1 · web viewsesuai dengan mandat yang diberikan kepada bpk-ri, bpk-ri memiliki kewenangan untuk...
TRANSCRIPT
PROGRAM AUDIT KINERJA BERBASIS SPKN
Oktarika Ayoe Sandha – BPK
ABSTRAKSI
Untuk dapat menghasilkan audit yang baik, BPK-RI harus memiliki sebuah standar pemeriksaan yang baik pula. Berdasarkan pasal 9(1e) UU no 15 tahun 2006 tentang BPK, pada bulan Januari 2007, BPK-RI telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagai patokan dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah ada perbedaan antara aturan dalam SPKN dengan praktik yang dilakukan auditor dalam menyusun sebuah program audit kinerja. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan antara praktik penyusunan program audit kinerja oleh auditor dengan aturan yang ada dalam SPKN. Perbedaan yang terjadi di sini adalah lebih ketatnya aturan yang dimuat SPKN daripada yang dijalankan oleh auditor dalam menyusun program audit kinerja.
Kata kunci : Audit Kinerja, Auditor, SPKN
1. PENDAHULUAN
Sesuai dengan mandat yang diberikan kepada BPK-RI, BPK-RI memiliki
kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan yakni pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Untuk dapat
menghasilkan audit yang baik BPK-RI harus memiliki sebuah standar pemeriksaan
yang baik pula. Sesuai dengan pasal 9(1e) UU no 15 tahun 2006 tentang BPK, BPK-RI
memiliki kewenangan untuk menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah
konsultasi dengan Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Berdasarkan
peraturan tersebut pada bulan Januari 2007 BPK-RI telah menerbitkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagai patokan dalam melakukan
pemeriksaan pengelolaan keuangan Negara. Sebagian besar isi dari SPKN terutama
untuk standar pelaksanaan audit kinerja adalah adopsi dari beberapa standar yang telah
ada terutama standar audit dari Amerika Serikat yang diterbitkan oleh Government
1
Accountability Office (GAO). Adopsi tersebut memiliki sisi positif yaitu menjadikan
SPKN setingkat dengan standar internasional namun perlu diperhatikan apakah adopsi
tersebut telah sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Standar audit menjadi
sangat penting karena standar tersebut menjadi panduan dasar bagi auditor untuk
mempertahankan nilai-nilai etika dan memenuhi tujuan dari audit (Na’im, 2006).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah ada
perbedaan antara aturan dalam SPKN dengan praktik yang dilakukan auditor dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
Struktur dari artikel ini adalah sebagai berikut: Pada bagian berikut disajikan
penjelasan mengenai penyusunan program audit kinerja. Selanjutnya penyajian
hipotesis dalam penelitian ini, dan setelah itu adalah interpretasi dari hasil-hasil
statistik yang diperoleh berdasarkan survey terhadap 60 orang responden yang
merupakan auditor dari BPK-RI yang sudah pernah melakukan audit kinerja atau sudah
pernah mengikuti pelatihan audit kinerja.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan atau auditing merupakan suatu investigasi independen terhadap
beberapa aktivitas khusus. Mekanisme pemeriksaan/audit merupakan sebuah
mekanisme yang dapat menggerakkan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan
sektor publik. Pengujian atas laporan keuangan oleh auditor independen ini, bertujuan
mengekspresikan suatu opini secara jujur tentang posisi keuangan, hasil operasi dan
aliran kas yang disesuaikan dengan prinsip akuntansi berterima umum. Laporan auditor
merupakan media yang mengekspresikan opini auditor atau dalam kondisi tertentu,
menyangkal suatu opini.
Sebagai suatu proses, audit berhubungan dengan prinsip dan prosedur akuntansi
yang digunakan oleh organisasi. Bagi auditor dan pengawas, pemahaman terlebih
dahulu sistem akuntansi yang dipakai oleh Pemda merupakan hal yang penting. Agar
pemeriksaan lebih efisien, efektif, dan ekonomis, pemerintah daerah juga harus
memahami bagaimana mempersiapkan segala sesuatu terkait audit yang akan
dilakukan oleh auditor.
Dalam Bastian (2006: 57), audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan
sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara
independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan Pemerintah yang diaudit.
2
Dengan audit kinerja, peningkatan tingkat akuntabiltas Pemerintah dalam proses
pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab akan mendorong
pengawasan dan, kemudian, tindakan koreksi.
