12 tinjauan proyek 1. pengertian judul dengan …
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PROYEK
1. PENGERTIAN JUDUL
Judul Proyek :
"PABRIK ROKOK KRETEK
DENGAN FASILITAS RUMAH SUSUN KARYAWAN"
DI MALANG
Pengertian :
Pabrik : bangunan besar dengan perlengkapan mesin-
mesin tempat membuat barang tertentu dalam
jumlah besar untuk diperdagangkan.
Rokok : gulungan tembakau ( kira-kira sebesar ke-
lingking ) yang dibungkus ( daun nipah, ker—
tas dsb ).
Kretek : rokok yang tembakaunya dibubuhi cengkeh.
Rumah Susun: rumah atau bangunan bertingkat yang terbagi
atas beberapa tempat tinggal ( masing-masing
untuk satu keluarga : flat ).
(Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendi-
dikan dan Kebudayaan Republik Indonesia).
Pengertian secara keseluruhan :
Adalah suatu bangunan yang berisi mesin-mesin serta
pekerjanya sebagai tempat untuk membuat rokok kretek dan
dilengkapi dengan fasilitas rumah susun untuk tempat
tinggal karyawannya.
13
Pabrik yang dalam istilah asingnya dikenal sebagai
factory atau plant adalah setiap tempat dimana faktor—
faktor seperti :
- manusia
- mesin dan peralatan (fasilitas) produksi lainnya.
- material
- energi
- uang (modal/kapital)
- informasi
- sumber daya alam (tanah, air, mineral dll)
dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna
menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif,
efisien dan aman.
(Sumber : Tata Letak Pabrik Dan Pemindahan Bahan, Sritomo
Wignjosoebroto).
Istilah pabrik ini sering diartikan sama dengan
industri meskipun industri sebenarnya memiliki pengertian
yang luas. Pabrik pada dasarnya merupakan salah satu
sektor industri yang terutama akan menghasilkan produk
jadi (finished goods product).
2. TINJAUAN TERHADAP INDUSTRI
2.1. Pengertian Industri
Adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
14
perekayasaan industri.
(Sumber : UU No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian).
2.2. Jenis dan Klasifikasi Industri
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitasnya
a. Industri Penghasil Bahan Baku (The Primary Raw
Material Industries),
yaitu industri yang aktivitas produksinya adalah
mengolah sumber daya alam guna menghasilkan bahan
baku maupun bahan tambahan lainnya yang dibutuh-
kan oleh industri penghasil produk atau jasa.
Industri type ini umum dikenal pula sebagai
"extractive / primary industry".
b. Industri Manufacturing (The Manufacturing Indus
tries) ,
yaitu industri yang memproses bahan baku guna
dijadikan bermacam-macam bentuk / model produk,
baik yang masih berupa produk setengah jadi (semi
manufactured) ataupun yang sudah berupa produk
jadi (finished goods product). Disini akan terja-
di suatu transformasi proses baik fisik ataupun
kimiawi terhadap input material dan akan memberi
nilai tambah terhadap material tersebut.
c. Industri Penyalur (Distribution Industries),
yaitu industri yang berfungsi untuk melaksanakan
proses distribusi bail< untuk bahan baku maupun
produk jadi. Disini bahan baku ataupun produk
jadi akan didistribusikan dari produsen ke produ-
1
sen yang lain dan dari produsen ke konsumen.
Operasi kegiatan akan meliputi aktivitas buying
dan selling, storing, sorting, grading, packaging
dan moving goods (transportasi).
Industri Pelayanan / Jasa (Service Industries),
yaitu industri yang bergerak di bidang pelayanan
atau jasa, baik untuk melayani dan menunjang
aktivitas industri yang lain maupun langsung
memberikan pelayanan / jasa kepada konsumen.
2.2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Produksinya
Industri Berat
industri yang seluruhnya menggunakan tenaga mesin
berukuran besar ( pabrik besi dan baja ).
Industri Dasar
industri yang mengolah barang-barang modal,
seperti mesin, bahan kimia yang digunakan di
industri lainnya.
Industri Hilir
Industri yang memproduksi barang-barang yang siap
dipakai oleh konsumen.
Industri Hulu
Industri yang menghasilkan bahan baku dan bahan
penolong, beberapa jenis hasil komoditi industri
hulu seperti besi beton, baja lembaran.
Industri Ringan
Industri yang membuat barang-barang yang bahannya
dari kertas, kayu, rotan.
16
2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
a. Industri Besar, tenaga kerja > 100 orang.
b. Industri Sedang, tenaga kerja 20 - 99 orang.
c. Industri Kecil, tenaga kerja 5 - 1 9 orang.
d. Industri Rumah Tangga, tenaga kerja < 4 orang.
Dari hal-hal tersebut diatas maka dapat dikatakan
bahwa industri akan memiliki pengertian dan definisi yang
luas sesuai dengan karakteristik dari jenis masukan,
proses produksi yang berlangsung dan jenis keluaran yang
dihasilkan. Dalam kaitannya dengan jenis keluaran yang
dihasilkan, maka industri yang menghasilkan keluaran
berupa material, peralatan produksi, mesin-mesin dan
Iain-lain yang akan digunakan untuk proses produksi di
industri / pabrik lain dikenal sebagai "Producer Goods
Industries". Sedangkan Industri yang hasil keluarannya
akan langsung digunakan oleh konsumer disebut "Consumer
Goods Industries".
Selanjutnya model dari suatu sistem produksi secara
umum digambarkan sebagai berikut.
(Lihat Skema 2.1)
2.3. Pengelompokan Industri Nasional
Berdasarkan misi, cara pembinaan dan pengembangan
yang direncanakan, pemerintah mengambil kebijaksanaan
dalam pengelompokan industri nasional sebagai berikut.
(Lihat Tabel 2.1)
17
SKEMA 2.1
SISTEM INPUT-OUTPUT DARI PROSES PRODUKSI
SISTEM LINCKUNCAN
SISTEM LINGKUNGAN
Modal Informasi Sumber daya Manusia Encrgi Sumber daya alam Bahanbaku Mcsin DU.
(Sumber : Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Sritomo
Wignjosoebroto).
TABEL 2.1
PENGELOMPOKAN INDUSTRI NASIONAL
Kelompok I idustr i
1. D a s a -Industri Mesin
dan Lo^. l m Dasar
-Industri K imia Dasar
2. H i 1 i i Aneka I; dustr i
3. Industri iseci!
M i s i
1. Per tumbuhin Ekonomi
2. Penguatan Struktur
1. Per tumbuian Ekonomi, i tau
2. Pemerat i . n
Pcmcrataan
Teknologi
Tepat Guna
Maju, teruji
l .Maju, teruji atau
2.Madya
l.Madya atau
Sedcrhana
Tenaga Ker ja
Kapital
Tidak padat karya
- Tidak padat karya atau
- Padat karya
Padat karya
(Sumber : UU Perindustrian No*. 5 Tahun 1984)
k ^ M ^ M k ^ M N M ^ I
18
2.4. Perkembangan Perindustrian di Jawa Tiraur
Wilayah Jawa Timur yang secara geografis mempunyai
kedudukan strategis dalam pembangunan nasional dan berpe-
luang besar untuk turut serta mendorong dan mendukung
pertumbuhan wilayah Indonesia Bagian Timur.
Sejalan dengan itu telah pula dilaksanakan pembangu
nan industri sebagai upaya untuk menciptakan struktur
yang berimabang yaitu terciptanya suatu kondisi dimana
sektor industrinya dan didukung dengan sektor pertanian
yang tangguh.
Sampai dengan pelaksanaan pembangunan Pelita V laju
pertumbuhan industri semakin cepat, sehingga peranan
sektor industri untuk mewujudkan kesinambungan ekonomi
Jawa Timur makin baik, dimana sektor industri dan sektor
pertanian terhadap perkonomian Jawa Timur dapat dilihat
dari peranan masing-masing dalam kontribusinya terhadap
PDRB Jawa Timur.
