122-184-1-pb

10
  JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013 73 Perekayas aan Pangan Berbasis Produk Lokal Indonesia (Studi Kasus Sosis Berbahan Baku Tempe Kedelai)  Food Enginee ring Based o n Indonesian Loc al Product (Case Study of Tempeh Sausages)  Dina Wulandari *) , Nur Komar, Sumardi Hadi Sumarlan Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran - Malang 65145, Indonesia - Telp. (0341) 551611 *) Penulis korespondensi, Email : [email protected] Abstrak Perubahan bentuk dan kualitas pangan tempe kedelai dalam pengolahan sosis diharapkan menjadi alternatif pengembangan produk sosis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi yang dipilih bernilai baik juga pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe; dan mengetahui keseimbangan massa yang terjadi pada proses pengolahannya; serta mengetahui kelayakan usaha dinilai dari aspek finansial. Metode penelitian digunakan mathematical additive model  dengan  pendekatan empirik dengan variasi ca mpuran bahan yakni proporsi penambahan putih telur (5% dan 8%) dan tepung tapioka (12%; 17%; 25%). Hasil penelitian menunjukkan formulasi penambahan 25% tepung tapioka dan 8% putih telur menghasilkan komposisi yang dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya meliputi rerata kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya 1.86 kgf/cm 2 , dan rerata pengembangan volume 18.76 cm 3 ; sifat kimianya meliputi kadar protein 6.37% dan kadar lemak 13.19%; serta uji organoleptik  produk meliputi rerata tingkat kesukaan agak disukai dengan skor warna 4.55, rasa 5.30 dan aroma 5.40, serta tekstur yang disukai dengan skor 5.95. Kelayakan finansial usaha diperoleh  Harga Pokok Produksi  tiap bungkus sosis Rp1.080,00. Usaha sosis tempe pada tingkat harga jual Rp1.296,00 mengalami Titik  Impas pada pendapatan minimum Rp154.388.402,53 atau mampu mencapai target penjualan produk sebanyak 2.318 kemasan toples. Pada penerimaan proyeksi usaha lima tahun maka dapat diketahui bahwa  periode pengembalian investasi dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Usaha ini dinilai layak efisien dan menguntungkan sesuai dengan perolehan rasio total hasil penerimaan dengan total biaya  pengeluaran sebesar 1.20. Kata kunci : Sosis, Tempe kedelai, Keseimbangan massa.  Abs t rac t  Food quality of proceeding tempeh in sausage is expectable to be alternative sausage product development. This research aims to gain composition which chooses to had good value along with  physical, chemical characteristic and organoleptic tempeh sausage; and knowing mass balance that occured on it proceed; also knowing feasibility study valuated from financial aspect. Mathematical additive model is used with empiric approximation with variant of ingredients mixing is defined by albumine proportion (5% and 8%), and tapioca flour proportion (12%; 17%; 25%) to get good value mixing products. This study had been shown results that formulation of tempeh sausage by adding 25% tapioca flour and 8% albumine chooses to had good quality toward physical characteristic such as 44.88% water-content (wet-basis) and 1.86 kgf/cm 2  texture measurement, and volume expansion 18.76 cm 3 ; chemical charateristic including 6.37% protein-content and 13.19% fat-content in average; also organoleptic test include average liked-scale had rather like scored by color 4.55, taste 5.30, flavour 5.40, and preferably texture scored 5.95. Financial feasibility of manufacture obtain Cost of good manufacturing each sausage was Rp1,080.00. Sausage tempeh manufactured with sales price Rp1,296.00 would break-even at minimum revenue Rp154,388,402.53 or able to reach sales target minimum at 2.318 unit. Manufacture projecting on five years get the result of payback period as long as 3 years 5 month and 7 days. This manufactured estimate to be efficient and profitable accord with 1.20 Return Cost Ratio, explain that every Rp 1.00 investment can get Rp 1.20 revenue in exchange.  Keywords: Sausages, Tempeh, Mass Balance.

Upload: ikhlas-darmawan

Post on 05-Oct-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sosis

TRANSCRIPT

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    73

    Perekayasaan Pangan Berbasis Produk Lokal Indonesia

    (Studi Kasus Sosis Berbahan Baku Tempe Kedelai)

    Food Engineering Based on Indonesian Local Product

    (Case Study of Tempeh Sausages)

    Dina Wulandari*)

    , Nur Komar, Sumardi Hadi Sumarlan

    Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Malang

    Jl. Veteran - Malang 65145, Indonesia - Telp. (0341) 551611 *) Penulis korespondensi, Email : [email protected]

