101109-jelita septina jamallia-fst.pdf
TRANSCRIPT
1
STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN
MELALUI PENDEKATAN SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN
Oleh :
Jelita Septina Jamallia Nim. 105092002951
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011/1432 H
3
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
JAKARTA, 29 MARET 2011
Jelita Septina Jamallia 105092002951
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Alamat em@il :
DATA DIRI
Nama Lengkap : Jelita Septina Jamallia
Alamat : Jln. Bunga Pagi Sore Blok D10/10 Pamulang Indah (MA)
Pamulang _ Tangerang Selatan
Telepon/ Hp : (021) 7423139 / 085691137073
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 7 September 1987
Agama : Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN 1992 – 1994 TK Islam Al-Ghifary Pamulang
1994 – 1999 SDI Muhammadiyah 12 Pamulang
1999 – 2002 SLTP Negeri 1 Ciputat
2002 – 2005 SMU Muhammadiyah 25 Pamulang
2005 – 2011 Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
RIWAYAT ORGANISASI 2002 – 2003 Sekretaris Umum Pimpinan Ranting (PR) Ikatan Remaja
Muhammadiyah
2003 – 2004 Ketua Bidang Hikmah dan Advokasi Pimpinan Cabang (PC)
Ikatan Remaja Muhammadiyah Kec. Pamulang
5
2004 – 2007 Ketua Bidang Hikmah dan Advokasi Pimpinan Daerah (PD) Ikatan
Remaja Muhammadiyah Kab. Tangerang
2006 – 2007 Staf Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ)
Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 – 2008 Menteri Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
(BEMJ) Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 – 2007 Staf Pendanaan Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia
(ISMPI)
2007 – 2009 Sekretaris Umum BPP Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian
Indonesia (ISMPI)
2009 – 2010 Menteri Sosial Dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 – 2014 Dewan Pengurus Pusat (DPP) Pemuda Tani Indonesia
- UP Grading Pimpinan Ranting Ikatan Remaja Muhammadiyah
KEGIATAN PELATIHAN
- Taruna Melati I Pimpinan Cabang Ikatan Remaja Muhammadiyah
- LK 1 HMI Komfastek
- Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Perhimpunan
Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonsia
(POPMASEPI)
6
- Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Ikatan Senat
Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI)
- Ketua Pelaksana Ta’aruf BEMJ Agribisnis
- Ketua Pelaksana Agri’s Event BEMJ Agribisnis
- Ketua Pelaksana Propesa BEMJ Agribisnis
- Koordinator Acara Seminar Nasional
- Koordinator Acara MUNAS Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia
(ISMPI)
- Pelatihan Pemuda KESBANGPOL DKI Jakarta
- Training Supermap Lisenced Coach (SLC) Supermap Indonesia
- Staf Promotion Girl BRI BRITAMA
PENGALAMAN PEKERJAAN
- Sekretaris Manager PT Mitra Sukses Sejahtera
- Praktek Kerja Lapang (PKL) Bappeda Kota Tangerang Selatan
- Pengajar Bimbingan Belajar Supermap Indonesia
- Freelance Trainer dan Adm Supermap Learning Center MIND MAP
Indonesia
7
KATA PENGANTAR Bismillahirohmanirrohim Assalamualaikum Wr .Wb
Puji Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat, Karunia, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis. Shalawat serta salam tidak lupa dipanjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang tealh membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penyususnan laporan ini, terutama kepada: 1. Kepada Orang Tua penulis tercinta, Jamal.A.Nazieb dan Lilies Herawaty
atas segala dukungan moril, motivasi, semangat, kekuatan doa kalian yang tak pernah lelah kepada penulis untuk tetap optimis dan kuat untuk menjalankan tanggung jawab, serta adik-adik tersayang, Zakky Mubarok, M. Yordan N, Zahran Daffa Z.
2. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si selaku Dekan Fakultas sains dan teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ketua Program Studi Agribisnis, Bapak Drs Acep Muhib, MM dan Sekretaris Program Studi Ibu Rizky Adi Puspita, SP, M.Si atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Bapak Dr. U.Maman Kh, M.Si dan Bapak Achmad Tjachja, SP, MP selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan nasihat, arahan dan motivasi
5. Bapak Dr. Yon Girie, M.Si dan Ibu Rahmi Purnomowati, SP, M.Si selaku Penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan saran yang sangat berarti sehingga selesainya penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Taher Rochmadi dan Ibu Irma selaku pembimbing Penelitian dan Bapak Ir. Hasdanil, M.Si selaku Kepala Bappeda Kota Tangerang Selatan, atas arahan, saran dan informasi untuk bisa PKL dan melanjutkan Penelitian Di Bappeda Kota Tangerang Selatan.
7. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Sains dan Teknologi Ibu Tari, Pak Hendra, Ibu Sariah, Bapak Tabah.
8. Fadlika Fathurrachman pendamping jiwa yang terus menemani, membantu dan memberikan motivasi dan arahan yang tak kenal mengeluh, makasi aa.
9. Temen-Temen seperjuanagan Agribisnis 2005 yang terus memberikan support dan mengingatkan dalam penyelesaian Skripsi ini: Neng Mamitha,
8
Dimas, Neng Ayu, Neng Alif, Neng Sarifah,Yarfi, Rafki, Anggoro, Echi, Aris, Arif (Bojes), Dony, Buyung, Uin, Ebhi, Restu, Pury, Rofikoh, Iponk, Tama, Riski, Yudha, Yanto, Rusman, Ditha, Hasyim, Agung (Lece), Rere (Semangat terus semuanya,, Ayoo raih mimpi-mimpi), Alm.Nia (yang damai ya Neng)
10. BEM UIN periode 2009-2010, Pres Aditya Prana, Neng Hikmah Lestari, kanda Erik (om eyi), Taufik Akbar (om delon), Ibu Santi, Khaerudin (om Udin), Dera, Zulham (engkong), Revi, Om chido, Kaka Asep, Iki Amadinda atas segala kekeluargaan yang terbentuk hingga saat ini.
11. Kepada Team Supermap Learning Center, Bapak Drs. Susanto Edy Prayitno, BLI, Mba Rahma Helfrita, SE, Mas Riki Faisal Firdaus, Fade Pramureza, Bapak Ir. Herry atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis bisa meneruskan kuliahnya.
12. Keluarga AGRIbisnis tersayang Ka Dewi (luv u), Bang Wildan, Ka Asep, Bang Ano, Uni qudsi, Teh Nina, Ci Iwa, A’ Aci, ka husnul ( terima kasih atas bimbingan dan tempat curahan hati selama bergelut di dunia real kampus) Tata, Ochie, Mamad, Itang, Icha, Ka Ovie, ka Icha, Bimbim, Lukman, Arianda, Alvin, Riza semua Temen2 2007, 2008, 2009 (syukuri dan nikmati proses yang akan kalian lalui).
13. Dan Semua Pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu , terima kasih atas doa dan dukungannya.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat , sebagai bahan memperkaya pengetahuan bagi mereka yang membacanya terutama bagi penulis sendiri. Akhir kata, penulis memohon maaf apabila ada kekhilafan dalam kata pengantar ini. Wassalamualaikum . Wr.Wb
Jakarta, Juni 2011
Penulis
9
RINGKASAN
JELITA SEPTINA JAMALLIA Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Pendekatan Sektor-Sektor Unggulan. (Di Bawah Bimbingan Dr. UJANG MAMAN, M. Si dan ACHMAD TJACHJA NUGRAHA, SP, MP) Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu dalam jangka waktu yang cukup panjang dan didalamnya terdapat kemungkinan terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tergantung pada kemampuan daerah tersebut dalam mengembangkan potensi sektor-sektor ekonomi unggulannya. Dengan ekonomi unggulan itu, daerah juga dituntut berupaya mengoptimalkan penggunaan input dan perbaikan proses agar ekonomia unggulan dapat dimanfaatkan potensinya secara optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya akan tercipta kesejateraaan masyarakat. Kota Tangerang Selatan adalah salah satu daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Jakarta. Daerah ini merupakan daerah limpahan aktivitas Kota Jakarta antara lain limpahan industri, limpahan pemukiman, perkantoran dan insfastruktur jalan serta kereta api. Dalam pengembangan JABODETABEK, Kota Tangerang Selatan dipersiapkan untuk mendukung atau menjadi penyeimbang dan DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang yang memiliki fungsi regional yang menonjol seperti kegiatan perdagangan, pemukiman dan industri. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui sektor-sektor potensi untuk mengembangkan wilayah Kota Tangerang Selatan 2) mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan dalam pengembangan wilayah Kota Tangerang Selatan 3) menganalisis pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor unggulan wilayah Kota Tangerang Selatan 4) mengidentifikasi potensi dan prospek sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan. Data yang digunakan adalah data PDRB Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008 dan data PDRB Provinsi Banten periode 2007-2008 menurut sektor - sektor ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah pendekatan Location Quatient (LQ) dan analisis Shift Share (S-S). Hasil penelitian dengan menggunakan Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan yang terunggul adalah Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-Jasa; Sektor Bangunan; Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih. Berdasarkan analisis Shift Share (S-S) sektor unggulan yang mengalami perumbuhan yang cepat yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran (Ppij>0). Walaupun demikian, sektor perdagangan, hotel dan restoran bukan
10
menjadi sektor unggulan utama. Sektor dengan unggulan pertama dan memiliki pertumbuhan yang cepat yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa. Dilihat dari daya saingnya, bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran secara ekonomi dapat bersaing dengan baik (PPWij<0) dengan sektor ekonomi yang sama di Kabupaten/ Kotamadya lain di Profinsi Banten. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai laju pertumbuhan pangsa wilayahnya terbilang baik sebesar 4 persen dibandingkan dengan sektor-sektor unggulan maupun sektor non unggulan yang lainnya bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor – sektor yang nilai PPWij < 0 memiliki daya saing kurang baik pada wilayah pembandingnya yaitu Propinsi Banten yang lebih luas. Dari seluruh sektor-sektor unggulan Kota Tangerang Selatan , tidak semua sektor unggulan memepunyai penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Sektor- sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah sektor unggulan perdagangan, hotel dan restoran, sektor unggulan industri dan jasa- jasa. Oleh karena itu untuk meningkatkan perekonomian Kota Tangerang Selatan, pemerintah hendaknya memprioritaskan dan mengembangkan sektor-sektor ungguluan dan pertumbuhan yang cepat serta daya saing tinggi, sektor tersebut menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Akan tetapi pemerintah juga tidak lupa dengan sektor yang harus dikembangkan yaitu sektor non unggulan Pertanian, sector Industri karena melihat prospek yang bagus untuk pertumbuhan Kota serta menyerap tenaga kerja yang besar.
11
DAFTAR ISI DAFTAR ISI………………………………...……………………………...……ii
DAFTAR TABEL………………………………………………..…….………..vi
DAFTAR GAMBAR………………………………….…..………..……………vi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………...i
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..……..……1 1.1 Pendahuluan…………………………………………………...………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………...…………..….....…3
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………...……..……..…4
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………...……..…………….5
1.5 Ruang Lingkup……………………………….……………..……….……5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..…...6 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah………………..………...…..….6
2.2 Penataan Ruang Wilayah Perkotaan..........................................................9
2.3 Konsep Sektor Unggulan...........................................................................10
2.3.1 Sektor Unggulan............................................................................11
2.3.2 Pertumbuhan Ekonomi...................................................................13
2.4 Metode Analisis Potensi Perekonomian Wilayah...................................17 2.4.1 Metode LQ ( Location Quotient)......................................................17 2.4.2 Metode S-S (Shift Share)..................................................................19
2.5 Penelitian Terdahulu…..………………………………………………21
2.6 Kerangka Pemikiran……..…………………………………………….24
12
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................27
3.1 Jenis Dan Sumber Data.............................................................................27
3.2 Metode Pengumpulan Data......................................................................27
3.3 Metode Analisis Data...............................................................................28 3.4.1 Analisis LQ ( Location Quotient)....................................................28 3.4.2 Analisis S-S (shift share)..................................................................29
3.4 Definisi Operasional..................................................................................32 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH......................................................34 4.1 Sejarah Dan Kondisi Umum Kota Tangerang Selatan...............................34 4.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan...................38 4.3 Ketenagakerjaan.........................................................................................39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................41 5.1 HASIL......................................................................................................41 5.1.1 Sektor-Sektor Ekonomi Kota Tangerang Selatan Berdasarkan PDRB
Periode 2007 – 2008..................................................................................41 5.1.2 Sektor – Sektor Unggulan Kota Tangerang Selatan Periode 2007- 2008
Berdasarkan Analisis Location Quotient (LQ)..........................................42 5.1.3 Pertumbuhan Dan Daya Saing Sektor-Sektor Unggulan Berdasarkan
Analisis Shift Share (SS)...........................................................................43 5.1.3.1 Pertumbuhan Total PDRB Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi
Banten periode 2007 -2008...........................................................43 5.1.3.2 Rasio PDRB Total dan Sektoral Kota Tangerang Selatan Dan
Provinsi Banten Periode 2007-2008.............................................46 5.1.3.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Dan Daya Saing Wilayah Kota
Tangerang Selatan Periode 2007-2008.........................................48 5.1.4 Potensi Dan Prospek Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan...52 5.2 PEMBAHASAN.......................................................................................54 5.2.1 Sektor-Sektor Ekonomi Wilayah Kota Tangerang Selatan Berdasarkan
PDRB Periode 2007-2008 .........................................................................54
13
5.2.1.1 Sektor Pertanian, Peternakan Dan Perikanan...............................54 5.2.1.2 Sektor Pertambangan Dan Penggalian.........................................55 5.2.1.3 Sektor Industri Pengolahan..........................................................55 5.2.1.4 Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih..............................................56 5.2.1.5 Sektor Bangunan Dan Kontruksi.................................................57 5.2.1.6 Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran....................................57 5.2.1.7 Sektor Pengangkutan Dan Komunikasi.......................................57 5.2.1.8 Sektor Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan....................58 5.2.1.9 Sektor Jasa-Jasa.............................................................................59 5.2.2 Sektor-Sektor Unggulan Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008
Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)....................................60. 5.2.3 Pertumbuhan Dan Daya Saing Sektor-Sektor Unggulan Berdasarkan
Analisis Shift Share (SS)............................................................................63 5.2.4 Prospek Sektor Pertanian Di Kota Tangerang Selatan..............................67 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................70 6.1 Kesimpulan................................................................................................70 6.2 Saran...........................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan…………………….36
2. Perbandingan Demografi Kota Tangerang Selatan Dengan Kabupaten Tangerang Dengan 36 Kecamatan Dan Kabupaten Tangerang Dengan 29 Kecamatan……….……………………………………………………….37
3. PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Tangerang Selatan Periode 2007-2008………………………………………………41
4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Pendapatan Wilayah Periode 2007- 2008……..…………………………42
5. Perubahan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008 (juta rupiah)………………..………………………………………….….44
6. Perubahan PDRB Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008…….……………………….45
7. Rasio Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi Banten ( Nilai Ra, Ri dan ri).47
8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2007-2008……49
9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proposional, Tahun 2007- 2008………………………………………………………………………50
15
10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2007- 2008………………………………………………………………………51
11. Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2008…...………52 12. Penggunaan luas lahan sawah dan lahan kering menurut kecamatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2007…………………….……………………53
13. Nilai Presentase PP Dan PPW Di Kota Tangerang Selatan……………...64
DAFTAR GAMBAR 1. Hubungan Antara Jumlah Penduduk Dengan Produksi Total……...…….15 2. Model Analisis shift share………..…………………………………………….20 3. Kerangka Pemikiran Konseptual……..…………………………………..26 4. Profil Pertumbuhan PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun 2007-2008...65 5. Persebaran Pengembangan Kota Tangerang Selatan Tahun 2007……….68
16
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan Kota
Tangerang Selatan 2007…………………………………………………76
2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Kota Tangerang Selatan Hingga Agustus 2008……………………………77
3. Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan……..………78
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tangerang Selatan Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 (Juta Rupiah).79
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 (Juta Rupiah)…………………………..……………………………..…..80
6. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Pendapatan Wilayah Periode 2007- 2008…………………………..……81
7. Perubahan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008 (JutaRupiah)…………………………………………………………...…82
8. Perubahan PDRB Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008………………………..……83
9. Rasio Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi Banten ( Nilai Ra, Ri dan ri).84
17
10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2007-2008……………………………………………………..………………..85
11. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proposional, Tahun 2007- 2008…86
12. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2007- 2008………………………………………………………………………87
13. Nilai Presentase PP Dan PPW Di Kota Tangerang Selatan……………...88
14. Jumlah Penduduk Berdasarka Jenis Pekerjaan Pada Tahun 2009………89
15. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Tangerang Selatan ADH Konstan 2000 Menurut Lapanagn Usaha Tahun 2008 (Dalam Persen)…………………90
16. Distribusi PDRB Kota Tangerang Selatan ADH Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2008 (Dalam Persen)……………………..91
17. Peta Wilayah Kota Tangerang Selatan……………………………...……92
18. Sebaran Penggunaan Lahan Kota Tangerang Selatan Pada Tahun 2008…93
19. Foto – Foto Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan……………94
18
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi fisik serta geografis
wilayah yang sangat beragam sehingga pembangunan wilayah sangat penting
dalam pembangunan nasional. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses
bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu ,
dalam jangka waktu yang cukup panjang, dan di dalamnya terdapat kemungkinan
terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi dapat juga
didefinisikan sebagai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama
suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan.
