181643213 refarat besar pemfigus vulgaris docx
TRANSCRIPT
1
PEMFIGUS VULGARIS
I. PENDAHULUAN
Istilah pemfigus berasal dari kata pemphix (Yunani) berarti melepuh atau gelembung.
Pemfigus merupakan kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu
yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan
bula intraepidermal akibat proses akantolisis.(1,2)
Pemfigus merupakan penyakit berat yang berpotensi mengancam nyawa.Ada dua jenis
utama. Yang paling umum adalah pemfigus vulgaris, yang menyumbang setidaknya tiga
perempat dari semua kasus, dan penyebab terbesar kematian. Pemfigus vegetans adalah varian
langka pemfigus vulgaris. Jenis penting lainnya dari pemfigus, superficial pemfigus, juga
memiliki dua varian: tipe generalized foliaceus type dan tipe localized erythematosus. Beberapa
obat-obatan, seperti penicillamine, bisa mencetuskanreaksi seperti pemfigus-seperti, tapi
kemudian autoantibodi jarang ditemukan. 3
Semua bentuk Pemfigus diatas memberikan gejala yang khas, yakni pembentukan bula
yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan bula
tersebut meluas (Nikolsky positif), akantolisis selalu positif, dan adanya antibody tipe IgG
terhadap antigen interseluler di epidermis yang dapat ditemukan dalam serum, maupun terikat di
epidermis.(2)
II. EPIDEMIOLOGI
Pemfigus Vulgaris merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80% semua kasus
pemfigus lainnya). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan
ras. Frekuensi kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade ke-4
dan ke-5), termasuk dapat juga mengenai semua umur termasuk anak-anak.
Penyakit autoimun ini paling banyak di jumpai di Negara-negara timur seperti India,
Cina, Malaysia, dan Timur Tengah. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika
dibandingkan di Negara barat. Di Afrika Selatan, Pemfigus Vulgaris ini lebih sering terjadi pada
bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. Pemfigus Vulgari jarang
sekali terjadi pada orang barat. (1,2,7)
2
.
III. ETIOLOGI
Semua jenis pemfigus adalah penyakit autoimun yang patogen antibodi IgG mengikat
antigen
dalam epidermis. Antigen utama adalah desmoglein
3 (dalam pemfigus vulgaris) dan desmoglein 1
(dalam
superfisial pemfigus). Keduanya sel-adhesi
molekul
dari keluarga cadherin (lihat Tabel 2.5),
ditemukan
dalam desmosom. Reaksi antigen-antibodi
mengganggu
dengan adhesi, menyebabkan keratinosit
untuk
berantakan
IV. PATOGENESIS
Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada permukaan keratinosit
membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen Pemfigus Vulgaris yang
dikenali sebagai desmoglein 3 merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan
interseluler pada epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluler region terminal
amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3
dapat ditemukan pada desmosom dan pada membran sel keratinosit. Dapat dideteksi pada setiap
deferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pada mukosa bucal
dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan antigen Pemfigus Foliaseus,
desmoglein 1, yang dapat ditemukan pada epidermis, dan lebih padat pada epidermis atas.
