122-184-1-pb
DESCRIPTION
sosisTRANSCRIPT
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
73
Perekayasaan Pangan Berbasis Produk Lokal Indonesia
(Studi Kasus Sosis Berbahan Baku Tempe Kedelai)
Food Engineering Based on Indonesian Local Product
(Case Study of Tempeh Sausages)
Dina Wulandari*)
, Nur Komar, Sumardi Hadi Sumarlan
Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran - Malang 65145, Indonesia - Telp. (0341) 551611 *) Penulis korespondensi, Email : [email protected]
Abstrak
Perubahan bentuk dan kualitas pangan tempe kedelai dalam pengolahan sosis diharapkan
menjadi alternatif pengembangan produk sosis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi
yang dipilih bernilai baik juga pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe; dan
mengetahui keseimbangan massa yang terjadi pada proses pengolahannya; serta mengetahui kelayakan
usaha dinilai dari aspek finansial. Metode penelitian digunakan mathematical additive model dengan
pendekatan empirik dengan variasi campuran bahan yakni proporsi penambahan putih telur (5% dan 8%)
dan tepung tapioka (12%; 17%; 25%). Hasil penelitian menunjukkan formulasi penambahan 25% tepung
tapioka dan 8% putih telur menghasilkan komposisi yang dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya
meliputi rerata kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya 1.86 kgf/cm2, dan rerata pengembangan volume
18.76 cm3; sifat kimianya meliputi kadar protein 6.37% dan kadar lemak 13.19%; serta uji organoleptik
produk meliputi rerata tingkat kesukaan agak disukai dengan skor warna 4.55, rasa 5.30 dan aroma 5.40,
serta tekstur yang disukai dengan skor 5.95. Kelayakan finansial usaha diperoleh Harga Pokok Produksi
tiap bungkus sosis Rp1.080,00. Usaha sosis tempe pada tingkat harga jual Rp1.296,00 mengalami Titik
Impas pada pendapatan minimum Rp154.388.402,53 atau mampu mencapai target penjualan produk
sebanyak 2.318 kemasan toples. Pada penerimaan proyeksi usaha lima tahun maka dapat diketahui bahwa
periode pengembalian investasi dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Usaha ini dinilai layak
efisien dan menguntungkan sesuai dengan perolehan rasio total hasil penerimaan dengan total biaya
pengeluaran sebesar 1.20.
Kata kunci : Sosis, Tempe kedelai, Keseimbangan massa.
Abstract
Food quality of proceeding tempeh in sausage is expectable to be alternative sausage product
development. This research aims to gain composition which chooses to had good value along with
physical, chemical characteristic and organoleptic tempeh sausage; and knowing mass balance that
occured on it proceed; also knowing feasibility study valuated from financial aspect. Mathematical
additive model is used with empiric approximation with variant of ingredients mixing is defined by
albumine proportion (5% and 8%), and tapioca flour proportion (12%; 17%; 25%) to get good value
mixing products. This study had been shown results that formulation of tempeh sausage by adding 25%
tapioca flour and 8% albumine chooses to had good quality toward physical characteristic such as
44.88% water-content (wet-basis) and 1.86 kgf/cm2 texture measurement, and volume expansion 18.76
cm3; chemical charateristic including 6.37% protein-content and 13.19% fat-content in average; also
organoleptic test include average liked-scale had rather like scored by color 4.55, taste 5.30, flavour
5.40, and preferably texture scored 5.95. Financial feasibility of manufacture obtain Cost of good
manufacturing each sausage was Rp1,080.00. Sausage tempeh manufactured with sales price Rp1,296.00
would break-even at minimum revenue Rp154,388,402.53 or able to reach sales target minimum at 2.318
unit. Manufacture projecting on five years get the result of payback period as long as 3 years 5 month
and 7 days. This manufactured estimate to be efficient and profitable accord with 1.20 Return Cost Ratio,
explain that every Rp 1.00 investment can get Rp 1.20 revenue in exchange.
Keywords: Sausages, Tempeh, Mass Balance.
