1. proposal penelitian pbl

50
PROPOSAL PENELITIAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA STANDAR KOMPETENSI MENGOPRASIKAN SISTEM KENDALI BERBASIS PLC DI SMK NEGERI 1 KOTA CIMAHI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Persetujuan Skripsi jurusan Pendidikan Teknik Elektro Oleh : RAMDAN GUMELAR 0900694 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Upload: aditya-irfan-kustiaman

Post on 01-Feb-2016

84 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

problem based learning

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA

STANDAR KOMPETENSI MENGOPRASIKAN SISTEM KENDALI

BERBASIS PLC DI SMK NEGERI 1 KOTA CIMAHI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Persetujuan

Skripsi jurusan Pendidikan Teknik Elektro

Oleh :

RAMDAN GUMELAR

0900694

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2013

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

Oleh

Nama : Ramdan Gumelar

NIM : 0900694

Program Studi : S1 Pendidikan Teknik Elektro

Konsentrasi : Listrik Tenaga

Dilaksanakan : Smester 8/ Tahun Akademik 2012-2013

Bandung, November 2013

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Koordinator Skripsi

Dr. Ade Gafar Abdullah, S.Pd.,M.SiNIP. 19721113 199903 1 001

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh penerapan pembelajaran yang menuntut

keaktifan siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu siswa

dalam proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang dilaksanakan

dirasa kurang mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar. Menciptakan

lulusan yang berkualitas, terampil dan berpengalaman sangat membutuhkan

keaktifan siswa dalam prosesnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai seberapa

besar penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI Program Keahlian Teknik

Elektronika Industri SMK Negeri 1 Kota Cimahi.

Penelitian ini dilakukan dengan metode Kuantitatif Quasi Experiment

dengan desain Pretest Posttest Control Group Design, dalam rangka pemecahan

masalah diatas. Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tes

hasil belajar (Kognitif) dan lembar observasi (Psikomotor dan afektif). Hasil

penelitian menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran PBL meningkatkan

hasil belajar siswa pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif hal ini dibuktikan

dengan hasil tes akhir siswa pada ranah ………..

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan observasi dan pengamatan selama melakukan Program Latihan

Profesi (PLP) di SMK Negeri 1 Kota Cimahi, ditemukan beberapa permasalahan

terkait dengan penerapan metode pembelajaran yang kurang efektif, proses

pembelajaran masih didominasi dengan metode ceramah, sehingga siswa

cenderung pasif dan cepat merasa jenuh pada materi yang diajarkan. Hal ini

mengakibatkan prestasi belajar siswa masih banyak yang dibawah kriteria

ketuntasan minimal (KKM).

Peneliti merasa pada saat kegiatan belajar-mengajar di kelas ……………….

dengan penerapan model pembelajaran konvensional Pada standar kompetensi

mengoprasikan sistem kendali berbasis PLC siswa memberikan respon yang

kurang baik, seperti :

1. Ada beberapa siswa mengobrol di belakang kelas tanpa memperhatikan

mata pelajaran yang disampaikan.

2. Beberapa siswa sibuk dengan handphone masing-masing dan

mengabaikan kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung.

3. Beberapa siswa sering meminta izin keluar masuk kelas dengan waktu

yang cukup lama.

Suasana tersebut menjadikan suasana kelas tidak nyaman dan kurang

kondusif karena semua gaduh oleh beberapa siswa di belakang, guru mengalami

kendala pada saat penyampaian materi karena beberapa siswa meminta izin

keluar-masuk kelas, dan tingkat pemahaman siswa dalam menyerap materi yang

diajarkan masih kurang.

Cara untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus memberikan rangsangan

yang berbeda dari metode sebelumnya agar siswa tidak mengalami kejenuhan

dalam kegiatan belajar-mengajar. Salah satunya dengan menerapakan model

pembelajaran yang berbeda agar terciptanya keadaan kelas yang lebih menarik

sehingga siswa akan cenderung bersifat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan sebagai alternatif

untuk mengatasi permasalahan tersebut karena model pembelajaran ini tidak

menitik beratkan pada metode konvensional.

Ditinjau dari karakteristik pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) mengacu pada Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP), dimana proses

pembelajaran harus berpusat pada potensi, pengembangan kebutuhan dan

kepentingan siswa. Perinsip tersebut mengindikasikan bahwa siswa-siswa

memiliki peran sentral dalam kegiatan pembelajaran, sehingga kegiatan

pembelajaran harus berpusat pada siswa, dalam pelaksanaannya siswa dituntut

berperan aktif dalam pembelajaran dikelas. Oleh karena itu, guru perlu

memberikan inovasi dalam pembelajaran, salah satunya dengan melaksanakan

metode pembelajaran yang dapat membantu menciptakan suasana belajar yang

kondusif, serta memberikan peran aktif kepada siswa dalam proses belajar-

mengajar dikelas. Metode-metode pembelajaran yang dimaksud, sekarang ini

sudah mulai berkembang untuk lebih memberikan kesempatan yang luas kepada

siswa, agar lebih kreatif dalam belajar. Metode-metode tersebut diharapkan dapat

mengubah sedikit demi sedikit pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher

center), menjadi pembelajaran yang terpusat kepada siswa (student center). Salah

satu model pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

diatas adalah dengan model pembelajaran Problem Based Learning.

Salah satu metode yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan

pembelajaran Learned Centered yang memberdayakan siswa adalah metode

Problem Based Learning. Memiliki cirri-ciri seperti (Tan, dalam Taufik Amir,

2009;4); pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah, biasanya masalah

memiliki konteks dengan dunia nyata, siswa secara berkelompok aktif

merumuskan masalah dalam mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,

mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah. Sementara

pendidik lebih banyak memfasilitasi. Pendidik/ Guru lebih banyak merancang

scenario masalah, memberikan clue, indikasi-indikasi tentang sumber bacaan

tambahan dan berbagai arahan dan saran-saran yang diperlukan saat proses

pembelajaran berlangsung (tan, 2003).

