1090471022-2-bab ii.pdf

Upload: putra

Post on 07-Jul-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    1/35

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Modal Sosial dalam Pembangunan

    Arah pembangunan ditujukan guna menyiapkan sumberdaya manusia-

    manusia handal. Sumber daya manusia handal disamping memiliki kemampuan

     pengetahuan dan ketrampilan, juga memiliki kemampuan berasosiasi.

    Kemampuan berasosiasi dapat dipandang sebagai aset hubungan antar manusia

    yang memberikan manfaat sosial bagi manusia yang berinteraksi. Aset seperti

    inilah yang disebut sebagai modal sosial. Uphoff (1999) menyatakan bahwa

    modal sosial adalah akumulasi aset berbagai jenis kognitif sosial, psikologis,

     budaya, institusi, dan perilaku yang saling menguntungkan. Modal sosial

    menggambarkan perilaku yang produktif bagi orang lain maupun dirinya sendiri.

    Hal lain, modal sosial juga mengacu pada potensi kelompok atau antar kelompok 

    dengan memunculkan sumberdaya yang produktif. Oleh karenanya, terminalogi

    istilah modal bukan saja mengacu pada modal manusia, modal alam, modal

    ekonomi, dan modal fisik tetapi juga modal sosial sebagai kekuatan dalam

     pembangunan.

    Istilah modal sosial pertama kali dikemukakan pada tahun 1916 oleh Linda

    Hanifan (Aghajanian, 2012) yang menyatakan bahwa, modal sosial merupakan

    sesuatu yang nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat seperti persekutuan,

    simpati, hubungan sosial antar individu, hubungan sosial dalam keluarga, dan

    kehidupan bermasyarakat yang membentuk suatu unit sosial. Makna modal

    sosial ini mengacu pada kekuatan hubungan sosial dalam kehidupan

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    2/35

    8

     bermasyarakat baik individu maupun kelompok. Kekuatan hubungan sosial

    tercermin dari perilaku baik, rasa bersahabat, saling simpati, hubungan baik dan

    kerjasama yang erat di antara individu dalam keluarga untuk membentuk suatu

    kelompok sosial dalam kehidupan bermasyarakat (Kushandajani, 2006).

    Pengertian modal sosial ditelusuri lebih luas oleh sosiolog Pierre Bourdieu

    (Ottebjer, 2005) pada tahun 1986 dengan memberikan pengertian modal sosial

    sebagai agregat sumber daya potensial yang terkait dalam suatu jaringan ataupun

    hubungan timbal balik yang saling memberikan penguatan di dalam suatu

    kelembagaan. Penekanan modal sosial terletak pada keseimbangan jaringan oleh

    adanya hubungan, kesadaran melakukan hubungan timbal balik, dan pengakuan

    dari individu anggota dalam jaringan tersebut (Magliola, 2005). Dipertegas oleh

    Kushandajani (2006) bahwa, keseluruhan sumber daya baik aktual maupun

     potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan dalam hubungan kelembagaan

    serta didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui dipandang sebagai modal

    sosial dalam masyarakat. Dua komponen penting modal sosial yaitu (1) adanya

    sumber daya yang dihubungkan dengan anggota kelompok dan jaringan sosial dan

    (2) adanya kesadaran dan pengakuan yang saling bersama diantara anggota

    kelompok dan jaringan sosial (Siisiäinen, 2000).

    Konsep modal sosial ditelaah lebih lanjut oleh Coleman (1990) yang

    memberikan pengertian modal sosial atas dasar fungsinya. Modal sosial bukan

    entitas tunggal tetapi berbagai entitas yang berbeda dengan dua unsur yang sama.

    Pengertian modal sosial tersebut menyiratkan bahwa, kedua unsur yang sama

    tersebut akan bergabung dalam satu struktur sosial guna menfasilitasi aktivitas

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    3/35

    9

     bersama. Melalui kekuatan aspek struktur sosial memungkinkan individu yang

     berinteraksi akan menciptakan nilai-nilai baru untuk mencapai kepentingan

     bersama dari pihak-pihak yang melakukan hubungan (Coleman, 1988).

    Terdapat dua hal penting dari aspek struktur sosial (Kushandajani, 2006)

    yaitu (1) aspek struktur sosial yang menciptakan pengukuhan dalam sebuah

     jaringan sosial sehingga membuat setiap orang saling berhubungan. Adanya

     pengukuhan dalam jaringan sosial menuntut setiap orang dalam jaringan tersebut

    harus melaksanakan kewajiban dan menerima sanksi (2) struktur sosial yang

    teratur dalam wadah organisasi sosial untuk mencapai tujuan bersama.

    Dikemukakan pula oleh Lin (1999) bahwa, setiap individu dapat menggunakan

    sosio struktural atas dasar kepercayaan, norma, dan sanksi dengan cara diskusi

    untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

    Coleman (1990) mengidentifikasi modal sosial dalam beberapa bentuk 

    modal sosial yaitu kewajiban, harapan, saluran informasi, norma dan sanksi yang

    efektif, hubungan kewenangan, dan organisasi sosial. Kewajiban dan harapan

    timbul dari rasa percaya, adanya arus informasi yang lancar di dalam struktur 

    sosial, dan adanya norma-norma yang harus ditaati dengan sanksi yang jelas.

    Selanjutnya, Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai hubungan antara

    individu-individu, jaringan sosial, norma-norma timbal balik, kepercayaan, dan

    difasilitasi oleh adanya koordinasi dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

    Modal sosial bukan sebatas hubungan interaksi yang melibatkan faktor perilaku

    orang tertentu saja, tetapi juga dapat melibatkan individu dalam kelompok-

    kelompok yang membentuk suatu jaringan sosial (Putnam, 1995). Hal ini berarti

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    4/35

    10

     bahwa, modal sosial mencirikan dua dimensi yaitu (1) komponen struktural

    terdiri dari jaringan sosial, assoasiasi, partisipasi dan (2) komponen kognitif 

    terdiri dari norma bersama, kepercayaan, hubungan timbal balik (Wu at al ., 2012).

    Definisi modal sosial oleh Putnam (1995) mengacu pada tiga komponen

    yaitu (1) jaringan sosial sehingga memungkinkan terjadinya koordinasi dan

    komunikasi, (2) kepercayaan sehingga berimplikasi pada saling percaya dalam

    kehidupan bermasyarakat, dan (3) norma-norma yang saling berbagi diantara

    kelompok dalam jaringan sosial sehingga memungkinkan kesatuan peraturan dan

    sanksi. Di antara tiga komponen modal sosial tersebut, komponen kepercayaan

    sebagai komponen penting dari norma-norma yang dibangun dari jaringan sosial

    (Qianhong, 2004). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Coleman (1990) bahwa

    sebuah kelompok ada kepercayaan yang luas dan lebih dipercaya mampu

    mencapai produktivitas yang tinggi dibandingkan kelompok yang tidak memiliki

    kepercayaan yang luas. Oleh karenanya inti daripada modal sosial adalah

    kepercayaan yang didasarkan oleh norma-norma yang timbal balik secara umum

    (Van schaik, 2002). Pentingnya faktor kepercayaan dipertegas pula oleh

    Siisiäinen (2000) bahwa kepercayaan menciptakan dasar untuk “berani timbal

     balik” dan akan mewujudkan jaringan sosial dan asosiasi dalam suatu kelompok.

    Hal yang sama, dikemukakan oleh Woolcock and Narayan (1999) bahwa ciri

     penting modal sosial adalah kepercayaan dan hubungan timbal balik yang

    dibangun dalam proses interaksi tersebut.

