185655214 laporan tetap seeding docx

21
SEEDING DAN AKLIMATISASI AEROB 1. TUJUAN Melakukan pembenihan dan pengembangbiakan mikroorganisme untuk mengolah limbah cair 2. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN Alat yang digunakan: Gelas kimia Aerator Pipet ukur 25 ml Bola karet Pipet tetes Labu ukur Cawan penguapan Spatula Batang pengaduk Oven Bahan yang digunakan : KH 2 PO 4 0,2749 gram KNO 3 1,35 gram C 6 H 12 O 6 3,75 gram Aquadest Tanah subur Air

Upload: rommy-ch

Post on 23-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • SEEDING DAN AKLIMATISASI AEROB

    1. TUJUAN

    Melakukan pembenihan dan pengembangbiakan mikroorganisme untuk mengolah limbah

    cair

    2. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

    Alat yang digunakan:

    Gelas kimia

    Aerator

    Pipet ukur 25 ml

    Bola karet

    Pipet tetes

    Labu ukur

    Cawan penguapan

    Spatula

    Batang pengaduk

    Oven

    Bahan yang digunakan :

    KH2PO4 0,2749 gram

    KNO3 1,35 gram

    C6H12O6 3,75 gram

    Aquadest

    Tanah subur

    Air

  • 3. DASAR TEORI

    Aklimatisasi, bertujuan untuk mendapatkan kultur biomassa yang telah teradaptasiterhadap air limbah

    yang akan diteliti. Setelah melalui proses pembenihan,maka dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah

    pengadaptasian mikroorganisme terhadap air limbah yang akan diolah. Pada proses ini dilakukan dengan sistem

    bacthkarena diharapkan mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak sertaberadaptasi dengan kondisi

    baru. Pengapdaptasian dilakukan dengan cara menggantipemberian glukosa dengan air limbah pabrik . Akhir dari

    proses ini adalah konsentrasi COD menjadi stabil Pembenihan (seeding) merupakan tahapan awal sebelum

    penelitian. Tujuan dariproses ini adalah untuk mendapatkan suatu populasi mikroorganisme yang

    mencukupiuntuk memulai penelitian proses lumpur aktif dan mampu mengoksidai zat zat organicyang

    terkandung didalam air limbah. Dalam penelitian ini mikroorganisme yangdigunakan berasal dari bak aerasi. Pada

    tahap ini diharapkan mikroorganisme tersebutdapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik dengan pemberian

    nutrien danoksigen secara teratur. Parameter yang diamati adalah VSS dan COD.

    Pada haripertama pembenihan, COD adalah sebesar 610,22 mg/l dan konsentrasi VSS adalahsebesar

    3096 mg/l.Jika konsentrasi BOD atau COD dalam tempat pengembangan telah relatifkonstan,dengan fluktuasi

    sekitar 5% maka konsentrasi umpan dan volume pembibitanditambah. Prosesini terus dilakukan hingga volume

    pembibitan mencapai sekitar 10% kolam yang pengolahanyang dibuat dan VSS sekitar 3000-4000

    mg/l.Parameter yang dianalisis adalah VSS (Volatile Suspended Solid ) dan kebutuhan oksigen kimiawi

    (COD). VSS adalah untuk mengetahui banyaknya mikroorganismeyang hidup. Nilai VSS merupakan indicator

    adanya mikroorganisme yang aktif danmemegang peranan penting dalam proses biologis. Pengukuran ini

    digunakan dengan menggunakan metode gravimetri.Salah satu parameter yang sering digunakan dalam

    pengolahan limbah cairsistem lumpur aktif adalah Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS). Mixed liquor

    suspended solids adalah jumlah dari bahan organik dan mineral berupa padatanterlarut, termasuk mikroorganisme

    di dalam mixed liquor.Selama periode aklimatisasi ini dilakukan pemeriksaan parameterorganik (mg/l KmnO4),

    VSS, pH, dan temperatur. Konsentrasi oksigenterlarut selalu dijaga diatas 4 mg/l untuk memastikan proses aerob

    dapatberlangsung baik. Temperatur dalam proses juga dijaga pada temperaturkamar dan dalam rentang pH

    normal. Proses aklimatisasi dianggap selesai jika pH, VSS, temperatur dan efisiensi penyisihan senyawa

    organik telahkonstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%

  • PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN LUMPUR AKTIF

    CARA PEMBUATAN

    Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit

    proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan tersier, yaitu :

    1. Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.

