07 bab ii teori manajemen persediaan
DESCRIPTION
Pengertian Manajemen OperasiTRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi
Perusahaan – perusahaan besar pada umumnya memiliki tiga fungsi utama
yang saling berhubungan secara integral antara satu dengan yang lainnya. Ketiga
fungsi utama itu adalah Pemasaran, Keuangan/Akuntansi, dan Produksi/Operasi.
Fungsi Pemasaran untuk menghasilkan permintaan, atau paling tidak menerima
pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak akan ada aktivitas jika tidak ada
penjualan). Keuangan/Akuntansi untuk mengawasi sehat atau tidaknya sebuah
organisasi, membayar tagihan, dan mengumpulkan uang, serta Produksi/Operasi
berkaitan dengan seluruh aktivitas produksi barang dan jasa. (Heizer & Render,
2011).
Roberta S. Russell dan Bernard W. Taylor III (2011) mendefinisikan
operasi sebagai berikut :
“Operations is a transformations process, inputs (such as
materials, machines, labor, management, and capital) are transformed
into outputs (goods and sevices).”
Sedangkan manajemen operasi didefinisikan :
“Operations management, is the design and operation of production
system.”
8
Sedangkan pakar manajemen operasi lainnya, Jay Heizer dan Barry
Render (2011), memberikan definisi dari manajemen operasi sebagai berikut :
“Operations management (OM) is the set of activities that creates
values in the form of goods and services by transforming inputs into
outputs.”
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa manajemen
operasi merupakan suatu kegiatan untuk mentransformasi masukan – masukan
menjadi keluaran – keluaran berupa produk yang mempunyai nilai tambah, baik
itu berupa barang atau jasa.
Fungsi operasi merupakan bagian yang membutuhkan pendanaan terbesar
dalam suatu organisasi, di mana persentase terbesar dari pendapatan suatu
perusahaan dipergunakan untuk fungsi manajemen operasi. Dengan demikian,
melalui manajemen operasi, maka sebuah perusahaan memiliki kemungkinan
yang cukup besar untuk meningkatkan keuntungan serta layanannya.
Dalam hal ini terdapat 10 fungsi operasi yang merupakan keputusan
strategis pada manajemen operasi (Heizer & Render, 2011), yaitu :
1. Desain produk dan jasa : barang/jasa apa yang akan dibuat, bagaimana
membuat desainnya
2. Manajemen mutu : bagaimana kita mendefinisikan kualitas, siapa yang
bertanggung jawab terhadap kualitas
3. Proses dan desain kapasitas : Proses dan kapasitas yang dibutuhkan oleh
produk
4. Penetapan lokasi : di mana lokasi ditetapkan, apa kriterianya
9
5. Tata letak fasilitas : bagaimana menata seluruh fasilitas, berapa luas yang
dibutuhkan
6. Sumber daya manusia dan desain pekerjaan: bagaimana memberikan suasana
kerja yang mendukung
7. Manajemen rantai pasokan : keputusan membuat atau membeli, menetapkan
pemasok
8. Manajemen persediaan : berapa tingkat persediaan yang harus ada
9. Penjadwalan intermediet dan jangka pendek : pekerjaan apa yang akan
dilakukan selanjutnya
10. Pemeliharaan : siapa yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan, kapan
kita melakukan pemeliharaan
Semua keputusan di atas bersifat sangat strategis dan memberi kontribusi yang
tinggi bagi keunggulan bersaing suatu produk. Dalam penelitian ini akan diteliti
perihal strategi ke-8 yaitu manajemen persediaan.
2.1.2 Pengertian Manajemen Persediaan
Menurut Charles T. Hongren (2012) dikatakan bahwa :
“Inventory management is the planning, coordinating, and
controlling activities related to the flow of inventory into, through and out
of an organization.”
Fungsi persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen operasi yang
memiliki nilai strategis, karena merupakan bagian integral dalam setiap kegiatan
operasi.
10
Masalah persediaan dapat memberi implikasi yang serius bagi fungsi
finansial, operasi, dan pemasaran. Pengaruh finansial ada pada likuiditas dan
return on investment (ROI), terhadap produksi melalui efisiensi dan pembiayaan
operasional dan pengaruh terhadap pemasaran melalui tingkat penjualan dan
kepuasan pelanggan.
Penanganan persediaan menjadi isu penting karena seringkali investasi
persediaan menjadi asset perusahaan terbesar sehingga ada upaya untuk menekan
besarnya persediaan agar dapat menurunkan biaya. Tetapi di lain pihak, proses
produksi dapat berhenti dan pelanggan kecewa, jika ada suatu komponen material
yang stock-out. Hanya melalui manajemen material yang baik keseimbangan
antara investasi persediaan dengan layanan pelanggan dapat diperoleh.
2.1.3 Fungsi Persediaan
Kebutuhan akan barang persediaan timbul karena ada kesulitan untuk
menyelaraskan dengan tepat antara suplai dengan kebutuhan. Kecepatan suplai
seringkali berbeda dengan kecepatan pemakaian sehingga diperlukan adanya
persediaan (Tersine R.J., 1994). Persediaan dapat memberi beberapa fungsi yang
akan menambah fleksibilitas operasional perusahaan, yaitu :
1. Faktor waktu
Terdapat waktu yang cukup panjang untuk produksi maupun distribusi
sebelum produk tiba di konsumen. Adanya persediaan dapat
menurunkan lead time dalam memenuhi permintaan. Keuntungan
dapat diperbesar dengan memiliki produk yang selalu tersedia.
11
2. Faktor diskontinuitas
Persediaan memberikan fungsi ‘decoupling’ yang memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung
pada supplier. Dengan adanya persediaan, masalah diskontinu produk
(bahan baku, bahan setengah jadi, dan produk jadi) tidak seketika
menjadi masalah namun perusahaan tetap dapat melakukan
aktivitasnya pada tingkatan yang masih wajar sambil tersedia waktu
untuk mengatasi masalah yang terjadi.
3. Faktor ketidakpastian
Disini dipertimbangkan berbagai faktor yang tidak terduga sebelumnya
yang dapat mempengaruhi rencana awal perusahaan. Termasuk
kesalahan dalam perkiraan kebutuhan, hasil produksi yang bervariasi,
kerusakan peralatan, bencana alam, kerusuhan, penundaan pengapalan,
dan kondisi cuaca yang berubah. Dengan adanya persediaan,
perusahaan tetap terlindungi dari berbagai peristiwa yang tidak
terantisipasi sebelumnya.
4. Faktor ekonomi
Pemesanan dalam jumlah yang lebih besar akan lebih ekonomis
daripada berkali-kali dalam jumlah kecil.
2.1.4 Tujuan Persediaan
Tujuan utama persediaan adalah untuk melepaskan berbagai fase operasi.
Persediaan bahan baku melepaskan seorang pengusaha manufaktur dari
12
penjualnya; persediaan barang dalam proses melepaskan berbagai tahap fabrikasi
satu sama lain; dan persediaan barang jadi melepaskan seorang pengusaha
manufaktur dari pelanggannya. Menurut Heizer & Render (2011), persediaan
memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Untuk memisahkan setiap bagian dalam proses produksi
2. Untuk menghindari perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan stok barang untuk konsumen.
3. Memberikan keuntungan dalam quantity discount, karena persediaan
dalam jumlah besar dapat mengurangi harga pokok barang atau
pengiriman.
4. Menghindari inflasi dari perubahan kenaikan harga.
2.1.5 Jenis – Jenis Persediaan
Menurut Tersine (1994), setiap jenis persediaan memiliki karakteristik
tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda, diantaranya :
(1) Persediaan bahan baku (raw material), yaitu persediaan barang –
barang yang dibeli dari supplier untuk digunakan sebagai input pada
proses produksi menjadi produk jadi.
(2) Persediaan barang setengah jadi/barang dalam proses, yaitu persediaan
yang masih berada dalam proses produksi dan diperlukan karena
adanya waktu siklus yang dibutuhkan untuk pembuatan produk dan
pemeriksaan kualitas. Lebih pendek waktu siklus, jumlah persediaan
dapat dikurangi.