Selain pertumbuhan, proses pembangunan ekonomi dengan sendirinya
juga akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pembangunan
ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer
(pertanian dan pertambangan) ke sektor sekunder (industri pengolahan; listrik,gas
dan air bersih dan bangunan/kontruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel dan
restoran;pengangkutan/transportasi dan jasa-jasa)
19
Salah satu indikator utama untuk melihat/mengukur berhasil tidaknya
suatu proses pembangunan adalah sampai sejauh mana atau seberapa besar tingkat
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dapat dilihat dari bagaimana masyarakat dapat
meninkmati hasil-hasil pembangunan dengan mudah seperti listrik, air bersih,
BBM, sarana dan prasarana perhubungan/ transportasi dan sebagainya.
Dalam hal ini seharusnya sektor pertanian harus mampu dibangun menjadi
sektor andalan dan sebagai mesin penggerak perekonomian nasioanl. Terlihat visi
pembangunan pertanian adalah pertanian modern, tangguh dan efisien. Sebagian
subjek pembangunan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat serta mendukung proses demokratis dalam pembangunan pertanian.
Dalam rangka pengembangan pertanian perkotaan adalah perlu mengidentifikasi
potensi – potensi yang dapat dikembangkan dalam usaha produk pertanian kota.
Peranan Sektor pertanian Kota Tangerang Selatan terhadap pembentukan PDRB
dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan trend yang semakin menurun .
kontribusinya sebesar 0.90 persen pada tahun 2007 dan terus menurun pada tahun
2008 yang mencapai 0,78 persen. Tahun 2008 kontribusi sub sektor pertanian
tidak ada yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2007,
semuanya turun meskipun tidak signifikan, kecuali sub sektor perikanan yang
mempunyai peranan tetap seperti tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,03 persen.
(Kompilasi Data Awal Kota Tangerang Selatan, 2009).
20
Pengaruh sektor ekonomi secara nasional, belum tentu mempengaruhi
kinerja sektor ekonomi yang sama didaerah lain. Oleh karena itu, diperlukan
kajian untuk mengetahui dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang
menjadi sektor unggulan di suatu daerah (kasus dalam hal ini Kota Tangerang
Selatan) karena adanya sektor-sektor ekonomi unggulan dapat membangkitkan
kinerja sektor riil yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi
daerah tersebut.
Kota Tangerang Selatan selalu mengalami pertumbuhan terlihat mulai
awal pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Dilihat dari PDRB Kota Tangerang
Selatan atas dasar harga konstan 2.197.397 rupiah pada Tahun 2003 terjadi
kemunduran menjadi 1.792.030 Rupiah pada Tahun 2004, yang kembali
meningkat menjadi 2.655.477 Rupiah pada Tahun 2007. Hal ini memperlihatkan
bahwa semakin baiknya kondisi perekonomian Kota Tangerang Selatan.
Daerah ini merupakan Daerah limpahan aktivitas dari kota Jakarta antara
lain limpahan pemukiman, perkantoran, industri dan infrastruktur jalan serta
kereta api. Kemajuan perekonomian kota Tangerang Selatan akan tercapai dengan
pertimbangan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah. Kota
Tangerang Selatan merupakan Daerah Otonom yang terbentuk pada akhir tahun
2008 berdasarkan Undang - undang Nomor 51 Tahun 2008.
(Bappeda Kota Tangerang Selatan,2009:1)
21
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil
Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Pendekatan
Sektor-Sektor Unggulan.
1.6 Rumusan Masalah
Setiap pemerintah khususnya daerah dituntut untuk mampu
mengindentifikasi keunggulan komparatif wilayahnya. Keunggulan komparatif
wilayah tersebut untuk selanjutnya harus diarahkan dan dipadukan, serta
dikembangkan secara terencana, sehingga tercapainya pengembangan wilayah
yang optimal, yang tercermin dari luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta
adanya insentif ekonomi yang menguntungkan bagi seluruh pelaku ekonomi.
Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam
menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan
pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memilki keunggulan, memiliki
prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong
sektor-sektor lain untuk berkembang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sektor-sektor apa yang menjadi potensi pengembangan wilayah Kota
Tangerang Selatan Periode 2007 - 2008?
2. Sektor apa yang menjadi sektor unggulan dalam pengembangan wilayah
di Kota Tangerang Selatan Periode 2007 - 2008?
22
3. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor unggulan di Kota Tangerang
Selatan Periode 2007 - 2008?
4. Bagaimana potensi sektor pertanian di Kota Tangerang Selatan ?
1.7 Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sektor-sektor yang menjadi potensi untuk mengembangkan
wilayah Kota Tangerang Selatan
2. Mengidentifikasi sektor yang menjadi sektor unggulan dalam
pengembangan wilayah Kota Tangerang Selatan
3. Menganalisis pertumbuhan sektor-sektor unggulan wilayah Kota
Tangerang Selatan
4. Mengidentifikasi potensi dan prospek sektor pertanian di Kota Tangerang
Selatan.
1.8 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui sektor –
sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan dan pertumbuhan sektor di Kota
Tangerang Selatan sekaligus sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah agar
dapat memberikan perhatian lebih terhadap sektor-sektor unggulan yang
berpotensi meningkatkan kinerja perekonomian khususnya di Kota Tangerang
Selatan. Selain itu, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi terutama
bagi pembuat kebijakan, perencana dan pelaksana pembangunan agar menentukan
23
arah dan strategi pembangunan yang lebih fokus mengingat bahwa Kota
Tangerang Selatan ini terbentuk dan diharapkan juga dapat menjadi bahan
pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.9 Ruang Lingkup
Penelitian ini mencakup lokasi wilayah Kota Tangerang Selatan periode
2007 sampai 2008 karena pada tahun tersebut sudah dapat dilihat pertumbuhan
sektor wilayah Kota Tangerang Selatan, baik meliputi Sumber Daya Alam (SDA),
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Tata Pemerintahannya.
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah
Wilayah dikonotasikan dengan lokasi suatu kegiatan pembangunan atau
kegiata-kegiatan ekonomi seperti industri atau pabrik, perusahaan, dan fasilitas
pelayanan dengan demikian pemilihan atau penentuan lokasinya akan
berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan-kegiatan tersebut.
(Adisamita, 2008:1). Pengertian perencanaan pembangunan daerah dapat dilihat
dari unsur-unsur yang membentuknya. Sebagaimana diketahui, perecanaan
pembangunan daerah merupakan suatu sistem yang dibentuk dari unsur-unsur
perencanaan, pembangunan dan daerah. Dengan melihat diergensi dari setiap
unsur tersebut, kemudian diambil suatu kesimpulan secara konvergensi, akan
terbentuk suatu pengertian yang utuh.
Administrasi Pembangunan, perkembangan pemikiran dan praktiknya di
Indonesia, menyatakan, pada dasarnya perencanaan sebagai unsur dari
menajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki (Kartasasmita,1997: 48). Monyers dan Hills
dalam Bratakusumah dan Riyadi (2003:3) mengemukakan, perencanaan adalah
suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan-keputusan atau
25
pilihan-pilihan penggunaan sumber daya yang ada dengan sasaran untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa yang akan datang.
Namun secara UU No.25 Tahun 2004 ada suatu kesepakatan bahwa
pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Siagian dalam
Bratakusumah dan Riyadi (2003:4) memberikan pengertian tentang pembangunan
sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah,
menuju moderenitas dalam rangka pembinaan bangsa. Menurut Kartasasmita
(1994:9) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses
perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.
Sebagaimana dikemukakan pembangunan adalah suatu proses perubahan yang
dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan
perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak
dari adanya pembangunan.
Istilah moderenisasi mulai dikenal sejak munculnya revolusi industri di
Inggris pada Abad 18. Pada saat itu terjadi suatu proses transfomasi dalam
masyarakat karena teknik-teknik produksi tradisional diganti dengan alat-alat
mesin modern. Karena awal moderenisasi terjadi di sektor industri, moderenisasi
juga sering disebut dengan era industrialisasi. Oleh karena itu, modernisasi
diartikan sebagai proses transformasi dan perubahan dalam masyarakat yang
26
meliputi segala aspeknya, baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya
.(Bratakusumah dan Riyadi, 2003:5)
Sebagai tahapan awal perencanaan pembangunan akan menjadi acuan
dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (Action Plan) karena itu,
perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif
(dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Kegiatan ini pada dasarnya
merupakan kegiatan riset/penelitian, karena proses pelaksanaannya banyak
menggunakan metode-metode riset, mulai dari teknik pengumpulan data, analisis
data, hingga studi lapangan/kelayakan dalam mengumpulkan data, analisis data
hingga studi lapangan dalam rangka mendapatkan data-data yang akurat,baik yang
dilakukan secara konseptual maupun eksperemental.
Dengan demikian ,perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai
suatu proses perumusan alternatf-alternatif atau keputusan-keputusan yang
didasarkan kepada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai
bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktifitas masyarakat, baik
yang bersifat fisik maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka
mencapai tujuan yang lebih baik.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintahan
daerah masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintahan daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
27
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia,
kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarah
kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam
proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi, (Arsyad, 2004:298).
2.2 Penataan Ruang Wilayah Perkotaan
Konsep pembangunan bagi pertumbuhan ekonomi, pembangunan
berkelanjutan erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan tata ruang atau
penataan ruang. Disiplin tata ruang dapat diartikan sebagai usaha optimasi
pemanfaatan ruang wilayah dalam bentuk suatu penataan ruang wilayah.
Pengertian dari ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya.(Karoma, 2010:19)
Dalam peraturan pemerintah nomor 69 tahun 1996 yang merupakan
pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) nomor 24 tahun 1992
mengatur pelaksanaan dan kewajiban serta bentuk dan peran serta masyarakat
dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang. Peraturan tersebut juga
28
menggariskan bahwa rencana tata ruang daerah, nasional, propinsi dan
kabupaten/kota, dibuat berjenjang hirarkis, rencana didaerah bawahan merupakan
penjabaran daerah atasan, implikasinya adalah keterbatasan bagi daerah
dibawahnya untuk mengembangkan daerahnya.
Dalam UUPR disebutkan bahwa penataan ruang adalah proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian penataan ruang atau
perencanaan tata ruang merupakan salah satu model dari kegiatan perencanaan
atau (planning). Penataan ruang merupakan salah satu model perencanaan
phisycal palnning, karena memberi perhatian pada mencari soolusi optimal untuk
pola lokasi tempat tinggal , tempat usaha dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya
agar sesuai dengan tujuan sosial dan masyarakat umum lainnya. Biasanya produk
tata ruang diperkuat kedudukannya melalui peraturan pemerintah dan
dikendalikan oleh pemerintah setempat.
Sebagai salah satu dari model perencanaan , maka kegiatan – kegiatan
analisis, proyeksi dan evaluasi haruslah berorientasi jangka panjang sebagai dasar
pengambilan keputusan. Dalam skala ruang yang lebih luas yaitu wilayah, lokasi
atau ruang eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan kemasyarakatan sebagai
sumber perekonomian, juga berkembang dengan segala implikasinya.
Perkembangan ini akan berjalan terus dengan atau tanpa perencanaan kota atau
perencanaan wilayah.
29
2.3 Konsep Sektor Unggulan
Teori ekonomi basis dapat digunakan untuk mengetahui perbedaaan
potensi suatu wilayah dengan wilayah lain dan mengetahui hubungan antara
sektor- sektor dalam suatu perekonomian. Teori basis ekonomi mendasarkan
pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh
besarnya ekspor dari wilayah tersebut (Richardson , 1977: 53)
Kegiatan lain yang bukan kegiatan basis disebut sebagai sektor non basis.
Sektor non basis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokal, sehingga sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat, dan tidak bisa
berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Anggapan tersebut
mengindikasikan bahwa satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan
perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan adalah sektor basis.
(Tarigan,2005:57).
Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu : sektor
basis dan non basis. Sektor basis adalah sektor yang dapat mengekpor barang dan
jasa ketempat diluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau
memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar
perbatasan masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis adalah
sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang
bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian yang bersangkutan.
(Glasson dalam Tarigan, 2005: 79)
30
Secara teoritis, sektor mana saja yang merupakan sektor basis dan non
basis disuatu daerah tidaklah bersifat statis melainkan dinamis. Artinya, pada
tahun tertentu daerah mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun
pada tahun berikutnya belum tentu sektor tersebut secara otomatis menjadi sektor
basis. Sektor basis mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Beberapa sebab
kemajuan sektor basis adalah: 1. Perkembangan jaringan transportasi dan
komunikasi, 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah,
3. Perkembangan teknologi 4. Pengembangan prasarana ekonomi dan sosial.
Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah perubahan permintaan
diluar daerah dan kehabisan cadangan sumber daya.
2.3.1 Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Dengan adanya sektor unggulan, maka mempermudah pemerintah
dalam mengalokasikan dana yang tepat sehingga kemajuan perekonomian akan
tercapai.
Kriteria sektor unggulan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas
seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua,
sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga,
31
sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi (Tarigan, 2005: 40)
Semakin banyak sektor unggulan dalam suatu daerah akan menambah
arus pendapatan kedaerah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan
jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non-unggulannya.
Dengan kata lain, sektor unggulan berhubungan langsung dengan permintaan dari
luar, sedangkan non unggulan berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui
sektor unggulan terlebih dahulu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sektor
unggulan merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan suatu daerah.
(Glasson dalam Kusuma, 2009:18 )
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tergantung pada
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut. Kemampuan daerah
tersebut dalam mengelola kekayaan alam yang dimiliki sangat mempengaruhi
pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya. Setiap daerah mempunyai
kebebasan dalam mengelola sumberdaya lokal dan dituntut untuk bisa
menemukan potensi pengembangan sektor-sektor ekonomi unggulannya. Dengan
ekonomi unggulan itu, daerah juga dituntut berupaya mengoptimalkan
penggunaan input dan perbaikan proses agar ekonomi unggulan dapat
dimanfaatkan potensinya secara optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan
32
masyarakat yang pada akhirnya akan tercipta kesejahteraan masyarakat
(Kusuma, 2009 : 19).
