17-45-1-pb
DESCRIPTION
17-45-1-PBTRANSCRIPT
1
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PROSES PERIZINAN KEGIATAN INDUSTRI TEKSTIL DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG
BAIK DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh :
Nani Suryani1
Abstrak
Negara Indonesia sejak semula didirikan dengan tujuan yang jelas sebagaimana disebutkan dalam Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea keempat tersebut menjadi kaidah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia. Pemikiran dasar tersebut dirumuskan lebih konkrit dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang melahirkan hak menguasai negara atas sumber daya alam yang terkandung didalamnya. Hak penguasaan negara tersebut berimplikasi bahwa negara hanya melakukan bestuursdaad dan wujud nyata dari implementasi tersebut adalah melalui perizinan. Dasar pemikiran yang tertuang dalam ketentuan-ketentuan tersebut menjadi titik tolak bagi pengaturan masalah lingkungan hidup yang selanjutnya dituangkan kedalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (selanjutnya disebut UUPPLH) Pengelolaan lingkungan hidup selain memerlukan perangkat hukum, juga memerlukan peran serta masyarakat yang merupakan implementasi dari asas keterbukaan yang merupakan salah satu pilar utama pemerintahan yang baik (Good Governance). Permasalahannya adalah Bagaimanakah pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses perizinan industri tekstil? Apakah kendala dan upaya terlaksananya peran serta masyarakat? A. PENDAHULUAN
Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi
kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan
Nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum, seperti diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan
Pancasila, maka perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjuitan yang
1) Dosen Tetap Yayasan pada Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana.
2
berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang
terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi
masa kini dan generasi masa depan. Hal ini sejalan dengan amanat
konstitusional Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang dasar 1945 yang
mewajibkan sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat mana haruslah dapat dinikmati
generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain bertujuan untuk menciptakan
keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan. Sebab keterpaduan merupakan
nafas bagi seluruh aspek pengelolaan lingkungan hidup. Titik keterpaduan
dalam pengelolaan lingkungan hidup terletak kepada kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup.
Meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan makin
meningkatnya dampak terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini makin
mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup
agar risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. Muladi
mengemukakan, bahwa:
“Pemaanfaatan sumber daya alam yang tidak bijaksana akan menyebabkan kerusakan lingkungan, Kerusakan lingkungan akan menggangu keberlanjutan usaha pembangunan dan bahkan mengancam ekosistem dan peradaban manusia. Usaha untuk pandangan jangka pendek yang berorientasi ekonomi harus diubah menjadi pandangan atau paradigma berkelanjutan yang bertumpu pada pemikiran perlunya keadilan antar generasi”.2
Semakin meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, semakin besar
pula masalah lingkungan hidup perkotaan yang akan dihadapi. Kenaikan
jumlah penduduk perkotaan erat kaitannya dengan pesatnya industrialisasi.
Industrialisasi, yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada
2) Muladi, Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta, 1999, hlm.4.
3
hakekatnya merupakan upaya untuk meningkatkan pemanfaatan berbagai
faktor, misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi,
secara berkesinambungan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat, semakin
banyak kegiatan industri yang berlangsung, sehingga semakin besar pula
tekanan untuk meningkatkan pemafaatan faktor-faktor tersebut. Dalam kaitan
tersebut, pada dasarnya, industrialisasi adalah sebuah dilema. Di satu pihak,
pembangunan industri ini amat penting diperlukan untuk meningkatkan
penyediaan barang dan jasa yang sangat diperlukan oleh masyarakat, untuk
memperluas kesempatan kerja, dan untuk meningkatkan devisa negara
melalui ekspor. Tetapi di lain pihak, industrialisasi juga mempunyai dampak
negatif, khususnya ditinjau dari kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber alam, yaitu pencemaran dan perusakan lingkungan. Untuk
menghilangkan dilema tersebut, maka diperlukan studi kelayakan lingkungan
untuk menilai dampak positif dan negatif yang timbul dari kegiatan industri
terhadap lingkungan, sehingga dampak positifnya dapat dikembangkan, dan
dampak negatifnya dapat dikurangi atau dicegah. Instrumen penilai yang
diperlukan tersebut adalah sebuah Analisis Mengenai dampak Lingkungan
(selanjutnya disebut AMDAL) yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.
