103772975-bab-i-v
TRANSCRIPT
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dari Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan
yang terdiri latar belakang, maksud dan tujuan, dasar yuridis dan sasaran kegiatan.
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang membentang pada bagian utara
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian selatan wilayah Kabupaten
Sleman berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang merupakan pusat
aktivitas perekonomian, perdagangan, pariwisata, jasa, pendidikan dan
kebudayaan. Kondisi ini menjadikan wilayah tersebut sebagai luapan (spill over)
berbagai aktivitas yang tidak tertampung lagi di Kota Yogyakarta. Hal tersebut
mengakibatkan munculnya berbagai fasilitas pelayanan di beberapa wilayah
menjadi pusat pertumbuhan dan motor penggerak roda pembangunan bagi
wilayah sekitarnya.
Kegiatan pembangunan telah berhasil meningkatkan perekonomian dan taraf
hidup masyarakat, namun peningkatan jumlah berbagai fasilitas dan pesatnya
pertumbuhan penduduk, akan meningkatkan jumlah limbah dan sampah pada
khususnya. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia.
Timbulan, jumlah dan volume sampah berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi terhadap produk/material yang digunakan sehari-hari. Demikian juga
jenis sampah sangat tergantung dari jenis material yang dikonsumsi. Oleh
karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari gaya hidup masyarakat.
Begitu kompleksnya masalah pengelolaan sampah, sehingga perlu kesadaran
semua pihak dalam melihat permasalahan sampah.
Sebagian masyarakat belum memprioritaskan pengelolaan sampah dan
menganggap bahwa alam mampu menangani sampah dengan sendirinya.
Jumlah sampah di desa masih sedikit dan jenisnyapun tidak bervariasi sehingga
alam masih bisa mengatasinya. Lain halnya di wilayah perkotaan jumlah
sampahnya sangat besar, jenisnyapun sangat beragam sehingga perlu
ditangani secara khusus. Volume sampah di Kabupaten Sleman khususnya di
wilayah perkotaan paling besar berasal dari rumah tangga, sisanya berasal dari
pasar, industri, rumah sakit, pendidikan, pertokoan, hotel, perkantoran, tempat
wisata, bandara, terminal dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan sampah
semakin meningkat di kawasan perkotaan dan pusat – pusat pertumbuhan
lainnya, hal ini dipicu oleh aktivitas pembangunan berbagai sarana dan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 2
prasarana perkotaan.Timbulan sampah di wilayah perkotaan terus meningkat
dari tahun ke tahun dan masih sering ditemukan sungai, drainase maupun tanah
kosong dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal ini sebenarnya menjadi titik
awal dari semua bencana yang diakibatkan oleh sampah di wilayah perkotaan.
Penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011 sebanyak 1.093.110 jiwa
(Kabupaten Sleman dalam Angka, 2010). Total timbulan sampah tahun 2011
adalah sebanyak 3.005,75 m3/minggu (156.299 m3/tahun). Dari timbulan
sampah tersebut yang terangkut ke TPA sebanyak 428 m3/minggu (14%).
Selain sampah rumah tangga, timbulan sampah di Kabupaten Sleman juga
berasal dari sampah pasar. Di Kabupaten Sleman terdapat 40 pasar
kabupaten. Sampah pasar pada tahun 2011 sebanyak 5.695.090 ton dan
ditangani oleh Dinas Pasar. Keterbatasan sarana dan prasarana persampahan
di Kabupaten Sleman masih menjadi kendala dalam penanganan persampahan.
Sarana prasarana yang ada antara lain 9 transfer depo dan 2 Lokasi Daur Ulang
Sampah (LDUS) yakni di Tambakboyo dan Tridadi. Bila kondisi tersebut tidak
diikuti dengan adanya peningkatan sistem pengelolaan yang memadai,
dikemudian hari akan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan terhadap
kesehatan manusia, lingkungan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan
lingkungannya.
Masalah utama sampah di Kabupaten Sleman adalah penumpukan sampah di
lahan kosong serta penanganan TPA Piyungan yang digunakan bersama oleh
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. TPA ini dibangun
pada tahun 1992 di atas tanah 12,4 ha, yang dipakai sebagai penampungan
sampah 10 ha dengan kapasitas 2,7 juta m³, mulai operasional pada tahun 1993
dan diperkirakan mempunyai masa pakai 13 hingga 15 tahun atau hingga tahun
2012.
Selain itu, pengelolaan sampah saat ini masih dipahami sebagaian masyarakat
sebagai tanggungjawab pemerintah saja, sementara masyarakat sebagai
penghasil sampah merasa bahwa tanggungjawab mereka dalam pengelolaan
sampah hanya terbatas pada lingkungan tempat tinggal/melakukan aktivitas
saja, belum sampai kepada tahap pengolahan sampah. Hal ini menjadi
persoalan pokok yang harus diselesaikan oleh pemerintah untuk memberikan
penyadaran kepada masyarakat agar pengelolaan sampah yang semula
didominasi pemerintah diupayakan terjadi pergeseran, sehingga pemerintah
cukup menjadi regulator, fasilitator, dan stimulator. Di Kabupaten Sleman saat
ini terdapat 83 kelompok pengelola sampah mandiri. Selain itu sebanyak 9
institusi pendidikan juga melaksanakan pengelolaan sampah mandiri. Proses
penyadaran seperti ini memerlukan kerjasama dan koordinasi dengan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 3
pemangku kepentingan lain seperti lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha,
dunia pendidikan dan instansi terkait baik dalam maupun luar negeri.
Beberapa negara maju seperti Austria, Jepang, dan Swedia telah melakukan
pendekatan holistik dalam pengelolaan limbah (sampah). Menyadari pentingnya
kerjasama dengan pihak lain, Pemerintah Kabupaten Sleman telah bekerjasama
dengan Pemerintah Kota Borås, Swedia, University College of Borås, dan
Universitas Gadjah Mada dalam KolaBoråsi dan Pengembangan Teknologi dan
Riset Pengolahan Sampah di Pasar Buah Gemah Ripah Gamping. Kota Borås
dipilih untuk kerjasama ini karena kota ini mempunyai pengalaman selama 30
tahun dalam pengelolaan sampah dengan paradigma waste refinary, yaitu cara
pandang bahwa melalui berbagai pengelolaan, sampah merupakan sumber
daya dan masih dapat dimanfaatkan.
Pemerintah Kota Borås mengolah sampahnya dikelompokkan menjadi proses
termal dan proses biologis. Proses pengolahan secara termal akan
menghasilkan produksi energi untuk listrik, pendingin, pemanas sedangkan
proses secara biologis akan menghasilkan biofuel dan kompos. Pengolahan
sampah dan produksi energi ini dilakukan oleh perusahaan daerah yaitu Borås
Energy och Miljo AB. Perusahaan ini aktif dalam riset dan pengembangan
dengan Institut Riset dan Teknologi (SP) dan University College of Borås.
Kerjasama tersebut bermanfaat untuk mengembangkan jaringan antara
pemangku kepentingan dalam negeri dan luar negeri dalam mengkonversi
sampah menjadi produk berharga, seperti sumber energi, dan bangunan proyek
percontohan di beberapa tempat, seperti produksi biogas dari limbah pasar
buah dan mengubah gas yang dihasilkan menjadi listrik. Manfaat lain adalah
adanya transfer pengetahuan/pengalaman dan Iptek dari Kota Borås kepada
UGM dan Kabupaten Sleman dalam pengembangan riset dan teknologi
pengelolaan sampah. Selain itu melalui kerjasama ini diharapkan dapat
berkontribusi di dalam memecahkan permasalahan-permasalahan lingkungan
khususnya sampah di Propinsi D.I. Yogyakarta.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari kerjasama pengelolaan persampahan adalah untuk meningkatkan
kerjasama dan koordinasi dengan pemangku kepentingan lain dalam
penanganan persampahan di Kabupaten Sleman.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 4
Sedangkan tujuan dari kerjasama adalah:
a. transfer pengalaman dan Iptek dari kota Borås kepada UGM dan Kab.
Sleman dalam pengembangan riset dan teknologi pengelolaan sampah.
b. menerapkan pengetahuan dan pengalaman negara-negara lain pada
pengelolaan sampah kota untuk sumber energi.
c. membangun pabrik demonstrasi produksi biogas dari sampah kota.
d. memperkuat kolaBoråsi antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan
lingkungan
1.3. Dasar Yuridis
Kerjasama Pengelolaan Persampahan ini dilaksanakan atas dasar:
1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;
3. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara
Pemberian Hibah kepada Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah Daerah Dengan Pihak Luar Negeri;
8. Letter of Agreement antara Pemerintah Kabupaten Sleman, UGM,
Pemerintah Kota Borås, dan University College of Borås tentang KolaBoråsi
dan Pengembangan Teknologi dan Riset Pengolahan Sampah;
9. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Waste
Refinery Center (WRC) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Dan
Koperasi Pasar Induk Buah “Gemah Ripah” Gamping Sleman Yogyakarta
Nomor 19/PK.KDH/D/2011, 855/H1.17/KL/2011, 017/B/KGR/II/2011 tentang
Pengelolaan Instalasi Biogas Di Pasar Induk Buah “Gemah Ripah”
Gamping, Sleman, Yogyakarta.
1.4. Sasaran Kegiatan
Sasaran kegiatan kerjasama pengelolaan sampah dengan swedia adalah
sebagai berikut:
1. Karakterisasi Limbah: Untuk karakterisasi limbah yang dihasilkan oleh Pasar
Buah Gamping;
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 5
2. Pencernaan limbah: Melakukan uji pencernaan untuk berbagai komposisi
limbah dan mengamati potensi produksi biogas;
3. Desain Tanaman: Untuk desain pembangkit biogas, termasuk biodigester
dan segala perlengkapan lain yang diperlukan untuk mendukung proses
produksi biogas
4. Membangun pabrik biogas.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 6
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab II ini mendeskripsikan gambaran umum wilayah Kabupaten Sleman dan Kota
Borås, Swedia.
2.1. Kabupaten Sleman
2.1.1.Letak Wilayah
Wilayah Kabupaten Sleman secara geografis terbentang mulai dari 11015’13”
sampai dengan 11033’00” Bujur Timur dan 734’51” sampai dengan 747’03”
Lintang Selatan. Di sebelah Utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan
dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah,
di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah,
di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan
Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.1.2.Luas Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km2 atau sekitar
18% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang seluas
3.185,80 km2. Dalam perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman
berbentuk segitiga dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.
