1.1. tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Hukum Perlindungan Konsumen
Salah satu tujuan pembangunan nasional Negara Indonesia adalah untuk menngkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia, baik materiil ataupun spiritual, yaitu dengan tersediannya
kebutuhan pokok, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kesejahteraan serta kecerdasan
bangsa merupakan wujud dari pembangunan yang diwujudkan oleh Pancasila. Dalam
perwujudan tersebut maka perlu penyediaan terhadap barang dan jasa dengan kualitas yang
baik. Hal tersbut akan memperjelas bahwa tiap-tiap warga negara mendapatkan hidup yang
layak bagi kemanusiaan tanpa deskriminasi. Pertumbuhan serta perkembangan industri dan
teknologi barang dan jasa menimbulkan dampak positif, antara lain, dapat disebutkan
tersediannya kebutuhan dalam jumlah yang mencukupi, mutu yang lebih baik, dan adanya
alternatif pilihan bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhannya, namun di lain sisi hal
tersebut pula menimbulkan dampak negatif, yaitu dampak penggunaan yang salah serta di
pengaruhi oleh prilaku bisnis yang timbul karena semakin ketatnya persaingan yang
mempengaruhi masyarakat selaku konsumen. Berkaitan mengenai hal-hal di atas maka
konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya karena
praktik bisnis curang antar pelaku usaha. Maka dari itu sangat pentinglah suatu peraturan
perlindungan konsumen, dimana dalam pemahaman bahwa semua masyarakat adalah
konsumen, maka melindungi konsumen berarti pula melindungi seluruh lapisan masyarakat.
Perlindungan konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan adanya
hukum yang memberikan perlindungan kepada konsumen dari kerugian atas penggunaan
produk barang dan jasa. Menurut peraturan perundang-undangan, Perlindungan Konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.1 Rumusan dalam pengertian Perlindungan konsumen pada Undang-
undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen diatas tersebut cukup memadai,
yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, Diharapkan
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan para
Konsumen atau pengguna jasa hanya demi kepentingan pelaku usaha.
Pemakaian barang dan atau jasa mempunyai implikasi yang sangat luas bagi kehidupan,
karenanya bentuk perlindungan yang diberikan harus meliputi segala sesuatu yang
memungkinkan konsumen tidak ada mengalami kerugian sedikitpun. Dalam pengertian
kerugian tersebut bukan hanya dilihat dari aspek jasmaniah semata, melainkan juga meliputi
aspek ruhaniyah, diantaranya, yaitu :
i. Perlindungan konsumen terhadap kemungkinan diserahkan barang dan atau jasa yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah sehingga haram hukumnya, kenyataan
bahwa tidak semua barang atau jasa dapat dikategorikan sebagai produk yang halal.
Karena itu, untuk mengarahkan konsumen kepada produk yang halal dan mencegah
pemakaian suatu produk yang haram, di perlukan adanya perlindungan hukum.
ii. Perlindungan konsumen terhadap kemungkinan di serahkan barang dan atau jasa
melalui proses yang tidak sesuai dengan perjanjian. Kenyataan bahwa untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat, produsen sering menetapkan syarat-syarat
perjanjian secara sepihak hingga tanpa memberikan kesempatan bagi konsumen untuk
menentukan pilihan. Dalam hal ini, konsumen hanya diberikan kesempatan untuk
menyepakati kontrak atau tidak sama sekali.2
Pada poin pertama mengartikan tujuan perlindungan cenderung pada persoalan halal
dan haram yang melekat pada barang dan atau jasa yang merupakan tanggung jawab
1 Pasal 1 angka (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2 Burhanuddin S., SH., M.Hum, Pemikiran hukum perlindungan konsumen dan sertifikasi halal,
(Malang: UIN-Maliki Press,2011) h.3
produsen, dan pada poin ke dua, mengartikan dengan menekankan pada bentuk perlindungan
konsumen dilihat dari aspek cara mendapatkan barang dan atau jasa yang tidak bertentangan
dengan prinsip perjanjian. Poin-poin tersebut berkaitan dengan tingkah prilaku atau norma
dan etika dalam kemajemukan masyarakat Indonesia dengan mengamalkan norma-norma
agama, etika, serta kaidah dalam kehidupan bernegara.
Kualifikasi peristiwa yang menimbulkan kerugian pada konsumen yang timbul karena
memakai atau mengonsumsi suatu produk, yang awal mula harus diketahui ialah apakah
kualifikasi hukum dari peristiwa yang menimbulkan kerugian itu, adakah hubungan
kontraktual atau tidak ada hubungan hukum di antara pihak. Dalam kualifikasi ini dapat di
saring, mana perbuatan yang merugikan akibat dari perbuatan wanprestasi, atau perbuatan
melawan hukum. Unsur mana yang terpenuhi dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian.
Dalam hal terjadinya perbuatan Wanprestasi, harus menelaah adakah hubungan kontraktual
antara kedua pihak, apakah memenuhi syarat-syarat dalam unsur wanprestasi. namun dalam
kenyataan terkadang tidak mudah dilakukan, kalau ternyata ada hubungan kontraktual baik
dalam bentuk sederhana sekalipun antara pelaku usaha dan konsumen, maka langkah
berikutnya mencari atau mengumpulkan fakta-fakta sekitar terjadinya peristiwa yang
menimbulkan kerugian lalu mengkontruksikannya menjadi hubungan perjanjian/kontrak.
seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320. Unsur kedua
yaitu Perbuatan Melawan Hukum, Dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen,
khususnya menentukan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang menderita
kerugian dari produk barang/jasa, maka fakta-fakta sekitar peristiwa yang menimbulkan
kerugian itu terlebih dahulu di kualifisir menjadi suatu perbuatan melawan hukum. Artinya,
harus dapat di tunjukan bahwa perbuatan pelaku usaha adalah perbuatan melanggar hukum,
baik itu berupa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, atau pelaku usaha telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, melanggar kesusilaan,
ataupun telah melakukan sesuatu yang bertentang dengan kepatutan dalam pergaulan hidup
bermasyarakat dalam menjalankan usahanya. Artinya harus di perhatikan fakta-fakta dan
kemudian di terjemahkan kedalam unsur-unsur tadi. Dengan hal lain, untuk dapat
mengkualifisir apakah telah terjadi pelanggaran yaitu dengan merumuskan kedalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
Apakah dalam peristiwa itu ada pelanggaran terhadap hak konsumen ?
Apakah dalam peristiwa itu pelaku usaha telah bertindak bertentangan dengan
kewajibannya menurut undang-undang ?
Apakah pelaku usaha telah melakukan pelanggaran terhadap norma-norma kesusilaan ?
Apakah pelaku usaha telah melakukan perbuatan yang lalai mengambil langkah-langkah
dalam menjaga keselamatan konsumen.
2.1.2. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Berkaitan dengan pelanggaran yang menyababkan kerugian di atas, ada sejumlah asas
yang terkandung dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Seperti
definisi perlindungan konsumen sebelumnya telah dijelaskan, perlindungan tersebut
dimaksud diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak terkait, masyarakat, pelaku
usaha, serta peran pemerintah berdasarkan lima asas, dimana tertuang di dalam Undang-
undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut
UUPK yaitu :3
i.Asas manfaat
ii.Asas keadilan
iii.Asas keseimbangan
iv.Asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta
v.Asas kepastian hukum.
3 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 2
Dalam pengertian dan atau tujuan dari asas tersebut Janos Sidabalok mengatakan: Asas
Manfaat mengamanatkan segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada gilirannya
dapat bermanfaat bagi kehidupan berbangsa. Asas Keadilan, asas ini menghendaki
pengaturan dan penegakan perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha dapat
berlaku adil dalam perolehan hak dan penunaian secara seimbang. Asas Kesimbangan
dimaksud untuk memberi keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan
pemerintah dalam arti materiil dan pula spiritual.4 Asas keamana dan keselamatan konsumen
dimaksud untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaiaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
di gunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan
mendapatkan manfaat dari produk itu dan tidak akan mengancam ketentraman dan
keselamatan jiwa dan harta bendanya. Asas Kepastian Hukum Dimaksudkan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, dan negara menjamin kepastian hukum, artinya
asas ini mengaharapkan aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung didalam
undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing
pihak memperoleh keadilan.5
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui asas yang tertuang di dalam peraturan ini
ialah, Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri, mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
4 Asas keseimbangan ini juga dianut oleh undang-undang no.5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana terdapat pada pasal 2.
5 Janos Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
2014, h. 26-27
dalam pentingnya perlindungan terhadap konsumennya sehingga tumbuh sikap yang jujur
dan bertanggung jawab dalam berusaha, Meningkatkan kualitas usaha yang menjamin
kelangsungan usaha tersebut terhadap barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan dan keselamatan konsumen.
Berangkat dari pemahaman tersebut, penulis menjadikandikan sebagai pemahaman
dasar untuk menggagas lebih dalam apa tujuan dari suatu aturan perlindungan konsumen itu,
dan bagaimana polemik yang terjadi di kehidupan bermasyarakat, Dalam penulisan sekripsi
ini, penulis mengangkat mengenai perlindungan konsumen terhadap tanggung jawab pelaku
usaha, dan peran serta pemerintah daerah Salatiga dalam praktek penyelenggaraan jasa
hiburan Karaoke Keluarga yang berasaskan keamanan dan keselamatan konsumen. Penting
sekali bila kita perhatikan dalam lingkungan daerah kota Salatiga ini dimana banyak nya
berdiri tempat hiburan karaoke keluarga. Namun kesadaran pemerintah serta lalai nya
perhatian dari pelaku usaha mengenai tempat hiburan yang mereka dirikan sangat tidak sesuai
dengan asas keamanan dan keselamatan tersebut. Terciptanya produk jasa hiburan ini apakah
sengaja menjadi obyek yang berbeda dengan tempat hiburan malam lainnya yang ada di
Salatiga, namun kegiatan usaha ini justru berjalan sama dengan tempat hiburan malam yang
tidak sesuai dengan norma serta etika masyarakat sekitar, dimana telah di uaraikan diatas
hukum perlindungan konsumen tercipta untuk melindungi seluruh lapisan masyarakat dimana
masyarakat tersebut tidak lain adalah konsumen yang dilindungi oleh hukum tersebut.
2.1.3. Perlindungan Konsumen Jasa Hiburan Karaoke Keluarga
Dalam penjelasan Hukum perlindungan konsumen sebelumnya, disebutkan bahwa
Konsumen di lindungi dalam Pembelian, penggunaan, Pemakaian, dan atau pemanfaatan
suatu produk barang dan atau jasa. Dalam Pasal angka 4 dan angka 5 UUPK di jelaskan
mengenai Barang atau jasa, Barang merupakan setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen. Jasa Merupakan setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.6 Jelas bahwa obyek yang di
lindungi oleh hukum perlindungan konsumen disini berupa barang dan jasa sesuai dengan
definisi yang telah dijelaskan dalam UUPK tersebut.
