112070467 cerpen tema keluarga b indo

16
LOMBA MENULIS CERPEN KARYA : ASRI DEWI PRATIWI (05/8A) SMPN 1 PIYUNGAN

Upload: diana-yuli

Post on 02-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

LOMBA MENULIS CERPEN

KARYA : ASRI DEWI PRATIWI (05/8A)

SMPN 1 PIYUNGAN

Page 2: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

BIODATA PENULIS

Nama : Asri Dewi Pratiwi

Tempat Tanggal Lahir : Bantul, 02 Juni 1996

Alamat : Bintaran Kulon RT 06, Srimulyo, Piyungan, Bantul

Kelas : 8A

Sekolah : SMPN 1 PIYUNGAN

Guru Pembimbing : Lusia Sukatiyah S.Pd

Pangkat/Golongan : Pembina/IVA

Mengajar : Bahasa Indonesia

Page 3: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Ini sudah kesekian kalinya aku menghabiskan menit-menitku di sini. Di bangku yang

sama. Di bawah pohon yang sama. Dengan pandangan yang sama. Ada sebuah obyek

menarik di hadapanku, yang membuatku betah memandangnya dan menumbuhkan

imajinasiku, melayangkan rasa cemburu yang begitu dalam. Anak-anak seusiaku itu begitu

bergembira. Begitu bahagia. Begitu beruntung. Mereka dengan segala kesempurnaannya tak

pernah berhenti membuatku iri. Mereka dengan kaki lincahnya, berlari kesana-kemari.

Mereka telah membuatku iri dengan segala kesempurnaannya.

Saat aku memejamkan mata, bayang-bayang kisah lampau yang mengakhiri

kehidupanku yang sempurna berkelebat dalam pikiranku. Dulu, sebelum peristiwa itu terjadi,

aku selalu merasa semua orang merasa iri dengan kehidupanku yang mendekati sempurna.

Semua orang juga tahu, betapa menariknya aku. Aku pandai melukis, keluargaku cukup

berada, dan aku punya banyak teman. Semuanya tampak sempurna bagiku.

Tapi seperti yang sudah aku katakan, kehidupan yang sempurna itu dulu sebelum aku

divonis mengidap penyakit lekimia stadium akhir. Sejak itu, aku merasa menjadi orang paling

malang sedunia. Aku dengan penyakit leukemia stadium akhir , yang membuatku harus

menghabiskan sisa hidupku dengan berbagai macam obat-obatan dan terapi. Menurutku,

semua obat yang kuminum setiap hari justru meracuni tubuhku dan membuat tubuhku ini

semakin lemah. Kadang aku merasa kehidupanku sangat berat hingga aku merasa tak dapat

lagi menanggungnya. Aku ingin Tuhan segera mengambil nyawaku. Jujur saja, aku sudah

tidak tahan dengan rasa sakit yang menderaku hampir setiap hari. Namun, tiap kali kuingat

dua sosok yang begitu kusayangi, rasa putus asa dan rasa sakit itu sirna sudah. Rasanya aku

ingin tetap bertahan hidup demi mereka, demi Papa dan Mamaku. Aku tidak ingin melihat

mereka sedih tiap kali penyakitku kambuh. Aku ingin mereka melihatku sembuh dan ceria

seperti 3 tahun yang lalu sebelum penyakit mematikan ini kuderita.

Andaikan aku bisa mengulang kembali smeuanya, tentu saja aku akan berusaha

menjaga apa yang telah diberikan-Nya dengan sebaik-baiknya. Aku tidak akan pernah

menyia-nyiakannya. Ketika penyakit mematikan ini kuderita aku baru sadar betapa bodohnya

aku yang telah menyia-nyiakan semuanya. Tapi apa boleh buat, penyesalan memang selalu

datang terlambat ibarat nasi yang telah menjadi bubur. Tak ada gunanya lagi aku menyesali

semua ini karena semua ini mungkin adalah cobaan bagiku. Meskipun awalnya aku tidak bisa

menerima semua ini, namun perlahan tapi pasti aku mencoba menerima semuanya. Meskipun

begitu menyakitkan, akan kuterima ini sebagai sebuah anugerah yang diberikan Tuhan

Page 4: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

kepadaku. Apalagi, ada Papa dan Mamaku yang selalu ada di sampingku. Bagiku mereka

adalah secercah sinar yang diberikan Tuhan kepadaku. Sinar yang selalu menerangiku kala

gelap menghampiriku. Sinar yang selalu ada di setiap tangis dan tawaku. Sinar yang tak akan

pernah lelah menyinariku.