    Fukuyama (1997) mendefinisikan modal sosial secara sederhana sebagai

    keberadaan tertentu suatu set nilai-nilai atau norma bersama diantara anggota

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    5/35

    11

    kelompok yang memungkinkan adanya kerjasama diantara mereka. Penekanan

    modal sosial terletak pada norma-norma yang terbagi diantara kelompok-

    kelompok masyarakat yang sama. Modal sosial akan menjadi semakin kuat

    apabila dalam satu masyarakat berlaku norma saling balas membantu dan

    kerjasama yang kompak melalui suatu ikatan jaringan hubungan kelembagaan

    sosial. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa, jika anggota kelompok datang

    untuk mengharapkan bahwa orang lain akan berperilaku jujur dan terpecaya, maka

    mereka akan datang untuk percaya satu dengan lainnya. Faktor kepercayaan

    memegang peranan penting dalam modal sosial. Durlauf (2002) mengemukakan

     bahwa, faktor kepercayaan sebagai pelumas yang membuat kelompok berjalan

    lebih effisien.

    Inayah (2012) menyatakan bahwa norma-norma bersama yang dianut oleh

    individu dalam kelompok akan membentuk suatu jaringan yang memungkinkan

    effisien dan effektifnya koordinasi dan kerjasama dalam pencapaian keuntungan

    dan kebajikan bersama. Selanjutnya rangkaian koordinasi dan kerjasama dalam

     jaringan sosial tersebut diibatkan sebagai lem pengikat antar individu yang

     berinteraksi (Bank Dunia, 1999). Adanya koordinasi dan kerjasama mewujudkan

     pencapaian tujuan bersama, oleh karenanya modal sosial bersifat produktif yaitu

    menfasilitasi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan akhir 

    (Coleman, 1988).

    Berbagai pendapat ahli menyiratkan bahwa modal sosial adalah sumber 

    daya sosial untuk aksi kolektif. Aksi kolektif menyiratkan bahwa modal sosial

    tidak hanya dibangun oleh satu individu, melainkan terletak pada individu-

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    6/35

    12

    individu yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk berasosiasi sebagai bagian

     penting dari nilai-nilai yang dipegangnya. Modal sosial akan bergantung pada

    kapasitas yang ada dalam kelompok untuk membangun sejumlah asosiasi beserta

     jaringan sosialnya untuk menciptakan hubungan sosial. Selengkapnya Winter 

    (2000) memberikan beberapa pendapat para ahli tentang modal sosial, disajikan

     pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1

    Pendapat Para Ahli tentang Modal Sosial

    Pendapat

    ahli

    Definisi Maksud/tujuan Analisa

    Bourdieu Sumber daya yang

    menyediakan Individu

    sebagai modal ekonomi

    dalam kompetisi ekonomi.

    Mendapatkan

    modal ekonomi

    Individu pada

    kompetensi

    ekonomi.

    James

    Coleman

    Aspek struktur sosial untuk 

    menyediakan Individu

    sebagai modal manusia dalam

    keluarga dan masyarakat.

    Mendapatkan

    modal manusia

    Individu dalam

    keluarga dan

     pelaksana yang

    mengembangkanmasyarakat.

    Putnam Kepercayaan, norma dan

     jaringan untuk menyediakan

    daerah yang efektif yang

    memfasilitasi kerjasama

    demokrasi dan ekonomi.

    Mendapatkan

    wilayah effektif 

     pada tingkat

    nasional yang

    difasilitasi

    demograsi dan

    ekonomi

    Wilayah nasional

    Sumber: Winter (2000)

    Dasar utama modal sosial terdiri atas empat elemen yaitu (1) difasilitasi

    adanya arus informasi, (2) adanya pengaruh satu dengan lainnya, (3) hubungan

    yang terjadi didasarkan oleh adanya kepercayaan untuk membentuk jaringan

    sosial, dan (4) interaksi yang terjalin dalam jaringan sosial memberikan

    menguatan dan mengukuhan (Lin, 1999). Pada konsep pemikiran ini, penekanan

    modal sosial pada struktur hubungan yang saling terikat yang didasarkan oleh

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    7/35

    13

    adanya saling percaya untuk menyampaikan informasi dalam pembentukkan

     jaringan sosial yang kuat dan mengukuhkan.

    Selanjutnya, Lin and Erickson (2008) memberikan pendapat bahwa tiga

    elemen utama modal sosial antara lain (1) jumlah orang yang siap untuk 

     berinteraksi, (2) sejauh mana mereka siap untuk berinteraksi (kekuatan mengikat),

    dan (3) apa yang akan dilakukan dari sumber daya yang diakses. Penekanan

     pemikiran modal sosial tersebut terletak pada kapasitas sumberdaya yang

     berinteraksi. Kemampuan sumberdaya tersebut menjadi hal yang perlu

    diperhitungkan, yaitu menyangkut jumlah, kesiapan, maupun kapasitas dalam

    menjalin struktur hubungan sosial tersebut. Mengacu pada pendapat Lin (1999)

    yang menekankan konsep modal sosial pada struktur hubungan yang saling

    terikat, selanjutnya dikembangkan lebih luas lagi oleh Lin and Erickson (2008)

    yang menyatakan bahwa, modal sosial juga perlu memperhatikan kapasitas

    sumberdaya yang terlibat dalam membangun struktur hubungan tersebut.

    Kapasitas sumberdaya yang perlu pada struktur hubungan dinyatakan oleh

    Flassy dkk. (2009) yang menegaskan bahwa acuan nilai dan unsur yang

    merupakan roh modal sosial antara lain; sikap partisipatif (kerjasama), sikap

    memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai,

    nilai, dan norma. Di samping itu, unsur lain yang penting juga adalah kemauan

    masyarakat untuk secara terus menerus proaktif dalam mempertahankan nilai,

    membentuk jaringan kerjasama maupun penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Atas

    dasar pemikiran tersebut, dapat dikatakan bahwa dasar utama modal sosial adalah

    struktur hubungan interaksi yang memiliki roh berupa nilai-nilai, norma, saling

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    8/35

    14

     percaya untuk terus menerus membentuk jaringan kerjasama dalam menciptakan

    aktivitas yang produktif.

    Suryono (2012) mengemukakan bahwa modal sosial membentuk tiga

    aspek yaitu nilai, institusi, dan mekanisme. Selengkapnya tiga aspek modal sosial

    disajikan pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1

    Aspek Modal Sosial (Suryono, 2012)

    Aspek modal sosial menggambarkan kelompok orang yang dihubungkan

    oleh perasaan simpati, percaya, kewajiban, norma, yang saling dipertukarkan, dan

    yang kemudian diorganisasikan menjadi sebuah institusi melalui suatu mekanisme

    tingkah laku, kerjasama, sinergis suatu jaringan sosial untuk mencapai tujuan.

    Secara umum, modal sosial dapat didefinisikan sebagai sumberdaya

    individu dan atau kelompok yang muncul dalam struktur hubungan sosial, dimana

     jalinan hubungan sosial tersebut didasarkan oleh adanya norma-norma bersama

    yang timbal balik, adanya kepercayaan, harapan, dan kewajiban pihak-pihak yang

    melakukan struktur hubungan sosial tersebut. Selanjutnya, atas dasar kekuatan

    sumberdaya tersebut akan memungkinkan effisien dan effektifnya koordinasi dan

    kerjasama dalam bentuk tindakan produktif dalam suatu jaringan sosial untuk 

    mencapai suatu tujuan bersama. Pada pengertian tersebut nampak menyiratkan

     Nilai, kultur, dan persepsi :

    Simpati dan saling percaya

    Institusi: Ikatan antar dan dalam

    isntitusi, arin an

    Mekanisme: Tingkah laku,

    kerjasama, dan sinergis

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    9/35

    15

    dua komponen penting modal sosial yaitu (1) komponen struktural hubungan

    sosial yaitu interaksi sosial yang membentuk jaringan sosial dan (2) komponen

    kognitif yaitu kondisi psykis orang yang melakukan interaksi sosial baik berupa

    norma dan kepercayaan.