13
(3) Persediaan bahan pembantu/penolong, yaitu persediaan yang juga
menjadi kebutuhan perusahaan tetapi bukan merupakan bagian dari
produk jadi. Contoh : alat tulis kantor, alat kebersihan, perlengkapan
pemeliharaan.
(4) Persediaan barang jadi, yaitu produk akhir yang disediakan untuk
dijual, didistribusikan, atau disimpan.
2.1.6 Jenis Perusahaan beserta Masalah Persediaan
Tipe perusahaan yang berbeda mempunyai aturan persediaan yang
berlainan (Tersine, 1994), diantaranya :
(1) Pengecer (retailer)
Sistem ritel adalah perusahaan yang menyediakan konsumen dengan
barang dan jasa. Persediaan dibeli dalam bentuk yang dapat dijual dan
dapat digunakan tanpa proses atau konversi selanjutnya. Sistem ini
menyediakan produk fisik yang diperoleh dari pedagang besar
(wholesaler) atau langsung dari pabriknyasebagai contoh, toko yang
menjual pakaian, bahan makanan, perangkat keras, dan jenis produk
lainnya. Mereka memiliki masalah persediaan yang berhubungan
dengan supply dan produk jadi. Tipe perusahaan yang berada dalam
kelompok ini diantaranya rumah sakit, institusi keuangan, dan
perguruan tinggi.
14
(2) Distributor
Pedangang besar (wholesaler) atau distributor terdiri atas perusahaan
yang membeli dalam jumlah banyak dari pabrik pembuat barang untuk
dididtribusikan kepada retailer. Perusahaan ini tidak selalu
menyediakan barang untuk konsumen, tetapi menyalurkan barangnya
kepada retailer dalam jumlah yang lebih kecil. Dengan demikian,
pedagang besar (wholesaler) atau distributor memiliki masalah
persediaan yang dibatasi oleh persediaan (supply) dan barang jadi.
(3) Perusahaan manufaktur
Dalam sistem ini, bahan baku yang dibeli akan masuk dalam proses
produksi dan diubah menjadi produk jadi. Sistem ini memiliki masalah
persediaan yang jauh lebih sulit dan rumit. Keempat jenis persediaan
mulai dari bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan
barang jadi ada dalam sistem ini.
2.1.7 Biaya Persediaan
Tujuan dari manajemen persediaan adalah untuk mendapatkan barang
kebutuhan pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya rendah. Biaya
persediaan menurut (Tersine R.J., 1994) :
(1) Harga produk (P)
Harga pembelian per unit bila diperoleh dari sumber luar atau biaya
produksi per unit bila diperoleh secara internal.
15
(2) Biaya penyimpanan (H)
Semua biaya yang berkait deng investasi persediaan dan
pemeliharaannya selama dalam penyimpanan. Meliputi berbagai hal
seperti :
- Biaya modal (opportunity cost of capital) yaitu alternatif
pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
- Fasilitas penyimpanan, meliputi : penerangan, pendingin ruangan,
gudang khusus seperti cold storage
- Pajak persediaan, di mana bertambah banyak persediaan maka
semakin tinggi pajak yang harus dibayar.
- Asuransi persediaan
- Keuangan (obsolence), yaitu barang kehilangan nilai karena tidak
sesuai lagi deng keinginan pelanggan.
- Penyusutan, penurunan jumlah persediaan karena hilang atau dicuri
bila persediaan terlalu banyak dan tidak terkendali.
- Kerusakan karena tejadi perubahan sifat dan tampilan akibat usia
atau degradasi lingkungan.
- Kadaluarsa bila tanggal kadaluarsa dilewati.
Manajemen persediaan biasanya menyederhanakan asumsi, bahwa
biaya penyimpanan sebanding dengan kuantitas yang diinvestasikan,
pada umumnya berkisar antara 20 – 40% per tahun. James R. Stock
memberi penjelasan lebih rinci mengenai biaya penyimpanan ini dan
mengumpulkan berbagai publikasi yang sebagian besar memberikan
16
perkiraan biaya penyimpanan (inventorycarrying costs) sebesar 25%.
(Stock, J.R., 2001).
(3) Biaya pemesanan (C)
Meliputi semua pembiayaan yang dikeluarkan untuk setiap pemesanan
barang. Termasuk disini : pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi,
upah, biaya telepon dan surat menyurat, biaya penerimaan barang,
biaya pemeriksaan barang, biaya untuk menindak lanjuti pemesanan.
Pada umumnya biaya pemesanan tidak bertambah bila kuantitas
pesanan bertambah besar.
(4) Biaya kehabisan persediaan (stockout cost)
Biaya yang tinbul bila persediaan tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan. Termasuk disini biaya – biaya karena kehilangan
penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus, biaya
ekspedisi, selisih harga, operasi produksi terhambat, dan tambahan
kegiatan manajerial. Pada prakteknya jenis biaya – biaya ini sulit
diukur nilainya.
2.1.8 Klasifikasi Masalah Persediaan
Masalah persediaan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,
diantaranya (Tersine, 1994) :
(1) Berdasarkan pengulangan order
a. Order tunggal, yaitu order yang hanya dilakukan satu kali saja,
contoh pembelian bahan bangunan untuk renovasi.
17
b. Order berulang, yaitu di mana pembelian dilakukan secara
berulang/periodik berdasarkan prosedur yang berlaku.
(2) Berdasarkan sumber pasokan/suplai
a. Pasokan dalam (inside supply), yaitu produk yang diperlukan
dibuat sendiri.
b. Pasokan luar (outside supply), yaitu barang diperoleh dari pemasok
yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(3) Berdasarkan kebutuhan pemakaian barang
a. Berkaitan dengan jumlah :
i. Kebutuhan barang konstan per periode waktu/deterministik.
ii. Kebutuhan barang tidak tetap (probabilistik) : bervariasi,
terdistribusi normal, Poisson atau eksponensial.
b. Berkaitan dengan sifat ketergantungan barang :
i. Kebutuhan barang independen : kebutuhan tidak tergantung
kepada barang lainnya, biasanya produk akhir adalah barang
independen.
ii. Kebutuhan barang yang tergantung pada barang lainnya, pada
umumnya bahan baku, komponen dan sub-assembly merupakan
barang yang saling bergantung.
(4) Berdasarkan lead time
a. lead time konstan
b. lead time bervariasi : ditentukan secara empiris
18
(5) Berdasarkan sistem pencatatan persediaan
a. Sistem Perpetual
Pencatatan transaksi persediaan dilakukan secara kontinyu setiap
saat terjadi transaksi. Order dilakukan setiap kali posisi persediaan
mencapai reorder point, dalam hal ini record harus terjaga pada
seluruh transaksi persediaan.
b. Sistem Periodik
Pencatatan dan penghitungan persediaan dilakukan secara periodik,
diikuti dengan pembuatan order.
(6) Berdasarkan sistem pengendalian persediaan
a. Sistem P
Pemesanan persediaan dilakukan secara periodik, berdasarkan
suatu daur waktu tertentu.
b. Sistem Q
Pemesanan persediaan dilakukan dalam jumlah tetap pada saat
persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali.
(7) Berdasarkan sifat pemesanan
a. Sistem MRP (Material Requirement Plannung)
Order persediaan dilakukan untuk memenuhi rencana produksi
yang telah ditetapkan.
b. Sistem DRP (Distribution Requirements Planning)
Order persediaan dilakukan sesuai dengan rencana distribusi yang
telah ditetapkan.
19
c. Sistem Single Order Quantity
Order dilakukan satu kali sesuai jumlah yang telah ditetapkan.
d. Sistem JIT (Just In Time)
Sistem dimana persediaan tiba pada saat dibutuhkan.