Audit kinerja mengikuti pola audit keuangan, tapi mereka juga mencakup
pengujian, mengacu pada standar audit, merupakan ukuran keberhasilan pencapaian
tujuan manajemen. Tujuan ini dievaluasi dengan diukur efisiensi dan faktor ekonomis
dari penggunaan sumber daya, efektivitas pencapaian sasaran, dan kepatuhan dengan
peraturan. Audit kinerja bergantung dengan skope audit keuangan dan teknik dan
metode yang digunakan. Sebagai hasilnya, laporan audit kinerja akan lebih rinci
dibandingkan laporan audit tradisional.
Penyusunan Program Audit Kinerja
Menurut SPKN, yang dimaksud dengan audit kinerja adalah pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari audit atas aspek ekonomi, efisiensi serta
efektivitas. Audit kinerja pada sebuah program pemerintah meliputi juga audit atas
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengujian terhadap
pengendalian intern.
Menurut Government Auditing Standards (revisi 2007) pada paragraf 1.28
dinyatakan bahwa tujuan audit kinerja adalah sangat variatif, termasuk penilaian atas
efektivitas, ekonomi dan efisiensi, penilaian atas internal control , kepatuhan dan
analisis yang sifatnya prospektif. Tujuan-tujuan tersebut tidaklah bersifat mutually
exclusive. Sedangkan yang dimaksud dengan program audit adalah kerangka dari
prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan audit dan melakukan
penilaian terhadap kriteria (ASOSAI, 2000).
Berikut ini akan disajikan metodologi audit kinerja dari Amerika Serikat,
Kanada dan metodologi audit kinerja berdasarkan manual audit INTOSAI. Dari
metodologi ini nantinya bisa dilihat bagaimana penyusunan program audit kinerja
dilakukan.
3
Tabel 1. Metodologi Audit Kinerja dari Amerika, Kanada, dan INTOSAI
Amerika Kanada INTOSAIPerencanaan Perencanaan Perencanaan
Pemahaman entitas Pemahaman entitas Pemahaman entitas
Penilaian pengendalian intern Penetapan tujuan audit Identifikasi hasil audit terdahulu
Penilaian pengendalian sistem informasi Penentuan lingkup Identifikasi kriteria audit
Identifikasi persyaratan hukum dan peraturan Identifikasi kriteria audit
Pertimbangan terhadap persyaratan politis, hukum, dan peraturan
Identifikasi hasil audi terdahulu Merancang metode audit Pendefinisian masalah
Identifikasi kriteria yang potensial
Membuat pertanyaan dasar audit
Pertimbangan terhadap bukti audit Penetapan kriteria audit
Penilaian kebutuhan keahlian pihak lain Identifikasi bukti audit
Perencanaan staf dan sumber daya lain yang dibutuhkan
Pertimbangan kebutuhan penggunaan keahlian pihak lain
Mengkomunikasikan rencana audit Perencanaan sumberdaya
Membuat rencana secara tertulis
Pertimbangan terhadap kesimpulan yang mungkin
Pengujian Pengujian PengujianPengumpulan bukti audit Pengumpulan bukti audit Pengumpulan data
Penilaian terhadap bukti audit Penggunaan pekerjaan auditor lain Pengembangan temuan audit
Pengembangan temuan audit Analisis bukti Penilaian signifikansi dari temuan audit
Pembuatan kesimpulan dan rekomendasi audit
Melakukan observasi atas bukti
Penilaian konsekuensi dari temuan audit
Membuat draft laporan audit (preliminary report) Membuat rekomendasi audit Kesimpulan dan rekomendasi
auditMemperoleh tanggapan dari auditee Pendokumentasian audit
Pembuatan kesimpulan auditPelaporan Pelaporan Pelaporan
Menyelesaikan laporan audit final
Membuat laporan audit yang memenuhi standar pelaporan Menerbitkan laporan audit
Tindak lanjut Tindak Lanjut Tindak LanjutMelihat apakah tindakan korektif yang tepat telah dijalankan
Memantau apakah audit yang dilakukan menghasilakan perbedaan bagi kesejahteraan masyarakat
Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan dampak dari audit
4
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan berfokus pada audit kinerja sebagai salah satu mandatory
audit BPK-RI. Pertama penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menyusun sebuah program audit kinerja. Setelah itu penelitian
ini akan melihat apakah pembuatan program audit kinerja yang diatur oleh SPKN
sudah sama dengan praktik yang dilakukan oleh para auditor.
