193642270 laporan akhir revisi rtrw kota banda aceh 2006 2016
DESCRIPTION
RevisiTRANSCRIPT
PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
SKS-BRR TATA RUANG,LINGKUNGAN DAN EVALUASI MANFAAT
DINAS PERKOTAAN DAN PERMUKIMANJl. Pemancar No. 5 Simpang Tiga Telp. (0651) 42885, 41130, Fax. (0651) 42230 Banda Aceh
encana Tata Ruang WilayahKota Banda AcehProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam
evisi
Laporan Akhir
master
Tahun 2006 - 2016
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
i
Kata Pengantar
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh merupakan rencana induk yang akan dijadikan sebagai pedoman/acuan bagi pemerintah kota dalam melakukan pembangunan/pengembangan Kota Banda Aceh. Mengingat pada akhir tahun 2004 telah terjadi bencana gempa dan tsunami di Provinsi NAD khususnya Kota Banda Aceh yang mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang dan struktur ruang kota yang ada, sehingga diperlukan kegiatan penyempurnaan atau Revisi RTRW Kota Banda Aceh agar dapat relevan dengan kondisi setelah bencana tersebut.
Kegiatan ini merupakan penyempurnaan dari produk RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 (sebelum bencana gempa dan tsunami) dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Kota Banda Aceh dan merujuk Urgent Plan of Banda Aceh City yang telah disusun oleh JICA serta studi-studi keruangan yang ada pasca bencana gempa dan tsunami.
Dokumen Laporan Akhir disusun sebagai produk dokumen pertama dari pekerjaan “Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) 2006 – 2016 Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”
kerjasama antara Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dengan konsultan pelaksana.
Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi dasar untuk penyusunan rencana tahap yang lebih rinci. Atas bantuan dan kerja sama semua pihak hingga tersusunnya dokumen ini, kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2006
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar ----------------------------------------------------------------------------------------------------- i Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------------------- v Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------------------ vii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------------------------- I - 1 1.2 Issue Pokok Dalam Penyusunan Revisi RTRW ----------------------------------------------------- I - 3 1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran ---------------------------------------------------------------------------- I - 3 1.4 Lingkup Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------- I - 4 1.5 Wilayah Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------- I - 4 1.6 Substansi ---------------------------------------------------------------------------------------------------- I - 4 1.7 Metodologi ------------------------------------------------------------------------------------------------- I - 5
1.7.1 Azaz Rencana -------------------------------------------------------------------------------------- I - 5 1.7.2 Pendekatan Penataan Ruang -------------------------------------------------------------------- I - 6 1.7.3 Tahapan Pekerjaan -------------------------------------------------------------------------------- I - 8
1.8 Sistematika Laporan -------------------------------------------------------------------------------------- I - 12
BAB 2 : KARAKTERISTIK, POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH
2.1 Analisis Fungsi, Peran dan Kedudukan Kota Banda Aceh ---------------------------------------- II - 1 2.2 Analisis Daya Dukung ------------------------------------------------------------------------------------ II - 2
2.2.1 Geografis --------------------------------------------------------------------------------------------- II - 2 2.2.2 Topografi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4 2.2.3 Hidrologi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4 2.2.4 Klimatologi ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 5 2.2.5 Geologi Tanah ------------------------------------------------------------------------------------- II - 6
2.3 Analisis Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------------------- II - 7 2.3.1 Struktur Ruang ------------------------------------------------------------------------------------ II - 7 2.3.2 Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------------------- II - 10 2.3.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------ II - 20 2.3.4 Kecendrungan Perkembangan Kota ----------------------------------------------------------- II - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
iii
2.4 Analisis dan Karakteristik Kependudukan dan Kemasyarakatan --------------------------------- II - 23 2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ---------------------------------------------------------- II - 23 2.4.2 Kepadatan Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 28 2.4.3 Komposisi Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 31 2.4.4 Kondisi Sosial Budaya ---------------------------------------------------------------------------- II - 33
