document1

11

Click here to load reader

Upload: esti-nur-ekasari

Post on 03-Jul-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Document1

57

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR YANG

DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN

DOSIS 1000 L2 Ascaridia galli

ABSTRAK

Cacing nematoda Ascaridia galli menyebabkan perubahan patologi ketika larva

berkembang di dalam epitel usus halus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh protease serin yang disekresikan oleh L3 A. galli terhadap gambaran

histopatologi usus halus berdasarkan lesio patologi, kerapatan villi, dan luas permukaan

villi pada duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur. Protease serin dimurnikan

dengan teknik kromatografi filtrasi gel. Ayam diimunisasi dengan dosis 80 µg protease

serin yang dicampur dengan Fruend Adjuvant Complete. Ayam diimunisasi dengan

dosis 80 µg (protease serin dengan aktivitas enzim 0,0098 U/ml pada crude dan 0,877

U/ml pada pure) yang dicampur dengan Fruend Adjuvant Complete. Imunisasi diulang

tiga kali dengan dosis 60 µg (dengan aktivitas enzim sebesar 0,0074 U/ml pada crude

dan 0,657 U/ml pada pure) protease serin yang dicampur dengan Freund Adjuvant

Incomplete dalam interval waktu satu minggu secara intra muskular. Satu minggu

kemudian, ayam ditantang dengan dosis 1000 L2 A. galli, dan dinekropsi dua minggu

pascatantang. Lesio patologi, kerapatan villi, dan luas permukaan villi dianalisis pada

duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa imunisasi dapat mencegah kerusakan usus halus secara signifikan. Protease serin

melindungi villi usus dari ancaman infeksi A. galli.

Kata kunci: Ascaridia galli, protease, lesio, villi

ABSTRACT The nematode, Ascaridia galli, caused pathological changes in the gut, while the

larval development takes place in the intestine epithelium. The aim of this research was

to examine the effect of serine protease released by L3 of A. galli to prevent intestine

destructions based on histopathological lesion, villus compact, and villus surface area in

duodenum, jejunum, and ileum of laying hens. Serine protease purified using gel

filtration chromatography. The chickens immunized with 80 µg (with enzyme activity

0,0098 U/ml in crude and 0,877 U/ml in pure) mixed with Fruend Adjuvant Complete

and repeated three times with dose of each 60 µg (with enzymeactivity 0,0074 U/ml in

crude and 0,657 U/ml in pure of each immunization) protease of A. galli L3 mixed with

Freund Adjuvant Incomplete with an interval of one week intra muscularly. The chickens

were challenged with 6000 L2 A. galli one week later. After two weeks the chickens were

operated. Histopathological lesion, villus compact, and villus surface area in duodenum,

jejunum, and ileum of laying hens were analyzed. The result showed that immunization

was able to prevented significantly intestine destructions. This research concluded that

the serine protease could protect villus against parasitic diseases caused by A. galli.

Key words: Ascaridia galli, protease, lession, villi

Page 2: Document1

58

PENDAHULUAN

Fungsi utama saluran cerna adalah sebagai absorbsi zat-zat nutrien. Menurut

Denbow (2000) proses pencernaan kimiawi berlangsung pada usus halus, dan

mempunyai peranan penting dalam transfer nutrisi. Proses pencernaan pertama

berlangsung dalam duodenum dimana empedu dari hati dan enzim pankreas dikirim ke

duodenum dan ditambah oleh enzim yang dihasilkan oleh usus bersama-sama mencerna

makanan. Jejunum dan ileum memiliki peranan mengabsorbsi nutrisi, asam amino,

vitamin, dan monosakarida. Absobsi nutrien oleh duodenum, jejunum, dan ileum

ditransfer ke dalam sirkulasi darah dan limfe untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Letak dan morfologi saluran cerna yang merupakan alat penghubung antara

lingkungan eksternal dan internal menyebabkan saluran cerna sangat mudah terinfeksi

oleh agen infeksi termasuk cacing parasitik. Salah satu cacing parasitik yang sering

menyerang ayam petelur adalah cacing nematoda Ascaridia galli. Selama menjalani

infeksi pada inang definitif, A. galli dapat menyebabkan gangguan absorbsi nutrisi

seperti elektrolit-elektrolit, vitamin-vitamin (Anwar dan Zia-ur-Rahman 2002), dan

mineral (Gabrashanska et al. 2004a) yang berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan

(Gabrashanska et al. 2004b), dan penurunan produksi telur (Tiuria 1991). Ascaridiosis

yang telah berlangsung dalam waktu yang lama (infeksi kronis) dapat menyebabkan

gastroenteritis ulseratif, hepatitis nekrotik, dan nepritis yang dapat berakhir dengan

kematian (Taiwo et al. 2002).

