123583107 hernia inguinalis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering di
jumpai oleh ahli bedah umum. Hernia inguinalis pertama kali di temukan
dalam tulisan pada lebih dari 3.500 tahun yang lalu, dan perawatan bedah di
lakukan sekurangnya pada 2.000 tahun yang lalu. Terdapat banyak teori
tentang etiologi dan jumlah deskripsi anatomi, yang menghasilkan berbagai
cara reparasi. Hernia inguinalis adalah kegagalan dari lantai kanalis
inguinalis. Ini diekspresikan sebagai cincin internal yang berdilatasi pada
hernia indirek atau sebagai kelemahan dan penipisan difus pada hernia direk
(Cameron, 1997).
Sebagian besar hernia timbul dalam regio inguinalis dengan sekitar
50 persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai
hernia inguinalis direk (Sabiston, 1994).
Pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan,
kecuali bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Hernia timbul
dalam sekitar 1,5 % populasi umum di Amerika Serikat, dan 537.000 hernia
diperbaiki dengan pembedahan pada tahun 1980 ( Sabiston, 1994 ).
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus
kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi
umur 1 tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian
hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak
dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia
unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari
separo, sedangkan insiden tidak melebihi 20%. Umumnya di simpulkan
adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal
terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang
cukup besar, tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti
1
batuk kronik, hypertropi prostate, konstipasi, dan ascites sering disertai
hernia inguinalis.
Dalam kehidupan masyarakat, anggapan terhadap hernia adalah
merupakan kelainan yang biasa, karena pada awal terjadinya tidak merasa
sakit dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari- hari, sehingga
dalam perjalanan penyakitnya penderita memerlukan waktu yang cukup
untuk periksa atau konsultasi ke dokter, setelah konsultasi pun masih cukup
waktu untuk menunda tindakan yang dianjurkan. Sebagian penderita
menerima tindakan operasi apabila sudah terjadi keadaan inkarserata atau
strangulate. Adanya keadaan ini penderita atau keluarga baru menyadari
resiko dan bahayanya, yang dapat menyebabkan morbiditas meningkat serta
biaya perawatan yang lebih tinggi.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien- Nama : Wasito- Jenis Kelamin : Laki – laki - Usia : 51 tahun- Pekerjaan : PNS (karyawan SMA)- Agama : Islam- Alamat : Karang pula Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul- Tanggal Masuk : 28 Januari 2013- Ruang Rawat : Marwah A-5- No. RM : 47-05-49
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis
a. Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada lipat paha sebelah kiri sejak 3 tahun yang
lalu, benjolan terlihat jelas pada saat posisi berdiri dan menghilang pada
posisi tidur atau duduk, pasien tidak merasakan keluhan nyeri pada lokasi
benjolan.
b. Keluhan Tambahan
Tidak ada demam, tidak mual, muntah ataupun nyeri pada perut.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Hari ini pasien tidak terdapat keluhan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya
- Pasien belum ada riwayat penyakit lain sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
serupa dengan pasien.
f. Anamnesis Sistem
1) Sistem serebrospinal : Pusing (-), demam (-).
2) Sistem respirasi : Batuk (-), kadang sesak nafas (-).
3) Sistem kardiovaskuler : Kadang berdebar-debar (-), nyeri dada (-).
4) Sistem digestivus : Mual (-),muntah (-), perut sebah (-), nyeri
perut (-), Flatus (+)
3
5) Sistem Urogenital : Nyeri pinggang (-), hematuria (-).
6) Sistem muskuloskeletal : Tidak ada hambatan dalam bergerak.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Fisik Umum
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Status Gizi : Cukup
b. Vital Sign
1) Tekanan darah : 130/70
2) Suhu : 36º C
3) Nadi : 80 x/menit irregular
4) Pernafasan : 24x/menit
1. KEPALA
a. Mata : Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), palpebra udem (-/-), reflek pupil (+)
normal, isokor
b. Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
c. Hidung : Discharge (-/-)
d. Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
e. Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran thyroid (-),
limfonodi teraba (-) , nyeri (-).
2. THORAX
a. PULMO
- Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi
intercostae melebar (-).