Pembelajaran dengan metode PBL sangat cocok untuk diterapkan pada mata

diklat keteknikan seperti di SMK. Metode PBL bisa menjembatani kesenjangan

anatar pengetahuan teori dan kecakapan praktik (tan, 2004). Hal ini akan sangat

membantu siswa SMK yang dituntut untuk memiliki kemahiran praktik.

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk menerapakan model

pembelajaran PBL pada kelas …….. . PBL diharapkan bisa menambah keaktifan

siswa dalam kelas yang peneliti lihat masih kurang. Guru terlihat kurang

memberikan rangsangan kepada siswa untuk lebih aktif lagi. PBL juga

diharapkan bisa menambah variasi model pembelajaran bagi guru agar siswa

merasa tidak bosan menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM).

Dalam penelitian ini dilakuakan pada mata diklat sistem otomasi industri

berbasis PLC. Mata diklat ini sangat cocok dengan metode PBL. Dengan PBL

siswa diajak untuk memiliki kemampuan untuk menyelesaikan maslah, daya talar,

kerjasma tim dan kemampuan komunikasi. Peneliti juga berpendapat bahwa mata

diklat ini kaya dengan masalah dunia nyata yang sangat menarik untuk digali dan

dibahas, sehingga PBL akan sangat layak diterapkan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan

judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA PADA STANDAR KOMPETENSI MENGOPRASIKAN SISTEM

KENDALI BERBASIS PLC DI SMK NEGERI 1 KOTA CIMAHI”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar ranah kognitif

pada pembelajaran sistem otomasi industri berbasis PLC?

2. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar ranah

psikomotor pada pembelajaran sistem otomasi industri berbasis PLC?

3. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar ranah afektif

pada pembelajaran sistem otomasi industri berbasis PLC?

I.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, agar penelitian ini lebih terfokus dan

tidak menimbulkan perbedaan penafsiran mengenai judul penelitian, maka penulis

membatasi objek-objek penelitian ini sebgai berikut :

1. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas …… dan kelas …… di SMK

Negeri 1 Kota Cimahi.

2. Penelitian dilakukan terhadap materi pembelajaran memahami

operasional PLC, men-set up PLC, memasang modul PLC beserta

piranti input-output eksternal kemudian menggunakan bahsa

pemograman Ladder Diagram yang merupakan sebagian materi pada

standar kompetensi Mengoprasikan Sistem Kendali Berbasis PLC.

3. Model pembelajaran yang menjadi variable independen pada penelitian

ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning.

4. Aspek yang diteliti hanya pada pengukuran ranah kognitif, ranah

psikomotor dan ranah afektif.

I.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil

belajar ranah kognitif siswa pada pembelajaran Mengoprasikan Sistem

Kendali Berbasis PLC dengan menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil

belajar ranah psikomotor siswa pada pembelajaran Mengoprasikan

Sistem Kendali Berbasis PLC dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning.

3. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dilihat dari hasil

belajar ranah afektif siswa pada pembelajaran Mengoprasikan Sistem

Kendali Berbasis PLC dengan menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan

diantaranya :

1. Bagi siswa, penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan

minat dan konsentrasi belajar lebih fokus serta kemampuan untuk

memahami materi pada pada standar kompetensi mengoprasikan sistem

kendali berbasis PLC.

2. Bagi guru, sebagai bahan masukan guna penyempurnaan dan perbaikan

dalam proses pembelajaran dengan mengoptimalkan model

pembelajaran PBL dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan

untuk menerapakan model pembelajaran PBL.

4. Bagi lembaga yang memperisapkan guru, khususnya guru SMK,

sebagai bahan masukan guna membekali para lulusannya dengan

kemampuan mengajar dengan model pembelajaran PBL.

5. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

untuk memperluas wacana dalam bidang pengembangan media

pembelajaran.

I.6 Hipotesis Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006; 71) mengemukakan bahwa hipotesis dapat

diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Lebih lanjut lagi,

Sugiyono (2011; 100) menerangkan bahwa hipotesis penelitian terdiri dari tiga

bentuk, yaitu hipotesis deskriftif (berkenaan dengan variable mandiri), komparatif

(perbandingan) dan asosiatif (hubungan).

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis deskriftif

yaitu dugaan tentang nilai variabel mandiri, tidak membuat perbandingan atau

hubungan (Sugiyono, 2012). Maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

H0 : Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dianggap efektif

jika perolehan gain rata-rata hasil belajar ranah kognitif, psikomotor dan

afektif siswa lebih besar atau sama dengan 30%.

Ha : Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dianggap kurang

efektif jika perolehan gain rata-rata hasil belajar ranah kognitif, psikomotor

dan afektif siswa kurang dari 30%.

H0 : π ≥ 30%

Ha : π < 30%

π : Gain rata-rata hasil belajar ranah kognitif siswa yang dihipotesiskan atau

ditaksir melalui sampel.

I.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi

experimental design dengan bentuk desain penelitian pretest-posttest control

group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing

dipilih secara random, kelompok pertama (kelompok eksperimen) diberi

perlakuan (treatment) menggunakan model pembelajaran PBL dan kelompok

yang lain (kelompok kontrol) tidak. Kemudian analisis data diperoleh dari hasil

pretest dan posttest dari kedua kelompok tersebut dengan uji beda. Hasil uji beda

tersebut menjadi acuan peneliti untuk mengiterpretasikan ada atau tidaknya

peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, psikomotor dan afektif

setelah diterapkannya model pembelajarn PBL.

