08 0 perencanaan mikrowave link transmisi

21
PERENCANAAN LINK TRANSMISI MIKROWAVE Perencanaan Mikrowave link transmisi merupakan hal yang penting untuk menghasilkan sebuah jaringan transmisi yang handal untuk meningkatkan performansi dan pelayanan kepada pelanggan. Dengan melakukan perencanaan radio link transmisi, diharapkan untuk sepuluh tahun ke depan dapat mengatasi permasalahan kapasitas link, rute link transmisi dan proteksi jaringan. 1 Konsep Dasar Perencanaan Link Transmisi. Perencanaan link transmisi pada system komunikasi bergerak GSM merupakan proses dalam menentukan kapasitas link transmisi apakah perlu di upgrade atau tidak, jenis-jenis konfigurasi, tipe-tipe antena microwave, penentuan diameter antena, pemilihan frekuensi, rute transmisi (link), LOS (Line Of Sigt) dan link Budget . Adanya pertumbuhan pelanggan yang semakin besar, maka akan menyebabkan trafik semakin besar sehingga diperlukan perencanaan link transmisi microwave yang baik dan dapat mengikuti kebutuhan dan pertumbuhan pelanggan. Oleh karena itu, perencanaan link transmisi microwave merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti karena harus dapat mengikuti pertumbuhan untuk selalu menjaga kepuasan pelanggan. Hal 1

Upload: muthi-winaswarna

Post on 21-Oct-2015

150 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERENCANAAN LINK TRANSMISI MIKROWAVE

Perencanaan Mikrowave link transmisi merupakan hal yang penting untuk

menghasilkan sebuah jaringan transmisi yang handal untuk meningkatkan

performansi dan pelayanan kepada pelanggan. Dengan melakukan perencanaan radio

link transmisi, diharapkan untuk sepuluh tahun ke depan dapat mengatasi

permasalahan kapasitas link, rute link transmisi dan proteksi jaringan.

1 Konsep Dasar Perencanaan Link Transmisi.

Perencanaan link transmisi pada system komunikasi bergerak GSM

merupakan proses dalam menentukan kapasitas link transmisi apakah perlu

diupgrade atau tidak, jenis-jenis konfigurasi, tipe-tipe antena microwave, penentuan

diameter antena, pemilihan frekuensi, rute transmisi (link), LOS (Line Of Sigt) dan

link Budget.

Adanya pertumbuhan pelanggan yang semakin besar, maka akan

menyebabkan trafik semakin besar sehingga diperlukan perencanaan link transmisi

microwave yang baik dan dapat mengikuti kebutuhan dan pertumbuhan pelanggan.

Oleh karena itu, perencanaan link transmisi microwave merupakan suatu proses yang

tidak pernah berhenti karena harus dapat mengikuti pertumbuhan untuk selalu

menjaga kepuasan pelanggan.

Hal 1

2. Dasar Perencanaan.

Dalam perencanaan link transmisi microwave secara teknis ada beberapa hal

yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Kapasitas Link Transmisi

Kapasitas link transmisi yang dibutuhkan, biasanya disesuaikan terhadap

trafik pelanggan. Semakin besar trafiknya, semakin besar pula link transmisi

yang dibutuhkan. Penentuan jenis-jenis konfigurasi juga mutlak diperlukan

dalam hal ini. Data trafik pelanggan biasanya diperoleh dari divisi RNP

(Radio Network Planning) yang berhubungan dengan parameter kesuksesan

panggilan dan coverage area.

b) Tipe Antena

Pemilihan tipe antena sangat berpengaruh terhadap kehandalan jaringan

transmisi microwave. Tipe antena yang dimaksud berhubungan dengan

pemilihan diameter antena, pemilihan frekuensi serta system proteksi antena.

c) Kondisi Topografi

Kondisi topografi suatu daerah yang berbeda-beda dengan daerah yang

lainnya erat kaitannya terhadap kondisi link transmisi yang LOS (Line Of

side) tanpa ada halangan diantara link transmisi tersebut. Sehingga pada

perakteknya diperlukan survey lapangan.

