sawit, walaupun komoditi perkebunan lain juga potensial menjadi unggulan.1.3.6 Prasarana WilayahPrasarana wilayah yang dimaksud meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air.1. Prasarana TransportasiPrasarana transportasi di Provinsi Sumatera Barat meliputi transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Prasarana transportasi darat ditunjang dengan adanya jaringan jalan baik jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten/kota.

Gambar 1.7 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2000-2006

Untuk menunjang perwujudan rencana struktur ruang dan pemanfaatan potensi ekonomi yang ada, maka pengembangan dan pembangunan prasarana jalan raya masih dibutuhkan. Namun permasalahan yang dihadapi adalah karena kondisi fisik provinsi ini yang menjadi kendala untuk pengembangannya. Kendala-kendala tersebut diantaranya topografi, banyaknya aliran sungai, dan luasnya kawasan hutan lindung termasuk taman nasional. Selanjutnya untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP). Pengembangan angkutan danau yang memungkinkan dapat dikembangkan adalah untuk menunjang pariwisata yang ditunjang adanya beberapa danau seperti Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Diatas dan Danau Dibawah. Pengembangan angkutan sungai memiliki banyak permasalahan, seperti kondisi fisik sungai, debit air, dan tingginya sedimentasi. Prasarana transportasi laut provinsi ini telah ditunjang oleh pelabuhan internasional Teluk Bayur dan beberapa pelabuhan skala lokal di beberapa kabupaten/kota yang memiliki perairan laut, seperti Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Padang Pariaman, Pasaman Barat Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sama halnya dengan permasalahan yang dihadapi pengembangan prasarana transportasi darat (jalan raya), pengembangan pelabuhan di provinsi ini juga menghadapi kendala status kawasan untuk pengembangan pelabuhan laut yang umumnya termasuk kawasan hutan.Prasarana transportasi udara, Provinsi Sumatera Barat memiliki 3 (tiga) pelabuhan udara yaitu Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman, Bandara Ketaping di Kota Padang, dan Bandara Rokot di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Pengembangan prasarana ini lebih tergantung pada kecenderungan permintaan angkutan penumpang dan barang. Angkutan kereta api cenderung menurun untuk angkutan penumpang. Pelayanan angkutan kereta api di provinsi ini mengandalkan pada angkutan barang, khususnya hasil tambang batubara dan semen, sedang angkutan penumpang terbatas untuk kereta wisata. Kendala pengembangan angkutan kereta api selain biaya investasi prasarana yang sangat mahal, juga karena kondisi topografi yang kurang sesuai dengan persyaratan jaringan jalan kereta api. Namun demikian untuk jangka panjang pengembangan angkutan kereta api perlu dipertimbangkan pengembangnnya karena angkutan ini memiliki efisiensi yang tinggi dibandingkan angkutan jalan raya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.8.2. Prasarana TelekomunikasiPelayanan telekomunikasi di Provinsi Sumatera Barat dikelola oleh PT. Telkom Tbk, Kandatel II Sumatera Barat. Wilayah yang telah terjangkau jaringan telekomunikasi umumnya di wilayah perkotaan, termasuk di dalamnya adalah kota kecamatan dan kota kabupaten. Pengembangan jaringan pelayanan telekomunikasi menghadapi kendala pada terbatasnya kemampuan penyediaan jaringan dan satuan sambungan telepon. Namun dengan berkembangnya teknologi telekomunikasi seluler, maka penyediaan sambungan telepon kabel bukan masalah yang berarti. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengaturan menara telekomunikasi seluler khususnya untuk kawasan perkotaan agar tidak mengganggu keindahan ruang udara di kawasan perkotaan.3. Prasarana Energi Pemenuhan energi listrik di Provinsi Sumatera Barat dilakukan oleh PT. PLN (Persero) KITLUR SUMBAGSEL dan PLN Wilayah Sumbar. Pembangkit listrik yang dikelola oleh KITLUR umumnya berkapasitas besar, yang terdiri dari PLTA, PLTG, PLTD dan PLTU. Pembangkit ini memasok daya listrik ke Sistem Ketenagalistrikan Sumatera Barat melalui jaringan transmisi 150 KV. Kelompok pembangkit yang dikelola oleh PT. PLN (Persero) Wilayah Sumbar, yang umumnya berupa PLTD yang ditempatkan pada daerah terisolir atau mendukung

GAMBAR 1.8. PETA TRANSPORTASI

sistem pada kondisi beban puncak, kecuali Kepulauan Mentawai. Pada Tabel 1.6 ditunjukkan kapasitas pembangkit energi listrik pada sistem Sumatera Barat yang berkisar 298,5 MW pada musim kemarau sampai 424,5 MW pada musim hujan.