Berdasarkan perbandingan metodologi audit dari beberapa negara dan
INTOSAI serta SPKN, maka penulis menurunkan faktor-faktor yang dibutuhkan dalam
menyusun sebuah program audit kinerja adalah (1) pemahaman entitas (2) penilaian
pengendalian intern (3) resiko penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan,
dan ketidakpatutan (4) hasil audit terdahulu (5) kriteria audit (6) metoda audit (7) bukti
audit (8) temuan audit (9) kesimpulan dan rekomendasi audit (10) laporan audit dan
(11) tindak lanjut audit sebagai variabel penelitian. Skala likert digunakan untuk
mengukur faktor-faktor tersebut menjadi variabel dalam penelitian.
Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian yaitu “apakah ada
perbedaan antara aturan dalam SPKN dengan praktik yang dilakukan auditor dalam
menyusun sebuah program audit kinerja” maka hipotesis untuk penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada perbedaan antara aturan dalam SPKN dengan praktik yang
dilakukan auditor dalam menyusun program audit kinerja.
H1: Terdapat perbedaan antara aturan dalam SPKN dengan pratik penyusunan
program audit kinerja yang dilakukan oleh auditor.
Berdasarkan observasi operasional, hipotesis ini dapat diturunkan dalam hipotesis-
hipotesis berikut:
Ho1.1: Auditor tidak perlu memperoleh pemahaman terhadap entitas yang diaudit
dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.1: Auditor perlu memperoleh pemahaman terhadap entitas yang diaudit dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H01.2: Auditor tidak perlu mempertimbangkan pengendalian intern dari entitas yang
diaudit dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.2: Auditor perlu mempertimbangkan pengendalian internl dari entitas yang
diaudit dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
5
H01.3: Auditor tidak perlu untuk mempertimbangkan resiko terjadinya penyimpangan
dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H11.3: Auditor perlu untuk mempertimbangkan resiko terjadinya penyimpangan dari
hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H01.4: Auditor tidak perlu mempertimbangkan hasil audit terdahulu dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H11.4: Auditor perlu mempertimbangkan hasil audit terdahulu dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H01.5: Auditor tidak perlu mempertimbangkan kriteria audit yang akan dipakai dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.5: Auditor perlu mempertimbangkan kriteria audit yang akan dipakai dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H01.6: Auditor tidak perlu mempertimbangkan metode audit yang tepat dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.6: Auditor perlu mempertimbangkan metode audit yang tepat dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H01.7: Auditor tidak perlu mempertimbangkan bukti audit yang akan dikumpulkan
dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.7: Auditor perlu mempertimbangkan bukti audit yang akan dikumpulkan dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H01.8: Auditor tidak perlu mempertimbangkan kelengkapan unsur temuan audit
dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.8: Auditor perlu mempertimbangkan kelengkapan unsur temuan audit dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H01.9: Auditor tidak perlu mempertimbangkan kesimpulan dan rekomendasi audit
dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
H11.9: Auditor perlu mempertimbangkan kesimpulan dan rekomendasi audit dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
H01.10: Auditor tidak perlu mempertimbangkan kerangka isi laporan audit dalam
menyusun sebuah program audit kinerja.
6
H11.10: Auditor perlu mempertimbangkan kerangka isi laporan audit dalam menyusun
sebuah program audit kinerja.
H01.11: Auditor tidak perlu mempertimbangkan tindak lanjut audit dalam menyusun
program audit kinerja.
H11.11: Auditor perlu mempertimbangkan tindak lanjut audit dalam menyusun
program audit kinerja.
H02. : Tidak ada hubungan korelasional antara variabel pemahaman entitas,
pengendalian intern, resiko penyimpangan dari hukum dan peraturan,
kecurangan, dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu, kriteria audit, metode
audit, bukti audit, temuan audit, rekomendasi audit, kerangka isi laporan, dan
tindak lanjut audit.
H12. :Ada hubungan korelasional antara variabel pemahaman entitas, pengendalian
intern, resiko penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, hasil audit terdahulu, kriteria audit, metode audit, bukti audit,
temuan audit, rekomendasi audit, kerangka umum laporan, dan tindak lanjut
audit.