Pengaruh dari faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat dibuktikan berpengaruh
terhadap Pemfigus Vulgaris, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik pada
kebanyakan kasus. (1,6-8)
3
Tanda utama pada Pemfigus Vulgaris adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada
permukaan keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan
antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulcer yang
merupakan gambaran pada penyakit Pemfigus Vulgaris..(1,4,7)
Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya Pemfigus Vulgaris adalah
autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini yang
menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat
menentukan lokasi antigen pada desmosom untuk kedua Pemfigus Vulgaris dan Pemfigus
Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-sel pada epitel bertanduk.(1,6,7)
Gambar 1: Kompensasi desmoglein; pada awal pemfigus vulgaris, antibodi hanya menyerang desmoglein 3, dan
menghasilkan bulla pada lapisan mukosa dalam tanpa kompensasi dari desmoglein 1. Pada pemphigus
mukokutaneus, antibodi menyerang kedua desmoglein 1 dan desmoglein 3, menyebabkan bulla terhasil pada kedua
membran mukosa dan kulit.(7)
V. DIAGNOSIS
Untuk dapat mendiagnosis Pemfigus Vulgaris diperlukan anamnesis,pemeriksaan fisik
yang lengkap serta pemeriksaan penunjang seperti biopsi kulit yaitu dengan cara mengambil
sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan di periksa dibawah mikroskop dan immunofloresensi
yaitu sampel yang diambil dari biopsi lalu di warnai dengan cairan flouresens. Lepuh dapat
dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu
dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolsky’s sign yang
4
menunjukkan adanya Pemfigus vulgaris. Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut
menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari. Jika
memiliki Pemfigus Vulgaris, lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas.(9,10)
GEJALA KLINIS
Pemfigus Vulgaris ditandai oleh adanya bulla berdinding tipis, relatif flaksid, dan mudah
pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous.
Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen.
Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini
sering berukuran besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang
hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi ini
sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.(4,9)
Pemfigus Vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit
kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi
kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa
lokasi selama beberapa bulan.(9)
Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan
atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa
sangat jarang ditemukan pada Pemfigus Vulgaris. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus
Pemfigus Vulgaris.(7,9)
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan
mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk
krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan
menelan. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.(9)
5
Gambar 2. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral(7)
Gambar 3. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit(7)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:
Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah
mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih baru dan dekat
dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu
pemisahan keratinosit satu dengan yang lain. Pada pemfigus vulgaris dapat dijumpai adanya
akantolisis suprabasiler, sedangkan pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah
6
stratum korneum dan pada stratum granulosum. Lalu pada pemfigus paraneoplastik, di
jumpai akantolisis suprabasiler dan disertai vacoular interface change. (7,9,11)
Gambar 4. Gambaran histopatologi pemfigus. (A). Pemfigus vulgaris (B). Pemfigus foliaseus (C). Pemfigus
paraneoplastik.(7)
Imunofluoresensi
Imunofluoresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan fluoresens. Pemeriksaan ini
dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF menunjukan deposit antibodi dan
imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG
yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.(3,7)
Imunofluoresensi tidak langsung
Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini ditegakkan
jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif. Serum penderita
mengandung autoantibodi IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan
C
A
B
7
pemeriksaaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai penderita
Pemfigus Vulgaris.(7)
(A) (B)
Gambar 5. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B). Imunofluoresensi tidak
langsung.(7)
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Pemfigoid Bulosa
Pemfigoid Bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang bisa terjadi pada semua umur
terutama pada orang tua. Biasanya di awali dengan rasa gatal, urtikaria,dan lesi yang
eritematous. Gejala klinis pada Pemfigoid Bulosa adalah terbentuknya bula yang besar dengan
tekanan meningkat pada kulit normal atau dengan basal eritematous. Bula-bula ini sering timbul
pada daerah abdomen bagian bawah, bagian paha depan atau paha atas, dan fleksor lengan atas,
walaupun ia bisa timbul dimana-mana bagian tubuh. Bula yang terbentuk biasanya terisi dengan
cairan bening dan bisa juga terdapat perdarahan. Kulit yang lepas apabila bula-bula itu pecah
biasanya mempunyai potensi reepitelisasi, tidak seperti Pemfigus Vulgaris, erosi yang terjadi
tidak menyebar ke perifer. Lesi pada Pemfigoid Bulosa tidak mengakibatkan pembentukan
jaringan parut. .(1,4,12)
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menentukan Pemfigus Bulosa adalah biopsi
yang memberikan gambaran bula subepidermal tanpa nekrosis pada epidermal dengan infiltrat
limfosit, histiosit dan eosinofil pada permukaan dermal.(1,4,7)
8
Gambar 6. Pemfigoid Bulosa pada dada(7)
Gambar 7: Imunofluoresensi pada pemfigoid bullosa(7)
2. Dermatitis Herpetiformis
Gejala klinis primer pada Dermatitis Herpetiformis adalah papul eritematous, plak yang
menyerupai urtika atau yang paling biasa ditemukan adalah vesikel. Bula yang besar sangat
jarang muncul pada penyakit ini. Akibat dari hilang timbulnya gejala klinis pada Dermatitis
Herpetiformis bisa menyebabkan terjadinya hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Gejala yang
timbul pada pasien bisa hanya krusta dan gejala klinis primer yang lain tidak ditemukan. Gejala
klinis ini biasanya timbul secara simetris pada siku, lutut, bahu dan daerah sakral. Lokasi seperti
kulit kepala, muka dan garis anak rambut. Biasanya dermatitis herpetimformis dapat mengenai
anak dan dewasa, keadaanya umumnya baik, keluhannya sangat gatal, ruam polimorf dan
memiliki tempat predileksi sedangkan pemfigus terutama mengenai orang dewasa, keadaann
umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur dan biasanya generalisata (1,7,12)
Pada gambaran histopatologik dermatitis herpetiformis letak vesikel bulla di
subepidermal, sedangkan pada pemfigus vulgaris terletak di intraepiderma dan terdapat
akantolisis.
