1 bab i pendahuluan - sinta.unud.ac.id i.pdf · dengan maksud pengakutan ... maka ruang lingkup...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Pengangkutan
mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi
bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara untuk
mengangkut orang dan/atau barang. Pengangkutan itu merupakan perpindahan
tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat
itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.1
Maka dengan demikian pengangkutan menghasilkan jasa angkutan atau dengan kata
lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan maksud pengakutan
sangat bermanfaat bagi pemindahan atau pengiriman barang- barang. Pemenuhan
kepentingan pokok yang menimbulkan plase utility atau menimbulkan nilai dari suatu
barang dan time utility atau menimbulkan suatu sebab yang sangat bermanfaat bagi
masyarakat karena barang tersebut dapat dikirim atau diangkut dari satu tempat ke
tempat yang lainnya, seperti benda atau barang yang sangat dibutuhkan menurut
keadaan, waktu, dan kebutuhan masyarakat.
Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang
menunjangnya. Pengangkutan sebagai alat transportasi atau alat angkut adalah sarana
1 Sution Usman Adji, et.al., 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,(selanjutnya disingkat Sution Usman Adji I), hal.1.
1
2
penunjang tersebut dan juga sebagai alat yang memperlancar segala aktivitas
manusia. Kebutuhan sarana transportasi tersebut yang menyebabkan timbulnya
berbagai macam alat pengangkutan, yang masing-masing mempunyai ciri khas
pelayanan, kelemahan serta kelebihan yang berbeda-beda. Termasuk pengangkutan
darat yang menggunakan system highway yaitu pengangkutan dengan kendaraan
bermotor umum, dimana biasanya pengangkutan bermotor pada umumnya beroperasi
dijalan raya yang sudah disediakan sebagai sarana untuk transportasi. Angkutan ini
biasanya berupa mobil, sepeda motor dan lain sebagainya.
Menurut Muctarudin Siregar, pengangkutan dilakukan karena nilai barang
ditempat tujuan lebih tinggi dari pada ditempat asalnya, karena itu pengangkut
memberikan nilai terhadap barang yang diangkut.2
Menurut Muhammad Abdul Kadir pengangkutan juga dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu pengangkutan reguler dan pengangkutan carter. Dalam
pengangkutan reguler, pengangkut bebas menyediakan alat pengangkutannya kepada
yang berkepentingan, untuk menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu menurut trayek yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam
pengangkutan carter, pengangkut hanya menyediakan alat pengangkutannya kepada
pihak tertentu saja, untuk menyelenggarakan pengangkutan menurut perjalanan atau
menurut waktu.3
2 Muctarudin Siregar, 1981, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan,Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, hal.5-6.
3 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT CitraAditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal.117.
3
Perkembangan pengangkutan sangat berhubungan dengan berkembangnya
perekonomian masyarakat. Semakin baik fasilitas dan peralatan pengangkutan yang
tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian masyarakat. Hal ini
menunjukkkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah mudah untuk
memperoleh sumber penghidupan yang ada.4
Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam
mendukung, mendorong, dan menunjang segala aspek kehidupan dan penghidupan,
baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan
Negara. Sistem pengangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk
menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan
masyarakat.5 Fungsi lain dari Pengangkutan dalam kepentingan perekonomian suatu
Negara terutama dalam rangka pendistribusian kekayaan alam yang merata antar
suatu tempat dengan tempat lain. Sebab dengan pengangkutan yang baik akan
memperlancar terlaksananya pengangkutan barang secara timbal balik antar daerah
sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan, sehingga dapat meningkatkan
perekonomian dari masing-masing daerah tersebut. Peranan pengangkutan dalam
dunia perdagangan bersifat mutlak. Sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak
mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen dapat sampai
ditangan konsumen hanya dengan cara pengangkutan. Ditinjau dari kebutuhan
4 Sri Redjeki Hartono, 1982, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, FakultasHukum Universitas Diponegoro, Semarang, hal.1.
5 Suwardjoko P. Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB,Bandung, hal.13.
4
manusia, maka sarana pengangkutan sangatlah penting peranannya, hal ini mengingat
sifat dan kebutuhan manusia yang selalu berhubungan satu sama lainnya.
Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diatur dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara
Nomor 49 Tahun 1992 Kendaraan umum adalah Setiap kendaraan bermotor yang
disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dinyatakan tidak berlaku
lagi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 mulai berlaku pada tanggal 17
september 1992. Selain itu, pengangkutan darat dengan kendaraan umum juga diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia. Ketentuan pasal-
pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tersebut bersifat lex
Generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengangkutan darat dengan
kendaraan umum.6
Pengangkutan barang melalui darat oleh pengirim kepada perusahaan Kargo,
memiliki sejumlah konsekuensi akibat adanya hubungan tersebut. Antara pengirim
dengan pengangkut barang memiliki hubungan timbal balik yaitu hubungan hak dan
kewajiban. Di dalam pengangkutan, khususnya pengangkutan barang terjadi suatu
perjanjian yang sifatnya konsensual (timbal balik), dengan cara pihak pengangkut
6 Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II ), hal.9-10.
5
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat
tujuan tertentu, dimana sebagai pihak perantara/pengangkut memiliki tanggung jawab
tertentu terhadap barang yang dipercayakan kepadanya oleh pengirim untuk
disampaikan kepada penerima sebagai pihak yang tertuju. Dan pengirim barang
(pemberi order) membayar biaya atau ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui
bersama. Dan hal tersebut merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh kedua
belah pihak.
Pengangkut sebagai pihak dalam perjanjian berhak meminta bukti dokumen
barang yang diangkut, karena pengangkut tidak berhak membuka pembungkus
(packing) barang yg diangkut untuk mengetahui isi di dalamnya, hal tersebut sesuai
dengan pasal 90 ayat 1 dan ayat 6 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD),
yaitu bahwa pengirim barang dalam hal ini harus memenuhi kewajibannya dengan
memberikan keterangan barang yang diangkut dalam dokumen-dokumen, salah
satunya adalah weight-measurement list dan packing list. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar tanggung jawab atas muatan barang itu tidak selalu berpindah-pindah
tangan, sehingga apabila terjadi kerusakan pada barang muatan tersebut pihak
penerima atau pengirim barang dapat mengajukan tuntutan kepada perusahaan
pengangkutan.
Keberadaan pengangkutan darat ini memegang peranan yang sangat penting
hampir dalam semua aspek kehidupan tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan
pengangkutan barang kargo. Namun demikian, kegiatan pengangkutan barang (kargo)
kerapkali menimbulkan kerugian baik bagi penerima maupun pengirim barang.
6
Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan pengangkut.
Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik seluruhnya atau
sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu penyerahan barang
yang terlambat sampai ditempat tujuan.
Dalam hal kerugian karena kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pihak
penerima atau pengirim barang sebagai pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut
haknya. Dalam hal kerusakan atau kelalaian yang terjadi diluar kesalahan atau
kelalaian pengangkut, maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab.
Pengangkut biasanya bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menentukan
besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada pemilik barang, adakalanya
penerima barang merasa kurang pas dengan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh
pengangkut sehingga dia mengajukan klaim ganti rugi yang lebih besar kepada
pengangkut. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan diatas,
penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut dalam penulisan skripsi
berjudul : “Tanggung Jawab Pengangkut Atas Kerugian yang Diderita Pengirim
Barang yang Disebabkan Kelalaian Pengangkut.” (Studi kasus pada PT Bali
Semesta Agung).
7
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas kerugian yang diderita oleh
pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta
Agung ?
2. Upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim barang terhadap
pengangkut atas kerugian yang dideritanya ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil dalam usulan penelitian ini,
maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada. Agar pembahasan tidak meluas dan
menyimpang dari permasalahan yang ada, adapun materi-materi yang akan dibahas
sehubungan dengan permasalahan yang diajukan adalah materi tentang upaya hukum
yang dilakukan oleh pengirim barang dengan pengangkut barang atas kerugian yang
diderita oleh pengirim barang serta tanggung jawab pengangkut barang atas kerugian
yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT
Bali Semesta Agung.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang timbul
dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur. Bahwa
sebelumnya sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana yaitu :
8
No. Skripsi Judul Rumusan Masalah
1. Hamal
Octovianus
Tahun 2008
Universitas
Udayana
Tanggung Jawab
Pengangkut Dalam
Pengangkutan Barang
Melalui Darat Di
Denpasar
1. Bagaimanakah tanggung
jawab pengangkut apabila
terjadi kehilangan barang,
kerusakan barang dan
keterlambatan waktu
penyampaian barang
tersebut?
2. Bagaimanakah upaya yang
dapat ditempuh apabila
pengiriman atau penerima
barang tidak megambil
barangnya tersebut?
2. Gde Yogi
Yustyawan
Tahun 2015
Universitas
Udayana
Tanggung Jawab
Pengangkut Atas
Kerugian Yang Diderita
Pengirim Barang Yang
Disebabkan Kelalaian
Pengangkut ( Studi
Kasus Di PT Bali
1. Bagaimanakah tanggung
jawab pengangkut atas
kerugian yang diderita oleh
pengirim barang dalam
penyelenggaraan
Pengangkutan oleh PT Bali
Semesta Agung ?