    Abstrak

    Perubahan bentuk dan kualitas pangan tempe kedelai dalam pengolahan sosis diharapkan

    menjadi alternatif pengembangan produk sosis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi

    yang dipilih bernilai baik juga pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe; dan

    mengetahui keseimbangan massa yang terjadi pada proses pengolahannya; serta mengetahui kelayakan

    usaha dinilai dari aspek finansial. Metode penelitian digunakan mathematical additive model dengan

    pendekatan empirik dengan variasi campuran bahan yakni proporsi penambahan putih telur (5% dan 8%)

    dan tepung tapioka (12%; 17%; 25%). Hasil penelitian menunjukkan formulasi penambahan 25% tepung

    tapioka dan 8% putih telur menghasilkan komposisi yang dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya

    meliputi rerata kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya 1.86 kgf/cm2, dan rerata pengembangan volume

    18.76 cm3; sifat kimianya meliputi kadar protein 6.37% dan kadar lemak 13.19%; serta uji organoleptik

    produk meliputi rerata tingkat kesukaan agak disukai dengan skor warna 4.55, rasa 5.30 dan aroma 5.40,

    serta tekstur yang disukai dengan skor 5.95. Kelayakan finansial usaha diperoleh Harga Pokok Produksi

    tiap bungkus sosis Rp1.080,00. Usaha sosis tempe pada tingkat harga jual Rp1.296,00 mengalami Titik

    Impas pada pendapatan minimum Rp154.388.402,53 atau mampu mencapai target penjualan produk

    sebanyak 2.318 kemasan toples. Pada penerimaan proyeksi usaha lima tahun maka dapat diketahui bahwa

    periode pengembalian investasi dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Usaha ini dinilai layak

    efisien dan menguntungkan sesuai dengan perolehan rasio total hasil penerimaan dengan total biaya

    pengeluaran sebesar 1.20.

    Kata kunci : Sosis, Tempe kedelai, Keseimbangan massa.

    Abstract

    Food quality of proceeding tempeh in sausage is expectable to be alternative sausage product

    development. This research aims to gain composition which chooses to had good value along with

    physical, chemical characteristic and organoleptic tempeh sausage; and knowing mass balance that

    occured on it proceed; also knowing feasibility study valuated from financial aspect. Mathematical

    additive model is used with empiric approximation with variant of ingredients mixing is defined by

    albumine proportion (5% and 8%), and tapioca flour proportion (12%; 17%; 25%) to get good value

    mixing products. This study had been shown results that formulation of tempeh sausage by adding 25%

    tapioca flour and 8% albumine chooses to had good quality toward physical characteristic such as

    44.88% water-content (wet-basis) and 1.86 kgf/cm2 texture measurement, and volume expansion 18.76

    cm3; chemical charateristic including 6.37% protein-content and 13.19% fat-content in average; also

    organoleptic test include average liked-scale had rather like scored by color 4.55, taste 5.30, flavour

    5.40, and preferably texture scored 5.95. Financial feasibility of manufacture obtain Cost of good

    manufacturing each sausage was Rp1,080.00. Sausage tempeh manufactured with sales price Rp1,296.00

    would break-even at minimum revenue Rp154,388,402.53 or able to reach sales target minimum at 2.318

    unit. Manufacture projecting on five years get the result of payback period as long as 3 years 5 month

    and 7 days. This manufactured estimate to be efficient and profitable accord with 1.20 Return Cost Ratio,

    explain that every Rp 1.00 investment can get Rp 1.20 revenue in exchange.

    Keywords: Sausages, Tempeh, Mass Balance.

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    74

    PENDAHULUAN

    Perkembangan historis dan kultural menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia

    menggunakan tempe kedelai dalam pola makanan tradisionalnya. Menurut Astuti (1995), tempe

    merupakan sumber protein potensial dari nilai gizi yang seimbang protein hewani daging sapi dengan

    harga relatif murah dan tekstur yang menyerupai daging. Selain itu, proses fermentasi menjadikannya

    memiliki daya cerna dan asam amino essensial relatif tinggi dibandingkan bahan dasarnya (Syarief

    dkk.,1999). Namun, selama ini tempe kedelai belum mampu diangkat menjadi produk yang bergengsi.

    Penggunaan tempe kedelai menjadi olahan sosis diharapkan dapat berkembang menjadi alternatif sajian

    pangan tersier yang bergizi.

    Sosis merupakan produk sistem emulsi, stabilitas emulsi dapat dicapai bila globula lemak yang

    terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein daging) yang dimantapkan oleh binder dan

    filler (Kanoni, 1993). Permasalahan yang sering kali timbul dalam pembuatan sosis ialah pecahnya

    emulsi, tekstur yang meremah (tidak kompak), terlalu keras maupun terlalu lembek, dan daya ikat air

    yang rendah akibat proses perlakuan emulsifikasi yang tidak baik. Mutu sosis dapat ditingkatkan dengan

    menaikkan daya ikat air dan emulsi lemak menggunakan bahan pengikat dan pengisi yang tepat.

