118 psikologi belajar paud (metode belajar anak prasekolah)
DESCRIPTION
118 Psikologi Belajar Paud (Metode Belajar Anak Prasekolah)TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003
Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah “anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun.
Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak” (Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia
di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia
dini disebut sebagai usia emas (golden age).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai “suatu wadah untuk
menyiapkan generasi sejak dini”. Namun dalam pelaksanaannya PAUD di
Indonesia terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat
(Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2004: 33). Istilah PAUD sendiri
belum banyak dipahami masyarakat luas dan selama ini pemahaman umum
tentang PAUD masih terbatas, terutama mengenai tentang pendekatan
pembelajaran di lembaga PAUD itu sendiri.
Menurut W. Gumo (dalam Siregar, 2010: 75), Pendekatan pembelajaran
adalah “suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan
lingkungannya”.
Bahkan menurut Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidikan Luar
Sekolah (PLS) Depdiknas, Dr Gutama mengatakan “Sekitar 60% dari 55.000
lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal di Indonesia, belum
memahami metode pembelajaran yang seharusnya diterapkan. Sementara
sisanya belum matang dalam pemahaman metode” (Suara Merdeka, 2007).
Bagaimana bisa memahami metode! Kalau pendekatan lembaganya saja masih
1
belum mengerti. Ini menjadi sebuah PR bagi kita semua sebagai mahasiswa
sekaligus calon/guru PAUD yang mesti bisa diselesaikan terutama dalam
pembenahan faham yang telah menjadi daging bagi lembaga yang tidak
mempunyai visi kejelasan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Metode?
2. Apa yang dimaksud dengan Metode Pengajaran di PAUD?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Metode
2. Untuk mengetahui Metode Pengajaran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos.
Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan
demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan (Arifin, 2000: 61). Menurut Nata (1999: 91) “metode
adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang
diperlukan bagi pengembangan disiplin tersebut.”
Ada pun Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002: 740),
metode, berarti: “Cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki., cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan.”
Dan Langgulung (1962: 183) berpendapat bahwa “metode sebenarnya
berarti jalan (ţariqah) untuk mencapai tujuan”. Senada dengan Siregar (2010:
80) metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan pengertian yang terakhir ini, metode lebih
memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu
gagasan yang sudah di tetapkan.
Sedangkan mengenai metode mengajar, Ramayulis (2005: 3), mengartikan
bahwa metode mengajar sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam
mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses
pembelajaran.
B. Metode Pengajaran di PAUD
Mengajar anak usia dini membutuhkan metodologi yang unik dan kreatif.
Disinilah signifikansi dan urgensi peran seorang guru dalam mendidik dan
menggali potensi anak didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam
3
pasal 29, pendidik pada pendidikan anak usia dini harus diploma (D-IV) atau
sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia
dini,kependidikan lain, atau psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Kualitas pendidik sangat menentukan hasil pembelajaran yang dicapai.
Kegagalan dan kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga
pengajar yang menguasai materi, metodologi pengajaran dan skills yang
profesional.
Walaupun pendidikan berlangsung sepanjang hayat namun menurut Maria
Montessori, enam tahun pertama masa anak adalah jangka waktu yang paling
penting bagi perkembangannya. Tahun prasekolah menjadi masa anak
membina kepribadian mereka. Karenanya setiap usaha yang di rancang untuk
mengembangkan minat dan potensi anak harus dilakukan pada awal ini untuk
membimbing anak menjadi diri mereka dengan segala kelebihannya. Orang
tua dan pendidik harus dapat membantu anak menyadari dan merealisasikan
potensi anak untuk menimba ilmu pengetahuan, bakat, dan kepribadian yang
utuh. Ada beberapa metode pengajaran yang layak dipertimbangkan untuk
mencapai hasil maksimal dalam pengajaran anak usia dini yaitu :
1. Metode Global (Ganze Method)
Anak belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri.
Contohnya ketika membaca buku, minta anak menceritakan kembali
dengan rangkaian katanya sendiri. Sehingga informasi yang anak peroleh
dari hasil belajar sendiri akan dapat diserap lebih lama. Dengan demikian
anak akan terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif.
2. Metode Percobaan (Experimental method)
Metode pengajaran ini mendorong dan memberi kesempatan anak
melakukan percobaan sendiri. Terdapat tiga tahapan yang dilakukan anak
untuk memudahkan masuknya informasi yaitu mendengar, menulis atau
menggambar lalu melihat dan melakukan percobaan sendiri. Misalnya
anak belajar tentang tanaman pisang, lalu belajar menanamnya.