Siti Sundari R, menyatakan, bahwa: “Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan”3.
Syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan izin
lingkungan adalah mengajukan analisis mengenai dampak lingkungan
(selanjutnya disebut AMDAL) apabila usaha dan/atau kegiatan diperkirakan
3) Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 142.
4
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.4Dalam penyusunan Amdal
tersebut pihak pemrakarsa harus melibatkan masyarakat sebagaimana
ditegaskan dalam ketentuan Pasal 265. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan asas keterbukaan informasi, pihak pemerintah berkewajiban
untuk mengumumkan setiap permohonan keputusan izin lingkungan, dengan
maksud memungkinkan peran serta masyarakat.6
Pengelolaan lingkungan hidup selain memerlukan perangkat hukum
juga memerlukan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat
merupakan implementasi dari asas keterbukaan. Pengaturan mengenai
peran serta masyarakat terdapat dalam Pasal 65 ayat (1) sampai dengan
ayat (4) dan Pasal 70.7 Pengaturan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (selanjutnya disebut BAPEDAL)
Nomor. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan
Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Ketentuan tersebut menyebutkan 2 (dua) golongan masyarakat yang dapat
berperan serta, yaitu Masyarakat Yang Terkena Dampak dan masyarakat
Pemerhati. Kedua golongan tersebut termasuk ke dalam kategori Masyarakat
Yang berkepentingan.
Dalam rangka pengelolaan lingkungan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
mewajibkan pemerintah mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan
meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan pemerintah
dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Mas Ahmad Santosa menyatakan, bahwa : “penguasaan sumber daya
4) Lihat Pasal 22. 5) Lihat Pasal 26. 6) Lihat Pasal 39 dan penjelasannya. 7) Lihat Pasal 65 dan pasal 70.
5
alam oleh negara mengandung konsekuensi sifat keberlanjutannya
(sustainability) banyak ditentukan oleh kemauan dan kemampuan
Pemerintah sebagai aparatur negara”.8 Akan tetapi, dalam praktek seringkali
Pemerintah mengabaikan kewajibannya menjaga keberlanjutan sumber daya
alam, misalnya mengabaikan perangkat perizinan sebagai alat pengendalian.
Peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat merupakan salah
satu pilar utama good governance dan pembangunan berkelanjutan.
Praktik menunjukkan bahwa Pemerintah termasuk para anggota
legislatif sebagai aparat penegak hukum dalam proses pengambilan
keputusan mereka kurang memperhatikan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan lingkungan, sehingga keputusan-keputusan yang mereka
ambil justru menimbulkan dampak negatif terhadap alam atau sumber daya
alam.
Terpeliharanya fungsi lingkungan merupakan kepentingan seluruh
rakyat Indonesia, sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan dalam
memberikan informasi kepada masyarakat dan peran serta masyarakat
melalui lembaga peran serta masyarakat, sementara keterbukaan yang
membawa masyarakat untuk berperan serta belum dapat terlaksana secara
maksimal.
Peran serta masyarakat dalam proses menyatakan pendapat dapat
berupa dengar pendapat, pernyataan keberatan dan lain-lain sikap dalam
proses pengambilan keputusan ijin.
Asas keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan hal yang
sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan,
terutama dalam proses administratif perizinan lingkungan dan AMDAL
sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan. Asas ini telah
dituangkan dalam bentuk produk hukum, sehingga menjadi kewajiban yang
8) Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.89.