2.1.9 Model Pengendalian Persediaan
Menurut Tersine (1994), sesuai sifat kebutuhan dan pengadaannya, terdapat
beberapa model pengendalian persediaan yang disesuaikan dengan sifat dan
karakteristik dari barang persediaan, diantaranya model pengendalian persediaan
sistem kebutuhan independen dan dependen. Sistem kebutuhan independen terdiri
atas model deterministik dan model probabilistik, sedangkan sistem kebutuhan
dependen terdiri dari sistem MRP (Material Requirements Planning).
Melalui model deterministik diberikan besarnya ukuran lot yang ekonomis
untuk item persediaan yang bersifat independen. Beberapa parameter yang
diperlukan disini adalah :
1. Kebutuhan pemakaian
2. Biaya persediaan
3. Lead time
Pada model deterministik, semua parameter dan variabel diketahui atau dapat
dihitung dengan pasti (Tersine, 1994).
Pada model deterministik, kebutuhan dan lead time bersifat konstan
sementara pada model probabilistik, kedua parameter ini bersifat variabel atau
20
tidak tetap. Persediaan dari barang – barang yang independen dapat dibagi menjadi
2 kelompok :
1. Working stock, yaitu persediaan yang diperkirakan akan terpakai pada
suatu periode. Besaran rata-rata adalah setengah dari jumlah order
(Q/2).
2. Stok pengaman yang tidak bergantung pada ukuran lot, ditentukan
berdasarkan peramalan, diperlukan untuk menjaga persediaan terhadap
tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.
2.1.9.1 Analisis ABC
Pada umumnya persediaan terdiri atas berbagai jenis barang yang sangat
banyak jumlahnya, di mana setiap jenis barang membutuhkan analisis tersendiri
untuk mengetahui besarnya order size dan order point. Disadari, bahwa tidak
semua jenis barang yang ada dalam persediaan memiliki tingkat prioritas yang
sama. Untuk mengetahui jenis barang mana saja yang perlu mendapat prioritas,
maka digunakan analisis ABC yang dapat mengklasifikasikan seluruh jenis
barang berdasarkan tingkat kepentingannya (Tersine R.J., 1994).
Pada prakteknya, analisis ABC atau sering juga disebut klasifikasi ABC
digunakan secara luas dengan nilai permintaan dan volume permintaan sebagai
kriteria peringkat yang paling umum. Pendekatan standar dalam aplikasi
klasifikasi ABC adalah untuk mengatur tingkat layanan yang sama untuk semua
unit penjaga stok (stock keeping units) (Teunter, R.H., et. al, 2010). Pada analisis
ABC, persediaan dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
21
A. Klasifikasi A
Barang bernilai tinggi, menyerap penggunaan dana sebesar 80% dari nilai
total persediaan. Bisa jadi hanya 15 – 20% dari seluruh jenis barang
persediaan.
B. Klasifikasi B
Barang dengan nilai sedang, menyerap penggunaan dana sebesar 15% dari
nilai total persediaan, terdiri atas 20 – 25% jenis barang persediaan.
C. Klasifikasi C
Barang dengan nilai rendah, menyerap penggunaan dana sebesar 5% dari
nilai total persediaan, terdiri atas 60 – 65% jenis barang persediaan.
Diagram 2.1 Grafik Klasifikasi ABCSumber: Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994
22
Prosedur analisis ABC :
- Nilai persediaan dari setiap item barang diperoleh dari kebutuhan
pertahun kali harga per unit.
- Seluruh item persediaan diurutkan berdasarkan nilainya, mulai dari
yang terbesar.
- Nilai setiap item barang diakumulasikan dan dihitung persentasenya
terhadap nilai keseluruhan persediaan.
- Lakukan klasifikasi ABC berdasarkan jumlah penyerapan dana
terbesar.
Karena kelompok klasifikasi A mempunyai nilai terbesar, kelompok ini
merupakan kelompok terpenting dan memerlukan perhatian terbesar. Perhatian
untuk kelompok C tidak perlu terlalu ketat karena nilainya yang kecil sehingga
pengaruh terhadap keuangan kecil juga. Pemesanan dapat dilakukan untuk sekali
setahun dengan penelaahan tahunan. Kelompok B dapat dievaluasi secara
semiannual. Bilamana tingkat persediaan kelompok A dapat diturunkan, investasi
persediaan akan berkurang dengan nyata. Tabel berikut menggambarkan
perbandingan antara kelompok A, B, dan C.
Tabel 2.1. Perbandingan antara Kelompok A, B, dan C
KlasifikasiDerajat Kendali
Tipe Pencatatan
Besaran Lot
Frekuensi Evaluasi
Jumlah Stok Pengaman
A KetatLengkap
dan AkuratRendah Kontinu Kecil
B Sedang Baik SedangKadang-Kadang
Sedang
C Longgar Sederhana Besar Jarang BesarSumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994
23
2.1.9.2 Klasifikasi VED dan FSN
Cara lain untuk melakukan klasifikasi persediaan yaitu berdasarkan pada
tingkat kekritisan VED (Vital, Essential, Desirable) dan frekuensi pemakaian
FSN (Fast moving, Slow moving, Non-moving) (Mukhophadyay, 2003).
Klasifikasi VED mempertimbangkan faktor-faktor kualitatif seperti fungsi
dan efisiensi, dimana :
Vital : Sangat penting, tanpa barang tersebut proses tidak dapat dilaksanakan
Essensial : Penting namun mengurangi efisiensi proses
Desirable : Tidak mempengaruhi proses produksi, tidak secara signifikan
mempengaruhi efisiensi proses
Klasifikasi FSN mempertimbangkan faktor-faktor kuantitatif seperti biaya
dan permintaan, dimana :
Fast moving : Aliran keluar dari penyimpangan dalam suatu periode sangat
cepat
Slow moving : Aliran keluar dari penyimpangan lebih lambat
Non moving : Aliran keluar dari penyimpangan sangat lambat, misal hanya 2-3
kali setahun
2.1.9.3 Model EOQ (Economic Order Quantity)
Menurut Brimberg dan Hurley, 2006; Drezneret al, 1995; Evan dan
Porteus, 1985; Federgruen dan Zheng, 1992; Hadley dan Whitin, 1963; Huang,
2003;. Osteryounget al, 1986, Salameh dan Jaber, 2000; Sana, 2008; Zheng, 1992
dalam Beheshti, H.M. (2010), model manajemen persediaan klasik adalah
24
kuantitas pesanan ekonomis (EOQ) yang menentukan keseimbangan yang paling
ekonomis antara biaya penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan. Model ini
dirancang untuk menentukan kuantitas pesanan ekonomis untuk membeli bahan
atau produk serta kuantitas produksi ekonomi (EPQ) atau ukuran lot untuk
produksi.
Besarnya order dengan total biaya persediaan yang minimal dikenal
sebagai model EOQ. Model persediaan dengan asumsi situasi yang ideal dapat
ditunjukkan dalam gambar berikut ini.
Diagram 2.2 Tingkat Sediaan EOQ Sumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 93
Di mana :
Q : besar order
B : reorder point
ac = ce : interval antar order
ab = cd = ef : lead time
25
Saat barang diterima, maka tingkat persediaan ada pada Q (besarnya order).
Jumlah persediaan berkurang pada kecepatan pemakaian yang tetap, ditunjukkan
oleh garis miring. Pada saat tingkat persediaan mencapai titik reorder B, dibuat
pesanan baru sejumlah Q unit. Setelah suatu periode waktu yang tetap, pesanan
akan masuk ke dalam persediaan. Garis vertikal menunjukkan penerimaan suatu
lot order dalam persediaan yang diterima pada saat tingkat persediaan = 0
sehingga jumlah persediaan rata – rata adalah Q/2. Bila kekurangan persediaan
tidak diinginkan, total biaya persediaan per tahun dapat ditunjukkan melalui
gambar berikut.