TABEL 2.2
ITAHUN ! SEKTOR PERTANIAN ', SEKTOR INDUSTRI ! PERTUMBUHAN EKONOMI
1383 | 28,55 % J 18,89 % J 8,9 % 1390 J 27,09 X I 19,73 % J 8,04 % 19 9 1 J 25,71 % ! 20,81 % \ 7,8 % 19 92 I 24,89 % I 21,47 % J 7 % 1333 : : :
(Sumber s Kanwil Departemen Perindustrian Jawa Timur).
Dengan makin cepatnya pertumbuhan industri, telah
dapat memberikan dampak terhadap peningkatan perkapita
penduduk Jawa Timur dimana pada Tahun 1989 sebesar
19
Rp.727.151,90 , Tahun 1990 menjadi Rp.855.Oil,00 , dan
tahun 1991 menjadi Rp.939.806,00. Berdasarkan hasil yang
telah dicapai, secara nyata membuktikan bahwa kebijaksa-
naan pembangunan industri di Jawa Timur telah tepat,
dengan demikian maka dalam pembangunan dalam PJP 25 tahun
tahap dua bagi Jawa Timur telah memiliki 2 sektor peng-
gerak yang tangguh yaitu sektor pertanian dan sektor
industri.
2.5. Kebijaksanaan Perindustrian di Jawa Timur
Sesuai dengan Pelita VI maka secara nasional cabang
industri yang di prioritaskan pengembangannya di Jawa
Timur dengan kriteria sebagai berikut :
a. Industri yang mempunyai potensi yang dapat menimbulkan
dampak pembangunan yang strategi dalam ekonomi (nilai
tambah, devisa penggerak arus investasi, pemerataan
dan teknologi).
b. Industri yang mempunyai potensi tumbuh dengan daya
saing tinggi.
c. Industri yang mempunyai prospek peluang dan daya
tumbuh namun mengalami hambatan dan masalah.
Prioritas program pengembangan industri didaerah
tersebut akan banyak diarahkan untuk :
1. Pemerataan Pembangunan
Untuk pemerataan pembangunan maka langkah yang di
utamakan adalah :
- Pengembangan Industri Kecil.
20
- Pengembangan Industri Menegah terutama kelompok Aneka
Industri.
- Persebaran industri didaerah-daerah.
2. Perluasan Lapangan Kerja
Pemgembangan industri di Jawa Timur selalu diarahkan
untuk dapat mengatasi permasalahan tenaga kerja baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Sehubungan dengan
itu maka pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan serta
Industri menegah terutama kelompok Aneka Industri perlu
mendapatkan perhatian yang utama. Untuk pengembangan
kelompok aneka industri diutamakan yang mampu menyerap
tenaga kerja cukup banyak, mempunyai daya saing kuat,
terutama yang sudah dimantapkan sehingga mampu memasuki
pasar global.
3. Pengendalian Pencemaran Lingkungan Industri
Pengawasan dan pengendalian pembangunan industri di
daerah-daerah, sejak proses pemberian ijin, pelaksanaan
produksi dan perluasannya perlu diawasi dan dikendalikan
terutama kemungkinan-kemungkinan tentang dampak yang akan
timbul dalam pelaksanaan pembangunan industrinya. Selan-
jutnya pengaturan mengenai dampak terhadap lingkungan
diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.134
Tahun 1988 mengenai Pencegahan Dan Penanggulangan Pence
maran Sebagai Akibat Kegiatan Usaha Industri Terhadap
Lingkungan.
21
3.TINJAUAN TERHADAP PABRIK ROKOK
3.1. Peranan Pabrik Rokok Di Indonesia
Semenjak tahun 1950 keadaan perekonomian Indonesia
sangat buruk. Inflasi terus melaju, biaya kehidupan
semakin lama semakin meningkat. Dengan latar belakang
situasi negara seperti inilah pemerintah mulai tertarik
memperhatikan pemasukkan cukai tembakau pada saat itu
yang jumlahnya terus menanjak.
Bagi pemerintah industri rokok kretek merupakan
sumber pendapatan yang sangat penting artinya. Berbagai
macam pajak bisa ditarik dari industri ini. Mulai dari
cukai tembakau, pajak perseroan, pajak reklame dan lain
sebagainya. Jumlah cukai tembakau yang setiap tahun
diterima juga semakin meningkat dan sangat besar jumlahn
ya. Oleh karena itu pemerintah selalu berusaha mendorong
pertumbuhan pabrik rokok, terutama rokok kretek. Hingga
saat ini pabrik rokok kretek tidak termasuk dalam Daftar
Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal menurut
Kepres No.54 Tahun 1993. Sehingga jumlah produksi rokok
kretek semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Kesempatan kerja yang diberikan industri rokok
kretek kepada masyarakat juga sangat luas. Ratusan ribu
orang telah mendapatkan mata pencaharian mereka dari
industri ini, baik sebagai pekerja di pabrik, tenaga
administrasi di kantor, sopir, satpam dan lain sebagai
nya. Sementara itu masih terdapat ratusan ribu orang
lainnya yang telah mendapatkan nafkah mereka dari berba
gai macam perusahaan yang langsung maupun tidak langsung
22
berhubungan dengan industri ini, mulai dari petani temba-
kau, petani cengkeh, para pemetik daun tembakau, pemetik
cengkeh, pekerja perusahaan percetakan, angkutan dll.
Lapangan kerja lainnya sehubungan dengan industri
rokok kretek ialah mereka yang berkecimpung dibidang
produksi cengkeh dan tembakau. Meski bersifat musiman
namun jumlahnya sangat besar terutama pada musim raya.
Perkebunan tembakau maupun cengkeh menjadi sangat baik
prospeknya karena hasil tembakau dan cengkeh di Indonesia
sebagian besar digunakan sebagai bahan baku rokok.
Belum lagi peranan-peranan lain yang bersifat sosial
yang telah diberikan oleh pabrik-pabrik rokok terbesar di
Indonesia yaitu Gudang Garam, Djarum, Sampoerna dan
Bentoe1, mereka telah banyak membantu memajukan bidang-
bidang seperti olah raga, kesenian, penghijauan maupun
pengetahuan, baik dalam skala kotanya sendiri maupun
skala nasional.
Dari uraian tersebut maka tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa pabrik rokok di Indonesia sangat besar pera-
nannya dalam ikut memajukan perekonomian bangsa dan
tentunya tidak dapat di abaikan begitu saja meskipun
sebenarnya industri rokok ini merupakan dilema nasional
karena disatu sisi menguntungkan negara dan masyarakat
akan tetapi disisi lain merugikan kesehatan bangsa.
3.2. Perkembangan Pabrik Rokok*di Malang
Industri rokok kretek di kota Malang pertama kali
mulai didirikan sejak tahun 1924 akan tetapi saat itu
23
belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Baru pada
tahun 1929 mulai menunjukan perkembangan yang berarti
dimana jumlah produksinya telah meningkat 50% melebihi
jumlah produksi tahun sebelumnya. Kemudian dengan perkem
bangan yang semakin pesat pada tahun-tahun berikutnya
maka kota Malang semakin memantapkan dirinya sebagai
salah satu sentra kegiatan industri rokok di Jawa Timur
pada saat itu. Dimana jumlah pabrik rokok dari tahun ke
tahun juga bertambah dengan pesat, hingga pada tahun 1961
jumlah pabrik rokok di Malang merupakan yang terbesar di
Jawa Timur saat itu.