Tanpa terasa kuteteskan air mataku. Aku tak kuasa menahan tangisku. Peristiwa

mengerikan itu masih tertancap jelas dalam ingatanku, peristiwa mengerikan 3 tahun lalu

ketika dokter memvonisku mengidap penyakit leukemia. . .

Pagi itu, ketika aku akan berangkat ke sekolah. Aku merasakan rasa sakit yang amat

sangat di sekujur tubuhku, terutama kepalaku. Bagai seribu paku menusuk-nusuk kepalaku,

rasanya saaakiiit sekaaaalii ! ! ! Tiba-tiba semuanya terasa kabur dan kurasakan seluruh

benda yang ada di hadapanku berputar-putar mengelilingiku. Semuanya terasa gelap dalam

sekejap. Dan ketika aku bangun aku merasakan suasana lain, aku merasa aku tidak berada di

kamarku melainkan di sebuah ruangan kecil yang temboknya berwarna biru muda. Ya, ini

adalah Rumah Sakit. Kulihat Papa dan Mamaku duduk di pojok ruangan. Tampaknya mereka

sedang membicarakan sesuatu dengan seorang lelaki setengah baya berpakain putih-putih,

mungkin seorang Dokter.

“Ma. . .” aku memanggil Mamaku dengan suara yang lirih. “Sayang. .” jawab

Mamaku terkejut. Papa dan Mamaku berlari menghampiriku. Mereka terlihat begitu khawatir

dengan keadaanku saat ini.

“Tifa. . . Gimana keadaan kamu Sayang??” tanya Papaku. “Tifa baik-baik aja kok,

Pa. Papa sama Mama nggak usah sedih. ” kataku. Papa dan Mamaku hanya diam mendengar

perkataanku. Tapi, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Tidak biasanya Papa dan Mamaku

bersikap seperti ini.

“Pa, Ma. Sebenarnya ada apa sih??? Kenapa Papa sama Mama terlihat begitu sedih???

Kenapa??” tanyaku. “Tifa. . . Sebenarnya Papa sama Mama berat mengatakan semua ini

sama kamu. Tapi bagaimanapun juga kamu harus tahu hal ini. . .” kata Papaku terbata-bata.

“Kenapa, Pa? Apa yang terjadi sama Tifa??” tanyaku. “Kamu. . .Kamu. . .Kamu

divonis mengidap penyakit leukemia stadium akhir, Sayang.” kata Mamaku sambil menangis.

Page 5: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

“Nggak. .Nggak mungkin. . . Mama bohong kan, Pa???” kataku sambil menangis.

“Nggak, Sayang. . .Mama nggak bohong. . . Kamu harus sabar ya. .” jawab Papaku sambil

memeluku.

Aku tak kuasa menahan tangisku. Tapi, Papa dan Mamaku terus berusaha

menenangkanku. Mereka mencoba menenangkanku dengan segala cara dan akhirnya aku pun

luluh. Aku mencoba untuk menerima semuanya meskipun rasanya begitu berat. Jujur aku tak

sanggup, sungguh aku tak bisa menerima semua ini. Menerima kenyataan bahwa aku

menderita penyakit leukemia stadium akhir. Penyakit yang nantinya akan memberikan

perubahan-perubahan fisik pada tubuhku. Entah apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.

Mungkinkah semua mimpi-mimpiku selama ini akan terwujud? Mungkinkah aku masih bisa

bertahan? Mungkinkah aku masih bisa sembuh? Sejuta pertanyaan yang ada di benakku.

Mengapa dan mengapa? Aku sendiri tidak tahu jawabannya. Tapi, aku yakin Tuhan tidak

pernah tidur. Aku yakin suatu saat nanti, aku akan menemukan jawabannya. Kini, aku hanya

bisa berdoa, berdoa, dan terus berdoa karena aku yakin mukjizat itu nyata.

Tiga tahun berlalu. . . . . .