I.8 Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Program Keahlian Teknik Otomasi Industri SMK

Negeri 1 Cimahi yang beralamat di Jalan Mahar Martanegara No.48 Cimahi, Jawa

Barat. Lokasi ini digunakan untuk penelitian efektivitas penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning ditinjau dari halis belajar siswa pada

Standar Kompetensi Mengoprasikan Sistem Kendali Berbasis PLC.

Adapun sampel penelitian yang diambil adalah siswa kelas ……. Yang

berjumlah …. Siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas ………… yang

berjumlah …. Siswa sebagai kelompok control.

I.9 Penjelasan Istilah

1. Penerapan adalah hal, cara atau hasil kerja menerapakan, sedangkan

menerapakan adalah mengenakan, memasang atau mempraktikan

(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jadi penerapan adalah cara kerja

dengan mempraktikan. Melihat pengertian tersebut, maka yang

dimaksud dengan penerapan dalam penelitian ini adalah melakukan

atau mempraktikan pembelajaran dengan model Problem Based

Learning.

2. Model adalah suatu pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan

dibuat atau dihasilkan (KBBI, 2008).

3. Pemnelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang

belajar (KBBI, 2008).

4. Hasil Belajar adalah segala perilaku yang dimiliki oleh siswa sebagai

akibat dan proses belajar yang ditempuhnya (Nana Syaodih

Sukmadinata, 1984; 124).

5. Model embelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran

berbasis masalah merupakan model belajar yang menggunakan maslah

sebgai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan

pengetahuan baru (M. Taufik, 2009; 22).

I.10 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi berperan sebagai pedoman penulisan agar

dalam penulisan skripsi ini lebih terarah, maka skripsi ini dibagi menjadi beberapa

bab.

Pada BAB I meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, metode

penelitian, lokasi dan sampel penelitian dan sistematika penulisan.

Pada BAB II meliputi Landasan BAB II Landasan Teori, pada bab ini

menguraikan mengenai: konsep belajar dan pembelajaran, pendekatan saintifik

kurikulum 2013, RPP, tinjauan hasil belajar dan model pembelajaran PBL.

Pada BAB III Metode Penelitian, pada bab ini menguraikan mengenai:

metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, variabel

penelitian, paradigma penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data,

teknik análisis data, alur penelitian dan waktu penelitian.

Pada BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini menguraikan

mengenai: analisis RPP, analisis tanggapan guru dan siswa, dan analisis dampak

penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran PBL terhadap hasil

belajar siswa pada standar kompetensi menerapkan dasar-dasar elektronika.

Pada BAB V Kesimpulan dan Saran, pada bab ini dikemukakan mengenai

kesimpulan yang diambil dan saran yang diberikan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang.

Perubahan dapat terjadi dalam hal keterampilan, sikap, pengertian, pemahaman

atau apresiasi. Gagne (Ratna Wilis Dahar, 1996: 11) menyatakan bahwa belajar

adalah suatu proses yang memungkinkan suatu organism berubah perilakunya

sebagai akibat dari pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dan

lingkungannya.

Slameto (Ratnaningsih, 2003:2) menyatakan bahwa belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman.

Pengalaman-pengalaman yang dimaksud adalah merupakan pengalaman langsung

yang dialami siswa dalam proses pembelajaran.

Dari definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar

merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk dapat menghasilkan

perubahan tingkah laku/ perilaku yang tetap melalui pengalaman. Pengalaman

yang didapat sebaiknya melalui pengalaman langsung yang didapat siswa dalam

pembelajaran, misalnya dengan melakukan percobaan.

2.2 Model Pembelajaran

Millis (1989:4) mengemukakan bahwa model adalah bentuk representasi

akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok

orang mencoba bertindak berdasrkan model itu. Sedangkan pembelajaran menurut

Marx (Runi, 2005: 19) adalah suatu upaya yang sistematik dan disengaja untuk

menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan.

Joyce menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan

atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film,

komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007:5). Selanjutnya Joyce

menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam

mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga

tujuan pembelajaran tercapai.

Adapun Soekamto (Trianto, 2007:5) mengemukakan maksud dari model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa

model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Arends (Trianto, 2007:5) menyatakan bahwa pengajaran mengarah pada

suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk pada suatu pendekatan

pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya dan sistem

pengelolaannya.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada

strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat cirri khusus

yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur (Trianto, 2007:6). Cirri-

ciri tersebut ialah :

1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau

pengembangnya;

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai;

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil;

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

tercapai.

Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran

yang luas dan menyeluruh. Contohnya pada model pembelajaran berbasis

masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan masalah

sesuai dengan kesepakatan siswa dan guru. Sintaks (pola urutan) dari suatu model

pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap

keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan

pembelajaran. Pola urutan dari suatu model pembelajaran tertentu menunjukan

dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa.

2.3 Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning

Terdapat paling sedikit empat teori belajar yang melandasi Problem Based

Learning. Keempat teori belajar itu adalah teori belajar dari Jean Piaget dan

pandangan konstruktivismenya, teori belajar David Ausubel, teori belajar

Vygotsky dan teori belajar dari Jorome Bruner dengan pembelajaran penemuan.

Selanjutnya masing-masing teori belajar dijelaskan sebagai berikut :

2.3.1 Teori Belajar Jean Piaget dan Pandangan Konstruktivisme

Piaget terkenal dengan teori belajarnya yang biasa disebut perkembangan

mental manusia atau teori perkembangan kognitif atau disebut juga teori

perkembangan intelektual yang berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu

belajar (Trianto, 2007:12). Sedangkan dalam kaitannya dengan teori belajar

konstruktivisme, Piaget dikenal sebagai konstruktivisme pertama, menegaskan

bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Teori ini menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi komfleks,

mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila

aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam

psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan

pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan proses ini

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau

menerapakan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan

secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Kaitan antara teori belajar Piaget dan pandangan konstruktivisme dengan

PBL adalah prinsip-prinsip PBL sejalan dengan pandangan teori belajar tersebut.

