03.buletin-konsumsi
DESCRIPTION
2013TRANSCRIPT
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
KATA PENGANTAR
Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2013 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang
terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun keempat, berisi
informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan
ketersediaan konsumsi per kapita serta konsumsi di negara-negara dunia terutama untuk
komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 4 nomor 2 tahun 2013 ini
disajikan perkembangan konsumsi Beras, Jagung, Bawang Merah, Gula Pasir dan Telur Ayam
Ras sampai dengan data tahun 2012 serta prediksi tahun 2013 dan 2014. Data yang disajikan
dalam buletin ini diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian
Pertanian bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan
Makanan (NBM) Badan Ketahanan Pangan dan website FAO (Food Agriculture
Organization).
Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di
lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.
Jakarta, Juni 2013
Kepala Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian,
Ir. M. Tassim Billah, MSc
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1
BAB I. PENJELASAN UMUM
angan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia, karena
itu pemenuhan atas pangan yang
cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi
setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan
sumberdaya manusia yang berkualitas
untuk melaksanakan pembangunan
nasional.
Kebutuhan pangan merupakan
penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk
konsumsi langsung, kebutuhan industri dan
permintaan lainnya. Konsumsi langsung
adalah jumlah pangan yang dikonsumsi
langsung oleh masyarakat.
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan kesejahteraan masyarakat,
maka kebutuhan terhadap jenis dan
kualitas produk makanan juga semakin
meningkat dan beragam. Oleh karena itu
salah satu target Kementerian Pertanian
tahun 2010 - 2014 adalah peningkatan
diversifikasi pangan, terutama untuk
mengurangi konsumsi beras dan terigu.
Selama tahun 2010-2014, konsumsi beras
ditargetkan turun 1,5% per tahun yang
diimbangi dengan peningkatan konsumsi
umbi-umbian, pangan hewani, buah-
buahan dan sayuran. Selain itu juga
diupayakan tercapainya pola konsumsi
pangan beragam, bergizi, seimbang dan
aman yang tercermin oleh meningkatnya
skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4
pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun
2014 (Renstra Kementerian Pertanian,
2010).
Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
2010 2011 2012 2013 2014
Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0
Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8
Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5
Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0
Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0
Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9
Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0
Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8
Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0
SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3
TAHUNMAKANAN
Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010
P
-
Buletin Konsumsi Pangan
2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
1.1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam buletin
ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas, BPS), Neraca
Bahan Makanan (NBM-BKP) dan website
FAO (Food Agriculture Organization).
Sejak tahun 2011, BPS melaksana-
kan Susenas setiap triwulan, namun dalam
publikasi buletin ini digunakan data hasil
Susenas Bulan Maret, dengan meng-
gunakan kuesioner modul konsumsi/
pengeluaran rumah tangga. Susenas bukan
merupakan data konsumsi pangan riil,
tetapi data pengeluaran pangan yang
dikonversi ke kuantitas pangan dan energi
zat gizi. Pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara dengan kepala rumah
tangga dengan cara mengingat kembali
(recall) seminggu yang lalu pengeluaran
untuk makanan dan sebulan untuk
konsumsi bukan makanan. Data
konsumsi/pengeluaran yang dikumpulkan
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1)
pengeluaran makanan (215 komoditas yang
dikumpulkan kuantitas dan nilai rupiahnya)
dan (2) pengeluaran konsumsi bukan
makanan (yang dikumpulkan nilai
rupiahnya, kecuali listrik, gas, air dan BBM
dengan kuantitasnya).
Neraca Bahan Makanan (NBM)
memberikan informasi tentang situasi
pengadaan/penyediaan pangan, baik yang
berasal dari produksi dalam negeri, impor-
ekspor dan stok serta penggunaan pangan
untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan
untuk industri, serta informasi ketersediaan
pangan untuk konsumsi penduduk suatu
negara/wilayah dalam kurun waktu
tertentu. Cara perhitungan NBM adalah
sebagai berikut :
1. Penyediaan (supply) :
Ps = P- St + I E dimana :
Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi St = stok akhir stok awal I = Impor E = ekspor
2. Penggunaan (utilization)
Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K
dimana : Pg = total penggunaan
Pk = pakan Bt = bibit Id = industri
Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan.
Untuk komponen pakan dan tercecer
dapat digunakan besaran konversi
persentase terhadap penyedian dalam
negeri, seperti pada Tabel 1.2.
3. Ketersediaan pangan per kapita,
diperoleh dari ketersediaan dibagi
dengan jumlah penduduk pertengahan
tahun. Pada perhitungan prediksi tahun
2013 dan 2014 digunakan data jumlah
penduduk hasil estimasi BPS, angka
jumlah penduduk pada tahun 2012
sebesar 244.215 juta jiwa. Jumlah
penduduk tahun berikutnya meng-
gunakan asumsi laju pertumbuhan
sebesar 1,30% per tahun.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3
Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan
(persentase terhadap penyediaan dalam negeri)
Pakan 0,17
Tercecer 2,50
Pakan 6,00
Tercecer 5,00
Bibit 0,24
Tercecer 8,36
Gula Pasir Tercecer 0,98
Telur Ayam Ras Tercecer 2,05
Bawang Merah
Komoditas KomponenAngka Konversi
(%)
Beras
Jagung
Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan
1.2. Ruang Lingkup Publikasi
Pada edisi volume 4 no. 2 tahun
2013 disajikan informasi perkembangan
konsumsi rumah tangga per kapita per
tahun, ketersediaan konsumsi per kapita
per tahun dan prediksi 2 tahun ke depan
tahun 2013 dan 2014 serta konsumsi di
negara-negara di dunia untuk komoditas
yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Komoditas yang dianalisis antara lain beras,
jagung, bawang merah, gula pasir dan telur
ayam ras.
Model terpilih dalam melakukan prediksi
data konsumsi per kapita adalah sebagai
berikut.
Tabel 1.3. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per tahun beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas
Uraian Beras Jagung BasahJagung
Pocelan
Bawang
MerahGula pasir
Telur Ayam
Ras
Model terpilih SES Tren Kuadratik Linear DES Trend Analisis Linear
MAPE 1,7547 21,3343 14,1447 8,3016 3,1224 9,7680
MAD 1,7202 0,0040 0,0071 0,2 0,0471 0,3810MSD 4,4682 0,0000 0,0001 0,1 0,0034 0,2420
Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation
SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation
DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage
MAPE : Mean Absolute Percentage Error
-
Buletin Konsumsi Pangan
4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 1.4. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan
berdasarkan data Neraca Bahan Makanan
Padi
Gagang/GabahBeras Jagung Basah Jagung
Bawang
MerahGula Pasir
Telur Ayam
Ras
Model Eksponen Linier Linier DES
MAPE 29,7 10 15 12,87
MAD 85,6 1186 269 61,73
MSD 12861,6 1723895 103439 7467
Model DES DES Linier Tren Kuadratik
MAPE 310 79 44,797 56
MAD 1,057 519 15,334 490
MSD 1,745 506570 353,033 384791
Model SES DES Linier
MAPE 93,4 48,332 15,7
MAD 56,1 2,432 0,28
MSD 17179,7 14,137 0,23
Model Tren Kuadratik Tren Kuadratik
MAPE 115 27
MAD 541 279
MSD 419,778 1432
PakanPersentase 0,44% dari total
penyediaan
0,17% dari total
penyediaan -
6,00% dari total
penyediaan - - -
TercecerPersentase
5,4% dari total
penyediaan
2,50% dari total
penyediaan -
5,00% dari total
penyediaan
8,36% dari total
penyediaan
0,98% dari total
penyediaan
2,05% dari total
penyediaan
Model SES SESMAPE 9,17 8,1755MAD 51,92 7,8037MSD 5,473 86,7082
Persentase
MAPE
MAD
MSD
Model Trend Eksponensial S,Curve Linier
MAPE 121,439 50 37
MAD 62,9504 865 1715MSD 6716,38 1414649 4849
Model EksponenMAPE 25,04MAD 62,83MSD 9666,52
Konversi 62,74 %
dari masukanKeluaran
Impor
Ekspor
Stok
Bibit
Diolah untuk
Makanan
Uraian
Diolah untuk
Bukan
Makanan
64,56 dari
masukan
Bahan
Makanan
0,24% dari total
penyediaan
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5
BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA
2.1. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia
Sesuai hukum ekonomi yang
dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu
bila selera tidak berbeda maka persentase
pengeluaran untuk makanan menurun
dengan semakin meningkatnya pendapatan.
Hal ini dapat digunakan dalam meng-
gambarkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data Susenas,
pengeluaran penduduk Indonesia untuk
makanan dan non makanan selama tahun
2002 - 2012 menunjukkan pergeseran,
pada awalnya persentase pengeluaran
untuk makanan lebih besar dibandingkan
pengeluaran untuk non makanan, namun
mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran,
dimana persentase pengeluaran non
makanan seimbang dengan pengeluaran
makanan terhadap total pengeluaran
penduduk Indonesia per kapita per tahun.
Persentase untuk makanan pada tahun
2002 sebesar 58,47% dan non makanan
sebesar 41,53% sedangkan pada tahun
2012 persentase untuk makanan menjadi
51,08% dan non makanan sebesar 48,92%,
seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
(%)
Makanan Non Makanan
Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun 2002 2012
Persentase pengeluaran penduduk
Indonesia untuk makanan tahun 2012
terbesar adalah pengeluaran untuk
makanan dan minuman jadi yaitu sebesar
24,90%, disusul padi-padian sebesar
17,90%, tembakau dan sirih sebesar
12,07%, ikan sebesar 8,22%, sayur-
sayuran sebesar 7,40%, telur dan susu
sebesar 5,88%, sementara kelompok
makanan lainnya kurang dari 5% (Gambar
2.2.)
-
Buletin Konsumsi Pangan
6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
20,61%
1,14%
7,94%
3,96%
6,03%
7,87%2,99%5,20%
3,42%4,48%
2,24%
2,72%
21,28%
10,10%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih
17,90%
0,86%
8,22%
4,04%
5,88%
7,40%2,61%
4,77%3,82%3,38%
1,99%
2,15%
24,90%
12,07%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih
Tahun 2007 Tahun 2012
Gambar 2.2. Persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan Tahun 2007 dan 2012
2.2. Perkembangan Konsumsi Kalori & Protein Masyarakat Indonesia
Berdasarkan data Susenas,
konsumsi kalori dan protein penduduk
Indonesia memperlihatkan adanya
perubahan dari tahun 2011 dan 2012. Pada
Tabel 2.1 menunjukan adanya penurunan
konsumsi kalori dan protein pada tahun
2012 dibandingkan tahun 2011. Pada
tahun 2011 rata-rata konsumsi kalori
penduduk Indonesia sebesar 1.952,01 kkal,
sedangkan pada tahun 2012 menjadi
1.852,64 kkal atau turun sebesar 99,37
kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi
pada makanan dan minuman jadi yaitu
sebesar 38,80 kkal dan padi-padian
sebesar 24,17 kkal, disusul kemudian
bahan minuman dan umbi-umbian masing-
masing sebesar 13,67 kkal dan 12,44 kkal.
