103772975-bab-i-v

48
Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan yang terdiri latar belakang, maksud dan tujuan, dasar yuridis dan sasaran kegiatan. 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang membentang pada bagian utara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian selatan wilayah Kabupaten Sleman berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang merupakan pusat aktivitas perekonomian, perdagangan, pariwisata, jasa, pendidikan dan kebudayaan. Kondisi ini menjadikan wilayah tersebut sebagai luapan ( spill over) berbagai aktivitas yang tidak tertampung lagi di Kota Yogyakarta. Hal tersebut mengakibatkan munculnya berbagai fasilitas pelayanan di beberapa wilayah menjadi pusat pertumbuhan dan motor penggerak roda pembangunan bagi wilayah sekitarnya. Kegiatan pembangunan telah berhasil meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat, namun peningkatan jumlah berbagai fasilitas dan pesatnya pertumbuhan penduduk, akan meningkatkan jumlah limbah dan sampah pada khususnya. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Timbulan, jumlah dan volume sampah berbanding lurus dengan tingkat konsumsi terhadap produk/material yang digunakan sehari-hari. Demikian juga jenis sampah sangat tergantung dari jenis material yang dikonsumsi. Oleh karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari gaya hidup masyarakat. Begitu kompleksnya masalah pengelolaan sampah, sehingga perlu kesadaran semua pihak dalam melihat permasalahan sampah. Sebagian masyarakat belum memprioritaskan pengelolaan sampah dan menganggap bahwa alam mampu menangani sampah dengan sendirinya. Jumlah sampah di desa masih sedikit dan jenisnyapun tidak bervariasi sehingga alam masih bisa mengatasinya. Lain halnya di wilayah perkotaan jumlah sampahnya sangat besar, jenisnyapun sangat beragam sehingga perlu ditangani secara khusus. Volume sampah di Kabupaten Sleman khususnya di wilayah perkotaan paling besar berasal dari rumah tangga, sisanya berasal dari pasar, industri, rumah sakit, pendidikan, pertokoan, hotel, perkantoran, tempat wisata, bandara, terminal dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan sampah semakin meningkat di kawasan perkotaan dan pusat pusat pertumbuhan lainnya, hal ini dipicu oleh aktivitas pembangunan berbagai sarana dan

Upload: puranita-riski-fauziah

Post on 28-Nov-2015

74 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan dari Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan

yang terdiri latar belakang, maksud dan tujuan, dasar yuridis dan sasaran kegiatan.

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang membentang pada bagian utara

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian selatan wilayah Kabupaten

Sleman berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta yang merupakan pusat

aktivitas perekonomian, perdagangan, pariwisata, jasa, pendidikan dan

kebudayaan. Kondisi ini menjadikan wilayah tersebut sebagai luapan (spill over)

berbagai aktivitas yang tidak tertampung lagi di Kota Yogyakarta. Hal tersebut

mengakibatkan munculnya berbagai fasilitas pelayanan di beberapa wilayah

menjadi pusat pertumbuhan dan motor penggerak roda pembangunan bagi

wilayah sekitarnya.

Kegiatan pembangunan telah berhasil meningkatkan perekonomian dan taraf

hidup masyarakat, namun peningkatan jumlah berbagai fasilitas dan pesatnya

pertumbuhan penduduk, akan meningkatkan jumlah limbah dan sampah pada

khususnya. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia.

Timbulan, jumlah dan volume sampah berbanding lurus dengan tingkat

konsumsi terhadap produk/material yang digunakan sehari-hari. Demikian juga

jenis sampah sangat tergantung dari jenis material yang dikonsumsi. Oleh

karena itu pengelolaan sampah tidak bisa lepas dari gaya hidup masyarakat.

Begitu kompleksnya masalah pengelolaan sampah, sehingga perlu kesadaran

semua pihak dalam melihat permasalahan sampah.

Sebagian masyarakat belum memprioritaskan pengelolaan sampah dan

menganggap bahwa alam mampu menangani sampah dengan sendirinya.

Jumlah sampah di desa masih sedikit dan jenisnyapun tidak bervariasi sehingga

alam masih bisa mengatasinya. Lain halnya di wilayah perkotaan jumlah

sampahnya sangat besar, jenisnyapun sangat beragam sehingga perlu

ditangani secara khusus. Volume sampah di Kabupaten Sleman khususnya di

wilayah perkotaan paling besar berasal dari rumah tangga, sisanya berasal dari

pasar, industri, rumah sakit, pendidikan, pertokoan, hotel, perkantoran, tempat

wisata, bandara, terminal dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan sampah

semakin meningkat di kawasan perkotaan dan pusat – pusat pertumbuhan

lainnya, hal ini dipicu oleh aktivitas pembangunan berbagai sarana dan

Page 2: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 2

prasarana perkotaan.Timbulan sampah di wilayah perkotaan terus meningkat

dari tahun ke tahun dan masih sering ditemukan sungai, drainase maupun tanah

kosong dijadikan tempat pembuangan sampah. Hal ini sebenarnya menjadi titik

awal dari semua bencana yang diakibatkan oleh sampah di wilayah perkotaan.

Penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011 sebanyak 1.093.110 jiwa

(Kabupaten Sleman dalam Angka, 2010). Total timbulan sampah tahun 2011

adalah sebanyak 3.005,75 m3/minggu (156.299 m3/tahun). Dari timbulan

sampah tersebut yang terangkut ke TPA sebanyak 428 m3/minggu (14%).

Selain sampah rumah tangga, timbulan sampah di Kabupaten Sleman juga

berasal dari sampah pasar. Di Kabupaten Sleman terdapat 40 pasar

kabupaten. Sampah pasar pada tahun 2011 sebanyak 5.695.090 ton dan

ditangani oleh Dinas Pasar. Keterbatasan sarana dan prasarana persampahan

di Kabupaten Sleman masih menjadi kendala dalam penanganan persampahan.

Sarana prasarana yang ada antara lain 9 transfer depo dan 2 Lokasi Daur Ulang

Sampah (LDUS) yakni di Tambakboyo dan Tridadi. Bila kondisi tersebut tidak

diikuti dengan adanya peningkatan sistem pengelolaan yang memadai,

dikemudian hari akan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan terhadap

kesehatan manusia, lingkungan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan

lingkungannya.

Masalah utama sampah di Kabupaten Sleman adalah penumpukan sampah di

lahan kosong serta penanganan TPA Piyungan yang digunakan bersama oleh

Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. TPA ini dibangun

pada tahun 1992 di atas tanah 12,4 ha, yang dipakai sebagai penampungan

sampah 10 ha dengan kapasitas 2,7 juta m³, mulai operasional pada tahun 1993

dan diperkirakan mempunyai masa pakai 13 hingga 15 tahun atau hingga tahun

2012.

Selain itu, pengelolaan sampah saat ini masih dipahami sebagaian masyarakat

sebagai tanggungjawab pemerintah saja, sementara masyarakat sebagai

penghasil sampah merasa bahwa tanggungjawab mereka dalam pengelolaan

sampah hanya terbatas pada lingkungan tempat tinggal/melakukan aktivitas

saja, belum sampai kepada tahap pengolahan sampah. Hal ini menjadi

persoalan pokok yang harus diselesaikan oleh pemerintah untuk memberikan

penyadaran kepada masyarakat agar pengelolaan sampah yang semula

didominasi pemerintah diupayakan terjadi pergeseran, sehingga pemerintah

cukup menjadi regulator, fasilitator, dan stimulator. Di Kabupaten Sleman saat

ini terdapat 83 kelompok pengelola sampah mandiri. Selain itu sebanyak 9

institusi pendidikan juga melaksanakan pengelolaan sampah mandiri. Proses

penyadaran seperti ini memerlukan kerjasama dan koordinasi dengan

Page 3: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 3

pemangku kepentingan lain seperti lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha,

dunia pendidikan dan instansi terkait baik dalam maupun luar negeri.

Beberapa negara maju seperti Austria, Jepang, dan Swedia telah melakukan

pendekatan holistik dalam pengelolaan limbah (sampah). Menyadari pentingnya

kerjasama dengan pihak lain, Pemerintah Kabupaten Sleman telah bekerjasama

dengan Pemerintah Kota Borås, Swedia, University College of Borås, dan

Universitas Gadjah Mada dalam KolaBoråsi dan Pengembangan Teknologi dan

Riset Pengolahan Sampah di Pasar Buah Gemah Ripah Gamping. Kota Borås

dipilih untuk kerjasama ini karena kota ini mempunyai pengalaman selama 30

tahun dalam pengelolaan sampah dengan paradigma waste refinary, yaitu cara

pandang bahwa melalui berbagai pengelolaan, sampah merupakan sumber

daya dan masih dapat dimanfaatkan.

Pemerintah Kota Borås mengolah sampahnya dikelompokkan menjadi proses

termal dan proses biologis. Proses pengolahan secara termal akan

menghasilkan produksi energi untuk listrik, pendingin, pemanas sedangkan

proses secara biologis akan menghasilkan biofuel dan kompos. Pengolahan

sampah dan produksi energi ini dilakukan oleh perusahaan daerah yaitu Borås

Energy och Miljo AB. Perusahaan ini aktif dalam riset dan pengembangan

dengan Institut Riset dan Teknologi (SP) dan University College of Borås.

Kerjasama tersebut bermanfaat untuk mengembangkan jaringan antara

pemangku kepentingan dalam negeri dan luar negeri dalam mengkonversi

sampah menjadi produk berharga, seperti sumber energi, dan bangunan proyek

percontohan di beberapa tempat, seperti produksi biogas dari limbah pasar

buah dan mengubah gas yang dihasilkan menjadi listrik. Manfaat lain adalah

adanya transfer pengetahuan/pengalaman dan Iptek dari Kota Borås kepada

UGM dan Kabupaten Sleman dalam pengembangan riset dan teknologi

pengelolaan sampah. Selain itu melalui kerjasama ini diharapkan dapat

berkontribusi di dalam memecahkan permasalahan-permasalahan lingkungan

khususnya sampah di Propinsi D.I. Yogyakarta.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kerjasama pengelolaan persampahan adalah untuk meningkatkan

kerjasama dan koordinasi dengan pemangku kepentingan lain dalam

penanganan persampahan di Kabupaten Sleman.

Page 4: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 4

Sedangkan tujuan dari kerjasama adalah:

a. transfer pengalaman dan Iptek dari kota Borås kepada UGM dan Kab.