9
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosa Dermatitis Herpetiformis
adalah pemeriksaan immunoflouresensi, di mana ditemukan antibodi IgA yang berikatan dengan
substansi intermiofibril pada otot polos, sedangkan pada pemfigus vulgaris menunjukkan IgG
yang terletak intradermal. .(1,12)
Gambar 8: Dermatitis herpetiformis(7)
Gambar 9: Imunofloresensi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan deposit
IgA secara granular(7)
Gambar 10: Biopsi lesi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan penumpukan
neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub-epidermal(7)
10
3. Pemfigus eritematosus
Pemfigus eritematosus yang juga dikenal sebagai Sindrom Senear- Usher merupakan
varian dari pemfigud foliaseus. Pasien memiliki fitur imunologi dari lupus eritematosus dan
pemfigus . antibodu mengenali antigen pemfigus foliaceus yaitu desmoglein 1. Progresi menjadi
lupus eritematous sistemik jarang terjadi, kemungkinan pemfigus eritomatous ada kaitannya
dengan myasthenia gravis atau thymoma. Lesi kulit berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama di atas hidung dan pipi pada wajah menyerupai kupu-kupu sehingga menyerupai
lupus eritematous atau dermatitis seboroik. Sinar matahari dapat memperburuk penyakit ini.
Lesi pada mukosa mulut jarang terjadi. Hubungannya dengan lupus eritematosus juga terlihat
pada pemeriksaan immunifloresensi langsung, pada tes tersebut di dapatkan antibody di
interselular dan juga di membrane basalis.(1,2)
Gambar11..Pemphigus erythematosus. Lesi berupa skuama dan krusta terlihat pada
hidung dan daerah malar wajah.(4)
4. Pemfigus Foliaseus
Karakteristik dari lesi pemfigus foliaseus adalah adanya skuama, erosi krusta, dan sering
pada bagian yang mengalami eritematosa. Perjalanana penyakit kronik, remisi terjadi temporer.
Lesi primer berupa vesikel yang kecil yang tidak mencolok biasanya sulit untuk di temukan,
penyakit ini dapat menetap dan terlokalisasi selama bertahun-tahun atau bisa dengan cepat
berkembang menjadi eritroderma eksfoliatif awalnya timbul vesikel/bula, skuama, krusta dan
11
sedikit eksudatif kemudian memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai
kepala yang berambut, muka, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroik.
