17-45-1-pb

15
1 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PROSES PERIZINAN KEGIATAN INDUSTRI TEKSTIL DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Nani Suryani 1 Abstrak Negara Indonesia sejak semula didirikan dengan tujuan yang jelas sebagaimana disebutkan dalam Alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Alinea keempat tersebut menjadi kaidah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia. Pemikiran dasar tersebut dirumuskan lebih konkrit dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang melahirkan hak menguasai negara atas sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Hak penguasaan negara tersebut berimplikasi bahwa negara hanya melakukan bestuursdaad dan wujud nyata dari implementasi tersebut adalah melalui perizinan. Dasar pemikiran yang tertuang dalam ketentuan-ketentuan tersebut menjadi titik tolak bagi pengaturan masalah lingkungan hidup yang selanjutnya dituangkan kedalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (selanjutnya disebut UUPPLH) Pengelolaan lingkungan hidup selain memerlukan perangkat hukum, juga memerlukan peran serta masyarakat yang merupakan implementasi dari asas keterbukaan yang merupakan salah satu pilar utama pemerintahan yang baik (Good Governance). Permasalahannya adalah Bagaimanakah pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses perizinan industri tekstil? Apakah kendala dan upaya terlaksananya peran serta masyarakat? A. PENDAHULUAN Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum, seperti diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, maka perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjuitan yang 1 ) Dosen Tetap Yayasan pada Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana.

Upload: imam-nugraha

Post on 27-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

17-45-1-PB

TRANSCRIPT

Page 1: 17-45-1-PB

1

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PROSES PERIZINAN KEGIATAN INDUSTRI TEKSTIL DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG

BAIK DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Oleh :

Nani Suryani1

Abstrak

Negara Indonesia sejak semula didirikan dengan tujuan yang jelas sebagaimana disebutkan dalam Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea keempat tersebut menjadi kaidah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia. Pemikiran dasar tersebut dirumuskan lebih konkrit dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang melahirkan hak menguasai negara atas sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Hak penguasaan negara tersebut berimplikasi bahwa negara hanya melakukan bestuursdaad dan wujud nyata dari implementasi tersebut adalah melalui perizinan. Dasar pemikiran yang tertuang dalam ketentuan-ketentuan tersebut menjadi titik tolak bagi pengaturan masalah lingkungan hidup yang selanjutnya dituangkan kedalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (selanjutnya disebut UUPPLH) Pengelolaan lingkungan hidup selain memerlukan perangkat hukum, juga memerlukan peran serta masyarakat yang merupakan implementasi dari asas keterbukaan yang merupakan salah satu pilar utama pemerintahan yang baik (Good Governance). Permasalahannya adalah Bagaimanakah pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses perizinan industri tekstil? Apakah kendala dan upaya terlaksananya peran serta masyarakat? A. PENDAHULUAN

Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang

Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi

kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan

Nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk

memajukan kesejahteraan umum, seperti diamanatkan dalam Undang-

Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan

Pancasila, maka perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjuitan yang

1) Dosen Tetap Yayasan pada Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana.

Page 2: 17-45-1-PB

2

berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang

terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi

masa kini dan generasi masa depan. Hal ini sejalan dengan amanat

konstitusional Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945 yang

mewajibkan sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat mana haruslah dapat dinikmati

generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain bertujuan untuk menciptakan

keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan. Sebab keterpaduan merupakan

nafas bagi seluruh aspek pengelolaan lingkungan hidup. Titik keterpaduan

dalam pengelolaan lingkungan hidup terletak kepada kebijaksanaan nasional

pengelolaan lingkungan hidup.

Meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan makin

meningkatnya dampak terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini makin

mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup

agar risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. Muladi

mengemukakan, bahwa:

“Pemaanfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan, Kerusakan lingkungan akan menggangu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia. Usaha untuk pandangan jangka pendek yang berorientasi ekonomi harus diubah menjadi pandangan atau paradigma berkelanjutan yang bertumpu pada pemikiran perlunya keadilan antar generasi”.2

Semakin meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, semakin besar

pula masalah lingkungan hidup perkotaan yang akan dihadapi. Kenaikan

jumlah penduduk perkotaan erat kaitannya dengan pesatnya industrialisasi.

Industrialisasi, yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada

2) Muladi, Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta, 1999, hlm.4.