2.3.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
Suatu Negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terdapat proses
kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
dengan sendirinya juga akan membawa perubahan mendasar dalam struktur
ekonomi.
Perbedaan antara kedua adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif yaitu adanya kenaikan standar pendapatan dan tingkat
output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-
perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan dan teknik.
(Mankiw, 2000: 21).
Dalam teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan dengan permintaan
terhadap barang dan jasa di luar daerah. Proses produksi di suatu sektor yang
menggunakan sumber daya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku
33
serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan
pendapatan perkapita dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut.
(Richardson dalam Usya, 2005: 45)
Aliran klasik muncul pada akhir abad ke-18 dipelopori oleh Adam Smith
yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang disebabkan karena faktor
kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Doktrin atau semboyan
aliran klasik adalah ”laisser faire laisser passer” atau persaingan bebas. Artinya
pemerintah tidak campur tangan dalam perdagangan dan perekonomian. Menurut
Smith dalam Adisasmita (2005:23), untuk berlangsungnya perkembangan
ekonomi diperlukan adanya spesialisasi atas pembagian kerja agar produktivitas
tenaga kerja akan meningkat. Teori klasik yang ditemukan Adam Smith dalam
Tarigan (2005:47) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menetukan
pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Penduduk yang
bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan
spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan
keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung
sampai seluruh sumber daya termanfaatkan.
Sementara itu David Ricardo dalam Tarigan (2005:57) mengemukakan
pandangan yang bertentangan dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan
penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat
34
pertumbuhan ekonomi ketaraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi berawal
dari jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam relatif melimpah.
Secara garis besar, berdasarkan teori pertumbuhan klasik, dapat
disimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat tergantung
pada empat faktor, yaitu jumlah penduduk, akumulasi kapital, luas lahan dan
teknologi ( Priyarsono, Sahara dan M.Firdaus dalam Kusuma, 2009:14). Tahap-
tahap pertumbuhan ekonomi dan hubungan antara jumlah penduduk dengan
produksi total dalam teori klaisk dapat digambarkan sebagai berikut.
Produksi Total
I II III IV
Jumlah Penduduk
Gambar 1. Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Produksi Total
Pada gambar 1, kurva Y menggambarkan fungsi produksi hipotetis dari suatu
masyarakat. Fungsinya produksi tersebut menggambarkan hubungan antara
jumlah penduduk dan total produksi dalam wilayah tersebut, dengan asumsi
bahwa jumlah modal dan luas lahan yang digunakan adalah tetap, dan tidak ada
kemajuan teknologi. Berdasarkan fungsi produksi tersebut, proses pertumbuhan
35
ekonomi dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap I adalah tahap dimana produksi
batas bertambah besar apabila jumlah penduduk bertambah. Tahap II merupakan
tahap dimana produksi batas mencapai nilai maksimal dan mulai menurun apabila
penduduk bertambah. Tahap III adalah tahap dimana produksi batas besarnya
lebih rendah dari pada produksi per kapita. Batas antara tahap II dan III
merupakan tingkatan pertumbuhan dimana pendapatan atau produksi per kapita
mencapai nilai maksimal. Batas antara III dan IV adalah tingkat pertumbuhan
dimana pendapatan atau produksi total wilayah mencapai tingkat maksimal. Pada
tahap IV, produksi total mengalami penurunan dan semakin lama akan semakin
kecil. Pada tahap ini pendapatan per kapita menjadi jauh lebih rendah dari pada
pendapatan per kapita maksimal yang dicapai pada batas tahap II dan III. Pada
akhirnya tingkat stationary state akan tercapai, yaitu pada saat produksi per
perkapita hanya cukup untuk hidup atau subsistence level.
Menurut Adam Smith dalam Kadariah (1985:67), yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (GDP) total, dan pertumbuhan
penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari 3 unsur pokok,
yaitu (1) sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), (2) sumber-
sumber manusiawi (jumlah penduduk). Jumlah penduduk meningkat apabila
tingkat upah lebih tinggi dari pada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah
minimal untuk seseorang agar dapat mempertahankan hidupnya, (3) stok barang
kapital yang ada.
36
2.4 Metode Analisis Potensi Perekonomian Wilayah
Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk
menganalisis potensi ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya
disatu sisi menentukan sektor – sektor riil yang perlu dikembangkan agar
perekonomian daerah tumbuh cepat dan sisi lain mampu mengidentifikasi faktor-
faktor yang membuat potensi sektor tertentu rendah dan menetukan apakah
prioritas untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah,
masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/ komoditi
yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk
melihat sektor yang memiliki unggulan/ kelemahannya diwilayahnya semakin
penting. Sektor yang memiliki unggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk
dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk
berkembang analisis yang digunakan untuk menentukan potensi perekonomian
suatu wilayah adalah keunggulan komparatif, Location Quotient (LQ) dan
Analisis Shif-Share (SS).(Tarigan, 2005:79)
2.4.1 Metode LQ ( Location Quotient)
Sasaran pembangunan ekonomi wilayah jangka panjang adalah terjadinya
pergeseran pada struktur ekonomi wilayah yang terjadi akibat kemajuan
pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam perekonomian memiliki
37
kemampuan tumbuh yang sama. Oleh karena itu, perencana pembangunan
wilayah biasanya akan memanfaatkan sektor-sektor basis yang dianggap dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Salah satu indikator yang mampu menggambarkan keberadaan sektor
basis adalah melalui indeks LQ (Location Quentient) yaitu suatu indikator
sederhana yang dapat menunjukan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu
sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah atasnya atau wilayah
referensinya. (Daryanto,Arif, 2010:20). Metode ini berguna untuk menentukan
sektor unggulan dan sektor non-unggulan dengan cara menghitung perbandingan
antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua
sektor didaerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap
total semua sektor diadaerah atasnya. Daerah bawah dan daerah atas yang
dimaksud adalah daerah administratif (Glasson dalam Tarigan,2005:79) misalnya
penelitian ini analisis dilakukan pada Tingkat Kota, maka daerah bawahnya
adalah Kota dan Daerah atasnya adalah Provinsi. Ada dua cara untuk mengukur
LQ dari suatu sektor dalam suatu perkonomian wilayah yakni melalui pendekatan
nilai tambah atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan tenaga kerja.
Dalam literatur ekonomi wilayah disebutkan bahwa suatu sektor yang
memiliki angka LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor basis yang
menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produknya ke luar daerah
bersangkutan. Sebaliknya jika LQ > 1 , maka sektor tersebut menjadi pengimpor.
38
Sedangkan LQ = 1, maka ada kecenderungan sektor tersebut bersifat tertutup
karena tidak melakukan transaksi ke dan dari luar daerah/wilayah, namun kondisi
seperti ini sulit ditemukan dalam sebuah perkonomian wilayah.
(Daryanto, Arif, 2010: 21).
2.4.2 Metode S-S (Shift Share)
Analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al dalam Kusuma,
(2009:20). Analisis Shift Share (S-S) merupakan metode yang digunakan untuk
menganalis struktur perekonomian di suatu wilayah. Selain itu, dapat juga
digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah
dalam dua periode waktu.
Analisis ini dapat dilakukan pada tingkat Kabupaten, Provinsi maupun
Nasional. Di Tingkat Kabupaten, analisis ini berguna untuk melihat kecamatan-
kecamatan mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar
terhadap perekonomian Kabupaten tersebut. Selain itu, melalui analisis ini juga
dapat diketahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat
di masing - masing wilayah kecamatan tersebut. Di Tingkat Provinsi, dapat
diketahui Kabupaten-kabupaten mana saja beserta sektor-sektornya yang
memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan di Tingkat Provinsi.
Secara umum terdapat 3 (tiga) Komponen Pertumbuhan wilayah dalam
analisis S-S, yaitu: komponen Pertumbuhan Nasional, Komponen Pertumbuhan
39
Proporsional, dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(Priyarsono, Sahara dan M. Firdaus dalam kusuma, 2009:22). Komponen
Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan kebijakan ekonomi nasional atau
perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan
wilayah. Contohnya antara lain kecenderungan inflasi, pengangguran dan
kebijakan perpajakan.
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
mentah, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan, subsidi
dan price support serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau
penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif,
akses ke pasar, dukungan kelembanggaan. Parsarana sosial ekonomi serta
kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor
ke i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok progresif (maju). Sementara itu,
PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j
tergolong lambat.
40
Sumber : Priyarsono, sahar dan M. Firdaus (2007)
Gambar 2 Model Analisis shift-share 2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan pendekatan Location Quentient (LQ) dan Analisis Shift-
Share (S-S) sudah ada dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh Usya (2005) dengan judul ”Analisis Struktur Ekonomi dan
Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”. Menggunakan metode LQ
dan Analisis Shift - Share menyimpulkan bahwa di Kabupaten Subang terdapat 4
sektor basis, yaitu Sektor Pertanian, Sektor Bangunan/Kontruksi, Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Sektor Jasa-Jasa. Selain itu, Usya
menyimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten
Subang, ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi
perekonomian Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat.
Komponen Pertumbuhan Nasional
Wilayah ke-j Sektor ke- i
Wilayah ke-j Sektor ke- i
Komponen Pertumbuhan Proposional
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Maju
Lambat
41
Adhitia Kusuma Negara (2009) dengan judul “Kontribusi Sektor-Sektor
Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tangerang Periode
2003-2007” pada penelitian ini tujuan yang diambil yaitu 1) mengidentifikasi
sektor-sektor unggulan di Kabupaten Tangerang 2) menganalisis pertumbuhan
dan daya saing sektor- sektor unggulan tersebut, serta 3) merumuskan kebijakan
pemerintah Kabupaten Tangerang dalam meningkatkan sektor-sektor yang dinilai
strategis di Kabupaten Tangerang. Data yang digunakan adalah data PDRB
Kabupaten Tangerang periode 2003-2007 dan data PDRB Provinsi Banten 2003-
2007 menurut sektor –sektor ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah
pendekatan Location Quetion dan analisi Shift Share. Hasil penelitian dengan
menggunakan pendekatan location quetient menunjukan bahwa sektor-sektor
ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Tangerang berdasarkan
terunggul adalah sektor listrik, gas dan air bersih; sektor industri pengolahan;
sektor pertanian serta sektor jasa-jasa. Berdasarkan analisis shift share, sektor
unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat hanya sektor jasa-jasa
(Ppij > 0). Walaupun demikian , sektor jasa-jasa bukanlah sektor ekonomi yang
pertumbuhannya paling cepat. Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan
tercepat justru terdapat pada sektor non unggulan keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, sektor non unggulan bangunan, serta sektor non unggulan
pengangkutan dan komunikasi. Dilihat dari daya saingnya, semua sektor ekonomi
mempunyai daya saing yang baik (PPWij > 0). Namun, dari seluruh sektor
42
unggulan hanya sektor listrik, gas dan air bersih yang memiliki daya saing
tertinggi, Jika diurutkan sektor yang daya saingnya tertinggi yaitu: sektor
unggulan listrik, gas dan air bersih, sektor non unggulan pengangkutan dan
komunikasi serta sektor non unggulan perdagangan, hotel dan restoran.
Dari seluruh sektor-sektor unggulan di Kabupaten Tangerang , tidak
semua sektor unggulan mempunyai penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Sektor-
sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah sektor non
unggulan perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor unggulan industri dan
sektor unggulan jasa-jasa. Oleh karena itu meningkatkan perekonomian
Kabupaten Tangerang, pemerintah memprioritaskan dan mengembangkan sektor
jasa-jasa, karena selain sektor tersebut merupakan sektor unggulan yang
mempunyai pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing tinggi, sektor tersebut
menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
Cholif Prasetio Wicaksosno (2010) dalam skripsi yang berjudul “ Analisis
Disparitas Pendapatan Antara Kabupaten/Kota Dan Pertumbuhan Ekonomi Di
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007”. Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa
Tengah secara keseluruhan terus mengalami peningkatan pada tahun 2003 hingga
2007 pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah sekitar 5%, sedangkan
pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah masih banyak
yang berada di bawah 5%. Perbedaan pertumbuhan ekonomi tiap daerah di
Propinsi Jawa Tengah mengidentifikasikan adanya disparitas pendpatan.
43
Disparitas pendapatan antar daerah dapat meyebabkan permasalah
pembanguan dan ketidakstabilan perekonomian. Penelitiann ini bertujuan untuk
menganalisis besarnya disparitas antar daerah dan pertumbuhan ekonomi
Kabupaten/Kota, menganalisis sektor-sektor yang berpotensi dikembangkan guna
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengklasifikasi daerah dan sektor-sektor
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan laju pertumbuhan dan
pendapatan perkapitanya/kontribusinya. Metode analisis yang digunakan adalah
analisis pertumbuhan ekonomi, Locatoin Quotient (LQ), Shift Share (SS),
Tipologi Klassen, Indeks Williamson dan Indeks Theil.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa, sektor industri pengolahan dan
sektor pertanian termasuk sektor yang berpotensi untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi tiap Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah. Masih banyak daerah
Propinsi Jawa Tengah yang tergolong dalam daerah relatif tertinggal, tercatat
sebanyak 14 kabupaten termasuk daerah relatif tertinggal. Disparitas pendapatan
antar daerah di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 tergolong tinggi (> 0,5)
dan mengalami kecenderungan menurun. Sementara itu hipotesis ‘U’ kuznets
yang menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dengan ketimpangan tidak
berlaku di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan temuan tersebut saran yang
disampaikan untuk mengurangi disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota
adalah menerapkan kebijakan pembagian yang memprioritaskan pada daerah-
daerah yang relatif tertinggal.
44
Sondari (2007) dengan judul ”Analisis Sektor Unggulan Dan Kinerja
Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 2001-2005” menggunakan metode analisis
LQ dan hasilnya menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005, sektor
yang menjadi sektor basis dan merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat
yaitu Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih, Sektor Industri Pengolahan serta Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
2.5 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya sektor – sektor ekonomi
unggulan yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Tangerang Selatan.
Sektor-sektor unggulan tersebut apa bila terus dikembangkan, akan membantu
meningkatkan perekonomian wilayah Kota Tangerang Selatan selanjutnya,
Begitupun dengan karakteristik wilayah yang kuat jika di kembangkan akan
menjadi wilayah yang potensial. Laju pertumbuhan ekonomi yang berasal dari
perubahan PDRB menurut 9 sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha ini
dianalisis dengan menggunakan Metode Shift Share (S-S) dimana sektor-sektor
tersebut akan menagalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.
Metode LQ digunakan untuk menentukan sektor-sektor unggulan, dari
PDRB tersebut dapat menjadi acuan prioritas sektor- sektor unggulan yang sangat
potensial untuk dikembangkan sehingga pada akhirnya akan menciptakan
45
pertumbuhan Kota Tangerang Selatan yang berkelanjutan. Secara skematis,
kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada gambar 3.
46
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Location Quentient (LQ) Analisis Shift Share (S-S)
PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga
Konstan
Sektor-Sektor Unggulan Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-Sektor
Unggulan
Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Atas Harga Konstan
Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui Pendekatan Sektor-Sektor Unggulan
Karakteristik Wilayah Kota Tangerang Selatan
1. Sektor Pertanian 2. Sektor Penggalian dan
Pertambangan 3. Sektor industri 4. Sektor listrik,gas dan air
bersih 5. Sektor bangunan dan
kontruksi 6. Sektor perdagangan, hotel
dan restoran 7. Sektor pengangkutan dan
komunikasi 8. Sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan
9. Sektor jasa-jasa
Potensi Dan Prospek Kota Tangerang Selatan
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data
sekunder yaitu data PDRB sektor- sektor ekonomi menurut lapangan usaha di
Kota Tangerang Selatan Tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 dan data PDRB
sektor- sektor ekonomi menurut lapangan usaha di Provinsi Banten periode
2007 - 2008 .