Tabel. 2.1. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut
kelompok makanan, Maret 2011 dan Maret 2012
2011 2012 Perubahan 2011 2012 Perubahan
1 Padi-padian 919,09 894,92 -24,17 21,56 21,00 -0,56
2 Umbi-Umbian 43,49 31,05 -12,44 0,36 0,27 -0,09
3 Ikan 47,83 45,19 -2,64 8,02 7,49 -0,53
4 Daging 44,71 52,52 7,81 2,75 2,92 0,17
5 Telur dan susu 55,97 48,89 -7,08 3,25 2,94 -0,31
6 Sayur-sayuran 37,40 37,54 0,14 2,43 2,40 -0,03
7 Kacang-kacangan 54,17 52,54 -1,63 5,17 5,00 -0,17
8 Buah-buahan 39,44 37,11 -2,33 0,42 0,44 0,02
9 Minyak dan lemak 232,03 238,25 6,22 0,31 0,27 -0,04
10 Bahan minuman 97,69 84,02 -13,67 1,07 0,86 -0,21
11 Bumbu-bumbuan 16,14 13,41 -2,73 0,69 0,58 -0,11
12 Konsumsi lainnya 59,70 51,65 -8,05 1,21 1,04 -0,17
13 Makanan dan minuman jadi 304,35 265,55 -38,80 9,01 7,93 -1,08
Jumlah 1.952,01 1.852,64 -99,37 56,25 53,14 -3,11
Kelompok BarangNo.ProteinKalori
Sumber: Susenas, BPS
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7
47,08%
2,23%
2,45%
2,29%
2,87%
1,92%
2,78%
2,02%11,89%5,00%0,83%
3,06%
15,59%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
48,31%
1,68%
2,44%
2,83%
2,64%
2,03%
2,84%2,00%12,86%4,54%
0,72%
2,79%
14,33%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
39,52%0,51%
14,09%
5,49%
5,53%
4,52%
9,41%0,83%0,51%1,62%
1,09%
1,96%
14,92%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
38,33%0,64%
14,26%
4,89%
5,78%
4,32%
9,19%0,75%0,55%1,90%
1,23%
2,15%
16,02%
Padi-padian Umbi-Umbian Ikan
Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak
Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya
Makanan dan minuman jadi
Pada tahun 2012 rata-rata
konsumsi protein penduduk Indonesia
sebesar 53,14 gram atau turun 3,11 gram
dari tahun 2011 yang sebesar 56,25 gram
(Tabel 2.1). Penurunan konsumsi protein
tertinggi terjadi pada makanan dan
minuman jadi sebesar 1,08 gram, diikuti
penurunan konsumsi protein pada komoditi
padi-padian (0,56 gram), ikan (0,53 gram),
telur dan susu (0,31 gram), serta yang
lainnya masing-masing dibawah 0,20 gram.
Sementara itu, apabila dilihat persentase
perubahan konsumsi kalori dan protein
penduduk Indonesia tahun 2011 dan 2012
terjadi peningkatan untuk konsumsi kalori
dan protein pada kelompok padi-padian
dan kacang-kacangan, hal ini secara rinci
dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar
2.4.
Tahun 2011 Tahun 2012
Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2011 dan 2012
Tahun 2011 Tahun 2012
Gambar 2.4. Persentase konsumsi protein penduduk Indonesia Tahun 2011 dan 2012
-
Buletin Konsumsi Pangan
8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
BAB III. BERAS
eras merupakan kebutuhan
pangan pokok bagi lebih dari
90% penduduk Indonesia.
Berdasarkan data hasil SUSENAS - BPS,
konsumsi beras per kapita cenderung
menurun yakni dari 107,71 kg/kapita/tahun
pada tahun 2002 menjadi 97,65
kg/kapita/tahun pada tahun 2012 (Susenas
BPS, 2002 dan 2012). Produksi beras
dalam negeri dari tahun ke tahun terus
meningkat, walaupun mempunyai
kecenderungan laju pertumbuhannya
melandai. Di sisi lain, pertumbuhan
penduduk Indonesia melaju dengan cepat,
yakni 1,49% per tahun pada periode tahun
1990-2000 (Statistik Indonesia 2000, BPS)
dan untuk tahun 2013 dengan laju
pertumbuhan sebesar 1,3% per tahun.
Dengan kenyataan ini maka total konsumsi
domestik beras Indonesia akan terus
meningkat walaupun per kapitanya
menunjukkan penurunan.
Dalam tulisan ini akan diulas keragaan dan
prediksi konsumsi beras hasil SUSENAS -
BPS, serta ketersediaan beras hasil
perhitungan NBM, Kementan. Konsumsi
beras menurut SUSENAS dibedakan dalam
wujud beras dan makanan jadi berbahan
dasar beras. Wujud makanan jadi
berbahan dasar beras kemudian dikonversi
ke dalam wujud beras menggunakan faktor
konversi yang bersumber dari hasil Studi
PSKPG-IPB, guna memperoleh total
konsumsi beras.
3.1. Perkembangan dan Prediksi
Konsumsi Beras dalam Rumah Tangga di Indonesia
Cakupan data konsumsi menurut
hasil SUSENAS - BPS merupakan konsumsi
dalam wujud beras dan makanan olahan
berbahan dasar beras di dalam rumah
tangga. Guna mendapatkan angka
konsumsi total beras, maka makanan
olahan berbahan dasar beras dikonversi ke
wujud asal beras dengan faktor konversi
menurut Pusat Studi Keanekaragaman
Pangan dan Gizi, IPB (PSKPG-IPB) seperti
tersaji pada Tabel 3.1.
B
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9
Tabel 3.1. Besaran konversi makanan jadi berbahan dasar beras ke bentuk asal beras
No Jenis Pangan SatuanKonversi
(gram)
Konversi ke
bentuk asal
Bentuk
konversi
1 Beras kg 1000 1 Beras
2 Beras Ketan kg 1000 1 Beras
3 Tepung beras kg 1000 1,01 Beras
4 Lainnya padi-padian kg 1000 1 Beras
5 Bihun ons 100 1 Beras
6 Bubur bayi kemasan 150 gr 150 1 Beras
7 Lainnya konsumsi lainnya - 100 1 Beras
8 Kue basah buah 30 0,4 Beras
9 Nasi campur/rames porsi 500 0,5 Beras
10 Nasi goreng porsi 250 0,5 Beras
11 Nasi putih porsi 200 0,5 Beras
12 Lontong/ketupat sayur porsi 350 0,25 Beras
Sumber : Studi PSKPG, IPB
Total konsumsi beras dalam rumah
tangga selama periode tahun 2002 2012
cenderung mengalami penurunan dari
tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2003,
2008 dan 2011 mengalami peningkatan
masing-masing sebesar 0,65%, 4,84% dan
2,11% dibandingkan tahun sebelumnya.
Rata-rata konsumsi beras dalam rumah
tangga selama periode 2002 - 2012
sebesar 1,99 kg/kapita/minggu atau setara
dengan 103,71 kg/kapita/tahun dengan
laju penurunan rata-rata sebesar 0,94%
per tahun. Konsumsi beras tertinggi terjadi
pada tahun 2003 yang mencapai 108,41
kg/kapita/tahun. Setelah itu, konsumsi
beras cenderung terus mengalami
penurunan hingga pada tahun 2012,
menjadi sebesar 97,65 kg/kapita/tahun.
Perkembangan konsumsi beras total per
kapita dari tahun 2002 2012 disajikan
pada Tabel 3.2.
-
Buletin Konsumsi Pangan
10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 2012 serta prediksi 2013 2014
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 2,0656 107,7057
2003 2,0789 108,4018 0,65
2004 2,0520 106,9991 -1,29
2005 2,0190 105,2770 -1,61
2006 1,9945 103,9980 -1,21
2007 1,9188 100,0507 -3,80
2008 2,0116 104,8909 4,84
2009 1,9603 102,2146 -2,55
2010 1,9321 100,7453 -1,44
2011 1,9728 102,8661 2,11
2012 1,8727 97,6455 -5,08
Rata-rata 1,9889 103,7086 -0,94
2013 *) 1,8680 97,4046 -0,25
2014 *) 1,8669 97,3443 -0,06
TahunKonsumsi Pertumbuhan
(%)
Sumber : Susenas, BPS
Keterangan : *) Angka prediksi Pusdatin
Sejalan dengan penurunan
konsumsi beras pada tahun tahun
sebelumnya, maka pada tahun 2013
diprediksikan masih akan terjadi penurunan
konsumsi per kapita beras. Berdasarkan
hasil prediksi, konsumsi beras tahun 2013
diperkirakan sebesar 97,40 kg/kapita/thn
atau turun sebesar 0,25% dibandingkan
tahun 2012. Demikian pula, pada tahun
2014, konsumsi beras per kapita
diprediksikan masih akan turun sebesar
0,06% dibandingkan tahun 2013 atau
menjadi sebesar 97,34 kg/kapita.
Keragaan konsumsi beras tahun 2002
2012 serta prediksi tahun 2013 - 2014
secara lengkap tersaji pada Tabel 3.2 dan
Gambar 3.1.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11
90,00
92,00
94,00
96,00
98,00
100,00
102,00
104,00
106,00
108,00
110,00
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
*)
20
14
*)
(kg/kapita)
Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi beras dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 2014
3.2. Perkembangan serta Prediksi
Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Padi di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan
Neraca Bahan Makanan (NBM) komoditas
padi, komponen penyediaan terdiri dari
produksi ditambah impor dan dikurangi
ekspor dan perubahan stok, sementara
komponen penggunaan adalah untuk bibit,
pakan, diolah sebagai bahan makanan, dan
tercecer. Penyediaan padi dalam wujud
gabah kering giling (GKG) di Indonesia
seluruhnya bisa dipasok dari produksi
dalam negeri, walaupun ada realisasi impor
namun dalam kuantitas yang sangat kecil
karena hanya digunakan sebagai
penyangga ketersediaan dalam negeri atau
digunakan sebagai bibit.
