173946969 farmakologi blok sensoris
DESCRIPTION
aaaaaTRANSCRIPT
-
FARMAKOLOGI
SISTEM SENSORIS
Kelainan pada organ sensoris, yaitu mata berdasarkan
struktur anatominya, dapat dikelompokkan atas kelainan
bagian anterior, tengah dan posterior bola mata dan struktur
mata, sedangkan untuk telinga, dikelompokkan atas kelainan
telinga luar, tengah dan dalam.
Apapun etiologi dari kelainan/penyakit tersebut, obat harus
dapat mencapai daerah yang mengalami kelainan
(farmakokinetika), baru dapat berkerja mengatasi kelainan
tersebut (farmakodinamika). Terdapat beberapa rute yang
dapat dipilih untuk memberikan obat dengan bentuk sediaan
tertentu. Setipa rute memiliki kelebihan dan kekurangan.
Rute-rute tersebut adalah:
1. Topikal : bentuk sediaan obat : tetes (solution dan
suspensi), salep
2. Oral : tablet, kapsul, sirup, eliksir
3. Parenteral :
a. Intravena, intra muskuler, subkutan, intrakutan
-
b. Injeksi subkunjungtiva, sub-Tenon's, dan
retrobulbar, intaokuler, Intravitreal, intatimpanic,
intakoklear.
Pemberian secara topikal, umumnya ditujukan untuk efek
lokal pada daerah yang diaplikasikan, misalnya mata atau
telinga bagian luar saja. Namun, beberapa obat topikal,
terutama pada penggunaan dosis besar atau penggunaaan
jangka panjang, dapat menimbulkan efek samping sistemik
(obat tersebut berhasil mencapai aliran darah sistemik dan
mempengaruhi berbagai sistem organ).
Pemberian obat per oral, secara pasti akan menimbulkan
efek sistemik, karena obat tersebut harus berhasil masuk ke
dalam aliran darah sistemik, baru dapat mencapai daerah
yang mengalami kelainan, baik di mata, telinga atau maupun
organ. Oleh karena itu, harus dipertimbangan
farmakokinetika (absorbsi, distribusi, metabolisme/
biotransformasi, dan ekskresi) obat tersebut serta
kemungkinan efek samping pada saluran cerna dan efek
samping sistemiknya.
-
Pemberian obat secara parenteral (injeksi),
farmakokinetikanya tergantung pada tempat injkesinya.
Secara umum, rute pemberian ini tidak dipengaruhi oleh
faktor absorbsi, karena obat langsung mencapai aliran darah
sistemik atau daerah yang mengalami kelainan. Rute
pemberian ini, membutuhkan suatu keahlian untuk
mengaplikasikannya. Efek samping sistemik juga harus
dipertimbangkan.
FARMAKOKINETIKA :
Absorbsi:
Absorbsi obat melalui suatu membran sel, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Ukuran obat; semakin kecil ukuran suatu obat, semakin
besar kemungkinan obat tersebut melintasi membran
sel
2. Bentuk molekul obat; sebagian besar obat, mempunyai
kanal atau protein tertentu yang menfasilitasinya
melintasi membran, bentuk molekul yang sesuai dengan
kanan atau protein tersebut dapat melintasi membran.
-
3. Kelarutan terhadap lemak; struktur membran plasma
adalah lipid bilayer, sehingga obat yang mempunyai
kelarutan dalam lemak yang baik, lebih mudah melintasi
membran dibandingkan dengan yang larut air.
4. Derajat ionisasi ; membran sel/plasma dan obat, adalah
molekul yang bermuatan (positif atau negatif). Adanya
muatan ini, menghalangi perlintasan obat tersebut pada
membran sel. Obat yang tidak bermuatan (tak
terionisasi) yang dapat melintasi membran. Persentase
obat yang tak terionisasi dapat kita tingkatkan dengan
merubah pH pada kompartemen obat tersebut berada.
Obat asam (pKa rendah), dalam suasana lingkungan
(kompartemen) yang asam, akan lebih banyak
dalam keadaan tak terionisasi, sehingga proses
absorbsi dapat terjadi.
Obat basa (pKa tinggi), dalam suasana lingkungan
(kompartemen) yang basa, akan lebih banyak
dalam keadaan tak terionisasi, sehingga proses
absorbsi dapat terjadi.
Perubahan pH kompartemen dengan pKa obat,
(asam-basa atau basa-asam) akan memperbesar
-
fraksi obat yang terionisasi, sehingga proses
absorbsi dihambat.
5. Konsentrasi obat; hal ini terutama untuk obat ynag
absorbsninya secara pasif yang tergantung pada
perbedaan konsentrasi obat antar kompartemen.
6. Aliran darah pada daerah absorbsi; obat yang berhasil
melintasi membran sel, harus segera dibawa keluar dari
daerah absorbsi, karena penumpukan obat tersebut
dapt menghalangi absorbsi obat berikutnya.
7. Faktor lain : kondisi kulit atau mukosa, luas area
absorbsi, lama waktu obat berkontak dengan area
absorbsi, gerakan peristaltik, flora normal pada daerah
absorbsi,
Distribusi :
Distribusi obat dalam darah ke jaringan, tergantung pada
beberapa aspek:
1. Aliran darah sistemik; semakin baik dan lancar
peredaran darah, maka transportasi obat akan
semakin baik
-
2. Konesntrasi protein pengangkut; di dalam darah,
sebagain besar obat akan berikatan dengan protein
pengangkut, yaitu albumin untuk obat yang bersifat
asam, dan alfa glikoprotein untuk obat yang bersifat
basa. Ikatan obat dengan protein pengankut ini
mempunyai dampak minimal pada 2 aspek, yaitu
mempercepat proses transportasi obat dan
mengurangi konsentrasi obat bebas dalam darah
(cairan tubuh lainyya), sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya efek toksik (obat yang bekerja
adalah obat yang tidak berikatan dengan protein
pengangkut).