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah:
1. Wawancara
wawancara merupakan pertemuan 2 orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab. Sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara dalam penelitian ini menggabungkan
teknik observasi partisipatif dengan wawancara yang mendalam (in dept
interview). Jenis wawancara ini menggunakan wawancara semi-terstruktur
yang sudah termasuk kedalam kategori in dept interview, dimana dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
48
terstruktur dan peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan (Narbuko dan Achmadi, 2003:83)
2. Data Sekunder
Data PDRB sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha dikota
Tangerang Selatan dari Tahun 2007 sampai Tahun 2008 dan data PDRB
sektor-sektor ekonomi menurut lapangan usaha Provinsi Banten
2007-2008. Data ini diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kota
Tangerang Selatan, BPS Provinsi Banten, BPS pusat, BAPPEDA Kota
Tangerang Selatan.
Peneliti menggunakan data tahun 2007 sampai tahun2008 karena kondisi
perekonomian di Kota Tangerang Selatan sudah dapat dilihat jangka
waktu tersebut. Selain itu juga Kabupaten Tangerang mengalami
pemekaran wilayah.
3.3 Metode Analisis Data
3.3.1 Analisis LQ ( Location Quotient)
Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara pendapatan di sektor i
pada daerah bawah terhadap pendapat total semua sektor di daerah bawah dengan
pendapatan disektor i pada daerah terhadap pendapatan total semua sektor di
daerah atasnya.
49
Menurut Richardson dalam Adisasmita (2005:28) analisis basis ekonomi
Rumus LQ dapat dituliskan :
LQ = Sib / Sb Sia / Sa
Keterangan :
Sib : Pendapatan sektor i pada daerah bawah ( Kota Tangerang Selatan )
Sb : Pendapatan total semua sektor daerah bawah ( Kota Tangerang Selatan )
Sia : Pendapatan sektor i pada daerah atas ( Propinsi Banten)
Sa : pendapatan total semua sektor daerah atas ( Propinsi Banten)
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sektor unggulan, artinya
peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan lebih besar
dari pada peranan sektor tersebut dalam perkonomian Provinsi Banten.
Sebaliknya, apabila nilai LQ< 1 maka sektor i dikatagorikan sebagai sektor non
unggulan, artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Tangerang
Selatan lebih kecil dari pada peranan sektor tersebut dalam perekonomian
Propinsi Banten. Sedangkan LQ = 1 , maka ada kecenderungan sektor tersebut
bersifat tertutup karena tidak melakukan transaksi ke dan dari luar
daerah/wilayah, namun kondisi seperti ini sulit ditemukan dalam sebuah
perkonomian wilayah.
50
3.3.2 Analisis S-S (shift share)
Dalam menggunakan analisis shift share, langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah:
1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah
yang akan dianalisis adalah wilayah Kota Tangerang Selatan.
2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator
kegiatan ekonomi yang digunakan disini adalah pendapatan yang
dicerminkan dari nilai PDRB kota Tangerang Selatan dan Propinsi Banten.
Sedangkan periode analisis digunakan dari Tahun 2007 sampai dengan
tahun 2008.
3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah sektor ekonomi berdasarkan
lapangan usaha yang terdiri dari sektor, yaitu : Sektor Pertanian;
Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas, dan Air
Bersih; Bangunan/Kontruksi; Perdagangan, Hotel dan Restoran;
Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan, serta Jasa-Jasa.
4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi, dengan menghitung
persentase perubahan PDRB:
%∆Yij = [(Y’ij - Yij )/ Yij ] · 100%
Keterangan :
51
∆Yij = Perubahan pendapatan sektor i pada wilayah j
Yij = Pendapatan dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
Y’ij
5. Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi yang terdiri dari:
= Pendapatan dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis
a. ri
ri = (Y’ij - Yij)/ Yij
b. Ri
; dengan ri adalah rasio pendapatan sektor i pada
wilayah j.
Ri = (Y’i - Yi)/ Yi ; dengan Ri adalah rasio pendapatan (provinsi) dari
sektor i, Y’i adalah pendapatan (propinsi) dari sektor i pada tahun
akhir analisis, dan Yi
c. Ra
adalah pendapatan (propinsi) dari sektor i pada
tahun dasar analisis
Ra = (Y’..-Y..) / Y.. ; dengan Ra adalah rasio pendapatan (propinsi),
Y’.. adalah pendapatan (propinsi) pada tahun akhir analisis, dan Y..
6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah
adalah pendapatan (propinsi) pada tahun dasar analisis
a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
52
PRij = (Ra) Yij
Keterngan =
Prij = Komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah j
Yij
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
= Pendapatan dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
PPij = (Ri-Ra) Yij ; dimana PPij adalah komponen pertumbuhan
proporsional sektor i untuk wilayah j. Apabila:
PPij < 0, menunjukan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya
lambat.
PPij
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
> 0, menunjukan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya
cepat.
PPWij = (ri-Ri)Yij dimana PPWij adalah Komponen Pertumbuhan
Pangsa Wilayah sektor i untuk wilayah j. Apabila:
PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang
baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
PPWij
d. Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan :
< 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang
kurang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
%PNij = (PNij) / Yij* 100%
%PPij = (PPij) / Yij* 100%
53
%PPWij = (PPWij) / Yij
1. Pendekatan produksi, PDRB diartikan dihitung berdasarkan jumlah nilai
produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi
dalam suatu wilayah atau region pada jangka waktu tertentu, biasanya
setahun dan disebut produk regional.
* 100%
3.4 Definisi Operasional
PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu adalah data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun dasar harga
konstan.
PDRB atas dasar harga berlaku adalah PDRB yang dinilai berdasarkan
harga pada tahun berjalan, baik pada saat menilai produksi, biaya antara maupun
komponen nilai tambah.
PDRB atas dasar harga konstan adalah PDRB yang di nilai berdasarkan
harga pada tahun tertentu atau tahun dasar, baik pada saat menilai produksi, biaya
antara maupun komponen nilai tambah.
Untuk menghitung PDRB, ada tiga pendekatan yang dapat digunakan,
yaitu:
54
2. Pendekatan pendapatan, PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh
factor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu.
3. Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah jumlah nilai pengeluaran konsumsi
rumah tangga, pemerintah, lembaga nirlaba, pembentukan modal tetap
domestik bruto, perubahan stok dan Ekpor neto (Ekpor neto merupakan
ekspor dikurangi impor)
Moderenitas adalah perubahan–perubahan masyarakat yang bergerak dari
keadaaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju suatu
masyarakat yang modern.
55
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN
4.1 Sejarah dan Kondisi Umum Kota Tangerang Selatan
Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan
Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku
Betawi, dan Suku Tionghoa. Kota Tangerang Selatan adalah salah satu kota di
Provinsi Banten, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri
Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Wilayah ini merupakan pemekaran
dari Kabupaten Tangerang. Rencana ini berawal dari keinginan warga di wilayah
selatan untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari
kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom.
Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga
banyak fasilitas terabaikan.
Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom
ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok
Aren, Cisauk, dan Setu. Wilayah ini berpenduduk sekitar 966.037 jiwa. Pada 22
Januari 2007, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tangerang menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan
Tangerang Selatan. Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Endang Sujana,
56
Ciputat dipilih secara aklamasi. Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Banten mulai membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang mulai 23
Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan
pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan
pada 22 Maret 2007. (Wikipedia, 11:55)
Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan
secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan)
kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 Km2. 7 kecamatan Kota
Tangerang Selatan terdiri dari Serpong, Serpong Utara, Ciputat, Ciputat Timur,
Setu, Pamulang, Pondok Aren.
Menurut Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008, luas
wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan
(yang kemudian diambil sebagai luas wilayah kota Tangerang Selatan) adalah
sebesar 150,78 Km2 sedangkan menurut Kompilasi Data untuk Penyusunan
RTRW Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 147,19 Km2 dengan rincian luas
kecamatan masing-masing yang berbeda pula. Angka yang digunakan adalah
147,19 Km2 karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten.
Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:
57
- Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota
Tangerang
- Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota
Depok
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang
Luas wilayah masing-masing kecamatan tertera dalam Tabel 1.
Kecamatan dengan wilayah paling besar adalah Pondok Aren dengan luas
2.988 Ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan, sedangkan
kecamatan dengan luas paling kecil adalah Setu dengan luas 1.480Ha atau
10,06%.
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Tangerang Selatan
No Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Persentase terhadap
luas kota (%) 1 Serpong 2,404 16.33% 2 Serpong Utara 1,784 12.12% 3 Ciputat 1,838 12.49% 4 Ciputat Timur 1,543 10.48% 5 Pamulang 2,682 18.22% 6 Pondok Aren 2,988 20.30% 7 Setu 1,480 10.06%
Kota Tangerang Selatan 14,719 100.00%
Sumber :Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 Dalam Kompilasi Data Untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2008)
58
Bagian barat wilayah Kota Tangerang selatan yang berbatasan dengan
kabupaten Tangerang sesuai untuk pertanian lahan kering, sedangkan untuk
sebagian besar bagian utara wilayah Kota Tangerang Selatan kurang sesuai baik
untuk pertanian tanaman lahan kering maupun lahan basah. Bagian selatan
wilayah Kota Tangerang selatan sebagian digunakan untuk lahan pertanian
tanaman lahan basah dan pengembangan tambak, walaupun lahan ini kurang
sesuai untuk pertanian lahan basah maupun kering, namun saat ini telah diatasi
dengan sistem irigasi dan pompanisasi.
Penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.051.374 jiwa pada
tahun 2007, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 532.670 Jiwa
sedangkan perempuan 518.704 jiwa. Rasio jenis kelamin adalah sebesar 102,69,
yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan
jumlah perempuan. Kepadatan penduduk kota tersebut mencapai
7.143 orang /km2. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari angka kepadatan
Kabupaten induk (Kabupaten Tangerang dengan 36 kecamatan) yaitu
3.154,08 orang/km2. Kepadatan tertinggi terdapat di ciputat timur
(9.769 orang/km2) dan kepadatan terendah disetu (3.614 orang/km2).
59
Tabel 2.Perbandingan Demografi Kota Tangerang Selatan Dengan Kabupaten Tangerang Dengan 36 Kecamatan Dan Kabupaten Tangerang Dengan 29 Kecamatan
Demografi Kab.Tangerang
36 kecamatan Kota Tangerang
Selatan 7 kecamatan
Kab.Tangerang 29 kecamatan
Kelurahan 77 49 28 Desa 251 5 246 Jumalh (orang ) 3.502.226 1.051.374 2450.852 Luas wilayah (Km2)*)
1.110,38 147,19 959,60
Kepadatan (orang/km2)
3.154,08 7.143 2.554,04
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan 2008
Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kota Tangerang Selatan tahun
2008 adalah 102,69 artinya komposisi penduduk laki-laki lebih banyak di
bandingkan penduduk perempuan. Kecenderungan sex rasio diatas 100 di
mungkinkan dengan banyaknya pendatang yang terserap di lapangan pekerjaan
khususnya sektor industri dan perdagangan/ jasa masih didominasi oleh kalangan
laki-laki.
Jika dilihat dari umur, persentase terbesar penduduk Kota Tangerang
Selatan tahun 2008 adalah pada kelompok 15-60 tahun yaitu sekitar 68,6 %,
sedangkan kelompok umur 0 – 14 tahun sekitar 27,94 persen dan kelompok umur
60 tahun keatas berjumlah 3,47 persen. Komposisi jumlah penduduk menurut
kelompok umur tersebut menunjukkan bahwa rasio ketergantungan penduduk di
kota tangerang selatan sekitar 50,51 atau dengan kata lain dari 100 usia produktif
menanggung 49,49 penduduk tidak produktif.
60
4.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan
Sebelum Kota Tangerang Selatan disahkan, PJS Walikota Kota Tangerang
Selatan telah mengintruksikan kepada Kepala Bagian Organisasi Kabupaten
Tangerang untuk menyusun SOTK Pemerintah Kota Tangerang Selatan. "Ini
bertujuan agar pemerintahan dapat langsung dijalankan, setelah penjabat wali kota
dilantik. SOTK Kota Tangerang Selatan yang telah tersusun adalah untuk
sekretaris daerah 1, asisten daerah 2, dinas 7, badan 3, kantor 6, dan bagian 2.
Adapun untuk penyerahan pegawai, eselon II A 1 orang, eselon II B 15 orang,
eselon III A 32 orang, eselon III B 61 orang, eselon IV A 314 orang, dan
fungsional 4.188 orang.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 2007 yang telah diatur dalam Peraturan Walikota Tangerang
Selatan Nomor 1 Tahun 2009 dan diubah oleh Peraturan Walikota Tangerang
Selatan Nomor 7 Tahun 2009 terdiri dari 3 Asisten, Sekretariat DPRD, 11 Dinas
Daerah, 8 Lembaga Teknis Daerah, 5 Staf Ahli, Inspektorat KOTA, Kantor
Satuan Pamong Praja, Kecamatan dan Kelurahan.
61
4.3 Ketenaga Kerjaan
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting bagi pembangunan
ekonomi daerah yang ada akhirnya mengurangi angka pengangguran sehingga
dapat berdampak memperkecil tingkat kemiskinan pada masyarakat. Indikator
ketenagakerjaan yang dapat memberikan gambaran tentang seberapa besar
keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi produktif adalah tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK). TPAK merupakan persentase penduduk
(10 tahun ke atas) yang tergolong angkatan kerja.
Penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.051.374 jiwa pada tahun
2007, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 532.670 jiwa
sedangkan perempuan 518.704 jiwa. Rasio jenis kelamin adalah sebesar 102,69,
yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan
jumlah perempuan. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada tahun
2008 menunjukkan bahwa kelompok umur dengan jumlah penduduk terbesar
adalah 0 – 4 tahun, yaitu sebesar 9,69% sedangkan kelompok umur dengan
jumlah penduduk terkecil adalah ≥ 60, yaitu sebesar 3,47%.
Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur diolah dari Kompilasi
Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan. Karena ada
ketidakcocokan antara jumlah total penduduk yang ada dalam Kabupaten
Tangerang Dalam Angka Tahun 2007/2008 yang digunakan sebagai acuan, angka
62
yang digunakan adalah angka persentase dan bukan angka absolut dengan asumsi
bias tersebar ke dalam semua kelompok data.
Pada sektor ketenagakerjaan, Pemerintah Kota Tangerang Selatan
menyusun kebijakan, strategi dan penyusunan program dibidang ketenagakerjaan
berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Berdasarkan tingkat pendidikan pencari kerja yang tercatat pada
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang pada tahun 2007, pencari kerja dengan
tingkat pendidikan SLTA merupakan kelompok pencari kerja terbesar dengan
jumlah 9.690 orang dari total 16.426 orang atau sebesar 58,99%. Pencari kerja
dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (DI-DII, DIII dan Sarjana) juga
tercatat cukup besar yaitu berjumlah 3.297 orang atau 20,07%. Pencari kerja tak
tamat SD hanya sebanyak 16 orang atau 0,1%. Jumlah penduduk menurut jenis
pekerjaan pada tahun 2009, penduduk Kota Tangerang Selatan banyak yang
bekerja pada instansi BUMN/BUMD/Swasta dengan jumlah 521.192 orang atau
50,01% sedangkan yang bekerja pada sektor peternakan hanya berjumlah 210
orang atau 0,02 %. (Kompilasi Data Awal Kota Tangerang Selatan,2009).
