1 surveilan masalah gizi.ppt
TRANSCRIPT
SURVEILANS GIZISURVEILANS GIZI
Materi Kuliah Epidemilogi GiziProgram Studi Ilmu Gizi
Fakultas Ilmu KesehatanUNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
24 November 2012
Definisi SurveilansDefinisi Surveilans
WHO : “pengumpulan, pengolahan, WHO : “pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara analisis data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta sistematis dan terus menerus, serta diseminasi informasi tepat waktu diseminasi informasi tepat waktu kepada pihakkepada pihak-pihak -pihak y yangang perlu perlu mengetahui sehingga dapat diambil mengetahui sehingga dapat diambil tindakan ytindakan yanang tepat”g tepat”
Pengumpulan Pengolahan Penyajian Analisis
Penyebarluasan informasi
Pengambilankeputusan
Tujuan SurveilensTujuan Surveilens
1.Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi (outbreak)
2.Memonitor, mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan & pengendalian penyakit
3.Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, & alokasi sumber daya kesehatan
4.Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasii dampak penyakit di masa mendatang
5.Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut
Ilustrasi KLB Gizi di suatu wilayah
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Jml Kasus
Pentingnya Surveilans GiziPentingnya Surveilans Gizi Masalah gizi masih merupakan masalah yang berat Masalah gizi masih merupakan masalah yang berat
di Indonesia, selain masih menghadapi masalah di Indonesia, selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi dan juga masalah gizi lebihkekurangan gizi dan juga masalah gizi lebih
Besaran masalah gizi masing-masing wilayah dan Besaran masalah gizi masing-masing wilayah dan waktu juga berbeda-bedawaktu juga berbeda-beda
Analisis situasi yang terus menerus, baik dalam Analisis situasi yang terus menerus, baik dalam bentuk besarnya masalah maupun faktor-faktor bentuk besarnya masalah maupun faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah tersebut, perlu yang berkaitan dengan masalah tersebut, perlu dilakukan mulai dari tingkat administrasi terendah dilakukan mulai dari tingkat administrasi terendah di tingkat desa sampai dengan tingkat nasional. di tingkat desa sampai dengan tingkat nasional.
Dengan demikian Surveilans gizi diperlukan agar Dengan demikian Surveilans gizi diperlukan agar sasaran (target) penduduk yang berisiko rawan gizi sasaran (target) penduduk yang berisiko rawan gizi dapat diketahui untuk kepentingan intervensi.dapat diketahui untuk kepentingan intervensi.
Penyebab Kurang Gizi (UNICEF)Penyebab Kurang Gizi (UNICEF)KURANG GIZI
MakanTidak Seimbang
Penyakit Infeksi
Tidak CukupPersediaan Pangan
Pola Asuh AnakTidak Memadai
Sanitasi dan AirBersih/PelayananKesehatan DasarTidak Memadai
Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan
Kurang pemberdayaan wanitadan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis Ekonomi, Politik,dan Sosial
Dampak
Penyebablangsung
Penyebab Tidak langsung
Pokok Masalahdi Masyarakat