Definisi dari Jasa hiburan karaoke keluarga memiliki pengertian yang sangat luas,
namun secara umum Jasa Hiburan karaoke keluarga sama saja seperti tempat hiburan karaoke
yang berkembang sekarang ini. Menurut Nugrahani dalam bukunya, Hiburan adalah segala
sesuatu baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku yang dapat menjadi penghibur
atau pelipur hati yang susah atau sedih7. Pada umumnya hiburan dapat berupa musik, film,
opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan
sebagai upaya hiburan dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya, Selain itu
terdapat tempat-tempat hiburan atau klab malam sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah,
umumnya berupa hotel serta sarana hiburan seperti musik, karaoke, opera. Karaoke sendiri
merupakan suatu wadah pelayanan jasa hiburan yang menyediakan tempat dan fasilitas
menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu, Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008: 507) Karaoke adalah salah satu jenis hiburan dengan menyanyikan lagu-
lagu populer dengan iringan musik yang telah direkam terlebih dahulu. Jadi Karaoke
merupakan suatu tempat hiburan, yang terdapat disuatu wilayah dengan fungsi sebagai media
hiburan bernyanyi, di iringi dengan musik yang sebelumnya telah direkam terlebih dahulu.
Hiburan Karaoke Keluarga masuk dalam kategori suatu jasa karena menyediakan
suatu tempat hiburan bagi keluarga dan pelayanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi
6 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 4 dan angka 5.
7 Nugrahani, 2003. Budaya Lokal. Jakarta. Bina Aksara. Hlm.12
yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh calon pengguna jasa layanan
tersebut. Maka dari itu setiap konsumen yang akan menggunakan, memakai, dan atau
memanfaatkan layanan jasa tersebut dilindungi oleh hukum, memiliki hak-hak serta
kewajiban yang telah di tentukan oleh UUPK, dan peraturan yang terkait lainnya. Munculnya
media hiburan dengan penggunaan kata Family atau berikut disebut keluarga sangat lah jelas
mendefinisikan suatu wadah praktek hiburan yang sehat. Maka dari ini, penulis mendasari
penulisan skripsi, apakah media huburan ini beroprasi dengan berdasar peraturan yang ada,
atau hanya menjadi kedok bisnis agar tidak disamakan dengan karaoke lain, padahal dalam
prakteknya sama. Untuk itu kita perlu meluruskan suatu penyimpangan yang bertumbuh di
tengah-tengah masyarakat dengan melirik aturan-aturan perlindungan konsumen yang ada.
Perlindungan Konsumen jasa karaoke keluarga yang dimakasud ialah, perlindungan
terhadap Hak-hak para konsumen tempat hiburan karaoke keluarga, perlindungan mengenai
pemakaian, pemanfaatan, atau penggunaan jasa. Perlindungan dalam artian pelaku usaha
yang menyediakan tempat atau sarana hiburan karaoke keluarga harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, menyangkut keamanan, keselamatan, kenyamanan, serta
kesehatan dalam beroperasi tempat hiburan tersebut. Dalam menggunakan atau memakai
suatu jasa, seorang konsumen pasti memeriksa adanya suatu kekurangan dan atau kelebihan
dari jasa tersebut. Konsumen tidak menginginkan jasa yang tidak memenuhi standar mutu.
Apa yang menentukan konsumen akan puas, atau tidak puas terhadap suatu pemakaian jasa.
Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu jasa dengan
mutu, kenyamanan, dan keamanan yang dirasakan oleh para konsumen itu sendiri. Untuk
melindungi Hak-hak Para konsumen dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh para
pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya berdasar pada peraturan perundang-
undangan. Pemberlakuan suatu peraturan perundang-undanganan, pada dasarnya dimaksud
untuk mengubah atau mengarahkan perilaku dan atau situasi tertentu, dari semula yang
dinilai tidak baik di pandang sebagai masalah menuju situasi yang ideal. Dengan kata lain,
menyelesaikan berbagai masalah yang ada, dengan melakukan perubahan-perubahan baik
terhadap perilaku maupun situasi tertentu, itulah yang pada dasarnya dijadikan sebagai
landasan mengapa suatu peraturan perundang-undangan diberlakukan.
Perlindungan yang berusaha penulis terangkan dan teliti ialah mengenai perlindungan
konsumen dalam konteks terhadap keamanan, keselamatan, serta mutu yang sesuai dengan
aturan perundang-undangan dan aturan-aturan yang terkait, apakah pelaku usaha telah
menjamin terpenuhinya asas keselamatan, dan keamanan yang telah tertuang dalam undang-
undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 4 point a mengenai Hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Hak
tersebut mencakup seperti yang dirumuskan oleh mantan Presiden Amerika Serikat JohnF.
Kennedy dalam pidatonya dihadapan kongres Amerika Serikat pada tahun 1962 yang
menggagas tentang perlunya perlindungan konsumen, dan menyebutkan salah satu dari empat
hak konsumen yang perlu mendapatkan perlindungan secara hukum, yaitu Hak Memperoleh
Keamanan (The Right To safety).8
2.1.4. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Hiburan Karaoke Keluarga.
Rumusan UUPK tentang pelaku usaha pada pasal 1 angka 3 disebutkan, Pelaku usaha
ialah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang di dirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di wilayah
Hukum Republik Indonesia, Baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Definisi diatas cukup
jelas penjelasan mengenai pelaku usaha tersebut agar mudah menjaring kesalahan dan
kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
konsumen yang menggunakan, memanfaatkan atau memakai barang dan/atau jasa, dan sesuai
8 Darus, M.1980. Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar). Symposium
Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen. BPHN.16 Oktober 1980.Binacipta. Jakarta.
tujuan yang dituju oleh UUPK dimana untuk meningkatkan mutu, dan daya saing pelaku
usaha secara lebih kompotitif dapat diwujudkan.
Dalam UUPK tidak semata-mata perlindungan hanya di khususkan pada konsumen
saja, namun peraturan menyangkut perlindungan terhadap pelaku usaha pula. Peraturan ini
memberi suatu kepastian hukum kepada konsumen serta pelaku usaha. Dimana telah di
jelaskan sebelum terhadap konsumen, begitupun Pelaku usaha yang memiliki Hak dan
Kewajiban, yang diatur dalam UUPK yakni terdiri dari :
Hak Pelaku Usaha
o Hak Untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
o Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
o Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
o Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
o Dan Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan lainnya.
Kewajiban Pelaku usaha :
o Beritikad baik melakukan kegiatan usahanya.
o Menberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
o Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
o Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang da/atau jasa yang berlaku.
o Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian barang/jasa yang diterima atau
dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.
Dari ketentuan yang di atur mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha ini
berketentuan yang saling berkaitan dimana kewajiban yang harus di lakukan oleh pelaku
usaha di imbangi dengan hak-hak yang harus di lindungi pula. Dengan itu jika terjadi
kesalahan, kelalaian yang merugikan pihak konsumen dapat dengan mudah untuk
mendiagnosa apakah ada kelalaian atau kesalahan dari pelaku usaha yang melanggar
peraturan.
Mendasar dari itu penulis berusaha melakukan penelitian terhadap tempat hiburan
karaoke keluarga yang memiliki tingkat perlindungan yang kurang memadai, atau tidak
mendasar pada peraturan perundang-undangan. Hal tersebut menyangkut keamanan,
keselamatan serta mutu yang di tawarkan oleh pelaku usaha yang menimbulkan kerugian dari
pihak konsumen. Dimana ada kelalaian dari pelaku usaha terhadap beroprasinya tempat
hiburan jasa karaoke keluarga di Salatiga, menyangkut pelanggaran hak dan kewajiban dalam
UUPK. Pelanggaran yang dimaksud yaitu pelaku usaha yang menentang asas keamanan, dan
keselamatan terhadap konsumen. Pelanggaran tersebut harus dipertanggung jawabkan oleh
pelaku usaha, baik secara perdata, pidana dan atau administratif. Dimana adanya indikasi
kerugian konsumen dalam memanfaatkan produk tersebut dan menimbulkan kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian.9
Dalam bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap terjadinya kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian dapat secara perdata, pidana dan atau administratif. Persoalan
9 Pasal 19 Undang-undang no 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
pertanggung jawaban merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan
konsumen. Sangat diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus
bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak
terkait. Perlu diketahui pada lapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-
pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh pelanggar hak konsumen, seperti
penjelasan Kelik Wardiono S.H, M.H. dalam bukunya tentang Hukum perlindungan
konsumen, secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault), Prinsip tanggung
jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah prinsip yang cukup
umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPdt, Pasal 1365, 1366,
1367 prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat
dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukannya, Pasal 1365 KUHPdt yang dikenal sebagai pasal tentang Perbuatan
Melawan Hukum mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu :
o adanya perbuatan.
o adanya unsur kesalahan.
o adanya kerugian yang diderita.
o adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
b) Pertanggung jawaban berdasarkan praduga selalu bertanggung jawab (presumption of
liability), Prinsip praduga selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan ia
tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Tampak beban pembuktian
terbalik (omkering van bewijslas) diterima dalam prinsip tersebut. UUPerlindungan
Konsumen mengadopsi pembuktian terbalik ini ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23
UUPK. Dasar pemikiran dari teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang
dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini
tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tak bersalah yang lazim dikenal dalam
hukum pidana. Namun jika diterapkan dalam kasus perlindungan konsumen akan
tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini maka yang berkewajiban
untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang digugat.
c) Pertanggung jawaban berdasarkan Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab
(Presumption of non-liability), Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab ini
kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, namun, hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian dapat
di benarkan. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.
Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan yang biasanya dibawa dan
diawasi si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal
ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggungjawabannya.
d) Pertanggung jawaban berdasarkan Tanggung Jawab Mutlak (strict liability), tanggung jawab
yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,
misalnya keadaan force majeure atau keadaan memaksa.
e) Pertanggung jawaban berdasarkan Pembatasan Tanggung Jawab (limitation of liability),
Tanggung jawab dengan pembatasan ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk
dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Namun,
Dalam UUPK yang baru seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan
klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika
ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.10
10 Kelik Wardiono S.H, M.H., Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta : Ombak Dua, 2014, hl. 77
Penjelasan mengenai prinsip Tanggung Jawab tersebut menjadi bahan dalam
menganalisa pertanggung jawaban pihak mana yang harus bertanggung jawab dalam
kerugian yang diderita oleh Konsumen. Hal ini seharusnya di perhatikan oleh para pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usaha nya, kewajiban pelaku usaha sangatlah
berpangaruh bagi perlindungan konsumen itu sendiri.
2.1.5. Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah alat untuk mencapai tujuan publik, bukan tujuan orang
perorangan atau golongan dan kelompok. Meskipun sebagai alat (tool) keberadaan kebijakan
publik sangat penting dan sekaligus krusial. Penting karena keberadaannya sangat
menentukan tercapainya sebuah tujuan, meskipun masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan
lain yang harus dipenuhi sebelum sampai pada tujuan yang di kehendaki. Krusial karena
sebuah kebijakan yang di atas kertas telah dibuat melalui proses yang baik dan isinya juga
berkualitas, namun tidak otomatis bisa dilaksanakan kemudian menghasilkan suatu
keselarasan dengan apa yang dinginkan oleh pembuatnya. Juga krusial karena sebuah
kebijakan dapat dan seringkali diperlakukan seolah lebih penting atau sejajar dengan tujuan
yang hendak di capai, padahal ia hanyalah sekedar alat, namun sebagai alat yang sangat
penting.