Page 3: 17-45-1-PB

3

hakekatnya merupakan upaya untuk meningkatkan pemanfaatan berbagai

faktor, misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi,

secara berkesinambungan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semakin

banyak kegiatan industri yang berlangsung, sehingga semakin besar pula

tekanan untuk meningkatkan pemafaatan faktor-faktor tersebut. Dalam kaitan

tersebut, pada dasarnya, industrialisasi adalah sebuah dilema. Di satu pihak,

pembangunan industri ini amat penting diperlukan untuk meningkatkan

penyediaan barang dan jasa yang sangat diperlukan oleh masyarakat, untuk

memperluas kesempatan kerja, dan untuk meningkatkan devisa negara

melalui ekspor. Tetapi di lain pihak, industrialisasi juga mempunyai dampak

negatif, khususnya ditinjau dari kepentingan pelestarian fungsi lingkungan

hidup dan sumber alam, yaitu pencemaran dan perusakan lingkungan. Untuk

menghilangkan dilema tersebut, maka diperlukan studi kelayakan lingkungan

untuk menilai dampak positif dan negatif yang timbul dari kegiatan industri

terhadap lingkungan, sehingga dampak positifnya dapat dikembangkan, dan

dampak negatifnya dapat dikurangi atau dicegah. Instrumen penilai yang

diperlukan tersebut adalah sebuah Analisis Mengenai dampak Lingkungan

(selanjutnya disebut AMDAL) yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.

Siti Sundari R, menyatakan, bahwa: “Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan”3.

Syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan izin

lingkungan adalah mengajukan analisis mengenai dampak lingkungan

(selanjutnya disebut AMDAL) apabila usaha dan/atau kegiatan diperkirakan

3) Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,

Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 142.

Page 4: 17-45-1-PB

4

mempunyai dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana ditegaskan

dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.4Dalam penyusunan Amdal

tersebut pihak pemrakarsa harus melibatkan masyarakat sebagaimana

ditegaskan dalam ketentuan Pasal 265. Sedangkan dalam rangka

pelaksanaan asas keterbukaan informasi, pihak pemerintah berkewajiban

untuk mengumumkan setiap permohonan keputusan izin lingkungan, dengan

maksud memungkinkan peran serta masyarakat.6

Pengelolaan lingkungan hidup selain memerlukan perangkat hukum

juga memerlukan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat

merupakan implementasi dari asas keterbukaan. Pengaturan mengenai

peran serta masyarakat terdapat dalam Pasal 65 ayat (1) sampai dengan

ayat (4) dan Pasal 70.7 Pengaturan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (selanjutnya disebut BAPEDAL)

Nomor. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan

Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Ketentuan tersebut menyebutkan 2 (dua) golongan masyarakat yang dapat

berperan serta, yaitu Masyarakat Yang Terkena Dampak dan masyarakat

Pemerhati. Kedua golongan tersebut termasuk ke dalam kategori Masyarakat

Yang berkepentingan.

Dalam rangka pengelolaan lingkungan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

mewajibkan pemerintah mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah

dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Mas Ahmad Santosa menyatakan, bahwa : “penguasaan sumber daya

4) Lihat Pasal 22. 5) Lihat Pasal 26. 6) Lihat Pasal 39 dan penjelasannya. 7) Lihat Pasal 65 dan pasal 70.

Page 5: 17-45-1-PB

5

alam oleh negara mengandung konsekuensi sifat keberlanjutannya

(sustainability) banyak ditentukan oleh kemauan dan kemampuan

Pemerintah sebagai aparatur negara”.8 Akan tetapi, dalam praktek seringkali

Pemerintah mengabaikan kewajibannya menjaga keberlanjutan sumber daya

alam, misalnya mengabaikan perangkat perizinan sebagai alat pengendalian.

Peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat merupakan salah

satu pilar utama good governance dan pembangunan berkelanjutan.

Praktik menunjukkan bahwa Pemerintah termasuk para anggota

legislatif sebagai aparat penegak hukum dalam proses pengambilan

keputusan mereka kurang memperhatikan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan lingkungan, sehingga keputusan-keputusan yang mereka

ambil justru menimbulkan dampak negatif terhadap alam atau sumber daya

alam.