    2.2 Peran Modal Sosial dalam Pembangunan

    Pada akhir-akhir ini kajian manfaat modal sosial dalam pembangunan

    sangat banyak dilakukan. Putnam (2001) mengemukakan bahwa pemanfaatan

    modal sosial dalam pembangunan sangat penting. Hal ini dikarenakan (1) modal

    sosial memungkinkan warga untuk menyelesaikan masalah kolektif lebih mudah,

    (2) modal sosial sebagai roda yang memungkinkan masyarakat untuk lebih lancar 

     bergerak, dan (3) modal sosial mengacu pada kehidupan masyarakat. Hal yang

    sama disampaikan oleh Coleman (1988) bahwa modal sosial merupakan sumber 

     penting bagi individu untuk dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam

     bertindak dan memberikan kualitas hidup yang baik. Oleh karenanya, modal

    sosial akan membentuk masyarakat menjadi kuat dan berkepribadian yang

    sanggup mengatasi permasalahan dengan cepat tanpa harus dirugikan.

    Darmayanti (2010) mengemukakan bahwa terdapat empat hal modal sosial

    dianggap penting, yaitu (1) modal sosial memungkinkan masyarakat untuk 

    memecahkan permasalahan bersama dengan mudah, (2) modal sosial

    memperlancar upaya komunitas untuk dapat maju, (3) modal sosial dapat

    menumbuhkan solidaritas, dan (4) modal sosial memungkinkan tercapainya tujuan

     bersama. Oleh karenanya, modal sosial harus didistribusikan antar individu dalam

    suatu struktur sosial.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    10/35

    16

    Beberapa hasil kajian penelitian di Indonesia memberikan informasi

    adanya peran modal sosial dalam pembangunan. Bulu dkk. (2009) menemukan

     bahwa modal sosial merupakan faktor utama yang perlu mendapatkan perlakuan

    dominan dalam desiminasi inovasi dan pemberdayaan kelembagaan tani dalam

    adopsi inovasi pertanian. Modal sosial merupakan faktor yang menentukan

    keterdedahan petani terhadap informasi inovasi, modal manusia, dan promosi

    inovasi. Oleh karenanya, untuk meningkatkan kapasitas petani dan tingkat adopsi

    inovasi pertanian maka diperlukan revitalisasi modal sosial yaitu penguatan modal

    sosial.

    Mawardi (2007) dalam penelitiannya tentang pemberdayaan masyarakat,

    mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat akan mengalami kegagalan

    tanpa menyadari pentingnya melibatkan dimensi kultural dan mendayagunakan

     peran modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. Modal sosial yang

     berisikan kepercayaan, pertukaran timbal balik, norma-norma sosial, dan nilai-

    nilai etis, merupakan pondasi penopang yang akan menentukan perkembangan

    dan keberlanjutan beragam aktifitas usaha di berbagai sektor kehidupan.

    Hasil penelitian Rustanto (2007) menunjukkan bahwa penguatan modal

    sosial yang tumbuh dan berkembang dalam bentuk kelompok-kelompok sosial

    merupakan salah satu pendekatan yang perlu dikembangkan dalam penanganan

    kemiskinan. Pada pendekatan tersebut, individu-individu sebagai anggota

    kelompok mengalami proses belajar sosial untuk mengembangkan potensi dan

    sumberdaya yang dimiliki. Di samping itu, setiap individu akan terlibat belajar 

    mengembangkan perilaku pro sosial untuk mengatasi masalah dan kebutuhannya.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    11/35

    17

    2.3 Kategori Modal Sosial

    Uphoff (1999) mengemukakan dasar untuk memahami modal sosial dapat

    ditelaah melalui kategori modal sosial. Kategori modal sosial dikelompokkan

    dalam struktural dan kognitif. Kategori struktural yaitu menfasilitasi proses

    interaksi sosial, sedangkan kategori kognitif yaitu memproses orang untuk 

     bertindak secara sosial yang menguntungkan. Kategori struktural menekankan

     pada hubungan antar perilaku manusia dan organisasi, termasuk aturan, jaringan

    sosial, asosiasi, lembaga, peran, prosedur, dan preseden. Sebaliknya, kategori

    kognitif lebih berfokus pada sisi psikologis individu, yaitu merunjuk pada norma,

     berbagi nilai-nilai, saling menghargai, solidaritas, sikap, kepercayaan, dan

    keyakinan. Hal yang sama, disampaikan oleh Ottebjer (2005) bahwa komponen

    struktural meliputi jaringan, keterbukaan, kehidupan asosiasi dan partisipasi

    masyarakat. Sementara komponen kognitif meliputi persepsi dukungan, sosial

    kohesi, kepercayaan, dan sikap keterlibatan masyarakat.

    Kategori struktural lebih menjelaskan hubungan seperti keeratan,

    hubungan hirarki dalam suatu organisasi. Struktural menyangkut kedekatan dan

    hubungan antar anggota dalam jaringan kerja baik secara langsung maupun tidak 

    langsung. Lebih lanjut struktural menunjukkan hubungan individu dengan orang

    lain seperti rekan kerja dan pimpinan. Ariani (2008) menyatakan bahwa, akibat

    dari hubungan struktural akan mendorong individu melaksanakan perilaku sebagai

    anggota dalam suatu organisasi terhadap individu lain seperti rekan ataupun

     pimpinan.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    12/35

    18

    Kategori kognitif mengacu pada kemampuan individu dalam menilai atau

    menginterpretasikan hubungan kerjasama, dan mendorong individu berperilaku

    sebagai anggota dalam organisassi. Kognitif mengarah pada penyediaan,

     penyebaran, interpretasi, dan pemberian arti dari seseorang kepada orang lain.

    Ariani (2008) menyatakan bahwa, seseorang akan berperilaku karena adanya

    kesamaan nilai atau paradigma yang sama dengan orang lain sehingga terwujud

    hubungan kerjasama.

    Secara lengkap Carrol (2001) memberikan penegasan tentang kategori

    modal sosial pada Tabel 2.2.

    Tabel 2.2

    Kategori Modal sosial

    Kelompok Struktur/Organisasi Kognitif/Perilaku

    Bentuk PeranJaringan sosial

    Hubungan interpersonalAturanProsedur 

     NilaiSikap

    Keyakinan/kepercayaan

    Jenjang Organisasi sosial(informal dan formal)

    Masyarakat

    Faktor Hubungan horisontal

    Hubungan vertikalAktivitas bersama

    Solidaritas

    Kepercayaan Nilai/norma

    Sumber: Carrol (2001)

    Kategori struktural berupa hal-hal yang dapat dilihat secara langsung dan

     berada di luar individu; sebaliknya kognitif menunjukkan hal-hal yang tidak 

    dapat dilihat (mentalitas) dan berada pada diri individu. Oleh karenanya, kategori

    kognitif sangat sulit untuk dapat dirubah melalui intervensi, hal ini disebabkan

     pembentukkannya dari akumulasi norma, nilai, sikap yang dipegang erat oleh

    individu. Sebaliknya, kategori struktural agak mudah diintervensi melalui

    kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam kegiatan organisasi.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    13/35

    19

    Secara keseluruhan kedua kategori modal sosial tersebut mengacu pada

    konsep harapan. Harapan untuk dapat menumbuhkan kepedulian antar orang

    yang berinteraksi untuk dapat membentuk suatu jaringan kerjasama secara

    kolektif untuk mencapai tujuan (Uphoff, 1999).

    Kategori struktur dan kategori kognitif sangat berkaitan dan saling terkait,

    masing-masing menfasilitasi dan mendukung tindakan kolektif untuk mencapai

    tujuan. Walaupun kedua kategori tersebut berbeda, tetapi keduanya saling terkait,

    masing-masing memberikan kontribusi satu sama lainnya, dan secara bersama-

    sama mempengaruhi perilaku seseorang baik secara individu dan kelompok dalam

     berinteraksi (Uphoff, 1999; Carrol, 2001). Komponen struktural dan kognitif 

    saling berkaitan dan memberikan penguatan satu sama lainnya (Hjøllund and

    Svendsen, 2000).