Hal 2

Secara umum perencanaan link transmisi microwave dapat digambarkan

dalam langkah kerja proses sebagai berikut :

Gambar 2.1 Langkah kerja proses perencanaan Link Transmisi.

3 Perencanaan Link Transmisi.

Dalam perencanaan link transmisi semua dilakukan berdasarkan data dari

master planning, kapasitas trafik pelanggan sangat berpengaruh terhadap kapasitas

link transmisi. Data mengenai kapasitas trafik pelanggan biasanya diperoleh dari

divisi RNP (Radio Network planning). Data-data tersebut berisi asumsi prediksi

jumlah pelanggan, intensitas trafik, dan sebagainya. Berdasarkan data-data tersebut,

maka dibuat sebuat design link transmisi.

Dalam perencanaan link transmisi pada system selular, ditentukan oleh

kapasitas link transmisi, jenis-jenis konfigurasi, tipe-tipe antena microwave,

Hal 3

penentuan diameter antena, pemilihan frekuensi, rute transmisi (link), LOS (Line Of

Side), dan Link budget.

3.1 Kapasitas Link Transmisi.

Merupakan salah satu faktor yang penting dalam perencanaan link transmisi

yang erat kaitannya terhadap prediksi jumlah pelanggan untuk jangka waktu kedepan.

Perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan informasi, analisa dan pertimbangan

tentang segala sesuatu yang menyangkut dan mempunyai pengaruh dalam

perencanaan link transmisi. Perencanaan yang akurat merupakan faktor penting

dalam menentukan kebijakan dan menyusun strategi dalam pelaksanaan perencanaan

selanjunya.

3.2 Jenis – jenis Konfigurasi (Network Topologi).

Pada dasarnya penentuan jenis – jenis konfigurasi jaringan erat kaitannya

terhadap penentuan node-node atau concentrator (pusat) link transmisi mana yang

membawa jumlah kapasitas trafik yang besar. Ada beberapa jenis-jenis konfigurasi

jaringan link transmisi, yaitu Chain (rantai), star (bintang), tree (pohon), ring

(lingkaran), protection (perlindungan) dan meshed (jaring).

3.2.1 Chain (rantai), star (bintang), dan tree (pohon).

Tipe chain (rantai) merupakan bentuk konfigurasi dasar link transmisi. Dalam

implementasinya sering juga disebut sebagai konfigurasi star (bintang) dan tree

(pohon).

Hal 4

Untuk tipe chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon) biasanya terdapat

satu buah node (titik) yang menjadi pusat link transmisi. Sementara BTS-BTS yang

berada dibelakang pusat node disebut sebagai anak-anaknya dan BTS-BTS tersebut

secara lansung berhubungan kepada pusat node. Pemilihan bentuk topologi chain,

star, atau tree biasanya berdasarkan pada kapasitas link transmisi (jumlah BTS-BTS)

pengikutnya. Jika kapasitas trafik BTS-BTS yang berada dibelakang pusat node tidak

terlalu besar, maka pemilihan bentuk topologi chain (rantai), star (bintang), atau tree

(pohon) lebih efisien dari segi biaya. Tetapi kekurangannya dari topologi bentuk

chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon) adalah jika node (titik) pusat link

transmisi putus maka BTS-BTS yang ada dibelakang pusat node ikut terputus juga.

Hal ini dikarenakan bentuk topologi chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon)

tidak terdapat system proteksi atau perlindungan untuk mengalihkan BTS-BTS yang

berada di belakang pusat node.

Gambar 3.1 Bentuk-bentuk Topology Link Transmisi.