- Palpasi : Ketinggalan gerak (-), vocal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Suara tambahan (-)
4
b. JANTUNG
- Inspeksi : Ictus kordis tampak di SIC IV mid clavicula sinistra
- Palpasi : Ictus kordis teraba di SIC IV mid clavicula sinistra,
kuat angkat (-), kesan besar jantung normal
- Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : SIC II line para sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC IV midclavicula sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV para sternalis dextra
- Auskultasi : S1, S2 reguler, bising (-), gallop (-)
3. ABDOMEN
- Inspeksi : tampak tinggi abdomen = thorax, sikatrik(-)
- Auskultasi : peristaltik (+) normal, suara abnormal (-)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-),defans musculer (-),murphy
sign (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), teraba benjolan di regio
inguinalis sinistra (pada posisi berdiri) hilang pada posisi tidur, saat
mengejan benjolan muncul (+), benjolan tidak keras, tidak berbatas
tegas.
- Perkusi : Tympani diseluruh regio abdomen
4. EKSTREMITAS
- Superior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-)
- Inferior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (-/-)
5
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 28 Januari 2013
1. Laboratorium Darah Lengkap
- Hb : 16,1 gr/dl (12 – 17 gr/dl)
- AL :13,6 ribu (4-10 ribu)
- AE : 5,58 juta (l : 4,4 - 5,9 juta; p : 4,0-5,0 juta)
- AT : 275 ribu/ml (150 – 450 )
- Hmt : 52% (l : 36 – 52, w : 36-46 %)
- Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil : 0 % (0 – 5)
Basofil : 0 % (0 – 1)
Netrofil : 72 % (50 – 70)
Limfosit : 21 % (20 – 40)
Monosit : 7 % (2 – 8)
- GDS : 145gr/dl ( 70 – 140 )
- PPT : 13,4 dtk ( 11 – 15)
- APTT : 30,9 dtk ( 25 – 35)
- HbsAg : (-)
- HIV : (-)
2. Radiologi
Foto Thorax
Hasil : cord dan pulmo dalam batas normal
V. DIAGNOSIS
Hernia Inguinalis Lateral Sinistra Reponible
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Hernia femoralis
2. Nodes lymph inguinal
3. Hydrocele dari saluran neck
6
VII. TERAPI
1. Terapi Non – Farmakologis :
- Awasi keadaan umum per 24 jam
- Diet biasa
- Dilarang untuk mengangkat beban berat
- Dilarang mengejan terlalu kuat
2. Terapi Farmakologis :
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Inj. Ketorolac 3x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
VIII. PROGNOSIS : Dubia ad bonam.
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Regio inguinalis untuk beberapa struktur merupakan tempat peralihan dari
daerah perut ke organ – organ kelamin luar dan ke tungkai bagian atas. Garis pemisah
anatomis antara kedua daerah tersebut di bentuk oleh ligamentum inguinale (poupart)
yang terletak diantara tuberculum ossis pubikum, pada sisi medialnya dan spina illiaka
anterior superior, pada sisi lateralnya. Sebenarnya ligamentum inguinale ini merupakan
tempat pertemuan fascia yang menutupi permukaan perut dan fascia yang menutupi
permukaan tungkai (fascia lata) (kuijjer,1991).
Di atas ligamentum inguinale, funikulus spermatikus meninggalkan rongga perut
melalui anulus inguinalis profundus yang terletak di sebelah lateral. Funikulus
spermatikus ini menembus dinding perut melalui kanalis inguinalis yang terletak sejajar
dengan ligamentum inguinale dan berada di bawah kulit dalam annulus inguinalis
superfisialis yang terletak di sebelah medial. Lubang yang di sebutkan belakangan ini
dengan mudah dapat diraba di bawah kulit pada dinding perut, kalau skrotum didorong
ke dalam, serta meraba di atas lipatan inguinale (kuijjer,1991).
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari facia transversalis dan aponeurosis m. transversus
abdominis. Di medial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus
inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m. obliqus eksternus. Atapnya
ialah m. obliqus internus dan m. transverses abdominis, dan didasarnya terdapat
ligamentum inguinale, bagian depan dibatasi oleh aponeorosis m. obliqus abdominis
eksternus, belakang m. obliqus abdominis internus. Kanal berisi tali sperma pada pria,
dan ligamentum rotundum pada wanita ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
8
Hernia inguinalis lateralis (indirek), karena keluar dari rongga peritonem melalui
annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,
kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut , tonjolan akan
sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.
Sedangkan hernia inguinalis medialis (direk), menonjol langsung kedepan
melalui trigonum Hesselbach di batasi oleh :
inferior : ligamentum inguinale
lateral : vasa epigastrica inferior
medial : tepi lateral musculus rectus abdominis
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997 ).