Tidak jarang bagi sebagian orang atau kelompok tertentu, kebijakan ditempatkan
sedemikian penting, sehingga melupakan esensi dasarnya. Tarik menarik dalam perjuangan
menyusun dan menetapkan kebijakan seolah lebih penting dari upaya lain yaitu bagaimana
mencari cara yang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Memang perlakuan yang
demikian dapat dimengerti karena tanpa kebijakan publik yang tepat, maka tujuan yang
dikehendaki sulit dicapai. Namun sekali lagi harus proporsional karena sejatinya ia adalah
sebuah alat, meskipun bukan alat yang biasa dalam mencapai sebuah tujuan organisasi.
Tentu tidak semua kebijakan publik memiliki nilai atau bobot yang sama jika dilihat
dari sudut tingkat pentingnya. Ada kebijakan yang sangat penting dan mendesak, namun
tidak sedikit yang tergolong bukan skala prioritas, meskipun semua kebijakan publik
memiliki nilai strategis atau sama sama penting. Semua itu tergantung dari isi dan tujuan
yang hendak dicapai. Dan lagi-lagi persoalan tujuan menjadi sesuatu yang penting dan
menjadi tolok ukur nilai startegis kebijakan. Bisa saja kebijakan yang sama memiliki makna
strategis yang berbeda di daerah atau tempat lain. Logika serupa juga berlaku bagi sebuah
negara dimana sebuah kebijakan tertentu dianggap sangat penting dan mendesak, sementara
bagi negara lain tidak diperlakukan demikian. Artinya aspek konteks kebijakan memiliki
peranan yang menentukan arti strategis sebuah kebijakan, disamping faktor substansi atau isi
kebijakan.11
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye yang
menyatakan “Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang
dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini
selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam
ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat
diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ), dimana pemerintah mempunyai
wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan
sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.”12 Pendapat lebih eksplisit
dikemukakakn oleh Pater Cane dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan policy
11 http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/pustaka_unpad_kebijakan_publik.pdf,
dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2016 pukul 14.17
12 Ibid h. 14
tidak lain adalah the nonstatutory criteria yang menjadi dasar suatu keputusan (dan tindakan)
pemerintah yang seyogianya berdasarkan statutory.13
Kebijakan tidak selalu direalisasikan dalam bentuk peraturan, tetapi juga dengan
tindakan (dan/atau tidak melakukan tindakan). Khususnya dalam konteks peraturan
kebijakan, maksud dari adanya tindakan ini adalah supaya kebijakan pemerintah tersebut
dapat diketahui oleh publik, naar buiten gebracht schriftelijk beleid (harfiahnya berarti
menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis).14
Di Kota Salatiga sendiri, kebutuhan masyarakat mengenai tempat hiburan sangatlah
tinggi, mengingat bahwa perlunya melepas penat atau kesibukan sehari-hari. Maka sangatlah
penting dan lumrah jika tempat hiburan berdiri dengan pesatnya di kota Salatiga, terkhusus
kebutuhan terhadap tempat hiburan seperti Karaoke keluarga. Namun kondisi seperti ini
harus terkontrol oleh pemerintah, karena tingkat kebutuhan harus berimbang pula dengan
pengoperasian tempat hiburan karaoke keluarga tersebut, serta melihat kondisi yang
setidaknya dapat terpercaya dan layak jika di gunakan oleh masyarakat Salatiga. intinya
adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan terhadap tempat hiburan
pun akan semakin meningkat begitupun tempat hiiburan karaoke keluarga yang banyak
peminatnya. Tetapi dalam prakteknya bertumbuhnya dan berkembangnya tempat hiburan jasa
karaoke keluarga ini semakin simpang siur dalam sistem pengoperasiannya. Baik terhadap
keamanan terhadap pengguna, keaamanan terhadap lingkungan sekitar, yang menimbulkan
efek negative pada konsumen terkhusus masyarakat Salatiga. Seperti beberapa waktu lalu
mnyimak penelitian singkat yang dilakukan oleh penulis terhadap beberapa tempat penyedia
layanan jasa tempat hiburan karaoke keluarga di kota Salatiga, beroprasinya tempat hiburan
tersebut tidak memiliki sistem keamanan yang mampu untuk menjamin keamanan konsumen
13Pater Cane, Administrative Tribunals and Adjudocation, Oxford-Portland: Hart Publishing,2009, h. 147 14 Philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press,2002, hlm. 152.
dalam memanfaatkan jasa tersebut, hal tersebut jelas membuat tingkat keselamatan para
konsumen bergantung pada nasib yang akan di deritanya, di tambah beredarnya minuman
keras yang di pergangkan di tempat tersebut, jika di kaitkan atau di telaah bahwa layanan jasa
hiburan karaoke tersebut di peruntukan untuk Keluarga (Karaoke Keluarga) sangat tidak
sejalur, dan menyimpangi terhadap keinginan oleh masyarakat Salatiga, begitupun terhadap
pemerintah kota Salatiga sendiri terkait perizinan berdirinya lokasi hiburan tersebut.
Pengoperasian tempat hiburan yang diperuntukan kepada keluarga semestinya melihat dan
memperhatikan arti dari keluarga, jika pelaku usaha lalai dalam keamanannya, dan tidak
menjamin keselamatan, juga mutu yang di berikan maka samalah arti tempat hiburan tersebut
dengan hiburan malam yang memberi pengaruh negatif pada masyarakat Salatiga. Dalam hal
ini, Pemerintah Kota Salatiga berperan penting dalam upaya melindungi hak para konsumen
serta menjamin kewajiban para pelaku usaha terhadap pengoperasian tempat hiburan tersebut.
Keselamatan, keamanan dan mutu tempat hiburan karaoke keluarga tersebut harus lebih di
perhatikan pemerintah kota Salatiga agar tidak memberi akses negatif bagi masyarakatnya.
Memberi perhatian terhadap media hiburan tersebut agar tidak membahayakan atau pada
kategori aman, dengan hal ini akan memperkecil resiko yang akan ditimbulkan kepada
masyarakat. Hal tersebut melibatkan dinas yang terkait untuk terjun langsung mengawasi
kondisi tempat hiburan karaoke keluarga yang berkembang di masyarakat kota Salatiga.
2.1.6 Kewenangan Pemerintah Daerah
Indonesia adalah sebuah Negara yang wilayahnya terbagi-bagi atas Daerah-Daerah
Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah
Provinsi merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan
urusan Pemerintahan Umum di wilayah Daerah Provinsi. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota
mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang. Pemerintah Daerah
penyelenggara urusan Pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut Asas
Otonomi dan Tugas Pembantu dengan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.15 Urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan
Pemerinth Daerah diselenggarakan berdasarkan Kriteria Eksternalitas, Akuntabilitas, dan
Efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan susunan
Pemerintah.
Kriteria Eksternalitas adalah Kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan
memperhatikan dampak yang timbul bersifat lokal atau lintas Kabupaten/Kota dan atau
regional sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Akuntabilitas
adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperlihatkan pertanggungjawaban
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Efisiensi adalah kriteria
pembagian urusan pemerintah dengan memperlihatkan daya guna tertinggi yang dapat
diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan Pemerintahan antara ditangani pemerintah
daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah.
Dalam menyelenggarakan Pemerintah, Pemerintah Pusat menggunakan Asas
Desentralisasi16, Tugas Pembantu17, dan Dekonsentrasi18, sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan. Sedangkan dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah
menggunakan Asas Otonomi dan Tugas Pembantu.
15 Wikipedia, ”Pemerintah Daerah di Indonesia”, 12 Oktober 2015, pukul 02.38,
http:/id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan Daerah di Indonesia,dikunjungi pada tanggal 31 Agustus 2016 pukul
20.39 WIB. 16Asas Desentralisasi adalah Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem NKRI. 17Asas Tugas Pembantu adalah Asas yang menghendaki adana tugas untuk turut serta dalam
melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom tinggi dengan
kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. 18Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menghendaki adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat atau kepala wilayah atau kepala instansivivertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.
Berbicara menenai Otonomi Daerah, istilah Otonomi Daerah berasal dari bahasa
Yunani yaitu Autos yang artinya sendiri dan Nomos yang artinya aturan. Otonomi daerah
adalah Hak, Wewenang dan Kewajiban yang diberikan kepada Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah dan kepentingan Masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintah dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan Otonomi, Daerah mempunyai Hak untuk :19
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. Memilih pimpinan daerah;
c. Mengelola aparatur daerah;
d. Mengelola kekayaan daerah;
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah.
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, maka Daerah mempunyai kewajiban sebagai
berikut:20
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, dan kesatuan dan kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
19 Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 20 Ibid.
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. Menyediakan fasilitas social dan fasilitas umum yang layak;
h. Mengembangkan sistem jaminan social;
i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. Melestarikan lingkungan hidup;
l. Mengelola administrasi kependudukan;
m. Melestarikan nilai sosial budaya;
n. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang–undangan sesuai dengan
kewenangannya; dan
o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adanya Hak dan Kewajiban tersebut, Otonomi Daerah memiliki peran penting dalam
menyelenggarakan dan mewujudkan kesejahteraan sosial pada masyarakat disuatu Daerah
karena pelaksanaan Otonomi Daerah berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Sedangkan untuk mengetahui
kriteria urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan dari Pemerintah Daerah juga telah di
atur sedemikian rupa melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah pada Pasal 13 Ayat (4), yang meliputi: 21
a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah
kabupaten/kota;dan/atau
d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan
oleh Daerah kabupaten/kota.
Maka berlandaskan dari peraturan diatas, jelas bahwa Pemerintah Kota Salatiga
sebagai bagian dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peranan
yang penting dalam memberikan Kebijakan dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi
seluruh lapisan masyarakat di Kota Salatiga yang dilakukan berdasarkan Asas Otonomi dan
Tugas Pembantuan. Pemerintah Kota Salatiga wajib menciptakan Ketentraman,
Keharmonisan dan Keadilan Sosial bagi seluruh lapisan Masyarakat di Kota Salatiga.
Dalam menjalankan semua kebijakan dalam menyelenggarakan kesejahteraan
masyarakat Salatiga, Pemerintah kota Salatiga memiliki kewenangan dalam membentuk
suatu aturan, memberi keputusan dalam menjalakan suatu kebijakan, serta dan menindak
lanjuti suatu aturan yang dilanggar oleh pihak-pihak yang menentang aturan tersebut. Dalam
menjalankan pemerintahan yang kita ketahui dikenal mengenai istilah Diskresi, diskresi
(discretion) adalah kebijaksanaan, keleluasaan, penilaian, kebebasan untuk menentukan.
Discretionnary berarti kebebasan untuk menentukan atau memilih. Istilah diskresi ini sering
disebut dengan Ermessen yakni mempertimbangkan, menilai, menduga atau menilai,
pertimbangan, dan atau keputusan. Dari kata diskresi ini Berdasarkan pengertian dari segi
bahasa tersebut, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan diskresi yang relevan
21 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
pada tulisan ini adalah pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan
berdasarkan kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melakukan
tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau tidak
melakukan tindakan. Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Florence Heffron dan Neil
McFeeley, bahwa diskresi pemerintah itu mengandung makna sebagai berikut22:
“Memperkenankan pemerintah untuk mengambil keputusan ketika, kapan, bagaimana, dan
terhadap siapa pengaturan dan ketentuan itu akan diterapkan. Diskresi pemerintah itu
diperluas ketika pembuat undang-undang tidak merumuskan standar atau standar yang samar
atau tidak memiliki arti tegas yang membolehkan dan mengharuskan pemerintah menentukan
sendiri substansi dan penerapan peraturan”.