    Selain kategori modal sosial, Shrader and Krishna (1999) mengemukakan

     bahwa bidang kajian modal sosial dapat di telaah dalam dua tingkatan yaitu;

    tingkat makro dan tingkat mikro. Tingkat makro mengarah pada kelembagaan

    suatu organisasi. Tingkatan makro meliputi hubungan formal dan struktur seperti

     peraturan hukum, kerangka perundangan yang sah, tipe kelompok, tingkatan

    desentralisasi, dan tingkatan partisipasi dalam proses perumusan kebijakan.

    Tingkatan mikro mengacu pada potensi organisasi untuk dapat

    dikembangkan. Pada tingkatan mikro terdiri atas struktural dan kognitif.

    Kognitif terdiri atas: nilai (kepercayaan, solidaritas, hubungan timbal balik yang

    dibagikan), keyakinan, norma sosial, dan perilaku sikap. Sedangkan struktural

    meliputi komposisi dan praktek lembaga tingkat lokal, baik formal maupun

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    14/35

    20

    informal, yang berfungsi sebagai alat pengembangan masyarakat. Struktural

    dibangun melalui horisontal organisasi dan jaringan yang memiliki keputusan

    kolektif dan transparan proses pembuatan, pemimpin bertanggung jawab, dan

     praktek tindakan kolektif dan saling jawab. Selengkapnya tingkatan modal sosial

    disajikan pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.2Tingkatan Modal Sosial (Shrader and Krishna, 1999)

    2.4 Dimensi Modal Sosial

    Woolcock dan Narayan (1999) membagi dimensi modal sosial dalam

    kelompok (1) Bonding social capital, (2) Bridging social capital, dan (3) Linking 

     social capital. Bonding social capital  yaitu ikatan modal sosial yang

    menunjukkan hubungan orang-orang dalam situasi yang mirip seperti keluarga

    dekat, kelompok etnik, kelompok keagamaan, teman dekat dan tetangga. Pada

    situasi ini, hubungannya sangat tertutup, kuat, dan interaksi hubungan berkali-

    kali. Hubungan interaksi tersebut, dibangun antar anggota yang memiliki

    Makro

    Mikro

    StrukturalKognitif 

    Hukum

    Peraturan

    Tipe kelompok Desentralisasi

    Partisi asi

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    15/35

    21

    kepercayaan kuat, serta latar belakang sosial sama. Oleh karenanya, proses

    interaksi akan berjalan dengan sangat mudah (Scheffert et al ., 2008).

     Bridging social capital , yaitu ikatan modal sosial yang melibatkan

    hubungan diantara orang-orang yang tidak dekat dan berbeda. Bentuk ikatan

    tersebut, seperti persahabatan yang tidak erat, dan rekan kerja. Pada hubungan

    ini, kekuatan hubungan tidak terlalu kuat namun ada kesempatan untuk dapat

    menjalin keeratan hubungan. Pada kelompok ini, kepercayaan harus dibangun

    atas dasar norma-norma umum dalam masyarakat dibandingkan pengalaman

     pribadi dari masing-masing individu. Selanjutnya, dengan latar belakang yang

     berbeda maka kegiatan dan pemecahan masalah harus dilakukan secara bersama-

    sama (Scheffert et al ., 2008).

     Linking social capital , yaitu ikatan modal sosial yang menjangkau orang-

    orang yang sangat berbeda, bahkan berada di luar komunitasnya. Bentuk ini

     biasanya memberikan akses kepada organisasi atau sistim yang akan membantu

    masyarakat memperoleh sumberdaya untuk mendapatkan perubahan. Ikatan

    modal sosial ini, biasanya dihubungkan dengan organisasi seperti pemerintah,

     bank, ataupun lembaga penyandang dana yang ada di dalam atau luar masyarakat.

    Pada kelompok ini, kepercayaan terhadap pimpinan, akan sangat berdampak pada

    interaksi yang terjalin. Kepercayaaan pimpinan diindikasikan dari pemimpin

    yang mendengar kebutuhan, memberikan perhatian, dan berkomitmen terhadap

    masyarakat. (Scheffert et al ., 2008).

    Ciri-ciri pada dua dimensi modal sosial yaitu bonding social capital  dan

    bridging social capital disajikan pada Tabel 2.3

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    16/35

    22

    Tabel 2.3

    Dimensi Modal Sosial

     Bonding social capital Bridging social capital 

    1. Terikat/ketat, saingan yang

    eksklusif.

    2. Perbedaan yang kuat antara

    ’orang kami’ dan ’orang luar’.

    3. Hanya ada satu alternatif 

     jawaban.

    4. Sulit menerima arus perubahan.

    5. Kurang akomodatif terhadap

     pihak luar.

    6. Mengutamakan kepentingankelompok 

    7. Mengutamakan solidaritas

    8. Kelompok 

    1. Terbuka.

    2. Memiliki jaringan yang lebih

    fleksibel.

    3. Toleran.

    4. Memungkinkan untuk memilki

     banyak alternatif jawaban dan

     penyelesaian masalah.

    5. Akomodatif untuk menerima

     perubahan.

    6. Cenderung memiliki sikap yangaltruistik, humanitaristik, dan

    universal.

    Sumber: Flassy dkk. (2009)

    Flassy dkk. (2009) mengemukakan bahwa dimensi  bonding social capital 

    menunjukkan ikatan modal sosial yang lebih terikat/ketat di antara masyarakat

    dimana pada ikatan yang demikian sangatlah sulit untuk menerima arus perubahan

    dibandingkan masyarakat dengan dimensi bridging social capital .

    2.5 Unsur Modal Sosial

    Menurut Stone (2000) modal sosial dapat diketahui sebagai (1) konsep

    multidimensi yang terdiri atas jaringan sosial, norma-norma kepercayaan, dan

    norma-norma timbal balik. (2) memahami modal sosial sebagai sumber daya

    untuk bertindak dalam suatu proses interaksi, (3) secara empiris dapat

    membedakan antara modal sosial dan hasil-hasilnya akibat modal sosial. Konsep

    modal sosial tersebut terletak pada struktur hubungan sosial (jaringan sosial) dan

    kualitas hubungan sosial (norma dan kepercayaan) yang menggambarkan arus

    informasi sehingga memberikan dampak akibat dari proses interaksi tersebut.

    Selanjutnya dipertegas pula oleh Stone (2000) bahwa, inti dan karakteristik modal

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    17/35

    23

    sosial terdiri atas dua komponen yaitu struktur hubungan sosial dan kualitas

    hubungan sosial. Selengkapnya digambarkan pada Tabel 2.4.

    Tabel 2.4

    Inti dan Karakteristik Modal Sosial

    Struktur hubungan sosial: jaringan Kualitas hubungan sosial: norma-norma

    Tipe : Informal - Formal

    Ukuran : Batasan yang tertentu

    Ruang : Rumah Tangga – Umum

    Struktur : terbuka – Tertutup, padat – 

     jarang, homogen – heterogen.

    Relasi : vertikal – horisontal

     Norma kepercayaan : Kepercayaan

    sosial, kepercayaan lembaga.

     Norma timbal balik : Langsung – tidak 

    langsung, segera – lambat.

    Sumber: Stone (2000)

    Berdasarkan definisi dan penekanan modal sosial yang dikemukakan oleh

     beberapa ahli antara lain; Coleman (1990), Putnam (1995), Fukuyama (1997),

    Stone (2000), Ottebjer (2005), Lin dan Erickson (2008), maka terdapat tiga unsur 

     penting modal sosial yaitu kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial. Ketiga

    unsur modal sosial tersebut akan menggambarkan kategori struktural (jaringan)

    dan kognitif (kepercayaan dan norma).