2.5 Karakteristik dan Analisis Perekonomian ------------------------------------------------------------- II - 35 2.5.1 Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi --------------------------------------- II - 35 2.5.2 Ketenagakerjaan ----------------------------------------------------------------------------------- II - 37
2.6 Karakteristik dan Analisis Transportasi --------------------------------------------------------------- II - 38 2.6.1 Transportasi Darat -------------------------------------------------------------------------------- II - 38 2.6.2 Transportasi Penyeberangan -------------------------------------------------------------------- II - 40 2.6.3 Transportasi Laut --------------------------------------------------------------------------------- II - 40
2.7 Karakteristik dan Analisis Utilitas Kota --------------------------------------------------------------- II - 40 2.7.1 Air Bersih ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 40 2.7.2 Air Limbah ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 42 2.7.3 Persampahan --------------------------------------------------------------------------------------- II - 43 2.7.4 Drainase -------------------------------------------------------------------------------------------- II - 45 2.7.5 Telekomunikasi ----------------------------------------------------------------------------------- II - 46 2.7.6 Kelistrikan ------------------------------------------------------------------------------------------ II - 47
2.8 Karakteristik dan Analisis Fasilitas Kota -------------------------------------------------------------- II - 48 2.8.1 Fasilitas Pendidikan ------------------------------------------------------------------------------- II - 48 2.8.2 Fasilitas Kesehatan -------------------------------------------------------------------------------- II - 49 2.8.3 Fasilitas Peribadatan ------------------------------------------------------------------------------ II - 51 2.8.4 Fasilitas Perkantoran dan Pelayanan Umum ------------------------------------------------- II - 52
2.9 Harapan dan Aspirasi Stakeholders --------------------------------------------------------------------- II - 52 2.9.1 Pertimbangan Sosial Budaya -------------------------------------------------------------------- II - 53 2.9.2 Pertimbangan Ekonomi -------------------------------------------------------------------------- II - 53 2.9.3 Pertimbangan Infrastruktur --------------------------------------------------------------------- II - 53
BAB 3 : RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH
3.1 Kedudukan Kota Banda Aceh Dalam Konstelasi Regional ---------------------------------------- III - 1 3.2 Skenario Perkembangan Kota --------------------------------------------------------------------------- III - 2 3.3 Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------- III - 4
3.3.1 Rencana Struktur Ruang Kota ------------------------------------------------------------------ III - 4 3.3.2 Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk ------------------------------------------- III - 12 3.3.3 Rencana Sistem Pusat Pelayanan --------------------------------------------------------------- III - 13
3.4 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang --------------------------------------------------------------------- III - 14 3.4.1 Penetapan Kawasan Lindung ------------------------------------------------------------------- III - 16 3.4.2 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------------------- III - 21
3.5 Rencana Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------- III - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
iv
3.5.1 Rencana Kepadatan Bangunan ----------------------------------------------------------------- III - 25 3.5.2 Koefisien Lantai Bangunan --------------------------------------------------------------------- III - 26 3.5.3. Ketinggian Bangunan ---------------------------------------------------------------------------- III - 27 3.5.4. Garis Sempadan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- III - 28
3.6. Rencana Sistem Transportasi ---------------------------------------------------------------------------- III - 29 3.6.1. Sistem Perangkutan Jalan Raya ----------------------------------------------------------------- III - 29 3.6.2. Sistem Perangkutan Laut ------------------------------------------------------------------------ III - 34 3.6.3. Sistem Perangkutan Penyeberangan ----------------------------------------------------------- III - 35