    2. Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan

    sistem lumpur aktif.

    3. Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.

    4. Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.

    5. Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.

    Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX.

    Proses Pengolahan Limbah

    Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :

    1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi :

    a). Penyaringan kasar,

    b). Penghilangan warna,

    c). Ekualisasi,

    d). Penyaringan halus, dan

    e). Pendinginan.

    2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.

    3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.

    Proses Primer

    a. Penyaringan Kasar

    Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan

    terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni

    saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau

    kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan

    saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.

  • b. Penghilangan Warna

    Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap

    penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48

    m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m

    3) yang

    terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero

    Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke

    dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya

    untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah

    dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer

    berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan

    mempercepat proses pengendapan.

    Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil

    pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil

    proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak

    bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung

    didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut

    merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang

    berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.

    Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulan

    dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)

    Agent Konsentrasi (kg/l) Debit (l/jam) Laju Penambahan

    (kg/jam)

    Fe SO4 0.21 13.28 2.84

    Lime 0.11 806.76 86.44

    Polimer ANP-10 2. 10-4

    561.60 0.11

  • Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warna

    Tahun 1994 (Rapto, 1996)

    Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi removal (%)

    TSS 132.33 17.33 86.9

    BOD5 266.12 54.92 79.4

    COD 432.33 112.00 74.1

    DO 0.4 0.25 37.5

    c. Ekualisasi

    Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3 menampung dua

    sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres

    lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh

    karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan

    menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC.

    Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan

    cooling tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari

    bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60

    m3/jam).

    d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)

    Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan

    larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat

    benang yang masih terbawa.

    e. Cooling Tower

    Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC,

    sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan

    kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC.

  • Proses Sekunder

    a. Proses Biologi

    Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan

    sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan

    dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat

    menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri

    dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada

    bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak

    aerasi ini terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi

    kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah

    DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga

    sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin

    oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000

    6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 30oC.

    b. Proses Sedimentasi

    Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan

    bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran

    2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada

    bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur

    ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak

    sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai

    MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment

    (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat MLSS meter.

    Proses Tersier

    Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3),

    Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih

    terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik

    sebelum air tersebut dibuang ke perairan.

  • Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet

    (Volume 2m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air,

    kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan menggunakan pompa

    sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 300

    ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah

    mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal

    pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi

    untuk memudahkan terbentuknya flok.

    Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses

    persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi

    untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan

    dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur

    akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil endapan kemudian

    dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press

    filter machine.

    Selain itu pengolahan air limbah dapat juga dilakukan dengan sistem lumpur aktif

    konvesional.

    Tangki aerasi

    Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan

    tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB

    membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar

    1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif

    adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel

    (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988).

    Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik

    dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.

    Tangki Sedimentasi

    Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama

    fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam

  • tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya

    dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).

    Parameter

    Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;

    Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

    1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif

    disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS

    adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,

    termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring

    lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada

    temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.

    2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS

    diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan

    mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan

    memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya

    mendekati 65-75% dari MLSS.

    3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban

    organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram

    BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun

    formulasinya sebagai berikut :

    Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)

    BOD5 = BOD5 (mg/l)

    MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)

    V = Volume tangki aerasi (Gallon)

    4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur

    aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah

    0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan

    F/M = Q x BOD5

    MLSS x V

  • oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa

    mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M

    pengolah limbah semakin efisien.

    5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata

    yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur

    aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran

    V = Volume tangki aerasi

    Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki

    aerasi

    D = Laju pengenceran.