3. Ikatan obat dengan jaringan; beberapa obat dapat
diikat oleh jaringan dalam jumlah yang signifikan.
Ikatan oleh jaringan ini dapat mengakibatkan
beberapa hal seperti efek obat akan lebih lama terjadi
jika dosis obat biasa, efek obat akan lebih lama
karena pelepasan obat tersebut dari jaringan, dan
terjadinya efek toksik pada jaringan penyimpan.
Metabolisme (biotrasformasi)
-
Metabolisme obat yang utama terjadi di hepar, sehingga
struktur dan fungsi hepar, sangat berpengaruh. Tujuan
dari proses biotrasformasi obat adalah:
1. Mengubah obat yang aktif menjadi obat yang kurang
aktif atau menjadi tidak aktif. Pada proses ini, obat
juga dibuat menjadi lebih larut air sehingga lebih
mudah diekresi melalui ginjal. Hal ini dapat
mengurangi konsentrasi obat aktif dalam darah
sehingga dapat mencegah terjadinya toksistas obat.
Sebagian besar obat, dimetabolisme dengan tujuan
ini.
2. Mengubah obat yang aktif menjadi obat yang aktif.
3. Mengubah obat yang tidak aktif (pro drug) menjadi
obat yang aktif
Kerusakan fungsi hepar, akan menghambat proses
metabolisme obat, sehingga efek obat cenderung lebih
lama, dan kemungkinan terjadinya efek toksik meningkat.
Pada kerusakan hati yang berat dan luas, dosis obat harus
dikurangi atau interval pemberiannya diperjauh.
Ekskresi
-
Jalur ekskresi obat antara lain melalui ginjal (sebagian
besar obat); pernapasan (obat inhalasi), empedu (obat
yang larut lemak), ASI (obat yang larut lemak), keringat.
Kerusakan ginjal yang berat dapat menghambat proses
ekskresi sehingga obat lebih lama bertahan dalam darah,
efek obat memanjang, dan kemungkinan efek toksik
meningkat.
Proses ekskresi melalui ginjal, dapat dioptimalkan dengan
mencegah proses reabsorbsi dalam tubulus. Prinsip
reabsorbsi sama dengan prinsip absorbsi. Dengan
merubah pH kompartemen berlawanan dengan pKa obat,
(asam-basa atau basa-asam) akan memperbesar fraksi
obat yang terionisasi, sehingga proses reabsorbsi
dihambat dan proses ekskresi dioptimalkan.
ASPEK FARMAKOKINETIKA OBAT TOPIKAL MATA
Absorbsi
Setelah pemberian topikal, kecepatan dan banyaknya obat
yang terabsorbsi, ditentukan oleh waktu/lama obat tertahan
dalam cul-de-sac dan lapisan air mata prekornea, eliminasi
-
melalui drainase nasolakrimal, ikatan dengan protein dalam
air mata, metabolisme obat oleh air mata, dan difusi obat
melintasi kornea dan konjungtiva.
Terdapat 3 barier yang membatasi konsentrasi obat yang
dalam mata, yaitu, kehilangan obat melalui permukaan bola
mata, barier nasolakrimalis dan barier darah mata (blood
ocular barier)
Lama obat tertahan dalam segmen anterior bola mata
anterior dapat diperpanjang dengan mengubah formulasi
obat, atau memblok (menghalangi) pembuangan air mata
dengan menutup drainase air mata, misalnya dengan kauter.
Drainase nasolakrimal memberikan kontribusi terhadap
jumlah obat topikal ke bola mata yang diabsorbsi secara
sistemik. Obat yang diabsorbsi melalui mukosa hidung, tidak
dibawa ke hati sehingga kadar yang terabsorbsi berefek
secara sistemik langsung, efek ini akan signifikan terutama
jika obat tersebut digunakan secara terus-menerus
(berkepanjangan).
Absorbsi trans kornea dan trans konjungtiva, merupakan
jalur absorbsi obat yang diharapkan berefek lokal ke jaringan
-
mata. Waktu yang dibutuhkan sejak obat tersebut diberikan
sampai terdeteksi di dalam humor aquous (cairan bola mata)
disebut lag time.
Perbedaan (Gradient) konsentrasi obat antara lapisan air
mata dan epitel kornea dan konjungtiva, menyebabkan
terjadinya difusi pasif obat melintasi jaringan tersebut. Faktor
lain yang mempengaruhi kapasita difusi adalah besar
molekul, struktur kima dan konfigurasi obat (steric
configuration) (bentuk obat). Penetrasi obat transkornea,
secara konseptual berbeda dengan proses kelarutan; karena
struktur yang dilewati bukan lipid bilayer, tetapi trilamellar
"fat-water-fat" (struktur yang terlibat adalah lapisan epitel,
stroma, dan endotel). Epitelium dan endotelium menjadi
barier/penghalang perlintasan senyawa yang hidrofilik (larut
air), sedangkan stroma membatasi perlintasan senyawa yang
hidrophobik (kurang larut air = lebih lipofilik/larut lemak).
Oleh karena itu, obat yang hidrofilik atau hidrofobik (lipofilik)
dapat diabsorbsi melalui kornea (transkornea).
Jumlah obat yang terpenetrasi ke dalam bola mata,
berbdaning lurus dengan konsentrasi obat dalam air mata
-
(tear film). Beberapa keadaan/penyakit, seperti ulkus kornea
mempengaruhi jumlah obat yang terpenetrasi. Jumlah obat
yang terabsorbsi biasanya akan meningkat jika barier
(penghalang) anatomi dikurangi, seperti pada ulkus kornea.
Distribusi
Pemberian obat secara topikal berefek secara sistemik
terutama akibat absorbsi melalui mukosa hidung, dan
kemungkinan lainnnya melalui absorbsi
traskornea/transkonjungtiva. (Lihat Gambar).
