113778377 status paraplegia inferior
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PARAPLEGIA INFERIOR
Disusun oleh :
ANDISTY SWANDHANI KANDIPADA ATE
(11-2011-019)
Pembimbing :
Dr. Sasmoyohadi, Sp.S
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSPAD GATOT SOEBROTO
Fakultas Kedokteran UKRIDA
23 April 2012 - 26 Mei 2012
JAKARTA
1
LEMBAR PENGESAHAN
Case dengan Judul :
PARAPLEGIA INFERIOR
disusun oleh
ANDISTY SWANDHANI KANDIPADA ATE (11-2011-019)
telah diterima dan disetujui oleh pembimbing
sebagai syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf di RSPAD GATOT SOEBROTO
periode 23 April 2012 - 24 Mei 2012
Disetujui & disahkan di
Jakarta, 14 Mei 2012 oleh pembimbing :
Dr. Sasmoyohadi, Sp.S
2
STATUS PASIEN NEUROLOGI
IDENTITAS :
Nama / Umur : Tn.H / 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Staff management lalu lintas Departemen Perhubungan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 25 April 2012
Dirawat ke : 1
Tgl pemeriksaan : 11 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesis dan Alloanamnesis 11 Mei 2012, pukul 11.00 WIB .
KELUHAN UTAMA
Lumpuh pada kedua kaki sejak pertengahan bulan Maret 2012 .
KELUHAN TAMBAHAN
Tidak bisa merasakan dan menahan BAB dan BAK.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor
OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di
RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan
kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan
sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat
bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang
punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi
keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.
Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan
3
kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar
dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.
2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku
bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar
sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus
dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS
masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu
makan.
1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya
masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS
masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum
bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku
sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS
batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada
tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS
memutuskan untuk dirawat di RSGS.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
• Hipertensi : Disangkal
• Diabetes mellitus : Disangkal
• Sakit jantung : Disangkal
• Trauma kepala : Disangkal
• Sakit kepala sebelumnya : Disangkal
• Kegemukan : Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN:
Tidak ada kelainan
4
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Gizi : Baik
• Tanda vital
TD kanan : 100/60 mmHg
TD kiri : 100/60 mmHg
Nadi kanan : 80x/menit
Nadi kiri : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,2°C
• Limfonodi : Tidak ada pembesaran limfonodi
• Jantung : BJ I-II reguler, gallop(-), murmur (-)
• Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki-/-, whezzing -/-
• Hepar : Tidak teraba membesar
• Lien : Tidak teraba membesar
• Ekstremitas : Akral hangat,edema(-)
STATUS PSIKIATRI
• Tingkah laku : Wajar
• Perasaan hati : Tenang
• Orientasi : Baik
• Jalan pikiran : Normal
• Daya ingat : Baik
STATUS NEUROLOGIS
• Kesadaran : Compos Mentis / E4M6V5 GCS = 15
• Sikap tubuh : Berbaring
• Cara berjalan : Tidak dapat berjalan
• Gerakan abnormal: Tidak ada
5
Kepala
• Bentuk : Normocephali
• Simetris : Simetris
• Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra dan sinistra
• Nyeri tekan : Tidak ada
Leher
• Sikap :Normal
• Gerakan :Bebas ke segala arah
• Vertebra :Dalam batas normal
• Nyeri tekan :Tidak ada
GEJALA RANGSANGAN MENINGEAL
Kanan Kiri
• Kaku kuduk : (-)
• Laseque : (-) (-)
• Kerniq : (-) (-)
• Brudzinsky I : (-) (-)
• Brudzinsky II : (-) (-)
NERVI CRANIALIS
N.I ( Olfaktorius)
• Daya penghidu : Normosmia Normosmia
N II (Opticus)
• Ketajaman penglihatan: Baik Baik