Secara administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayah kecamatan, 86
desa, dan 1.212 Padukuhan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah
Cangkringan (4.799 ha), dan yang paling sempit adalah Berbah (2.299 ha).
Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel
2. 1. di bawah ini.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 7
No Kecamatan Banyaknya
Luas (Ha) Desa Padukuhan
1. Moyudan 4 65 2.762
2. Minggir 5 68 2.727
3. Seyegan 5 67 2.663
4. Godean 7 77 2.684
5. Gamping 5 59 2.925
6. Mlati 5 74 2.852
7. Depok 3 58 3.555
8. Berbah 4 58 2.299
9. Prambanan 6 68 4.135
10. Kalasan 4 80 3.584
11. Ngemplak 5 82 3.571
12. Ngaglik 5 87 3.852
13. Sleman 6 83 3.132
14. Tempel 8 98 3.249
15. Turi 4 54 4.309
16. Pakem 5 61 4.384
17. Cangkringan 5 73 4.799
Jumlah 86 1.212 57.482
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
Tabel 2.1.
Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman
2.1.3.Topografi
Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali daerah
perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di
Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar
lereng gunung Merapi relatif terjal.
Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai
dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tanahnya dapat
dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-499 meter, 500-999
meter, dan >1.000 meter dpl. Ketinggian <100 m dpl seluas 6.203 ha, atau
10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean,
Gamping, Berbah, dan Prambanan.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 8
2.1.4.Geohidrologi
Kondisi geologi di Kabupaten Sleman didominasi dari keberadaan gunung
Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan
batuan terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas
wilayah.
Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air
tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir vulkanik, yang sebagian
besar merupakan bagian dari endapan vulkanik Merapi muda. Material vulkanik
Merapi muda ini dibedakan menjadi 2 unit formasi geologi yaitu formasi Sleman
(lebih di dominasi oleh endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan
formasi Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga
pasir berkerikil) di bagian atas. Formasi Yogyakarta dan formasi Sleman ini
berfungsi sebagai lapisan pembawa air utama yang sangat potensial dan
membentuk satu sistem akifer yang di sebut Sistem Akifer Merapi (SAM).
Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke selatan dan secara administratif
masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten
Bantul.
Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan
bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan
atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat 4 jalur
mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman-
Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini
telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi.
Di Kabupaten Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke
sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di
samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan
bermuara di Samudera Indonesia.
2.1.5 Demografi
Pada tahun 2006 jumlah penduduk kelompok umur yang paling banyak adalah
kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 126.761 jiwa (12,57%) sedangkan
jumlah kelompok umur paling sedikit adalah kelompok umur 55-59 tahun yaitu
sebanyak 43.766 jiwa (4,34%). Pada tahun 2010 kelompok umur yang paling
banyak juga kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 119.819 jiwa (11,00%)
dan kelompok umur paling rendah juga masih terjadi pada kelompok umur 55-
59 tahun yaitu sebesar 44.529 jiwa (4,07%).
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 9
Jenis Data Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah penduduk
menurut
Kelompok Umur 1.008.264 1.026.704 1.040.220 1.053.500 1.093.110
0 – 4 tahun 68.593 65.772 71.362 67.489 83.575
5 – 9 tahun 68.550 72.296 73.405 74.183 79.378
10 – 14 tahun 68.855 70.924 69.385 72.775 75.779
15 – 19 tahun 75.444 83.944 95.282 86.135 97.350
20 - 24 tahun 126.761 130.956 148.295 134.374 119.819
25 – 29 tahun 99.400 100.156 100.483 102.770 96.794
30 – 34 tahun 79.633 79.352 86.736 81.423 89.485
35 – 39 tahun 76.709 75.292 76.476 77.257 83.452
40 – 44 tahun 67.415 71.904 68.066 73.781 81.105
45 – 49 tahun 59.299 63.448 53.638 65.104 67.177
50 – 54 tahun 43.373 51.828 41.786 52.181 59.200
55 – 59 tahun 43.766 41.580 38.303 42.665 44.529
60 – 64 tahun
keatas 130.466 119.252 117.003 122.364 115.467
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman, 2010
Tabel 2.2. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Sleman
Tahun 2005-2009
2.1.6 Persampahan
Pada dasarnya hampir semua sampah sudah tertangani, baik oleh pemerintah,
masyarakat maupun swasta. Sampah yang dikelola oleh pemerintah sekitar
16% dari seluruh timbulan sampah yang ada. Total timbulan sampah tahun
2011 adalah sebanyak 3.005,75 m3/minggu (156.299 m3/tahun). Sedangkan
pengelolaan masyarakat dengan cara ditimbun, dibakar atau dengan 3 R
(Reduce, Reuse, Recycle). Pengelolaan sampah yang benar dan diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 10
Kesadaran masyarakat mengelola sampah mulai dari sumbernya semakin
bertambah bahkan ada yang meraih kejuaraan (dalam lomba green and clean
yang diadakan oleh PT. Unilever. Dusun tersebut adalah Dusun Klajuran,
Sidokarto, Godean sebagai juara 1 kategori kepadatan penduduk tinggi dan
Dusun Ngemplak Caban, Tridadi, Sleman sebagai juara 1 kategori kepadatan
penduduk rendah. Kelompok mandiri ini sangat membantu dalam mengelola
sampah dan mengurangi beban pemerintah daerah. Karena keterbatasan
sarana prasarana persampahan, pelayanan belum bisa merata keseluruh
daerah dan selama ini hanya melayani atas permintaan pelanggan. Bila dilihat
dari tabel jumlah pelanggan (tabel 2.3), pelayanan sampah terus meningkat dari
tahun ke tahun. Adapun kondisi penanganan sampah, pengangkutan sampah,
dan sarana prasarana persampahan di Kabupaten Sleman tahun 2005-2009
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
No Jenis Data Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 1. Penanganan sampah (m3/hr)
Ditimbun/dibakar 1.970,00 1.992,00 2.052,70 1.954,60 2.457,11
Diangkut petugas 266,00 270,00 257,69 315,00 325,00
Dibuang ke TPA 288,00 300,00 257,69 315,00 317,27
Lainnya 16,00 16,00 16,00 16,60 41,80
Total 2.540,00 2.578,00 2.584,08 2.601,20 3.141,18
Kelompok Pengelola Sampah Mandiri
- - - 40 70
2. Pengangkutan Sampah (M3/hr)
Pasar 19,00 62,00 47,95 58,00 58,00
Rumah Tangga 145,00 148,00 174,56 218,15 222,14
Industri 12,00 13,00 7,19 9,69 9,69
Hotel 2,00 2,00 1,56 2,67 2,67
Restoran 1,00 1,00 0,84 1,00 1,00
Lain-lain (RS, Kantor, Toko, Taman)
74,00 74,00 25,48 25,49 31,50
Total 253,00 300,00 257,58 315,00 325,00
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 11
No Jenis Data Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 3. Sarana Prasarana Sampah
Truk Amrol 5 4 5 5 5
Dump Truk 13 13 21 20 20
Pick up 1 2 2 2 2
Tangki air 7 7 7 7 -
Aerial platform 1 1 1 1 -
Container 34 34 43 32 32
Buldozer 1 1 1 1 1
Wheel loader 1 1 1 1 1
Gerobak motor - - 2 2 2
TPA 1 1 1 1 1
Luas TPA (ha) 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5
TPS 71 71 80 129 169
LDUS 4 4 4 2 2
Transfer depo 7 7 7 8 8
4 Pelanggan Pelayanan Sampah
Industri, Niaga, Kantor, Rumah Sakit, Hotel, Rumah Makan
49 49 67 74 74
Pasar 23 23 23 23 23
Perumahan dan Permukiman 84 84 70 101 101
Total 156 156 160 198 198
5. Tenaga kerja 259 2448 270 320 320
Sumber: RPJMD Tahun 2011-2015
Tabel 2.3. Kondisi Persampahan Kabupaten Sleman
Tahun 2005-2009
Sedangkan Kelompok Pengelola Sampah Mandiri dari kelompok pendidikan
(tabel 2.4) dan kelompok masyarakat (tabel 2.5) dapat digambarkan dalam tabel
di bawah ini.