Diagram 2.3 Biaya persediaan total per tahunSumber : Tersine, Richard J. Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 94
26
Dimana :
R = kebutuhan per tahun dalam unit
P = biaya pembelian per barang
C = biaya pemesanan per order
H = PF = biaya penyimpanan per unit per tahun
Q = lot size = jumlah order dalam unit
F = biaya penyimpanan tahunan sebagai fraksi dari biaya per unit
Keseluruhan biaya tahunan = biaya pembelian + biaya pemesanan + biaya
penyimpanan
TC (Q) = PR + CRQ
+ HQ2
…….. (1)
Biaya variabel TVC (total variabel cost) tidak mencakup biaya pembelian :
TVC (Q) = CRQ
+ HQ2
…….. (2)
Biaya minimal lot size (EOQ) diperoeh dari turunan pertama biaya total tahunan
terhadap Q = 0
∂ TC(Q)∂ Q
=H2
−CRQ2 = 0
HQ2 = 2 CR Q* = √ 2 CRH
= EOQ …….. (3)
Melalui model EOQ (Economic Order Quantity) barang dengan biaya per unit
tinggi akan dipesan lebih sering dalam jumlah kecil sementara barang dengan
biaya rendah akan dipesan dalam jumlah besar.
27
Total biaya minimum per tahun dapat diperoleh dengan melihat Diagram 2.3 :
Biaya persediaan total per tahun, di mana pada titik Q* = EOQ akan diperoleh
bahwa :
CRQ +
HQ2 (kedua garis berpotongan)
Sehingga TC(Q*) = PR + HQ2
+ HQ2
TC (Q*) = PR + HQ*
Model EOQ dibuat berdasarkan asumsi berikut :
1. Kecepatan pemakaian diketahui, konstan, dan kontinu
2. Lead time diketahui dan konstan
3. Jumlah lot size masuk ke dalam persediaan pada waktu yang sama
4. Tidak ada kekurangan persediaan (stock out)
5. Struktur biaya tetap
6. Terdapat ruang, kapasitas, dan modal yang cukup untuk menampung
kuantitas yang ditetapkan
7. Item barang merupakan produk tunggal
2.1.9.4 Sensitivitas Model EOQ
Aktivitas sensitivitas menunjukkan sejauh mana suatu perubahan atau
kesalahan pada data input (parameter) dapat mempengaruhi keluaran dari
28
model/formula. Model dinyatakan tidak sensitif bila dapat menerima range nilai
input yang cukup lebar tanpa memberi pengaruh besar terhadap hasil. Sebaliknya,
model disebut sensitif bila suatu perubahan kecil pada input menyebabkan
perubahan nyata pada keluaran (Tersine, R.J., 1994).
Sensitivitas model akan mempengaruhi tingkat presisi dari parameter yang
digunakan dalam suatu model. Model EOQ mengasumsikan, bahwa ketiga
parameter : kebutuhan tahunan (R), biaya pemesanan (C), dan biaya penyimpanan
(H) sudah diketahui dan tanpa variasi. Kesalahan manajemen dalam menentukan
ketiga parameter akan memberi variasi baik pada besarnya EOQ maupun biaya
variabel keseluruhan. Sejauh mana penyimpangan pada parameter mempengaruhi
keluaran pada model EOQ dapat digambarkan melalui tabel berikut :
Tabel 2.2 Pengaruh tingkat kesalahan dari parameter R,C, dan H terhadap TVC (Total Variabel Cost) pada Q* (EOQ)
Faktor kesalahan (X1) Keslalahan TVC (%)0,2 -55,30,4 -36,80,6 -22,50,8 -10,61,0 0,01,2 9,51,4 18,31,6 26,51,8 34,22,0 41,4
Sumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994
X1 = faktor kesalahan =estimasi /aktual
Tabel tersebut menunjukkan bahwa bilamana pada salah satu parameter terjadi
kesalahan sampai 100%, kesalahan pada TVC (total variabel cost) yang terjadi
hanyalah 41,4%. Perlu diperhatikan disini bahwa estimasi yang lebih kecil dari
29
actual memberikan tingkat kesalahan yang lebih besar disbanding estimasi yang
terlalu besar. Hubungan antara faktor kesalahan dengan akibatnya pada TVC
dapat dilihat dengan lebih jelas pada gambar berikut.
Diagram 2.4 Hubungan antara Faktor Kesalahan dengan Biaya KeseluruhanSumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994 hal 99
Berdasarkan data dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa model dasar
persediaan tidak terlalu sensitif terhadap kesalahan pada nilai parameter yang
diambil. Variasi yang cukup besar pada parameter kebutuhan dan biaya tidak
memberi banyak variasi terhadap model keluaran. Situasi ini sangat
menguntungkan karena dalam penggunaan model EOQ, sering terjadi
penyimpangan terhadap parameter yang digunakan sebagai estimasi dalam
perhitungan. Baik komponen biaya pemesanan, biaya penyimpangan, maupun
30
angka kebutuhan per tahun seringkali merupakan angka hasil peramalan atau
estimasi berdasarkan data dan pengalaman yang telah terjadi (Tersine R.J., 1994).
2.1.9.5 Sistem Telaah Kontinyu (Sistem Q)
Dalam kenyataan praktek, penggunaan model EOQ memiliki
keterbatasan yang disebabkan oleh asumsi permintaan yang konstan (Schroeder,
Roger. G, 2013). Sistem Q memberikan suatu model dimana permintaan yang
fluktuatif dapat dipenuhi. Sistem ini dikenal juga sebagai sistem Fixed Order Size.
Pada sistem ini, posisi persediaan terus menerus dimonitor pada setiap transaksi
dan dibandingkan dengan titik pemesanan ulang (ROP/reorder point). Bilamana
posisi persediaan telah mencapai titik ROP (B), pemesanan ulang dilakukan dalam
jumlah unit Q yang tetap yaitu sebesar nilai EOQ (Economic Order Quantity).
Diagram berikut ini memberikn grafik operasi sistem Q.
Diagram 2.5 Sistem Telaah Kontinyu (Q) Sumber : Schroeder, Roger G, Operations Management in the Supply Chain, 2013 hal 381 Slope : permintaan barang, bervariasi
Q : kuantitas pesanan, tetap
B : titik pemesanan ulang, tetap
31
Oa, ac, ce : interval waktu antar order, bervariasi
ab=cd=ef=L : tenggang waktu
S : stok pengaman
Parameter utama pada sistem Q adalah Q (jumlah pesanan) dan B (titik
pemesanan ulang). Diasumsikan bahwa Q ditetapkan sama dengan nilai EOQ dan
B adalah jumlah kebutuhan pada masa lead time ditambah stok pengaman.
B = M + S
Dimana :
B = ROP
S = stok pengaman
M = kebutuhan rata – rata pada masa lead time
Sistem ini sesuai untuk dipergunakan pada jenis barang yang bersifat
independen dan memerlukan pengendalian ketat (kelompok A pada klasifikasi
ABC) karena :
(2) Menggunakan jumlah order yang efisien (EOQ)
(3) Jumlah stok pengaman tidak terlalu besar, diperlukan hanya untuk periode
masa lead time.
(4) Sistem relatif tidak sensitif terhadap perubahan parameter – parameter
persediaan. (Tersine, R.J., 1994)
2.1.9.6 Sistem Telaah Berkala (Sistem P)
Pada sistem P, jumlah persediaan dalam penyimpanan ditinjau ulang
secara berkala pada interval waktu yang tetap, untuk selanjutnya dilakukan
32
pemesanan sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, jumlah order bervariasi pada setiap
periode (Schroeder, Roger G., 2013).
Diagram 2.6 memberikan gambaran mengenai sistem periodik dari satu
jenis persediaan. Tingkat persediaan maksimum T ditetapkan untuk setiap item
persediaan. Kuantitas order adalah tingkat persediaan maksimum dikurangi posisi
persediaan pada tanggal pemesanan. Pada sistem ini periode review tetap,
sementara kuantitas order, kecepatan pemakaian, titik pemesanan kembali (ROP),
dan lead time, bervariasi.
