1165-2219-1-sm

4
PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH PRESUMTIF BAKTERI COLIFORM DAN NILAI pH USUS AYAM BROILER Oleh : Dika Permatahati, Hery Supratman, dan Abun. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya KM 21 Sumedang, Jatinangor Sumedang 46384 Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian tentang pemberian ransum mengandung asap cair tempurung kelapa terhadap jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH usus ayam broiler telah dilakukan di kandang unggas Laboratorium Produksi Ternak Unggas dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Non Ruminansia dan Industri Makanan Ternak mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan tingkat penggunaan asap cair tempurung kelapa dalam ransum broiler untuk menghasilkan jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH yang optimal. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan ransum yang disusun berdasarkan tingkat penggunaan asap cair tempurung kelapa yaitu : R0 = Ransum basal (yang tidak mengandung asap cair tempurung kelapa) ; R1 = Ransum basal dengan penambahan 1% asap cair tempurung kelapa ; R2 = Ransum basal dengan penambahan asap cair tempurung kelapa 2%. Tiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Peubah yang diamati meliputi jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH usus ayam broiler. Perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asap cair tempurung kelapa pada tingkat 1 persen menghasilkan jumlah presumtif bakteri koliform dan nilai pH yang optimal, yaitu dengan jumlah presumtif bakteri koliform (8,00x10 3 ) dan nilai pH (7,22) pada usus ayam broiler. Kata kunci : ayam broiler, asap cair tempurung kelapa, coliform, nilai pH, sistem pencernaan PENDAHULUAN Usaha peternakan pada komoditas unggas memiliki daya tarik tersendiri untuk terus dikembangkan. Hal ini bisa terlihat dari minat masyarakat terhadap produk- produk peternakan jenis unggas terutama ayam broiler. Selain sebagai sumber protein hewani yang paling disukai, harganya pun relatif terjangkau jika dibandingkan dengan harga produk peternakan lainnya. Broiler merupakan jenis ternak yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan tersebut tentunya ditunjang oleh manajemen pemeliharaan, daya serap zat nutrien pakan dan keamanan pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan ayam broiler dipengaruhi oleh komposisi ransum yang diberikan, dan adanya zat-zat pembantu yang terdapat dalam ransum tersebut guna proses penyerapan nutrisi makanan. Selanjutnya, penyerapan di dalam sistem pencernaan sangat dipengaruhi oleh kerja enzimatis saluran pencernaan dalam melakukan pemecahan bahan makanan dalam bentuk kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah untuk diserap dan digunakan oleh tubuh ayam. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan

Upload: asmara-kanthi

Post on 15-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sm

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PENGGUNAAN ASAP CAIR DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH PRESUMTIF BAKTERI COLIFORM DAN NILAI pH USUS AYAM BROILER

    Oleh :

    Dika Permatahati, Hery Supratman, dan Abun.

    Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya KM 21 Sumedang, Jatinangor Sumedang 46384

    Email : [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian tentang pemberian ransum mengandung asap cair tempurung kelapa terhadap jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH usus ayam broiler telah dilakukan di kandang unggas Laboratorium Produksi Ternak Unggas dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Non Ruminansia dan Industri Makanan Ternak mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2011. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan tingkat penggunaan asap cair tempurung kelapa dalam ransum broiler untuk menghasilkan jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH yang optimal. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan ransum yang disusun berdasarkan tingkat penggunaan asap cair tempurung kelapa yaitu : R0 = Ransum basal (yang tidak mengandung asap cair tempurung kelapa) ; R1 = Ransum basal dengan penambahan 1% asap cair tempurung kelapa ; R2 = Ransum basal dengan penambahan asap cair tempurung kelapa 2%. Tiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Peubah yang diamati meliputi jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH usus ayam broiler. Perbedaan pengaruh antar perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asap cair tempurung kelapa pada tingkat 1 persen menghasilkan jumlah presumtif bakteri koliform dan nilai pH yang optimal, yaitu dengan jumlah presumtif bakteri koliform (8,00x10

    3) dan nilai pH (7,22) pada

    usus ayam broiler.