TABEL 2.3
Jumlah Produksi Rokok Krctck di Karesidenan Malang
Tahun
1929
1930
Jumlah
8.000.000
10.000.000
Tahun
1931
1932
Jumlah
15.000.000
30.000.CXX)
Tahun
1933
1934
Jumlah
70.000.030
105.000.000
Kaiesideran
JAWA TIMUR: Malang Suraoaya, Madura dan B-asuki Kadiri Maciiun Bojonegoro
Jumlah
134
112 131 83 31
Jumlah Produksi
3.020.000.000
1 427.000 000 3.148.000.000 1.340.000.000
204.000.000
Keterangan
_~
(Sumber : Indonesian Cigarette Manufaktur)
24
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan
bahwa kota Malang sudah merupakan sentra kegiatan indus-
tri rokok di Jawa Timur sejak beberapa tahun silam,
bahkan hingga saat ini Kota Malang tidak dapat di pisah-
kan dari industri rokok.
Perkembangan pabrik rokok di Kota Malang tersebut
masih terus berlanjut hingga saat ini, apabila dibanding-
kan dengan keberadaan pabrik rokok saat ini maka terli
hatlah pertumbuhan yang amat sangat pesat terutama juma-
lah produksinya. Dalam kurun waktu setahun terakhir ini
saja telah bertambah 34 buah pabrik rokok baru. Kota
Malang saat ini telah memiliki 99 PR K-1000 dan 26 PR Non
K-1000 sehingga totalnya telah mencapai 125 PR. Namun
keseluruhan pabrik rokok tersebut tidak semuanya terdaf-
tar sebagai anggota Gaperoma (Gabungan Perusahaan Rokok
Malang), sebuah badan yang mengkoordinir kegiatan yang
berhubungan dengan pabrik rokok, dimana sampai akhir
tahun 1993 hanya tercatat 22 Pabrik Rokok.
Peran pabrik rokok di Kota Malang sangat berarti
bagi pertumbuhan ekonomi daerahnya, dimana berbagai pema-
sukkan yang diperoleh dari pabrik rokok yang sangat besar
tersebut sangat berarti bagi pemerintah daerahnya. Total
penerimaan cukai tembakau di Kota Malang masih terus
menduduki peringkat pertama, pada tahun 1993 sebesar
Rp.246,53 milyar lebih. Jauh diatas cukai gula Rp.4,43
milyar lebih dan cukai alkohol Rp.10,2 milyar lebih pada
tahun yang sama. Begitu juga penyerapan tenaga kerja yang
terjadi semakin meningkat, pada tahun 1993 sebanyak 30
25
ribu lebih karyawan yang terserap pada industri ini.
Selanjutnya data perkembangan terakhir dari pabrik rokok
di Malang adalah sebagai berikut.
(Lihat Tabel 2.4 dan Tabel 2.5)
3.3. Pengaturan Terhadap Pabrik Rokok
3.3.1. Klasifikasi Pabrik Rokok
(Lihat Tabel 2.6)
3.3.2. Perbandingan Produksi
Mengingat produksi SKM yang tidak menggunakan
banyak tenaga kerja dan kecepatannya sangat tinggi
dibandingkan dengan SKT, maka Pemerintah menentukan
perbandingan produksi SKM : SKT = 3 : 2 , hal terse-
but dimaksudkan agar industri rokok tetap merupakan
sektor industri yang padat karya dan mencegah pen-
gurangan jumlah tenaga kerja.
3.4. Mesin dan Peralatan Pabrik Rokok
Demi terwujudnya tujuan produksi dan kelancaran
produksi rokok, maka sebuah pabrik rokok harus memiliki
perlengkapan berupa mesin—mesin dan peralatan penunjang
yang memenuhi persyaratan, pengelompokannya yaitu :
3.4.1. Mesin Dan Peralatan Produksi
- Mesin Steam
Fungsinya untuk menguapi tembakau krosok sebelum
diudal agar lemas dan tidak mudah hancur.
- Mesin Rajang
26
DAFTAR ANGGAUTA GAPEROMA TAHUN 1993, * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * <
No. Nama Perusahaan
1. 2 .
3 .
4 .
5 . 6 .
7.
a. 9.
10.
1 . 2.
3 .
4 .
5. 6.
7 . 3 .
9. 20.
. 1 . 2 .
P.R. «
P.T. It
P.R. n ii
P.T. IT
II
II
• • P.R. P.T.
It
II
It
II
P.R. P.T.
11
P.R. P.T.
A s i a
Bantal
Banjru Biru
Bentool
Bintang Salaman
Bintang Sayap/Insan
Delaptin Widjaja
Gandum
Gangsar
Gona Cipta
H.M. Sampoerna
Jagung Padi
Jatimesem Jaya Sakti Sari
Karya Niaga Borsama
Kedung Harta Buana
Korapas Agung Mega
Ong kowijoyo
Panamas Nusa Prima
Sejahtera
Utama Mama
A 1 a m -i t
JX. Mulyorejo , Malang.
" Wolirang' 2tf, ,K spanjen.
" A .R / Hakim 4 , / Ialang.".
" . Raya Kii-janglo, Malang.
Ds, Talangagung, K>panjen.
" Panarukan, Kep. n j e n . t
Kompleks Per industr^iarynendi t ,Mlg, J l . Mulyore<->jo, Malang.
" . Sumber sa r i , Mal'.ang.
Watudakon, Kend/ilpayak, Malang. I n d u s t r i Bara£ 2 , Malang.
Kedungkandang, Malang, Bandahara.26,M< l a n g .
Pat imura 4 ^ - 5 0 , . M a l a n g . .
" Le t jen Syparman, .Malang.
" Tenaga 3 , Malang.
" Tanjung 103 , Malang. .
" Kol... Soegiono Gang' 3> Malang. it «___ 25 , Malang. '
" Raya Kebonagung, Malang; . . .
Kompleks P e r i n d u s t r i a n Wendit ,Mlg,
J l . S-umbersari Bar a t , Malang.
Ds,
J l . it
ti
it
Tabel
2.4
D
****
No.
i : 2: 3 .
• *
4 . *
5: 6: 7 : 8 .
• •
9.
10 . V'
' 1 1 : 12: 1 3 : 14:
. 1 5 .
• 1 6 : 1 7 .
i s : 19 .
• •
20.
2 1 . 22
ILFTAR JUMLAH PRODUKSI,' PENGGUNAAN PITA CUKAI, PEMBAYARAN PITA CUKAI DAI* JUMLAH BURUH SELAMA TAHUN 1993 .
Nama • Perusahaaii • • Jumlah • Produksi " Penggunaan P i t a Cukai Pembayaran P i t a Cukai Tw^n*
P.R. n •
P .T .
tt
* P.R.
it
tt -
P.T.
11
tt
tt •
P:R: P.T.
n t;
t!
1!
P.R: P.T.
1!
• P:R: P.T.
Asia ;. • Banta l Banyu Biru
Bent 0 e l
Bintang Salaman ' Bintang Sayap/ Insan Delapan Widjaja Ganrijm
Gangsar
Guna Cipta • •
H,M. Sampoerha Jagung Padi J a t i Mesem -~ J8 a S a k t i S a r i x ) ; Karya Niaga Bersama
Kedung Harta Buana Kompas Agung
M e g a Ongkowijoyo
* aw*+ \
Penamas Nusa Pr ima
S e j a n t e r a Utama Mama
SKT: iveuei cujp,cti . SKM - Tidak k i r im " KLobot —Laporan-Bulanan? T..mi«».. * L S X K ~ -Juinlah:
237.980.800 _"
62:628:200 '). 35:426:700
• -115:612:800 -) 11.006.02s; . 292
s
= — " • •
„ *. 295 . '5 l6 :UO * ) . .409:746:696
' 57 .336:400 * ) . 113:562:000 : • 57:095:400 * ) . -127:368:800
3 .364:764:564 162,504.000
-* • - 13:040
• 142:070:860 * ) . 871.342:340
• 23:600 • 377:370:200
* } . 141 ,683.600 - •
„ : 232:554:400 * ; 129:740:800 ; 1 2l :024. '400
-. -179:120:400 * ) . 1 . 3 0 8 : 9 0 2 : 1 7 2
29:072:740 . 69 .153.90S
b t g .
ii
n n ti
n n ti
it
tt
tt
it
tt
n tt
tt
tt
11
tt
tt
it
tt
tt
tt
tt
tt
5:355:602:912 b t g : 14 ,231:009:940 b t g :
. 21.025.400 b t g .
i9 .6O7.638.252 b t g .