Maka dari itu pemerintah kota Salatiga tidak boleh atau tidak bisa menolak untuk
memberikan pelayanan bagi warga masyarakatnya dengan alasan tidak ada peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. Ketika tidak ada peraturan perundang-undangan
atau ada peraturan perundang-undangan, namun normanya samar atau multiinterpretasi,
pemerintah dapat menggunakan diskresi. Jelas kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah
Kota Salatiga, memiliki peranan yang sangat kuat dalam setiap kebijakan nya. Hal tersebut
memberi peran dalam menindak dan atau menegakan suatu pelanggaran yang dilanggar oleh
setiap pelaku usaha yang menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk
melindungi seluruh lapisan masyarakat kota Salatiga.
2.1.7 Ketentuan PERDA di Kota Salatiga yang Berkaitan dengan
Penyelenggaraan layanan Jasa Hiburan Karaoke Keluarga.
I. Dasar Hukum yang digunakan adalah :
22 Florence Heffron dan Neil McFeeley, The administrative Regulatory Process, Longman, New York,
1983, hlm.44 .
o Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Pariwisata.
o Isi ketentuan umum.23
II. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau
mempelajari keunikan Daya Tarik Wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
Wisatawan adalah orang yang melakukan Wisata.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan Wisata dan didukung berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan Pemerintah Daerah.
Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan Wisatawan dan Penyelenggaraan Pariwisata.
Penyelenggara Pariwisata adalah orang perseorangan atau atau Badan usaha Indonesia
yang melakukan kegiatan Usaha Pariwisata.
Tanda Daftar Usaha Pariwisata, yang selanjutnya disingkat TDUP, adalah dokumen
resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwasata yang dilakukan oleh Penyelenggara
Pariwisata telah tercantum didalam Daftar Usaha Pariwisata.
Dalam peraturan daerah kota Salatiga tersebut, mengatur mengenai tempat hiburan jasa
karaoke, kebijakan pemerintah daerah kota Salatiga mengatur layanan jasa karaoke sebagai
salah satu penyelenggaraan pariwisata. Penyelenggaraan tersebut di bawah naungan Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang Selanjutnya disebut SKPD, sesuai dengan asas otonomi dan
23 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pariwisata
tugas pembantuan. Para pengguna jasa layanan karaoke keluarga dalam aturan ini di sebut
sebagai wisatawan dalam artian UUPK yaitu Konsumen, dan Pelaku usaha sendiri disebut
Penyelenggara Pariwisata.
Dalam kebijakan penyelenggaraan Usaha layanan jasa karaoke sebagai salah satu
tujuan wisata oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga, penulis mengurai aturan penting dan
mendasar dalam menyelenggarakan tempat wisata yang dimaksud ialah layanan jasa karaoke
termasuk dalam artian karaoke keluarga, seperti yang telah dirumuskan pada Pasal 2, Pasal
Pasal 5 ayat 1 huruf f, Pasal 11 huruf h, Pasal 14 huruf f, Pasal 17, Pasal 26 ayat 2, Pasal 29,
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata, yang
menyatakan bahwa pelaksanaan Penyelenggaraan harus memenuhi kriteria dan mendasar
pada aturan sebagai berikut :
Pasal 2
Penyelenggaraan Usaha Pariwisata didasarkan pada prinsip :
(a). Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep
hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,
hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan
lingkungan.
(c). Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas.
(h). Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 5
(1) Huruf f. Usaha pariwisata termasuk didalamnya, usaha Penyelenggaraan kegiatan
hiburan dan rekreasi.
Pasal 11 huruf h.
Usaha Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf f, yakni Karaoke.
Pasal 14 huruf f
Usaha Pariwisata yang diselenggarakan oleh orang perseorangan dan/atau Badan usaha.
Pasal 17
1) Setiap Penyelenggara Usaha Pariwisata di Daerah wajib melakukan pendaftaran Usaha
Pariwisata untuk mendapatkan TDUP sesuai jenis Usaha Pariwisata sebagaimana
dimaksud Pasal 5, kecuali bagi pelaku Usaha Mikro atau Usaha Kecil.
2) (2) TDUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Walikota.
3) (3) Walikota dapat mendelegasikan penerbitan TDUP sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Kepala SKPD yang membidangi kepariwisataan atau Kepala SKPD yang
membidangi perizinan terpadu.
Pasal 26 ayat (2)
Setiap Penyelenggara Usaha Pariwisata berkewajiban :
a) Melakukan pendaftaran Usaha Pariwisata.
b) Memiliki tanda daftar Usaha Pariwisata.
c) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada setiap
pengunjung/tamu/pemakai/penyewa Usaha Pariwisata.
d) Menjamin keamanan, kenyamanan dan keselamatan setiap pengunjung/tamu/pemakai/
penyewa Usaha Pariwisata.
e) Mencegah tempat Usaha Pariwisata untuk kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku.
f) Melakukan upaya peningkatan pelestarian lingkungan alam, sosial budaya, sanitasi dan
higienis baik di dalam maupun di sekitar lingkungan usahanya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
g) Menjamin dan memberi kesempatan kepada petugas yang menangani bidang
Kepariwisataan dan instansi/lembaga pemerintah terkait lainnya untuk melakukan
pembinaan teknis, pengendalian, pemantauan dan pengawasan secara berkala terhadap
usaha Kepariwisataan.
h) Menjalin kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dibidang Kepariwisataan,
baik institusi pemerintah, swasta, masyarakat maupun dengan sesama pelaku usaha
Kepariwisataan dalam rangka mendukung pembangunan bidang Kepariwisataan.
i) Memenuhi ketentuan perjanjian kerja, keselamatan kerja serta jaminan sosial bagi
karyawannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawannya sesuai dengan fungsi dan
tugasnya dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
pengunjung/tamu/pemakai/penyewa.
k) Membayar pajak Daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
l) Memberi jaminan perlindungan berupa asuransi kecelakaan kepada setiap
pengunjung/tamu/ pemakai/penyewa Usaha Pariwisata.
Pasal 30.
Pengawasan atas Penyelenggaraan Usaha Pariwisata secara teknis dilaksanakan oleh
SKPD yang membidangi Pariwisata dan secara fungsional dilaksanakan oleh aparat
pengawas fungsional sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam peraturan tersebut, Layanan jasa karaoke keluarga di Salatiga masuk dalam
kebijakan pemerintah daerah Salatiga sebagai bagian dari penyelenggaraan pariwisata dalam
bidang hiburan dan rekreasi, Pelaksanaan layanan jasa karaoke ini di dasari dengan prinsip
menjunjung tinggi norma agama dan kebudayaa, saling berkaitan antara manusia dengan
lingkungan serta sesamanya, memiliki kemanfaatan bagi kesejahteraan, dan keadilan bagi
masyarakat. Pelaksanaan layanan jasa karaoke di dirikan oleh orang perseorangan dan/atau
Badan usaha. Setiap Penyelenggara Usaha Pariwisata wajib melakukan pendaftaran Usaha
Pariwisata untuk mendapatkan TDUP, yang di sahkan oleh Walikota, dan atau Walikota
dapat mendelegasikan nya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dalam
pelaksanaan, para penyelenggara sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban menjalankan
usaha jasa karaoke sesuai dengan peraturan perundang-udangan, dimana harus menjamin
Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada setiap pengunjung, tamu, pemaka,
penyewa Usaha Pariwisata, Menjamin keamanan, kenyamanan dan keselamatan setiap
pengunjung, tamu, pemakai, atau penyewa Usaha Pariwisata, Mencegah tempat Usaha
Pariwisata untuk kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut
juga di atur dalam undangang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang perlindungan konsumen.
Dalam pengawasan atas penyelenggaraan parawisata tersebut secara teknis dilaksanakan oleh
SKPD yang membidangi Pariwisata dan secara fungsional dilaksanakan oleh aparat
pengawas fungsional sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2.1.8. Teori Peran
Pemerintah melalui Dinas Budaya dan Pariwisata (DISBUDPAR) memiliki peran
penting dalam menyelenggarakan serta mewujudkan Kesejahteraan Sosial bagi seluruh
lapisan Masyarakat termasuk pelaku usaha sebagai penyelenggara pariwisata dan juga para
konsumen yang memanfaatkan layanan di sediakan. Peran adalah pola perilaku yang
diharapkan dilakukan oleh seseorang yang memiliki atau menduduki suatu status dan posisi
tertentu dalam organisasi, kelompok atau lembaga-lembaga.24
Menurut Soerjono Soekanto, Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak yang kewajiban-kewajiban sesuai dengan
kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan.25 Peranan yang melekat pada diri
seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang
24 Robert M.Z Lawang, Buku Pokok Pengantar Sosiologi, Penerbit Karunia, Jakarta, hl. 85
25 Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Penerbit Yayasan Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1974, hlm. 130
dalam Masyarakat (social-position) merupakan unsur yang statis yang menunjukan tempat
Individu dalam organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,
penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam
masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, antara lain :26
1) Peranan adalah meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan
yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.
Bahwasanya, setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan
peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang bersangkutan, atau ada hubungan dengan
peran tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati
kedua belah pihak.
Abu Ahmadi juga mengatakan bahwa Peran adalah suatu kompleks pengharapan
manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang
berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sebagai pola perikelakuan, maka peranan
mempunyai beberapa unsur, yakni antara lain :27
a. Peranan ideal, sebagaimana dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat, terhadap status-
status tertentu. Peranan ideal tersebut merumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
terkait pada status-status tertentu.
b. Peran yang dianggap oleh dirinya sendiri, peranan ini merupakan hal yang oleh individu
harus dilakukan pada situasi-situasi tertentu. Artinya, seorang individu menganggap bahwa
26Ibid, h. 131
27 Soerjono Soekanto, Memperkenalkan Sosiologi, Penerbit CV, Rajawali, Jakarta, 1982, h. 30
dalam situasi-situasi tertentu (yang dirumuskannya sendiri), dia harus melaksanakan peranan
tertentu.
c. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan, ini merupakan peranan yang sesungguhnya
dilaksanakan oleh individu di dalam kenyataannya, yang terwujud dalam perikelakuan yang
nyata. Peranan yang dilaksanakan dalam kenyataan, mungkin saja berbeda dengan peranan
ideal maupun peranan yang di anggap oleh dirinya sendiri. Peranan yang dilaksanakan secara
aktual senantiasa dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, harapan-harapan, persepsi, dan juga
oleh kepribadian individu yang bersangkutan.
