10 skripsi safnida 14

46
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya diperoleh dari indikator pengetahuan masyarakat yang tinggi terhadap  permasalahan penyakit tertentu dalam mengatasi penanggulangan tahap awal terhadap faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, Depkes RI, 2011. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang terseut akan semakin luas pula pengetahuannya. !amun perlu ditekankan ahwa seorang yang erpendidikan rendah tidak erarti mutlak erpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu oyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek  positif dan negatif. "edua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap oyek tertentu. #emakin anyak aspek positif dari oyek yang diketahui, akan menumuhkan sikap makin positif terhadap oyek terseut, !otoatmodjo, 200$. "esadaran masyarakat akan perannya terhadap kesehatan keluarga sangat penting dalam upaya peningkatan penanggulangan penyakit se%ara dini yang nantinya akan dilanjutkan dalam pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh 1

Upload: arya-d-ningrat

Post on 10-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahUpaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya diperoleh dari indikator pengetahuan masyarakat yang tinggi terhadap permasalahan penyakit tertentu dalam mengatasi penanggulangan tahap awal terhadap faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, Depkes RI, 2011.Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut, Notoatmodjo, 2003.Kesadaran masyarakat akan perannya terhadap kesehatan keluarga sangat penting dalam upaya peningkatan penanggulangan penyakit secara dini yang nantinya akan dilanjutkan dalam pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap orang tua sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga.Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) sangat penting, karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang sangat sering terjadi dalam kehidupan keluarga. Hal ini mendapatkan perhatian serius, karena biasanya keluarga menganggap ISPA pada balita merupakan penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang dengan sendirinya. ISPA merupakan penyakit berbahaya karena bila keluarga membiarkan anaknya terkena ISPA dan tidak memberikan perawatan yang baik, dapat menyerang saluran nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menyebabkan radang paru-paru atau disebut dengan pneumonia yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian. Oleh karena itu keterlibatan orang tua diperlukan sebagai mekanisme untuk menurunkan dampak masalah kesehatan pada anak dan keluarganya, Iwan, 2010.ISPA merupakan penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan yaitu sebanyak 40-60 % dari seluruh kunjungan ke Puskesmas dan 15-30 % dari kunjungan rawat jalan dan rawat inap rumah sakit. ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru-paru) sering terjadi pada anak-anak apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan lingkungan yang tidak sehat, Anonim, 2010.Untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi anak terkena ISPA, peran orang tua sangat diperlukan dalam upaya pencegahan penyakit ISPA. Peran orang tua dalam mencegah penyakit ISPA diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan mengeai penyakit ISPA, mengatur pola makan dengan tujuan memenuhi nutrisi balita, menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus.

Berdasarkan laporan World Health Organization, bahwa ISPA menyebabkan 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia dibawah 5 tahun pada setiap tahunnya. Data World Healt Report, 2011, yang dikutip oleh Departemen Kesehatan RI menyatakan penyebab kematian nomor dua di dunia pada balita dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 19 %. Di beberapa negara Asia, Afrika dan Amerika latin, setiap tahun ISPA membunuh kira-kira 4 juta anak balita. Di negara-negara berkembang kematian yang tinggi terutama pada bayi dan balita yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20-30 %, Depkes RI, 2012.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Episode serangan batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai dengan 6 kali setahun, Depkes RI, 2011. Hasil Survei Kesehatan Nasional, Surkesnas, 2011 menunjukkan bahwa kematian akibat ISPA masih tinggi dengan PMR bayi sebesar 28% dan PMR balita sebesar 23%. Setiap tahunnya jumlah kematian ISPA mencapai 150 ribu kasus atau seorang balita meninggal tiap 5 menitnya, Surkesnas, 2011.Di Provinsi Aceh pada tahun 2012 berdasarkan data dari Puskesmas rawat jalan, penyakit ISPA menduduki peringkat pertama yaitu dengan jumlah penderita sebanyak 191.357 kasus, 55% diantaranya dialami oleh anak-anak, Dinkes Provinsi Aceh, 2012, dan data yang diperoleh di Kabupaten Bireuen pada tahun 2012 dari jumlah penduduk usia balita yang berjumlah 50.607 orang dijumpai kasus ISPA pada balita berjumlah 19.127 (3,78%). Pada tahun 2013, dari jumlah penduduk usia balita yang berjumlah 49.243 orang, dijumpai kasus ISPA pada balita berjumlah 6.088 orang (0,12%), Dinkes Kabupaten Bireuen, 2012.