Hal 5

3.2.2 Ring (Lingkaran).

Pemilihan topologi jaringan link transmisi dengan bentuk ring (lingkaran) bila

dalam jaringan link transmisi terdapat baberapa pusat node (titik). Hal ini dikarenakan

beberapa pusat node tersebut membawa kapasitas`link transmisi dengan jumlah E1

yang besar. Untuk itu diperlukan sebuah topology jaringan yang bentuknya mirip

seperti lingkaran (ring). Biasanya beberapa pusat node tersebut akan terhubung satu

sama lainnya dengan pusat node yang lain secara bolak-balik. Dengan kata lain

dengan topologi ring (lingkaran) akan terdapat dua buah rute link transmisi yang

beroperasi secara bergantian jika jalur utama link transmisi pusat putus, maka dengan

otomatis jalur cadangan link transmisi akan berfungsi. Dengan demikian BTS-BTS

yang ikut dibelakang node pusat masih dapat beroperasi. Biasanya digunakan untuk

hubungan antara BTS ke BTS dengan kapasitas link transmisi yang besar atau antara

BTS ke BSC.

3.2.3 Protection (perlindungan).

Pemilihan topologi dengan bentuk protection (perlindungan) lebih

difokuskan kepada hubungan antara BTS-BTS yang menjadi node pusat ke BSC. Hal

ini dikarenakan BTS yang menjadi pusat node sudah pasti membawa kapasitas link

transmisi yang jumlahnya besar. Makanya jika link transmisi antar BTS-BTS yang

pusat node tidak diberi topologi proteksi, maka dapat dibayangkan berapa jumlah

subscriber yang tidak dapat dilayani oleh BTS. Proteksi yang disebut disini adalah

dengan menggunakan tipe antena yang berfungsi sebagai link active dan bisa juga

berfungsi sebagai standbye link.

Hal 6

3.2.4 Meshed (jaring).

Topologi jaringan dengan bentuk meshed (jaring) adalah sebuah topologi

dimana pada jalur link transmisi menggunakan bentuk ring (lingkaran), star (bintang)

dan chain (rantai). Topologi Meshed (jaring) biasanya digunakan untuk link transmisi

antara intra BSC dan MSC. Topologi Meshed (jaring) sangat efisien jika digunakan

komunikasi link transmisi yang jamak.

3.3 Tipe-tipe Antena Microwave.

Pemilihan tipe antena yang tepat dalam sebuah design link transmisi sangat

berpengaruh terhadap kualitas link itu sendiri. Pemilihan tipe antena microwave yang

dimaksud adalah penentuan system proteksi perangkat. Pada system antena

microwave dibagi atas dua system yaitu IDU (Indoor Unit) dan ODU (Outdoor Unit).

IDU biasanya terpasang dibawah (dalam shelter) dan berfungsi sebagai interface

antara notebook dan perangkat. Semua software yang berkaitan dengan system

perangkat yaitu setting frekuensi, setting Tx power, setting Rx power,remote control,

kondisi alarm, dan E1 (PCM 2 Mbps) dapat diakses malalui IDU. Sedangkan ODU

terpasang diluar biasanya dekat dengan antena dan berfungsi sebagai pendistribusi

semua hasil yang diproses oleh IDU. Interface yang digunakan antara IDU dan ODU

adalah kabel coaxial. Ada beberapa system porteksi biasa digunakan pada antena

microwave, yaitu : 1+0, 1+1 HSBY (Host Stand Bye ), 1+1 S/D (Space Diversity), 1+1

F/D (Frequency Diversity ).

Hal 7

3.3.1 Antena 1+0.

Antena dengan tipe 1+0 adalah sebuah system tanpa menggunakan proteksi.

Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) hanya terdiri dari satu buah antena microwave, satu

buah IDU, satu buah ODU. Dan hanya menggunakan kanal frekuensi yang sama. Jika

terjadi perputusan (link putus) yang diakibatkan kegagalan perangkat maka BTS yang

berada dalam link tersebut ikut terputus. Sehingga subscriber yang berada dalam

jangkauan service area BTS tersebut tidak dapat dilayani. Hal ini dikarenakan antena

microwave tersebut tidak memiliki backup proteksi.