Diagram 2.6 Sistem Telaah Berkala (P) Sumber : Schroeder, Roger G., Operations Managements in the Supply Chain, 2013, hal 386
Dimana :
P : periode antar pesanan
T : stok maksimum
Q1, Q2, Q3 : jumlah pesanan yang besarnya persediaan maksimum (T)
dikurangi jumlah stok pada akhir periode P
a-b, c-d, e-f : lead time kedatangan barang
33
slope : jumlah permintaan
Pada sistem ini, terdapat 2 parameter yang perlu ditetapkan yaitu periode waktu
antar pesanan P dan jumlah stok maksimum T yang menjadi target persediaan
(Tersine, R.J., 1994 p 134 - 136).
Periode waktu antar pesanan yang ekonomis (EOI) diperoleh dari angka EOQ
dibagi kebutuhan R.
P = EOI = EOQ/R
Tingkat persediaan maksimum T harus cukup besar agar dapat memenuhi
kebutuhan selama masa interval pemesanan T dan selama lead time L.
T = RP + RL = R (P + L) = tingkat persediaan maksimum
Dengan adanya stok pengaman yang berfungsi sebagai penyangga terhadap
fluktuasi permintaan dan masa tunggu, maka :
T = M + S
dimana :
T : target tingkat persediaan
M : kebutuhan rata-rata selama periode P + L
S : stok pengaman
Bila dibandingkan dengan sistem Q, ada beberapa kelemahan maupun kelebihan
dari penggunaan sistem P ini. Kelemahannya ialah membutuhkan stok pengaman
34
yang lebih tinggi karena harus mencakup masa periode antar interval pemesanan
(P) dan masa lead time (L). Adapun kelebihannya diantaranya :
- Sistem pencatatan lebih sederhana
- Dapat melakukan pemesanan beberapa jenis barang ke satu pemasok pada
waktu bersamaan, sehingga dapat memberikan nilai ekomis.
Sistem P sesuai untuk digunakan pada satuan – satuan barang dengan harga tidak
terlalu mahal (Schroeder, 2013).
2.1.9.7 Stok Pengaman (Safety Stock)
Resiko dan ketidakpastian pada analisis persediaan datang dari berbagai
variabel, tetapi yang paling utama adalah variasi kebutuhan dan lead time. Situasi
ini diatasi melalui stok pengaman yang akan bertindak sebagai penyangga untuk
mengatasi kebutuhan selama masa pengisian kembali pada lead time dalam hal
realisasi kebutuhan lebih tinggi dari yang diperkirakan maupun lead time yang
melebihi perkiraan sebelumnya. Terhadap pembiayaan perusahaan stok pengaman
memberi 2 efek, yaitu menurunkan biaya stock out dan meningkatkan biaya
penyimpanan (Tersine, R.J, 1994).
Pada sistem persediaan yang ideal, pola kebutuhan rata – rata akan
berulang tanpa variasi. Dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini :
35
Diagram 2.7 Sistem Persediaan yang IdealSumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 206
Pada kenyataannya pola kebutuhan selalu berubah dari waktu ke waktu seperti
contoh pada gambar berikut :
Diagram 2.8 Sistem Persediaan Sumber : Tersine, Richard J., Principles of Inventory and Materials Management, 1994, hal 207
36
Pada daur pertama, kebutuhan pada masa lead time sangat besar sehingga terjadi
stock out. Pada daur kedua kebutuhan pada lead time lebih kecil dari yang
diperkirakan, pengisian barang diterima sebelum stok pengaman dicapai. Pada
daur ketiga kebutuhan pada lead time lebih besar tetapi masih dapat ditanggulangi
oleh stok pengaman. Stok pengaman diperlukan karena baik peramalan maupun
estimasi tidak selalu tepat dan kadangkala pemasok terlambat dalam pengiriman
barang. Beberapa hal yang memerlukan perhatian :
(1) Kecepatan pemakaian yang lebih besar dari ramalan/estimasi
(2) Keterlambatan pengiriman barang
(3) Barang yang datang tidak memenuhi persyaratan / reject.
Tanpa adanya stok pengaman, situasi di atas dapat menimbulkan terjadinya stock
out, sementara perlu pula diperhatikan bahwa setiap peningkatan pada stok
pengaman dapat mengurangi keuntungan. Reaksi pelanggan terhadap kondisi
stock out ada 2 kemungkinan :
(1) Menerima backorder atau penundaan penerimaan.
Dalam situasi ini umumnya perusahaan akan mengeluarkan pesanan
darurat untuk mendapatkan barang yang diperlukan, mengakibatkan
munculnya biaya tambahan (biaya stock out) dalam ekspedisi, biaya
penanganan, biaya pengapalan, dan biaya pengepakan ekstra.
(2) Membatalkan pembelian (lost sale)
Kebutuhan pelanggan akan barang akan diganti oleh pesaing. Dalam
hal ini biaya stock out bervariasi mulai dari kehilangan keuntungan
37
penjualan sampai kehilangan yang tak spesifik seperti nama
baik/goodwill.
Pada saat barang diterima, tingkat persediaan akan tinggi, namun saat
sebelum kedatangan barang, tingkat persediaan akan rendah dan berada disekitar
besarnya stok pengaman. Waktu kritis untuk memenuhi permintaan adalah pada
masa lead time. Bila kuantitas order bertambah besar, maka berarti frekuensi order
per tahun menjadi kecil sehingga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
juga berkurang.
Stok pengaman dapat dipandang sebagai investasi permanen dalam
persediaan. Bila pada model deterministik fixed order size besar rata – rata
persediaan adalah Q/2, dengan adanya stok pengaman, rata – rata persediaan
menjadi S + Q/2 dimana S adalah jumlah stok pengaman dan Q adalah besarnya
pesanan. Stok pengaman (demikian pula reorder point) menjadi lebih besar untuk
kondisi :
(1) Biaya stock – out tinggi
(2) Tingkat layanan tinggi
(3) Biaya penyimpanan rendah
(4) Variasi permintaan yang besar
(5) Variasi yang besar dalam lead time
Berapa besarnya stok pengaman yang perlu disediakan sangat bergantung kepada
fluktuasi permintaan pada lead time, fluktuasi lead time, dan tingkat pelayanan
yang diinginkan.
38
2.1.9.8 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), titik pemesanan ulang
(reorder point) adalah tingkat persediaan dimana ketika persediaan mencapai titik
tertentu, harus dilakukan pemesanan.
Rumus ROP ditulis sebagai :
ROP = d x L
dimana :
d = permintaan per hari
L = lead time untuk pemesanan baru
Waktu tunggu = L
Kemiringan = unit/hari = d
Tingkat Persediaan
Waktu (hari)
Q*
ROP (unit)
Diagram 2.9 Titik Pemesanan Ulang (reorder point)
Keterangan: Q* adalah kuantitas pesanan optimum, dan waktu tunggu
menggambarkan waktu antara penempatan pesanan dan penerimaan pesanan.
39
Persamaan ROP di atas mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu dan
waktu tunggu itu sendiri adalah konstan. Permintaan perhari (d) dihitung dengan
membagi permintaan tahunannya (D) dengan jumlah hari kerja dalam satu tahun:
Permintaan per hari =D
Jumlah hari kerja per tahun
Permintaan yang probabilistik dan bersifat kontinu pada umumnya mengikuti pola
distribusi normal. Dalam hal ini reorder point dapat dihitung dengan mengikuti
rumus :
B = M + S
= M + Z
Dimana : B = Reorder point
M = Rata – rata permintaan pada masa lead time
S = Stok pengaman
Z = Standard normal deviasi
= simpangan baku dari lead time demand
Melalui rumus ini, titik pemesanan ulang ditetapkan sama dengan
permintaan rata – rata sepanjang tenggang waktu pemesanan M ditambah
sejumlah tertentu penyimpangan standar untuk melindungi dari kehabisan
persediaan.
2.1.9.9 Konflik dalam Masalah Persediaan
40
Persediaan seringkali menjadi sumber konflik antar manajemen dalam
suatu perusahaan karena setiap manajer mempunyai pertimbangan yang berlainan
dalam masalah persediaan.