Rp.
t!
tt
tt
tt
tt
tt
tt
tt
tt
ft
tt
tt
tt
It
tt
tt
t!
tt
tt
tt
It
tt
It
It
Rp; Rp; Rp. Rp.
152 .331 .360 ,— — " *
322;909;000; — -20:777:490;==
• -669:495 .'900;== 173 .131 .637 .430 ,—
tt
— * * -~ • 6 2 3 ; 6 3 8 : 1 6 0 ; «
3.$61.-082:335;*= 44:208:800;==
555:788.-200; — 20:371:387;59
•641:947.-500; — 38.025:791:320;56
113 .691 .320 ,— a
_ * * •- * •424:703:852;—
9 .859 .856:560;— 2:360; —
291:148:850;— 808.270 .000 ,—
— • 150 :413 :500 ; - • 733:875:000;—
' 21:933:000; — 1:001;518;860J —
18.435;008:466j=-6 ; i i 6 : 8 2 0 ; —
. 29 .755 .612 .— 41:573:965:612;—
208:35° . -374:513;= ;21 .933 .0O0 T r r
2 4 9 . 9 4 6 . 2 7 3 . 1 2 5 , - -
Rp.
n n tt
tt
n n it
tt
tt
tt
tt
tt
11
it
tt
tt
.
tt
n n tt
.11
tt
tt
Rp; Rp; Rp. Rp."
14.9.502.000,— • • i . .—
367 : i28 ;000 ; — 23:834:400;==
•634:597:200;== 174 .113 .176 .095 ,—
a 8
_" ' — •6 l9 . '6 l i ;540;==
3 . 8 2 4 : 4 1 9 : 5 1 5 j « 59:402.-100;==
552:096:000;== 20:200:500;==
. -607:896:000;== 38.350:983:600;==
154.606 .000 ,— *. - • * •
-397:845.600;— 9 .440 .750 .400 ,—
_ . 1 .071.795.000,—
t -
-189:900:000; — 712:384:700; —
- 27:166:000; — 15 .170 .049 .620 ,—
»~-7 :675 :50©t~
. 36£:6'57;2rX),rr 56:886:664:260, '—
189 .617: % 4:710 ;— . 27 .168 .000 ,—
246 .531 .676 ,970 ,—
590 • _
227 • •
15 .694 -s = -
874 289
127 "
X 2 8 5 * 970
--
1.352
6 752
— 896
» • 1.850
119
i isil i
o> (0
S0LCM3AN pfiBRIK
Besar
Kenengah Besar
ftenengah
Kecil
K-1000
PRODUKSI TOTAL (batang)
> 45 silyar 30 silyar - 45 eilyar
15 eilyar - 30 eilyar 5 eilyar - 15 eilyar
1,5 eilyar - 5 eilyar 750 juta - 1,5 eilyar
50 juta - 750 juta < 50 juta
BO.000 bt / hari
HARSA ECERAN
SKK
Rp.65 Rp.60
Rp.55 Rp.50
Rp.40 Rp.35
Rp.25
-
SKT
Rp.40 Rp.55
Rp.50 Rp.45
Rp.35 Rp.30
Rp.20 Rp.15
Rp.5
TARIF CUKAI
SKK
38* 361
341 311
282 24%
20X
-
SKT
18! 162
141 12*
BZ
2Z 11
11
SKK
12,16
1
10,12, 16,50
•
-
ISI
SKT
12,16, 50
10,12, 16,50
•
10,12
12,16
KLOBOT
3,6,10, 12,16,50
I
•
•
3,6,10,12
to CO
29
Fungsinya untuk merajang tembakau maupun cengkeh
agar menjadi halus, dilakukan berulang sesuai
dengan keinginan.
- Mesin Ayak
Fungsinya untuk mengayak tembakau maupun cengkeh
yang sudah dirajang, untuk memisahkan bahan yang
sudah halus dan masih kasar.
- Mesin Pembersih
Fungsinya untuk membersihkan tembakau maupun
cengkeh yang sudah diayak halus dari kotoran dan
debu yang ada, pada tembakau berfungsi memisahkan
daun dari gagangnya. Penggunaannya terpisah antara
tembakau dan cengkeh.
- Mesin Blending
Fungsinya untuk mencampur tembakau dan cengkeh
yang sudah rajang dan dibersihkan agar menjadi
campuran yang rata. Disini tembakau dan cengkeh
dicampur menurut perbandingan tertentu dan disem-
prot dengan saos perasa.
- Mesin Making
Fungsinya untuk membuat rokok SKM, mesin secara
otomatis akan merakit bahan campuran, filter dan
kertas menjadi rokok batangan.
- Alat Giling
Fungsinya untuk membuat rokok SKT batangan, alat
ini dioperasikan dengan tenaga manusia, disini
juga digunakan lem untuk merekatkan kertas ambri.
- Mesin Oven
30
Fungsinya untuk mengoven / mengeringkan rokok-
rokok batangan agar kadar airnya berkurang dan
rasanya menjadi tahan lama.
- Mesin Packing
Fungsinya untuk mengepak / membungkus rokok filter
batangan, prosesnya mulai dari membungkus dengan
kertas aluminium lalu kotak karton dan plastik
secara otomatis.
- Mesin Koncek
Fungsinya untuk mengupas kembali rokok batangan
yang tidak memenuhi syarat, prosesnya dengan
membuka dan memisahkan kertas dan isinya sebelum
digunakan kembali.
- Alat packing
Fungsinya sama dengan mesin packing, hanya saja
pengerjaannya dengan ketrampilan manusia.
3.4.2. Mesin Dan Peralatan Penunjang
- Kereta / Rak dorong
Fungsinya untuk memindahkan rokok-rokok batangan
dari suatu tempat ke tempat lain.
- Forklift
Fungsinya untuk memindahkan dan mengatur barang-
barang dalam jumlah besar / berat, penggunaanya
terutama di gudang penyimpanan.
- Peralatan Laboratorium
meliputi : timbangan, tabung reaksi, pemanas,
pemusing, pengering, termometer, mikroskop, dll
31
Fungsinya untuk mencampur, meneliti dan membuat
ramuan saos rokok.
- Peralatan Workshop
Fungsinya sebagai alat pembantu dalam mengerj'akan
atau memperbaiki mesin, peralatan dan barang yang
rusak.
3.5. Teknologi Produksi
Sesuai dengan pengelompokan industri maka masing-
masing kelompok perlu memperhatikan misinya, yakni untuk
pemerataan ataupun pertumbuhan, maka penerapan teknologi
yang tepat guna dapat berwuj'ud teknologi maju, teknologi
madya ataupun teknologi sederhana.
Didalam pabrik rokok pola kerja yang ada, yaitu
dengan menggunakan tenaga kerja yang padat modal dan
padat karya. Penggunaan tenaga kerja yang padat modal
berupa mesin-mesin produksi juga merupakan suatu alterna-
tif yang harus dipenuhi mengingat kecepatan, efisiensi
serta pertimbangan ekonomis sesuai dengan tuntutan pema-
saran yang merupakan salah satu tujuan perusahaan. Peng
gunaan mesin produksi disini digunakan hanya untuk mem-
produksi rokok Sigaret Kretek Mesin, dimana SKM merupakan
salah satu hasil produk yang kecenderungan konsumsinya
sangat tinggi. Sedangkan penggunaan tenaga-tenaga kerja
yang sifatnya padat karya untuk produksi Sigaret Kretek
dan Klobot adalah sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
Untuk mencapai keseimbangan antara peningkatan produksi
dan kesempatan kerja maka pembatasan mengenai volume
32
produksi yang ada sangat berguna, dan harus dipenuhi.