    6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata

    mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu

    tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini

    berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan

    formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :

    Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V

    SSe x Qe + SSw X Qw

    MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

    V = Volume tangki aerasi (L)

    SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)

    SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)

    Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)

    Qw = Laju influent limbah (m3/hari).

    7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada

    musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter

    penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay

    HRT = 1/D = V/ Q

  • oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai

    dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus

    mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI),

    Voster dan Johnston, 1987.

    CARA PENGOLAHAN LIMBAH

    Dapat dilihat gambar seperti dibawah ini:

    Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring. bak

    penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah yang dapat mengganggu

    proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah disaring selanjutnya menuju ke

    bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagai penampung dalam proses awal agar kualitas air

    rata dan teratur.

    Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini

    dilengkapi dengan air difuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam air sehingga bakteri

    menjadi aktif. Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan

    udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yg diperoleh dari bak pengendap atau

    sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang dari aerasi

    dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat.

  • Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur

    ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke bak aerasi, bak penampungan

    lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan proses selanjutnya biasanya

    menambahkan bahan kimia yg berfungsi untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak

    menggunakan bahan kimia, hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada

    saat proses aerasi. Bak penampung air olahan atau efluent tank adalah bak yang berfungsi

    sebagai bak penampung air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah untuk disalurkan

    ke water tank, air yang masuk ke bak ini adalah air yg sudah di proses bebas dari kuman Apa Itu

    Sludge Thickening? Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk mengurangi kadar air

    (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid (padatan) dalam lumpur. Pabrik

    pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan untuk meningkatkan

    konsentrasi padatan pada akhir langkah proses tertentu dalam proses lumpur aktif. Penebalan

    meningkatkan kandungan padatan lumpur dan mengurangi volume air gratis sehingga

    meminimalkan beban unit pada proses hilir seperti pencernaan dan dewatering.

    Proses yang digunakan penebalan mencakup penebalan gravitasi, flotasi udara terlarut, sabuk

    penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis penebalan dipilih biasanya ditentukan oleh

    ukuran dari pabril limbah, hambatan fisik dan proses hilir. Di pabrik pengolahan air limbah yang

    kecil, penebalan biasanya terjadi secara langsung di dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur

    yang dikompersi di bagian bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan

    lumpur air keruh terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet. Peralatan mekanis

    tipe lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk berkonsentrasi lumpur dengan

  • menghapus bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah presentase padat. Ada beberapa

    metode yang berbeda untuk mencapai hal ini dari semua pilihan yang tersedia biasanya

    isi lumpur dapat ditingkatkan dengan , 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik peralatan

    dioperasikan.

    Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati primer dan bahkan

    limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar serupa di desain

    dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas. Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi

    diarahkan ke pusat dengan baik dan desain sedemikian rupa sehingga ada cukup

    waktupenahanan yang cukup untuk menyelesaikan baik untuk mengambil tempat.

    PERUSAHAAN YANG MEMAKAI LUMPUR AKTIF DALAM IPAL

    1. PT UNITEX

    2. PT Aneka Bumi Pratama, ( industry karet )

    3. PT Muara Kelingi II ( industry karet )

    4. PT Prasidha ( industry karet )

    5. PT Panca Samudera dan ( industry karet )

    6. PT Gajah Ruko( industry karet )

    7. PT. Tanjung Enim Lestari PULP dan Paper adalah perusahaan Industri bubur kertas

    menggunakan bahan baku kayu acasia mangium 100 %. Perusahaan ini mempunyai

    kapasitas produksi pulp sebesar 1.430 ADT/hari atau 450.000 ADT / tahun ,yang

    merupakan, Hardword Bleached Kraft Pulp (HBKP). Untuk memproduksi pulp dengan

    kapasitas tersebut dibutuhkan bahan baku kayu sebesar 1935000 m3/tahun atau 4,3 m

    3

  • untuk setiap ton pulp yang dihasilkan. Bahan baku tersebut di peroleh dari Hutan

    Tanaman Industri PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) yang terletak di Benakat Suban

    Jeriji sebesar 20- 30 km dari lokasi pabrik.

