10 langkah acprilesma

14
TEN STAGES TO LIVING PERFECTION SEPULUH LANGKAH MERAIH KESEMPURNAAN HIDUP Tujuan hidup, utama tentunya sebuah kesempurnaan, maka perlu jalan untuk mencapai kebijaksanaan yang transenden dan murni. Transenden berkeimanan, tentu berbeda dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu pengetahuan memiliki aturan yang pasti, mampu menampilakan refleksi dari kebenaran abadi yang tinggi, dimana semua realitas ikut terlibat. Pengetahuan ilmiah secara diskriminatif cenderung membuat kita berpikir parsial, tentu hal ini sangat berbeda dengan kebenaran batiniah (rohaniah). Pengetahuan ilmiah yang menunjukkan ketidaksempurnaan dunianya sendiri serta memberdayakan pikiran pada suatu yang belum mencapai tingkat siklus sistemik. Sebagai manusia yang ingin meraih kesempurnaan hidup maka kita perlu mengkaji tingkat eksistensi yang lebih tinggi, dengan cara meninggalkan sifat aku-nya, guna mendapatkan sang diri yang lebih tinggi, melalui pencarian, pencarian dan pencarian terus menerus dengan bersemangat, dan ini akan mengangkat derajat manusia dari batasan yang sempit, suka lupa diri kemudian melakukan perenungan atau kontempelasi tentang prinsip universal. Bila pencarian itu dilakukan secara konsisten maka akan sampai pada tingkat kemasyhuran, dengan menyandarkan pada kemaslahatan umat atau rohmatallil’alamin. Di dalam mencapai tujuan kesempurnaan (ahsani takwim), mencapai kebenaran yang menyelamatkan atau wabil akhirotihum yuukinun, setidaknya ada sepuluh langkah yang terangkum dalam prinsip ACPRILESMA. Akronim dari kata ACPRILESMA yang pertama adalah A kepanjangannya adalah AGAMA. Agama merupakan ajaran bagi orang hidup untuk menjalankan kehidupannya, sehingga manusia sebagai makhluk yang sempurna, tau benar darimana kita berasal, hendak kemana kita akan pergi dan antara datang dan pergi, apa yang harus kita kerjakan, tidak ada kata lain kecuali mengabdi secara tulus dan ikhlas, semata-mata hanya menuju ridho Allah. Huruf C merupakan simbol dari CHARACTER. Karakter merupakan buah dari kesadaran dirinya, sebagai makhluk yang derajatnya telah ditinggikan oleh Allah, melalui kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kalau ketiga-tiganya dijadikan sebagai landasan pijak, manusia akan selalu memilih jalan orang-orang yang mendapatkan nikmat Tuhannya, bukan Tujuan hidup, utama tentunya sebuah kesempurnaan, maka perlu jalan untuk mencapai kebijaksanaan yang transenden dan murni

Upload: akuisal

Post on 01-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

TEN STAGES TO LIVING PERFECTION

SEPULUH LANGKAH MERAIH KESEMPURNAAN HIDUP

Tujuan hidup, utama tentunya sebuah kesempurnaan, maka perlu jalan untuk mencapai

kebijaksanaan yang transenden dan murni. Transenden berkeimanan, tentu berbeda dengan

ilmu pengetahuan ilmiah. Setiap ilmu pengetahuan memiliki aturan yang pasti, mampu

menampilakan refleksi dari kebenaran abadi yang tinggi, dimana semua realitas ikut terlibat.

Pengetahuan ilmiah secara diskriminatif cenderung membuat kita berpikir parsial, tentu hal ini

sangat berbeda dengan kebenaran batiniah (rohaniah). Pengetahuan ilmiah yang menunjukkan

ketidaksempurnaan dunianya sendiri serta memberdayakan pikiran pada suatu yang belum

mencapai tingkat siklus sistemik. Sebagai manusia yang ingin meraih kesempurnaan hidup

maka kita perlu mengkaji tingkat eksistensi yang lebih tinggi, dengan cara meninggalkan sifat

“aku”-nya, guna mendapatkan sang diri yang lebih tinggi, melalui pencarian, pencarian dan

pencarian terus menerus dengan bersemangat, dan ini akan mengangkat derajat manusia dari

batasan yang sempit, suka lupa diri kemudian melakukan

perenungan atau kontempelasi tentang prinsip universal.

Bila pencarian itu dilakukan secara konsisten maka akan

sampai pada tingkat kemasyhuran, dengan menyandarkan

pada kemaslahatan umat atau rohmatallil’alamin. Di

dalam mencapai tujuan kesempurnaan (ahsani takwim),

mencapai kebenaran yang menyelamatkan atau wabil

akhirotihum yuukinun, setidaknya ada sepuluh langkah yang terangkum dalam prinsip

ACPRILESMA.

Akronim dari kata ACPRILESMA yang pertama adalah A kepanjangannya adalah

AGAMA. Agama merupakan ajaran bagi orang hidup untuk menjalankan

kehidupannya, sehingga manusia sebagai makhluk yang sempurna, tau benar

darimana kita berasal, hendak kemana kita akan pergi dan antara datang dan

pergi, apa yang harus kita kerjakan, tidak ada kata lain kecuali mengabdi secara tulus dan

ikhlas, semata-mata hanya menuju ridho Allah.

Huruf C merupakan simbol dari CHARACTER. Karakter merupakan buah dari

kesadaran dirinya, sebagai makhluk yang derajatnya telah ditinggikan oleh

Allah, melalui kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual. Kalau ketiga-tiganya dijadikan sebagai landasan pijak, manusia akan

selalu memilih jalan orang-orang yang mendapatkan nikmat Tuhannya, bukan

Tujuan hidup, utama

tentunya sebuah

kesempurnaan, maka perlu

jalan untuk mencapai

kebijaksanaan yang

transenden dan murni

jalan orang-orang yang selalu dimarahi, apalagi bukan jalan orang-orang yang selalu dilaknat

oleh Sang Maha Pencipta.