    2.5.1 Kepercayaan

    Konteks percaya menyiratkan segi emosional individu, dipercaya

    memerlukan kemauan untuk mengambil risiko untuk dapat memberikan harapan

    kepada orang lain untuk bertindak atau memberikan respon seperti yang

    diharapkan dan untuk saling mendukung ataupun tidak berniat membahayakan.

    Fukuyama (1997), mendefinisikan kepercayaan sebagai harapan yang timbul

    dalam masyarakat berperilaku reguler, jujur dan kooperatif, berdasarkan norma-

    norma umum bersama dalam anggota masyarakat. Kepercayaan didasarkan pada

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    18/35

    24

    harapan bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang diharapkan

    atau dijanjikan, dan mempertimbangkan kepentingan orang lain.

    Kepercayaan adalah kualitas individu dan organisasi yang mengacu pada

    nilai kejujuran, keterbukaan, rasa keadilan, dan kepedulian bagi kelayakan

    individu yang diberikan. Hal ini bermakna, kepercayaan merupakan kegiatan

    sangat sosial yang berkaitan dengan pribadi individu (Edwards, 2004).

    Kepercayaan merupakan variabel kepribadian yang menempatkan

     penekanan pada karakteristik individu seperti perasaan, emosi, dan nilai.

    Kepercayaan didasarkan pada keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain

    akan berperilaku kepadanya pada beberapa kesempatan (Qianhong, 2004). Hal ini

    menunjukkan kesediaan untuk menjadi peduli terhadap orang lain sebagai salah

    satu pihak akibat dari konsekuensi dari keyakinan yang dibangun, supaya niat

     baik dengan mitra yang diajak melakukan interaksi dapat berjalan.

    Kepercayaan juga dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme sosial

    untuk mewujudkan struktur hubungan sosial. Paxton (1999) mengemukakan,

    struktur hubungan sosial didasarkan oleh adanya perasaan tanggung jawab untuk 

    melakukan hubungan timbal balik atas dasar kepercayaan guna mencapai tujuan

     bersama. Kepercayaan mengacu pada keyakinan keandalan seseorang dalam

    sebuah sistem yang menghubungkan interaksi. Hal ini didasarkan pada harapan

     bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang diharapkan atau

    dijanjikan, dan akan mempertimbangkan kepentingan orang lain.

    Paxton (1999) menyatakan bahwa kepercayaan adalah pembelajaran

    sosial dan pembentukkan harapan sosial kepada orang lain di dalam suatu

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    19/35

    25

    kelompok atau lembaga orang tersebut hadir, serta sebagai suatu set dasar untuk 

    mengerti orang lain. Pemahaman orang lain melalui proses pembelajaran sosial

    menciptakan hubungan yang didasarkan atas dasar kepercayaan terhadap orang

    lain yang dipelajari sebagai teladan atau contoh yang perlu ditiru.

    Putnam (2001) mengemukakan bahwa kepercayaan sosial dapat timbul

    dari norma timbal balik dan jaringan sosial. Keterikatan dan kepatuhan anggota-

    anggota masyarakat pada norma sosial memberikan hubungan timbal balik dalam

    satu kesepakatan aturan yang dipedomani dan dilakukan. Hal ini akan

    mempermudah anggota dalam mengenal dan membentuk kelompok jaringan

    sosial. Hal yang sama dikemukakan oleh Coleman (1988) bahwa kepercayaan

    merupakan salah satu kunci komponen modal sosial. Modal sosial terbentuk 

    karena adanya kemampuan yang timbul dari prevalensi kepercayaan di dalam

    masyarakat atau di bagian-bagian tertentu dari itu. Adanya kepercayaan dan

    norma timbal balik, keadilan, kerjasama, dan manfaat yang diperoleh pada

    hubungan sosial, sangat penting untuk memfasilitasi dan memperkuat

    kelembagaan effisiensi kinerja. Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas

    saling mempercayai akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

    membangun kemajuan bersama.

    Soetomo (2012) mengemukakan bahwa kohesi sosial dan solidaritas sosial

    akan terbangun manakala ada kepercayaan. Kepercayaan merupakan bentuk 

    modal sosial yang paling penting sebagai landasan dalam membina kemitraan.

    Hal lainpun, kepercayaan bersifat dinamis karena kepercayaan dapat tumbuh dan

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    20/35

    26

    sebaliknya dapat hilang, sehingga bukan saja memanfaatkan kepercayaan sebagai

    modal sosial melainkan juga memelihara dan memupuknya.

    Ada tiga hal penting dalam kepercayaan yaitu (1) hubungan antara dua

    orang atau lebih, (2) harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang

    kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak, dan

    (3) interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud

    (Saifuddin, 2008).

    2.5.2 Norma sosial

     Norma sosial dapat didefinisikan aturan yang dilengkapi dengan sanksi

    yang merupakan patokan perilaku yang mendorong dan mengatur individu atau

    kelompok masyarakat tertentu (Lawang, 1986). Norma-norma sosial biasanya

    terbentuk atas dasar hasil kesepakatan anggota-anggota masyarakat dan tercipta

    karena adanya interaksi dalam kelompok masyarakat. Pelanggaran akan norma

     biasanya diberikan sanksi yang telah disepakati dalam masyarakat, dimana sanksi

    dapat berbentuk material maupun tindakan sosial. Di sisi lain, norma merupakan

     penjabaran nilai-nilai secara terinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan

    yang berfungsi untuk mengatur pola tingkah laku.

     Norma merupakan pedoman atau patokan bagi perilaku dan tindakan

    seseorang atau masyarakat yang bersumber pada nilai. Sedangkan, nilai adalah

    merupakan hal yang dianggap baik atau buruk atau sebagai penghargaan yang

    diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang mempunyai daya guna bagi

    kehidupan bersama. Dengan kata lain, norma adalah wujud konkrit dari nilai yang

    merupakan pedoman, berisi suatu keharusan bagi individu atau masyarakat, dapat

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    21/35

    27

     juga norma dikatakan sebagai cara untuk melakukan tindakan dan perilaku yang

    dibenarkan untuk mewujudkan nilai-nilai (Ningrum, 2010).

    Pengelompokkan norma sosial atas dasar (1) daya ikat, (2) aturan perilaku

    tertentu, (3) resmi tidaknya, dan (4) pola hubungan (Lawang, 1986). Norma

    sosial atas dasar daya ikat terbagi atas (1) cara, yaitu norma yang paling lemah

    daya ikatnya karena orang yang melanggar akan mendapatkan sanksi cemoohan

    atau ejekan, (2) kebiasaan, yaitu aturan dengan kekuaran mengikat yang lebih kuat

    dari cara karena kebiasan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang

    sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan

    menyadari perbuatannya, (3) tata kelakuan, yaitu secara sadar atau tidak sadar 

    oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Pelanggaran atas norma ini

     biasanya mendapatkan sanksi masyarakat, dan (4) adat istiadat, yaitu tata

    kelakuan yang kekal serta terintegrasi kuat dengan pola perilaku masyarakat.

    Anggota masyarakat yang melanggar norma adat akan mendapatkan sanksi tegas.

     Norma sosial atas dasar perilaku tertentu terbagi atas, (1) norma agama,

    yaitu ketentuan hidup yang biasanya bersumber dari agama, (2) norma kesusilaan,

    yaitu petunjuk atau ketentuan yang berasal dari hati nurani, moral, (3) kesopanan,

    yaitu tata krama aturan sopan santun menyangkut kehidupan dalam masyarakat,

    (4) norma kebiasaan, yaitu petunjuk hidup dan perilaku yang diulang ulang dalam

     bentuk yang sama, dan (5) norma hukum, yaitu ketentuan tertulis yang mengatur 

    kehidupan masyarakat dalam suatu negara.