6
harus dipatuhi setiap orang di Indonesia. Sebagaimana dicantumkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab X, Pasal 65 ayat (2) sampai dengan
ayat (4), Bab XI, Pasal 70 ayat (1).9
Pelaksanaan hak masyarakat untuk berperan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada prinsip keterbukaan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 huruf a Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009.10 Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut
memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan keputusan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.11
Padanan kata untuk peranserta adalah partisipasi yang sering
diartikan sebagai turut berperanserta dalam suatu kegiatan, atau
keikutsertaan dalam suatu kegiatan, sehingga peranserta diartikan sebagai
keikutsertakan atau peranserta masyarakat dalam suatu kegiatan.12
Dalam kaitannya dengan proses pembangunan, Perserikatan
Bangsa-Bangsa memberikan definisi peranserta masyarakat sebagai
keterlibatan aktif dan bermakna dari penduduk pada tingkat yang berbeda,
yaitu:
a. Dalam proses penetapan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber daya;
b. Pelaksanaan program-program dan proyek secara sukarela;
9) Pasal 65.ayat (2) : Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ayat (3) : Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Ayat (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 70 ayat (1) : Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan linmgkungan hidup.
10) Pasal 68 huruf a: Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban untuk memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbukadan tepat waktu.
11) Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1999, Cet.Keempat belas, Edisi ketujuh,hlm. 104.
12) Ibid.
7
c. Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program.13
Lothar Gunding dalam tulisannya yang berjudul “Public Participation
in Environmental Decision Making” dalam Trend in Environmental Policyand
Law , mengemukakan pokok pikiran yang melandasi perlunya peran
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu :14
1. Memberikan informasi kepada Pemerintah. 2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan. 3. Membantu perlindungan hukum. 4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.15 Menurut
Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi
satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.16
Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang
secara umum dilarang.17
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008
tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu Di Daerah. Dalam ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Izin
adalah : “dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan
peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas,
13) Amiruddin Ahmad Dajaan Imami,Pemberdayaan Masyarakat Dan Berperanserta Dalam
Penataan Ruang, Makalah, Bandung Heritage Paguyuban Pelestarian Budaya, Bandung, 1997, hlm.7 14) Dikutip dari Koesnadi Hardjasoemantri, Op. cit., hlm. 104-106 15)Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Beragai Kegiatan, dikutip dari Ridwan HR, Hukum
Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 152. 16) Sjachran Basah, Pencabutan …..,dikutip dari Ridwan HR, Ibid. 17)Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Peraturan Penyelenggaraan Hak
Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, dikutip dari Ridwan HR., Ibid. hlm. 153
8
menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk
melakukan usaha atau kegiatan tertentu.
Pengertian Izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin
tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak
termasuk yang diberikan secara lisan.18
Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak
instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat
adil dan makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui
bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti
persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupkan pengendali
dalam memfungsikan izin itu sendiri.19 Berkenaan dengan fungsi hukum
modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menerbitkan masyarakat.20
Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah
kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua
pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak
rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam
pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjuatan dan
keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan
efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.21
Lembaga Administrasi Negara menyimpulkan bahwa wujud good
governance adalah penyelenggaraan pemerintah Negara yang solid dan
bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga “kesinergisan”
interaksi yang kostruktif diantara domain-domain Negara, sektor swasta dan
masyarakat. Selain itu Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000
merumuskan arti good governance sebagai berikut:”Kepemerintahan yang
18)Y. Sri Pujyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta, 2009, hlm. 8.
19) Sjachran Basah, dikutip dari Ridwan HR,Op.cit.,hlm. 160. 20) Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981,hlm.
23. 21 ) Ibid. hlm.3
9
mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip: 1.Profesionalitas, 2.