Huruf P mewakili kata POWER. Power yang terbentuk dari soft, sehingga

menjadi soft power. Soft power terbangun dari penyatuan antara, intelektual,

spiritual dan emosional. Softpower lebih bersifat ghaib. Kalau ketiganya saling

berkolaborasi, dan mengalir menjadi Hardpower atau kekuatan fisik maka akan

menjadi satu kekuatan manunggalnya sifat-sifat ketuhanan ke dalam jasadiah. Seandainya ini

terpelihara dengan baik, akan mampu menciptakan manusia dengan produktifitas tinggi yang

dapat menimbulkan kemaslahatan dalam hidup dan kehidupan ini.

Huruf R kepanjangan dari Regulasi. Bahwa kemaslahatan hidup tidak mungkin

datang secara tiba-tiba. Dia perlu dilandasi dengan norma-norma, aturan-aturan

hukum, baik hukum tata negara/tata pemerintahan ataupun hukum

langit/hukum-hukum Tuhan. Tanpa Regulasi, kemungkinan hidup manusia akan menjadi tidak

terarah, tidak bisa membedakan antara baik dan buruk, hak dan bathil, benar dan salah. Ada

kecenderungan, manusia yang semacam ini berfilsafat ”gebyah uyah podo asine” yang berarti

kurang lebih baik dan buruk kurang lebih dianggap sama pentingnya.

Huruf I kepanjangan dari Introspeksi Diri / berkaca terhadap diri sendiri, agar

tahu benar siapa dirinya, bagaimana harus menempatkan dirinya, dengan siapa

dirinya harus berkolaborasi, akan kemana dirinya dibawa, dengan kata lain

Introspeksi diri harus berjuang memerangi diri. Menelanjangi diri untuk

membersihkan diri, yang berujung pada tahu diri, bersifat dan bersikap professional dan

proporsional.

Huruf L kependekan dari LEADER. Bahwa kepemimpinan itu sangat diperlukan

baik untuk memimpin dirinya sendiri, keluarga, lingkungan atau masyarakat

yang lebih luas. Jiwa kepemimpinan dapat dibentuk dari pembiasaan-

pembiasaan yang selalu mengarah kepada berpandangan benar, berpikiran

benar, berperasaan benar, berbicara benar dan berperilaku benar. Benar yang dimaksud adalah

benar menurut ajaran Tuhan, benar menurut Negara dan benar menurut adat istiadat. Bukan

menurut dirinya sendiri.

Huruf E berarti EMPOWERING, adalah pemberdayaan. Pemberdayaan ini

merupakan turunan dari point-point A sampai dengan L. Kita harus menjadi

manusia yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya bahwa tanpa

kehadiran kita, orang merasa kehilangan, ibarat sayur tanpa garam. Kita

butuh bersama/berjamaah. Tetapi kita juga dibutuhkan dalam kebersamaan itu dalam

berjamaah, karena dampak dari kehadiran kita, membawa manfaat bagi kepentingan bersama.

I)i

t

Huruf S adalah SPIRITUAL. Spiritual adalah sesuatu yang ada pada tubuh

manusia yang merupakan sumber dari segala sumber kekuatan batin atau inner

power, tempat menyimpan rasa cinta yang menyayangi, yang apabila dibiaskan

ke dalam implementasi hidup dan kehidupan maka dapat menimbulkan rasa

damai, tenteram, aman, bahagia dan sejahtera. Segala yang ada, segala yang terjadi, semuanya

datang sebagai bias dari cinta kasih. Sekalipun kebanyakan orang menganggap kedatangannya

adalah musibah, tetapi ini harus dipahami, bahwa dibalik musibah itu ada makna kasih sayang

yang luar biasa.

Huruf M menunjukkan arti MOTIVASI. Ini merupakan proses penggiat agar

manusia senantiasa terdorong untuk mencari hakikat hidup dan kehidupan.

Memang menafsirkan hakikat hidup dan kehidupan, agak sulit dibahasakan,

tetapi sering dalam firman Tuhan menyatakan bahwa “tidak diciptakan Jin dan

Manusia kecuali untuk mengabdi pada-Ku.” Jadi tidak ada kata lain bahwa

motivasi yang harus kita giatkan dalam menjalankan tugas-tugas dalam kehidupan ini tiada lain

motivasi untuk mengabdi kepada Tuhan pencipta jagad raya ini.

Huruf A adalah ACTION. Aksi merupakan inti dari totalitas kehidupan.

Totalitas pengabdian. Kata totalitas ini harus mengacu pada “sepi ing

pamrih rame ing gawe”. Artinya sedikit berharap tetapi banyak berbuat.

Ikhlas bakti bina bangsa, berbudi bawa laksana. Memayu hayuning

bawono langgeng. Kalau ini dapat kita terapkan di dalam menjalankan

kehidupan ini, tidak ada seorangpun yang tidak produktif. Dia akan selalu berbuat yang terbaik,

yang terbesar, yang berguna bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia, baik secara ekonomi,

politik, sosial, budaya. Dan mampu menimbulkan kenyamanan dalam hidup dan kehidupan

yang kita harapkan. Ada satu ungkapan, teori tanpa action ibarat mutiara yang terpendam tiada

guna, tetapi action tanpa teori ibarat mutiara yang terabaikan dari manfaatnya. Keduanya bagai

sekeping uang logam, jika sebelah rusak, yang lain tiada guna. Maka daripada itu, totalitas

kehidupan adalah action. Kita bias terbang di angkasa karena buah dari action. Kita bias

menikmati kedalam laut dengan aneka keindahannya juga buah dari action. Kita dapat melihat

istana yang megah, tugu yang menjulang tinggi, masjid luar biasa madinah dan makkah al

muqaromah, itu juga karena buah dari action. Maka sekali lagi dinyatakan bahwa action adalah

inti dari kehidupan.

Dalam upaya mewujudkan jalan ACPRILESMA, maka diperlukan tahapan-tahapan.