9
B. Fisiologi
Pada laki- laki, penutupan yang berhubungan dengan terjadinya hernia ini
memerlukan pengetahuan embriologis yang berhubungan dengan turunnya testis. Mula -
mula testis tumbuh sebagai suatu struktur di daerah ginjal dalam abdomen
(retroperitoneal). Selama pertumbuhan foetus testis akan turun (descensus testis) dari
dinding belakang abdomen menuju kedalam scrotum. Selama penurunan ini peritoneum
yang terdapat didepannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube, yang melalui kanalis
innguinalis masuk kedalam scrotum. Penonjolan peritoneum ini dikenal sebagai
10
processus vaginalis. Sebelum lahir processus vaginalis ini akan mengalami obliterasi,
kecuali bagian yang mengelilingi testis yang disebut tunika vaginalis. Jika processus
vaginalis tetap ada, akan didapat hubungan langsung antara cavum peritonei dengan
scrotum, hal ini potensial dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis dikemudian
hari.
C. Hernia inguinalis
a. Insidensi
Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Menurut Abrahamson
(1997), pada usia anak- anak, ditemukan antara 10- 20 per 1000 kelahiran hidup.
Di belahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada usia dewasa
bervariasi antara 10 % dan 15 %. Sedangkan Zimmerson dan Anson cit
Schwartz (1994), melaporkan kejadian hernia adalah 5 % dari populasi laki- laki
dewasa. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada laki- laki daripada wanita
dengan perbandingan 12 : 1. Pada laki- laki umur 25- 40 tahun insidensinya
bervariasi antara 5- 8 %, sedangkan pada umur lebih dari 75 tahun mencapai 45
%. Tahun 1993, Lichtenstein telah melaporkan lebih dari 700.000 kasus hernia
inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat.
b. Macam hernia inguinalis
1. Hernia inguinalis medialis.
2. Hernia inguinalis lateralis.
c. Definisi
Hernia inguinalis medialis adalah suatu tonjolan melalui fascia transversa yang
melemah pada trigonum Hasselbach (Philip Thorek,1990). Hernia inguinalis
lateralis adalah tonjolan dari perut di lateral pembuluh epigastrica inferior, yang
keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu annulus dan canalis inguinalis
(Syamsuhidayat dan Wim de Jong,1997).
d. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab
yang didapat. Lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita. Berbagai faktor
11
penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus
internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia.
Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati
pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut. Pada orang sehat ada tiga
mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis
inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblliqus internus
abdominis yang menutupi annulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fascia transversa yang kuat menutupi trigonum hasselbach yang
umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan hernia. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya
prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia ( Syamsuhidayat dan Wim de Jong,
1997 ).
Adapun faktor – faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap insidensi hernia
inguinalis adalah sebagai berikut :
1. Hereditas
Menurut macready (Cit. Watson, 1948) hernia lebih sering terjadi pada
penderita yang mempunyai orang tua, kakak atau nenek dengan riwayat
hernia inguinalis.
2. Jenis kelamin
Hernia inguinalis jauh lebih banyak dijumpai pada laki – laki dibanding
pada wanita (9:1) (Watson, 1948). Hernia pada laki – laki 95% adalah
jenis inguinalis, sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi
ini di sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum, dan prosentase
obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding obliterasi
kanalis nuck.
3. Umur
Banyak terjadi pada umur di bawah 1 tahun, oleh macready (Cit. Watson,
1948) disebutkan 17,5% anak laki – laki dan 9,16% anak perempuan
mempunyai hernia. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan
meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 – 50 tahun insidensi menurun dan
setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi oleh karena
menurunnya kondisi fisik.
4. Konstitusi atau keadaan badan
Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding abdomen dan
menimbulkan lokus minoris atau kelemahan – kelemahan otot serta
terjadi relaksasi dari anulus.
12
Bila lemak menginfiltrasi ke omentum dan mesenterium akan mengurangi
volume rongga abdomen sehingga terjadi peningkatan tekanan intra
abdomen (Kendarto Darmokusumo, 1993).
Kelahiran prematur dan berat lahir yang kecil dianggap sebagai faktor
yang memiliki resiko yang besar untuk menyebabkan hernia. Cacat
bawaan, seperti kelainan pelvic atau ekstrosi pada kandung kemih, dapat
menyebabkan kerusakan pada saaluran inguinal tak langsung. Hal yang
jarang terjadi kelainanan bawaan atau cacat collagen dapat
menyebabkan tumbuhnya hernia inguinal langsung (Sabiston dan Lyerly,
1997).