• Pengenalan warna : Baik Baik
• Lapang pandang : Tidak dilakukan
• Funduscopy : Tidak dilakukan
6
N III, IV, VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)
• Ptosis : (-) (-)
• Strabismus : (-) (-)
• Nistagmus : (-) (-)
• Exophtalmus : (-) (-)
• Enophtalmus : (-) (-)
• Gerakan bola mata:
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
• Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor: isokor
Posisi : sentral sentral
Rf cahaya langsung: (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)
Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)
N V (Trigeminus)
• Menggigit : (+)
• Membuka mulut : Simetris
• Sensibilitas Atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
• Rf masester : tak dilakukan
7
• Rf zigomatikus : tak dilakukan
• Rf cornea : tak dilakukan
• Rf bersin : Dalam batas normal
N VII (Facialis)
Pasif
• Kerutan kulit dahi : simetris kanan dan kiri
• Kedipan mata : simetris kanan dan kiri
• Lipatan nasolabial : simetris kanan dan kiri
• Sudut mulut : simetris kanan dan kiri
Aktif
• Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri
• Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri
• Menutup mata : simetris kanan dan kiri
• Meringis : simetris kanan dan kiri
• Menggembungkan pipi : simetris kanan dan kiri
• Gerakan bersiul : dapat melakukan
• Daya pengecapan lidah 2/3 depan : tidak dilakukan
• Hiperlakrimasi : tidak ada
• Lidah kering : tidak ada
N. VIII ( Acusticus )
• Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
• Mendengar detik arloji : (+) (+)
• Tes Schawabach : tidak dilakukan
• Tes Rinne : tidak dilakukan
• Tes Weber : tidak dilakukan
N. IX ( Glossopharyngeus )
• Arcus pharynk : simetris
• Posisi uvula : Di tengah
8
• Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
• Refleks muntah : tidak dilakukan
N.X ( Vagus )
• Denyut nadi : teraba,reguler
• Arcus faring : simetris
• Bersuara : normal
• Menelan : tidak ada gangguan
N. XI ( Accesorius )
• Memalingkan kepala : normal
• Sikap bahu : simetris
• Mengangkat bahu : dapat dilakukan
N.XII ( Hipoglossus )
• Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi
• Kekuatan lidah : dalam batas normal
• Atrofi lidah : tidak ada
• Artikulasi : jelas
• Tremor lidah : tidak ada
MOTORIK bebas bebas
• Gerakan :
- -
• Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
• Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
• Trofi
9
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon : Kanan Kiri
• Refleks Biseps : (+) (+)
• Refleks Triseps : (+) (+)
• Refleks Patella : (-) (-)
• Refleks Archilles : (-) (-)
Refleks Periosteum : tidak dilakukan
Refleks Permukaan :
• Dinding perut :
Pada dinding perut setinggi ± 5 cm dibawa pusat,OS tidak bisa merasakan nyeri.
• Cremaster : tidak dilakukan
• Spinchter Anii : tidak dilakukan
Refleks Patologis : kanan kiri
• Hoffmann Tromner : (-) (-)
• Babinzki : (-) (-)
• Chaddock : (-) (-)
• Oppenheim : (-) (-)
• Gordon : (-) (-)
• Schaefer : (-) (-)
• Rosolimo : (-) (-)
• Mendel Bechterew : (-) (-)
• Klonus patella : (-) (-)
• Klonus achilles : (-) (-)
SENSIBILITAS
10
Eksteroseptif :
• Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ± 5cm dibawah pusat-ekstremitas
inferior
• Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
• Taktil : tidak dilakukan
Propioseptif :
• Vibrasi: tidak dilakukan
• Posisi : tidak dilakukan
• Tekan dalam : tidak dilakukan
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN
• Tes romberg : Tidak dilakukan
• Tes Tandem : Tidak dilakukan
• Tes Fukuda : Tidak dilakukan
• Disdiadokenesis : Tidak dilakukan
• Rebound phenomen : Tidak dilakukan
• Dismetri : Tidak dilakukan
• Tes telunjuk hidung : Dalam batas normal
• Tes telunjuk telunjuk : Dalam batas normal
• Tes tumit lutut : Tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi
• Inkotinensia : (+)
• Retensi : Tidak ada
• Anuria : Tidak ada
Defekasi
• Inkotinensi : (+)
• Retensi : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
11
• Fungsi bahasa : Baik
• Fungsi orientasi : Baik
• Fungsi memori : Baik
• Fungsi emosi : Baik
• Fungsi kognisi : Baik
Hasil Lab darah tanggal 25 April 2012