Aku masih bertahan dengan penyakit leukimiaku meskipun 3 tahun yang lalu dokter

memvonis umurku tinggal 4 bulan, tapi buktinya 3 tahun telah berlalu dan aku masih bisa

bertahan. Ini semua berkat semangat dan dorongan yang telah diberikan oleh Papa dan

Mamaku serta teman-temanku. Kasih sayang dari merekalah yang membuatku terus

termotivasi untuk bisa sembuh dari penyakit ini.

Meskipun sakit, aku tidak mau hanya berdiam diri di rumah. Setiap hari, aku mencoba

menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Terutama melukis. Melukis adalah hobiku sejak

kecil. Sebenarnya, sejak kecil aku punya cita-cita menjadi seorang pelukis. Tapi aku tidak

tahu apakah aku bisa mewujudkan cita-citaku dengan kondisiku saat ini.

Aku juga tetap bersekolah meskipun sakit. Aku ingin cita-citaku menjadi seorang

pelukis bisa tercapai. Aku ingin melihat Papa dan Mamaku tersenyum bahagia suatu saat

nanti ketika aku berhasil menjadi seorang pelukis. Karena menurutku hanya itulah yang bisa

kulakukan untuk membuat kedua orangtuaku bangga kepadaku, meski kutahu umurku tak

lama lagi.

Page 6: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh dari Masjid di samping rumahku, aku lalu

bergegas mengambil air wudhu. Sejak kecil, Papa dan Mamaku memang selalu

mengajarkanku untuk beribadah lima kali sehari sesuai dengan agama kami. Setiap hari, kami

selalu melaksanakan ibadah sholat secara berjama’ah. Meskipun kami hanya berjama’ah

ketika sholat Subuh, Maghrib, dan Isya. Aku merasa sangat bersyukur memiliki kedua orang

tua yang selalu membimbingku, menyayangiku, dan mengasihiku.

Hari ini begitu istimewa bagiku. Ya, karena hari ini adalah hari pertamaku berangkat

sekolah setelah kurang lebih dua minggu aku tidak berangkat sekolah karena penyakitku

kambuh dan membuatku harus tinggal di Rumah Sakit.

“Pagi, Pa! Pagi, Ma!” sapaku. “Pagi, Sayang!” jawab Papaku. “Kamu mau sekolah

hari ini?” tanya Mamaku. “Ya iyalah, Ma. Masa udah dandan rapi begini gak sekolah.”

jawabku. “Tapi, inget! Kamu harus sarapan dan minum obat dulu. . .” Mamaku

mengingatkan. “Beres deh. ..!” jawabku.

Aku lalu duduk bersama Papa dan Mamaku di meja makan. Setiap pagi kami memang

selalu sarapan bersama. Selesai sarapan, aku lalu berpamitan pada Mamaku. Aku selalu

berangkat dan pulang sekolah diantar Papa. Meski sebenarnya aku ingin naik sepeda bersama

teman-temanku, tapi apa boleh buat Mama tidak mengijinkanku dengan alasan terlalu bahaya

untuk kondisiku saat ini.

Sesampainya di sekolah, aku segera berjalan menuju ruang kelasku. Kelas VIII A.

tapi, samar-samar kudengar suara sesorang yang memanggilku dari kejauhan.

“Tifa!” teriak seseorang dari kejauhan.

Suara cempreng itu serasa tidak asing lagi kudengar. Siapa lagi kalau bukan suara. . .

“Laras?”

Laras lalu berlari menghampiriku. Laras memag sahabat dekatku. Kami bersahabat

sejak umur 7 tahun.

“Tifa, aku kangen banget sama kamu. Rasanya sepi banget dua mingu duduk

sendirian. .” kata Laras. “Aku juga kangen sama kamu. . .” jawabku. “Senang banget rasanya

bisa ketemu kamu lagi.” kata Laras. “Sama, aku juga senang bisa ketemu kamu lagi .” kataku.

Page 7: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Di sekolah aku memang mempunyai banyak teman yang setia. Mereka semua juga

sudah tahu bahwa aku menderita penyakit leukemia. Meskipun aku menderita penyakit

leukemia teman-temanku tidak pernah memperlakukanku layaknya orang yang sakit apalagi

mencoba menjauhiku. Justru merekalah yang memberiku semangat dan motivasi agar aku

bisa sembuh.

Meskipun aku mempunyai banyak teman yang setia. Namun, tidak sedikit dari teman-

temanku yang merasa terganggu atas kehadiranku di sekolah. Mereka yang terganggu tak

pernah berhenti mencaci makiku. Termasuk Rossa, teman sekelasku yang terlihat begitu

membenciku dan terganggu atas kehadiranku di sekolah.