3. Metode Learning by doing
4
Menurut Nazhori Author, sabda Rasulullah yang berbunyi “ sholatlah
kamu seperti kamu lihat aku sholat “ adalah sebuah bukti bahwa proses
belajar mengajar sudah berlangsung sejak zaman Rasulullah sebagai
fondasi awal dalam pendidikan Islam. Sabda tersebut juga mengandung
unsur pedagogis dimana bahasa nonverbal yang disampaikan Rasulullah
sampai saat ini masih menjadi bumbu penyedap dalam melengkapi
meteode pengajaran. Artinya bahasa nonverbal memegang peranan dalam
proses belajar mengajar.
4. Metode Home Schooling Group
Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang
paling baik buat anak. Di rumah, anak bisa belajar selaras dengan
keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi,
tidak perlu harus bersaing dengan anak-anak yang lain, tidak perlu harus
ketakutan menjawab salah di depan kelas dan bisa langsung mendapatkan
penghargaan atau pembetulan jika membuat kesalahan. Disinilah peran ibu
menjadi sangat penting karena tugas utama ibu adalah pengatur rumah
tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana
yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak
sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu
memasak di dapur
5. Pembelajaran Bilingual
Satu pertanyaan yang muncul sebagai tanggapan terhadap
kecenderungan pengajaran bahasa inggris pada anak-anak adalah sebagai
berikut “ sudah perlukah bahasa inggris diajarkan pada anak-anak ?”
Pertanyaan ini tampaknya mudah diajukan. Jawaban terhadap pertanyaan
ini bisa sederhana namun bisa juga memerlukan penjelasan panjang lebar,
bahkan pertanyaan yang sederhana tersebut dapat memunculkan
kontroversi yang berkepanjangan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa
anak-anak perlu mempelajari bahasa inggris pada usia dini.
Alasan pertama adalah tuntutan pragmatis. Tidak dapat dipungkiri bahwa
saat ini tembok pembatas geografis antar wilayah atau bahkan antar negara
5
sudah mulai runtuh, berguguran satu persatu akibat globalisasi.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tampaknya merupakan
salah satu faktor yang bertanggung jawab atas semakin terbukanya
hubungan antar manusia pada era global ini. Dampak yang segera kita
amati dengan runtuhnya tembok pembatas tersebut ialah semakin
mudahnya satu individu, bahkan antar bangsa di tempat yang berbeda dan
berada di belahan dunia yang lain berhubungan dengan individu lainnya
pada waktu yang sesungguhnya (real time).
Alasan kedua merujuk pada alasan legal formal dan kesepakatan
internasional. Undang-undang Dasar 1945 memberikan amanar kepada
pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. UU No 23 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa setiap anak
berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran guna pengembangan
kepribadiannya dan kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Alasan yang ketiga adalah konseptual. Brumfit (1991 : 11-12) menyatakan
argumentasinya terkait dengan faktor usia muda bahwa tidak ada alasan
kuat dalam pembelajaran anak-anak untuk tidak mengajarkan bahasa
kedua pada mereka. Setidaknya ada empat faktor yang ia rujuk untuk
mendasari argumentasinya tersebut. Tiga faktor pertama tampaknya elevan
untuk dibahas. Faktor pertama adalah proses pematangan. Proses
pematangan ini tampaknya lebih berpihak pada pembelajar bahasa usia
muda seorang anak belajar bahasa semakin mudah ia akan menguasai
bahasa tersebut. Faktor kedua yang berperan penting pada anak-anak
dalam mempelajari bahasa adalah emosi dan perasaan. Faktor ketiga
adalah lingkungan. Anak-anak cenderung memiliki peluang yang lebih
baik dalam mengintegrasikan kebutuhan komunikasi yang sesungguhnya
dengan pengalaman kebahasaan barunya. Maksudnya dalam usia yang
ditandai dengan eksplorasi terhadap lingkungannya, anak-anak lebih
memiliki peluang yang lebih baik dalam menggunakan bahasa secara
alami untuk mempresentasikan pemahamannya terhadap lingkungannya.
Oleh karena itu kebutuhan berkomunikasi anak-anak dengan dengan
6
menggunakan bahasa dalam lingkungan sekitarnya lebih terakomodasi
secara luas dan alami.
6. Metode Cerita
Cerita merupakan salah satu jenis sastra yang memiliki nilai estetika.
Di dalamnya terdapat rasa kenikmatan yang tiada tara serta mampu
menyedot perhatian anak-anak dan orang dewasa. Target tersebut baru
bisa dicapai jika scenario di tulis dengan baik, disampaiakan dengan
memukau dan dapat didengarkan oaudien yang berjiwa seni. Cerita adalah
sastra yang yang berbentuk tulisan (yang dikonsumsi melalui bacaan) atau
berbentuk lisan (yang dikonsumsi melalui audiensi) (Majid, 2003: 19-20).