    Berdasarkan pengujian rutin tahun 1960 menunjukkan rata-rata kandungan sosis daging yakni kadar air

    67-68%, protein 14-16% dan lemak 5-6% (Amano dalam Borgstorm, 1965).

    Penggunaan bahan baku tempe yang ditepungkan menjadi bahan dasar pembuatan sosis tempe

    dimana digunakan kombinasi tepung tapioka sebagai bahan pengisi dan putih telur sebagai bahan

    pengikat. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh

    yang kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno, 1998). Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan

    pengisi karena kemampuan menyerap air dan dalam suhu panas akan membentuk gel, sehingga dapat

    dimanfaatkan untuk memperbaiki tekstur produk olahan pangan (Mc. Williams, 1997 dalam Widyastuti

    dkk., 2000). Fungsi penambahan putih telur dalam pembuatan sosis yaitu kemampuan mengikat air untuk

    meningkatkan WHC (Water Holding Capacity) serta mengemulsikan lemak sehingga lebih stabil.

    Desrosier (1998) menyatakan denaturasi dan koagulasi protein putih telur dapat terjadi pada suhu antara

    57-82oC.

    Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh formulasi komposisi yang dipilih bernilai baik dan

    pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe, serta mengetahui keseimbangan

    massa yang terjadi dalam proses pengolahannya. Studi kelayakan usaha disertakan untuk memperoleh

    perkiraan usaha yang dinilai dari beberapa aspek finansialnya apabila aktualisasi produksi dilakukan.

    Analisa finansial yang dilakukan untuk mengetahui nilai Harga Pokok Produksi (HPP), Titik Impas

    (Break Even Point), Periode Pengembalian (Payback Period), dan efisiensi usaha dengan perhitungan

    Rasio Penerimaan dengan Biaya (R/C Ratio).

    METODE PENELITIAN

    Bahan.

    Bahan baku yang digunakan ialah tempe kedelai murni tanpa campuran (terfermentasi 24 jam) yang

    diperoleh dari daerah Sanan, Malang. Tepung tempe kedelai yang digunakan berwarna putih kecokelatan,

    bersih dan butirannya halus serta berukuran 80-100 mesh (Syarief dkk., 1999). Komposisi bahan lainnya

    antara lain tepung tapioka, putih telur ayam, karagenan, rempah-rempah berupa bawang putih bubuk, lada

    putih bubuk, dan bubuk pala, gula, garam halus, minyak nabati, air, serta dipergunakan plastik berdimensi

    tebal 0.03 mm dan lebar 3 cm yang digunakan sebagai selongsong (casing) sosis.

    Alat.

    Alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan sosis tempe antara lain pisau, panci pengukus,

    kompor, sendok, spatula, gunting, piping bag, mangkok. Sedangkan alat yang dipergunakan untuk analisa

    meliputi timbangan digital Denver Instrument M-310, timbangan digital MettlerPM 460, termometer,

    oven Heraeus T 5050, Hand Penetrometer Force Gauge PCE-FM200, jangka sorong dan penggaris,

    desikator, cawan.

    Metode Penelitian

    Alur proses pembuatan sosis tempe terdapat pada Gambar 1 sedangkan alur proses pembuatan tepung

    tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran terdapat pada Gambar 2. Metode penelitian yang

    digunakan adalah mathematical additive model dengan pendekatan empirik yakni dengan rumus umum :

    yij = + i + j + ij

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    75

    Dimana :

    yij = pengamatan pada perlakuan-i dan perlakuan-j

    = rataan umum

    i = pengaruh perlakuan-i

    j = pengaruh perlakuan-j

    ij = pengaruh acak pada perlakuan-i dan perlakuan-j

    Sehingga apabila perlakuan-i ialah dengan penambahan putih telur dan perlakuan-j dengan penambahan

    tepung tapioka dan dengan asumsi =0 ; ij=0 maka diperoleh persamaan :

    yij = i + j

    Adapun variasi campuran bahan dari dua faktor untuk memperoleh campuran yang baik. Perlakuan

    pendahuluan dengan pemblansiran sebagai upaya untuk meminimalisir rasa tempe yang tidak diinginkan

    seperti halnya langu dan getir hingga pahit. Proporsi penambahan putih telur sebagai bahan pengikat

    terdiri dari 2 level dan tepung tapioka sebagai bahan pengisi terdiri dari 3 level.