Tahapan tersebut dirumuskan dalam prinsip Five Circle (lima lingkaran kehidupan), lingkaran

yang pertama adalah vison statement bahwa hidup itu harus memiliki pandangan jauh ke

depan. Gapailah kebahagiaan yang akhir tetapi jangan lupakan kebahagiaan hari ini. Panduan

dari jangkauan jangka panjang dan jangka awal itu adalah Tuhan, Allah yang maha segalanya.

Don t worry!I'

m coming!

Maka berlindunglah kepada Allah, bersaksilah kepada Allah, pasti kita akan terpikir bahwa silih

bergantinya siang dan malam, bergesernya langit dan bumi, itu merupakan tanda-tanda bagi

orang-orang yang memiliki visi jauh ke depan. Berangkat dari circle pertama ini pastinya tidak

ada orang yang menderita, semuanya pasti bahagia. Penderitaan itu akan datang dan

kebahagiaan akan sirna, jika manusia tidak memiliki Ketuhanan. Tidak memiliki pemahaman

tauhid. Tidak memiliki kecerdasan tauhid. Dan ini banyak kita buktikan kebanyakan

penderitaan kesengsaraan itu lantaran keberadaan manusia selalu meninggalkan nilai-nilai

tauhid.

Nilai-nilai tauhid tidak terlepas dari kesaksian kita akan Muhammad Rasulullah. Maka

sudah seharusnya kita memasuki circle yang kedua, bahwa misi kita adalah mem-breakdown,

visi ketuhanan itu menjadi misi keteladanan. Misi keteladanan menurut Rasulullah SAW, yang

pertama adalah kejujuran (sidiq). Kejujuran ini ditempatkan pada nomor wahid, nomor yang

pertama, karena kejujuran itu adalah sebuah keberangkatan. Keberangkatan tanpa kejujuran

maka mata kepala kita akan buta, mata telinga kita akan jadi tuli, mata hidung kita akan

tertutup sehingga kita tidak dapat menerima masuknya oksigen sebagai sumber energy, yang

paling berbahaya bahwa mata bathin kita akan berkarat, sehingga kita tidak mampu melihat

orang senang.

Oleh karena itu, kejujuran itu harus dicerdaskan (fathonah), supaya cerdas, kita harus

membaca (iqra’). Tingkatan membaca itu harus dimulai dari melihat dan mengamati, kemudian

mengingat ingat, dilanjutkan dengan memahami apa yang diingat-ingat itu, kemudian

dilakukan, diimplementasikan, dilaksanakan, diterapkan, supaya menjadi satu kebiasaan atau

habbit, supaya menjadi sikap atau attitude, supaya menjadi keterampilan atau skill. Supaya

menjadi pengetahuan atau knowledge. Apabila orang telah memiliki kecerdasan bathin atau

kecerdasan ghaib dari intelektual, spiritual dan emosional maka auranya akan membias

menjadi outer power dan mempengaruhi raga (jasmani/kinestetik). Raga kita akan cerdas,

cekatan, sigap dan penuh tanggungjawab (amanah). Sehingga dengan kecekatan, kesigapan,

dinamika, kesehatan tubuh, akan tumbuh sikap tanggungjawab untuk selalu menyebarluaskan

perintah dan larangan yang dimandatkan oleh Allah kepada kita untuk memelihara jagat raya

beserta isinya ini. Inilah yang disebut dengan tabligh atau menyuarakan sifat-sifat Tuhan untuk

kita analisis dan kita sintesiskan kemudian menjadi suatu penilaian apakah tiap tindakan kita

sudah sesuai keinginan Tuhan atau belum.

Circle yang ketiga adalah character building, atau membangun karakter umat, secara

ritual, kita wajib menjalankan perintahnya, yaitu shalat lima waktu, tetapi secara aplikatif, kita

harus menegakkan aturan-aturan (sunatullah) dalam menjalankan kehidupan ini sehingga

tidak membuat kerusakan di muka bumi. Kita harus selalu membuat keseimbangan antara

menggunakan (konsumtif) dan mengadakan (produktif). Jangan sampai menebang tanpa

menanam, jangan sampai memotong tanpa menernak kembali dan jangan mengambil hanya

sekedar untuk memenuhi kepuasan saja, karena seluruh makhluk ciptaan Tuhan ini, semuanya

memiliki fungsi yang berbeda-beda dan perbedaan fungsi itulah yang dapat membuat harmoni

kehidupan. Suara akan enak kita dengar jika beda alat dan beda irama, tempo dan ritmenya.

Gunakan ciptaan Tuhan ini secukupnya, sebutuhnya, sesuai gunanya. Banyak makna pada circle

ketiga ini, tetapi tidak dapat diurai semua, maka bagi khalayak pembaca perlu membuat tafsir

yang lebih mendalam, sehingga pemahaman kita akan sholat dari gerakan hingga

implementasinya, dapat kita maknai secara mendalam dan mampu menimbulkan pemahaman

kita betapa hebatnya nilai-nilai keilmuan dalam shalat itu.

Circle yang keempat adalah Self Controlling (mengendalikan diri). Self controlling ini

dapat dilakukan dengan syariat berpuasa. Ada yang berpendapat bahwa puasa itu mencegah

dari makan, minum dan kebutuhan biologis dari terbit hingga tenggelamnya matahari. Ada

yang lebih mendalam bahwa puasa itu dapat dibedakan menjadi puasa jasmani, puasa rohani

dan puasa keduanya. Jika ditelaah secara mendalam, memang semuanya bukan tanpa makna.