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu
dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :28
a. Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak
dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu-individu yang oleh masyarakat di
anggap mampu melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan
peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat karena mungkin pelaksanaannya
memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu
masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Akan tetapi, didalam interaksi sosial terkadang kurang disadari bahwa yang paling
penting adalah melaksanakan peranan dari pada kedudukan sehingga terjadi hubungan-
hubungan yang timpang yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan yang timpang tersebut
28Budi Sulistyowati, Soerjono Soekanto, ed., Sosiologi Suatu Pengantar, PT.Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 2014, hlm. 213.
lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedangkan
pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban belaka.29
2.2 Hasil Analisis
Dalam penjelasan ini, penulis akan memaparkan 4 hal, antara lain mengenai Tempat-
tempat hiburan layanan jasa karaoke keluarga di Salatiga yang menjadi objek penelitian,
Dinas terkait yang berperan penting dalam teknis penyelenggaraan serta dalam pengawasan,
hasil penelitian, dan analisa. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang
keadaan dan situasi yeng sebenarnya pada praktek hiburan di Salatiga, serta untuk
mengetahui beberapa kebijakan yang sampai saat ini telah dilakukan oleh Dinas-Dinas terkait
(DISBUDPAR, dan Satpol-PP Kota Salatiga).
2.2.1. Layanan Jasa hiburan Karaoke Keluarga di Salatiga
Kota Salatiga terletak di antara dua Kota besar di Jawa Tengah yaitu Kota Semarang
(49 km ke arah utara) dan Kota Solo (52 km ke arah selatan). Secara mortologi, Kota Salatiga
berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu, diantara gunung-gunung kecil antara lain :
Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong, oleh sebab itu kota ini memiliki iklim tropis
dan memiliki hawa yang sejuk dan segar. Secara astronomi Kota Salatiga terletak antara
1100.27'.56,81" - 1100.32'.4,64"BT 0070.17'. - 0070.17'.23" LS30. Kota Salatiga secara
administratif terbagi atas 4 kecamatan yakni Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti,
Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir.
Seiring dengan waktu, perkembangan kegiatan perkotaan pun tidak dapat di pungkiri
akan terus berkembang, Begitupun mengenai berkembangnya tempat-tempat hiburan yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal tersebut akan mempengaruhi norma-norma atau
29Ibid, hlm. 214. 30 http://salatigakota.go.id/TentangGeografi.php
nilai-nilai budaya di lingkungan kota Salatiga, jika tidak di imbangi dengan adanya aturan-
aturan yang di keluarkan oleh pemerintah kota Salatiga, serta pengawasan nya. Sesuai dengan
perkembangannya kini, tempat hiburan pun tersedia dengan media hiburan untuk bernyanyi
yang biasa disebut Karaoke. Namun dalam prakteknya tempat hiburan ini identik dengan
tempat hiburan malam dewasa yang menurut masyarakat sangat memberi dampak negatif
bagi masyarakat. Untuk meminimalisir pandangan masyarakat tersebut, muncullah media
hiburan Karaoke yang di sediakan untuk keluarga yang kini di sebut Karaoke Keluarga atau
Karaoke keluarga.31
Lokasi penelitian berada di kawasan Kota Salatiga, Obyek penelitian tersebut terdiri
dari Karaoke Keluarga Queen, Karaoke Keluarga Zensho, Karaoke Keluarga New Zensho
dan Karaoke keluarga Inul Vizta. Layanan jasa hiburan ini sangat diminati oleh banyak
Kalangan Masyarakat baik penduduk Salatiga sendiri ataupun penduduk daerah lain,
khususnya pada hari-hari libur, dan akhir pekan. Ketersediaan layanan hiburan keluarga ini
menjadi permasalahan yang menarik jika dilihat pada prakteknya. Daya pembeda dari
perizinan nya pun memiliki perbedaan dari karaoke dewasa sebagai hiburan malam, dengan
Karaoke keluarga. Yang memberi perbedaan ialah, tidak di perkenankannya memperjual beli
kan minuman beralkohol, adanya security atau pihak keamanan yang akan menjamin
keamanan konsumen serta lingkungan. Tidak ada penyediaan pemandu karaoke (Ladies
karaoke).32
2.2.2. Hasil Penelitian
A. Kebijakan Pemerintah Kota Salatiga Terhadap Penyelenggaraan Usaha
Karaoke Keluarga.
31 Wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga Kusumo Aji. S.H, Tanggal 25
Agustus 2017, Jam 15:00 WIB.
32 Ibid. Hlm 53
Perencanaan pemanfaatan lingkungan sebagai obyek wisata dalam rangka menjamin
kepastian hukum dan meningkatkan tertib usaha pariwisata di Kota Salatiga, perlu mengatur
mengenai pengklasifikasian bidang, jenis dan pelaku usaha pariwisata, serta prosedur
penerbitan tanda daftar usaha pariwisata, agar pembinaan, pengaturan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap usaha pariwisata dapat berjalan tertib, lancar, berdaya
guna, dan berhasil guna maka dari itu diatur dalam Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penyelanggaraan Usaha Pariwisata.
Dalam klasifikasi jenis usaha pariwisata yakni Karaoke dalam perda tersebut sama
dengan adanya jenis Hiburan Karaoke, dalam hal ini berarti tidak ada perbedaan terhadap
perizinan pendirian nya. Dinas Kebudayaan dan Priwisata selanjutnya disebut DISBUDPAR
dalam hal ini memiliki wewenang yang di berikan oleh pemerintah dalam melakukan
kebijakan, pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian dibantu oleh instansi lain
yakni Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebutb Satpol PP, dimana Satpol PP
berwenang untuk membantu memberi pengawasan terhadap beroperasinya Karaoke Keluarga
sebagai kebijakan Penyelenggaraan Usaha Pariwisata.
Akan tetapi, telah berlakunya kebijakan yang memang tidak secara tertulis di terapkan
oleh Pemerintah Kota Salatiga terhadap pengaturan lebih lanjut mengenai layanan jasa
hiburan Karaoke Keluarga dengan syarat tidak mengganggu keamanan lingkungan,
menjunjung tinggi norma-norma yang hidup dalam lingkungan masyarakat Kota Salatiga,
Pelaku Usaha yang menjalankan Layanan jasa hiburan Karaoke Keluarga harus membedakan
jenis hiburannya dengan karaoke yang diperuntukan sebagai hiburan malam, dimana karaoke
keluarga harus benar-benar diperuntukan kepada keluarga dalam artian dapat digunakan oleh
bermacam kalangan masyarakat baik itu anak-anak, remaja, dewasa, ataupun orang tua.33. hal
33 Wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga Kusumo Aji. S.H, Tanggal 25
Agustus 2017, Jam 15:00 WIB.
tersebut yang mengakibatkan Layanan Jasa Hiburan Karaoke Keluarga semakin bertambah
dan atau bertumbuh dilingkungan Kota Salatiga.
B. Hasil Wawancara dengan Pemerintah Kota Salatiga
Karaoke Keluarga merupakan bagian dari suatu pelaksanaan Penyelenggaraan usaha
pariwisata dimana yang dimaksud merupakan suatu kebijakan dari Pemerintah Kota Salatiga
dalam mewujudkan pemanfaatan ruang Kota Salatiga agar di daya gunakan sebaik-baiknya
oleh seluruh lapisan masyarakat, dan untuk memberi kemakmuran masyarakat Salatiga dan
sekitarnya. Penyelenggaraan Usaha Pariwisata berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani,
rohani, dan intelektual setiap Wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan
pendapatan Daerah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.34 Hal tersebut pun di amini oleh
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Sri Danudjo, yang berpendapat bahwa Karaoke
Keluarga merupakan suatu kebijakan pemerintah Salatiga untuk menambah jumlah obyek
wisata yang dapat dikunjungi oleh seluruh lapisan masyarakat baik oleh masyarakat Salatiga
ataupun masyarakat Sekitaran Kota Salatiga sendiri, Hal tersebut tidak lain untuk
meningkatkan pendapatan daerah Kota Salatiga.35
Maka dari itu Pemerintah Kota Salatiga yang di wakili oleh DISBUDPAR dan Satpol
PP selaku legal sektor dari penerapan Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Usaha Pariwisata, selalu memonitoring berjalannya aktivitas layanan jasa karaoke keluarga
agar Menjalankan Usaha sesuai dengan peraturan yang telah di tetapkan, serta menjunjung
tinggi nilai-nilai keagamaan, budaya dalam lingkungan masyarakat Kota Salatiga dan tidak
bertentangan dengan hukum. pemerintah dilekati dengan kewajiban untuk memberikan
pelayanan publik, melaksanakan fungsi pelayanan, dan juga menerapkan kebijakan publik
yang memasyarakatkan masyarakat, sesuai dengan konsep negara kesejahteraan.
34 Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Pariwisata.
35 Wawancara Bapak Sri Danudjo, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Salatiga, Tanggal 24
Agustus 2017, jam 10.00 WIB.
Melalui wawancara dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bapak Sri
Danudjo, Kamis 24 Agustus 2017, Menjelaskan Bahwa Peran DISBUDPAR dalam
terselenggaranya layanan jasa hiburan karaoke keluarga ialah :
o Memberikan pelayanan publik, dalam hal ini DISBUDPAR berwenang dalam perizinan suatu
penyelenggaraan usaha sesuai dengan ketentuan perizinan dalam Peraturan Daerah Kota Sala.
o Melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha nya
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kordinasi dengan Satpol PP.
o Melakukan pengawasan terhadap beroperasinya layanan jasa hiburan karaoke keluarga,
kordinasi dengan Satpol PP.
Berkaitan dengan peran pengawasan DISBUDPAR kota Salatiga terhadap
terselenggaranya layanan jasa hiburan karaoke keluarga yang mengatur kebijakan lisan agar
adanya daya pembeda dengan karaoke sebagai hiburan malam, selain perihal perizinan, yaitu
:
o Pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol, dimana layanan jasa karaoke keluarga
tidak satupun yang di izinkan dalam penjualan minuman beralkohol.
o Pengawasan terhadap tenaga kerja, perlindungan terhadap mempekerjakan anak di bawah
umur.
o Pengawasan terhadap penyediaan Pemandu karaoke (ladies karaoke), dalam hal ini tidak
boleh ketersedianya.
o Dan menaati aturan terhadap jam Operasional.36
Wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga, Bapak
Kusumo Aji. S.H, Tanggal 25 Agustus 2017, Jam 15:00 WIB, Menjelaskan bahwa peran
Satpol PP dalam kordinasi bersama DISBUDPAR berkaitan dengan, yaitu :
36 Wawancara Bapak Sri Danudjo, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Salatiga, Tanggal 24
Agustus 2017, jam 10.00 WIB
o Pengawasan beroperasinya layanan jasa karaoke keluarga, Satpol PP langsung melakukan
operasi rutin ke tempat layanan jasa karaoke keluarga, untuk melakukan razia peredaran
minuman beralkohol, ketersediaan pekerja anak di bawah umur, tersedianya pemandu
karaoke (Ladies Karaoke).
o Melakukan pembinaan, dan penyuluhan terhadap terselenggaranya usaha layanan jasa
karaoke keluarga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Menajalankan tugas utama, menegakan peraturan daerah, peraturan walikota, menciptakan
ketentraman masyarakat dan ketertiban umum.
