1. laporan ref anemia
DESCRIPTION
refreshingTRANSCRIPT
Pengertian Anemia
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik. Anemia
adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI,
1996). Anemia adalah penurunan massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menghantarkan oksigen yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity)
Anemia menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie
(1996) diartikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) lebih rendah
dari keadaan normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan
penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di bawah ini:
Laki-laki dewasa <13g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl
Wanita hamil <11g/dl
Kriteria WHO (hoffbrand AV, et al, 2001)
Patogenesis Anemia
Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok (Wintrobe at all,
1999) yaitu:
1. Anemia karena kehilangan darah Anemia karena kehilangan darah akibat
perdarahan yaitu terlalu
banyaknya sesl-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari
kecelakaan dimana perdarahan mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut
perdarahan ekternal. Perdarahan dapat pula disebabkan karena racun, obat-obatan atau
racun binatang yang menyebabkan penekanan terhadap pembuatan sel-sel darah
merah. Selain itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi sedikit demi sedikit tetapi
terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran pencernaan, peptic
ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia
2. Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah Anemei karena pengrusakan
sel-sel darah merah dapat terjadi
karena bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria atau
cacing tambang, hal ini dapat menyebabkan anemia hemolitik. Bila sel-sel darah
merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di dalam tidak hilang tetapi dapat
digunakan kembali untuk membentuk sel- sel darah merah yang baru dan pemberian
zat besi pada anemia jenis ini kurang bermaanfaat. Sedangkan asam folat dirusak dan
tidak dapat digunakan lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan
untuk pengobatan anemia hemolitik ini.
3. Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah Sum-sum tulang
mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama cepatnya
dengan banyaknya sel darah merah yang hilang, sehingga jumlah sel darah merah
yang dipertahankan selalu cukup banyak di dalam darah, dan untuk
mempertahakannya diperlukan cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi
dalam jumlah yang cukup
akan terjadi gangguan pembentukan sel darah merah baru. Anemia karena gangguan
pada produksi sel-sel darah merah, dapat
timbul karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat, asam
pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan tiamin, yang kekurangannya biasa
disebut “anemia gizi.” Selain itu juga kekurangan eritrosit, infiltrasi sum-sum tulang,
kelainan endokrin dan penyakit ginjal kronis dan sirosis
hati. Menurut Husaini (1998) anemia gizi yang disebabkan kekurangan zat besi sangat
umum dijumpai di Indonesia.
Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut mana kita
melihat dan tujuan kita melakukan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi yang sering dipakai :
1. Klasifikasi morfologik : yang berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan
apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit.
Klasifikasi Anemia berdasarkan Morfologi Eritrosit A. Anemia hipokromik
mikrositer
- Anemia defisiensi besi - Thalasemia - Anemia akibat penyakit kronik -
Anemia sideroblastik
B. Anemianormokromiknormositer - Anemia pascaperdarahan akut - Anemia
aplastik – hipoplastik - Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat -
Anemia akibat penyakit kronik
C. Anemia makrositer - Megaloblastik - Nonmegaloblastik
2. Klasifikasi etiopatogenesis : yang berdasarkan etiologi dan pathogenesis terjadinya
anemia.
Klasifikasi Anemia berdasarkan Etiopatogenesis
A. Produksi Eritrosit menurun
B. KehilanganEritrositdaritubuh
- Anemia pascaperdarahan akut
- Anemia pascaperdarahan kronik
C. Peningkatanpenghancuraneritrositdalamtubuh(hemolisis)
D. Bentuk campuran
E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas
Tanda-tanda Anemia Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda
Anemia meliputi:
Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-
kunang Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:
1) Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala
umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik
tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan
menurut organ yang terkena adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
2) Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai
berikut:
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-
tanda infeksi.
3) Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan,
sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada
defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
b. Glositis : iritasi lidah
c. Keilosis : bibir pecah-pecah
d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.
Pemeriksaan Laboratorium Hematologik
- Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Kadar Hemoglobin
b. Indeks eritrosit (MCV. MCH dan MCHC)
c. Apusan darah tepi
- Pemeriksaan rutin : pemeriksaan ini juga dilakukan pada semua kasus anemia
untukmengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Laju endap darah
b. Hitung diferensial
c. Hitung retikulosit
- Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian
besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa
kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang
- Pemeriksaan atas indikasi khusus :
a. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
c. Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes coombs, elektroforesis, Hb
d. Anemia pada leukimia akut : pemeriksaan sitokimia
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia
aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga
menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan
anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang
sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia
hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.
Anemia aplastik didapat umumnya muncul pada usia 15-25 tahun; puncak insiden
kedua yang lebih kecil muncul setelah usia 60 tahun.
