15.djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

10
POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK 177 POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK Muhamad Djazuli Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar 3 Bogor 16111 email : [email protected] ABSTRAK Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat melalui proses kehidupan kembali ke alam (back to nature), menyebabkan permintaan produk pertanian organik termasuk lada organik yang lebih sehat, aman, enak dan ramah lingkungan meningkat. Salah satu kendala pengembangan lada organik di Kab. Belitung Timur (Beltim) adalah dalam pengendalian gulma. Terbatasnya dan mahalnya tenaga buruh tani, belum dikembangkannya teknik pemanfaatan cover crops serta belum adanya herbisida nabati komersial, menyebabkan mahalnya biaya pengendalian gulma pada budidaya lada organik di daerah tersebut. Dijumpai dua jenis gulma yang dominan di perkebunan lada di Kab Beltim. Pertama, jenis gulma alang-alang yang dominan di perkebunan lada yang menggunakan tiang panjat mati dari kayu dengan intensitas cahayanya tinggi, dan kedua jenis gulma selain alang-alang yang tumbuh di bawah lada yang menggunakan tiang panjat hidup tanaman Glirisidia. Salah satu alternatif pengendalian gulma yang potensial untuk lada organik adalah penggunaan herbisida nabati dari senyawa alelopati. Telah dilaporkan bahwa tanaman alang-alang, akasia, pinus, dan jagung mengandung senyawa alelopati yang potensial dapat dikembangkan sebagai bahan baku herbisida nabati. Senyawa alelopati tersebut dilaporkan dapat menekan pertumbuhan gulma selain alang-alang. Sebagai tanaman C4 alang-alang peka terhadap naungan, sehingga untuk pengendalian gulma alang-alang di perkebunan lada organik perlu kombinasi antara aplikasi senyawa alelopati dan naungan. Informasi tentang herbisida nabati komersial untuk pengendalian gulma pada budidaya organik masih sangat terbatas, oleh karena itu, penelitian intensif untuk mendapatkan herbisida nabati yang efektif khususnya penggunaan senyawa alelopati sangat diperlukan. Kata kunci : Lada organik, Belitung Timur, gulma, herbisida nabati, alelopati. PENDAHULUAN Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk hidup sehat melalui proses kehidupan yang lebih alami atau “Back to Nature”, menyebabkan permintaan produk pertanian organik yang berkonotasi lebih sehat,

Upload: muhamad-ivan-abror

Post on 01-Jan-2016

121 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

as

TRANSCRIPT

Page 1: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

177

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

Muhamad Djazuli Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik

Jl. Tentara Pelajar 3 Bogor 16111 email : [email protected]

ABSTRAK

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat melalui proses kehidupan kembali ke alam (back to nature), menyebabkan permintaan produk pertanian organik termasuk lada organik yang lebih sehat, aman, enak dan ramah lingkungan meningkat. Salah satu kendala pengembangan lada organik di Kab. Belitung Timur (Beltim) adalah dalam pengendalian gulma. Terbatasnya dan mahalnya tenaga buruh tani, belum dikembangkannya teknik pemanfaatan cover crops serta belum adanya herbisida nabati komersial, menyebabkan mahalnya biaya pengendalian gulma pada budidaya lada organik di daerah tersebut. Dijumpai dua jenis gulma yang dominan di perkebunan lada di Kab Beltim. Pertama, jenis gulma alang-alang yang dominan di perkebunan lada yang menggunakan tiang panjat mati dari kayu dengan intensitas cahayanya tinggi, dan kedua jenis gulma selain alang-alang yang tumbuh di bawah lada yang menggunakan tiang panjat hidup tanaman Glirisidia. Salah satu alternatif pengendalian gulma yang potensial untuk lada organik adalah penggunaan herbisida nabati dari senyawa alelopati. Telah dilaporkan bahwa tanaman alang-alang, akasia, pinus, dan jagung mengandung senyawa alelopati yang potensial dapat dikembangkan sebagai bahan baku herbisida nabati. Senyawa alelopati tersebut dilaporkan dapat menekan pertumbuhan gulma selain alang-alang. Sebagai tanaman C4 alang-alang peka terhadap naungan, sehingga untuk pengendalian gulma alang-alang di perkebunan lada organik perlu kombinasi antara aplikasi senyawa alelopati dan naungan. Informasi tentang herbisida nabati komersial untuk pengendalian gulma pada budidaya organik masih sangat terbatas, oleh karena itu, penelitian intensif untuk mendapatkan herbisida nabati yang efektif khususnya penggunaan senyawa alelopati sangat diperlukan.