Akar Masalah(nasional)
Kelompok Rawan Gizi dan Risikonya
WUS KEKWUS KEK
BUMIL KEKBUMIL KEK(KENAIKAN(KENAIKAN BBBBRENDAH)RENDAH)
BBLRBBLR
BALITA KEPBALITA KEP
REMAJA &REMAJA &USIA SEKOLAHUSIA SEKOLAH
GANGGUANGANGGUANPERTUMBUHANPERTUMBUHAN
USIA LANJUTUSIA LANJUTKURANG GIZIKURANG GIZI
IMR, perkembanganmental terhambat, risiko penyakit kronispada usia dewasa
ProsesPertumbuhanlambat, ASIekslusif kurang,MP-ASI tidak benar
Kurang makan,sering terkenainfeksi, pelayanan kesehatan kurang,pola asuh tidakmemadai
Konsumsigizi tidak cukup,pola asuh kurang
Tumbuhkembangterhambat
Produktivitasfisik berkurang/rendah
Pelayanankesehatan tidakmemadai
MMRKonsumsi Kurang
PelayananKesehatan kurangmemadaiKonsumsi tidakseimbang
Gizi janintidak baik
WUS KEKWUS KEK
BUMIL KEKBUMIL KEK(KENAIKAN(KENAIKAN BBBBRENDAH)RENDAH)
BBLRBBLR
BALITA KEPBALITA KEP
REMAJA &REMAJA &USIA SEKOLAHUSIA SEKOLAH
GANGGUANGANGGUANPERTUMBUHANPERTUMBUHAN
USIA LANJUTUSIA LANJUTKURANG GIZIKURANG GIZI
IMR, perkembanganmental terhambat, risiko penyakit kronispada usia dewasa
ProsesPertumbuhanlambat, ASIekslusif kurang,MP-ASI tidak benar
Kurang makan,sering terkenainfeksi, pelayanan kesehatan kurang,pola asuh tidakmemadai
Konsumsigizi tidak cukup,pola asuh kurang
Tumbuhkembangterhambat
Produktivitasfisik berkurang/rendah
Pelayanankesehatan tidakmemadai
MMRKonsumsi Kurang
PelayananKesehatan kurangmemadaiKonsumsi tidakseimbang
Gizi janintidak baik
Bentuk SurveilansBentuk Surveilans Program Program Gizi Gizi
1.1. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
2.2. GANGGUAN PERTUMBUHAN BALITAGANGGUAN PERTUMBUHAN BALITA
3.3. KEP BALITAKEP BALITA
4.4. Gangguan Pertumbuhan Anak Usia Masuk SekolahGangguan Pertumbuhan Anak Usia Masuk Sekolah
5.5. KEK WUS & BumilKEK WUS & Bumil
6.6. Masalah Gizi Lebih Orang DewasaMasalah Gizi Lebih Orang Dewasa
7.7. KVAKVA
8.8. Anemia GiziAnemia Gizi
9.9. GakiGaki
10.10. KonsumsiKonsumsi
1. Surveilans BBLR1. Surveilans BBLRa)a) Indikator : Prevalensi bayi BBLR dalam periode Indikator : Prevalensi bayi BBLR dalam periode
1 tahun dari jumlah bayi lahir hidup1 tahun dari jumlah bayi lahir hidup
b)b) Trigger level :Trigger level : Prevalensi BBLR > 15%Prevalensi BBLR > 15%
c)c) Sumber data :Sumber data : Puskesmas (Kompilasi Puskesmas (Kompilasi laporan kohor bayi BBLR dalam periode 1 tahun laporan kohor bayi BBLR dalam periode 1 tahun dari Puskesmas-2 di kecamatan bersangkutan)dari Puskesmas-2 di kecamatan bersangkutan)
d)d) Frekuensi : Sekali setahun (dihitung pada Frekuensi : Sekali setahun (dihitung pada tengah tahun)tengah tahun)
e)e) Tujuan : Evaluasi perkembangan keadaan gizi Tujuan : Evaluasi perkembangan keadaan gizi dan kesehatandan kesehatan masyarakat, terutama ibu dan masyarakat, terutama ibu dan anakanak
2. Surveilans Gangguan Pertumbuhan Balita2. Surveilans Gangguan Pertumbuhan Balita a)a) Indikator :Indikator :
1.1. % N/(D-O-B) dengan kondisi (D/S >= 80%). Bila D/S % N/(D-O-B) dengan kondisi (D/S >= 80%). Bila D/S belum >=80% upayakan untuk ditingkatkan.belum >=80% upayakan untuk ditingkatkan.