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman
belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan.
Bila isi cerita itu dikaitkan dengan dunia kehidupan anak usia dini, maka
mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkan dengan
penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita. Kegiatan
bercerita akan memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral,
dan keagamaan. Kegiatan bercerita juga memberikan pengalaman belajar
untuk berlatih mendengarkan. Melalui mendengarkan anak memperoleh
bermacam informasi tentang pengetahuan, nilai, dan sikap untuk dihayati
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Memberi pengalaman belajar dengan menggunakan metode bercerita
memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif,
maupun psikomotorik masing-masing anak. Bila anak terlatih
mendengarkan dengan baik, maka ia akan terlatih untuk menjadi
pendengar yang kreatif dan kritis. Pendengar yang kreatif mampu
melakukan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan apa yang
didengarkannya. Pendengar yang kritis mampu menemukan
ketidaksesuaian antara apa yang didengar dengan apa yang dipahami (R,
1999: 157-168).
7. Metode Demonstrasi
7
Metode demonstrasi adalah metode mengajarkan yang menggunakan
peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan
bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Memperjelas pengertian
tersebut dalam prakteknya dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau
langsung oleh anak didik.
Dengan metode demontrasi guru atau murid memperlihatkan pada
seluruh anggota kelas sesuatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang
sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Beberapa keuntungan atau
kebaikan dalam metode demontrasi, yaitu:
a. Perhatian anak didik dapat dipusatkan, dan titik berat yang dianggap
penting oleh guru dapat diamati secara tajam.
b. Perhatian anak didik akan lebih terpusat kepada apa yang
didemontrasikan, jadi proses belajar anak didik akan lebih terarah dan
akan mengurangi perhatian anak didik kepada masalah lain. Apabila
anak didik sendiri ikut dalam sesuatu percobaan yang bersifat
demontratif, maka mereka akan memperoleh pengalaman yang melekat
pada jiwanya dan ini berguna dalam pengembangan kecakapan.
8. Metode Karyawisata
Metode karyawisata ialah suatu metode pengajaran yang
dilaksanakan dengan jalan mengajak anak-anak keluar kelas untuk dapat
memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan
bahan pelajaran. Dalam perjalanan karyawisata ada hal-hal tertentu yang
telah direncanakan oleh guru untuk didemonstrasikan atau ditunjukkan
kepada anak didik, di samping ada hal-hal yang secara kebetulan
diketemukan dalam perjalanan berkaryawisata tersebut. Misalnya:
pengenalan terhadap kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam semesta
(Abdul Ghafir, 1981: 104).
Karyawisata merupakan salah satu metode melaksanakan kegiatan
pengajaran di lembaga pendidikan anak usia dini dengan cara mengamati
dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung yang meliputi
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Dengan
8
mengamati secara langsung anak memperoleh kesan yang sesuai dengan
pengamatannya (R, 1999: 68). Dalam penerapan metode karyawisata
sangat tepat dilakukan apabila:
a. Pelajaran dimaksudkan untuk memberi pengertian lebih jelas dengan
alat peraga langsung.
b. Membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan dan tanah
air, serta menghargai ciptaan Tuhan.
c. Mendorong anak mengenal masalah lingkungan dengan baik.
Dengan melalui metode karyawisata akan memberi kepuasan
terhadap keinginan anak didik dengan banyak melihat kenyataankenyataan
di samping keindahan alam sekitar di luar kelas. Selain itu anak didik juga
akan bersikap terbuka, obyektif, luas pandangan akibat dari pengetahuan
luar yang diperolehnya yang akan mempertinggi prestasi kepribadiannya
dan juga anak didik memperoleh tambahan pengalaman melalui
karyawisata, sedangkan guru mendapat kesempatan menerangkan segala
sesuatu.
Dalam penerapan metode karyawisata, guru hendaknya merumuskan
terlebih dahulu tujuan pelajaran dengan jelas, sehingga kelihatan wajar
tidaknya metode ini digunakan, dan juga hendaknya guru menyelidiki
terlebih dahulu obyek yang akan ditinjau dengan memperhatikan hal-hal
yang sekiranya akan menjadi kesulitan. Selain itu perlu juga dijelaskan
terlebih dahulu tujuan karyawisata dan disiapkan pertanyaan-pertanyaan
yang harus mereka jawab (Abdul Ghafir, 1981: 104-105).