Berdasarkan data yang diperoleh di Poliklinik Anak pada Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2013, jumlah kunjungan semua penyakit yang lazim terjadi pada anak berjumlah 3.869 orang, ISPA menduduki peringkat teratas dengan jumlah kunjungan 2.000 orang dandari data yang didapat sering dijumpai balita yang berobat di Poliklinik anak dengan ISPA yang berulang. Di Puskesmas Peusangan juga belum pernah dilakukan penelitian yang menyangkut dengan ISPA, hal inilah yang mendasari penulis untuk meneliti hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.B. Rumusan Masalah Pengetahuan sebagai dasar pemikirian seseorang atas sesuatu hal yang dapat memberikan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan memiliki peran yang besar terhadap sikap dan perilaku seseorang terhadap penanggulangan suatu masalah penyakit, berdasarkan hal tersebut yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014?.C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.2. Tujuan Khususa. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua tentang pencegahan ISPA di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

b. Untuk mengetahui peran orang tua tentang pencegahan ISPA di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

c. Untuk mengetahui pencegahan ISPA di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

e. Untuk mengetahui hubungan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian1. Profesi Keperawatan

Diharapkan penelitian ini dapat memberi masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan perencanaan keperawatan anak di instalasi kesehatan pada pusat pelayanan kesehatan masyarakat.2. Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen

Penelitian ini dapat membantu memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan dalam membuat kebijakan mengenai program menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita.3. Manfaat Metodologi.

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan terhadap perkembangan keilmuan.F.Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut :

1. Novita Fitrianingrum, 2010 penelitian berjudul : gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang penyakit ISPA di Puskesmas Deket Kabupaten Lamongan. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita memiliki pengetahuan yang kurang tentang ISPA yaitu 23 orang atau 76,7% dan tidak satupun ibu balita yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ISPA.2. Dian Indriani, 2011 penelitian berjudul : hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang infeksi ISPA dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan. Penelitian menunjukkan bahwa adanya Ada hubungan pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan perilaku pencegahan pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tirto II Kabupaten Pekalongan.3. Vevi Aspirany Yusuf, 2013 penelitian berjudul : hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan orang tua terhadap kejadian ISPA pada anak balita di Desa Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo. Penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan (p-Value 0,003), sikap (p-Value 0,001), dan tindakan (p-Value 0,001) dengan kejadian ISPA pada anak balita.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Pengertian PengetahuanPengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui panca indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior), Notoatmodjo, 2003.

2. Tingkatan Pengetahuana. Tahu ( Know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahun tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami ( Comprehension )

Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi ( Application )

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi yang riil. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis ( Analysis )

Yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis ( Synthesis )

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formula-formula yang ada.

f. Evaluasi ( Evaluation )

Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada, Notoatmodjo, 2003.3. Proses Penyerapan Ilmu PengetahuanMenurut Notoatmodjo, 2003 bahwa suatu pesan yang diterima oleh setiap individu akan melalui lima tahapan-tahapan yaitu :a. Awarnees ( Kesadaran )

Awarnees adalah keadaan dimana seseorang sadar bahwa ada suatu peranan yang disampaikan bahwa ada suatu pesan yang disampaikan.

b. Interest ( Merasa Tertarik )

Interest adalah seorang mulai tertarik akan isi pesan yang disampaikan.

c. Evaluation ( Menimbang-nimbang )

Evaluation merupakan tahap dimana penerima pesan mulai mengadakan penilaian keuntungan dan kerugian dari isi pesan yang disampaikan.

d. Trial ( Mencoba )

Trial merupakan tahap dimana penerima pesan mencoba mempraktekkan isi pesan yang didengarkan.

e. Adaption ( Adapsi )

Adaption merupakan tahap dimana penerima pesan mempraktekkan dan melaksanakan isi pesan dalam kehidupan sehari-hari.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Dalam Diri Seseorang

a.Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi dari media massa.

Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

b. Informasi / Media MassaInformasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c Sosial budaya dan ekonomiKebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.d. LingkunganLingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan individu.

e. PengalamanPengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. UsiaUsia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.B. Peran Orang Tua Dalam Pencegahan ISPAPeran adalah kumpulan dari perilaku yang secara relatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menenpati posisi sosial yang diberikan, atau peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial, Friedman, 2010.Kozier, 1995, mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap orang tua sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga. Menurut Nye dan Gecas, 1976, dalam Friedman, 2010, bahwa identifikasi peran dasar yang membentuk posisi sebagai orang tua yaitu:1. Peran sebagai provider (penyedia) yaitu peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasikan untuk memenihi kehidupan.2. Peran perawatan anak yaitu peran untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Orang tua diharapkan dapat melindungi dan mencegah terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.3. Peran sosialisasi anak yaitu peran mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.4. Peran pendidikan yaitu orang tua berperan dan bertanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kebutuhan dewasanya.5. Peran afektif yaitu peran memenuhi kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan kematian, jika tidak segera ditangani.Menurut Depkes, 2003, pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman.C. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)1. Pengertian ISPAMenurut Depkes, 2004, infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini berlangsung > 14 hari.

Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.2. Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan AkutDepkes, 2004, menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lainnya. ISPA bagian atas umumya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella, corynobacterium. Virus penyebab ISPA antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus Influenza, virus Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain. Di negara-negara berkembang umunya kuman penyebab ISPA adalah Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza.3. Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akuta. Berdasarkan lokasi anatomikPenyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPbA). Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold), Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian, World Health Organization, 2003.b. Berdasarkan golongan UmurBerdasarkan golongan umur, ISPA dapat diklasifikasikan atas 2 bagian, yaitu sebagai berikut:

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: Pneumonia berat dan bukan Pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan nafas cepat, yaitu pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat, World Health Organization, 2003.2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan terikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat, World Health Organization, 2003.4. Penularan ISPABibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang ada di udara akan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik berasal dari tubuh manusia, maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dan berupa saliva dan sputum.Oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan air bone disease. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni susupensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit ISPA tersebut yakni:a. Droplet nuclei, yaitu sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh yang berbentuk droplet dan melayang di udara.b. Dust, yaitu campuran antara bibit penyakit yang melayang.5. Tanda dan Gejala klinis ISPAISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Secara umum gejala dan tanda-tanda ISPA adalah terjadi demam, batuk, pilek dan disertai nafas cepat ataupun tarikan dinding dada ke bagian bawah dalam.Menurut Hundak dan Galo,2000, dikutip dari Agustama, 2005 penyakit paru atau saluran nafas dengan gejala umum maupun gejala pernafasan antara lain batuk, sputum berlebihan, hemoptisis, dispnea dan dada nyeri.Pertama, batuk merupakan gejala paling umum akibat penyakit pernafasan. Rangsangan biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing berukuran kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering. Kedua sputum, orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran pernafasan, sedangkan dalam keadaan gangguan saluran pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100 ml per hari. Ketiga, Hemoptisis, yaitu istilah yang digunakan untuk batuk darah atau sputum berdarah. Keempat, dispnea atau sesak nafas yaitu perasaan sulit bernafas dan nyeri dada.D. Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)Mengetahui masalah kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting diketahui oleh orang tua karena dengan mengenal tanda/gejala dari suatu gangguan kesehatan bisa memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terjadinya penyakit, Notoatmodjo, 2007.Dalam pencegahan ISPA pada balita, orang tua harus mengerti tanda dan gejala ISPA, penyebab, serta faktor-faktor yang mempermudah balita untuk terkena ISPA. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit ISPA menyebabkan tingginya kejadian ISPA pada balita dan membuat orang tua tidak mengobati anaknya ketika terkena ISPA sehingga memperburuk keadaan infeksi yang dialami oleh anak, Rahajoe, 2008.1. Mengatur Pola Makan AnakMenurut Sumirta, 2005 salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah pola pemberian makanan. Suatu pola makan yang seimbang dan teratur akan menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya sehingga zat gizi yang dikonsumsi seimbang satu sama lain, Grodner et al, 2000.

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi. Anak dengan status gizi yang buruk memiliki daya tahan tubuh terhadap tekanan dan stress menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Sebaliknya penyakit infeski pada balita akan mempengaruhi pertumbuhan balita seperti berkurangnya berat badan, Almatsier, 2001.Hal ini disebabkan oleh hilangnya nafsu makan penderita infeksi sehingga masukan atau intake zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan tubuh. Keadaan infeksi juga dapat meningkatkan eksisi nitrogen melalui kencing yang diakibatkan oleh mobilisasi asam amino jaringan perifer sehingga menimbulkan berkurangnya jumlah protein didalam tubuh (Solihin, 2003). Untuk itu balita yang telah terkena infeksi memerlukan zat gizi yang tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk pemulihan kondisi tubuh.Almatsier (2001) menyebutkan ada tiga fungsi zat gizi yaitu: (1) memberi energi, (2) pertumbuhan dan pemulihan jaringan tubuh, (3) mengatur proses tubuh. Sedangkan menurut Sediaoetomo (1987) ada lima fungsi zat gizi yaitu: (1) sumber energi atau tenaga, (2) menyokong pertumbuhan badan, (3) memelihara jaringan tubuh dan mengganti yang rusak, (4) mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan dalam cairan tubuh (keseimbangan air, asam basa dan mineral), dan (5) berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelbagai penyakit sebagai antioksidan dan antibodi. Jadi, fungsi zat gizi dalam penanganan kekambuhan ISPA diperlukan untuk fungsi pemulihan jaringan tubuh dan mekanisme pertahanan tubuh.Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya. Makanan dengan rasa manis, biasanya paling disukai misalnya cokelat, permen dan es krim. Jenis makanan ini menimbulkan rasa kenyang dan dapat mengurangi nafsu makan sehingga pada masa balita sering terjadi malnutrisi, Kartasurya, 1999 & Grigsbby, 2003. Orang tua khususnya ibu berperan dalam pengaturan makanan bagi balita dalam pemenuhan kebutuhan gizi balita dan mengelola makanan yang sehat untuk balita, Sulistijani & Herlianty, 2001 dalam Siregar, 2004.