Penyebab terjadinya hernia inguinalis masih diliputi berbagai kontroversi, tetapi
diyakini ada beberapa penyebab, yaitu:
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
- Overweight
- Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
- Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan
saluran kencing
- Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
- Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema,
alergi
- Kehamilan
- Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
e. Patofisiologi
Secara patofisiologi, faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach, hampir selalu menyebabkan
hernia inguinalis direk atau hernia inguinalis medialis. Oleh karena itu hernia ini
umumnya terjadi bilateral, khususnya pada pria tua. Hernia ini jarang, hampir
tidak pernah mengalami inkarserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia geser
yang mengandung sebagian dinding kantong kemih. Hernia inguinalis lateralis
menonjol dari perut dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena
keluar malalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis. Pada
bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
13
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan
testis ke skrotum (Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997).
D. Klasifikasi Hernia
a. Hernia secara umum
1. Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu
lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus retrosekalis
atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis
usus
2. Hernia eksternal yakni hernia yang menonjol keluar melalui dinding perut,
pinggang atau peritoneum
b. Hernia berdasarkan terjadinya
1. Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah ada
semenjak pertama kali lahir.
2. Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak lahir,
tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang setelah lahir
c. Hernia menurut letaknya
1. Obturatorius
Yakni hernia melalui foramen obturatoria. Hernia ini berlangsung 4 tahap.
Tahap pertama mula – mula tonjolan lemak retroperitoneal masuk
kedalam kanalis obturatoria. Tahap kedua disusul oleh tonjolan
peritoneum parietal. Tahap ketiga, kantong hernianya mungkin diisi oleh
lekuk usus. Dan tahap keempat mengalami inkarserasi parsial, sering
secara Ritcher atau total.
2. Epigastrika
Hernia ini juga disebut hernia linea alba yang merupakan hernia yang
keluar melalui defek dilinea alba antara umbilicus dan processus
xifoideus. Penderita sering mengeluh kurang enak pada perut dan mual,
mirip keluhan kelainan kandung empedu, tukak peptic atau hernia hiatus
esophagus.
3. Ventralis, adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian
antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan
14
penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang baru maupun
yang lama. Factor predisposisinya ialah infeksi luka operasi, dehisensi
luka, teknik penutupan luka operasi yang kurang baik, jenis insisi,
obesitas dan peninggian tekanan intra abdomen.
4. Lumbalis
Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah trigonum
yaitu trigonum kostolumbalis superior (Grijnfelt) berbentuk segitiga
terbalik dan trigonum kostolumbalis inferior atau trigonum illiolumbalis
(petit) yang berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan fisik tampak dan
teraba benjolan dipinggang tepi bawah tulang rusuk XII (Grijnfelt) atau
ditepi cranial dipanggul dorsal.
5. Littre, hernia yang sangat jarang dijumpai, merupakan hernia yang
mengandung divertikulum Meckel (1809)
6. Spiegel, hernia interstitial dengan atau tanpa isinya melalui fascia
Spieghel.
7. Perienalis, merupakan tonjolan hernia pada peritoneum melalui defek
dasar panggul yang dapat secara primer pada perempuan multipara atau
sekunder setelah operasi melalui perineum seperti prostatektomi atau
resesi rectum secara abdominoperienal.
8. Pantalon, merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis
pada satu sisi. Kedua kantong hernia dipisah oleh vasa epigastrika
inferior sehingga berbentuk seperti celana.
9. Diafragma
10. Inguinalis
11. Umbilical, merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut
yang masuk melalui cincin umbilicus akibat peninggian tekanan
intraabdomen. Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada
umbilikus yang hanya tertutup peritoneum dan kulit
12. Paraumbilical merupakan hernia melalui suatu celah di garis tengah tepi
cranial umbilical, jarang terjadi di tepi kaudalnya. Penutupan secara
spontan jarang terjadi sehingga umumnya diperlukan operasi koreksi.
13. Femoralis yakni merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul terutama
pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen
seperti mengangkat barang atau ketika batuk. Pintu masuknya adalah
annulus femoralis dan keluar melalui fossa ovalis dilipatan paha. Batas –
batas annulus femoralis antara lain ligamentum inguinale di anterior,
15
medial ligamentum lacunare, posterior ramus superior ossis pubi dan
muskulus peknitus beserta fascia dan lateral m.illiopsoas beserta fascia
locus minoris resistennya fascia transversa yang menutupi annulus
femoralis yang disebut septum cloquetti
d. Hernia menurut sifatnya/secara klinik
1. Hernia reponibel
Disebut begitu jika isi Hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri
atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak
ada keluhan nyeri.
