100055114 urban sprawl purwokerto
TRANSCRIPT
2012 ANALISIS SPASIAL FENOMENA URBAN
SPRAWL DI KOTA PURWOKERTO
Kelompok:
1. Marizha Ayu J
2. Meytria Putra
3. Muh. Rosyid N.A
4. Noviati
5. Winda Rumbadini
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Kota Purwokerto merupakan salah satu kota yang berkembang di Jawa
bagian tengah. Perkembangan kota ini tidak lepas dari posisinya sebagai
ibukota Kabupaten Banyumas. Kedudukannya sebagai pusat pemerintahan
sekaligus mendukung perkembangan sentra perdagangan dan industri.
Kota Purwokerto saat ini menjadi pusat pertumbuhan sentra-sentra
perekonomian di Kabupaten Banyumas. Pusat-pusat pemerintahan,
perkantoran, pendidikan, perbankan, kantong-kantong bisnis baik
perdagangan, industri maupun usaha jasa tumbuh dan berkembang menjadi
daya tarik arus perpindahan penduduk. Mereka yang datang dan terus
memadati Kota Purwokerto tidak saja berasal dari daerah-daerah pinggiran di
wilayah Kabupaten Banyumas, tetapi juga dari luar daerah. Hal ini di satu sisi
mendatangkan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan Kota
Purwokerto, tetapi di sisi lain menyisakan masalah-masalah kependudukan
seperti semakin padatnya kawasan permukiman dan pencemaran lingkungan.
Pertambahan jumlah penduduk secara langsung berpengaruh terhadap
pemanfaatan lahan Kota Purwokerto yang saat ini didominasi oleh
permukiman. Perkembangan permukiman di sentral kota menjadikan wilayah
ini jenuh permukiman sehingga nilainya sebagai wilayah layak huni memilih
untuk menghuni daerah pinggiran kota karena kemampuan mereka untuk
mengakses berbagai fasilitas di pusat kota. Perlahan, daerah pinggiran pun
kemudian berbenah diri menyediakan fasilitas untuk pendatang. Seiring
berjalannya waktu, daerah penggiran berkembang menjadi pusat-pusat
pertumbuhan dan mampu menyukupi kebutuhan masyarakatnya. Akibatnya
muncul fenomena yang disebut dengan urban sprawl atau pemekaran kota.
Perkembangan Kota Purwokerto pun menjadi menarik untuk dikaji.
Bagaimana pola yang terbentuk, bagaiman proses perubahannya, bagaimana
kecenderungannya dan apa faktor pendorongnya menjadi pokok bahasan
utama dalam makalah ini.
b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola keruangan Kota Purwokerto?
2. Bagaimana struktur keruangan Kota Purwokerto?
3. Bagaimana proses keruangan Kota Purwokerto?
4. Bagaimana interaksi keruangan yang terjadi?
5. Bagaimana kecenderungan keruangan yang terbentuk?
c. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pola keruangan Kota Purwokerto
2. Mendeskripsikan struktur keruangan Kota Purwokerto
3. Mendeskripsikan proses keruangan Kota Purwokerto
4. Mendeskripsikan interaksi keruangan yang terjadi di Kota Purwokerto
5. Mendeskripsikan kecenderungan keruangan yang terbentuk di Kota
Purwokerto
KAJIAN TEORI
a. Definisi Urban Sprawl
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban
didefinisikan sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai
pergi, datang, atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban
terkapar, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran
kota yang secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana.
Yaitu merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi.
Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hingga
mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasi
yang lebih rendah dibanding kota.
Fenomena Urban sprawl terjadi saat suatu kota sedang mengalami
pertumbuhan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi
penduduk dan jumlah area lahan secara acak. Fenomena Urban sprawl ini
memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah berkualitas dengan
harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun,
fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi
komunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baru
ini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota.