    Kata kunci : ayam broiler, asap cair tempurung kelapa, coliform, nilai pH, sistem pencernaan

    PENDAHULUAN

    Usaha peternakan pada komoditas unggas memiliki daya tarik tersendiri untuk terus dikembangkan. Hal ini bisa terlihat dari minat masyarakat terhadap produk-produk peternakan jenis unggas terutama ayam broiler. Selain sebagai sumber protein hewani yang paling disukai, harganya pun relatif terjangkau jika dibandingkan dengan harga produk peternakan lainnya. Broiler merupakan jenis ternak yang memiliki pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan tersebut tentunya ditunjang oleh manajemen pemeliharaan, daya serap

    zat nutrien pakan dan keamanan pakan yang dikonsumsi.

    Pertumbuhan ayam broiler dipengaruhi oleh komposisi ransum yang diberikan, dan adanya zat-zat pembantu yang terdapat dalam ransum tersebut guna proses penyerapan nutrisi makanan. Selanjutnya, penyerapan di dalam sistem pencernaan sangat dipengaruhi oleh kerja enzimatis saluran pencernaan dalam melakukan pemecahan bahan makanan dalam bentuk kompleks menjadi lebih sederhana sehingga mudah untuk diserap dan digunakan oleh tubuh ayam. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan

  • meningkatkan nilai pemanfaatan atau penggunaan ransum.

    Proses pencernaan bahan makanan berlangsung dengan dua cara, yaitu enzimatik dan mikrobial (Anggorodi, 1995). Ayam broiler mengalami proses pencernaan secara enzimatik. Adanya zat-zat tambahan seperti vitamin, mineral dan additif yang terdapat di dalam bahan makanan diharapkan membantu cara kerja enzim, salah satunya yaitu dengan penambahan asap cair tempurung kelapa. Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik langsung maupun tidak dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa lainnya. Bahan yang banyak digunakan untuk menghasilkan asap cair antara lain kayu, tempurung kelapa, dan ampas hasil penggergajian kayu. Analisis kandungan asap cair menunjukkan bahwa asap cair tempurung kelapa mengandung zat-zat kimia seperti fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, dan ester lakton dan polisiklik hidrokarbon.

    Asap cair pada umumnya dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena memiliki derajat keasaman (pH) dengan nilai 2,8 - 3,1 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Asap cair terbukti menekan tumbuhnya bakteri pembusuk dan patogen seperti Escherichia coli, Bacillus subtiliis, Pseudomonas dan Salmonella (Darmadji, 2006). Hasil pengujian menunjukkan asap cair tempurung kelapa mengandung senyawa antimikroba yang lebih tinggi dan mempunyai pH paling rendah dibandingkan asap cair lainnya (Darmadji, dkk., 1997).

    Usaha menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam tubuh ayam, dirasakan mempunyai peranan penting dalam merangsang pertumbuhan ayam dan sekaligus memperbaiki efisiensi dalam penggunaan makanan (Murtidjo, 1992). Coliform merupakan salah satu bakteri gram negatif yang umumnya ditemukan dalam saluran pencernaan. Ayam broiler termasuk jenis unggas yang rentan terinfeksi oleh bakteri patogen. Keberadaan bakteri patogen tentunya dapat memberikan pengaruh negatif pada tubuh ayam. Oleh karena itu penggunaan asap cair tempurung kelapa dalam ransum sangat dibutuhkan guna menekan batas perkembangan bakteri

    yang merugikan tersebut. Berdasarkan penelitian pada produk pangan, penelitian fillet ikan cakalang dengan konsentrasi asap cair 2% dengan lama perendaman 15 menit, terbukti memberikan mutu yang lebih baik pada sembilan hari penyimpanan suhu kamar dengan kadar lemak 1,76% tidak jauh berbeda dengan kadar lemak ikan cakalang dalam keadaan segar yaitu 1,81% (Harras, 2004), dengan kondisi itu fillet tersebut mudah teroksidasi sehingga akibatnya mudah dikontaminasi oleh mikroba patogen. Ikan cakalang (Katsuwonis pelamis) diketahui memiliki kandungan protein sebesar 55% dalam kondisi bahan kering, sedangkan kandungan protein dalam ransum ayam sebesar 23% dalam kondisi bahan kering, dengan demikian konsentrasi penggunaan asap cair yang diberikan pada ransum ayam akan lebih rendah.