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
74
PENDAHULUAN
Perkembangan historis dan kultural menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia
menggunakan tempe kedelai dalam pola makanan tradisionalnya. Menurut Astuti (1995), tempe
merupakan sumber protein potensial dari nilai gizi yang seimbang protein hewani daging sapi dengan
harga relatif murah dan tekstur yang menyerupai daging. Selain itu, proses fermentasi menjadikannya
memiliki daya cerna dan asam amino essensial relatif tinggi dibandingkan bahan dasarnya (Syarief
dkk.,1999). Namun, selama ini tempe kedelai belum mampu diangkat menjadi produk yang bergengsi.
Penggunaan tempe kedelai menjadi olahan sosis diharapkan dapat berkembang menjadi alternatif sajian
pangan tersier yang bergizi.
Sosis merupakan produk sistem emulsi, stabilitas emulsi dapat dicapai bila globula lemak yang
terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein daging) yang dimantapkan oleh binder dan
filler (Kanoni, 1993). Permasalahan yang sering kali timbul dalam pembuatan sosis ialah pecahnya
emulsi, tekstur yang meremah (tidak kompak), terlalu keras maupun terlalu lembek, dan daya ikat air
yang rendah akibat proses perlakuan emulsifikasi yang tidak baik. Mutu sosis dapat ditingkatkan dengan
menaikkan daya ikat air dan emulsi lemak menggunakan bahan pengikat dan pengisi yang tepat.
Berdasarkan pengujian rutin tahun 1960 menunjukkan rata-rata kandungan sosis daging yakni kadar air
67-68%, protein 14-16% dan lemak 5-6% (Amano dalam Borgstorm, 1965).
Penggunaan bahan baku tempe yang ditepungkan menjadi bahan dasar pembuatan sosis tempe
dimana digunakan kombinasi tepung tapioka sebagai bahan pengisi dan putih telur sebagai bahan
pengikat. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh
yang kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno, 1998). Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan
pengisi karena kemampuan menyerap air dan dalam suhu panas akan membentuk gel, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki tekstur produk olahan pangan (Mc. Williams, 1997 dalam Widyastuti
dkk., 2000). Fungsi penambahan putih telur dalam pembuatan sosis yaitu kemampuan mengikat air untuk
meningkatkan WHC (Water Holding Capacity) serta mengemulsikan lemak sehingga lebih stabil.
Desrosier (1998) menyatakan denaturasi dan koagulasi protein putih telur dapat terjadi pada suhu antara
57-82oC.
Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh formulasi komposisi yang dipilih bernilai baik dan
pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe, serta mengetahui keseimbangan
massa yang terjadi dalam proses pengolahannya. Studi kelayakan usaha disertakan untuk memperoleh
perkiraan usaha yang dinilai dari beberapa aspek finansialnya apabila aktualisasi produksi dilakukan.
Analisa finansial yang dilakukan untuk mengetahui nilai Harga Pokok Produksi (HPP), Titik Impas
(Break Even Point), Periode Pengembalian (Payback Period), dan efisiensi usaha dengan perhitungan
Rasio Penerimaan dengan Biaya (R/C Ratio).
METODE PENELITIAN
Bahan.
Bahan baku yang digunakan ialah tempe kedelai murni tanpa campuran (terfermentasi 24 jam) yang
diperoleh dari daerah Sanan, Malang. Tepung tempe kedelai yang digunakan berwarna putih kecokelatan,
bersih dan butirannya halus serta berukuran 80-100 mesh (Syarief dkk., 1999). Komposisi bahan lainnya
antara lain tepung tapioka, putih telur ayam, karagenan, rempah-rempah berupa bawang putih bubuk, lada
putih bubuk, dan bubuk pala, gula, garam halus, minyak nabati, air, serta dipergunakan plastik berdimensi
tebal 0.03 mm dan lebar 3 cm yang digunakan sebagai selongsong (casing) sosis.
Alat.
Alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan sosis tempe antara lain pisau, panci pengukus,
kompor, sendok, spatula, gunting, piping bag, mangkok. Sedangkan alat yang dipergunakan untuk analisa
meliputi timbangan digital Denver Instrument M-310, timbangan digital MettlerPM 460, termometer,
oven Heraeus T 5050, Hand Penetrometer Force Gauge PCE-FM200, jangka sorong dan penggaris,
desikator, cawan.
Metode Penelitian
Alur proses pembuatan sosis tempe terdapat pada Gambar 1 sedangkan alur proses pembuatan tepung
tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran terdapat pada Gambar 2. Metode penelitian yang
digunakan adalah mathematical additive model dengan pendekatan empirik yakni dengan rumus umum :
yij = + i + j + ij
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
75
Dimana :
yij = pengamatan pada perlakuan-i dan perlakuan-j
= rataan umum
i = pengaruh perlakuan-i
j = pengaruh perlakuan-j
ij = pengaruh acak pada perlakuan-i dan perlakuan-j
Sehingga apabila perlakuan-i ialah dengan penambahan putih telur dan perlakuan-j dengan penambahan
tepung tapioka dan dengan asumsi =0 ; ij=0 maka diperoleh persamaan :
yij = i + j
Adapun variasi campuran bahan dari dua faktor untuk memperoleh campuran yang baik. Perlakuan
pendahuluan dengan pemblansiran sebagai upaya untuk meminimalisir rasa tempe yang tidak diinginkan
seperti halnya langu dan getir hingga pahit. Proporsi penambahan putih telur sebagai bahan pengikat
terdiri dari 2 level dan tepung tapioka sebagai bahan pengisi terdiri dari 3 level.
Faktor I : Perbandingan proporsi penambahan putih telur (T)
T1 = 5% penambahan putih telur (b/berat adonan)
T2 = 8% penambahan putih telur (b/berat adonan)
Faktor II : Perbandingan proporsi penambahan tepung tapioka (K)
K1 : 12% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)
K2 : 17% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)
K3 : 25% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)
Kelayakan Finansial
Analisis finansial dilakukan sebagai upaya untuk memperkirakan sejauh mana usaha yang telah dirancang
mampu mencapai keberhasilan atau layak untuk dilaksanakan yang didasarkan pada perhitungan aspek
finansial.
MULAI
Desikator
Adonan Sosis Tempe
Pemasakan dengan pengukusan
(100 + 5oC selama 30 menit)
Sosis tempe yang digoreng
SELESAI
Tepung Tapioka dan Putih Telur sesuai variasi
proporsi perlakuan, tepung tempe 80 mesh, rempah
3%, gula 1.25%, Garam 1.25%, Minyak nabati 13%,
Karageenan 2%, Air 35%
Pemasakan dengan digoreng
(selama + 3 menit)
Sosis Tempe
Stuffing (casing p=12 cm; = 3 cm)
Pencampuran
Analisa
1. Kadar Lemak 2. Kadar Protein 3. Kadar Air 4. Tekstur
Pengukuran
1. Massa 2. Volume akhir 3. Temperatur akhir
Uji organoleptik
Diukur massa dan
suhu adonan
Diukur massa
dan volume awal
sosis mentah
Gambar 1. Alur proses pembuatan sosis tempe
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
76
Pemblansiran dengan pengukusan
(100 C selama + 10 menit)
MULAI
Tempe kedelai segar
Dipotong dadu kecil-kecil
Pengeringan oven
(+ 600C selama 24 jam)
SELESAI
Ditimbang massanya
lalu dilakukan analisa :
- Kadar air
- Kadar lemak
- Kadar protein
Tepung tempe
tak lolos 80 mesh
Desikator
Penggilingan
Pengayakan
(80 mesh)
Desikator
Ditimbang massa
tempe blanch
Ditimbang massa
tempe kering ovenTempe kedelai kering
Tepung tempe kedelai
80 mesh
Tempe kedelai blanch
Ditimbang massa
tempe segar
Gambar 2. Alur proses pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran
Harga Pokok Produksi (HPP)
Biaya produksi merupakan jumlah keseluruhan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam satu tahun
yang meliputi bahan baku dan bahan pembantu, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik
(Kartadinata, 1990). HPP dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
HPP (Rp) = TC (Rp)
Q (unit)
Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) atau titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah
menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan (Soeharto, 1995).