2.2. % BGM/D% BGM/Db)b) Trigger level :Trigger level :
1.1. % N/(D-O-B) < 60%% N/(D-O-B) < 60%2.2. % BGM > 1%% BGM > 1%
c)c) Sumber data:Sumber data: Puskesmas (Kompilasi laporan Puskesmas (Kompilasi laporan SKDN)SKDN)
d)d) Frekuensi : sekali sebulanFrekuensi : sekali sebulane)e) Tujuan : Evaluasi keadaaan pertumbuhan balita untuk Tujuan : Evaluasi keadaaan pertumbuhan balita untuk
tindakan preventif terhadap memburuknya keadaan gizitindakan preventif terhadap memburuknya keadaan gizi
3. Surveilans 3. Surveilans KEP BalitaKEP Balita a)a) Indikator : Prevalensi gizi kurang dan gizi burukIndikator : Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk
b)b) Trigger level :Trigger level :1.1. Prevalensi gizi kurang > 20%, atau Prevalensi gizi kurang > 20%, atau
2.2. Prevalensi gizi buruk > 1%Prevalensi gizi buruk > 1%
c)c) Sumber data:Sumber data: Pemantauan Status Gizi Pemantauan Status Gizi (PSG)(PSG)
d)d) Frekuensi : Sekali setahunFrekuensi : Sekali setahun
e)e) Tujuan: Evaluasi perkembangan keadaan gizi Tujuan: Evaluasi perkembangan keadaan gizi balita untuk perencanaan program dan balita untuk perencanaan program dan perumusan kebijakanperumusan kebijakan
4. Surveilans Gangguan Pertumbuhan Anak 4. Surveilans Gangguan Pertumbuhan Anak
Usia Masuk SekolahUsia Masuk Sekolah a)a) Indikator: prevalensi pendek (TB/U<-2 SD)Indikator: prevalensi pendek (TB/U<-2 SD)b)b) Trigger level : Prevalensi pendek >20%Trigger level : Prevalensi pendek >20%c)c) Sumber data:Sumber data: Pemantauan TBABS --- Pemantauan TBABS ---
DepKesDepKesd)d) Frekuensi :Sekali dalam 5 tahunFrekuensi :Sekali dalam 5 tahune)e) Tujuan : Evaluasi perkembangan keadaan gizi Tujuan : Evaluasi perkembangan keadaan gizi
masyarakat,masyarakat,f)f) keadaan sosial ekonomi masyarakat, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, dan
efektivitas upaya perbaikan keadaan gizi masa efektivitas upaya perbaikan keadaan gizi masa balitabalita
5. Surveilans 5. Surveilans KEK Wanita Usia Subur (WUS)KEK Wanita Usia Subur (WUS)USIA 15 – 45 Th dan Ibu HamilUSIA 15 – 45 Th dan Ibu Hamil
a.a. IndikatorIndikator ::1.1. KEK: Indeks massa tubuh (IMT)KEK: Indeks massa tubuh (IMT)
2.2. Resiko KEK: Lingkar Lengan Atas (LILA)Resiko KEK: Lingkar Lengan Atas (LILA)
b.b. Cut-off:Cut-off:1.1. KEK: IMT < 18,52KEK: IMT < 18,52
2.2. Resiko KEK: LILA< 23,5 cmResiko KEK: LILA< 23,5 cm
c.c. Sumber data : Survei cepat dan Surkesnas (KEK Sumber data : Survei cepat dan Surkesnas (KEK WUS) dan Susenas (Resiko KEK)WUS) dan Susenas (Resiko KEK)
d.d. FrekuensiFrekuensi : Sekali dalam 3 tahun: Sekali dalam 3 tahun
e.e. TujuanTujuan : Evaluasi perkembangan keadaan gizi : Evaluasi perkembangan keadaan gizi kelompok wanita usia suburkelompok wanita usia subur
f.f. Pengguna :Resiko KEK (Propinsi & Pusat) KEK WUS Pengguna :Resiko KEK (Propinsi & Pusat) KEK WUS (Pusat)(Pusat)
6. Surveilans Masalah Gizi Lebih Orang 6. Surveilans Masalah Gizi Lebih Orang DewasaDewasa
a.a. IndikatorIndikator : Prevalensi IMT>25: Prevalensi IMT>25
b.b. Trigger levelTrigger level : Prevalensi IMT (IMT>25) : Prevalensi IMT (IMT>25) >10% >10%
c.c. Sumber dataSumber data : Survei cepat IMT Depkes: Survei cepat IMT Depkes
d.d. FrekuensiFrekuensi : Sekali dalam 3 tahun: Sekali dalam 3 tahun
e.e. TujuanTujuan : Manajemen penanganan : Manajemen penanganan masalah gizi lebih pada orang dewasa.masalah gizi lebih pada orang dewasa.
f.f. PenggunaPengguna : Propinsi---Pusat. : Propinsi---Pusat.