Beberapa contoh yang fenomena Urban sprawl yang dapat kita tinjau
adalah kawasan metropolitan Detabek, Depok-Tangerang-Bekasi dan yang
terjadi di Amerika Serikat belakangan ini. Depok, Tangerang dan Bekasi
sebenarnya merupakan daerah sprawl dari Metropolitan Jakarta. Mahalnya
harga pertanahan di pusat kota, dan daerah perkotaan menjadi faktor utama
yang menyebabkan banyak dari penduduk yang Jakarta berinisiatif untuk
mencari lahan di pinggiran kota. Sama halnya dengan yang terjadi di Amerika
Serikat, Sebelum tahun 1945, masyarakat Amerika hidup di lingkungan yang
aman dan nyaman. Masyarakat tinggal di lingkungan perumahan yang biasa
disebut sebagai Garden City Model (model kota taman) yang diperkenalkan
oleh Ebenezer Howard. Kota kecil seperti ini mempunyai filosofi
mengkombinasikan berbagai fungsi penunjang kehidupan untuk masyarakat
dengan beragam penghasilan serta kemudahan untuk menjangkau fasilitas-
fasilitas tersebut, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki (walkable). Akan
tetapi setelah perang dunia ke dua, mulai dibangun mall, pusat pertokoan,
jalan bebas hambatan (highway) dan infrastruktur yang jangkauannya harus
ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor (automobilecentris). Hal
ini telah mendorong perkembangan perkotaaan yang melebar dan tidak
terkendali (urban sprawl) yang terjadi sampai saat ini. Hal ini menyebabkan
institusionalisasi daerah-daerah sprawl (sebaran) menjadi daerah administrasi
definitif. Kota diarahkan untuk meminimimalisir ketertinggalan pembangunan
daerah-daerah sprawl. Pembangunan kawasan permukiman baru dan kawasan
fungsi lainnya oleh developer dipinggiran kota termasuk dalam rangka
meningkatkan kualitas fisik sprawl.
b. Pola Perkembangan Fisik Kota
Perkembangan-perkembangan ini dapat Umumnya proses perkembangan
fisik kota (urban sprawl), membentuk pola-pola perkembangan ruang
diantaranya adalah:
1. Pola perkembangan fisik kota yang bersifat konsentris (concentric
development/low density continous development).
Merupakan jenis perkembangan fisik kekotaan yang paling lambat
dimana perkembangan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua
bagian-bagian luar kenampakan fisik kekotaan. Karena sifat
perkembangannya yang merata di seluruh bagian luar kenampakan kota
yang telah ada, maka tahap berikutnya adalah akan membentuk suatu
kenampakan morfologi kota yang relatif kompak. Pada pola
perkembangan ini terlihat bahwa peranan jalur transportasi terhadap
perkembangannya tidak terlalu nampak.
2. Pola perkembangan memanjang (ribbon development/lineair
development/axial development).
Pola ini menunjukkan keadaan yang tidak merata perkembangan
areal kekotaan di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti kota.
Perkembangan paling cepat terjadi di sepanjang jalur transportasi,
khususnya yang bersifat menjari (radial) dari inti kota.
Daerah di sepanjang jalur transportasi mendapatkan tekanan paling
berat dari proses perkembangan ini. Melambungnya harga lahan pada
kawasan demikian semakin menggoda para pemilik lahan pertanian.
Makin cepatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan bukan
pertanian, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas di luar
pertanian, semakin padatnya bangunan semakin memperbesar gangguan
terhadap sektor pertanian yang ada di pinggiran kota, sehingga mendorong
petani untuk meninggalkan aktivitas pertaniannya dan menjual lahan yang
dimilikinya. Bagi masyarakat petani, hasil penjualan lahan ini kemudian
diinvestasikan kembali pada lahan yang lebih jauh dari kota sehingga akan
memperoleh lahan pertanian yang lebih luas.
3. Pola perkembangan fisik kota lompatan katak (leap frog development /
checkerboard development).
Pola perkembangan fisik kota jenis ini dinilai paling tidak efisien
dan merugikan dari segi ekonomi dan tidak memiliki unsurestetika serta
tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran
secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini
sangat menyulitkan pemerintah kota sebagai administrator dalam
menyediakan sarana dan prasaran pendukung yang lain, karena akan
memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi Pembiayaan untuk
pembangunan jaringan listrik, air bersih dan sarana lainnya sangat tidak
sebanding dengan yang dilayani, jika dibandingkan dengan daerah
perkotaan yang kompak. Jenis perkembangan ini akan cepat menimbulkan
dampak negatif pada sektor pertanian pada wilayah yang luas, sehingga
akan menurunkan produktivitasnya. Di samping beberapa faktor-faktor
pendorong yang telahdisebutkan di atas, kegiatan spekulasi lahan pada
daerah-daerah yang belum terbangun sangat mencolok sekali adanya.
c. Penyebab Terjadinya Urban Sprawl
Urban sprawl adalah suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke
wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses
pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Lebih jauh
lagi, definisi dari urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari
wilayah yang bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan. Perdesaan yang
selama ini dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu
kota dalam pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian,
budidaya, kawasan lindung dan non-industri, justru mengalami kenaikan
tingkat fungsi guna lahan, menjadi kawasan permukiman padat penduduk,
bahkan kawasan industri. Urban sprawl merupakan salah satu bentuk
perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung
secara vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun
saluran drainase kota.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini.