Sleman dalam pengembangan riset dan teknologi pengelolaan sampah.

b. menerapkan pengetahuan dan pengalaman negara-negara lain pada

pengelolaan sampah kota untuk sumber energi.

c. membangun pabrik demonstrasi produksi biogas dari sampah kota.

d. memperkuat kolaBoråsi antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan

lingkungan

1.3. Dasar Yuridis

Kerjasama Pengelolaan Persampahan ini dilaksanakan atas dasar:

1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri;

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional;

3. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi;

4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara

Pemberian Hibah kepada Daerah;

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah Daerah Dengan Pihak Luar Negeri;

8. Letter of Agreement antara Pemerintah Kabupaten Sleman, UGM,

Pemerintah Kota Borås, dan University College of Borås tentang KolaBoråsi

dan Pengembangan Teknologi dan Riset Pengolahan Sampah;

9. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Waste

Refinery Center (WRC) Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Dan

Koperasi Pasar Induk Buah “Gemah Ripah” Gamping Sleman Yogyakarta

Nomor 19/PK.KDH/D/2011, 855/H1.17/KL/2011, 017/B/KGR/II/2011 tentang

Pengelolaan Instalasi Biogas Di Pasar Induk Buah “Gemah Ripah”

Gamping, Sleman, Yogyakarta.

1.4. Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan kerjasama pengelolaan sampah dengan swedia adalah

sebagai berikut:

1. Karakterisasi Limbah: Untuk karakterisasi limbah yang dihasilkan oleh Pasar

Buah Gamping;

Page 5: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 5

2. Pencernaan limbah: Melakukan uji pencernaan untuk berbagai komposisi

limbah dan mengamati potensi produksi biogas;

3. Desain Tanaman: Untuk desain pembangkit biogas, termasuk biodigester

dan segala perlengkapan lain yang diperlukan untuk mendukung proses

produksi biogas

4. Membangun pabrik biogas.

Page 6: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 6

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab II ini mendeskripsikan gambaran umum wilayah Kabupaten Sleman dan Kota

Borås, Swedia.

2.1. Kabupaten Sleman

2.1.1.Letak Wilayah

Wilayah Kabupaten Sleman secara geografis terbentang mulai dari 11015’13”

sampai dengan 11033’00” Bujur Timur dan 734’51” sampai dengan 747’03”

Lintang Selatan. Di sebelah Utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan

dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah,

di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah,

di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di

sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan

Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.1.2.Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km2 atau sekitar

18% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang seluas

3.185,80 km2. Dalam perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman

berbentuk segitiga dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.

Secara administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayah kecamatan, 86

desa, dan 1.212 Padukuhan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah

Cangkringan (4.799 ha), dan yang paling sempit adalah Berbah (2.299 ha).

Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel

2. 1. di bawah ini.

Page 7: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 7

No Kecamatan Banyaknya

Luas (Ha) Desa Padukuhan

1. Moyudan 4 65 2.762

2. Minggir 5 68 2.727

3. Seyegan 5 67 2.663

4. Godean 7 77 2.684

5. Gamping 5 59 2.925

6. Mlati 5 74 2.852

7. Depok 3 58 3.555

8. Berbah 4 58 2.299

9. Prambanan 6 68 4.135

10. Kalasan 4 80 3.584

11. Ngemplak 5 82 3.571

12. Ngaglik 5 87 3.852

13. Sleman 6 83 3.132

14. Tempel 8 98 3.249

15. Turi 4 54 4.309

16. Pakem 5 61 4.384

17. Cangkringan 5 73 4.799

Jumlah 86 1.212 57.482

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.

Tabel 2.1.

Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman

2.1.3.Topografi

Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali daerah

perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di

Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar

lereng gunung Merapi relatif terjal.

Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai

dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tanahnya dapat

dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-499 meter, 500-999

meter, dan >1.000 meter dpl. Ketinggian <100 m dpl seluas 6.203 ha, atau

10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean,

Gamping, Berbah, dan Prambanan.

Page 8: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 8

2.1.4.Geohidrologi

Kondisi geologi di Kabupaten Sleman didominasi dari keberadaan gunung

Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan

batuan terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas

wilayah.

Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air

tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir vulkanik, yang sebagian

besar merupakan bagian dari endapan vulkanik Merapi muda. Material vulkanik

Merapi muda ini dibedakan menjadi 2 unit formasi geologi yaitu formasi Sleman

(lebih di dominasi oleh endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan

formasi Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga

pasir berkerikil) di bagian atas. Formasi Yogyakarta dan formasi Sleman ini

berfungsi sebagai lapisan pembawa air utama yang sangat potensial dan

membentuk satu sistem akifer yang di sebut Sistem Akifer Merapi (SAM).

Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke selatan dan secara administratif

masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten

Bantul.

Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan

bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan

atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat 4 jalur

mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman-

Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini

telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi.

Di Kabupaten Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke

sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di

samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan

bermuara di Samudera Indonesia.

2.1.5 Demografi

Pada tahun 2006 jumlah penduduk kelompok umur yang paling banyak adalah

kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 126.761 jiwa (12,57%) sedangkan

jumlah kelompok umur paling sedikit adalah kelompok umur 55-59 tahun yaitu

sebanyak 43.766 jiwa (4,34%). Pada tahun 2010 kelompok umur yang paling

banyak juga kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 119.819 jiwa (11,00%)

dan kelompok umur paling rendah juga masih terjadi pada kelompok umur 55-

59 tahun yaitu sebesar 44.529 jiwa (4,07%).

Page 9: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 9

Jenis Data Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah penduduk

menurut

Kelompok Umur 1.008.264 1.026.704 1.040.220 1.053.500 1.093.110

0 – 4 tahun 68.593 65.772 71.362 67.489 83.575

5 – 9 tahun 68.550 72.296 73.405 74.183 79.378

10 – 14 tahun 68.855 70.924 69.385 72.775 75.779

15 – 19 tahun 75.444 83.944 95.282 86.135 97.350

20 - 24 tahun 126.761 130.956 148.295 134.374 119.819

25 – 29 tahun 99.400 100.156 100.483 102.770 96.794

30 – 34 tahun 79.633 79.352 86.736 81.423 89.485

35 – 39 tahun 76.709 75.292 76.476 77.257 83.452

40 – 44 tahun 67.415 71.904 68.066 73.781 81.105

45 – 49 tahun 59.299 63.448 53.638 65.104 67.177

50 – 54 tahun 43.373 51.828 41.786 52.181 59.200

55 – 59 tahun 43.766 41.580 38.303 42.665 44.529

60 – 64 tahun

keatas 130.466 119.252 117.003 122.364 115.467

Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman, 2010

Tabel 2.2. Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Sleman

Tahun 2005-2009

2.1.6 Persampahan

Pada dasarnya hampir semua sampah sudah tertangani, baik oleh pemerintah,

masyarakat maupun swasta. Sampah yang dikelola oleh pemerintah sekitar

16% dari seluruh timbulan sampah yang ada. Total timbulan sampah tahun

2011 adalah sebanyak 3.005,75 m3/minggu (156.299 m3/tahun). Sedangkan

pengelolaan masyarakat dengan cara ditimbun, dibakar atau dengan 3 R

(Reduce, Reuse, Recycle). Pengelolaan sampah yang benar dan diamanatkan

oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Page 10: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 10

Kesadaran masyarakat mengelola sampah mulai dari sumbernya semakin

bertambah bahkan ada yang meraih kejuaraan (dalam lomba green and clean

yang diadakan oleh PT. Unilever. Dusun tersebut adalah Dusun Klajuran,

Sidokarto, Godean sebagai juara 1 kategori kepadatan penduduk tinggi dan

Dusun Ngemplak Caban, Tridadi, Sleman sebagai juara 1 kategori kepadatan

penduduk rendah. Kelompok mandiri ini sangat membantu dalam mengelola

sampah dan mengurangi beban pemerintah daerah. Karena keterbatasan

sarana prasarana persampahan, pelayanan belum bisa merata keseluruh

daerah dan selama ini hanya melayani atas permintaan pelanggan. Bila dilihat

dari tabel jumlah pelanggan (tabel 2.3), pelayanan sampah terus meningkat dari

tahun ke tahun. Adapun kondisi penanganan sampah, pengangkutan sampah,

dan sarana prasarana persampahan di Kabupaten Sleman tahun 2005-2009

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

No Jenis Data Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 1. Penanganan sampah (m3/hr)

Ditimbun/dibakar 1.970,00 1.992,00 2.052,70 1.954,60 2.457,11

Diangkut petugas 266,00 270,00 257,69 315,00 325,00

Dibuang ke TPA 288,00 300,00 257,69 315,00 317,27

Lainnya 16,00 16,00 16,00 16,60 41,80

Total 2.540,00 2.578,00 2.584,08 2.601,20 3.141,18

Kelompok Pengelola Sampah Mandiri

- - - 40 70

2. Pengangkutan Sampah (M3/hr)

Pasar 19,00 62,00 47,95 58,00 58,00

Rumah Tangga 145,00 148,00 174,56 218,15 222,14

Industri 12,00 13,00 7,19 9,69 9,69

Hotel 2,00 2,00 1,56 2,67 2,67

Restoran 1,00 1,00 0,84 1,00 1,00

Lain-lain (RS, Kantor, Toko, Taman)

74,00 74,00 25,48 25,49 31,50

Total 253,00 300,00 257,58 315,00 325,00

Page 11: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 11

No Jenis Data Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 3. Sarana Prasarana Sampah

Truk Amrol 5 4 5 5 5

Dump Truk 13 13 21 20 20

Pick up 1 2 2 2 2

Tangki air 7 7 7 7 -

Aerial platform 1 1 1 1 -

Container 34 34 43 32 32

Buldozer 1 1 1 1 1

Wheel loader 1 1 1 1 1

Gerobak motor - - 2 2 2

TPA 1 1 1 1 1

Luas TPA (ha) 12,5 12,5 12,5 12,5 12,5

TPS 71 71 80 129 169

LDUS 4 4 4 2 2

Transfer depo 7 7 7 8 8

4 Pelanggan Pelayanan Sampah

Industri, Niaga, Kantor, Rumah Sakit, Hotel, Rumah Makan

49 49 67 74 74

Pasar 23 23 23 23 23

Perumahan dan Permukiman 84 84 70 101 101

Total 156 156 160 198 198

5. Tenaga kerja 259 2448 270 320 320

Sumber: RPJMD Tahun 2011-2015

Tabel 2.3. Kondisi Persampahan Kabupaten Sleman

Tahun 2005-2009

Sedangkan Kelompok Pengelola Sampah Mandiri dari kelompok pendidikan

(tabel 2.4) dan kelompok masyarakat (tabel 2.5) dapat digambarkan dalam tabel

di bawah ini.