Makna utamanya dalah pengendalian diri. Secara kesehatan dengan mengurangi makan, efek

kesehatannya dapat menurunkan kolesterol, tensi darah, kegemukan, mengistirahatkan kerja

system pencernaan dan lain-lain. Secara ekonomi dengan berpuasa jasmani, kita dapat

mengurangi cost perbelanjaan kita, yang seharusnya sehari makan tiga kali ditambah dengan

makanan penyela, dapat dilakukan penghematan karena hanya dilakukan makan dua kali

sehari, namun karena banyaknya aneka tafsir, justru di bulan puasa, kebutuhan secara ekonomi

justru semakin bertambah besar, ini harus menjadi renungan bersama. Sementara puasa rohani

mengajak kepada kita untuk selalu mengendalikan sifat-sifat kehewanan kita, sifat-sifat

kenabatian kita, kadang dari dalam diri kita muncul ketamakan bagai singa, kedunguan

bagaikan kerbau, kelicikan bagai si kancil, kebengisan bagai serigala, tapi kadang juga muncul

sifat kemalasan seperti kuda nil. Kadang kita juga hanya sebagai pohon hidup yang hanya

menunggu dan menunggu. Pipa kapiler menyerap air dari dalam tanah, menunggu datangnya

hujan, di dalam dibawa ke hijau daun untuk dimasak, menunggu datangnya sinar matahari.

Jadilah bunga, tepung sari dan kepala putik, mau ketemu, menunggu datangnya angina tau

hewan serangga untuk mempertemukan keduanya. Watak yang selalu menunggu inilah yang

harus selalu kita control, analisis, sintesis sehingga kita benar-benar menjai manusia yang

ahsani takwim, manusia yang ditinggikan dan bukan manusia asfala safilin atau manusia yang

direndahkan. Maka self controlling mau tidak mau, suka tidak suka harus kita laksanakan dan

syariatnya diajarkan melalui puasa, dan dengan syariat puasa tersebut kita dapat memahami

antara, syariat, tarekat dan makrifatnya, sehingga dengan puasa ini juga kita dapat “weruh

sadurung winarah” (tahu sebelum kejadian) karena kemampuan kita menganalisa, mensintesa

dan mengendalikan diri.

Circle yang kelima adalah pengembangan diri dan total action sesuai dengan

kemampuannya. Pengembangan diri dan total action dibatasi sesuai dengan kemampuannya,

mengacu kepada pemahaman bahwa atas dasar pengalaman sunatullah, pemahaman akan

kemampuan atau kompetensi diri menjadi berbeda-beda. Bagi seseorang yang mampu

mengetahui apa yang diketahuinya, kemudian melaksanakan apa yang diketahuinya, maka

akan menghasilkan karya yang dapat dinikmati oleh atau bagi kemaslahatan umat manusia.

Tetapi apabila manusia tidak tahu dari apa yang diketahuinya maka dia akan tidak tahu pula

bagaimana mengimplementasikannya. Banyak orang pintar tetapi kepintarannya berhenti di

kepala, yang berujung pada kebotakan kepala belakang, dia tidak lebih seperti perpustakaan

berjalan, tetapi tak satu orangpun mendekat untuk membacanya dan dibacapun tidak mengerti

maksudnya apa. Tetapi ada juga orang yang badannya kuat, namun sedikit yang diketahuinya

sehingga kekekaran ototnya hanya bermanfaat untuk memindahkan batu besar, kayu besar

atau benda besar dari satu tempat ke tempat lainnya, maka akan menjadi penting apabila di

dalam tubuh yang kekar berisi intelektual, emosional dan spiritual yang cerdas. Kecerdasannya

tersebut dikembangkannya terus diimplementasikan secara terus menerus dengan cara action

secara total maka tidak pernah ada maslah tanpa solusinya. Syariatnya adalah zakat dan naik

haji jika mampu. Zakat merupakan strategi kolaborasi sedangkan naik haji adalah total action.

MENUJU PENGABDIAN PARIPURNA

Pengabdian paripurna merupakan perwujudan dari penguasaan diri sepenuhnya,

memenuhi kehendak Ilahi Robbi, karena tidak diciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk

mengabdi kepada Allah. Ketiganya ini merupakan penekanan terhadap aspek-aspek intelektual,

emosional, spiritual dan kinestetik. Penekanan yang utama adalah bagaimana

mengimplementasikan Ar Rahman Ar Rohim, kasih yang menyayangi, mengkristal dalam bauran

kehidupan. , emosional dan kinestetik, ia adalah pencari sinar abadi yang terang benderang

berkilau, bagaikan matahari di siang hari, tidak ada kegelapan. Bagi mereka yang melakukan

pengabdian paripurna, untuk sebuah amilussholihat, watawasaubil haq wattawasshoubis-shobr,

dialah kebajikan abadi dalam waktu yang mewaktu, yang mantap, adil dan terukur. Sekali lagi

dialah kasih sayang, keindahan dari keikhlasan yang suci, dialah kebenaran, dialah yang haq,

dan dialah yang mampu membuat satu harmoni. Hal ini laksana seperangkat alat-alat musik

yang memiliki jenis berbeda, nada yang berbeda, tetapi dibunyikan dengan ritme, tempo yang

sama, akan dapat menimbulkan keindahan, kehalusan rasa, penghalusan gerak, dan bahkan

pendinamikaan gerak. Seirama dengan sebuah firman, dalam kalimat umum yang berbunyi,

“kami ciptakan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal”. Kata

saling mengenal adalah suatu keharmonisan. Saling mengenal merupakan jalan kesempurnaan,

jalan kebijaksanaan, merupakan muara dari intelektual, emosional dan spiritual yang berujung

pada kinestetika. Kepercayaan metafisika, atau yukminuna bil ghoib, setelah terjadi modifikasi

yang mendasar, akan mampu menimbulkan keyakinan yang mendalam, tentang Sang Pencipta,

Allah SWT, yang dengan kekuasaannya, dapat merubah yang sulit menjadi mudah atau

sebaliknya, yang sayang menjadi murka atau sebaliknya, yang jahat menjadi baik atau

sebaliknya, yang tamak, rakus, serakah akan menjadi dermawan, atau sebaliknya, sangat

tergantung modifikasi dari pendalaman yukminuna bil ghoib. Missmodification, akan

mengakibatkan terjadinya kejahatan, disebabkan oleh suatu “belenggu” seperti yang dinyatakan

Allah dalam Qur’an Surat Al Baqaroh ayat 7 bahwa, “Allah telah mengunci-mati hati dan

pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup, dan bagi mereka siksa yang amat berat.”