Mulai dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea
pinggiran kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta
kondisi udara yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti pusat kota.
Selain itu alasan yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea
pinggiran kota adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana,
jika dibandingkan dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki
akses yang dekat untuk menuju ke pusat kota.
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan
mereka, penduduk yang semula menyewa rumah diarea perkotaan karena
ingin dekat dengan tempat dimana mereka bekerja, sebagian besar/ mayoritas
memilih untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar dapat memiliki
rumah tinggal sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang
berpenghasilan rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit
dan kumuh, asalkan rumah tersebut miliknya sendiri. Sehingga biaya sewa
rumah tidak lagi menjadi beban bagi anggaran rutin mereka.
Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi
dimana mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung
menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil pribadi
untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di pusat kota.
Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet dan taxi
dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana salah
satu alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat
pelayanan fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah
angkutan umum. Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi
masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan
dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-
olah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi
(captive people). Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan
transportasi, peran pemerintahpun ternyata juga turut mengambil andil dalam
keberadaan fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam
mencapai tata ruang yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial
ekonomi yang ingin dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada
kenyataannya mempengaruhi pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat
menyebabkan fungsi lingkungan terabaikan. Rencana awal yang disusun
masih baik dalam teori konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan
maka keberadaannya tidak mampu memformat kota agar dapat terkendali
sesuai rencana. Sehingga pemekaran wilayahpun menjadi tidak terstruktur,
tidak sesuai dengan rencana awal pembangunan wilayah tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pola Keruangan Kota Purwokerto
Urban Sprawl di Kota Purwokerto merupakan salah satu
fenomena geosfer yang jika ditinjau dari ekspresi keruangan merupakan
gejala fisik budayawi (physico-artificial phenomena), sedangkan jika
ditinjau dari proses terbentuknya merupakan gejala buatan
manusia.nalisismengenai pola keruanagn membutuhkan visualisasi obyek
yang akan dikaji, dalam hal ini visualisasi obyek menggunakan citra
Google Earth wilayah Purwokerto.
Untuk dapat mengkaji pola keruangan Kota Purwokerto, dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut.
1) Mengabstrasksi Obyek Kajian
Dalam tahap ini, abstraksi obyek kajian diperoleh melalui deliniasi
penggunaan lahan permukiman pada citra yang sebelumnya sudah
diunduh. Kota Purwokerto terbagi menjadi 4 Kecamatan yakni
Kecamatan Purwokerto Utara, Kacamatan Purwokerto Timur,
Kecamatan Purwokerto Selatan dan Kecamatan Purwokerto Barat.
Gambar 1. Purwokerto bagian utara tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)
Gambar 2 . Purwokerto bagian timur tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)
Gambar 3 . Purwokerto bagian selatan tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)
Gambar 4 . Purwokerto bagian barat tahun 2003 (kiri) dan tahun 2011 (kanan)
2) Mengklasifikasikan Sebaran Permukiman
Dari abstraksi permukiman di Kota Purwokerto dapat diketahui
bahwa secara umum, perkembangan kota perwokerto bermula dari
tengah kota kemudian menyebar dengan proporsi kekuatan yang
seimbang antara wilayah timur, selatan dan barat, serta lebih menonjol
perkembangannya di bagaian utara. Hal ini nampak dari permukiman
yang dari tahun ke tahun mengalami penambahan kuantitas.
Perkembangan Kota Purwokerto sendiri menghasilkan pola yang
tidak teratur. Permukiman berkembang mengikuti garis, namun
kemudian kumpulan ini semakin berkelompok dan membentuk
kelompok – kelompok permukiman baru. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pola yang terbentuk adalah pola sebaran garis mengelompok.
