1. jenis pembawa batuan airtanah dr runi.pdf
TRANSCRIPT
1
Jenis Batuan Pembawa Airtanah
Jenis batuan (lapisan tanah) yang dapat berfungsi sebagai lapisan
pembawa air adalah:
1. Batuan sedimen, merupakan lapisan pembawa air yang terbaik,
yaitu pada lapisan batuan yang banyak mempunyai pori ruang
antar butir, rekahan atau rongga batuan seperti endapan volkanik
klastik, endapan butiran lepas (pasir, kerikil dan kerakal) dan
batu gamping berongga. Batuan yang mempunyai besar butir
makin halus dan kristalin mempunyai fungsi sebagai lapisan
pembawa air yang buruk atau batuan yang kedap air. Contoh
batuan ini adalah lempung, napal dan gamping kristalin.
2. Batuan beku bukan merupakan lapisan pembawa air yang baik,
akan tetapi jika pada batuan tersebut terdapat rekahan ataupun
retakan akan menyebabkan terdapatnya akumulasi airtanah.
Misalnya endapan basalt dan andesit, bila terdapat retakan atau
rekahan dapat merupakan penyimpan airtanah yang besar.
3. Batuan metamorfosa juga bukan merupakan lapisan pembawa
air yang baik. Kandungan air akan terdapat pada ruang antara
rekahan dan retakan batuan pada zona pelapukan batuan.
Bila ditinjau dari umur batuan, maka endapan Resen dan Kuarter
mempunyai kandungan airtanah yang baik hingga sedang. Batuan yang
berumur lebih tua dari endapan Kuarter merupakan lapisan pembawa air
yang buruk hingga sangat buruk.
Batuan Kuarter yang tesusun oleh batu pasir yang tidak masif dapat
merupakan penyimpan air yang baik, misalnya batu pasir pada Formasi
Pucangan dan Formasi Kabuh di daerah Madiun.
2
Akumulasi airtanah yang baik terdapat pada daerah morfologi dataran,
seperti cekungan antar-gunungapi, termasuk dataran di sepanjang sungai
dan dataran pantai tertentu.
Cekungan Airtanah
Cekungan airtanah adalah suatu daerah cukup luas, tersusun satu atau
lebih akuifer yang mempunyai karakteristik hampir sama. Cekungan
airtanah dapat terjadi pada daerah antar pegunungan, kipas aluvial ataupun
daerah antar lembah.
Cekungan airtanah dapat digambarkan sebagai suatu waduk bawah
tanah alamiah, sehingga pengambilan air melalui sumur di suatu tempat
akan mempengaruhi banyaknya air yang tersedia di tempat lain dalam
daerah cekungan yang sama. Jika dibandingkan dengan mineral lain seperti
minyak, gas atau emas, maka airtanah mempunyai ciri khas sebagai sumber
alam yang terbaharui (renewable resources). Produksi air akan terus
berlanjut sepanjang waktu, apabila ada keseimbangan antara air yang
mengimbuh (recharge) ke dalam cekungan dengan air yang dipompa dari
dalam cekungan melalui sumur. Dengan memperhitungkan pengisian serta
pengeluaran dari cekungan, maka waduk bawah tanah dapat berfungsi
secara menguntungkan dan lestari.
Cekungan yang terdapat pada daerah kaki pegunungan vulkanis dan
dataran aluvial terutama dari bahan rombakan vulkanis mempunyai potensi
penyimpanan airtanah yang cukup besar. Pada daerah batu gamping dapat
terbentuk akuifer dengan potensi yang besar yang berbentuk sungai bawah
tanah, tetapi pada daerah tertentu tidak mengandung airtanah.
3
Penyebaran Airtanah di Indonesia
Akumulasi dan penyebaran airtanah ditentukan oleh berbagai faktor,
antara lain curah hujan, morfologi dan geologi.
Curah hujan di Indonesia umumnya tinggi, antara 1000 mm sampai
6000 mm rata-rata pertahun. Ada daerah tertentu yang mempunyai curah
hujan kurang dari 1000 mm tetapi penyebarannya sangat terbatas dan hanya
merupakan 0,9 % dari seluruh luas tanah air.