Siswa secara aktif mengkonstruksi sendiri pemahamannya, dengan cara interaksi

dengan lingkungannya melalui proses asimilasi dan akomodasi.

2.3.2 Teori Belajar David Ausubel

Teori beljar david Ausubel terkenal dengan istilah belajar bermaknanya,

beliau menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya

informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

seseorang (Trianto, 2007:25). Faktor yang paling penting yang mempengaruhi

belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Informasi ataupun konsep baru

harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif

siswa.

Menurut Ausubel (Trianto, 2007:25) dalam membantu siswa menanamkan

pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang

sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang dipelajarai. Sehingga

jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana siswa

mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep

awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari

permasalahan yang nyata.

2.3.3 Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky berpendapat sama seperti Piaget (Trianto, 2007:26), bahawa siswa

membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri

melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik

pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementeri memori, atensi,

persepsi dan stimulus-respon, factor social sangat penting artinya bagi

perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk perkembangan konsep, penalaran

logis, dan pengambilan keputusan.

Teori Vygotsky ini (Trianto, 2007:26) lebih menekankan pada aspek social

dari pembelajaran. Menurut dia bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak

bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut

masih dalam jangkauan mereka disebut sebagai zone of proximal development,

yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan

seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada

umumnya muncul dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum

fungsi mental lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut.

Prinsip-prinsip teori Vygotsky tersebut di atas merupakan bagian dari

kegiatan PBL melalui bekerja dan belajar pada kelompok kecil.

2.3.4 Teori Belajar Jarome S. Bruner

Bruner terkenal dengan metode penemuannya, yang dimaksud dengan

penemuan disini adalah siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang

sama sekali benar-benar baru. Kaitannya dengan belajar, Bruner memandang

bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik, berusaha sendiri

untuk mencari pemecahan maslah serta didukung oleh pengetahuan yang

menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Runi,

2005:33)

Konsep lain dari Bruner yang ada kaitannya dengan PBL, yaitu scaffolding

dan interaksi social di kelas maupun di luar kelas. Menurut Bruner scaffolding

merupakan suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan maslah tertentu

melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, taman atau orang

lain yang memiliki kemampuan lebih.

2.4 Problem Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan

sebuah pendekatan yang lahir dari adanya perubahan mendasar dalam cara gaya

pandangan berpikir tentang bagaimana siswa belajar. Belajar tidak hanya

dipandang sebagai proses menerima informasi untuk disimpan siswa melalui

pengulangan dan penguatan saja. Melainkan siswa belajar melakukan pendekatan

terhadap setiap persoalan/ masalah baru dengan pengethuan yang telah ia miliki,

mengasimilasi informasi baru hingga membangun pengertian sendiri.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) pada awalnya dirancang oleh

Howard Barrow dengan mengikuti ajaran John Dewey (M. Taufik Amir, 2009:19)

bahwa guru harus mengajar sesuai insting alami (Natural Insting) untuk

menyelidiki dan menciptakan sesuatu. Howard Barrow adalah seorang dosen

fakultas kedokteran di McMaster University Medical School di Hamilton Ontario

Kanada, beliau mencoba mengembangkan pendekatan ini untuk meningkatkan

kualitas pendidikan kedokteran dengan peralihan kurikulum berdasarkan teori ke

dalam suatu kurikulum yang terintegrasi dengan masalah kehidupan nyata.

Barrow merancang serangkaian masalah yang lebih dari sekedar kasus, dia tidak

member siswa seluruh informasi tetapi menuntun mereka menyelidiki situasi,

mengembangkan pernyataan-pernyataan, dan menghasilkan rencana-recana untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Barrow mengembangkan PBL agar siswa

dapat mengintegrasikan, menggunakan dan menyaring informasi tentang masalah

yang dihadapi pasien, gejala-gejala, data-data lab, berbagai keterangan dan

pelajaran tentang penyakit yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah

medis.

Barrow juga mengatakan (M. Taufik Amir, 2009:19) bahwa strategi dalam

PBL adalah memberikan siswa problem (masalah) dan tugas yang akan mereka

hadapi dalam dunia kerja dan dalam proses usaha mereka memecahkan masalah

tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan

atas masalah itu. Urutan-urutan pembelajaran dalam PBL sebaiknya pararel

dengan urutan kejadian yang terjadi didunia kerja sehingga siswa akan

mendapatkan keterampilan kognitif dan pengetahuan yang mereka butuhkan

didunia kerja saat mereka belajar dengan konteks dunia kerja. Dalam proses ini

siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri karena keterampilan

itu yang akanmereka butuhkan nantinya dalam kehidupan nyata. Mereka

menerapkan apa yang mereka ketahui, menemukan apa yang perlu mereka

ketahui, dan belajar bagaimana mendapatkan informasi yang dibutuhkan lewat

berbagai sumber. Kecakapan yang penting adalah pemecahan masalah, belajar

sendiri, kerjasama tim, dan pemerolehan yang luas atas pengetahuan.

Dutch mengatakan (M. Taufik Amir, 2009:21) bahwa PBL merupakan

metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerja

sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini

digunkan untuk mengaitkan rasa keingin tahuan serta kemampuan analisis siswa

dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis

dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang

sesuai. Hal ini senada seperti diungkapkan University Of Southen California (M.