Tabel 1.6Pembangkit Listrik Pada Sistem Sumatera BaratNama Pembangkit

KapasitasTerpasang (MW)Daya MampuMusim Hujan (MW)Daya MampuMusim Kemarau (MW)

PLTG Pauh Limo64,051,051,0

PLTU Ombilin200,0120,0120,0

PLTA Maninjau68,068,034,0

PLTA Batang Agam10,510,53,5

PLTA Singkarak175,0175,090,0

Total517,5424,5298,5

Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Barat tahun 2008Selain itu beberapa PLTMH juga telah dibangun oleh perusahaan, koperasi dan swadaya masyarakat seperti ditunjukkan pada Tabel 1.7. Namun demikian, sekitar 80 % PLTMH yang ada sudah tidak beroperasi lagi karena sudah masuknya jaringan PLN.Tabel 1.7Jumlah dan Total Daya PLTMH di Sumatera Barat Tahun 2006NoKabupatenJumlah(Unit)Daya (KVA)Total Daya(KVA)

1.Kab. Agam273 60317

2.Kab. 50 Kota83 1051

3.Kab. Pasaman302 - 60280

4.Kab. Solok143 - 60338

5.Kab. Pesisir Selatan82 - 4085

6.Kab. SWL Sijunjung25 - 3035

7.Kab. Tanah Datar43 - 1526

Total932 - 601.132

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2008Kapasitas pembangkit energi listrik yang ada dan akan dikembangkan kiranya mampu memenuhi kebutuhan energi listrik sampai tahun 2028 yang diperkirakan sebesar 9.757.507.038 KVA terdiri untuk kebutuhan domestik sebesar 7.392.050.786 KVA dan untuk prasarana umum 2,36 MW.

4. Sumberdaya Air Provinsi Sumatera Barat memiliki kondisi geografis yang bergunung dan hidrografi sungai yang beragam. Struktur hidrografi dengan aliran sungai yang banyak di lerengnya dan menjadi hulu beberapa sungai yang cukup besar di Pulau Sumatera. Beberapa sungai besar yang berhulu dari provinsi ini adalah: Sungai Rokan, Sungai Inderagiri (disebut sebagai Batang Kuantan di bagian hulunya), Sungai Kampar dan Batang Hari. Semua sungai ini bermuara di pantai timur Sumatera, di Provinsi Riau atau Jambi. Sungai-sungai yang bermuara di pantai barat pendek-pendek, diantaranya Batang Anai, Batang Arau dan Batang Tarusan. Disamping itu Sumatera Barat juga memiliki beberapa danau besar dan kecil yang tersebar di beberapa Kabupaten dan Kota. Diantara danau Maninjau (99,5 km), Singkarak (130,1 km), Diatas (31,5 km), Dibawah (14,0 km), Talang (5,0 km).Pengelolaan sumberdaya air dilakukan dengan membagi 9 (sembilan) Satuan Wilayah Sungai (SWS) seperti pada Gambar 1.9. Selanjutnya secara ekologis wilayah Provinsi Sumatera Barat dibagi menjadi beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti pada Gambar 1.10. Dan beberapa DAS tersebut terdapat DAS Lintas Provinsi yaitu : DAS Rokan melintasi wilayah Provinsi Sumatera Utara Sumatera Barat Riau. DAS Kampar dan Indragiri, melintas dari Provinsi Sumatera Barat Riau. DAS Batanghari, melintas dari Provinsi Sumatera Barat Jambi.Kondisi ini memerlukan adanya sinkronisasi pola ruang antar wilayah agar tatanan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan kelestariannya.Sungai-sungai yang tersebar di Sumatera Barat menjadi penopang dalam mensuply ketersediaan air bagi daerah irigasi yang diatur melalui saluran irigasi. Pada Tabel 1.8 ditunjukkan daerah irigasi di Provinsi Sumatera Barat.

GAMBAR 1.9 PETA SATUAN WILAYAH SUNGAI

GAMBAR 1.10 PETA DAERAH ALIRAN SUNGAITabel 1.8Daerah Irigasi Provinsi Sumatera BaratNoDaerah Irigasi (DI)Luas Baku (Ha)Lokasi (Kab.)