Produksi padi dalam wujud GKG
dari tahun 2009 hingga 2012 (Angka
Sementara, BPS) relatif berfluktuasi namun
menunjukkan pola meningkat dengan rata-
rata sebesar 2,38% per tahun, yakni dari
64,4 juta ton pada tahun 2009 menjadi
69,05 juta ton pada tahun 2012. Selama
periode tahun 2009 2012 tersebut
terdapat realisasi impor gabah yang
dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas
yang relatif kecil yakni berkisar antara 4
6 ribu ton, sementara tidak ada realisasi
ekspor serta tidak ada stok dalam wujud
gabah. Oleh karenanya, penyediaan gabah
dalam negeri hanya dihitung dari besarnya
produksi ditambah impor atau sebesar
64,41 juta ton pada tahun 2009 dan
meningkat menjadi 69,05 juta ton pada
tahun 2012.
Ketersediaan data penggunaan
gabah hasil perhitungan NBM adalah
hingga tahun 2012 (Angka Sementara),
-
Buletin Konsumsi Pangan
12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
pada periode tahun 2009 2012, dari
jumlah penyediaan gabah domestik
tersebut sekitar 0,44% digunakan untuk
pakan, sekitar 5,4% tercecer, serta sekitar
1% untuk bibit, sehingga 93,16% tersedia
sebagai bahan makanan atau dikonversi ke
wujud beras. Dengan faktor konversi
seperti tersebut diatas maka fluktuasi
penyediaan gabah yang siap dikonversi
menjadi beras sangat bergantung pada
fluktuasi produksi gabah nasional. Pada
tahun 2009, jumlah penyediaan gabah
yang siap dikonversi menjadi beras untuk
bahan makanan sebesar 60,03 juta ton,
dan meningkat menjadi 64,35 juta ton
pada tahun 2012 (Tabel 3.3).
Tabel 3.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan padi tahun 2009-2011 serta prediksi tahun 2012 2014
2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)
A. Penyediaan (000 ton) 64.405 66.474 65.763 69.051 68.607 68.643
1. Produksi
- Masukan
- Keluaran 64.399 66.469 65.757 69.045 68.601 68.637
2. Impor 6 4 6 6 6 6
3. Ekspor 0 0 0 0 0 0
4. Perubahan Stok - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 64.405 66.474 65.763 69.051 68.607 68.643
1. Pakan 283 292 289 304 302 302
2. Bibit 610 701 658 668 666 666
3. Diolah untuk :
- Makanan 60.033 61.891 61.264 64.350 63.934 63.968
- Bukan makanan 0 0 0 0 0 0
4. Tercecer 3.478 3.590 3.551 3.729 3.705 3.707
C. Ketersediaan
Bahan Makanan (000 ton) 0 0 0 0 0 0
Ketersediaan (kg/kapita/tahun) - - - - - -
Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
Prediksi produksi padi (GKG) yang
dilakukan oleh Pusdatin, menunjukkan
bahwa pada tahun 2013 produksi padi
(GKG) sedikit naik menjadi 68,6 juta ton
dan kembali naik pada tahun 2014 menjadi
68,64 juta ton. Dengan asumsi besaran
impor gabah sama seperti tahun-tahun
sebelumnya dan tidak ada realisasi ekspor,
maka pada tahun 2013, ketersediaan padi
diprediksi masih berkisar pada besaran
tersebut di atas. Dengan besaran konversi
penggunaan padi untuk untuk pakan, bibit
dan tercecer yang masih tetap seperti
tahun-tahun sebelumnya maka besarnya
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13
gabah yang dapat digunakan untuk diolah
menjadi beras diprediksikan menjadi
sebesar 63,93 juta ton pada tahun 2013
dan meningkat menjadi 63,97 juta ton
pada tahun 2014 (Tabel 3.3).
3.3. Perkembangan dan Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan
Ketersediaan per kapita Beras di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan NBM
gabah seperti tersaji pada Tabel 3.3, maka
besaran gabah yang siap diolah sebagai
bahan makanan akan menjadi produksi
masukan pada penyediaan beras seperti
tersaji pada Tabel 3.4. Kemudian, masukan
yang berupa gabah menghasilkan keluaran
berupa beras dengan menggunakan faktor
konversi dari gabah ke beras sebesar
62,74%. Oleh karennya, berdasarkan
keragaan data pada Tabel 3.3 telah
diperoleh keluaran beras hingga tahun
2012 serta prediksi tahun 2013 2014.
Komponen total penyediaan beras
merupakan angka produksi keluaran beras
ditambah impor, dikurangi ekspor dan
perubahan stok pada tahun yang
bersangkutan. Data ekspor dan impor
tersedia hingga tahun 2012, sementara
perubahan stok baru tersedia hingga tahun
2011, dan kemudian dilakukan prediksi
hingga 2014.
Pada tahun 2009, masukkan berupa
gabah sebesar 60,03 juta ton
menghasilkan keluaran berupa beras
sebesar 37,67 juta ton, kemudian ditambah
impor beras sebesar 245 ribu ton,
dikurangi ekspor sebesar 2 ribu ton dan
dikurangi perubahan stok sebesar 448 ribu
ton, sehingga total ketersediaan beras
tahun 2009 mencapai 37,46 juta ton.
Setelah periode tahun 2009, impor beras
Indonesia menunjukkan pola meningkat
hingga menjadi sebesar 2,41 juta ton pada
tahun 2012, serta diprediksikan menjadi
sebesar 2,47 juta ton pada tahun 2013 dan
kembali naik menjadi 2,64 juta ton pada
tahun 2014. Sementara, ekspor beras
diprediksikan relatif stabil dan dalam
kuantitas yang sangat kecil sebesar 1 ribu
ton hingga 2014, serta angka perubahan
stok yang sangat berfluktuatif. Oleh
karenanya, total penyediaan beras
Indonesia terus mengalami peningkatan,
yakni menjadi sebesar 41,52 juta ton pada
tahun 2012 dan dan diprediksikan terus
mengalami peningkatan menjadi sebesar
42,27 juta ton pada tahun 2014.
Total penggunaan beras pada
perhitungan NBM adalah untuk pakan,
tercecer, diolah untuk industri bukan
makanan serta sisanya digunakan sebagai
ketersediaan untuk bahan makanan.
Penghitungan penggunaan beras untuk
pakan dan tercecer menggunakan faktor
konversi masing-masing sebesar 0,17%
dan 2,5% terhadap total penyediaan beras.
Total penggunaan beras pada tahun 2009
sebesar 64 ribu ton untuk pakan ternak, 18
ribu ton sebagai bahan baku industri bukan
makanan, serta 936 ribu ton merupakan
-
Buletin Konsumsi Pangan
14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
jumlah beras yang tercecer. Yang
dimaksud dengan beras tercecer adalah
sejumlah beras yang tercecer pada saat
produksi hingga beras tersebut tersedia di
tingkat pedagang pengecer. Selisih total
penyediaan dengan total penggunaan
untuk pakan, tercecer dan bahan baku
industri bukan makanan merupakan
kuantitas beras yang tersedia untuk bahan
makanan. Pada tahun 2009, ketersediaan
beras untuk bahan makanan mencapai
36,44 juta ton. Karena penggunaan beras
untuk pakan dan tercecer menggunakan
faktor konversi yang tetap, sementara
kuantitas yang diolah untuk industri bukan
makanan relatif kecil, maka setelah tahun
2009 pola peningkatan ketersediaan beras
untuk bahan makanan mengikuti pola
peningkatan penyediaan beras.
Selanjutnya, pada tahun 2012 - 2014,
penggunaan beras untuk bahan makanan
Indonesia juga diprediksikan masih terus
mengalami peningkatan dari 40,35 juta ton
tahun 2012 menjadi 41,11 juta ton di
tahun 2014 (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Penyediaan dan Penggunaan Beras Tahun 2009 - 2011 serta Prediksi Tahun 2012 2014
2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)
A. Penyediaan (000 ton) 37.459 40.239 41.073 41.517 42.165 42.269
1. Produksi
- Masukan 60.033 61.891 61.264 64.350 63.934 63.968
- Keluaran 37.665 38.830 38.437 40.373 40.112 40.134
2. Impor 245 683 2.745 2.405 2.473 2.637
3. Ekspor 2 - 1 1 1 1
4. Perubahan Stok 448 -726 108 1.261 419 500
B. Penggunaan (000 ton) 1.018 1.100 1.120 1.165 1.157 1.159
1. Pakan 64 68 70 73 72 73
2. Bibit - - - 0 0 0
3. Diolah untuk :
- Makanan - - - - - -
- Bukan makanan 18 25 23 23 20 17
4. Tercecer 936 1.006 1.027 1.069 1.065 1.069
C. Ketersediaan
Bahan Makanan (000 ton) 36.441 39.139 39.953 40.352 41.008 41.110
Ketersediaan per kapita per tahun (Kg) 157,50 162,08 163,02 165,23 165,76 166,18
Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15
152,00
154,00
156,00
158,00
160,00
162,00
164,00
166,00
168,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(kg/kapita/tahun)
Gambar 3.2. Perkembangan Ketersediaan Beras per Kapita, Tahun 2002 2011
serta Prediksi Tahun 2012 2014
Ketersediaan per kapita merupakan
rasio dari jumlah beras yang tersedia dan
siap dikonsumsi sebagai bahan makanan
dengan jumlah penduduk. Perkembangan
ketersediaan beras per kapita tahun 2009
2011 dan prediksi tahun 2012 - 2014
tersaji pada Gambar 3.2. Ketersediaan
beras per kapita berdasarkan NBM 2009
adalah sebesar 157,5 kg/kapita/thn, dan
meningkat pada tahun 2011 menjadi
sebesar 163,02 kg/kapita/tahun atau
meningkat dengan rata-rata sebesar
1,74% selama kurun waktu 3 tahun
tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya
diprediksikan masih akan mengalami
peningkatan hingga pada tahun 2014
diproyeksikan mencapai 166,18
kg/kapita/th (Gambar 3.2 dan Tabel 3.4).
3.4. Perbandingan Konsumsi
(Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia
Pada Tabel 3.5 terlihat data konsumsi
per kapita beras berdasarkan hasil
Susenas, BPS serta data ketersediaan per
kapita beras berdasarkan perhitungan
NBM, Kementerian Pertanian. Data
Susenas mengekspresikan kuantitas yang
benar-benar dikonsumsi per kapita
penduduk Indonesia, sementara data NBM
mengekspresikan jumlah ketersediaan
beras setelah memperhitungkan jumlah
penduduk pada setiap tahunnya.