    Faktor I : Perbandingan proporsi penambahan putih telur (T)

    T1 = 5% penambahan putih telur (b/berat adonan)

    T2 = 8% penambahan putih telur (b/berat adonan)

    Faktor II : Perbandingan proporsi penambahan tepung tapioka (K)

    K1 : 12% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)

    K2 : 17% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)

    K3 : 25% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan)

    Kelayakan Finansial

    Analisis finansial dilakukan sebagai upaya untuk memperkirakan sejauh mana usaha yang telah dirancang

    mampu mencapai keberhasilan atau layak untuk dilaksanakan yang didasarkan pada perhitungan aspek

    finansial.

    MULAI

    Desikator

    Adonan Sosis Tempe

    Pemasakan dengan pengukusan

    (100 + 5oC selama 30 menit)

    Sosis tempe yang digoreng

    SELESAI

    Tepung Tapioka dan Putih Telur sesuai variasi

    proporsi perlakuan, tepung tempe 80 mesh, rempah

    3%, gula 1.25%, Garam 1.25%, Minyak nabati 13%,

    Karageenan 2%, Air 35%

    Pemasakan dengan digoreng

    (selama + 3 menit)

    Sosis Tempe

    Stuffing (casing p=12 cm; = 3 cm)

    Pencampuran

    Analisa

    1. Kadar Lemak 2. Kadar Protein 3. Kadar Air 4. Tekstur

    Pengukuran

    1. Massa 2. Volume akhir 3. Temperatur akhir

    Uji organoleptik

    Diukur massa dan

    suhu adonan

    Diukur massa

    dan volume awal

    sosis mentah

    Gambar 1. Alur proses pembuatan sosis tempe

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    76

    Pemblansiran dengan pengukusan

    (100 C selama + 10 menit)

    MULAI

    Tempe kedelai segar

    Dipotong dadu kecil-kecil

    Pengeringan oven

    (+ 600C selama 24 jam)

    SELESAI

    Ditimbang massanya

    lalu dilakukan analisa :

    - Kadar air

    - Kadar lemak

    - Kadar protein

    Tepung tempe

    tak lolos 80 mesh

    Desikator

    Penggilingan

    Pengayakan

    (80 mesh)

    Desikator

    Ditimbang massa

    tempe blanch

    Ditimbang massa

    tempe kering ovenTempe kedelai kering

    Tepung tempe kedelai

    80 mesh

    Tempe kedelai blanch

    Ditimbang massa

    tempe segar

    Gambar 2. Alur proses pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran

    Harga Pokok Produksi (HPP)

    Biaya produksi merupakan jumlah keseluruhan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam satu tahun

    yang meliputi bahan baku dan bahan pembantu, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik

    (Kartadinata, 1990). HPP dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

    HPP (Rp) = TC (Rp)

    Q (unit)

    Break Even Point (BEP)

    Break Even Point (BEP) atau titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah

    menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan (Soeharto, 1995).

    Dalam perhitungan BEP ini diasumsikan biaya variabel naik sebanding dengan volume produksi.

    Perhitungan BEP adalah sebagai berikut:

    BEP (unit) = VCP

    FC

    BEP (rupiah) =

    PVC

    FC

    1

    Payback Period

    Pay Back Period yaitu waktu yang dibutuhkan agar manfaat proyek telah menutupi seluruh biaya

    yang dikeluarkan sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai waktu yang sebenarnya, maka biaya dan manfaat

    yang digunakan juga nilai sebenarnya (dengan diskonto). Kriteria ini konsepnya sama dengan Break

    Event Point, yaitu waktu ketika nilai input sama dengan nilai output, atau pada posisi keuntungan bernilai

    0 (nol).

    Rumusan Payback Period

    Dimana :

    PP : periode lama pengembalian modal (tahun)

    np : periode lama pengembalian ketika kumulatif arus kas bernilai sama dengan nol (tahun)

    a : Nilai investasi awal (Rp)

    b : kumulatif arus kas pada tahun ke-np (Rp)

    c : kumulatif arus kas pada tahun ke-np+1 (Rp)

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    77

    Efisiensi Usaha

    Return Cost Ratio merupakan perbandingan antara Total Revenue (TR) atau total penerimaan dengan

    Total Cost (TC) atau total biaya produksi. R/C dirumuskansebagaiberikut :

    TR = P x Q

    TC = TFC + TVC

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kadar Protein Sosis Tempe

    Nilai kadar protein sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan

    putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 3 menunjukkan nilai kadar protein sosis tempe yang

    cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Namun nilai kadar

    protein sosis tempe yang dihasilkan masih lebih unggul bila dibandingkan dengan produk sosis siap

    makan yang beredar seperti sosis ayam champ 7.72% dan sosis sapi so nice 9.77%.