Pemberian makan pada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Pemenuhan kebutuhan gizi balita makanan harus memenuhi syarat yaitu makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada umurnya seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang ; makanan harus bersih dan bebas dari kuman. Kebutuhan energi bagi balita dapat diperoleh dari berbagai makanan seperti: beras, jagung, gandum, ubi atau talas, kentang, dan kacang-kacangan. Sumber lemak dapat diperoleh dari daging sapi, daging ayam, minyak kacang tanah, minyak kelapa dan lemak sapi, mentega, serta coklat. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (telur ayam, telur bebek, udang segar, ikan segar) dan protein nabati (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau, tahu dan tempe serta keju. Disamping kebutuhan akan karbohidrat, lemak dan protein kebutuhan vitamin, mineral, air dan serat balita juga harus terpenuhi, Almatsier, 2001.

2. Menciptakan Kenyamanan Lingkungan RumahFaktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan proses interaksi antara penjamu dan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Kondisi lingkungan yang kurang sehat akan mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh lingkungan yang kurang bersih adalah ISPA. Adapun faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor fisik rumah seperti kepadatan hunian, dan ventilasi, Iswarini, 2006.3. Kepadatan HunianBanyak rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya tidak disesuaikan dengan peruntukannya, maka dapat terjadi gangguan kesehatan. Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya. Penentuan bentuk,ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan standart minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tempat tinggal harus mempunyai ruangan kamar tidur, ruangan tamu, ruangan makan, dapur, kamar mandi, dan kakus, Syahril, 2006.

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga tersebut. Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan maka ukuran ruang tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun. Untuk umur dibawah 5 tahun ukuran ruang tempat tidur 4,5 m3. Luas lantai minimal 3,5 m2 untuk setiap orang dengan tinggi langit-langit tidak < 2,75 m2, Agustama, 2005.

Untuk dapat mengurangi kepadatan hunian rumah orang tua harus dapat memosifikasi lingkungan rumah agar tidak padat. Barang yang tidak diperlukan sebaiknya disingkarkan karena hanya akan mempersempit ruangan. Disamping itu juga orang tua harus dapat membagi jumlah anak yang tidur dalam satu kamar dengan balita tidak terlalu banyak karena semakin banyak jumlah orang yang tidur dalam satu kamar akan meningkatkan jumlah bakteri patogen sehingga mempermudah penularan bakteri atau virus penyebab ISPA melalui droplet ataupun kontak langsung.4. VentilasiBerdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829 /Menkes/ SK /VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanent minimal 10% dari luas lantai. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pertukaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan pembangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut: luas bersih dari jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya sepersepuluh dari luas lantai ruangan, jendela/ruang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi mimimal 1,95 m dari permukaan lantai, adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit 0,3 5% luas lantai yang bersangkutan.Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi, yang pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurang ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam udara akan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri dan patogen. Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri dan patogen karena terjadi aliran udara terus-menerus. Fungsi lain adalah menjaga agar ruangan rumah berada dalam kelembaban yang optimum.Untuk itu orang tua diharapkan dapat menciptakan kondisi rumah yang mempunyai ventilasi yang cukup agar kelembaban udara didalam ruangan tidak mengganggu kesehatan balita. Salah satu hal sederhana yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah membuka jendela setiap pagi hari agar udara dapat bersirkulasi dan dapat membebaskan udara dari bakteri dan patogen.5. Menghindari faktor pencetus pencemaran udaraPencemaran udara dalam rumah terjadi terutama karena aktivitas penghuninya, antara lain penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan minyak tanah, asap rokok dan penggunaan insektisida semprot maupun bakar, namun keberadaan asap dalam ruangan tidak terlepas dari keadaan ventilasi rumah, Syahril, 2006.Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829 /Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, dapur yang sehat harus memiliki lubang asap dapur. Dapur yang tidak memiliki lubang asap dapur akan menimbulkan banyak polusi asap ke dalam rumah dan kondisi ini akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita karena asap akan dapat mengiritasi saluran pernafasan. Dianjurkan orang tua yang menggunakan bahan bakar biomassa di dalam rumah membuat cerobong asap untuk pengekuaran asap dan ibu tidak mengendong balita ketika sedang memasak didalam dapur.Keberadaan anggota keluarga yang merokok mempengaruhi kejadian ISPA pada balita. Polusi udara oleh CO akan terjadi selama merokok. Asap yang berterbangan tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya sehingga dapat membahayakan orang disekitarnya. Asap rokok sangat berbahaya bagi balita karena balita masih mempunyai daya tahan tubuh yang masih rendah. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberi resiko ISPA khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu. Dewa, 2001, menunjukkan bahwa bayi dan balita yang terpapar asap rokok mempunyai resiko 7,1 kali lebih besar untuk terkena ISPA. Oleh sebab itu, dianjurkan kepada orang tua untuk tidak merokok di dekat balita karena asap yang berasal dari asap rokok dapat mengiritasi saluran pernafasan balita disamping itu juga kandungan zat kimia yang terdapat dalam asap rokok yang sangat berbahaya.Paparan debu baik di dalam rumah maupun di luar rumah juga berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Debu yang setiap harinya kita hirup dalam konsentrasi tinggi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan kesehatan manusia. Akibat menghirup debu yang langsung dapat dirasakan adalah rasa sesak dan keinginan untuk bersin dikarenakan adanya gangguan pada saluran pernafasan, Zang, 2004.E. Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi inividu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak hanya badan atau ucapan. Sedangkan batasan-batasan perilaku adalah respon (reaksi, tanggapan, jawaban, dan balasan) yang dilakukan suatu organisme, secara khusus merupakan bagian dari kesatuan pola reaksi suatu perbuatan atau aktivitas, suatu kompleks gerak-gerik. Menurut Green dalam Notoatmodjo, 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ada tiga faktor utama :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya.3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas kesehatan.F. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori modifikasi menurut Notoatmodjo, 2003, Depkes RI, 2003, WHO, 2003BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Pada teori yang telah dikemukakan dalam tinjauan pustaka, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 3.1Kerangka Konsep PenelitianB. Hipotesis Penelitian