No Nama Sekolah Kecamatan Jumlah Siswa
Timbulan Sampah (M3/hr)
1. MAN 3 Yogyakarta Mlati 584 1.606
2. TK Mlati Suci Ngrajek Lor Tirtoadi (Bank Sampah)
Mlati 120 330
3. SD Dayuharjo Ngaglik 120 330
4. SMP Negeri 1 Moyudan Moyudan 324 891
5. MAN Pakem Pakem 450 1.238
6. SMA Negeri Pakem Pakem - -
7. SLTP II Kalasan Kalasan 639 1.757
8. SD Kadirojo Kalasan 400 1.100
9. SD Tanjung Tirto Berbah 232 638
Sumber: DPUP Kabupaten Sleman, 2011
Tabel 2.4 Pengelolaan Sampah Mandiri oleh lembaga-lembaga Pendidikan
Kabupaten Sleman Tahun 2011
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 12
No Lokasi Kecamatan Jumlah Volume
Sampah KK Jiwa
1 2 3 4 5 6
1. Jetak I, Sidokarto Godean 100 400 1.100
2. Jetak II, Sidokarto 167 502 1.381
3. Dukuh Sidokarto 75 375 1.031
4. Sembuh Wetan, Sidoakrto 75 375 1.031
5. Prenggan VIII, Sidokarto 80 400 1.100
6. Semarangan, Sidokarto 85 425 1.169
7. Wirokraman, Sidokarto 100 450 1.238
8. Rewulu Kulon, Sidokarto 70 350 963
9. Sorolaten, Sidokarto 70 350 963
10. Jetis Prenggan, Sidokarto 75 375 1.031
11. Klajuran, Sidokarto 152 532 1.463
12. RW 7 Sembuh Kidul, Sidomulyo 100 475 1.306
13. RW 8 Sembuh Kidul, Sidomulyo 100 450 1.238
14. RW 16 Pandean VII, Sidoluhur 68 201 553
15. RW 20 Gatak, Sidoluhur 75 375 1.031
16. RW 26 Sidoarum 70 350 963
17. Sawahan Sidomoyo 38 88 242
18. Desa Sidoluhur 180 900 2.475
19. Perum Gumuk Indah Sidoarum 50 270 743
20. Tangkilan, Sidoarum 200 390 1.073
21. Ganjuran, Caturharjo Sleman 123 487 1.339
22. RT 03 RW 02 Kalakijo, Triharjo 37 80 220
23. RW 09 Sleman III Triharjo 67 335 921
24. RW 35 Panasan Panggeran, Triharjo
420 1.860 5.115
25. Temulawak, Triharjo 200 787 2.164
26. IPST Pandowoharjo 200 - -
27. Mulungan Wetan, Sendangadi Mlati 50 125 344
28. Jaten, Sendangadi 50 125 344
29. Mraen, Sendangadi 55 156 429
30. Pogong Lor, Sinduadi 40 125 344
31. Karangjati, Sinduadi 40 125 344
32. Plaosan, Tlogoadi 30 122 336
33. Jetis Tirtoadi 37 90 248
34. Kaweden, Tirtoadi 60 230 633
35. Duwet, Sendangadi 40 130 358
36. Cebongan Lor, Tlogoadi 30 107 294
37. Karangjati, Sinduadi 20 45 124
38. Karangbajang, Tlogoadi 15 25 69
39. Gemawang, Sinduadi 15 23 63
40. RW 01 Minomartani Ngaglik 220 860 2.365
41. RW 04 Minomartani 282 1.097 3.017
42. RW Calukan Sinduharjo 65 300 825
43. Candi III Sardonoharjo 250 1.000 2.750
44. Candikarang 30 130 358
45. RW 23 RW 24 Ngentak Tepan, Bangunkerto
Turi 50 125 344
46. Nganggring, Girikerto 50 125 344
47. Kuncen, Girikerto (Bank Sampah)
50 125 344
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 13
Sumber : Dinas PUP, 2011
Tabel 2.5. Pengelolaan Sampah Mandiri di Kabupaten Sleman
Tahun 2011
1 2 3 4 5 6
48. Daleman, Girikerto 58 273 751
49. Kruwet, Sumberagung Moyudan 75 300 825
50. Gamplong V, Sumberrahayu 100 450 1.238
51. Blendung, Sumber Sari 50 250 688
52. Ngemplak Asem, Umbulmartani Ngemplak 102 362 996
53. Sawahan Lor 37 121 333
54. Kalijeruk II Widomartani 94 260 715
55. Perum Kanisius Wedomartani 15 55 151
56. Tambakan, Sindumartani 25 100 275
57. Nglebeng, Margorejo Tempel 100 500 1.375
58. Blumbang, Merdikorejo 75 375 1.031
59. Lodoyong, Lumbungrejo 150 625 1.719
60. Kadirojo, Margorejo 140 560 1.540
61. Plumbon Lor,Mororejo 150 447 1.229
62. Kembangan, Candibinangun Pakem 100 500 1.375
63. Paraksari, Pakembinangun 75 375 1.031
64. Kadilobo, Purwobinangun (Bank Sampah)
100 510 1.403
65. Kt. Sidotrampil, Sidokerto, Purwomartani
Kalasan 50 215 591
66. RW 03 Krajan, Tirtomartani 15 75 206
67. Krapyak IX, Margoagung Seyegan 40 150 413
68. Mudal RW 43, Argomulyo Cangkringan 50 200 550
69. Sukunan, Banyuraden Gamping 270 845 2.324
70. Tritagsani, Trihanggo 128 521 1.433
71. Mejing Wetan, Ambarketawang 229 916 2.519
72. Biru, Trihanggo 49 147 404
73. Sutan, Sendangsari Minggir 20 155 426
74. Plaosan, Sendangrejo 58 250 688
75. Balangan, Sendangsari
76. Samirono, Caturtunggal Depok 100 500 1.375
77. Perum Condongcatur RW 13 (Bank Sampah)
39 156 429
78. Karangmalang, Caturtunggal 125 600 1.650
79. Kadipolo, Sendangtirto Berbah 150 460 1.265
80. Babatan Kadipolo, Sendangtirto 110 500 1.375
81. Sumber Kidul, Kalitirto 70 250 688
82. Kuton, Tegaltirto 50 150 413
83. Demangan/Tangkisan, Kalitirto 40 30 83
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 14
2.2. Kota Borås, Swedia
Kota Borås didirikan pada tahun 1621 dengan luas wilayah 1.000 km2 telah
melakukan perjalanan panjang dan bekerja keras dalam peningkatan kualitas
lingkungannya. Kota yang berpenduduk 100.000 jiwa ini merencanakan
pengelolaan lingkungan yang modern dimulai tahun 1988 dengan mendirikan
gedung/pabrik pengolahan sampah Sobacken. Bangunan pabrik ini terletak 10
km dari Kota Borås, dilengkapi dengan pemilah sampah yang bisa memisahkan
sampah yang biodigradible (sampah yang bisa terurai oleh mikrobia) dan non
biodigradible (sampah yang tidak bisa terurai oleh mikrobia) dengan alat
penindai optik yang bisa memilah secara otomatis.
Sejak tahun 2005, produksi gas generasi kedua di Sobachen berbahan baku
sampah padat kota yang berasal dari rumah tangga dan industri. Pemurnian
biogas ini digu nakan untuk menjalankan bus dan mobil. Selanjutnya kota ini
memiliki 2 generator berkapasitas masing-masing 20 MW yang berasal dari
pembakaran sampah (incenerator) yang menghasilkan energi untuk listrik, pusat
pemanas (heater) dan pendingin (chiller) untuk penduduk kota. Insenerator ini
juga dilengkapi dengan fasilitas untuk keberlanjutan aktivitas riset dan teknologi.
Keberhasilan Kota Borås dalam pengelolaan sampah dimulai dari sebuah mimpi
“sebuah kota yang bebas dari bahan bakar dari fosil” artinya semua kebutuhan
energi didapatkan dari bahan bakar selain minyak bumi, baik untuk kebutuhan
pemanasan, pendinginan listrik dan untuk transportasi.
Mereka berupaya keras untuk mendapatkan raw material untuk menjamin
kebutuhan energi warganya. Di sisi yang lain mereka juga memiliki masalah
tumpukan sampah yang semakin menggunung baik di tempat penampungan
sementara maupun di tempat pembuangan akhir.
Melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset SP, Pemerintah
Kota Borås memanfaatkan energi yang masih terkandung di dalam sampah
untuk dikonversi menjadi listrik, sistem pendingin kota dan sistem pemanas kota
serta untuk kebutuhan transportasi massal. Dengan demikian sumberdaya yang
berupa sampah dapat didapatkan secara sustainable karena setiap orang dalam
beraktifitas pasti menghasilkan sampah, disisi yang lain pengolahan sampah
menjadi lebih efisien, tidak mencemari lingkungan dan bermanfaat bagi
peningkatan kualitas lingkungan di kota tersebut. Secara rinci proses
pengolahan sampah tersaji seperti diagram berikut ini:
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 15
Gambar 2.1. Gambar alir proses pengolahan sampah secara umum di Kota Borås
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sampah yang berasal dari rumah tangga
(1) dipilah menjadi sampah basah (biodigradible) dan sampah kering (non
biodigradible). Pemilahan dilakukan secara optik (2), sampah basah langsung menuju
ke unit pengolahan biogas, hasil dari pengolahan biogas adalah biofuel dimanfaatkan
untuk menggerakkan 9 mobil pengumpul sampah dan 39 bus dan mobil kantor.
Gambar 2.2. Bus dan mobil pengumpul sampah yang berbahan bakar biofuel
Sampah di Kota Borås diolah menjadi produksi energi. Jenis energi yang dihasilkan
adalah: pemanas kota/heating yang digunakan pada saat musim salju, pendinginan
untuk rumah sakit dan pertokoan, biogas, pembangkit listrik dan pembangkit hidro
elektrik. Adapun besaran energi yang dihasilkan selama 1 tahun adalah sebagai
berikut:
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 16
No. Penggunaan (GWh / tahun)
1. Pemanas Kota 650
2. Pendingin Kota 8
3. Biogas 20
4. Listrik dari PLTU 140
5. Daya PLTA 35
Tabel 2.6 Jumlah energi yang dihasilkan selama satu tahun
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 17
BAB III
INISIASI KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
DENGAN PEMERINTAH KOTA BORÅS
Bab ini akan menguraikan tentang awal mula kerjasama pengelolaan persampahan
antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gadjah Mada, University College
of Borås, dan Pemerintah Kota Borås dan kunjungan timbal balik antara delegasi
Kabupaten Sleman dengan Kota Borås.
3.1. Inisiasi Kerjasama
Fakultas Teknik Kimia UGM memfasilitasi Pemerintah Daerah di Provinsi D.I.
Yogyakarta untuk dapat menjalin kerjasama dengan Pemerintah Swedia
khususnya Pemerintah Kota Borås dalam pengelolaan sampah. Tawaran ini
disambut oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sebagai pilot project untuk
kegiatan ini. Untuk merealisasikan kerjasama adalah ditandatanganinya Letter
of Agreement antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gadjah Mada,
Pemerintah Kota Borås dan University College of Borås, Sweden.
Kota Borås dipilih untuk kerjasama ini karena kota ini mempunyai pengalaman
selama 30 tahun dalam pengelolaan sampah dengan paradigma waste refinery,
yaitu cara pandang bahwa melalui berbagai pengolahan, sampah merupakan
sumberdaya dan masih dapat dimanfaatkan.
Pemerintah Kota Borås mengolah sampahnya dikelompokkan menjadi proses
termal dan proses biologis. Proses pengolahan secara termal akan
menghasilkan produksi energi untuk listrik, pendingin, pemanas sedangkan
proses secara biologis akan menghasilkan biofuel dan kompos. Pengolahan
sampah dan produksi energi ini dilakukan oleh perusahaan daerah yaitu Borås
Energy och Miljo AB. Perusahaan ini aktif dalam riset dan pengembangan
dengan Institut Riset dan Teknologi (SP) dan University College of Borås.
Kerjasama pemanfaatan limbah (waste refinery) RI - Swedia diawali oleh
kerjasama empat pihak yaitu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Pemerintah
Kabupaten Sleman, Pemerintah Kota Borås, dan University College of Borås
sejak November 2006. Program utama kerjasama ini adalah:
a. peningkatan pendidikan (beasiswa dan penelitian);
b. pengembangan program daur ulang dan pemisahan sampah;
c. pembangunan pusat produksi biogas di pasar buah Gamping, Sleman
senilai 1,5 milyar rupiah dari lembaga donor Swedia NUTEK;
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 18
d. pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik dan bahan bakar untuk
kendaraan angkutan umum dan pribadi.
Program kerjasama ini telah berhasil melaksanakan beberapa lokakarya,
pertukaran tenaga ahli dan mahasiswa, dan penulisan proposal ke berbagai
lembaga penelitian Indonesia dan Swedia. Keempat pihak yang terlibat juga
telah menandatangani Letter of Agreement pada bulan Februari tahun 2008.