Gambar 3.2 Antena 1 + 0

3.3.2 Antena 1+1 HSBY (Host Stand Bye ).

Antena dengan tipe 1+1 HSBY adalah sebuah system antena yang

menggunakan proteksi. Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) terdiri atas satu buah antena

microwave, satu buah IDU (1+1 HSBY), dua buah ODU (active dan standbye). Dan

menggunakan kanal frekuensi yang sama. Cara kerjanya adalah berdasarkan ODU 1

dipilih sebagai ODU working (main). Apabila ODU 1 mengalami gangguan yang

disebabkan oleh kegagalan perangkat maka dengan otomatis ODU 2 akan bekerja.

Sehingga ODU 1 menjadi standbye. Demikian seterusnya cara kerja perangkat ini.

Hal 8

Jika benar masalahnya ODU 1 tadi mengalami kerusakan perangkat maka ODU 1

harus diganti. Kerugiannya dari system perangkat dengan proteksi 1+1 HSBY adalah

tidak bisa mengatasi gangguan propagasi. Dengan adanya system perangkat dengan

menggunakan system proteksi 1+1 HSBY, diharapkan pada saat terjadi masalah pada

link transmisi BTS yang berada dalam link tersebut tidak mengalami gangguan yang

berarti. Sehingga BTS tersebut masih bisa melayani subscriber yang berada dalam

service areanya.

Gambar 3.3 Antena 1 + 1 MHSB.

Cara kerja radio 1 + 1 MHSB

Gambar 3.4 Cara kerja radio 1 + 1.

Hal 9

Cara kerjanya : Pada saat local site transmitte (mengirimkan sinyal), sinyal

dikirimkan sekaligus (simultan) dan di sisi remote sinyal yang dikirim tersebut akan

diseleksi berdasarkan kualitas receive level yang terbaik, sebaliknya pada saat sisi

remote mengirimkan sinyal ke local site, maka sinyal akan diterima berdasarkan

kualitas receive level yang tebaik.

3.3.3 Antena 1+1 Frequency / SD (Space Diversity).

Antena dengan tipe 1+1 Frekuensi S/D (Space Diversity) adalah sebuah

system antena yang menggunakan proteksi. Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) terdiri atas

dua buah antena microwave, dua buah IDU, dan masing-masing antena terdiri atas 1

buah ODU. Dan menggunakan kanal Frekuensi yang berbeda. Cara kerjanya adalah

berdasarkan pemilihan kanal frekuensi yang secara kualitas sangat baik. Dengan kata

lain masing-masing ODU bekerja bersamaan dan tidak saling mengganggu karena

beda frekuensi. Frekuensi yang secara kualitas baik akan dipakai sebagai frekuensi

kerja. Demikian seterusnya cara kerja perangkat ini.

Gambar 3.5 Gambar cara kerja radio 1 + 1 frekuensi SD.

Hal 10

Biasanya system 1+1 Frekuensi S/D digunakan untuk link transmisi yang jaraknya

jauh dan membawa kapasitas E1 yang sangat besar, dan jalur link transmisi yang

melalui perairan, laut karena adanya efek cermin yang ditimbulkan oleh permukaan

air. Antena dengan system 1+1 Frekuensi S/D dapat menangani gangguan perangkat

dan propogasi.

3.3.4 Antena 2x (1+1) dengan fitur XPIC.

Gambar 3.6 Cara Kerja Radio 2 x (1+1) dengan fitur XPIC.

Antena dengan type 2x(1+1) atau 2 x STM_1 dengan fitur XPIC (Cross Pole)

adalah sebuah system yang menggukan satu channel frekuensi dan dual polarisasi (V

dan H) dengan tidak menimbulkan interferensi. Dalam satu hop terdiri atas 8 buah

ODU, 2 buah antena dan 2 buah IDU.