Dalam perhitungan BEP ini diasumsikan biaya variabel naik sebanding dengan volume produksi.
Perhitungan BEP adalah sebagai berikut:
BEP (unit) = VCP
FC
BEP (rupiah) =
PVC
FC
1
Payback Period
Pay Back Period yaitu waktu yang dibutuhkan agar manfaat proyek telah menutupi seluruh biaya
yang dikeluarkan sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai waktu yang sebenarnya, maka biaya dan manfaat
yang digunakan juga nilai sebenarnya (dengan diskonto). Kriteria ini konsepnya sama dengan Break
Event Point, yaitu waktu ketika nilai input sama dengan nilai output, atau pada posisi keuntungan bernilai
0 (nol).
Rumusan Payback Period
Dimana :
PP : periode lama pengembalian modal (tahun)
np : periode lama pengembalian ketika kumulatif arus kas bernilai sama dengan nol (tahun)
a : Nilai investasi awal (Rp)
b : kumulatif arus kas pada tahun ke-np (Rp)
c : kumulatif arus kas pada tahun ke-np+1 (Rp)
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
77
Efisiensi Usaha
Return Cost Ratio merupakan perbandingan antara Total Revenue (TR) atau total penerimaan dengan
Total Cost (TC) atau total biaya produksi. R/C dirumuskansebagaiberikut :
TR = P x Q
TC = TFC + TVC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Protein Sosis Tempe
Nilai kadar protein sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan
putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 3 menunjukkan nilai kadar protein sosis tempe yang
cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Namun nilai kadar
protein sosis tempe yang dihasilkan masih lebih unggul bila dibandingkan dengan produk sosis siap
makan yang beredar seperti sosis ayam champ 7.72% dan sosis sapi so nice 9.77%.
Gambar 3. Grafik kadar protein sosis tempe
Nilai kadar protein sosis tempe sebagian besar diperoleh dari bahan baku yang digunakan yakni
tepung tempe berasal dari tempe kedelai segar yang diperoleh dari daerah Sanan. Sedangkan nilai kadar
protein bahan putih telur mengandung 11% (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya
mengandung 1.1% saja (Makfoeld,1982). Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai dalam
100 gr bahan kering memiliki kadar protein yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 46.5%. Hal ini
sesuai dengan hasil analisa kadar protein yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang
diolah menjadi tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar protein sebesar 48.46%.
Kadar Lemak Sosis Tempe
Nilai kadar lemak sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan
putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 4 menunjukkan nilai kadar lemak sosis tempe yang
cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Sedangkan kadar
lemak produk sosis siap makan yang beredar seperti sosis ayam champ 6.76% dan sosis sapi so nice
6.61%.
Gambar4.Grafik kadar lemak sosis tempe
Sumber lemak terdapat pada bahan baku yang digunakan yakni tepung tempe berasal dari tempe
kedelai yang diperoleh dari daerah Sanan dan penambahan minyak nabati sebesar 13% sehingga
mempengaruhi nilai kadar lemak sosis tempe. Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai
0
5
10
15
12 17 25
11.62 10.4
7.93
13.1
10.22
6.37
Re
rata
Ka
da
r P
rote
in
(%)
Proporsi Tepung Tapioka (%) proporsi putih telur 5% proporsi putih telur 8%
0
5
10
15
20
12 17 25
15.34 16.61
14.6 15.35 15.42
13.19
Re
rata
Ka
da
r L
em
ak
(%
)
Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi putih telur 5% Proporsi Putih Telur 8%
TC
TRCR /
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
78
dalam 100 gr bahan kering memiliki kadar lemak yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 19.7%.
Hasil analisa kadar lemak yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang diolah menjadi
tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar lemak sebesar 25.77%. Sedangkan nilai kadar
lemak tidak terdapat pada bahan putih telur (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya
mengandung 0.5% (Makfoeld,1982).