Ikatan obat dengan struktur pada mata seperti ikatan dengan
melanin (pigmen yang memberikan warna pada iris dan
retina) juga mempengaruhi distribusi dan efek obat topikal
mata.
Misalnya, pemberian obat yang berefek midriatikum dengan
mengaktifkan reseptor adrenergik (saraf simpatis), efek
obatnya lebih lambat mucul (onset of action) pada individu
dengan iris berwarna lebih gelap dibdaningkan dengan yang
lebih terang, karena obat yang berhasil melintasi segmen
anterior bola mata, berikatan dengan melanin. Obat yang
-
tidak berikatan dengan melanin yang memberikan efek
midriatikum.
-
BEBERAPA CIRI RUTE PEMBERIAN OBAT KE MATA *
Rute / jalur Pola Absorpsi Kegunaan
khusus Keterbatasan dan
pencegahan
Topikal Cepat, tergantung pada formula obat
Mudah diaplikasikan, ekonomis, relatif aman
Kepatuhan pasien, toksisitas pada kornea dan konjungtiva, toksisitas pada mukosa hidung, efek samping sistemik akibat absorbsi pada nasolakrimal
Injeksi subkunjungtiva, sub-Tenon's, dan retrobulbar
Cepat atau bertahap, tergantung pada formulasi obat
Infeksi pada segmen anterior mata, uveitis posterior, edema makula sistoid (cystoid macular edema)
Toksisitas ke jaringan lokal, kerusakan jaringan, perforasi bola mata, trauma nervus optikus, oklusi (sumbatan) arteri/vena retina, toksisitas langsung obat ke retina (karena perforasi), trauma otot mata, efek obat berkepanjangan
Injeksi intaokuler (intracameral)
Cepat Operasi atau infeksi segmen anterior bola mata
Toksisitas ke kornea atau ke intraokuler, lama kerja obat relatif singkat action
Injeksi Intravitreal
Absorbsi obat circumvented, efek lokal segera (sangat cepat), berpotensi efek obat bertahan lebih lama
Endophthalmitis, retinitis
Toksisitas ke retina
-
ASPEK FARMAKOKITETIKA OBAT UNTUK TELINGA (khususnya
TELINGA DALAM)
Aspek farmakokinetika pada obat yang diberikan topikal, atau
langsung ke dalam telinga atau melalui rute sistemik, pada
dasarnya sama dengan obat untuk sistem organ yang lain.
Beberapa hal yang khas, antara lain: Absorbsi
Beberapa aspek yang berhubungan dengan absorbsi obat
sehingga dapat mencapai telinga dalam:
1. Kompartemen cairan
Sebagian besar struktur koklea, dilindungi barier darah
koklea atau labirin (blood-cochlear barrier / blood-
labyrinthine barrier) dari aliran darah sistemik.
Cairan dalam telinga terdiri atas 4 macam yaitu : (1)
aliran darah sistemik; (2) perilymph, cairan yang
komposisinya mirip dengan cairan sebrospinal, (3)
endolymph, cairan yang tinggi kandungan K, dan (4)
cairan ekstraseluler pada tulang koklea.
2. Mekanisme Barrier : keberdaan barier ini mebatasi obat yang
mencapai koklea. Sel-sel endotel yang menyusun kapiler pada
koklea, sangat rapat, sehingga lebih sulit obat melintasinya.
Endotel ini juga muatannya lebih positif, sehingga hanya jika
jumlah obat yang tak terionisasi tinggi, dapat melintasinya.
-
Rute pemberian obat pada telinga :
1. Topikal : tetes telinga ; untuk kelainan pada telinga luar
atau telinga tengah jika membran timpati tidak intak lagi
(saat ekskresi otorea telinga minimal)
2. Oral : tablet, kapsul, sirup, eliksir; efek sistemik
3. Parenteral :
Intratympanic ; misalnya gentamicin dan steroid untuk
mengobati penyakit menier (telinga dalam)
Metodenya :
Transtympanic injection atau myringotomy
Silverstein MicroWick
Microcatheter implantation
Hydrogel application
Nanoparticles
Langsung ke dalam telinga dalam (intakoklear)
o Metodenya :
Melalui Cochlear Implantation
-
Melalui osmotic pump
Melalui reciprocating perfusion system
-
FARMAKOLOGI OBAT MATA
PENGATURAN FUNGSI STRUKTUR PADA MATA OLEH SISTEM SARAF OTONOM
Jaringan
Reseptor Adrenergik (Simpatis)
Reseptor Kolinergik (Parasimpatis)
SUBTIPE RESPON SUBTIPE RESPON
Epitel kornea 2 Belum diketahui Ma Belum diketahui
Endotel kornea 2 Belum diketahui Belum teridentifikasi
Belum diketahui
Otot radial iris 1 Midriasis
Otot spinkter iris
M3 Miosis
Trabecular meshwork
2 Belum diketahui
Epitel siliaris b 2/2 Produksi humor Aqueous
Otot siliaris 2 Relaksasi c M3 Akommodasi
Kelenjar Lakrimal
1 Sekresi M2, M3 Sekresi
Epitel pigmen retina
1/2 H2O transport/belum diketahui
a walaupun asetilkolin dan choline acetyltransferase banyak ditemukan di epitel kornea, tetapi fungsi dari neurotrasmitter ini belum diketahui dengan jelas.
b epitel siliaris juga merupakan terget kerja carbonic anhydrase inhibitors. Isoenzim II Carbonic anhydrase, ditemukan pada epitel pigmen dan tidak berpigmen pada epitel siliaris.
cwalupun reseptor 2 adrenergik mengatur relaksasi otot polos badan/corpus siliaris, belum ada data tentang pengaruhnya yang signifikan terhadap proses akomodasi.