Berdasarkan keragaan data pada
Tabel 3.5 terlihat bahwa jumlah beras yang
tersedia untuk dikonsumsi lebih tinggi dari
besaran yang benar-benar dikonsumsi. Hal
ini merupakan hal yang sangat wajar
dimana jumlah beras yang disediakan
logikanya lebih besar dari jumlah riil yang
-
Buletin Konsumsi Pangan
16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
akan dikonsumsi. Perbedaan angka
konsumsi riil (Susenas) dengan
ketersediaan untuk konsumsi (NBM) pada
periode 2009 2011 berturut-turut adalah
55,29 kg/kapita, 61,33 kg/kapita dan 60,15
kg/kapita. Pada periode tahun berikutnya
diprediksikan sebesar 67,58 kg/kapita pada
tahun 2012, dan terus mengalami
peningkatan hingga menjadi 68,83
kg/kapita pada tahun 2014. Hal ini diduga
digunakan pada sektor industri, rumah
makan, hotel dan restoran.
Tabel 3.4. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) Beras di Indonesia, 2009 2014
2009 2010 2011 2012 2013*) 2014*)
1 Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 102,21 100,75 102,87 97,65 97,40 97,34
2 Ketersediaan, NBM 157,50 162,08 163,02 165,23 165,76 166,18
3 Selisih **) 55,29 61,33 60,15 67,58 68,36 68,83
Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKPKeterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin **) diperkirakan diolah lebih lanjut pada sektor industri dan makanan jadi lainnya
No UraianTahun (kg/kapita/tahun)
3.5. Penyediaan Beras di beberapa negara di Dunia
Menurut data FAO, penyediaan beras
terbesar di dunia didominasi oleh negara-
negara di Asia dimana bahan pangan
pokok penduduknya dominan adalah beras,
dengan jumlah penduduk yang relatif
besar. Cina merupakan negara dengan
total penyediaan beras terbesar di dunia
yakni pada periode tahun 2005-2009
mencapai 102,97 juta ton per tahun atau
29,65% dari total penyediaan beras dunia.
Disusul kemudian oleh India dengan rata-
rata penyediaan sebesar 82,18 juta ton
atau 23,67% dari total penyediaan di
dunia. Indonesia menempati urutan ketiga
dalam penyediaan beras di dunia
mengingat lebih dari 90% penduduk
Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
bahan pangan pokoknya yakni mencapai
33,56 juta ton atau 9,66% dari total
penyediaan beras dunia. Disusul kemudian
oleh Bangladesh dengan rata-rata
persediaan beras sebesar 24,63 juta ton
atau 7,09% dari total ketersediaan beras
dunia. Negara-negara berikutnya adalah
Vietnam, Phillipina, Thailand, Jepang,
Myanmar, dan Brazil dengan total
penyediaan beras masing-masing di
bawah 4%. Kontribusi negara-negara
dengan penyediaan beras terbesar di dunia
tahun 2005 2009 disajikan pada Tabel
3.5 dan Gambar 3.3.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17
Tabel 3.5. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia, 2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 China 102.128 102.609 102.623 103.204 104.260 102.965 29,65
2 India 80.670 80.896 80.625 86.323 82.380 82.179 23,67
3 Indonesia 31.370 31.538 33.374 35.061 36.441 33.557 9,66
4 Bangladesh 23.888 24.300 25.159 24.294 25.485 24.625 7,09
5 Vietnam 11.974 11.986 12.171 12.455 12.271 12.171 3,51
6 Philippina 10.345 10.555 11.427 11.835 11.311 11.095 3,20
7 Thailand 7.969 8.108 8.056 8.479 9.141 8.351 2,40
8 Jepang 7.187 7.148 7.176 6.900 6.832 7.049 2,03
9 Myanmar 6.765 6.803 6.673 6.678 6.700 6.724 1,94
10 Brazil 7.305 6.519 6.318 6.379 6.688 6.642 1,91
Lainnya 49.797 52.667 51.768 52.006 53.093 51.866 14,94
Total dunia 339.399 343.128 345.370 353.613 354.603 347.223 100,00
Sumber: FAO, diolah Pusdatin
NegaraTotal Penyediaan (000 Ton) Rata-rata
2005-2009
Share
(%)No
China29,65% India
23,67%
Indonesia9,66%
Bangladesh7,09%Vietnam
3,51%Philippina3,20%
Thailand2,40%
Jepang2,03%
Myanmar1,94%
Brazil1,91%
Lainnya14,94%
Gambar 3.3. Negara dengan penyediaan beras terbesar di dunia,
rata-rata 2005 - 2009
3.6. Ketersediaan Beras per Kapita
per Tahun di Dunia
Menurut data dari FAO, penyediaan
beras per kapita di negara-negara Asia
cukup dominan, khususnya Asia Tenggara
yang memang menjadikan beras sebagai
bahan pangan pokok penduduknya.
Berdasarkan data rata-rata selama lima
tahun (2005-2009), tercatat bahwa
Bangladesh merupakan negara dengan
penyediaan beras per kapita terbesar di
dunia yakni mencapai 171,14
kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Rep.
Demokratik Laos dan Kamboja masing-
masing sebesar 163,48 kg/kapita/tahun
dan 159,08 kg/kapita/tahun. Indonesia
menduduki urutan keempat sebagai negara
dengan penyediaan beras terbesar di dunia
-
Buletin Konsumsi Pangan
18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
dengan rata-rata tahun 2005 2009
sebesar 148,62 kg/kapita/tahun. Dua
negara berikutnya yakni Myanmar dan
Vietnam dengan rata-rata penyediaan
beras per kapita masing-masing sebesar
143,28 kg/kapita/tahun dan 143,18
kg/kapita/tahun. Selanjutnya adalah
Phillipina, Thailand, Madagaskar, dan
Srilanka dengan peryediaan beras per
kapita masing-masing sebesar 125,10
kg/kapita/tahun, 123,20 kg/kapita/tahun,
104,36 kg/kapita/tahun, dan 99,18
kg/kapita/tahun. Rata-rata penyediaan
beras di sepuluh negara tersebut jauh
berada di atas rata-rata penyediaan
negara-negara di dunia yang hanya
sebesar 29,36 kg/kapita/tahun.
Perkembangan ketersediaan beras per
kapita di negara-negara di dunia tahun
2005 2009 secara lengkap disajikan pada
Tabel 3.6 dan Gambar 3.4.
Tabel 3.6. Ketersediaan beras per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 Bangladesh 169,90 170,70 174,80 167,00 173,30 171,14
2 Rep. Dem. Laos 163,00 164,10 160,90 163,90 165,50 163,48
3 Kamboja 157,20 158,40 159,30 160,20 160,30 159,08
4 Indonesia 142,69 141,59 147,91 153,42 157,50 148,62
5 Myanmar 146,10 146,00 142,20 141,30 140,80 143,28
6 Viet Nam 144,00 142,60 143,20 144,90 141,20 143,18
7 Philippina 120,90 121,20 128,90 131,20 123,30 125,10
8 Thailand 119,50 120,50 118,80 124,20 133,00 123,20
9 Madagascar 103,50 103,80 104,50 104,50 105,50 104,36
10 Sri Lanka 96,60 97,10 97,90 100,50 103,80 99,18
Rata-rata dunia 29,37 29,39 29,34 29,61 30,09 29,56Sumber: FAO, diolah Pusdatin
NegaraKetersediaan per kapita (kg/kapita) Rata-rata
2005-2009No
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
Bang
lade
sh
Rep.
Dem
. La
os
Kam
boja
Indo
nesia
Mya
nmar
Viet
Nam
Phili
ppin
a
Thai
land
Mad
agas
car
Sri L
anka
(Kg/kap/th)
Gambar 3.4. Perkembangan ketersediaan beras per kapita di beberapa negara di dunia, rata-rata 2005 - 2009
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19
BAB IV. JAGUNG
agung-sweet corn (Zea mays L.)
merupakan salah satu tanaman
pangan dunia yang terpenting,
selain gandum dan padi. Sebagai sumber
karbohidrat utama di Amerika Tengah dan
Selatan, jagung juga menjadi alternatif
sumber pangan di Amerika Serikat.
Penduduk beberapa daerah di Indonesia
(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara)
juga menggunakan jagung sebagai pangan
pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat,
jagung juga ditanam sebagai pakan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil
minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari
bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung
atau maizena), dan bahan baku industri
(dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).
Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang
dipakai sebagai bahan baku pembuatan
furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai
penghasil bahan farmasi.
Kandungan gizi jagung per 100
gram bahan adalah: Kalori : 355 Kalori,
Protein : 9,2 gr, Lemak : 3,9 gr,
Karbohidrat : 73,7 gr, Kalsium : 10 mg,
Fosfor : 256 mg, Ferrum : 2,4 mg, Vitamin
A : 510 SI, Vitamin B1 : 0,38 mg, Air : 12
gr (Sumber Direktorat Gizi, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia). Data
konsumsi jagung menurut SUSENAS, BPS
dibedakan atas konsumsi jagung
basah/jagung muda, jagung pocelan,
tepung jagung pada kelompok padi-padian
dan minyak jagung pada kelompok minyak
dan lemak. Dalam bahasan berikut akan
dibedakan konsumsi wujud jagung
basah/muda dan total jagung yang
didalamnya merupakan kompilasi dari
wujud jagung pocelan, tepung jagung dan
minyak jagung yang telah dikonversi ke
dalam wujud jagung. Demikian pula data
ketersediaan menurut NBM untuk komo-
ditas jagung dibedakan atas jagung basah/
muda dan jagung total.
4.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Jagung Basah/Muda
dalam Rumah Tangga di Indonesia
Berdasarkan keragaan data hasil
SUSENAS - BPS, konsumsi jagung basah
selama periode tahun 2002 2012 sangat
berfluktuatif namun cenderung mengalami
peningkatan dengan rata-rata kenaikan
sebesar 11,47% per tahun. Peningkatan
konsumsi jagung basah cukup signifikan
terjadi pada tahun 2007 dibanding tahun
sebelumnya yakni dari 0,78 kg/kapita pada
tahun 2006 meningkat menjadi 2,40 kg/
kapita pada tahun 2007 atau naik sebesar
206,67%. Setelah periode tersebut,
konsumsi jagung basah cukup berfluktuasi
namun cenderung menurun hingga
menjadi 0,57 kg/kapita pada tahun 2012.