Dalam ayat tersebut menyebutnya bahwa Allah telah

“menutup pendengaran”, bukan berarti membuat mereka

menjadi tuli tapi bahwa mereka tidak dapat menerima

petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas

padanya. Sedangkan arti dari kata “menutup penglihatan”

maksudnya adalah bahwa mereka tidak dapat memperhatikan

dan memahami ayat-ayat Al Qur’an yang mereka dengar dan

tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran

Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan

pada diri mereka sendiri.

Seperti kata Titik Sandora dan Muchsin Alatas dalam bait

lagunya “...diantara hatimu hatiku, terbentang dinding yang

tinggi, tak satu jua jendela di sana, agar

kumemandangmu…..diantara hatiku hatimu….”. Lirik ini menunjukkan contoh missmodification

yang seharusnya memproyeksikan dirinya pada hal yang berguna, yaitu daya guna dan hasil

guna, tetapi ternyata menjadi belenggu, karena missmodificatio. Sang Roh pada saati itu berada

pada titik lemah dan jatuh, karena lupa mengenali kembali, dan menurunkan prakarti/ karya

berguna. Metafisika atau yukminuna bil ghoib harus dirubah menjadi realita

(wayukimunassholah) dengan melakukan rutinitas ritual, kemudian diimplementasikan menjadi

amilussholihat, karya bhakti mewujudkan karya guna, karya manfaat, karya hikmah, yang

berjiwa kemaslahatan umat. Wayukimunassholah, yang ditransformasikan dari ritual menjadi

implementasi merupakan keutamaan dari kegiatan intelektual, emosional dan spiritual menuju

tindakan jasmani atau kinestetik.

Semar, dalam falsafah jawa

merupakan simbol keikhlasan,

simbul kebijaksanaan yang lepas dari

keduniawian.

i

V

r

IMPLEMENTASI INTI ILMU PENGETAHUAN

Inti dari segala ilmu pengetahuan adalah agar kita hendaknya bersandar pada kebesaran

dan kekuasaan Illahi supaya tidak bingung serta hampa tidak berguna dan pada akhirnya akan

malu sendiri. Pada dasarnya Nur Allah itu terus terang dan terang terus tidak pernah padam

sesaat pun, dan cahaya Nur Allah yang terang tapi tidak menyilaukan itu menerangi seluruh

ciptaanNya kecuali ada penghalangnya, lalu apakah yang menjadi penghalangnya? diri kita

sendiri, ibarat kita membelakangi sinar matahari maka kita akan melihat bayangan kita dan

bayangan kita itulah akibat dari cahaya matahari yang kita halangi, kalau muka kita menghadap

cahaya matahari tentu muka kita akan terkena sinar matahari. Malas itu adalah watak manusia

ketika berhadapan dengan yang tidak disukainya, orang malas mengerjakan sholat karena tidak

suka atau juga belum mengetahui manfaat serta hakekat didalamnya. Biasanya bagi manusia

manusia yang suka menuruti hawa nafsu juga suka dipuji,tipe manusia semacam ini biasanya

akan malas melakukan sesuatu yang baik kalau tidak dipuji, maka bisa dikatakan segala

perbuatannya adalah riya'.

Tapi bagi yang sudah waspada akan semut hitam dibatu

hitam dimalam hari, maka segala perbuatan baiknya akan dia

sembunyikan juga tidak banyak omong (sinamun samudana),

segala amal baik hanya kita niatkan kepada Allah dan tidak

perlu kita umbar demi memperoleh pujian dari orang lain,

memang adakalanya kita "pamer" sedekah tapi hanya kita

niatkan untuk memacu yang lain supaya berlomba lomba

dalam berbuat kebaikan, tapi didalam hati kita tidak ada niat

untuk pamer secuilpun. Orang yang sudah mawas diri akan menahan diri untuk mengadu ilmu

kebijaksaan, debat kusir demi memperoleh pengakuan bahwa dirinyalah yang lebih pintar dan

paling pintar, bagi orang yang sudah mawas diri, memamerkan ilmu dan harta demi pujian

adalah tabu karena segala puji hanya diperuntukkan bagi Allah, pujian yang mampir didiri kita

hanya sementara, bisa jadi orang itu sekarang memuji kita tapi dilain waktu mencela kita.

Begitulah ilmu yang sejati, ilmu padi bagi yang pintar dan bijaksana, karena ilmu itulah

maka hatinya menjadi tenteram dan bahagia, kebahagiaan itu tidak bisa diukur tapi bisa

dirasakan, bagi yang pintar dan bijaksana ketika dibilang kurang mengerti malahan senang,

karena ketika dibilang kurang mengerti maka si pintar akan segera menyadari kekurangannya,

ketika manusia mengetahui hakekat Tuhan sebenarnya maka merasa kecillah dia,

sesungguhnya kita itu bukan apa-apa, tiada daya sekecil apapun kecuali karena ijin Allah, tapi

kita punya kehendak iradat Allah yang dititipkan kepada kita, maka pergunakanlah kehendak

itu untuk kita olah menjadi nafsu muthmainah yang akan memimpin nafsu amarah, lauwamah,

sufiyah, serta nafsu-nafsu lainnya. Bagi si pintar ketika dihina akan merendah , merendah

ibarat kita membelakangi sinar matahari maka kita

akan melihat bayangan kita dan bayangan kita

itulah akibat dari cahaya matahari yang

kita halangi

karena merasa kurang mengerti juga untuk menyembunyikan ilmunya demi menghindarkan

diri dari sifat pamer, karena pamer itu sifat bodoh.