-
ANTIMIKROBA
Aminoglycosida* Obat Dosage Form Comment
Neomycin Solution and salep and corticosteroid
Only in combination form; greatest potential for sensitivity RX of all in group
Gentamicin Solution and salep and corticosteroid Relatively high corneal toxicity
Tobramycin Solution and salep and corticosteroid Good antipseudomonal activity
Amikacin
No ophthalmic
Excellent for treatment of resistant P. aeruginosa strains; must be extemporaneously prepared in a 6.7-mg/cc solution
*Action: Inhibition of protein synthesis; bactericidal.
-
Macrolida*
Obat Dosage Form Comment Erytjamomycin
Ophthalmic salep; oral tablets and pediatric suspension
Classic alternative for penicillin-sensitive patients; marked GI upset; med. spectrum
Claritjamomycin Only systemic dosage forms; tablets and pediatric suspension
Long half-life allows twice daily dosing; excellent for Hemophilus
Azitjamomycin Only systemic dosage forms; tablets and pediatric suspension
Long half-life allows daily dosing; Obat of choice for chlamydia in all age groups
*Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic and bactericidal activity.
Tetracyclin* Obat Dosage Form Comments
Tetracycline Ophthalmic suspension and salep; oral capsules and syrup
Effective oral treatment for marginal Staphylococcal blepharitis; alternative treatment for chlamydia
Doxycycline Oral dosage form only
Long half-life allows once or twice daily dosing; OK to take with food; tetracycline of choice
Menitocycline Oral dosage form only
Once to twice daily
Gram (+) and Gram (-) coverage *Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic. WARNING: All tetracyclines are contraindicated in children and pregnant women. Avoid dairy products and antacids with tetracycline. Tetracyclines can produce photosensitivity.
Sulfonamid* Obat Dosage Form Comment
-
Sulfacetamide Ophthalmic solution and salep and corticosteroid
Marked S. aureus resistance
Sulfasoxazole Opthalmic solution
Same as above; less sting upon instillation than sulfacetamide
Sulfamethoxazole and trimethoprim TMP-SMZ
Oral tablets and suspension
Synergistic combination effectively inhibits folic acid; very effective in treating toxoplasmosis; alternative treatment for chlamydia; avoid in pregnant women and sulfonamide-sensitive patients
*Action: Inhibition of bacterial folic acid synthesis by inhibiting the enzymatic conversion of para-amenitobenzoic acid (PABA) to dihydrofolic acid; bacteriostatic.
Fluoroquinolon* Obat Dosage Form Comment
Ciprofloxacin Ophthalmic solution; oral tablets
Approved for monotherapy of bacterial keratitis; increasing bacterial resistance; incidence of corneal precipitates
Ofloxacin Ophthalmic solution; oral tablets
No corneal precipitates; approved for monotherapy of bacterial keratitis
Norfloxacin Ophthalmic solution; oral tablets
Not approved for bacterial keratitis; useful for bacterial conjuctivitis
Moxifloxacin Ophthalmic solution; oral tablets
Improved Gram (-) and Gram (+) coverage
Gatifloxacin Ophthalmic solution; oral tablets
Improved Gram (-) and Gram (+) coverage
Leuofloxacin Ophthalmic Purified Leuoisomen of Ofloxacin-
-
solution lower mic-90 than Ofloxacin *Action: Inhibit bacterial reproduction by inhibiting DNA gyrase; bactericidal.
Penicillin* Obat Dosage Form Comments
Ampicillin Oral tablets, suspension, and injection
First broad-spectrum, semisynthetic penicillin; not effective against -lactamase-producing bacteria
Amoxicillin Oral tablets and suspension
Pro-Obat of ampicillin, therefore, less GI upset, better absorption and tid vs qid dosing
Dicloxacillin Oral capsules and suspension
Excellent resistance to -lactamase
Amoxicillin/potassium clavulanate
Oral tablets and suspension
Excellent resistance to -lactamase, but much more expensive than dicloxacillin
*Action: Inhibit cell-wall synthesis; bactericidal. WARNING: Approximately 3% of the population (1-10%) reports penicillin sensitivity. A careful history to evaluate for penicillin sensitivity is absolutely necessary prior to their use. Non-penicillinase Staphylococcus and Hemophilus sp. are now the exception. When prescribing penicillins for eye infections commonly caused by these microbes, one should assume that they are -lactamase-producing strains and select the Obat accordingly.
Sefalosforin*
Obat Dosage Form Comments FIRST GENERATION
Cephalexin Oral capsules and suspension
Inexpensive alternative in penicillin-sensitive patients
Cefazolin Powder for injection
Used to formulate fortified topical antibitotic to treat bacterial keratitis
-
SECOND GENERATION
Cefaclor Oral tablets and suspension
Excellent action against Hemophilus influenzae;
Cefuroxime Oral and IV Same as above Note: Approximately 3-15% of the population that reports penicillin sensitivity will also exhibit sensitivity to the cephalosporins. First-generation cephalosporins show excellent activity against -lactamase-producing Gram (+) microbes, but limited Gram (-) activity.
Second-generation cephalosporins are quite useful in managing Hemophilus influenzae, which is particularly common in children. They also have the advantage of twice-daily dosing. A simple way to remember the spectrum of activity of the second-generation cephalosporin agents is by the pneumonic HENPEK: H: Hemophilus E: Enterococci N: Neisseria P: Proteus E: E. Coli K: Klebsiella
*Action: Inhibit cell-wall synthesis; greater resistance to -lactamase than some of the penicillins.
Chloramphenicol* Obat Dosage Form Comment
Chloramphenicol Ophthalmic solution and salep; oral capsule and suspension
High lipid solubility; excellent corneal penetration; low corneal toxicity; crosses blood-brain barrieruseful in meningitis
*Action: Inhibition of protein synthesis; bacteriostatic. WARNING: Chloramphenicol can produce dose-related CNS toxicity in children or adults with reduced hepatic microsomal activity. Both topical and systemic chloramphenicol can produce aplastic anemia. This is a potentially fatal, nondose-related reaction.