4. ANALISA HASIL PENELITIAN
Pertama kali akan dilihat apakah variabel-variabel dalam penelitian ini menurut
auditor perlu untuk dipertimbangkan dalam menyusun sebuah program audit kinerja.
One sample t-test digunakan untuk menilai setiap aspek dari sebuah program audit
kinerja pada peneilitian ini. Uji korelasi selanjutnya dilakukan untuk melihat pola
program audit kinerja pada praktiknya. Korelasi signifikan yang kuat dan positif antara
dua variabel diinterpretasikan bahwa suatu variabel perlu untuk dipertimbangkan ulang
pada saat auditor mempertimbangkan variabel yang lainnya tersebut pada saat
menyusun program audit kinerja. Sebagai tambahan penelitian ini juga akan menggali
apakah ada karakteristik responden yang dipilih dalam penelitian ini yang berpengaruh
secara signifikan terhadap praktik penyusunan program audit kinerja. Karakteristik
responden pada penelitian ini adalah jenjang pendidikan, latar belakang pendidikan,
pengalaman kerja, dan kedudukan auditor.
Bukti empiris yang dihasilkan dari pengujian diringkas dalam tabel-tabel
berikut:
7
Tabel 2.Hasil Pengujian One Sample T-Test
Variables tvalue ttable P-valuePemahaman Entitas 9,376 1,671 0,000Penilaian pengendalian intern 3,407 1,671 0,000Resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
3,538 1,671 0,000
Hasil audit terdahulu 3,809 1,671 0,000Kriteria audit 4,763 1,671 0,000Metode audit 5,254 1,671 0,000Bukti audit 3,541 1,671 0,000Temuan audit 5,031 1,671 0,000Kesimpulan dan rekomendasi audit 5,780 1,671 0,000Kerangka laporan audit 4,593 1,671 0,000Tindak lanjut audit 3,119 1,671 0,000
Tabel 2 menjelaskan bahwa menurut auditor, seluruh variabel dalam penelitian
ini yaitu pemahaman entitas, pengendalian intern, resiko terjadinya penyimpangan dari
hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu, kriteria
audit, metode audit, bukti audit, temuan audit, kesimpulan dan rekomendasi audit,
laporan, dan tindak lanjut audit perlu untuk dipertimbangkan dalam menyusun sebuah
program audit kinerja.
Tabel berikut ini akan menyajikan hubungan korelasional antar variabel-
variabel dalam penelitian ini.
Table 3. Korelasi Antar variabel
Variabel
Pengendalian internal
Resiko terjadinya penyimpangan dari hukum, peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
Hasil audit terdahulu
Kriteria audit
Metoda audit
Bukti audit
Temuan audit
Kesimpulan dan rekomendasi
Laporan audit
Tindak lanjut
Pemahaman entitas ,697 ,656 ,725 ,651 ,633 ,552 ,559 ,562 ,536 ,464
Pengendalian internal ,778 ,726 ,609 ,698 ,605 ,609 ,569 ,481 ,441
Resiko terjadinya penyimpangan dari hukum, peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
,718 ,602 ,704 ,698 ,597 ,481 ,555 ,446
Hasil audit terdahulus ,663 ,750 ,725 ,668 ,582 ,527 ,530
Kriteria audit ,757 ,545 ,589 ,438 ,475 ,299Metoda audit ,710 ,593 ,566 ,524 ,496
8
Variabel
Pengendalian internal
Resiko terjadinya penyimpangan dari hukum, peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
Hasil audit terdahulu
Kriteria audit
Metoda audit
Bukti audit
Temuan audit
Kesimpulan dan rekomendasi
Laporan audit
Tindak lanjut
Bukti audit ,703 ,578 ,635 ,619Temuan audit ,836 ,849 ,652Kesimpulan dan rekomendasi ,794 ,530
Laporan audit ,599Notes:all correlation are significant at 0,05 level
Berdasarkan korelasi yang kuat (>0,5) tersebut dapat disarikan praktik
penyusunan program audit kinerja pada umumnya seperti berikut ini:
Tabel 4. Praktik Penyusunan Program Audit Kinerja
No Variabel Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan Tindak Lanjut
1 Pemahaman entitas √ √ √2 Reviu pengendalian intern √ √3 Resiko penyimpangan dari hukum
dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
√ √ √ √
4 Hasil audit terdahulu √ √ √ √5 Kriteria audit √ √6 Metode audit √ √ √7 Bukti audit evidence √ √ √8 Temuan audit √ √ √9 Kesimpulan dan rekomendasi audit √ √ √10 Laporan audit √ √11 Tindak lanjut audit √
Tabel empat di atas menjelaskan bahwa pada saat merencanakan audit pada
umumnya auditor mempertimbangkan pemahaman entitas, reviu pengendalian intern,
menilai resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan
tujuan audit yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai, dan
merencanakan metode audit yang tepat.