Daerah dengan curah hujan antara 1000-1500 mm pertahun hanya
meliputi wilayah kurang dari 4%. Distribusi hujan tidak merata sepanjang
tahun. Di beberapa daerah terutama di Jawa Timur dan Nusa Tenggara
variasi curah hujan musiman sangat besar, sehingga pada bulan-bulan Maret
sampai Oktober setiap tahun daerah-daerah tersebut mengalami kekeringan.
Di bawah ini adalah tabel mengenai curah hujan tahunan rata-rata dari
satuan wilayah sungai di Indonesia.
Tabel 1.3 Klasifikasi Curah Hujan Tahunan di Indonesia Pulau Sangat
kering
<1000 mm
(%)
Kering
1000-1500
mm (%)
Lembab
1500-3000
mm (%)
Basah
3000-5000
mm (%)
Sangat
basah >
5000 mm
(%)
Jawa/Bali <0,1 6,9 64,3 28,1 0,6
Sumatra 0,0 3,0 65,6 30,7 0,7
Kalimantan 0,0 0,0 48,8 51,2 0,0
Sulawesi 0,8 6,3 67,7 25,2 0,0
Ns.Tenggara 17,6 23,1 49,0 10,3 0,0
Maluku 1,3 3,7 73,7 21,3 0,0
Papua 0,0 4,2 42,3 42,7 10,9
Total 0,9 3,9 55,5 37,1 2,6
(Sumber : R. van der Weert, sukoco, 1991)
4
Dengan curah hujan yang rata-rata tinggi, kemungkinan pengumpulan
airtanah sebagai akibat resapan air hujan ke dalam tanah akan sangat besar
apabila didukung oleh keadaan morfologi dan geologi. Bentuk permukaan
tanah akan sangat berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah dan
pengumpulannya. Pada daerah lereng dan daratan yang luas sangat mungkin
terdapat pengumpulan airtanah, namun masih sangat tergantung pada
keadaan geologi. Umur lapisan batuan dan struktur geologi sangat
berpengaruh kepada akumulasi dan penyebaran airtanah. Batuan berumur
geologi yang lebih tua umumnya bersifat padat dan kedap air, sehingga
menyulitkan peresapan atau pengumpulan airtanah. Struktur geologi tertentu
seperti rongga batuan, rekahan atau patahan dapat mempengaruhi
pengumpulan ataupun peresapan airtanah.
Uraian berikut adalah mengenai keadaan geologi yang mempengaruhi
penyebaran maupun akumulasi airtanah.
1. Batuan berumur Pra-Tersier
Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara serta Maluku, dan Irian. Daerah pulau
Jawa penyebaran batuan terbatas. Sebagian besar batuan Pra-
Tersier terdiri dari sekis hablur, batuan malihan dan batuan beku
dalam. Singkapan batuan membentuk medan yang berbukit atau
bergunung dan akumulasi airtanah kecil sekali. Akumulasi
airtanah dalam jumlah sangat terbatas mungkin dapat
diketemukan di dekat permukaan, yakni pada bagian yang telah
melapuk.
2. Batuan berumur Tersier
Batuan tersier tersusun oleh batuan sedimen. Batu gamping,
batuan beku, batuan gunungapi breksi (Andesit tua) atau batu
pasir yang masif bersifat kurang meneruskan air. Wilayah
5
pegunungan lipatan yang tersusun oleh batuan tersebut
merupakan daerah yang selalu kekurangan air. Akumulasi
airtanah dalam jumlah terbatas dapat dijumpai pada bekas alur
sungai lama, atau di dekat permukaan, yaitu pada batuan yang
telah mengalami proses pelapukan.
Batu gamping menyebar hampir di seluruh Indonesia, tersingkap
dalam bentuk batu gamping berlapis, batu gamping terumbu dan
sedikit batu gamping berkristal.
Batu gamping berumur Pra-Tersier terdapat di Aceh, Sumatra
Utara, Sulawesi dan Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian
Jaya).