Gangguan absorsi nutrisi dapat disebabkan oleh kerusakan villi usus halus.

Balqis (2004) membuktikan bahwa infeksi cacing A. galli dapat menimbulkan kerusakan

villi pada saluran usus halus ayam petelur. Namun, belum didapatkan informasi tentang

peranan protease serin dari ekskretori/sekretori L3 A. galli terhadap histopatologi saluran

cerna ayam petelur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

histopatologi usus halus berdasarkan lesio patologi, luas permukaan villi, dan kerapatan

villi pada duodenum, jejunum, dan ileum ayam petelur yang diimunisasi dengan

protease serin dari ekskretori/sekretori L3 A. galli.

Page 3: Document1

59

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Departemen Ilmu Penya-

kit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Bagian Patologi Departemen

Klinik, Patologi dan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor

yang berlangsung 7 bulan dari bulan Desember 2006 sampai dengan bulan Juni 2007.

Rancangan Penelitian

Sepuluh hari sebelum imunisasi aktif masing-masing ayam dipastikan bebas dari

infeksi cacing melalui pemeriksaan telur tiap gram tinja. Ayam dipelihara secara

individual dalam kandang baterei yang diberi pakan komersial dan air minum secara ad

libitum. Delapan belas ekor ayam HySex Brown berumur 12 minggu digunakan sebagai

ayam percobaan yang dibagi menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri

dari tiga ekor ayam. Kelompok 1 adalah kelompok kontrol, ayam tidak disuntik dengan

enzim (imunisasi) dan tidak diinfeksi dengan L2 A. galli. Kelompok 2 adalah ayam yang

diimunisasi dengan crude ekskretori/sekretori. Kelompok 3 adalah ayam yang

diimunisasi dengan pure serin protease. Kelompok 4 adalah ayam yang diimunisasi

dengan crude ekskretori/sekretori L3 A. galli dan diinfeksi dengan dosis 1000 L2 A. galli.

Kelompok 5 adalah ayam yang diimunisasi dengan pure serin protease dan diinfeksi

dengan dosis 1000 L2 A. galli. Kelompok 6 adalah ayam yang diinfeksi dengan dosis

1000 L2 A. galli. Gambaran histopatologi diamati berdasarkan lesio patologi, kerapatan

villi, dan luas permukaan villi pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus dari

semua kelompok ayam percobaan pada minggu kedua pascainfeksi.

Teknik Imunisasi dan Infeksi pada Ayam Percobaan

Imunisasi dilakukan empat kali secara intramuskular dalam interval waktu satu

minggu setiap kali imunisasi. Teknik yang digunakan adalah suntikan pertama 80 µg

dengan aktivitas enzim sebesar 0,0098 U/ml pada crude dan 0,877 U/ml pada pure

dalam emulsi antigen plus Freund’s Complete Adjuvant (FCA) yang diikuti dengan tiga

Page 4: Document1

60

kali suntikan booster (60 µg dengan aktivitas enzim sebesar 0,0074 U/ml pada crude dan

0,657 U/ml pada pure setiap kali imunisasi) dalam emulsi antigen plus Incomplete

Freund’s Adjuvant (IFA) (Camenisch et al. 1999 dan Carlander 2002). Dosis 1000 L2 A.

galli diinfeksikan langsung ke dalam oesofagus ayam pada minggu ke-5 pascaimunisasi.

Pemeriksaan Lesio Patologi

Masing-masing sampel diambil sepanjang 2 cm diblok di dalam parafin. Sampel

difiksasi dalam larutan buffer normal formalin (BNF) 10%, didehidrasi dengan alkohol

konsentrasi bertingkat, clearing dengan xylol dan embedding dengan parafin. Preparat

dipotong setebal 5µm dan dilekatkan pada objek glass dan diwarnai dengan pewarnaan

umum Hematoxilin Eosin (HE). Lesio patologi dianalisis pada duodenum, jejunum, dan

ileum usus halus ayam petelur. Tiap-tiap sediaan histologi dinilai pada 10 lapang

pandang berdasarkan derajat perubahannya, yaitu organ yang tidak mengalami

perubahan, organ yang mengalami pembendungan/hiperemi, organ yang mengalami

edema, organ yang mengalami hemoragi (pendarahan), organ yang mengalami

deskuamasi epitel (Balqis 2004 dan Winarsih 2005).