1. Ha:Ada hubungan pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita.

Ho:Tidak ada hubungan pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita.2. Ha:Ada hubungan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita.

Ho:Tidak ada hubungan peran orang tua dengan pencegahan ISPA pada balita.C. Defenisi Operasional Variabel

Tabel 3.1.

Definisi Operasional

No.No.Variabel PenelitianDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurSkala UkurHasil Ukur

Variabel Dependen

1.

Pencegahan ISPA

Penanganan yang dilakukan untuk menghindari terjadinya Infeksi saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya.Penyebaran Kuesioner

Kuesioner

Ordinal

1. Ada melakukan2. Tidak melakukan

Variabel independen

2.3.Pengetahuan Tentang Pencegahan ISPAPeran Orang TuaPemahaman orang tua mengenai penyakit ISPASerangkaian perilaku orang tua yang diharapkan tidak terjadinya ISPA pada balitaPenyebaran Kuesioner

Penyebaran KuesionerKuesionerKuesionerOrdinalOrdinal1. Baik

2. Kurang

1. Ada2. Tidak Ada

D. Cara Pengukuran Variabel

1.Pengetahuan Tentang Pencegahan ISPAMenurut Nursalam, 2003, pengetahuan dapat dikategorikan dengan menggunakan rumus rata-rata ( x ) : a. Baik, bila x x b. Kurang, bila x < x(nilai x = 50%)

2.Peran Orang TuaUntuk pertanyaan peran nilainya :

a. Ya= 0b. Tidak= 1Kemudian dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu Ada (memiliki peran) dan Tidak Ada (tidak memiliki peran), dengan standar:

a. Ada, bila x x

b. Tidak Ada, bila x < x(nilai x = 50%)Dengan menggunakan rumus mean yaitu menurut, Budiarto, 2002 :

x

X =

n

Keterangan :

X= Mean (rata-rata)

x= Nilai tiap pengamatan

N= Jumlah pengamatan3.Pencegahan ISPAMenurut Nursalam, 2003, pengetahuan dapat dikategorikan dengan menggunakan rumus rata-rata ( x ) :

a. Ada, bila xb. Tidak ada, bila < x(nilai x = 50%)BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik. Peneliti menggunakan rancangan penelitian metode cross sectional (potong lintang), karena pada penelitian ini variabel independent dan dependent akan diamati pada waktu (periode) yang sama. Rancangan penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan penyakit ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen tahun 2014.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. TempatTempat penelitian telah dilakukan di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen.

2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 07 Mei 2014 sampai dengan 03 September 2014.Dengan rincian, pengambilan data awal tanggal 07 Mei 2014, seminar proposal tanggal 15 Juli 2014, penyebaran kuesioner untuk penelitian tanggal 17 Juli 2014, pengolahan data tanggal 18 Juli 2014, perbaikan hasil skripsi tanggal 23 Agustus 2014 sampai dengan 03 September 2014.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang membawa anak balitanya ke Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen.

