154902203 cakupan pneumonia pada balita
DESCRIPTION
kTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu
penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. Hasil
penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa 20-30% kematian balita di
berbagai negara setiap tahun disebabkan karena menderita ISPA. (1)
Pneumonia yang merupakan infeksi saluran pernafasan bawah akut
umumnya menyebabkan hampir semua kematian ISPA pada balita. Di negara
berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the neglected
disease) atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease) karena begitu
banyak anak yang meninggal pneumonia, namun sangat sedikit perhatian yang
diberikan kepada masalah pneumonia. Menurut WHO tahun 2008, insidens
pneumonia balita di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia/tahun,
10% di antaranya merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah
sakit. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total insidens
pneumonia di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia balita setiap tahunnya.(2)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa Angka Kematian Balita (AKBAL) adalah 44/1000 kelahiran
hidup. Jika kita melihat ke belakang, hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Angka Kematian Balita
(AKBAL) adalah 46/1000 kelahiran hidup. Dari pernyataan tersebut, maka telah
terjadi penurunan angka kematian dalam kurun waktu 5 tahun walaupun
penurunannya sangat kecil, namun hal tersebut masih cukup jauh dari salah satu di
antara delapan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tentang
menurunkan angka kematian anak. Dalam program tersebut target yang ingin
dicapai pemerintah Indonesia pada tahun 2015 adalah Angka Kematian Balita
(AKBAL) sebanyak 32/1000 kelahiran hidup atau 2/3 dari AKBAL tahun 1990
dengan AKBAL 1990 yaitu 91/1000 kelahiran hidup. (3)
1
Berdasarkan Kemenkes, proporsi pneumonia balita di Indonesia tahun 2008
adalah 49,45%, tahun 2009 adalah 49,23%, dan tahun 2010 adalah 39,38% dari
jumlah balita di Indonesia. Pada tahun 2007 dan 2008 perbandingan kasus
pneumonia pada balita dibandingkan dengan usia ≥5 tahun adalah 7:3. Artinya
bila ada 7 kasus pneumonia pada balita maka akan terdapat 3 kasus pneumonia
pada usia lebih dari atau sama dengan 5 tahun. Pada tahun 2009 terjadi perubahan
menjadi 6:4. Namun pneumonia pada balita masih tetap tinggi. Salah satu
penyebab kematian terbesar pada balita menurut Riset Kesehatan Desa
(Riskesdas) tahun 2007 adalah pneumonia. Pneumonia merupakan kematian
kedua tertinggi setelah diare dimana diare sebesar 25,2% dan pneumonia sebesar
15,5%.(4)
Berdasarkan Dinkes Jateng, insidens pneumonia di Jawa Tengah tahun 2008
adalah 23,63%, tahun 2010 adalah 40,63%, tahun 2011 adalah 25,5% sedangkan
jumlah kematian akibat pneumonia di Jawa Tengah adalah 113 orang tahun 2007,
134 orang pada tahun 2008, 105 orang pada tahun 2009, 116 orang pada tahun
2010 dan 101 orang pada tahun 2011.(4)
Untuk mencapai target MDGs, diperlukan kerjasama dan kinerja yang baik
antara unit-unit fungsional kesehatan mulai dari yang cakupan wilayah kerjanya
dari yang kecil sampai besar. Puskesmas merupakan unit fungsional yang cakupan
wilayah kerjanya kecil dan merupakan ujung tombak dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia karena Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok
menyeluruh dan terpadu. Oleh karena itu kinerja Puskesmas haruslah baik.(3)
Kinerja Puskesmas diukur dari tingkat keberhasilannya dengan
membandingkan kegiatan yang ada di Puskesmas dengan target yang ditetapkan
dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). Salah satu bagian penilaian yang ada di
SPM adalah cakupan balita dengan pneumonia yang ditenukan atau ditangani
sesuai standar dengan target yang harus tercapai adalah 100%. Adapun sasaran
balita dengan pneumonia yang harus ditemukan atau ditangani sesuai standar
menurut SPM adalah 5,12% x 10 % x jumlah penduduk.
2
Di Puskesmas Tempuran, berdasarkan perhitungan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bulan Januari sampai dengan Mei 2013 didapatkan cakupan
Balita dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar masih
jauh dibawah target yaitu 12,74%. Desa Tugurejo merupakan desa di wilayah
kerja Puskesmas Tempuran dengan kasus pneumonia Balita yang tertinggi dengan
6 kasus (proporsi 46,1%). Desa Tempurejo merupakan desa di wilayah kerja
Puskesmas Tempuran dengan kasus ISPA balita cukup tinggi dengan 177 kasus
(proporsi 21,5%).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan perumusan masalah
adalah apa yang menyebabkan Program P2ISPA cakupan Balita dengan
pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Tempuran periode Januari-Mei 2013
belum memenuhi target, bagaimana alternatif pemecahan masalah jika
disesuaikan dengan penyebab permasalahan serta kegiatan apa saja yang dapat
dilakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis penyebab serta menyusun
rencana tidak lanjut pemecahan masalah belum tercapainya target program
P2ISPA cakupan Balita dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas
Tempuran periode Januari-Mei 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyebab belum tercapainya target P2 ISPA cakupan Balita
dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Tempuran periode
Januari-Mei 2013.
b. Mengidentifikasi penyebab belum tercapainya target P2 ISPA cakupan
Balita dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Tempuran periode
Januari-Mei 2013.
c. Mampu menganalisis penyebab masalah yang telah diidentifikasi.
3
d. Mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang ditemukan.
e. Mampu menyusun rencana tindak lanjut atau Plan Of Action dari alternatif
pemecahan masalah yang ditemukan.
D. Manfaat
1. Melatih kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
2. Melatih kemampuan analisis dan pemecahan terhadap masalah yang ada.
3. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia khususnya pada
Balita.
4. Memberikan informasi mengenai kemungkinan penyebab rendahnya
cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas
Tempuran.
5. Sebagai bahan evaluasi perencanaan kegiatan Puskesmas untuk Program
P2ISPA.
6. Masyarakat khususnya yang mempunyai balita diharapkan dapat lebih
mengetahui tentang penyakit pneumonia dan bahaya penyakit tersebut bila
tidak ditangani secara baik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISPA dan Pneumonia
1. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
yang meliputi saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran nafas bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru
(saluran bagian bawah).(3)
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni ‘infeksi’, ‘saluran pernafasan’, dan
‘akut’, dimana pengertiannya adalah sebagai berikut:
1) Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2) Saluran pernafasan
Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ mulai dari
hidung sampai alveoli, termasuk adneksanya yaitu sinus, rongga
telinga tengah, dan pleura.
3) Akut
Adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut.(4)
2. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan
paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan
penyakit saluran pernafasan akut yang sering menyebabkan kematian.
Penyebab p neumonia adalah infeksi bakteri, virus maupun jamur.
5
Pneumonia mengakibatkan jaringan paru mengalami peradangan. Pada
penderita pneumonia, alveoli terisi nanah dan cairan menyebabkan
kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesulitan bernafas. Anak
dengan pneumonia menyebabkan kemampuan paru mengembang
berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernafas cepat agar tidak
terjadi hipoksia. Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan menjadi
kaku dan timbul tarikan dinding bawah ke dalam. Anak dengan
pneumonia dapat meninggal karena hipoksia dan sepsis. Akibatnya
kemampuan paru untuk menyerap oksigen menjadi berkurang.
Kekurangan oksigen membuat sel sel tidak bisa bekerja.(5,6)
3. Hubungan ISPA dan Pneumonia
ISPA yang berlanjut dapat menjadi pneumonia dimana sering terjadi
pada balita terutama apabila mengalami gizi kurang atau gizi buruk dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak higienis.(3)
4. Klasifikasi ISPA dan Pneumonia
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit
ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia.
Pneumonia dibagi atas derajat beratnya yaitu pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis,
tonsilitis, dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan
sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.
Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada Balita. Bila
ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin. Semua radang
telinga akut harus mendapat antibiotik. (7)
Klasifikasi berdasarkan frekuensi nafas, tarikan dinding dada
bagian bawah, bunyi nafas (stridor):
a) Pneumonia
Batuk, demam lebih dari 380 C disertai sesak nafas. Frekuensi nafas
6
lebih dari 40 x / menit, ada tarikan dinding dada bagian bawah.
Pada auskultasi didapati bunyi stridor pada paru.(8)
b) Non Pneumonia
Bila bayi dan Balita batuk, demam 380 C tidak disertai nafas cepat
lebih dari 40 x / menit, tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada bunyi stridor pada paru.(8)
Tabel 1. Frekuensi Nafas Sesuai Umur
No Umur Nafas Normal Nafas Cepat (tachypnoe)1 0 – 2 bulan 30 – 50 x / menit 60 x / menit2 2 – 12 bulan 25 – 40 x / menit 50 x / menit3 1 – 5 tahun 20 – 30 x / menit 40 / menit
Sumber: Pedoman Perhitungan Frekuensi Nafas (8)
Program P2ISPA mengklasifikasi penderita keadaan ke dalam 2
kelompok usia: dibawah 2 bulan (Pneumonia berat dan bukan
Pneumonia). Usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun menjadi pneumonia
berat dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, pneumonia
dan bukan pneumonia.