Kerapatan Villi

Kerapatan villi ditentukan berdasarkan jumlah villi pada 10 lapang pandang dari

1 mm panjang duodenum, jejunum, dan ileum dengan menggunakan mikroskop

Olympus pada pembesaran obektif 4 kali dan video mikrometer (Video measuring gauge

IV – 560, FOR A company limited) (Winarsih 2005).

Luas Permukaan Villi

Luas permukaan villi dihitung mengikuti metode Iji et al. (2001) dengan rumus:

(b+c)/(cxa), dimana a = tinggi villi, b = lebar basal villi, c = lebar apikal villi. Preparat

histologi duodenum, jejunum, dan ileum diwarnai dengan HE. Luas permukaan usus per

villi ditentukan di bawah mikroskop (Olympus) dengan pembesaran objektif 4 kali dan

video mikrometer (Video measuring gauge IV – 560, FOR A Company limited) pada 10

lapang pandang pada setiap preparat histologi (Balqis 2004 dan Winarsih 2005).

Page 5: Document1

61

Analisis Data

Data diuji dengan analisis sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan, dilanjutkan

dengan uji wilayah berganda Duncan (Steel dan Torrie 1999).

HASIL PENELITIAN

Pemeriksaan Lesio Patologi

Pada kelompok ayam kontrol dan ayam yang hanya diimunisasi tidak ditemukan

lesio patologi, gambaran villi masih terlihat utuh sedangkan pada kelompok perlakuan

lainnya menunjukkan perubahan yang bervariasi. Perubahan patologi yang terlihat pada

kelompok perlakuan lainnya adalah pembendungan pembuluh darah terutama vena,

udema dan hemoragi pada villi, serta infiltrasi sel radang yang sangat bervariasi.

Perubahan yang paling berat adalah terjadinya deskuamasi epitel villi. Lesio patologi

yang ditemukan pada duodenum, jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur yang

diinfeksi dengan dosis 1000 L2 A. galli didominasi oleh hiperemi, hemoragi, deskuamasi

epitel, udema dan infiltrasi sel radang. Lesio patologi yang ditemukan pada duodenum,

jejunum, dan ileum usus halus ayam petelur yang diimunisasi dengan crude atau pure

dan ditantang dengan dosis 1000 L2 A. galli didominasi oleh udema dan infiltrasi sel

radang, villi yang kompak dan utuh. Pada kelompok ayam petelur yang diimunisasi

dengan crude atau pure dan ditantang dengan dosis 1000 L2 A. galli menunjukkan

gambaran histologi yang tidak berbeda dengan kelompok ayam yang tidak diinfeksi.

Pada kelompok ayam yang hanya diinfeksi dengan dosis 1000 L2 A. galli terlihat

gambaran kerusakan patologi yang lebih parah bila dibandingkan dengan kelompok

perlakuan lainnya. Infiltrasi sel radang sangat mendominasi dengan membentuk sarang

yang besar, infiltrasi sel radang sangat aktif yang terlihat pada pembuluh darah arteri

dikelilingi sel radang. Perubahan villi sangat berbeda dengan kelompok lainnya karena

bentuk villi membesar dan memendek. Hiperemi dan hemoragi pada kelompok ayam

yang diinfeksi juga lebih hebat dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya.

Deskuamasi terjadi hampir pada seluruh sediaan histologi. Gambaran histopatologi

masing-masing kelompok ayam percobaan disajikan pada Gambar 12.

Page 6: Document1

62

Page 7: Document1

63

Kerapatan Villi

Perbedaan jumlah kerapatan villi hanya terjadi pada duodenum, sedangkan pada

jejunum dan ileum tidak terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan. Kelompok

kontrol (kelompok 1) mempunyai kerapatan villi yang berbeda signifikan (P < 0,05)

dengan kerapatan villi pada duodenum dan jejunum kelompok ayam yang diinfeksi

dengan dosis 1000 L2 A. galli (kelompok 6). Kerapatan villi duodenum dan jejunum

kelompok ayam yang diimunisasi (kelompok 2 dan 3) dan kelompok ayam yang

diimunisasi kemudian ditantang dengan dosis 1000 L2 A. galli (kelompok 4 dan 5) juga

menunjukkan perbedaan yang signifikan (P < 0,05) dengan kelompok ayam kontrol.

Perbedaan yang tidak signifikan terjadi pada duodenum dan jejunum kelompok 2, 3, 4,

dan 5 dibandingkan dengan kelompok 1. Kerapatan villi pada ileum tidak ditemukan

perbedaan signifikan (P > 0,05) dari semua kelompok ayam penelitian (Gambar 13).