Kadar Air Sosis Tempe
Nilai kadar air sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih
telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 5 menunjukkan nilai kadar air sosis tempe yang cenderung
meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Produk sosis ayam champ
memiliki kadar air 59.26% dan produk sosis sapi so nice yakni 23.35%. Nilai kadar air pada sosis tempe
yang dihasilkan masih memenuhi ketentuan standar mutu sosis daging yang menyatakan standar produk
sosis daging memiliki kadar air maksimal 67% (%bb). Keadaan ini dikarenakan adanya penambahan
tepung tapioka dan putih telur yang mampu mengikat air dengan baik.
Gambar 5. Grafik kadar air sosis tempe
Protein dalam putih telur sebagian besar ialah albumin, dimana berupa sitoplasma yang utamanya
terdiri dari air. Protein albumin ini dapat menghasilkan asam amino yang bermanfaat. Menurut Susrini
dan Thohari (1989) menyatakan bahwa putih telur sebagai bahan pengikat mempunyai kemampuan
mengikat molekul-molekul air yang cukup tinggi karena adanya gugus reaktif asam amino yang
terkandung dalam protein putih telur sehingga air akan sulit untuk menguap.
Tekstur Kekerasan Sosis Tempe
Nilai tekstur kekerasan sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka
dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 6 menunjukkan menunjukkan nilai tekstur sosis
tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Nilai uji
tekstur kekerasan sosis tempe mendekati nilai tekstur pada produk sosis ayam champ yaitu 2.14 kg/cm2,
sedangkan pada produk sosis sapi so nice nilai teksturnya sebesar 1.77 kg/cm2.
Gambar 6. Grafik tekstur (kekerasan) sosis tempe
Hal ini dikarenakan jumlah proporsi tapioka dan putih telur yang semakin besar mengurangi
jumlah proporsi tepung tempe yang ditambahkan. Sebagian air dalam adonan diikat oleh molekul-
molekul protein putih telur yang mengalami koagulasi sehingga tekstur menjadi lebih keras dan padat.
Sedangkan tapioka yang digunakan sebagai bahan pengisi memiliki kemampuan gelatinisasi dan
pembentukan gel sehingga dapat memperbaiki tekstur dari produk.
42
43
44
45
46
47
12 17 25
43.66 44.08
44.95 45.53
46.34 45.88
Re
rata
Ka
da
r A
ir (
%)
Proporsi Tepung Tapioka (%)
Proporsi putih telur 5% Proporsi Putih Telur 8%
0
1
2
3
12 17 25
1.21 1.26
2.08
1.12 1.16
1.86
Te
kst
ur
(Ke
ke
rasa
n)
(Kg
/cm
2)
Proporsi Tepung Tapioka (%)
Proporsi Putih Telur 5% Proporsi Putih Telur 8%
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
79
Volume Pengembangan
Nilai volume ekspansi sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka
dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 7 menunjukkan nilai koefisien ekspansi volume
pada sosis tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih
telur.
Gambar 7. Grafik pengembangan volume (V) sosis tempe
Komposisi bahan-bahan yang dicampur akan mempengaruhi hasil akhir produk. Tepung tapioca
mengandung amilosa 17% dan amilopektin sebanyak 83% (Fennema, 1976). Menurut Whitt et al. (2002),
struktur kimia amilosa dan amilopektin memberikan karakterisitik khusus dalam pengolahan pangan.
Amilosa memiliki efek yang lebih kuat terhadap gelatinisasi, sedangkan amilopektin dapat menyebabkan
mengembangnya granula pati.
Adanya penambahan putih telur juga memberikan efek dalam pengembangan volume sosis tempe
yang dihasilkan. Menurut Muwarni (2008), putih telur mengandung protein utama albumin yang bersifat
larut air serta penstabil antara air dan udara dalam sistem pangan. Protein telur dapat menyerap dan
memperangkap berbagai bahan pencita rasa, mengikat butiran lemak, memperangkap air dan gas/udara
yang masuk dalam matriks protein. Ini berarti juga menambah volume produk (Muwarni, 2011).