Tujuan utama dari manajemen persediaan adalah meminimalkan investasi
persediaan, memaksimalkan layanan pada pelanggan dan mendukung operasional
yang efektif. Secara lebih spesifik, tujuan pengendalian persediaan dapat
dinyatakan sebagai : biaya per unit yang rendah, perputaran persediaan (inventory
turnover) yang tinggi, kualitas yang konsisten, hubungan yang baik dengan
pemasok dan suplai yang kontinu. Pada kenyataannya, semua tujuan di atas tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan secara keseluruhan. Penekanan pada inventory
turnover bias saja menyebabkan biaya per unit menjadi lebih tinggi karena
pembelian yang lebih sering dalam jumlah kecil. Sebaliknya bila biaya per unit
yang menjadi rendah karena pembelian dalam jumlah besar, hal ini dapat
mengurangi inventory turnover (Tersine, R.J., 1994). Tabel berikut
menggambarkan perbedaan orientasi antar departemen terhadap persediaan.
Tabel 2.3 Perbedaan orientasi antar departemen terhadap persediaan
Departemen Tanggung JawabTujuan dalam
PersediaanTingkat persediaan
Marketing Menjual produk Layanan yang baik TinggiProduksi Membuat produk Ukuran lot yang
efisienTinggi
Pembelian Membeli barang Biaya per-unit rendah
Tinggi
Keuangan Modal kerja Efisiensi modal RendahEngineering Desain produk Menghindari
onsolensiRendah
Sumber : Tersine, R.J., 1994
41
Sementara konflik antar departemen terhadap persediaan dapat digambarkan pada
tabel berikut.
Tabel 2.4 Konflik antar departemen terhadap persediaanDepartemen Respon Tipikal
Marketing
Kami tidak dapat menjual barang kosong. Bagaimana kami dapat mempertahankan pelanggan bila selalu terjadi kekurangan persediaan dan persediaan produk tidak lengkap.
Produksi Dengan lot size yang lebih besar, kami dapat menurunkan biaya per unit dan berfungsi lebih efisien
Pembelian Biaya per unit dapat diturunkan bila membeli dalam jumlah besar
Keuangan Bagaimana mendapatkan dana untuk persediaan,tingkat persediaan lebih baik diturunkan
Warehouse Tidak ada tempat penyimpanan untuk menyimpan semua barang persediaan
Sumber : Tersine, R.J., 1994
Tanggung jawab atas persediaan sering kali dibagi antar departemen
sesuai dengan fungsinya. Pembelian ambil bagian atas bahan baku dan semua
barang yang dibeli, bagian produksi atas barang dalam proses, dan bagian
marketing mengontrol produk jadi. Pengalokasian tanggung jawab ini nampak
logis, namun kemampuan untuk melakukan kontrol yang berimbang tidak ada di
semua departemen. Pada umumnya akan lebih baik untuk menempatkan semua
tanggung jawab atas barang persediaan di satu lokasi di bawah tanggung jawab
manajerial. Konflik antar departemen serta suboptmasi jarang terjadi bilamana
semua jenis persediaan berada di bawah control material manajer.
Manajemen material bekerja untuk mengkonsolidasikan aktifitas,
meningkatkan koordinasi dan menyediakan satu sumber informasi bagi persediaan
42
tidak dapat diselesaikan sendiri di masing-masing area karena terdapat saling
ketergantungan antara distribusi, penyimpangan, produksi, penanganan material,
pembelian, pemasaran, dan keuangan. Bilamana aktivitas yang saling tergantung
dikelola sebagai aktivitas yang independen, besar kemungkinan terjadi konflik
antar aktivitas (Tersine, R.J., 1994).
2.1.10 Peramalan
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011) serta Roger G. Schroeder
(2011), peramalan adalah seni dan ilmu pengetahuan dalam memprediksi kejadian
di masa yang akan datang. Dalam suatu perusahaan, manager biasanya tertarik
dalam memprediksi permintaan di masa yang akan datang.
Peramalan penting bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap keputusan
manajemen yang signifikan. Dalam manajemen fungsional yaitu keuangan dan
akuntansi, peramalan memberikan dasar bagi perencanaan anggaran dan
pengendalian biaya. Bagian Pemasaran bergantung pada peramalan penjualan
untuk merencanakan produk baru, kompensasi penjualan pribadi, dan membuat
keputusan penting lainnya. Bagian Operasi menggunakan peramalan untuk
membuat keputusan periodik yang melibatkan pemilihan pemasok, pemilihan
proses, perencanaan kapasitas, dan tata letak fasilitas, serta untuk keputusan terus-
menerus mengenai pembelian, perencanaan produksi, penjadwalan, dan
persediaan (Chase & Jacobs, 2011).
43
2.1.10.1 Peramalan Horizon Waktu
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), peramalan
diklasifikasikan berdasarkan atas horizon waktu masa depan dalam cakupannya.
Horizon waktu terbagi menjadi tiga kategori :
a. Peramalan jangka pendek
Peramalan jangka pendek meliputi jangka waktu hingga 1 tahun,
namun pada umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan jangka pendek
digunakan untuk perencanaan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah
tenaga kerja, penugasan kerja dan tingkat produksi.
b. Peramalan jangka menengah
Peramalan jangka menengah atau intermediet pada umunya meliputi
jangka waktu dari 3 bulan hingga 3 tahun. Peramalan ini berguna
dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi,
anggaran kas, dan analisis bermacam-macam rencana operasi.
c. Peramalan jangka panjang
Peramalan jangka panjang pada umumnya meliputi jangka waktu 3
tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk
perencanaan produk baru, pembelanjaan modal, perluasan lokasi atau
fasilitas serta penelitian dan pengembangan.
44
2.1.10.2 Jenis – Jenis Peramalan
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), suatu perusahaan
menggunakan tiga jenis peramalan yang utama dalam perencanaan operasi di masa
yang akan datang, diantaranya :
a. Peramalan ekonomi, membahas mengenai siklus bisnis dengan
memprediksi tingkat inflasi, persediaan dana, pembangunan awal
perumahan, dan indikator perencanaan lainnya.
b. Peramalan teknologi, menyangkut tingkat kemajuan teknologi yang
dapat menghasilkan produk baru yang menarik, membutuhkan pabrik
dan peralatan yang baru.
c. Peramalan permintaan adalah proyeksi permintaan terhadap produk
atau jasa suatu perusahaan. Peramalan ini disebut juga peramalan
penjualan yang mengendalikan produksi, kapasitas, dan sistem
penjadwalan perusahaan serta berfungsi sebagai input bagi perencanaan
keuangan, pemasaran, dan sumber data manusia.
2.1.10.3 Metode Peramalan
A. Metode Kualitatif
Dalam istilah umum, metode peramalan kualitatif mengandalkan
pertimbangan manajerial, pengalaman, data yang relevan, dan model
matematika yang implisit. Metode peramalan kualitatif berguna ketika
kekurangan data atau ketika data terdahulu bukan merupakan prediktor
yang dapat diandalkan untuk masa yang akan datang. Ketika hal ini
45
terjadi, data yang terdahulu harus diikuti dengan pertimbangan sebelum
suatu peramalan dapat dikembangkan. Dalam kasus ini, manusia
sebagai pengambil keputusan dapat memanfaatkan data terbaik yang
tersedia dan pendekatan kualitatif untuk mendatangkan peramalan.
Metode peramalan kualitatif dapat juga digunakan untuk
memperkenalkan produk baru dan jasa baru, dimana data permintaan
historis tidak tersedia. Dalam kasus ini, metode peramalan kualitatif
digunakan untuk mengembangkan peramalan berdasarkan analogi atau
penggunaan selektif dari data riset pasar. (Schroeder, 2013).