Tabel 2. Klasifikasi ISPA menurut kelompok umur (7)
Kelompok Umur Kriteria Gejala Klinis
2 bulan –<5 tahun
Batuk bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah
PneumoniaAdanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
< 2 bulan
Bukan pneumoniaTidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
Pneumonia beratAdanya napas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat
Sumber: Ditjen P2PL, Depkes RI. 2007. Bimbingan Keterampilan Tatalaksana Pneumonia Balita
7
5. Gambaran Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia anak−balita berkisar
antara ringan sampai sedang hingga dapat berobat jalan saja. Hanya
sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam kehidupan dan perlu
rawat-inap. Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi
menjadi 2 kelompok. Pertama, gejala umum misalnya demam, sakit
kepala, maleise, nafsu makan kurang, gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah dan diare. Kedua, gejala respiratorik seperti batuk, napas cepat
(tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest indrawing),
napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda
klinis pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih
sering meninggal dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia.
Pada foto thorak menunjukkan infiltrasi melebar.(8)
6. Cara Penularan Penyakit Pneumonia
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia
yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam
bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman
penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara
yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu
melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk,
bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung
dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah
terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 2002). (7)
7. Sumber dan Penyebab Terjadinya Pneumonia
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri dan sebagian kecil oleh penyebab lain hidrokarbon (minyak
tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu,
8
isi lambung kedalam saluran pernafasan. Berbagai penyebab pneumonia
tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya
penyakit dan penyakit yang menyertainya. (5)
Penyebab Pneumonia adalah sebagai berikut : (6,8)
1) Mikroorganisme
Mikroorganisme paling sering sebagai penyebab pneumonia adalah
virus, terutama Respiratory Synsial Virus (RSV) yang mencapai 40%.
Golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumonia
dan Haemofillus influenza type B (HIB). Awalnya mikroorganisme
masuk ke dalam percikan ludah (droplet) kemudian terjadi penyebaran
mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas jaringan (parenkim paru)
dan sebagian lagi karena penyebaran melalui aliran darah.
2) Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada balita adalah:
a. Umur
Umur mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh seseorang.
Bayi dan Balita mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang masih
lemah dibanding dengan orang dewasa sehingga Balita masuk ke
dalam kelompok yang rawan terkena infeksi, misalnya diare, ISPA dan
pneumonia.
b. Status gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita
yang mempunyai status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan
tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang mempunyai
status gizi kurang maupun buruk. Keadaan gizi yang buruk muncul
sebagai bagian dari faktor risiko kejadian pneumonia.(8)
c. Status imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan pneumonia. Cara yang paling efektif saat ini adalah
dengan pemberian imunisasi DPT dan Campak. Pemberian imunisasi
9
Campak dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, sedangkan
imunisasi DPT dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 6%. (8)
d. Jenis kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa anak laki-
laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia.
Penelitian di Srilanka memperlihatkan bahwa balita berjenis kelamin
laki-laki mempunyai risiko 2,19 kali lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koblinski (1997)
bahwa sesungguhnya anak perempuan mempunyai kebutuhan biologis
dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang
diperkirakan sebesar 0,15−1 kali lebih di atas anak laki laki dalam hal
tingkat kematian. (6)
e. ASI eksklusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 1017 kali lebih banyak
dari susu buatan. Zat kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare,
alergi dan infeksi saluran nafas terutama pneumonia. Bayi yang diberi
ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan
bayi yang tidak mendapat ASI ekslusif. (8)
f. Defisiensi vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh
menurun sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang
menutupi trakea dan paru mengalami keratinisasi sehingga mudah
dimasuki oleh kuman dan virus yang menyebabkan infeksi saluran
nafas terutama pneumonia.(6,8)
g. Berat badan lahir rendah ( BBLR )
Berat badan lahir rendah menentukan pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental pada masa Balita. Bayi dengan
BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi dengan berat lahir normal terutama pada bulanbulan
pertama kelahiran karena pembentukan zat kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia
10
dan infeksi saluran pernafasan lainnya.(6)
3) Faktor ektrinsik
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan
risiko kematian akibat pneumonia pada Balita adalah:
a. Kondisi fisik rumah
Kondisi rumah yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia:
1. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung
dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen.
Faktorfaktor kelembaban udara meliputi :
a. Keadaan bangunan
a) Dinding
Air hujan masuk dan meresap melalui poripori dinding
sehingga akan mengakibatkan kelembaban udara dalam
ruangan.
b) Iklim dan Cuaca
Kelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh
iklim dan cuaca.
Syaratsyarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan
adalah sebagai berikut:
a) Lantai dan dinding harus kering
b) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit pneumonia
adalah saling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia.
Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan etiologi pneumonia yang berupa virus,
bakteri dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh
dengan baik jika kondisi optimal. Penghuni ruangan
biasanya akan mudah menderita sakit infeksi saluran nafas
karena situasi tersebut. (8)
11
2. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus
cukup. Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan
No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang
permanen minimal 10% dari luas lantai.
Pada penelitian Herman (2002), diketahui bahwa balita yang
tinggal di rumah dengan ventilasi yang tidak sehat akan memiliki
risiko 4,2 kali lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan
yang tinggal di rumah dengan ventilasi sehat.
3. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian adalah banyaknya penghuni yang tinggal
di dalam rumah dibandingkan dengan luas ruangan. Berdasarkan
keputusan menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999
tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur
minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2
orang tidur dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5
tahun.
Foster menjelaskan bahwa kepadatan orang dalam rumah
berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Herman
(2002) juga mendapatkan hubungan yang bermakna antara
kepadatan hunian dengan insidens pneumonia. (8)
4. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya
disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar
kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada
balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh
karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga
akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.
Anak-anak yang lebih sering berada di dapur atau kamar tidur
12
yang berdekatan dengan dapur lebih berisiko untuk mengalami
gangguan pernapasan.(8)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang terpajan
asap pembakaran berisiko 1,27 kali lebih besar untuk terkena
pneumonia dibandingkan dengan yang tidak terpajan. Selain itu,
balita dengan adanya perokok di dalam rumah berisiko 2,9 kali
lebih besar untuk terkena pneumonia.(8,9)
b. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu mempunyai pengaruh besar dalam tumbuh
kembang bayi dan Balita, karena pada umumnya pola asuh anak di
tentukan oleh ibu. Tingginya mortalitas dan morbiditas pneumonia
lebih disebabkan oleh kurangnya informasi dan pemahaman yang
diperoleh dari seorang ibu.(8)
c. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
Rendahnya tingkat jangkauan pelayanaan kesehatan sangat
mempengaruhi risiko morbiditas dan mortalitas pneumonia,
karena akan terlambat memperoleh diagnosa sehingga akan
mempengaruhi upaya pertolongan yang dibutuhkan. (8,9)
8. Bahaya Pneumonia Pada Bayi dan Anak balita
Pneumonia bisa menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita.
Pneumonia sering kali dimulai dengan batuk pilek biasa, tetapi karena
daya tahan tubuh anak lemah, hygiene sanitasinya rendah dan terlambat
mendapatan pertolongan maka resiko kematian akibat pneumonia menjadi
meningkat.(3)
9. Pencegahan dan Penanggulangan Pneumonia
1) Pencegahan penyakit menular pneumonia
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan
imunisasi, perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan
kesehatan ibu hamil untuk mencegah BBLR, mengurangi kepadatan
13
hunian rumah, dan memperbaiki ventilasi rumah.(10)
2) Penanggulangan penyakit menular pneumonia
Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular
adalah upaya untuk menekan penyakit menular di masyarakat
serendah mungkin sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan bagi
masyarakat. Ada tiga kelompok sasaran yaitu:
1. Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu
Sumber penularan pneumonia adalah manusia maka cara
yang paling efektif adalah dengan memberikan pengobatan.
2. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Penularan penyakit pneumonia dapat berlangsung melalui
perantaran udara maupun kontak langsung. Upaya pencegahan
melalui kontak langsung biasanya dititikberatkan pada
penyuluhan kesehatan. Pencegahan penularan melalui udara
dapat dilakukan dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran
udara dalam ruangan.
3. Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi dasar sebagai bagian dari program
pembangunan kesehatan yang ternyata cukup berhasil dalam
usaha meningkatkan derajat kesehatan serta menurunkan angka
kematian bayi dan balita. Saat ini vaksinasi yang dapat mencegah
pneumonia pada bayi dan balita yang diterapkan di Indonesia
sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan Campak saja.
Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan
utama program P2 ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah
pneumonia lebih dikenal di masyarakat sehingga memudahkan
kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan pneumonia. (7,11)
B. Program P2ISPA
14
Program P2ISPA adalah suatu program pemberantasan penyakit menular
yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia (infeksi paru akut) pada usia
dibawah lima tahun.
Program P2ISPA dikembangkan dengan mengacu pada konsep menajemen
terpadu pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan berbasis
wilayah. Konsep terpadu meliputi penanganan pada sumber penyakit, faktor risiko
lingkungan, faktor risiko perilaku dan kejadian penyakit dengan memperhatikan
kondisi lokal.
Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.
Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di
wilayah kerjanya.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
• Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau
sarana dan tenaga yang tersedia.
• Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar
kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
• Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat /
penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat /
paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
• Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke
rumah sakit.
• Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
• Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
• Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA,
• Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA.
15
• Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu mempunyai tugas sebagai
berikut:
• Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk
yang ada.
• Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan wheezing dan stridor.
• Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.
• Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
• Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut:
• Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
• Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
• Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas / rumah sakit terdekat.
• Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk (6)
C. Urutan Dalam Siklus Pemecahan Masalah
Setelah didapatkan data maka dilakukan penyelesaian masalah
menggunakan pendekatan manajemen, berikut adalah langkah-langkahnya:
1) Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja, kemudian
mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapaian. Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang
terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu
yang sudah ditetapkan.