Terpeliharanya fungsi lingkungan merupakan kepentingan seluruh

rakyat Indonesia, sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan dalam

memberikan informasi kepada masyarakat dan peran serta masyarakat

melalui lembaga peran serta masyarakat, sementara keterbukaan yang

membawa masyarakat untuk berperan serta belum dapat terlaksana secara

maksimal.

Peran serta masyarakat dalam proses menyatakan pendapat dapat

berupa dengar pendapat, pernyataan keberatan dan lain-lain sikap dalam

proses pengambilan keputusan ijin.

Asas keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan hal yang

sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan,

terutama dalam proses administratif perizinan lingkungan dan AMDAL

sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan. Asas ini telah

dituangkan dalam bentuk produk hukum, sehingga menjadi kewajiban yang

8) Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.89.

Page 6: 17-45-1-PB

6

harus dipatuhi setiap orang di Indonesia. Sebagaimana dicantumkan dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab X, Pasal 65 ayat (2) sampai dengan

ayat (4), Bab XI, Pasal 70 ayat (1).9

Pelaksanaan hak masyarakat untuk berperan dalam perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada prinsip keterbukaan

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 huruf a Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009.10 Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut

memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan keputusan di

bidang pengelolaan lingkungan hidup.11

Padanan kata untuk peranserta adalah partisipasi yang sering

diartikan sebagai turut berperanserta dalam suatu kegiatan, atau

keikutsertaan dalam suatu kegiatan, sehingga peranserta diartikan sebagai

keikutsertakan atau peranserta masyarakat dalam suatu kegiatan.12

Dalam kaitannya dengan proses pembangunan, Perserikatan

Bangsa-Bangsa memberikan definisi peranserta masyarakat sebagai

keterlibatan aktif dan bermakna dari penduduk pada tingkat yang berbeda,

yaitu:

a. Dalam proses penetapan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber daya;

b. Pelaksanaan program-program dan proyek secara sukarela;

9) Pasal 65.ayat (2) : Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ayat (3) : Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Ayat (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 70 ayat (1) : Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan linmgkungan hidup.

10) Pasal 68 huruf a: Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban untuk memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbukadan tepat waktu.

11) Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1999, Cet.Keempat belas, Edisi ketujuh,hlm. 104.

12) Ibid.

Page 7: 17-45-1-PB

7

c. Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program.13

Lothar Gunding dalam tulisannya yang berjudul “Public Participation

in Environmental Decision Making” dalam Trend in Environmental Policyand

Law , mengemukakan pokok pikiran yang melandasi perlunya peran

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu :14

1. Memberikan informasi kepada Pemerintah. 2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. 3. Membantu perlindungan hukum. 4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.15 Menurut

Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi

satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan

persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan.16

Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan

untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang

secara umum dilarang.17

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008

tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan

Terpadu Di Daerah. Dalam ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Izin

adalah : “dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan

peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas,

13) Amiruddin Ahmad Dajaan Imami,Pemberdayaan Masyarakat Dan Berperanserta Dalam

Penataan Ruang, Makalah, Bandung Heritage Paguyuban Pelestarian Budaya, Bandung, 1997, hlm.7 14) Dikutip dari Koesnadi Hardjasoemantri, Op. cit., hlm. 104-106 15)Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Beragai Kegiatan, dikutip dari Ridwan HR, Hukum

Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 152. 16) Sjachran Basah, Pencabutan …..,dikutip dari Ridwan HR, Ibid. 17)Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Peraturan Penyelenggaraan Hak

Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, dikutip dari Ridwan HR., Ibid. hlm. 153

Page 8: 17-45-1-PB

8

menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk

melakukan usaha atau kegiatan tertentu.

Pengertian Izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin

tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak

termasuk yang diberikan secara lisan.18

Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak

instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat

adil dan makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui

bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti

persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupkan pengendali

dalam memfungsikan izin itu sendiri.19 Berkenaan dengan fungsi hukum

modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menerbitkan masyarakat.20

Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah

kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua

pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak

rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam

pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjuatan dan

keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan

efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.21

Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan bahwa wujud good

governance adalah penyelenggaraan pemerintah Negara yang solid dan

bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergisan”

interaksi yang kostruktif diantara domain-domain Negara, sektor swasta dan

masyarakat. Selain itu Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000

merumuskan arti good governance sebagai berikut:”Kepemerintahan yang

18)Y. Sri Pujyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, 2009, hlm. 8.