Batu gamping berumur Tersier di pulau Jawa terdapat di bagian
selatan mulai dari pantai selatan Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Pada bagian utara dimulai dari Rembang,
Pegunungan Kendeng, dan Madura. Pada daerah lain terdapat di
Bali, Lombok dan Timor.
Batu gamping Kuarter berupa batu gamping terembu koral (coral
reef limestone) terdapat di beberapa pulau pada bagian timur
Indonesia, seperti pantai Ambon, Seram, Buru, Sulawesi Tengah.
Aliran airtanah di dalam rekahan dan rongga batu gamping dapat
menimbulkan pelarutan dan memperbesar rongga, sehingga
sering berkembang menjadi sungai bawah tanah. Pada daerah
batu gamping sangat umum dijumpai keadaan topografi karstik,
yang bercirikan tidak terdapat aliran air atau sungai di
permukaan, hanya terdapat “sink holes” (lubang-lubang
masuknya air ke dalam tanah) dan sungai bawah tanah.
6
Beberapa contoh airtanah dalam bentuk mata air yang cukup
besar di batu gamping dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Mata Air Pada Batu Gamping di Indonesia
Propinsi Nama Mata Air Perkiraan Kuantitas
(L/det)
D.I. Yogyakarta Baron 4.500
Jawa Timur Merakurak (Tuban),
Saronggi
1000
330
Aceh Kr. Darau 500
N.T.T Camplong 100
Maluku Tual (Kep Kai) 4500
(Sumber : Dit. Jen. Pengairan)
3. Batuan Endapan Gunungapi
Gunungapi di Indonesia sangat penting dalam memberikan
tingkat kesuburan serta sebagai penangkap air hujan. Perbedaan
bentuk morfologi dan susunan litologi dapat dibedakan antara
batuan gunungapi muda dan batuan gunungapi tua. Batuan
gunungapi muda mempunyai bentuk lereng yang halus dan
membulat dengan susunan mitologi yang bersifat kurang masif.
Keadaan ini berhubungan erat dengan pembentukan dan
penyebaran airtanah pada wilayah gunungapi.
Wilayah gunungapi ini dapat dibagi atas 3 satuan:
Daerah puncak. Bentuk medan daerah ini berlereng curam
sekitar 33° - 35° dengan susunan batuan yang telah memadat
7
seperti lava dan bongkah batuan serta bahan piroklastika yang
lain. Penyaluran air permukaan lebih dominan tetapi peresapan
air ke dalam tanah masih dapat berlangsung apabila batuan
bersifat sarang dan bentuk topografi memungkinkan.
Daerah tubuh gunungapi. Daerah tubuh gunungapi umumnya
tersusun oleh bahan piroklastika yang telah memadat. Bentuk
medan mempunyai lereng antara 10° - 20°. Daerah tubuh
gunungapi ini merupakan daerah resapan airtanah dan juga dapat
berfungsi sebagai daerah penyaluran bawah permukaan. Pada
daerah ini terdapat pula pemunculan mata air akibat pergantian
lapisan yang berbeda tingkat kelulusan ataupun terdapat
pemotongan aliran airtanah karena keadaan geologi dan
topografi.
Daerah kaki gunungapi. Daerah kaki gunungapi mempunyai
bentuk medan yang halus dengan kemiringan kurang dari lima
derajat. Batuan penyusun daerah ini terdiri dari batuan
piroklastika, sering ditutupi bahan yang diendapkan secara
sekunder oleh angkutan air. Bagian atas daerah kaki gunungapi
berfungsi sebagian besar sebagai daerah peresapan atau
penyaluran bawah permukaan. Akumulasi airtanah terjadi pada
bagian bawah kaki gunungapi. Pada umumnya di daerah ini
terdapat perubahan besar butir endapan lapisan batuan yang
menyebabkan terbentuk lapisan pembawa air tertekan.
4. Dataran Aluvial
Daerah aluvial menempati daerah pantai, sebagian daerah antar
gunung dan dataran lembah sungai. Daerah aluvial ini tertutup
oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu
8
ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya. Potensi airtanah
pada daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan.
Daerah pantai terdapat cukup luas di pantai timur pulau
Sumatra, pantai utara Jawa Barat serta Jawa Tengah, pantai
selatan serta barat pulau Kalimantan, dan Papua bagian selatan.