    Gambar 3. Grafik kadar protein sosis tempe

    Nilai kadar protein sosis tempe sebagian besar diperoleh dari bahan baku yang digunakan yakni

    tepung tempe berasal dari tempe kedelai segar yang diperoleh dari daerah Sanan. Sedangkan nilai kadar

    protein bahan putih telur mengandung 11% (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya

    mengandung 1.1% saja (Makfoeld,1982). Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai dalam

    100 gr bahan kering memiliki kadar protein yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 46.5%. Hal ini

    sesuai dengan hasil analisa kadar protein yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang

    diolah menjadi tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar protein sebesar 48.46%.

    Kadar Lemak Sosis Tempe

    Nilai kadar lemak sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan

    putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 4 menunjukkan nilai kadar lemak sosis tempe yang

    cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Sedangkan kadar

    lemak produk sosis siap makan yang beredar seperti sosis ayam champ 6.76% dan sosis sapi so nice

    6.61%.

    Gambar4.Grafik kadar lemak sosis tempe

    Sumber lemak terdapat pada bahan baku yang digunakan yakni tepung tempe berasal dari tempe

    kedelai yang diperoleh dari daerah Sanan dan penambahan minyak nabati sebesar 13% sehingga

    mempengaruhi nilai kadar lemak sosis tempe. Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai

    0

    5

    10

    15

    12 17 25

    11.62 10.4

    7.93

    13.1

    10.22

    6.37

    Re

    rata

    Ka

    da

    r P

    rote

    in

    (%)

    Proporsi Tepung Tapioka (%) proporsi putih telur 5% proporsi putih telur 8%

    0

    5

    10

    15

    20

    12 17 25

    15.34 16.61

    14.6 15.35 15.42

    13.19

    Re

    rata

    Ka

    da

    r L

    em

    ak

    (%

    )

    Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi putih telur 5% Proporsi Putih Telur 8%

    TC

    TRCR /

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    78

    dalam 100 gr bahan kering memiliki kadar lemak yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 19.7%.

    Hasil analisa kadar lemak yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang diolah menjadi

    tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar lemak sebesar 25.77%. Sedangkan nilai kadar

    lemak tidak terdapat pada bahan putih telur (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya

    mengandung 0.5% (Makfoeld,1982).

    Kadar Air Sosis Tempe

    Nilai kadar air sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih

    telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 5 menunjukkan nilai kadar air sosis tempe yang cenderung

    meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Produk sosis ayam champ

    memiliki kadar air 59.26% dan produk sosis sapi so nice yakni 23.35%. Nilai kadar air pada sosis tempe

    yang dihasilkan masih memenuhi ketentuan standar mutu sosis daging yang menyatakan standar produk

    sosis daging memiliki kadar air maksimal 67% (%bb). Keadaan ini dikarenakan adanya penambahan

    tepung tapioka dan putih telur yang mampu mengikat air dengan baik.

    Gambar 5. Grafik kadar air sosis tempe

    Protein dalam putih telur sebagian besar ialah albumin, dimana berupa sitoplasma yang utamanya

    terdiri dari air. Protein albumin ini dapat menghasilkan asam amino yang bermanfaat. Menurut Susrini

    dan Thohari (1989) menyatakan bahwa putih telur sebagai bahan pengikat mempunyai kemampuan

    mengikat molekul-molekul air yang cukup tinggi karena adanya gugus reaktif asam amino yang

    terkandung dalam protein putih telur sehingga air akan sulit untuk menguap.

    Tekstur Kekerasan Sosis Tempe

    Nilai tekstur kekerasan sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka

    dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 6 menunjukkan menunjukkan nilai tekstur sosis

    tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Nilai uji

    tekstur kekerasan sosis tempe mendekati nilai tekstur pada produk sosis ayam champ yaitu 2.14 kg/cm2,

    sedangkan pada produk sosis sapi so nice nilai teksturnya sebesar 1.77 kg/cm2.

    Gambar 6. Grafik tekstur (kekerasan) sosis tempe

    Hal ini dikarenakan jumlah proporsi tapioka dan putih telur yang semakin besar mengurangi

    jumlah proporsi tepung tempe yang ditambahkan. Sebagian air dalam adonan diikat oleh molekul-

    molekul protein putih telur yang mengalami koagulasi sehingga tekstur menjadi lebih keras dan padat.

    Sedangkan tapioka yang digunakan sebagai bahan pengisi memiliki kemampuan gelatinisasi dan

    pembentukan gel sehingga dapat memperbaiki tekstur dari produk.

    42

    43

    44

    45

    46

    47

    12 17 25

    43.66 44.08

    44.95 45.53

    46.34 45.88

    Re

    rata

    Ka

    da

    r A

    ir (

    %)

    Proporsi Tepung Tapioka (%)

    Proporsi putih telur 5% Proporsi Putih Telur 8%

    0

    1

    2

    3

    12 17 25

    1.21 1.26

    2.08

    1.12 1.16

    1.86

    Te

    kst

    ur

    (Ke

    ke

    rasa

    n)

    (Kg

    /cm

    2)

    Proporsi Tepung Tapioka (%)

    Proporsi Putih Telur 5% Proporsi Putih Telur 8%

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    79

    Volume Pengembangan

    Nilai volume ekspansi sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka

    dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 7 menunjukkan nilai koefisien ekspansi volume

    pada sosis tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih

    telur.