19) Sjachran Basah, dikutip dari Ridwan HR,Op.cit.,hlm. 160. 20) Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981,hlm.

23. 21 ) Ibid. hlm.3

Page 9: 17-45-1-PB

9

mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip: 1.Profesionalitas, 2.

Akuntabilitas, 3. Transparansi, 4. Pelayanan prima, 5. Demokrasi, 6. Efisiensi,

7. Efektifitas, 8. Supramsi hukum dan dapat diterima oleh masyarakat.22

Dengan demikian pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan

(governance stakeholder) dapat dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu:

a. Negara/Pemerintahan : konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani

b. Sektor Swasta: Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan perdagangan, perbankan dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.

c. Masyarakat Madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.23

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap

pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan

serta cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan

pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas

dan legitimate, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan

bertanggungjawab, serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Institusi dari governance meliputi tiga domain, yang saling berinteraksi

dan menjalankan fungsi masing-masing. Ketiga domain tersebut, yaitu :

1. State (negara atau pemerintah); Berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif.

2. Private Sector (sektor swasta atau dunia usaha); Menciptakan pekerjaan dan pendapatan

3. Society (masyarakat): berperan positif dalam interaksi social, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam

22 ) Ibid. hlm.4 23 ) Ibid. hlm.4-5

Page 10: 17-45-1-PB

10

masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.24

Negara, sebagai satu unsur good governance, didalamnya termasuk

lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta

meliputi perusahaan swasta yang bergerak diberbagai sektor informal lain di

pasar.Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat,

namun demikian sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban

sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih

kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Masyarakat (society) terdiri

dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak)

yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal

maupun tidak formal. Society meliputi lemabaga swasta masyarakat,

organisasi profesi dan lain-lain.25

Apabila melihat dari ketiga domain tersebut di atas, tampaknya domain

state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam

mewujudkan good governance, karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi

domain sector dunia usaha swasta dan masyarakat (society), serta fungsi

administratif penyelengaraan pemerintahan melekat pada domain ini.

Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan

secara terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidupdan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,

pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.26

24) Ibid 25) Ibid, hlm.6 26) Lihat Pasal 1 angka (2) dan Pasal 4.

Page 11: 17-45-1-PB

11

Pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

didasarkan pada asas-asas yang telah diatur dalam Pasal 2, diantaranya

adalah asas partisipatif dan asas asas pemerintahan yang baik.27

Asas partisipatif dalam rangka pelaksanaan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup, artinya bahwa setiap anggota masyarakat

didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan asas pemerintahan

yang baik artinya bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan

keadilan.28

Dalam rangka mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah

daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup yang memuat

informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup,

serta informasi lingkungan hidup lain dan dilaksanakan secara terpadu dan

terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat29 sebagai

pelaksanaan keterbukaan informasi dengan tujuan untuk memungkinkan

peran serta masyarakat, khususnya yang belum menggunakan kesempatan

dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses

pengambilan keputusan izin.30

B. PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perizinan

Industri Tekstil.

Landasan pembangunan industri diantaranya adalah kelestarian

lingkungan hidup, dalam arti pelaksanaan pembangunan industri tetap harus

27) Lihat Pasal 2. 28)Lihat Penjelasan Pasal 2 huruf k dan m. 29) Lihat Pasal 39 30) Lihat Penjelasan Pasal 39.

Page 12: 17-45-1-PB

12

dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari

lingkungan hidup dan sumber daya alam.31

Industri tekstil adalah industri yang mempunyai karakteristik tersendiri,

yaitu industri yang dalam produksinya menggunakan terdiri dari produksi

benang, gray, bahkan ada yang menggunakan pencelupan32 Karena

mempunyai karakteristik tersebut, maka setiap PMA atau PMDN yang akan

bergerak di bidang usaha industri tekstil sebelum mengajukan izin terlebih

dahulu wajib koordinasi dengan Badan Pembagunan Daerah (selanjutnya

disebut BAPEDA) wilayah untuk mengetahui daerah yang dapat dijadikan

lokasi untuk usaha di bidang industri tekstil, sebab tidak semua daerah dapat

dijadikan lokasi usaha industri tekstil akan tetapihanya zona merah yang

dapat dijadikan lokasi usaha industri tekstil.33

Pengaturan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses

perizinan secara khusus terdapat dalam Keputusan Kepala Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 08 Tahun 2000 tentang

Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Tata cara keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal adalah

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan:

2. Tahap Penyusunan kerangka Acuan Analisis dampak Lingkungan

Hidup (KA-ANDAL).