Taufik amir, 2009) bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan yang

berbasis inquiry dengan siswa investigator dan pengajar sebagai fasilitator,

moderator atau pelatih berpikir.

Istilah pembelajaran berdasarkan masalah merupakan terjemahan dari istilah

Problem Based Instruction (PBI). Sedangkan PBI merupakan model pembelajaran

yang merujuk pada pendekatan Problem Based Learning (PBL). Sehingga dalam

pengertiannya merupakan suatu hal yang sama. PBL yaitu suatu model

pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dalam kehidupan sehari-

hari untuk belajar, yang memulai proses pembelajaran dengan mengemukakan

masalah. PBL dapat juga diartikan sebagai model pembelajaran berdasarkan

masalah. Pembelajaran Berdasarkan Masalah merupakan pembelajaran yang

menyajikan masalah, yang kemudian digunakan untuk merangsang berpikir

tingkat tinggi yang berorientasi pada masalah, dan termasuk didalamnya belajar

bagaimana belajar.

Ratnaningsih (2003:25) menyatakan bahwa PBL merupakan suatu model

pembelajaran yang menuntut aktifitas mental siswa untuk memahami suatu

konsep pembelajaran melalui siatuasi dan masalah yang disajikan pada awal

pembelajaran. Masalah yang disajikan pada siswa merupakan masalah kehidupan

sehari-hari atau nyata (kontekstual). Model pembelajaran ini dirancang dengan

tujuan agar siswa mampu menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh

kembangkan keterampilan yang lebih tinggi, memandirikan siswa dan

meningkatkan kepercayaan diri. Guru pada prakteknya hanya sebagai fasilitator,

membantu dan mengarahkan siswa dalam belajar sehingga mereka benar-benar

dapat menyusun pengetahuannya sendiri, yang pada akahirnya diharapkan dapat

memahami konsep dengan baik.

Untuk model pembelajaran dalam bidang keteknikan pada siswa SMK,

dalam proses pembelajarannya harus dapat mendidik siswa untuk dapat memiliki

kemampuan dalam mempersiapkan diri menuju dunia nyata yaitu dunia kerja.

PBL memiliki karakteristik yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran bidang

keteknikan pada siswa SMK. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Lukito Edi N

(2004:9), sebagai sebuah model pembelajaran, secara konseptual PBL cocok

dengan karakteristik bidang keteknikan.

Gambar 1

Hubungan model PBL dengan bidang keteknikan

(Sumber : Lukito Edi N, 2004:9)

Dalam penelitian ini program diklat yang diterapkan merupakan mata diklat

yang memiliki tujuan dalam hal meningkatkan kemampuan praktek siswa,

sehingga sangat dibutuhkan untuk bekal menuju dunia kerja. Mata diklat yang

digunakan yaitu Mengoprasikan Sistem Kendali Berbasis PLC, yang isinya

meliputi memahami operasional PLC, men-set up PLC, memasang modul PLC

beserta piranti input-output eksternal kemudian menggunakan bahsa pemograman

Ladder Diagram.

Menurut Runi (2005:20), kelebihan PBL diantaranya yaitu :

1) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep

pada masalah.

2) Menjadikan siswa aktif dan belajar lebih mendalam (deep learners).

3) Memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan dan pemecahan

masalah.

4) Meningkatkan pemahaman melalui dialog dan diskusi dalam kelompok.

5) Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

6) Menjadi pembelajaran yang mandiri.

Sedangkan kelemhan dari PBL yaitu memerlukan waktu untuk

mengembangkan dasar pengetahuan dan keterampilan akademis, memerlukan

cara berfikir divergen yang sukar dites dan dievaluasi (Trianto, 2007:55).

PBL merupakan suatu model pembelajaran yang mempunyai perbedaan

dengan pembelajaran pada umumnya di lapangan. Untuk lebih jelasnya, pada

bagian ini akan diuraikan karakteristik, tujuan dan sintaks pembelajaran sebagai

berikut:

2.4.1 Karakteristik Model Pembelajaran PBL

Menurut Arends (Trianto, 2007:68), PBL atau pembelajaran berbasis

masalah mempunyai beberapa karakteristik, dan masing-masing karakteristik

tersebut mengandung makna. Karakteristik-karakteristik tersebut meliputi:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah), merupakan

hal penting baik secara hubungan sosial maupun secara pribadi untuk

siswa karena masalah diajukan merupakan situasi dunia nyata yang

memungkinkan adanya berbagai macam solusi. Hal ini diperlukan untuk

melatih siswa dalam memecahkan suatu masalah sama halnya dalam

dunia nyata atau kerja.

Contoh: Pernahkah anda melihat Emergency Lamp (lampu darurat)?

Lampu itu dapat menyala dengan menggunakan sumber baterai (DC)

padahal lampu yang digunakan adalah lampu AC.

2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin, artinya masalah yang disajikan

benar-benar nyata agar dalam pemecahannya dapat ditinjau dari

berbagai sudut pandang.

3) Penyelidikan autentik, artinya siswa harus menganalisa dan

mengidentifikasi masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat

ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, membuat inferensi

dan merumuskan kesimpulan.

4) Menghasilkan produk atau karya kemudian memamerkannya. Produk

dapat berupa laporan atau model fisik tentang apa yang telah mereka

pelajari kemudian mendemonstrasikan pada teman-temannya.

5) Kerja sama, artinya pada saat proses belajar mengajar siswa bekerja

sama secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama

dalam pembelajaran berbasis masalah mendorong berbagai inkuiri dan

dialog serta perkembangan keterampilan sosial dan keterampilan

berfikir.