Suatu hari, ketika aku sedang berjalan sendirian di koridor sekolah. Aku merasakan

ada seseorang yang menarik topiku dari belakang. Tak kusangka orang itu adalah Rossa.

Semua orang yang ada di koridor pun menertawakanku. Ya, aku tahu semenjak aku

menderita penyakit leukemia aku harus menghabiskan sisa hidupku dengan obat-obatan keras

yang dapat memberikan perubahan fisik pada tubuhku. Salah satunya adalah rambutku.

Perlahan tapi pasti rambutku mulai rontok dan mengakibatkan sebagian rambutku mulai

botak sehingga mengharuskanku memakai topi ke sekolah untuk menutupinya.

Aku tak menyangka Rossa tega memperlakukanku seperti itu. Apa salahku

padanya?!? Aku lalu berlari sekencang-kencangnya menuju halaman sekolahku. Aku tak

menghiraukan cacian mereka. Yang aku inginkan adalah pergi dari tempat ini secepat

mungkin. Aku lalu duduk di bangku halaman sekolah. “Aku tak ingin hidup lagi. Aku bosan

Tuhan, aku bosan, aku sudah tak kuat lagi.” jerit hatiku. Aku hanya bisa menangis,

menangis, dan menangis Hingga kudengar suara seseorang memanggilku.

“Tifa! Kamu kenapa?? Pasti ini semua ulahnya si Rossa kan! !” tanya Laras. “Rossa

emang bener-bener keterlaluan! Kamu nggak usah sedih Tif, kamu masih punya banyak

orang yang sayang ama kamu! Ada aku, Papa dan Mama kamu, juga temen-temen yang lain!

Aku yakin kamu pasti bisa nglewatin semua ini dan bisa sembuh kayak dulu lagi!” lanjut

Laras.

“Thanks, ya. Aku janji aku nggak bakal sedih lagi dan aku yakin aku bakalan bisa

sembuh” kataku pada Laras. “Gitu dong. . “kata Laras.

Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Laras. Mulai sekarang aku berjanji aku

nggak akan sedih lagi. Aku nggak ingin mengecewakan mereka semua. Mereka yang selama

Page 8: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

ini menyayangiku dan selalu ada di sampingku. Mulai sekarang aku juga nggak bakalan

peduli sama cacian dan makian dari orang lain, termasuk Rossa. Mungkin mereka mencaci

dan memakiku karena mereka belum pernah berada di posisiku.

Setiap hari, sepulang sekolah aku selalu pergi ke sebuah sanggar yang letaknya tidak

jauh dari rumahku. Di sana, aku dan teman-temanku diperbolehkan mengembangkan bakat

kami, terutama bakat di bidang seni. Tentu saja, di sana aku memilih untuk mengembangkan

bakatku dalam bidang seni lukis. Biasanya, setahun sekali diadakan semacam pameran atau

pertunjukkan yang memamerkan hasil karyaku dan juga teman-temanku. Hari ini, ada sebuah

pengumuman penting di sanggar yaitu mengenai Lomba Melukis Tingkat Internasional

dalam rangka Hari Anak Sedunia. Tentu saja, aku sangat tertarik mendengarnya. Apalagi,

lomba ini dibuka untuk umum.

Sampai di rumah, aku langsung memberitahukan berita gembira ini pada Papa dan

Mamaku. Tentu saja mereka mendukungku penuh. Mereka bilang aku boleh mengikuti lomba

ini, tentu saja aku langsung bersorak gembira mendengar reaksi Papa dan Mamaku.

“Beneran Ma, aku boleh ikut?” tanyaku kepada Mamaku. “Iya, Sayang. Kamu boleh

ikut” jawab Mamaku sambil tersenyum. “Makasih, Ma. Makasih, Pa !!!” kataku gembira.

Papa dan Mamaku hanya melemparkan senyum manisnya, melihat tingkahku.

Kuakui, setelah divonis menderita penyakit leukimia 3 tahun lalu aku belum pernah

segembira ini. Sambil melompat-lompat aku lalu bergegas menuju kamarku, kuambil

peralatan melukisku. Dan mulai kugoreskan warna-warna indah itu di sehelai kertas dengan

ukuran 1 meter x 1 meter.

