125888049 etika profesional dokter docx
TRANSCRIPT
![Page 1: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/1.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 1/9
PRINSIP - PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN
ETIKA PROFESI KEDOKTERAN
Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran,
sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau
rambu-rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip-
prinsip moral profesi.
Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistik
hingga ke sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik
dianggap sebagai sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang
akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk
kepentingan pasien, dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien
untuk turut menentukan keputusan. Sampai kemudian pada tahun 1970-an dikembangkanlah
sifat hubungan kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak
otonomi pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian
sifat hubungan dokter-pasien tersebut dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menjadi
hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang
menitikberatkan nila-nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap
meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan saja,
dan disebut sebagai bottom line ethicts.
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu
sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian
baik-buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etik yang
cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah
teori deontologi dan teleologi. Deontology lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi,
dan budaya, sedangkan teleology lebih kea rah penalaran (reasoning) dan pembenaran
(justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).1
Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar di atas, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan
juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas terutama kebutuhan kreatif. Etika adalah
![Page 2: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/2.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 2/9
displin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salah suatu sikap dan atau perbuatan
seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar salah
dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya.
Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan
teleology. Secara irngkas dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik
buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri, sedangkan teleology
mengajarkan untuk menilai baik buruk tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya.
Deontology lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan
teleology lebih kea rah penalaran dan pembenaran kepada azas manfaat.
Beauchamp dan Childress , 1994, menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules di bawahnya. Ke-4 kaidah
dasar moral tersebut adalah :
1. Prinsip otonomi yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed
consent.
2. Prinsip beneficene yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan ditujukan ke
kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan
saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisi buruknya.
3. Prinsip non maleficence yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau
above all do no harm.
4. Prinsip justice yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity, privacy, confidentiality, dan fidelity.
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, profesional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berprilaku. Perbuatan keputusan etik, terutama dalam situasi
klinik, dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah
dasar moral di atas. Jonsen, Siegler, dan Winslade mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :1
![Page 3: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/3.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 3/9
1. Medical indication
2. Patient preferences
3. Quality of life
4. Contextual features
Ke dalam topic medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi
yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi
medis ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan non
maleficence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang
selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.
Pada topic patient preference kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang
manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah otonomi.
Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer, sikap dan
keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak
kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien.
Topic quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu
memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana
melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, non maleficence dan otonomi. Dalam contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti
faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor
hukum.1
Dalam peran negative gatekeeper, yaitu pada system kesehatan pra bayat atau
kapitasi, dokter diharapkan untuk membatasi akses pasien ke layanan medis. Pada peran ini
jelas terjadi konflik moral pada dokter dengan tanggungjawab tradisionalnya dalam membela
kepentingan pasien dengan tanggungjawab barunya sebagai pengawal sumber daya
masyarakat / komunitas. Meskipun demikian, peran negative gatekeeper ini secara moral
mungkin masih dapat dijustifikasi. Tidak seperti peran negative yang banyak dideskripsikan
secara terbuka, peran positive gatekeeper dokter sangat tertutup dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam peran ini dokter diberdayakan untuk
menggunakan fasilitas medis dan jenis layanan hi-tech demi kepentingan profit. Bagi mereka
yang mampu membayar disediakan fasilitas diagnostic dan terapi yang paling mahal dan
![Page 4: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/4.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 4/9
muktahir, layanan didasarkan pada keinginan pasar dan bukan kepada kebutuhan medis.
Upaya meningkatkan demand atas layanan yang sophisticated dijadikan tujuan yang implicit
dan dokter jadi salesmannya. Mereka berbagi profit secara langsung apabila mereka pemilik
atau investor layanan tersebut, atau mereka memperoleh penghargaan berupa kenaikan
honorarium atau tunjangan apabila mereka hanya berstatus pegawai atau pelaksana.1,3
Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistic
hingga ke sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik
dianggap sebagai sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang
akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk
kepentingan pasien, dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien
untuk turut menentukan keputusan. Sampai kemudian tahun 1970-an dikembangkan sifat
hubungan kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak otonomi
pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian hubungan
dokter-pasien tersebut dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menjadi hubungan ficuiary
(atas niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang menitikberatkan nilai-nilai keutamaan
(virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap meminimalkan mutu hubungan karena
hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan saja, dan disebut sebagai bottom line ethics.3
Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights,
dan individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas
untuk memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan Johns S. Mills berkata bahwa kontrol sosial
atas seorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak
orang lain.
Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical
Association (WMA) adalah “the rights to accept or to refuse treatment after receiving
aduquate information”. Secara implicit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga
menyebutkan demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,....dst”.
Selanjutnya UU No 23 / 1992 tentang Kesehatan juga memberikan persetujuan atas tindakan
medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini kemudian diuraikan di dalam Permenkes
tentang Persetujuan Tindakan Medis. Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai
penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum (tort).
![Page 5: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/5.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 5/9
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent.
Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut,
setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan. Informed consent dapat
dianggap sebagai a patient with substantial understanding and ini substantial absence control
by others, intentionally authorizes a professional to do something.1,3
KAIDAH DASAR BIOETIK
a. Autonomy
Prinsip autonomi mengakui hak-hak individu untuk menentukan nasib sendiri. Hal ini
berakar pada masyarakat hormat untuk kemampuan individu untuk membuat keputusan
tentang hal-hal pribadi. utonomi telah menjadi lebih penting sebagai nilai-nilai sosial
telah bergeser untuk mendefinisikan kualitas medis dalam hal hasil yang penting bagi
pasien daripada medis profesional. Menghormati otonomi adalah dasar informed consent
dan petunjuk terlebih dahulu.1
Dengan mempertimbangkan autonomi sebagai parameter gauge untuk (diri) perawatan
kesehatan, perspektif medis dan etika baik manfaat dari referensi tersirat untuk
Kesehatan. Psikiater sering diminta untuk mengevaluasi kemampuan pasien untuk
membuat keputusan hidup dan mati pada akhir kehidupan. Orang dengan kondisi jiwa
seperti depresi klinis delirium atau mungkin tidak memiliki kapasitas untuk membuat
keputusan akhir-kehidupan. Oleh karena itu, untuk orang-orang ini, permintaan untuk
menolak pengobatan mungkin diabaikan. Kecuali ada advance directive jelas sebaliknya,
orang-orang yang tidak memiliki kapasitas mental umumnya diperlakukan sesuai dengan
kepentingan terbaik mereka. Di sisi lain, orang yang memiliki kapasitas mental untuk
membuat akhir-keputusan hidup memiliki hak untuk menolak perawatan dan memilih
kematian dini jika itu yang mereka inginkan. Dalam kasus tersebut, psikiater harus
menjadi bagian dari melindungi hak itu.3
b.
Beneficence
Beneficence merupakan tindakan dokter yang mengutamakan kebaikan kepada pasien
dibandingkan kepentingan sendiri. Beneficence merujuk pada tindakan yang
mempromosikan kesejahteraan orang lain. Dalam konteks medis, ini berarti mengambil
tindakan yang melayani kepentingan terbaik pasien. Namun, ketidakpastian mengelilingi
![Page 6: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/6.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 6/9
definisi yang tepat yang praktek lakukan dalam membantu pasien sebenarnya. James
Childress dan Tom Beauchamp dalam Prinsip Etika Biomedis mengidentifikasi kebaikan
sebagai salah satu nilai inti dari etika pelayanan kesehatan. Beberapa sarjana, seperti
Edmund Pellegrino, berpendapat bahwa kebaikan adalah satu-satunya prinsip
fundamental etika medis. Mereka berpendapat penyembuhan yang harus menjadi tujuan
tunggal obat, dan bahwa usaha-usaha seperti operasi kosmetik , kontrasepsi dan
euthanasia jatuh di luar bidang tersebut.3
c. Non-Maleficence
Non maleficence adalah suatu tindakan dokter yang tidak mencelakakan atau
memperburuk keadaan pasien. Banyak menganggap bahwa harus menjadi pertimbangan
utama atau primer bahwa lebih penting untuk tidak membahayakan pasien, daripada
berbuat baik kepada mereka. Hal ini sebagian karena praktisi antusias rentan terhadap
perawatan menggunakan bahwa mereka percaya akan berbuat baik, tanpa terlebih dahulu
harus dievaluasi secara memadai untuk memastikan mereka tidak melakukan (atau hanya
tingkat yang dapat diterima dari) membahayakan. Banyak yang telah dilakukan kepada
pasien sebagai hasilnya. Hal ini tidak hanya lebih penting untuk tidak membahayakan
daripada berbuat baik, namun juga penting untuk mengetahui seberapa besar
kemungkinan bahwa perawatan Anda akan membahayakan pasien.1
Dalam prakteknya, bagaimanapun, banyak perawatan membawa beberapa risiko bahaya.
Dalam beberapa keadaan, misalnya dalam situasi putus asa mana hasil tanpa pengobatan
akan kubur, pengobatan berisiko yang memiliki kesempatan tinggi merugikan pasien
akan dibenarkan, sebagai risiko tidak memperlakukan juga sangat mungkin untuk
melakukan kejahatan. Jadi prinsip non-sifat mencelakakan tidak mutlak, dan saldo
terhadap prinsip kebaikan (berbuat baik), sebagai dampak dari dua prinsip bersama sering
menimbulkan efek ganda (lebih lanjut dijelaskan dalam bagian berikutnya).3
"Non-maleficence" ditentukan oleh konteks budayanya. Setiap budaya memiliki definisi
sendiri kolektif budaya 'baik' dan 'jahat'. Definisi mereka tergantung pada sejauh mana
budaya set nilai-nilai budaya, terpisah dari alam. Dalam beberapa kebudayaan istilah
"baik" dan "jahat" tidak hadir: bagi mereka kata-kata ini kurangnya pengalaman mereka
arti sebagai alam tidak membedakan mereka dari alam. budaya lain menempatkan
manusia dalam interaksi dengan alam, beberapa manusia tempat bahkan di posisi
![Page 7: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/7.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 7/9
dominasi atas alam. Agama-agama adalah sarana utama ekspresi pertimbangan.
Tergantung pada pengkondisian konsensus budaya (dinyatakan oleh agama, politik dan
hukum sistem sosial perusahaan) definisi hukum Non-maleficence berbeda.
d. Justice
Justice yaitu prinsip moral yang memetingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (disrtributive justce).1,2
Empat prinsip bioethical yang
sering digunakan dalam analisis etika medis otonomi, kebaikan, non-sifat mencelakakan
dan keadilan.
Dimana prinsip-prinsip ini dipanggil mereka harus benar digunakan dan didefinisikan.
Metode lain analisis dapat menghasilkan pendekatan yang lebih holistik dan tiga-dimensi
terhadap masalah.3 Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur
dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga
kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun
fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh
persetujuan pasien.
![Page 8: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/8.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 8/9
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal
yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki
kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau
penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
![Page 9: 125888049 Etika Profesional Dokter Docx](https://reader031.vdocuments.pub/reader031/viewer/2022021116/563db9e8550346aa9aa0fcde/html5/thumbnails/9.jpg)
7/23/2019 125888049 Etika Profesional Dokter Docx
http://slidepdf.com/reader/full/125888049-etika-profesional-dokter-docx 9/9
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada
dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/kesehatan.1