2. Sampel Sampel penelitian ini adalah ibu-bu berkunjung ke Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen. Tehnik pengambilan sampel dengan rancangan sampel seadanya / sampling aksidental (Accidental Sampling) yaitu berjumlah 30 ibu-ibu yang didapatkan berdasarkan kebetulan, siapa saja yang ditemui, sesuai dengan persyaratan data yang diinginkan, Machfoed, 2009.

Kriteria Sampel :

a. Bisa baca tulisb. Ibu mempunyai anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun.c. Bersedia menjadi responden penelitian.D. Alat dan Metode Pengumpulan Data1. Alat Pengumpulan DataAlat yang digunakan dalam penelitian ini atau disebut juga instrumen penelitian adalah kuesioner yang berisikan beberapa pertanyaan yang akan dijadikan penilaian untuk proses analisa data. Kuesioner ini sebelumnya telah diuji terlebih dahulu ketepatannya sebagai alat ukur dengan cara uji validitas dan reliabilitas.a. Uji Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur, Sugiyono, 2006.

Uji instrumen penelitian dilakukan terhadap 10 pasien di Puskesmas Kuta Blang Kabupaten Bireuen. Berdasarkan hasil pengujian validitas dengan menggunakan SPSS, dengan jumlah pertanyaan sebanyak 30 soal, pertanyaan yang valid sebanyak 24 soal dan pertanyaan yang tidak valid sebanyak 6 soal. Nilai validitas dari kolom Corrected Item-Total Correlation semua item lebih kecil dari nilai alpha Cronbach (< 0,712) dengan demikian seluruh pertanyaan dinyatakan valid.b. Uji Reabilitas

Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan metode alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1.

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode alpha Cronbach untuk menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak. Setelah dilakukan pengujian reliabilitas pada SPSS V.19 diketahui bahwa nilai alpha Cronbach : 0,712 dengan demikian dilihat dari reliabilitas instrumen penelitian dapat disimpulkan reliabel.2. Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian adalah :

a. Data Primer, dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada ibu-ibu yang memiliki balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen. Data primer yang dikumpulkan adalah semua data dari variabel penelitian. b. Data Sekunder, data yang dikumpulkan sebagai data pendukung dari penelitian yang didapatkan dari beberapa sumber di Wilayah Kerja Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen.E. Pengolahan dan Analisa Data1.Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan proses yang penting dalam penelitian, oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Pengolahan data dilakukan secara manual, mengikuti langkah-langkah, Budiarto, 2002 :

a. Pemeriksaan data (editing)

Yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan dari daftar pertanyaan. Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa data ialah menjumlahkan dan melakukan koreksi.b.Pemberian kode (coding)

Untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua variabel diberi kode terutama data klasifikasi.

c.Penyusunan data (tabulating)

Yaitu pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan

2.Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data maka dilakukan analisis data. Analisa data penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat.a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian yang akan menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variable, Notoatmodjo, 2003.b. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi, Notoatmodjo, 2003. Analisis bivariat menggunaan uji chi-square dengan rumus :

keterangan :

X2: Nilai Chi-Square

O: Frekuensi yang diamatiE: Frekuensi yang diharapkanBAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada responden tentang hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan penyakit ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen Tahun 2014, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Distribusi Frekuensi Karakteristik RespondenTabel 5.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen Tahun 2014No.Karakteristik RespondenFrekuensiPersentase

(f)(%)

1.Umur

30 tahun1240,0

> 30 tahun1860,0

2.Pendidikan

Rendah (SD dan SMP sederajat)26,7

Menengah (SMA sederajat)1963,3

Tinggi (Perguruan Tinggi)930,0

3.Status Perkawinan

Menikah2996,7

Janda/Duda13,3

4.Pekerjaan

PNS723,3

TNI/POLRI26,7

Pegawai Swasta / Wirasarasta413,3

Petani/Pekebun/Nelayan310,0

Lainnya : (Ibu Rumah Tangga)1446,7

Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa karakteristik responden yang terbanyak yaitu berdasarkan umur > 30 tahun sebanyak 18 orang (60%), pendidikan sedang sebanyak 19 orang (63,3%), status menikah sebanyak 29 orang (96,7%), dan pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga sebanyak 14 orang (46,7%).2.Analisis Univariata.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pencegahan ISPATabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Orang Tua Tentang Pencegahan ISPA Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan

Kabupaten Bireuen Tahun 2014No.KategoriFrekuensiPersentase

(f)(%)

1.Baik2893,3

2.Kurang26,7

Jumlah30100

Sumber : Data Primer (diolah 2014)Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa pengetahuan orang tua tentang pencegahan ISPA pada kategori baik sebanyak 28 orang (93,3%) dan pada kategori kurang sebanyak 2 orang (6,7%).b.Distribusi Frekuensi Peran Orang Tua Tentang Pencegahan ISPA