B. Metode Kuantitatif
Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011), lima metode peramalan
kuantitatif terbagi ke dalam dua kategori, diantaranya :
a. Model Deret Waktu (Time-Series Models)
Model deret waktu memprediksi asumsi bahwa masa yang akan datang
adalah fungsi dari masa lalu. Model ini melihat apa yang telah terjadi
selama periode waktu tertentu dan menggunakan serangkaian data
terdahulu untuk membuat peramalan. Model deret waktu terdiri atas :
1. Pendekatan Naif (Naïve Approach)
Teknik paling sederhana untuk meramal adalah berasumsi bahwa
permintaan di periode mendatang akan sama dengan permintaan pada
periode terakhir. Untuk beberapa jenis produk, pendekatan naïf adalah
model peramalan objektif yang paling efektif dan efisien dari segi
46
biaya. Teknik ini menyediakan titik awal untuk perbandingan dengan
model lain yang lebih canggih.
2. Rata – Rata Bergerak (Moving Average)
Peramalan dengan metode rata – rata bergerak menggunakan sejumlah
nilai data aktual masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Metode ini
berguna jika kita dapat mengasumsikan permintaan pasar akan cukup
stabil selama masa kita ramalkan. Secara matematis, metode rata – rata
bergerak sederhana (merupakan prediksi dari permintaan periode
mendatang) dinyatakan sebagai berikut :
Rata-rata bergerak =∑Permintaan dalam n periode sebelumnya
n
dimana n adalah jumlah periode dalam rata-rata bergerak.
Ketika terdapat tren atau pola yang terdeteksi, pembobotan dapat
digunakan untuk menempatkan penekanan yang lebih pada nilai
terbaru. Praktek ini membuat teknik peramalan lebih resposif terhadap
perubahan karena lebih banyak periode terkini yang mungkin lebih
berbobot. Pemilihan pembobotan ini merupakan hal yang tidak pasti
karena tidak ada rumus untuk menetapkan mereka. Oleh karena itu,
keputusan pembobotan yang akan dipakai membutuhkan pengalaman.
Contohnya, jika bulan atau periode terakhir diberi bobot yang terlalu
besar, peramalan dapat menggambarkan perubahan besar yang tidak
biasa pada permintaan atau pola penjualan terlalu cepat. Rata-rata
47
bergerak dengan pembobotan akan digambarkan secara sistematis
sebagai berikut :
Pembobotan rata-rata bergerak =∑ (Bobot periode n )( Permintaan dalam periode n)
∑ Bobot
3. Penghalusan Eksponensial (Exponential Smoothing)
Penghalusan eksponensial merupakan metode peramalan rata – rata
bergerak dengan pembobotan yang canggih dan masih mudah
digunakan. Metode ini melibatkan pencatatan data masa lalu yang
sangat sedikit. Rumus dasar metode ini ditunjukkan sebagai berikut :
Peramalan baru =
Peramalan periode terakhir
+α (Permintaan aktual periode terakhir – peramalan periode
terakhir)
dimana α adalah sebuah bobot atau konstanta penghalusan yang dapat
dipilih oleh peramal yang mempunyai nilai antara 0 dan 1. Persamaan
rumus diatas juga dapat ditulis secara sistematis sebagai berikut :
Ft = Ft-1 + α (At-1 – Ft-1)
dimana:
Ft = peramalan baru
Ft-1 = peramalan periode sebelumnya
α = konstanta penghalusan (pembobotan) (0 ≤ α ≤ 1)
At-1 = permintaan aktual periode lalu
Perkiraan permintaan terakhir adalah sama dengan perkiraan yang lalu
disesuaikan dengan sebagian perbedaan antara permintaan aktual
48
periode terakhir dan perkiraan yang lalu. Konstanta penghalusan, α,
umumnya berada dalam rentang 0,05 hingga 0,50 untuk aplikasi bisnis.
Konstanta ini dapat diubah untuk memberikan bobot yang lebih besar
terhadap data terkini (ketika nilai α tinggi) atau bobot yang lebih besar
terhadap data yang lalu (ketika nilai α rendah).
4. Penghalusan Eksponensial dengan Penyesuaian Trend (Exponential
Somoothing with Trend Adjustment)
Metode penghalusan eksponensial yang sederhana adalah seperti teknik
lainnya yaitu rata – rata bergerak, gagal dalam merespon tren. Alasan
mengapa penghalusan eksponensial ini harus dimodifikasi ketika
terdapat tren adalah diasumsikan bahwa permintaan atas barang atau
jasa kita meningkat 100 unit per bulan dan kita telah melakukan
peramalan dengan α = 0,4 pada model penghalusan eksponensial. Tabel
di bawah ini menunjukan keterlambatan yang besar pada bulan ke-dua,
ke-tiga, ke-empat, dan ke-lima, bahkan jika perkiraan awal untuk bulan
pertama dinayatakan sempurna :
Bulan Permintaan Aktual Ramalan untuk BulanT (FT)1 100 F1 = 100
2 200F2 = F1 + α(A1 – F1) = 100 + A(100 – 100) = 100
3 300F3 = F2 + α(A2 – F2) = 100 + A(200 – 100) = 140
4 400F4 = F3 + α(A3 – F3) = 100 + A(300 – 140) = 204
5 500F5 = F4 + α(A4 – F4) = 100 + A(400 – 204) = 282
Untuk meningkatkan ramalan, kita menggambarkan model penghalusan
eksponensial yang lebih rumit, salah satunya menyesuaikan dengan tren.
49
Gagasannya adalah dengan menghitung rata – rata penghalusan
eksponensial dari data, kemudian disesuaikan untuk keterlambatan
positif atau negatif pada tren. rumusnya adalah :
Ramalan dengan tren (FITt) = ramalan penghalusan eksponensial (Ft) +
tren penghalusan eksponensial (Tt)
Dengan penghalusan eksponensial dengan penyesuaian tren, estimasi
rata-rata dan tren dihaluskan. Prosedur ini membutuhkan dua konstanta
penghalusan, α untuk rata-rata dan β untuk tren. Kemudian, kita
menghitung rata-rata dan tren untuk setiap periode. Rumus Penghalusan
Eksponential dengan Penyesuaian Trend adalah sebagai berikut :
Ft = α (At-1) + (1-α) (Ft-1 + Tt-1) , Tt = β (Ft-Ft-1) + (1-β) Tt-1
dimana:
Ft = peramalan dengan eksponensial yang dihaluskan dari deret data
pada periode t
Tt = tren dengan eksponensial yang dihaluskan pada periode t
At = permintaan aktual periode t
α = konstanta penghalusan untuk rata-rata (0 ≤ α ≤ 1)
β = konstanta penghalusan untuk tren (0 ≤ β ≤ 1)
5. Proyeksi Tren (Trend Projection)
50
Proyeksi tren merupakan teknik peramalan yang mencocokkan garis tren
pada serangkaian data masa lalu, kemudian memproyeksikan garis pada
masa mendatang untuk peramalan jangka menengah atau jangka panjang.
Jika kita memilih untuk mengembangkan garis tren linier dengan
menggunakan metode statistik yang tepat, kita dapat menggunakan
metode least-square. Persamaan garis untuk menggambarkan metode ini
adalah sebagai berikut :
y=a+bx
dimana:
y = nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi (disebut variabel
terkait)
a = persilangan sumbu y
b = kemiringan garis regresi (atau tingkat perubahan pada y untuk
perubahan yang terjadi di x)
x = variable bebas (dalam kasus ini adalah waktu)
Untuk menentukan nilai a dan b, akan dijelaskan dengan rumus berikut :
b = ∑ xy−n x y
∑ x2−n x2
dimana:
b = kemiringan garis regresi
∑ = tanda penjumlahan total
x = nilai variabel bebas yang diketahui
y = nilai variabel terkait yang diketahui
51
n = jumlah data dalam percobaan
nilai y-intercept dihitung dengan rumus :
a = ȳ - bxU
dimana:
ȳ = rata-rata nilai y
xU = rata-rata nilai x
b. Model Asosiatif : Analisis Regresi dan Korelasi
Analisis regresi dan korelasi termasuk ke dalam metode peramalan
asosiatif. Model ini menggabungkan banyak variabel atau faktor yang
mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan.