Dalam rangka pengembangan kerjasama ini, perwakilan Pemerintah Kota
Borås, Mr. Olle Engstrom dan University College of Borås, Prof. Moh.
Taherzadeh telah melakukan kunjungan ke Jakarta dan Yogyakarta pada bulan
Maret 2008 dan beberapa kota di Indonesia pada bulan Oktober 2008.
Dalam kunjungan terakhir Mr. Engstrom dan Prof. Taherzadeh, telah
diselenggarakan serangkaian kegiatan yaitu video teleconference di UGM
tanggal 14 Oktober 2008 yang diikuti oleh 7 universitas, roadshow ke 6 daerah
(Yogyakarta, Pontianak, Makassar, Jayapura, Bandung dan Medan) tanggal 15-
29 Oktober 2008 dan Lokakarya Nasional “Peningkatan Kerjasama dan Jejaring
RI-Swedia di Bidang Pemanfaatan Limbah” yang difasilitasi oleh Departemen
Luar Negeri di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 2008.
Lokakarya Nasional dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Kota Borås,
University College of Borås, dan Kedutaan Besar Swedia di Jakarta,
departemen terkait, 7 pemerintah daerah, 5 perguruan tinggi, NAM CSSTC dan
2 perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. Hasil-hasil
Lokakarya Nasional, antara lain:
diperoleh dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta maupun pemerintah
Swedia untuk mengembangkan program kerjasama ini.
sejumlah pemerintah daerah dan perguruan tinggi menyampaikan
ketertarikan mereka untuk membentuk “Waste Refinery Daerah” (WRD) dan
bergabung dalam jaringan “Waste Refinery Indonesia” (WRI).
komitmen ini diharapkan akan diikuti oleh sejumlah tindak lanjut yaitu
pembentukan tim WRD, penyusunan program dan anggaran, koordinasi
dengan Tim Waste Refinery UGM-Sleman sebagai koordinator WRI
berpartisipasi dalam lokakarya di UGM pada bulan Februari 2009.
pemerintah daerah dihimbau untuk memperhatikan aturan dan perundang-
undangan serta prosedur yang berlaku dalam memanfaatkan peluang
kerjasama ini.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 19
Hal-hal yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut terkait kerjasama Waste
Refinery RI-Swedia antara lain:
perkembangan pembentukan WRD di daerah-daerah;
rencana aksi serta bentuk dukungan pihak-pihak terkait untuk merealisasikan
kerjasama Waste Refinery RI-Swedia;
persiapan lokakarya di UGM, Yogyakarta pada bulan Februari 2009; dan
dana pendamping untuk proyek pembangunan pusat produksi biogas di
pasar buah Gamping, Kabupaten Sleman.
3.2. Kunjungan Delegasi Sleman Ke Swedia
Pada tanggal 22-29 November 2008, dalam rangka memenuhi undangan
Pemerintah Kota Borås, Bupati Sleman Drs. Ibnu Subiyanto didampingi oleh 5
pejabat Pemerintah Kabupaten Sleman juga telah berkunjung ke Stockholm dan
Borås, Swedia. Kunjungan ini bertujuan untuk menindaklanjuti rencana
kerjasama pengembangan waste refinery di Kabupaten Sleman dan melihat
secara langsung program pengelolaan limbah di Kota Borås. Melalui kunjungan
ini, delegasi Sleman mendapatkan bahan masukan untuk penyelenggaraan
Lokakarya bulan Februari 2009 dan pengembangan program capacity building
tenaga ahli di bidang waste refinery yang masih terbatas jumlahnya di
Kabupaten Sleman.
Selama di Swedia, delegasi Sleman mengunjungi beberapa lokasi:
a. Wisma KBRI di Swedia
Hasil audiensi dan dialog dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di
Wisma KBRI dan di Kantor KBRI di Stockholm, Swedia adalah pihak KBRI
Swedia mendukung secara penuh atas upaya Pemerintah Kabupaten
Sleman dalam kerjasama dengan Kota Borås dan siap memfasilitasi proses
kerjasama tersebut. Pihak kedubes juga menyarankan dalam perjanjian
kerjasama dengan pihak luar negeri diperlukan koordinasi dengan
Kementerian Luar Negeri.
Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia juga meminta informasi dokumen
penunjang kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman, UGM, Borås
Stad dan University College of Borås yang berupa Letter of Intend dan
Letter of Agreement yang telah ditandatangani.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 20
Gambar 3.1. Dialog dengan Kedubes RI di Swedia
b. Kantor Walikota BOrås
Walikota Borås sangat senang atas kunjungan Bupati Sleman yang
melakukan kerjasama dengan Kota Borås dalam rangka transfer knowledge
dalam pengelolaan sampah di kota, bahkan beliau juga membuka diri untuk
melakukan kerjasama bahkan tidak hanya pada pengelolaan sampah tetapi
juga kerjasama dibidang yang lain seperti perdagangan dan kerjasama
ekonomi. Hal ini sangat memungkinkan karena ada pangsa pasar produk-
produk kerajinan dan tekstil yang bisa dijual di Swedia. Sleman memiliki
industri pembuatan sarung tangan dan produk kerajinan selama ini di
ekspor ke Eropa tetapi belum ke Swedia. Pembicaraan mengenai hal ini
dapat dilakukan dalam pembicaraan yang lebih intensif pada waktu yang
akan datang.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 21
Gambar 3.2. Pertemuan antara Bupati dan Sekda Sleman dengan Walikota Borås
c. Pusat Riset di Kota Borås yaitu “SP”
Pada saat kunjungan tersebut dipresentasikan bagaimana lembaga riset ini
melakukan penelitian-penelitian salah satu diantaranya adalah Penelitian
Energi dan Lingkungan. Didorong oleh fenomena global warming dan
keterbatasan sumberdaya energi, SP melakukan penelitian tentang
pengembangan kedepan akan energi baru dan teknologi bersih yang
bersumber dari bahan selain fosil.
Gambar 3.3. Presentasi dari SP (Lembaga Riset)
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 22
d. Welcome Dinner
Bupati Sleman dan rombongan dijamu makan malam oleh Walikota Borås,
perwakilan dari Borås Energy Miljo, Lembaga Riset SP dan dari Nutek.
Pada kesempatan ini Bupati Sleman dapat berbincang-bincang secara
informal dan santai. Perwakilan dari NUTEK juga menyampaikan informasi
bahwa proposal yang diajukan dari Pemerintah Kabupaten Sleman dan
UGM disetujui untuk didanai dari lembaganya. Kegiatan ini dialokasikan
untuk membuat demo-plan pembangunan unit biogas di Pasar Buah
Gamping, Sleman.
Gambar 3.4. Suasana dalam welcome dinner
e. Kunjungan di unit-unit pengolahan sampah
e.1.Unit Pemilahan sampah di Lingkungan Permukiman
Unit pengolahan sampah di permukiman ada 4 bin kontainer yang
digunakan untuk menampung sampah yang dibedakan menjadi dua
bungkus yaitu bungkus plastik putih dan hitam. Bungkus hitam untuk
sampah basah dan bungkus putih untuk sampah kering (flamable).
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 23
Gambar 3.5. Unit pemilahan sampah lingkungan permukiman
e.2. Unit Pemilahan di Tempat Kontainer dan Pengolahan Sampah
Sementara
Terdapat 8 bin kontainer yang dapat digunakan untuk membuang: sampah
botol kaca bening, botol kaca gelap, baterai, kaleng bekas minuman, plastik
keras, besi bekas, bekas bungkus racun dan pakaian bekas. Kemudian bin
kontainer tadi dikumpulkan di tempat pengolahan sementara yaitu dikecilkan
ukurannya kemudian di padatkan dan sebagian dikirim ke pusat-pusat daur
ulang sampah.
Gambar 3.6. Unit Pemilahan di Tempat Kontainer
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 24
e.3. Unit Pembuatan Biogas di Sobacken
Proses pengolahan sampah oleh pemisahan sampah dilakukan dengan
peralatan optik mekanis, bungkus hitam untuk menampung sampah basah
dan langsung masuk ke unit pengolahan biogas, sedangkan bungkus putih
yang berisi sampah kering seperti kertas, plastik kemudian di kecilkan
ukurannya dan dipadatkan untuk kemudian dibawa ke unit pembakaran
sampah di Miljo Energy.
Lokasi penglolahan sampah di Sobacken adalah sebagai berikut:
Gambar 3.7. Area unit pengolahan sampah di Sobacken
Gambar 3.8. Alur pemrosesan pengolahan sampah yg mudah terbakar & dr makanan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 25
Gambar 3.9. Daftar alir waste refinery & proses pemilahan sampah secara optik mekanis
e.4. Unit Pengolahan Sampah menjadi listrik di Miljö Energi
Unit pengolahan sampah di Miljo Energi dapat diklasifikasikan menjadi:
Dari hutan ke hutan
Limbah dari usaha penggeajian kayu dan produk dari kayu kemudian
diolah menjadi biofuel, limbahnya yang berupa arang kemudian
dikembalikan ke hutan untuk menjadi pupuk.
Gambar 3.10. Sampah yang bersumber dari limbah penggergajian kayu
Gambar 3.11. Pembangkit listrik tenaga sampah berkapasitas 2x20 megawatt
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 26
Dari sampah makanan ke biogas
Sampah dari sisa-sisa makanan dan buah diolah menjadi biogas,
kemudian gas yang dihasilkan digunakan untuk mengisi bahan bakar
kendaraan (bus dan truk pengangkut sampah serta kendaraan lainnya
yang berbahan bakar dari biogas). Ada stasiun pengisian bahan bakar dari
biogas. Sisa proses gasifikasi adalah kompos. Kompos tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk pada kegiatan pertanian.
Gambar 3.12. Pengolahan sampah menjadi biogas dengan hasil gas untuk mengisi bahan bakar bis, hasil sisa kompos
e.5. Museum Tekstil
Di museum ini dijelaskan bahwa dahulu Kota Borås adalah kota tekstil,
dengan limbah tekstil yang mencemari lingkungan. Di museum ini juga
terdapat alat alat tenun dan pemintalan benang. Berkat penelitian-penelitian
yang dilakukan ditemukan bahan-bahan tekstil yang ramah lingkungan.