Pengarahan teknologi yang tepat guna itu sejauh
mungkin menggunakan mesin-mesinn dari dalam negeri,
sehingga dapat meningkatkan nilai tambah, dalam hal ini
teknologi dalam negeri perlu diprioritaskan penggunaanya
mengenai mesin-mesin yang sudah dapat dihasilkan.
3.6. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang pen-
ting didalam kegiatan pabrik rokok, mengingat jumlahnya
yang sangat besar. Tenaga kerja yang terserap pada pabrik
rokok ini dapat dibedakan menjadi :
- Tenaga kerja produktif, yaitu tenaga kerja yang berhu-
bungan langsung dengan prases produksi, seperti :
tenaga linting, packing, operator mesin dll.
Tenaga ini jumlahnya lebih dari 80"/. dari seluruh jumlah
tenaga kerja yang ada dan untuk giling sebagian besar
adalah para wanita.
- Tenaga kerja non produktif, yaitu tenaga kerja yang
tidak berhubungan langung dengan proses produksi,
seperti : staff kantor, sopir, satpam dll.
Mengingat jumlah karyawan bagian giling dan linting
yang sangat besar maka sistem pengaturan kerja sangat
berpengaruh terhadap efisiensi pabrik secara keseluruhan.
Untuk itu biasanya pekerja tersebut merupakan tenaga
tidak tetap dan memakai sistem upah borongan, sehingga
akan memudahkan pengaturan dan pengawasan.
Namun untuk kelancaran proses produksi pabrik maka
33
tenaga kerja yang ada didalamnya khususnya bagian giling
dan linting harus diperhatikan sebaik mungkin, karena
peranannya terhadap kelangsungan pabrik sangat besar.
Sehingga segala sesuatu yang menyangkut tenaga kerja
harus diperhatikan dan dipertimbangkan, seperti masalah
kesehatan, keselamatan kerja dan kesejahteraannya.
Selanjutnya penempatan bidang kerja yang sesuai
dengan kemampuannya juga ikut mempengaruhi keberhasilan
proses produksi, pertimbangan dan seleksi yang tepat
mengenai posisi kerja tenaga kerja sangat diperlukan,
untuk itu perlu dikelompokkan menurut skillnya yaitu :
- Tenaga kerja ahli (kepala bagian produksi, dll)
- Tenaga kerja terlatih (operator mesin, mekanik dll)
- Tenaga trampil (tenaga linting, giling dll)
- Tenaga kerja kasar (kuli angkut dll)
4. TIIMJAUAN TERHADAP ROKOK
4.1. Jenis—Jenis Rokok
Berdasarkan komposisi bahan dan cara pembuatannya
rokok dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Rokok Kretek
yaitu jenis rokok yang menggunakan bahan tembakau
bercampur cengkeh sebagai isinya dan bahan pembung-
kusnya berupa kertas.
Menurut pembuatannya rokok kretek dibedakan menjadi
2 macam :
- Sigaret Kretek Tangan (SKT)
yaitu jenis rokok kretek yang proses pembuatannya
34
masih menggunakan tangan dengan media alat giling.
Untuk jenis ini tanpa menggunakan filter.
Proses penggilingan rokok SKT ada 3 jenis, yaitu :
* rol : kepadatan tembakaunya kurang, kecepatan
kerja tinggi. (misrRetjo Pentung)
* pen : kepadatan tembakau cukup, kecepatan
kerja sedang. (mis: Jarum 76)
* tampan : tembakaunya sangat padat, kecepatan
kerja rendah.(mis: Dji Sam Soe)
- Sigaret Kretek Mesin (SKM)
yaitu jenis rokok kretek yang proses pembuatannya
dengan menggunakan mesin making. Jenis rokok ini
biasanya menggunakan tambahan filter.
Rokok Putih
yaitu jenis rokok yang tidak menggunakan bahan campur—
an cengkeh sebagai isinya dan bahan pembungkusnya
berupa kertas. Jenis rokok ini disebut :
- Sigaret Putih Mesin (SPM)
yaitu jenis rokok putih yang proses pembuatannya
dengan menggunakan mesin making dan biasanya menggu
nakan tambahan filter.
Rokok Klobot
yaitu jenis rokok yang menggunakan bahan tembakau
bercampur cengkeh sebagai isinya dan bahan pembung
kusnya berupa klobot (kulit jagung yang dikeringkan).
Jenis rokok ini proses pembuatannya dengan cara mel-
inting dengan tangan tanpa alat bantu.
35
4.2. Bahan Baku Rokok Kretek
4.2.1. Macam dan Komposisi Bahan Baku
Bahan baku untuk pembuatan rokok kretek dapat
dibedakan menjadi :
Bahan baku yang paling utama, yaitu:
- tembakau
- cengkeh
- saos perasa (campuran bahan-bahan kimia)
- klobot
- kertas ambri (pembungkus batang rokok)
- filter
Bahan baku pelengkap lainnya adalah :
- etiket (kertas aluminium, kertas bungkus, kotak
karton, cap / merk)
- pita cukai temabakau
- lem
Dari sekian banyak bahan baku tersebut maka
yang paling utama dan adalah tembakau dan cengkeh.
Sehingga pabrik harus mempunyai persedian yang cukup
banyak untuk cadangan selama 1 - 5 tahun. Hal ini
mengingat kedua komoditi bahan baku sangat tergan-
tung iklim, cuaca dan Iain-lain yang berkenaan
dengan alam serta harganya selalu berfluktuasi
akibat ulah pedagang spekulan.
Komposisi campuran antara tembakau dan cengkeh tidak
dapat dipastikan, akan *tetapi disesuaikan oleh
proses yang telah ditentukan oleh pabrik. Perbandin-
gan tertentu akan menghasilkan mutu dan rasa rokok
36
yang tertentu pula. Menurut hasil wawancara perban-
dingan antara berat tembakau dan cengkeh berkisar 2
: 1. Untuk setiap batang rokok memerlukan rata-rata
1,2 gram tembakau dan 0,6 - 0,9 gram cengkeh. Selain
itu mutu dan rasa rokok kretek juga ditentukan oleh
jenis tembakau, jenis cengkeh dan saos perasa yang
digunakan, campuran saos tersebut biasanya dibuat
oleh pihak intern pabrik.
4.2.2. Sumber Bahan Baku
Bahan baku berupa tembakau baik yang sudah
dirajang maupun yang masih berupa lembaran berasal
dari dalam negeri dan sebagian kecil dari luar
negeri. Sebagian besar bahan tersebut dibeli lang-
sung dari petani-petani di daerah-daerah penghasil
tembakau yang tersebar di Jawa Timur seperti Bojone-
goro, Jember dan sekitarnya dan juga dari daerah
Jawa Tengah.
Untuk bahan baku cengkeh wajib dibeli dari BPPC
setempat, ketentuan-ketentuan seperti jumlah sesuai
dengan kelas pabrik rokok maupun harganya di atur
oleh BPPC pusat.
Sedangkan untuk bahan baku pelengkap seperti
kertas ambri dan bungkus sebagian besar pabrik
memesan dan membeli langsung dari percetakan yang
telah ditunjuk oleh pabrik. Khusus bahan baku berupa
filter dapat diproduksi sendiri oleh pabrik ataupun
dibeli dari perusahaan pembuat bahan tersebut, untuk
37
pabrik yang tergolong besar jumlah produksinya
sebagian besar diproduksi sendiri dengan pertimban-
gan keuntungan / profit yang lebih besar. Sedangkan
untuk pabrik yang tergolong kecil jumlah produksinya
biasanya tidak memproduksi sendiri.