9
Pada saat melaksanakan pengujian auditor pada umumnya mempertimbangkan
kembali pemahaman entitas, penilaian pengendalian intern, penilaian resiko terjadinya
penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, hasil audit
terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang berjalan, kriteria audit yang akan
dipakai, dan ketepatan metode audit yang yang dipakai. Selanjutnya auditor melakukan
pengumpulan bukti, mengembangkan temuan, dan membuat kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila ada).
Pada saat menyusun laporan, pada umumnya auditor kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, resiko terjadinya penyimpangan dari hukum
dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan
dengan tujuan audit yang berjalan, metode audit, bukti audit, temuan audit serta
kesimpulan dan rekomendasi (jika ada) audit.
Pada tahap tindak lanjut auditor pada umumnya mempertimbangkan kembali
resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang
berjalan, bukti audit, temuan audit, kesimpulan dan rekomendasi (jika ada), dan
laporan audit.
Setelah diketahui praktik penyusunan program audit kinerja pada umumnya,
selanjutnya akan dilihat bagaimana praktik penyusunan program audit kinerja
berdasarkan karakteristik responden. Hasilnya akan menunjukkan apakah ada
karakteristik tertentu yang berbeda dengan praktik penyusunan program audit kinerja
pada umumnya.
Tabel 5. Karakteristik yang Signifikan Mempengaruhi Praktik Penyusunan
Program Audit Kinerja
No Variabel Karakteristik B P Value Pengaruh1 Pemahaman entitas Masa kerja:
11-15 tahun -2,214 ,032 Signifikan2 Pengendalian intern - -3 Resiko penyimpangan
dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
Masa kerja:
5-10 tahun -0,963 ,027 Signifikan11-15 tahun -1,350 ,042 SignifikanKedudukan:
10
No Variabel Karakteristik B P Value PengaruhPemimpin tim junior -1,488 ,016 Signifikan
4 Hasil audit terdahulu Kedudukan:Pemimpin tim junior -0,890 ,031 Signifikan
5 Kriteria audit Masa kerja:11-15 tahun -1,543 ,024 SignifikanKedudukan:Pemimpin tim senior -1,588 ,027 Signifikan
6 Metoda audit Kedudukan:Pemimpin tim junior -1,765 ,019 Signifikan
7 Bukti audit Masa kerja:
5-10 tahun -1,645 ,006 SignifikanKedudukan:Pemimpin tim junior -2,720 ,001 Signifikan
8 Temuan audit Masa kerja5-10 tahun -1,344 ,006 Signifikan11-15 tahun -2,436 ,001 Signifikan
9 Rekomendasi audit Masa kerja:11-15 tahun -2,050 ,010 Signifikan
10 Laporan audit Masa kerja:5-10 tahun -0,666 ,011 Signifikan11-15 tahun -1,721 ,000 Signifikan
11 Tindak lanjut audit Masa kerja:5-10 tahun -1,271 ,004 SignifikanKedudukan:Pemimpin tim junior -1,506 ,017 Signifikan
Tabel lima di atas menunjukkan bahwa masa kerja dan kedudukan auditor
adalah dua karakteristik yang yang signifikan mempengaruhi praktik penyusunan
program audit kinerja. Masa kerja yang signifikan adalah masa kerja 5-10 tahun dan
masa kerja 11-15 tahun. Kedudukan yang signifikan adalah pemimpin tim junior dan
pemimpin tim senior.