1Sawah Laweh Tarusan1.684PESSEL

2Batang Bayang1.362PESSEL

3Batang Surantih1.864PESSEL

4Koto Kandis2.357PESSEL

5Bdr. Batang Dareh1.128AGAM

6Bdr. Sangkir Garagahan1.031AGAM

7Bamban III Lurah1.164AGAM

8Batang Sianok1.285AGAM

9Batang Lampasi2.18050 Kota

10DI. Batang Tabik1.00750 Kota

Sumber : Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sumatera Barat, 20081.4 Isu-Isu StrategisBeberapa isue strategis yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan wilayah provinsi ini diantaranya :1. Bencana alam baik gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gelombang tinggi telah menimbulkan korban dan kerusakan di beberapa wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini terkait dengan letak geografis Provinsi Sumatera Barat yang potensial terjadinya bencana alam. Gempa bumi terkait dengan kondisi geologi yang berada pada gugus Bukit Barisan dan gunung berapi aktif. Selain itu wilayah Provinsi Sumatera Barat juga terletak pada jalur Patahan Sumatera dan lempeng benua yang rawan terjadinya gempa bumi dan berpotensi terjadinya tsunami.2. Keterpaduan pemanfaatan ruang dengan provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keterpaduan pemanfaatan ruang terutama pola ruang dan prasarana lintas wilayah sehingga tercipta satu kesatuan antar wilayah. Untuk wilayah provinsi Sumatera Barat keterpaduan pola ruang terutama menyangkut fungsi kawasan lindung lintas wilayah seperti Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang mencakup wilayah Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Demikian juga adanya DAS lintas wilayah provinsi seperti DAS Batanghari yang meliputi wilayah Sumatera Barat dan Jambi. Dengan demikian dibutuhkan keterpaduan penataan ruangnya. 3. Sumatera Barat memiliki kultur Minangkabau, dikenal sebagai penganut agama Islam yang kuat dan teguh dengan adat dan tradisi. Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai adalah jati diri masyarakat Minangkabau yang menunjukkan keseimbangan hidup antara agama dan budaya. Islam memberikan sistem bagi prinsip kehidupan yang agamais, sementara sistem adat merupakan implementasi Syara dalam kehidupan social budaya di ranah minang. Mengakomodir konsep filosofis ini dan didorong oleh semangat otonomi, Pemerintah Daerah Sumatera Barat semenjak tahun 2000 telah mencanangkan program Kembali ke Nagari dan Kembali ke Surau dengan dikeluarkanya Perda Nomor 9 Tahun 2000 dan direvisi oleh Perda Nomor 2 Tahun 2007. Pelaksanaan kedua program tersebut secara umum telah berjalan dan pada tahun 2006 telah terdapat 520 nagari yang secara resmi berada dalam struktur pemerintahan. Kembali ke Nagari berimplikasi kepada revitalisasi budaya dan adat Minangkabau. Sementara itu Kembali ke Surau berimplikasi kepada aktualisasi nilai-nilai syara secara komprehensif. 4. Perkembangan sosial ekonomi dan sosial budaya. Kondisi ini terkait dengan pertambahan jumlah penduduk yang membutuhkan tambahan lahan/ruang baik untuk perumahan maupun untuk melakukan aktivitas. Tidak jarang dijumpai aktivitas masyarakat yang tidak memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan, seperti perambahan hutan lindung dan lahan hutan lindung yang seharusnya dilindungi; pemanfaatan lahan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, seperti pemanfatan daerah rawan bencana menjadi kawasan budidaya terutama permukiman, sehingga pada saat terjadi bencana alam timbul korban manusia. Perkembangan sosial ekonomi dan sosial budaya tidak hanya terjadi di wilayah Provinsi Sumatera Barat, namun juga dipengaruhi perubahan yang terjadi di wilayah provinsi lain terutama yang berbatasan langsung.5. Kebijakan politik yang mengakomodasikan perkembangan aspirasi masyarakat, terutama pemekaran wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yang tentunya berpengaruh terhadap perubahan struktur dan pola ruang yang telah ditetapkan. Pemekaran yang dilakukan sampai tahun 2007 meliputi Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Solok Selatan, dan Kota Pariaman.6. Berlakukannya UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka peraturan daerah tentang RTRW perlu dilakukan penyesuaian terhadap UU tersebut. Penyesuaian diantaranya dilakukan terhadap masa berlaku RTRW provinsi dari 15 tahun menjadi 20 tahun, selain beberapa hal prinsip yang perlu disesuaikan dengan UU, seperti perlunya penekanan pola insentif dan disinsentif, penerapan