Secara umum, perkembangan Kota Purwokerto memiliki pola
ribbon development/lineair development/axial development. Pola ini
menunjukkan keadaan yang tidak merata perkembangan areal kekotaan
di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti kota. Perkembangan
paling cepat terjadi di sepanjang jalur transportasi, khususnya yang
bersifat menjari (radial) dari inti kota. Daerah di sepanjang jalur
transportasi mendapatkan tekanan paling berat dari proses
perkembangan ini. Melambungnya harga lahan pada kawasan
demikian semakin menggoda para pemilik lahan pertanian. Makin
cepatnya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan bukan
pertanian, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas di
luar pertanian, semakin padatnya bangunan semakin memperbesar
gangguan terhadap sektor pertanian yang ada di pinggiran kota,
sehingga mendorong petani untuk meninggalkan aktivitas pertaniannya
dan menjual lahan yang dimilikinya.
Dari hasil pengamatan citra time series dapat diketahui bahwa
secara umum, Kota Purwoketrto mengalami pemadatan dari segi
permukiman. Sedangkan untuk alih fungsi lahan yang terjadi adalah
adanya perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Bangunan
ini rata-rata berupa perumahan dan bangunan besar seperti pabrik.
3) Menjawab Pertanyaan Geografis
Pola perkembangan permukiman di Kota Purwokerto yang
cenderung mengikuti jalur transportasi disebabkan oleh tingginya
mobilitas manusia baik masuk maupun keluar kota Purwokerto. Selain
itu, kota ini merupakan jalur alternatif menuju Jawa Barat dan Cilacap.
Perkembangan kota yang semakin padat nampak di bagian utara
dimana jalur ini merupakan jalur transportasi alternatif menuju Jawa
Barat dan Jakarta. Pemadatan permukiman pada wilayah utara
disebabkan oleh berkembangnya pusat – pusat perdagangan.
Perkembangan permukiman di bagian utara juga dilatarbelakangi
oleh ketersediaan air tanah pada wilayah ini yang melimpah. Namun,
keberadaan permukiman ini kemudian memberikan ancaman berupa
penurunan muka air tanah sehingga memungkinkan kerusakan
lingkungan.
2. Struktur Keruangan Kota Purwokerto
Struktur keruangan adalah susunan keruangan suatu fenomena
geosfer pada suatu wilayah tertentu. Dalam melakukan analisis mengenai
pola permukiman, maka subyek kajian struktur ruang kali ini adalah
bentuk pemanfaatan lahan Kota Purwokerto.
Dari citra hasil perekaman tahun 2011, diketahui bahwa berdasrkan
pemanfaatan lahannya, Kota Purwokerto tersusun dari 3 penggunaan lahan
utama yakni permukiman, kebun/perkebunan dan sawah. Pada bagian
tengah kota, hampir 100 % pemanfaatan lahan berupa permukiman.
Sedangkan pada daerah pinggir kota masih nampak pemanfaatan lahan
untuk kegiatan agraris.
Di Ko
3. Proses Keruangan Kota Purwokerto
Proses keruangan yang terjadi di Purwokerto akan dijelaskan pada
dua Kecamatan yaitu Kecamatan Purwokerto Utara dan Kecamatan
Purwokerto Selatan. Pada Purwokerto Utara, prosesnya dapat diamati
dalam citra berikut ini.
Gambar 5 . Arah Perkembangan Kota Purwokerto dalam rekaman citra tahun 2011
Gambar 6 . Proses Keruangan Kota Purwokerto bagian utara
Kota Purwokerto bagian utara selama 8 tahun (2003-2011) telah
mengalami berbagai perkembangan. Perkembangan yang paling dominan
dan teramati secara jelas adalah pemadatan permukiman. Pemadatan
permukiman ini terjadi sedikitnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1) Purwokerto bagian utara hingga Baturaden merupakan wilayah yang
memiliki potensi air tanah yang tinggi. Hal ini berbeda dengan
Purwokerto bagian Selatan yang berpotensi lebih rendah.
2) Bagian utara merupakan jalur alternatif untuk menuju Jawa Barat dan
Jakarta. Perkembangan permukimannya pun mengikuti jalur
transportasi. Selain itu, perkembangan permukimannya cenderung ke
arah perdagangan dan bisnis.