Tujuan menggunakan fitur XPIC selain menghemat pemakaian channel

frekuensi adalah untuk mengetahui seberapa besar interferensi yang diakibatkan oleh

sinyal pada frekuensi yang sama tetapi dengan polarisasi (Cross Pole) yang

berseberangan. Cara umum yang dilakukan adalah dengan mengirim sinyal carrier

murni (tanpa pemodulasi) dengan daya pancar yang cukup, supaya sinyal dapat

diterima dengan baik pada receiver. Pada polarisasi yang sama akan diperoleh level

Hal 11

sinyal yang besar sedangkan pada polarisasi yang berseberangan akan diperoleh level

sinyal yang jauh lebih kecil. Level kedua sinyal tersebut kemudian dapat diukur

perbedaanya, jika perbedaanya lebih kecil dari 30dB berarti polasasi antena belum di

kalibrasi (proses kalibrasi polarisasi sering disebut cross pole interferensi (X-pole

Polarization). Untuk mengatasi kalibrasi polarisasi yang lebih kecil dari 30dB maka

feedhorn dari antena harus diputra-putar sedemikan rupa sehingga diperoleh

polarisasi yang tepat (perbedaan level lebih besar atau sama dengan 30dB). Nilai

30dB cukup untuk mengisolasi dua buah sinyal yang berasal dari polarisasi yang

berbeda dengan frekuensi yang sama. Dengan demikian kedua sinyal tersebut tidak

akan saling interferensi.

3.4 Penentuan Diameter Antena.

Penentuan diameter antena biasanya terkait dengan jarak link transmisi dalam

1 hop (komunikasi link antara Tx dan Rx) serta gain antena. Diameter antena

berbanding lurus dengan jarak. Semakin jauh jarak sebuah link transmisi maka

semakin besar pula diameter antena yang akan digunakan. Diameter antena juga

berbanding lurus dengan gain antena. Semakin besar diameter antena maka semakin

besar pula gain antenanya.

3.5 Pemilihan Kanal Frekuensi.

CCIR (ITU-R) merekomendasikan pemakaian band frekuensi radio, yang

disebut Perencanaan Alokasi Kanal RF. Rekomendasi tersebut menjelaskan tentang

penggunaan band frekuensi, jumlah maksimum kanal RF yang bisa digunakan, lebar

Hal 12

spasi antar kanal RF dan polarisasi frekuensi kanal RF. Ada beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pengaturan kanal RF yaitu :

1) Untuk pemakaian multikanal dalam tiap hop, maka antar kanal yang

berdekatan tidak boleh saling mengganggu.

2) Hop yang satu dengan yang lainnya tidak boleh saling mengganggu.

3) Dua arah transmisi dalam tiap hop juga tidak boleh saling mengganggu.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tiap-tiap vendor telekomunikasi yang

beroperasi di Indonesia telah mendapat alokasi frekuensi masing-masing untuk

perangkat antena MW. Biasanya kanal frekuensi yang dipakai untuk microwave

adalah 2 GHz, 7 GHz,8 GHz, 15 GHz, 18 GHz, 23 GHz. Yang membedakan kanal-

kanal frekuensi yang digunakan antara masing-masing vendor terletak pada sub-band

frekuensi tersebut.

3.6 Polarisasi Antena.

Polarisasi antena yang dimaksud adalah polarisasi vertikal dan polarisasi

horizontal. Polarisasi merupakan model perambatan gelombang di udara. Polarisasi

terkait dengan gelombang listrik dan gelombang magnet. Jika gelombang listrik (E)

merambat secara tegak lurus maka polarisasinya adalah horisontal. Tidak masalah

polarisasi jenis apa yang dipilih, selama link transmisi tidak ada masalah.