Kata kunci : Lada organik, Belitung Timur, gulma, herbisida nabati, alelopati.

PENDAHULUAN

Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk

hidup sehat melalui proses kehidupan yang lebih alami atau “Back to Nature”,

menyebabkan permintaan produk pertanian organik yang berkonotasi lebih sehat,

Page 2: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

Djazuli, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011

178

aman, enak dan ramah lingkungan semakin meningkat. Salah satu bagian dari

hidup ke alam, yaitu dengan mengkonsumsi produk organik yang bebas dari

penggunaan bahan kimia sintetik yang membahayakan kesehatan manusia serta

lingkungan.

Sejak tahun 2000 pemerintah telah mencanangkan program Go

Organic 2010 sebagai kebijakan nasional dalam mendukung pengembangan

pertanian organik di Indonesia. Target yang ingin dicapai adalah

“menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen organik terbesar dunia”.

Program tersebut disambut baik oleh masyarakat Indonesia khususnya para

pelaku agribisnis pelaku pertanian organik. Hampir semua komoditas pangan

organik dari berbagai daerah di Indonesia telah dipasarkan dan telah

mendapatkan sertifikat organik dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan

dengan harga pangan konvensional.

Ketatnya persyaratan SNI 6729-2020 pangan organik khususnya

dalam penggunaan bahan kimia dalam pengendalian gulma, menyebabkan

hanya satu petani lada yang berlokasi di Kabupaten Belitung Timur yang

dinyatakan lulus dan sudah berhasil mendapat sertifikat organik dan berhak

menggunakan logo Organik Indonesia. Keberhasilan untuk mendapatkan

sertifikat organik tersebut perlu diapresiasi dan didukung terutama dalam

pemasarannya baik untuk pasar di dalam maupun ekspor ke luar negeri.

Dengan prospek pemasaran lada organik yang baik dan harga yang cukup

tinggi diharapkan akan diikuti oleh petani lada lainnya di Kabupaten Belitung

Timur (Beltim) pada khususnya dan petani lada di seluruh Indonesia pada

umumnya.

KENDALA PENGEMBANGAN LADA ORGANIK DI BELITUNG TIMUR

Rendahnya produktivitas lada hasil budidaya organik dan belum

tersosialisasinya akan pasar lada organik dunia menyebabkan para petani

lada di Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Belitung Timur (Beltim)

pada khususnya enggan untuk mengembangkan sistem budidaya lada

organik. Beberapa kendala penyebab rendahnya produktivitas lada organik

tersebut antara lain terbatasnya in put pemupukan dan belum intensifnya

pengendalian gulma.

Page 3: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

179

Berdasarkan hasil survei lapang yang dilakukan di petani lada di

Kabupaten Beltim, mengindikasikan bahwa dengan terbatasnya jumlah

tenaga kerja yang ada dan mahalnya biaya tenaga kerja di Kabupaten

Beltim, menyebabkan petani lada lebih memilih menggunakan herbisida

kimia untuk pengendalian gulma dibandingkan secara mekanis atau

penyiangan. Selain menurunkan mutu dan munculnya pencemaran

lingkungan, penggunaan herbisida kimiawi khususnya yang berbahan aktif

paraquat, sulfosat, dan glifosat berpengaruh negatif terhadap

perkembangan mikroba tanah terutama mikoriza (Trisilawati et al. 2001).

Mahalnya biaya tenaga kerja di Kabupaten Beltim disebabkan

dengan bersaingnya tenaga buruh tani dengan tenaga buruh tambang timah

yang mampu membayar upah harian yang lebih tinggi. Sebagai

konsekuensinya, pertumbuhan gulma pada kebun lada organik cukup

intensif dan menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperebutkan

nutrisi di dalam tanah dan sebagai akibatnya, produktivitas lada organik

menjadi jauh lebih rendah dibandingkan lada konvensional.