Etiologi
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
Patogenesis
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya ada pengurangan yang
bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada
sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yeng
membuatnya tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk
mengisi sumsum tulang.
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik
yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan
oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan
(acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen
toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang
didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang
paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka.
Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami
perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan
anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom
(MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga
mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal
ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi,
contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara).
Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik
dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat
disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen
ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis
DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin
merupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun
mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan
dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.
“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui
interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada
pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram
(apoptosis).
Gejala Klinis
Pansitopenia
o hipoplasia eritropoetik akan menimbulkan anemia dimana timbul
gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi
cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.
o Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang
akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga
mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun
bersifat sistemik.
o Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit,
selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik
Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi, pada tabel
Tabel : Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis Keluhan %
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pada pemerikasaan fisis dapat ditemukan hepatomegali pada sebagian kecil
pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Anemia bersifat normokrom normositik, atau makrositik . MCH seringkali 95-
110 fl. Jumlah retikulosit biasanya sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat
anemia.
b) Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granulosit, biasanya tetapi tidak
selalu sampai di bawah 1,5 x 109/l. Pada kasus-kasus berat jumlah limfosit
rendah. Netrofil tampak normal dan kadar fosfatase alkalinya tinggi.
c) Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus berat, kurang dari 10 x109/l
d) Tidak ada sel darah abnormal dalam darah tepi
e) Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya jaringan
hemopoetik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari 75%
sumsum tulang. Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat
memperlihatkan daerah seluler berbercak pada latar belakang hiposeluler. Sel-
sel utama yang tampak adalah limfosit dan sel plasma; megakariosit sangat
berkurang dan tidak ada.
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh peningkatan destruksi
eritrosit. Hyperplasia eritropoesis dan pelebaran anatomic sumsum tulang
menyabkan meningkatnya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum pasien
menjadi anemis-penyakit hemolisis terkompensasi.
Etiologi
Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dibagi menjadi
1. Anemia hemolitik akibat kelainan extracorpusculer, yaitu disebabkan oleh
kelainan-kelainan yang tedapat di luar eritrosit, yaitu dalam plasma
2. Anemia hemolitik intracorpusculer, yaitu disebabkan oleh kelainan-
kelainanyang terdapat di dalam eritrosit.
Patofisologi
Hemolisis dapat terjadi intravaskuler dan ekstravakuler. Hal ini tergantung
pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler,
destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma
mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi sel permukaan atau infeksiyang
langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel eritrosit. Hemolisis
intravaskuler jarang terjadi.
Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah masa hidup rata-rata 120 hari, yaitu
pada saat dikeluarkan ke esktravaskular oleh makrofag system retikulosit
endothelial (RE) yang terutama terdapat pada di sumsum tulang, tetapi jug di hati
dan limpa.
Gejala Klinis
Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membrane mukosa, ikterus ringan
yang berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin dalam urin, tetapi urin
dapat menjadi gelap karena urobilinogen yang berlebihan.
Pada pasien dengan pemecahan eritsosit sangat hebat, sebagian hemoglobin
tidak dapat dipecahkan menjadi Fe, biliverdin, dan globin, sehingga hemoglobin
secara bebas dilarutkan dalam plasma. Oleh karena itu, plasma menjadi merah. Di
dalam darah juga umumnya ditemukan retikulosit dan pada sumsum tulang
ditemukan aktivitas dari system darah merah meningkat luar biasa.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran peningkatan pemecahan :
a. Bilirubin serum meningkat tidak terkonjugasi dan terikat pada albumin
b. Urobilinogen urine meningkat
c. Sterkobilinogen feses meningkat
d. Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh oleh
hemoglobin dan kompleks ini dikeluarkan oleh RE.
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit :
a. Retikulositosis
b. Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio myeloid; eritrosit sumsum
tulang normal sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1 atau
sebaliknya
3. Eritrosit yang rusak :
a. Morfologi-mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll
b. Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll
c. Ketahanan eritrosit memendek; paling baik ditunjukkan oelh pelabelan 51Cr disertai pemeriksaan lokasi destruksi.
Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya perubahan
abnormal dalam pembentukan sel darah, sebagai akibat adanya ketidaksesuaian antara
pematangan inti dan sitoplasma pada seluruh sel seri myeloid dan eritorid.13 Anemia
megaloblastik merupakan manifestasi yang paling khas untuk defisiensi folat.
Suatu kelompok anemia yang disebabkan oleh sintesis DNA yang terganggu,
yang dalam praktek klinik hal ini biasanya disebabkan oleh
Defisiensi vit. B12
Defisiensi Asam folat
Vitamin B12 ditemukan pada makanan yang berasal dari hewan: hati, daging,
ikan, dan produk susu, tetapi tidak terdapat dalam buah, biji2an/sayuran.