Proses keruangan yang terjadi di Purwokerto bagian selatan hampir
sama dengan bagian utara yaitu berupa pemadatan. Namun, luasan
permukiman pun nampak berubah secara signifikan. Jika diamati dengan
cermat, wilayah bagian selatan ini banyak dibangun perumahan dan
bangunan-bangunan besar seperti pabrik.
Perkembangan Purwokerto bagian selatan ini tidak lepas dari
kebijakan pemerintah kota sendiri untuk mengarahkan pemekaran ke arah
selatan. Perkembangan ke arah utara dikhawatirkan akan merusak
Gambar 7 . Proses Keruangan Kota Purwokerto bagian selatan
lingkungan akibat pengambilan air tanah yang berlebih sehingga dapat
mencemari lingkungan.
Pengembangan kawasan Purwokerto bagian selatan diarahkan
untuk mewujudkan daerah ini menjadi Kota Mandiri dimana sumber-
sumber kehidupan masyarakat utama tersedia, kota dimana didalamnya
akan berkembang pusat-pusat kegiatan baru bagi masyarakat. Konsep
pengembangan kota yang direncanakan untuk wilayah selatan, menurut
adalah kota yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu pengembangan
kawasan industri akan diarahkan pada industri-industri non-polutan
misalnya industri pengepakkan, elektronika dan industri berbahan baku
lokal. Secara lebih detail, kondisi existing Purwokerto bagian selatan yang
saat ini diantaranya berupa kawasan pemukiman, kawasan lahan pertanian
basah (sawah), kawasan pertanian kering (kebun dan tegalan) dan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) akan dikembangkan menjadi kawasan-kawasan
pemukiman sehat, pusat perdagangan dan jasa serta kawasan industri non-
polutan.
Sejalan dengan itu, berbagai infrastruktur mulai dibangun. Seperti
dilakukan pekerjaan perbaikan ruas jalan Gunung Tugel sepanjang 4.929
meter, mulai Karang Klesem Kecamatan Purwokerto Selatan sampai Desa
Pegalongan Kecamatan Patikraja. Mengenai peningkatan infrastruktur
lainnya, khususnya untuk menyuplai kebutuhan air bersih bagi
masyarakat, PDAM Kabupaten Banyumas berencana akan membangun
instalasi air bersih dengan memanfaatkan air Sungai Serayu. Karena
wilayah Gunung Tugel dan sekitarnya lebih tinggi, maka air Serayu akan
ditarik dan diangkat agar bisa disalurkan ke daerah ini. Saat ini
menurutnya PDAM telah menyiapkan lahan untuk pembangunan instalasi
tersebut. Kemudian mengenai fasilitas pengelolaan sampah, TPA Gunung
Tugel dipastikan akan segera dipindahkan ke tempat yang lebih luas dan
memadai di Kaliori, Kecamatan Kalibagor.
4. Interaksi Keruangan yang Terjadi di Kota Purwokerto
Interaksi keruangan yang terjadi di Purwokerto merupakan bentuk
solid interaction jika dilihat dari hierarki keruangan berupa pusat
pertumbuhan dan daerah pinggiran. Daerah pinggiran yang masih
memiliki aktivitas pertanian menjadi penyuplai sumberdaya pertanian di
pusat Kota Purwokerto.
Selain itu, kebutuhan tanaga kerja untuk bekerja di sektor industri,
jasa, dan perdagangan di pusat Kota Purwokerto terpenuhi dari daerah
pinggiran ini. Interaksi ini kemudian menimbulkan hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan antara pusat dan pinggiran. Dengan adanya
arus ulang alik ini, jalur transportasi yang menghubungkan wilayah pusat
dan pinggiran semakin memadai. Akses masyarakat pinggiran terhadap
berbagai fasilitas di kota pun menjadi semakin mudah.
5. Kecenderungan Keruangan yang Terbentuk di Kota Purwokerto
Kajian mengenai kecenderungan keruangan pada akhirnya
berfungsi untuk menjawab dua hal, yaitu:
1. Arah Perubahan Ruang.
Arah perubahan ruang di Kota Purwokerto relatif seimbang antara
bagian utara dan selatan. Hal ini dikerenakan sebelumnya arah
perkembangan ke utara yang cenderung lebih dominan telah ditekan
oleh pemerintah sehingga arah selatan pun mengimbangi
perkembangannya
Sedangkan, untuk wilayah barat timur juga terjadi perkembangan
walaupun tidak terlalu signifikan. Yang nampak jelas dari
perkembangannya adalah pemadatan permukiman.