Kemudian menjalar simetris dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas
adalah terdapatnya eritema yang menyeluruh di sertai banyak skuama yang kasar, agak berbau,
dan hanya terdapat sedikit bula yang kendur, lesi di mulut jarang ditemukan Paparan sinar
matahari dan panas dapat memperburuk aktivitas penyakit, pasien biasa mengeluh adanya rasa
sakit dan perih pada lesi kulit.7
Penyakit ini umumnya mengenai orang dewasa antara umur 40-
50 tahun. Gejalanya tidak seberat pemfigus Vulgaris,(2,7)
Gambar 12. Pemfigus Foliaseus. Lesi berupa skuama & krusta pada punggung.(7)
5. Pemfigus Vegetans
Pemfigus vegetans adalah varian jinak dari pemfigus vulgaris dan sangat jarang
ditemukan. Biasanya timbul pada usia lebih awal dari pemfigus vulgaris. Keadaan umum
penderita masih baik. Gambaran klinis yang khas adalah mula-mula muncul lesi kulit mirip
pemfigus vulgaris, tetapi erosinya cepat mongering dan menimbulkan jaringan granulasi
hipertrofik berbentuk vegetasi atau bentukan papilomatous. Lokasinya biasanya di daerah lipatan
paha, perineum, walaupun dapat ditemukan di setiap tempat seperti hidung, mulut, leher dan
kepala.(1,5)
Terdapat 2 tipe dari pemfigus vegetans yaitu tipe Neumann dan tipe Hallopeau
(pyodermite vegetante). Pada pemfigus vegetans tipe Neumann, vesikel dan bulla yang pecah
akan membentk erosi granulasi hipertofik dan mudah berdarah. Lesi akan berkembang menjadi
12
massa vegetative dan mengeluarkan serum dan pus. Ujung-ujungnya dipenuhi dengan pustule
yang kecil, erosi pada tepi lesi menginduksi vegetasi baru lalu kemudian vegetasi tersebut
menjadi kering, pecah- pecah dan hyperkeratosis. Lesi oral hampir selalu di temukan, perjalanan
penyakit lebih lama daripada pemfigus vulgaris, dapat terjadi lebih akut dengan gambaran
pemfigus vulgaris lebih dominan dan dapat fatal. Sedangkan pada tipe Hallopeau, perjalanan
penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi primer ialah pustule-pustul
yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetative dan menutupi daerah yang luas di aksilla dan
perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas ialah granulomatosis seperti
beledu.(1,2)
Gambar 13. Pemfigus vegetans. Lesi papillomatous vegetative.
(4)
VII. PENATALAKSANAAN (13-15)
1. Medikamentosa
Glukokortiroid, 2-3 mg/KgBB prednison sampai penghentian pembentukan
lepuhan baru dan hilangnya tanda Nikolsky. Kemudian pengurangan dengan
cepat untuk sekitar setengah dosis awal sampai pasien hampir bersih, diikuti
dengan tappering dosis dengan sangat lambat untuk meminimalkan
keefektifitasan dari dosis.
13
Terapi imunosupresif yang bersamaan. Agen imunosupresif diberikan
bersamaan untuk mengurangi efek glukokortikoid.
Azathioprine, 2-3 mg/KgBB sampai pembersihan lengkap. Tapering dosis
hingga 1mg/KgBB. Pemberian dengan hanya azathioprinedilanjutkan bahkan
setelah penghentian pengobatan glukokortikoid dan mungkin harus
dilanjutkan selama berbulan-bulan.
Methotrexate, Baik secara oral (PO) atau IM dengan dosis 25–35 mg/minggu.
Dosis penyesuaian dibuat seperti azathioprine.
Cyclophosphamide, 100-200 mg/sehari, dengan pengurangan dosis 50–100
mg/sehari. Atau terapi cyclophosphamide "bolus" dengan 1000 mg IV
seminggu sekali atau setiap 2 minggu di tahap awal, sebagai perbaikan diikuti
oleh 50-100 mg/d PO.
Plasmapheresis, dalam hubungannya dengan glukokortikoid dan agen
imunosupresif pada pasien kurang terkontrol, pada tahap awal pengobatann
untuk mengurangi titer antibodi. Plasmaphresis dengan iklosporin atau
siklosposfamid dan fotoforesis ekstrakorporal terkadang juga telah diteliti
dapat berguna.
Gold therapy, untuk kasus-kasus ringan. Setelah pengujian awal dosis 10 mg
IM, 25 sampai 50 mg gold natrium thiomalate diberikan IM , interval per
minggu dengan dosis kumulatif maksimum 1 gr.