No Nama Sekolah Kecamatan Jumlah Siswa

Timbulan Sampah (M3/hr)

1. MAN 3 Yogyakarta Mlati 584 1.606

2. TK Mlati Suci Ngrajek Lor Tirtoadi (Bank Sampah)

Mlati 120 330

3. SD Dayuharjo Ngaglik 120 330

4. SMP Negeri 1 Moyudan Moyudan 324 891

5. MAN Pakem Pakem 450 1.238

6. SMA Negeri Pakem Pakem - -

7. SLTP II Kalasan Kalasan 639 1.757

8. SD Kadirojo Kalasan 400 1.100

9. SD Tanjung Tirto Berbah 232 638

Sumber: DPUP Kabupaten Sleman, 2011

Tabel 2.4 Pengelolaan Sampah Mandiri oleh lembaga-lembaga Pendidikan

Kabupaten Sleman Tahun 2011

Page 12: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 12

No Lokasi Kecamatan Jumlah Volume

Sampah KK Jiwa

1 2 3 4 5 6

1. Jetak I, Sidokarto Godean 100 400 1.100

2. Jetak II, Sidokarto 167 502 1.381

3. Dukuh Sidokarto 75 375 1.031

4. Sembuh Wetan, Sidoakrto 75 375 1.031

5. Prenggan VIII, Sidokarto 80 400 1.100

6. Semarangan, Sidokarto 85 425 1.169

7. Wirokraman, Sidokarto 100 450 1.238

8. Rewulu Kulon, Sidokarto 70 350 963

9. Sorolaten, Sidokarto 70 350 963

10. Jetis Prenggan, Sidokarto 75 375 1.031

11. Klajuran, Sidokarto 152 532 1.463

12. RW 7 Sembuh Kidul, Sidomulyo 100 475 1.306

13. RW 8 Sembuh Kidul, Sidomulyo 100 450 1.238

14. RW 16 Pandean VII, Sidoluhur 68 201 553

15. RW 20 Gatak, Sidoluhur 75 375 1.031

16. RW 26 Sidoarum 70 350 963

17. Sawahan Sidomoyo 38 88 242

18. Desa Sidoluhur 180 900 2.475

19. Perum Gumuk Indah Sidoarum 50 270 743

20. Tangkilan, Sidoarum 200 390 1.073

21. Ganjuran, Caturharjo Sleman 123 487 1.339

22. RT 03 RW 02 Kalakijo, Triharjo 37 80 220

23. RW 09 Sleman III Triharjo 67 335 921

24. RW 35 Panasan Panggeran, Triharjo

420 1.860 5.115

25. Temulawak, Triharjo 200 787 2.164

26. IPST Pandowoharjo 200 - -

27. Mulungan Wetan, Sendangadi Mlati 50 125 344

28. Jaten, Sendangadi 50 125 344

29. Mraen, Sendangadi 55 156 429

30. Pogong Lor, Sinduadi 40 125 344

31. Karangjati, Sinduadi 40 125 344

32. Plaosan, Tlogoadi 30 122 336

33. Jetis Tirtoadi 37 90 248

34. Kaweden, Tirtoadi 60 230 633

35. Duwet, Sendangadi 40 130 358

36. Cebongan Lor, Tlogoadi 30 107 294

37. Karangjati, Sinduadi 20 45 124

38. Karangbajang, Tlogoadi 15 25 69

39. Gemawang, Sinduadi 15 23 63

40. RW 01 Minomartani Ngaglik 220 860 2.365

41. RW 04 Minomartani 282 1.097 3.017

42. RW Calukan Sinduharjo 65 300 825

43. Candi III Sardonoharjo 250 1.000 2.750

44. Candikarang 30 130 358

45. RW 23 RW 24 Ngentak Tepan, Bangunkerto

Turi 50 125 344

46. Nganggring, Girikerto 50 125 344

47. Kuncen, Girikerto (Bank Sampah)

50 125 344

Page 13: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 13

Sumber : Dinas PUP, 2011

Tabel 2.5. Pengelolaan Sampah Mandiri di Kabupaten Sleman

Tahun 2011

1 2 3 4 5 6

48. Daleman, Girikerto 58 273 751

49. Kruwet, Sumberagung Moyudan 75 300 825

50. Gamplong V, Sumberrahayu 100 450 1.238

51. Blendung, Sumber Sari 50 250 688

52. Ngemplak Asem, Umbulmartani Ngemplak 102 362 996

53. Sawahan Lor 37 121 333

54. Kalijeruk II Widomartani 94 260 715

55. Perum Kanisius Wedomartani 15 55 151

56. Tambakan, Sindumartani 25 100 275

57. Nglebeng, Margorejo Tempel 100 500 1.375

58. Blumbang, Merdikorejo 75 375 1.031

59. Lodoyong, Lumbungrejo 150 625 1.719

60. Kadirojo, Margorejo 140 560 1.540

61. Plumbon Lor,Mororejo 150 447 1.229

62. Kembangan, Candibinangun Pakem 100 500 1.375

63. Paraksari, Pakembinangun 75 375 1.031

64. Kadilobo, Purwobinangun (Bank Sampah)

100 510 1.403

65. Kt. Sidotrampil, Sidokerto, Purwomartani

Kalasan 50 215 591

66. RW 03 Krajan, Tirtomartani 15 75 206

67. Krapyak IX, Margoagung Seyegan 40 150 413

68. Mudal RW 43, Argomulyo Cangkringan 50 200 550

69. Sukunan, Banyuraden Gamping 270 845 2.324

70. Tritagsani, Trihanggo 128 521 1.433

71. Mejing Wetan, Ambarketawang 229 916 2.519

72. Biru, Trihanggo 49 147 404

73. Sutan, Sendangsari Minggir 20 155 426

74. Plaosan, Sendangrejo 58 250 688

75. Balangan, Sendangsari

76. Samirono, Caturtunggal Depok 100 500 1.375

77. Perum Condongcatur RW 13 (Bank Sampah)

39 156 429

78. Karangmalang, Caturtunggal 125 600 1.650

79. Kadipolo, Sendangtirto Berbah 150 460 1.265

80. Babatan Kadipolo, Sendangtirto 110 500 1.375

81. Sumber Kidul, Kalitirto 70 250 688

82. Kuton, Tegaltirto 50 150 413

83. Demangan/Tangkisan, Kalitirto 40 30 83

Page 14: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 14

2.2. Kota Borås, Swedia

Kota Borås didirikan pada tahun 1621 dengan luas wilayah 1.000 km2 telah

melakukan perjalanan panjang dan bekerja keras dalam peningkatan kualitas

lingkungannya. Kota yang berpenduduk 100.000 jiwa ini merencanakan

pengelolaan lingkungan yang modern dimulai tahun 1988 dengan mendirikan

gedung/pabrik pengolahan sampah Sobacken. Bangunan pabrik ini terletak 10

km dari Kota Borås, dilengkapi dengan pemilah sampah yang bisa memisahkan

sampah yang biodigradible (sampah yang bisa terurai oleh mikrobia) dan non

biodigradible (sampah yang tidak bisa terurai oleh mikrobia) dengan alat

penindai optik yang bisa memilah secara otomatis.

Sejak tahun 2005, produksi gas generasi kedua di Sobachen berbahan baku

sampah padat kota yang berasal dari rumah tangga dan industri. Pemurnian

biogas ini digu nakan untuk menjalankan bus dan mobil. Selanjutnya kota ini

memiliki 2 generator berkapasitas masing-masing 20 MW yang berasal dari

pembakaran sampah (incenerator) yang menghasilkan energi untuk listrik, pusat

pemanas (heater) dan pendingin (chiller) untuk penduduk kota. Insenerator ini

juga dilengkapi dengan fasilitas untuk keberlanjutan aktivitas riset dan teknologi.

Keberhasilan Kota Borås dalam pengelolaan sampah dimulai dari sebuah mimpi

“sebuah kota yang bebas dari bahan bakar dari fosil” artinya semua kebutuhan

energi didapatkan dari bahan bakar selain minyak bumi, baik untuk kebutuhan

pemanasan, pendinginan listrik dan untuk transportasi.

Mereka berupaya keras untuk mendapatkan raw material untuk menjamin

kebutuhan energi warganya. Di sisi yang lain mereka juga memiliki masalah

tumpukan sampah yang semakin menggunung baik di tempat penampungan

sementara maupun di tempat pembuangan akhir.

Melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset SP, Pemerintah

Kota Borås memanfaatkan energi yang masih terkandung di dalam sampah

untuk dikonversi menjadi listrik, sistem pendingin kota dan sistem pemanas kota

serta untuk kebutuhan transportasi massal. Dengan demikian sumberdaya yang

berupa sampah dapat didapatkan secara sustainable karena setiap orang dalam

beraktifitas pasti menghasilkan sampah, disisi yang lain pengolahan sampah

menjadi lebih efisien, tidak mencemari lingkungan dan bermanfaat bagi

peningkatan kualitas lingkungan di kota tersebut. Secara rinci proses

pengolahan sampah tersaji seperti diagram berikut ini:

Page 15: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 15

Gambar 2.1. Gambar alir proses pengolahan sampah secara umum di Kota Borås

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sampah yang berasal dari rumah tangga

(1) dipilah menjadi sampah basah (biodigradible) dan sampah kering (non

biodigradible). Pemilahan dilakukan secara optik (2), sampah basah langsung menuju

ke unit pengolahan biogas, hasil dari pengolahan biogas adalah biofuel dimanfaatkan

untuk menggerakkan 9 mobil pengumpul sampah dan 39 bus dan mobil kantor.

Gambar 2.2. Bus dan mobil pengumpul sampah yang berbahan bakar biofuel

Sampah di Kota Borås diolah menjadi produksi energi. Jenis energi yang dihasilkan

adalah: pemanas kota/heating yang digunakan pada saat musim salju, pendinginan

untuk rumah sakit dan pertokoan, biogas, pembangkit listrik dan pembangkit hidro

elektrik. Adapun besaran energi yang dihasilkan selama 1 tahun adalah sebagai

berikut:

Page 16: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 16

No. Penggunaan (GWh / tahun)

1. Pemanas Kota 650

2. Pendingin Kota 8

3. Biogas 20

4. Listrik dari PLTU 140

5. Daya PLTA 35

Tabel 2.6 Jumlah energi yang dihasilkan selama satu tahun

Page 17: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 17

BAB III

INISIASI KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

DENGAN PEMERINTAH KOTA BORÅS

Bab ini akan menguraikan tentang awal mula kerjasama pengelolaan persampahan

antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gadjah Mada, University College

of Borås, dan Pemerintah Kota Borås dan kunjungan timbal balik antara delegasi

Kabupaten Sleman dengan Kota Borås.

3.1. Inisiasi Kerjasama

Fakultas Teknik Kimia UGM memfasilitasi Pemerintah Daerah di Provinsi D.I.

Yogyakarta untuk dapat menjalin kerjasama dengan Pemerintah Swedia

khususnya Pemerintah Kota Borås dalam pengelolaan sampah. Tawaran ini

disambut oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sebagai pilot project untuk

kegiatan ini. Untuk merealisasikan kerjasama adalah ditandatanganinya Letter

of Agreement antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gadjah Mada,

Pemerintah Kota Borås dan University College of Borås, Sweden.

Kota Borås dipilih untuk kerjasama ini karena kota ini mempunyai pengalaman

selama 30 tahun dalam pengelolaan sampah dengan paradigma waste refinery,

yaitu cara pandang bahwa melalui berbagai pengolahan, sampah merupakan

sumberdaya dan masih dapat dimanfaatkan.