Gambar 3.13. Mesin pemintal benang di Museum Tekstil
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 27
e.6. Unit Pengolahan Sampah di Ericsson
Di pabrik ini raw material yang digunakan untuk membuat pesawat radio
komunikasi berasal dari limbah padat (barang-barang bekas). Pesan yang
ingin disampaikan dari Ericsson bahwa ternyata limbah masih dapat
dimanfaatkan untuk membuat sesuatu yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi.
e.7. Sekolah Tekstil
Di sekolah ini juga dilakukan penelitian-penelitian bahan-bahan tekstil yang
yang berasal dari kalangan perusahaan dan militer.
Gambar 3.14. Sekolah Tekstil
e.8. Sekolah Pendidikan Lingkungan
Di sekolah ini diajarkan berbagai hal tentang ilmu pengetahuan dan
lingkungan secara langsung. Misalnya bagaimana cara menaikkan air,
mendistribusikan air, menghasilkan energi mikrohidro, pendidikan
lingkungan. Pendidikan tentang pengelolaan lingkungan juga diajari sejak
dini, mulai dari pemilahan sampah. Meskipun insitusi ini adalah informal
tetapi sekolah-sekolah formal diwajibkan mengikutkan anak didiknya ke
sekolah ini 2 kali dalam satu tahun. Lembaga ini diperuntukkan mulai dari
siswa tingkat pra sekolah sampai dengan tingkat tinggi.
Gambar 3.15. Sekolah Pendidikan Lingkungan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 28
e.9. KBRI di Stockholm, Swedia
Hasil diskusi di Kantor KBRI Swedia adalah dibicarakan tentang apa saja
kemungkinan kerjasama baik dalam manajemen pengelolaan sampah,
perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Kemudian disepakati untuk
menyusun rencana tindak lanjut dari pertemuan dengan beberapa pihak di
Swedia (bagi pihak Kedubes RI di Swedia) dan Departemen Luar Negeri,
Depdagri dan Kementerian Lingkungan Hidup. Pada saat itu juga disepakati
untuk menginventarisasi kemungkinan pendanaan dari kegiatan-kegiatan
yang mendorong terjadinya kerjasama yang lebih intensif melalui dokumen
DIPA dan DPA masing-masing instansi.
Gambar 3.16. Pertemuan di KBRI Stockholm, Swedia
3.3. Kunjungan Delegasi Swedia ke Sleman
Kunjungan delegasi Swedia ke Sleman dilakukan beberapa kali. Kunjungan
delegasi yang pertama pada bulan Februari 2006 yang terdiri dari University
College of Borås dan Pemerintah Kota Borås yang didampingi oleh Fakultas
Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada ke Bappeda Sleman. Mereka
membicarakan berbagai pengalaman Pemerintah Kota Borås dalam mengelola
sampah dalam programnya “Waste Refinery” dan kemungkinan aplikasinya di
Indonesia, khususnya Kabupaten Sleman. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan
tersebut dikirim “Letter of Intend” yang menyatakan ketertarikan untuk
bekerjasama dan mendukung program “Indonesian Waste Material and
Aplication of Swedish Technology” yang ditandatangani oleh Kepala Bappeda
Sleman.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 29
Kunjungan berikutnya adalah kunjungan anggota parlemen Swedia pada
tanggal 22-26 Februari 2010. Delegasi yang datang dari Swedia adalah sebagai
berikut:
No Nama Institusi
1. Mrs. Anita Brodén Komisi Pertanian dan Lingkungan Parlemen
Swedia
2. Mr. Lars Tysklind Komisi Pertanian dan Lingkungan Parlemen
Swedia
3. Lisbeth Hellvin Stålgren Konselir dan Deputi Kedutaan Besar Swedia
4. Ms. Dewi Suyenti Tio Program Nasional Kerjasama
Pembangunan Kedutaan Besar Swedia
Tabel 3.1. Daftar Delegasi Swedia Ke Sleman Tahun 2010
Tujuan kedatangan delegasi Swedia adalah untuk mengetahui gambaran
secara garis besar keadaan Sleman khususnya tentang lingkungan hidup dan
pertanian serta perubahan iklim. Selain itu hal-hal apa saja yang menjadi
kendala dalam pengelolaan ketiga isu tersebut dan langkah-langkah apa saja
yang sudah dilakukan dan prestasi apa saja yang sudah dicapai.
Kunjungan ketiga adalah pada saat peresmian unit biogas di pasar buah
Gamping pada tanggal 10 Februari 2011. Sebelum acara peresmian unit biogas
ini, dilaksanakan juga Training Audit Lingkungan (Environmental Review) yang
dilaksanakan pada tanggal 7-9 Februari 2011 dengan menghadirkan
narasumber dari Borås SP. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Fakultas Teknik
UGM dengan peserta training adalah pemerintah daerah yang telah tergabung
dalam jaringan Waste Refinery Indonesia termasuk Pemerintah Kabupaten
Sleman.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 30
BAB IV
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN INSTALASI BIOGAS
PASAR BUAH GAMPING
Dalam Bab IV ini akan dibahas pelaksanaan pembangunan instalasi biogas Pasar
Buah Gemah Ripah Gamping yang meliputi sejarah berdirinya pasar, pengelolaan
sampah pasar, potensi sampah pasar buah, pembahasan dokumen lingkungan,
pembangunan biodigester, dan pembangunan instalasi listrik.
4.1. Sejarah Berdirinya Pasar Induk Buah dan Sayur ”Gemah Ripah”
Pasar Gemah Ripah berada di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Pasar yang didirikan pada Tahun 1995 dengan luas 1,3 hektar
merupakan tempat persinggahan untuk buah dan sayur. Namun, pedagang-
pedagang di pasar ini lebih dominan dalam penjualan buah. Pedagang-
pedagang tersebut tergabung dalam wadah Koperasi ”Gemah Ripah”. Anggota
Koperasi Pasar Gemah Ripah tadinya adalah pedagang yang berjualan di lokasi
selatan Pasar Beringharjo sekitar tahun 80-an. Kemudian pindah ke Shopping
Centre pada tahun 1990 yang berada di tengah Kota Yogyakarta. Karena
kawasan tersebut akan digunakan sebagai kawasan ruang terbuka hijau, maka
pada tahun 1995 pedagang dipindahkan ke Pelem Gurih. Tidak semua
pedagang bersedia pindah ke daerah Pelem Gurih namun masih bertahan di
Shopping Center yang sekarang menjadi Taman Pintar.
Pedagang-pedagang Gemah Ripah termasuk pedagang yang dipindahkan ke
Pelem Gurih. Selama 3 bulan berada disana omzet mereka turun. Akhirnya
mereka berinisiatif pindah ke Gamping pada tahun 1998. Di sini mereka
membeli tanah masyarakat dengan dana sendiri yang diangsur selama 7 tahun
hingga akhirnya mereka bisa memiliki lahan tersebut.
’
Gambar 4.1 Pintu Masuk Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 31
Pasar Gemah Ripah yang terletak di Jalan Wates KM.5, Gamping bisa
dikatakan mandiri karena pasar ini tidak dikelola oleh pemerintah daerah. Pasar
Gemah Ripah memiliki badan hukum No.25/BH/KWK12/VII/1995. Segala
pengelolaan pasar berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Segala bentuk
transaksi harus melalui koperasi terlebih dahulu. Tata ruangnya pun dibuat
berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Agar memudahkan proses angkut
dan bongkar muat, pasar ini dibagi menjadi 6 blok. Jumlah kios sebanyak 139
kios, setiap kios mempunyai ukuran 4 x 9 meter dengan jumlah pedagang
sebanyak 85 orang.
4 .2. Pengelolaan sampah di Pasar ”Gemah Ripah”
Sampah yang ada di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah 95% adalah
sampah organik. Pengelolaan sampah yang mencapai 2-5 ton per hari hanya
dengan diangkut dan dibuang ke TPA Piyungan, Bantul. Berdasarkan potensi
dari sampah organik yang cukup besar jumlahnya, ada keinginan dari pengelola
pasar untuk memanfaatkannya secara optimal. Awal mula pengelolaan yang
tergambar adalah mengolah sampah tersebut menjadi kompos. Oleh karena itu
dengan kemampuan dan peralatan sewa yang serba terbatas, koperasi
berusaha mengolah sampah buah menjadi kompos. Namun, karena
keterbatasan peralatan dan SDM yang ada, pengolahan sampah menjadi pupuk
menimbulkan bau yang tidak sedap karena adanya penumpukan bahan baku
kompos. Hal ini menyebabkan masyarakat sekitar mengirimkan surat keberatan
kepada Pemerintah Kabupaten Sleman, Pemerintah Kecamatan serta Desa.
Dengan timbulnya permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Sleman
melalui KPDL (Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan) Sleman menjadi
mediator dalam musyawarah antara koperasi dengan masyarakat desa. Hasil
dari kesepakatan tersebut yaitu Pasar Gemah Ripah diharapkan untuk
menghentikan sementara pengelolaan sampah sampai semua sarana dan
prasarana yang dibutuhkan benar-benar siap.
Dalam waktu yang hampir bersamaan ternyata Pemerintah Kabupaten Sleman
tengah melakukan kerjasama dengan UGM, Pemerintah Kota Borås, Swedia
dan Universitas Borås Swedia dalam program ”Waste Refinery” yang bertujuan
untuk mewujudkan manajemen pengolahan sampah yang baik, salah satunya
yaitu dengan teknologi biogas. Berdasarkan masalah yang terdapat di Pasar
Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah, maka kemudian pasar tersebut dijadikan
proyek percontohan pengolahan sampah buah menjadi biogas yang kemudian
akan digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik di sekitar pasar. Alternatif lain
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 32
dalam pemanfaatan biogas ini adalah dapat pula digunakan untuk memasak
bagi penduduk sekitar sebagai pengganti gas elpigi.
Gambar 4.2 Koperasi Pasar Gemah Ripah dan Kegiatan di pasar
4. 3. Potensi Sampah Buah sebagai Penghasil Biogas
Pasar Buah Gamping merupakan pasar induk buah dan sayur di Provinsi DIY.
Volume sampah yang dihasilkan dari operasional pasar tersebut ± 4 m3/hari.
Dalam rangka pengelolaan sampah, pengelola pasar atas nama Koperasi
Gemah Ripah telah melakukan upaya mendaur-ulang sampah menjadi kompos
dan pupuk cair. Namun dalam perkembangannya karena kurangnya prasarana,
sarana dan SDM pengelola, kegiatan daur ulang sampah tersebut menimbulkan
dampak berupa bau dan leacheate yang dikeluhkan oleh masyarakat di sekitar
lokasi.