    Adapun proses produksi pulp di PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper terdiri dari

    beberapa tahapan proses,yaitu sebagai berikut :

    1. Proses Pengulitan (Debarking)

    Proses pengulitan yang efektif sangat diperlukan untuk menjamin kualitas yang baik agar

    dapat menghasilkan mutu pulp yang tinggi. Alat yang digunakan untuk pengelupasan

    kulit kayu ini disebut Drum Barker yang mempunyai kapasitas 500 m3/jam. Selanjutunya

    kayu yang sudah dikupas kulitnya dikirim ke Chipper dan kulit kayu dikirim ke Bark

    Crusher untuk dihaluskan untuk dijadikan bahan bakar di Power Boiler.

    2. Pembentukan Serpih Kayu (Chipping)

    Kayu yang telah dikuliti akan dilewatkan dengan belt Conveyor ke unit Chipper untuk

    dibentuk menjadi serpihan-serpihan yang berukuran seragam, yaitu berkisar antara 2 cm

    x 3 cm x 0,2 cm. Bahan baku yang telah diserpih dan dan memenuhi persyaratan,

    dilakukan pengayakan dan dikumpulkan di Chip Yard yang dilengkapi Conveyor untuk

    pengiriman ke unit pemasakan (Digester).

    3. Pemasakan Serpih Kayu (Digester)

    Proses pulp yang digunakan adalah proses Kraft dengan bahan kimia pemasak yang

    disebut White Liqour yang merupakan campuran larutan Na2S dan NaOH. Dari proses

    pemasakan akan diperoleh pulp yang belum diputihkan (Unbleach Pulp) dan Black

    Liquor (lindi hitam). Juga dihasilkan limbah padat pada proses penyaringan (screening)

    yang selanjutnya dikirim ke Power Boiler sebagai bahan bakar . Sedangkan limbah gas

    NCG (H2S, Methyl Mercaptan, dan Dimethyl Sulfida) berupa HVLC dialirkan ke Boiler

    untuk dibakar.

    4. Pencucian (Washing)

    Proses ini bertujuan untuk memisahkan lindi hitam dari pulp dengan menyemprotkan air

    panas dari aliran yang berlawanan dengan aliran pulp. Selanjutnya pulp yang telah

    terpisah dari lindi hitam disaring lagi untuk memisahkan serat-serat kayu yang tidak

    terolah dengan baik sebagaimana telah diuraikan pada proses pemasakan di atas. Pulp

    (serat) yang telah dicuci selanjutnya dikirim ke unit Oxygen Delignification, sedangkan

  • Black Liquor yang dihasilkan dikirim ke unit Multi Efek Evaporator untuk dilakukan

    pemekatan.

    4. Delignifikasi Oksigen (Oxygen Delignification)

    Proses Delignifikasi Oksigen bertujuan sebagai proses pra-bleaching (sebelum

    pemutihan) yang bertujuan untuk mengurangi bilangan kappa, sehingga dapat

    mengurangi pemakaian bahan kimia pemutih pada proses pemutihan. Bahan kimia yang

    dibutuhkan pada proses ini adalah NaOH dan O2 (Oksigen). Dari proses ini akan

    dihasilkan pulp berwarna coklat yang akan dikirim ke unit pemutihan (Bleaching) dan

    filtrat yang dikirim ke unit pengolahan limbah cair (Effluent Treatment Plant).

    5. Pemutihan (Bleaching)

    Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin, warna, kotoran atau bahan

    lain yang terdapat didalam pulp. Sistem yang digunakan adalah ECF (Elemental Chorine

    Free) dimana tidak menggunakan Cl2 tetapi menggunakan ClO2 100%. Hasil dari proses

    pemutihan berupa bubur serat (pulp) yang sudah berwarna sangat putih selanjutnya

    disimpan pada stock chest sebelum dikirim ke proses pengeringan, sedangkan filtratnya

    dikirim ke Effluent Treatment Plant.