Satu jam kemudian, sebuah lukisan indah dengan tema keluarga berhasil

kuselesaikan. Lukisan inilah yang nantinya akan kukirim untuk mengikuti Lomba Melukis

Tingkat Internasional. Aku hanya bisa berdoa semoga aku bisa lolos ke babak selanjutnya.

Oh, ya.. .. Lomba Melukis Tingkat Internasional ini dibagi menjadi 3 babak. Babak pertama

adalah Babak Kualifikasi, dari sekitar 120 negara yang mengikuti lomba ini nantinya hanya

akan diambil 50 negara dengan wakilnya 1 orang. Babak kedua adalah Babak Grand Final,

dari 50 negara yang terpilih tadi nantinya akan dipilih lagi 15 negara yang berhak mengikuti

Babak Final. Nah, di babak final ini 15 negara yang terpilih atau 15 pelukis yang terpilih akan

diundang ke Korea untuk menghadiri Babak Final. Babak Final ini sangat berbeda dengan

Page 9: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Babak Kualifikasi dan Babak Grand Final karena kita harus menghadirinya secara langsung

dan melukis secara lansung di sana.

Aku jadi ragu-ragu akan mengikuti lomba ini atau tidak sebab ada sekitar 120 negara

yang mengikuti lomba ini. Meskipun aku sudah sering mengikuti berbgai macam lomba

melukis mulai dari tingkat Kecamatan hingga Nasional dan berhasil menjadi juara pertama.

Namun, kali ini aku merasa agak minder. Aku nggak yakin bisa memenangkan lomba ini.

Apalagi jika melihat lukisanku yang sepertinya masih kalah jauh dengan para pelukis di

negara lain. Aku jadi minder sendiri. Tapi, begitu Papa dan Mamaku meyakinkanku bahwa

aku pasti bisa masuk Babak Final rasa minderkupun hilang, kini yang ada di hatiku hanya

kata-kata : SEMANGAT!!! Aku tidak tahu apa yang bisa membuatku berubah pikiran secepat

itu mungkin karena motivasi, semangat, dan kasih sayang yang telah diberikan oleh orang

tuaku selama ini hingga setiap kata yang mereka ucapkan seolah menjadi sebuah semangat

yang tidak ternilai harganya.

Tujuh hari setelah aku mengirimkan lukisanku untuk mengikuti lomba, aku

mendapatkan sepucuk surat yang didalamnya terdapat selembar kertas yang berisi pernyataan

bahwa lukisan dengan judul “KELUARGAKU, KEKUATANKU Karya ANANDA ATIFA

LARASATI ANGGARA berhasil LOLOS ke Babak Kedua yaitu Babak Grand Final”.

Antara percaya dan tidak itulah perasaanku saat ini. Untuk memastikannya, aku lalu berlari

menuju dapur menemui Mamaku dan memintanya membacakan isi surat tersebut . Ternyata

benar, aku lolos Babak Kedua atau Babak Grand Final. Dengan spontan, aku lalu memeluk

Mamaku erat-erat dan mengucapkan rasa terima kasihku atas semua yang telah diberikannya

kepadaku selama ini. Tak lupa aku juga mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga kepada

Tuhan.

Di babak Grand Final ini, aku mengirimkan sebuah lukisan dengan judul “SAHABAT

SEJATI”. Mudah-mudahan saja aku berhasil lolos ke Babak Final. Amiiiinnnn!!!!! Tujuh

hari kemudian, aku mendapatkan sepucuk surat pemberitahuan. Alhamdulillah. . .. Aku

berhasil lolos ke Babak Final. Papa dan Mamaku adalah orang pertama yang memberiku

ucapan selamat. Mereka juga memberiku sebuah kado berupa boneka dan sepatu baru. Aku

merasa sangaaatttt sennanggg karena selain berhasil lolos ke Babak Final kau juga

mendapatkan hadiah dari Papa dan Mamaku.