J
-
Buletin Konsumsi Pangan
20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi jagung basah dalam rumah tangga di Indonesia,
2002 2012 serta prediksi 2013 2014
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 0,023 1,1993
2003 0,020 1,0429 -13,04
2004 0,026 1,3557 30,00
2005 0,033 1,7207 26,92
2006 0,015 0,7821 -54,55
2007 0,046 2,3986 206,67
2008 0,035 1,8250 -23,91
2009 0,012 0,6257 -65,71
2010 0,018 0,9386 50,00
2011 0,012 0,6257 -33,33
2012 0,011 0,5736 -8,33
Rata-rata 0,023 1,1898 11,47
2013 *) 0,013 0,6903 20,36
2014 *) 0,012 0,6335 -8,23
TahunKonsumsi Pertumbuhan
(%)
Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
Sejalan dengan pola konsumsi
jagung basah pada tahun tahun
sebelumnya, maka pada tahun 2013
konsumsi jagung basah diprediksikan akan
terjadi peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya. Berdasarkan hasil prediksi,
konsumsi jagung basah tahun 2013
diperkirakan menjadi sebesar 0,69 kg/
kapita/tahun atau naik sebesar 20,36%
dibandingkan tahun 2012. Sebaliknya,
pada tahun 2014 diprediksikan sedikit
menurun sehingga menjadi 0,63
kg/kapita/tahun atau turun sebesar 8,23%
dibandingkan tahun sebelumnya. Keragaan
konsumsi jagung basah tahun 2002 2012
serta prediksinya hingga tahun 2014 tersaji
secara lengkap pada Tabel 4.1 dan
Gambar 4.1.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21
0,0000
0,5000
1,0000
1,5000
2,0000
2,5000
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
(kg/kapita/th)
Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi jagung basah dalam rumah tangga di
Indonesia, 2002 2012 serta prediksi 2013 2014
4.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Jagung Basah di
Indonesia
Dalam perhitungan NBM, yang
dimaksud dengan penyediaan jagung
basah adalah dalam wujud jagung muda.
Berdasarkan hasil perhitungan Neraca
Bahan Makanan (NBM), komponen
penyediaan jagung basah terdiri dari
produksi ditambah impor dan dikurangi
ekspor, sementara data perubahan stok
tidak tersedia. Komponen penggunaan
jagung basah/muda adalah untuk diolah
dalam industri bukan makanan serta
penggunaan untuk bahan makanan.
Data produksi jagung basah tidak
tersedia maka digunakan pendekatan data
konsumsi per kapita hasil SUSENAS
ditambah 15% dikalikan dengan jumlah
penduduk pada tahun yang bersangkutan.
Hal ini guna memenuhi asumsi bahwa
ketersediaan jagung basah 15% diatas
jumlah yang dikonsumsi.
Penyediaan jagung basah di
Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari
produksi dalam negeri, walaupun ada
realisasi impor namun dalam kuantitas
yang sangat kecil, demikian pula realisasi
ekspornya.
Produksi jagung basah dari tahun
2009 hingga 2011 (angka sementara)
menunjukkan pola berfluktuatif namun
cenderung mengalami peningkatan dengan
rata-rata sebesar 13,18% per tahun.
Produksi jagung basah pada tahun 2009
mencapai 320 ribu ton dan meningkat
menjadi 528 ribu ton pada tahun 2010,
kemudian mengalami penurunan lagi
-
Buletin Konsumsi Pangan
22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
menjadi 458 ribu ton pada tahun 2011.
Selama periode tahun 2009 dan 2011
tersebut terdapat realisasi ekspor jagung
basah yang dilakukan oleh Indonesia
dalam kuantitas yang relatif kecil hanya
sebesar 1 ribu ton. Demikian pula realisasi
impor jagung basah pada tahun 2009 dan
2011 hanya sebesar 1 ribu ton. Dengan
kondisi tersebut, maka penyediaan jagung
basah relatif sama dengan angka
produksinya, yakni masing-masing menjadi
sebesar 320 ribu ton pada tahun 2009,
kemudian naik menjadi 528 ribu ton pada
tahun 2010 dan menjadi 458 ribu ton pada
tahun 2011.
Dengan menggunakan asumsi
tersebut maka produksi jagung basah pada
tahun 2012 diprediksikan menjadi sebesar
402 ribu ton kemudian mengalami
peningkatan pada tahun 2013 dan 2014
masing-masing menjadi sebesar 416 ribu
ton dan 431 ribu ton. Dengan asumsi
bahwa besarnya ekspor dan impor jagung
basah masih sama dengan tahun
sebelumnya dan tidak ada stok jagung
basah maka besarnya penyediaan jagung
basah pada tahun 2012 2014 sama
dengan besarnya produksi pada tahun
tersebut (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan jagung basah tahun 2009-2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014
2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)
A. Penyediaan (000 ton) 320 528 458 402 416 431
1. Produksi
- Masukan - - - - - -
- Keluaran 320 528 458 402 416 431
2. Impor 1 - 1 1 1 1
3. Ekspor 1 - 1 1 1 1
4. Perubahan Stok - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 160 279 289 225 170 186
1. Pakan - - - - - -
2. Bibit - - - - - -
3. Diolah untuk :
- Makanan - - - - - -
- Bukan makanan 160 279 289 225 170 186
4. Tercecer - - - - - -
C. Ketersediaan
Bahan Makanan (000 ton) 160 249 169 177 246 245
Ketersediaan per kapita/tahun (Kg) 0,69 1,03 0,69 0,72 0,99 0,98
No. UraianTahun
Sumber: Neraca Bahan Makanan, BKP-Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
Penggunaan jagung basah menurut
data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah
diolah dalam industri bukan makanan dan
sisanya merupakan bahan yang tersedia
untuk dikonsumsi menjadi bahan makanan.
Pada tahun 2009, penggunaan jagung
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23
basah untuk diolah dalam industri bukan
makanan sebesar 160 ribu ton, sehingga
ketersediaan yang digunakan sebagai
bahan makanan sebesar 160 ribu ton.
Kemudian, pada tahun 2010 2011 terjadi
peningkatan penggunaan jagung basah
yang diolah untuk industri bukan makanan,
sehingga penggunaan jagung basah untuk
bahan makanan berfluktuasi. Pada tahun
2012 2014, penggunaan jagung basah
untuk keperluan industri bukan makanan
diprediksikan akan mengalami penurunan
dengan rata-rata sebesar 12,41%.
Sementara itu, penggunaan jagung basah
untuk bahan makanan diprediksikan
mengalami sedikit peningkatan dengan
rata-rata sebesar 14,44% per tahun.
Dengan membagi angka penggunaan
jagung basah yang siap digunakan sebagai
bahan makanan dengan jumlah penduduk
maka diperoleh angka ketersediaan per
kapita jagung basah. Pada tahun 2009
ketersediaan jagung basah sebesar 0,69
kg/kapita yang kemudian meningkat
menjadi 1,03 kg/kapita pada tahun 2010
dan pada tahun 2011 kembali mengalami
penurunan menjadi sebesar 0,69 kg/kapita.
Ketersediaan jagung basah pada periode
2012 2014 diprediksikan berfluktuasi
namun cenderung mengalami peningkatan
dengan rata-rata sebesar 13,61%. Pada
tahun 2012, ketersediaan per kapita
jagung basah diprediksikan sebesar 0,72
kg/kapita, kemudian meningkat menjadi
0,99 kg/kapita pada tahun 2013 dan sedikit
menurun menjadi 0,98 kg/kapita pada
tahun 2014 (Tabel 4.2).
4.3. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Total Jagung dalam Rumah Tangga di Indonesia
Selain konsumsi dalam wujud
jagung basah, data SUSENAS juga
mencakup konsumsi jagung dalam wujud
jagung pocelan, tepung jagung dan minyak
jagung. Tepung jagung dan minyak jagung
merupkan wujud olahan yang berasal dari
jagung pocelan. Oleh karena itu, dalam
bahasan berikut akan dikompilasi konsumsi
wujud tersebut ke dalam konsumsi jagung
total dengan besaran konversi seperti
tersaji pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Besaran konversi wujud olahan jagung ke dalam wujud jagung pocelan
No.Rincian jenis
pangan
Satuan Konversi
(gram)
Konversi ke
bentuk asal
Bentuk
Konversi
1 Jagung pocelan Kg 1000 1 Jagung
2 Tepung Jagung Kg 1000 2,53 Jagung
3 Minyak Jagung Kg 1000 1 Jagung
Sumber : Studi PSKPG - IPB
-
Buletin Konsumsi Pangan
24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Dengan menggunakan besaran
konversi yang tercantum pada Tabel 4.3
tersebut, maka total konsumsi jagung dari
tahun 2002 2011, serta prediksi tahun
2012 - 2013 disajikan pada Tabel 4.4.
Secara umum, dari ketiga wujud jagung
tersebut, konsumsi per kapita terbesar
adalah jagung pocelan, disusul kemudian
minyak jagung dan tepung jagung. Oleh
karenanya pertumbuhan konsumsi total
jagung dari tahun ke tahun sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi
jagung pocelan.
Tabel 4.4. Perkembangan konsumsi total jagung dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 2012 serta prediksi 2013 2014
(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)
2002 0,0575 2,9998
2003 0,0475 2,4784 -17,38
2004 0,0517 2,6956 8,77
2005 0,0484 2,5234 -6,39
2006 0,0540 2,8173 11,65
2007 0,0642 3,3474 18,82
2008 0,0484 2,5218 -24,66
2009 0,0395 2,0612 -18,26
2010 0,0345 1,8005 -12,65
2011 0,0265 1,3834 -23,17
2012 0,0325 1,6962 22,62
Rata-rata 0,0459 2,3932 -4,07
2013 *) 0,0307 1,6032 -5,48
2014 *) 0,0285 1,4885 -7,16
Sumber : SUSENAS, BPS
Keterangan: *) hasil prediksi Pusdatin
TahunKonsumsi
Pertumbuhan (%)
Selama periode tahun 2002 2012,
konsumsi per kapita total jagung di
Indonesia berfluktuasi namun cenderung
mengalami penurunan dengan rata-rata
sebesar 4,07%. Penurunan konsumsi total
jagung terbesar terjadi pada tahun 2008
dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yakni sebesar 24,66% atau dari 3,35
kg/kapita pada tahun 2007 menjadi 2,52
kg/kapita pada tahun 2008. Pada periode
berikutnya hingga tahun 2011, konsumsi
total jagung terus mengalami penurunan
hingga menjadi 1,38 kg/kapita pada tahun
2011, namun pada tahun 2012 kembali
mengalami peningkatan hingga sebesar
1,70 kg/kapita atau meningkat sebesar
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25
22,62%. Berdasarkan hasil analisis,
konsumsi total jagung di Indonesia pada
tahun 2013 diprediksikan akan sedikit
menurun dibandingkan tahun 2012 yakni
menjadi sebesar 1,60 kg/kapita atau turun
5,48%, begitu juga pada tahun 2014
diprediksikan akan kembali mengalami
penurunan hingga menjadi 1,49 kg/kapita
atau turun 7,16% dari tahun 2013.