Pemerintah Kota Borås mengolah sampahnya dikelompokkan menjadi proses

termal dan proses biologis. Proses pengolahan secara termal akan

menghasilkan produksi energi untuk listrik, pendingin, pemanas sedangkan

proses secara biologis akan menghasilkan biofuel dan kompos. Pengolahan

sampah dan produksi energi ini dilakukan oleh perusahaan daerah yaitu Borås

Energy och Miljo AB. Perusahaan ini aktif dalam riset dan pengembangan

dengan Institut Riset dan Teknologi (SP) dan University College of Borås.

Kerjasama pemanfaatan limbah (waste refinery) RI - Swedia diawali oleh

kerjasama empat pihak yaitu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Pemerintah

Kabupaten Sleman, Pemerintah Kota Borås, dan University College of Borås

sejak November 2006. Program utama kerjasama ini adalah:

a. peningkatan pendidikan (beasiswa dan penelitian);

b. pengembangan program daur ulang dan pemisahan sampah;

c. pembangunan pusat produksi biogas di pasar buah Gamping, Sleman

senilai 1,5 milyar rupiah dari lembaga donor Swedia NUTEK;

Page 18: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 18

d. pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik dan bahan bakar untuk

kendaraan angkutan umum dan pribadi.

Program kerjasama ini telah berhasil melaksanakan beberapa lokakarya,

pertukaran tenaga ahli dan mahasiswa, dan penulisan proposal ke berbagai

lembaga penelitian Indonesia dan Swedia. Keempat pihak yang terlibat juga

telah menandatangani Letter of Agreement pada bulan Februari tahun 2008.

Dalam rangka pengembangan kerjasama ini, perwakilan Pemerintah Kota

Borås, Mr. Olle Engstrom dan University College of Borås, Prof. Moh.

Taherzadeh telah melakukan kunjungan ke Jakarta dan Yogyakarta pada bulan

Maret 2008 dan beberapa kota di Indonesia pada bulan Oktober 2008.

Dalam kunjungan terakhir Mr. Engstrom dan Prof. Taherzadeh, telah

diselenggarakan serangkaian kegiatan yaitu video teleconference di UGM

tanggal 14 Oktober 2008 yang diikuti oleh 7 universitas, roadshow ke 6 daerah

(Yogyakarta, Pontianak, Makassar, Jayapura, Bandung dan Medan) tanggal 15-

29 Oktober 2008 dan Lokakarya Nasional “Peningkatan Kerjasama dan Jejaring

RI-Swedia di Bidang Pemanfaatan Limbah” yang difasilitasi oleh Departemen

Luar Negeri di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 2008.

Lokakarya Nasional dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Kota Borås,

University College of Borås, dan Kedutaan Besar Swedia di Jakarta,

departemen terkait, 7 pemerintah daerah, 5 perguruan tinggi, NAM CSSTC dan

2 perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan sampah. Hasil-hasil

Lokakarya Nasional, antara lain:

diperoleh dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah

pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta maupun pemerintah

Swedia untuk mengembangkan program kerjasama ini.

sejumlah pemerintah daerah dan perguruan tinggi menyampaikan

ketertarikan mereka untuk membentuk “Waste Refinery Daerah” (WRD) dan

bergabung dalam jaringan “Waste Refinery Indonesia” (WRI).

komitmen ini diharapkan akan diikuti oleh sejumlah tindak lanjut yaitu

pembentukan tim WRD, penyusunan program dan anggaran, koordinasi

dengan Tim Waste Refinery UGM-Sleman sebagai koordinator WRI

berpartisipasi dalam lokakarya di UGM pada bulan Februari 2009.

pemerintah daerah dihimbau untuk memperhatikan aturan dan perundang-

undangan serta prosedur yang berlaku dalam memanfaatkan peluang

kerjasama ini.

Page 19: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 19

Hal-hal yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut terkait kerjasama Waste

Refinery RI-Swedia antara lain:

perkembangan pembentukan WRD di daerah-daerah;

rencana aksi serta bentuk dukungan pihak-pihak terkait untuk merealisasikan

kerjasama Waste Refinery RI-Swedia;

persiapan lokakarya di UGM, Yogyakarta pada bulan Februari 2009; dan

dana pendamping untuk proyek pembangunan pusat produksi biogas di

pasar buah Gamping, Kabupaten Sleman.

3.2. Kunjungan Delegasi Sleman Ke Swedia

Pada tanggal 22-29 November 2008, dalam rangka memenuhi undangan

Pemerintah Kota Borås, Bupati Sleman Drs. Ibnu Subiyanto didampingi oleh 5

pejabat Pemerintah Kabupaten Sleman juga telah berkunjung ke Stockholm dan

Borås, Swedia. Kunjungan ini bertujuan untuk menindaklanjuti rencana

kerjasama pengembangan waste refinery di Kabupaten Sleman dan melihat

secara langsung program pengelolaan limbah di Kota Borås. Melalui kunjungan

ini, delegasi Sleman mendapatkan bahan masukan untuk penyelenggaraan

Lokakarya bulan Februari 2009 dan pengembangan program capacity building

tenaga ahli di bidang waste refinery yang masih terbatas jumlahnya di

Kabupaten Sleman.

Selama di Swedia, delegasi Sleman mengunjungi beberapa lokasi:

a. Wisma KBRI di Swedia

Hasil audiensi dan dialog dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di

Wisma KBRI dan di Kantor KBRI di Stockholm, Swedia adalah pihak KBRI

Swedia mendukung secara penuh atas upaya Pemerintah Kabupaten

Sleman dalam kerjasama dengan Kota Borås dan siap memfasilitasi proses

kerjasama tersebut. Pihak kedubes juga menyarankan dalam perjanjian

kerjasama dengan pihak luar negeri diperlukan koordinasi dengan

Kementerian Luar Negeri.

Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia juga meminta informasi dokumen

penunjang kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman, UGM, Borås

Stad dan University College of Borås yang berupa Letter of Intend dan

Letter of Agreement yang telah ditandatangani.

Page 20: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 20

Gambar 3.1. Dialog dengan Kedubes RI di Swedia

b. Kantor Walikota BOrås

Walikota Borås sangat senang atas kunjungan Bupati Sleman yang

melakukan kerjasama dengan Kota Borås dalam rangka transfer knowledge

dalam pengelolaan sampah di kota, bahkan beliau juga membuka diri untuk

melakukan kerjasama bahkan tidak hanya pada pengelolaan sampah tetapi

juga kerjasama dibidang yang lain seperti perdagangan dan kerjasama

ekonomi. Hal ini sangat memungkinkan karena ada pangsa pasar produk-

produk kerajinan dan tekstil yang bisa dijual di Swedia. Sleman memiliki

industri pembuatan sarung tangan dan produk kerajinan selama ini di

ekspor ke Eropa tetapi belum ke Swedia. Pembicaraan mengenai hal ini

dapat dilakukan dalam pembicaraan yang lebih intensif pada waktu yang

akan datang.

Page 21: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 21

Gambar 3.2. Pertemuan antara Bupati dan Sekda Sleman dengan Walikota Borås

c. Pusat Riset di Kota Borås yaitu “SP”

Pada saat kunjungan tersebut dipresentasikan bagaimana lembaga riset ini

melakukan penelitian-penelitian salah satu diantaranya adalah Penelitian

Energi dan Lingkungan. Didorong oleh fenomena global warming dan

keterbatasan sumberdaya energi, SP melakukan penelitian tentang

pengembangan kedepan akan energi baru dan teknologi bersih yang

bersumber dari bahan selain fosil.

Gambar 3.3. Presentasi dari SP (Lembaga Riset)

Page 22: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 22

d. Welcome Dinner

Bupati Sleman dan rombongan dijamu makan malam oleh Walikota Borås,

perwakilan dari Borås Energy Miljo, Lembaga Riset SP dan dari Nutek.

Pada kesempatan ini Bupati Sleman dapat berbincang-bincang secara

informal dan santai. Perwakilan dari NUTEK juga menyampaikan informasi

bahwa proposal yang diajukan dari Pemerintah Kabupaten Sleman dan

UGM disetujui untuk didanai dari lembaganya. Kegiatan ini dialokasikan

untuk membuat demo-plan pembangunan unit biogas di Pasar Buah

Gamping, Sleman.

Gambar 3.4. Suasana dalam welcome dinner

e. Kunjungan di unit-unit pengolahan sampah

e.1.Unit Pemilahan sampah di Lingkungan Permukiman

Unit pengolahan sampah di permukiman ada 4 bin kontainer yang

digunakan untuk menampung sampah yang dibedakan menjadi dua

bungkus yaitu bungkus plastik putih dan hitam. Bungkus hitam untuk

sampah basah dan bungkus putih untuk sampah kering (flamable).

Page 23: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 23

Gambar 3.5. Unit pemilahan sampah lingkungan permukiman

e.2. Unit Pemilahan di Tempat Kontainer dan Pengolahan Sampah

Sementara

Terdapat 8 bin kontainer yang dapat digunakan untuk membuang: sampah

botol kaca bening, botol kaca gelap, baterai, kaleng bekas minuman, plastik

keras, besi bekas, bekas bungkus racun dan pakaian bekas. Kemudian bin

kontainer tadi dikumpulkan di tempat pengolahan sementara yaitu dikecilkan

ukurannya kemudian di padatkan dan sebagian dikirim ke pusat-pusat daur

ulang sampah.

Gambar 3.6. Unit Pemilahan di Tempat Kontainer

Page 24: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 24

e.3. Unit Pembuatan Biogas di Sobacken

Proses pengolahan sampah oleh pemisahan sampah dilakukan dengan

peralatan optik mekanis, bungkus hitam untuk menampung sampah basah

dan langsung masuk ke unit pengolahan biogas, sedangkan bungkus putih

yang berisi sampah kering seperti kertas, plastik kemudian di kecilkan

ukurannya dan dipadatkan untuk kemudian dibawa ke unit pembakaran

sampah di Miljo Energy.

Lokasi penglolahan sampah di Sobacken adalah sebagai berikut:

Gambar 3.7. Area unit pengolahan sampah di Sobacken

Gambar 3.8. Alur pemrosesan pengolahan sampah yg mudah terbakar & dr makanan

Page 25: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 25

Gambar 3.9. Daftar alir waste refinery & proses pemilahan sampah secara optik mekanis

e.4. Unit Pengolahan Sampah menjadi listrik di Miljö Energi

Unit pengolahan sampah di Miljo Energi dapat diklasifikasikan menjadi:

Dari hutan ke hutan

Limbah dari usaha penggeajian kayu dan produk dari kayu kemudian

diolah menjadi biofuel, limbahnya yang berupa arang kemudian

dikembalikan ke hutan untuk menjadi pupuk.

Gambar 3.10. Sampah yang bersumber dari limbah penggergajian kayu

Gambar 3.11. Pembangkit listrik tenaga sampah berkapasitas 2x20 megawatt

Page 26: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 26

Dari sampah makanan ke biogas

Sampah dari sisa-sisa makanan dan buah diolah menjadi biogas,

kemudian gas yang dihasilkan digunakan untuk mengisi bahan bakar

kendaraan (bus dan truk pengangkut sampah serta kendaraan lainnya

yang berbahan bakar dari biogas). Ada stasiun pengisian bahan bakar dari

biogas. Sisa proses gasifikasi adalah kompos. Kompos tersebut dapat

digunakan sebagai pupuk pada kegiatan pertanian.