Bahan lainnya yang juga harus dipenuhi adalah
pita cukai, pita cukai ini dibeli langsung dari
pihak Bea dan Cukai setempat, harga cukai temabakau
tersebut pengaturannya disesuaikan dengan jenis
rokok yang diproduksi maupun kelas pabrik rokok yang
bersangkutan.
4.2.3. Syarat Bahan Baku
Untuk bahan baku rokok kretek yang paling utama
seperti tembakau dan cengkeh yang dibeli dari petani
harus memenuhi seleksi yang telah ditentukan oleh
pabrik. Jenis-jenis tembakau dan kualiatas yang
digunakan sangat bervariasi tergantung dari pabrik
yang bersangkutan.
Kualitas tembakau sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti struktur dan kondisi tanah,
musim tanam, iklim, jenis tembakau teknik bercocok
tanam serta keadaan cuaca pada waktu pengeringan.
Untuk cengkeh dalam negeri kualitasnya cukup baik
karena Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh,
cengkeh mempunyai ciri khas khusus yaitu setiap 4
tahun sekali mengalami panen raya, sedangkan diluar
itu jumlah produksi relatif sedikit.
38
Sebelum dipakai dalam proses produksi, bahan-
bahan tersebut harus disimpan di gudang selama
kurang lebih 3 tahun lamanya, setelah selang waktu
tersebut baru tembakau dan cengkeh diproses lebih
Ianjut di pabrik. Penimbunannya dengan menggunakan
alas papan kayu agar bahan tidak menjadi lembab.
Melihat banyaknya faktor yang harus diperhi-
tungkan maka tidak heran bila pabrik rokok untuk
ukuran sedang dan besar harus memiliki gudang-gudang
penimbunan yang cukup besar dan banyak demi kelang-
sungan produksi pabrik, mengingat jumlahnya yang
sangat besar dan banyak maka gudang penimbunan
tembakau dan cengkeh tersebut biasanya berada diluar
lokasi pabrik ataupun di daerah yang relatif dekat
dengan sumber bahan baku.
4.3. Proses Produksi
Secara garis besar proses produksi rokok kretek
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
4.3.1. Tahap Perajangan dan Pembersihan
Pabrik disamping membeli tembakau dalam bentuk
rajangan adakalanya juga membeli tembakau dalam
bentuk daun / tembakau krosok. Untuk tembakau yang
sudah rajangan langsung dimasukkan kedalam mesin
ayak dan apabila yang dibeli tembakau krosok, maka
harus dilakukan perajangan terlebih dahulu. Apabila
tembakau disimpan dalam bentuk tembakau krosok maka
sebelum dirajang harus diproses dengan mesin steam
dimana tembakau diuapi terlebih dahulu sebelum
diudal agar lemas dan tidak hancur. Kemudian baru
dimasukkan kedalam mesin rajang. Tembakau-tembakau
yang sudah dirajang tadi kemudian dimasukkan kedalam
mesin ayak untuk dipisahkan bagian yang sudah halus
dan bagian yang masih kasar dirajang kembali. Bagian
yang sudah halus selanjutnya dimasukkan kedalam
mesin pembersih untuk dibersihkan dari debu dan
kotoran serta memisahkan tembakau dari tangkainya.
Sedangkan cengkeh di rendam dahulu selama kurang
lebih 8 jam dengan air, hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kadar minyak pada cengkeh tersebut,
kemudian dijemur sampai cukup kering dan selanjutnya
dirajang kemudian diayak dan dimasukkan ke mesin
pembersih.
4.3.2. Tahap Pencampuran
Setelah dibersihkan tembakau dari segala jenis
yang dipergunakan dicampur dengan menggunakan mesin
blending, selama dicampur disemprotkan formula saos
perasa (yang sebelumnya dibuat di laboratorium)
dengan campuran air secukupnya. Dalam jangka waktu
lebih kurang 30 menit baru dimasukkan cengkeh, waktu
yang dipergunakan tergantung ketentuan pabrik karena
pada prinsipnya semakin lama waktu untuk pencampuran
maka akan dihasilkan campuran yang lebih baik,
sehingga mutu dan rasa rokok besar kemungkinan sama.
40
4.3.3. Tahap Pembuatan
Campuran dari tembakau, cengkeh dan saos terse-
but didiamkan selama 2 hari, baru kemudian dibawa
kebagian giling (untuk SKT), making (untuk SKM) dan
linting (untuk Klobot) untuk di proses menjadi
batang-batamg rokok. Khusus untuk SKT dan Klobot
setelah menjadi batang rokok maka digunting uj'ung
dan pangkalnya agar rata, kemudian oleh masing-
masing pekerja dibawa ke pengawas untuk disortir dan
dihitung yang nantinya dipergunakan dalam penentuan
upah borongan pekerja. Sedangkan untuk SKM dibawa
kemesin making dimana batang rokok akan dibuat
secara otomatis bersambung dengan filternya.
4.3.4. Tahap Pengovenan
Rokok-rokok batangan tersebut kemudian dimasuk-
kan keruang oven selama kurang lebih 15 menit
(tergantung ketentuan pabrik) untuk mengurangi kadar
air dan agar aroma rokok tersebut dapat bertahan
dalam waktu yang cukup lama serta tidak mudah rusak.
4.3.5. Tahap Pembungkusan
Setelah dioven batang-batang rokok tersebut
dibawa kebagian pengepakan (khusus SKT dan Klobot)
untuk dipak / dimasukkan kedalam kotak dengan isi
tertentu dan dipress. Pengerjaannya dengan mengguna-
kan tenaga manusia dan alat pembantu (mould). Se
dangkan untuk SKM dibawa ke mesin packing yang
41
secara otomatis akan mengepak dan mengepres. Baru
kemudian seluruh pres rokok tersebut dihitung dan di-
bawa kebagian pengebalan untuk di kemas dalam jumlah
yang lebih besar. Setelah itu dikirim ke gudang stok
untuk siap di pasarkan.
5. TINJAUAN TERHADAP RUMAH SUSUN
5.1. Perkembangan Rumah Susun di Indonesia
Salah satu unsur pokok dalam hidup manusia adalah
papan, yang juga merupakan unsur yang penting dalam
strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-
aspek luas dibidang kependudukan. Karena itu perumahan
merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasa-
kan diseluruh tanah air, terutama didaerah perkotaan yang
sangat padat penduduknya.
Permasalahan yang dihadapi didaerah perkotaan saat
ini adalah sangat mendesaknya kebutuhan akan perumahan,
sedangakan lahan dan biaya yang tersedia sangat terbatas.
Maka untuk menanggulangi kekurangan akan kebutuhan peru
mahan di kota-kota besar tersebut salah satunya dengan
melalui pembangunan Rumah Susun yang telah menjadi pro
gram Nasional.
Pembangunan Rumah Susun (Walk-up Flats) di Indonesia
telah dimulai sejak ± 20 tahun yang lalu secara terpencar
dan pada umumnya masih berstatus rumah dinas Pemerintah.
Walaupun demikian sasaran penghuniannya masih sangat
terbatas kalangan pegawai negeri / swasta, sehingga belum
memasyarakat sampai kepada golongan masyarakat berpengha-
42
silan rendah yang betul-betul memerlukan rumah sebagai
hunian tempat tinggal.
Pengalaman yang cukup lama tersebut tidak diikuti
dengan program pemasyarakatan Rumah Susun secara luas
oleh Pemerintah, sehingga sampai akhir Pelita V masih
terasa adanya kecenderungan masyarakat tetap enggan untuk
tinggal di Rumah Susun.