Untuk mengatasi masalah gulma pada sistem pertanian lada organik

sekaligus terbatasnya tenaga buruh tani pada sentra pengembangan lada di

Propinsi Bangka Belitung, penggunaan herbisida nabati yang efektif dan

pemanfaatan cover crops sangat diharapkan dapat mengatasi kendala

pengendalian gulma pada perkebunan lada. Salah satu herbisida nabati

alternatif yang cukup prospektif untuk pengendalian gulma adalah

penggunaan bahan baku senyawa alelopati.

PROSPEK PENGGUNAAN SENYAWA ALELOPATI

Senyawa alelopati merupakan senyawa yang bersifat toksik yang

dihasilkan oleh suatu tanaman. Senyawa alelopati yang pertama ditemukan

pada tahun 1928 oleh Davis pada larutan hasil “leaching” serasah kering

Black Walnut (Kenari hitam) mampu menekan perkecambahan dan

pertumbuhan benih tanaman yang ada dibawah pohon kenari hitam

tersebut. Sebelumnya Condolle pada tahun 1832 menyatakan bahwa

eksudat tanaman bisa menyebabkan terjadinya tanah yang marginal akibat

adanya ekskresi atau eksudasi akar tanaman sebelumnya (Wilis 1985).

Page 4: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

Djazuli, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011

180

Selanjutnya pada tahun 1996 the International Allelopathy Society

mendefinisikan alelopati sebagai proses yang melibatkan metabolik sekunder

yang dihasilkan oleh tanaman, algae, bakteri dan fungi yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan perkembangan sistem pertanian dan biologi

(Roger et al. 2006).

Batish et al. (2001) melaporkan 56 spesies tanaman semusim

bersifat alelopati terhadap tanaman yang lain, 56 spesies tanaman semusim

bersifat alelopati terhadap gulma, dan 31 spesies tanaman semusim bersifat

autotoxic.

Informasi tentang alelopati di Indonesia khususnya pada komoditas

perkebunan masih sangat terbatas. Wiroatmodjo (1992) telah melaporkan

adanya senyawa alelopati pada tanaman jahe. Selanjutnya pada tahun 1999

telah dilaporkan adanya indikasi adanya senyawa alelopati pada tanaman nilam

yang bersifat auto toksik atau meracuni tanaman nilam itu sendiri (Djazuli dan

Moko 1999). Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa akar nilam mengeluarkan

senyawa asam-asam organik yang bersifat toksik dari proses alelopati yang bisa

menghambat pertumbuhan nilam itu sendiri. (Djazuli 2002).

PEMANFAATAN SENYAWA ALELOPATI

Saat ini kebutuhan dan penggunaan herbisida kimia sintetis untuk

tanaman perkebunan sangat tinggi. Dalam rangka mendukung gerakan pertanian

organik di Indonesia, diperlukan herbisida organik yang efektif berskala komersial

yang dapat menekan pertumbuhan gulma terutama pada tanaman perkebunan

lada.

Ada tiga jenis rumput yaitu masing-masing Dicanthium annulatum Stapf.,

Cenchruspennisetiformis Hochest and Sorghum halepense Pers., yang bersifat

alelopatik dan mampu berperan dan potensial sebagai bioherbisida (Javaid dan

Anjum 2006). Dilaporkan pula bahwa ekstrak terna dan akar dengan air dari

ketiga jenis rumput tadi mampu menekan perkecambahan gulma Parthenium

hysterophorus L. Selanjutnya ditambahkan pula bahwa ekstrak terna dari rumput

D. annulatum Stapf., dan C. pennisetiformis Hochest mempunyai daya bunuh

yang lebih kuat terhadap gulma P. hysteriporus dibandingkan dengan S.

halepense.

Page 5: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

181

Beberapa jenis senyawa alelopati yang cukup potensial antara lain

berasal dari ekstrak tumbuhan alang-alang (Imperata cylindrica), akasia

(Acacia mangium), jagung (Zea mays) dan pinus (Pinus merkussi).

Penggunaan senyawa alelopati dari keempat tumbuhan cukup prospektif

karena relatif mudah didapat, murah dan dengan jumlah biomas yang cukup

memadai.

Ekstrak ini bisa didapat dari semua bagian alang-alang mulai dari

akar, batang dan bagian lainnya. Namun menurut penelitian, allelopathy

paling banyak ditemukan pada bagian akarnya dan ekstrak tersebut akan

banyak jumlahnya jika akar yang digunakan banyak pula

(http://www.pemanfaatan-allelopathy -alang-alang.html 19 September

2011)

a. Alang-alang

Tumbuhan alang-alang merupakan gulma yang sangat merugikan

petani lada di Kabupaten Beltim. Namun demikian, alang-alang juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku bioherbisida yang cukup efektif dan

potensial.