Gambar 3.12. Pengolahan sampah menjadi biogas dengan hasil gas untuk mengisi bahan bakar bis, hasil sisa kompos

e.5. Museum Tekstil

Di museum ini dijelaskan bahwa dahulu Kota Borås adalah kota tekstil,

dengan limbah tekstil yang mencemari lingkungan. Di museum ini juga

terdapat alat alat tenun dan pemintalan benang. Berkat penelitian-penelitian

yang dilakukan ditemukan bahan-bahan tekstil yang ramah lingkungan.

Gambar 3.13. Mesin pemintal benang di Museum Tekstil

Page 27: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 27

e.6. Unit Pengolahan Sampah di Ericsson

Di pabrik ini raw material yang digunakan untuk membuat pesawat radio

komunikasi berasal dari limbah padat (barang-barang bekas). Pesan yang

ingin disampaikan dari Ericsson bahwa ternyata limbah masih dapat

dimanfaatkan untuk membuat sesuatu yang memiliki nilai ekonomis yang

tinggi.

e.7. Sekolah Tekstil

Di sekolah ini juga dilakukan penelitian-penelitian bahan-bahan tekstil yang

yang berasal dari kalangan perusahaan dan militer.

Gambar 3.14. Sekolah Tekstil

e.8. Sekolah Pendidikan Lingkungan

Di sekolah ini diajarkan berbagai hal tentang ilmu pengetahuan dan

lingkungan secara langsung. Misalnya bagaimana cara menaikkan air,

mendistribusikan air, menghasilkan energi mikrohidro, pendidikan

lingkungan. Pendidikan tentang pengelolaan lingkungan juga diajari sejak

dini, mulai dari pemilahan sampah. Meskipun insitusi ini adalah informal

tetapi sekolah-sekolah formal diwajibkan mengikutkan anak didiknya ke

sekolah ini 2 kali dalam satu tahun. Lembaga ini diperuntukkan mulai dari

siswa tingkat pra sekolah sampai dengan tingkat tinggi.

Gambar 3.15. Sekolah Pendidikan Lingkungan

Page 28: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 28

e.9. KBRI di Stockholm, Swedia

Hasil diskusi di Kantor KBRI Swedia adalah dibicarakan tentang apa saja

kemungkinan kerjasama baik dalam manajemen pengelolaan sampah,

perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya. Kemudian disepakati untuk

menyusun rencana tindak lanjut dari pertemuan dengan beberapa pihak di

Swedia (bagi pihak Kedubes RI di Swedia) dan Departemen Luar Negeri,

Depdagri dan Kementerian Lingkungan Hidup. Pada saat itu juga disepakati

untuk menginventarisasi kemungkinan pendanaan dari kegiatan-kegiatan

yang mendorong terjadinya kerjasama yang lebih intensif melalui dokumen

DIPA dan DPA masing-masing instansi.

Gambar 3.16. Pertemuan di KBRI Stockholm, Swedia

3.3. Kunjungan Delegasi Swedia ke Sleman

Kunjungan delegasi Swedia ke Sleman dilakukan beberapa kali. Kunjungan

delegasi yang pertama pada bulan Februari 2006 yang terdiri dari University

College of Borås dan Pemerintah Kota Borås yang didampingi oleh Fakultas

Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada ke Bappeda Sleman. Mereka

membicarakan berbagai pengalaman Pemerintah Kota Borås dalam mengelola

sampah dalam programnya “Waste Refinery” dan kemungkinan aplikasinya di

Indonesia, khususnya Kabupaten Sleman. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan

tersebut dikirim “Letter of Intend” yang menyatakan ketertarikan untuk

bekerjasama dan mendukung program “Indonesian Waste Material and

Aplication of Swedish Technology” yang ditandatangani oleh Kepala Bappeda

Sleman.

Page 29: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 29

Kunjungan berikutnya adalah kunjungan anggota parlemen Swedia pada

tanggal 22-26 Februari 2010. Delegasi yang datang dari Swedia adalah sebagai

berikut:

No Nama Institusi

1. Mrs. Anita Brodén Komisi Pertanian dan Lingkungan Parlemen

Swedia

2. Mr. Lars Tysklind Komisi Pertanian dan Lingkungan Parlemen

Swedia

3. Lisbeth Hellvin Stålgren Konselir dan Deputi Kedutaan Besar Swedia

4. Ms. Dewi Suyenti Tio Program Nasional Kerjasama

Pembangunan Kedutaan Besar Swedia

Tabel 3.1. Daftar Delegasi Swedia Ke Sleman Tahun 2010

Tujuan kedatangan delegasi Swedia adalah untuk mengetahui gambaran

secara garis besar keadaan Sleman khususnya tentang lingkungan hidup dan

pertanian serta perubahan iklim. Selain itu hal-hal apa saja yang menjadi

kendala dalam pengelolaan ketiga isu tersebut dan langkah-langkah apa saja

yang sudah dilakukan dan prestasi apa saja yang sudah dicapai.

Kunjungan ketiga adalah pada saat peresmian unit biogas di pasar buah

Gamping pada tanggal 10 Februari 2011. Sebelum acara peresmian unit biogas

ini, dilaksanakan juga Training Audit Lingkungan (Environmental Review) yang

dilaksanakan pada tanggal 7-9 Februari 2011 dengan menghadirkan

narasumber dari Borås SP. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Fakultas Teknik

UGM dengan peserta training adalah pemerintah daerah yang telah tergabung

dalam jaringan Waste Refinery Indonesia termasuk Pemerintah Kabupaten

Sleman.

Page 30: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 30

BAB IV

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN INSTALASI BIOGAS

PASAR BUAH GAMPING

Dalam Bab IV ini akan dibahas pelaksanaan pembangunan instalasi biogas Pasar

Buah Gemah Ripah Gamping yang meliputi sejarah berdirinya pasar, pengelolaan

sampah pasar, potensi sampah pasar buah, pembahasan dokumen lingkungan,

pembangunan biodigester, dan pembangunan instalasi listrik.

4.1. Sejarah Berdirinya Pasar Induk Buah dan Sayur ”Gemah Ripah”

Pasar Gemah Ripah berada di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta. Pasar yang didirikan pada Tahun 1995 dengan luas 1,3 hektar

merupakan tempat persinggahan untuk buah dan sayur. Namun, pedagang-

pedagang di pasar ini lebih dominan dalam penjualan buah. Pedagang-

pedagang tersebut tergabung dalam wadah Koperasi ”Gemah Ripah”. Anggota

Koperasi Pasar Gemah Ripah tadinya adalah pedagang yang berjualan di lokasi

selatan Pasar Beringharjo sekitar tahun 80-an. Kemudian pindah ke Shopping

Centre pada tahun 1990 yang berada di tengah Kota Yogyakarta. Karena

kawasan tersebut akan digunakan sebagai kawasan ruang terbuka hijau, maka

pada tahun 1995 pedagang dipindahkan ke Pelem Gurih. Tidak semua

pedagang bersedia pindah ke daerah Pelem Gurih namun masih bertahan di

Shopping Center yang sekarang menjadi Taman Pintar.

Pedagang-pedagang Gemah Ripah termasuk pedagang yang dipindahkan ke

Pelem Gurih. Selama 3 bulan berada disana omzet mereka turun. Akhirnya

mereka berinisiatif pindah ke Gamping pada tahun 1998. Di sini mereka

membeli tanah masyarakat dengan dana sendiri yang diangsur selama 7 tahun

hingga akhirnya mereka bisa memiliki lahan tersebut.

Gambar 4.1 Pintu Masuk Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah

Page 31: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 31

Pasar Gemah Ripah yang terletak di Jalan Wates KM.5, Gamping bisa

dikatakan mandiri karena pasar ini tidak dikelola oleh pemerintah daerah. Pasar

Gemah Ripah memiliki badan hukum No.25/BH/KWK12/VII/1995. Segala

pengelolaan pasar berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Segala bentuk

transaksi harus melalui koperasi terlebih dahulu. Tata ruangnya pun dibuat

berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Agar memudahkan proses angkut

dan bongkar muat, pasar ini dibagi menjadi 6 blok. Jumlah kios sebanyak 139

kios, setiap kios mempunyai ukuran 4 x 9 meter dengan jumlah pedagang

sebanyak 85 orang.

4 .2. Pengelolaan sampah di Pasar ”Gemah Ripah”

Sampah yang ada di Pasar Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah 95% adalah

sampah organik. Pengelolaan sampah yang mencapai 2-5 ton per hari hanya

dengan diangkut dan dibuang ke TPA Piyungan, Bantul. Berdasarkan potensi

dari sampah organik yang cukup besar jumlahnya, ada keinginan dari pengelola

pasar untuk memanfaatkannya secara optimal. Awal mula pengelolaan yang

tergambar adalah mengolah sampah tersebut menjadi kompos. Oleh karena itu

dengan kemampuan dan peralatan sewa yang serba terbatas, koperasi

berusaha mengolah sampah buah menjadi kompos. Namun, karena

keterbatasan peralatan dan SDM yang ada, pengolahan sampah menjadi pupuk

menimbulkan bau yang tidak sedap karena adanya penumpukan bahan baku

kompos. Hal ini menyebabkan masyarakat sekitar mengirimkan surat keberatan

kepada Pemerintah Kabupaten Sleman, Pemerintah Kecamatan serta Desa.

Dengan timbulnya permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Sleman

melalui KPDL (Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan) Sleman menjadi

mediator dalam musyawarah antara koperasi dengan masyarakat desa. Hasil

dari kesepakatan tersebut yaitu Pasar Gemah Ripah diharapkan untuk

menghentikan sementara pengelolaan sampah sampai semua sarana dan

prasarana yang dibutuhkan benar-benar siap.

Dalam waktu yang hampir bersamaan ternyata Pemerintah Kabupaten Sleman

tengah melakukan kerjasama dengan UGM, Pemerintah Kota Borås, Swedia

dan Universitas Borås Swedia dalam program ”Waste Refinery” yang bertujuan

untuk mewujudkan manajemen pengolahan sampah yang baik, salah satunya

yaitu dengan teknologi biogas. Berdasarkan masalah yang terdapat di Pasar

Induk Buah dan Sayur Gemah Ripah, maka kemudian pasar tersebut dijadikan

proyek percontohan pengolahan sampah buah menjadi biogas yang kemudian

akan digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik di sekitar pasar. Alternatif lain

Page 32: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 32

dalam pemanfaatan biogas ini adalah dapat pula digunakan untuk memasak

bagi penduduk sekitar sebagai pengganti gas elpigi.

Gambar 4.2 Koperasi Pasar Gemah Ripah dan Kegiatan di pasar

4. 3. Potensi Sampah Buah sebagai Penghasil Biogas

Pasar Buah Gamping merupakan pasar induk buah dan sayur di Provinsi DIY.