1. Analisi Regresi untuk Peramalan
Model matematika yang sama dapat digunakan ketika diterapkan pada
metode least-square dalam proyeksi tren untuk melakukan analisis
regresi linier. Variabel terikat yang akan diramal adalah tetap y.
Namun sekarang variabel bebas, x, tidak ada lagi saat ini. Persamaan
yang digunakan adalah sebagai berikut :
y=a+bx
dimana:
y = nilai dari variabel terikat
a = persilangan sumbu y
b = kemiringan garis regresi
52
x = variabel bebas
2. Standar Error dari Perkiraan
Standar error dari perkiraan digunakan untuk mengukur akurasi dari
perkiraan regresi. Perhitungan ini disebut standar deviasi dari suatu
regresi. Hal ini mengukur kesalahan dari variabel terikat, y, terhadap
garis regresi. Persamaan untuk menghitung standar deviasi adalah
sebagai berikut :
Sy , x=√∑ ( y− yc)2
n−2
dimana :
y = nilai y dari masing-masing data
yc = nilai dari variabel bebas, dihitung dari persamaan regresi
n = jumlah data
3. Koefisien Korelasi untuk Garis Regresi
Persamaan regresi adalah salah satu cara untuk menggambarkan
hubungan antara dua variabel. Garis regresi adalah bukan hubungan
sebab akibat, namun hanya menggambarkan hubungan diantara
variabel-variabel. Persamaan regresi menunjukkan bagaimana satu
variabel berhubungan dengan nilai dan perubahan variabel lain.
Koefisien korelasi digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara dua
variabel. Koefisien korelasi mengukur derajat atau kekuatan hubungan
linier. Koefisien korelasi bernilai antara +1 dan -1. Persamaan untuk
menghitung koefisien korelasi, r, adalah sebagai berikut :
53
r = n∑ xy−∑ x∑ y
√[n1∑ x2−(∑ x )2 ] [n∑ y2−(∑ y )2 ]koefisien determinasi, r2, adalah persentase dari variasi variabel terikat
(y) yang dijelaskan lewat persamaan regresi. Nilai koefisien
determinasi akan selalu bernilai positif dalam rentang 0 ≤ r2 ≤ 1.
4. Analisis regresi multiple
Analisis regresi multiple menggambarkan model dengan beberapa
variabel bebas daripada hanya satu variabel. Persamaannya adalah
sebagai berikut :
y=a+b1 x1+b2 x2
dimana :
y = variabel terikat, penjualan
a = konstanta a, persilangan sumbu y
x1 dan x2 = nilai dari kedua variabel bebas
b1 dan b2 = koefisien untuk kedua variabel bebas
2.1.10.4Pengukuran Kesalahan Peramalan
Secara keseluruhan, akurasi dalam beberapa model peramalan, seperti rata
– rata bergerak, penghalusan eksponensial, dan lainnya dapat ditentukan dengan
membandingkan nilai ramalan dengan nilai actual. Jika Ft ditulis sebagai ramalan
pada periode t, dan At ditulis permintaan actual pada periode t, kesalahan
peramalan atau deviasi didefinisikan sebagai berikut :
Kesalahan peramalan = permintaan aktual – nilai ramalan
54
= At – Ft
Beberapa metode pengukuran kesalahan peramalan digunakan dalam
prakteknya untuk menghitung kesalahan peramalan secara keseluruhan.
Pengukuran kesalahan peramalan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan
model peramalan yang berbeda serta memantau peramalan untuk memastikan
bahwa peramalan berjalan dengan baik. Tiga metode pengukuran kesalahan yang
banyak digunakan diantaranya :
A. Mean Absolute Deviation (MAD)
Nilai MAD dihitung dengan menjumlahkan nilai absolut dari masing-
masing kesalahan (deviasi) peramalan dibagi dengan jumlah data dari
periode (n) :
MAD = ∑|aktual−ramalan|n
B. Mean Squared Error (MSE)
Nilai MSE dihitung dari rata – rata kuadrat dari perbedaan nilai ramalan
dan nilai yang diamati.
MSE = ∑ (kesalahan ramalan )2
n
C. Mean Absolute Percent Error (MAPE)
Masalah yang ada pada perhitungan MAD dan MSE adalah bahwa
nilai keduanya bergantung pada besaran item yang akan diramal. Jika
item ramalan dihitung dalam ribuan, nilai MAD dan MSE menjadi
sangat besar. Untuk menghindari hal ini, digunakan MAPE. MAPE
55
dihitung dari rata – rata perbedaan absolut antara nilai ramalan dan
nilai aktual, ditulis sebagai persentase dari nilai aktual.
MAPE = ∑i=1
n
100|aktual i−ramalani|/aktuali
n
2.2 Kerangka Pemikiran
Manajemen operasi memiliki suatu peranan yang sangat penting dalam
suatu perusahaan karena seluruh kegiatan perusahaan difokuskan untuk membantu
dan mendukung kegiatan manajemen operasi. Menurut Kant, S, et al. (2007) dan
Gopalakrishnan, P. (1987) yang dikutip oleh Anand, T., et. al. (2010) bahwa
sekitar sepertiga dari anggaran rumah sakit tahunan dihabiskan untuk membeli
bahan-bahan dan perlengkapan rumah sakit, termasuk obat-obatan. Obat – obatan
mengkonsumsi sekitar 60% dari total biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit.
Oleh karena itu, obat-obatan merupakan salah satu pusat terapi yang paling
banyak digunakan dalam fasilitas pelayanan kesehatan, di mana sejumlah besar
biaya pengeluaran di rumah sakit dihabiskan untuk pembelian obat-obatan secara
berulang.
Sejauh ini, banyak obat yang kehabisan stok dan kadaluarsa sebelum
digunakan. Tidak adanya atau kurangnya jumlah obat-obatan di instalasi farmasi
dapat menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi buruk dan reputasi yang kurang
baik bagi rumah sakit. Dengan demikian, kebutuhan untuk perencanaan,
perancangan, dan mengatur instalasi farmasi dengan cara yang dapat
56
menghasilkan layanan klinis dan administratif yang efisien menjadi hal yang
relevan dalam situasi ini.
Pengendalian persediaan adalah sistem ilmiah yang menunjukkan seperti
apa yang dipesan, kapan waktu pemesanan, berapa banyak yang dipesan, dan
berapa banyak stok yang tersedia sehingga biaya pembelian dan biaya
penyimpanan dapat dijaga serendah mungkin. Hal ini dapat membantu melindungi
perusahaan terhadap fluktuasi persediaan dan permintaan, ketidakpastian, dan
meminimalisasikan waktu tunggu. Terdapat beberapa metode yang berkaitan
dengan pengendalian persediaan, namun dua metode yang umum digunakan
adalah Analisis ABC dan VED.
Dari analisis ABC-VED dideroleh data kelompok obat kategori I (AV,
BV, CV, AE, dan AD) kemudian dilakukan peramalan kebutuhan obat untuk
tahun 2015. Selanjutnya dilakukan perhitungan EOQ dan ROP kelompok obat
tersebut. Setelah itu dihitung total inventory cost (TIC) berdasarkan cara
pengadaan obat rumah sakit dan TIC berdasarkan EOQ untuk mengetahui
efisiensi metode pengadaan dan pengendalian persediaan diantara keduanya.
57
Input
Proses
Output
Diagram 2.10 Bagan Kerangka Pemikiran
Manajemen Operasi
(Heizer & Render)
Manajemen Persediaan(Charles T. Horngren)
Klasifikasi ABC dan VED
(Richard J. Tersine)
Kelompok Obat BPJS Prioritas I : AV, BV,
CV, AE, AD
Pengendalian Persediaan Obat
BPJS
Peramalan kebutuhan obat
BPJS tahun 2015
Perhitungan EOQ obat BPJS
Perhitungan ROP obat BPJS
58