2. Hernia ireponibel
Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia ini
disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda
sumbatan usus.
Hernia inkarserata atau hernia strangulate. Hernia inkarserata berarti isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai
akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia
strangulata terjadi gangguan vaskularisasi, dengan berbagai tingkat
gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis (Syamsuhidayat dan
Wim de Jong, 1997).
3. Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus.
e. Hernia menurut jumlahnya
1. Hernia unilateral
2. Hernia duplek
f. Hernia menurut letak penonjolanya
1. Hernia inguinalis lateralis/indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia lateralis karena keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral
dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinlais eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai
ke skortum, ini disebut hernia skortalis. Kantong hernia berada didalam
muskulus kremaster terletak anteromedial terhadap vas deferent dan
struktur lain dalam tali sperma
16
2. Hernia inguinalis medialis/direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi
oleh ligamentum inguinale.
E. Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat keluhan,
dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal serangan dan urutan
kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan memperingan keluhan,
adanya keluhan lain yang berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala
dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu- satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang
setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan
didaerah epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam kantong
hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau srangulasi karena nekrosis atau gangren ( Syamsuhidayat dan
Wim de Jong, 1997 ). Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada
daerah inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas
peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka
biasanya hernia muncul lagi ( Sabiston, 1994 ).
b. Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya. Semua
ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang terbanyak
ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks bagian – bagian
lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah dilaporkan terdapat di dalam
kantong hernia yang besar. Omentum teraba relative bersifat plastis dan sedikit
noduler. Usus bisa dicurigai apabila kantong teraba halus dan tegang seperti
hydrocele, tetapi tidak tembus cahaya. Kadang – kadang pemeriksa bisa
merasakan gas bergerak didalam lengkung usus atau dengan auskultasi bisa
menunjukkan peristaltik. Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada
17
perkusi (Dunphy dan Botsford, 1980). Dalam keadaan penderita berdiri gaya
berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat dan pemeriksaan pada
penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh.
Dengan kedudukan penderita berbaring akan lebih mudah melakukan
pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia, lebih mudah dapat melakukan
reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan tungkai) lebih mudah dilakukan.
1. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium
majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia inguinalis
lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila lihat, penderita
disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat kemudian
berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke
medial bawah, maka pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis
lateralis. Tetapi kalau pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke
depan, maka kita berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.
2. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa pelipatan
paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai tangan kanan.
Caranya:
Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus ( terletak
diatas ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS dan tuberkulum
pubikum ). Jari ke 3 diletakkan diatas annulus eksternus ( terletak
diatas ligamentum inguinale sebelah lateral tuberkulum pubikum ).
Jari ke 4 diletakkan diatas fossa ovalis ( terletak dibawah ligamentum
inguinale disebelah medial dari a. femoralis ). Lalu penderita disuruh
batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa impulse atau
dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila tidak
didapatkan benjolan yang jelas.
Thaab test: Teknik ini dilakukan bila benjolannya jelas. Benjolan
dipegang diantara ibu jari dan jari lain, kemudian cari batas atas dari
benjolan tersebut. Bila batas atas dapat ditentukan, berarti benjolan
berdiri sendiri dan tiak ada hubungan dengan kanalis inguinalis ( jadi
bukan merupakan suatu kantong hernia). Bila batas atas tidak dapat
ditentukan berarti benjolan itu merupakan kantong yang ada
kelanjutannya dengan kanalis inguinalis), selanjutnya pegang leher
18
benjolan ini dan suruh penderita batuk untuk merasakan impulse pada
tangan yang memegang benjolan itu.
Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai
tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum
diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas
spermatic cord dan permukaan volar jari menghadap ke dinding
ventral scrotum. Dengan menyusuri spermatic cord kearah proksimal
maka akan terasa jari tersebut masuk melalui annulus eksternus,
dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya akan berada dalam
kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa
impulse pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba
dorongan pada bagian samping jari.
3. Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
4. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia
berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi
usus (Kendarto Darmokusurno, 1993).
c. Pemeriksaan penunjang
1. Herniografi
Dalam teknik ini, 50—80 ml medium kontras iodin positif di masukkan
dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum yang lembut. Pasien
berbaring dengan kepala terangkat dan membentuk sudut kira- kira 25
derajat. Tempat yang kontras di daerah inguinalis yang diam atau bergerak
dari sisi satu ke sisi lain akan mendorong terwujudnya kolam kecil pada
daerah inguinal. Tiga fossa inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral.
Pada umumnya fossa inguinal tidak mcncapai ke seberang pinggir tulang
pinggang agak ke tengah dan dinding inguinal posterior. Hernia tak langsung
muncul dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik.
2. Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
3. Tomografi komputer
19
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi. (Cuschieri
dan Giles, 1988).
F. Diagnosis banding
Diagnosis banding hernia inguinalis antara lain:
a. Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap ujung
ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak dibawah dan lateral
terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkulum pubikum.
b. Nodes lymph inguinal
Saat nodes lymph inguinal memungkinkan untuk muncul, mungkin penyakit ini
hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi penyakit ini biasanya
berada di bawah ikatan sendi tulang inguinal.
c. Hydrocele dari saluran Nuck
Ini muncul sebagai sebuah pembengkakan yang keras kista, dan tidak dapat
diperkecil di lingkaran superfisial dari seorang perempuan muda, dan sebuah
kista yang menggantikan distal di sepanjang ikatan sendi tulang. Sebuah testis
yang tidak sepenuhnya diturunkan yang berasal dari lingkaran eksternal. Sebuah
hernia biasanya muncul (Dudley danWaxman, 1989).
G. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga dapat
kambuh lagi.
1. Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi
hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati dan
dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada hernia
inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan. Tangan yang
satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya (leher hernia diraba
secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan yang lainnya
20
memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut. Reposisi ini kadang dilakukan
pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien yang takut operasi. Caranya,
bagian hernia dikompres dingin, penderita diberi penenang valium 10 ml
supaya pasien tidur, posisi tidur trendelenberg. Hal ini rnemudahkan
memasukkan isi hernianya. Jika gagal tidak boleh dipaksakan, lebih baik
dilakukan operasi pada hari berikutnya.
2. Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan
sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia, rnenyebabkan
pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan, sehingga isi hernia tidak
akan keluar lagi dari cavum peritonei.
3. Sabuk hernia
Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil
dan menolak dilakukan operasi (Kendarto Darmokusumo, 1993). Pemakaian
bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah di reposisi
dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.
b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan (Syamsuhidayat
dan Wim de Jong, 1997).
Indikasi diadakan operasi:
1. Hernia inguinalis yang mengalami inkarserata, meskipun keadaan umum
jelek.
2. Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat badan
lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat anastesi lokal
berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc (Kendarto Darmokusumo,
1993). Jika digunakan anastesi lokal, digarnbarkan incisi berbentuk belah
ketupat dan diberikan kira-kira 60 ml xylocain 0,5 persen dengan epinefrin
(Sabiston, 1997).
21
Operasi hernia ada 3 tahap
1. Herniotomy yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta
mengembalikan isi ke cavum abdominalis.
2. Herniorafi yaitu mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya
pada conjoint tendon.
3. Hernioplasty yaitu memberi kekuatan pada dinding perut dan
menghilangkan locus minnoris resistentiae.
Operasi pada hernia inguinalis lateralis
Irisan kulit pada hernia inguinalis ini disebut inguinal incision, dua jari cranial dan
sejajar ligamentum inguinale mulai dari pertengahan. Dan ini sesuai dengan
anulus inguinalis internus. Panjang irisan tergantung dari besarnya hernia
(tergantung kebutuhan), biasanya 5-8 cm. Pada anastesi lokal dilakukan infiltrasi
procain kurang lebih tidak melebihi 20 cc. Setelah kulit dibuka, subkutis dan
jaringan lemak disiangi sampai tampak aponeurosis muskulus obliqus eksternus
yang merupakan dinding depan kanalis inguinalis. Kira-kira 2 cm cranial
ligamentun inguinale. Irisan ke medial sampai membuka anulus inguinalis
eksternus.