Menurut Mohammad Taherzadeh pengembang teknologi pengolahan sampah
dari Universitas Borås Swedia mengungkapkan bahwa 10 ton limbah buah
busuk dari Pasar Induk Buah dan Sayur “Gemah Ripah” Gamping yang
merupakan pasar buah terbesar di Propinsi DIY ini termasuk jenis sampah
basah. Setelah diolah, tinggal dua ton yang bisa menghasilkan 700 meter kubik
komponen utama gas metan. Satu meter kubik gas metan ini setara dengan
satu liter bensin. Sehingga setidaknya akan dihasilkan sekitar 700 ratus liter
bensin dari pasar Gamping. (http://www.jawapos.co.id).
Reaktor biogas yang akan dibangun di Pasar Buah dan Sayur “Gemah Ripah”,
Gamping direncanakan memiliki kapasitas pengolahan sebanyak 4 ton sampah
buah per hari. Oleh karena itu berdasarkan keterangan dari Mohammad
Taherzadeh sebelumnya, dari 4 ton sampah buah dapat menghasilkan kira-kira
0,8 ton komponen utama gas metan yang dapat menghasilkan gas metan
setara dengan 280 liter setara bahan bakar untuk untuk memasak. Jika tidak
digunakan untuk memasak, hasil dari biogas tersebut dapat digunakan untuk
memanaskan air menjadi uap sebagai penggerak turbin listrik.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 33
4 .4. Pembahasan Dokumen Lingkungan
Kegiatan pembahasan dokumen lingkungan dilaksanakan pada tanggal 17 Juli
2010 di Pasar Buah Gamping . Jenis Dokumen pada kegiatan ini adalah
(Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) karena kegiatan di pasar buah
gamping sudah ada sebelum kegiatan pembangunan unit biogas Adapun
Kegunaan DPL bagi masyarakat dan pemerintah adalah sebagai alat/pedoman
pengawasan pengelolaan dan pemantauan LH oleh pemrakarsa. Adapun
notulensi pembahasan dokumen lingkungan adalah sebagai berikut:
No Hal
Saran/Masukan/Perbaikan
Tanggapan Pemrakarsa
Hal
Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY.
1. 2 Perda yang perlu ditambahkan, Perda DIY no 5 th 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Keputusan Gubernur yang harus diganti : - Keputusan Gubernur no. 153 th 1992 ;
diganti menjadi Per Bup no. 22 th 2007 - Kep Gub no.157A/KPTS/1998 diganti
menjadi Kep. Gub. No 7 th. 2010
2. 3 Kegunaan DPL bagi masyarakat dan pemerintah : Sebagai alat/Pedoman Pengawasan Pengelolaan dan Pemantauan LH oleh Pemrakarsa.
3. 5-6 Peta Lokasi agar dibuat jelas dengan skala 1 : 5000 dan sekaligus ditentukan titik pengelolaan dan pemantauan (sumur, udara ambien, dsb)
4. 11 Air limbah sebelum dibuang ke lingkungan harus diolah terlebih dahulu.
5. 13 Dampak yang perlu ditambahkan untuk dikelola & dipantau : - Penurunan infiltrasi air hujan - Menurunnya kualitas udara : emisi,
kebisingan dan kebauan. - Penurunan kualitas air sungai - Munculnya penyakit masyarakat - Gangguan keamanan
6 23 Bahasan Bab III agar ditambahkan : Jenis dampak. Sumber dampak, pengelolaan yang telah dilaksanakan dan spesifikasi desain pengelolaan. Pelaporan dan Pengawasan ditambah BLH Prov. DIY.
7. 25 Pengelolaan Dampak Kualitas Udara. Rencana perbaikan agar dijelaskan : - Jenis pohon yang akan ditanam - Jumlahnya berapa dan - Lokasinya dimana
8. 25-26
Pengelolaan sampah saat ini sangat jelek dan tidak sesuai dengan yang ditulis dalam
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 34
dokumen agar dijelaskan rencana perbaikan kedepan termasuk rencana pembuatan instalasi biogas diuraikan secara jelas dengan spesifikasi desain nya, volume,lokasi, cara kerja, pengelolaan dan pemantauan. Sampah dan buah busuk banyak yang masuk ke drainase, bagaimana rencana perbaikannya ?
9. 38 Pembahasan Bab IV. Pemantauan Lingkungan. Agar ditambahkan : - Jenis dampak - Sumber dampak - Parameter yang dipantau - Pemantauan yang telah dilaksanakan dan
dilampirkan hasil uji lab. (bila ada)
10 39-40
Dampak Penurunan Kualitas Udara yang harus dipantau : - Kualitas udara ambien - Kebauan - Kebisingan Titik pemantauan minimal 2 (lokasi pasar dan pemukiman penduduk terdekat).
11. 34, 52
Matrik Pengelolaan, Kolom : - Jenis dampak - Sumber dampak - Tolok ukur dampak - Pengelolaan LH Cara/teknik pengelolaan yang telah dilaksanakan Spesifikasi desain Rencana perbaikan
- Lokasi pengelolaan - Periode pengelolaan - Pelaksana - Pengawas Matrik Pemantauan Kolom : - Jenis dampak - Sumber dampak - Parameter yang dipantau - Pemantauan LH : Teknik/cara pemantauan Rencana perbaikan
- Lokasi pemantauan - Frekuensi pemantauan - Pelaksana - Pengawas
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi DIY
1. 2 Agar ditambah : UU no.22 tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.
2. 8 - Informasi luasan di narasi dan matrik I.2 berbeda kira-kira mana yang dipakai ? Sebaiknya luasan ditulis dalam bentuk matriks agar lebih informatif.
- Luasan parkir dan jalan sebaiknya digabung karena ketentuan di Pemerintah Kabupaten Sleman untuk luasan parkir dan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 35
sirkulasi jalan minimal 25 % dari matrik seolah-olah kurang dari 25 %. Saluran air dan jalan agar dipisahkan.
3. 15 Untuk melihat dampak lalu-lintas harus disajikan terukur, yaitu berapa lalu-lintas yang lewat/melintas. Bangkitan lalu-lintas. Berapa lalu-lintas yang keluar masuk. Data tersebut dianalisis, sehingga dapat diketahui besarnya gangguan kelancaran. Tolok Ukur Dampak adalah derajat kejenuhan di depan pintu keluar masuk maksimal 0,8 (< 0,8). Data ini sekaligus dapat digunakan untuk memantau kondisi lalu-lintas khususnya terhadap gangguan kelancaran dan keselamatan lalu-lintas, karena situasi dan kondisi lalu-lintas disekitar Pasar Gamping cukup ruwet.
4. Tambahan : - Site Plan agar ditambahkan/dilampirkan - Pengaturan sirkulasi kendaraan di dalam
tidak jelas. - Parkir untuk kendaraan kecil roda 4 tidak
jelas, apakah disetiap kios/depan kios boleh parkir roda 4.
5. 32 - Luasan parkir 2420,25 m2 disebelah manakah ? Apakah yang digunakan untuk parkir truk. Bila untuk parkir pengunjung yang menggunakan roda 4 (kecil) dimanakah ? sepeda motor dimana ?
- Tempat bongkar muat dimana ? Agar dijelaskan di dokumen ini.
6. 33 Rencana perbaikan pengelolaan : Memperlebar pintu gerbang apakah masih memungkinkan ? Perbaikan pengelolaan : - Pengaturan parkir roda 2 dan roda 4 agar
diperjelas. - Sirkulasi kendaraan diperjelas - Tempat bongkar diperjelas - Tambah alat informasi dan rambu lalu-lintas
untuk meningkatkan keselamatan didepan jalan masuk/keluar ditambah, karena orang yang melintas kurang informatif kalau ada pasar.
7. 50 - Untuk pemantauan lalu-lintas di Jalan Wates tidak hanya diamati tetapi juga dilakukan perhitungan lalu-lintas sehingga dari waktu ke waktu hasil pengukuran dapat disampaikan secara terukur.
- Matrik agar disesuaikan. .
8. Pelaporan agar ditambahkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Prov. DIY.
Bappeda Kab. Sleman
1. Perlu perbaikan drainase karena dipakai untuk pembuangan air limbah
2. Perlu pembuatan sumur peresapan air hujan
3. Perlu penghijauan diarea parkir
4. Perhatikan parkir kendaraan
5. Perlu penataan pedagang disisi timur dan
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 36
utara
6. Perlu pembuatan IPAL WC/KM
Dinas Kesehatan Kab. Sleman
1. I.2 Tambahkan : - UU RI no 36 th 2009 tentang Kesehatan - UU RI no.18 th 2008 tentang Pengelolaan
Sampah - Kep Men Kes RI no.519/Menkes/SK/VI/2008
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.
- Perda Kab. Sleman no 18 th 1996 tentang Pengawasan Kualitas Air Bersih.
2. 7 Tambahkan saran sanitasi : Kamar mandi dan toilet laki-laki dan perempuan terpisah. - Jumlah pedagang s/d 20 orang, jumlah KM
1, Toilet 1 - Jumlah pedagang 26 s/d 50 orang, jumlah
KM 2, Toilet 2 - Jumlah pedagang 51 s/d 100 orang, jumlah
KM 3, Toilet 2 Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambahkan satu KM dan satu Toilet.
3. III.25
Dampak peningkatan sampah a.Cara Teknik Pengelolaan yang sekarang dilakukan - Pemisahan jenis sampah
4. III.28
Dampak Peningkatan Vektor Penyakit a.Teknik Pengelolaan yang dilakukan, tambahkan : - Melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) - Pemantauan jentik berkala
5. III.29
Lokasi Pengelolaan Lingkungan tambahkan : - Di container-container yang ada airnya. - Di lingkungan pasar
6. III.30
a.Pengelolaan Lingkungan, tambahkan : - Inspeksi sanitasi sarana air bersih c.Lokasi pengelolaan lingkungan, tambahkan - Dilokasi sumur
Dinas Pasar Kab. Sleman
1. 7 SIUP dan HO sudah habis masa berlakunya agar diperpanjang.
2. 14, 20
Dampak kecemburuan sosial perlu ditambahkan yang internal juga seperti adanya persaingan usaha antar pedagang. Meskipun selama ini tidak ada tetapi ini juga merupakan potensi dampak yang mungkin terjadi.
3. 13 Perlu ditambahkan tentang dampak gangguan keamanan, pengelolaan dan upaya pemantauannya.
4. 26 Rencana perbaikan pengelolaan yang akan dilakukan ditambah : dibuat SOP (Standar Operasi dan Prosedur) pengelolaan sampah.