    6. Pengeringan dan Pembentukan Lembaran Pulp

    Proses yang berlangsung di pulp Machine unit ini merupakan tahap akhir pembuatan

    pulp. Proses ini mengubah pulp menjadi lembaran-lembaran pulp dengan ukuran yang

    diinginkan, yang sebelumnya mengalami beberapa perlakuan sebagai berikut :

    a. Pembersihan terakhir sebelum pengeringan

    b. Pengeringan akan menghilangkan sisa air yang masih terdapat pada lembaran-lembaran

    pulp dengan cara mengalirkan uap panas pada bagian atas dan bawah lembaran di air

    bone type dryer, Dengan tingkat kekeringan 87-95 %.

    c. Pemotongan pada lembaran pulp kering dan pengepakan lembaran pulp akhir yang siap

    dikirim ke gudang penyimpanan produk akhir pulp.

  • Tinjauan tentang Limbah

    Ditinjau dari sumbernya, limbah cair industri pulp dan kertas dapat berasal dari bermacam-

    macam tahap didalam prosesnya. Jumlah limbah yang dikeluarkan umumnya sesuai dengan

    jumlah pemakaian air karena selisihnya hanya sekitar 5-10%. Limbah cair industri pulp dan

    kertas umumnya menimbulkan masalah warna, bau, pH, zat padat tersuspensi,BOD5, COD dan

    toksinitas.

    Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan

    sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan

    efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai

    metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Pada dasarnya, reaktor pengolahan

    secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:

    1. Reaktor Pertumbuhan tersuspensi (Suspended Growth Reaktor )

    2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

    Tinjauan Lumpur aktif

    Sluge merupakan bentuk semi solid dari impurities-impurities yang terkonsentrasi didalam

    suatu larutan, dalam hal ini adalah air limbah. Jumlah dan jenis sluge tergantung pada

    areakteristik air laimbah serta pada jenis efisiensinproses treatmentnya .

    Pada proses mikrobiologis terjadi perubahan secara kimia dari suatu subrat yang disebabkan oleh

    adanya aktivitas mikroorganisme, disamping itu pula pada proses ini terjadi pembiakan

    mikroorganisme. Pembiakan mikroorganisme ini sangat diperlukan karena mikroorganisme

    inilah yang bertanggung jawab terhadap penguraian zat-zat organic yang terdapat pada air

    limbah. Selang beberapa waktu kemudian di dalam fasa pertumbuhan terakhir, jumlah

    mikroorganisme menjadi sangat besar dan zat yang akan diuraikan semakin berkurang serta

    semua makanan telah habis terkomsumsi.

    Hal ini mengakibatkan aktivitas mikroorganisme semakin menurun sehingga pertumbuhannya

    terhenti. Karena pengaruh gravitasi, mikroorgainsme ini akan mengendap . Endapan

    mikroorganisme berwarna putih kecoklatan, oleh karena itu disebut sebagai Lumpur biologis

    (biological sluge).

  • Proses dengan pertumbuhan melekat

    Peningkatan sistem pendaur-ulangan air maupun serat dalam proses pembuatan kertas

    menyebabkan karakteristik air limbah yang dihasilkan mengandung senyawa organik dan

    anorganik terlarut yang cukup tinggi. Dengan perkembangan tersebut, maka sistem pengolahan

    air limbah yang cocok diterapkan di industri kertas adalah pengolahan biologi dengan sistem

    biofilm. Dalam reaktor biofilm, biomassa yang tumbuh menempel pada permukaan media

    sebagai film. Mikroorganisma yang tumbuh melekat sebagai film pada permukaan media akan

    melakukan oksidasi substrat organik di dalam air limbah dengan oksigen dari udara.

    Mikroorganisma dapat tumbuh menjadi film biomassa yang semakin meningkat karena

    memperoleh makanan dari air limbah dan oksigen dari aerasi. Film yang semakin meningkat

    ketebalannya dapat menyebabkan kondisi anaerobik terutama pada lapisan yang paling dekat

    dengan permukaan media. Gas yang timbul akan menyebabkan film mengelupas dari permukaan

    media dan akan digantikan dengan pertumbuhan lainnya. Massa mikroba yang mengalami

    kematian akan terlepas dari media dan terbawa aliran effluen. Dengan demikian pada metode

    bio-filter ini juga diperlukan tangki pengendapan untuk memisahkan bio-solid yang terbawa

    aliran efluen.