3.7 Rute Transmisi.

Penentuan rute link transmisi ditentukan oleh kapasitas E1 pada BSC, factor

LOS, dan topologi jaringan. Dalam menentukan rute link transmisi , harus ditentukan

Hal 13

terlebih dahulu BSC mana yang akan melayani BTS (site) tersebut. Kemudian

menentukan BTS mana yang akan menjadi concentrator (pusat node), apakah terdapat

LOS antara masing-masing site, dan bagaimana bentuk topologi jaringannya.

3.8 LOS (Line Of Side).

Pemilihan jalur komunikasi dilakukan berdasarkan hasil dari field survey

dengan study map dengan menggunakan peta topografi (countur) yang dikeluarkan

oleh BAKOSURTANAL. Hasil dari field survey biasanya terdiri atas koordinat site,

evaluasi permukaan tanah (altitude), kondisi topografi lintasan link apakah daerah

pegunungan, dataran rendah, atau perairan, tinggi tower yang akan digunakan dan

sebagainya. Pada tahapan study map meliputi :

1. Pemilihan lokasi untuk New site

2. Data Koodinat site yang diperoleh dari GPS (Global Positioning System).

3. Perhitungan dengan menggunakan software pathloss ver 4.0

3.9 Perhitungan Link Budget.

Link Budget adalah besarnya level nominal penerimaan dalam satu hop.

Biasanya dalam satuan dBm.

Hal 14

Gambar 3.7 Perhitungan Link Budget untuk satu hop.

Link Budget dapat dihitung secara bertahap dengan menggunakan persamaan

dibawah ini :

Menghitung LFS ( Loss Free Space ) berdasarkan persamaan (2.2)

𝐿𝐹𝑆 = 92,5 + 20 log𝑑 + 20 log 𝑓

dimana :

𝐿𝐹𝑆 = Loss pada Free Space (dB)

𝑑 = Jarak antara pemancar dan penerima (km)

𝑓 = Frekuensi (GHz)

Setelah menghitung LFS, kemudian menghitung Rx power dengan menggunakan

persamaan dibawah ini :

Hal 15

𝑅π‘₯ = (π‘‘π΅π‘š)π‘›π‘’π‘Žπ‘Ÿ 𝑒𝑛𝑑 = 𝐺𝑇𝑋+𝐺𝑅𝑋 + 𝑇𝑋 βˆ’ 𝐿𝐡𝑅1 βˆ’ 𝐿𝐡𝑅2 βˆ’ 𝐿𝐹𝐸𝐸1 βˆ’ 𝐿𝐹𝐸𝐸2βˆ’ 𝐿𝐹𝑆 ...(3.1)

𝑅π‘₯ = (π‘‘π΅π‘š)π‘“π‘Žπ‘Ÿ 𝑒𝑛𝑑 = 𝐺𝑇𝑋+ 𝐺𝑅𝑋 + 𝑇𝑋 βˆ’πΏπ΅π‘…1 βˆ’ 𝐿𝐡𝑅2 βˆ’ 𝐿𝐹𝐸𝐸1βˆ’ 𝐿𝐹𝐸𝐸2βˆ’ 𝐿𝐹𝑆......(3.2)

dimana :

𝑇𝑋 π‘œπ‘’π‘‘π‘π‘’π‘‘ = Tx Power (dBm)

𝐿𝐡𝑅1 = Loss Branching / filter pada sisi Tx (dB)

𝐿𝐹𝐸𝐸1 = Loss Feeder pada sisi Tx (dB)

𝐿𝐡𝑅2 = Loss Branching / filter pada sisi Rx (dB)

𝐿𝐹𝐸𝐸2 = Loss Feeder pada sisi Rx (Ghz)

𝐺𝑇𝑋 = Gain antena pada sisi Tx (dB)

𝐺𝑅𝑋 = Gain antena pada sisi Rx (dB)

𝑅𝑋 = Level penerimaan sinyal

4 Perencanaan system backbone radio link transmisi DESA KOHA >< MGW

MANADO.