01234567

Kontro

l

Crude

Pure

Crude

+infe

ksi

Pure+i

nfek

si

Infe

ksi

Kelompok perlakuan

Ju

mla

h v

illi

/mm

Duodenum Jejunum Ilium

Gambar 13. Kerapatan villi per mm pada usus halus ayam petelur

Luas Permukaan Villi

Hasil pengukuran luas permukaan villi usus halus ayam petelur yang digunakan

pada penelitian ini disajikan pada Gambar 14. Luas permukaan villi duodenum tidak

menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan (P < 0,05). Pada

Page 8: Document1

64

jejunum kelompok yang hanya diinfeksi menunjukkan perbedaan yang signifikan

dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya (P < 0,05). Sedangkan ileum pada

semua kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P> 0,05).

Luas permukaan villi duodenum dan jejunum kelompok 2, 3, 4, dan 5 juga menunjukkan

perbedaan yang signifikan (P < 0,05) dengan kelompok 1. Perbedaan yang tidak

signifikan terjadi antara kelompok 2, 3, 4, dan 5 dibandingkan dengan kelompok 1.

Kerapatan villi pada ileum tidak berbeda signifikan (P > 0,05) dari semua kelompok

ayam penelitian.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

Kon

trol

Cru

dePur

e

Cru

de+in

feks

i

Pure+

infe

ksi

Infe

ksi

Kelompok perlakuan

Lu

as p

erm

ukaan

vil

li (

mm

2)

Duodenum Jejunum Ileum

Gambar 14. Rataan luas permukaan villi (mm2) usus halus

PEMBAHASAN

Lesio patologi tidak dijumpai pada 10 lapang pandang duodenum, jejunum, dan

ileum dari kelompok ayam kontrol. Pada kelompok ayam yang diimunisasi dengan

crude atau pure, dan kelompok ayam yang ditantang dengan dosis 1000 L2 A. galli

ditemukan hiperemi dan deskuamasi ringan. Hiperemi, hemoragi, dan deskuamasi epitel

yang berat ditemukan pada ayam yang diinfeksi dosis 1000 L2 A. galli.

Page 9: Document1

65

Cotran et al. (1999) menyatakan bahwa salah satu senyawa yang dihasilkan dari

degranulasi sel mast adalah histamin yang dapat menimbulkan vasodilatasi buluh darah

kapiler. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler tersebut menimbulkan aspek

hiperemi. Terjadinya hemoragi pada usus halus dari kelompok ayam yang diinfeksi

dengan dosis 1000 L2 A. galli dapat disebabkan oleh perjalanan infeksi A. galli yang

memasuki fase histotrofik. Permin dan Hansen menyatakan bahwa durasi fase histotrofik

(fase jaringan) yang dijalani cacing A. galli adalah 3 – 54 hari pascainfeksi. Selama

menjalani fase jaringan, cacing A. galli berintegrasi dengan jaringan mukosa inang

definitif sehingga menimbulkan hemoragi.

Pritchard (1993) menyatakan bahwa enzim yang dilepaskan melalui

ekskretori/sekretori cacing dapat memecahkan asetilkolin inang definitif dan

menghasilkan prekursor asetat dan kolin bagi metabolisme cacing nematoda. Pemecahan

asetilkolin dapat mempengaruhi pengaturan gerakan peristaltik intestinal untuk menjaga

establisment cacing nematoda. Salah satu peranan asetilkolin adalah sebagai sekresi

mukus. Apabila enzim dilepaskan oleh larva maka asetilkolin akan terpecah sehingga

tidak dapat lagi berperan sebagai pengatur sekresi mukus. Akibatnya adalah larva lebih

mudah menginvasi jaringan sehingga mempengaruhi fisiologi buluh darah dan

menimbulkan hiperemi.

Infeksi cacing pada saluran cerna memicu terbentuknya kompleks antigen-

antibodi dan menggertak aktivasi komplemen. Salah satu aktivitas biologik antigen-

antibodi-komplemen adalah sebagai pemicu reaksi anafilaksis yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Komplemen juga berperan sebagai

atraktan bagi sel-sel radang polimorf (polimorph nuclear = PMN). Akselerasi PMN

dalam mengolah antigen akan melepaskan enzim lisozim yang bersifat proteolitik dan

menyebabkan nekrosis dan hemoragi buluh darah kapiler (Cotran et al. 1999).