Ekstrak Rhizome alang-alang dan daun akasia mampu menekan

panjang tunas jagung (http://4m3one.wordpress.com. 21 desember 2010) .

Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa eksudat rhizome alang-alang sangat

efektif untuk menghambat pertumbuhan gulma daun lebar. Namun

demikian, penggunaan ekstrak rhizome alang-alang perlu dibatasi

mengingat ekstrak alang-alang tersebut juga dapat menghambat

pertumbuhan tanaman semusim (http://hasanuzzaman.

weebly.com/allelopathy. pdf. 5 Juni 2011).

b. Akasia

Telah dilaporkan bahwa dari hasil penelitian menunjukan bahwa

ekstrak alelopati dari daun, kulit batang dan akar dari akasia (Acacia

mangium Wild) berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kacang

hijau (Phaseolus radiatus L) dan benih jagung (Zea mays). Selanjutnya

ditambahkan pula bahwa daya hambat senyawa alelopati yang ada di Acacia

mangium Wild pada benih jagung lebih tinggi dibanding pada benih kacang

Page 6: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

Djazuli, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011

182

hijau (Febian Tetelay 2003 dalam http://www.irwantoshut.com . 21

September 2011).

Selanjutnya dilaporkan pula bahwa allelokimia yang berasal dari

ekstrak Imperata cylindrica dan A. mangium mungkin bekerja mengganggu

proses fotosintesis atau proses pembelahan sel. Penekanan pertumbuhan

dan perkembangan karena ekstrak alang-alang dan akasia ditandai dengan

penurunan tinggi tanaman, penurunan panjang akar, perubahan warna daun

(Dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) serta bengkaknya akar

(http://id.wikipedia.allelopati/wiki/2009).

c. Jagung (Zea mays )

Informasi mengenai daya hambat pertumbuhan yang disebabkan

oleh senyawa alelopati yang ada di jagung masih sangat terbatas. . Dalam

sebuah laporan dinyatakan bahwa ekstrak akar jagung dapat digunakan

untuk menghambat gulma melalui peningkatan aktivitas enzim katalase dan

peroksidase. Dilaporkan pula bahwa sisa tanaman jagung mengandung lima

jenis senyawa asam fenolat penyebab alelopati yaitu asam verulat, as p-

koumarat, asam siringat, asam vanilat, dan asam hidroksibenzoat potensial

untuk menekan gulma (Guenzi dan Mc Calla 1966).

d. Pinus

Dari beberapa kajian ekologis pada daerah pertumbuhan pohon

pinus menunjukkan tidak ada pertumbuhan tanaman herba, hal tersebut

diduga karena serasah daun pinus yang terdapat pada tanah mengeluarkan

zat alelopati yang menghambat pertumbuhan herba. Hal tersebut diperkuat

dengan hasil uji efektivitas ektrak daun pinus menunjukkan bahwa senyawa

alelopati yang terdapat dalam ekstrak daun pinus dapat menghambat

perkecambahan benih Amaranthus viridis

(http://digilib.upi.edu/pasca/available. 29 September 2011). Lebih lanjut

Noguchi et al. 2009 melaporkan pula bahwa ektrak metanol daun pinus

merah dapat menghambat pertumbuha akar dan batang tanaman seledri

(Lepidium sativum), selada (Lactuca sativa), alfalfa (Medicago sativa), dan

gandum hitam (Lolium multiforum), Hal tersebut menunjukkan bahwa

kandungan senyawa pada daun pinus merkusii mempunyai potensi sebagai

bahan bioherbisida untuk mengkontrol pertumbuhan gulma yang dapat

menganggu pertumbuhan produksi tanaman pangan antara lain tanaman

Page 7: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

183

padi. Salah satu gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi

adalah Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis.

Pinus merkusii memiliki saluran resin yang dapat menghasilkan suatu

metabolit sekunder bersifat alelopati. Alelokimia pada resin tersebut termasuk

pada kelompok senyawa terpenoid, yaitu monoterpen α-pinene dan β-pinene dan

senyawa tersebut diketahui bersifat toksik baik terhadap serangga maupun

tumbuhan (Taiz dan Zeiger, 1991).. Selain itu, senyawa tersebut merupakan

bahan utama pada pembuatan terpentin. Monoterpen (C–10) merupakan minyak

tumbuh-tumbuhan yang terpenting yang juga bersifat racun (Sastroutomo 1990).