    Gambar 7. Grafik pengembangan volume (V) sosis tempe

    Komposisi bahan-bahan yang dicampur akan mempengaruhi hasil akhir produk. Tepung tapioca

    mengandung amilosa 17% dan amilopektin sebanyak 83% (Fennema, 1976). Menurut Whitt et al. (2002),

    struktur kimia amilosa dan amilopektin memberikan karakterisitik khusus dalam pengolahan pangan.

    Amilosa memiliki efek yang lebih kuat terhadap gelatinisasi, sedangkan amilopektin dapat menyebabkan

    mengembangnya granula pati.

    Adanya penambahan putih telur juga memberikan efek dalam pengembangan volume sosis tempe

    yang dihasilkan. Menurut Muwarni (2008), putih telur mengandung protein utama albumin yang bersifat

    larut air serta penstabil antara air dan udara dalam sistem pangan. Protein telur dapat menyerap dan

    memperangkap berbagai bahan pencita rasa, mengikat butiran lemak, memperangkap air dan gas/udara

    yang masuk dalam matriks protein. Ini berarti juga menambah volume produk (Muwarni, 2011).

    Keseimbangan Massa

    Perhitungan komponen mass balance berguna untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi

    komponen yang ada pada tiap proses sehingga mempermudah menjelaskan mengenai suatu aliran proses.

    Pada keseimbangan material, massa dan konsentrasi unit biasa dinyatakan dengan fraksi massa atau

    persen massa (Toledo, 1980). Selama proses pembuatan tepung tempe kedelai banyak dipengaruhi oleh

    pertambahan dan kehilangan air selama tahap pengolahan blanching, dan pengovenan. Pada tahap

    pengayakan, terjadi kehilangan massa karena tepung hasil giling tidak seragam sehingga tidak lolos dari

    ayakan 80 mesh seperti pada Gambar 8.

    Pemotongan

    Blanching

    kukusPenggilingan

    Tempe Kedelai Segar

    4277.8 gr (T1)

    Uap Air (U)

    2506.1 gr

    Tempe Kedelai Giling

    (T3)

    T3 = T2 L

    = 1771.7 122.65

    = 1649.05 gr

    Massa yang hilang

    (L) 122.65 gr

    Tempe Kering Oven

    (T2)

    T2 = T1-U

    = 4277.8 - 2506.1

    = 1771.7 gr

    Pengeringan

    Pengayakan

    Tepung Tempe 80 mesh

    (T4)

    T4 = T3 - R

    = 1649.05 874.21

    = 774.84 gr

    Tidak lolos

    80 mesh (R)

    874.21 gr

    Gambar 8. Diagram mass balance pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh

    Keseimbangan massa pada proses pengolahan tepung tempe kedelai menjadi sosis dapat dihitung

    rendemen proses penepungan tempe dengan bahan baku tempe kedelai kering oven 1771.7 gram

    menghasilkan tepung tempe kedelai 80 mesh sebanyak 774.84 gram sehingga rendemen proses

    pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh ialah 43.73%. Pada proses pengolahan tepung tempe kedelai

    menjadi sosis diperoleh rendemen terendah sebesar 96.75% pada proporsi penambahan 5% putih telur,

    25% tepung tapioka, 11.5% tepung tempe; sedangkan rendemen tertinggi sebesar 98.5% pada proporsi

    penambahan 8% putih telur, 17% tepung tapioka, 19.5% tepung tempe.

    0369

    12151821

    12 17 25

    6.63

    9.95

    17.68

    8.84

    13.26

    18.76 P

    en

    ge

    mb

    ang

    an

    Vo

    lum

    e

    (cm

    3)

    Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi Putih Telur 5 % Proporsi Putih Telur 8 %

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    80

    Adonan (P)

    398.2 gr

    Stuffing

    393.9 gr

    Pengukusan

    (steaming)

    Penirisan

    didestikator

    Air (U)

    6.9 gr

    Massa yang hilang

    (L) 4.3 gr

    Sosis Tempe

    (P) 387 grPencampuran

    (400 gr)

    (E) Garam 5 gr

    Putih telur 20 gr (C)

    (I) Air 140 gr

    (H) Karaginan 8 gr

    Tep. Tapioka 48 gr (B)

    (G) Minyak Nabati 52 gr

    (F) Gula 5 gr

    Tep. Tempe 110 gr (A)