Dalam menjalankan perannya, Satpol PP berwenang dalam menindak lanjuti suatu
tindakan pelaku usaha yang terbukti melanggar Peraturan daerah, hal tersebut sudah menjadi
tugas dan wewenang yang di berikan kepada Satpol PP. Terhadap pelanggaran apa yang di
lakukan, maka langkah yang dilakukan Satpol PP adalah menindak lanjuti pelanggaran sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan dengan kordinasi langsung pada DISBUDPAR dan
instansi Kepolisian.37
C. Hasil Wawancara Dengan Pelaku Usaha Karaoke Keluarga.
Pertumbuhan serta perkembangan industri dan teknologi barang dan jasa menimbulkan
dampak positif, antara lain, dapat disebutkan tersediannya kebutuhan dalam jumlah yang
mencukupi, mutu yang lebih baik, dan adanya alternatif pilihan bagi konsumen dalam
pemenuhan kebutuhannya, namun di lain sisi hal tersebut pula menimbulkan dampak negatif,
yaitu dampak penggunaan yang salah serta di pengaruhi oleh prilaku bisnis yang timbul
karena semakin ketatnya persaingan yang mempengaruhi masyarakat selaku konsumen.
Berkaitan mengenai hal-hal di atas maka konsumen perlu dilindungi secara hukum dari
kemungkinan kerugian yang dialaminya dikarenakan praktik bisnis curang atau menjalan
uasaha tanpa itikad baik dalam mengamalkan aturan perundang-undangan,
37 Wawancara dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga Kusumo Aji. S.H, Tanggal 25 Agustus
2017, Jam 15:00 WIB.
mengesampingkan nilai agama dan kebudayaan, tidak menjamin kepuasan, mutu dan
keamanan serta keselamatan para konsumen hanya untuk meraup keuntungan yang besar.
Dalam penulisan skripsi ini, dimana penulis membahas menganai terjaminnya asas
keamanan dan keselamatan konsumen yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 tahun
1999 tentang Perlindungan konsumen oleh pelaku usaha. Untuk menemukan indikasi
terhadap itikad tidak baik pelaku usaha dalam menjalankan usaha layanan jasa karaoke
keluarga Penulis melakukan penelitian ke beberapa tempat jasa karaoke keluarga. Dalam
penelitian yang dilakukan penulis melakukan wawancara dengan pimpinan atau pemangku
jabatan dalam hal menjalankan usaha yang di berikan oleh pelaku usaha atau pemilik usaha
layanan jasa karaoke keluarga di kota Salatiga. Adapun Tempat layanan jasa karaoke
keluarga yang menjadi obyek penelitian oleh penulis yaitu :
New ZenSho narasumber atas nama Budi Purwanto.38
Queen Narasumber atas nama Fajar Yanto.39
Inul Vizta Narasumber atas nama Kresna Pradipta.40
Wawancara yang dilakukan penulis berupa pertanyaan dan di tuangkan pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 2.2.4
38 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga New Zensho, Budi Purwanto. Tanggal 23
Agustus 2017, Jam 21:00 WIB.
39 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga Queen, Fajar yanto. Tanggal 23 Agustus 2017,
Jam 19:00 WIB.
40 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga Inul Vizta, Kresna Pradipta. Tanggal 24 Agustus
2017, Jam 20:00 WIB.
Wawancara Terhadap Pelaku Usaha Dalam Menjalankan Usaha Layanan Jasa
Hiburan Karaoke Keluarga
N
o
Pertanyaan
Jawaban
ZENSHO QUEEN INUL VIZTA
1 Bentuk perizinan Mengantongi izin
berbentu TDUP,
sesuai dengan
ketentuan izin
penyelenggaraan
usaha pariwisata.
Dengan TDUP
No.503.7.6/02/206/2
016
Mengantongi izin
berbentu TDUP,
sesuai dengan
ketentuan izin
penyelenggaraan
usaha pariwisata.
Dengan TDUP No.
503.7.7/01/206/2014
Mengantongi izin
berbentu TDUP,
sesuai dengan
ketentuan izin
penyelenggaraan
usaha pariwisata.
Namun dalam
wawancara
narasumber tidak
menunjukan
TDUP yang
dimiliki.
2 Izin terhadap
penjualan
minuman
beralkohol
Pelaku usaha
memperjual belikan
minuman beralkohol
golongan A, Namun
tidak mengantongi
izin.
Pelaku usaha
memperjual belikan
minuman beralkohol
golongan A, Namun
tidak mengantongi
izin.
Pelaku usaha
memperjual
belikan minuman
beralkohol
golongan A,
Namun tidak
mengantongi izin.
3 Bentuk
Pemenuhan Asas
Keamanan dan
keselamatan
Tidak ada tersedia
pihak keamanan
dalam beroperasinya
layanan jasa karaoke
keluarga. Keamanan
diawasi oleh pekerja
yang ada di tempat
layanan jasa karaoke
keluarga. adanya
fasilitas keamanan
kamera CCTV.
Terdapat himbauan
untuk tidak
membawa makanan
dari luar, minuman
beralkohol, senjata
tajam dan atau
senjata api. Adanya
himbauan tersebut
hanya menjadi
formalitas suatu
aturan namun tidak
ada tindakan, pelaku
usaha tetap
membperbolehkan
Tidak ada tersedia
pihak keamanan
dalam beroperasinya
layanan jasa
karaoke keluarga.
Keamanan diawasi
oleh pekerja yang
ada di tempat
layanan jasa karaoke
keluarga. adanya
fasilitas keamanan
kamera CCTV
namun tidak
berfungsi sebagian.
Terdapat himbauan
untuk tidak
membawa makanan
dari luar, minuman
beralkohol, senjata
tajam dan atau
senjata api. Adanya
himbauan tersebut
hanya menjadi
formalitas suatu
aturan namun tidak
Adanya pihak
keamanan dalam
beroperasinya
layanan jasa
karaoke keluarga
pada malam hari
saja. adanya
fasilitas
keamanan
kamera CCTV.
Terdapat
himbauan untuk
tidak membawa
makanan dari
luar, minuman
beralkohol,
senjata tajam dan
atau senjata api.
Adanya
himbauan
tersebut hanya
menjadi
formalitas suatu
aturan namun
tidak ada
membawa minuman
beralkohol dari luar.
Tidak ada
pengecekan tamu
terhadap barang
bawaan.
ada tindakan, pelaku
usaha tetap
membperbolehkan
membawa minuman
beralkohol dari luar.
Tidak ada
pengecekan tamu
terhadap barang
bawaan.
tindakan, pelaku
usaha tetap
membperbolehka
n membawa
minuman
beralkohol dari
luar. Tidak ada
pengecekan tamu
terhadap barang
bawaan.
4 Tanggung jawab
pelaku usaha
terhadap kerugian
yang di derita
konsumen.
Dalam layanan jasa
hiburan karaoke
keluarga, Pelaku
usaha tidak memiliki
kebijakan atau
menjamin terhadap
adanya ganti rugi,
atau asuransi, dan
atau santunan
terhadap kerugian
yang di derita
konsumen.
Dalam layanan jasa
hiburan karaoke
keluarga, Pelaku
usaha tidak memiliki
kebijakan atau
menjamin terhadap
adanya ganti rugi,
atau asuransi, dan
atau santunan
terhadap kerugian
yang di derita
konsumen.
Dalam layanan
jasa hiburan
karaoke keluarga,
Pelaku usaha
beritikad baik
dalam menjamin
adanya tanggung
jawab atas
kerugian baik
asuransi, dan atau
santunan
terhadap kerugian
yang di derita
konsumen.
5 Pengawasan dari Dalam pengawasan, Dalam pengawasan, Dalam
Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, Perihal perizinan penyelenggaraan
layanan jasa karaoke keluarga kota Salatiga, pelaku usaha harus memiliki izin berbentuk
Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang disahkan oleh Walikota Salatiga. Tiga tempat layanan
karaoke keluarga telah memiliki izin beroperasi. Hal tersebut dapat dikatakan pelaku usaha
memiliki itikad baik dalam mendaftarkan usahanya dan telah mengantongi izin oleh
pemerintah Kota Salatiga. Namun mengenai penjualan minuman keras, dari keterangan
masing-masing pelaku usaha menyatakan bahwa mereka menyediakan minuman beralkohol
golongan (A) di maksud minuman yang mengandung alkohol paling tinggi sebesar 5%
kandungan alkohol, dari keterangan tersebut para pelaku usaha mengaku bahwa terhadap
41 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga New Zensho, Budi Purwanto. Tanggal 23
Agustus 2017, Jam 21:00 WIB.
42 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga Queen, Fajar yanto. Tanggal 23 Agustus 2017,
Jam 19:00 WIB.
43 Wawancara dengan Pimpinan jasa Karaoke Keluarga Inul Vizta, Kresna Pradipta. Tanggal 24 Agustus
2017, Jam 20:00 WIB.
dinas terkait
terselenggaranya
usaha layanan
jasa karaoke
keluarga.
pihak Satpol PP
sering melakukan
operasi rutin dalam
hal pengecekan jam
operasional,
minuman keras, dan
melakukan
pembinaan,
penyuluhan.41
pihak Satpol PP
sering melakukan
operasi rutin dalam
hal pengecekan jam
operasional,
minuman keras, dan
melakukan
pembinaan,
penyuluhan.42
pengawasan,
pihak Satpol PP
sering melakukan
operasi rutin
dalam hal
pengecekan jam
operasional,
minuman keras,
dan melakukan
pembinaan, dan
penyuluhan.43
perizinan penjualan minuman beralkohol tersebut mereka tidak memiliki atau tidak
mengantongi izin.
Terhadap jaminan asas keamanan dan keselamatan konsumen yang menjadi kewajiban
pelaku usaha, masing-masing tempat layanan jasa karaoke keluarga tersebut memiliki
fasilitas keamanan dengan bentuk kamera pemantau CCTV dimana berguna untuk memonitor
atau mengawasi gerakan-gerakan kosumen dalam menjamin keamanan dan keselamatan,
Namun terhadap pihak keamanan dalam hal ini Security untuk melindungi konsumen
langsung jika ada terjadi keributan atau mencegah situasi yang membahayakan konsumen,
masing-masing tidak menyediakan layanan keamanan tersebut, kecuali tempat karaoke
keluarga Inul Vizta yang khusus di sediakan pada malam hari.
Dalam peraturan daerah kota Salatiga No.1 tahun 2015 tentang penyelenggaran usaha
pariwisata pasal 26 ayat 2 huruf l yang mengatur mengenai “memberi jaminan perlindungan
berupa asuransi kecelakaan kepada setiap pengunjung/tamu/ pemakai/penyewa Usaha
Pariwisata”.44 Hal tersebut berkaitan dengan asas keamanan dan keselamatan konsumen
dimana pelaku usaha memiliki kewajiban untuk beritikad baik dalam hal tanggung jawab
terhadap kerugian yang di derita oleh konsumen, Masing-masing pelaku usaha memberikan
keterangan mengenai adanya jaminan berupa asuransi dalam perlindungan terhadap
konsumennya, begitupun mengenai santunan, atau menggati separuh dari kerugian materiil.
Hal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada nya itikad baik pelaku usaha terhadap menjamin
perlindungan konsumen pengguna layanan jasa karaoke keluarga.