5. 30 Perlu membuat IPAL agar air limbah yang berasal dari kios tidak langsung dibuang di saluran air.
6. 31 Disamping biopori perlu juga dibuat sumur
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 37
resapan air hujan untuk mengatasi adanya genangan air dan dampak turunnya tinggi permukaan air.
7. Lampiran agar ditambah : -Site plan -Design instalasi pengolahan biogas -IMB
8. Semua nama-nama dinas/instansi agar disesuaikan.
Bidang Perijinan Pertanahan DPPD Kab. Sleman
1. Agar tata ruang ditambahkan : RUTR Kota Gamping : fungsi perdagangan kota dan wilayah.
2. Agar dilampirkan : IKT/Kep.KDH/A/2008 a.n Panut seluas 982 m2.
3. Agar dilampirkan Sertifikat HM no 9678 Desa Ambarketawang, SU no. 02675/2006 tanggal 17 Mei 2010 seluas 982 m2.
4. Site plan belum ada
5. Ada lampiran IMB tetapi hanya cover, berkasnya manakah ? mohon dilengkapi.
Dinas PUP Kab. Sleman
Ketentuan Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan : - Luas dalam IL 15.000 m3 peraturan 15.000
m3 : Uraian dalam dokumen 15.000 m2, sesuai ; Gambar Site Plan belum ada.
- KDB Maksimal : Uraian dalam dokumen 6.242,7 m2, wajib dipatuhi ; Gambar Site Plan belum ada.
- Sempadan jalan selatan lokasi menurut peraturan pagar 20 m, bangunan 29 m : Uraian dalam dokumen belum ada , wajib dipatuhi ; gambar site plan tidak jelas.
- Sempadan irigasi dan lebar penutupan saluran irigasi sesuaikan rekomendasi dari Dinas SDAEM
- Sempadan sungai, jembatan dan lebar jalan masuk sesuaikan rekomendasi dari Dinas PUP dan ESDM Provinsi
- Tempat parkir, sesuai ketentuan dalam Peraturan Bupati No.18/Per.Bup/A/2005 pasal 71 dan 72 adalah 1.624 m2 : Uraian dalam dokumen 2.421 m2, sesuai ; gambar site plan beum ada.
- Rencana saluran air hujan, minimal berdimensi 20 cm x 20 cm wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi dan gambar site plan belum ada.
- Rencana saluran air limbah, minimal pipa berdiameter 4” wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; dan gambar site plan belum ada.
- Rencana Peresapan Air Hujan (PAH) untuk setiap 60 m2 lahan tertutup perkerasan, minimal menyediakan 1 buah PAH dengan volume @ 1,5 m3 adalah 21,56 m3 : Uraian dalam dokumen ada, wajib dipatuhi dan gambar site plan belum ada.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 38
- PAL rumah tangga dengan ketentuan minimal 0,1 m3 untuk setiap orang pemakai wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.
- Rencana saptic tank wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi dan gambar site plan belum ada.
- Tempat sampah wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.
- Instalasi pemadam kebakaran berupa alat pemadam kebakaran ringan dan saluran hidran wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.
- Kajian lalu lintas sesuaikan rekomendasi dari Dinas PUP dan ESDM Provinsi.
Kecamatan Gamping
1. 13 Penurunan kualitas udara perlu adanya penambahan taman dan pohon
2. 13 Penurunan kualitas air (sumur) yang membutuhkan air +/- 1500 liter/hari perlu pembuatan SPAH
3. Pembuangan air limbah harus dikelola sendiri jangan sampai dibuang ke saluran
4. Perizinan-perizinan yang telah habis masa berlakunya agar diperpanjang.
Desa Ambarketawang
-
KLH Kab. Sleman
1. Surat Pernyataan point 4 Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan diganti Kantor Lingkungan Hidup
2. 2 -UU no 24 th 1997 diganti UU no 26 th 2007 -no.3 ditambah Perlindungan -Peraturan Perundangan diurutkan sesuai tahunnya.
3. 11 Air limbah yang dibuang keselokan depan kios sebelum dibuang keselokan besar dibuat IPAL dulu.
4. Nama Instansi agar disesuaikan dengan SOTK yang baru.
5. Agar ditambahkan aspek tata ruang sesuai IPT/Ijin Lokasi
6. 54 Pemantauan kualitas air agar ditambahkan bakteorologi setiap bulan (1 bulan sekali)
7. Di pasar Gemah Ripah akan ada pembuatan biogas sehingga agar di dokumen ditambahkan uraian mengenai biogas mulai dari Pra Konstruksi, Konstruksi dan operasional.
Tabel 4.1.
Kompilasi Masukan Rapat Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) Pasar Induk Buah dan Sayur ”Gemah Ripah”
di Desa Ambarketawang, Kec. Gamping, Kab. Sleman Tanggal 7 Juli 2010
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 39
4 .5. Pelaksanaan Pembangunan Digester
Proyek yang dilaksanakan di Kabupaten Sleman memanfaatkan sampah dari
pasar buah "Gamping" digunakan untuk bahan baku produksi biogas.
Pengelolaan sampah yang dipraktekkan di Swedia, terutama kota Borås,
diadopsi untuk kebutuhan lokal dan dimodifikasi untuk kondisi lokal. Pemilahan
sampah menjadi fraksi (kertas, plastik, logam, dll) seperti yang dilakukan di
Swedia akan diterapkan di Kabupaten Sleman, terutama di lokasi proyek. Di
Pasar Buah Gamping sebelumnya tidak ada kegiatan sortasi sampah seperti
yang dilakukan pada saat ini. Sampah hanya dikumpulkan di tempat terbuka
atau dikumpulkan dan dikirim ke TPA.
Sampah dari pasar buah Gamping didominasi oleh bahan organik (kompos).
Oleh karena itu modifikasi sistem fraksinasi sampah perlu dilakukan. Modifikasi
juga perlu dilakukan untuk teknologi dan metode pengolahan sampah.
Kebutuhan masyarakat setempat juga harus dipertimbangkan dalam
mengadopsi pengolahan sampah model Swedia ini.
Konsep pengelolaan sampah di pasar buah ini didasarkan atas konsep
produksi bersih, estetis dan indah, area yang nyaman serta kebutuhan yang
berkelanjutan akan pasokan energi. Untuk menerapkan konsep tersebut,
pedagang pasar buah terus dilatih untuk memilah sampah kedalam dua
kategori yaitu dapat diurai secara biologis (biodegradable) dan sampah yang
tidak bias diurai secara biologis (non-biodegradable). Kategori pertama
langsung masuk ke pabrik biogas, sedangkan yang kedua adalah dikirim ke
TPA. Biogas ini dibakar dan menghasilkan listrik untuk keperluan pabrik dan
pasar. Selain itu, tambahan energi listrik dapat menjadi bisnis baru sehingga
ekonomi masyarakat meningkat. Energi yang dihasilkan dari pengolahan
sampah menjadi biogas sebagian besar dapat digunakan untuk kegiatan rumah
tangga, seperti memasak dan penerangan. Kemungkinan lainnya penggunaan
energi untuk tujuan lain, seperti transportasi, namun perlu dievaluasi. sistem dan
teknologi diadaptasi diimplementasikan di proyek yang diusulkan dikembangkan
bersamaan dengan kegiatan pendidikan, formal dan informal. Selanjutnya, selat
sisa dari digester digunakan sebagai media belatung / budidaya cacing,
kemudian menjadi kompos untuk pupuk organik. Dalam penambahan air dari
sistem dewatering ini akan digunakan air dari irigasi dekat tanah pertanian.
Konsep ini sekilas diuraikan dalam gambar sebagai berikut:
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 40
Gambar 4.3 Proses Pengolahan Sampah Pasar Buah Gamping
Untuk pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping ini diperlukan tanah
seluas 600 m2 di barat laut pasar. Di lahan ini, bangunan yang ada diubah
menjadi 6 bagian besar untuk tujuan tertentu dalam produksi biogas secara
berurutan yaitu inlet , daerah penempatan digester anaerobik, gas holder,
gudang dan operasional, laboratorium dan ruang listrik sebagaimana terlihat
dalam gambar berikut ini
Gambar 4. 4. Design Instalasi Biogas Pasar Buah Gamping
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 41
4 .6. Instalsi Biogas Sebagai Generator Listrik
Pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping telah berfungsi sebagai
generator listrik. Menurut perhitungan volume produksi biogas adalah 338
Nm3/hari dengan kandungan methan sebesar 50% ±0,65. Kandungan energi
methan adalah 39MJ/ Nm3 . Total kandungan energi adalah 6,6 GJ/hari atau 76
kW. Jika efisiensi generator diasumsikan 30 %, , listrik yang dihasilkan setara
dengan 23 kW atau 556 KWh/hari.
Listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk penggerak mesin dan pasar buah.
Estimasi kebutuhan energi dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini. Total
konsumsi energi adalah 454 kWH/hari. Artinya dibanding kebutuhan energi
listrik, masih ada surplus sejumlah 102kWH/hari yang bisa digunakan untuk
sumber energi aktifitas lainnya.