Berdasarkan data master planning PT. HCPT, maka dipilih link DESA

KOHA >< MGW MANADO sebagai rute backbone untuk link transmisi yang ada

dibawahnya karena faktor LOS.

Berikut tahap-tahap perencanaan link DESA KOHA >< MGW MANADO dengan

menggunakan software Pathloss:

Hal 16

1. Memasukan data-data hasil survey lapangan seperti letak koordinat (Longitude

dan Latitude), tinggi tower, tinggi antena, type radio, kapasitas radio.

Gambar 3.8 Data summary link DESA KOHA >< MGW MANADO

2. Melakukan Terrain data base untuk mengechek skala, elevasi dan jarak antara

Near End sampai dengan Far End, serta menentukan tinggi pohon atau gedung

yang berada dalam lintasan kedua site tersebut.

Gambar 3.9 Terrain data link link DESA KOHA >< MGW MANADO.

Hal 17

3. Melakukan print profile untuk menampilkan hasil LOS atau tidaknya suatu link

transmisi.

Gambar 3.10 Link profile DESA KOHA >< MGW MANADO.

4. Menampilkan hasil link budget yang dibutuhkan untuk dijadikan acuan

implementasi atau proses instalasi perangkat.

Gambar 3.11 Data link budget DESA KOHA >< MGW MANADO.

Hal 18

Dari tahapan-tahapan diatas dapat dilihat bahwa link DESA KOHA >< MGW

MANADO terdapat faktor LOS, dalam skripsi ini saya juga membahas satu link

transmisi yang tidak terdapat faktor LOS, yaitu link KEC. TARERAN >< MGW

MANADO.

Tahapan-tahapan perencanaannya sebagai berikut :

1. Memasukan data-data hasil survey lapangan seperti letak koordinat (Longitude

dan Latitude), tinggi tower, tinggi antena, type radio, kapasitas radio.

Gambar 3.12 Data summary link DESA KOHA >< MGW MANADO.

2. Melakukan Terrain data base untuk mengechek skala, elevasi dan jarak antara Near

End sampai dengan Far End, serta menentukan tinggi pohon atau gedung yang

berada dalam lintasan kedua site tersebut.

Hal 19

Gambar 3.13 Terrain data link KEC. TARERAN >< MGW MANADO.

3. Melakukan print profile untuk menampilkan hasil LOS atau tidaknya suatu link

transmisi.

Gambar 3.14 Link profile KEC. TARERAN >< MGW MANADO.

Hal 20

5 Faktor Degradasi.

Pada system radio gelombang mikro digital, kita harus mempertimbangkan

adanya degradasi perangkat, degradasi fading terhadap gelombang dikehendaki

(desired) dan degradasi non fading terhadap gelombang dikehendaki yang

semuanya merupakan faktor yang mengakibatkan adanya Bit error. Pengukuran

Bit error dengan menggunakan alat ukur Bit Error Test. Satu dari tiga

komponen diatas, degradasi perangkat sangat bergantung pada perangkat

radionya bersifat tetap (fixed). Degradasi fading dengan gelombang yang

diinginkan disebut ’’Non Variable Component” sedangkan degradasi non fading

disebut ’’variable Component”.

Ada 3 jenis faktor degradasi yaitu :

1) Degradasi perangkat

2) Degradasi karena propagasi

3) Degradasi variable component.

Degradasi perangkat terjadi pada perangkat yang kurang sempurna

pembuatannya yang berasal dari inter-symbol interference (ISI) akibat

pembatasan bandwidth, jitter, degradasi karena temperature ruangan. Sedangkan

degradasi karena propagasi terjadi karena faktor residual hasil proses transversal

equalizer pada sinyal Baseband bagian terima. Dan degradasi variable

component terjadi karena faktor non-fading dengan gelombang yang

dikehendaki, dimana gelombang gelombang yang tidak dikehendaki (undesired)

merambat pada jalur yang berbeda seperti gelombang yang dikehendaki.

Hal 21