-
Bacitracin*
Obat Dosage Form Comments Bacitracin Ophthalmic salep Useful for Gram (+) species Powder for
injection Can be prepared as fortified solution for treatment of bacterial keratitis
*Action: Inhibition of cell-wall synthesis; bactericidal. Bacitracin is used in combination with a variety of other topical ophthalmic agents. It is primarily used in these products to enhance their ability to kill Gram (+) (staphylococcal and streptococcal sp.). Products that contain bacitracin include: Polysporin ophthalmic salep; Polytrim ophthalmic solution; Neosporin ophthalmic salep.
Polymyxin B* Obat Dosage Form Comments
Polymyxin B
Combined with other agents in a variety of ophthalmic products
Very effective against Gram (-) bacteria, particularly P. aeruginosa
*Action: Cell-wall inhibitor; bactericidal.
Polymyxin B is used in combination with other antibacterial agents to enhance their spectrum of activity.
It is particularly useful against Gram (-) organisms, in particular P. aeruginosa. Polymyxin B combination products include: Polysporin ophthalmic salep; Terramycin with polymyxin B ophthalmic salep; Neosporin ophthalmic solution; Neosporin ophthalmic salep.
Vancomycin* Obat Dosage Form Comments
Vancomycin No ophthalmic dosage form; oral capsules and powder for injection
Major ophthalmic use is as topical prepared from powder to manage resistant Staphylococcus sp.; oral Obat of choice to manage C. dificile infection
*Action: Inhibits cell-wall synthesis, increases cell-wall permeability,
-
and alters RNA synthesis.
Obat antimikroba yang diberikan secara topikal *
Nama Generik Formulariuma Toksisitasa Indikasi
penggunaan
Bacitracin zinc 500 units/g salep mata
H Konjungtivitis, blepharitis
Chloramphenicol
0.5% tetes mata
H, BD Konjungtivitis, keratitis 1% salep
mata
Ciprofloxacin hydrochloride
0.3% tetes mata
H Konjungtivitis, keratitis 0.3% salep
mata
Gatifloxacin 0.3% tetes mata
H Konjungtivitis
Levofloxacin 0.5% tetes mata
H Konjungtivitis
Levofloxacin 1.5% tetes mata
H Konjungtivitis, keratitis
Moxifloxacin 0.5% tetes mata
H Konjungtivitis
Ofloxacin 0.3% tetes mata
H Konjungtivitis, keratitis
Erythromycin 0.5% salep mata
H Blepharitis, konjungtivitis
Gentamicin sulfate
0.3% tetes mata
H Konjungtivitis, blefaritis, keratitis
0.3% salep mata
Sulfacetamide sodium
10, 15, 30% tetes mata
H, BD Konjungtivitis, keratitis 10% salep
-
mata
Polymyxin B combinationsb
Various tetes matas
Konjungtivitis, blepharitis, keratitis
Various salep matas
Tobramycin sulfate
0.3% tetes mata
H Konjungtivitis, blepharitis, keratitis
0.3% salep mata
a H: hipersensitivitas (alergi); BD: blood dyscrasia (kelainan darah).
Obat Antivirus pada mata *
Nama Generik
Rute pemberian INDICATION FOR USE
Trifluridine
Topical (1% tetes mata)
Herpes simplex keratitis
Herpes simplex konjungtivitis
Vidarabine
Topical (3% salep mata)
Herpes simplex keratitis
Herpes simplex konjungtivitis
Acyclovir
Oral (tablet 200, 400- dan 800-mg )
Herpes zoster ophthalmicus
Herpes simplex iridocyclitis
Valacyclovir
Oral (tablet 500- dan 1000 mg)
Herpes simplex keratitis
Herpes zoster ophthalmicus
Famciclovir
Oral (tablet 125-mg, 250-mg, dan 500-mg)
Herpes simplex keratitis
Herpes zoster ophthalmicus
Foscarnet
Intravena Cytomegalovirus retinitis Intravitreal
Ganciclovir
Intravena, oral Cytomegalovirus retinitis Intravitreal implant
-
Formivirsen Injeksi Intravitreal Cytomegalovirus retinitis
Cidofovir Intravena Cytomegalovirus retinitis
Antijamur untuk infeksi jamur pada mata*
Klas Obat Rute pemberian Indikasi
Polyenes
Amphotericin B
0.1-0.5% (umumnya 0.15%) tetes mata
fungal keratitis dan endophthalmitis
0.8-1 mg subconjunctival
fungal endophthalmitis
5-uginjkesi intravitreal
fungal endophthalmitis
Intravena fungal endophthalmitis
Natamycin 5% suspension topikal fungal blepharitis, konjungtivitis, keratitis
Imidazoles
Fluconazole oral, intravena keratitis dan endophthalmitis
Itraconazole Oral fungal keratitis dan endophthalmitis
Ketoconazole Oral keratitis dan endophthalmitis
Miconazole 1% tetes mata fungal keratitis
5-10 mg subconjunctival
fungal endophthalmitis
10 ug injeksi intravitreal
fungal endophthalmitis
OBAT OTONOM
Kegunaan umum dari obat atonom pada kelainan mata adalah:
Persiapan pemeriksaan mata seperti funduskopi
Persiapan operasi mata
-
Penatalaksanaan glaukoma; uveitis, dan strabismus.