    (D) bumbu Rempah 12 gr

    (bawang putih 6gr, lada 4gr,

    pala 2gr) Gambar 9. Diagram mass balance pembuatan sosis tempe pada T1K1

    Pada Gambar 9 ditunjukkan adanya perubahan sejumlah massa bahan pada setiap proses yang

    dilakukan. Perubahan massa yang terjadi cenderung mengalami penyusutan pada setiap prosesnya. Hal ini

    dikarenakan adanya massa yang hilang ketika dilakukan pengolahan pada setiap prosesnya seperti pada

    proses pencampuran, proses pengisian adonan kedalam casing (stuffing), dan ketika proses pemasakan

    menggunakan pemanasan.

    Pada proses pencampuran diperoleh penyusutan nilai massa adonan, ini disebabkan karena adanya

    massa yang tidak dapat terangkut ketika pemindahan adonan bahan yang telah dicampur kedalam piping

    bag, begitu pula ketika proses stuffing (pengisian kedalam selongsong sosis). Sedangkan penyusutan

    jumlah massa yang terjadi ketika proses pemasakan terjadi karena adanya pemanasan dengan temperatur

    tinggi yang memungkinkan terjadinya penguapan sehingga sejumlah massa air yang tidak dapat terikat

    dalam bahan akan teruapkan.

    PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK

    Penentuan Terbaik dilakukan dengan membandingkan data pengamatan dengan standar nasional

    yakni Standar Mutu Sosis Daging dalam SNI 01-3820-1995. Data yang dibandingkan meliputi kadar air,

    kadar protein, dan kadar lemak, dan penjajakan tingkat kesukaan konsumen melalui uji organoleptik yang

    dilakukan oleh 20 orang panelis uji tak terlatih. Nilai terbaik yang terbanyak diperoleh perlakuan T2K3

    sehingga perlakuan tersebut ditentukan menjadi komposisi yang dipilih baik.

    Perlakuan

    Parameter KriteriaUji

    Kadar (%) Rerata Tingkat Kesukaan (UjiOrganoleptik)

    Protein Lemak Air Aroma Rasa Warna Tekstur

    SNI Maks. 13 Maks. 25 Maks. 67 Normal Normal Normal Normal

    T1K1 11.62* 15.34 43.42* 2.90

    (kurang disukai)

    2.7

    (kurang disukai)

    2.70

    (kurang disukai)

    2.15

    (tidak disukai)

    T1K2 10.40 16.60 44.14 3.25

    (kurang disukai)

    4.00

    (normal)

    4.15

    (normal)

    3.25

    (kurang disukai)

    T1K3 7.93 14.60 44.69 4.20

    (normal)

    5.05

    (agak disukai) 4.90*

    (agak disukai)

    5.35

    (agak disukai)

    T2K1 13.10 15.35 45.47 3.65

    (normal)

    3.15

    (kurang disukai)

    3.55

    (normal)

    2.50

    (kurang disukai)

    T2K2 10.22 15.42 46.44 4.50

    (agak disukai)

    4.80

    (agak disukai)

    5.00

    (agakdisukai)

    4.45

    (normal)

    T2K3 6.37 13.19* 45.88 5.40*

    (agak disukai) 5.30*

    (agak disukai)

    4.45

    (agak disukai) 5.95*

    (disukai)

    Kelayakan Finansial

    Harga Pokok Produksi (HPP)

    Pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe dari hasil perhitungan masing-masing

    komponen biaya diperoleh total biaya pengeluaran yang diperlukan untuk kegiatan usaha sebesar

    Rp1,665,024,134.00 merupakan jumlah total biaya tetap (Rp27,886,175.00) dan total biaya variabel (Rp

    1,637,137,959.00). Dengan jumlah produksi tahunan sebanyak 1.500.000 bungkus ukuran satuan 20gr

    sehingga diperoleh HPP tiap bungkus Rp1,080.00 dengan tingkat keuntungan 20% maka harga jual tiap

    bungkusnya menjadi Rp1,296.00.

    Produk sosis ini akan dijual ke pasaran dalam bentuk kemasan toples yang masing-masing berisi

    50 bungkus sosis sehingga jumlah produksi tahunan sebanyak 30,000 kemasan toples maka diperoleh

    HPP tiap kemasan toples Rp55,500.80 dan memiliki harga jual Rp66,600.97.

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    81

    Break Even Point (BEP)

    Untuk pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika

    target pencapaian penjualan produk minimun sebesar 2,318 kemasan toples atau target pencapaian

    pendapatan minimum sebesar Rp154,388,402.53.