Keseimbangan Massa
Perhitungan komponen mass balance berguna untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi
komponen yang ada pada tiap proses sehingga mempermudah menjelaskan mengenai suatu aliran proses.
Pada keseimbangan material, massa dan konsentrasi unit biasa dinyatakan dengan fraksi massa atau
persen massa (Toledo, 1980). Selama proses pembuatan tepung tempe kedelai banyak dipengaruhi oleh
pertambahan dan kehilangan air selama tahap pengolahan blanching, dan pengovenan. Pada tahap
pengayakan, terjadi kehilangan massa karena tepung hasil giling tidak seragam sehingga tidak lolos dari
ayakan 80 mesh seperti pada Gambar 8.
Pemotongan
Blanching
kukusPenggilingan
Tempe Kedelai Segar
4277.8 gr (T1)
Uap Air (U)
2506.1 gr
Tempe Kedelai Giling
(T3)
T3 = T2 L
= 1771.7 122.65
= 1649.05 gr
Massa yang hilang
(L) 122.65 gr
Tempe Kering Oven
(T2)
T2 = T1-U
= 4277.8 - 2506.1
= 1771.7 gr
Pengeringan
Pengayakan
Tepung Tempe 80 mesh
(T4)
T4 = T3 - R
= 1649.05 874.21
= 774.84 gr
Tidak lolos
80 mesh (R)
874.21 gr
Gambar 8. Diagram mass balance pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh
Keseimbangan massa pada proses pengolahan tepung tempe kedelai menjadi sosis dapat dihitung
rendemen proses penepungan tempe dengan bahan baku tempe kedelai kering oven 1771.7 gram
menghasilkan tepung tempe kedelai 80 mesh sebanyak 774.84 gram sehingga rendemen proses
pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh ialah 43.73%. Pada proses pengolahan tepung tempe kedelai
menjadi sosis diperoleh rendemen terendah sebesar 96.75% pada proporsi penambahan 5% putih telur,
25% tepung tapioka, 11.5% tepung tempe; sedangkan rendemen tertinggi sebesar 98.5% pada proporsi
penambahan 8% putih telur, 17% tepung tapioka, 19.5% tepung tempe.
0369
12151821
12 17 25
6.63
9.95
17.68
8.84
13.26
18.76 P
en
ge
mb
ang
an
Vo
lum
e
(cm
3)
Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi Putih Telur 5 % Proporsi Putih Telur 8 %
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
80
Adonan (P)
398.2 gr
Stuffing
393.9 gr
Pengukusan
(steaming)
Penirisan
didestikator
Air (U)
6.9 gr
Massa yang hilang
(L) 4.3 gr
Sosis Tempe
(P) 387 grPencampuran
(400 gr)
(E) Garam 5 gr
Putih telur 20 gr (C)
(I) Air 140 gr
(H) Karaginan 8 gr
Tep. Tapioka 48 gr (B)
(G) Minyak Nabati 52 gr
(F) Gula 5 gr
Tep. Tempe 110 gr (A)
(D) bumbu Rempah 12 gr
(bawang putih 6gr, lada 4gr,
pala 2gr) Gambar 9. Diagram mass balance pembuatan sosis tempe pada T1K1
Pada Gambar 9 ditunjukkan adanya perubahan sejumlah massa bahan pada setiap proses yang
dilakukan. Perubahan massa yang terjadi cenderung mengalami penyusutan pada setiap prosesnya. Hal ini
dikarenakan adanya massa yang hilang ketika dilakukan pengolahan pada setiap prosesnya seperti pada
proses pencampuran, proses pengisian adonan kedalam casing (stuffing), dan ketika proses pemasakan
menggunakan pemanasan.