Dosis tinggi imunoglobulin intravena (HIVIg) (2 g/KgBB setiap 3- 4 minggu)
telah dilaporkan memiliki efek sparing glukokortikoid.
2. Non Medikamentosa
Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan
gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat
penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan
mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif
penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga dan
makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan
renyah).(4)
14
VIII. PROGNOSIS (1,7)
Sebelum adanya terapi glukokortikoid, PV hampir selalu berakibat fatal, dan Pemfigus
Foliaseus berakibat fatal pada 60% pasien. Pemfigus Foliaseus hampir selalu berakibat fatal pada
pasien usia lanjut dengan sejumlah permasalahan dalam pengobatan.
Penambahan glukokortikoid sistemik dan penggunaan terapi imunosupresif telah
meningkatkan prognosis pasien dengan PV. Namun demikian, PV tetap merupakan penyakit
yang dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Infeksi sering menjadi
penyebab kematian, dan dengan meningkatnya kebutuhan akan imunosupresan pada penyakit
yang aktif, terapi seringkali menjadi faktor yang berperan dalam menyebabkan kematian.
Dengan terapi glukokortikoid dan imunosupresan, mortalitas (baik dari penyakit maupun terapi)
pasien dengan PV yang diikuti dalam 4 sampai 10 tahun adalah 10% atau kurang, dimana pada
Pemfigus Foliaseus angka ini cenderung lebih kecil. Aktivitas penyakit umumnya berkurang
dengan waktu dan relaps paling banyak terjadi di 2 pertama setelah diagnosis. Keadaan ini lebih
buruk pada pasien yang lebih tua.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Wojnarowsa, F., Rook's Textbook of Dermatology, in Immunobullous Diseases, T. Burns,
Editor. 2004, Blackwell: Australia. p. 2033-91.
2. Wiryadu, B.E., Dermatosis Vesikobulosa Kronik. 5 ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin,
ed. A. Djuanda. 2007, Jakarta: FKUI. p. 204-12.
3. Zeina B, Sakka N. Pemphigus vulgaris, 2010. Available from
www.emedicine.medscape.com [cited 2012 October 4].
4. Amagai, M., Pemphigus, in Dermatology, J.L. Bolognia, Editor. 2008, Elsevier: Spain. p.
417-29.
5. Kariosentono, H., Penyakit Vesiko-Bulosa. Ilmu Penyakit Kulit, ed. M. Harahap. 2000,
Jakarta: Hipokrates. p. 134-7
6. Hertl, M., Autoimmune disease of the skin: Pathogenesis, Diagnosis, Management. 2005,
Springer-Verlag Wien: Austria. p. 60-79.
7. Stanley, J.R., Pemphigus, in Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, K. Wolff,
Editor. 2008, McGraw-Hill: New York. p. 459-74.
8. Hall, J.C., Sauer's Manual of Skin Diseases. 2000, Lippincott Williams & Wilkins. p.
232-36.
9. James, W.D., Andrews Diseases of The Skin Clinical Symptoms. 2006, Saunders Elsevier:
Philadelphia. p. 581-93.
10. Brown, R.G., Dermatology Lectures Notes. 8 ed. 2002: Erlangga Medical Series. p. 144-6
11. Beers, H.M. Pemfigus Vulgaris. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 2008.
Available from www.merckmanuals.com [cited 2012 October 4]
12. Habif, T.P., Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 2003,
Mosby. p. 547-86.
16
13. Wolff, K., Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5 ed. 2007,
New York: McGraw-Hill. p.
14. Crispian, S., Pemphigus Vulgaris: Update on Etiopathogenesis, Oral Manifestations, and
Management, in Critical Reviews in Oral Biology & Medicine. 2002, Sage: London. p.
397-408.
15. Ahmed, R., Treatment of Pemphigus Vulgaris with Rituximab and Intravenous Immune
Globulin. The New England Journal Of Medicine, 2006: p. 1772-9.