No Peralatan Jumlah Peralatan
Konsumsi Energi (Kw)
Durasi (Jam) Total Energi (KwH)
1 Mesin Penghancur ( 4 ton/hr) 1 2,2 (08.00-16.00) 8 39
2 Unit Penyiram 1 0.375 (08.00-16.00) 8 3
3 Lampu-lampu Dalam 20 0.036 (17.00-05.00) 12 8,64
4 Lampu-lampu Luar 2 0,25 (17.00-05.00) 12 6
Jumlah 52,64
Tabel 4.2. Konsumsusi energi di Unit Biogas
No Peralatan Jumlah Peralatan
Konsumsi Energi (Kw)
Durasi (Jam) Total Energi (KwH)
1 Penerangan Jalan 5 0,25 (17.00-05.00) 12 15
2 Lampu-lampu Kios 417 0.40 (17.00-05.00) 12 200,2
3 Lampu-lampu Masjid 5 0.036 (17.00-05.00) 12 2,16
4 Bilboard 1 2.00 (17.00-05.00) 12 14
5 Pompa Air 139 0.02 1 27,8
6 TV 139 0,068 (08.00-22.00) 14 132,3
Jumlah 401,6
Tabel 4.3. Konsumsi energi di pasar buah
Berdasarkan potensi biagas dan kebutuhan konsumsi energi maka
rekomendasi Waste Refinery Center, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
sebagai pihak yang merancang Unit Biogas di Pasar Buah Gamping, Sleman,
Yogyakarta memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Sleman
tentang spesifikasi generator pembangkit listrik berbahan bakar biogas yang
sesuai untuk digunakan pada instalasi tersebut. Spesifikasi generator tersebut
tergambar dalam tabel IV.4 berikut ini:
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 42
Nama Alat : Generator Listrik
Jumlah Alat : 10 buah
Merek : Honda atau yang setara
Frekuensi : 50 Hz
Rated Output voltage : 240 V
Rated Output Power : 4.6 kW
Maximum Output Power : 5.0 kW
Spesifikasi Mesin (Engine)
Tipe Mesin : Single Cylinder, 4-stroke, OHV,Forced Air-Cooled
Ignition system : T.C.I
Starting method : Recoil starter/ electric strarter
Bahan bakar : Biogas
Konsumsi Bahan Bakar : 0.4 m3
Ukuran Paket Generator dan Berat
Panjang x lebar x tinggi : 770x535 x570(mm3)
Berat total : ≤ 90 kg
Dapat beroperasi dengan kondisi biogas sebagai berikut
Suhu biogas : ≤ 40°C
Tekanan Biogas : ≤ 3-10 kPa dengan fliktuasi tekanan ≤1kPa/menit
Konsentrasi CH4 : ≥ 40%, fluktuasi ≤ 2%/menit
Konsentrasi H2S : ≤ 200 mg/Nm3
Konsentrasi NH3 : ≤ 20 mg/Nm3
Ukuran granule : ≤ 5 µm
Konsentrasi granule : ≤ 30 mg/Nm3
Konsentrasi moisture : ≤ 40 g/ Nm3
Sumber: Waste Refinery Center, Fakultas Teknik UGM.
Tabel 4.4. Spesifikasi Generator Listrik Instalasi Biogas Pasar Buah Gamping
4. 7. Pemasangan Instalasi Listrik di LPJU
Listrik yang dihasilkan oleh Generator selanjutnya masuk ke dalam stabilizer
dan disalurkan untuk penerangan jalan pada komplek pasar buah Gamping.
Adapun tahapan pelaksanaannya terdiri dari :
1. Tahap persiapan:
a. Survey dan perencanaan
b. Sosialisasi kepada calon penerima manfaat
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 43
2. Tahapan Pelaksanaan
a. Penggalian pemasangan tiang lampu penerangan lingkungan (9 meter)
b. Pekerjaan pemasangan Armeture lampu
c. Pekerjaan pemasangan Kabel LVTC 2 x 10 mm2
d. Pekerjaan pengujian mutu instalasi dan pengetesan nyala lampu
3. Tahapan Pemeliharaan
Selama masa pemeliharaan dilakukan surveymalam untuk pengecekan
penerangan lingkungan yang sudah terpasang
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 44
BAB V
EVALUASI KERJASAMA
Dalam bab ini akan diuraikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan
pembelajaran (lesson learned) dalam pelaksanan kerjasama pengelolaan
persampahan dengan Pemerintah Kota Borås yang diperoleh.
5. 1. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
Dalam pelaksanaan kerjasama pengelolaan persampahan dengan Swedia
tersebut dijumpai berbagai permasalahan antara lain:
1. Prosedur kerjasama yang cukup rumit dan panjang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dinyatakan bahwa politik luar negeri masih merupakan kewenangan
pusat sehingga Daerah tidak bisa secara langsung dengan pihak luar
negeri. Dalam melaksanakan kerjasama dengan pihak luar negeri Daerah
harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan
Pihak Luar Negeri maka prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai
berikut:
1. Penjajagan
2. Penandatanganan LoI (Letter of Intent)
3. Penyusunan Rencana Kerjasama
4. Persetujuan DPRD
5. Permintaan Fasilitasi Pemerintah
6. Penyusunan Draft Mou (Memorandum of Understanding)
7. Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)
8. Pelaksanaan Kerjasama
9. Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama
10. Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan
Tahapan-tahapan kerjasama luar negeri tersebut dapat dilihat pada gambar
V.1.
Mekanisme kerjasama luar negeri tersebut dapat dibagi menjadi 2 yakni
mekanisme internal dan mekanisme eksternal pemerintah daerah.
Mekanisme internal diantaranya perlunya persetujuan DPRD. DPRD
mempunyai tugas dan wewenang memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 45
daerah. Selanjutnya DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Sedangkan mekanisme eksternal yang harus dilalui
oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
Koordinasi dan nkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri dan
instansi terkait;
Kementerian Luar Negeri memberikan pertimbangan politis/yuridis
hubungan luar negeri;
Kementerian Luar Negeri mengkomunikasikan rencana kerjasama
dengan perwakilan diplomatik dan konsuler pihak asing di Indonesia
dan perwakilan RI di luar negeri;
Kesepakatan kerjasama dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian
internasional;
Kementerian Luar Negeri ikut serta memantau dan melakukan evaluasi
terhadap tindak lanjut dan pelaksanaan kerjasama.
Gambar 5.1. Tahapan kerjasama Pemda dengan Pihak Luar Negeri
Mengingat rumitnya prosedur yang harus ditempuh maka kerjasama antara
Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gdajah mada, Pemerintah kota
Borås dan University College of Borås ini lebih ditekankan sebagai
kerjasama antar universitas.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 46
2. Belum adanya payung hukum kerjasama antara RI dengan Swedia.
Pada awalnya kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman dengan
Pemerintah Kota Borås ini belum memiliki payung hukum di atasnya yakni
kerjasama antara RI-Swedia di bidang pemanfaatan limbah. Namun setelah
diadakan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri pada tanggal
11 Mei 2009, Kementerian Luar Negeri bersedia membantu membuat
konsep draft perjanjian kerjasama disesuaikan dengan aturan yang ada,
kemudian selama naskah kerjasama yang baru belum ada, Letter of
Agreement yang ditandatangani dapat digunakan untuk dasar pelaksanaan
kegiatan yang disepakati dalam LOA tersebut.
3. Rumitnya ketentuan hibah dari luar negeri
Dalam pelaksanaan pembangunan instalsi biogas di pasar buah Gamping
terdapat hibah luar negeri senilai Rp1.500.000.000,00 dari lembaga donor
Swedia NUTEK. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri
dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata
Cara Pemberian Hibah kepada Daerah, pemerintah daerah dapat
mengusulkan namun tidak dapat melakukan pinjaman atau menerima hibah
luar negeri secara langsung dari pihak asing. Hibah luar negeri masuk
dalam mekanisme APBN dan harus dimasukkan dalam Daftar Rencana
Pinjaman Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPKLN JM atau Blue
Book Bappenas).
Pendaftaran hibah sangat penting untuk mencatat semua bantuan
pembangunan yang diberikan oleh pihak asing sebagai salah satu
mekanisme pengawasan Pemerintah Pusat terhadap hibah luar negeri.
Dalam Blue Book tersebut telah terdapat tema-tema besar yang dapat
mengakomodir bidang kegiatan yang diusulkan.
Rencana kegiatan pembangunan unit produksi biogas yang mendapat hibah
dari NUTEK harus diajukan kepada Bappenas. Akan tetapi mengingat
APBN 2009 pada waktu itu sudah ditetapkan dan periode revisi Blue Book
telah selesai maka usulan proyek hibah tersebut dimasukkan dalam Green
Book.
Sebagai solusinya maka pihak UGM diminta segera menyampaikan
rencana kepada Dikti untuk kemudian diteruskan oleh Dikti kepada
Bappenas. Bappenas kemudian mencarikan tema payung yang sesuai
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 47
dengan bidang kegiatan pengelolaan limbah, mencatatkan rencana kegiatan
dimaksud pada Blue Book/Green Book dan mengeluarkan nomor registrasi
kegiatan.
4. Dana pendamping yang belum tersedia
Dalam pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping, Programme
officer demo NUTEK meminta agar Pemerintah Kabupaten Sleman dapat
menyediakan dana pendamping sebagai bentuk partisipasi pembangunan
demo plant. Hal ini memang menimbulkan permasalahan mengingat pada
waktu itu APBD tahun berjalan telah ditetapkan. Oleh karena itu dana
pendamping diusahakan melalui APBD Perubahan Tahun 2010. Selain itu
juga telah tersedia dana pendamping berupa tanah untuk pembangunan
demo plant biogas seluas 600 m2 dengan harga tanah Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) per m2 atau senilai Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah)
5 .2. Pembelajaran (Lesson Learned)
Meskipun menghadapi berbagai permasalahan, pada akhirnya pembangunan
unit produksi biogas berhasil dibangun dan diresmikan pada tanggal 10 Februari
2011. Instalasi biogas tersebut dapat berfungsi dengan baik meskipun masih
perlu beberapa penyempurnaan.
Dari hal-hal tersebut di atas beberapa kunci sukses pembangunan unit produksi
biogas yang dapat dijadikan pembelajaran (lesson learned) yakni:
1. Peranan perguruan tinggi sebagai fasilitator
Dalam melaksanakan kerjasama dengan pihak luar negeri masing-masing
pihak sebenarnya memiliki kesetaraan. Namun dengan adanya perguruan
tinggi yang juga berfungsi sebagai fasilitator yang mampu menjembatani
kekurangan-kekurangan dari pemerintah daerah dalam bekerjasama dengan
pihak luar maka hal ini akan mempermudah pelaksanaan kerjasama
tersebut. Selain itu model kerjasama antar universitas juga memiliki
administrasi yang lebih sederhana daripada kerjasama antara pemerintah
daerah dengan pihak luar negeri.
2. Adanya Institusi yang menjadi leading institution
Keberhasilan kerjasama dengan Pemerintah Kota Borås tidak terlepas dari
adanya institusi dari Pemerintah kabupaten Sleman yang komit, mengawal
dari proses inisiasi sampai pelaksanaan pembangunan unit produksi biogas
di pasar buah Gamping yakni Bappeda Sleman.
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 48
3. Tim kerjasama yang komit, berdedikasi dan solid
Berbagai permasalahan kerjasama pengelolaan persampahan antara
Kabupaten sleman dan kota Borås dapat teratasi berkat adanya tim
kerjasama yang memiliki komitmen, dedikasi, dan soliditas yang tinggi.
4. Adanya pemisahan pengelolaan keuangan khususnya dalam cost sharing
Masing-masing institusi memiliki kebijakan yang berbeda dalam
pengelolaan keuangan. Oleh karena itu pemisahan pengelolaan keuangan
terutama cost sharing diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih atau
malahan tidak teranggarkan.
Demikian Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Tahun Anggaran
2011 ini semoga bermanfaat.