1 konsep matematika dalam kimia
DESCRIPTION
kimia fisikaTRANSCRIPT
-
1
Konsep Matematika dalam Kimia
(i) Matriks
Pengertian dan notasi suatu matriks
Dalam kehidupan sehari-hari, aplikasi matriks banyak ditemui. Misalnya dalam
bidang olahraga, khusunya sepak bola, sering ditampilkan tabel hasil pertandingan
dalam bentuk baris dan kolom. Misalnya, hasil pertandingan Liga Italia Seri A lima
peringkat teratas periode tahun 2012-2013 pada pekan ke 8, seperti terlihat pada
tabel di bawah ini:
Klub Main Menang Seri Kalah Memasukkan Gol Kemasukan Gol Nilai* Juventus 8 8 0 0 16 2 24 Napoli 8 6 1 1 15 6 19 Lazio 8 6 0 2 16 5 18 Intermilan 8 5 1 2 18 11 16 AS Roma 8 4 2 2 10 7 14 *menang = 3, seri = 1, kalah = 0
Tabel atau daftar tersebut dapat disusun lebih sederhana dengan menghilangkan
judul baris dan judul kolom sehingga tanmpil sebagai berikut
8 8 0 0 16 2 24 8 6 1 1 15 6 19 8 6 0 2 16 5 18 8 5 1 2 18 11 16 8 4 2 2 10 7 14
Jika susunan bilangan-bilangan itu ditulis di dalam tanda kurung biasa atau kurung
siku, akan berbentuk sebagai berikut:
8 8 0 0 16 2 24
8 6 1 1 15 6 19
8 6 0 2 16 5 18
8 5 1 2 18 11 16
8 4 2 2 10 7 14
-
2
Susunan bilangan tersebut disebut sebagai matriks, secara umum matriks dapat
didefenisikan sebagai berikut:
Matriks: adalah suatu susunan elemen-elemen (bilangan atau huruf) berbentuk persegi atau persegi panjang yang diatur pada baris dan kolom serta ditempatkan
dalam tanda kurung (kurung biasa atau kurung siku)
Suatu matriks biasanya diberi nama dengan huruf kapital seperti A, B, C atau yang
lainnya. Secara umum matriks A yang mempunyai i baris dan j kolom dapat ditulis
dalam bentuk umum berikut ini
a11 a12 . . a1j
a21 a22 . . a2j
A = . . . . .
. . . . .
ai1 ai2 . . aij
Jika diperhatikan bentuk umum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
(i) a11, a12,., aij merupakan elemen-elemen matriks A
(ii) banyak baris pada matriks A adalah i buah, dan banyak kolom pada
matriks A adalah j buah
(iii) bentuk matriks A dapat pula ditulis sebagai A = (aij), dengan i
menunjukkan letak baris dan j menunjukkan letak kolom
-
3
INTEGRAL
Integral merupakan anti diferensial (anti turunan) atau sebagai invers dari diferensial
Pada operasi pendiferensialan, jika y = f(x) + k dengan k konstanta, maka turunan
pertama y terhadap x adalah y = f (x). Untuk mengembalikan y keasalnya y atau
f(x) maka pengintegralan ditulis sebagai berikut:
kxfdxxf )()('
Ada 2 (dua) jenis integral:
1. Integral tak tentu
Integral ini adalah proses untuk menentukan bentuk umum anti turunan dari suatu
fungsi yang diberikan. Dapat pula dikatakan bahwa hasil pengintegralan f (x) masih
mengandung konstanta k sembarang (kadang juga digunakan simbol C (English :
constant).
kxfdxxf )()('
atau
Cxfdxxf )()('
2. Integral tentu
Integral tentu adalah jika hasil pengintegralan f (x) sudah memiliki konstanta tertentu
atau operasi integral dibatasi pada interval tertentu dari a hingga misalnya,
dinyatakan dengan:
)()()()(' afbfxfdxxfb
a
b
a
Aplikasi dalam ilmu kimia
Penentuan persamaan laju reaksi terintegrasi.
-
4
Misalnya untuk kasus reaksi orde nol:
A P maka persamaan laju dalam bentuk diferensial adalah
kkAdtdA
0 (1)
dimana A adalah konsentrasi reaktan pada saat t dan k adalah tetapan laju reaksi.
Untuk menentukan persamaan/hukum laju terintegrasi (integrated rate laws) dapat
dilakukan dengan melakukan operasi pengintegralan terhadap ke dua sisi dari
persamaan (1), baik dengan operasi integral tak tentu maupun integral tentu.
Dengan integral tak tentu:
CktA
kdtdA
kdtdA
Untuk menentukan nilai C dapat dilakukan dengan menentukan nilai A pada saat t =
0, yaitu A0, yang tidak lain adalah konsentrasi reaktan mula-mula. Nilai ini bisa
diketahui pada setiap eksperimen.
Jadi pada saat t = 0 A = A0
- A0 = k (0) + C C = - A0
Sehingga:
- A = kt + (-A0)
Jika masing-masing sisi dikali dengan 1 akan menjadi:
A = A0 kt (2)
-
5
Persamaan (2) disebut sebagai persamaan laju terintegrasi (integrated rate laws)
yang diperoleh melalui proses pengintegralan persamaan (1).