Volume sampah yang dihasilkan dari operasional pasar tersebut ± 4 m3/hari.

Dalam rangka pengelolaan sampah, pengelola pasar atas nama Koperasi

Gemah Ripah telah melakukan upaya mendaur-ulang sampah menjadi kompos

dan pupuk cair. Namun dalam perkembangannya karena kurangnya prasarana,

sarana dan SDM pengelola, kegiatan daur ulang sampah tersebut menimbulkan

dampak berupa bau dan leacheate yang dikeluhkan oleh masyarakat di sekitar

lokasi.

Menurut Mohammad Taherzadeh pengembang teknologi pengolahan sampah

dari Universitas Borås Swedia mengungkapkan bahwa 10 ton limbah buah

busuk dari Pasar Induk Buah dan Sayur “Gemah Ripah” Gamping yang

merupakan pasar buah terbesar di Propinsi DIY ini termasuk jenis sampah

basah. Setelah diolah, tinggal dua ton yang bisa menghasilkan 700 meter kubik

komponen utama gas metan. Satu meter kubik gas metan ini setara dengan

satu liter bensin. Sehingga setidaknya akan dihasilkan sekitar 700 ratus liter

bensin dari pasar Gamping. (http://www.jawapos.co.id).

Reaktor biogas yang akan dibangun di Pasar Buah dan Sayur “Gemah Ripah”,

Gamping direncanakan memiliki kapasitas pengolahan sebanyak 4 ton sampah

buah per hari. Oleh karena itu berdasarkan keterangan dari Mohammad

Taherzadeh sebelumnya, dari 4 ton sampah buah dapat menghasilkan kira-kira

0,8 ton komponen utama gas metan yang dapat menghasilkan gas metan

setara dengan 280 liter setara bahan bakar untuk untuk memasak. Jika tidak

digunakan untuk memasak, hasil dari biogas tersebut dapat digunakan untuk

memanaskan air menjadi uap sebagai penggerak turbin listrik.

Page 33: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 33

4 .4. Pembahasan Dokumen Lingkungan

Kegiatan pembahasan dokumen lingkungan dilaksanakan pada tanggal 17 Juli

2010 di Pasar Buah Gamping . Jenis Dokumen pada kegiatan ini adalah

(Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) karena kegiatan di pasar buah

gamping sudah ada sebelum kegiatan pembangunan unit biogas Adapun

Kegunaan DPL bagi masyarakat dan pemerintah adalah sebagai alat/pedoman

pengawasan pengelolaan dan pemantauan LH oleh pemrakarsa. Adapun

notulensi pembahasan dokumen lingkungan adalah sebagai berikut:

No Hal

Saran/Masukan/Perbaikan

Tanggapan Pemrakarsa

Hal

Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY.

1. 2 Perda yang perlu ditambahkan, Perda DIY no 5 th 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Keputusan Gubernur yang harus diganti : - Keputusan Gubernur no. 153 th 1992 ;

diganti menjadi Per Bup no. 22 th 2007 - Kep Gub no.157A/KPTS/1998 diganti

menjadi Kep. Gub. No 7 th. 2010

2. 3 Kegunaan DPL bagi masyarakat dan pemerintah : Sebagai alat/Pedoman Pengawasan Pengelolaan dan Pemantauan LH oleh Pemrakarsa.

3. 5-6 Peta Lokasi agar dibuat jelas dengan skala 1 : 5000 dan sekaligus ditentukan titik pengelolaan dan pemantauan (sumur, udara ambien, dsb)

4. 11 Air limbah sebelum dibuang ke lingkungan harus diolah terlebih dahulu.

5. 13 Dampak yang perlu ditambahkan untuk dikelola & dipantau : - Penurunan infiltrasi air hujan - Menurunnya kualitas udara : emisi,

kebisingan dan kebauan. - Penurunan kualitas air sungai - Munculnya penyakit masyarakat - Gangguan keamanan

6 23 Bahasan Bab III agar ditambahkan : Jenis dampak. Sumber dampak, pengelolaan yang telah dilaksanakan dan spesifikasi desain pengelolaan. Pelaporan dan Pengawasan ditambah BLH Prov. DIY.

7. 25 Pengelolaan Dampak Kualitas Udara. Rencana perbaikan agar dijelaskan : - Jenis pohon yang akan ditanam - Jumlahnya berapa dan - Lokasinya dimana

8. 25-26

Pengelolaan sampah saat ini sangat jelek dan tidak sesuai dengan yang ditulis dalam

Page 34: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 34

dokumen agar dijelaskan rencana perbaikan kedepan termasuk rencana pembuatan instalasi biogas diuraikan secara jelas dengan spesifikasi desain nya, volume,lokasi, cara kerja, pengelolaan dan pemantauan. Sampah dan buah busuk banyak yang masuk ke drainase, bagaimana rencana perbaikannya ?

9. 38 Pembahasan Bab IV. Pemantauan Lingkungan. Agar ditambahkan : - Jenis dampak - Sumber dampak - Parameter yang dipantau - Pemantauan yang telah dilaksanakan dan

dilampirkan hasil uji lab. (bila ada)

10 39-40

Dampak Penurunan Kualitas Udara yang harus dipantau : - Kualitas udara ambien - Kebauan - Kebisingan Titik pemantauan minimal 2 (lokasi pasar dan pemukiman penduduk terdekat).

11. 34, 52

Matrik Pengelolaan, Kolom : - Jenis dampak - Sumber dampak - Tolok ukur dampak - Pengelolaan LH Cara/teknik pengelolaan yang telah dilaksanakan Spesifikasi desain Rencana perbaikan

- Lokasi pengelolaan - Periode pengelolaan - Pelaksana - Pengawas Matrik Pemantauan Kolom : - Jenis dampak - Sumber dampak - Parameter yang dipantau - Pemantauan LH : Teknik/cara pemantauan Rencana perbaikan

- Lokasi pemantauan - Frekuensi pemantauan - Pelaksana - Pengawas

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi DIY

1. 2 Agar ditambah : UU no.22 tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.

2. 8 - Informasi luasan di narasi dan matrik I.2 berbeda kira-kira mana yang dipakai ? Sebaiknya luasan ditulis dalam bentuk matriks agar lebih informatif.

- Luasan parkir dan jalan sebaiknya digabung karena ketentuan di Pemerintah Kabupaten Sleman untuk luasan parkir dan

Page 35: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 35

sirkulasi jalan minimal 25 % dari matrik seolah-olah kurang dari 25 %. Saluran air dan jalan agar dipisahkan.

3. 15 Untuk melihat dampak lalu-lintas harus disajikan terukur, yaitu berapa lalu-lintas yang lewat/melintas. Bangkitan lalu-lintas. Berapa lalu-lintas yang keluar masuk. Data tersebut dianalisis, sehingga dapat diketahui besarnya gangguan kelancaran. Tolok Ukur Dampak adalah derajat kejenuhan di depan pintu keluar masuk maksimal 0,8 (< 0,8). Data ini sekaligus dapat digunakan untuk memantau kondisi lalu-lintas khususnya terhadap gangguan kelancaran dan keselamatan lalu-lintas, karena situasi dan kondisi lalu-lintas disekitar Pasar Gamping cukup ruwet.

4. Tambahan : - Site Plan agar ditambahkan/dilampirkan - Pengaturan sirkulasi kendaraan di dalam

tidak jelas. - Parkir untuk kendaraan kecil roda 4 tidak

jelas, apakah disetiap kios/depan kios boleh parkir roda 4.

5. 32 - Luasan parkir 2420,25 m2 disebelah manakah ? Apakah yang digunakan untuk parkir truk. Bila untuk parkir pengunjung yang menggunakan roda 4 (kecil) dimanakah ? sepeda motor dimana ?

- Tempat bongkar muat dimana ? Agar dijelaskan di dokumen ini.

6. 33 Rencana perbaikan pengelolaan : Memperlebar pintu gerbang apakah masih memungkinkan ? Perbaikan pengelolaan : - Pengaturan parkir roda 2 dan roda 4 agar

diperjelas. - Sirkulasi kendaraan diperjelas - Tempat bongkar diperjelas - Tambah alat informasi dan rambu lalu-lintas

untuk meningkatkan keselamatan didepan jalan masuk/keluar ditambah, karena orang yang melintas kurang informatif kalau ada pasar.

7. 50 - Untuk pemantauan lalu-lintas di Jalan Wates tidak hanya diamati tetapi juga dilakukan perhitungan lalu-lintas sehingga dari waktu ke waktu hasil pengukuran dapat disampaikan secara terukur.

- Matrik agar disesuaikan. .

8. Pelaporan agar ditambahkan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Prov. DIY.

Bappeda Kab. Sleman

1. Perlu perbaikan drainase karena dipakai untuk pembuangan air limbah

2. Perlu pembuatan sumur peresapan air hujan

3. Perlu penghijauan diarea parkir

4. Perhatikan parkir kendaraan

5. Perlu penataan pedagang disisi timur dan

Page 36: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 36

utara

6. Perlu pembuatan IPAL WC/KM

Dinas Kesehatan Kab. Sleman

1. I.2 Tambahkan : - UU RI no 36 th 2009 tentang Kesehatan - UU RI no.18 th 2008 tentang Pengelolaan

Sampah - Kep Men Kes RI no.519/Menkes/SK/VI/2008

tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

- Perda Kab. Sleman no 18 th 1996 tentang Pengawasan Kualitas Air Bersih.

2. 7 Tambahkan saran sanitasi : Kamar mandi dan toilet laki-laki dan perempuan terpisah. - Jumlah pedagang s/d 20 orang, jumlah KM

1, Toilet 1 - Jumlah pedagang 26 s/d 50 orang, jumlah

KM 2, Toilet 2 - Jumlah pedagang 51 s/d 100 orang, jumlah

KM 3, Toilet 2 Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambahkan satu KM dan satu Toilet.

3. III.25

Dampak peningkatan sampah a.Cara Teknik Pengelolaan yang sekarang dilakukan - Pemisahan jenis sampah

4. III.28

Dampak Peningkatan Vektor Penyakit a.Teknik Pengelolaan yang dilakukan, tambahkan : - Melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) - Pemantauan jentik berkala

5. III.29

Lokasi Pengelolaan Lingkungan tambahkan : - Di container-container yang ada airnya. - Di lingkungan pasar

6. III.30

a.Pengelolaan Lingkungan, tambahkan : - Inspeksi sanitasi sarana air bersih c.Lokasi pengelolaan lingkungan, tambahkan - Dilokasi sumur

Dinas Pasar Kab. Sleman

1. 7 SIUP dan HO sudah habis masa berlakunya agar diperpanjang.

2. 14, 20

Dampak kecemburuan sosial perlu ditambahkan yang internal juga seperti adanya persaingan usaha antar pedagang. Meskipun selama ini tidak ada tetapi ini juga merupakan potensi dampak yang mungkin terjadi.

3. 13 Perlu ditambahkan tentang dampak gangguan keamanan, pengelolaan dan upaya pemantauannya.