B12 Folat
Nutrisià terutama vegetarian
Malabsorpsià anemia pernisiosa, gastrektomi pernisiosa,
cacing pita, malabsorpsi kongenital.
Nutrisià usia tua, kemiskinan, diet khusus
Malabsorpsi--> gastrektomi
Pemakaian berlebihanà fisiologik: kehamilan
dan prematuritas
Patologis: anemia hemolitik, keganasan, crohn disease,
RA.
Folat tidak mampu diproduksi oleh manusia sehingga perlu folat yang
dibentuk sebagai vitamin, merupakan bentuk sintesis vit.Bà bayam,
kangkung, sawi, katuk, kacang panjang dan brokol
Folat
Penting pada awal masa prekonsepsional (2 bulan sblm khmln-usia 6
mingu gestasi) u/ memastikan perkembangan jaringan embrio sehat
dan mencegah defek spina bifida dan tabung saraf. Asam folat yang
dianjurkan adalah 600mcg.
Vit. B12 penting u/ pembentukan sel darah mrah, metabolisme sel dan
nutrien, absorpsi besi, pertumbuhan jaringan, pemliharaan sel saraf
Etiologi :
Mekanisme biokimiawi yang mendasari terjadinya perubahan megaloblastik adalah
terganggunya konversi dump menjadi dTMP. Dalam keadaan normal dump
dikonversi menjadi dTMP dengan adanya enzim timidilat sintetase yang
membutuhkan koenzim folat. Pada defisiensi folat dump diubah menjadi dUTP
melebihi kapasitas kerja enzim dUTP dalam sel melalui konversi kembali menjadi
dump, akibatnya terjadi penumpukan dUTP di dalam sel, sehingga terjadi kelambatan
dalam sintesis DNA.13,15
Gambaran darah tepi yang paling sering dihu- bungkan dengan anemia
megaloblastik adalah makro- sitosis. Makrositosis yang khas adalah
makroovalositosis. Hipersegmentasi neutrofil merupakan tanda pertama dari
anemia megaloblastik di daerah tepi; bila ditemukan 5% neutrofil dengan lobus
lebih dari lima kemungkinan adanya defisiensi asam folat meningkat menjadi
98%.1,22 Pansitopenia dapat juga ditemukan pada anemia megaloblastik dengan
derajat yang bervariasi dan merupakan atribut langsung dari proses hemopoesis
yang inefektif dari sumsum tulang. Sumsum tulang menunjukkan gambaran
hiperselular dengan hiperplasi seri eritroid. Prekursor eritroid tampak sangat besar
yang disebut megaloblas. Pada seri mieloid dijumpai adanya sel batang dan
metamielosit yang sangat besar (giant meta) myelocyte.
Tanda anemia megaloblastik berupa glositis (lidah pucat dan licin), stomatitis
angularis, diare/konstipasi, anoreksia, ikterus ringan, sterilitas, neuropati perifer
bilateral, pigmentasi melalui pada kulit. Kegagalan penutupan neural tube dapat
terjadi di daerah kranial dan spinal mengakibatkan anensefalus, meningokel,
ensefalokel, spina bifida dan hidrosefalus.
Penatalaksanaan :
B12 Folat
Prinsip terapi C ukupi kebutuhan Vit B12 yang kurang
Senyawa Hidroksokobalamin Asam folat
rute IM Oral
Dosis 1000mikrogram 5mg
Dosis awal 6x100ug slm 2-3 mg Tiap hari selama 4 bulan
Pemeliharaan 1000ug tiap 3 bln Tergantung penyakit yang mendasari: terapi
seumur hidup u/ anemia hemolitik turunan dan
dialisis ginjal
Profilaksis Gastrektomi total
Reseksi ileum
Kehamilan, anemia hemolitik berat,
prematuritas, dialisis
Anemia Defesiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang.
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%
penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan
menyusui.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
a.Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.Salan genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
c.Salura kemih : hematuria
d.Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
5. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir
identik dengan perdarahan menahun. Penyebab perdarahan paling sering pada
laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering
karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering
karena menormetrorhagia.
Patogenesis
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin
(Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan
eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa
sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat
besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat
besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron
deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer
sehingga disebut iron deficiency anemia.
Gejala Klinis
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga
dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai
pada anemia jenis lain, seperti :
1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
2. Glositis : iritasi lidah
3. Keilosis : bibir pecah-pecah
4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution
width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah
dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia
yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah
menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,
anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan
mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan
derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok
normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil,
sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum,
konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya
retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah,
sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi
atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons
fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat
pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.