63
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL 5.1.1 Sektor –Sektor Ekonomi Kota Tangerang Selatan Berdasarkan
PDRB Periode 2007-2008
Struktur ekonomi di Kota Tangerang Selatan selama dua tahun terakhir
2007 – 2008 didominasi oleh kelompok sektor sekunder dan tersier, namun
utamanya adalah didominasi kelompok sekunder. Pada tahun 2007, pembentukan
PDRB tetap didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar
1,14 Triliun hampir setengah nilai PDRB Kota Tangerang Selatan. Kemudian
diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang mempunyai
peranan sebesar 438 miliar. Dilihat struktur perkembangan perekonomian Kota
Tangerang Selatan berikut 9 sektor yang berpotensi mampu di berperan dalam
mengembangkan wilayah Kota Tangerang Selatan selama kurun waktu 2007
hingga 2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 3. PDRB ADH Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Kota tangerang Selatan Periode 2007-2008
Lapangan Usaha PDRB 2007 PDRB 2008
1. Pertanian 44.001,03 43.892,23 2. Pertambangan dan Penggalian 1.069,88 1.076,56 3. Industri Pengolahan 933.461,05 935.085,02 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 184.743,51 194.447,48 5. Banggunan 319.450,27 326.480,24 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.146.690,37 1.314.808,14 7. Pengangkutan dan Komunikasi 778.686,27 820.451,71 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 438.010,21 490.496,60
64
Perusahaan 9. Jasa-Jasa 545.877,46 583.018,15
Total PDRB 4.391.990,06 4.709.756,14 Sumber. BPS Kota Tangerang Selatan 2007 5.1.2 Sektor-Sektor Unggulan Kota Tangerang Selatan Periode 2007-2008
Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah Location
Quotient atau yang biasa disebut LQ. Indikator yang dipakai pada pendekatan LQ
ini adalah indikator pendapatan PDRB, sehingga dapat diketahui apakah suatu
sektor merupakan sektor unggulan atau non unggulan dalam kaitannya dengan
menghasilkan pendapatan bagi perekonomian wilayah Kota Tangerang Selatan.
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data pendapatan wilayah
(PDRB) Kota Tangerang Selatan atas dasar harga konstan dan Provinsi Banten
sebagai wilayah yang lebih luas. Data ini diambil pada periode 2007-2008.
Periode 2007-2008 dijadikan tahun penelitian karena Kota Tangerang Selatan
mengalami pemekaran wilayah dan telah mengalami pertumbuhan dilihat lewat
melalui kecamatan.
Tabel 4. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Pendapatan
Wilayah Periode 2007-2008
lapangan usaha 2007 2008 Pertanian 0.12 0.11 Pertambangan dan penggalian 0.22 0.19 Industri pengolahan 0.43 0.42 Listrik, gas dan air bersih 1.04 1 Banggunan 2.51 2.37 Perdagangan, hotel dan restoran 1.32 1.35
65
Pengangkutan dan komunikasi 1.89 1.93 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 3.03 2.87 Jasa-jasa 2.68 2.52
Sumber ;BPS Kota Tangerang Selatan 2008 (Diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ),
sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor unggulan di kota tangerang selatan
berdasarkan yang terunggul adalah, 1. Sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, 2. Sektor jasa-jasa, 3. Sektor bangunan, 4. Sektor pengangkutan dan
komunikasi, 5. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, 6. Sektor listrik, gas dan
air bersih.
5.1.3 Pertumbuhan Dan Daya Saing Sektor-Sektor Unggulan Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Analisis Shift Share
5.1.3.1 Pertumbuhan Total PDRB Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi
Banten
Persentase pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kota Tangerang
Selatan pada periode 2007-2008 menunjukkan peningkatan kontribusi sebesar
7,24 persen (Tabel 2). Pada tahun 2007 nilai riil PDRB Kota Tangerang Selatan
atas harga konstan tahun 2000 adalah sebesar Rp 4.39 triliun dan meningkat pada
tahun 2008 menjadi Rp. 4,71 triliun, sehingga pada periode 2007-2008 terjadi
peningkatan dengan pertumbuhan sekitar Rp.317 miliar atau 7,24 persen.
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan sektor
perekonomian tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu
sebesar 14,66 persen. Pada tahun 2007 kontribusi yang diberikan terhadap PDRB
66
Kota Tangerang Selatan adalah sebesar Rp. 1,14 triliun dan meningkat menjadi
Rp.1.31 triliun pada tahun 2008, sehingga pada periode 2007-2008. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran di Kota Tangerang Selatan tumbuh sangat pesat
karena bermunculannya pusat-pusat perbelanjaan baru dari awal tahun 2007
sampai tahun 2008 masih marak di wilayah Kota Tangerang Selatan. Sektor ini
juga merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi jika dibandingkan dengan
sektor lainnya. Sub sektor perdagangan besar dan eceran merupakan motor utama
pada sektor tersebut, dimana kontribusi NTB-nya PDRB mencapai 16,08 persen
pada tahun 2008. Dan sub sektor restoran mengalami pertumbuhan 12,29 persen
dengan peranan sebesar 12,40 persen terhadap total PDRB.
Tabel 5. Perubahan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008 (juta rupiah)
Lapangan Usaha PDRB 2007 PDRB 2008 ∆ PDRB Persen Pertanian 44,001.03 43,892.23 -108.80 -0.25 Pertambangan dan penggalian 1,069.88 1,076.56 6.68 0.62 Industri pengolahan 933,461.05 935,085.02 1,623.97 0.17 Listrik, gas dan air bersih 184,743.51 194,447.48 9,703.97 5.25 Banggunan 319,450.27 326,480.24 7,029.97 2.20 Perdagangan, hotel dan restoran 1,146,690.37 1,314,808.14 168,117.77 14.66 Pengangkutan dan komunikasi 778,686.27 820,451.71 41,765.44 5.36 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 438,010.21 490,496.60 52,486.39 11.98 Jasa-jasa 545,877.46 583,018.15 37,140.69 6.80 Total PDRB 4,391,990.06 4,709,756.14 317,766.08 7.24 Sumber. BPS Kota Tangerang Selatan 2008 (diolah)
67
Persentase pertumbuhan sektor perekonomian terendah adalah sektor
pertanian yang tumbuh sebesar -0,25 persen. Pada tahun 2007 kontribusi yang
diberikan terhadap PDRB Kota Tangerang Selatan adalah sebesar Rp. 44 miliar
dan menurun pada tahun 2008 menjadi Rp 43,8 miliar, serta penurunan PDRB
sebesar -108,8 miliar. Pada tahun 2008 kontribusi sub sektor pertanian tidak ada
yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2007, semuanya
turun meskipun tidak signifikan, kecuali sub sektor perikanan yang mempunyai
peranan tetap seperti tahun sebelumnya yaitu 0,03 persen. Penurunan paling besar
terdapat pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang kontribusinya turun
menjadi 0,39 persen. Pertumbuhan sektor pertanian tahun 2008 sebesar (-0,25)
persen. Semua sub sektor mengalami pertumbuhan yang negatif, hanya sub sektor
tanaman perkebunan yang mengalami pertumbuhan yang positif sebesar
0,24 persen. Hal ini menyebabkan keberadaaan sektor pertanian semakin lama
menghilang di Kota Tangerang Selatan.
Pada pertumbuhan PDRB di Provinsi Banten yang mengalami
peningkatan sebesar Rp.3,78 triliun yaitu sebesar 5,81 persen pada periode 2007-
2008. Pada tahun 2007 nilaii riil PDRB Provinsi Banten atas harga konstan 2000
adalah sebesar Rp.65,04 triliun dan meningkat pada tahun 2008 menjadi
Rp.68,83 triliun.
68
Tabel 6. Perubahan PDRB Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2007 dan 2008 (juta rupiah)
Lapangan Usaha PDRB 2007 PDRB 2008 ∆ PDRB Persen Pertanian 5,242,350.50 5,408,861.73 166,511.23 3.17 Pertambangan dan penggalian 69,292.80 79,151.12 9,858.32 14.22 Industri pengolahan 31,496,751.70 32,225,075.20 728,323.50 2.31 Listrik, gas dan air bersih 2,629,581.30 2,833,527.01 203,945.71 7.755 Banggunan 1,880,273.90 2,010,388.56 130,114.66 6.91 Perdagangan, hotel dan restoran 12,800,800.90 14,202,996.50 1,402,195.60 10.95 Pengangkutan dan komunikasi 5,780,569.90 6,200,675.31 420,105.41 7.26 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2,138,061.80 2,489,875.78 351,813.98 16.45 Jasa-jasa 3,009,098.00 3,380,093.59 370,995.59 12.32 Total PDRB 65,046,775.80 68,830,644.80 3,783,869.00 5.81 Sumber. BPS Provinsi Banten Tahun 2008 (diolah)
Sektor perekonomian yang laju pertumbuhannya terbesar adalah sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 16,45 persen. Sektor ini
memiliki PDRB senilai Rp. 2,13 triliun di tahun 2007 dan meningkat menjadi
Rp.2,48 triliun pada tahun 2008. Sedangkan laju pertumbuhan perekonomian
terendah terjadi pada sektor pertanian yaitu 3,17 persen.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki perubahan PDRB terbesar
yaitu sebesar Rp. 1,40 triliun . nilai ini diperoleh darii selisih antara PDRB sektor
perdagangan, hotel dan restoran tahun 2008 sebesar Rp. 14,20 triliun dengan
PDRB sektor yang sama tahun 2008 sebesar Rp. 12,80 triliun. Perubahan PDRB
terendah terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar
69
Rp 9,58 miliar yang didapat dari selisih antara PDRB sektor tersebut pada tahun
2008 sebesar Rp. 79,15 miliar dengan PDRB sektor yang sama pada tahun 2007
sebesar Rp.69,29 miliar.
5.1.3.2 Rasio PDRB Total dan Sektoral Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi Banten Tahun 2007-2008
Secara garis besar , dapat dilihat bahwa selama periode 2007-2008
kontribusi seluruh sektor perekonomian di Kota Tangerang Selatan maupun
Provinsi Banten mengalami peningkatan. Setiap sektor memiliki Rasio yang
berbeda-beda, baik pada PDRB Kota Tangerang Selatan maupun PDRB Provinsi
Banten. Rasio tersebut tercermin dari nilai Ra, Ri, ri.
Nilai Ra didapat dari perhitungan selisih antara jumlah PDRB Provinsi
Banten tahun 2008 dengan jumlah PDRB Provinsi Banten Tahun 2007 dibagi
dengan jumlah PDRB Provinsi Banten Tahun 2007. Antara tahun 2007-2008,
nilai Ra adalah sebesar 0.05 (tabel 4). Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan
ekonomi Provinsi Banten meningkat sebesar 0,05
Nilai Ri diperoleh dari hasil perhitungan selisih antara PDRB Provinsi
Banten sektor i pada tahun 2008 dengan PDRB Provinsi Banten sektor i pada
tahun 2007 dibagi dengan PDRB Provinsi Banten sektor i pada tahun 2007.
Seluruh sektor perekonomian di Indonesia memiliki nilai Ri yang positif karena
terjadi peningkatan kontribusi pada masing-masing sektor perekonomian.
70
Tabel 7. Rasio Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi Banten (Nilai Ra, Ri, dan ri) Lapangan usaha Ra Ri ri Pertanian 0.05 0.03 0.002 Pertambangan dan Penggalian 0.05 0.14 0.006 Industri Pengolahan 0.05 0.02 0.001 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.05 0.07 0.05 Banggunan 0.05 0.06 0.02 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.05 0.1 0.14 Pengangkutan dan Komunikasi 0.05 0.07 0.05 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.05 0.16 0.11 Jasa-Jasa 0.05 0.12 0.06
Sumber. BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2007 dan 2008 (diolah)
Nilai Ri paling besar terdapat pada sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan yaitu sebesar 0,16. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan adalah yang terbesar di Provinsi
Banten. Sedangkan nilai Ri terkecil terdapat pada sektor pertanian, yaitu sebesar
0,03 karena adanya konvensi lahan yang menjadi pusat perdagangan, pemukiman
dan industri.
Nilai ri di dapat dari perhitungan selisih antara PDRB sektor i di Kota
Tangerang Selatan tahun 2008 dengan PDRB sektor i di Kota Tangerang Selatan
tahun 2007 dibagi dengan PDRB sektor i di Kota Tangerang Selatan tahun 2007.
Berdasarkan tabel 7, semua sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan
mengalami peningkatan kontribusi sehingga semua sektor memiliki nilai ri yang
positif. Nilai ri terbesar ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran
71
sebesar 0,14 karena sektor ini sangat meningkat pesat ditiap tahunnya dan masih
marak dan berkembang sampai sekarang. Diantaranya sub sektor perdagangan
besar dan eceran merupakan motor utama pada sektor tersebut menyebabkan
bermunculannya pusat-pusat perbelanjaan pada skala besar maupun skala kecil di
Kota Tangerang Selatan.
5.1.3.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2007-2008
Dalam pembangunan wilayah Kota Tangerang Selatan, dipengaruhi oleh
faktor komponen pertumbuhan wilayah. Komponen tersebut terdiri dari
komponen Pertumbuhan Regional(PR), Komponen Pertumbuhan Proposional
(PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika ketiga komponen
pertumbuhan wilayah tersebut bernilai positif, maka laju pertumbuhan sektor-
sektor perekonomian di Kota Tangerang Selatan semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Komponen pertumbuhan regional merupakan hasil kali antara rasio PDRB
Provinsi Banten dengan PDRB sektor i pada Kota Tangerang Selatan tahun 2007.
Komponen ini dapat terjadi karena adanya perubahan kebijakan ekonomi
ditingkat Provinsi. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh adanya perubahan dalam
hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor di Kota Tangerang
Selatan. Jika ditinjau secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten
tahun 2007-2008 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Tangerang
Selatan sebesar Rp. 4,39 triliun (25 persen).
72
Tabel 8. Analisis shift share Menutut Lapangan Usaha di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 2007-2008
lapangan usaha PRij PRij Persen Pertanian 2200.052 5 Pertambangan dan Penggalian 53.494 5 Industri Pengolahan 46673.05 5 Listrik, Gas dan Air bersih 9237.176 5 Banggunan 15972.51 5 Perdagangan, Hotel dan Restoran 57334.52 5 Pengangkutan dan Komunikasi 38934.31 5 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 21900.51 5 Jasa-Jasa 27293.87 5 Total 219599.5 5
Sumber.BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah) Berdasarkan Tabel 8, semua sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan
mengalami peningkatan Kontribusi dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebagai sektor yang mengalami peningkatan kontribusi terbesar yaitu sebesar
Rp.286,67 miliar. Sedangkan sektor yang mengalami peningkatan kontribusi
terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai Pertumbuhan
Regional (PR) sebesar Rp 267,47 juta. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang sangat mempengaruhi
perkembangan dan pembangunan Kota Tangerang Selatan sebagai Kota mandiri.
Dari analisis sebelumnya sektor perdagangan, hotel dan restoran pun mejadi
sektor yang terus berkembang dan pertumbuhannya meningkat.
Komponen pertumbuhan proposional sebagai komponen pertumbuhan
wilayah yang kedua. Komponen ini didapat dari hasil kali antara PDRB Kota
73
Tangerang Selatan sektor i Tahun 2007 dengan selisih antara Ri dan Ra. Hasilnya
perhitungannya dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proposional, Tahun 2007-2008
Lapangan Usaha PPij PPij Persen
Pertanian -880.021 -2 Pertambangan dan Penggalian 96.2892 -9 Industri Pengolahan -28.003.8 -3 Listrik, Gas dan Air bersih 3.694.87 2 Banggunan 3.194.503 1 Perdagangan, Hotel dan Restoran 57.334.52 5 Pengangkutan dan Komunikasi 15.573.73 2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 48.181.12 11 Jasa-Jasa 38.211.42 7 Total 35.135.92 0.8
Sumber.BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
Jika dilihat dari tabel 9, sektor unggulan dengan nilai PP positif (PPij>0)
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 57,33 miliar
(5 persen). Sektor ini merupakan sektor unggulan yang pertumbuhannya cepat.
Sementara itu sektor unggulan lainnya memiliki nilai PP negatif adalah sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan.