Perkembangan konsumsi total jagung di
Indonesia tahun 2002 2012, serta
prediksi tahun 2013 2014 secara lengkap
tersaji pada Tabel 4.4.
4.4. Perkembangan serta Prediksi
Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan per Kapita Jagung di Indonesia
Data ketersediaan jagung menurut
Neraca Bahan Makanan adalah merujuk
pada keluaran dengan wujud jagung
pipilan kering. Komponen penyediaan
jagung terdiri dari produksi jagung
ditambah dari impor, kemudian dikurangi
ekspor dan perubahan stok pada tahun
yang bersangkutan. Ketersediaan data
produksi jagung saat ini adalah hingga
tahun 2012 (ASEM), kemudian dilakukan
prediksi untuk tahun 2013. Sedangkan,
data ekspor dan impor tersedia hingga
tahun 2012. Prediksi ekspor dan impor
tahun 2013 menggunakan model
pemulusan eksponensial. Ketersediaan
data stok untuk komoditas jagung tidak
ada, sehingga total ketersediaan jagung
hanya memperhatikan indikator produksi,
ekspor, serta impor.
Pada tahun 2009, produksi jagung
pipilan kering sebesar 17,63 juta ton yang
kemudian terjadi fluktuasi namun
cenderung mengalami peningkatan dengan
rata-rata sebesar 3,35% per tahun hingga
menjadi 19,38 juta ton pada tahun 2012
(ASEM). Pada tahun 2013, produksi jagung
pipilan kering diprediksikan sebesar 18,98
juta ton dan tahun 2014 sebesar 19,22 juta
ton. Sementara, jagung pipilan yang masuk
ke Indonesia melalui impor dari tahun 2009
2012 mengalami kenaikan yang cukup
signifikan, yakni dari 419 ribu ton pada
tahun 2009 kemudian naik menjadi 3,31
juta ton pada tahun 2011 dan pada tahun
2012 kembali turun menjadi 1,89 juta ton.
Pada tahun 2013 dan 2014, impor jagung
pipilan diprediksikan akan sedikit
meningkat dibandingkan tahun 2012 yakni
masing-masing menjadi 1,92 juta ton dan
2,03 juta ton. Sementara, ekspor jagung
pipilan kering dari tahun 2009 2012
mengalami fluktuasi, yakni dari 63 ribu ton
pada tahun 2009, turun menjadi 30 ribu
ton pada tahun 2011 dan kembali
meningkat pada tahun 2012 menjadi 71
ribu ton. Pada tahun 2013 dan 2014,
ekspor jagung diprediksikan masing-
masing sebesar 70 ribu ton. Dengan
keragaan data tersebut, maka penyediaan
jagung pipilan di Indonesia dari tahun 2009
hingga 2012 mengalami peningkatan
sebesar 5,71% per tahun, yakni dari 17,99
-
Buletin Konsumsi Pangan
26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
juta ton pada tahun 2009 dan meningkat
menjadi sebesar 21,20 juta ton pada tahun
2012. Seiring dengan penurunan produksi,
maka penyediaan jagung pipilan
diprediksikan akan mengalami penurunan
pada tahun 2013 sebesar 1,73% atau
menjadi 20,83 juta ton. Tetapi pada tahun
2014 kembali meningkat menjadi 21,19
juta ton (Tabel 4.5).
Sementara, komponen peng-
gunaan jagung pipilan adalah untuk pakan,
bibit, tercecer, diserap pada industri bukan
makanan, serta dipergunakan sebagai
bahan makanan. Menurut metode
penghitungan NBM, penggunaan jagung
pipilan sebagai pakan diasumsikan sebesar
6%, serta yang tercecer sebesar 5% dari
total penyediaan dalam negeri (pakan yang
dimaksud adalah sejumlah bahan makanan
yang langsung diberikan kepada ternak
peliharaan baik ternak besar, ternak kecil,
unggas maupun ikan). Dengan
menggunakan asumsi perhitungan
tersebut, maka kebutuhan jagung pipilan
untuk pakan pada tahun 2009 2011
hingga prediksi tahun 2012 2014 akan
terus mengalami peningkatan dengan rata-
rata 3,76% per tahun yakni dari 1,08 juta
ton pada tahun 2009 menjadi sebesar 1,27
juta ton pada tahun 2014. Demikian pula,
jagung pipilan yang tercecer juga terus
mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 3,77% atau dari 899 ribu ton pada
tahun 2009 dan diprediksikan menjadi
sebesar 1,06 juta ton pada tahun 2014.
Sementara, penggunaan jagung pipilan
sebagai bibit relatif berfluktuasi dari tahun
ke tahun, namun cenderung stabil rata-rata
sebesar 1,25%, yakni dari 86 ribu ton pada
tahun 2009 menjadi 91 ribu ton pada
tahun 2014. Jagung pipilan juga diserap
untuk keperluan industri bukan makanan
yang mencapai 3,42 juta ton pada tahun
2009 dan kemudian meningkat hingga
menjadi sebesar 4,94 juta ton pada tahun
2011. Pada tahun tahun berikutnya,
kebutuhan bahan baku jagung pipilan pada
industri bukan makanan diprediksikan
berfluktuasi, dimana pada tahun 2012
sebesar 4,39 juta ton, tahun 2013 sebesar
4,47 juta ton dan tahun 2014 sebesar 4,53
juta ton (diolah untuk bukan makanan
adalah sejumlah bahan makanan yang
masih mengalami proses lebih lanjut dan
dimanfaatkan untuk kebutuhan industri
bukan makanan manusia, termasuk untuk
industri pakan ternak/ikan). Sisa
penyediaan jagung pipilan setelah
digunakan untuk keperluan pakan, bibit,
tercecer, dan untuk industri bukan
makanan merupakan penyediaan yang siap
digunakan sebagai bahan makanan.
Jumlah jagung pipilan yang siap digunakan
sebagai bahan makanan pada tahun 2009
mencapai 12,51 juta ton dan kemudian
terus mengalami peningkatan hingga
menjadi 13,59 juta ton pada tahun 2011.
Pada tahun-tahun berikutnya, penggunaan
jagung pipilan untuk bahan makanan
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27
diprediksikan berfluktuasi tetapi cenderung
meningkat hingga menjadi 14,24 juta ton
pada tahun 2014.
Ketersediaan per kapita merupakan
rasio dari jumlah jagung yang tersedia dan
siap dikonsumsi sebagai bahan makanan
dengan jumlah penduduk. Perkembangan
ketersediaan jagung per kapita tahun 2009
2011 dan prediksi tahun 2012 - 2014
tersaji pada Gambar 4.2. Ketersediaan
jagung per kapita berdasarkan NBM 2009
adalah sebesar 54,05 kg/kapita dan
meningkat pada tahun 2011 menjadi 55,43
kg/kapita atau meningkat dengan rata-rata
2,93% selama kurun waktu 3 tahun
tersebut. Pada tahun 2012 diprediksikan
akan mengalami peningkatan menjadi
sebesar 58,89 kg/kapita, tetapi pada tahun
2013 diprediksikan mengalami sedikit
penurunan menjadi 56,52 kg/kapita dan
pada tahun 2014 menjadi sebesar 56,82
kg/kapita.
Tabel 4.5. Penyediaan dan Penggunaan Jagung Tahun 2009-2011 serta Prediksi Tahun 2012 2014
2009 2010 2011*) 2012**) 2013**) 2014**)
A. Penyediaan (000 ton) 17.986 20.066 20.918 21.196 20.829 21.185
1. Produksi
- Masukan - - - - - -
- Keluaran 17.630 18.328 17.643 19.377 18.982 19.223
2. Impor 419 1.781 3.305 1.889 1.918 2.032
3. Ekspor 63 42 30 71 70 70
4. Perubahan Stok - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 5.479 6.729 7.333 6.814 6.848 6.946
1. Pakan 1.079 1.204 1.255 1.272 1.250 1.271
2. Bibit 86 90 91 91 91 91
3. Diolah untuk :
- Makanan - - - - - -
- Bukan makanan 3.415 4.432 4.941 4.391 4.465 4.525
4. Tercecer 899 1.003 1.046 1.060 1.041 1.059
C. Ketersediaan
Bahan Makanan (000 ton) 12.507 13.337 13.585 14.382 13.981 14.238
Ketersediaan per kapita/tahun (Kg) 54,05 55,23 55,43 58,89 56,52 56,82
Sumber: Neraca Bahan Makanan, BKP-Kementan, diolah Pusdatin
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
-
Buletin Konsumsi Pangan
28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
51,00
52,00
53,00
54,00
55,00
56,00
57,00
58,00
59,00
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kg/Kapita/Tahun
Gambar 4.2. Perkembangan ketersediaan jagung per kapita tahun 2009 2011 serta prediksi tahun 2012 - 2014
4.5. Perbandingan Konsumsi
(Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Jagung di Indonesia
Konsumsi per kapita rumah tangga
hasil survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) menunjukkan angka yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan angka
ketersediaan (NBM). Hal tersebut karena
dalam perhitungan NBM jagung belum
memasukkan semua volume jagung yang
terserap ke industri. Perbedaan angka
mencolok antara konsumsi total jagung per
kapita (Susenas) dengan penyediaan
konsumsi per kapita (NBM) dapat dilihat
pada periode 2009 - 2012 berkisar antara
51,99 - 57,19 kg/kapita, sementara
prediksi tahun 2013 - 2014 masing-masing
sebesar 54,91 kg/kapita dan 55,33
kg/kapita.
Tabel 4.6. Perbandingan konsumsi total jagung per kapita rumah tangga (Susenas)
dengan ketersediaan (NBM), tahun 2009 2014
2009 2010 2011 2012 2013*) 2014*)
Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,061 1,800 1,383 1,696 1,603 1,488
Ketersediaan, NBM 54,05 55,23 55,43 58,89 56,52 56,82
Selisih**) 51,99 53,43 54,05 57,19 54,91 55,33
Tahun (kg/kapita/tahun)Variabel
Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP
Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin **) Diperkirakan diolah lebih lanjut pada sektor industri dan makanan jadi lainnya
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29
4.6. Penyediaan Jagung di Beberapa Negara di Dunia
Menurut data FAO, penyediaan
jagung terbesar di dunia tersebar di
negara-negara di Amerika, Asia dan Afrika.