PENGENDALIAN GULMA TANAMAN LADA DI

KABUPATEN BELITUNG TIMUR

Pada umumnya jenis gulma pada kebun lada sangat beragam,

tergantung dari kondisi mikroklimatnya. Pada sistem budidaya lada di

Kabupaten Beltim yang menggunakan tiang panjat mati (kayu), gulma yang

dominan adalah alang-alang, sedangkan sistem budaya lada yang

menggunakan tiang panjat hidup terlihat beberapa jenis rumput dan gulma

berdaun lebar terlihat lebih dominan.

Terbatas jumlah dan mahalnya tenaga buruh tani, belum

dikembangkannya penggunaan tanaman penutup tanah, serta belum

tersedianya herbisida alami yang efektif menyebabkan sebagian besar

petani lada di Kabupaten Beltim masih tetap menggunakan herbisida kimia

yang dilarang dalam sistem pertanian organik.

Telah dilaporkan bahwa alang-alang sangat peka terhadap naungan,

sehingga pengendalian gulma alang-alang dengan naungan menjadi lebih

efektif dan mendukung sistem budidaya lada organik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa alang-alang dapat dikendalikan dengan naungan 50%

selama empat bulan. Telah dilaporkan bahwa penggunaan pohon gamal

(Gliricidia sepium) mampu menekan pertumbuhan dan perkembangan

alang-alang lebih baik dibandingkan jenis tanaman petaian (Peltophorum

dasyrrachis).

Khusus pada sentra lada yang intensitas sinar mataharinya cukup

tinggi terutama yang menggunakan tajar mati terutama di desa terlihat

gulma alang-alang terlihat lebih dominan. Meningat akan sifat tanaman

alang-alang yang juga sebagai penghasil senyawa alelopati, maka

Page 8: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

Djazuli, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011

184

berdasarkan referensi yang ada, maka pengendalian alang-alang dengan

senyawa alelopati menjadi agak susah. Oleh karenanya, untuk sistem

budidaya organik, tindakan awal untuk pengendalian alang-alang harus

dimulai dengan merubah sistem penggunaan tiang panjat dari tiang panjat

mati yang menggunakan kayu ke tiang panjat hidup khususnya dari

tanaman glirisida. Telah dilaporkan bahwa alang-alang merupakan jenis

tanaman yang berjalur fotosintesis C4 yang tidak tahan terhadap naungan

(Sukman dan Yakup, 1995 dalam http://www.ojimori.com/2010/11/07/

pengaruh-allelopati-tumbuhan-terhadap-jagung-zea-mays). Tidak ber-

kembang dan matinya alang-alang pada lahan yang ternaungi tersebut

selanjutnya akan diganti dengan gulma lain yang lebih tahan dengan

naungan. Selanjutnya gulma baru non alang-alang akan nisa dikendalikan

dengan senaywa alelopati yang dihasilkan oleh tanaman penghasil senyawa

alelopati potensial khususnya ketiga jenis tanaman seperti yasng dibahas

sebelumnya

Untuk memenuhi persyaratan SNI 6729-2010, pengembangan lada

organik memerlukan herbisida nabati yang mampu menekan jenis gulma yang

terdapat pada kebun lada. Walaupun belum diproduksi secara komersial dan

besar-besaran, beberapa peneliti telah mendapatkan beberapa tanaman yang

menghasilkan senyawa alelopati yang potensial dapat digunakan sebagai

herbisida nabati untuk pengendalian gulma pada tanaman perkebunan khususnya

lada organik yang sehat dan berwawasan lingkungan.

Informasi tentang herbisida alami yang efektif dan bersifat komersial

sampai saat ini masih sangat terbatas, maka untuk mendukung pengembangan

lada organik sekaligus mendukung program Go Organik Indonesia 2010,

diperlukan penelitian intensif untuk mendapatkan herbisida nabati yang efektif

terutama penggunaan senyawa alelopati untuk pengendalian gulma yang sesuai

dengan SNI 6729-2110.