Dengan proses integral tentu:
Persamaan laju dalam bentuk diferensial dapat dikonstruksi sebagai sebagai berikut:
A
A
t
t
A
A
kdtdA
kdtdA
0 0
0 (3)
Batas integral yang diambil adalah dari A0 hingga A, karena konsentrasi reaktan
diukur pada konsentrasi mula-mula (A0) pada saat t0 dan konsentrasi A pada saat t. t
adalah waktu akhir eksperimen/percobaan.
Penyelesaian integral di atas adalah sebagai berikut:
)()()(
00
00
ttkAAttkAA
(4)
Jika persamaan terakhir dikali dengan 1 maka
A - A0 = - k (t t0) (5)
Nilai (t t0) adalah waktu yang dibutuhkan oleh reaktan untuk berubah dari A0
menjadi A. Nilai ini kadang ditulis saja sebagai t dengan defenisi seperti yang
dituliskan sebelumnya (t0 = 0). Sehingga persamaan (5) menjadi:
A - A0 = - k (t t0)
A - A0 = - k t
A = A0 - k t
-
6
DIFERENSIAL
Diferensial merupakan anti integral atau sebagai invers dari integral. Pada operasi
pendiferensialan, jika y = f(x) + k dengan k konstanta, maka turunan pertama y
terhadap x adalah y = f (x). Untuk fungsi dengan dua peubah, Z = f (x,y), cara
penurunannya agak berbeda. Kita mengenal istilah diferensial parsial dan diferensial
total, karena fungsi Z harus diturunkan masing-masing terhadap x dan y.
Z = f (x,y)
dyyZdx
xZdZ
xy
Keterangan:
dZ = diferensial total terhadap Z
Z = diferensial parsial terhadap Z
Aplikasi dalam Ilmu Kimia
Menurut hukum Boyle, hukum Avogadro dan hukum Charles-Gay Lussac bahwa
volum suatu gas ideal merupakan fungsi dari jumlah mol n, tekanan P dan
temperatur T. Secara matematika bisa dituliskan sebagai berikut:
V = f (n, P, T)
Persamaan ini dapat diferensiasi(diturunkan) dengan metode diferensial parsial:
dTTVdP
PVdn
nVdV
PnTnTP ,,,
(a0)
d dibaca de biasa sedangan dibaca dho, d adalah diferensial total dan adalah
diferensial parsial. Falsafah mudahnya adalah jika V diturunkan terhadap n maka
paramater yang lain, dalam hal ini P dan T, dijaga tetap. Demikian juga jika V
diturunkan terhadap paramater P, maka n dan T dijaga konstan, dan seterusnya.
Menurut hukum Avogadro, volume gas , pada tekanan (P) dan temperatur (T) tetap,
berbanding lurus dengan jumlah mol (n) gas:
V = k1 n (P, T tetap) (a)
Persamaan a hanya berlaku jika P dan T tetap.
atau k1 = V/n (b)
-
7
Turunan parsial V terhadap n, pada P dan T tetap, ditulis sebagai berikut:
1,
knV
TP
(c)
Mudahnya adalah persamaan a diturunkan terhadap n sehingga diperoleh
persamaan c
Persamaan c bisa juga ditulis menjadi
nVnV
TP
/,
(d)
Dengan mensubstitusi nilai k1 dari persamaan b.
Menurut hukum Boyle,
PV = k2 (n, T tetap) (e)
Atau V = k2/P (f)
Jika persamaan diatas diturunkan terhadap P diperoleh hasil:
PV
PPV
Pk
PV
Tn
222
,
(g)
Persamaan g adalah turunan parsial V terhadap P karena parameter-parameter n
dan T dijaga konstan.
Menurut hukum Charles Gay Lussac,
V = k3 T ( n, P tetap) (h)
Atau
k3 = V/T (i)
Turunan V terhadap T dari persamaan h ditulis sebagai berikut:
3,
kTV
Pn
(j)
Jika nilai k3 pada persamaan j disubstitusi dengan nilai k3 dari persamaan (i), maka
persmaan j menjadi:
TV
TV
Pn
,
(k)
-
8
Dengan memasukkan persamaan d, g dan k ke dalam persamaan a0 akan diperoleh
dTTVdP
PVdn
nVdV (l)
Jika ruas kiri dan ruas kanan persamaan (l) dibagi dengan V akan menjadi
dTT
dPP
dnnV
dV 111 (m)
Jika persamaan m diintegrasi dengan metode integral tak tentu akan diperoleh:
dTT
dPP
dnnV
dV 111
ln V = ln n ln P + ln T + ln R (n)
dengan ln R adalah tetapan integrasi. R kemudian dikenal sebagai tetapan gas
dengan nilai tertentu berdasarkan satuan energi yang digunakan.
PnTRV lnln (o)
Dengan mengambil antilog dari persamaan o akan diperoleh:
PnTRV atau PV = n.R.T (p)
Persamaan p adalah persamaan keadaan gas ideal yang diturunkan dari hukum
Avogadro, hukum Boyle dan hukum Charles Gay Lussac.