    Payback Period (PP)

    Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013

    sebesar 6% diperoleh pengembalian investasi awal usaha sebesar Rp280,439,988.25 dicapai selama 3

    tahun 5 bulan 7 hari. Periode pengembalian ini lebih pendek dari periode yang telah ditentukan

    penerimaan proyek yakni 5 tahun, sehingga usaha sosis tempe ini dapat diterima.

    Efisiensi Usaha (R/C Ratio)

    Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013

    sebesar 6% diperoleh nilai R/C sebesar 1.20 yang menyatakan bahwa Rp1.00 modal yang diinvestasikan

    pada usaha sosis tempe akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.20. Hal ini menunjukkan bahwa

    usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan sesuai dengan kriteria efisiensi usaha dimana nilai rasio

    lebih besar dari 1 maka usaha dinilai layak dan menguntungkan.

    KESIMPULAN

    Proporsi penambahan 8% putih telur dan 25% tepung tapioka menghasilkan sosis tempe yang

    dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya meliputi rerata nilai kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya

    1.86 kgf/cm2, dan ekspansi volume sebesar 18.76 cm

    3; sifat kimianya meliputi rerata kadar total protein

    sebesar 6.37% dan kadar total lemak 13.19%; serta uji organoleptik produk meliputi rerata tingkat

    kesukaan warna, rasa, dan aroma yang agak disukai, serta tekstur disukai.

    Usaha sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika target pencapaian penjualan produk minimum

    2,318 toples atau pencapaian pendapatan minimumnya Rp154,388,402.53. Payback Period dengan

    penerimaan proyek 5 tahun dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Rasio penerimaan dengan biaya

    sebesar 1.20 yang sesuai dengan kriteria efisiensi usaha menyatakan menguntungkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1995. Standar Nasional Indonesia SNI.01.3818.1995. Jakarta

    Astawan, Made, dan Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT Gramedia

    Pustaka Utama. Jakarta

    Astuti, Mary. 1995. Memperbaiki Kualitas Tempe. Pangan Vol. VI No.22, 15-16

    Bosgstrom, G. 1965. Fish As Food Vol. III. Academic Press. New York. San Fransisco. London

    Desrosier, N.W.1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Mulyoharjo, M. UI Press. Jakarta

    Doi, E. and Kitabatake N. 1997. Food Protein and Their Application : Structure and Functionality of Egg

    Protein. Marcell Dekker. New York

    Fennema, Q.R. 1976. Principle of Food Science : Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York

    Kanoni, S. 1993. Kajian Protein Daging fase Pre-Rigor Selama Pendinginan Sebagai Emulsifier Sosis.

    Agritech. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian ISSN:0216-0455. Volume 13. No 3. Fakultas Teknologi

    Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

    Kartadinata, A. 1990. Pembelanjaan, Pengantar Manajemen Keuangan. Bina Aksara. Jakarta

    Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Ilmu dan Teknologi Makanan.

    Fakultas Teknik Pertanian UGM. Yogyakarta

    Muwarni, Retno. 2008. Fungsi Telur dalam Industri Bakery. Food Review Indonesia. Jakarta

    (http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55989) (diakses 14 Januari 2012)

    .2011.Functional Ingredients from Egg. Food Review Indonesia Vol.VII No.4. Jakarta

    (http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56 368#.UXi0HfSA62B) (diakses 14 Januari 2012)

    Susrini, I dan M, Thohari. 1989. Ilmu Pengetahuan Telur dan Pemanfaatannya. Fakultas Pertanian.

    Universitas Brawijaya Malang. Malang

    Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek : Dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga. Jakarta

    Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.Yogyakarta

    Syarief, R., J. Hermanianto, P. Hariyadi dan S. Wiriatmadja. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas

    Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya.

    http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55989http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56%20368#.UXi0HfSA62B

  • JurnalBioprosesKomoditasTropis

    Vol. 1 No. 2, Agustus 2013

    82

    Toledo, R. T. 1980. Fundamental of Food Processing Engineering 2nd

    Edition. An Aspen Publishers Inc.

    Gaithersbur

    Whitt, Sherry, Larissa, M. Wilson, Maud I., Tenaillon, Brandon S. Gaud, and Edward S Buckler. 2002.

    Genetic Diversity And Selection in The Maize Starch Pathway. PNAS Vol. 99 No.20, page 12959-

    12962.(http://www.pnas.org/cgi /doi/10.1073/pnas.20247999/)

    Widyastuti, E.S., Sawitri M.E., Padaga, M., Ardhana M., dan Manab A. 2000. Perbedaan Kualitas Bakso

    Daging Sapi dengan Bahan Pengisi Tapioka dan Kombinasi Antara Tapioka dengan Tapioka

    Termodifikasi Selama Penyimpanan Suhu Rendah. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas

    Brawijaya. Malang

    http://www.pnas.org/cgi%20/doi/10.1073/pnas.20247999/