3.7 Rencana Sistem Utilitas ---------------------------------------------------------------------------------- III - 36 3.7.1 Rencana Sistem Penyediaan Air Bersih ------------------------------------------------------- III - 36 3.7.2 Rencana Sistem Pembuangan Sampah -------------------------------------------------------- III - 39 3.7.3 Rencana Sistem Drainase ------------------------------------------------------------------------ III - 41 3.7.4 Rencana Penanganan Bencana Banjir ---------------------------------------------------------- III - 44 3.7.5 Rencana Sistem Penyediaan Kelistrikan ------------------------------------------------------- III - 54 3.7.6 Rencana Sistem Penyediaan Telekomunikasi ------------------------------------------------ III - 55
3.8 Rencana Sistem Fasilitas --------------------------------------------------------------------------------- III - 56 3.8.1. Rencana Penyediaan Fasilitas Pendidikan ---------------------------------------------------- III - 56 3.8.2. Rencana Penyediaan Fasilitas Kesehatan ----------------------------------------------------- III - 57 3.8.3. Rencana Penyediaan Fasilitas Peribadatan ---------------------------------------------------- III - 57
3.9 Rencana Fasilitas Jalur Darurat dan Evakuasi ------------------------------------------------------- III - 58 BAB 4 : RENCANA IMPLEMENTASI
4.1 Kelembagaan Penataan Ruang Kota Banda Aceh --------------------------------------------------- IV - 1 4.1.1 Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------------------------- IV - 1 4.1.2 Referensi Peraturan dan Perundang-Undangan Penataan Ruang ------------------------- IV - 2 4.1.3 Azas-Azas dan Tujuan Penataan Ruang ------------------------------------------------------- IV - 3 4.1.4 Kerangka Konseptual Hubungan Rencana Tata Ruang Dengan Rencana
Pembangunan -------------------------------------------------------------------------------------- IV - 4 4.1.5 Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang --------------------------------------------- IV - 13 4.1.6 Kelembagaan Perencanaan Tata Ruang Di Kota Banda Aceh ---------------------------- IV - 20 4.1.7 Izin Mendirikan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- IV - 26 4.1.8 Izin Gangguan ------------------------------------------------------------------------------------- IV - 32 4.1.9 Izin Tempat Usaha -------------------------------------------------------------------------------- IV - 37 4.1.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------- IV - 42
4.2 Indikasi Program ------------------------------------------------------------------------------------------ IV - 46
LAMPIRAN 1 : ZONING REGULATION
LAMPIRAN 2 : MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN
LAMPIRAN 3 : KETENTUAN KDB DAN KLB
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
v
Daftar Tabel BAB 2
Tabel 2.1 Peran, Fungsi dan Kedudukan Kota Banda Aceh -------------------------------- II - 2 Tabel 2.2 Luas dan Prosentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh ---------------- II - 3 Tabel 2.3 Sungai di Kota Banda dan Aceh ----------------------------------------------------- II - 5 Tabel 2.4 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh Tahun 2002 ------------------------------------------------------------------------------ II - 10 Tabel 2.5 Luas dan Persentase Tingkat Kepadatan Kawasan Terbangun di Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------ II - 11 Tabel 2.6 Pola Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------------------------------ II - 12 Tabel 2.7 Pembagian Zona, Fungsi dan Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Menurut URRP BAC -------------------------------------------- II - 17 Tabel 2.8 Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kota Tahun 2010 ------------------ II - 20 Tabel 2.9 Jumlah Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2001-2003 ---------------------- II - 23 Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh -------------------------- II - 25 Tabel 2.11 Proyeksi Penduduk Kota Banda Aceh --------------------------------------------- II - 28 Tabel 2.12 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------- II - 29 Tabel 2.13 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami -------------------------------------------------------------------------- II - 30 Tabel 2.14 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ------------------------------------------------------------------------------ II - 31 Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Pasca Tsunami Di Kota Banda Aceh ------------------------------------------------------------------ II - 32 Tabel 2.16 Jumlah & Titik Lokasi Pengungsi dalam Wilayah Kota Banda Aceh ---------- II - 33 Tabel 2.17 Kondisi PDAM Tirta Daroy --------------------------------------------------------- II - 40 Tabel 2.18 Kondisi Sampah Berdasarkan Jenisnya -------------------------------------------- II - 43 Tabel 2.19 Kondisi Saluran dan Pintu Air Sebelum dan Setelah Bencana Tsunami ------- II - 46 Tabel 2.2 Banyaknya Fasilitas Telepon di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 --------- II - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
vi