    Media Filter

    Secara umum karbon/arang aktif biasanya dibuat dari arang tempurung dengan

    pemanasan pada suhu 600-2000C pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk rekahan-

    rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga luas permukaan

    arang tersebut menjadi besar.

    Parameter limbah

    a.Chemical Oxygen Demand (COD)

    b. Total Suspended Solid (TSS)

    c. pH (Derajat Keasaman)

    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pada Proses Lumpur aktif

    a. Nutrisi

    b. Temperatur

    c. pH

  • d. Udara

    PROSEDURE KERJA

    1. Membuat substrat makanan dari glukosa 3,75 gram, KH2PO4 1,35 gram dan KNO3

    0,2749 gram membuat dalam 2 buah labu ukur 1000 ml

    2. Membuat suspense bibit mikroorganisme dengan memasukan segenggam tanah pada air

    1 liter

    3. Meletakkan suspense dalam bak aerasi dan member aerasi sebagai sumber oksigen.

    4. Memberi nutrisi mikroorganisme dengan substrat 1000 ml, sebelum member nutrisi

    diperiksa parameter TDS, salinity, konduktivitas dan suhu

    5. Memberi nutrisi pada hari pertama, keempat, dan keenam sesuai dengan takarannya

    yaitu 300 ml, 400 ml dan 300 ml, sebelum diberi nutrisi memeriksa TDS, salinity suhu

    dan konduktivitas

    6. Membuat grafik hubungan TDS dan waktu

    Penetapan konsentrasi biomassa (VSS)

    1. Menyiapkan cawan pijar dan kertas saring, cawan pijar yang telah bersih dipanaskan

    dalam oven 100 C, kemudian dimasukkan ke dalam desikator. Setelah itu ditimbang

    sampai konstan ( a Gram). Kertas saring bebas abu ditimbang ( b gram)

    2. 40 ml contoh air disaring dengan kertas saring bebas abu yang telah ditimbang.

    Kertas saring yang berisi endapan dimasukkan ke dalam cawan pijar dan dipanskan

    dalam oven suhu 105 C selama 1 jam. Dinginkan dalam desikator, kemudian

    ditimbang( c gram)

  • DATA PENGAMATAN

    1. Pengamatan kondisi mikroba

    Hari Ke- Kondisi

    1 Masih terbentuk suspensi yang tebal

    4 Warna sedikit keruh dan terdapat kotoran

    6 Warna mulai jernih dan banyak terdapat flok

    7 Warna jernih dan flok mulai banyak terendap didasar

    2. Pengamatan Pengukuran Mikroba

    Waktu ( Jam) Konduktivitas

    ( ) Suhu (

    0C) Salinitas (%) TDS(mg/L)

    26 5,6 29,4 0 3

    96 5,6 29,9 0 2

    146 5,6 29,4 0 1

    168 5,6 29,6 0 2

    PERHITUNGAN

    Diketahui :

    Berat kertas saring awal = 0,48 gram

    Berat kerta saring awal+ residu = 0,4905 gram

    Volume sampel = 40 ml

    DItanya = TSS?

  • ( ) ( )

    ( ) ( )

    ANALISA PERCOBAAN

    Pada percobaan kali ini yaitu seeding dan aklimatisasi aerob bertujuan untuk

    menghasilkan lumpur aktif untuk pengolahan limbah cair. Hal pertama yang dilakukan yaitu

    seeding( pembenihan). Proses seeding dilakukan untuk mengembangbiakan mikroorganisme

    sehingga didapatkan jumlah biomassa yang cukup untuk mengolah air limbah secara aerob.

    Bahan yang digunakan adalah tanah hitam gembur karena diharapkan pada taanah tersebut

    terdapat banyak mikroorganisme yang akan diisolasi dan dibiakan. Tanah yang digunakan hanya

    segenggam lalu diberi air dan diaduk hinga terbentuk suspense itulan yang digunakan untuk

    proses seeding.