16
2) Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau
kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah
dilakukan dengan menggunakan fishbone. Hal ini hendaknya jangan
menyimpang dari masalah tersebut.
3) Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mungkin harus dipilih dari sebab-
sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.
4) Menentukan alternatif pemecahan masalah
Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari
penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat
langsung pada alternatif pemecahan masalah.
5) Penetapan pemecahan masalah terpilih
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan
pemilihan pemecahan terpilih. Apabila ditemukan beberapa alternatif
maka digunakan metode matriks untuk menentukan/ memilih pemecahan
terbaik.
6) Penyusunan rencana penerapan
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA
(Plan Of Action atau rencana kegiatan).
7) Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan
pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan
baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah
dapat dipecahkan.(12)
17
Gambar 1. Diagram Analisis Masalah
Analisis masalah dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran pendekatan
sistem yang diawali dari input yang meliputi 5M, yaitu man, money, method,
material, machine, kemudian dilanjutkan dengan proses yang meliputi fungsi
manajemen (P1, P2, P3) dan manajemen mutu sehingga didapatkanlah output.
Input dan proses dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. (12)
1. Efektivitas program
Pedoman untuk mengukur efektivitas program:
Magnitude (M) : Artinya besarnya penyebab masalah yang dapat
diselesaikan, semakin besar atau banyak penyebab masalah dapat
diselesaikan maka akan semakin efektif.
Importancy (I) : Artinya pentingnya penyelesaian masalah, semakin penting
cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka akan semakin
efektif.
18
Penentuan Penyebab Masalah
Memilih Penyebab Yang Paling Mungkin
Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah
Penetapan Pemecahan Masalah Terpilih
Penyusunan Rencana Penerapan
Monitoring Dan Evaluasi
Identifikasi Masalah
Vulnerability (V) : Artinya sensitifitas cara penyelesaian masalah, semakin
sensitif maka akan semakin efektif.
2. Efisiensi pogram
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan masalah (Cost). Kriteria cost
(C) diberi nilai 1-5. Bila cost- nya makin kecil, maka nilainya mendekati 1.
Skor :
Tabel 3. Kriteria Matriks
Magnitude Importancy Vulnerability Cost1 = Tidak magnitude 1 = Tidak penting 1 = Tidak sensitif 1 = Sangat
murah2 = Kurang magnitude
2 = Kurang penting
2 = Kurang sensitive 2 = Murah
3 = Cukup magnitude
3 = Cukup penting 3 = Cukup sensitif 3 = Cukup
murah
4 = Magnitude 4 = Penting 4 = Sensitif 4 = Kurang Murah
5 = Sangat magnitude
5 = Sangat penting 5 = Sangat sensitif 5 = Tidak murah
19
BAB III
ANALISIS MASALAH
Cakupan Balita dengan pneumonia yang ditemukan/ditangani sesuai
standar dari bulan Januari-Mei 2013 adalah 12,74% dan didapatkan target SPM
yang kurang dari 100%.
Tabel 4. Cakupan Balita dengan pneumonia yang ditemukan/ditangani sesuai standar
No Indikator kinerja
Target Sasaran 1 tahun
Sasaran bulan
berjalan
Hasil kegiatan
Cakupan (%)
Pencapaian
1 Cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan/ditangani sesuai standar
100% 245 102 13 12,74% 12,74%
1. Data khusus balita yang menderita pneumonia yang ditangani
/ditemukan di seluruh desa di Kecamatan Tempuran Periode Januari-
Mei 2013
Data cakupan balita yang menderita pneumonia yang
ditangani/ditemukan di seluruh desa di kecamatan Tempuran periode
Januari-Mei 2013 diperoleh melalui data sekunder dari laporan proram
P2ISPA.
Tabel 5. Balita dengan pneumonia yang ditemukan/ditangani di Puskesmas
Tempuran
NO DESAJumlah Balita dengan
Pneumonia yang Ditangani JumlahProporsi
%Jan Feb Mar Apr Mei
1 Tempurejo 0 1 0 0 1 2 15,3%2 Prajegsari 2 0 0 1 0 3 23%3 Sidoagung 0 0 0 0 0 0 0%4 Jogomulyo 0 1 0 1 0 2 15,3%
20
5 Tanggulrejo 0 0 0 0 0 0 0%6 Ringinanom 0 0 0 0 0 0 0%7 Sumberarum 0 0 0 0 0 0 0%8 Girirejo 0 0 0 0 0 0 0%9 Kalisari 0 0 0 0 0 0 0%10 Tugurejo 0 3 1 0 2 6 46,1%11 Growong 0 0 0 0 0 0 0%12 Temanggal 0 0 0 0 0 0 0%13 Bawang 0 0 0 0 0 0 0%14 Kemutuk 0 0 0 0 0 0 0%15 Pringombo 0 0 0 0 0 0 0%
Jumlah 2 5 1 2 3 13 100%
Dari seluruh desa Kecamatan Tempuran, desa dengan jumlah kasus
pneumonia tertinggi periode Januari-Mei 2013 adalah Desa Tugurejo
dengan 6 kasus (proporsi 46,1%). Desa dengan jumlah kasus pneumonia
tertinggi kedua adalah Desa Prajegsari dengan 3 kasus (proporsi 23%),
sementara Desa Tempurejo dan Jogomulyo didapatkan 2 kasus (proporsi
15,3%). Sedangkan di Desa Sidoagung, Tanggulrejo, Ringinanom,
Sumberarum, Girirejo, Kalisari, Growong, Temanggal, Bawang, Kemutuk,
dan Pringombo tidak ditemukan kasus pneumonia.
2. Data khusus balita yang menderita ISPA yang ditangani /ditemukan
di seluruh desa Kecamatan Tempuran Periode Januari-Mei 2013
Tabel 6. Balita dengan ISPA yang ditemukan/ditangani di Puskesmas Tempuran
NO DESAJumlah Balita dengan ISPA yang
Ditangani Jumlah Proporsi (%)Jan Feb Mar Apr Mei
1 Tempurejo 18 52 50 25 32 177 21,5%2 Prajegsari 16 28 22 2 5 73 8,8%3 Sidoagung 10 26 11 16 15 78 9,4%4 Jogomulyo 13 41 22 24 24 124 15%5 Tanggulrejo 10 31 14 15 10 80 9,7%6 Ringinanom 12 28 11 19 11 81 9,8%7 Sumberarum 11 20 14 11 8 64 7,7%
21
8 Girirejo 5 17 11 8 5 46 5,6%9 Kalisari 7 8 16 9 8 48 5,8%10 Tugurejo 3 5 3 0 8 19 2,3%11 Growong 1 5 0 0 0 6 0,7%12 Temanggal 0 1 0 0 2 3 0,1%13 Bawang 0 2 3 0 1 6 0,7%14 Kemutuk 0 1 2 2 0 5 0,6%15 Pringombo 0 8 1 2 1 12 1,4%
Jumlah 106 273 180 133 130 822 100%
Dari seluruh desa Kecamatan Tempuran, desa dengan jumlah kasus ISPA
tertinggi periode Januari-Mei 2013 adalah Desa Tempurejo dengan 177 kasus
(proporsi 21,5%). Sedangkan desa dengan jumlah kasus ISPA terendah periode
Januari-Mei 2013 adalah Desa Temanggal dengan 3 kasus (proporsi 0,1%).
22
BAB IV
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Teori
23Gambar 2. Kerangka Teori
INPUT
Man :
Koordinator program P2ISPA
Dokter, perawat, bidan
Money : Dana Operasional Puskesmas
Method : Pasien balita dibawa ke ruangan MTBS dan akan diperiksa oleh bidanTerdapatnya SOP mengenai pneumonia
Material : ruang Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Balai Pengobatan Umum serta 74 Posyandu yang tersebar di 15 desa
Machine : stetoskop, termometer, ARI (Acute Respiratoryt Infection) Timer, media promosi (poster, brosur)
PROSES
P1 : Perencanaan dan penjadwalan pemeriksaan di MTBS puskesmas dan posyandu, perencanaan penyuluhan
P2 : Pelaksanaan program P2ISPA di MTBS dan di Balai Pengobatan Umum sesuai SOP
Pelaksanaan posyandu dengan koordinasi perangkat dusun dan kader
Pelaksanaan penyuluhan
P3 : Pencatatan dan pelaporan kasus pneumonia oleh koordinator P2M
Pengawasan bulanan oleh kepala puskesmas
CAKUPAN BALITA DENGAN
PNEUMONIA YANG DITEMUKAN
LINGKUNGAN
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit pneumonia
Perilaku berobat masyarakat untuk pergi ke pelayanan kesehatan
B. Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka Konsep
24
Faktor Intrinsik Balita:
UmurJenis kelaminStatus giziStatus imunisasiRiwayat BBLRRiwayat ASI eksklusif
Faktor Ektrinsik:
Kondisik fisik rumahPerilaku ibu BalitaPengetahuan ibu BalitaTingkat jangkauan ke pelayanan kesehatan
Cakupan Balita Dengan Pneumonia yang Ditemukan di
Puskesmas Tempuran Faktor tenaga kesehatan
(dokter, perawat, bidan) :
Tingkat kepatuhan SOP untuk penanganan pneumonia di puskesmas dan wilayah kerja puskesmas
Faktor Koordinator P2ISPA:
Pencatatan dan pelaporan balita dengan pneumonia di puskesmas dan wilayah kerja puskesmas
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode observasional, dengan rancangan
penelitian cross sectional.