Berkaitan dengan operasi rutin yang dilakukan oleh dinas Satpol PP berkordinasi
dengan DISBUDPAR Kota Salatiga, masing-masing pelaku usaha secara tegas mentakan dan
mengetahui bahwa pemerintah melakukan pengawasan dengan melakukan operasi rutin
44 peraturan daerah kota salatiga No.1 tahun 2015 tentang penyelenggaran usaha pariwisata
pasal 26 ayat 2 huruf l
terhadap jam oprasional, dan pemantauan keamanan lingkungan yang harus di ciptakan oleh
pelaku usaha.
Dari jawaban wawancara tersebut dapat dilihat praktek yang dapat dikatakan
melenceng dari ketentuang undang-undang, dan pelaku usaha beritikad buruk dalam
mengamalkan suatu peraturan. Dan terdapat indikasi lepasnya pengawasan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah terhadap tidak terjaminnya asas keamanan dan keselamatan
konsumen oleh pelaku usaha.
D. Hasil Observasi Terhadap Konsumen jasa Karaoke Keluarga.
Dalam memanfaatkan atau memakai suatu jasa, konsumen pasti memeriksa adanya
suatu kekurangan. Konsumen tidak menginginkan jasa yang tidak memenuhi standar mutu.
Apa yang menentukan konsumen akan puas, atau tidak puas terhadap suatu pemakaian jasa.
Kepuasan konsumen adalah fungsi seberapa dekat harapan konsumen atas suatu jasa dengan
mutu, kenyamanan, dan keamanan yang dirasakan oleh para konsumen itu sendiri. Untuk
melindungi Hak-hak Para konsumen dalam menggunakan jasa yang disediakan oleh para
pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya berdasar pada peraturan perundang-
undangan.
Begitupun perihal pembahasan mengenai penyelenggaraan usaha layanan jasa
karaoke keluarga, para pelaku usaha ingin membuat atau menyediakan suatu laya yang
mengkhususkan layanan jasa karaoke yang di peruntukan pada keluarga, dimana semua
kalangan bisa menggunakan layanan jasa tersebut. Namun dalam prakteknya ada saja pelaku
usaha yang menjalankan layana jasa dengan itikad buruk, tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta menyediakan minuman beralkohol di dalam lingkungan layanan
jasa hiburan yang sebenarnya telah di kodifikasikan oleh pemerintah untuk tidak di
perkenankan menjual belikan barang tersebut. Layanan jasa karaoke keluarga di Salatiga
sendiri banyak yang menyimpang dari peraturan yang semestinya telah di tentukan oleh
pemerintah. Untuk dapat menemukan indikasi itikad buruk pelaku usaha dalam
menyelenggarakan usahanya tersebut, penulis telah melakukan observasi di tempat layanan
jasa karaoke keluarga yang berada di Salatiga, dengan mengumpulkan data melalui kuisioner
yang dibagi ke konsumen di tempat karaoke keluarga. Observasi ini untuk menemukan
seberapa besar kepuasan konsumen terhadap penyediaan layanan jasa karaoke keluarga yang
di dalamnya berkaitan dengan terjaminnya keamanan dan keselamatan konsumen, kelayakan
layanan jasa menjadi tempat hiburan keluarga, Tidak adanya penyalahgunaan tempat layanan
jasa hiburan keluarga, sesuai dengan norma-norma agama, dan budaya di lingkungan kota
Salatiga.
Tabel 2.2.5
KUISIONER PENELITIAN TERJAMINNYA PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-
HAK KONSUMEN JASA KARAOKE KELUARGA
10 Konsumen karaoke keluarga Inul vizta
*Keterangan pilihan jawaban, ~ Sangat Sesuai = SS, ~ Sesuai = S, ~ Tidak Sesuai = TS, ~ Sangat Tidak Sesuai = STS
No
PERTANYAAN
Pilihan
Jawaban
SS
S
TS
STS
1 Sistem Keamanan terhadap
konsumen telah terjamin untuk
bentuk terciptanya keamanan
dan keselamatan para konsumen.
6
4
2 Pelaku usaha menyediakan
layanan hiburan sesuai dengan
kelayakan sebagai tempat
hiburan keluarga.
3
7
3 Tidak adanya penyalahgunaan
dalam penyediaan tempat
hiburan bagi keluarga.
7
3
JUMLAH
Sumber : Obeservasi Penulis, 24 Agustus 2017.45
Keamanan terhadap konsumen telah terjamin untuk bentuk terciptanya keamanan, dan
keselamatan para konsumen, Konsumen Menyatakan Telah SESUAI dengan presentase 60%,
dan TIDAK SESUAI dengan presentase 40%, Berarti keamanan terhadap Karaoke Keluarga
Inul Vizta dapat dikatakan Telah Terjamin aman. Pelaku usaha menyediakan layanan hiburan
sesuai dengan kelayakan sebagai tempat hiburan keluarga. Konsumen menyatakan TIDAK
SESUAI dengan presentase 70%, dan SESUAI dengan presentase 30%. Berarti karaoke
keluarga Inul Vizta dikatakan TIDAK layak sebagai tempat hiburan keluarga. Dan Tidak
adanya penyalahgunaan dalam penyediaan tempat hiburan bagi keluarga, Konsumen
Menyatakan Telah SESUAI dengan presentase 70%, dan TIDAK SESUAI dengan presentase
30%, Berarti tidak adanya penyelahgunaan dalam penyediaan tempat hiburan keluarga.
Tabel 2.2.6
10 Konsumen karaoke keluarga Queen
No
PERTANYAAN
Pilihan
Jawaban
SS
S
TS
STS
1 Keamanan terhadap konsumen
telah terjamin untuk bentuk
terciptanya keamanan,
keselamatan para konsumen.
2
8
2 Pelaku usaha menyediakan
layanan hiburan sesuai dengan
kelayakan sebagai tempat
hiburan keluarga.
3
7
3 Tidak adanya penyalahgunaan
dalam penyediaan tempat
hiburan bagi keluarga.
4
6
Sumber : Obeservasi Penulis, 23 agustus 2017.46
45 Hasil Observasi Penulis, Tanggal 24 Agustus 2017, di Inul Vizta, Salatiga Indonesia, Pukul 12.00 wib.
46 Hasil Observasi Penulis, Tanggal 23 Agustus 2017, Di Queen Karaoke Keluarga, Salatiga, Indonesia,
Pukul 19.00 wib.
Keamanan terhadap konsumen telah terjamin untuk bentuk terciptanya keamanan, dan
keselamatan para konsumen, Konsumen Menyatakan Telah SESUAI dengan presentase 20%,
dan TIDAK SESUAI dengan presentase 80%. Berarti keamanan terhadap Karaoke Keluarga
QUEEN dapat dikatakan TIDAK Terjamin terhadap keamanan dan keselamatan. Pelaku
usaha menyediakan layanan hiburan sesuai dengan kelayakan sebagai tempat hiburan
keluarga. Konsumen menyatakan TIDAK SESUAI dengan presentase 70%, dan SESUAI
dengan presentase 30%. Berarti karaoke keluarga QUEEN dikatakan TIDAK layak sebagai
tempat hiburan keluarga. Dan Konsumen Menyatakan adanya penyelahgunaan dalam
penyediaan tempat hiburan karaoke keluarga dengan presentase 60%.
Tabel 2.2.7
10 Konsumen Karaoke Keluarga New Zensho
No
PERTANYAAN
Pilihan
Jawaban
SS
S
TS
STS
1 Keamanan terhadap konsumen
telah terjamin untuk bentuk
terciptanya keamanan,
keselamatan para konsumen.
2
1
7
2 Pelaku usaha menyediakan
layanan hiburan sesuai dengan
kelayakan sebagai tempat
hiburan keluarga.
1
3
6
3 Tidak adanya penyalahgunaan
dalam penyediaan tempat
hiburan bagi keluarga.
3
7
Sumber : Obeservasi Penulis, 23 agustus 2017.47
47 Hasil Observasi Penulis, Tanggal 23 Agustus 2017, Di Zensho Karaoke Keluarga, Salatiga, Indonesia, Pukul
21.00 wib.
Konsumen Menyatakan tidak terjaminnya keamanan dan keselamatan terhadap
konsumen Karaoke Keluarga ZENSHO dengan presentase 70%. Konsumen menyatakan
karaoke keluarga ZENSHO dikatakan TIDAK layak sebagai tempat hiburan keluarga dengan
presentase 60%. Dan Konsumen Menyatakan adanya penyelahgunaan dalam penyediaan
tempat hiburan keluarga dengan presentase 70%.
Berdasar Hasil observasi pada tabel diatas penulis mengumpulkan data dengan
menggunakan kuisioner kepada konsumen yang berkunjung ke tempat masing-masing
karaoke, sebagai ungkapan tingkat keamanan tempat hiburan jasa karaoke keluarga tersebut
demi terjaminnya keselamatan konsumen, kelayakan jasa hiburan tersebut sebagai tempat
hiburan keluarga, dan tidak ada nya penyalahgunaan media hiburan keluarga untuk hal
negatif. Dari hasil pemaparan diatas dapat dilihat Karaoke Inul Vizta memiliki tingkat
keaman terhadap terjamin nya keselamatan konsumen, dan tidak adanya penyalahgunaan
tempat hiburan keluarga menjadi tempat negatif, namun tetap pandangan konsumen masih
sedikit berpendapat bahwa layanan jasa karaoke keluarga Inul Vizta dianggap belom
memenuhi kelayakan sebagai tempat hiburan keluarga.
Tabel 2.2.8
KUISIONER PENELITIAN TERJAMINNYA PERLINDUNGAN TERHADAP HAK
KONSUMEN JASA KARAOKE KELUARGA
Berikut hasil dari pengumpulan data yang di simpulkan dari seluruh penelitian di
beberapa tempat layanan jasa karaoke keluarga, Sehingga dapat memperlihatkan tingkat
kepercayaan konsumen terhadap terselenggaranya usaha jasa karaoke keluarga yang pelaku
usaha coba untuk membuat sebuah perbedaan antara karaoke keluarga dengan karaoke
sebagai tempat hiburan malam. Ini menjadi tolak ukur apakah ada pandangan yang
membedakan dari praktek yang di ciptakan oleh pelaku usaha untuk lingkungan masyarakat
di Kota Salatiga.
Pengumpulan data dari 3 obyek yang temapat karaoke keluarga di Salatiga, dengan
total 30 orang konsumen, Sebagai berikut :
No
PERTANYAAN
Pilihan
Jawaban
SS
S
TS
STS
1 Keamanan terhadap konsumen
telah terjamin untuk bentuk
terciptanya keamanan,
keselamatan para konsumen.
2
(6.6%)
9
(30%)
19
(63,3%)
2 Pelaku usaha menyediakan
menu makanan dan minuman
yang sesuai dengan keinginan
konsumen.
1
(3,3%)
9
(30%)
20
(66.6%)
3 Tidak adanya penyalahgunaan
dalam penyediaan tempat
hiburan bagi keluarga.
1
(3,3%)
14
(46.6%)
16
(53.3%)
Hasil Observasi Penulis, Guna melihat tingkat kepercayaan Konsumen terhadap tempat
hiburan jasa karaoke keluarga Di Kota Salatiga.
Konsumen Menyatakan tidak terjaminnya keamanan dan keselamatan terhadap
konsumen dalam layanan jasa Karaoke Keluarga di kota Salatiga dengan presentase
63,3%.