    Proses selanjutnya yaitu dengan melalukan aklimatisasi. Aklimatisasi aerob adalah

    pengadaptasian mikroorganisme terhadap air limbah yang akan dilolah. Pada proses ini

    dilakukan dalam system batch. Dalam pengembangbiakan ini mikroorganisme diberi aerasi agar

    nakteri aerob memperoleh asupan oksigen. Dan selama beberapa hari, mikroorganisme diberi

    nutrisi berupa carbon, fosfor dan nitrogen. Carbon berasal dari glukosa, fosfor berasal dari

    KH2PO4 dan nitrogen berasal dari KNO3. Bakteri yang memakan nitrogen carbon dan fosfor ini

    akan dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Misalnya konsentrasi air limbah NH3.

    Pada hari pertama dapat diamati bahwa suspense masih mengandung bermacam- macam

    mikroorganisme baik yang aerob maupun yang anaerob. Lalu semakin lama dan seiring

    pemberian nutrisi dan aerasi bakteri anaerob akan mati dan bakteri yang tidak makan carbon,

    fosfor dan nitrogen akan mati. Bak aerasi semakin lama akan jernih dan mengendapkan flok

    inilah yang dinamaka lumpur aktif.

    Selama hari 1,4,6,7 mikroorganisme diberi nutrisi dan sebelum dinutrisi air yang

    mengandung mikroorganisme itu diperiksa TDS, salinity, dan konduktivitas. Berdasarkan

    pengamatan nilai salinity suhu dan konduktivitas cenderung konstan. Tetapi nilai TDS pada hari

  • pertama 3mg/L, hari keempat 2 mg/L, pada hari keenam 1 mg/L dan hari ketujuh 2 mg/L.

    seharusnya nilai TDS ini semakin hari semakin meningkat konsentrainya, tetapi pada praktikum

    ini terjadi 2 tahap penurunan dan 1 tahap naik. Hal ini mungkin disebabkan karena pemberian

    nutrisi yang tidak maksimal sehingga kandungan mikroorganisme dalam solid itu menurun. Hal

    yang menyebabkan nilai TDS ini juga menurun dikarenakan pada saat proses aerasi dalam batch

    aerasi tidak dilakukan dengan efektif karena bebrapa kali listrik tidak hidup yang menyebabkan

    nilai TDSnya menurun. Pada pemeriksaan terakhir terjadi penaikan lagi karena aerasi berjalan

    dengan baik dan pemberian nutrisi sesuai takaran 300 ml. Nilai TDS ini menunjukan kadnungan

    bahan- bahan organic/ mikroorganisme. Dalam praktikum ini juga didapatkan nilai TSS 262,5

    mg/L ini menunjukan adalnya lumpur dalam seeding mikroorganisme.

    KESIMPULAN

    Setelah melakukan percobaan dapat disimpulkan bahwa:

    1. Proses seeding dilakukan untuk mengembangbiakan mikroorganisme sehingga

    didapatkan biomassa yang cukup untuk mengolah air limbah

    2. Pada pembenihan secara aerob pasokan oksigen didapatkan dari proses aerasi dengan alat

    aerator

    3. Aklimatisasi aerob digunakan untuk mengandaptasi/ mengisolasi mikroorganisme

    terhadap air limbah dengan pemberian nutrisi yang sesuai dengan konsentrasi yang

    mendekati air limbah.

    4. Pengukuran TDS pada hari pertama 3 mg/L hari keempar 2mg/L hari keenam 1 mg/L dan

    ahri ketujuh 2 mg/L.

    DAFTAR PUSTAKA

    Jobsheet. 2013.Teknik pengolahan limbah Politeknik negeri sriwijaya : Palembang.

    http://kanasyma.blogspot.com/2012/09/pengolahan-limbah-menggunakan-lumpur.html

    http://deddyprayudha.blogspot.com/2013/03/pengolahan-limbah-dengan-metode-lumpur.html

  • http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20120307045350AAMQaDp

    http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html