    Atas dasar resmi atau tidaknya, norma sosial terbagi atas (1) norma formal,

    yaitu aturan yang berisikan perintah atau larangan yang dirumuskan dan

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    22/35

    28

    diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh pihak berwenang kepada seluruh warga

    masyarakat dan (2) norma nonformal, yaitu tumbuh berdasarkan kebiasaan

     bertindak yang seragam, sehingga diterima oleh sebagian besar anggota

    masyarakatnya. Biasanya norma nonformal tidak tertulis.

     Norma atas dasar pola hubungan terbagi atas (1) norma yang mengatur 

     pribadi manusia, yaitu menyangkut pengendalian diri individu yang terdiri atas

    kepercayaan dan norma kesusilaan, dan (2) norma hubungan antar pribadi, yaitu

    mengatur individu dengan individu lainnya, biasanya menyangkut norma hukum

    dan norma kesopanan.

     Norma sosial akan menentukan kuatnya hubungan antar individu karena

    merangsang kohesitas sosial yang berdampak positif bagi perkembangan

    masyarakat (Inayah, 2012). Oleh karenanya, norma sosial sebagai salah satu

    modal sosial. Guna membangun masyarakat, maka norma-norma yang dimiliki

    masyarakat harus terbagi oleh lebih dari satu orang sebagai aturan perilaku atau

    standar perilaku yang diharapkan dapat dipahami, dibagi dan atau dipegang oleh

    kelompok orang (Jochum, 2003).

     Norma-norma sosial dalam masyarakat sangat berkaitan dengan

    kepercayaan, nilai-nilai menghargai orang, tanggung jawab moral, kewajiban

    terhadap masyarakat maupun kepercayaan yang didasarkan pada adat kebiasaan

    yang merupakan nilai-nilai budaya yang melekat pada masyarakat. Sisi lain,

    adanya seperangkat nilai-nilai moral yang memadai, dipegang dan dianut dalam

    masyarakat dapat menumbuhkan perilaku kebersamaan yang menunjang jaringan

    sosial (Kushandajani, 2006).

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    23/35

    29

    Sifat norma sosial menurut Saifuddin (2008) antara lain: (1) norma muncul

    dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau pertukaran itu

    memberikan keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran

    sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini,

     bukan terjadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali

     pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus menerus menjadi

    sebuah kewajiban yang harus dipelihara. (2) norma bersifat resiprokal, artinya isi

    norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin

    keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar 

    norma ini yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak,

    akan diberi sanksi negatif yang sangat keras, dan (3) jaringan yang terbina lama

    dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata, akan memunculkan

    norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang

    keras juga.

    2.5.3 Jaringan sosial

    Manusia dalam kehidupannya tidak pernah dapat hidup sendiri,

    dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain

    dalam kehidupannya. Kebutuhan akan orang lain dalam kehidupan manusia

     bertujuan untuk terjalin interaksi antar individu dan atau kelompok guna

     pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Adanya interaksi antar individu dan atau

    kelompok akan membentuk kelompok-kelompok sosial, perwujudan kelompok 

    sosial ini tercipta melalui jaringan sosial. Dengan kata lain, adanya jaringan sosial

    akan menciptakan kelompok sosial.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    24/35

    30

    Jaringan sosial didefinisikan sebagai suatu set hubungan antar individu dan

    atau kelompok (Kadushin, 2004). Jaringan sosial juga dapat dilihat sebagai

    hubungan pribadi yang dikumpulkan ketika sesorang berinteraksi satu sama lain

    dalam keluarga, tempat kerja, lingkungan, asosiasi lokal dan berbagai tempat

     pertemuan informal dan formal (Foxton and Jones, 2011).

    Berdasarkan bentuk, jaringan sosial dapat terbentuk atas: (1) jaringan

    diantara individu (kawan akrab, hubungan romantis, dan sahabat), (2) jaringan

    hubungan formal dalam organisasi atau kelompok (kerjasama pembeli dan

    leveransir,dan kerjasama usaha), (3) jaringan hubungan informal dalam organisasi

    atau kelompok (hubungan pemimpin dan bawahan serta hubungan antar tenaga

    kerja), dan (4) jaringan hubungan yang melibatkan keanggotaan dalam suatu

    organisasi secara luas (perkumpulan, persatuan, asosiasi, keanggotaan komite,

     persekutuan) (Smith, “t.t”).

    Selanjutnya, Kadushin (2004) mengemukakan bahwa jaringan sosial dapat

    terbagi atas (1) ego-centric networks, yaitu jaringan sosial yang menghubungkan

    individu dengan individu, (2)  socio-centric networks, yaitu jaringan sosial yang

    menghubungkan individu dalam kelompok tertentu. Jaringan seperti ini biasanya

     bersifat tertutup bagi anggota-anggota kelompok tertentu saja, dan (3)   open-

     system networks, yaitu jaringan sosial yang tidak memiliki batasan dalam

    melakukan hubungan sosial dan biasanya tidak tertutup.

    Melalui jaringan sosial, individu akan mudah mendapatkan akses terhadap

    sumberdaya yang tersedia di lingkungannya untuk mencapai tujuan bersama.

    Oleh karenanya, terbentuknya jaringan sosial biasanya dikaitkan dengan

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    25/35

    31

     persamaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai anggota-anggotanya.

    Fachrina (2005) mengemukakan bahwa hubungan sosial dikatakan sebagai

     jaringan sosial apabila terdapat kepadatan, isi sesuai konteks, rentang, frekuensi,

    kekompakkan, dan adanya kepentingan hubungan.

    Jaringan sosial dapat diwujudkan dalam bentuk formal dan in formal.

    Jaringan informal terbentuk secara spontan, tidak diatur pertukaran informasi dan

    sumber daya di dalam masyarakat secara resmi, serta diupayakan adanya

    kerjasama, koordinasi, dan saling membantu untuk memaksimalkan pemanfaatan

    sumber daya yang tersedia. Jaringan informal dapat dihubungkan melalui

    horizontal dan vertikal hubungan dan dibentuk oleh berbagai faktor lingkungan,

    termasuk kekerabatan, komunitas di pasar, dan persahabatan (Allahdadi, 2011).

    Sedangkan jaringan formal biasanya diidentikkan dengan hubungan antar 

    organisasi yang memiliki struktur dan kewenangan dalam suatu organisasi.

    Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi modal sosial selain

    kepercayaan dan norma. Konsep jaringan sosial dalam modal sosial lebih

    menfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa hubungan antar 

    orang atau kelompok (Mudiarta, 2009). Selanjutnya dikemukakan bahwa pada

    dasarnya jaringan sosial terbentuk adanya rasa saling tahu, saling

    menginformasikan, saling mengingatkan dan saling membantu dalam

    melaksanakan dan mengatasi sesuatu.

    Komponen jaringan sosial sangat berkaitan dengan modal sosial, hal ini

    dapat diindikasikan bahwa modal sosial sebagai kombinasi dari ukuran jaringan,

    hubungan kekuatan, dan sumber daya yang dimiliki oleh orang-orang dalam

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    26/35

    32

     jaringan keterikatan orang-orang tersebut didasarkan atas norma-norma yang

    timbal balik dan rasa saling percaya (Mudiarta, 2009).

    Flassy dkk. (2009) menyatakan bahwa dimensi inti telaah modal sosial

    terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun

    suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama diwarnai oleh pola inter 

    relasi yang timbal balik dan saling menguntungkan serta dibangun diatas

    kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif 

    dan kuat. Oleh karenanya, jaringan sosial menjadi fasilitator dalam mendukung

    terjadinya interaksi yang kemudian akan menumbuhkan kepercayaan dan

    kerjasama yang kuat. Semakin kuat jaringan sosial yang terbentuk maka semakin

    kuat pula kerjasama dan kepercayaan yang ada di dalamnya, dan selanjutnya akan

    memperkuat modal sosial yang terbentuk.