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Peran Orang Tua Tentang Pencegahan ISPA Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan

Kabupaten Bireuen Tahun 2014

No.KategoriFrekuensiPersentase

(f)(%)

1.Ada2893,3

2.Tidak Ada26,7

Jumlah30100

Sumber : Data Primer (diolah 2014)Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa peran orang tua tentang pencegahan ISPA pada kategori ada sebanyak 28 orang (93,3%) dan kategori tidak ada sebanyak 2 orang (6,7%).c.Distribusi Frekuensi Pencegahan ISPA

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Pencegahan ISPA Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen Tahun 2014

No.KategoriFrekuensiPersentase

(f)(%)

1.Ada Melakukan2686,7

2.Tidak Melakukan413,3

Jumlah30100

Sumber : Data Primer (diolah 2014)Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa pencegahan ISPA pada kategori ada melakukan sebanyak 26 orang (86,7%) dan kategori tidak melakukan sebanyak 4 orang (13,3%).2. Analisis Bivariata. Hubungan Pengetahuan Orang Tua Dengan Pencegahan ISPATabel 5.5

Hubungan Pengetahuan Orang Tua Dengan Pencegahan ISPA Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan

Kabupaten Bireuen Tahun 2014

No.Pengetahuan

Orang TuaPencegahan ISPAJumlahP

AdaTidak Ada

f%f%f%

1.Baik2589,3310,72886,70,0250,005

2.Kurang150,0150,0213,3

Jumlah30100

Sumber : Data Primer (diolah 2014)Berdasarkan Tabel 5.5. Distribusi responden yang berpengetahuan baik dan melakukan pencegahan ISPA yaitu sebanyak 25 responden (89,3%), angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik dengan tidak melakukan pencegahan ISPA sebanyak 3 responden (10,7%). Hasil analisis menggunakan uji exact fisher menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA (p = 0,025).b. Hubungan Peran Orang Tua Dengan Pencegahan ISPATabel 5.6Hubungan Peran Orang Tua Dengan Pencegahan ISPA Di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan

Kabupaten Bireuen Tahun 2014

No.Peran

Orang TuaPencegahan ISPAJumlahP

AdaTidak Ada

f%f%f%

1.Ada2692,927,12886,70,0140,005

2.Tidak00,02100213,3

Jumlah30100

Sumber : Data Primer (diolah 2014)Berdasarkan Tabel 5.6. Distribusi responden yang ada memiliki peran dan melakukan pencegahan ISPA yaitu sebanyak 26 responden (92,9%), angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang ada memiliki peran dengan tidak melakukan pencegahan ISPA yaitu sebanyak 2 responden (7,1%). Hasil analisis menggunakan uji exact fisher menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan pencegahan ISPA (p = 0,014).B. Pembahasan1. Pengetahuan Orang Tua Dengan Pencegahan ISPABerdasarkan hasil penelitian, responden yang mempunyai pengetahuan baik yaitu berjumlah 28 responden (93,3%) dan responden yang mempunyai pengetahuan kurang yaitu berjumlah 2 responden (6,7%). Hasil uji silang pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA (p = 0,025).Penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang pencegahan ISPA. Namun masih adanya responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang pencegahan ISPA. Menurut peneliti, hasil penelitian ini berkaitan dengan tingkat pendidikan responden yang rata-rata memiliki pendidikan menengah ke atas sebanyak 21 orang (70%). Asumsi penulis terhadap penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang tentang pencegahan ISPA.Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003), yang menyatakan bahwa pendidikan didefinisikan sebagai proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang sesuatu hal menjadi tahu, dan dari tidak mampu menjadi mampu untuk mengatasi masalah sendiri secara mandiri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuan dan sikap akan meningkat dan kemudian diaplikasikan melalui perilaku dalam pengambilan keputusan yang tepat untuk melakukan tindakan.

Dari hasil penelitian ini juga didapatkan 3 responden (10,7%) yang berpengetahuan baik tetapi tidak ada melakukan pencegahan ISPA. Hal ini dikarenakan responden yang berpengetahuan tinggi tentang penyakit ISPA tersebut tidak mengaplikasikan pengetahuannya seperti yang semestinya. Sehingga walaupun seseorang memiliki pengetahuan tinggi, bisa juga terkena ISPA. Begitu juga responden yang mempunyai pengetahuan rendah tidak menderita penyakit ISPA hal ini dikarenakan sudah menjadi kebiasaan dari seseorang untuk tetap menjaga kesehatan dirinya walaupun pengetahuan mereka kurang.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vevi Apriany Yusuf (2013), yang menyatakan bahwa masih terdapat responden yang berpengetahuan baik tetapi anaknya dapat terkena ISPA sebesar 68,8%. Hubungan pengetahuan dengan pencegahan ISPA sangat erat kaitannya namun belum menjamin tidak terjadinya kejadian ISPA pada dirinya sendiri atau pihak keluarganya. Faktor-faktor yang berhungangan dengan kejadian ISPA seperti lingkungan, sosiodemografi dan lainnya dapat juga mempengaruhi seseorang mengalami ISPA, berarti pengetahuan bukan menjadi salah satu faktor utama seseorang mengalami kejadian ISPA.2. Peran Orang Tua Dengan Pencegahan ISPA