Airtanah daerah dataran pantai selalu terdapat dalam sedimen
Kuarter dan Resen yang batuannya terdiri dari pasir, kerikil dan
berinterkalasi dengan lapisan lempung. Kondisi airtanah dalam
lapisan tersebut sering dalam keadaan tertekan, mempunyai
potensi yang umumnya besar, namun masih bergantung pada
luas dan penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat
ancaman intrusi air laut, apabila pengambilan airtanah berlebihan
dan tidak terkontrol.
Pada umumnya kota-kota besar dan pusat industri di Indonesia
terletak di daerah dataran pantai seperti pantai timur Sumatra dan
pantai utara Jawa. Limbah perkotaan dan industri menjadi
ancaman yang serius pada airtanah, karena pengaruh pencemaran
(polusi).
Dataran antar gunung di pulau Jawa terdapat di Bandung,
Garut, Madiun, Kediri-Nganjuk dan Bondowoso. Daerah ini
sebagian besar dibatasi oleh kaki gunungapi. Lapisan batuan
terdiri atas bahan klastika hasil rombakan batuan gunungapi
sekitarnya. Pergantian susunan litologi dari berbutir kasar ke
halus membentuk suatu kondisi airtanah yang tertekan.
Cekungan airtanah pada daerah antar-gunung mempunyai
potensi yang cukup besar. Potensi airtanah daerah antar gunung
di pulau-pulau lain terdapat di Sulawesi, Sumatra, Bali, Lombok
dan Timor.
9
Dataran lembah sungai yang lebar dan luas terdapat di daerah
aliran sungai Bengawan Solo, Citanduy, Serayu, Lusi, Musi dan
Batanghari. Pada umumnya daerah ini tertutup oleh endapan
aluvial dan dapat mempunyai potensi airtanah yang cukup besar.
Daerah penyebaran airtanah hasil kompilasi dari berbagai sumber yang
telah disusun oleh tim Direktorat Jendral Pengairan, dapat di lihat pada
Tabel 1.5 dan Tabel 1.6.
Tabel 1.5 Daerah Penyebaran Airtanah di Indonesia
No. Propinsi Daerah Penyebaran Airtanah
1 D.I. Aceh Banda Aceh, Tanah Pasir-Pantolanbu,
Lhokseumawe-Langsa, Padang Tiji
2 Sumatra Utara Medan-Tanjung Balai, Padang Sidempuan
3 Sumatra Barat Solok, Padang, Bukittinggi, Painan
4 Bengkulu Cekungan dataran pantai Manna, dataran tinggi
Curug
5 Riau Lembah Salak, Rokan dan Kampar
6 Jambi Lembah Batanghari
7 Sumatra Selatan Lembah Musi
8 Lampung Teluk Betung-G. Sugih, Rumbia
9 Jawa Barat Bandung, Garut, Cilegon, Serang-Tangerang,
Kerawang-Indramayu
10 D.K.I. Jakarta Jakarta, Bogor, Bekasi
11 D.I. Yogyakarta Bantul, Sleman, Wonosari, Playen
12 Jawa Tengah Purwokerto, Solo-Sragen, Pemali-Comal, Kendal,
Semarang, Demak-Pati, Cilacap, Kebumen,
Purworejo
13 Jawa Timur Ponorogo-Madiun, Kedir-Nganjuk, Bondowoso,
Lumajang-Jember, Probolinggo-Paiton, Situbondo-
10
No. Propinsi Daerah Penyebaran Airtanah
Asambagus, Banyuwangi, Jombang-Mojokerto
14 Bali Denpasar, Nusa Penida, Kubu, Kubu Tambahan,
Air Sanih
15 NTB Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Selatan,
Mataram, Bima, Dampu, Keli-Sape, Pelaperado,
Kempo, Sariutu, Tente, Alas, Taliwang Area,
Sumbawa Besar, Lunyak Pain
16 NTT Atambua, Sekon, Mena, Haekto, Ponu, Futuoni