No DARAH RUTIN HASIL NILAI NORMAL1 Hemoglobin 12.4 13 – 18 g/dL2 Hematokrit 39 40 – 52 %3 Eritrosit 4.5 4.3 – 6.0 juta/uL4 Leukosit 9400 4800 – 10800 / uL5 Trombosit 301000 150000-400000/uL6 MCV 85 80-96 fl7 MCH 27 27-32 pg8 MCHC 32 32-36 g/dLNO KIMIA HASIL NILAI NORMAL1 Ureum 16 20-50 mg/dL2 Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dL3 Natrium 137 135-145 mEq/L4 Kalium 4.0 3.5-5.3 mEq/L5 Klorida 100 9.7-107 mEq/L6 Glukosa sewaktu 106 < 140 mg/dL
No IMUNOSEROLOGI HASIL NILAI NORMAL1 CD 4 1159 410-1590 Cel/uL
Hasil pemeriksaan Thorak Foto tanggal 22 Maret 2012
- Os Costae normal
- Pulmo/ cor normal
- Ujung kateter CVP setinggi vertebrae thorakal VII
Hasil Pemeriksaan foto Thoraco-Lumbal 26 Maret 2012
-Tampak terpasang fiksasi internal plate mulai vertebrae thoracal 9- vertebrae lumbal 2
- Fraktur kompresi corpus vertebrae thoracal 12
Hasil Pemeriksaan Thorax Top Lordotik 11 April 2012
12
Pada foto top lordotik, apex dan lapangan atas paru kanan serta kiri tampak bersih /
normal. Radiologi tak tampak kelainan pada foto top lordotik
RESUME :
1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor
OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di
RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan
kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan
sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat
bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang
punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi
keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.
Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan
kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar
dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.
2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku
bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar
sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus
dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS
masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu
makan.
1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya
masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS
masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum
bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku
sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS
batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada
tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS
memutuskan untuk dirawat di RSGS.
13
Pemeriksaan:
Status internis :Dalam batas normal
Keadaan umum:Tampak sakit sedang
Gizi : Baik
Kesadaran : Compos mentis
TD kanan : 100/60 mmH
TD kiri : 100/60mmHg
Nadi kanan : 80x/meit
Nadi kiri : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,2ºC
Status psikiatri : Baik
Status neurologis
• Kesadaran:Compos mentis GCS =15 (E4M6V5 )
• Rangsangan meningeal: (-) negatif
• Reflek fisiologi :
• Refleks Biseps : (+) (+)
• Refleks Triseps : (+) (+)
• Refleks Patella : (-) (-)
• Refleks Archilles : (-) (-)
• Relek patologis : (-)
SENSIBILITAS
Eksteroseptif :
• Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ±5 cm dibawah pusat-
ekstremitas inferior
• Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
• Taktil : tidak dilakukan
Propioseptif :
• Vibrasi: tidak dilakukan
• Posisi : tidak dilakukan
14
• Tekan dalam : tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi
• Inkotinensia : (+)
• Retensi : Tidak ada
• Anuria : Tidak ada
Defekasi
• Inkotinensi : (+)
• Retensi : Tidak ada
MOTORIK bebas bebas
• Gerakan :
- -
• Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
• Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
• Trofi
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
• Nervus kranialis : Tidak di temukan kelainan
DIAGNOSIS
•Diagnosis Klinik : Paraplegia inferior tipe LMN
• Diagnosis topik : Medula spinalis setinggi Thoracal 10-lumbal 2
• Diagnosis etiologi : Trauma
THERAPY
Medikamentosa :
15
• Mecobalamin 3x500 mg (IV)
Non medikamentosa :
• Fisioterapi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT scan daerah lumbo-sacral
PROGNOSA
• Ad vitam : Dubia ad bonam
• Ad Fungsionam : ad malam
• Ad sanam : ad malam
• Ad cosmeticum : Dubia ad malam
ANALISA KASUS
Pasien Tn.H usia 37 tahun di diagnosis paraplegia inferior tipe LMN ec Trauma
pada medula spinalis.