B. Jenis Data yang Diambil
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 5 Juli 2013 sampai 8 Juli 2013. Jenis
data yang diambil adalah:
1. Data primer, diperoleh melalui:
a) Pengamatan kepada petugas kesehatan di Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap SOP.
b) Daftar pertanyaan (kuesioner) terstruktur kepada orang tua balita dengan
riwayat ISPA yang bertempat tinggal di Dusun Punduhsari I, Desa Tempurejo
tentang identitas diri, data umum dana pelayanan kesehatan, data umum
mengenai jangkauan pelayanan kesehatan, riwayat penyakit Balita, tingkat
pengetahuan mengenai penyakit pneumonia, dan perilaku. Kuesioner
ditanyakan kepada 30 responden.
c) Hasil wawancara terhadap koordinator P2 ISPA.
2. Data sekunder diperoleh dari laporan yang ada di petugas koordinator program
P2 ISPA Puskesmas Tempuran.
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk menentukan penyebab
masalah rendahnya cakupan Balita dengan pneumonia yang ditemukan. Data
kemudian diolah untuk mengidentifikasi permasalahan.
B. Batasan Pengkajian
1. Batasan Judul
Laporan kegiatan dengan judul “Rencana Peningkatan Cakupan Balita
dengan Pneumonia yang Ditemukan di Puskesmas Tempuran Kabupaten Magelang,
Evaluasi Program P2ISPA Puskesmas Tempuran”. Penulisan tugas mandiri ini
dilakukan untuk menganalisis faktor–faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan
balita dengan pneumonia yang ditemukan, menentukan alternatif pemecahan
masalah dan prioritas pemecahan masalah serta merencanakan kegiatan yang akan
25
dilakukan. Cakupan yang dianalisis hanya 5 bulan, yaitu bulan Januari – Mei 2013,
sesuai dengan hasil cakupan bulan berjalan SPM 2013, dimana pencapaian cakupan
yang diraih Puskesmas Tempuran masih di bawah target pencapaian yang ditetapkan
Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang.
2. Definisi Operasional
a. Program P2 ISPA
Adalah salah satu program yang ada di Puskesmas tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang dibagi dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan bukan pneumonia.
b. Sasaran
Adalah perkiraan kasus pneumonia pada Balita di Puskesmas Tempuran
(5,12% x 10% x jumlah penduduk).
c. Cakupan
Adalah persentase hasil perbandingan antara jumlah Balita dengan
pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar dengan jumlah
perkiraan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Tempuran Kabupaten
Magelang (5,12% x 10% x jumlah penduduk).
d. Balita
Adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (Batita) dan anak usia 3-5
tahun (prasekolah).
e. Pneumonia
Adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
f. Ditemukan atau Ditangani Sesuai standar
Adalah penemuan atau penanganan suatu masalah atau penyakit sesuai
dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ada.
g. SOP
Adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan,
dimana, dan oleh siapa. SOP dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam
proses pelaksanaan kegiatan yang akan mengganggu kinerja organisasi secara
keseluruhan. SOP merupakan mekanisme penggerak organisasi/lembaga agar
dapat berjalan/berfungsi secara efektif dan efisien.
26
h. Kepatuhan
Adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku
yang disarankan. Tingkat kepatuhan baik bila CR (compliance rate) > 80%.
i. Puskesmas Tempuran
Puskesmas yang beroperasi di kecamatan Tempuran.
j. Kabupaten Magelang
Adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah.
k. Periode Januari-Mei 2013
Kurun waktu selama lima bulan yang dimulai dari bulan Januari 2013
hingga Mei 2013.
l. Pelatihan
Adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja
seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.
Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk
pekerjaan yang sekarang dilakukan.
m. Pencatatan
Adalah kegiatan atau proses pendokumentasian suatu aktifitas dalam bentuk
tulisan. Pencatatan dilakukan di atas kertas, disket, pita nam, pita film. Bentuk
catatan dapat berupa tulisan, grafik, gambar dan suara.
n. Pengetahuan
Adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki
yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan – tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003).
- Tingkat pengetahuan baik bila skor >80%-100%
- Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-80%
- Tingkat pengetahuan kurang bila skor <60%
o. Kesadaran
Adalah suatu tingkat kesiagaan individu terhadap stimulus internal
maupun eksternal, yaitu terhadap peristiwa – peristiwa lingkungan dan sensasi
tubuh, memori dan pikiran.
27
p. Perilaku
Adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan atau
sikap, tidak saja badan atau ucapan, baik yang dapat diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Lingkup lokasi : Puskesmas Tempuran, Kabupaten Magelang
b. Lingkup waktu : Januari 2013 sampai Mei 2013
c. Lingkup sasaran : Perkiraan kasus pneumonia pada Balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Tempuran (5,12% x 10% x jumlah penduduk)
d. Lingkup metode : Wawancara, kuesioner, pencatatan, dan pengamatan
4.Batasan Masalah
Batasan masalah ditujukan untuk mempermudah pemahaman agar lebih
terarah, jelas dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Maka dalam hal
ini hanya dibatasi menegenai tinjauan belum tercapainya target cakupan Balita
dengan pneumonia yang ditemukan di Puskesmas Tempuran Kabupaten Magelang
periode Januari 2013-Mei 2013.
5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
Dokter, perawat, dan bidan yang ada di MTBS dan Balai Pengobatan
Umum di Puskesmas Tempuran.
Ibu yang mempunyai Balita yang menderita ISPA selama 5 bulan terakhir
yang bertempat tinggal di Dusun Punduhsari I, Desa Tempurejo, yang
bersedia diwawancarai.
b. Kriteria Eksklusi
Ibu yang mempunyai balita yang pernah menderita ISPA di luar jangka
waktu 5 bulan terakhir, yang bertempat tinggal di Dusun Punduhsari I,
Desa Tempurejo.
28
Ibu yang mempunyai balita yang menderita ISPA selama 5 bulan terakhir
yang bertempat tinggal di dusun Punduhsari I, desa Tempurejo, yang tidak
bersedia diwawancarai.
29
BAB VI
HASIL PENELITIAN
A. Data Umum Desa Tempurejo
1. Keadaan Geografis
1) Letak Wilayah Desa Tempurejo
Desa Tempurejo berada di Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang, Jawa Tengah.
2) Peta Wilayah Desa Tempurejo
Peta wilayah Desa Tempurejo Kecamatan Tempuran adalah sebagai
berikut :
Gambar 4. Peta Desa Tempurejo
3) Batas Wilayah Desa Tempurejo
Desa Tempurejo merupakan salah satu desa di Jawa Tengah yang terletak di
wilayah industri Kabupaten Magelang dengan batas desa :
30
Sebelah Utara : Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Timur : Sungai Progo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Selatan: Desa Sumber Arum Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Barat : Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Secara Geografis terletak pada 70º32’33’’ LS dan 110º10’50’’ BT.
4) Luas Wilayah Desa Tempurejo
Luas wilayah Desa 342,6 Ha, yang terbagi menjadi 10 dusun dengan
12 RW dan 52 RT yang meliputi :
Tabel 7. Jumlah RT dan RW di masing-masing Dusun
2. Keadaan Demografi
1) Data Penduduk
Jumlah penduduk Desa Tempurejo tercatat berjumlah 6.995 jiwa.
2) Jumlah Penduduk Menurut Dusun
31
No Dusun RW RT1 Ngandong 1 32 Semirejo 2 73 Tempursari 2 84 Banjaran 1 65 Banjarsari 1 46 Bolobatur 1 37 Punduhsari I 1 58 Punduhsari II 1 69 Jambu 1 610 Turus 1 4Jumlah 12 52
Tabel 8. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Dusun Jenis KelaminLaki-laki Perempuan
1 Ngandong 187 1872 Semirejo 368 3453 Tempusari 505 5494 Banjaran 545 5705 Banjarsari 209 2156 Bolobatur 227 2037 Punduhsari I 478 4298 Punduhsari II 393 3899 Jambu 359 32010 Turus 275 242
Jumlah 3546 3449
3) Jumlah Balita periode Januari-Mei 2013
Tabel 9. Jumlah Balita periode Januari-Mei 2013
No. DesaJumlah Balita
Jan Feb Mar Apr Mei1 Tempurejo 555 547 543 523 538
4) Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
5) Kesehatan
Tabel 11. Jumlah Sarana Kesehatan
32
No Mata Pencaharian Jumlah1 PNS 782 ABRI/POLRI 433 Pensiunan 1124 Petani 2885 Swasta 9546 Pedagang 4657 Buruh Tani 2288 Tukang 81
No Sarana Jumlah1 Polindes 12 Bidan 43 Klinik kesehatan 2
6) Pendidikan
Tabel 12. Jumlah Sarana Pendidikan
No Sarana Jumlah1 Play group/ PAUD 12 TK 63 SD 64 SMP/MTs 25 Pondok pesantren 4
B. Hasil Survei
1. Hasil Pengamatan Tingkat Kepatuhan terhadap SOP dalam
Penatalaksanaan ISPA pada Balita
Tabel dibawah ini menunjukan pengamatan yang dilakukan di balai
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas Tempuran selama 3 hari,
yaitu pada hari Jumat, Sabtu, dan Senin pada tanggal 5−8 Juli 2013 terhadap 3 bidan
yang berbeda mengenai tingkat kepatuhan SOP penatalaksanaan ISPA,
mendapatkan 6 orang pasien balita yang dipilih dengan keluhan batuk.