Dalam mengimplementasikan PBL, kejadian-kejadian yang harus muncul

menurut Pierce dan Jones (Runi, 2005:21) adalah:

1) Keterlibatan (engagement), siswa berperan aktif sebagai pemecah

masalah. Siswa dihadapkan pada situasi yang mendorongnya untuk

mampu menemukan masalah dan memecahkannya.

2) Inkuiri dan Investigasi (inquiri and investigation), siswa bekerjasama

dengan yang lainnya untuk menemukan dan mengumpulkan informasi

malalui kegiatan penyelidikan.

3) Performansi (performance), siswa bekerjasama melakukan diskusi untuk

menemukan penyelesaian masalah yang disajikan.

4) Tanya jawab (debriefing), siswa melakukan sharing mengenai pendapat

dan idenya dengan yang lain melalui kegiatan tanya jawab untuk

mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.

5) Presentation of finding, siswa menuliskan rencana, laporan kegiatan

atau produk lain yang dihasilkan selama pembelajaran kemudian

mempresentasikannya kepada yang lain misalkan di depan kelas.

2.4.2 Tujuan Pembelajaran PBL

Ibrahim (Runi, 2005:21) mengemukakan bahwa “Pembeljaran berbasis

masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-

banyaknya kepada siswa”. Selanjutnya Ibrahim dan Nur (Runi, 2005:22),

menetapkan tujuan berbasis masalah atau PBL yaitu membantu siswa

mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, belajar berbagai

peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata, menjadi

pembelajar otonom dan mandiri. PBL melibatkan siswa dalam penyelidikan

pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan

menjelasakan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang

fenomena itu. PBL membuat siswa menjadi pembelajar mandiri, artinya ketika

siswa belajar maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil

menggunakan strategi untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya,

serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas, 2007:10).

Dalam PBL siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan

bekerja pada situasi masalah (tidak terdefinisi dengan baik) atau open ended yang

disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir

dalam mencari solusi dan situasi masalah yang diberikan (Ratnaningsih, 2003:30).

2.4.3 Tingkah Laku (Sintaks) Pembelajaran PBL

Bagian lain yang membedakan suatu model pembelajaran dengan yang

lainnya adalah tahapan dalam pelaksanaannya di kelas. Tahapan-tahapan model

PBL menurut Ismail (Depdiknas, 2007:267) mengemukakan lima tahap yang

dilakukan dalam model pembelajaran PBL yaitu dimulai dengan memperkenalkan

siswa dengan suatu masalah, mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar,

siswa melakukan kegiatan penyelidikan guna mendapatkan konsep untuk

menyelesaikan masalah kemudian membuat karya atau laporan,

mempresentasikannya dan diakhiri dengan penyajian serta analisis evaluasi hasil

dan proses. Kelima langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran PBL

selengkapnya dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL

Fase-fase Tingkahlaku Guru

Fase 1

Orientasi siswa pada

masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan

logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena

atau demonstrasi atau bercerita untuk memunculkan

masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam

pemecahan masalah.

Fase 2

Mengorganisasikan siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisiskan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan

dengan masalah tersebut.

Fase 3

Membimbing

penyelidikan individual

maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

masalah.

Fase 4

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan

membantu mereka untuk berbagi tugas dengan

temannya.

Fase 5

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau

evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses

yang mereka gunakan.

(Depdiknas, 2007:267).

2.5 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan segala perilaku yang dimiliki oleh siswa sebagai

akibat dari proses belajar yang ditempuhnya. Hasil belajar merupakan konsep

yang bersifat umum, di dalamnya tercakup prestasi belajar (Nana Syaodih,

1984:124). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa prestasi

belajar merupakan bagian dari hasil belajar.

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses

belajar berlangsung. Hasil belajar dapat digambarkan sebagai perubahan tingkah

laku baik pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sehingga menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana (2010: 3) yang menyatakan

bahwa hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif,

afektif, dan psikomotor yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman

belajarnya. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dapat dikuasai dari materi

yang telah diajarkan, mencakup tiga kemampuan sebagaimana yang telah

diungkapkan oleh Bloom (Sudjana, 2010: 22-23) bahwa tingkat kemampuan atau

penugasan yang dapat dikuasai oleh peserta didik mencakup tiga aspek yaitu:

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi.

2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

3) Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan

atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan

interpretatif.

Ketiga ranah diatas merupakan objek penilaian hasil belajar siswa. Namun

pada kenyataannya, ranah kognitiflah yang paling banyak dijadikan sebagai objek

penilaian oleh guru. Karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa

dalam menguasai isi bahan pelajaran.

2.5.1 Ranah Kognitif

Ranah kognitif merupakan objek penilaian hasil belajar yang berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam memahami suatu isi bahan pelajaran. Ranah

kognitif seringkali menjadi acuan utama guru dalam melakukan penilaian hasil

belajar. Karena penilaian ranah kognitif dirasa lebih mudah dilakukan daripada

penilaian ranah afektif dan psikomotor. Namun pada hakikatnya, penilaian hasil

belajar siswa harus mencakup ketiga ranah tersebut.

Menurut Sudjana (2010: 23-29), penilaian ranah kognitif terdiri atas enam

aspek penilaian, yaitu:

1) Pengetahuan (C1), istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan

dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Walaupun demikian, makna

dari pengetahuan disini tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut

termasuk pela pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan. Jadi yang

dimaksud dalam pengetahuan disini adalah ingatan atau penguasaan

terhadap suatu materi pembelajaran. Aspek pengetahuan menjadi prasyarat

bagi aspek-aspek kognitif selanjutnya.