Tabel 2.21 Kondisi Jaringan Listrik di Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------- II - 48 Tabel 2.22 Jumlah TK, SD, SLTP, SLTA, dan Kejuruan di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 ------------------------------------------------------- II - 49 Tabel 2.23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 49 Tabel 2.24 Jumlah Sarana Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 ----------------------------------------------------------------------- II - 50 Tabel 2.25 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 50 Tabel 2.26 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------------------------------------------------------- II – 51 Tabel 2.27 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II – 51
BAB 3
Tabel 3.1 Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh --------------------------- III - 9 Tabel 3.2 Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh -------------------------- III - 10 Tabel 3.3 Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh ------------------------ III - 11 Tabel 3.4 Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh ------------------------- III - 11 Tabel 3.5 Rencana Distribusi Penduduk Kota Banda Aceh Tahun 2016 ----------------- III - 12 Tabel 3.6 Rencana Sistem Pusat Pelayanan ---------------------------------------------------- III - 13 Tabel 3.7 Rencana Penggunaan Lahan Tahun 2016 ------------------------------------------ III - 15 Tabel 3.8 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------- III - 21 Tabel 3.9 Rencana Kepadatan Bangunan ------------------------------------------------------ III - 25 Tabel 3.10 Rencana Koefisien Lantai Bangunan ------------------------------------------------ III - 27 Tabel 3.11 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 28 Tabel 3.12 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 29 Tabel 3.13 Proyeksi Kebutuhan Air Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------------ III - 36 Tabel 3.14 Proyeksi Timbulan Sampah Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 -------- III - 40 Tabel 3.15 Periode Ulang Saluran Drainase ----------------------------------------------------- III - 44 Tabel 3.16 Rencana Flood Canal ------------------------------------------------------------------ III - 45 Tabel 3.17 Normalisasi Sungai Dalam Kota ----------------------------------------------------- III - 45 Tabel 3.18 Debit dan Dimensi Saluran Primer -------------------------------------------------- III - 46 Tabel 3.19 Jumlah dan Lokasi Retarding Pond, Pintu Air dan Pompa ---------------------- III - 47 Tabel 3.20 Proyeksi Kebutuhan Listrik Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------- III - 55 Tabel 3.21 Proyeksi Kebutuhan Jaringan Telepon Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ---------------------------------------------------------------------------------- III - 55
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir
vii
Tabel 3.22 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 56 Tabel 3.23 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57 Tabel 3.24 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57 BAB 4
Tabel 4.1 Daftar Stakeholder Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2006 ------------- IV - 21 Tabel 4.2 Dasar Pembebanan Biaya IMB ------------------------------------------------------ IV - 30 Tabel 4.3 Indikasi Program Pengembangan Kota Banda Aceh Tahun 2007 - 2016 ----- IV - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir viii
Daftar Gambar
BAB 2
Gambar 2.1 Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------------------------------- II - 3 Gambar 2.2 Bentang Alam Kota Banda Aceh --------------------------------------------------------- II - 4 Gambar 2.3 Grafik Klimatologi Kota Banda Aceh --------------------------------------------------- II - 6 Gambar 2.4 Struktur Patahan Semangko --------------------------------------------------------------- II - 7 Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda ACeh Tahun 2016 -------------------------------- II - 9 Gambar 2.6 Grafik Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh Tahun 2005 ----------------------------------------------------------------------------------- II - 11 Gambar 2.7 Grafik Luas Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh ----------------------------------- II - 13 Gambar 2.8 Peta Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------ II - 14 Gambar 2.9 Identifikasi Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsuami ------------------ II - 15 Gambar 2.10 Kondisi Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami ---------------------------------- II - 14 Gambar 2.11 Peta Arahan Kesesuaian Zonasi Fisik Di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami ----- II - 16 Gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Fisik Kota Banda Aceh ------------------------------------------ II - 19 Gambar 2.13 Grafik Perkembangan Penduduk di Kota Banda Aceh ------------------------------- II - 24 Gambar 2.14 Grafik Penurunan Jumlah Penduduk dan Jumlah Pengungsi