Setelah diketahui mana karakteristik responden yang signifikan maka dapat
dilihat praktik penyusunan program audit kinerja berdasarkan karakteristik responden
yang signifikan sebagai berikut ini:
11
Tabel 6. Praktik Penyusunan Program Audit Kinerja Berdasarkan Karakteristik Responden
yang Signifikan
Karakteristik Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan Tindak lanjut
Masa Kerja:5-10 tahun 1,2,3,4,5,6 1,2,4,5,6,7,8,9 1,4,5,6,9,10 1,4,5,6,9,1111-15 tahun 1,2,3,4,5,6 2,4,6,7,8,9 4,6,7,10 4,6,7,11Kedudukan:Pemimpin Tim Junior
1,2,3,4,5,6 1,2,5,7,8,9 1,5,8,9,10 1,5,8,9,10,11
Pemimpin Tim Senior
1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,6,7,8,9 1,3,4,6,7,8,9,10 1,3,4,6,7,8,9,10,11
Keterangan:
1: Pemahaman entitas
2:Reviu pengendalian internal
3:Resiko penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan
4:Identifikasi hasil audit terdahulu
5:Identifikasi kriteria audit
6: Perencanaan metode audit yang tepat
7:Mengumpulkan bukti audit yang dibutuhkan
8:Mengembangkan temuan audit
9:Membuat kesimpulan dan rekomendasi (apabila ada)
10:Membuat laporan audit
11:Tindak lanjut audit
Interpretasi:
(1). Responden dengan masa kerja 5-10 tahun
Tahap Perencanaan: Pada saat merencanakan audit kelompok ini
mempertimbangkan pemahaman entitas, menelaah pengendalian intern, menilai
resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan
tujuan audit saat ini, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai, dan
merencanakan metode audit yang tepat.
Tahap Pelaksanaan: Pada saat melaksanakan pengujian kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, pengendalian intern, hasil audit terdahulu
yang signifikan dengan tujuan audit saat ini, kriteria audit, dan metode audit.
12
Selanjutnya kelompok ini melakukan pengumpulan bukti, mengembangkan temuan
audit, dan membuat kesimpulan dan rekomendasi audit (bila dibutuhkan).
Tahap Pelaporan: Pada saat menyusun laporan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, hasil audit terdahulu yang signifikan
dengan tujuan audit saat ini, kriteria audit, metode audit, serta kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila ada).
Tahap tindak lanjut: Pada tahap tindak lanjut kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, hasil audit terdahulu yang signifikan
dengan tujuan audit saat ini, kriteria audit, metode audit serta kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila ada).
(2). Responden dengan masa kerja 11-15 tahun
Tahap perencanaan: Pada saat merencanakan audit kelompok ini
mempertimbangkan pemahaman entitas, menelaah pengendalian intern, menilai
resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan
tujuan audit saat ini, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai, dan
merencanakan metode audit yang tepat.
Tahap pelaksanaan: Pada saat melaksanakan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan pengendalian intern, hasil audit terdahulu yang signifikan
dengan tujuan audit saat ini, dan metode audit. Selanjutnya kelompok ini melakukan
pengumpulan bukti, mengembangkan temuan, dan membuat kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila dibutuhkan).
Tahap pelaporan: Pada saat menyusun laporan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit saat
ini, metode audit, dan bukti audit.
Tahap tindak lanjut: Pada tahap tindak lanjut kelompok ini mempertimbangkan
kembali hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit saat ini, metode
audit, dan bukti audit.
(3). Responden dengan kedudukan sebagai pemimpin tim junior
Tahap perencanaan: Pada saat merencanakan audit kelompok ini
mempertimbangkan pemahaman entitas, menelaah pengendalian intern, menilai
resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan
13
tujuan audit saat ini, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai, dan
merencanakan metode audit yang tepat.
Tahap pelaksanaan: Pada saat melaksanakan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, pengendalian intern, dan kriteria audit.
Selanjutnya kelompok ini mengumpulkan bukti audit yang relevan, mengembangkan
temuan, membuat kesimpulan dan rekomendasi audit (bila dibutuhkan).
Tahap pelaporan: Pada saat menyusun laporan kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, kriteria audit, temuan audit, serta
kesimpulan dan rekomendasi audit (bila ada).
Tahap tindak lanjut: Pada tahap tindak lanjut kelompok ini mempertimbangkan
kembali pemahaman entitas, kriteria audit, temuan audit, kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila ada), serta laporan audit.
(4). Responden dengan kedudukan sebagai pemimpin tim senior
Tahap perencanaan: Pada saat merencanakan audit kelompok ini
mempertimbangkan pemahaman entitas, menelaah pengendalian intern, menilai
resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan
ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan
tujuan audit yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai, dan
merencanakan metode audit yang tepat.