Deskuamasi villi yang ditemukan pada penelitian ini mendukung hasil penelitian

Lagapa et al. (2002) yang melaporkan bahwa saluran cerna mencit yang diinfeksi

dengan larva Taenia taenieformis menyebabkan kehilangan sel-sel parietal dan

penurunan jumlah sel-sel zimogenik. Dilaporkan juga bahwa mencit menderita

gastropathy 5 – 7 hari pascainplantasi larva, dan 14 sampai 28 hari kemudian mencit

Page 10: Document1

66

mengalami hiperplasia gastrium. Karakteristik dari gastropathy adalah ditandai dengan

penurunan jumlah sel-sel parietal dan sel-sel zimogenik. Infeksi A. galli menurut Anwar

dan Zia-ur-Rahman (2002) dan Gabrashanska et al. (2004a) menyebabkan abnormalitas

transfer ion-ion elektrolit. Stain et al. (1998) menyatakan bahwa abnormalitas transfer

aktif ion-ion pada epitel dapat menghasilkan perubahan aliran air yang berkontribusi

pada sekresi diare sebagai gejala inflamasi saluran cerna. Efek ikutan dari fenomena

tersebut adalah terjadinya disrupsi fungsi barrier intestinal dan abrasi sel-sel epitel yang

berimplikasi pada deskuamasi villi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Hoste et al. (1993) bahwa aktivitas enzim-enzim yang disekskresikan oleh cacing

Nipprostrongylus spathiger menyebabkan erosi yang berimplikasi kepada deskuamasi

villi ileum kelinci.

Menurut Winarsih (2005) peradangan yang disebabkan oleh salmonellosis dapat

menurunkan secara signifikan kerapatan villi menjadi 19,2 ± 2,13 dari kerapatan villi

normal 22,8 ± 183 pada tiap-tiap ml usus halus. Peradangan pada saluran cerna

mengakibatkan villi usus halus dan sekum memendek dan membesar disertai infiltrasi

sel radang (Henderson et al. 1999). Pemendekan dan pembesaran villi sehingga

mengurangi kerapatan villi (Winarsih 2005).

Hasil penelitian Hoste et al. (1993) pada kelinci membuktikan bahwa infeksi N.

spathiger menyebabkan hipertropi villi dan kripta ileum. Penurunan kerapatan villi tentu

berimplikasi pula pada penurunan luas permukaan villi sehingga patut diduga bahwa

terjadinya abnormalitas transfer ion dan penurunan kemampuan absorbsi nutrien pada

ayam yang terinfeksi cacing A. galli mungkin disebabkan oleh berkurangnya luas

permukaan villi.

Menurunnya rataan luas permukaan villi duodenum pada kelompok yang

diinfeksi dosis 1000 L2 A. galli erat kaitannya dengan kemampuan larva yang bertahan

di dalam duodenum (Permin dan Hansen 1998). Selama proses perkembangannya,

aktivitas larva dapat mempengaruhi fisio- dan morfologi saluran cerna inang definitif

yang berimplikasi kepada kerusakan sel-sel epitel duodenum (Lagapa et al. 2002).

Untuk menghalangi larva, sel epitel duodenum berganti secara cepat untuk membantu

proses pembersihan larva yang menginvasi ke jaringan (Roitt dan Delves 2001). Sama

Page 11: Document1

67

seperti sel epitel, laju pergantian sel goblet juga sangat cepat (Miller dan Nawa 1979;

Cotran et al. 1999). Peran utama sel goblet adalah produksi mucin (lendir) untuk

menghalangi larva memasuki jaringan. Pada penelitian ini terbukti bahwa imunisasi

ayam petelur protease serin yang dilepaskan secara in vitro oleh L3 A. galli dapat

melindungi villi dari lesio patologi, penurunan kerapatan villi, dan penurunan luas

permukaan villi duodenum, jejunum, dan ileum akibat infeksi cacing parasitik A. galli.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Imunisasi ayam petelur dengan protease yang dilepaskan oleh L3 A. galli dapat

mengurangi lesio patologi usus halus ayam petelur.

2. Imunisasi ayam petelur dengan protese dapat mempertahankan kerapatan villi

dan luas permukaan villi usus halus ayam petelur.

Saran

Pada penelitian ini ditemukan adanya hiperemi dan deskuamasi ringan pada

kelompok ayam yang diimunisasi dengan protease. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian selanjutnya untuk mengetahui berapa lama lesio patologi berlangsung, dan

apakah lesio patologi usus halus dapat menghilang pada perlakuan imunisasi dengan

crude atau pure protease.