2. Kecenderungan dampak yang ditimbulkan
Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena urban sprawl membawa
dampak negatif, dianatranya:
1) Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai
habitat bagi makhluk hidup, selain manusia.
Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka
untuk pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan
persediaan keuangan mereka untuk simpanan dihari tua. Sedangkan
kawasan lindung, yang seharusnya memiliki peran untuk melindungi
kawasan, serta habitat yang ada didalamnya, keberadaannya juga semakin
menyempit karena mengalami perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan
untuk pembangunan gedung dan perumahan untuk kepentingan manusia.
2) Morfologi kota yang semakin tidak teratur
Akibat terjadinya pemekaran kota keluar area yang tidak diawali
dengan rencana mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur.
Terjadi banyak perubahan penggunaan lahan dikawasan yang terkena
urban sprawl tersebut, Kondisi existing tidak lagi sesuai dengan rencana
awal guna lahan yang tercantum pada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). Para stakeholders umumnya akan berasumsi bahwa nilai guna
ekonomis suatu lahan akan semakin meningkat jika lahan tersebut
dijadikan sebagai perumahan, bahkan area komersil yang tentunya akan
menguntungkan bagi mereka.
3) Meningkatnya biaya pajak lokasi kawasan permukiman yang semakin
meluas dan menjauh, terpisah dari pusat kota, menyebabkan biaya dari
penyediaan dan pelayanan fasilitas dan infrastruktur yang semakin mahal
karena ongkos kirimnya yang lebih mahal. Sehingga pemerintah lokalpun
membutuhkan biaya yang ekstra untuk memperluas jaringan pelayanan
yang kemudian meningkatkan harga wajib pajak bagi masyarakat
setempat.
4) Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya
konsumsi energi oleh manusia. Semakin banyaknya penduduk yang
tinggal disuatu wilayah maka semakin banyak sumber daya yang
dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan mereka. Semakin
banyak juga pengeluaran/ sisa buangan dari proses pengolahannya. Sesuai
dengan fungsi alam yang sebenarnya, yaitu sebagai penyedia sumber daya
sekaligus sebagai tempat penampungan/ limbah yang dihasilkan dari
kegiatan manusia tersebut.
5) Terjadinya kesenjangan sosial.
Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah
daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau
perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki
penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain
sebagainya. dan permukiman liar (squatter settlement).
Selain memberikan dampak negatif, urban sprawl juga memiliki
dampak positif diantaranya:
1) Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan
penduduk di wilayah tersebut. Hal ini menambah jumlah sumberdaya
manusia di suatu wilayah.
2) Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak,
baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak
penduduk yang bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi
yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.
3) Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai
supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Pola keruangan Kota Purwokerto Pola perkembangan permukiman di Kota
Purwokerto yang cenderung mengikuti jalur transportasi disebabkan oleh
tingginya mobilitas manusia baik masuk maupun keluar kota Purwokerto.
Selain itu, kota ini merupakan jalur alternatif menuju Jawa Barat dan
Cilacap.
2) Struktur keruangan Kota Purwokerto Dari citra hasil perekaman tahun
2011, diketahui bahwa berdasrkan pemanfaatan lahannya, Kota
Purwokerto tersusun dari 3 penggunaan lahan utama yakni permukiman,
kebun/perkebunan dan sawah. Pada bagian tengah kota, hampir 100 %
pemanfaatan lahan berupa permukiman. Sedangkan pada daerah pinggir
kota masih nampak pemanfaatan lahan untuk kegiatan agraris.
3) Proses keruangan Kota Purwokerto secara umum meliputi pemadatan dan
penambahan luas permukiman
4) Interaksi keruangan yang terjadi di Kota Purwokerto solid interactions
5) Kkecenderungan keruangan yang terbentuk di Kota Purwokerto
menimbulkan dampak positif dan negatif
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id diakses pada 22 Juni 2012
http://www.penataanruang.net diakses pada 22 Juni 2012
http://repository.ipb.ac.id diakses pada 22 Juni 2012
http://wartawarga.gunadarma.ac.id diakses pada 22 Juni 2012
http://iplbi.or.id diakses pada 22 Juni 2012