Tahap pelaksanaan: Pada saat melaksanakan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, pengendalian intern, resiko terjadinya
peyimpangan dari hukum dan peraturan, hasil audit terdahulu yang signifikan denga
tujuan audit saat ini, dan metode audit. Selanjutnya kelompok ini melakukan
pengumpulan bukti, mengembangkan temuan, dan membuat kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila dibutuhkan).
Tahap pelaporan: Pada saat menyusun laporan audit kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, resiko terjadinya peyimpangan dari hukum
dan peraturan, hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit saat ini,
metode audit, bukti audit, temuan audit, serta kesimpulan dan rekomendasi audit
(bila ada) .
Tahap tindak lanjut: Pada tahap tindak lanjut kelompok ini kembali
mempertimbangkan pemahaman entitas, resiko terjadinya peyimpangan dari hukum
dan peraturan kecurangan, dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan
14
dengan tujuan audit saat ini, metode audit, bukti audit, temuan audit, kesimpulan dan
rekomendasi audit (bila ada), serta laporan audit.
Dengan melihat praktik penyusunan program audit kinerja berdasarkan
karakteristik responden yang signifikan didapat bahwa kedudukan sebagai ketua tim
senior adalah kelompok yang paling ketat dalam menyusun program audit. Hal ini
dimungkinkan karena sudah banyaknya pengalaman dari seorang ketua tim senior.
Selanjutnya akan disajikan mengenai kondisi yang ada di SPKN. Berikut ini
adalah tabel yang berisi perbandingan antara aturan penyusunan program audit kinerja
yang ada dalam SPKN dengan praktik yang dijalankan auditor.
Tabel 7. Perbandingan antara Aturan SPKN dengan Praktik Penyusunan
Program Audit Kinerja
Perencanaan Pelaksanaan Pelaporan Tindak LanjutSPKN 1,2,3,4,5,6, 1,2,3,4,5,6,7,8,9 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
Auditor dengan masa kerja:5-10 tahun 1,2,3,4,5,6 1,2,4,5,6,7,8,9 1,4,5,6,9,10 1,4,5,6,9,1111-15 tahun 1,2,3,4,5,6 2,4,6,7,8,9 4,6,7,10 4,6,7,11Auditor dengan kedudukan sebagai:Pemimpin Tim Junior 1,2,3,4,5,6 1,2,5,7,8,9 1,5,8,9,10 1,5,8,9,10,11
Pemimpin Tim Senior 1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,6,7,8,9 1,3,4,6,7,8,9,10 1,3,4,6,7,8,9,10,11
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa SPKN berada pada kondisi
maksimum dan mengatur lebih ketat dari praktik yang dijalankan oleh auditor dalam
menyusun program audit kinerja.
5. KESIMPULAN
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara praktik
penyusunan program audit kinerja oleh auditor dengan aturan yang ada dalam SPKN.
Perbedaan yang terjadi di sini adalah lebih ketatnya aturan yang dimuat SPKN
daripada yang dijalankan oleh auditor dalam menyusun program audit kinerja.
15
SPKN adalah pedoman yang sifatnya umum, sehingga tidak mengatur secara
rinci apa-apa yang harus dilakukan auditor. Pada dasarnya SPKN telah mengatur
secara lengkap, tetapi aturan-aturan tersebut memang sifatnya tersirat. Saran dari
penelitian ini sebaikanya SPKN diturunkan lagi dalam bentuk panduan khusus, yang
berisi panduan audit secara lebih rinci. Hal ini diperlukan supaya auditor dapat
menginterpretasikan serta mengaplikasikan SPKN secara benar dengan begitu kualitas
audit yang baik dan dapat dipertanggungjawabkanpun dapat tercapai. Selain itu untuk
dapat menjaga kualitas audit sebaiknya dilakukan pelatihan secara berkala bagi para
auditor BPK-RI. Berdasarkan penelitian ini, maka auditor yang perlu mendapatkan
pelatihan dan jenis pelatihan apa yang diperlukan dirangkum sebagai berikut ini:
Tabel 8. Pelatihan yang Dibutuhkan Auditor
Auditor Jenis PelatihanMasa Kerja:5-10 tahun Pelatihan mengenai pelaksanaan audit terutama yang berkaitan penilaian
resiko terhadap terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan.Pelatihan penyusunan laporan audit terutama yang berkaitan dengan dengan penilaian terhadap pengendalian intern, penilaian resiko terhadap terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, bukti audit, dan penyusunan temuan audit.Pelatihan tindak lanjut audit terutama yang berkaitan dengan penilaian terhadap pengendalian intern, penilaian resiko terhadap terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, bukti audit, penyusunan temuan audit, dan laporan audit.