OBAT OTONOM UNTUK MATA*
Golongan obat Formulasi Indikasi
penggunaan (sering)
Efek samping pada mata
Cholinergic agonists (parasimpatomimetik / perangsang saraf parasimpatis)
Acetylcholine 1% tetes mata
Untuk menimbulkan miosis pada operasi mata
Edema kornea
Carbachol 0.01 to 3% tetes mata
Untuk menimbulkan miosis pada operasi mata
Glaucoma
Edema kornea, miosis,miopia, penurunan visus, retinal detachment (ablasio retina)
Pilocarpine 0.25-10% tetes mata, 4% gel
Glaucoma Sama seperti carbachol
Anticholinesterase agents (parasimpatomimetik / perangsang saraf parasimpatis dengan menghambat enzim kolinesterase)
Physostigmine 0.25% salep mata
Glaucoma, esotropia akomodatif
Retinal detachment (ablasio retina), miosis, katarak, glaukoma sekunder akibat blok pada pupil, stenosis pada punctum dan sistem nasolakrimal
Echothiophate 0.125% Glaucoma, Sama seperti
-
tetes mata esotropia akomodatif
physostigmine
Muscarinic antagonists (parasimpatolitik/penghambat saraf parasimpatis)
Atropine 0.5-2% tetes mata, 1% salep mata
Midriatikum untuk pemeriksaan fuduskopi, Sikloplegik
Photosensitivity, penglihatan kabur
Scopolamine 0.25% tetes mata
Sama seperti atropine
Sama seperti atropine
Homatropine 2 & 5% tetes mata
Sama seperti atropine
Sama seperti atropine
Cyclopentolate 0.5, 1, & 2% tetes mata
Sama seperti atropine
Sama seperti atropine
Tropicamide 0.5 & 1% tetes mata
Sama seperti atropine
Sama seperti atropine
Sympathomimetic agents (perangsang saraf simpatis)
Dipivefrin 0.1% tetes mata
Glaucoma Photosensitivity, hipermemia konjugtiva, hipersensitivitas
Epinephrine 0.1, 0.5, 1, & 2% tetes mata
Glaucoma Sama seperti dipivefrin
Phenylephrine 0.12, 2.5, & 10% tetes mata
Mydriasis Sama seperti dipivefrin
Apraclonidine 0.5 & 1% tetes mata
Glaucoma, mencegah peningkatan tekanan intraokuler (TIO) pre- & postlaser
Sama seperti dipivefrin
-
Brimonidine 0.15 dan 0.2% tetes mata
Glaucoma Sama seperti dipivefrin
Cocaine 1-4% tetes mata
Anestesi topikal, menilai anisocoria
Hydroxyamphetamine 1% tetes mata
menilai anisocoria
Naphazoline 0.012 to 0.1% tetes mata
Decongestan Sama seperti dipivefrin
Tetrahydrozoline 0.05% tetes mata
Decongestan Sama seperti dipivefrin
& Adrenergic antagonists (simpatolitik/ penghambat saraf simpatis dengan menghambat reseptor simpatis)
Dapiprazole () 0.5% tetes mata
Menghilangkan mydriasis
hiperemia konjungtiva
Betaxolol (1-selective)
0.25 & 0.5% suspension
Glaucoma
Carteolol () 1% tetes mata
Glaucoma
Levobunolol () 0.25 & 0.5% tetes mata
Glaucoma
Metipranolol () 0.3% tetes mata
Glaucoma
Timolol () 0.25 & 0.5% tetes mata & gel
Glaucoma
aMydriasis dan cycloplegia, atau paralisis akomodasi pada mata manusia, terjadi [ada pemberian satu tetets atropine 1%, scopolamine 0.5%, homatropine 1%, cyclopentolate 0.5% or 1%, dan tropicamide 0.5% or 1%.
Midriasis rekoveri yaitu ukuran pupil kembali ke normal, yaitu sekitar 1 mm.
-
Waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan midriasi maksimal dan rekoveri (kembali ke keadaan normal) secara berturut-turut; atropine, 30 - 40 menit dan 7 - 10 hari; scopolamine, 20 - 130 menit dan 3 - 7 hari; cyclopentolate, 30 - 60 menit dan 1 hari; tropicamide, 20 - 40 menit dan 6 jam.
Waktu yang butuhkan untuk menimbulkan siklopegi dan untuk rekoveri: atropine, 60 - 180 menit dan 6 to 12 hari; scopolamine, 30 - 60 menit dan 3 7 hari; homatropine, 30 - 60 menit dan 1 to 3 hari; cyclopentolate, 25 - 75 menit dan 6 jam - 1 hari; tropicamide, 30 menit dan 6 jam.
CYCLOPLEGIC (SIKLOPLEGIK)
Indikasi penggunaan Cycloplegic (sikloplegik), a/l:
1. Strabismus (khususnya esotropia) 2. Amblyopia 3. Anisometropia 4. Pseudomyopia 5. Hyperopia yang berhubungan dengan esophoria atau
gangguan akomodasi
Perbandingan antara obat Cycloplegic
Obat Dosis Onset (mula
kerja) Cyclopelgia
Durasi (lama kerja)
Cycloplegia
Tropicamide 1% 1 tetes, diulangi setelah 5 menit 20-30 menit 4-8 jam
Cyclopentolate 0.5% and 1.0%
1 tetes, diulangi setelah 5 menit 20-45 menit 8-24 jam
Homatropine 5% 1 tetes, diulangi setelah 5 menit 30-60 menit 24-48 jam
Scopolamenite 0.25%
1 tetes, diulangi setelah 20 menit 30-60 menit 5-7 hari
Atropine 0.5% salep 1/4 salep 30-60 menit 10-14 hari
-
menjelang tidur selam 3 hari sebelum pemeriksaan
1.0% solution
1 tetes tid 1 hari sebelum pemeriksaan
Effikasi sikloplegik
Obat % Effikasi 1% Atropine. 100 1% Cyclopentolate 92 1% Tropicamide 80 5% Homatropine 54
Efek samping Cycloplegic
Dermatitis kontak alergik Glaukoma sudut tertutup Peningkatan tekanan intra okuler pada
glaukoma sudut terbuka
Efek samping sistemik tergantung dosis dari atropin
Dosis Effek
0.5-2 mg (1-4 tetes 1% solution)
Takikardia
Mulut kering