di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami --------------------------------------------- II - 25 Gambar 2.15 Persebaran Jumlah Orang yang Meninggal dan Hilang di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami --------------------------------------------- II - 26 Gambar 2.16 Grafik Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ---------- II - 29 Gambar 2.17 Grafik Penurunan Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------------------------------------- II - 31 Gambar 2.18 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ----------------------------------------------------------------------------------- II - 32 Gambar 2.19 Grafik Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kota Banda Aceh ------ II - 36 Gambar 2.20 Grafik distribusi PDRB Atas Harga Berlaku Per Sektor di Kota Banda Aceh ---- II - 36 Gambar 2.21 Grafik Jumlah Pencari Kerja yang Ditempatkan ---------------------------------------- II - 37 Gambar 2.22 Grafik Jumlah Pencari Kerja Yang Ditempatkan di Kota Banda Aceh Selama Periode Tahun 2000 - 2004 ---------------------------------------------------------------- II - 38 Gambar 2.23 Jaringan Jalan Kota banda Aceh Sebelum Tsunami ----------------------------------- II - 39 Gambar 2.24 IPLT di Gampong Jawa yang Direhabilitasi Pada Desember 2005 ----------------- II - 42 Gambar 2.25 Rute Operasional Truk Angkutan Sampah dan Lokasi Kontainer DKP Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------- II - 44 Gambar 2.26 Peralatan Berat Yang Dimiliki DKP Kota Banda Aceh ------------------------------- II - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir ix
BAB 3
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Kota Banda Aceh --------------------------------------------- III - 3 Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang -------------------------------------------------------------- III - 5 Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Berdasarkan Zona Fisik BWK ------------------------------------ III - 8 Gambar 3.4 Peta Rencana Kawasan Lindung dan Ruang Terbuka Hijau ------------------------- III - 18 Gambar 3.5 Peta Rencana Cagar Budaya ---------------------------------------------------------------- III - 20 Gambar 3.6 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 ----------------------------------------- III - 24 Gambar 3.7 Peta Jaringan Jalan --------------------------------------------------------------------------- III - 31 Gambar 3.8 Tipikal Potongan Melintang Jalan Poros dan Lingkar Kota Banda Aceh ---------- III - 32 Gambar 3.9 Jalan Di Atas Tanggul Laut ---------------------------------------------------------------- III - 33 Gambar 3.10 Peta Rencana Jaringan Air Bersih --------------------------------------------------------- III - 38 Gambar 3.11 Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa Serta Rencana LPA dan IPLT Baru ------------------------------------------------------------- III – 39 Gambar 3.12 Pembagian Zona Drainase Kota Banda Aceh ------------------------------------------- III - 42 Gambar 3.13 Peta Rencana Jaringan Saluran Primer --------------------------------------------------- III - 49 Gambar 3.14 Sketsa Detected Breakwater --------------------------------------------------------------- III - 52 Gambar 3.15 Sketsa Dinding Penahan Gelombang (Seawall ) ---------------------------------------- III - 52 Gambar 3.16 Skematis Embankment (Tanggul) -------------------------------------------------------- III - 53 Gambar 3.17 Skematis Coastal Forest --------------------------------------------------------------------- III - 53 Gambar 3.18 Tidal Gate ------------------------------------------------------------------------------------- III - 54 Gambar 3.19 Peta Jalan Pelarian Darurat ----------------------------------------------------------------- III - 59
BAB 4
Gambar 4.1 Model 1 ; Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Berjalan Beriringan Secara Kohesif dengan Perencanaan Strategis Tata Ruang Wilayah ----------------- IV - 8 Gambar 4.2 Model II : Rencana Strategis Memayungi Rencana Pembangunan Daerah/ Sektoral dan Rencana Tata Ruang Wilayah --------------------------------------------- IV - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 1
PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
11..11 LLAATTAARR BBEELLAAKKAANNGG
Gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan
gempa susulan pada tanggal 28 Maret 2005, telah meluluhlantakkan sebagian besar
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara dengan korban lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa meninggal dan
meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa. Oleh karena itu, wilayah ini harus
direncanakan dan ditata kembali mengikuti kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan
yang tepat dengan memasukkan aspek mitigasi terhadap bencana alam dalam rangka
meminimalkan resiko di kemudian hari dengan memberikan kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan implementasinya.