Sektor pertanian memiliki nilai PP Rp.-880,02 miliar (-2 persen), hal ini
dikarenakan wilayah Kota Tangerang Selatan bukan menjadi leading sektor bagi
pengembangan wilayah, terlihat semakin sempitnya lahan pertanian yang beralih
fungsi menjadi daerah jasa, pemukiman dan perdagangan. Sektor industri
pengolahan memiliki nilai PP sebesar Rp. -28 miliar (-3 persen)., hal ini
disebabkan karena peran Kota Tangerang Selatan terhadap sektor industri tidak
74
memenuhi kapasitas sebagai industri pengolahan, sehingga wilayah Tangerang
Selatan hanya sebagai ekportir dari wilayah lainnya. Kedua sektor non unggulan
tersebut tergolong sektor yang pertumbuhannya lambat (PPij < 0). Semua sektor
yang unggulan dan non unggulan memiliki nilai PP yang positif sehingga sektor-
sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat.
Untuk komponen pangsa wilayah, sektor yang memiliki nilai PPWij > 0
tergolong sektor yang memiliki daya saing baik, sedangkan untuk sektor yang
memilki nilai PPWij <0 maka sektor tersebut termasuk sektor yang mempunyai
daya saing kurang baik . dalam tabel 7, sektor yang mempunyai nilai PPWij > 0
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Lihat pada tabel 10.
Tabel 10. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2007-2008
lapangan usaha PPWij PPWij Persen Pertanian -1320.03 -3 Pertambangan dan Penggalian -149.783 -14 Industri Pengolahan -18669.2 -2 Listrik, Gas dan Air Bersih -3694.87 -2 Banggunan -12778 -4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 45867.61 4 Pengangkutan dan Komunikasi -15573.7 -2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -21900.5 -5 Jasa-Jasa -32752.6 -6 Total 87839.8 2
Sumber. BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran secara
ekonomi dapat bersaing dengan baik dengan sektor ekonomi yang sama di
75
Kabupaten/ Kotamadya lain di Profinsi Banten. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran mempunyai laju pertumbuhan pangsa wilayahnya terbilang baik sebesar
4 persen dibandingkan dengan sektor-sektor unggulan maupun sektor non
unggulan yang bernilai negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor – sektor
yang nilai PPWij < 0 memiliki daya saing kurang baik pada wilayah
pembandingnya yaitu Propinsi Banten yang lebih luas.
5.1.4 Potensi Dan Prospek Sektor Pertanian di Kota Tangerang Selatan
Melihat tabel 11. Dalam penyusunan RTRW terlihat penggunaan lahan
Kota Tangerang Selatan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman
yaitu seluas 9.941,41 Ha atau 67,54% dari 14.719 Ha. Sawah ladang dan kebun
menempati posisi kedua terluas dengan 2.794,41 Ha atau 18,99%. Penggunaan
lahan paling kecil adalah untuk pasir dan galian yaitu seluas 15,27 Ha atau 0,1%.
Berdasarkan jenis komoditas pertanian yang diproduksi antara lain adalah padi
sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang panjang, cabe rawit,
bayam, terung, kangkung, petsai/sawi, dan cabe besar. Komoditas dengan luas
panen terbesar, yaitu 121 Ha dengan produksi 725 Ton GKP, sedangkan
komoditas dengan luas panen terkecil adalah cabe rawit yaitu 4 Ha dengan
produksi 17 ton.
76
Tabel 11. Luas Penggunaan Lahan di Kota Tangerang Selatan Tahun 2007
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)
Persentase Luas (%)
1 Perumahan dan permukiman 9.941,41 67,54% 2 Industri / Kawasan Industri 167,61 1,14% 3 Perdagangan dan jasa 487,08 3,31% 4 Sawah, ladang, dan kebun 2.794,41 18,99% 5 Semak belukar dan rerumputan 366,48 2,49% 6 Pasir dan galian 15,27 0,10% 7 Situ dan danau / tambak / kolam 137,43 0,93% 8 Tanah kosong 809,31 5,50%
Jumlah 14.719 100,00% Sumber : Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2008)
Pada tabel 12 terlihat pembagian lahan disetiap wilayah yang memiliki
potensi daerah pertanian, kecamatan tersebut ialah Serpong dengan luas sawah
4.04 Ha lahan kering 42.00 Ha dengan jumlah 46.04 Ha potensi sektor pertanian.
Kecamatan Ciputat dengan jumlah luas 36,51 Ha. Untuk kecamatan Pamulang
luas sawah yang ada yaitu 2.79 Ha. Kecamatan Pondok Aren memiliki jumlah
luas lahan sawah dan lahan kering sebesar 45.00 Ha. Beberapa kecamatan yang
tidak memiliki lahan sawah dan lahan kering yaitu Serpong Utara, Ciputat Timur,
dan Kecamatan Setu. Dalam hal ini terlihat bahwa adanya potensi besar dalam
pertanian pada tahun 2007-2008.
77
Tabel 12. Penggunaan Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan Tahun 2007
No Kecamatan
Lahan Sawah (Ha)
Lahan Kering (Ha)
Jumlah (Ha)
1 Serpong
4.04
42.00
46.04
2 Serpong Utara *) - - - 3
Ciputat 3.51
33.00
36.51
4 Ciputat Timur *) - - - 5
Pamulang 2.79
- 2.79
6 Pondok Aren
3.00
42.00
45.00
7 Setu *) - - -
Kota Tangerang Selatan 13.34
117.00
130.34
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang dalam Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2007/2008
Berdasarkan penyusunan sementara RTRW Kota Tangerang Selatan tahun
2009 Pengembangan sektor berdasarkan regional:
1. Serpong : Bank, persewaan dan jasa perusahaan
2. Serpong Utara : Perdagangan, Hotel dan Restoran
3.Ciputat : Perdagangan, Hotel dan Restoran
4.Ciputat Timur : Jasa-Jasa
5.Pamulang : Pengangkutan dan Komunikasi
6.Pondok Aren : Pengangkutan dan Komunikasi
7.Setu : pengangkutan dan komunikasi
Melihat kecenderungan tersebut pertanian sektor pertanian diantara data
dan perencanaan pengembangan wilayah Kota terjadi pergeseran bahkan semakin
78
terhimpit perkembangannya, terlihat dari tabel 10 dan tabel 12 mengambarkan
adanya prospek sektor pertanian, akan tetapi dalam penegmbangan sektor seakan
sektor pertanian tertutup dengan sektor-sektor yang lebih besar pemasukan PDRB
ke Kota Tangerang Selatan. Ini berarti baik tingkat kemakmuran maupun tingkat
pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah untuk pertanian. Tetapi
hal ini tidak berarti bahwa didaerah tersebut sekor pertanian tidak berkembang
dimasa mendatang karna dalam realitanya adanya prospek dari sektor pertanian
yang masih dapat berkembang dengan pesat.
5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Sektor-Sektor Ekonomi Kota Tangerang Selatan Berdasarkan PDRB
Periode 2007 -2008 5.2.1 Sektor Pertanian, Peternakan Dan Perikanan
Peranan sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB Kota Tangerang
Selatan dalam dua tahun terakhir ini menunjukan trend yang semakin menurun.
Kontribusinya sebesar 0.90 persen pada tahun 2007 dan terus menurun pada tahun
2008 yang mencapai 0.78 persen. Sektor pertanian memiliki lima sub sektor
didalamnya yaitu sub sektor bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub
sektor peternakan, sub sektor kehutanan, sub sektor perikanan. Pada tahun 2008
kontribusi sub sektor pertanian tidak ada yang mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2007, semuanya turun meskipun tidak signifikan,
kecuali sub sekor perikanan yang mempunyai peranan tetap seperti tahun
sebelumnya yaitu sebesar 0.03 persen. Penurunan paling besar terdapat pada sub
79
sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang kontribusinya turun jadi sebesar 0.39
persen dibandingkan dengan tahun 2007 yang sebesar 0.44 persen.
Pertumbuhan sektor pertanian tahun 2008 sebesar (-)0.25) persen. Semua
sub sektor mengalami pertumbuhan yang negatif, hanya sub sekor tanaman
perkebunan yang mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 0.24 persen. Bila
dikatakan bahwa Kota Tangerang Selatan keberadaan sektor pertanian semakin
lama semakin menghilang, yang masih ada pada tanaman holtikultura seperti
tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias.
5.1.2 Sektor Pertambangan Dan Penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian yang terdapat di Kota Tangerang
Selatan memiliki tiga sub sektor yaitu sub sektor minyak dan gas bumi, sub sektor
pertambangan tanpa migas, sub sektor penggalian. hanya di sub penggalian saja
pada tahun 2008, sektor ini mampu tumbuh sebesar 0.62 persen. Pertumbuhan
sub sektor bangunan dengan banyaknya pembangunan bidang properti di Kota
Tangerang Selatan seperti semakin maraknya pembangunan perumahan,
perkantoran, ruko, mall dan pusat-pusat perbelanjaan lainnya. Distribusi sektor
pertambangan dan penggalian untuk tahun 2008 tidak mengalami perubahan
dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 0.02 persen.
5.1.3 Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan memiliki peran hanya sekitar 15,42 persen
terhadap total NTB Sembilan lapangan usaha di Kota Tangerang Selatan dari dua
80
sub sektor yang dimiliki yaitu sub sektor industri migas dan sub sektor tanpa
migas. Angka tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang
kontribusinya 17,85 persen. Hal tersebut dapat dimaklumi karena sebagian besar
keberadaan industri atau pabrik berada di Kabupaten Tangerang.
Tahun 2008 sektor ini hanya tumbuh sebesar 0.17 persen . Dimana sejalan
dengan melambatnya sub sektor listrik berbagai masalah yang menerpa industri
seperti masalah perburuhan, persoalan energi, keamanan dan lain-lainnya
mengakibatkan iklim investasi menjadi kurang kondusif sehingga berdampak
pada perkembangan industri di Kota Tangerang Selatan.
5.1.4 Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih
Pada tahun 2008, kontribusi sektor ini hanya 4.13 persen, sedikit
meningkat meski tidak signnifikan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai
4,12 persen. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa sektor ini sangat
dipengaruhi oleh sektor-sektor lainnya yang menggunakan sektor tersebut sebagai
inputnya, diantaranya adalah sektor industri pengolahan yang sangat bergantung
pada listrik sebagai sumber utama energi penggerak mesin-mesin produksinya.
Sehingga apabila kita perhatikan pola pertumbuhannya memiliki pola yang
mendekati pola pertumbuhan sektor industri pengolahan.
Tahun 2008 sektor listrik, gas dan air bersih, mengalami pertumbuhan
sebesar 5,25 persen. Hal ini disebabkan peranan sub sektor air bersih yang juga
mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 8.48 persen. Hal ini bisa dikaitkan dengan
81
semakin banyaknya PAM swasta yang bermunculan didaerah ini. Untuk sub
sektor listrik juga mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,17 persen yang
juga mempunyai andil dalam pertumbuhan sektor ini. Kontribusi baik sub sektor
listrik maupun sub sektor air bersih dalam dua tahun terakhir ini terhadap total
PDRB adalah sama, yaitu 4,03 persen untuk sub sektor listrik dan 0.09 persen
untuk sub sektor air bersih.
5.1.5 Sektor Bangunan / Kontruksi
Pada tahun 2008, sektor Bangunan/kontruksi memberikan kontribusi
terhadap total PDRB 6,72 persen . sedangkan pertumbuhan sektor ini pada tahun
2008 hanya mencapai 2,20 persen. Pertumbuhan yang rendah ini kemungkinan
diakibatkan adanya pergeseran dari sektor bangunan yang beralih ke sektor
perdagangan, hotel dan restoran, dimana pada tahun 2008 mencapai pertumbuhan
tertinggi dibandingkan sektor lainnya yaitu mencapai 14,66 persen.
5.1.6 Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran
Tahun 2008 sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor
terbesar dengan peranan terhadap PDRB mencapai 28,49 persen.meningkat jika
dibandingkan dengan tahun 2007 yang sebesarnya 26,61 persen. Peningkatan
tersebut akibat dari bermunculannya pusat-pusat perbelanjaan baru pada tahun
2006 dan sampai dengan tahun 2008 masih marak di wilayah Kota Tangerang
Selatan. Pada tahun 2008, sektor ini mampu tumbuh mencapai 14,66 persen, yang
merupakan sektor pertumbuhan tertinggi jika dibandingkan dengan sektor lainnya.
82
Perkembangan usaha perdagangan dan restoran masih terus meningkatkan meski
tidak semarak seperti tahun 2007.
5.1.7 Sektor Pengangkutan Dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2008 mengalami
pertumbuhan sebesar 5.36 persen dengan dua sub sector yaitu sub sektor
pengangkutan, sub sektor komunikasi. Yang menjadi motor pengerak
pertumbuhan sektor tersebut pada tahun 2008 adalah sub sektor komunikasi
khususnya pos dan telekomunikasi yang tumbuh sebesar 5,77 persen.
Pertumbuhan ini masih disebabkan semakin banyaknya pemakaian telepon selular
(PONSEL) dan meski satuan sambungan telepon (SST) oleh Telkom yang
terpasang agak sedikit berkurang. Motor pengerak kedua adalah sub sektor
pengangkutan khususnya angkutan jalan raya yang tumbuh sebesar 5,71 persen.
Hal ini bisa dillihat dengan semakin banyaknya pembangunan jalan raya yang
mungkin bisa dikenal dengan istilah betonisasi, ditambah juga dengan semakin
merebaknya jasa-jasa angkutan swasta. Sedangkan sub sektor komunikasi hanya
menyumbang sebesar 3,36 persen, sedikit menurun dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang menyumbang peranan sebesar 3,48 persen.
83
5.1.8 Sektor Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 2008
mengalami pertumbuhan sebesar 11.98 persen. Pada sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan memiliki lima sub sektor yaitu sub sektor Bank, sub sektor
lembaga keuangan, sub sektor jasa penunjang keuangan, sub sektor sewa
bangunan, sub sektor jasa perusahaan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sub
sektor banggunan yang tumbuh 12,39 persen. Sub sektor sewa bangunan bahkan
mempunyai kontibusi terbesar dalam sektor keuangan , persewaan dan jasa
perusahaan sebesar 9,82 persen. Sedikit meningkat dari tahun 2007 yang sebesar
9,59 persen. Hal ini bisa kita lihat dengan semakin banyaknya jasa persewaan
ruko atau gudang yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Sub sektor
bank menduduki peringkat kedua pertumbuhan yaitu sebesar 9,76 persen. Hal
tersebut dapat dipahami karena dengan semakin menjamurnya bank-bank swasta
yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan ini.
Sub sektor peringkat ketiga pertumbuhan pada sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan adalah sub sektor jasa perusahaan yang
pertumbuhannya sekitar 8,47 persen dan terakhir sub sektor lembaga keuangan
lainnya yang tumbuh sebesar 7,68 persen terhadap total PDRB, sedikit meningkat
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 11.02 persen.
84
5.1.9 Sektor Jasa – Jasa
Sektor jasa-jasa pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar
6,8 persen. Sektor jasa-jasa memiliki tiga sub sektor yaitu sub sektor sosial
kemasyarakatan, sub sektor hiburan dan rekreasi, sub sektor perorangan dan
rumah tangga. Sub sektor sosial kemasyarakatan mempunyai pertumbuhan yang
tertinggi dibandingkan dua sub sektor lainnya salah satunya diakibatkan
banyaknya penambahan di jasa sosial kemasyarakatan seperti dibukanya rumah
swasta, klinik swasta, sekolah-sekolah swasta, kursus-kursus, lembaga-lembaga
pelatihan dan perguruan tinggi yang membuka cabangnya didaerah daerah
termasuk di wilayah Kota Tangerang Selatan. Disusul oleh sub sektor hiburan dan
rekreasi yang tumbuh sebesar 13,14 persen, sub sektor perorangan dan rumah
tangga yang hanya tumbuh sebesar 3,48 persen.