Diagnosis didasarkan atas definisi Paraplegia adalah penurunan fungsi motor
atau sensorik dari ekstremitas bawah. Hal ini biasanya akibat dari cedera sumsum
tulang belakang yang mempengaruhi elemen-elemen saraf dari kanal tulang belakang.
Daerah kanal tulang belakang yang terkena pada paraplegia adalah baik, daerah lumbal
toraks, atau sakral.Pasien paraplegia banyak tergantung pada kursi roda atau tindakan
pendukung lainnya. Impotensi dan berbagai tingkat inkontinensia urin dan tinja sangat
umum di terjadi pada pasien dengan paraplegia inferior. Dikatakan tipe LMN karena
sifat kelumpuhan bersifat :
• Flaksid (lemas)
• Refleks Patologis (-)
• Reflkes Fisiologis (-)
• Atrofi otot (+)
Pemeriksaan fisik : ditemukan adanya tidak ada tanda-tanda rangsang meningeal,
fungsi saraf-saraf kranial tidak ditemukan kelainan, fungsi sarat otonom yang tidak
16
berfungsi terbukti dengan OS menggunakan kateter untuk BAK dan pampers untuk
BAB dikarenakan OS tidak dapat menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK,
sensibilitas pada ±5 cm dibawah pusat – ekstremitas inferior sangat menurun terbukti
dengan OS tidak dapat merasakan sensasi nyeri pada saat diperiksa.
MOTORIK bebas bebas
• Gerakan :
- -
• Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
• Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
• Trofi
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
Pemeriksaan anjuran
• CT Scan daerah lumbal-sacral
Untuk melihat apakah ada kelainan seperti edema,hematoma, iskemia dan
infark atau fraktur di daerah lumbal-sacral.
Terapi
• Medika Mentosa
Mecobalamin merupakan salah satu homolog vitamin B12, dan secara biokimia
terdapat dalam darah. Mecobalamin dapat memperbaiki gangguan metabolisme
asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf, dengan cara mempermudah
sintesis asam nukleat dan protein di dalam sel-sel saraf, serta memperbaiki
gangguan saraf sensoris dan motoris.
• Non Medika Mentosa
Fisioterapi
Metode untuk mengembalikan atau membantu pasien yang mengalami
kehilangan fungsi gerak yang disebabkan oleh Spinal Cord Injury (SCI) atau
17
Cerebrovascular disease. FES memanfaatkan arus listrik yang rendah untuk diberikan
pada otot atau syaraf tepi untuk menghasilkan kontraksi otot.
Pemberian FES yang terkontrol memberikan efek sensasi pada otot sehingga
berkontraksi dan menciptakan gerak yang selain bermanfaat sebagai pelatihan bagi
pasien, juga dilaporkan bahwa pasien yang mendapat terapi dengan FES mengalami
perbaikan pada sambungan neuron sinapsis pada syaraf motoriknya.
Ad Vitam → bonam (keadaan umum, tanda-tanda vital & kesadaran pasien
dalam keadaan stabil).
Ad Fungsionam → ad malam ( tidak ditemukan defisit neurologis pada nervus
cranialisnya → kemungkinan fungsi organnya tidak dapat kembali seperti
semula ).
Ad Sanam → ad malam (pasien tidak dapat melakukan kebutuhan hidup dasar
sehari-hari).
Ad Comestikum → dubia ad malam (pasien tergantung pada pemakaian kateter
dan pamper karena fungsi saraf otonom yang tidak berfungsi).
18
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Selain
struktur saraf, vaskular juga dapat dikenai. Kelainan yang lebih banyak dijumpai
pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di
tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
B. ETIOLOGI
Diantara berbagai penyebab trauma spinal, yang tersering dikemukakan
adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam,
misalnya gempa bumi. Semua penyebab tadi dapat mengakibatkan destruksi secara
langsung pada medulla spinalis; kompresi oleh pecahan tulang, hematom, diskus
atau komponen vertebrae lainnya; atau dapat juga mengakibatkan iskemia akibat
kerusakan atau penjepitan arteri.
C. PATOFISIOLOGI
19
Gambar 1. Mekanisme trauma pada medulla spinalis.
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung.
Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang
sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.
Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah
yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan
eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan
radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan
kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula
spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin trifosfat) akibat iskemia akan
menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan sitokrom c akan
mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam deoksiribonukleat)
sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema yang terjadi
pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.
Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut
yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan
(sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan
tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus,
karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini
20
diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan permanen pada trauma medulla
spinalis.
D. KLASIFIKASI
Trauma pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
KARAKTERISTIK LESI KOMPLET LESI INKOMPLETMotorik Hilang di bawah lesi Sering (+)Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)Propioseptik (joint
position, vibrasi)
Hilang dibawah lesi Sering (+)
Rontgen vertebrae Sering fraktur, luksasi
atau listesis
Sering normal
Sedangkan menurut American Spinal Cord Injury Association, terdapat 5
sindrom pada lesi inkomplet, yaitu :
Karakteristik
Klinik
Central Cord
Syndrome
Anterior Cord
Syndrome
Brown Sequard
Syndrome
Posterior Cord
SyndromeKejadian Sering jarang jarang sangat jarang
Biomekanik hiperekstensi hiperfleksi penetrasi hiperekstensiMotorik Gangguan
variasi, jarang
paralisis
komplet
Paralisis
komplet,
biasanya
bilateral
Kelemahan
anggota gerak
ipsilateral lesi
Gangguan
variasi
Protopatik Gangguan
variasi, tidak
khas
Sering hilang
total, bilateral
Sering hilang
total,
kontralateral
Gangguan
variasi,
biasanya ringanPropioseptik Jarang
terganggu
utuh Hilang total
ipsilateral
terganggu
Perbaikan Nyata dan
cepat
Paling buruk Fungsi buruk,
namun
indepedensi
baik
nyata
E. GAMBARAN KLINIS
21
Trauma Medula spinalis akut dapat mengakibatkan renjatan spinal
(spinal shock). Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering
dijumpai pada sebagian besar kasus TMS di daerah servikal dan torakal. RS
ditandai oleh adanya gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik,
somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik berupa paralisis
flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi sampai setinggi distribusi
segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan otonomik berupa
hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS dapat berlangsung
selama beberapa hari sampai beberapa bulan. Semakin hebat trauma MS yang
terjadi, semakin lama dan semakin hebat pula RS yang terjadi.
Sebagian besar trauma MS terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang
paling sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini
berkaitan dengan penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang
lebih sempit dibanding servikal. Trauma MS di segmen torakal dapat
mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot interkostal yang dapat
mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi segmen medula
spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi yang terjadi.
Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat mengakibatkan tetraplegia dan
kelemahan otot interkostal yang lebih berat, sehingga otot diafragma harus bekerja
lebih keras. Cedera servikal di atas segmen C4 dapat mengakibatkan pentaplegia,
yaitu tetraplegia disertai kelumpuhan otot diafragma dan otot leher. Pada keadaan
terakhir ini, diperlukan ventilator untuk membantu kelangsungan hidup penderita.
22
F. TATALAKSANA
Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan
cidera medulla spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.
Lesi medulla spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam
pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medulla spinalis
inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila fungsi sensorik di
bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari
50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk
cidera medulla spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat. Sesegera mungkin (sebelum 8 jam) diberikan
methylprednisolone 30 mg/kgbb bolus intravena sebagai loading dose, diikuti 5,4
mg/kgbb/jam. dosis diturunkan (tapper) setelah 72 jam. Kajian oleh Braken dalam
Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan
satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3
23
sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis
traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome /
CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik
sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan
memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup
sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah
seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan
pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
G. PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-
rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu :
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis
traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa
pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan
motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa
kelainan radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar
menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan
24
adanya edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang
meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1 orang tetap tetraplegia.
Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan
pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatika. Curt dkk
mengevaluasi pemulihan fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula
spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi
pada 27% pasien pada 6 bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
• Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. vol.2. ed.6. cet.1. Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180.
• Satyanegara.Ilmu Bedah Saraf. Ed 4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama ;2010. p.393-403.
• Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda
Gejala. Ed 2. EGC :1996.
• Paraplegia – Spinal Cord Injury. Di unduh dari www.spinal-
injury.net/paraplegia.htm
25