7. Surveilans7. Surveilans KVAKVA a.a. IndikatorIndikator : Prevalensi X1B dan : Prevalensi X1B dan
Prev.Serum Retinol <20mcg/dlPrev.Serum Retinol <20mcg/dl
b.b. Trigger levelTrigger level : : 1.1. Prev X1B > 0,5%Prev X1B > 0,5%
2.2. Prev Serum Retinol (<20 mcg/dl) > 5%Prev Serum Retinol (<20 mcg/dl) > 5%
c.c. Sumber dataSumber data : Survei Vitamin A (SUVITA) -: Survei Vitamin A (SUVITA) -DepkesDepkes
d.d. FrekuensiFrekuensi : Sekali dalam 10 tahun: Sekali dalam 10 tahun
e.e. PenggunaPengguna : Propinsi---dan---Pusat: Propinsi---dan---Pusat
Prevalensi KVAPrevalensi KVA Penentuan prevalensi KVA dengan dua cara Penentuan prevalensi KVA dengan dua cara
a.a. Secara klinik : dengan memeriksa kelainan mata untuk Secara klinik : dengan memeriksa kelainan mata untuk menentukan adanya tanda-tanda xeroptalmiamenentukan adanya tanda-tanda xeroptalmia
b.b. Secara sub klinik : dengan cara memeriksa kadar vit A Secara sub klinik : dengan cara memeriksa kadar vit A dalam darahdalam darah
Berdasar indikator klinik (xeroptalmia), masalah KVA Berdasar indikator klinik (xeroptalmia), masalah KVA di Indonesia sejak th 1980-an dapat ditanggulangi, Th di Indonesia sejak th 1980-an dapat ditanggulangi, Th 1978 (1,18%) pada th 1995 turun menjadi 0,33%1978 (1,18%) pada th 1995 turun menjadi 0,33%
KVA dianggap tidak menjadi masalah bila angka KVA dianggap tidak menjadi masalah bila angka xeroptalmia prevalensinya < 0,5%xeroptalmia prevalensinya < 0,5%
Ditinjau dari indikator sub klinik (pemeriksaan kadar Ditinjau dari indikator sub klinik (pemeriksaan kadar serum retinol) ternyata >50% balita tergolong sub serum retinol) ternyata >50% balita tergolong sub kilinikkilinik
Secara sub klinik KVA dianggap bukan masalah bila Secara sub klinik KVA dianggap bukan masalah bila prevalensinya < 5%prevalensinya < 5%
Cut of point Prevalensi KVA Cut of point Prevalensi KVA menurut WHOmenurut WHO
Tingkatan KVA Prevalensi
1. Klinis (Xeropftalmia)
Buta senja (XN) > 1,0 %
Bercak Bitot (X1B) > 0,5 %
Serosis Kornea (X2) & atau dg Ulcus (X3A)
> 0,01 %
Keratomalacia (X3B) > 0,01 %
Parut Kornea (XS) > 0,05 %
2. Sub Klinis
Retinol serum < 10 Mcgr/dl > 5,0 %
8. Surveilans8. Surveilans Anemia Gizi Anemia Gizi a.a. Indikator : Prevalensi anemia pada kelompok Indikator : Prevalensi anemia pada kelompok
::1.1. Bayi Bayi 3. WUS3. WUS
2.2. BalitaBalita 4. Lansia4. Lansia
3.3. ibu hamil/bufasibu hamil/bufas 5. Nakerwan5. Nakerwan
b.b. Trigger level Trigger level : belum ada ketentuan : belum ada ketentuan
c.c. Sumber dataSumber data : Badan Litbang Kes (+ BPS), : Badan Litbang Kes (+ BPS), SurkesnasSurkesnas
d.d. FrekuensiFrekuensi : Sekali dalam 3 tahun: Sekali dalam 3 tahun
e.e. TujuanTujuan : Evaluasi perkembangan masalah : Evaluasi perkembangan masalah anemia gizi untuk perencanaan program, anemia gizi untuk perencanaan program, perumusan kebijakan penanganannya.perumusan kebijakan penanganannya.