Meksiko merupakan negara dengan total
penyediaan jagung terbesar di dunia yakni
pada periode tahun 2005 - 2009 mencapai
13,28 juta ton per tahun atau 13,15% dari
total penyediaan jagung dunia. Disusul
kemudian oleh Indonesia yang menepati
urutan kedua dengan rata-rata penyediaan
sebesar 9,44 juta ton atau 9,35% dari total
penyediaan di dunia. China menempati
urutan ketiga dalam penyediaan jagung di
dunia yang mencapai 9,16 juta ton atau
9,07% dari total penyediaan jagung dunia.
Negara-negara berikutnya adalah India,
Afrika Selatan, Brazil, Mesir, Amerika
Serikat, Nigeria, dan Ethiopia dengan total
penyediaan masing-masing di bawah 7%.
Kontribusi negara-negara dengan
penyediaan jagung terbesar di dunia
disajikan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.7. Negara dengan penyediaan jagung terbesar di dunia, 2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 Meksiko 12.818 13.141 13.214 13.709 13.498 13.276 13,15
2 Indonesia 8.633 4.493 9.603 11.964 12.507 9.440 9,35
3 China 9.425 8.926 8.931 9.246 9.247 9.155 9,07
4 India 5.959 5.588 6.632 6.855 6.199 6.246 6,19
5 Afrika Selatan 5.226 4.964 4.963 4.860 5.158 5.034 4,99
6 Brazil 4.179 4.573 4.763 4.795 4.729 4.608 4,56
7 Mesir 4.205 4.318 4.343 4.512 4.809 4.437 4,39
8 Amerika Serikat 3.887 3.887 3.887 3.887 3.912 3.892 3,85
9 Nigeria 3.277 3.205 3.713 4.203 4.545 3.789 3,75
10 Ethiopia 3.085 3.223 3.200 3.467 3.592 3.313 3,28
Lainnya 37.280 41.198 38.038 35.739 36.712 37.793 37,43
Total dunia 97.972 97.516 101.287 103.234 104.908 100.984 100,00
Sumber: FAO, diolah Pusdatin
Share (%)No NegaraTotal Penyediaan (000 Ton) Rata-rata
2005-2009
-
Buletin Konsumsi Pangan
30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
13,15%
9,35%
9,07%6,19%4,99%
4,56%
4,39%
3,85%
3,75%
3,28%
37,43%
Meksiko Indonesia China India
Afrika Selatan Brazil Mesir Amerika Serikat
Nigeria Ethiopia Lainnya
Gambar 4.3. Negara dengan penyediaan jagung terbesar di dunia, rata-rata 2005 - 2009
4.7. Ketersediaan Jagung di
Beberapa Negara di Dunia
Menurut data dari FAO,
ketersediaan jagung per kapita dominan di
negara-negara Afrika. Berdasarkan data
rata-rata selama lima tahun (2005 - 2009),
tercatat bahwa Leshoto merupakan negara
dengan ketersediaan jagung per kapita
terbesar di dunia yakni mencapai 150,58
kg/kapita/tahun. Disusul kemudian Malawi,
Meksiko, Zimbabwe, Zambia, dan Afrika
Selatan masing-masing sebesar 134,98
kg/kapita/tahun hingga 103,16
kg/kapita/tahun. Negara-negara berikutnya
adalah Timur Leste, Guatemala, Boznia dan
Herzegovina serta Kenya dengan
ketersediaan jagung per kapita rata-rata
berkisar 79,8 kg/kapita hingga 85,42
kg/kapita. Indonesia menduduki urutan ke-
28 sebagai negara dengan ketersediaan
jagung terbesar di dunia dengan rata-rata
tahun 2005 - 2009 sebesar 41,68 kg/
kapita/tahun. Perkembangan ketersediaan
jagung per kapita di negara-negara di
dunia tahun 2005 2009 secara lengkap
disajikan pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.4.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31
Tabel 4.8. Ketersediaan jagung per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 Lesotho 152,3 151,8 147,3 152,2 149,3 150,58
2 Malawi 137,1 137,2 134,1 133,4 133,1 134,98
3 Meksiko 120,4 121,9 121 123,9 120,5 121,54
4 Zimbabwe 113,1 115,1 111,2 107,6 110,4 111,48
5 Zambia 111,9 110,5 113,4 108,4 110,2 110,88
6 Afrika Selatan 109,3 102,7 101,6 98,5 103,7 103,16
7 Timor-Leste 82,1 84,5 80,7 90,5 89,3 85,42
8 Guatemala 83,6 83,4 84,2 85,1 86,2 84,50
9 Bosnia dan Herzegovina 85,4 83,8 82,9 82,7 81,8 83,32
10 Kenya 83,0 82,3 79,5 77,0 77,2 79,80
:
28 Indonesia 39,27 20,17 42,56 52,35 54,05 41,68
Rata-rata dunia 21,35 21,16 21,46 21,43 21,82 21,44
No NegaraKetersediaan (kg/kapita/tahun) Rata-rata
2005-2009
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
Lesoth
o
Malaw
i
Meksiko
Zim
babwe
Zam
bia
Afrika S
elatan
Tim
or-Leste
Guatem
ala
Bosn
ia dan
Herzeg
ovina
Ken
ya
Indonesia
Rata2 d
unia
(kg/kapita/th)
Gambar 4.4. Perkembangan ketersediaan jagung per kapita beberapa negara
di dunia, rata-rata 2005 - 2009
-
Buletin Konsumsi Pangan
32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
BAB V. BAWANG MERAH
awang Merah (Alium cape L)
termasuk ke dalam kelompok
rempah tidak bersubstitusi yang
berfungsi sebagai bumbu penyedap
makanan/masakan, bahan obat tradisional
karena banyak mengandung zat antibiotika
serta sumber pendapatan dan kesempatan
kerja yang memberikan kontribusi cukup
tinggi terhadap perkembangan ekonomi
wilayah.
Masyarakat di Indonesia
terbiasa menggunakan bawang merah
dalam masakan sehari-hari sebagai
bumbu untuk masakan. Bawang merah
memiliki nama lokal diantaranya
adalah bawang abang mirah (Aceh),
bawang abang (Palembang), dasun
merah (Minangkabau), bawang suluh
(Lampung), bawang beureum (Sunda),
brambang abang (Jawa), bhabang
merah (Madura), dan masih banyak
lagi yang lainnya.
Bawang merah merupakan tanaman
sayuran semusim dengan bagian yang
dapat dimakan adalah sebesar 90%.
Komposisi zat giizi yang terkandung di
dalam per 100 gram bawang merah adalah
kalori 39 kkal, protein 2,50 g dan lemak
0,30 g. Penggunaan bawang merah oleh
masyarakat biasanya cenderung
meningkatkan di saat-saat tertentu seperti
hari raya besar keagamaan. Disamping itu
banyak konsumsi seperti nasi goreng, sate,
tongseng dan lain-lain yang menggunakan
bawang merah sebagai taburan dalam
bentuk bawang goreng.
5.1. Perkembangan serta Prediksi Konsumsi Bawang Merah dalam Rumah Tangga di Indonesia
Konsumsi bawang merah dalam
rumah tangga selama periode tahun 2002 -
2014 relatif berfluktuasi namun cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Selama periode tahun 2002 2014,
konsumsi bawang merah terbesar terjadi
pada tahun 2007 yang mencapai 3,01
kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi
terendah terjadi pada tahun 2006 hanya
sebesar 2,09 kg/kapita/tahun. Peningkatan
konsumsi bawang merah diprediksikan
masih akan terjadi pada tahun 2014
sehingga menjadi sebesar 2,71
kg/kapita/tahun atau naik 0,59%
dibandingkan tahun 2013. Tahun 2013
besarnya konsumsi bawang merah sekitar
0,52 ons/kapita/minggu atau 2,69
kg/kapita/tahun atau turun 2,71% dari
tahun 2012. Perkembangan konsumsi
bawang merah dari tahun 2002 2012
serta prediksinya tahun 2013 2014
disajikan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1.
B
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33
Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga di Indonesia,
Tahun 2002 2012, serta prediksi tahun 2013 - 2014
Seminggu Setahun
(Ons/Kap/Mgg) (Kg/Kap/Tahun)
2002 0,423 2,206
2003 0,427 2,227 0,95
2004 0,421 2,195 -1,41
2005 0,454 2,367 7,84
2006 0,400 2,086 -11,89
2007 0,578 3,014 44,50
2008 0,526 2,743 -9,00
2009 0,484 2,524 -7,98
2010 0,485 2,529 0,21
2011 0,453 2,362 -6,60
2012 0,530 2,764 17,00
Rata-rata 0,471 2,456 3,361
2013 *) 0,515 2,689 -2,71
2014 *) 0,518 2,705 0,59
TahunPertumbuhan
(%)
Sumber: Susenas, BPS
Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin
-
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Kg/Kap/Tahun)
Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi bawang merah dalam rumah tangga
di Indonesia, 2005 2012 serta prediksi 2013 2014
-
Buletin Konsumsi Pangan
34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5.2. Perkembangan serta Prediksi
Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Per Kapita Bawang Merah di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan
Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen
penyediaan terdiri dari produksi, impor dan
ekspor, sementara komponen penggunaan
adalah untuk bibit, tercecer dan tersedia
sebagai bahan makanan, besaran yang
siap tersedia sebagai bahan makanan inilah
jika dibagi dengan jumlah penduduk
menjadi ketersediaan per kapita dalam
satu tahun. Secara rinci penyediaan dan
penggunaan bawang merah tahun 2009
sampai dengan 2014 dapat dilihat pada
Tabel 5.2. Berdasarkan NBM tahun 2010
penyediaan bawang merah adalah sebesar
722 ribu ton yang berasal dari produksi,
impor dan ekspor bawang merah,
penyediaan ini naik 9,73% di bandingkan
tahun 2009 sebesar 658 ribu ton. Naiknya
penyediaan bawang merah di tahun 2010
terutama karena naiknya produksi.
Berdasarkan kajian NBM, besarnya
penyediaan bawang merah di tahun 2010
ini sebagian besar merupakan penyediaan
untuk bahan makanan yaitu sebesar 660
ribu ton, tercecer sekitar 8,36% dari
penyediaan atau sebesar 60 ribu ton dan
bibit sekitar 0,24% dari penyediaan atau
sebesar 2 ribu ton. Pada tahun 2013
besarnya penyediaan bawang merah
diprediksi mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu menjadi 736 ribu
ton atau naik sebesar 1,71%, dimana dari
jumlah tersebut digunakan untuk bahan
makanan sebesar 673 ribu ton, tercecer 62
ribu ton dan bibit 2 ribu ton (Tabel 5.2.)