Munculnya Kebijaksanaan Pemerintah tentang keharusan
untuk membangun Rumah Susun di pelbagai kota besar di
Indonesia, menunjukkan bahwa sej'ak awal perlu dipersiap-
kan upaya-upaya atau usaha-usaha untuk lebih memasyara-
katkan Rumah Susun sebelum masyarakat mulai diminta
memilih alternatif tinggal di Rumah Susun.
5.2. Pengadaan Pembangunan Rumah Susun
1. Latar Belakang
Disamping kebijaksanaan pemerintah keharusan untuk
membangun rumah susun ada kecenderungan disebabkan pula
karena :
- Pemerintah kota tidak ingin melihat kotanya terus
melebar sampai sulit dikendalikan.
- Semakin banyaknya kawasan kumuh yang tumbuh diten-
gah-tengah kota besar di Indonesia.
- Pemerintah kota berkeinginan untuk memanfaatkan se-
efisien mungkin setiap jengkal tanah ditengah kota yang
ada, karena Pemerintah kota sampai saat ini sedikit
sekali memiliki "cadangan" tanah untuk pembangunan
sarana dan prasarana ditengah kota.
43
- Sebagian besar para perencana kota menginginkan agar
wajah kota (estetika) nya dapat mengikuti perkembangan
teknologi pembangunan kota di dunia.
- Pemerintah kota tidak menginginkan warganya tergusur
kepinggiran dan tetap mempertahankan kehadirannya
ditengah-tengah kesibukan kota guna mengimbangi sektor
lain seperti : industri, perdagangan, jasa dll.
2. Permasalahan
Bertitik tolak dari keinginan Pemerintah akan
membangun rumah susun dipelbagai kota besar di Indonesia
berarti bahwa rumah susun akan digunakan sebagai salah
satu "alat" guna mencapai target kebutuhan kekurangan
rumah tinggal di Indonesia. Hal ini dipakai sebagai
"alat", karena adanya motivasi yang berupa kebutuhan akan
tanah yang cukup untuk membangun rumah dikota besar.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah tanah dikota
besar merupakan masalah yang sulit dapat dipecahkan saat
ini, karena pemerintah daerah sangat minim memiliki tanah
yang ada dikota besar. Kenyataan yang ada banyak tanah-
tanah dikota besar yang dimiliki oleh perseorangan
(masyarakat, instansi, lembaga / kelompok-kelompok ma-
syarakat tertentu).
Berdasarkan pengamatan terhadap perumahan susun yang
telah dibangun sampai saat ini, baik oleh pihak swasta
maupun Pemerintah ditemui beberapa permasalahan yang
dihadapi dalam penyebarluasannya atau dalam upaya mema-
syarakatkannya, antara lain :
44
- Belum efektifnya cara-cara pemberian penerangan atau
penyuluhan tentang bagaimana kalau tinggal di rumah
susun, khususnya bagi masyarakat dikota-kota besar,
agar mereka tidak diliputi oleh sikap apriori untuk
tinggal di rumah susun.
- Belum adanya jaminan atau pedoman yang jelas tentang
status penghunian rumah susun.
- Masih adanya beberapa pandangan masyarakat yang ke-
liru tentang aspek penghunian atau pemilikan rumah
susun.
- Adanya kebutuhan minimum ruang yang mendesak bagi mas
yarakat kota.
Berdasarkan pengalaman selama beberapa tahun terak-
hir di Indonesia banyak keluhan-keluhan setelah rumah
susun dibangun, lalu dihuni, misalnya :
- Kesulitan mengenai tempat jemuran, dan ada kesan bahwa
jemuran-jemuran terlihat tidak mengenakkan pandangan.
- Air yang harus naik ketingkat atas sering macet.
- Masih banyak rumah susun yang kosong.
- Kesulitan tempat parkir kendaraan.
- Binatang piaraan sering menimbulkan masalah.
- Kebisingan, suara gaduh sering menggangu penghuni.
3. Pemecahan
Untuk dapat menanggulangi atau mengendalikan perma-
salahan tersebut diatas, perlu adanya penyempurnaan dalam
kebijaksanaan penghunian dan upaya memasyarakatkan rumah
susun dikota-kota besar di Indonesia.
45
Arti memasyarakatkan lebih ditekankan kepada mengu-
payakan agar semakin banyak orang yang mau, betah, senang
dan terbiasa untuk tinggal dirumah susun. Dimana masyara-
kat eudah mengganggap sesuatu hal yang tidak canggung
lagi untuk memilih tinggal dirumah susun, dan masyarakat
sudah terbiasa untuk mengakui rumah susun sebagai salah
satu tujuan hidup berumah tangga.
Sebagai tahap awal di Indonesia, kelompok masyarakat
tertentu masih merupakan salah satu kriteria untuk mema
syarakatkan rumah susun, terutama di kota-kota besar di
Indonesia. Sedangkan untuk semua lapisan masyarakat masih
belum dapat diharapkan dalam jangka waktu dekat.
Upaya-upaya yang diusulkan untuk menunjang pemasya-
rakatan rumah susun antara lain :
- Dengan melalui "kedinasan" dalam arti lembaga, kan-
tor atau instansi baik pemerintah maupun swasta hen-
daknya mewajibkan karyawannya untuk tinggal dirumah
susun yang dibangun oleh lembaga, kantor atau instansi.
- Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui Perda
nya dapat merubah persyaratan pembangunan rumah tinggal
yang sekarang diterapkan pada setiap developer, real
estate, atau lembaga pembangunan rumah lainnya dengan
memasukkan keharusan membangun rumah susun.
- Dengan melalui usaha Penyuluhan Terpadu yang dilakukan
baik oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah), perusahaan-
perusahaan Pemerintah (BUMN, BUMD), media massa (tele-
visi, radio, surat kabar, majalah, pameran, dll) sampai
kepelosok kota maupun desa.
46
4. Tujuan dan Sasaran.
Dengan terwujudnya pembangunan dibidang penghunian
dan pemasyarakatan rumah susun tersebut, diharapkan :
- Dapat memperlancar program penyediaan rumah susun dalam
rangka memenuhi kebutuhan akan kekurangan rumah tinggal
dikota-kota besar di Indonesia.
- Dapat menumbuhkan motivasi masyarakat, khususnya gol-
ongan masyarakat tertentu untuk tinggal di rumah susun.
- Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah perkotaan yang
semakin lama semakin langka dan mahal.
- Mengganti kondisi lingkungan yang buruk dipusat kota
dengan lingkungan yang lebih baik dan memadai.
5.3. Pemilikan Rumah Susun
Pada umumnya pemilikan rumah susun dapat dibedakan
menjadi 2 macam :
1. Pemilikan pada bangunannya saja (Hak Guna Bangunan),
sedang tanah tetap menjadi milik negara / swasta. Hal ini
dimaksudkan untuk mempertahankan status tanah untuk tidak
dimiliki oleh setiap penghuni rumah susun, dengan pertim-
bangan :
- Pemerintah kota cenderung untuk tidak menjual tanah ke-
pada penghuni rumah susun.
- Apabila tanah merupakan pemilikan bersama pada setiap
penghuni rumah susun akan menimbulkan kesulitan pada
akhir penghunian dari setiap rumah susun apabila diba-
gi-bagi.
2. Pemilikan pada rumah dan tanahnya (seperti kebanyakan
47
di Indonesia), dimana penghuni ikut memiliki tanah lokasi
rumah susun tersebut secara kolektif.
Sistem pemilikannya dapat melalui :
- Sistem sewa, penghuni hanya menyewa rumah susun dengan
membayar uang swa setiap bulan / tahunnya.
- Sistem jual-beli, penghuni membeli rumah susun dan se-
lanjutnya unit tersebut menjadi milik penghuni.