    Jaringan sosial terbentuk karena kepercayaan tidak hanya orang-orang

    yang langsung dipercayainya, melainkan juga terhadap orang-orang yang

    dipercaya oleh orang yang dipercayainya. Jaringan sosial akan menfasilitasi

    tindakan kolektif yang saling menguntungkan (Suharjito dan Saputro, 2008).

    2.6 Pengetahuan

    Manusia dalam kehidupannya senantiasa beringinan untuk mau

    mengetahui segala sesuatu yang berada sekitar lingkungannya, sehingga

    menimbulkan hasrat keinginan untuk mencari tahu. Proses mencari tahu inilah

    yang menciptakan pengetahuan bagi manusia. Pengetahuan dapat didefinisikan

    sebagai hasil dari proses usaha manusia untuk tahu, atau isi pikiran manusia dari

     proses menjadi tahu. Pengetahuan tercipta setelah seseorang melakukan

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    27/35

    33

     pengindraan terhadap suatu obyek tertentu dengan cara penglihatan, pendengaran,

     penciuman, rasa maupun meraba. Melalui proses pengindraan, akan timbul

     proses pengamatan bahkan evaluasi yang menggerakkan kerja otak untuk 

    menterjemahkan obyek pengamatan tersebut. Atas dasar hasil kerja otak, maka

    keinginan manusia untuk dapat mengetahui obyek pengamatan akan terwujud

    sebagai hasil pengetahuan. Oleh karenanya, konsep pengetahuan sangat berkaitan

    dengan kerja otak/kognitif dan penginderaan. Sebagian besar pengetahuan

    manusia tercipta melalui pendengaran dan penglihatan, yang menangkap obyek 

     pengamatan dan diteruskan pada kerja otak.

    Apabila ditelaah tentang kemampuan manusia untuk senantiasa mencari

    tahu sehingga mendapatkan pengetahuan, maka unsur pengetahuan terdiri atas

    subyek yang mengetahui, obyek yang diketahui, dan kegiatan pengetahuan itu

    sendiri. Subyek yang mengetahui adalah manusia yang memiliki kemampuan

    rasio untuk dapat menangkap obyek. Obyek yang diketahui merupakan segala

    sesuatu yang dapat diamati dan ditanggap oleh indera sebagai stimulus yang hadir.

    Sedangkan kegiatan pengetahuan merupakan proses psikologis yang melibatkan

    subyek dan obyek untuk menghasilkan pengetahuan.

    Krathwohl (2002) mengemukakan bahwa berdasarkan taxonomy bloom,

    dimensi pengetahuan terbagi atas, (1) pengetahuan faktual, yaitu elemen dasar 

    yang harus diketahui. Pengetahuan ini terdiri dari pengetahuan tentang

    terminalogi dan pengetahuan bagian detail dan unsur-unsur, (2) pengetahuan

    konseptual, yaitu keterkaitan elemen-elemen dasar dalam struktur yang lebih

     besar. Pengetahuan ini terdiri dari pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori,

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    28/35

    34

     prinsip dan generalisasi, serta teori, model dan struktur, (3) pengetahuan

     prosedural , yaitu bagaimana melakukan sesuatu dengan metode penyelidikan dan

    kriteria algoritma. Pengetahuan ini terdiri dari pengetahuan tentang ketrampilan

    khusus yang menggunakan alogoritma, tehnik dan metode, serta penggunaan

    suatu prosedur, dan (4) pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan secara

    lengkap. Pengetahuan ini terdiri dari pengetahuan strategi, operasi kognitif, serta

    diri sendiri. Keempat dimensi pengetahuan tersebut dapat menggambarkan

    tingkatan pengetahuan yang dimiliki seseorang, hal mana pengetahuan faktual

    merupakan dimensi terendah.

    Pengetahuan terdiri atas (1) mengingat, yaitu mengenali dan mengingat

    sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya, (2) memahami, yaitu dapat

    menjelaskan secara benar obyek yang dipelajari dan dapat

    menginterpretasikannya, (3) mengaplikasikan, yaitu menggunakan materi yang

    telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya, (4) menganalisis, yaitu

    menguraikan materi ke dalam komponen-komponen, dan menemukan makna

    tentang materi/obyek tersebut, (5) evaluasi yaitu memberikan penilaian dan

    kritikan atas obyek, dan (6) membuat, yaitu merumuskan, merencanakan atau

    merancang sesuatu hal tentang obyek yang diamati (Krathwohl, 2002). Tingkatan

    dimensi proses kognitif menggambarkan proses pengetahuan yang dimiliki

    seseorang, dimulai dari tahapan pengetahuan yang sangat sederhana yaitu

    mengingat dan selanjutnya mengarah pada tingkatan pengetahuan yang lebih

    tinggi yaitu membuat atau merancang sesuatu obyek untuk dipergunakan dalam

    memecahkan suatu permasalahan.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    29/35

    35

    2.7 Sikap

    Thurstone (1932) mengemukakan bahwa sikap dapat dipandang sebagai

    sesuatu hal yang berkaitan dengan obyek psykologis. Selanjutnya, dikemukakan

     bahwa sikap menggambarkan potensi tindakan seseorang yang mengarah pada

    obyek psikologis dengan hanya mengarahkan pertanyaan apakah potensi tindakan

    menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap obyek tersebut. Hal ini berarti,

     penekanan sikap pada bentuk atau reaksi perasaan yang diberikan individu

    terhadap obyek psikologis yaitu mendukung/positif atau tidak mendukung/negatif.

    Respon positif ditunjukkan seseorang, apabila ia mendapatkan respon menyukai

    atau menyenangkan dari obyek psikologis dan sebaliknya. Kondisi tersebut

    menyiratkan bahwa Thurstone (1932) melihat sikap hanya pada tingkatan afektif 

    saja, dan belum mengkaitkan sikap dengan perilaku. Obyek psikologis dapat

     berupa symbol, slogan, kelembagaan, orang, ide, frase dimana melalui interaksi

    dengan obyek psikologis tersebut, maka seseorang akan memberikan respon

     perasaaan positif atau negatif.

    Selanjutnya, Allport (1935) mengemukakan bahwa sikap merupakan

    kondisi mental dan kesiapan mental yang diperoleh dari pengalaman pribadi yang

    mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap

    semua obyek dan situasi yang terkait. Pendapat Allport (1935) menekankan

     bahwa, sikap merupakan proses psykologis (mental) yang dialami seseorang dan

    kesiapan mental untuk memberikan respon perilaku berupa tindakan terhadap

    obyek. Hal lainpun, sikap merupakan disposisi untuk bertindak yang dibangun

    oleh adanya integrasi berbagai tanggapan yang dimulai oleh kerja “jendela set

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    30/35

    36

    saraf” yang diaktifkan akibat stimulus tertentu yang hadir dalam lingkungan.

    Pada kondisi ini, sikap menggambarkan pola pikir atau kecenderungan untuk 

     bertindak dengan cara tertentu berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Oleh

    karenanya, Allport (1935) mendefinisikan sikap sebagai kesiapan untuk 

    memberikan respon, atau dengan kata lain sikap baru jadi persiapan dan bukan

    sebagai perilaku/tindakan tetapi prasyarat perilaku/tindakan. Pernyataan ini

    mengisyaratkan bahwa, sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan

    antisipasif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial dimana

    stimuli sosial yang berada di lingkungan telah terkondisikan.