Tabel 13. Checklist pengamatan terhadap bidan di MTBS dengan menggunakan SOP Kementrian Kesehatan RI 2010 dalam menangani pasien dengan ISPA
No SOP dalam penatalaksanaan ISPA
HARI KE-1 HARI KE-2 HARI KE-3Pasien 1 Pasien 2 Pasien 1 Pasien 2 Pasien 1 Pasien 2Y T Y T Y T Y T Y T Y T
1. Petugas melakukan anamnesis :I. Identitas :
- Nama- Umur
√√
√√
√√
√√
√√
√√
II. Keluhan utamaa. Batuk √ √ √ √ √ √b. Demam √ √ √ √ √ √c. Sesak nafas √ √ √ √ √ √d. Kejang √ √ √ √ √ √e. Makan/minum/BB √ √ √ √ √ √
III.RPD- Gejala ini √ √ √ √ √ √
33
sebelumnya- Kapan- Berapa lama- Tindakan yang
diperoleh/diberikan
√√√
√√√
√√√
√√√
√√√
√√√
2. Petugas melakukan pemeriksaan
- Frekwensi nafas dengan ARI Timer
- Suhu badan dengan termometer
- Nadi- Tarikan dinding
dada- Stridor- Wheezing- Timbang BB
√
√√√
√
√
√√
√√√
√
√
√√
√√√
√
√
√√
√√√
√
√
√ √√
√√√
√
√
√√
√√√
√
√
3. Petugas menentukan klasifikasi dan diagnosa secara tepat (pneumonia, peumonia berat, non pneumonia)
√ √ √ √ √ √
4. Petugas menentukan terapi sesuai klasifikasi dan diagnosa ISPA
√ √ √ √ √ √
5. Petugas mendeteksi tanda bahaya
√ √ √ √ √ √
6. Petugas merujuk/ merawat inap pasien bila ada salah 1 tanda bahaya
√ √ √ √ √ √
7. Petugas melaksanakan konseling- Menjelaskan tanda dan
gejala serta bahaya ISPA
- Dua hari kontrol untuk pneumonia
- Anjurkan kembali bila keadaan umum memburuk
- Jelaskan cara pemberian obat
- Jelaskan cara perawatan di rumah
- Jelaskan tentang gizi balita
- Jelaskan tentang kebersihan diri dan lingkungan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
34
8. Petugas memasukan ke status rawat jalan √ √ √ √ √ √
Total 16 14 16 14 13 17 13 17 14 16 14 16
Keterangan :
∑ ya
Tingkat Kepatuhan = ------------------- X 100%
∑ ya + tidak
Tingkat kepatuhan baik > 80 %
Tabel 14. Tingkat kepatuhan SOP terhadap pasien
Bidan 1 Bidan 2 Bidan 3
Pasien
1
Pasien
2
Compliance Rate rata-rata = 53% + 43% + 46% = 47,33% 3
Dari tabel dan perhitungan diatas menunjukan bahwa tingkat kepatuhan dari
3 bidan yang berbeda terhadap SOP dalam penatalaksanaan ISPA di MTBS
Puskesmas Tempuran adalah kurang baik berdasarkan compliance rate rata-rata
yang kurang dari 80% yaitu 47,33%.
2. Hasil Wawancara dengan Pengelola Program P2ISPA Puskesmas Tempuran
Menurut informasi yang di dapatkan dari pengelola Program P2 ISPA yaitu
Bapak Noor Hidayanto, penemuan kasus pneumonia hanya bersifat pasif yaitu hanya
terbatas di Puskesmas ataupun Posyandu, namun jumlahnya lebih banyak yang
ditemukan di Puskesmas. Penanganan kasus tersebut sepenuhnya dilakukan di
35
16X 100% =53%
(16+14)
13X 100% =43%
(13+17)
14
X 100% =46%
(14+16)
16X 100% =53%
(16+14)
13X 100% =43%
(13+17)
14X 100% =46%
(14+16)
Puskesmas. Kemudian belum adanya pelatihan khusus mengenai pneumonia kepada
perawat atau bidan. Dari hasil wawancara juga didapatkan SOP (Standard
Operational Procedure) tertulis untuk penangan balita dengan pneumonia yang
dapat digunakan sebagai acuan standar pelayanan, namun setelah dilakukan
pengamatan secara langsung, SOP kurang dipatuhi petugas kesehatan.
Hasil wawancara secara lengkap dirangkum dalam format sebagai berikut :
Tabel 15. Hasil wawancara dengan Koordinator Program P2ISPA secara lengkapNo.
Input Pertanyaan Jawaban
1. Man 1. Siapa saja yang termasuk dalam program P2ISPA?
2. Siapa yang melakukan pemeriksaan awal pneumonia?
3. Siapa yang menegakkan diagnosis, klasifikasi dan pengobatan pneumonia?
4. Apakah terdapat pelatihan khusus mengenai pneumonia kepada bidan, perawat dan koordinator P2ISPA?
1. Dokter, perawat, bidan2. Di puskesmas, dilakukan
oleh bidan di MTBS dan perawat di Balai Pengobatan Umum. Untuk di Posyandu sendiri hanya dilakukan oleh bidan desa dan apabila ditemukan bayi yang dicurigai terdapat gejala-gejala pneumonia maka disarankan dilakukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut ke Puskesmas
3. Dilakukan sepenuhnya oleh dokter
4. Tidak ada pelatihan khusus tentang pneumonia
2. Machine 5. Alat apa saja yang dgunakan untuk mendiagnosis pneumonia?
6. Apakah tersedia obat di apotek untuk pengobatan pneumonia?
7. Apakah terdapat buku pedoman khusus untuk penyakit ataupun program pneumonia dan SOP (Standard Operational Procedure) bagi petugas?
8. Apakah terdapat media promosi seperti poster
5. Stetoskop anak, ARI timer, termometer namun fasilitas rontgen beulm tersedia
6. Iya, tersedia7. Terdapat SOP untuk
penanganan ISPA namun tidak ada buku pedoman khusus untuk penyakit ataupun program pneumonia
8. Terdapat poster dan brosur di MTBS namun tidak dibagikan untuk masyarakat
36
maupun brosur tentang pneumonia yang terdapat di lingkungan puskesmas?
3. Material 9. Perlengkapan apa saja yang disediakan puskesmas untuk balita dengan penyakit pneumonia?
9. Terdapat ruangan khusus yaitu ruang Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Balai Pengobatan Umum untuk penanganan balita dengan pneumonia
4. Money 10. Darimana dana berasal untuk menjalankan program P2ISPA?
10. Dana untuk program P2ISPA berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan
5. Method 11. Bagaimana cara penemuan kasus balita dengan pneumonia di Puskesmas Tempuran?
12. Bagaimana penggunaan SOP ISPA untuk kasus balita dengan pneumonia?
11. Penemuan kasus balita dengan pneumonia hanya bergantung pada kunjungan balita dengan pneumonia ke Puskesmas Tempuran. Pertama kali pasien balita datang ke puskesmas akan diarahkan ke ruang MTBS dan ditangani oleh bidan kemudian akan dikirim ke Balai Pengobatan Umum untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter.
12. Untuk penggunaan SOP mengenai pneumonia dirasakan belum maksimal yang seharusnya dapat menjadi acuan standar bagi para petugas kesehatan untuk penangan kasus tersebut
Proses Pertanyaan Jawaban6. P1 13. Apakah dilakukan
perencanaan kegiatan program P2ISPA? Kapan?
14. Apakah salah satunya ada perencanaan untuk dilakukan penyuluhan atau pembuatan poster?
13. Ya, setiap bulan14. Belum terdapat perencanaan
kegiatan penyuluhan langsung ke masyarakat dan pembuatan poster ataupun brosur untuk memberikan informasi ke masyarakat mengenai pneumonia
7. P2 15. Kapan dilaksanakan program P2ISPA?
15. Pelaksanaan program P2ISPA di Puskesmas Tempuran dilakukan setiap
37
hari baik di MTBS maupun Balai Pengobatan Umum. Sementara posyandu dilaksanakan rutin setiap bulan.
8. P3 16. Siapa yang melakukan pengawasan terhadap program P2ISPA dan bagaimana caranya?
17. Bagaimana cara koordinator P2ISPA dalam mengawasi kasus pneumonia?
18. Apakah pencatatan dari kasus pneumonia itu sudah termasuk kasus pneumonia dari pelayanan kesehatan lain di wilayah kerja puskesmas Tempuran?
19. Setelah dilakukan pelaporan ke kepala puskesmas, apakah data tersebut dilaporkan ke DinKes?
16. Kepala puskesmas melakukan pengawasan langsung melalui laporan bulanan yang diberikan koordinator program P2 ISPA
17. Dilakukan evaluasi terhadap data pasien pneumonia yang ada di SIMPUS setiap minggu
18. Tidak pernah dilakukan pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain seperti dokter praktek swasta, klinik kesehatan, bidan praktek di wilayah kerja Puskesmas Tempuran
19. Iya, data yang telah dilaporkan ke kepala puskesmas kemudian akan dilaporkan ke DinKes setiap bulannya.
9. Lingkungan 20. Bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai pneumonia?
21. Bagaimana perilaku masyarakat untuk berobat ke puskesmas?
22. Apakah menurut anda adakah hambatan dalam sarana transportasi maupun jarak bagi masyarakat untuk menjangkau Puskesmas Tempuran?
20. Dari segi pengetahuan, mayoritas warga belum mengetahui tentang penyakit pneumonia.
21. Perilaku masyarakat untuk berobat ke puskesmas sudah cukup baik.
22. Dari segi akses untuk menjangkau Puskesmas Tempuran tidak terdapat hambatan, baik transportasi ataupun jarak ke Puskesmas Tempuran.