3. Tahap Penilaian KA-ANDAL.

a. Warga masyarakat terkena dampak berhak duduk sebagai

anggota Komisi penilain AMDAL melalui wakil yang telah

31) Lihat Pasal 2 , Ibid. 32) Hasil wawacanra dengan Bapak Advendi, Kepala Bidang pada Badan Promosi Penenanam

Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. 33) Ibid.

Page 13: 17-45-1-PB

13

4. Tahap penilaian AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan

(selanjutnya disebut RKL) dan Rencana Pamantauan Lingkungan

(selanjutnya disebut RPL).

Pada tahap ini warga masyarakat yang terkena dampak berhak duduk

sebagai anggota Komisi Penilai mewakili yang ditetapkan. Warga masyarakat

yang berkepentingan juga dapat menyampaikan saran, pendapat, dan

tanggapannya dengan ketentuan:

a. Disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab, dan /atau

kepada pemrakarsa;

b. Disampaikan dalam bentuk yang mudah didokumentasikan

dan/atau tertulis;

Dalam rangka pelaksanaan peran serta masyarakat, instansi yang

bertanggung jawab dan Pemrakarsa berkewajiban :

1. Mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatannya sebelum

memulai penyusunan dokumen AMDAL sesuai dengan ketentuan;

a. Spesifikasi Media Pengumuman:

b. Spesifikasi Tampilan Pengumumam.

c. Tata cara pengumuman.

2. Menyelenggarakan konsultasi kepada warga masyarakat yang

berkepentingan dalam penyusunan dokumen KA-ANDAL;

3. Memberikan informasi mengenai dokumen KA-ANDAL, ANDAL,

RKL, dan RPL kepada warga masyarakat yang memerlukannya;

4. Menanggapi saran, pendapat,dan tanggapan yang disampaikan

oleh warga masyara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup dan sumber daya alamnya mempunyai tujuan ganda, yaitu

Page 14: 17-45-1-PB

14

melayani kepentingan secara keseluruhannya dan melayani

kepentingan individu.34

2. Kendala Dan Upaya Terlaksananya Peran Seta Masyarakat Dalam Proses Perizinan Industri Tekstil.

Dalam kenyataannya pelaksanaannya peran serta masyarakat

mengalami beberapa kendala, diantaranya :

1. Sifat dominan dari pengusaha dalam memprediksi konflik sosial

yang muncul;

2. Munculnya pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap usaha

dan/atau kegiatan kedalam masyarakat dan mengatas namakan

masyarakat;

3. Munculnya informasi baru yang tidak ada didalam penilaian hukum;

4. Keinginan masyarakat selalu tidak sesuai dengan keinginan

pengusaha atau pemrakarsa;35

C. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Pelibatan masyarakat harus didasarkan pada pemberian informasi

yang transparan dan lengkap sebelum kegiatan tersebut dimulai ,

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 39.

2. Untuk mengatasi kendala yuridis dalam pelaksanaan peran serta

masyarakat maka perlu diupayakan lebih lanjut untuk membuat

perangkat hukum yang lebih lengkap, sehingga dapat dijadikan dasar

untuk mengembangkan peran serta masyarakat di semua aspek

34) Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Djambatan, Jakarta, 2007, Edisi.Revisi, hlm.44

35)Wawancara dengan Bapak Said Sadeli, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kab.Bandung.

Page 15: 17-45-1-PB

15

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku :

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1999, Cet.Keempat

belas, Edisi ketujuh.

Muladi, Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2000

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981

Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan

Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2000

Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Djambatan, Jakarta, 2007, Edisi.Revisi

Y. Sri Pujyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT.

Gramedia Widiasarana, Jakarta.

B. Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

C. Lain-lain :

Amiruddin Ahmad Dajaan Imami,Pemberdayaan Masyarakat Dan

Berperanserta Dalam Penataan Ruang, Makalah,

Bandung Heritage Paguyuban Pelestarian Budaya,

Bandung, 1997

Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis, & Manajemen Bag. 2, Delta Pamungkas , Jakarta, 1997, Cet. Kedua,