4. 26 Rencana perbaikan pengelolaan yang akan dilakukan ditambah : dibuat SOP (Standar Operasi dan Prosedur) pengelolaan sampah.

5. 30 Perlu membuat IPAL agar air limbah yang berasal dari kios tidak langsung dibuang di saluran air.

6. 31 Disamping biopori perlu juga dibuat sumur

Page 37: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 37

resapan air hujan untuk mengatasi adanya genangan air dan dampak turunnya tinggi permukaan air.

7. Lampiran agar ditambah : -Site plan -Design instalasi pengolahan biogas -IMB

8. Semua nama-nama dinas/instansi agar disesuaikan.

Bidang Perijinan Pertanahan DPPD Kab. Sleman

1. Agar tata ruang ditambahkan : RUTR Kota Gamping : fungsi perdagangan kota dan wilayah.

2. Agar dilampirkan : IKT/Kep.KDH/A/2008 a.n Panut seluas 982 m2.

3. Agar dilampirkan Sertifikat HM no 9678 Desa Ambarketawang, SU no. 02675/2006 tanggal 17 Mei 2010 seluas 982 m2.

4. Site plan belum ada

5. Ada lampiran IMB tetapi hanya cover, berkasnya manakah ? mohon dilengkapi.

Dinas PUP Kab. Sleman

Ketentuan Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan : - Luas dalam IL 15.000 m3 peraturan 15.000

m3 : Uraian dalam dokumen 15.000 m2, sesuai ; Gambar Site Plan belum ada.

- KDB Maksimal : Uraian dalam dokumen 6.242,7 m2, wajib dipatuhi ; Gambar Site Plan belum ada.

- Sempadan jalan selatan lokasi menurut peraturan pagar 20 m, bangunan 29 m : Uraian dalam dokumen belum ada , wajib dipatuhi ; gambar site plan tidak jelas.

- Sempadan irigasi dan lebar penutupan saluran irigasi sesuaikan rekomendasi dari Dinas SDAEM

- Sempadan sungai, jembatan dan lebar jalan masuk sesuaikan rekomendasi dari Dinas PUP dan ESDM Provinsi

- Tempat parkir, sesuai ketentuan dalam Peraturan Bupati No.18/Per.Bup/A/2005 pasal 71 dan 72 adalah 1.624 m2 : Uraian dalam dokumen 2.421 m2, sesuai ; gambar site plan beum ada.

- Rencana saluran air hujan, minimal berdimensi 20 cm x 20 cm wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi dan gambar site plan belum ada.

- Rencana saluran air limbah, minimal pipa berdiameter 4” wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; dan gambar site plan belum ada.

- Rencana Peresapan Air Hujan (PAH) untuk setiap 60 m2 lahan tertutup perkerasan, minimal menyediakan 1 buah PAH dengan volume @ 1,5 m3 adalah 21,56 m3 : Uraian dalam dokumen ada, wajib dipatuhi dan gambar site plan belum ada.

Page 38: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 38

- PAL rumah tangga dengan ketentuan minimal 0,1 m3 untuk setiap orang pemakai wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.

- Rencana saptic tank wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi dan gambar site plan belum ada.

- Tempat sampah wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.

- Instalasi pemadam kebakaran berupa alat pemadam kebakaran ringan dan saluran hidran wajib ada : Uraian dalam dokumen ada, memenuhi ; gambar site plan belum ada.

- Kajian lalu lintas sesuaikan rekomendasi dari Dinas PUP dan ESDM Provinsi.

Kecamatan Gamping

1. 13 Penurunan kualitas udara perlu adanya penambahan taman dan pohon

2. 13 Penurunan kualitas air (sumur) yang membutuhkan air +/- 1500 liter/hari perlu pembuatan SPAH

3. Pembuangan air limbah harus dikelola sendiri jangan sampai dibuang ke saluran

4. Perizinan-perizinan yang telah habis masa berlakunya agar diperpanjang.

Desa Ambarketawang

-

KLH Kab. Sleman

1. Surat Pernyataan point 4 Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan diganti Kantor Lingkungan Hidup

2. 2 -UU no 24 th 1997 diganti UU no 26 th 2007 -no.3 ditambah Perlindungan -Peraturan Perundangan diurutkan sesuai tahunnya.

3. 11 Air limbah yang dibuang keselokan depan kios sebelum dibuang keselokan besar dibuat IPAL dulu.

4. Nama Instansi agar disesuaikan dengan SOTK yang baru.

5. Agar ditambahkan aspek tata ruang sesuai IPT/Ijin Lokasi

6. 54 Pemantauan kualitas air agar ditambahkan bakteorologi setiap bulan (1 bulan sekali)

7. Di pasar Gemah Ripah akan ada pembuatan biogas sehingga agar di dokumen ditambahkan uraian mengenai biogas mulai dari Pra Konstruksi, Konstruksi dan operasional.

Tabel 4.1.

Kompilasi Masukan Rapat Dokumen Pengelolaan Lingkungan (DPL) Pasar Induk Buah dan Sayur ”Gemah Ripah”

di Desa Ambarketawang, Kec. Gamping, Kab. Sleman Tanggal 7 Juli 2010

Page 39: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 39

4 .5. Pelaksanaan Pembangunan Digester

Proyek yang dilaksanakan di Kabupaten Sleman memanfaatkan sampah dari

pasar buah "Gamping" digunakan untuk bahan baku produksi biogas.

Pengelolaan sampah yang dipraktekkan di Swedia, terutama kota Borås,

diadopsi untuk kebutuhan lokal dan dimodifikasi untuk kondisi lokal. Pemilahan

sampah menjadi fraksi (kertas, plastik, logam, dll) seperti yang dilakukan di

Swedia akan diterapkan di Kabupaten Sleman, terutama di lokasi proyek. Di

Pasar Buah Gamping sebelumnya tidak ada kegiatan sortasi sampah seperti

yang dilakukan pada saat ini. Sampah hanya dikumpulkan di tempat terbuka

atau dikumpulkan dan dikirim ke TPA.

Sampah dari pasar buah Gamping didominasi oleh bahan organik (kompos).

Oleh karena itu modifikasi sistem fraksinasi sampah perlu dilakukan. Modifikasi

juga perlu dilakukan untuk teknologi dan metode pengolahan sampah.

Kebutuhan masyarakat setempat juga harus dipertimbangkan dalam

mengadopsi pengolahan sampah model Swedia ini.

Konsep pengelolaan sampah di pasar buah ini didasarkan atas konsep

produksi bersih, estetis dan indah, area yang nyaman serta kebutuhan yang

berkelanjutan akan pasokan energi. Untuk menerapkan konsep tersebut,

pedagang pasar buah terus dilatih untuk memilah sampah kedalam dua

kategori yaitu dapat diurai secara biologis (biodegradable) dan sampah yang

tidak bias diurai secara biologis (non-biodegradable). Kategori pertama

langsung masuk ke pabrik biogas, sedangkan yang kedua adalah dikirim ke

TPA. Biogas ini dibakar dan menghasilkan listrik untuk keperluan pabrik dan

pasar. Selain itu, tambahan energi listrik dapat menjadi bisnis baru sehingga

ekonomi masyarakat meningkat. Energi yang dihasilkan dari pengolahan

sampah menjadi biogas sebagian besar dapat digunakan untuk kegiatan rumah

tangga, seperti memasak dan penerangan. Kemungkinan lainnya penggunaan

energi untuk tujuan lain, seperti transportasi, namun perlu dievaluasi. sistem dan

teknologi diadaptasi diimplementasikan di proyek yang diusulkan dikembangkan

bersamaan dengan kegiatan pendidikan, formal dan informal. Selanjutnya, selat

sisa dari digester digunakan sebagai media belatung / budidaya cacing,

kemudian menjadi kompos untuk pupuk organik. Dalam penambahan air dari

sistem dewatering ini akan digunakan air dari irigasi dekat tanah pertanian.

Konsep ini sekilas diuraikan dalam gambar sebagai berikut:

Page 40: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 40

Gambar 4.3 Proses Pengolahan Sampah Pasar Buah Gamping

Untuk pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping ini diperlukan tanah

seluas 600 m2 di barat laut pasar. Di lahan ini, bangunan yang ada diubah

menjadi 6 bagian besar untuk tujuan tertentu dalam produksi biogas secara

berurutan yaitu inlet , daerah penempatan digester anaerobik, gas holder,

gudang dan operasional, laboratorium dan ruang listrik sebagaimana terlihat

dalam gambar berikut ini

Gambar 4. 4. Design Instalasi Biogas Pasar Buah Gamping

Page 41: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 41

4 .6. Instalsi Biogas Sebagai Generator Listrik

Pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping telah berfungsi sebagai

generator listrik. Menurut perhitungan volume produksi biogas adalah 338

Nm3/hari dengan kandungan methan sebesar 50% ±0,65. Kandungan energi

methan adalah 39MJ/ Nm3 . Total kandungan energi adalah 6,6 GJ/hari atau 76

kW. Jika efisiensi generator diasumsikan 30 %, , listrik yang dihasilkan setara

dengan 23 kW atau 556 KWh/hari.

Listrik yang dihasilkan akan digunakan untuk penggerak mesin dan pasar buah.

Estimasi kebutuhan energi dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini. Total

konsumsi energi adalah 454 kWH/hari. Artinya dibanding kebutuhan energi

listrik, masih ada surplus sejumlah 102kWH/hari yang bisa digunakan untuk

sumber energi aktifitas lainnya.