Pada proses pencampuran diperoleh penyusutan nilai massa adonan, ini disebabkan karena adanya
massa yang tidak dapat terangkut ketika pemindahan adonan bahan yang telah dicampur kedalam piping
bag, begitu pula ketika proses stuffing (pengisian kedalam selongsong sosis). Sedangkan penyusutan
jumlah massa yang terjadi ketika proses pemasakan terjadi karena adanya pemanasan dengan temperatur
tinggi yang memungkinkan terjadinya penguapan sehingga sejumlah massa air yang tidak dapat terikat
dalam bahan akan teruapkan.
PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK
Penentuan Terbaik dilakukan dengan membandingkan data pengamatan dengan standar nasional
yakni Standar Mutu Sosis Daging dalam SNI 01-3820-1995. Data yang dibandingkan meliputi kadar air,
kadar protein, dan kadar lemak, dan penjajakan tingkat kesukaan konsumen melalui uji organoleptik yang
dilakukan oleh 20 orang panelis uji tak terlatih. Nilai terbaik yang terbanyak diperoleh perlakuan T2K3
sehingga perlakuan tersebut ditentukan menjadi komposisi yang dipilih baik.
Perlakuan
Parameter KriteriaUji
Kadar (%) Rerata Tingkat Kesukaan (UjiOrganoleptik)
Protein Lemak Air Aroma Rasa Warna Tekstur
SNI Maks. 13 Maks. 25 Maks. 67 Normal Normal Normal Normal
T1K1 11.62* 15.34 43.42* 2.90
(kurang disukai)
2.7
(kurang disukai)
2.70
(kurang disukai)
2.15
(tidak disukai)
T1K2 10.40 16.60 44.14 3.25
(kurang disukai)
4.00
(normal)
4.15
(normal)
3.25
(kurang disukai)
T1K3 7.93 14.60 44.69 4.20
(normal)
5.05
(agak disukai) 4.90*
(agak disukai)
5.35
(agak disukai)
T2K1 13.10 15.35 45.47 3.65
(normal)
3.15
(kurang disukai)
3.55
(normal)
2.50
(kurang disukai)
T2K2 10.22 15.42 46.44 4.50
(agak disukai)
4.80
(agak disukai)
5.00
(agakdisukai)
4.45
(normal)
T2K3 6.37 13.19* 45.88 5.40*
(agak disukai) 5.30*
(agak disukai)
4.45
(agak disukai) 5.95*
(disukai)
Kelayakan Finansial
Harga Pokok Produksi (HPP)
Pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe dari hasil perhitungan masing-masing
komponen biaya diperoleh total biaya pengeluaran yang diperlukan untuk kegiatan usaha sebesar
Rp1,665,024,134.00 merupakan jumlah total biaya tetap (Rp27,886,175.00) dan total biaya variabel (Rp
1,637,137,959.00). Dengan jumlah produksi tahunan sebanyak 1.500.000 bungkus ukuran satuan 20gr
sehingga diperoleh HPP tiap bungkus Rp1,080.00 dengan tingkat keuntungan 20% maka harga jual tiap
bungkusnya menjadi Rp1,296.00.
Produk sosis ini akan dijual ke pasaran dalam bentuk kemasan toples yang masing-masing berisi
50 bungkus sosis sehingga jumlah produksi tahunan sebanyak 30,000 kemasan toples maka diperoleh
HPP tiap kemasan toples Rp55,500.80 dan memiliki harga jual Rp66,600.97.
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
81
Break Even Point (BEP)
Untuk pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika
target pencapaian penjualan produk minimun sebesar 2,318 kemasan toples atau target pencapaian
pendapatan minimum sebesar Rp154,388,402.53.
Payback Period (PP)
Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013
sebesar 6% diperoleh pengembalian investasi awal usaha sebesar Rp280,439,988.25 dicapai selama 3
tahun 5 bulan 7 hari. Periode pengembalian ini lebih pendek dari periode yang telah ditentukan
penerimaan proyek yakni 5 tahun, sehingga usaha sosis tempe ini dapat diterima.