Akuntabilitas, 3. Transparansi, 4. Pelayanan prima, 5. Demokrasi, 6. Efisiensi,
7. Efektifitas, 8. Supramsi hukum dan dapat diterima oleh masyarakat.22
Dengan demikian pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan
(governance stakeholder) dapat dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu:
a. Negara/Pemerintahan : konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani
b. Sektor Swasta: Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan perdagangan, perbankan dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
c. Masyarakat Madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.23
Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap
pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan
serta cita-cita bangsa bernegara. Dalam rangka itu diperlukan
pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas
dan legitimate, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasilguna, bersih dan
bertanggungjawab, serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Institusi dari governance meliputi tiga domain, yang saling berinteraksi
dan menjalankan fungsi masing-masing. Ketiga domain tersebut, yaitu :
1. State (negara atau pemerintah); Berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif.
2. Private Sector (sektor swasta atau dunia usaha); Menciptakan pekerjaan dan pendapatan
3. Society (masyarakat): berperan positif dalam interaksi social, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam
22 ) Ibid. hlm.4 23 ) Ibid. hlm.4-5
10
masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.24
Negara, sebagai satu unsur good governance, didalamnya termasuk
lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta
meliputi perusahaan swasta yang bergerak diberbagai sektor informal lain di
pasar.Ada anggapan bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat,
namun demikian sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap kewajiban
sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih
kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Masyarakat (society) terdiri
dari individual maupun kelompok (baik yang terorganisasi maupun tidak)
yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal
maupun tidak formal. Society meliputi lemabaga swasta masyarakat,
organisasi profesi dan lain-lain.25
Apabila melihat dari ketiga domain tersebut di atas, tampaknya domain
state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam
mewujudkan good governance, karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi
domain sector dunia usaha swasta dan masyarakat (society), serta fungsi
administratif penyelengaraan pemerintahan melekat pada domain ini.
Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan
secara terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidupdan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.26
24) Ibid 25) Ibid, hlm.6 26) Lihat Pasal 1 angka (2) dan Pasal 4.
11
Pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
didasarkan pada asas-asas yang telah diatur dalam Pasal 2, diantaranya
adalah asas partisipatif dan asas asas pemerintahan yang baik.27
Asas partisipatif dalam rangka pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, artinya bahwa setiap anggota masyarakat
didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan asas pemerintahan
yang baik artinya bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan
keadilan.28
Dalam rangka mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah
daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup yang memuat
informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup,
serta informasi lingkungan hidup lain dan dilaksanakan secara terpadu dan
terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat29 sebagai
pelaksanaan keterbukaan informasi dengan tujuan untuk memungkinkan
peran serta masyarakat, khususnya yang belum menggunakan kesempatan
dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.30
B. PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perizinan
Industri Tekstil.
Landasan pembangunan industri diantaranya adalah kelestarian
lingkungan hidup, dalam arti pelaksanaan pembangunan industri tetap harus
27) Lihat Pasal 2. 28)Lihat Penjelasan Pasal 2 huruf k dan m. 29) Lihat Pasal 39 30) Lihat Penjelasan Pasal 39.
12
dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari
lingkungan hidup dan sumber daya alam.31
Industri tekstil adalah industri yang mempunyai karakteristik tersendiri,
yaitu industri yang dalam produksinya menggunakan terdiri dari produksi
benang, gray, bahkan ada yang menggunakan pencelupan32 Karena
mempunyai karakteristik tersebut, maka setiap PMA atau PMDN yang akan
bergerak di bidang usaha industri tekstil sebelum mengajukan izin terlebih
dahulu wajib koordinasi dengan Badan Pembagunan Daerah (selanjutnya
disebut BAPEDA) wilayah untuk mengetahui daerah yang dapat dijadikan
lokasi untuk usaha di bidang industri tekstil, sebab tidak semua daerah dapat
dijadikan lokasi usaha industri tekstil akan tetapihanya zona merah yang
dapat dijadikan lokasi usaha industri tekstil.33
Pengaturan pelaksanaan peran serta masyarakat dalam proses
perizinan secara khusus terdapat dalam Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : 08 Tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Tata cara keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal adalah
sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan:
2. Tahap Penyusunan kerangka Acuan Analisis dampak Lingkungan
Hidup (KA-ANDAL).