- Sewa-beli, penghuni mula-mula membayar uang sewa yang
selanjutnya apabila uang sewa tersebut berakhir maka
rumah susun menjadi milik penghuni.
- Beli cicil, penghuni membeli rumah susun tersebut de
ngan cara membayar cicilan / kredit.
5.4. Peruntukan Rumah Susun
Menurut peruntukannya rumah susun dapat dibedakan :
- Rumah susun untuk kaum buruh / karyawan, untuk industri
maupun instansi swasta dengan standar perencanaan yang
ekonomis.
- Rumah susun untuk jawatan / instansi pemerintah dengan
standar perencanaan tergantung dari anggaran biaya yang
tersedia dan status sosial karyawan tersebut.
- Rumah susun untuk umum, dibangun oleh pemerintah maupun
swasta dimana selain untuk membantu penyediaan rumah
juga mempunyai tujuan komersil.
Penghuni Rumah Susun
Membangun rumah susun di Indonesia harus melihat
48
berbagai aspek, terutama penghuninya, agar rumah susun
tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai
rumah tinggal yang bersusun untuk memenuhi kebutuhan
kekurangan rumah tinggal bagi warga kota. Untuk menentu-
kan penghuni yang bagaimana kiranya yang cocok atau betah
tinggal dirumah susun harus diletakkan kebijaksanaan
meliputi antara lain :
- merumuskan klasifikasi berbagai golongan masyarakat.
- merumuskan perbedaan tingkat pendapatan dan tipologi
sosial golongan masyarakat.
Cara yang praktis adalah merumuskan adanya berbagai
golongan penghasilan masyarakat seperti :
-golongan penghasilan rendah < Rp.100.000.
- golongan penghasilan sedang Rp.100.000 - Rp.200.000
- golongan penghasilan menengah Rp.200.000 - Rp.300.000
- golongan penghasilan tinggi > Rp.300.000.
Menetapkan siapa atau golongan yang berpendapatan
yang mana yang layak untuk dapat tinggal di rumah susun
perlu dilakukan berbagai pendekatan dengan mempelajari
pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam penghunian rumah
susun. Pada umumnya penghuni rumah susun di Indonesia
sasarannya adalah golongan masyarakat berpenghasiIan
rendah di kota besar, hal tersebut merupakan sasaran
terakhir agar mau tinggal di rumah susun.
Berikut ini informasi hasil penelitian kondisi penghuni
rumah susun.
(Lihat Tabel 2.7)
49
TABEL 2.7
KONDISI PENGHUNI RUMAH SUSUN
• Pegawai negeri 20X • Swasta 23X 23X • ABRI IX • Buruh 7X • Pedagang 6X • Pensiunan dan lainnya 2,16X.
Sedangkan keadaan penghuni ber-dasarkan penghasilan kotor rata-rata per bulan menunjukkan sbb.:
• Penghasilan s/d Rp 100.000,- 22X») • Rp 101.000,- - Rp 200.000,- 40X • Rp 201.000,- - Rp 300.000,- 20X • Rp 301.000,- - Rp 500.000,- 9X • Rp 501.000,- - Rp 600.000,- IX.
(Sumber : Kebijaksanaan Rumah Susun hunian dalam wilayah
DKI Jakarta)
6. TINJAUAN TERHADAP KOTAMADYA MALANG
6.1. Kondisi Fisik Kota Malang
6.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Secara umum Kota Malang ditengah-tengah wilayah
kabupaten Malang dan dilalui suatu sistem jaringan
transportasi primer, yang menghubungkan pusat-pusat
kota kecamatan di wilayah kabupaten Malang dan kota-
kota di wilayah dataran tinggi tengah Propinsi Jawa
Timur. Terletak pada koordinat 112 34' 09,48" BT
112 41' 34,93" BT dan 7 54' 52,22' LS - 8 03'
05,11" LS.
Secara administrasi * Kodya Malang mempunyai
areal seluas 11.682.267 Ha dan terbagi menjadi 5
kecamatan dan 57 desa / kelurahan
6.1.2. Klimatologi
Dari segi iklim Kodya Malang memiliki cuaca
udara sejuk yaitu suhu udara berkisar pada 24,5 C
dengan suhu udara terendah adalah 14 C yang terjadi
pada bulan Agustus. Keadaan ini ditunjang pula
dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 79,75 "/.
dan curah hujan yang relatif tinggi.
6.1.3. Topografi
Secara garis besar berdasarkan peta topografi
dan kondisi fisik yang ada, maka pembagian wilayah
dikota Malang adalah sbb :
- Daerah pusat kota dan daerah transisi sebagian
besar merupakan wilayah dengan kemiringan relatif
datar yaitu antara 0 - 15% hanya sebagian kecil
saja yang mempunyai kemiringan antara 16 - 40%.
- Daerah pinggiran utara merupakan daerah dengan
kemiringan antara 0 - 15% dan ada sebagian kecil
dengan kemiringan > 40"/..
- Daerah pinggiran Barat merupakan daerah datar
dengan kemiringan antara 0 - 2.7..
- Daerah pinggiran Timur dan Tenggara merupakan
daerah berbukit-bukit dengan kemiringan 15 - 40"/.
bahkan > 407..
2. Penetapan Fungsi Kota Malang
Berdasarkan karakteristik Kota Malang dan kedudu-
nnya dalam lingkup yang lebih luas, maka ditetapkan
51
tiga fungsi utama Kota Malang yaitu Pendidikan, Industri
dan Pariwisata atau Tri Bina Citra.
Sebagai Kota Industri fungsi kota industri di Malang
lebih ditekankan pada sektor industri kecil. Hal tersebut
dapat di lihat dari tingginya jumlah tenaga kerja pada
sektor industri. Kota malang sebagai kota industri perlu
ditegaskankan lagi melalui suatu studi yang lebih khusus.
6.3. Kebijaksanaan Pengembangan Kawasan Industri
Kebijaksanaan pengembangan lokasi kawasan industri
di kota Malang harus didasarkan pada karakteristik lokasi
kegiatan industri yang ada pada saat ini dikaitkan dengan
struktur tata ruang kota pada masa yang akan datang.
Kebijaksanaan tersebut harus mempertimbangkan :
- Jenis dan kapasitas industri yang akan dikembangkan
untuk itu tentunya perlu diadakan studi khusus mengenai
kegiatan industri secara makro. Tetapi dalam hal ini
diperkirakan industri yang akan tumbuh di kota Malang
adalah industri yang berorientasi pada tersedianya
tenaga kerja dan industri yang berorientasi pada terse
dianya bahan baku serta beberapa industri kecil yang
berorientasi pada segi pemasaran.
- Pertimbangan keadaan topografi dan kemudahan daya
hubung (aksesibilitas) terhadap faktor-faktor industri.
- Pertimbangan akan sistem pengadaan air bersih, tenaga
listrik dan saluran pembuangan bagi kotoran industri.
- Pertimbangan aspek lingkungan dan struktur kota yang
lebih luas, bahwa penempatan kegiatan industri di suatu
52
lokasi yang tidak akan meyebabkan pencemaran lingkungan
yang mengganggu kualitas lingkungan hidup yang ada
disekitarnya.
Dengan demikian kebijaksanaan pengembangan kawasan
industri di kota Malang secara makro adalah :
- membatasi dan membina pengembangan kegiatan industri
pada kawasan industri di kelurahan-kelurahan Blimbing,
Mergosono dan Ciptomulyo mengingat lokasi kawasan
tersebut relatif dekat dengan pusat kota dan lingkungan
pemukiman penduduk.
- Mengernbangkan kawasan industri sesuai dengan tuntutan
kebutuhan ruang kegiatan untuk masa mendatang pada
lokasi Kelurahan / desa : Gadang, Kebonsari, Arjowinan-
gun.