No Peralatan Jumlah Peralatan

Konsumsi Energi (Kw)

Durasi (Jam) Total Energi (KwH)

1 Mesin Penghancur ( 4 ton/hr) 1 2,2 (08.00-16.00) 8 39

2 Unit Penyiram 1 0.375 (08.00-16.00) 8 3

3 Lampu-lampu Dalam 20 0.036 (17.00-05.00) 12 8,64

4 Lampu-lampu Luar 2 0,25 (17.00-05.00) 12 6

Jumlah 52,64

Tabel 4.2. Konsumsusi energi di Unit Biogas

No Peralatan Jumlah Peralatan

Konsumsi Energi (Kw)

Durasi (Jam) Total Energi (KwH)

1 Penerangan Jalan 5 0,25 (17.00-05.00) 12 15

2 Lampu-lampu Kios 417 0.40 (17.00-05.00) 12 200,2

3 Lampu-lampu Masjid 5 0.036 (17.00-05.00) 12 2,16

4 Bilboard 1 2.00 (17.00-05.00) 12 14

5 Pompa Air 139 0.02 1 27,8

6 TV 139 0,068 (08.00-22.00) 14 132,3

Jumlah 401,6

Tabel 4.3. Konsumsi energi di pasar buah

Berdasarkan potensi biagas dan kebutuhan konsumsi energi maka

rekomendasi Waste Refinery Center, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

sebagai pihak yang merancang Unit Biogas di Pasar Buah Gamping, Sleman,

Yogyakarta memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Sleman

tentang spesifikasi generator pembangkit listrik berbahan bakar biogas yang

sesuai untuk digunakan pada instalasi tersebut. Spesifikasi generator tersebut

tergambar dalam tabel IV.4 berikut ini:

Page 42: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 42

Nama Alat : Generator Listrik

Jumlah Alat : 10 buah

Merek : Honda atau yang setara

Frekuensi : 50 Hz

Rated Output voltage : 240 V

Rated Output Power : 4.6 kW

Maximum Output Power : 5.0 kW

Spesifikasi Mesin (Engine)

Tipe Mesin : Single Cylinder, 4-stroke, OHV,Forced Air-Cooled

Ignition system : T.C.I

Starting method : Recoil starter/ electric strarter

Bahan bakar : Biogas

Konsumsi Bahan Bakar : 0.4 m3

Ukuran Paket Generator dan Berat

Panjang x lebar x tinggi : 770x535 x570(mm3)

Berat total : ≤ 90 kg

Dapat beroperasi dengan kondisi biogas sebagai berikut

Suhu biogas : ≤ 40°C

Tekanan Biogas : ≤ 3-10 kPa dengan fliktuasi tekanan ≤1kPa/menit

Konsentrasi CH4 : ≥ 40%, fluktuasi ≤ 2%/menit

Konsentrasi H2S : ≤ 200 mg/Nm3

Konsentrasi NH3 : ≤ 20 mg/Nm3

Ukuran granule : ≤ 5 µm

Konsentrasi granule : ≤ 30 mg/Nm3

Konsentrasi moisture : ≤ 40 g/ Nm3

Sumber: Waste Refinery Center, Fakultas Teknik UGM.

Tabel 4.4. Spesifikasi Generator Listrik Instalasi Biogas Pasar Buah Gamping

4. 7. Pemasangan Instalasi Listrik di LPJU

Listrik yang dihasilkan oleh Generator selanjutnya masuk ke dalam stabilizer

dan disalurkan untuk penerangan jalan pada komplek pasar buah Gamping.

Adapun tahapan pelaksanaannya terdiri dari :

1. Tahap persiapan:

a. Survey dan perencanaan

b. Sosialisasi kepada calon penerima manfaat

Page 43: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 43

2. Tahapan Pelaksanaan

a. Penggalian pemasangan tiang lampu penerangan lingkungan (9 meter)

b. Pekerjaan pemasangan Armeture lampu

c. Pekerjaan pemasangan Kabel LVTC 2 x 10 mm2

d. Pekerjaan pengujian mutu instalasi dan pengetesan nyala lampu

3. Tahapan Pemeliharaan

Selama masa pemeliharaan dilakukan surveymalam untuk pengecekan

penerangan lingkungan yang sudah terpasang

Page 44: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 44

BAB V

EVALUASI KERJASAMA

Dalam bab ini akan diuraikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan

pembelajaran (lesson learned) dalam pelaksanan kerjasama pengelolaan

persampahan dengan Pemerintah Kota Borås yang diperoleh.

5. 1. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi

Dalam pelaksanaan kerjasama pengelolaan persampahan dengan Swedia

tersebut dijumpai berbagai permasalahan antara lain:

1. Prosedur kerjasama yang cukup rumit dan panjang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dinyatakan bahwa politik luar negeri masih merupakan kewenangan

pusat sehingga Daerah tidak bisa secara langsung dengan pihak luar

negeri. Dalam melaksanakan kerjasama dengan pihak luar negeri Daerah

harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008

tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan

Pihak Luar Negeri maka prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai

berikut:

1. Penjajagan

2. Penandatanganan LoI (Letter of Intent)

3. Penyusunan Rencana Kerjasama

4. Persetujuan DPRD

5. Permintaan Fasilitasi Pemerintah

6. Penyusunan Draft Mou (Memorandum of Understanding)

7. Penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding)

8. Pelaksanaan Kerjasama

9. Evaluasi Pelaksanaan Kerjasama

10. Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan

Tahapan-tahapan kerjasama luar negeri tersebut dapat dilihat pada gambar

V.1.

Mekanisme kerjasama luar negeri tersebut dapat dibagi menjadi 2 yakni

mekanisme internal dan mekanisme eksternal pemerintah daerah.

Mekanisme internal diantaranya perlunya persetujuan DPRD. DPRD

mempunyai tugas dan wewenang memberikan pendapat dan pertimbangan

kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di

Page 45: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 45

daerah. Selanjutnya DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan

persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Sedangkan mekanisme eksternal yang harus dilalui

oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

Koordinasi dan nkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri dan

instansi terkait;

Kementerian Luar Negeri memberikan pertimbangan politis/yuridis

hubungan luar negeri;

Kementerian Luar Negeri mengkomunikasikan rencana kerjasama

dengan perwakilan diplomatik dan konsuler pihak asing di Indonesia

dan perwakilan RI di luar negeri;

Kesepakatan kerjasama dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian

internasional;

Kementerian Luar Negeri ikut serta memantau dan melakukan evaluasi

terhadap tindak lanjut dan pelaksanaan kerjasama.

Gambar 5.1. Tahapan kerjasama Pemda dengan Pihak Luar Negeri

Mengingat rumitnya prosedur yang harus ditempuh maka kerjasama antara

Pemerintah Kabupaten Sleman, Universitas Gdajah mada, Pemerintah kota

Borås dan University College of Borås ini lebih ditekankan sebagai

kerjasama antar universitas.

Page 46: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 46

2. Belum adanya payung hukum kerjasama antara RI dengan Swedia.

Pada awalnya kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman dengan

Pemerintah Kota Borås ini belum memiliki payung hukum di atasnya yakni

kerjasama antara RI-Swedia di bidang pemanfaatan limbah. Namun setelah

diadakan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri pada tanggal

11 Mei 2009, Kementerian Luar Negeri bersedia membantu membuat

konsep draft perjanjian kerjasama disesuaikan dengan aturan yang ada,

kemudian selama naskah kerjasama yang baru belum ada, Letter of

Agreement yang ditandatangani dapat digunakan untuk dasar pelaksanaan

kegiatan yang disepakati dalam LOA tersebut.

3. Rumitnya ketentuan hibah dari luar negeri

Dalam pelaksanaan pembangunan instalsi biogas di pasar buah Gamping

terdapat hibah luar negeri senilai Rp1.500.000.000,00 dari lembaga donor

Swedia NUTEK. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri

dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata

Cara Pemberian Hibah kepada Daerah, pemerintah daerah dapat

mengusulkan namun tidak dapat melakukan pinjaman atau menerima hibah

luar negeri secara langsung dari pihak asing. Hibah luar negeri masuk

dalam mekanisme APBN dan harus dimasukkan dalam Daftar Rencana

Pinjaman Hibah Luar Negeri Jangka Menengah (DRPKLN JM atau Blue

Book Bappenas).

Pendaftaran hibah sangat penting untuk mencatat semua bantuan

pembangunan yang diberikan oleh pihak asing sebagai salah satu

mekanisme pengawasan Pemerintah Pusat terhadap hibah luar negeri.

Dalam Blue Book tersebut telah terdapat tema-tema besar yang dapat

mengakomodir bidang kegiatan yang diusulkan.

Rencana kegiatan pembangunan unit produksi biogas yang mendapat hibah

dari NUTEK harus diajukan kepada Bappenas. Akan tetapi mengingat

APBN 2009 pada waktu itu sudah ditetapkan dan periode revisi Blue Book

telah selesai maka usulan proyek hibah tersebut dimasukkan dalam Green

Book.

Sebagai solusinya maka pihak UGM diminta segera menyampaikan

rencana kepada Dikti untuk kemudian diteruskan oleh Dikti kepada

Bappenas. Bappenas kemudian mencarikan tema payung yang sesuai

Page 47: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 47

dengan bidang kegiatan pengelolaan limbah, mencatatkan rencana kegiatan

dimaksud pada Blue Book/Green Book dan mengeluarkan nomor registrasi

kegiatan.

4. Dana pendamping yang belum tersedia

Dalam pembangunan instalasi biogas pasar buah Gamping, Programme

officer demo NUTEK meminta agar Pemerintah Kabupaten Sleman dapat

menyediakan dana pendamping sebagai bentuk partisipasi pembangunan

demo plant. Hal ini memang menimbulkan permasalahan mengingat pada

waktu itu APBD tahun berjalan telah ditetapkan. Oleh karena itu dana

pendamping diusahakan melalui APBD Perubahan Tahun 2010. Selain itu

juga telah tersedia dana pendamping berupa tanah untuk pembangunan

demo plant biogas seluas 600 m2 dengan harga tanah Rp1.000.000,00

(satu juta rupiah) per m2 atau senilai Rp600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah)

5 .2. Pembelajaran (Lesson Learned)

Meskipun menghadapi berbagai permasalahan, pada akhirnya pembangunan

unit produksi biogas berhasil dibangun dan diresmikan pada tanggal 10 Februari

2011. Instalasi biogas tersebut dapat berfungsi dengan baik meskipun masih

perlu beberapa penyempurnaan.

Dari hal-hal tersebut di atas beberapa kunci sukses pembangunan unit produksi

biogas yang dapat dijadikan pembelajaran (lesson learned) yakni:

1. Peranan perguruan tinggi sebagai fasilitator

Dalam melaksanakan kerjasama dengan pihak luar negeri masing-masing

pihak sebenarnya memiliki kesetaraan. Namun dengan adanya perguruan

tinggi yang juga berfungsi sebagai fasilitator yang mampu menjembatani

kekurangan-kekurangan dari pemerintah daerah dalam bekerjasama dengan

pihak luar maka hal ini akan mempermudah pelaksanaan kerjasama

tersebut. Selain itu model kerjasama antar universitas juga memiliki

administrasi yang lebih sederhana daripada kerjasama antara pemerintah

daerah dengan pihak luar negeri.

2. Adanya Institusi yang menjadi leading institution

Keberhasilan kerjasama dengan Pemerintah Kota Borås tidak terlepas dari

adanya institusi dari Pemerintah kabupaten Sleman yang komit, mengawal

dari proses inisiasi sampai pelaksanaan pembangunan unit produksi biogas

di pasar buah Gamping yakni Bappeda Sleman.

Page 48: 103772975-BAB-I-V

Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Hal. 48

3. Tim kerjasama yang komit, berdedikasi dan solid

Berbagai permasalahan kerjasama pengelolaan persampahan antara

Kabupaten sleman dan kota Borås dapat teratasi berkat adanya tim

kerjasama yang memiliki komitmen, dedikasi, dan soliditas yang tinggi.

4. Adanya pemisahan pengelolaan keuangan khususnya dalam cost sharing

Masing-masing institusi memiliki kebijakan yang berbeda dalam

pengelolaan keuangan. Oleh karena itu pemisahan pengelolaan keuangan

terutama cost sharing diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih atau

malahan tidak teranggarkan.

Demikian Laporan Kerjasama Pengelolaan Persampahan Tahun Anggaran

2011 ini semoga bermanfaat.