Iron Deficiency & Nutrional AnemiaIron Deficiency & Nutrional Anemia Iron deficiencyIron deficiency (Kekurangan Gizi Besi = KGB) terjadi (Kekurangan Gizi Besi = KGB) terjadi
bila cadangan Fe dlm hati menurun tetapi belum pd bila cadangan Fe dlm hati menurun tetapi belum pd tahap yg parah & jml Hb-nya masih normaltahap yg parah & jml Hb-nya masih normal
Nutrional anemia (anemia Gizi Besi = AGB) terjadi bila Nutrional anemia (anemia Gizi Besi = AGB) terjadi bila penurunan cadangan Fe dlm hati sangat parah dan jml penurunan cadangan Fe dlm hati sangat parah dan jml Hb darah di bawah normalHb darah di bawah normal
Penurunan (deplesi) tingkat ringan: diukur dengan Penurunan (deplesi) tingkat ringan: diukur dengan serum feritin yang menurun (pada tahap ini belum serum feritin yang menurun (pada tahap ini belum mengakibatkan gangguan faal tubuh)mengakibatkan gangguan faal tubuh)
Deplesi yang lebih parah sehingga dapat Deplesi yang lebih parah sehingga dapat mengganggu pembentukan Hb tetapi kadar Hb masih mengganggu pembentukan Hb tetapi kadar Hb masih normal diukur dengan penurunan normal diukur dengan penurunan transferin transferin saturationsaturation..
Terjadinya AGB diukur dengan kadar Hb yang lebih Terjadinya AGB diukur dengan kadar Hb yang lebih rendah dari standar normal rendah dari standar normal
Cut of Point Anemia GiziCut of Point Anemia Gizi
Kelompok Umur Kadar Hb
6 bl – 5 th < 11 gr %
6 th – 14 th < 12 gr %
Wanita dewasa < 12 gr %
Laki-laki dewasa < 13 gr %
Ibu hamil < 11 gr %
Ibu menyusui > 3 bl < 12 gr %
9. Surveilans9. Surveilans GAKIGAKIa.a. Indikator : Indikator :
1.1. Prevalensi GAKY (Total Goiter Rate=TGR) Prevalensi GAKY (Total Goiter Rate=TGR) anak sekolahanak sekolah
2.2. Eksresi Yodium Urin (EYU) pada anak Eksresi Yodium Urin (EYU) pada anak sekolahsekolah
3.3. Konsumsi garam beryodium rumahtanggaKonsumsi garam beryodium rumahtangga
b.b. Trigger level:Trigger level:1.1. TGR > 5%TGR > 5%
2.2. EYU 100 mcg/dl > 50%EYU 100 mcg/dl > 50%
3.3. Konsumsi garam beryodium (>=30 ppm) Konsumsi garam beryodium (>=30 ppm) < 80% rumahtangga< 80% rumahtangga
GAKI GAKI LANJUTAN…….LANJUTAN…….