Page 10: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Hari ini juga rencananya aku akan berangkat ke Korea pukul 15.00 WIB. Tapi, entah

kenapa aku merasa kurang enak badan hari ini. “Apa mungkin penyakitku kambuh?? Ah,

tidak mungkin, batinku dalam hati. Aku harus sehat, aku kan mau berangkat ke Korea,”

batinku. Tiba-tiba aku merasakan sekujur badanku terasa sakit terutama kepalaku. Rasanya

sakiiittt sekaaaaliii. Dan tiba-tiba bruuukkk!!!!!!!! Badanku jatuh ke lantai. Dan ketika

sadarkan diri, aku sudah berada di tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku. Di Rumah

Sakit. Kulihat Papa dan Mamaku berada di sampingku. Mereka memang selalu setia

mendampingiku setiap kali aku berada di Rumah Sakit.

Aku melihat sekelilingku, kulihat jam menunjukkan pukul 12.00 WIB. Andaikan aku

bisa memutar waktu, akan kuputar waktu. Jujur, meskipun kondisiku sekarang sangat lemah

aku tetap ingin berangkat ke Korea. Aku ingin mengikuti lomba melukis itu. Kuberanikan

diri untuk mengatakannya pada Papa dan Mamaku walau ku tahu mereka pasti melarangku

pergi ke Korea. Tapi, dengan segala cara aku mencoba meyakinkan kedua orang tuaku bahwa

aku bisa bertahan. Membujuk, membujuk, dan membujuk itulah yang terus kulakukan.

Melihat perjuanganku,dengan berat hati kedua orang tuaku akhirnya mengijinkanku pergi ke

Korea untuk mengikuti lomba itu.

Waktu menunjukkan pukul 14.00. Aku ditemani Papa dan Mamaku segera menuju

bandara untuk berangkat ke Korea. Rupanya, kedatanganku ke bandara sudah ditunggu oleh

para rombongan yang akan menemaniku berangkat ke Korea. Rencananya aku tinggal di sana

selama kurang lebih 1 minggu. Aku akan berangkat ke Korea ditemani oleh Bapak Menteri

Pendidikan. Sungguh suatu kehormatan bagiku bisa mewakili Indonesia di ajang

Internasional ini. Detik dan menit terus berlalu. Kini waktu menunjukkan pukul 15.00.

Saatnya aku berangkat meninggalkan Indonesia menuju ke Korea. Sebelum berangkat, aku

berpamitan dan memohon doa restu kepada kedua orang tuaku dan teman-temanku yang

ternyata datang ke bandara tanpa sepengetahuanku. Aku juga berdoa pada Tuhan agar

diberikan keselamatan dan kekuatan untuk menjalani semua ini.

Satu minggu berlalu dengan cepatnya. Dan sekarang aku berada di dalam pesawat

yang akan membawaku kembali ke Indonesia. Aku lalu memandang ke luar jendela. Di

bawah tampak pemandangan kota Jakarta yang terhampar luas. Beberapa menit lagi pesawat

yang kunaiki akan mendarat. Perasaan senang dan bangga kini ada di benakku. . . Tentu saja,

aku merasa senang dan bangga karena aku berhasil menjadi juara pertama dalam Lomba

Page 11: 112070467 Cerpen Tema Keluarga b Indo

Melukis Tingkat Internasional. Aku juga senang karena aku bisa bertemu Papa dan Mamaku

lagi juga teman-temanku.

“Tifa!”

Suara itu serasa kukenal saat aku keluar dari terminal kedatangan di bandara

Soekarno-Hatta. Suara siapa lagi kalau bukan suara Mamaku tersayang. Aku langsung

memeluk Mamaku erat-erat.

“Selamat ya, Nak. Mama bangga sekali sama kamu.” kata Mamaku memberikan

ucapan selamat.“Makasih, Ma.” jawabku. Aku lalu melepaskan pelukanku. Aku berlari ke

arah Papaku. Aku langsung mencium tangan Papaku dan memeluknya. Papa juga

mengucapkan selamat atas keberhasilanku.

Empat tahun berlalu dengan cepatnya. Kini aku menjalani hidup dengan penuh

kegembiraan dan keceriaan. Penyakitku juga hampir tidak pernah kambuh lagi. Setiap waktu

kuhabiskan dengan melukis, melukis, dan melukis. Semua yang kudapatkan saat ini

menurutku merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepadaku. Dan anugerah terindah

yang pernah kumiliki adalah kedua orang tuaku. Satu kata yang ingin kuucapkan pada

mereka, TERIMA KASIH karena kasih sayang dan semangat yang telah mereka berikan

padaku selama ini, hingga aku masih bisa bertahan dan mewujudkan mimpi-mimpiku.. . .