9
3. Ninda
Riskawati
Tahun 2012
Universitas
Udayana
Semesta Agung )
Tanggung Jawab
Pengangkut Terhadap
Kecelakaan Penumpang
Kapal Wisata Bahari
(Studi Pada PT Bali
Cruises Nusantara
Benoa Di Denpasar
2. Upaya hukum Apakah
yang dilakukan oleh
pengirim barang terhadap
pengangkut atas kerugian
yang dideritanya ?
1. Bagaimanakah Tanggung
Jawab Pengangkut Apabila
Terjadi Kecelakaan
Terhadap Penumpang
Kapal Wisata Bahari ?
2. Bagaimanakah Cara
Penentuan Besarnya Ganti
Kerugian Apabila Terjadi
Kecelakaan Terhadap
Penumpang Kapal Wisata
Bahari ?
10
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang hukum pengangkutan khususnya
di bidang pengangkutan barang berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh
pengirim barang barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali
Semesta Agung
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas
kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan
Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung.
2. Untuk mengetahui upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim
barang terhadap pengangkut atas kerugian yang dideritanya.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum keperdataan terkait
hukum pengangkutan, khususnya berkaitan dengan pengangkutan barang.
b. Manfaat Praktis
Pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
11
pengangkutan dan khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di
dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memberikan
perlindungan hukum yang baik terhadap pengguna jasa angkut di Indonesia,
juga bagi pengusaha jasa angkut, serta masyarakat umum mengenai berbagai
problema praktis yang dihadapi.
1.7 Landasan Teori
Mengenai pengangkutan darat, diatur dalam buku I, Bab V Bagian 3, dalam
Pasal 91 sampai dengan Pasal 98 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Dalam pasal-pasal tersebut diatur sekaligus tentang pengangkutan barang di darat
maupun di air. Di samping Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga
mengatur tentang pengangkutan darat.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan mengatur “Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang
dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu
Lintas Jalan”. Menurut Pasal 466 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
“pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikatkan diri, baik
dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan satu
perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau
sebagian melalui laut”. Menurut pendapat Purwosutjipto “pengangkut pada umumnya
adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
12
dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan dengan selamat”. Purwosutjipto
juga mengartikan keadaan tidak selamat dalam 2 (dua) arti, yaitu barang tidak ada,
lenyap atau musnah, dan barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya.7
Purwosutjipto dalam bukunya juga mengatakan, dengan telah terjadinya
perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim barang, maka lahirlah
hak dan kewajiban para pihak, yang mana kewajiban pengangkut menyelenggarakan
pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang atau ongkos
angkutan.8
Dalam pengangkutan, baik itu pengangkutan barang maupun pengangkutan
penumpang terdiri atas beberapa pihak yang saling berhubungan, dan disatukan
dalam sebuah perjanjian pelayanan jasa. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam
pengangkutan barang, yaitu:
1. pengirim barang
2. pengangkut
3. penerima Barang
Penyelenggaraan proses pengangkutan tersebut juga tidak terlepas dari
hambatan-hambatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pengirim ataupun
penerima barang. Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan
pengangkut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik
7 H.M.N. Purwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, cet. III,Djambtan, Jakarta, (selanjutnya disingkat H.M.N Purwosutjipto I), hal.2.8 Ibid.
13
seluruhnya atau sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu
penyerahan barang yang terlambat sampai ditempat tujuan.
Ketentuan mengenai tanggung jawab dalam pengangkutan dapat kita jumpai
di dalam Pasal 91 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur
“Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggung jawab atas semua kerusakan
yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima
untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri atau, oleh
keadaan di luar kekuasaan mereka atau oleh kesalahan atau kelalaian pengirim atau
ekspeditur sendiri”. Dalam Pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) juga mengatur tentang tanggung jawab pengangkut yang mengatur
“perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan
barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan.
Pengangkut harus mengganti seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada
kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu
seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang
selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau
suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab
atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya
dalam pengangkutan itu”.
Selain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),
pengangkutan barang khususnya pengangkutan barang di darat diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Bab
14
XIV Bagian ketiga tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik
Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan pada Pasal 234 yang mengatur :
(1) pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan
Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang
dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian
Pengemudi.
(2) setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau
perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.