5.2.2 Sektor-Sektor Unggulan Kota Tangerang Selatan Periode 2007-2008 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Indikator suatu sektor dikatakan sektor unggulan atau bukan sektor
unggulan ialah ketika memiliki LQ yang lebih besar atau kecil dari satu. Apabila
nilai LQ lebih besar dari satu maka sektor tersebut adalah sektor unggulan, artinya
peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan lebih besar
dari pada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Banten. Hasil
perhitungan nilai LQ untuk seluruh sektor perekonomian menunjukkan bahwa
terdapat beberapa sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan. Hasil analisis
dengan pendekatan LQ menurut indikator pendapatan (PDRB). Berdasarkan hasil
85
perhitungan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor ekonomi yang
termasuk dalam sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan yang
terunggul adalah:
1. Sektor Keuangan, Persewaan Dan Jasa Perusahaan
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ > 1, artinya kontribusi
sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dalam perekonomian
Kota Tangerang Selatan lebih besar dari pada kontribusi sektor tersebut
dalam perekonomian Provinsi Banten. Sektor ini sangat dipengaruhi oleh
sektor-sektor lainnya yang menggunakan sektor tersebut sebagai inputnya,
antaranya sektor sewa bangunan yang mempunyai kontribusi terbesar
yaitu 425 miliar pada tahun 2008, hal ini bisa kita lihat dengan semakin
banyaknya jasa persewaan ruko atau gudang yang berada di wilayah Kota
Tangerang Selatan.
2. Sektor Jasa- Jasa
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ>1, artinya kontribusi sektor
jasa-jasa dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan lebih besar dari
pada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Banten. Hal
ini dikarenakan mengalami pertumbuhan yang besar dan cepat pada tahun
2007 545 miliar dan menjadi 583 miliar pada tahun 2008. Sub sektor sosial
kemasyarakatan mempunyai pertumbuhan yang tertinggi. Pertumbuhan
sektor ini salah satunya di akibatkan banyaknya penambahan di jasa sosial
86
kemasyarakatan seperti dibukanya rumah sakit swasta, klinik swasta,
sekolah-sekolah swasta, kursus-kursus, lembaga-lembaga pelatihan dan
perguruan tinggi yang membuka cabangnya di wilayah Kota Tangerang
Selatan.
3. Sektor Bangunan
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ>1, artinya kontribusi sektor
bangunan dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan lebih besar dari
pada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Banten. Hal
ini didukung dengan pesat nya pembangunan perkantoran dan gedung-
gedung pertokoan atau perdagangan yang akan dibangun di wilayah Kota
Tangerang Selatan.
4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ>1, artinya kontribusi sektor
pengangkutan dan komunikasi dalam perekonomian Kota Tangerang
Selatan lebih besar dari pada kontribusi sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Banten. Sektor pengangkutan dan komunikasi
yang menjadi motor penggerak pertumbuhan sektor tersebut pada tahun
2008 adalah sub sektor komunikasi, semakin banyak pemakaian telepon
selular (PONSEL)
5. Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran
87
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ>1, artinya kontribusi sektor
perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian Kota Tangerang
Selatan lebih besar dari pada kontribusi sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Banten. Hal ini dikarenakan bermunculnya pusat-
pusat perbelanjaan baru pada tahun 2007 sampai 2008 masih marak di
wilayah Kota Tangerang Selatan.
6. Sektor Listrik, Gas Dan Air Bersih
Selama periode 2007-2008, nilai koefisien LQ>1 artinya kontribusi sektor
listrik, gas dan air bersih dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan
lebih besar dari pada kontribusi sektor tersebut dalam perekonomian
Provinsi Banten. Hal ini dikarenakan adanya dipengaruhi oleh sektor-
sektor lainnya yang mengguanakan sektor listrik, gas dan air bersih
sebagai inputnya, diantaranya sektor industri yang pengolahannya sangat
tergantung pada listrik sebagai sumber utama energi penggerak mesin-
mesin produksinya.
5.3.3 Pertumbuhan Dan Daya Saing Sektor-Sektor Unggulan Kota
Tangerang Selatan dengan Analisis Shift Share (SS)
Untuk melihat profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota
Tangerang Selatan dilakukan melalui bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis
bilangan/ tipologi klassen. Tipologi klassen merupakan alat analisis yang dapat
88
digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha atau komoditi prioritas
atau unggulan suatu daerah. Tipologi klassen dapat digunakan melalui dua
pendekatan yang pertama adalah pendekatan sektoral, dimana merupakan
perpaduan antara alat analisis LQ dengan Rasio pertumbuhan. Tipologi klassen
dengan pendekatan sektoral menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan
karakteristik yang berbeda sebagai berikut:
1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (kuadran I)
Kuadran ini merupakan kuadran sektor dengan laju pertumbuhan
proposionalnya yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang
lebih luas dan nilai LQ > 1. Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan
sebagai sektor yang dominan karena memiliki kinerja laju pertumbuhan
ekonomi dan pangsa yang lebih besar dari pada daerah yang lebih luas.
2. Sektor maju tapi tertekan ( kuadran II)
Sektor yang berada pada kuadran II memiliki pertumbuhan PDRB yang
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang lebih luas,
tetapi memliki nilai LQ>1. Sektor dalam kategori ini dapat juga dikatakan
sebagai sektor yang telah jenuh.
3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (kuadran III)
Kuadran III merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai
pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah
89
yang tinggi tingkatnya, nilai LQ nya < 1. Sektor dalam kuadran III dapat
diartikan sebagai sektor yang sedang booming
4. Sektor relatif tertinggal (kuadran IV)
Kuadran IV merupakan sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB
yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah yang lebih
luas dan sekaligus memiliki nilai LQ < 1
Menggunakan tipologi klassen melalui pendekatan sektoral dapat
digunakan untuk mengkalsifikasikan sektor-sektor mana yang menjadi unggulan
didaerah atau potensi untuk dikembangkan sehingga menjadi unggulan sektor
didaerah tersebut. Pengklasifikasian nilai-nilai yang terdapat pada 4 kuadran
tersebut diperoleh dari nilai persentase Pertumbuhan Proposional (PP) dan nilai
Presentase Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Persentase PP dan PPW inilah
yang nantinya akan menunjukkan pada kuadran mana masing-masing sektor
tersebut berada.
Tabel 13. Nilai persentase PP dan PPW di Kota Tangerang Selatan
Lapangan Usaha % PP %PPW Pertanian -2 -3 Pertambangan dan Penggalian 9 -14 Industri Pengolahan -3 -2 Listrik, Gas dan air Bersih 2 -2 Banggunan 1 -4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5 4 Pengangkutan dan Komunikasi 2 -2 Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 11 -5 Jasa-Jasa 7 -6
90
Pada periode 2007- 2008, sektor –sektor perekonomian di Kota Tangerang
Selatan tersebar dalam 3 kuadran, yaitu kuadran I, II dan Kuadran III. Sektor –
sektor yang terdapat dalam kuadran I memiliki nilai komponen pertumbuhan
proposional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang
positif.
Profil Pertumbuhan Sektor –Sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Periode 2007 -2008
∆ Pertanian
■Pertambangan
☼Industri Pengolahan
10 ♦Listrik,Gas, Air
8 ♠Bangunan
6 ♣ ♣ Perdagangan
4 ○ Pengangkutan
2 ►Keuangan,Persewaan
-10 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 10 12 ◊ Jasa-Jasa
∆ - 2 ♦○
☼ - 4♠
- 6 ◊ ►
- 8
- 10
■
91
Gambar 4. Profil Pertumbuhan PDRB Kota Tangerang Selatan Tahun
Hal ini dapat diartikan bahwa sektor yang berada di kuadran I tersebut
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan mempunyai daya saing wilayah yang
lebih baik untuk sektor yang sama dibanding wilayah lain yang terdapat di
Propinsi Banten yang berarti sektor pada kuadran I adalah sektor yang maju dan
tumbuh dengan pesat. Sektor unggulan yang termasuk dalam kuadran I adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sektor kuadran II memiliki nilai komponen pertumbuhan proposional (PP)
positif dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang negatif. Sektor
non unggulan yang masuk ke kuadran II yaitu sektor pertambangan dan
penggalian, sektor unggulan kuadran II yaitu sektor listrik, gas dan air bersih,
sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Yang berarti sektor pada
kuadran II adalah sektor maju tapi tertekan dalam kategori ini juga dapat
dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.
Sektor – sektor yang terdapat dalam kuadran III memiliki nilai komponen
pertumbuhan proposional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilyah (PPW)
yang negatif. Sektor yang termasuk dalam kuadran III adalah beberapa sektor non
unggulan, yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Kuadran III
menggambarkan bahwa kedua sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang
lambat bahkan berkurang (PP<0) dan tidak memiliki daya saing wilayah yang
92
baik untuk sektor yang sama di banding wilayah lain yang terdapat di Propinsi
Banten.
Berdasarkan analisis shift share, dapat diketahui bahwa sektor unggulan
yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan daya saing tinggi adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor listrik, gas dan air, sektor
bangunan, sektor pengangkutan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan dan sektor jasa-jasa memiliki pertumbuhan yang cepat tetapi tiadk
memiliki daya saing yang cukup baik. Sedangkan sektor non unggulan sektor
pertambangan dan penggalian yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan
daya saing yang tidak cukup baik. Melainkan dengan sektor non unggulan sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan pertumbuhan dan daya saing yang
kurang baik.
5.2.4 Potensi dan Prospek Pertanian Kota Tangerang Selatan
Melihat topografi dan geografis Kota Tangerang Selatan berdasarkan
potensi fisik dasar Kota Tangerang Selatan berada tepat di sebelah timur Propinsi
Banten. Dengan luas wilayah 147,19 km2 atau 14,719 Ha. Dengan keadaan iklim
berdasarkan pada penelitian di Stasiun Geofisika Klas I Tangerang, yaitu berupa
data temperatur (suhu) udara, kelembaban udara dan intensitas matahari, curah
hujan dan rata-rata kecepatan angin. Temperatur udara rata-rata berkisar antara
23,5 - 32,6 °C, temperatur maksimum tertinggi pada bulan Oktober yaitu 33,9 °C
93
dan temperatur minimum terendah pada bulan Agustus dan September yaitu 22,8
°C. Rata-rata kelembaban udara dan intensitas matahari sekitar 78,3 % dan 59,3
%. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari, yaitu 486mm,
sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah 177,3mm. Hari hujan
tertinggi pada bulan Desember dengan hari hujan sebanyak 21 hari. Rata-rata
kecepatan angin dalam setahun adalah 3,8 m/detik dan kecepatan maksimum 12,6
m/detik.(kompilasi Data Awal Kota Tangerang Selatan, 2008:3).
Berikut dibawah gambar pengembangan wilayah Kota Tangerang Selatan
pada tahun 2007-2008. Tetapi pada kenyataannya ada nya pengalihan lahan atau
fungsi lahan yang terjadi dikarena kan Kota Tangerang Selatan dipersiapkan
sebagai penyangga kota – kota besar yang mengelilinginya. Terlihat masih adanya
lahan sawah untuk pertanian di Kota Tangerang Selatan akan tetapi pada data
pendapatan perkapitanya sektor pertanian semakin berkurang.
95
Pertumbuhan ekonomi menerangkan bahwa sektor- sektor unggulan di
tempati oleh sektor sekunder yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran
merupakan sektor unggulan yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi serta daya
saing yang baik dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup
banyak. Sektor non unggulan (sektor pertanian) yang mempunyai pertumbuhan,
dan tidak memliki berdaya saing tinggi dan hanya mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang sedikit. Dengan perkembangan dan pembangunan wilayah
Kota Tangerang Selatan yang begitu pesat dan menjadikan Kota Tangerang
Selatan sebagai penyangga kota-kota besar seperti DKI Jakarta dan Kota
Tangerang. Sehingga menuntut Kota Tangerang Selatan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat. Seperti pemukiman, perdagangan, dan jasa.
Terlihat dari potensi fisik wilayah, keadaan iklim atau curah hujan, serta
karakteristik wilayah yang menunjang adanya potensi pertanian. Melalui
pengembangan sarana dan prasaran perekonomian daerah serta tingkat pendidikan
dan pengetahuan (mind set) serta kecintaan dan kesadaran masyarakat setempat
bahwa sektor petanian dapat ditempatkan sebagai leading sektor diperkirakan
sektor pertanian secara bertahap akan dapat pula mengejar ketinggalan.
.
96
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, maka terdapat beberapa hal yang menjadi
kesimpulan yaitu:
1. Dalam perekonomian wilayah sektor-sektor dalam pengembangan
wilayah berdasarkan PDRB ADH konstan yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik,
gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.
2. Dengan menggunakan pendekatan metode Location Quotient (LQ),
sektor-sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan pada periode 2007-
2008 berdasarkan yang terunggul adalah Sektor Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan; Sektor Jasa-Jasa; Sektor bangunan; Sektor Pengangkutan
dan Komunikasi; Sektor Perdagangan,Hotel dan Restoran; Sektor Listrik,
Gas dan Air Bersih.
3. Dengan menggunakan analisis shift share (S-S), sektor unggulan yang
mengalami pertumbuhan dan daya saing :
97
a. Persentase pertumbuhan total PDRB perubahan PDRB sektor-sektor
ekonomi di Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008 menunjukan
peningkatan kontribusi sebesar 7,24 persen. Dengan persentase
terbesar sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,66 persen.
Dan pertumbuhan terkecil diduduki oleh sektor pertanian
mengalami pertumbuhan sebesar (-0,25) persen.
b. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PPij>0) berdasarkan analisis
shift share (SS) merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan yang
paling cepat dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Walaupun
demikian, sektor perdagangan, hotel dan restoran bukanlah sektor
ekonomi yang pertumbuhannya paling cepat. Sektor-sektor yang
mengalami pertumbuhan tercepat secara berurutan adalah termasuk
sektor unggulan tertinggi yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan (11persen), selanjutnya sektor non unggulan
pertambangan dan penggalian (9 persen), dan sektor jasa-jasa
(7persen). Dilihat dari daya saingnya, sektor ekonomi yang
mempunyai daya saing yang baik (PPWij > 0) yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki daya saing tertinggi
dibandingkan sektor lainnya yang kurang memiliki daya saing.
4. Sektor pertanian memiliki prospek di Kota Tangerang Selatan terlihat dari
topografi kota keadaan fisik dan alam yang menunjang pertumbuhan
98
sektor pertanian Kota Tangerang Selatan. Namun seiring berjalannya
waktu Kota Tangerang Selatan di persiapkan untuk mendukung atau
menjadi penyeimbang dari DKI Jakarta dan kota kota besar lain disekitar
wilayah Tangerang Selatan, sehingga kota Tangerang Selatan memiliki
fungsi Regional yang menonjol seperti: kegiatan perdagangan,
pemukiman, transportasi dan pendidikan/puspiktek.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Dalam upaya peningkatan peranan sektor-sektor unggulan terhadap
pengembangan wilayah serta pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang
Selatan, hendaknya pemerintah Kota Tangerang Selatan memprioritaskan
sektor unggulan (sektor perdagangan, hotel dan restoran) yang sangat
potensial untuk dikembangkan, dengan cara mengalokasikan dana yang
tepat kepada sektor-sektor unggulan tersebut sehingga sektor-sektor
unggulan tersebut akan meningkatkan kontribusi terhadap PDRB Kota
Tangerang Selatan.