Penyediaan bawang merah
diprediksi akan mengalami kenaikan pada
periode 2013 2014, terutama karena
naiknya produksi dalam negeri. Tahun
2013 besarnya penyediaan adalah 736 ribu
ton, sementara tahun 2014 diperkirakan
sebesar 753 ribu ton atau rata-rata naik
sekitar 2,00% setiap tahunnya. Sebagian
besar penyediaan bawang merah adalah
digunakan untuk bahan makanan,
persentasenya lebih dari 90% dari
penyediaan, besarnya penggunaan bawang
merah untuk bahan makanan ini diprediksi
akan terus meningkat seiiring dengan
meningkatnya konsumsi bawang merah di
masyarakat. Tahun 2013 dan 2014
diprediksi penyediaan bawang merah yang
siap dikonsumsi sebagai bahan makanan
berturut-turut besarnya 673 ribu ton dan
688 ribu ton, kenaikannya secara rata-rata
selama 2 tahun ini sebesar 2,00% setiap
tahunnya.
Ketersediaan bawang merah per
kapita menurut NBM pada periode tahun
2009 2012 masing-masing sebesar 2,60
kg/kapita/tahun, 2,73 kg/kapita/tahun,
2,50 kg/kapita/tahun dan 2,71
kg/kapita/tahun. Sementara pada periode
2013 2014 angka ketersediaan diprediksi
cenderung meningkat dibandingkan tahun
2012, dimana pada periode ini
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35
ketersediaan bawang merah berkisar
antara 2,72 - 2,75 kg/kapita/tahun.
Perkembangan keter-sediaan bawang
merah per kapita periode 2009 - 2014
dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Tabel 5.2. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan bawang merah tahun 2009 2012
serta prediksi tahun 2013 - 2014
2009 2010 2011*) 2012 **) 2013**) 2014 **)
A. Penyediaan (000 ton) 658 722 671 724 736 753
1. Produksi
- Masukan 965 1.049 893 960 991 1.012
- Keluaran 623 677 577 620 640 653
2. Impor 43 47 104 123 108 112
3. Ekspor 8 2 9 19 12 12
4. Perubahan Stok - - - - - -
B. Penggunaan (000 ton) 57 62 58 62 63 65
1. Pakan - - - - - -
2. Bibit 2 2 2 2 2 2
3. Diolah untuk :
- makanan - - - - - -
- bukan makanan - - - - - -
4. Tercecer 55 60 56 61 62 63
C. Ketersediaan
Bahan Makanan (000 ton) 602 660 614 662 673 688
Ketersediaan kapita/tahun (Kg) 2,60 2,73 2,50 2,71 2,72 2,75
Sumber : Neraca Bahan Makanan (NBM) Kementerian Pertanian, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin
No. UraianTahun
2,35
2,40
2,45
2,50
2,55
2,60
2,65
2,70
2,75
2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Kg/kapita/thn)
Gambar 5.2. Perkembangan ketersediaan bawang merah per kapita, tahun 2002 2012 serta prediksi tahun 2013 2014
-
Buletin Konsumsi Pangan
36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
5.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan
Per Kapita (NBM) Komoditas Bawang Merah
Konsumsi per kapita rumah tangga
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) menunjukkan angka yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan
ketersediaan dari Necara Bahan Makanan
(NBM). Hal tersebut dikarenakan bahwa
bawang merah per kapita dalam rumah
tangga (Susenas) adalah riil yang
dikonsumsi oleh penduduk, sementara
ketersediaan bawang merah menurut NBM
merupakan angka yang perlu disediakan
dengan memperhitungkan jumlah
penduduk dan penyediaannya, sehingga
penyediaannya lebih besar dari pada riil
bawang merah yang dikonsumsi oleh
rumah tangga, kecuali tahun 2012 terjadi
sebaliknya (Tabel 5.3).
Tabel 5.3. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan
ketersediaan (NBM) komoditas bawang merah, 2009-2014
2009 2010 2011 2012 2013*) 2014 *)
Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 2,52 2,53 2,36 2,76 2,69 2,70
Ketersediaan, NBM 2,60 2,73 2,50 2,71 2,72 2,75
Selisih 0,08 0,20 0,14 (0,05) 0,03 0,04
VariabelTahun (Kg/kapita/tahun)
Sumber : Susenas, BPS sedangkan Ketersediaan, Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan: *) Angka sementara
5.4. Penyediaan Bawang Merah di Beberapa Negara di Dunia
Berdasarkan data dari FAO, selama
lima tahun (2005-2009), rata-rata
penyediaan bawang merah dunia mencapai
63,27 juta ton. Kumulatif penyediaan
bawang merah kesepuluh negara ini
mencapai 65,73% dari total penyediaan
dunia. Menggunakan data rata-rata selama
lima tahun (2005-2009), tercatat bahwa
China merupakan negara terbesar
penyediaan bawang merah di dunia hingga
17,68 juta ton atau sebesar 27,94% dari
total penyediaan bawang merah dunia.
Negara terbesar ke dua adalah India
mencapai 10,04 juta ton atau sebesar
15,87%. Tiga Negara berikutnya
menyumbangkan total penyediaan bawang
merah dunia terbesar berturut-turut adalah
Amerika Serikat 5,12%, Rusia 3,27 dan
Pakistan 2,77%. Sementara lima negara
lainnya menyumbang kurang dari 2,55%
yaitu Iran, Turki, Jepang, Mesir dan Brazil.
Secara rinci persentase kontribusi total
penyediaan bawang merah ke sepuluh
negara terbesar di dunia dapat dilihat pada
Tabel 5.4 dan Gambar 5.3.
-
Buletin Konsumsi Pangan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37
Tabel 5.4. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, 2005 2009
Share Kumulatif
2005 2006 2007 2008 2009 (%) (%)1 Cina 16.627.434 17.117.486 17.904.274 18.245.666 18.481.936 17.675.359 27,94 27,94
2 India 8.005.310 8.923.135 12.195.780 11.216.110 9.874.292 10.042.925 15,87 43,81
3 Amerika Serikat 3.123.526 3.065.844 3.528.736 3.223.969 3.266.612 3.241.737 5,12 48,94
4 Rusia 2.190.000 2.260.000 1.900.000 2.100.000 1.895.000 2.069.000 3,27 52,21
5 Pakistan 1.646.963 1.918.984 1.715.826 1.879.043 1.585.999 1.749.363 2,77 54,97
6 Iran 1.493.455 1.696.005 1.794.179 1.642.200 1.359.676 1.597.103 2,52 57,50
7 Turki 1.629.069 1.294.186 1.317.258 1.422.780 1.347.273 1.402.113 2,22 59,71
8 Jepang 1.372.284 1.379.459 1.415.334 1.379.648 1.292.336 1.367.812 2,16 61,87
9 Mesir 871.037 803.598 1.136.105 1.651.749 1.680.620 1.228.622 1,94 63,82
10 Brazil 1.023.916 1.211.314 1.224.270 1.230.359 1.360.668 1.210.105 1,91 65,73
Lainnya 20.201.031 20.897.431 20.958.149 21.872.652 23.496.657 21.682.789 34,27 100,00
Dunia 58.184.025 60.567.442 65.089.911 65.864.176 65.641.069 63.266.929
Tahun (Ton)Rata-RataNegaraNo
Sumber : FAO diolah Pusdatin
27,94
15,87
5,12 3,27 2,77
2,52 2,22
2,16
1,94
1,91
34,27
Cina India Amerika Serikat Rusia
Pakistan Iran Turki Jepang
Mesir Brazil Lainnya
Gambar 5.3. Negara dengan penyediaan bawang merah terbesar di dunia, rata-rata 2005 2009
5.4. Ketersediaan Bawang Merah di
Beberapa Negara di Dunia
Rata-rata total penyediaan bawang
merah di atas belum mencerminkan
besarnya konsumsi atau ketersediaan
bawang merah per kapita. Hal ini karena
besarnya konsumsi atau ketersediaan
tergantung pada banyaknya jumlah
penduduk dalam negara yang
bersangkutan. Lima negara dengan
peringkat ketersediaan bawang merah per
kapita terbesar pada periode 2005-2009
adalah Libya, Tajikistan, Sudan, Morocco
dan Iran. Jika dilihat pada Tabel 5.5 untuk
kelima negara terbesar rata-rata
ketersediaan bawang merah per kapita di
atas rata-rata dunia yang hanya sebesar
20,05 kg/kapita/tahun. Libya menempati
-
Buletin Konsumsi Pangan
38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
posisi teratas dengan rata-rata
ketersediaan per kapita sebesar 29,76
kg/kapita/tahun. Kemudian negara
terbesar ke dua dan ke tiga adalah
Tajikistan 24,48 kg/kapita/tahun dan
Sudan 23,08 kg/kapita/tahun. Dua negara
dengan ketersediaan perkapita terbesar
berikutnya adalah Morocco 23,02
kg/kapita/tahun dan Iran 22,36
kg/kapita/tahun. Sedangkan lima negara
berikutnya menyumbangkan kurang dari
22,20% yaitu Algeria, Uzbekistan, Republic
of Korea, Kyrgyzstan dan United Arab
Emirates. Sementara negara Indonesia
merupakan negara urutan ke 118 dalam
hal ketersediaaan bawang merah per
kapita dunia yaitu sebesar 3,32
kg/kapita/tahun (Tabel 5.5. dan Gambar
5.4).
Tabel 5.5. Ketersediaan bawang merah per kapita per tahun beberapa negara di dunia,
2005 2009
2005 2006 2007 2008 2009
1 Libya 33,30 29,90 28,90 28,30 28,40 29,76
2 Tajikistan 23,60 24,50 17,40 25,60 31,30 24,48
3 Sudan 26,90 24,30 24,40 19,30 20,50 23,08
4 Morocco 22,30 27,20 21,40 20,10 24,10 23,02
5 Iran 21,40 24,00 25,10 22,70 18,60 22,36
6 Algeria 19,80 20,00 23,20 20,90 26,60 22,10
7 Uzbekistan 16,60 19,20 19,90 25,00 27,10 21,56
8 Republic of Korea 20,30 17,60 23,50 20,20 26,00 21,52
9 Kyrgyzstan 20,60 20,10