11-15 tahun Pelatihan pelaksanaan audit terutama yang berkaitan dengan pemahaman entitas, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, dan penentuan kriteria audit.Pelatihan penyusunan laporan audit terutama yang berkaitan dengan pemahaman entitas, penilaian pengendalian intern, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, penentuan kriteria audit, penyusunan temuan audit, dan pembuatan kesimpulan dan rekomendasi audit.Pelatihan tindak lanjut audit terutama yang berkaitan dengan penilaian pengendalian intern, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, penentuan kriteria audit, penyusunan temuan audit, pelatihan tentang pembuatan kesimpulan dan rekomendasi audit, dan laporan audit.
Kedudukan:Pemimpin Tim Junior
Pelatihan pelaksanaan audit terutama yang berkaitan dengan penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, perlunya identifikasi hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang sedang dijalankan, dan tentang metoda audit yang tepat.Pelatihan penyusunan laporan audit terutama yang berkaitan dengan penilaian pengendalian intern, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari
16
Auditor Jenis Pelatihanhukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, perlunya identifikasi hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang sedang dijalankan, metoda audit yang tepat, dan bukti audit.Pelatihan tindak lanjut audit terutama yang berkaitan dengan penilaian pengendalian intern, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan, dan ketidakpatutan, perlunya identifikasi hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang sedang dijalankan, metoda audit yang tepat, dan bukti audit.
Pemimpin Tim Senior
Pelatihan pelaksanaan audit terutama yang berkaitan dengan pemilihan kriteria audit yang tepat.Pelatihan penyusunan laporan audit terutama yang berkaitan dengan penilaian pengendalian intern, dan pemilihan kriteria audit yang tepat.Pelatihan tindak lanjut audit terutama yang berkaitan dengan penilaian pengendalian intern, dan pemilihan kriteria audit yang tepat.
Pelatihan perlu diberikan pada para auditor untuk memenuhi standar umum
pemeriksaan yang pertama yang berbunyi ”Pemeriksa secara kolektif harus memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Salah
satu cara untuk memenuhi standar tersebut adalah dengan memenuhi persyaratan
pendidikan berkelanjutan (SPKN paragraf 06 Standar Umum). Pelatihan perlu
diberikan kepada para auditor dengan masa kerja lebih dari lima tahun untuk selalu
menyegarkan ingatan para auditor tentang perlunya menjaga kualitas audit, sementara
pelatihan yang diberikan kepada auditor dengan kedudukan sebagai pemimpin tim baik
junior maupun senior dimaksudkan supaya auditor tidak merasa bahwa bekal
pengalaman mereka sudah cukup sehingga melupakan hal-hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam menyusun sebuah program audit kinerja. Selain melakukan
pendidikan berkelanjutan BPK-RI juga harus sangat memperhatikan mekanisme
pengendalian mutu audit seperti yang telah disebutkan dalam SPKN pada standar
umum keempat yang bunyinya ”Setiap organisasi pemeriksa yang melakukan
pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian
mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak
lain yang kompeten (pengendali mutu ekstern)”. Pengendalian mutu di sini baik yang
berasal dari pihak intern BPK-RI maupun oleh organisasi pemeriksa ekstern (peer
review) yang kompeten. Hasil dari peer review tersebut harus dipublikasikan kepada
publik, sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini dapat
bertambah.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. Audit Sektor Publik. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit Visi Global Media. 2003.
Hartono, Jogiyanto. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman, BPFE UGM, Yogyakarta, 2004.
Hatherly, David J., and Lee D. Parker. Performance Auditing Outcomes: A
Comparative Study. Financial Accountability & Management, 4 (1) Spring
1988.
Mahmudi. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2007.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Jogjakarta: Penerbit Andi Offset. 2002.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Scwarthz, Brian M. Documenting Audit Findings. Internal Auditor. April 1999.
Standar Audit Pemerintahan. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.
1995
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Jakarta. 2007.
Sudarmanto, Gunawan, Analisis Regresi Linear Ganda Dengan SPSS, Edisi Pertama,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
18