12. bab ii tinjauan pustaka -...

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella sp. (http//. www.Mikrobiologi Lab.com) Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z, dkk, 2005), hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H 2 S, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth, pada media BAP tidak menyebabkan hemolisis, pada media Mac Concey koloni Salmonella sp. Tidak memfermentasi laktosa (NLF), konsistensinya smooth (WHO, 2003) Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu 5

Upload: dinhminh

Post on 30-Jul-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri-ciri Salmonella sp.

Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella sp. (http//. www.Mikrobiologi Lab.com)

Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak

berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm.

Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawet’z, dkk,

2005), hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa,

membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya

memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S, pada biakan agar koloninya

besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth,

pada media BAP tidak menyebabkan hemolisis, pada media Mac Concey

koloni Salmonella sp. Tidak memfermentasi laktosa (NLF), konsistensinya

smooth (WHO, 2003)

Salmonella sp. tahan hidup dalam air yang dibekukan dalam

waktu yang lama, bakteri ini resisten terhadap bahan kimia tertentu

5

(misalnya hijau brillian, sodium tetrathionat, sodium deoxycholate) yang

menghambat pertumbuhan bakteri enterik lain, tetapi senyawa tersebut

berguna untuk ditambahkan pada media isolasi Salmonella sp. pada

sampel feses.

Klasifikasi kuman Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya

diklasifikasikan menurut dasar reaksi biokimia, serotipe yang diidentifikasi

menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik (Jawet’z, dkk, 2005 ;

Bennasar, A., et al, 2000), menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp.

dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S. typhi, S. enteritidis, S.

cholerasuis, disebut bagan kauffman-white (Irianto, 2006). Berdasarkan

serotipenya di klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A

(Serotipe group A), S. paratyphi B (Serotipe group B), S. paratyphi C

(Serotipe group ), dan S. typhi dari Serotipe group D (Jawet’z, 2005).

Perbedaan karakteristik dari masing-masing spesies Salmonella

sp. berdasarkan sifat-sifat biokimianya dapat dilihat pada tabel 1 sebagai

berikut:

6

Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Salmonella sp. No Sifat Biokimia Salmonella

typhi Salmonella paratyphi A

Salmonella paratyphi B

Salmonella paratyphi C

1. Indol - - - - 2. MR + + + + 3. Vp - - - - 4. Citrat - - + - 5. Motilitas + + + + 6. Urease - - - - 7. TSIA K/A G (-),

H2S (+) K/A G (+), H2S (-)

K/A G (+), H2S (+)

K/A G (+), H2S (+)

8. Glukosa A, G (-) A, G (+) A, G (+) A, G (+) 9. Laktosa - - - - 11. Sukrosa - - - - (WHO, 2003).

B. Patogenesis

S. typhi, S. paratyphi A, B dan C merupakan penyebab infeksi

utama pada manusia, bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya

dengan cara mengkontaminasi makanan dan minuman. Diantara faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap infeksi

Salmonella sp adalah keasaman lambung, flora normal dalam usus dan

ketahanan usus lokal (Jawet’z, 2005).

C. Cara Penularan

Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut,

esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). S typhi,

paratyphi A, B, dan C masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan

atau minuman yang tercemar (Fathiariani, 2009). Saat kuman masuk ke

saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung

dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi

7

sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus

halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke

seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga

feses dan urin penderita bisa mengandung kuman S. typhi, S. paratyphi A,

B dan C yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau

minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman

Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-

tahun (Widianto, 2009).

Setelah memasuki dinding usus halus, S. typhi, S. paratyphi A, B

dan C mulai melakukan penyerangan melalui system limfa ke limfa yang

menyebabkan pembengkakan pada urat dan setelah satu periode

perkembangbiakan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah.

Aliran darah yang membawa bakteri juga akan menyerang liver, kantong

empedu, limfa, ginjal, dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian

berkembangbiak dan menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organ-

organ yang telah terinfeksi inilah mereka terus menyerang aliran darah

yang menyebabkan bakteremia sekunder. Bakteremia sekunder ini

bertanggung jawab sebagai penyebab terjadinya demam dan penyakit

klinis (Wardani, 2008).

D. Demam Tipoid

Demam tipoid atau typhoid fever, atau thypus abdominalis,

merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi S. typhi. Demam

tifoid merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang, tidak

hanya karena insiden dan angka kematiannya yang tinggi, tetapi juga

karena waktu yang diperlukan agar penderita " fully recover " dapat

berbulan-bulan (Sjahrurachman, A., 2009).

Demam tipoid juga merupakan penyakit masyarakat dengan

standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi

secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik.

Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif,

penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.

Demam Tifoid atau typhus abdominalis, typhoid fever atau enterik

fever adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteritik

demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih

kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa

dan erupsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) dsebabkan oleh

kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, B dan C (Purwanto, 2009).

E. Metode Pemeriksaan Demam Tipoid

1. Kultur Gal

Diagnosis pasti penyakit demam tipoid yaitu dengan melakukan

isolasi bakteri Salmonella typhi, paratyphi A, B dan C dari spesimen yang

berasal dari darah, feses, dan urin penderita demam tipoid.

Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu

pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai

80-90%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotik. 9

Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% dan minggu

ke-4 hanya 10-15%.

2. Widal

Penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O dan H

dalam darah (antigen O muncul pada hari ke 6-8, dan antibodi H muncul

pada hari ke 10-12).

Pemeriksaan Widal memberikan hasil negatif sampai 30% dari

sampel biakan positif penyakit tifus, sehingga hasil tes Widal negatif bukan

berarti dapat dipastikan tidak terjadi infeksi.

Pemeriksaan tunggal penyakit tifus dengan tes Widal kurang baik

karena akan memberikan hasil positif bila terjadi: infeksi berulang karena

bakteri Salmonella sp., imunisasi penyakit tifus sebelumnya, Infeksi

lainnya seperti malaria dan lain-lain.

3. TubexRTF

Pemeriksaan Anti S. typhi IgM dengan reagen TubexRTF sebagai

solusi pemeriksaan yang sensitif, spesifik, praktis untuk mendeteksi

penyebab demam akibat infeksi bakteri S. typhi Pemeriksaan Anti S. typhi

IgM dengan reagen TubexRTF dilakukan untuk mendeteksi antibody

terhadap antigen lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik terhadap bakteri

S. typhi.

Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk deteksi infeksi akut

lebih dini dan sensitive, karena antibodi IgM muncul paling awal yaitu

10

setelah 3-4 hari terjadinya demam sensitivitasnya > 95% (Prasetyo, dkk,

2009).

4. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk

melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG

terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi.

Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi

dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.

Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada

sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum

tulang.

5. Pemeriksaan Dipstik

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda

dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.

typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung

antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human

immobilized sebagai reagen kontrol. Metode ini mempunyai sensitivitas

sebesar 63% bila dibandingkan dengan kultur darah (13.7%) dan uji Widal

(35.6%). Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini

meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang

terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-

bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR antara lain

hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam 11

empedu dalam spesimen feses, biaya yang cukup tinggi dan teknis yang

relatif rumit (Prasetyo, dkk., 2009).