(3) adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar
kemampuan Pengemudi; disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau
pihak ketiga; dan/atau disebabkan gerakan orang dan/atau hewan
walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita
oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga, kerugian secara nyata ini adalah
ketentuan undang-undang yang tidak boleh disimpangi oleh pengangkut melalui
ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa
(dwingend recht).9
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. kesalahan (liability based on fault);
9 Abdulkadir Muhammad II, op.cit. hal.178.
15
2. praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability);
3. praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability);
4. tanggung jawab mutlak (strict liability);
5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).10
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur tentang
penyelesaian sengketa yang diatur dalam pasal 45 sampai 58. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen mengatur bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan
melalui Pengadilan dan dapat juga di luar Pengadilan.
Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur : “penyelesaian
sengketa konsumen di luar Pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen”.
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan, “Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar Pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
10 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindingan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,(selanjutnya disingkat Celina Tri Siwi Kristiyanti I), hal.92.
16
Adapun teori yang digunakan dalam penulisan usulan penelitian iniadalah teori hukum, yang terdiri dari : Teori Tanggung Jawab Hukum dan TeoriPerlindungan Hukum.1.7.1 Teori tanggung jawab hukum,Secara terminology tanggung jawab hukum berasal dari kata tanggungdan hukum. “Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dansebagainya). Sedangkan hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmidianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atauotoritas”.11Apabila dirumuskan, maka teori tanggung jawab hukum berarti teoriyang mengkaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subyek hukummenanggung segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupunkarena kealpaan. Merujuk pada uraian diatas, “Hans Kelsen mengemukakansebuah teori yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori initanggung jawab dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :a. tanggung jawab yang didasarkan kesalahan; dan
11 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta, hal.1006 dan 359.
17
b. tanggung jawab mutlak”.12Tanggung jawab yang didasarkan pada kesalahan baik karenakesengajaan maupun kealpaan merupakan suatu tanggung jawab yangdibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yangdinilai melanggar hukum. Sedangkan tanggung jawab mutlak, bahwaperbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuatundang-undang dan ada suatu hubungan eksternal antara perbuatannya denganakibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya.13Dikaitkan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap pengirim barang,bahwa pengangkut merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadappengirim barang baik karena kesengajaan maupun kealpaan. Dalam hal initanggung jawab pengangkut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 22Tahun 2009 pasal 234 ayat (1).1.7.2 Teori perlindungan hukumAwal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dariteori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato,Aristoteles (murid plato), dan Zero (pendiri aliran stoic). Menurut SatjiptoRaharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hakasasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan ini diberikan12 H.Salim HS, Erlis septiana Nurbani, 2014, Penerapan teori hukum pada penelitian disertasi dan
tesis (buku kedua), cet.I, RajaGrafindo persada, Jakarta, hal.211.13 Ibid, hal.212.
18
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan olehhukum.14Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagirakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.15Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinyasengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalampengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang reprensifbertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannyadi lembaga peradilan.Bilamana dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap pengirimbarang guna mendapatkan jaminan untuk memperoleh hak-haknya sertaberfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untukmewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam hal ini dirumuskandalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka1.1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris
14 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.54.15 Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bima Ilmu,
Surabaya, hal.2.
19
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan
perundang-undangan, teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan
kenyataan di lapangan.
b. Jenis Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The
Statute Approach).
Pendekatan fakta (The Fact Approach) memusatkan perhatian pada
suatu kenyataan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute
Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.16
c. Sifat Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menjelaskan tanggung jawab
pengangkut barang dalam hal terjadi kerugian terhadap pengirim barang
serta upaya penyelesaian yang dapat ditempuh pengirim barang atas
kerugiannya.
d. Data dan Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini data yang digunakan bersumber dari 2
sumber, yaitu :
16 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hal.97.
20
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh
penulis dari lapangan. Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari
lapangan yang diperoleh dari wawancara dari pemilik PT Bali Semesta
Agung.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hasil-hasil penelitian,
artikel-artikel serta buku-buku literatur hukum yang terkait dengan
masalah.
e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling.
Dalam teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus
diambil. Bentuk teknik non probability sampling yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu dilakukan dengan
tujuan tertentu yang didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah
memenuhi kreteria penelitian.
f. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan cara :
1. Teknik Studi Dokumen
21
Merupakan data yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan
pustaka seperti dokumen-dokumen hukum maupun peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang
diangkat.
2. Wawancara
Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan bertanya secara
langsung kepada informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu
permasalahan.17 Penelitian ini dilakukan berdasarkan wawancara
dengan pemilik PT Bali Semesta Agung.
g. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu
dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis yang
kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah
yang dibahas.
Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden secara lisan atau tertulis dan juga perilakunya yang nyata,
diteliti, dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.18
17 Sugiarto et. al., 2001, Tekhnik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.17.18 Soerjono Soekanto, 1982, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja
Grafindo, Jakarta, hal.12.