Midriasis/cycloplegia
5 mg (10 tetes 1% solution)
Efek di atas, ditambah dengan : Gangguan berbicara Gelisah Bingung Kulit panas dan kering Penurunan motilitas (peristaltik)
saluran pencernaan Retensi Urin
>10 mg (> 20 tetes Efek di atas, ditambah dengan :
-
1% solution) Ataxia Hiperexitabilitas Hallusinasi Coma Kejang Kematian
Efek samping kolinesterase inhibitor topikal
MATA o korpus siliaris
spasme akomodatif * difragma lensa-iris menonjol ke anterior robekan pada barier darah-aquous penurunan kedalamam bilik mata adepan (camera
oculi anterior) o Conjunctiva
Obat-induced cicatrizing conjunctivitis Hiperemia
o Toksisistas pada kornea o Peningkatan tekanan intraokuler (TIO) (paradoxical) o Lensa
Katarak (terutama kataram subkapsular anterior) o Palpebra
Blepharoconjunctivitis alergik Depigmentasi kulit (reversible) Kedutan orbicularis oculi
o Pupil Kista Iris* Miosis
o Retina Meningkatkan traksi vitreoretinal perifer
SISTEMIK o Jantung
Arrhthmia Bradycardia
o Gastrointestinal* Kram abdominal
-
Diare Nausea
o Sakit kepala o Saluran napas
Spasme bronkus-brobkhiolus Kongesti saluran pernapasan bagian atas Rhinorrhea (hidung beringus)
o Lakrimasi o Penurunan kadar kolinesterase plasma
Menurunan katabolimse obat succinylcholine, procaine,dan tetracaine efek obat memanjang
o Inkontinensia urine
-
LUBRIKAN DAN AIR MATA BUATAN
Air mata buatan dan Lubrikan untuk mata, digunakan sebagai terapi
awal pada kelainan permukaan mata anterior formularium baru
dari sediaan ini, efek toksik dari senyawa tambahannya minimal,
dan efek utamanya dapat meningkatkan regenerasi epitel pada
permukaan anterior bola mata.
Air mata buatan
Nama Dagang Komponen Utama Senyawa tambahan
(pengawet)
Adsorbotear Hydroxyethylcellulose, povidone Thimerosal, EDTA
Akwa Tears Polyvinyl alcohol Benzalkonium chloride, EDTA
Artificial Tears Solution
Polyvinyl alcohol Chlorobutanol, EDTA
Bion Tears Dextran 70 0.1% Tidak ada Celluvisc Carboxymethylcellulose Tidak ada
Hypotears Polyvinyl alcohol, PEG-8000, dextrose
Benzalkonium chloride, EDTA
I-Liqui Tears Hydroxyethylcellulose, polyvinyl alcohol
Benzalkonium chloride, EDTA
Isopto Alkaline Hydroxypropyl methylcellulose 1%
Benzalkonium chloride
Isopto Plain Hydroxypropyl methylcellulose 0.5%
Benzalkonium chloride
Isopto Tears Hydroxypropyl methylcellulose 0.5%
Benzalkonium chloride
Just Tears Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride
Lacril Hydroxypropyl methylcellulose, gelatin A, polysorbate 80 Chlorobutanol
Liquifilm Forte Polyvinyl alcohol 3% Thimerosal, EDTA Liquifilm Tears Polyvinyl alcohol 1.4% Chlorobutanol
-
Moisture Tetes Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 40
Benzalkonium chloride, EDTA
Murine Polyvinyl alcohol, povidone, dextrose
Benzalkonium chloride, EDTA
Murocel Methylcellulose Methylparaben, propylparaben
Muro Tears Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 40
Benzalkonium chloride, EDTA
Neo-Tears Polyvinyl alcohol, hydroxyethylcellulose
Benzalkonium chloride, EDTA
Refresh Carboxymethylcellulose 0.5% Purite Refresh Plus Carboxymethylcellulose 0.5% Tidak ada Refresh Liquigel Carboxymethylcellulose 1.0% Purite Refresh Endura Glycerin 1%, Polysorbate 80 1% Tidak ada Systane Polyethylene glycol 400 0.4% Polyquaternium-1
Propylene glycol 0.3%
TearGard Hydroxyethylcellulose EDTA
Tearisol Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride, EDTA
Tears Naturale Hydroxypropyl methylcellulose, dextran
Benzalkonium chloride, EDTA
Tears Naturale II
Hydroxypropyl methylcellulose, dextran
Benzalkonium chloride, EDTA
Tears Plus Polyvinyl alcohol, povidone Chlorobutanol Tears Renewed
Hydroxypropyl methylcellulose, dextran 70
Benzalkonium chloride, EDTA
TheraTears PF Carboxymethylcellulose 0.25% Tidak ada Theratears liquid gel
Carboxymethylcellulose 1% Tidak ada
Ultra Tears Hydroxypropyl methylcellulose Benzalkonium chloride
Salep pelumas (Lubricating Saleps)
Nama Dagang Komonen Utama
Senyawa tambahan (pengawet)
-
Akwa Tears White petrolatum, meniteral oil, lanolin
Tidak ada
Dey-Lube White petrolatum Tidak ada
Duolube White petrolatum, meniteral oil
Tidak ada
Duratears Naturale
White petrolatum, meniteral oil, lanolin
Methylparaben, propylparaben
Hypotears Salep
White petrolatum, meniteral oil
Tidak ada
Lacri-Lube NP White petrolatum, meniteral oil, lanolin
Tidak ada
Lacri-Lube S.O.P.
White petrolatum, meniteral oil, lanolin Chlorobutanol
Refresh PM White petrolatum, meniteral oil, lanolin Tidak ada
DEKONGESTAN
Mekanisme kerja dari dekongestan adalah mengaktifkan reseptor
alfa 1 saraf simpatis
pada pembuluh darah, sehingga terjadi vasokonstriksi yang
akhirnya mengurangi gejala
hiperemia dan edema.