3. Hasil Survei Dengan Pengisian Kuesioner
Dari hasil survei yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2013 di Dusun
Punduhsari I, dengan jumlah 30 responden yaitu orang tua balita yang memiliki
38
riwayat ISPA. Kuesioner meliputi identitas diri, data umum dana pelayanan
kesehatan, data umum mengenai jangkauan pelayanan kesehatan, riwayat penyakit,
tingkat pengetahuan mengenai penyakit tersebut, dan perilaku. Tujuan dari
pembuatan kuesioner adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kunjungan balita dengan pneumonia ke Puskesmas.
Tabel 16. Hasil Survei Identitas Diri dan Data Umum
Pertanyaan Jumlah PresentaseIDENTITAS/DATA DIRI
Nama Orangtua :Umur Orangtua :Pendidikan :Nama Balita :Umur Balita :
30 100%
DATA UMUM1.Apakah anda termasuk peserta Jamkesmas?
a. Yab. Tidak
255
83,3%16,6%
2. Dimana tempat pelayanan kesehatan yang dikunjungi jika Balita anda sakit?
a. Puskesmasb. Posyanduc. Rumah Sakit Umumd. Praktek dokter umum swastae. Praktek dokter spesialis swastaf. Bidang. Lain-lain................................
24--2-4
80%--
6,6%-
13,3%
3. Berapa jarak ke Puskesmas dari rumah anda?a. 1 – 3 kmb. > 3 km
30-
100%-
4.Kendaraan apakah yang anda gunakan ke tempattersebut?
a. Angkutan Umumb. Motorc. Jalan Kaki
228-
73,3%26,6%
-5. Berapa berat badan anak anda saat dilahirkan?a. > 2500 gramb. < 2500 gram
30-
100%-
Kesimpulan dari Tabel 16, dari 30 responden didapatkan bahwa 24 responden
(80%) yang membawa balitanya ke Puskesmas jika sakit, selebihnya 2 responden (6,6%)
membawa balitanya ke praktek dokter swasta dan 4 responden (13,3%) ke bidan. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak semua ibu Balita membawa anaknya ke Puskesmas jika sakit.
Dari segi akses, didapatkan jarak Puskesmas yang cukup terjangkau dari rumah yaitu
39
kurang dari 3 km (100%) dan Puskesmas dapat dijangkau dengan angkutan umum
(73,3%) maupun motor (26,6%). Dari 30 responden, tidak ada yang memiliki riwayat
BBLR, dimana BBLR merupakan salah satu faktor intrinsik yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya pneumonia pada Balita.
Tabel 17. Hasil Survei Tentang Perilaku
PERILAKU6. Apakah anda selalu membawa anak anda kePosyandu?
a. Yab. Tidak, alasan................
30-
100%
7. Apakah anda segera membawa anak anda ke pelayanan kesehatan bila mengalami batuk pilek?a. Yab. Tidak, alasan......................
30-
100%
8. Apakah anda tidak menggunakan kayu bakar untuk memasak sehari-hari?
a. Yab. Tidak
1911
63,3%36,7%
9. Apakah terdapat lubang pembuangan asap di dapuranda?
a. Yab. Tidak
-30 0%
10. Apakah anda membuka jendela minimal 1 jam setiap hari?
a. Yab. Tidak
246
80%20%
11. Apakah tidak ada anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah?
a. Yab. Tidak
1317
43,4%56,6%
12. Apakah balita anda mendapatkan ASI ekslusifsaat berusia 0-6 bulan?
a. Yab. Tidak, alasan............................
30-
100%
13. Apakah anak anda mendapatkan imunisasi sesuaiusianya?
a. Yab. Tidak
30-
100%
14. Apakah anda akan membawa balita anda kepelayanan kesehatan jika balita anda mengalami sesak napas?
a. Yab. Tidak
30-
100%
40
Tabel 18. Jawaban Kuesioner Tentang Perilaku
KK Nomor Pertanyaan Skoring Kriteria penilaian6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B3 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B4 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B5 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6 B6 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 B7 1 1 0 0 0 0 1 1 1 5 B8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B9 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 B10 1 1 1 0 0 1 1 1 1 7 B11 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B12 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B13 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6 B14 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B15 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 B16 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B17 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B18 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6 B19 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B20 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6 B21 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 B22 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B23 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B24 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B25 1 1 0 0 0 1 1 1 1 6 B26 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 B27 1 1 1 0 0 1 1 1 1 7 B28 1 1 0 0 0 0 1 1 1 5 B29 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 B30 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6 B
0 = Jawaban Tidak Perilaku baik : 5-9
1 = Jawaban ya Perilaku buruk: 1-4
Tabel 19. Kriteria Penilaian Perilaku
Kesimpulan dari Tabel 17 mengenai perilaku, dari 30 responden semua rutin membawa
Balita-nya ke Posyandu, anaknya diberikan ASI eksklusif dan imunisasi sesuai usia
(100%). Seluruh responden mengatakan akan membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan jika mengalami batuk pilek maupun sesak napas (100%). Dari 30 responden,
41
Kriteria Penilaian Jumlah Responden PersentasePerilaku baik 30 100%
Perilaku buruk 0 0%Total 30 100%
masih ada 11 responden yang menggunakan kayu bakar untuk memasak (36,7%).
Seluruh responden juga tidak memiliki lubang pembuangan asap dapur (100%). 17
responden yang Balita-nya tinggal dengan orang yang memiliik kebiasaan merokok
(56,6%). Diketahui Balita yang terpapar asap pembakaran seperti asap dapur dan rokok
diketahui lebih berisiko mengalami pneumonia. Dari segi ventilasi rumah, 24 responden
(80%) membuka jendela minimal 1 jam sehari. Berdasarkan kriteria penilaian yang ada,
hasil survei menunjukkan seluruh responden berperilaku baik (100%).
Tabel 20. Hasil Survei Tentang Pengetahuan Ibu
PENGETAHUAN15. Apakah anda mengetahui penyakit dengan gejala sesak napas pada anak yang disertai dengan demam (pneumonia)?
a. Yab. Tidak, lanjut ke no.16
624
20%80%
16. Apakah anda mengetahui gejala-gejala lain penyakit tersebut?
a. Yab. Tidak
282
23,4%6,6%
17. Apakah menurut anda jika balita anda mengalamisesak dan panas tinggi itu berbahaya?
a. Yab. Tidak
30-
100%
18. Apakah anda tahu penyakit batuk pilek dapat berkembang menjadi pneumonia?
a. Yab. Tidak
426
13,3%86,6%
19. Apakah anda pernah mendapatkan penjelasanatau penyuluhan dari Puskesmas mengenaipenyakit tersebut?
a. Yab. Tidak
-30
0%
Tabel 21. Jawaban Kuesioner Tentang Pengetahuan Ibu
KK Nomor Pertanyaan Skoring Kriteria penilaian15 16 17 18 19
1 0 0 1 0 0 1 K2 0 0 1 0 0 1 K3 0 0 1 0 0 1 K4 0 0 1 0 0 1 K5 0 0 1 0 0 1 K6 0 0 1 0 0 1 K7 1 0 1 1 0 3 B
42
8 0 0 1 0 0 1 K9 1 0 1 0 0 2 K10 0 0 1 0 0 1 K11 0 0 1 0 0 1 K12 0 0 1 0 0 1 K13 0 0 1 0 0 1 K14 1 1 1 1 0 4 B15 0 0 1 0 0 1 K16 0 0 1 0 0 1 K17 0 0 1 0 0 1 K18 0 0 1 0 0 2 K19 1 0 1 1 0 3 B20 0 0 1 0 0 1 K21 0 0 1 0 0 1 K722 0 0 1 0 0 1 K23 0 0 1 0 0 1 K24 0 0 1 0 0 1 K25 1 0 1 1 0 3 B26 0 0 1 0 0 1 K27 0 0 1 0 0 1 K28 1 1 1 0 0 3 B29 0 0 1 0 0 1 K30 0 0 1 0 0 1 K
0 = Jawaban Tidak Pengetahuan baik : 3-5
1 = Jawaban Ya Pengetahuan kurang : 1-2
Tabel 22. Kriteria Penilaian Pengetahuan Ibu
Kesimpulan Tabel 20, dari 30 responden, 24 responden (80%) tidak mengetahui apa itu
penyakit pneumonia. Hanya 4 responden yang mengetahui jika batuk pilek dapat
berkembang menjadi pneumonia. Seluruh responden mengaku belum pernah mendapat
pneyuluhan mengenai pneumonia dari Puskesmas. Sehingga dapat disimpulkan hasil
survei menunjukkan 5 responden (16,6%) mempunyai pengetahuan yang baik, dan 25
responden (83,3%) mempunyai pengetahuan yang kurang.
C. Kesimpulan Hasil Penelitian
Dari hasil pengamatan tingkat kepatuhan SOP dalam penatalaksanaan
ISPA terhadap 3 bidan yang berbeda, didapatkan hasil compliance rate rata-rata
sebesar 47,33% dimana hal tesebut menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
petugas terhadap SOP masih belum maksimal.
43
Kriteria Penilaian Jumlah Responden PersentasePengetahuan baik 5 16,6%
Pengetahuan kurang 25 83,3%Total 30 100%
Dari hasil kuesioner didapatkan tidak semua masyarakat berobat ke
Puskesmas. Dari segi akses, dapat disimpulkan tidak terdapat hambatan, baik
sarana transportasi ataupun jarak untuk menjangkau Puskesmas Tempuran. Dari
30 responden seluruhnya berperilaku baik. Dari 30 responden hanya 5 responden
yang memiliki pengetahuan baik. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang pneumonia.