Jangan sekali sekali kita menyia-nyiakan hidup yang cuman sekali bagi yang tidak percaya

reinkarnasi, sebab sekali rusak maka kelak akan menyesal dikemudian hari, seperti pemakai

narkoba, sekali kecanduan maka tidak akan sembuh 100 persen, maka jangan sekali-kali

mencobanya. Bagi yang sudah rusak hidupnya, maka nalarnya tidaklah panjang dan malas

untuk berpikir dan nalarnya seperti selokan yang kotor dan mudah diombang-ambing karena

tidak punya pendirian, maka seperti terbawa angin, karena itu bualannya menggema bagaikan

burung yang sedang berkicau. Orang yang ilmunya pas pasan atau masih muda ilmunya yang

memaksakan diri supaya terlihat pandai dan menjadi sok pandai padahal tidak tahu apa apa.

Orang yang sombong itu paling malas untuk merendah dan inginnya selalu unggul dan

diatas, suka mengumbar kesombongan hingga berlarut larut, yang begitu dinamakan tidak tahu

diri dan terlena akan sifat sombongnya sendiri. Orang yang tidak tahu diri dan terlena dengan

kesombongannya suka perintah sana sini dengan seenaknya terhadap anak buah atau

bawahannya supaya terlihat wibawa dan ditakuti, seharusnya atasan itu lebih sopan dan tahu

diri dibanding bawahan sebab atasan itu punya pendidikan dan pengalaman lebih tinggi

dibanding bawahannya. Orang yang sombong itu malas untuk menjadi tua dalam arti

mengaplikasikan sifat sifat baik yang arif dan bijak dan lebih suka sifat sifat yang muda dalam

arti suka menonjolkan diri sendiri, suka dipuji, dan suka terlihat wibawa dan ditakuti.

Berbuat baik itu sedapat mungkin sepanjang hidup kita baik siang

maupun malam, dikala berdiri, duduk atau tiduran, dikala berjalan atau

berhenti, karena dengan perbuatan kita yang baik dan disertai dengan hati

yang tulus ikhlas maka kita telah menabur benih kebaikan yang akan kita

tuai di kemudian hari kelak, siapa yang menanam apel maka akan berbuah

apel, yakinlah itu. Di dalam berbuat baik maka kita perlu berguru kepada

orang yang tepat, yang sesuai dengan diri kita supaya tidak salah arah,

bayangkan kalau kita ingin belajar fisika tapi malah berguru kepada ahli

hukum, tentu tidak akan cocok. Didalam berguru kita juga dianjurkan

sesuai dengan kata hati, biasanya hati kita akan merasa cocok ketika

menemukan orang yang bisa kita pahami penjelasannya, mungkin ini

yang dinamakan jodoh, tapi yang namanya jodoh baik guru maupun pasangan hidup tentu tidak

bisa dipaksakan, bisa juga jodoh itu karena kebiasaan (witing tresna jalaran soko kulina).

Berguru itu selain kepada yang ahli atau setidaknya kepada yang berusaha menjadi ahli.

Mengapa? kalau kepada yang ahli tentu tidak usah dipertanyakan lagi, tapi kepada yang

berusaha menjadi ahli karena yang berusaha itu pada dasarnya mencerminkan sifat tawaduk

mereka, bisa jadi mengaku ahli tapi kenyataannya tidak ahli, sebaliknya mengaku tidak ahli tapi

Semakin tinggi ilmu dan

kedudukan maka harus

makin bersahaja

I.

1

kenyataannya sangat ahli. Juga berguru kepada suri tauladan yang sudah berpindah alam atau

dengan kata lain sudah meninggal seperti para Nabi atau para Wali Allah, sesungguhnya jejak

para Nabi atau Wali itu sungguh luar biasa apabila mengetahui hakekat perbuatan mereka,

kebanyakan orang sering salah paham tentang ajaran nabi lalu mengaku aku paling benar, ini

mencerminkan pengetahuan mereka masih kurang dalam, tapi bagi yang mengetahui hakekat

dari perbuatan dalam hal ini contohnya Rasulullah SAW maka akan kita temukan suatu akhlak

mulia yang luar biasa.

Didalam belajar tidak hanya belajar tentang aturan-aturan atau ilmu keduniaan tapi perlu

juga belajar tentang pengendalian hawa nafsu, dengan mengendalikan hawa nafsu maka segala

ilmu akan mudah dipelajari, seiring dengan perjalanan kita menimba ilmu maka kita akan

mendapat ilmu baru yang tidak didapat orang tua maupun orang lain yaitu pengalaman.

Pengalaman adalah guru yang berharga dan dengan pengalaman itu kita tularkan ilmu kita

kepada orang lain supaya bisa saling asah, asih, asuh. Dan didalam berasah, asih, asuh kita tidak

usah membeda bedakan apa itu tua, muda, kaya dan miskin, pada hakekatnya mereka semua itu

sama, sama-sama makhluk Allah dan dari mereka punya jalan hidup serta ilmu masing-masing.

Bagi yang percaya dan yakin, petunjuk Tuhan itu terus menerus menerpa kita secara kita

sadari maupun tidak, ibarat cahaya matahari yang terus terang dan terang terus tanpa padam

sesaat pun, hanya manusia-manusia yang tertutupi hawa nafsunya sendiri yang tidak

mendengar panggilan-Nya, bagi yang menguasai hawa nafsunya dengan menggunakan nafsu

mutmainah sebagai pemimpin maka dia akan dengan mudah mendapat petunjuk-Nya. petunjuk

Tuhan itu walaupun sekecil apapun akan diolah untuk mencapai kesempurnaan dalam arti lain

petunjuk yang pada awalnya kelihatan sepele tapi karena disyukuri maka akan menjadi besar,

suatu contoh yang populer adalah ketika Imam Ghazali melihat lalat yang bertengger di

penanya dan beliau berhenti menulis sejenak membiarkan lalat itu minum tinta yang ada di

penanya, dan beliau mendapatkan pencerahan dari seekor lalat, maka inilah pentingnya kita

untuk tawaduk atau merendah terhadap segala ciptaan-Nya. Bagi yang bisa mengolah segala

petunjuk-Nya untuk dijadikan sarana semakin mendekatkan diri kepadaNya maka dia berhak

mendapat predikat orang tua, orang tua disini maksudnya adalah orang yang telah tua ilmunya,

sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri dan paham akan konsep sejatinya manusia.