2) Pemahaman (C2), Aspek pemahaman merupakan aspek yang lebih tinggi

kedudukannya dari aspek pengetahuan. Aspek ini merupakan

pengembangan dari pengetahuan. Jika siswa lebih mendalami

pengetahuannya, maka disanalah terjadi pemahaman siswa. Menurut

Sudjana (2010: 24), aspek pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga

kategori, yaitu: tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, tingkat

kedua adalah pemahaman penafsiran, dan tingkat ketiga atau tingkat

tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi.

3) Aplikasi (C3), Aplikasi merupakan penerapan dari apa yang telah diketahui

dan dipahami. Dengan kata lain, aplikasi juga dapat disebut sebagai

penerapan suatu abstraksi kedalam situasi yang kongkret (nyata). Dengan

adanya aspek ini, apa yang telah diketahui dan dipahami oleh siswa

diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga hasil belajar siswa tidak

sepenuhnya berupa abstraksi. Dengan aplikasi pula, pengetahuan dan

pemahaman siswa dapat lebih bertambah dari sebelumnya.

4) Analisis (C4), Menurut Sudjana (2010: 27) analisis adalah usaha untuk

memilah suatu integrasi menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga

jelas hierarkinya atau susunannya. Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan

bahwa analisis merupakan suatu keterampilan pikiran untuk dapat

memecahkan sustu permasalahan. Penilaian aspek analisis perlu dilakukan

karena pada hakikatnya siswa akan dihadapkan pada permasalahan-

permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari.

5) Sintesis (C5), Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Jika analisis

merupakan upaya untuk memecah suatu integrasi kedalam suatu bagian,

maka sintesis merupakan upaya untuk menyusun atau menyatukan suatu

bagian. Dengan berpikir sintesis, siswa diharapkan menjadi terlatih untuk

berpikir kreatif. Karena dengan berpikir sintesis, siswa dilatih untuk

menggeneralisasi suatu bagian-bagian tertentu menjadi suatu kesatuan.

Jadi secara tidak langsung siswa juga dilatih untuk berfikir kreatif.

6) Evaluasi (C6), Aspek terakhir (tertinggi) dari ranah kognitif adalah

evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pemberian keputusan terhadap suatu

permasalahan yang dihadapkan pada siswa. Dalam hal ini siswa dituntut

untuk memberi penilaian terhadap suatu permasalahan. Aspek ini

merupakan tingkatan paling tinggi dari ranah kognitif. Karena dalam

melakukan evaluasi, siswa dituntut telah mengingat, memahami,

mengaplikasikan, menganalisis dan mensintesis suatu permasalahan yang

dihadapkan.

2.5.2 Aspek Afektif

Ranah afektif merupakan objek penilaian hasil belajar yang berkenaan

dengan sikap. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang akan dapat

diramalkan perubahannya jika telah memiliki penguasaan kognitif yang tinggi.

Penilaian ranah afektif seringkali kurang mendapatkan perhatian dari guru.

Padahal sikap dan tingkah laku siswa selama pembelajaran dapat menjadi tolak

ukur keberhasilan dalam upaya melakukan pendidikan.

Menurut Sudjana (2010: 30), ranah afektif terbagi menjadi beberapa aspek,

diantaranya yaitu:

1) Recieving/ penerimaan, yaitu semacam kepekaan dalam menerima suatu

rangsangan (stimulus) dari luar terhadap siswa dalam bentuk gejala,

masalah dan situasi.

2) Responding/ jawaban, merupakan tindak lanjut dari kepekaan. Dengan

kata lain responding merupakan reaksi siswa terhadap suatu rangsangan

(stimulus) yang diberikan.

3) Valuing/ penilaian, merupakan pemberian keputusan siswa terhadap apa

yang telah diresponnya. Jadi aspek ini lebih menekankan kepada

bagaimana cara berpendapat siswa mengenai apa yang telah direspon

sebelumnya.

4) Organisasi, merupakan pengembangan dari aspek penilaian. Setelah

melakukan penilaian terhadap suatu permasalahan yang diberikan, siswa

dituntut agar dapat menghubungkan suatu nilai dengan nilai lainnya.

Dengan kata lain siswa dituntut untuk melakukan kerjasama dalam

menghububungkan berbagai macam pendapat yang ada.

5) Karakteristik nilai, merupakan kesatuan suatu sistem penilaian yang

dimiliki seseorang. Jadi setelah siswa melakukan organisasi terhadap

nilai-nilai yang muncul, maka selanjutnya akan muncul suatu nilai yang

akan mempengaruhi kepribadian dan tingkah lakunya.

2.5.3 Aspek Psikomotor

Hasil belajar ranah psikomotor merupakan hasil belajar yang berkaitan

dengan keterampilan siswa. Sudjana (2010: 30-31) mengemukakan bahwa

tingkatan keterampilan yang dapat menjadi objek penilaian terdiri dari enam

tingkatan, yaitu:

1) Gerakan refleks, merupakan gerakan yang dilakukan secara tidak sadar

dan spontanitas. Gerakan ini dapat menjadi tolak ukur penilaian ranah

psikomotor.

2) Gerakan dasar, merupakan gerakan yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari. Gerakan dasar dapat menjadi acuan untuk mengetahui

karakter siswa.

3) Kemampuan perseptual, merupakan kemampuan untuk membedakan,

baik visual, audio, maupun motorik.

4) Kemampuan fisik, kemampuan ini lebih menekankan pada kekuatan,

keharmonisan dan ketepatan yang dimiliki oleh siswa.

5) Gerakan skill, merupakan gerakan yang lebih khusus dimiliki oleh siswa

dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tidak semua siswa memiliki

gerakan seperti ini, karena untuk memiliki skill siswa perlu melakukan

latihan secara khusus.

6) Kemampuan komunikasi, merupakan gerakan siswa pada saat

menyampaikan informasi kepada orang lain.