BAB VII
PEMBAHASAN
A. Analisis Penyebab Masalah
Berdasarkan hasil penelitian, yang menjadi penyebab masalah dari kurangnya
cakupan balita dengan pneumonia yang ditemukan adalah kurangnya tingkat kepatuhan
petugas kesehatan terhadap SOP penatalaksanaan ISPA, kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai pneumonia, serta tidak semua masyarakat berobat ke Puskesmas.
Berdasarkan pendekatan sistem, dapat ditelaah penyebab-penyebab dari kurangnya
balita dengan pneumonia yang ditemukan. Masalah tersebut dapat disebabkan oleh input,
lingkungan dan proses. Input terdiri dari 5 komponen, yaitu: Man, Money, Method,
Material, dan Machine. Sedangkan pada proses terdiri dari P1 (perencanaan), P2
(pergerakkan dan pelaksanaan), dan P3 (pengawasan, pengendalian, dan penilaian).
Disamping itu, lingkungan dapat mempengaruhi input dan proses.
Tabel 23. Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan Pendekatan Sistem
INPUT KELEBIHAN KEKURANGANMAN - Sumber daya manusia yang ada
di program P2 ISPA terdiri dari dokter, perawat dan bidan- Terdapat koordinator P2ISPA
1.Yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, namun juga perawat yang belum mendapatkan pelatihan mengenai P2ISPA2. Belum semua tenaga medis dan perawat mendapatkan pelatihan P2ISPA3. Kurangnya tingkat kepatuhan terhadap SOP
MONEY - Dana tersedia dari Puskesmas untuk Operasional
-
44
METHOD - Pasien Balita dibawa ke ruangan MTBS dan akan diperiksa oleh Bidan
- Terdapatnya SOP mengenai pneumonia
4. Kurang dipatuhinya SOP yang ada
MATERIAL - Tersedia 74 buah Posyandu di 15 desa yang termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran- Puskesmas mempunyai ruangan khusus yaitu ruangan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Balai Pengobatan Umum untuk penangan balita pneumonia
-
MACHINE - Terdapat stetoskop, termometer, ARI Timer
- Tersedia obat-obatan termasuk antibiotik yang dibutuhkan untuk pengobatan pneumonia
- Terdapat SOP di buku panduan MTBS
5.Tidak terdapat media promosi seperti poster dan brosur tentang pneumonia untuk masyarakat
PROSES KELEBIHAN KEKURANGANP1
(Perencana-an)
- Setiap bulan selalu dilakukan penyusunan rencana untuk kegiatan berikutnya
6. Belum ada perencanaan untuk penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia
P2(Penggerakan,Pelaksanaan)
- Pelaksanaan program P2ISPA dipuskesmas dilakukan setiap hari di MTBS dan di balai pengobatan umum
- Posyandu dilakukan setiap bulan
7. Dalam pelaksanaan program petugas di MTBS kurang maksimal dalam penggunaan SOP
P3(Penilaian,
pengawasan, Pengendalian)
- Kepala puskesmas melakukan pengawasan langsung melalui laporan bulan yang diberikan oleh koordinator program
- Dilakukan evaluasi terhadap data pasien pneumonia yang ada di SIMPUS
8. Tidak ada umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain seperti RSU dan praktek dokter swasta yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Tempuran
LINGKU-NGAN KELEBIHAN KEKURANGAN
- Sarana transportasi untuk menjangkau puskesmas relatif mudah dan jarak tidak begitu jauh (1-3 km)
- Tingkat perilaku berobat
9.Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pneumonia10.Tidak semua masyarakat berobat ke puskesmas, ada
45
masyarakat yang baik juga yang ke pelayanan kesehatan lain
B. Rekapitulasi Penyebab Masalah
Berdasarkan analisis pendekatan sistem, maka didapatkan penyebab masalah
adalah sebagai berikut :
1. Yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, namun juga perawat yang
belum mendapatkan pelatihan mengenai P2ISPA
2. Belum semua tenaga medis dan perawat mendapatkan pelatihan P2ISPA
3. Kurangnya tingkat kepatuhan terhadap SOP
4. Kurang dipatuhinya SOP yang ada
5. Tidak terdapat media promosi seperti poster dan brosur tentang pneumonia untuk
masyarakat
6. Belum ada perencanaan untuk penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur
tentang pneumonia
7. Dalam pelaksanaan program petugas di MTBS kurang maksimal dalam
penggunaan SOP
8. Tidak ada umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan
pneumonia dari pelayanan kesehatan lain seperti RSU dan praktek dokter swasta
yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Tempuran
9. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia
10. Tidak semua masyarakat berobat ke puskesmas, ada juga yang ke pelayanan
kesehatan lain
46
47
PROSES
P2Belum maksimalnya penggunaan SOP di MTBS
P1Belum ada perencanaan untuk penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia
P3Tidak adanya umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain
Money
MethodBelum maksimalnya
penggunaan SOP di MTBS
INPUT
LingkunganTidak semua masyarakat berobat ke
puskesmas, ada juga yang ke pelayanan kesehatan lain
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia
Material
.
ManYang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, namun terkadang perawat yang belum mendapatkan yang belum mendapatkan pelatihan mengenai P2ISPABelum semua tenaga medis dan perawat mendapatkan pelatihan P2ISPAKurangnya tingkat kepatuhan SOP di MTBS
pelatihan mengenai pneumonia.MachineTidak terdapat poster dan brosur tentang pneumonia yang dibagikan untuk masyarakat
Cakupan Balita dengan Pneumonia yang ditemukan/ditangani sesuai standar di Puskesmas Tempuran 12,74% dari target 100%
Gambar 5. Diagram Fish Bone
48
C. Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 24. Alternatif Pemecahan Masalah
PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
1. Yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, namun juga perawat yang belum mendapatkan pelatihan mengenai P2ISPA
1. Usulan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
2. Belum semua tenaga medis dan perawat mendapatkan pelatihan P2ISPA
2. Usulan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
3. Kurangnya tingkat kepatuhan terhadap SOP
3. Penyegaran kembali penggunaan SOP kepada petugas kesehatan di MTBS
4. Kurang dipatuhinya SOP yang ada 4. Penyegaran kembali penggunaan SOP kepada petugas kesehatan di MTBS
5.Tidak terdapat media promosi seperti poster dan brosur tentang pneumonia untuk masyarakat
5.Membuat media promosi seperti poster atau brosur tentang pneumonia yang dibagikan untuk masyarakat
6. Belum ada perencanaan untuk penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia
6. Menyusun jadwal penyuluhan dan membuat poster dan brosur mengenai pneumonia untuk masyarakat
7. Dalam pelaksanaan program petugas di MTBS kurang maksimal dalam penggunaan SOP
7. Penyegaran kembali penggunaan SOP kepada petugas kesehatan di MTBS
8. Tidak ada umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain wilayah kerja Puskesmas Tempuran
8. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran
9. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia
9. Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia terkait cara penularan dan penanganannya
10. Tidak semua masyarakat berobat ke puskesmas, ada juga yang ke pelayanan kesehatan lain
10. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran
49
D. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 25. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
PENYEBAB MASALAH ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
1. Yang melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, namun juga perawat yang belum mendapatkan pelatihan mengenai P2ISPA
1. Usulan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
2. Belum semua tenaga medis dan perawat mendapatkan pelatihan P2ISPA
3. Kurangnya tingkat kepatuhan terhadap SOP
2. Sosialisasi penggunaan SOP kepada petugas kesehatan di MTBS
4. Kurang dipatuhinya SOP yang ada
5.Tidak terdapat media promosi seperti poster dan brosur tentang pneumonia untuk masyarakat
6. Belum ada perencanaan untuk penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia 3. Menyusun jadwal penyuluhan dan
membuat poster dan brosur mengenai pneumonia untuk masyarakat7. Dalam pelaksanaan program
petugas di MTBS kurang maksimal dalam penggunaan SOP
8. Tidak ada umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain wilayah kerja Puskesmas Tempuran
4. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran
9. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pneumonia
5. Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia terkait cara penularan dan penanganannya
10. Tidak semua masyarakat berobat
50
ke puskesmas, ada juga yang ke pelayanan kesehatan lain
E. Alternatif Pemecahan Masalah Terpilih
1) Mengadakan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
2) Sosialisasi penggunaan SOP kepada petugas kesehatan di MTBS
3) Menyusun jadwal penyuluhan dan membuat media promosi seperti poster dan
brosur mengenai pneumonia
4) Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam
wilayah kerja Puskesmas Tempuran
5) Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia serta
melakukan pembagian poster dan brosur mengenai pneumonia
F. Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode matriks.