3. Tahap Penilaian KA-ANDAL.
a. Warga masyarakat terkena dampak berhak duduk sebagai
anggota Komisi penilain AMDAL melalui wakil yang telah
31) Lihat Pasal 2 , Ibid. 32) Hasil wawacanra dengan Bapak Advendi, Kepala Bidang pada Badan Promosi Penenanam
Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. 33) Ibid.
13
4. Tahap penilaian AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan
(selanjutnya disebut RKL) dan Rencana Pamantauan Lingkungan
(selanjutnya disebut RPL).
Pada tahap ini warga masyarakat yang terkena dampak berhak duduk
sebagai anggota Komisi Penilai mewakili yang ditetapkan. Warga masyarakat
yang berkepentingan juga dapat menyampaikan saran, pendapat, dan
tanggapannya dengan ketentuan:
a. Disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab, dan /atau
kepada pemrakarsa;
b. Disampaikan dalam bentuk yang mudah didokumentasikan
dan/atau tertulis;
Dalam rangka pelaksanaan peran serta masyarakat, instansi yang
bertanggung jawab dan Pemrakarsa berkewajiban :
1. Mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatannya sebelum
memulai penyusunan dokumen AMDAL sesuai dengan ketentuan;
a. Spesifikasi Media Pengumuman:
b. Spesifikasi Tampilan Pengumumam.
c. Tata cara pengumuman.
2. Menyelenggarakan konsultasi kepada warga masyarakat yang
berkepentingan dalam penyusunan dokumen KA-ANDAL;
3. Memberikan informasi mengenai dokumen KA-ANDAL, ANDAL,
RKL, dan RPL kepada warga masyarakat yang memerlukannya;
4. Menanggapi saran, pendapat,dan tanggapan yang disampaikan
oleh warga masyara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan sumber daya alamnya mempunyai tujuan ganda, yaitu
14
melayani kepentingan secara keseluruhannya dan melayani
kepentingan individu.34
2. Kendala Dan Upaya Terlaksananya Peran Seta Masyarakat Dalam Proses Perizinan Industri Tekstil.
Dalam kenyataannya pelaksanaannya peran serta masyarakat
mengalami beberapa kendala, diantaranya :
1. Sifat dominan dari pengusaha dalam memprediksi konflik sosial
yang muncul;
2. Munculnya pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap usaha
dan/atau kegiatan kedalam masyarakat dan mengatas namakan
masyarakat;
3. Munculnya informasi baru yang tidak ada didalam penilaian hukum;
4. Keinginan masyarakat selalu tidak sesuai dengan keinginan
pengusaha atau pemrakarsa;35
C. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pelibatan masyarakat harus didasarkan pada pemberian informasi
yang transparan dan lengkap sebelum kegiatan tersebut dimulai ,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 39.
2. Untuk mengatasi kendala yuridis dalam pelaksanaan peran serta
masyarakat maka perlu diupayakan lebih lanjut untuk membuat
perangkat hukum yang lebih lengkap, sehingga dapat dijadikan dasar
untuk mengembangkan peran serta masyarakat di semua aspek
34) Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Djambatan, Jakarta, 2007, Edisi.Revisi, hlm.44
35)Wawancara dengan Bapak Said Sadeli, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kab.Bandung.
15
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku :
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 1999, Cet.Keempat
belas, Edisi ketujuh.
Muladi, Sumber Daya Alam, ICEL, Jakarta
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2000
Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 2000
Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Djambatan, Jakarta, 2007, Edisi.Revisi
Y. Sri Pujyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, PT.
Gramedia Widiasarana, Jakarta.
B. Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
C. Lain-lain :
Amiruddin Ahmad Dajaan Imami,Pemberdayaan Masyarakat Dan
Berperanserta Dalam Penataan Ruang, Makalah,
Bandung Heritage Paguyuban Pelestarian Budaya,
Bandung, 1997
Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis, & Manajemen Bag. 2, Delta Pamungkas , Jakarta, 1997, Cet. Kedua,