KESIMPULAN DAN SARAN

Senyawa alelopati bersifat toksik dan dapat dimanfaatkan sebagai

bioherbisida pada sistem pertanian oganik lada pada khususnya dan

komoditas lain pada umumya.

Page 9: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

POTENSI SENYAWA ALELOPATI SEBAGAI HERBISIDA NABATI ALTERNATIF PADA BUDIDAYA LADA ORGANIK

185

Tanaman alang-alang, akasia, pinus, dan jagung mengandung

senyawa alelopati potensial yang dapat digunakan sebagai bahan baku

herbisida nabati. Selain mudah dan murah, ketersediaan bahan baku

keempat tanaman tersebut cukup memadai.

Senyawa alelopati mampu mengendalikan gulma non alang-alang.

Sedangkan untuk pengendalian alang-alang pada sistem budidaya organik

diperlukan kombinasi perlakuan naungan dan aplikasi senyawa alelopati

Diperlukan penelitian intensif untuk mendapatkan herbisida nabati

yang efektif berskala komersial terutama yang menggunakan senyawa

alelopati untuk pengendalian gulma pada budidaya organik.

DAFTAR PUSTAKA

Batish, D.R., H.P. Singh, R.K. Kohli and S. Kaur . 2001. Crop allelopathy and its role in ecological agriculture. J. Crop Prod 4:121-161.

Djazuli, M. dan H. Moko. 1999. Studi alelopati pada tanaman nilam. Laporan Penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat TA 1999. (unpublished).

Djazuli, M., 2002. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. 8:163-172.

Febian Tetelay, 2003. Pengaruh allelopathy Acacia mangium Wild terhadap

perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) dan jagung (Zea mays). http://www.irwantoshut.com . 21 September 2011.

Guenzi, W.D., and T.M. Mc. Calla. 1966. Phenolic acids in oat, wheat, sorghum, and corn residues and their phytotoxicity. Agronomy Journal, Madison, v. 58: 303-304 p.

Hasanuzzaman, M. 1996. Alelopathy. http://www.hasanuzzaman. weebly.com/ allelopathy.pdf. 5Juni2011

http://www.ojimori.com/2010/11/07/pengaruh-allelopati-tumbuhan-terhadap-

jagung-zea-mays. 12 Nov 2011

http://www.allelopathy-journal.com/allelopathy.aspx.2Juli2011

http://www.ojimori.com/2010/11/07/pengaruh-allelopati-tumbuhan-terhadap-jagung-zea-mays. 12 Nov 2011

http://www.pemanfaatan-allelopathy-alang-alang.html 19 September 2011

Page 10: 15.Djazuli herbnab alelopati 177-186p.pdf

Djazuli, Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober 2011

186

http://www.worldagroforestrycentre.org.PDF. 21Septembr 2011

http://id.wikipedia.allelopati/wiki/2009. 13 Maret 2010

http://4m3one.wordpress.com. 21 Desember 2010

Javaid, A. dan T. Anjum. 2006. Control of Parthenium hysterophorus l., by aqueous extracts of allelopathic grasses. Pak. J. Bot., 38: 139-145.

Kato-Nogochi, H., Y. Fushimi, dan H.Shigemori. 2009. J. Plant Physiology.

166:442-446.

Novianti. I. 2006. Uji efektivitas ekyrak daun pinus (Pinus merkusii) terhadap perkecambahan Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. http://digilib.upi.edu/pasca/available. 29 September 2011.

Purnomosidhi, P dan S. Rahayu. 2002. Pengendalian alang-alang dengan pola agroforestri. http://www.worldagroforestry.org. 3 November

2011

Sastroutomo, S. 1990. Ekologi gulma. Gramedia.Pustaka Utama. Jakarta.

Taiz, L. dan E.Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings

Publishing Company. Inc. California.

Trisilawati, O. A. Sudiman, dan N. Maslahah. 2001. Pengaruh beberapa jenis herbisida pengendali alang-alang terhadap produksi singkong dan

perekmbangan mikoriza. Prosiding Konferensi nasional XV Himpunan Ilmu Gulma Indonesia, Surakarta 17-19 Juli 2002. 732-738.

Willis, R.J. 1985. The historical bases of the concept of allelopathy. Journal of the History of Biology 18:71-102.

Wiroatmodjo, J. 1992. Alelopati pada tanaman jahe. Buletin Agronomi. 20: 1-6.