    Sikap akan mempengaruhi cara orang memandang dan bertindak terhadap

    orang, benda ataupun peristiwa yang berada di sekitar lingkungannya. Hal ini

     berarti bahwa, sikap sebagai reaksi evaluatif yang diberikan seseorang terhadap

    lingkungannya. Katz (1960) mengemukakan bahwa sikap merupakan

    kecenderungan dari individu untuk mengevaluasi suatu obyek. Melalui

     pengamatan tentang suatu obyek, manusia memberikan penilaian dan tanggapan

    dan selanjutnya berperilaku terhadap obyek pengamatan tersebut. Byrka (2009)

    menyatakan bahwa sikap merupakan perwujudan hasil evaluasi terhadap obyek 

     pengamatan yang dilalui melalui proses kognitif, afektif, dan perilaku. Sikap

    sebagai hasil evaluasi digambarkan pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3

    Sikap Sebagai Hasil Evaluasi (Byrka, 2009)

    Stimulus   Sikap

    Respon kognitif 

    Respon afektif 

    Respon perilaku

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    31/35

    37

    Proses sikap dimulai dengan adanya stimulus yang dihadirkan dari obyek,

    kemudian seseorang mengalami proses psykis, dan dilanjutkan dengan pemberian

    respon atas obyek tersebut. Wujud respon terdiri atas respon kognitif, respon

    afektif, dan respon perilaku. Respon kognitif merupakan keyakinan yang dimiliki

    individu terhadap obyek yang telah dipikirkan melalui proses pemikiran (otak).

    Pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk respon berupa pernyataan pendapat.

    Oleh karenanya, respon kognitif biasanya mengarah pada pemikiran, pandangan,

    keyakinan dan ide terhadap obyek sikap. Respon kognitif berorientasikan pada

     pemikiran, rationatik, logik, dan kepercayaan evaluasi terhadap suatu obyek 

    (Maio and Haddock, 2010). Fazio and Olson (2003) menyatakan bahwa, respon

    kognitif merupakan nilai harapan yang hadir dari atribut obyek pengamatan. Hal

    mana nilai harapan yang dimaksudkan adalah perkiraan dari peluang

    kemungkinan yang diberikan oleh atribut obyek pengamatan yang dapat

    ditangkap oleh seseorang.

    Respon afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek yang

    dimanifestasikan dalam bentuk perasaan atau emosional. Fasio and Olson (2003)

    mengemukakan bahwa, respon afektif timbul karena adanya reaksi emosional

    seseorang terhadap obyek pengamatan. Perasaan emosional dinyatakan dalam

     perasaan senang/suka ataupun tidak senang/tidak suka, hal mana perasaan

    emosional biasanya merupakan aspek sikap yang berakar paling dalam dan

     bertahan lama pada diri seseorang. Sebagai akibatnya terkadang respon afektif 

    sangat sulit untuk dirubah dibandingkan respon kognitif.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    32/35

    38

    Respon perilaku merupakan wujud perilaku berupa kecenderungan

    tindakan dari seseorang terhadap obyek. Respon perilaku terkadang dipandang

    sebagai akumulasi dari respon kognitif setelah melalui pemikiran dan respon

    afektif yang mempertimbangkan emosional seseorang. Kondisi tersebut

    menunjukkan bahwa respon perilaku dipandang sebagai keputusan akhir yang

    diambil seseorang secara utuh dalam menanggapi stimulus yang diberikan obyek 

     pengamatan. Selanjutnya, respon perilaku juga menunjukkan intensitas sikap,

    yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap

    obyek sikap. Ketiga komponen respon sikap tersebut, menunjukkan bahwa sikap

    akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang.

    Hal yang sama dikemukakan oleh Pickens (2005) yang mengemukakan

    tentang tiga komponen model sikap yaitu perasaan, pikiran, dan tindakan.

    Selengkapnya disajikan pada Gambar 2.4.

    Gambar 2.4

    Tiga Komponen Model dari Sikap (Pickens, 2005)

    Komponen perasaan menyangkut reaksi emosional terhadap obyek yaitu

    senang/menyukai atau tidak senang/tidak menyukai; komponen pikiran

    menyangkut keyakinan atau pemikiran terhadap obyek yaitu setuju/tidak setuju;

    dan komponen tindakan menyangkut kecenderungan perilaku untuk melakukan

    tindakan/tidak melakukan yang diterima terhadap obyek. Tiga komponen sikap

    PIKIRAN TINDAKAN

    PERASAAN

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    33/35

    39

    yaitu kognitif, afektif, dan predisposisi tindakan/konatif saling berinteraksi dalam

    memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap obyek. Di samping itu, tiga

    komponen sikap harusnya selaras dan konsisten untuk membentuk pola arah sikap

    yang seragam menuju wujud perilaku tindakan nyata. Apabila salah satu dari

    komponen sikap tidak konsisten satu sama lain, maka akan terjadi

    ketidakselarasan dalam mekanisme pengambilan keputusan sikap.

    Ketiga komponen sikap menurut Olson and Maio (2003) mencirikan sifat

    subyektif sikap. Sikap subyektif dimaksudkan bahwa sesuatu obyek pengamatan

     belum tentu kebenarannya dan akan ditunjukkan oleh keputusan akhir yang

    diambil yaitu dalam bentuk tindakan. Selanjutnya, Ramdhani (2008)

    mengemukakan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak 

    melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal

     psikologis yang murni dari individu, tetapi sikap lebih merupakan proses

    kesadaran yang sifatnya individual. Hal ini berarti, proses sikap terjadi secara

    subyektif dan unik pada diri setiap individu. Adanya sikap subyektif dari setiap

    individu dikarenakan setiap individu memiliki norma dan nilai yang melekat pada

    individu. Berkaitan dengan subyektifnya sikap, Maio and Haddock (2010)

    memberikan penegasan bahwa dua hal penting daripada sikap yaitu (1) berbeda

    dalam arah sikap yaitu arah positif/negatif/netral dan (2) berbeda dalam kekuatan

    sikap yaitu sangat menyenangkan/kurang menyenangkan/tidak menyenangkan.

    Hal ini menunjukkan bahwa sikap sangatlah subyektif dan sangat bergantung dari

     pengambilan keputusan masing-masing individu.

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    34/35

    40

    Trivedi (2012) memberikan beberapa batasan tentang karakteristik sikap

    yaitu (1)   Favourableness adalah sejauh mana seseorang memberikan respon

    terhadap objek yaitu menyenangkan atau tidak, (2) Intensitas yaitu mengacu pada

    intensitas kekuatan perasaan seseorang setelah mengamati obyek, (3) Relevansi

     berarti seberapa bebas atau spontan individu mengungkapkan sikapnya. Ini

    adalah kesiapan atau ketepatan dengan mana individu memberikan pelampisan

     perasaannya, (4) Sikap tidak diwarisi oleh individu tetapi diperoleh selama proses

    interaksi dengan obyek, (5) Sikap menjadi stabil selama jangka waktu tertentu,

    namun juga dapat permanen dan menentukan perilaku masa depan dari seseorang,

    (6) Sikap tidak terbentuk dalam ruang hampa yaitu sikap terbentuk dalam

    hubungan dengan beberapa objek, orang atau situasi, (7) Wujud sikap terdiri atas

    afektif mengacu pada perasaan, kognitif untuk pengetahuan dan perilaku untuk 

     bertindak, dan (8) Sikap seseorang tidak dapat diketahui secara langsung tetapi

    dapat disimpulkan dari tindakan individu, perilaku atau kata-kata/penyataan

     pendapat.

    Olson and Maio (2003) mengemukakan fungsi sikap, yaitu (1) penilaian

    terhadap obyek pengamatan. Fungsi sikap ini mengacu pada kemampuan sikap

    untuk meringkas atribut-atribut baik positif maupun negatif dari obyek 

     pengamatan yang ditemui pada lingkungan, (2) penyesuaian sosial. Fungsi

     penyesuaian sosial diberikan oleh sikap yang membantu seseorang untuk 

    mengidentifikasi orang lain dalam sistim sosial, dan (3) eksternalisasi. Fungsi

    eksternalisasi ditunjukkan oleh sikap membela diri terhadap sistim internal.

    Sebaliknya, Maio and Haddock (2010) mengemukakan fungsi sikap, antara lain:

  • 8/18/2019 1090471022-2-BAB II.pdf

    35/35