Penentuan pemecahan masalah dengan kriteria matriks menggunakan rumus :
M . I . VC
Tabel 26. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah
Penyelesaian Masalah Nilai Kriteria Nilai akhir UrutanM I V C (MxIxV/C)
1) Usulan pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
4 5 3 3 20 2
2) Sosialisasi penggunaan SOP 3 4 4 2 24 13) Menyusun jadwal penyuluhan dan
membuat media promosi seperti poster dan brosur mengenai pneumonia
3 3 2 1 18 3
4) Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran
3 2 4 4 6 5
5) Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia serta melakukan pembagian poster dan brosur mengenai pneumonia
2 5 3 4 7,5 4
51
Urutan prioritas masalah setelah dilakukan perhitungan dengan metode matriks
terdapat urutan skala prioritas penyelesaian masalah, yaitu :
1. Sosialisasi penggunaan SOP
2. Pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
3. Menyusun jadwal penyuluhan dan membuat media promosi seperti poster dan
brosur mengenai pneumonia
4. Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia serta
melakukan pembagian poster dan brosur mengenai pneumonia
5. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam
wilayah kerja Puskesmas Tempuran
G. Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan urutan prioritas masalah diatas, strategi pemecahan masalah yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 27. Strategi Pemecahan Masalah
No. Strategi Pemecahan Masalah Bentuk Kegiatan
1 Sosialisasi penggunaan SOP - Pertemuan membahas SOP- Penilaian tingkat kepatuhan SOP
2. Pelatihan bagi petugas kesehatan tentang P2ISPA
- Usulan pelatihan ke Dinas Kesehatan tentang P2ISPA
3. Menyusun jadwal penyuluhan dan membuat media promosi seperti poster dan brosur mengenai pneumonia
- Penyusunan jadwal penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia
4. Mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai pneumonia serta melakukan pembagian poster dan brosur mengenai pneumonia
- Penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit pneumonia, cara penularan, dan penanganan serta pembagian poster dan brosur tentang pneumonia
5. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Tempuran
- Koordinasi dengan pelayanan kesehatan menggunakan pelaporan bulanan atau rapat koordinasi
52
53
Tabel 28. Plan Of Action
H. Penyusunan Rencana Kegiatan
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Pelaksana Waktu Lokasi Pendanaan Metode Tolak UkurProses Hasil
1. Pertemuan membahas SOP
Menyebarluaskan SOP Dokter, bidan, perawat baik yang terlatih maupun belum terlatih
Kepala puskesmasDokter yg telah terlatihKoordinator program P2ISPA
6 bulan sekali
Puskesmas Dana operasional puskesmas
Tatap muka, diskusi, tanya jawab
Terlaksananya pertemuan membahas SOP
Tersebarluaskan- nya SOP
2 Penilaian tingkat kepatuhan SOP
Menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP
Dokter, bidan, perawat
Petugas yang ditunjuk
4 bulan sekali
Puskesmas Dana operasional puskesmas
Pengamatan dan pengisian daftar tilik
Terlaksananya Penilaian tingkat kepatuhan SOP
Meningkatnya kepatuhan petugas terhadap SOP
3. Usulan pelatihan ke dinas kesehatan
Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan tentang P2ISPA
Dokter, bidan, perawat
Dinas kesehatan
1 tahun sekali
Dinas Kesehatan
Dana operasional Dinas Kesehatan
Mengirimkan petugas kesehatan yang akan dilatih ke dinas kesehatan
Terlaksananya kegiatan pelatihan bagi petugas kesehatan
Meningkatnya keterampilan petugas kesehatan tentang P2ISPA
54
4. Penyusunan jadwal penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur
Didapatkan jadwal terstruktur untuk melakukan kegiatan penyuluhan dan pembuatan brosur tentang pneumonia
Masyarakat Desa Tempurejo
Koordinator program P2ISPA
1 tahun sekali
Puskesmas - Pembuatan jadwal penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur
Terlaksananya kegiatan penyusunan jadwal penyuluhan dan pembuatan brosur
Jadwal yang terstruktur untk kegiatan penyuluhan dan pembuatan poster dan poster tentang pneumonia
5. Penyuluhan dan pembagian poster dan brosur
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pneumonia
Masyarakat Desa Tempurejo
Dokter fungsional, koordinator program P2ISPA, kader
6 bulan sekali
Balai Desa Tempurejo
Dana operasional Dinas Kesehatan
Tatap muka, tanya jawab
Terlaksananya kegiatan penyuluhan disetai pembagian poster dan brosur tentang pneumonia
Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit pneumonia
6. Koordinasi dengan pelayanan kesehatan
Terdapat data balita dengan pneumonia yang ditangani/ditemukan dari seluruh pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Tempuran
Praktek dokter swasta, klinik kesehatan, bidan praktek
Koordinator program P2ISPA
Setahun sekali
Puskesmas Dana operasional Dinas Kesehatan
Rapat, pengiriman data setiap bulan
Terlaksananya koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain
Terkumpulnya data balita dengan pneumonia yang ditemukan/ ditangani dari seluruh pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tempuran
55
No KegiatanAgustus September Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pertemuan membahas SOP
2 Penilaian tingkat kepatuhan SOP
3 Pelatihan bagi petugas kesehatan program P2 ISPA tentang pneumonia dan penanganannya serta mensosialisasikan penggunaan SOP
4 Penyusunan jadwal penyuluhan dan pembuatan poster dan brosur tentang pneumonia
5 Penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit pneumonia, cara penularan, dan penanganan serta pembagian brosur tentang pneumonia
6 Koordinasi dengan pelayanan kesehatan lain
Rapat
Laporan tertulis
I. Gantt Chart
56
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyusun SPM Puskesmas
Tempuran pada bulan Januari 2013 hingga Mei 2013, didapatkan hasil cakupan balita
dengan pneumonia yang ditemukan atau ditangani sesuai standar sebesar 12,74% dengan
target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang tahun 2010 adalah
sebesar 100%. Terdapat beberapa penyebab masalah, yaitu : petugas kesehatan yang
melakukan pemeriksaan awal tidak selalu dokter, tidak semua perawat telah
mendapatkan pelatihan khusus mengenai pneumonia, belum maksimalnya penggunaan
SOP di MTBS, tidak adanya media promosi seperti poster dan brosur untuk dibagikan
kepada masyarakat, tidak ada umpan balik dalam pencatatan dan pelaporan kasus balita
dengan pneumonia dari pelayanan kesehatan lain yang termasuk wilayah kerja
Puskesmas Tempuran, tidak semua masyarakat berobat ke puskesmas, melainkan ada
juga yang ke pelayanan kesehatan lain, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pneumonia.
Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan melaksanakan strategi pemecahan
masalah sebagai berikut, mensosialisasikan penggunaan SOP, pelatihan bagi petugas
kesehatan program P2ISPA tentang pneumonia dan penanganannya, koordinasi dengan
pelayanan kesehatan lain yang masih termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas
Tempuran, serta penyuluhan dan pembuatan media promosi untuk dibagikan kepada
masyarakat tentang pneumonia.
B. Saran
Sehubungan untuk meningkatkan angka cakupan kasus balita dengan pneumonia
yang ditemukan atau ditangani sesuai standar di wilayah kerja Puskesmas Tempuran,
disarankan :
Petugas terkait menindaklanjuti rencana-rencana sesuai POA (plan of action).
Pengadaan buku-buku pedoman khusus mengenai penyakit pneumonia.
Kepada Kepala Puskesmas Tempuran beserta staf-staf terkait diharapkan untuk
meningkatkan komitmen dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
terutama dalam hal penemuan kasus pneumonia pada balita. Harapannya adalah
57
untuk mengurangi angka kematian, penderitaan, dan penularan pneumonia.
Sehingga pada pencapaian akhirnya mampu menurunkan angka kesakitan pada
balita dan menciptakan masyarakat yang sehat dan sejahtera.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Anom S., Soedjajadi K, Lilis S., Determinan Sanitasi Rumah. Dalam; JURNAL
KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL. 3, NO.1. Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, 2006 : 49 − 58.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pada World Pneumonia Day (Hari Pneumonia
Dunia) 2009. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Cited 2013 July 4.
Available at : www.idai.co.id/kegiatanidai.asp
3. Wijaya Awi Muliadi. MDG 4, Angka Kematian Bayi Dan Angka Kematian Balita.
2009. Cited 2013 July 4. Available from:
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=53:mdg-4-angka-kematian-bayi-dan-angka-
kematian-balita&catid-35:opini-sebelumnya&Itemid=30
4. Dinkes Jateng. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. Cited 2013 July
4.Available from: http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil2011/Bb%20I-
VI%202011.pdf
5. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008
6. Riskianti A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pneumonia. Cited 2013 July 3.
Available from: http://www.lontar.ui.ac.id/file=digital/126560-S-5738-Faktor-faktor
%20yang-Literatur
7. Rasmliah. Infeksi Saluran Pernafasan Alut (ISPA) dan Penanggulangannya. Cited
2013 July 3. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3775/1/fkm-rasmaliah9.pdf.
8. Wijaya Awi Muliadi. Kondisi Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian
Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBAL), Angka Kematian Ibu (AKI) Dan
Penyebabnya Di Indonesia. 2009. Cited 2013 July 4. Available from:
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=92:kondisi-angka-kematian-neonatal-akn-
angka-kematian-bayi-akb-angka-kematian-balita-akbal-angka-kematian-ibu-aki-
dan-penyebabnya-di-indonesia&catid=36:yang-perlu-anda-ketahui<emid-28
9. Univ Sumatera Utara. Tinjauan Pustaka ISPA. Cited 2013 July 4. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19913/4/Chapter%20II.pdf
59
10. Pneumonia. 2007. Cited 2013 July 4.Available from:
http://www.infeksi.com/article.php?Ing-en&pg-48&id-14
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PDPI. Pneumonia Komuniti. Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. 2003.
12. Hartoyo, Mkes. Handout Instrumen Dalam Proses Pemecahan Masalah. Salaman,
Magelang, 2012.
13. Hartoyo, Mkes. Handout Manajemen Program/Pelayanan Di Puskesmas, Salaman.
Magelang, 2012.
60
LAMPIRAN
61