Di dalam kanalis inguinalis terdapat funiculus spermaticus dibungkus muskulus
cremaster. Otot ini disiangi sampai funikulus spermaticus kelihatan. Funiculus
dibersihkan atau dicanthol sampai ke lateral dengan kain kasa, dan kantong
peritoneum akan timbul di sebelah caudomedialnya. Kantong ini dijepit dengan
dua buah pinset sirurgik dan diangkat, kemudian dibuka dengan memperhatikan
agar isi hernia (usus) tidak terpotong. Kantong yang terbuka lalu dijepit dengan
klem Mickuliks sehingga usus tampak jelas. Kemudian usus dikembalikan ke
cavum abdominalis dengan rnelebarkan irisan pada kantong ke proksimal
sampai leher hernia. Sisa kantong sebelah distal dibiarkan dalam skrotum pada
hernia yang besar (karena bisa menimbulkan banyak pendarahan), sedang
hernia yang kecil sisa kantong tersebut dibuang. Kemudian leher dijahit ikat.
Puntung ini kemudian ditanamkan di bawah conjoint tendon dan digantungkan.
22
Selanjutnya karena locus minoris resistantiae masih ada, perlu dilakukan
hernioplasty (Kendarto Darmokusumo, 1993).
Hernioplasty ada bermacarn-macam menurut kebutuhannya:
1. Ferguson
Yaitu funiculus spermaticus ditaruh di sebelah dorsal dari musculus obliqus
externus dan internus abdominis dan muskulus obliqus internus dan
transversus dijahitkan pada ligamenturn inguinale dan meletakkan funiculus
spermaticus di dorsal, kemudian aponeurosis muskulus obliqus externus
dijahit kembali sehingga tidak ada lagi kanalis inguinalis.
2. Bassini
Muskulus obliqus internus dan muskulus transversus abdominis dijahitkan
pada ligamentum inguinale. Funikulus spermaticus diletakkan ventral dari
muskulus tadi tetapi dorsal dari aponeurosis muskulus obliqus eksternus
sehingga kanalis inguinalis kedua muskuli tadi memperkuat dinding
belakang dari kanalis inguinalis, sehingga locus minoris resistantiae hilang.
3. Halstedt
Di lakukan untuk memperkuat atau menghilangkan locus minonis
resistentiae. Ketiga muskulus, muskulus obliqus eksternus abdominis,
muskulus obliqus internus abdominis, muskulus obliqus transversus
abdominis, funikulus spermatikus diletakkan di sub kutis (Kendarto
Darmokusumo, I 993).
4. Shouldice
Membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fascia transversalis dengan
teknik jahitan kontinyu (Sabiston, 1994).
Operasi pada hernia inguinalis medialis
Herniotomy pada hernia inguinalis medialis sama dengan teknik operasi hernia
inguinalis lateralis. Hernioplasty di sini memperkuat daerah medial dan anulus
inguinalis eksternus. Hernioplasty dikerjakan dengan cara Mc. Vay. yaitu
menarik muskulus obliqus abdominis internus dan muskulus transversus
23
abdominis, serta conjoint tendon lalu dijahitkan pada ligamentum cowperi atau
pectineum lewat sebelah dorsal dari ligamentum inguinale.
H. Komplikasi dan prognosis
a. Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ ekstra
peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik
kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia
sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang
sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada
pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur
didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong
hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus. Kalau isi hernis terdiri dari
usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut (Syamsuhidayat dan Wim
de Jong, 1998).
Pada pasien dewasa. tingkat komplikasi dari herniorafi inguinal yang terbuka
berbeda antara 1% sampai 26% dengan banyak laporan yang tersusun dari 7%
sampai I 2%. Kira-kira 700 ribu herniorafi inguinal yang terjadi setiap tahunnya,
komplikasi yang muncul kira-kira 10% dari orang-orang ini memiliki sebuah
masalah yang cukup besar (Sabiston dan Lyerly, 1997).
Infeksi luka merupakan masalah yang sering dihadapi. Sebuah infeksi yang lebih
dalam dapat berdampak dalarn kernunculan kembali hernia. Kandung kemih
dapat luka dengan cara saat dasar saluran inguinal dibentuk kembali dan
dilakukan untuk hernia pangkal paha. Jika rnungkin melukai testis, vasdeferens,
pembuluh darah atau syaraf’ illiohypogastrik, illioinguinal (Schawrtz dan Shires,
1988).
24
Komplikasi intra operatif meliputi rnelukai atau pembedahan struktur sperma,
luka vaskular mernproduksi pendarahan, mengganasnya sakit atau
pengharnbatan syaraf-syaraf, luka visceral (biasanya perut atau kandung kemih).
Komplikasi sistemik setelah operasi berhubungan dengan suatu prosedur khusus
dalam kemunculannya.
b. Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong
hernia (Kendarto Darmokusumo, 1993). Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi
usus segera ditangani.
Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi
hernia umumnya dapat diatasi (Cameron, 1997)
25
BAB IV
KESIMPULAN
Sebuah hernia inguinal merupakan benjolan dari isi intra abdominal dalam saluran
inguinal. Bentuk yang menonjol tertutup oleh sebuah lapisan dari peritoneum, menyebabkan
sebuah kerusakan pada dasar saluran inguinal. Saat kerusakan ini muncul secara lateral
terhadap pembuluh darah epigastrik yang dalarn, ini diklasifikasikan sebagai sebuah hernia
inguinal tak langsung, saat benjolan ini berada di tengah pembuluh darah, maka disebut
sebuah hernia inguinal langsung. Berikut ini adalah beberapa poin dari perbedaan dalam
diagnosis:
1. Hernia inguinal langsung, biasanya muncul setelah usia 40 tahun dan berbentuk
berdiri atau menegang. Biasanya dapat dengan mudah dan cepat berkurang sendiri.
2. Sebuah hernia yang lebih panjang dari lebarnya sering berupa hernia tak langsung.
3. Seseorang yang telah berusia lanjut dengan integritas lapisan yang lemah sering
menderita hernia langsung (Nardi dan Zuidema, 1982).
Pada hernia inguinalis lateralis secara normal kantong peritoneum terobliterasi
sehingga kanalis inguinalis hanya akan terisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan
ligamentum rotundum pada wanita. Jika terjadi kegagalan obliterasi isi rongga peritoneum
dapat memasuki kanalis inguinalis melalui cincin inguinal (Mc. Dermott, 1990). Sedangkan
pada hernia inguinalis medialis umumnya bilateral, jarang mengalarni inkarserasi dan
strangulasi (Syarnsuhidayat dan Wirn de Jong, 1998).
Hernia inguinalis timbul paling sering pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang
mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
ascites. Mengejan pada waktu buang air besar, keharnilan dan adanya masa abdomen yang
besar merupakan predisposisi ke perkembangan hernia inguinalis (Sabiston, 1994).
Sebagian besar hernia inguinalis adalah asimptomatik, dan kebanyakan ditemukan
pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada anulus inguinalis superfisialis,
atau suatu kantong setinggi anulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih
menonjol bila pasien batuk. Salah satu tanda pertama hernia adalah adanya masa dalam
daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum (Sabiston, 1994).
26
Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya di
ketahui oleh orang tua. Jika hernia menganggu dan anak atau bayi sering gelisah, banyak
menangis dan kadang perut kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata
( Syamsuhidayat dan Wim de Jong, 1997). Pasien juga melaporkan adanya benjolan yang
hilang di pagi hari tetapi menjadi semakin besar pada siang hari. Lebih jarang pasien datang
dengan onset akut gejala yang parah, terutama setelah aktifitas mendadak atau mengejan.
Sebuah hernia inguinalis tidak pernah sembuh dengan sendirinya, dan jika
simptomatik maka cenderung memberat. Walaupun pasien dapat merasakan semakin
kecilnya gangguan dengan berjalannya waktu terutama dengan perubahan aktifitas, gejala
cenderung meningkat (Cameron, 1997).
Faktor - fakrtor yang paling penting dalam penanganan yang baik untuk hernia
inguinalis adalah penanganan yang sesuai dari dasar saluran inguinal, dengan perkiraan
fascia transversalis dan penutupan yang baik dari lingkaran internal (Nardi dan Zuidena,
1982).
27
DAFTAR PUSTAKA
Cuscheri, A, M. D, Ch. M, F. R. C. S, and Giles, G. R, M. D, F. R. C. S, and Moosa, (1998), Essentials Surgical Practise, 2nd
ed.1, 263, Departement of Surgery, St. James University Hospital, London.
Cameron, J. L, (1997), Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara, Jakarta.
Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S, (1980), Pemeriksaan Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.
Dudley and Waxmann, (1989), Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247, Longman Singapore Publisher Ltd, Singapore.
Darmokusumo, K, (1993), Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Kuijjer, P. J, prof. Dr, (1991), Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62- 66, EGC, Jakarta.
Schwartz, and Shires, and Spencer, (1988), Principles of Surgery, 4nd ed, 1543, Mc. Graw Hill Book Company, Singapore.
Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230, EGC, Jakarta.
Sabiston and Lyerly, (1997), Text Book of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 15nd ed, 1.219- 1.232, W. B, Saunders Company, London.
Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, 706- 710, EGC, Jakarta.
28