14.bab i.docx
TRANSCRIPT
![Page 1: 14.BAB I.docx](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072011/55cf9878550346d03397d555/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut laporan World Health Organization (WHO) penyakit infeksi
menjadi penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah
kematian lebih dari 13 juta jiwa setiap tahun dan satu dari dua kematian terjadi di
negara berkembang seperti di Indonesia.1
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen utama bagi manusia.
Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus
aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan
makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.2
Staphylococcus sp merupakan bakteri gram positif yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit. Lebih dari 30 jenis Staphylococcus yang dapat
menginfeksi manusia dan dari jenis tersebut yang paling banyak menginfeksi
adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus dapat mengakibatkan
infeksi pada kulit atau luka pada organ tubuh karena bakteri akan mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh. Saat bakteri masuk ke peredaran darah bakteri
dapat menyebar ke organ lain dan meyebabkan infeksi, seperti pneumonia, infeksi
pada katup jantung yang memicu pada gagal jantung, radang tulang, bahkan dapat
1
![Page 2: 14.BAB I.docx](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072011/55cf9878550346d03397d555/html5/thumbnails/2.jpg)
2
menyebabkan syok yang dapat menimbulkan kematian. Pada kasus keracunan
makanan akibat terkontaminasi Staphylococcus aureus dapat menimbulkan
terjadinya diare, muntah-muntah dan dehidrasi yang gejalanya baru timbul kira-
kira 1-6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.3
Pengobatan untuk penyakit infeksi ini adalah dengan pemberian agen
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan dan atau membunuh mikroba
tersebut. Agen antimikroba telah banyak ditemukan sekarang ini, tetapi beberapa
diantaranya menjadi tidak efektif digunakan karena banyaknya mikroba yang
resisten dan efek sampingnya sangat merugikan penderita. Oleh karena itu
pencarian antimikroba baru yang lebih efektif dan aman menjadi perlu untuk terus
dilakukan, terutama yang berasal dari bahan alami.4
Salah satu obat-obatan alami adalah jeruk nipis. Jeruk nipis berkhasiat
mencegah dan mengobati berbagai penyakit mulai dari daunnya sampai dengan
buahnya. Jeruk nipis sangat baik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
sebab jeruk nipis mengandung vitamin C, flavonoid, dan kalsium. Jeruk nipis juga
kaya akan asam sitrat.5
Bangsa-bangsa di Asia Tenggara sering menggunakan jeruk nipis sebagai
salah satu bahan ramuan obat tradisonal untuk menjaga kesehatan dan perawatan
kecantikan kulit. Jeruk nipis dapat digunakan untuk menghilangkan noda hitam
dan bintik-bintik cokelat di kulit, mengurangi minyak di kulit muka,
menghilangkan jerawat dan bisul (yang bisa disebabkan infeksi Staphylococcus
aureus), mengobati eksim, juga menghaluskan kulit muka.5
![Page 3: 14.BAB I.docx](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072011/55cf9878550346d03397d555/html5/thumbnails/3.jpg)
3
Suatu penelitian di Universitas Lagos, Nigeria pada tahun 2007,
menunjukan bahwa jeruk nipis mempunyai efek antimikroba terhadap berbagai
macam bakteri dan jamur. Dalam penelitian ini dipergunakan berbagai macam
olahan dari jeruk nipis, antara lain ekstrak jeruk nipis yang dibakar, jus, dan
minyak distilasi dari jeruk nipis.6
Pada kebanyakan kasus, toksisitas memerlukan kontrol konsentrasi obat
secara hati-hati untuk menyerang mikroorganisme sehingga dapat ditoleransi
tubuh. Oleh karena itu, konsentrasi minimum zat antimikroba yang dapat
mengeradikasi secara efektif mikroorganisme tanpa menimbulkan efek toksik
perlu diketahui jika akan dilakukan uji klinis.7
Perasan segar buah Citrus aurantifolia terbukti mempunyai daya
antibakteri terhadap bakteri patogen Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan
Streptococcus beta haemolyticus. Konsentrasi yang dapat menghambat bakteri-
bakteri tersebut adalah konsentrasi lebih dari 20%, dengan konsentrasi minimum
60% dan konsentrasi maksimum 100%8. Tetapi antibakteri air perasan jeruk nipis
pada konsentrasi kurang dari 20% belum diketahui.
1.2. Rumusan Masalah
Menurut Satrianti (2004), konsentrasi air perasan jeruk nipis yang mampu
menghambat bakteri Staphylococcus aureus adalah konsentrasi lebih dari 20%.
![Page 4: 14.BAB I.docx](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072011/55cf9878550346d03397d555/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Tetapi belum diketahui apakah air perasan jeruk nipis pada konsentrasi kurang
dari 20% mempunyai efek antibakteri.
Berdasarkan pernyataan ini, dapat dirumuskan masalah :
1. Apakah air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi
kurang dari 20% masih memiliki sensitivitas terhadap bakteri
Staphylococcus aureus?.
2. Berapa konsentrasi minimum air perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
yang dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sensitivitas air perasan jeruk nipis pada
konsentrasi kurang dari 20% terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui daya hambat air perasan jeruk nipis dengan metode
difusi agar terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
b. Untuk mengetahui konsentrasi minimum air perasan jeruk nipis yang
dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus.
![Page 5: 14.BAB I.docx](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072011/55cf9878550346d03397d555/html5/thumbnails/5.jpg)
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Aspek Teoritis
Memberikan informasi ilmiah tentang sensitivitas air perasan
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus.
1.4.2. Aspek Aplikatif
a. Bagi peneliti, untuk memperdalam ilmu pengetahuan, terutama bidang
mikrobiologi dan sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program
Studi Pendidikan Dokter di Universitas Malahayati.
b. Bagi masyarakat, memberikan informasi tambahan tentang kegunaan
air perasan jeruk nipis.
c. Bagi instansi terkait dalam rumah sakit, hasil penelitian diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengobatan infeksi
Staphylococcus aureus.
d. Bagi institusi pendidikan, sebagai acuan untuk memperluas ilmu
pengetahuan dalam bidang mikrobiologi.
e. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
kepustakaan bagi penelitian.