Konsumen menyatakan layanan jasa karaoke keluarga di Salatiga Tidak layak sebagai
tempat hiburan keluarga dengan presentase 66,6%.
Konsumen menyatakan adanya penyalahgunaan dalam penyediaan tempat hiburan bagi
keluarga.53.3%.
E. Analisis
I. Perencanaan pemanfaatan lingkungan sebagai obyek wisata dalam rangka menjamin
kepastian hukum dan meningkatkan tertib usaha pariwisata di Kota Salatiga, Dalam
menjalankan peran nya pemerintah kota Salatiga melalui Peraturan Daerah Kota Salatiga
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penyelanggaraan Usaha Pariwisata menjadikan landasan
dalam menjalankan prosedur penerbitan tanda daftar usaha pariwisata, agar pembinaan,
pengaturan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian terhadap usaha pariwisata dapat
berjalan tertib, lancar, berdaya guna, dan berhasil guna.
Dinas Kebudayaan dan Priwisata selanjutnya disebut DISBUDPAR dalam hal ini
memiliki wewenang yang di berikan oleh pemerintah dalam melakukan kebijakan,
Pelayanan perizinan, pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian dibantu
oleh Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP, dimana Satpol PP
berwenang untuk membantu memberi pengawasan terhadap beroperasinya Karaoke
Keluarga di Salatiga.
o Dalam klasifikasi jenis usaha pariwisata yakni Karaoke dalam perda No.1 tahun 2015
tersebut sama dengan adanya jenis Hiburan Karaoke keluarga, dalam hal ini berarti tidak
ada perbedaan terhadap perizinan pendirian nya. Namun tidak ada penjelasan atau
pengaturan lebih lanjut mengenai pengklasifikasi jenis layanan jasa tersebut.
o Dalam wawancara bersama Kepala Satpol PP Kota Salatiga pak Kusumo Aji. S.H,
menjelaskan bahwa layanan jasa karaoke keluarga tidak satupun yang di izinkan dalam
praktek penjualan minuman beralkohol. Dalam hal ini merupakan salah satu larangan
jasa karaoke keluarga dalam pengoprasiannya, Layanan jasa karaoke keluarga terbuka
bagi seluruh kalangan apapun, baik remaja, dewasa, bahkan orang tua sekalipun.
o Pengawasan beroperasinya layanan jasa karaoke keluarga oleh Satpol PP yang
berkordinasi dengan DISBUDPAR dalam melakukan operasi rutin ke tempat layanan
jasa karaoke keluarga, untuk melakukan razia peredaran minuman beralkohol,
ketersediaan pekerja anak di bawah umur, tersedianya pemandu karaoke (Ladies
Karaoke).
o Berlakunya kebijakan yang memang tidak secara tertulis di terapkan oleh Pemerintah
Kota Salatiga terhadap pengaturan lebih lanjut mengenai layanan jasa hiburan Karaoke
Keluarga dengan syarat tidak mengganggu keamanan lingkungan, menjunjung tinggi
norma-norma yang hidup dalam lingkungan masyarakat Kota Salatiga. Pelaku Usaha
yang menjalankan Layanan jasa hiburan Karaoke Keluarga harus membedakan jenis
hiburannya dengan karaoke yang diperuntukan sebagai hiburan malam.
o Dengan tidak terkodifikasinya suatu aturan yang secara langsung untuk memberikan
kepastian dalam hal sebagai daya pembeda dan atau syarat khusus dalam perizinan. Hal
tersebut justru menjadi sebuah sisi lemah dalam pengawasan, pembinaan, dan tindakan
dari pemerintah sendiri. Hal tersebut dapat terlihat dari wawancara penulis dengan
DISBUDPAR, dan Satpol PP, Dimana terkait larangan terhadap penjualan minuman
keras, mengutip kembali hasil Wawancara Bapak Sri Danudjo, Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Salatiga, Tanggal 24 Agustus 2017, jam 10.00 WIB.
o Lalu dikaitkan dengan wawancara penulis dengan pihak pelaku usaha, Tabel 2.2.5 Dalam
prakteknya seluruh tempat layanan jasa karaoke keluarga yang menjadi obyek penelitian
menyediakan minuman beralkohol golongan (A), Penyediaan minuman beralkohol
tersebut tidak di barengi dengan suatu perizinan dalam surat keterangan penjualan
langsung-A menurut ketentuan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016
tentang Pengawasan Dan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol
Pasal 11 ayat (2) huruf c.48
o Lemahnya pengawasan, tindakan, dan pembinaan yang dilakukan pemerintah justru
membuat pelaku usaha dengan mudah untuk mencari celah dalam meningkatkan
keuntungannya tanpa menjalankan usaha dengan itikad baik, dan mengacuhkan semua
aturan yang diberikan pemerintah daerah.
II. Pembentukan kebijakan lebih lanjut untuk mengtur perizinan, pembinaan, dan
pengawasan Jasa karaoke keluarga oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga yang
ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah merupakan tindakan yang semestinya harus
segera dilakukan, karena tepat untuk membatasi dan mengatur keberadaan Tempat
hiburan karaoke keluarga dalam melakukan usaha, sehingga tidak timbul dampak negatif
bagi lingkungan.
o Penegakan Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga yang di wakili oleh
Satpol-PP dan DISBUDPAR untuk ikut melakukan pengawasan, pendataan, monitoring,
dan melakukan penertiban terhadap lebih mendalam terhadap praktek-praktek curang
yang jelas pelaku usaha menjalan usahanya tanpa itikad baik dalam pengamalan
peraturan yang berlaku. yang melanggar kesepakatan bersama Walikota terhadap aturan
mengenai peredaran minuman keras, hal itu merugikan daerah, karena beredarnya
minuman beralkohol tanpa izin, lepas kontrol pemerintah maka akan berdampak negatif
bagi lingkungan pemerintahan kota Salatiga.
o Menurut James E. Anderson, “ Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu, yang di ikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan masalah tertentu ”.49
48 Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 7 tahun 2016 tentang Pengawasan Dan Pengendalian
Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Pasal 11 ayat (2) huruf c.
III. Terhadap pemenuhan Hak konsumen mengenai hak atas keamanan, keselamatan,
kenyaman dalam mengkonsumsi ayau pemanfaatan jasa hiburan karaoke keluarga, Selain
menjadi kewajiban pelaku usaha terhadap perlindungan kosumen dari dampak negatif
pemanfaatan jasa hiburan karaoke keluarga, Pemerintah sebagai pihak yang instansi
penting dalam pemberian kebijakan dimana untuk pihak yang menyelaraskan suatu
kebijakan dengan aturan perundang-undang yang berlaku. Maka perlulah memperhatikan
kembali mngenai aturan tentang penyelenggaraan usaha pariwisata, dimana
terselenggaranya jasa karaoke keluarga di Salatiga secara tidak langsung memberi
pengaruh negatif dalam lingkungan masyarakat, serta membuat hak konsumen dalam
penggunaan atau pemanfaatan layanan hiburan menjadi tidak terjaminnya hak atas
kenyamanan dan keamanan serta keselamatan konsumen.
o Perlunya kebijakan terhadap pengklasifikasian jenis hiburan karaoke keluarga tersebut
agar terjaminnya keamanan, kenyamanan dan serta keselamatan konsumen.
o Tanggung jawab pelaku usaha dalam mengamalkan undang-undang perlindungan
konsumen, terhadap jaminan mendapatkan ganti kerugian terhadap jasa yang tidak sesuai
dengan hal yang seharusnya atau sebenarnya.
o Tanggung jawab perlindungan konsumen yang juga di atur dalam Perda nomor 1 tahun
2015 tentang penyelenggaraan usaha pariwisata dimana adanya kepastian oleh pelaku
usaha perihal sebuah jaminan terhadap ganti rugi berupa asuransi,50 hal tersebut menjadi
suatu jaminan dalam pemenuhan hak konsumen dalam mendapatkan kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan, baik terhadap jiwanya, maupun barang yang ada padanya.
o Dalam hasil wawancara penulis dengan pelaku usaha, terdapat itikad buruk terhadap
penyelenggaraan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha karaoke keluarga, selain
melanggar ketentuan terhadap peredaran miras, terselenggaranya usaha jasa karaoke
49 Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,1994, hlm. 33. 50 Pasal 26 ayat (2) huruf l Peraturan daerah kota salatiga nomor 1 tahun 2017 tentang penyelenggaraan
usaha pariwisata.
keluarga seharusnya disediakan atau di peruntukan untuk keluarga, dimana pengguna
atau konsumen yang menggunakan jasa hiburan selayaknya di sediakan sesuai dengan
apa yang seharunya keluarga dapatkan. Fasilitas keamanan, pelayanan terhadap seluruh
kalangan baik anak-anak, sampai ke kalangan orang tua dapat mendapatkan pelayanan
yang memang tersedia sesuai lingkup kehidupan drajadnya. Menjauhi hal-hal negatif
yang dapat merusak dan mengganggu ketentraman umum.
o Sistem keamanan yang diberlakukan seharusnya tidak hanya dengan sebuah himbauan
saja. Dari kegiatan hiburan yang diperuntukan kepada lingkungan keluarga, sangatlah
tidak pantas jika pelaku usaha menjalankan usaha tidak sesuai aturan, atau dalam hal
melanggar aturan. Pengawasan yang buruk, sehingga banyak konsumen muda mudi yang
seenaknya masuk dengan membawa minuman beralkohol, membawa senjata tajam tanpa
ada pengawasan yang baik dari pelaku usaha. hal tersebut sama saja penyalahgunaan
tempat hiburan yang di peruntukan kepada keluarga. Tidak memiliki kelayakan jika di
selenggarakan dalam lingkungan keluarga. Efek negatif minuman keras akan menambah
situasi semakin berbahaya, hal tersebut sama saja tidak adanya tanggung jawab pelaku
usaha terhadap penjaminan keamanan, kenyaman dan keselamatan para konsumennya.
o Tindakan tegas oleh DISBUDPAR, dan Satpol PP dalam hal pengawasan, pembinaan,
serta menegakan suatu aturan harus di lakukan.
o Dalam nyatanya kini pemerintah dalam hal berwenang meluruskan sesuatu aturan yang
disimpang seharusnya bertindak tegas dan sigap dalam tugasnya.
o Kebijakan terhadap penyelenggaraan usaha pariwisata yang seharusnya di lakukan untuk
kepentingan daerah tersebut, namu jika pemangku jabatan tidak bertindak dengan baik
maka tidak mungkin tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan lingkungan budaya
dan pariwisata di wilayah kota Salatiga dapat berdaya gunda dengan baik.
o Berdasar dari hasil observasi dalam tabel yang dilakukan oleh penulis, jelas konsumen
memberi keterangan yang menjelaskan adanya indikator ketidak sesuaiannya
penyelenggaraan usaha jasa hiburan yang diperuntukan oleh keluarga.
o Penyediaan layanan hiburan keluarga di nilai hanya menjadi sebuah syarat untuk dapat
memiliki izin beroprasinya usaha. Setelah itu pelaku usaha menjalankan usaha tidak
memperhatikan asas keamanan dalam perlindungan konsumen, dan peraturan perundang
undangan. Hal tersebut jelas bahwa pelaku usaha melanggar ketentuan perihal tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Pasal 8 undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen mengenai perbuatan yang dilarang oleh pelaku usaha.