Naiklin, Kupang, Oesao, Pariti, Aroki, Besikama,
Bena, Batugamping Waingapu/Waikabukak, Rote,
Sikka
17 Timor Timur Baukau, Lospalos, Manatuto, Same-Vikeke, Suai
18 Kalimantan Barat Melawai (Pontianak, Singkawang, Sambas,
Ketapang), Emabaluh
19 Kalimantan
Selatan
Banjar Baru-Mertapura, Rantau-Barabai
20 Kalimantan Timur Mahakam, Berau, Sembakung
21 Kalimantan
Tengah
Palangka Raya
22 Sulawesi Utara Dumoga, Menado, Katamubago, Tondano,
Limboto-Gorontalo,Bolaang Mangandow
23 Sulawesi Tengah Marawola, Palu, Kasimbar, Ampibabo, Taweli,
Tawale, Beka, Peneki, Surumana, Paduloyo,
Kalosa, Sausu
24 Sulawesi Selatan Sindrap, Bulukumba, Dataran Meloso, Wajo, Barru
Jeneponto, Goa, Mauju
25 Sulawesi Tenggara Tinanggea, S. Laolo-S. Lalindu, Kolaka-
Watubangga, Towari-Bupinang, P. Muna, P. Buton
26 Maluku Labuhan, Akelama, Kau, Tilai, Morotai, Dodagan
11
No. Propinsi Daerah Penyebaran Airtanah
27 Papua Merauke, Tariku-Tarekaku, Wareru, Membramo,
Wamena, Mosool, Waigeo
(Sumber: Dit Jen Pengairan)
12
Tabel 1.6 Ringkasan Penyebaran Airtanah
No. Wilayah Airtanah Morfologi Jenis Batuan Potensi
Airtanah Lokasi
1 Batuan Pra-Tersier Berbukit dan
bergunung
Sekis hablur napal,
batu lempung granit,
batuan gunung api
Kecil dan langka Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Nusa
Tenggara, Irian
2 Batuan Tersier Pegunungan dan
perbukitan, alur
sungai lama dekat
perbukitan
Napal, serpih dan
lempung, breksi dan
batu pasir masiv
Kecil Sumatra, Jawa,
Sulawesi, Irian, Timor
13
No. Wilayah Airtanah Morfologi Jenis Batuan Potensi
Airtanah Lokasi
3 Batu gamping Pegunungan kapu
daerah karstik
Batugamping
berlapis,
batugamping
terumbu,
batugamping
berkristal
Rendah sekali
sampai besar
Pantai selatan Jawa,
Rembang Peg.
Kendeng, Madura, Bali,
Lombok, Timor, Aceh,
Sumut, Sulawesi,
Maluku, Irian
4 Batuan Endapan
Gunungapi
Daerah puncak Lava, bongkah dan
piroklastik
Tidak ada Merupakan daerah
resapan
Daerah tubuh
gunungapi
Piroklastik yang
telah memadat
Banyak mata air Pergantian lapisan yang
berbeda tingkat
kelulusan
Daerah kaki
gunungapi
Piroklastik tertutup
bahan sekunder
Besar Daerah peresapan atau
penyaluran air ke dalam
5 Daerah Aluvial Daerah pantai Pasir, kerikil dan
kerakal
Besar Pantai timur Sumut
Jawa Barat dan Jawa
Tengah pantai selatan
dan barat Kalimantan,
Irian Jaya selatan
14
No. Wilayah Airtanah Morfologi Jenis Batuan Potensi
Airtanah Lokasi
Daerah antar
gunung
Bahan klastik
gunungapi
Besar Bandung, Garut,
Madiun, Kediri,
Nganjuk, Bondowoso
Daerah lembah
sungai
Pasir, kerikil dan
kerakal
Setempat cukup
besar
Aliran Bengawan Solo,
Serayu Lusi, Citanduy,
Batang Hari
15
1.6 Perkiraan Cadangan Airtanah di Indonesia
Data yang terkumpul selama ini, seperti curah hujan-evapotranspirasi,
keadaan geologi, hidrogeologi dan topografi menunjukkan, bahwa perkiraan
cadangan airtanah yang tersedia di setiap propinsi di Indonesia yang
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pada Tabel 1.7.