Berdasarkan hasil penelitian, responden yang ada mempunyai peran yaitu berjumlah 28 responden (93,3%) dan responden yang tidak mempunyai peran yaitu berjumlah 2 responden (6,7%). Hasil uji silang pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan pencegahan ISPA (p = 0,014).Menurut peneliti, hasil penelitian ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan responden yang rata-rata memiliki pengetahuan baik sebanyak 28 orang (93,3%). Asumsi penulis terhadap penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka akan semakin tinggi pula peran seseorang tentang pencegahan ISPA.

Hal ini sejalan dengan pendapat Iwan (2009), yang menyatakan bahwa peran seseorang terhadap penyakit ISPA berkaitan dengan tingkat pengetahuan seseorang mengenai penyakit ISPA tersebut. Pencegahan kejadian ISPA tidak terlepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus.Dari hasil penelitian ini juga didapatkan 2 responden (7,1%) yang mempunyai peran tetapi tidak ada melakukan pencegahan ISPA. Menurut asumsi penulis hal ini dikarenakan responden yang memiliki peran tentang pencegahan ISPA tersebut tidak mempunyai inisiatif dan cenderung melakukan tindakan yang pasif terhadap kejadian ISPA, sehingga walaupun seseorang memiliki peran terhadap pencegahan ISPA, bisa juga terkena ISPA. Begitu juga responden yang tidak mempunyai peran terhadap pencegahan ISPA dan tidak juga menderita penyakit ISPA, hal ini dikarenakan faktor kerentanan seseorang tersebut dengan penyakit ISPA tidak menjadi faktor penentu dalam kejadian penyakit ISPA.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Indriani (2011), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara peran orang tua dengan pencegahan ISPA (0,001). Hubungan peran orang tua dengan pencegahan ISPA didasari pada tindakan responden dalam mencegah terjadinya ISPA secara baik yang akan berdampak pada kesehatan balita.

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian hubungan pengetahuan dan peran orang tua dengan penyakit ISPA pada balita di Poliklinik Anak Puskesmas Peusangan Kabupaten Bireuen Tahun 2014, didapatkan hasil :

1. Pengetahuan orang tua tentang pencegahan ISPA pada kategori baik.2. Peran orang tua tentang pencegahan ISPA pada kategori ada.3. Pencegahan ISPA pada kategori ada melakukan.4. Ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan pencegahan ISPA.5. Ada hubungan antara peran orang tua dengan pencegahan ISPA.B.Saran

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi profesi keperawatan dalam meningkatkan pengetahuannya dalam melakukan tindakan penatalaksanaan penyakit ISPA serta mampu memberikan konseling tentang penyakit ISPA ke masyarakat. 2. Bagi Puskesmas Peusangan dapat terus memberikan penyuluhan dan informasi lebih lanjut terhadap masyarakat terutama ibu-ibu tentang pencegahan ISPA pada balita dengan baik dan benar.3. Bagi Dinas Kesehatan untuk lebih memprioritaskan kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat serta membuat kebijakan mengenai program menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita.4. Bagi peneliti lain diharapkan dapat mengembangkan lebih lanjut pada penelitian sejenis, seperti membahas tentang cara memberikan obat, kondisi lantai rumah, ventilasi jendela yang dapat mempengaruhi perawatan ISPA pada balita dengan baik dan benar.

1

8

Faktor Predisposisi

(predisposing factor)

Pengetahuan

Tahu

Memahami

Aplikasi

Analisis

Sintesis

Evaluasi

(Notoatmodjo, 2003)

2.Peran Orang Tua

Pencegahan ISPA

Imunisasi

Gizi

(Depkes RI, 2003)

Faktor Pemungkin

(enabling factor)

Rumah Sakit

Puskesmas

Posyandu

Klinik / Praktek Kesehatan

PENCEGAHAN ISPA

Faktor Penguat

(reinforcing factor)

Tokoh Masyarakat

Tokoh Agama

Petugas Kesehatan

Variabel Dependen

Variabel Independen

Pengetahuan Orang Tua

Pencegahan ISPA

Peran Orang Tua

29

f

x =

N

f

x =

N

32

X2 =

(O E)2

E

37

45

PAGE