Decongestan*
Obat Dosis dan
bentuk sediaan
Catatan
TOPIKAL
Phenyephrine
0.12% OTC solution
2.5% RX solution
Semua dekongestan dikontraindikasikan pada kasus glaukoma sudut tertutup, ,hipertensi sitemik unstable, dan penggunan obat golongan MAO inhibitors. Penggunaan yang berlebihan dapat memicu
-
hiperemia (rebound hyperemia)
Naphazoline
0.0125-0.03% OTC solution 0.1% RX solution
Derivat Imidazole
Oxymetazolone 0.025% OTC solution
Dekongestan yang paling lama masa kerjanya
Tetrahydrozoline 0.05% OTC solution
ORAL
Pseudoephedrine
Tablet oral, sirup (pediatrik) : 30- dan 60-mg
Kontraindikasi pada penderita hipertensi dan kelainan jantung heart disease and hypertension
-
OBAT GLAUKOMA
Patofisiologi secara umum glaukoma adalah terjadinya peningkatan
tekanan intraokuler akibat ketidakseimbangan antara produksi
humor aquous dengan penyaliran humour aquous, baik penyaliran
antara kamera okuli posterior ke anterior, maupun dari mata ke
aliran darah sistemik.
OBAT TOPIKAL UNTUK PENATALAKSANAAN
GLAUCOMA
Obat Bentuk
sediaan
Kekuatan
(%)
Dosis
lazimea
Mekanisme
kerja
2-Adrenergic blocking agents (simpatolitik / penghambat reseptor beta 2 saraf simpatis Betaxolol Solution
(larutan /
tetes)
0.5 1 tetes
2xsehar
i
(1 tetes
b.i.d.)
Menurunkan
produksi
humor aquous
oleh badan
siliar
Suspensio
n
0.25 1 tetes
2xsehar
i
(1 tetes
b.i.d.)
Carteolol Solution 1 1 tetes
2xsehar
i
(1 tetes
b.i.d.)
Levobunolol Solution 0.25, 0.5 1 tetes
2xsehar
i
(1 tetes
b.i.d.)
Metipranolol Solution 0.3 1 tetes
2xsehar
i
-
(1 tetes
b.i.d.)
Timolol Solution 0.25, 0.5 1 tetes
q.d.
atau
b.i.d.
Gelling
solution
0.25, 0.5 1 tetes
q.d.
Nonspecific adrenergic agonists (simpatomimetik /
perangsang saraf simpatis) Dipivefrin Solution 0.1 1 tetes
2xsehar
i
(1 tetes
b.i.d.)
Meningkatka
n pengaliran
humor aquous
Beta 2-Adrenergic agonists Apraclonidine Solution 0.5, 1 1tetes 2
kali
atau 3
kali
sehari
(b.i.d.
atau
t.i.d.)
Mengurangi
produksi
humor
aquaous;
brimonidine
meningkatkan
penyaliran
melalui
uveoscleral Brimonidine Solution 0.15 1tetes 2
kali
atau 3
kali
sehari
(b.i.d.
atau
t.i.d.)
Cholinergic agonists Direct-acting Carbachol Soution 0.75, 1.5,
2.25, 3
1tetes 2
kali
atau 3
kali
sehari
(b.i.d.
atau
Meningkatka
n penyaliran
humor
aqueous
melalui
trabecular
meshwork
-
t.i.d.)
Pilocarpine Solution
Gel
0.25, 0.5, 1, 2,
4, 6, 8, 10
4
1tetes 2
kali
atau 3
kali
sehari
(b.i.d.
atau
t.i.d.)
Cholinesterase inhibitators Echothiophate Solution 0.125 q.d.
atau
b.i.d.
Carbonic anhydrase inhibitators Brinzolamide Suspensio
n
1 b.i.d
atau
t.i.d.
Menurunkan
produksi
humor aquous
oleh badan
siliar
Datauzolamid
e
Solution 2 b.i.d.
atau
t.i.d.
Prostaglandin analogues Latanoprost Solution 0.005 1 tetes
q.h.s.
Meningkatka
n penyaliran
melalui
uveoscleral
(utama) dan
trabecular
outflow
(sedikit)
Bimatoprost Solution 0.03 1 tetes
q.h.s.
Travoprost Solution 0.004 1 tetes
q.h.s.
Combinations Timolol-
datauzolamide
Solution Timolol 0.5%
Datauzolamid
e 2%
1 tetes
b.i.d.
-
Penggunaan penghambat Carbonic Anhydrase sistemik
pada
penatalaksanaan Glaucoma
Obat Bentuk
Sediaan
Dosis
sediaan Dosis lazim
Acetazolamide Tablet 125 mg,
250 mg
125-250 mg,
2-4 x sehari
Injeksi 500
mg/vial
250-500 mg
Kapsul 500 mg 500 mg, 2 x
sehari
Dichlatauphenamide Tablet 50 mg 25-50 mg, 1-3
x sehari
Methazolamide Tablet 25 mg, 50
mg
25-50 mg, 2-3
x sehari
Obat hiperosmotik topikal
Nama Dagang Formulasi
Senyawa
tambahan
(pengawet) Adsorbonac Opthalmic
(Alcon)
2% atau 5% NaCl
solution Thimerosal
Muro-128 Opthalmic
(Bausch & Lomb)
2% ataur 5% NaCl
solution dengan
methylcellulose
Methylparaben
Propylparaben
AK-NaCl (Akorn)
Muro-128 Opthalmic
(Bausch & Lomb)
5% NaCl salep
Glucose-40 Opthalmic
(Cooper Vision)
40% salep dalam
petrolatum dan
lanolin
Obat Hiperosmotik sistemik
Obat Formulasi Dosis
Glycerin 50% solution 1-2 g/kg p.o.
Isosorbide 45% solution 1-3 g/kg p.o.
Mannitol
5, 10, 15, 20 25%
injeksi
1.5-2 g/kg dalam
bentuk 20% solution