c.c. Sumber data:Sumber data:1.1. TGR dan EYU : Survei nasional pemetaan GAKYTGR dan EYU : Survei nasional pemetaan GAKY
2.2. Konsumsi garam beryodium: Susenas dan Konsumsi garam beryodium: Susenas dan monitoring garam beryodium oleh Kabupatenmonitoring garam beryodium oleh Kabupaten
d.d. Frekuensi:Frekuensi:1.1. TGR dan EYU : Sekali 5 tahun,TGR dan EYU : Sekali 5 tahun,
2.2. Konsumsi garam beryodium: Sekali 3 tahun Konsumsi garam beryodium: Sekali 3 tahun (Susenas) dan sekali setahun (monitoring oleh (Susenas) dan sekali setahun (monitoring oleh Kabupaten)Kabupaten)
e.e. Tujuan: Memberikan gambaran tentang masalah Tujuan: Memberikan gambaran tentang masalah GAKY untuk manajemen program perbaikan GAKY GAKY untuk manajemen program perbaikan GAKY (distribusi kapsul dan garam beryodium)(distribusi kapsul dan garam beryodium)
Klasifikasi Pembesaran Kelenjar thyroid Klasifikasi Pembesaran Kelenjar thyroid (WHO 1990)(WHO 1990)
O = tidak ada pembesaranO = tidak ada pembesaran
IA = Kelenjar thyroid membesar 2-4 X ukuran IA = Kelenjar thyroid membesar 2-4 X ukuran normal, normal, hanya dapat diketahui dengan palpasihanya dapat diketahui dengan palpasi, , pembesaran tidak terlihat walaupun dengan pembesaran tidak terlihat walaupun dengan posisi tengadah maksimalposisi tengadah maksimal
IB = Kelenjar thyroid dpt dipalpasi, IB = Kelenjar thyroid dpt dipalpasi, Kelenjar thyroid Kelenjar thyroid hanya terlihat jika leher dalam posisi tengadah hanya terlihat jika leher dalam posisi tengadah normalnormal
II = Pembesaran kelenjar thyroid terlihat pada II = Pembesaran kelenjar thyroid terlihat pada posisi kepala normalposisi kepala normal
III = Pembesaran kelenjar thyroid tampak nyata dan III = Pembesaran kelenjar thyroid tampak nyata dan terlihat dari jarak jauhterlihat dari jarak jauh
Prevalensi GAKI berdasar palpasiPrevalensi GAKI berdasar palpasi
Prevalensi gondok total (Total Goitre Rate = TGR) Prevalensi gondok total (Total Goitre Rate = TGR) yaitu jumlah orang yang mengalami pembesaran yaitu jumlah orang yang mengalami pembesaran kelenjar thyroid dibagi dengan jumlah orang yang kelenjar thyroid dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa diperiksa TGR = IA + IB + II + IIITGR = IA + IB + II + III Jml org yg diperiksaJml org yg diperiksa
Prevalensi gondok tampak (Visible Goitre Rate = Prevalensi gondok tampak (Visible Goitre Rate = VGR) yaitu jumlah orang yang mengalami VGR) yaitu jumlah orang yang mengalami pembesaran kelenjar thyroid yg mulai tampak pembesaran kelenjar thyroid yg mulai tampak mata (IB ke atas) dibagi dengan jumlah orang mata (IB ke atas) dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa yang diperiksa VVGR = IB + II + IIIGR = IB + II + III Jml org yg diperiksaJml org yg diperiksa
X 100%
X 100%
10. Surveilans10. Surveilans Konsumsi Konsumsi GiziGizi
a.a. IndikatorIndikator : Prevalensi defisit energi dan protein : Prevalensi defisit energi dan protein serta zat gizi mikro (Vit.A, zat Besi, Kalsium dan Vit. serta zat gizi mikro (Vit.A, zat Besi, Kalsium dan Vit. B1)B1)
b.b. Trigger level Trigger level ::1.1. Prev.rumah tangga dengan konsumsi energi (<70% RDA) Prev.rumah tangga dengan konsumsi energi (<70% RDA)
>30%Prev>30%Prev
2.2. rumah tangga dengan konsumsi protein (<70% RDA) >30%rumah tangga dengan konsumsi protein (<70% RDA) >30%
3.3. Lainnya dengan melihat besaran & perkembangan dari Lainnya dengan melihat besaran & perkembangan dari waktu ke waktu.waktu ke waktu.
c.c. Sumber data: Pemantauan Konsumsi Gizi Depkes Sumber data: Pemantauan Konsumsi Gizi Depkes
d.d. FrekuensiFrekuensi : Sekali dalam 3 tahun : Sekali dalam 3 tahun
e.e. Tujuan : Evaluasi perkembangan masalah dan Tujuan : Evaluasi perkembangan masalah dan untuk analisa faktor-faktor yang berkaitan, dan juga untuk analisa faktor-faktor yang berkaitan, dan juga memberikan masukan bagi instansi yang berkaitan memberikan masukan bagi instansi yang berkaitan dengan ketersediaan pangan.dengan ketersediaan pangan.