sanksi, proporsi kawasan lindung dalam DAS dan ruang terbuka hijau perkotaan masing-masing paling sedikit 30%, dan perlunya zoning regulation pada kawasan-kawasan strategis. Selain itu PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) juga telah menetapkan struktur ruang yang mengatur sistem perkotaan nasional, dan penetapan pola ruang serta penetapan kawasan strategis nasional di wilayah Provinsi Sumatera Barat tentunya harus dijabarkan lebih lanjut dalam kebijakan penataan ruang Provinsi Sumatera Barat.7. Terjadinya konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan terbangun/non pertanian, pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan, dan perambahan hutan lindung serta kebakaran hutan yang berimplikasi terhadap perekonomian daerah dan menurunnya daya dukung lingkungan. Pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan diluar kehutanan dalam skala besar seperti pertambangan dan perkebunan tentunya perlu disikapi secara bijaksana sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antar sektor. 8. Perkembangan isu Carbon Trade (perdagangan karbon) khususnya bagi kawasan hutan lindung. Isu ini berkembang dari meningkatnya pemanasan global (global worming). Hal ini adanya minat dari beberapa negara industri untuk memberikan kompensasi kepada negara yang memiliki potensi hutan tropis untuk mempertahankan keberadaan kawasan hutan, terutama hutan lindung sebagai bentuk insentif dan disinsentif. Dengan demikian maka Negara Indonesia yang memiliki luas hutan tropis terluas di dunia, termasuk Provinsi Sumatera Barat untuk mensikapi melalui inventarisasi dan penegasan kembali fungsi kawasan lindung dan hutan lindung. 9. Potensi pesisir laut di Provinsi Sumatera Barat yang besar dan cenderung menurun karena pengelolaan yang kurang bijaksana dan pemanfaatannya masih jauh dari harapan. Luas perairan laut provinsi ini 186.500 Km, dan panjang garis pantai sekitar 2.420.388 Km. Potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar baru sekitar 35% yang tereksploitasi. Potensi lain di daerah pesisir yang dapat dimanfaatkan antara lain : Estuaria (daerah pantai pertemuan antara air laut dan air tawar); berpotensi sebagai daerah penangkapan ikan (fishing grounds) yang baik. Hutan mangrove (ekosistem yang tingkat kesuburannya lebih tinggi dari Estuaria); untuk mendukung kelangsungan hidup biota laut. Padang Lamun (tumbuhan berbunga yang beradaptasi pada kehidupan di lingkungan bahari); sebagai habitat utama ikan duyung, bulubabi, penyu hijau, ikan baronang, kakatua dan teripang. Terumbu Karang (ekosistim yang tersusun dari beberapa jenis karang batu tempat hidupnya beraneka ragam biota perairan). Pantai Berpasir (tempat kehidupan moluska) ; memiliki nilai pariwisata terutama pasir putih.1.5 Sistematika Laporan BAB 1PENDAHULUANPada bab ini diuraikan dasar hukum yang melandasi penyusunan RTRW dan gambaran umum wilayah yang berupa potensi dan masalah serta issue yang mengemuka di Provinsi Sumatera Barat.BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG PROVINSI SUMATERA BARATPada bab ini diuraikan tujuan yang akan dicapai dari Rencana Tata Ruang Wilayah, kebijakan dan strategi dalam penataan ruang Provinsi Sumatera Barat menjelang tahun 2028.BAB 3RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARATBab ini menguraikan rencana sistem pusat perkotaaan,rencana sistem jaringan transportasi, rencana sistem jaringan energi, rencana sistem jaringan telekomunikasi, rencana sistem jaringan sumber daya air, dan rencana sistem jaringan lainnya.

BAB 4RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT Pada bab ini diuraikan rencana pemanfaatan ruang kawasan lindung dan pemanfaatan ruang kawasan budidaya wilayah Provinsi Sumatera Barat.BAB 5PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI SUMATERA BARAT Pada bab ini diuraikan mengenai penetapan kawasan strategis yang ada di provinsi Sumatera Barat.BAB 6ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI SUMATERA BARAT Pada bab ini diuraikan arahan prioritas penanganan kawasan dan program pembangunan dalam rangka pemanfaatan ruang kawasan.BAB 7ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI SUMATERA BARAT Pada bab ini diuraikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang meliputi arahan peraturan zonasi, arahan sanksi, arahan insentif dan disinsentif, dan arahan pengenaan sanksi. Hal. 1 - 3