Banyak orang yang salah paham akan konsep manunggaling kawula gusti, manunggaling

kawula gusti secara sosial atau lex humana bisa diartikan bersatunya pemimpin dan rakyat yang

dipimpinnya, kalau yang ini sudah banyak yang paham. Akan tetapi manunggaling kawula lan

gusti secara hubungan dengan ketuhanan atau lex divina bisa diartikan menemukan Tuhan

didalam dirinya sendiri, Tuhan itu dimana sih? apa di atas Arasy-Nya dan Dia sedang duduk

bersila? tentu saja Tuhan tidak begitu, Tuhan itu tiada daya apapun atas Dia, ada suatu

ungkapan yang menyebutkan bahwa Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita, bukankah urat

leher itu bagian dari diri kita, tapi kenapa Tuhan lebih dekat dari bagian tubuh kita sendiri?

Seperti perumpamaan katakanlah manusia itu adalah gambar, gambar itu lengkap dengan

gambar bagian dalam manusia, ada gambar otak, usus, jantung, paru-paru tulang dan

sebagainya, katakanlah pusat dari gambar manusia itu gambar jantung, apabila kita

menyentuhkan jari kita kepada gambar jantung maka mana yang lebih dekat antara jari kita-

gambar jantung atau gambar leher-gambar jantung? tentu saja jari kitalah yang terdekat,

begitulah penjelasan dari ungkapan “Tuhan itu lebih dekat dari urat leher kita" dan untuk

menjelaskan itu semua maka perlu pemahaman ke dimensi yang lebih tinggi yaitu dimensi ke

empat, tapi bukan berarti Tuhan itu berdimensi empat, sekali lagi Tuhan itu tiada suatu akal,

ilmu dan imajinasi yang dapat melihat wujud-Nya yang sejati, tapi walaupun begitu kita bisa

merasakan kehadiran-Nya didalam sanubari kita yang terdalam.

Berbicara tentang manunggaling kawula lan Gusti atau paham wahdatul wujud maka

harus ada pemahaman yang benar, apabila kita dipanggil oleh pak guru maka jawab kita adalah

"saya pak guru", tapi apabila yang memanggil adalah Gusti (Tuhan) maka jawabnya adalah

"kawula Gusti". Manunggaling kawula Gusti bukan berarti Gusti adalah kawula dan kawula

adalah Gusti, pemahaman seperti itu adalah pemahaman Pantheisme yang berbeda dengan

kawula Gusti yang sebenarnya, ibarat joki dan kudanya sudah menyatu maka dengan mudah

akan memenangkan pertandingan pacuan kuda, tapi bukan berarti kuda itu joki atau joki itu

kuda, joki tetaplah joki dan kuda tetaplah kuda. Lalu bagaimana pemahaman yang sebenarnya?

Apabila Tuhan berkenan menjadikan mata kita untuk melihat, menjadikan telinga kita untuk

mendengar, menjadikan kaki untuk berjalan, menjadikan semua bagian indera kita serta batin

kita terbuka dan kita menyadari itu semua karena ijin Allah maka itulah manunggaling kawula

Gusti.

Ketika kita memahami hakikat maka kita akan menjadi pemenang atas diri sendiri

sehingga kita dapat menggunakan nafsu muthmainah kita sebagai pemimpin dari segala nafsu

kita, lalu apakah nafsu muthmainah itu? nafsu yang ingin selalu dekat kepadaNya, hanya nafsu

muthmainah yang mendengar panggilan-Nya sedangkan nafsu-nafsu lainnya hanya sibuk

mengurusi keduniaan, maka apabila anggapan bahwa panggilan itu hanya berlaku untuk umat

Muhammad itu benar, benar dalam arti umat muhammad itu umat yang terpuji atau umat yang

menjunjung tinggi akhlak mulia serta mempraktekannya didalam kehidupannya sehari hari

apapun agama yang dianutnya, salah apabila umat Muhammad itu diartikan sebagai hanya

umatnya Nabi Muhammad SAW karena beliau adalah Rohamtan Lil ‘alamin, rahmah bagi

seluruh alam.

Dalam setiap kita bergaul atau di kita maka dari itu untuk mewujudkan sikap tahu diri

yang pas dan bisa diterapkan kepada orang banyak maka kita harus sering bertafakur lalu

bertadzabur setiap ada kesempatan dan waktu luang. Bertafakur itu artinya berpikir akan

kekuasaan Allah yang terbentang diseluruh penjuru jagat raya betapa kecilnya kita ini,

jangankan kita, bumi aja seperti setitik debu di jagat raya ini, lalu kita bertadzabur itu

maksudnya melihat menembus kedalam atau

berdzikir dengan menyebut nama-Nya tidak cukup

hanya dimulut sekian kali tapi didalam hati sambil

meresapi makna dari nama-Nya yang kita sebut,

sesungguhnya Nur dari nama-nama-Nya itu ada

dibalik ciptaan-Nya. Didalam bertafakur dan

bertadzabur maka hendaknya kita pergi ke alam

terbuka supaya bisa lebih meresapi laku pikir dan

dzikir kita sambil bersepeda atau jalan-jalan di alam

terbuka sambil mensyukuri keindahan pemandangan

alam yang terbentang. Didalam pikir dan dzikir kita

maka sisipkanlah suatu cita-cita kita bisa berupa

keinginan-keinginan yang bersifat keduniaan seperti

ingin kaya, kedudukan dan sebagainya semua itu

boleh kita cita-citakan dengan syarat semua itu harus

kita labuhkan dijalan Allah atau semua karena Allah, akan tetapi cita-cita yang paling mulia

adalah agar diri kita segera di diduduki oleh rahman dan rahim-Nya, dengan kata lain kita sudah

sampai pada taraf makrifat atau penuh dengan kearifan.