16
Tabel 1.7 Perkiraan Sumber Airtanah Tiap Propinsi di Indonesia
No Propinsi Curah
hujan-
Evapotrans
pirasi
(mm/th)
Daerah
Permeabil
itas tinggi
(km2)
Daerah
Permeabili
tas sedang
(km2)
Total
luas
daerah
(km2)
Perkiraan
jumlah
imbuhan
airtanah
(I/s/km2)
Total air tanah
yang bisa
dimanfaat
kan
(liter/detik)
Keterangan
A B C D E F
1 Aceh 1,900 5,990 11,980 55,392 4,8 265,882
2 Sumut 1,450 14,220 7,110 70,787 4,6 325,620
3 Sumbar 1,900 2,128 4,257 49,778 2,4 119,467
4 Riau 1,021 49,634 55,838 94,562 8,1 765,952
5 Jambi 1150 9,322 12,430 44,924 3,7 166,219
6 Sumsel 1465 23,628 110,265 103,688 9,3 964,298 1). Imbuhan
pada daerah
Permeabilitas
tinggi adalah
40 % dari
total curah
hujan-
evapotranspir
asi
2). Imbuhan
melalui
7 Bengkulu 1950 2,230 4,459 21,168 4,9 103,723
8 Lampung 900 1,439 4,318 33,307 1,8 59,953
9 Jabar 1536 9,829 19,658 46,300 7,8 361,140
10 Jateng 1837 6,871 10,306 32,206 8,2 264,089
11 Yogyakart
a
1309 325 975 3,169 4 12,676
12 Jatim 750 9,590 16,783 47,992 3,6 172,771
13 Bali 624 562 125 5,561 1,2 6,673
17
No Propinsi Curah
hujan-
Evapotrans
pirasi
(mm/th)
Daerah
Permeabil
itas tinggi
(km2)
Daerah
Permeabili
tas sedang
(km2)
Total
luas
daerah
(km2)
Perkiraan
jumlah
imbuhan
airtanah
(I/s/km2)
Total air tanah
yang bisa
dimanfaat
kan
(liter/detik)
Keterangan
14 NTB 330 2,174 6,522 20,177 1 20,177 daerah
Permeabilitas
sedang
diperkirakan
20 %
E = [{(A x
40%) x B x
lt}/{(3600 x
24 x 3650)}
+ {(A x 20%)
x C x
lt}/{(3600 x
24 x 365)}]
F = (D x E)
15 NTT 250 4,889 9,778 47,876 0,4 19,150
16 Kalbar 1850 39,267 31,413 146,760 8,2 1,203,432
17 Kaltim 1350 20,262 81,048 202,440 5,1 1,032,444
18 Kalteng 1500 46,966 62,621 152,600 9,5 1,449,700
19 Kalsel 850 10,338 12,405 37,660 4,3 161,938
20 Sulut 922 4,586 6,878 19,025 2 38,050
21 Sulsel 1,122 7,750 23,251 72,781 3,5 254,734
22 Sulteng 1000 6,700 16,750 69,726 2,9 202,205
23 Sultengg 440 3,875 9,687 27,686 1,2 33,223
24 Maluku 1,120 915 1,372 74,505 2,5 186,263
25 Papua 1,800 210,990 126,594 421,981 14,8 6,245,319
18
Berdasarkan perkiraan yang tertera pada tabel tersebut, potensi airtanah
ternyata cukup besar dihampir semua propinsi. Potensi ini sudah sewajarnya
dimanfaatkan sebagai pasokan air permukaan, namun harus memperhatikan
konservasi airtanah.
Pada daerah yang mengalami kekeringan di musim kemarau airtanah
berfungsi sebagai sumber air utama. Seluruh sumber baik dari air permukaan
maupun air bawah tanah dikelola dalam satu keseluruhan sistem. Untuk air
permukaan sudah dimanfaatkan dan dikelola dalam pengelolaan wilayah sungai
(river basin management).
Airtanah dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dalam sub sistem
pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan tersebut harus terpadu agar dapat
menjamin efisiensi dan efektifitas pemanfaatan, tanpa merusak keseimbangan
lingkungan.