Efisiensi Usaha (R/C Ratio)
Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013
sebesar 6% diperoleh nilai R/C sebesar 1.20 yang menyatakan bahwa Rp1.00 modal yang diinvestasikan
pada usaha sosis tempe akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.20. Hal ini menunjukkan bahwa
usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan sesuai dengan kriteria efisiensi usaha dimana nilai rasio
lebih besar dari 1 maka usaha dinilai layak dan menguntungkan.
KESIMPULAN
Proporsi penambahan 8% putih telur dan 25% tepung tapioka menghasilkan sosis tempe yang
dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya meliputi rerata nilai kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya
1.86 kgf/cm2, dan ekspansi volume sebesar 18.76 cm
3; sifat kimianya meliputi rerata kadar total protein
sebesar 6.37% dan kadar total lemak 13.19%; serta uji organoleptik produk meliputi rerata tingkat
kesukaan warna, rasa, dan aroma yang agak disukai, serta tekstur disukai.
Usaha sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika target pencapaian penjualan produk minimum
2,318 toples atau pencapaian pendapatan minimumnya Rp154,388,402.53. Payback Period dengan
penerimaan proyek 5 tahun dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Rasio penerimaan dengan biaya
sebesar 1.20 yang sesuai dengan kriteria efisiensi usaha menyatakan menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Standar Nasional Indonesia SNI.01.3818.1995. Jakarta
Astawan, Made, dan Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Astuti, Mary. 1995. Memperbaiki Kualitas Tempe. Pangan Vol. VI No.22, 15-16
Bosgstrom, G. 1965. Fish As Food Vol. III. Academic Press. New York. San Fransisco. London
Desrosier, N.W.1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Mulyoharjo, M. UI Press. Jakarta
Doi, E. and Kitabatake N. 1997. Food Protein and Their Application : Structure and Functionality of Egg
Protein. Marcell Dekker. New York
Fennema, Q.R. 1976. Principle of Food Science : Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York
Kanoni, S. 1993. Kajian Protein Daging fase Pre-Rigor Selama Pendinginan Sebagai Emulsifier Sosis.
Agritech. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian ISSN:0216-0455. Volume 13. No 3. Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Kartadinata, A. 1990. Pembelanjaan, Pengantar Manajemen Keuangan. Bina Aksara. Jakarta
Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Ilmu dan Teknologi Makanan.
Fakultas Teknik Pertanian UGM. Yogyakarta
Muwarni, Retno. 2008. Fungsi Telur dalam Industri Bakery. Food Review Indonesia. Jakarta
(http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55989) (diakses 14 Januari 2012)
.2011.Functional Ingredients from Egg. Food Review Indonesia Vol.VII No.4. Jakarta
(http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56 368#.UXi0HfSA62B) (diakses 14 Januari 2012)
Susrini, I dan M, Thohari. 1989. Ilmu Pengetahuan Telur dan Pemanfaatannya. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya Malang. Malang
Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek : Dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga. Jakarta
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.Yogyakarta
Syarief, R., J. Hermanianto, P. Hariyadi dan S. Wiriatmadja. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas
Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya.
http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55989http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56%20368#.UXi0HfSA62B
-
JurnalBioprosesKomoditasTropis
Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
82
Toledo, R. T. 1980. Fundamental of Food Processing Engineering 2nd
Edition. An Aspen Publishers Inc.
Gaithersbur
Whitt, Sherry, Larissa, M. Wilson, Maud I., Tenaillon, Brandon S. Gaud, and Edward S Buckler. 2002.
Genetic Diversity And Selection in The Maize Starch Pathway. PNAS Vol. 99 No.20, page 12959-
12962.(http://www.pnas.org/cgi /doi/10.1073/pnas.20247999/)
Widyastuti, E.S., Sawitri M.E., Padaga, M., Ardhana M., dan Manab A. 2000. Perbedaan Kualitas Bakso
Daging Sapi dengan Bahan Pengisi Tapioka dan Kombinasi Antara Tapioka dengan Tapioka
Termodifikasi Selama Penyimpanan Suhu Rendah. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas
Brawijaya. Malang
http://www.pnas.org/cgi%20/doi/10.1073/pnas.20247999/