TENTUKAN SECARA PASTI TUJUAN HIDUP

Didalam jalan menuju Allah maka kuatkanlah tekad serta berusaha dengan tekun, tekun

disini bermakna setia dan telaten mengikuti arah teken atau petunjukNya dan siapa saja yang

sepanjang hidupnya terus menerus mencari petunjuk Allah dan mengikutinya maka akan

sampai ketujuan, petunjuk itu tidak hanya syari'at didalam Qur'an dan hadits tapi juga petunjuk

tersirat dari segala ciptaan-Nya dan petunjuk dari dalam hati yang terdalam.

Setelah menentukan tujuan hidup kita maka selanjutnya adalah mengolah segala petunjuk

itu dengan akal budi kita dan menghayati cinta kasih. Akal budi kita berdayakan untuk

mewujudkan segala cita-cita kita, segala cita-cita kita yang bersifat keduniaan maupun akherat

maka hendaknya diwujudkan dengan cara-cara yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi

sesamanya, salah satu contoh tujuan hidup yang untuk Allah tapi tidak diolah dengan akal budi

yang baik adalah para pengebom bunuh diri, mereka tahu tujuan hidup mereka untuk Allah

Memahami hakikat melampaui objektivitas.

walaupun ada juga yang demi mendapatkan surga dan mereka tidak berpikir bahwa mencintai

sesama itu adalah jihad juga, alangkah indahnya apabila ajaran agama disampaikan dengan rasa

cinta kasih antar sesama tanpa rasa benci sedikitpun, mereka juga tidak berpikir apa dampak

dari pengeboman itu terhadap keluarga para korban, mereka hanya memikirkan diri sendiri

masa bodoh dengan orang lain, sesungguhnya ini bukan ajaran Islam, sebab kata Islam berasal

dari kata "salaam".

Kesungguhan dari tekad kita didalam mewujudkan cita-cita kita karena Allah dan

mengharapkan curahan ilmu dari tepi samudera ilmu-Nya Allah maka Allah berkenan

memberikan setetes dari samudera ilmu-Nya Allah oleh karena kuatnya tekad dan kesungguhan

kita. Walaupun setetes bagi Allah tapi menjadi sebanyak lautan ditangan kita, segala sesuatu

yang sangat kecil tapi disyukuri maka akan menjadi sangat besar, segala sesuatu perbuatan baik

kita sekecil apapun apabila kita benar-benar ikhlas karena Allah maka akan menjadi perbuatan

besar yang nilainya tak terhitung ibarat bilangan berapapun dibagi nol akan menjadi tak

terhingga dan nol adalah simbol dari akhlal mulia : ikhlas.

Ajaran Rasulullah SAW sesungguhnya sudah mencakup semua ajaran Nabi dan Rasul

terdahulu. Inti dari akhlak Rasul adalah akhlak mulia. Inilah sunnah Rasul yang sejati diatas

segala sunnah lainnya. Lalu bagaimana caranya supaya bisa berakhlak mulia seperti nabi?

Akhlak mulia yang diteladankan kepada kita antara lain kejujuran. Rasulullah memberi teladan

kepada kita, bahwa kita harus jujur, terhadap segala kekurangan-kekurangan kita. Kemudian,

kekurangan-kekurangan yang kita sadari melalui kejujuran itu hanya bisa diatasi dengan

kecerdasan atau fatonah. Transformasi kejujuran menjadi optimalisasi kecerdasan harus kita

tafsirkan, sebagai satu perubahan, dari intelektual yang standar menjadi intelektual yang

cerdas, artinya membangun alur pikir yang sistematis, kritis dan radikal. Emosional yang masih

standar, juga harus kita bangun menjadi satu kecerdasan emosional yang luar biasa, sehingga

mampu menumbuhkan perasaan-perasaan yang positif, selalu mengarah pada rasa iba, rasa

sayang, rasa indah, rasa kasih, dan bukan rasa sedih, rasa benci, rasa iri, rasa dengki dan

perasaan negatif lainnya. Gangguan terhadap kecerdasan emosional akan mengganggu

kemapanan emosional untuk menuju kulminasi EQ (emotional quotion). Spriritual lebih dekat

dengan suara hati (God spot). Suara hati yang tidak pernah dikelola dengan baik, akan menjadi

stagnan. Untuk itu maka menjadi penting bahwa fungsi spiritual, harus selalu dipertajam atau

dicerdaskan, hingga berubah menjadi SQ (spiritual quotion). Berikutnya adalah kecerdasan

kinestetis, atau kesehatan jasmani, akan menjadi dinamis dan produktif, inovatif, kreatif dan

proaktif, apabila dipengaruhi oleh fatonahnya IQ dan SQ. Inilah yang akan dapat menciptakan

masyarakat yang rahmatan lil alamin. Sifat amanah itu merupakan turunan sifat sidiq dan sifat

fatonah, karena amanah adalah tanggungjawab. Jika seseorang memiliki kejujuran rohani, maka

ia akan memiliki kejujuran jasmani, jika orang memiliki kejujuran jasmani maka dia akan

menjadi orang yang tanggungjawab atau amanah terhadap amanat Allah. Kepada manusia

seperti itu, purnalah tugasnya sebagai khalifah fil ardhi/pemimpin di muka bumi. Maka dengan

demikian akan tumbuh sifat dan sikap untuk melakukan syiar atau tabligh tentang keteladanan

Rasulullah yang tak terbantahkan. Tidak ada kata lain dalam hidup ini kecuali berlandaskan

pada kejujuran, kecerdasan, tanggungjawab dan syiar yang melahirkan, pemikiran tentang

bagaimana memberdayakan informasi, komunikasi dan teknologi seperti saat ini. Marilah kita

mulai berbenah, mulai diri kita, mulai dari hal yang kecil dan mulai dari sekarang. Salam

ACPRILESMA.