2.6 Kaitan Model PBL dengan Hasil Belajar

2.7 Materi Standar Kompetensi Mengoprasikan Sistem Kendali Berbasis

PLC

2.8 Hipotesis Tindakan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi, Waktu, Populasi, Sampel Penelitian

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Cimahi, yang beralamat di

Jalan Mahar Martanegara No.48 Cimahi, Jawa Barat. Adapun waktu kegiatan

selama melakukan penelitian dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel. Waktu Penelitian

Tahap Penelitian

Waktu Penelitian

Februari, minggu ke-

Maret, minggu ke-

April, minggu ke-

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Persiapan

Pelaksanaan

Akhir

3.1.2 Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2010:173).

Dari pengertian tersebut populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa

kelas ………………. SMK Negeri 1 Cimahi tahun ajaran 2013/2014.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2010:174). Sampel dalam penelitian ini diambil sebagian dari populasi yaitu kelas

…………….. sebagai kelas kontrol dan kelas …………… sebagai kelas

eksperimen.

3.2 Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan kegunaan tertentu, karena metode penelitian dapat memberikan gambaran

kepada peneliti bagaimana langkah-langkah penelitian yang dilakukan, sehingga

permasalahan dapat dipecahkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nazir

(2011) “Metode penelitian meruapakan cara utama yang digunakan peneliti untuk

mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan”.

Sebagaimana Sugiyono (2010:3) mengemukakan bahwa:

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan dapat diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif,

Quasi experimental design. Quasi-experimental design digunakan karena pada

kenyataanya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk

penelitian. Bentuk Pada penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok tersebut akan diberikan pre

test dan post test yang sama.

Dalam penelitian ini, kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan yang

berbeda. Kelompok kontrol diberi perlakuan dengan media pembelajaran

konvensional dan kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan media

pembelajaran berbasis Adobe Flash.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian Nonequivalent

Control Group Design. Adapun desain penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut:

Tabel. Desain Penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

Eksperimen Q1 X1 Q3

Kontrol Q2 X2 Q4

Keterangan :

Q1 dan Q2 : Pre test

Q3 dan Q4 : Post test

X1 : Penggunaan media pembelajaranberbasis Adobe Flash

X2 : Penggunaan media pembelajaran konvensional

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional dari judul skripsi dimaksudkan untuk memperjelas

istilah-istilah dan memberi batasan ruang lingkup penelitian sehingga tidak

menimbulkan penafsiran lain. Adapun penegasan istilah yang perlu dijelaskan

adalah sebagai berikut:

1) Penerapan adalah hal, cara atau hasil kerja menerapakan, sedangkan

menerapakan adalah mengenakan, memasang atau mempraktikan (Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Jadi penerapan adalah cara kerja dengan

mempraktikan. Melihat pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan

penerapan dalam penelitian ini adalah melakukan atau mempraktikan

pembelajaran dengan model Problem Based Learning.

2) Model adalah suatu pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan

dibuat atau dihasilkan (KBBI, 2008).

3) Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang

belajar (KBBI, 2008).

4) Model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis

masalah merupakan model belajar yang menggunakan maslah sebgai

langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan

baru (M. Taufik, 2009; 22).

5) Hasil Belajar adalah segala perilaku yang dimiliki oleh siswa sebagai

akibat dan proses belajar yang ditempuhnya (Nana Syaodih Sukmadinata,

1984; 124).

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari instrumen berupa soal-soal

(pre test-post test). Instrumen digunakan untuk pengambilan data primer (prestasi

belajar siswa pada ranah kognitif).

Instrumen dalam penelitian ini berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda

yang berkaitan dengan materi pelajaran. Dalam penelitian ini, tes tertulis yang

digunakan adalah tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Tes awal diberikan

untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum perlakuan diterapkan. Tes

akhir diberikan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah perlakuan

diterapkan. Siswa yang menjawab benar diberi skor 1dan yang menjawab salah

atau tidak menjawab diberi skor 0.

Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa. Sebelum

dilakukan ujicoba, intrumen tes dikonsultasikan kepada pembimbing dan kepada

guru bidang studi produktif di tempat penelitian. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui validitas teoritik dari instrumen tes tersebut. Ujicoba instrumen

dilakukan sebelum penelitian berlangsung. Instrumen tes diujicobakan kepada

siswa kelas X Mekatronika B SMK Negeri 2 Cimahi. Setelah data hasil ujicoba

diperoleh kemudian setiap butir soal akan dianalisis untuk mengetahui validitas,

reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya. Dalam mengolah data hasil

ujicoba instrumen, peneliti menggunakan statistik. Langkah-langkah pengujian

instrumen dalam penelitian ini akan dipaparkan di bawah ini.

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian

3.5.1 Uji Validitas Instrumen

3.5.2 Uji Reliabilitas

3.5.3 Uji Tingkat Kesukaran

3.5.4 Uji Daya Pembeda

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Perhitungan N-Gain

3.7.2 Uji Normalitas

3.7.3 Uji Homogenitas

3.7.4 Uji Hipotesis Penelitian

3.8 Prosedur dan Alur Penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tahap Penelitian

4.2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

4.3 Analisis dan Pembahasan Data Primer Penelitian

4.4 Analisis dan Pembahasan Data Sekunder Penelitian

4.5 Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

5.2 Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufik. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.

Jakarta: Kencana.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.

Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta. Depdikbud. Dikmenti

PPLPTK.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.

Ismail. 2002. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Intruction):

Apa, Bagaimana, dan Contoh pada Sub Pokok Bahasan Statistika.

Proceeding National Science Education Seminar State University Of

Malang.

Mills. 2004. Model Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2004. [On Line],

Sanggar Atikan Sancang, Tersedia : www.energimandiri.com