2. Pemerintah daerah khusus wilayah Kota Tangerang Selatan sebaiknya juga
memperhatikan sektor-sektor non unggulan yang memilki pertumbuhan
dan potensi yang sangat baik serta dapat menyerap tenaga kerja yang
cukup besar (sektor perdagangan, hotel dan restoran), sehingga sektor
99
tersebut akan membantu mengurangi masalah kemiskinan dan
pengangguran yang ada di Kota Tangerang Selatan.
3. Sektor pertanian merupakan sektor yang harus diperhatikan oleh semua
pihak baik pemerintah pusat maupun daerah karena pada dasarnya sektor
pertanian memiliki potensi pengembangan yang sangat besar, tetapi masih
belum diolah secara baik. Oleh karena itu, melalui pengembangan sarana
dan prasarana perekonomian daerah yang tidak ketimpang dan didukung
oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta kesadaraan
untuk mencintai sektor pertanian sebagai mesin penggerak perekonomian
daerah dimasa datang diperkirakan pertanian akan mampu berkembang
dengan pesat sebagai sektor andalan untuk mengejar ketertinggalannya
dengan daerah-daerah maju.
4. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji lebih spesifik
kontribusi sektor – sektor dan sub-sub sektor di Kota Tangerang Selatan
terhadap pertumbuhan ekonomi, selain itu dapat pula mengkaji daya saing
dengan perbandingan kondisi dengan wilayah lain. Hal ini dapat
memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai sektor-sektor/sub
sektor apa saja yang akan menjadi leading sektor dan mampu memberikan
kontribusi terhadap perekonomian Kota Tangerang Selatan ditengah-
tengah persaingan pengembangan Kota sehingga dapat membantu
100
pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk menentukan kebijakan apa yang
tepat agar dapat terus mendorong pertumbuhan sektor tersebut
101
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. Dasar-dasar Ekonomi wilayah ( Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2005) Adisasmita, Rahardjo, Pengembangan Wilayah Konsep Dan Teori
( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008) Arsyad, Lincolin. Ekonomi Pembangunan. (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN,2004) BPS Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka
2007/2008. ( Tangerang Selatan : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008)
_____________________. Provinsi Banten Dalam Angka 2008. (Banten : BPS
Provinsi Banten Tahun 2008) Bappeda Kota Tangerang Selatan. Rencana Kerja Bappeda Kota Tangerang
Selatan Tahun 2009 (Tangerang Selatan:Bappeda Kota Tangerang Selatan,2009)
___________________________.Peraturan Walikota No.25 Tahun 2009
Tentang Uraian Tugas Dan Tata Kerja Bappeda ( Tangerang Selatan:Bappeda Kota Tangerang Selatan,2009)
___________________________.kompilasi Data Awal Kota Tangerang Selatan.
(Tangerang Selatan, Bappeda Kota Tangerang Selatan,2009) Bratakusumah, Deddy Supriady dan Riyadi. Perencanaan Pembangunan
Daerah.(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2003) Daryanto, Arief dan Hafizrianda, yundy. Model-Model Kuantitatif Untuk
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep Dan Aplikasi. (Bogor: IPB Press, 2010)
Glasson, J. Pengantar Perencanaan Regional. (Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta, 1977) Kadariah. Ekonomi Perencanaan (Jakarta : Universitas Indonesia,1985)
102
Karoma, Alifiatul. Pengembangan Kawasan Agribisnis Belimbing Dewa di Kota Depok .(Studi Kasus: Kecamatan Sawangan, Kota Depok). [Skripsi]. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas Sains dan Teknologi. Program Studi Agribisnis. 2010
Kartasasmita, Ginandjar. Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran Dan Praktiknya Di Indonesia (Jakarta:LP3ES,1997)
Kusumah Negara, Adithia. Kontribusi Sektor Sektor Unggulan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tangerang Periode 2003-2007. [skripsi].
Mankiw,N.G. Macroeconomics. Imam Nurmawan [penerjemah]. (Jakarta:
Erlangga, 2000) Mubyarto. Pengantar ekonomi pertanian ( Jakarta : PT Pustaka LP3ES,
1994) Priyarsono, D.S, sahara, dan M. firdaus. Ekonomi Regional. (Jakarta :
Universitas Terbuka, 2007) Richardson, HW. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional.( Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia,1977) Sondari. Analisis Sektor Unggulan Dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Periode 2001-2005. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.2007)
Tarigan, Robinson. Ekonomi Regional Teori Dan Aplikasi (Jakarta: Bumi
Aksara,2005) Tarigan, Robinson. Perencanaan Pembangunan Wilayah (Jakarta : Bumi
Aksara, 2005) Usya. Analsisis Struktur Ekonomi Dan Identifikasi Sektor Unggulan di
Kabupaten Subang.[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen ,2005)
http://www.tangerangselatan.info/2009/11/sejarah-berdirinya-kota-
tangerang.html 11:55
103
Lampiran 2: Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk1 0 - 4 4,89% 4,79% 9,69%2 5 - 9 4,71% 4,61% 9,32%3 10 - 14 4,51% 4,42% 8,93%4 15 - 19 4,81% 4,71% 9,52%5 20 - 24 4,73% 4,64% 9,37%6 25 - 29 4,39% 4,30% 8,70%7 30 - 34 4,60% 4,50% 9,10%8 35 - 39 3,67% 3,60% 7,27%9 40 - 44 2,53% 2,48% 5,00%
10 45 - 49 3,42% 3,35% 6,77%11 50 - 54 3,22% 3,15% 6,37%12 55 - 59 3,28% 3,22% 6,50%13 ≥ 60 1,75% 1,72% 3,47%
50,51% 49,49% 100,00%
Tabel 3.1.3Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kota Tangerang SelatanHingga Agustus 2008
JumlahSumber : Hasil Olah Potensi Desa Tahun 2006 dan data bulanan Kecamatan 2008 dalam Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan (2008)
104
Lampiran 5 : PDRB Provinsi Banten
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA BANTEN ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 MENURUT LAPANGAN USAHA
TAHUN 2007-2008 (JUTA RUPIAH)
NO LAPANGAN USAHA 2007 2008
1 PERTANIAN 5,242,350.48 5,408,861.73
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 69,292.77 79,151.12
3 INDUSTRY PENGOLAHAN 31,496,751.75 32,225,075.20
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 2,629,581.32 2,805,792.50
5 BANGUNAN 1,880,273.94 2,010,388.56
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 12,800,800.86 14,202,996.50
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 5,780,569.93 6,200,675.31
8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 2,138,061.77 2,489,875.78
9 JASA-JASA 3,009,092.96 3,380,093.59
TOTAL 65,046,775.77 68,802,910.30 Sumber. BPS Provinsi Banten Tahun 2008
105
Lampiran 6 : Perhitungan LQ Kota Tangerang Selatan Nilai LQ Sektor Perekonomian Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Pendapatan Wilayah Tahun 2007-2008
Lapangan Usaha
2007 2008
PERTANIAN
0.12 0.11
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
0.22 0.19
INDUSTRI PENGOLAHAN
0.43 0.42
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
1.04 1.00
BANGGUNAN
2.51 2.37
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
1.32 1.35
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
1.99 1.93
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA
PERUSAHAAN 3.03 2.87
JASA-JASA
2.68 2.52
Sumber: BPS kota Tangerang Selatan 2008
106
Lampiran 14 . Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pada Tahun 2009
NO JENIS PEKERJAAN JUMLAH %
1 Belum/Tidak Bekerja 51.256 4,922 Ibu Rumah Tangga 121.266 11,643 Pelajar/Mahasiswa 131.230 12,594 Pensiunan 22.068 2,125 PNS 44.074 4,236 TNI 21.066 2,027 Polri 16.383 1,578 Pedagang 40.075 3,859 Petani 1.509 0,14
10 Peternak 210 0,0211 Karyawan BUMN/BIMD/Swasta 521.192 50,0112 Buruh 41.289 3,9613 Guru 8.050 0,7714 Dosen 895 0,0915 Dokter 630 0,0616 Perawat 3.012 0,2917 Bidan 18.001 1,73
1.042.206 100Jumlah Sumber. Kompilasi Data Awal Kota Tangerang Selatan Tahun 2007/2008
108
Lampiran 7 : Perubahan PDRB Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008 Perubahan PDRB Kota Tangerang Selatan Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 Yahun 2007 Dan 2008 (Juta Rupiah)
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
lapangan usaha 2007 2008 ∆ PDRB persen Pertanian 44,001.03 43,892.23 -108.80 -0.25 Pertambangan dan Penggalian 1,069.88 1,076.56 6.68 0.62 Industri Pengolahan 933,461.05 935,085.02 1,623.97 0.17 Listrik, gas dan air bersih 184,743.51 194,447.48 9,703.97 5.25 Banggunan 319,450.27 326,480.24 7,029.97 2.20 Perdagangan, hotel dan restoran 1,146,690.37 1,314,808.14 168,117.77 14.66 Pengangkutan dan komunikasi 778,686.27 820,451.71 41,765.44 5.36 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 438,010.21 490,496.60 52,486.39 11.98 Jasa-jasa 545,877.46 583,018.15 37,140.69 6.80
Total 4,391,990.06 4,709,756.14 317,766.08 7.24
109
Lampiran 8 : Perubahan PDRB Provinsi Banten Periode 2007-2008 Perubahan PDRB Propinsi Banten Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Haraga Konstan 2000, Tahun 2007-2008 (Juta Rupiah)
lapangan usaha 2007 2008 ∆ PDRB persen pertanian 5,242,350.50 5,408,861.73 166,511.23 3.18 pertambangan dan penggalian 69,292.80 79,151.12 9,858.32 14.23 industri pengolahan 31,496,751.70 32,225,075.20 728,323.50 2.31 listrik, gas dan air bersih 2,629,581.30 2,833,527.01 203,945.71 7.76 banggunan 1,880,273.90 2,010,388.56 130,114.66 6.92 perdagangan, hotel dan restoran 12,800,800.90 14,202,996.50 1,402,195.60 10.95 pengangkutan dan komunikasi 5,780,569.90 6,200,675.31 420,105.41 7.27 keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 2,138,061.80 2,489,875.78 351,813.98 16.45 jasa-jasa 3,009,098.00 3,380,093.59 370,995.59 12.33 total 65,046,775.80 68,830,644.80 3,783,869.00 5.82
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
110
Lampiran 9 : Rasio ( Nilai Ra, Ri dan ri) Rasio PDRB Kota Tangerang Selatan Dan Provinsi Banten (nilai Ra, Rid an ri )
Lapangan Usaha ri Ri Ra
Pertanian -0.00247 0.031763 0.05 Pertambangan dan Penggalian 0.00624 0.14227 0.05 Industri Pengolahan 0.00174 0.023124 0.05 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.05253 0.077558 0.05 Banggunan 0.02201 0.0692 0.05 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0.14661 0.10954 0.05 Pengangkutan dan Komunikasi 0.05364 0.072675 0.05 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.11983 0.164548 0.05 Jasa-jasa 0.06804 0.123291 0.05 Total 0.07235 0.058172 0.05
Sumber ; BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
111
Lampiran 10 : Analisis shift share Komponen Pertumbuhan Regional Analisis shift share Menurut Lapangan Usaha di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun
2007-2008 lapangan usaha PRij PRij Persen
Pertanian 2200.052 5 Pertambangan dan penggalian 53.494 5 Industry pengolahan 46673.05 5 Listrik, gas dan air bersih 9237.176 5 Banggunan 15972.51 5 Perdagangan, hotel dan restoran 57334.52 5 Pengangkutan dan komunikasi 38934.31 5 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 21900.51 5 Jasa-jasa 27293.87 5 Total 219599.5 5
Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan Tahun 2008 (diolah)
112
Lampiran 11: analisis shift share Komponen Pertumbuhan Proposional . Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proposional, Tahun 2007-2008
Lapangan Usaha PPij PPij Persen Pertanian -880.021 -2 Pertambangan dan Penggalian 96.2892 9 Industri Pengolahan -28.003.8 -3 Listrik, Gas dan Air bersih 3.694.87 2 Banggunan 3.194.503 1 Perdagangan, Hotel dan Restoran 57.334.52 5 Pengangkutan dan Komunikasi 15.573.73 2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 48.181.12 11 Jasa-Jasa 38.211.42 7 Total 35.135.92 0.8
Sumber
113
Lampiran 12. Analisis Shift Share Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 2007-2008
lapangan usaha PPWij PPWij Persen Pertanian -1320.03 -3 Pertambangan dan Penggalian -149.783 -14 Industri Pengolahan -18669.2 -2 Listrik, Gas dan Air Bersih -3694.87 -2 Banggunan -12778 -4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 45867.61 4 Pengangkutan dan Komunikasi -15573.7 -2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -21900.5 -5 Jasa-Jasa -32752.6 -6 Total 87839.8 2
114
Lampiran 13. Presentase PP dan PPW Nilai persentase PP dan PPW di Kota Tangerang Selatan
Lapangan Usaha % PP %PPW Pertanian -2 -3 Pertambangan dan Penggalian 9 -14 Industri Pengolahan -3 -2 Listrik, Gas dan air Bersih 2 -2 Banggunan 1 -4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5 4 Pengangkutan dan Komunikasi 2 -2 Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 11 -5 Jasa-Jasa 7 -6
115
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kecamatan Laki-laki PerempuanJumlah
PendudukRasio Jenis
Kelamin
1 Serpong 50.680 49.675 100.355 102,02 2 Serpong Utara 38.385 39.014 77.399 98,39 3 Setu 28.815 27.604 56.419 104,39 4 Pamulang 125.886 122.315 248.201 102,92 5 Ciputat 82.886 78.840 161.726 105,13 6 Ciputat Timur 80.351 80.053 160.404 100,37 7 Pondok Aren 125.667 121.203 246.870 103,68
532.670 518.704 1.051.374 102,69
Sumber: Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2007/2008
Tabel 3.1.1Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan2007
Jumlah
116
.
SerpongSerpong
UtaraSetu Pamulang Ciputat
Ciputat Timur
Pondok Aren
Laki-laki - - - 1 - - 3 4
Perempuan - - - - - 2 10 12
Jumlah - - - 1 - 2 13 16
Laki-laki 39 55 1 6 7 5 7 120
Perempuan 54 71 4 5 8 10 8 160
Jumlah 93 126 5 11 15 15 15 280
Laki-laki 235 286 120 207 215 86 311 1.460
Perempuan 224 212 232 229 309 177 300 1.683
Jumlah 459 498 352 436 524 263 611 3.143
Laki-laki 1.618 324 956 927 425 106 258 4.614
Perempuan 1.634 254 1.334 1.123 349 120 262 5.076
Jumlah 3.252 578 2.290 2.050 774 226 520 9.690
Tingkat Pendidikan
Jenis KelaminKecamatan
Kota Tangerang Selatan
Tabel 3.2.1
Jumlah Pencari Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
Kota Tangerang Selatan
Tahun 2007
Tak Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
117
SerpongSerpong
UtaraSetu Pamulang Ciputat
Ciputat Timur
Pondok Aren
Laki-laki 57 46 24 30 43 22 32 254
Perempuan 56 59 18 42 28 20 31 254
Jumlah 113 105 42 72 71 42 63 508
Laki-laki 21 34 6 104 129 51 15 360
Perempuan 29 25 6 115 143 80 21 419
Jumlah 50 59 12 219 272 131 36 779
Laki-laki 124 24 6 256 194 71 292 967
Perempuan 133 28 4 287 137 79 375 1.043
Jumlah 257 52 10 543 331 150 667 2.010
Laki-laki 2.094 769 1.113 1.531 1.013 341 918 7.779
Perempuan 2.130 649 1.598 1.801 974 488 1.007 8.647
Jumlah 4.224 1.418 2.711 3.332 1.987 829 1.925 16.426
Sarjana
Total
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang dalam Kabupaten Tangerang Dalam Angka 2007/2008
DI-DII
DIII
Tabel 3.2.1
(Lanjutan)
Tingkat Pendidikan
Jenis KelaminKecamatan
Kota Tangerang Selatan