    Berdasarkan beberapa uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik hipotesis bahwa penggunaan asap cair tempurung kelapa pada tingkat 1% dalam ransum menekan bakteri coliform pada saluran pencernaan ayam broiler.

    MATERI DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan di kandang

    unggas Laboratorium Produksi Ternak Unggas dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas Non Ruminansia dan Industri Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, pada bulan Agustus-Oktober 2011. Materi penelitian meliputi jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH ayam broiler. Penelitian ini menggunakan Asap Cair Tempurung Kelapa (ACTK) sebagai bahan yang mempengaruhi bakteri coliform dan nilai pH ileum ayam broiler.

    Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan ransum, masing-masing diulang sebanyak 6 kali. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam sehingga didapat 18 unit satuan percobaan. Perlakuan yang dicobakan sebagai berikut : R0 = Ransum basal (yang tidak mengandung asap cair tempurung kelapa)

  • R1 = Ransum basal dengan penambahan 1% asap cair tempurung kelapa. R2 = Ransum basal dengan penambahan 2% asap cair tempurung kelapa.

    Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah presumtif bakteri coliform dalam saluran pencernaan ayam broiler yaitu dengan metode Total Plate Count (TPC) yang menggunakan media selektif (Agar Mac Conkey) dengan pengenceran sampai 10

    -3, sedangkan untuk

    nilai pH didapatkan dengan Uji pH. HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan nilai pH dan jumlah presumtif

    bakteri coliform ayam broiler dari yang terendah sebagai berikut :

    R0 (6,97); R2 (7,04) dan R1 (7,22). Berdasarkan hasil analisis statistik melalui perhitungan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan ransum memberikan pengaruh yang nyata (P

  • menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase adaptasi secara proposional.

    Sebagai senyawa antibakteri fenol dapat dimanfaatkan sebagai senyawa alternatif yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen. Menurut Robinson (1995), senyawa fenol merupakan senyawa yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein bakteri sehingga menghambat aktivitas enzim yang pada akhirnya mengganggu proses metabolisme bakteri. Selanjutnya, Setiaji (2006) menjelaskan mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa antimikroba, yaitu dengan cara: (1) Perusakan dinding sel sehingga mengakibatkan lisis atau menghambat pertumbuhan dinding sel pada sel yang sedang tumbuh; (2) Mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel; (3) Denaturasi protein sel; dan (4) Perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Penggunaan asap cair tempurung kelapa

    dalam ransum berpengaruh terhadap jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH usus ayam broiler.

    2. Penggunaan asap cair tempurung kelapa pada tingkat 1 persen mengahasilkan jumlah presumtif bakteri coliform dan nilai pH yang optimal, dengan jumlah

    presumtif bakteri coliform (8,00x103)

    dan nilai pH (7,22) pada usus ayam broiler.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI. Jakarta.

    Darmadji, P., R. Yulitiani dan E. Harmayani. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap cair Terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen dan Perusak pada Lidah Sapi. Seminar Teknologi dan Industri Pangan. Yogyakarta.

    Darmadji, P. 2006. Asap Cair Pengawet

    Aman. Tabloid. Dwi mingguan Vol 1,22,Agrina, Jakarta.

    Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Product. Ellis Horwood. New York.

    Harras, A. 2004. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair dan Lama Perendaman terhadap Mutu Fillet Cakalang (Katsuwonus pelamis1) Asap yang disimpan pada suhu kamar. IPB. Bogor.

    Murtidjo, B.A. 1992. Pengendalian Hama

    dan Penyakit Ayam. Penerbit

    Kanisius. Yogyakarta.

    Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-6.

    Terjemahan: K. Padmawinata. ITB-

    Press. Bandung. Setiaji, B. 2006. Mengenal Asap Cair.

    [Diakses pada 22/06/2011].