9. Metode bermain
Adapun jenis permainan yang dapat dikembangkan di dalam
program kegiatan bermain anak usia dini dapat digolongkan ke dalam
berbagai jenis permainan seperti dikemukakan oleh Jefree, Mc.Conkey,
dan Hewson (1984) ialah permainan eksploratif (exploratory play),
permainan dinamis (energenic play), permainan dengan keterampilan
(skillful play), permainan sosial (sosial play), permainan imajinatif
(imaginative play) dan permainan teka-teki (puzzle-out play). Keenam
9
penggolongan tersebut pada dasarnya saling terintegrasi satu dengan
lainnya sehingga dalam penerapannya mungkin saja salah satu permainan
dapat mengembangkan jenis permainan yang lainnya. Justru keterpaduan
diantaranya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi anak saat melakukan
permainan tersebut (Sujiono, 2009: 146).
Selain permainan diatas, untuk lebih memfokuskan pada permainan
kreatif yang dikembangkan maka Lopes (dalam Sujiono, 2009: 147),
mengungkapkan bahwa permainan kreatif dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Kreasi terhadap objek (object creation) berupa kegiatan bermain
dimana anak melakukan kreasi tertentu terhadap suatu objek.
b. Cerita bersambung (continuing story) berupa kegiatan bermain dimana
guru melalui awal sebuah cerita dan setiap anak menambahkan cerita
selanjutnya bagian perbagian seperti cerita dengan menggunakan buku
besar.
c. Permainan drama kreatif (creative dramatic play) berupa permainan
dimana anak dapat mengekspresikan diri melalui peniruan terhadap
tingakah laku orang, hal ini dapat membuat mereka memahami dan
menghadapi dunia seperti bermain dokter-dokteran.
d. Gerakan kreatif (creative movement) berupa kegiatan bermain yang
lebih menggunakan otot-otot besar seperti permainan aku seorang
pemimpin dimana seorang anak melakukan gerakan tertentu dan anak
lain mengikutinya/berpantomim atau kegiatan membangun dengan
pasir, lumpur, dan atau tanah liat.
e. Pertanyaan kreatif (creative questioning) yang berhubungan dengan
pertanyaan terbuka, menjawab pertanyaan dengan sentuhan panca
indra, pertanyaan tentang perubahan, pertanyaan yang membutuhkan
beragam jawaban, dan pertanyaan yang berhubungan dengan suatu
proses atau kejadian.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos.
Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan
demikian metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan
Mengajar anak usia dini membutuhkan metodologi yang unik dan kreatif.
Disinilah signifikansi dan urgensi peran seorang guru dalam mendidik dan
menggali potensi anak didik. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam
pasal 29, pendidik pada pendidikan anak usia dini harus diploma (D-IV) atau
sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia
dini,kependidikan lain, atau psikologi dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Kualitas pendidik sangat menentukan hasil pembelajaran yang dicapai.
Kegagalan dan kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas tenaga
pengajar yang menguasai materi, metodologi pengajaran dan skills yang
profesional.
1. Metode Global (Ganze Method)
2. Metode Percobaan (Experimental method)
3. Metode Learning by doing
4. Metode Home Schooling Group
5. Pembelajaran Bilingual
6. Metode Cerita
7. Metode Demonstrasi
8. Metode Karyawisata
9. Metode bermain
11
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca dan para
pakar utama penulismengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang
sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
12
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas
karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam
mata kuliah ini, yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari
salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon
ampun.
Wassalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bengkulu, 2015
Penulis
13i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan ........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode................................................................................3
B. Metode Pengajaran...............................................................................3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Kritik dan Saran ...................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................iii
14ii
MAKALAHMAKALAHPSIKOLOGI BELAJAR PAUD
Psikologi Belajar Paud(metode belajar anak pra sekolah)
Disusun Oleh : Penti Fiska Nanda
Nurhamidah NPinsa Sustari
Reska Repita S
Dosen pembimbing :Indah Soraya
PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFALFAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) BENGKULU
15
2015DAFTAR PUSTAKA
Majid, A. A. (2003). Mendidik Anak Lewat Cerita Dilengkapi 30 Kisah. Jakarta:
Mustaqiim.
Mansur. (2005). Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Nata, A. (1999). Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Noorlaila, I. (2010). Panduan Lengkap Mengajar Paud. Yogyakarta: PINUS
BOOK PUBLISHER.
Noorlaila, I. (2010). Panduan Lengkap Mengajar PAUD Kreatif Mendidik dan
Bermain Bersama Anak. Yogyakarta: PINUS BOOK PUBLISHER.
Patmonodewo, S. (2000). Pendidikana Anak Prasekolah. Jakarta: PT.Rineka
Cipta.
16
iii