Dalam rangka percepatan proses penanganan bencana dan dampak luar biasa
yang ditimbulkan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2005 tentang
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, serta mengeluarkan Perpres No. 30 Tahun 2005
tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan bagi proses
percepatan tersebut. Rencana Induk ini merupakan dasar bagi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan.
Tujuan penataan ruang wilayah Aceh dan Nias pasca bencana gempa bumi dan
tsunami adalah membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan lingkungan
permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat
segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi yang lebih baik dan aman dari bencana.
BAB I
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 2
Kebijakan dan strategis penataan ruang dan pertanahan, sebagaimana dijelaskan
secara detail dalam lampiran 2 Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi, memberikan
gambaran konsep dan skenario penataan ruang, dan memberikan arahan pola serta
struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD dan Kota di wilayah Propinsi NAD dan di
Kepulauan Nias. Arahan pola dan struktur tata ruang wilayah pada masing-masing wilayah
kota yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan penyiapan Rencana Umum Tata
Ruang bagi kawasan permukiman utamanya.
Salah satu kota di wilayah NAD yang mengalami kerusakan akibat gempa dan
tsunami adalah Kota Banda Aceh. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh meliputi
seluruh wilayah administratif kota tersebut. Secara fungsional, RTRWK ini merupakan
penjabaran dari skenario dan arahan penataan ruang sebagaimana tertuang dalam
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias.
Sebagaimana diamanatkan pada pasal 22 ayat 3 UU No. 24 Tahun 1992 dan
Kepmen Kimpraswil No: 327/KPYS/M/2005, RTRW Kota pada hakekatnya merupakan
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang berisikan :
a. Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya;
b. Pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan tertentu;
c. Sistem kegiatan pembangunan dan permukiman perkotaan;
d. Sistem prasarana, transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana
pengelolaan lingkungan, dan
e. Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan
sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduaan dengan sumber daya
manusia dan sumber daya buatan.
RTRW Kota menjadi pedoman untuk :
a. Merumuskan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota;
b. Mewujudkan Keterpaduan, Keterkaitan, dan Keseimbangan perkembangan antar
wilayah kota serta keserasian antar sektor;
c. Mengarahkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat;
d. Menyusun rencana rinci tata ruang di kota, dan
e. Melaksanakan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 3
1.2 IISSSSUUEE PPOOKKOOKK DDAALLAAMM PPEENNYYUUSSUUNNAANN RREEVVIISSII RRTTRRWW
Untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, RTRW Kota sangat
diperlukan sebagai acuan spasial bagi kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi
sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan bagi masyarakat. Oleh
karenanya, penyusunan RTRW Kota sangat mendesak untuk dilakukan, tentunya dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan partisipasi dari masyarakat
sendiri sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24 tahun 1992.
Kota Banda Aceh pernah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebelum
bencana (gempa dan tsunami), yang disusun tahun 2002 untuk masa berlaku 2002 –
2010. Namun karena perubahan yang sangat besar akibat bencana tersebut, diperlukan
revisi terhadap RTRW kota tersebut. Selain itu, Kota Banda Aceh juga telah mempunyai
Urgen Rehabilitation and Reconstrukction Plan for the Banda Aceh City (disingkat Urgent
Plan) yang dikerjakan oleh JICA pasca bencana, untuk memfasilitasi proses rehabilitasi
dan rekonstruksi yang mendesak untuk dilaksanakan. Berbekal sekurang-kurangnya 2
dokumen utama diatas, perlu disusun revisi RTRW Kota yang berlaku pasca bencana,
beserta Naskah Akademis dan Draft Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh, untuk proses legalisasinya.
Dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi di Kota Banda Aceh,
banyak pihak telah merujuk pada Urgent Plan JICA di atas. Oleh karena itu, untuk
menjamin konsistensi, diharapkan secara umum struktur ruang kota tidak mengalami
perubahan berarti. Dengan kata lain, revisi ini lebih merupakan pengayaan kelengkapan
dan kedalaman RTRW Kota, agar sejalan dengan arahan peraturan-perundangan yang
berlaku, termasuk Kempmen Kimpraswil No: 327/KPTS/M/2005. Selain itu, Konsultan juga
diharapkan menyesuaikan format Urgent Plan tersebut dengan format RTRW Kota
menurut Kempem Kimpraswil di atas, sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi
Perda/Qanun.
1.3 MMAAKKSSUUDD,, TTUUJJUUAANN DDAANN SSAASSAARRAANN
Maksud pekerjaan ini adalah membantu menyusun acuan bagi Pemerintah Kota
dalam melaksanakan program-program pembangunan sebagai wujud operasionalisasi dari
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 4
Tujuan pekerjaan ini adalah menyusun RTRWK Banda Aceh, yang berfungsi
sebagai acuan spasial dalam membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan
lingkungan permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga
masyarakat dapat segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi kualitas tata ruang yang
lebih baik dan aman dari bencana juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi
wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut :
a. Tersusunnya Revisi RTRW Kota Banda Aceh.
b. Terselenggaranya konsultasi publik dalam proses penyusunan RTRWK di tingkat
Kota dan Kecamatan.
c. Tersusunya Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh.
11..44 LLIINNGGKKUUPP SSTTUUDDII
1.5 WWIILLAAYYAAHH SSTTUUDDII
Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang ini meliputi seluruh wilayah
Kota Banda Aceh. RTRWK disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan
ketelitian atau skala petanya 1 : 10.000 berjangka waktu perencanaan 10 tahun atau
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Unit analisisnya adalah lingkup kecamatan
sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem primer dan
sekunder.
11..66 SSUUBBSSTTAANNSSII
1. Mengkaji RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 dan Urgent Plan Kota Banda Aceh;
2. Mengumpulkan data/informasi, baik dilakukan survey primer (observasi lapangan,
wawancara tersur dan/atau mendalam) maupun survei sekunder (pengumpulan
data/informasi terolah/terkondisikan dari instansi/organisasi terkait), untuk
memperkaya/menyempurnakan Urgent Plan tesebut;
3. Melakukan analisis terhadap berbagai data dan informasi yang terkumpul;
4. Menyempurnakan Konsepsi Rencana dan memperkaya kelengkapan dan kedalaman
Rencana sesuai arahan peraturan-perundangan yang berlaku serta dan arahan
Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias, tanpa mengubah struktur
kota secara drastis;
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 5
5. Menyusun RTRW Kota Banda Aceh dalam format yang sesuai dengan peraturan -
perundangan yang berlaku;
6. Menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh;
7. Konsultasi publik sebagai bagian integral proses penyusunan rencana.
11..77 MMEETTOODDOOLLOOGGII
11..77..11 AAZZAAZZ RREENNCCAANNAA
Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh tidak lepas kaitannya dengan landasan
yang akan dijadikan acuan dalam penyusunannya. Landasan yang akan dijadikan pijakan
adalah azas-azas rencana tata ruang wilayah Kota yang diuraikan sebagai berikut:
a. Azas Fungsi Utama
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan budidaya.
b. Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan
Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan kegiatan yang
meliputi: kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu.
c. Azas Manfaat
Pemanfaatan ruang secara optimal harus tercermin dalam penentuan jenjang, fungsi
dan sistem jaringan prasarana wilayah.
d. Azas Keseimbangan dan Keserasian
Dalam penyusunan RTRW Kota harus dapat diciptakan :
Keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi
persebaran penduduk antar kawasan serta antar sektor dan daerah
Keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas
Keseimbangan dan keterpaduan pengembangan antara hulu dan hilir dalam suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS)
e. Azas Kelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
Menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungan melalui pola
intensitas pemanfaatan ruang
f. Azas Berkelanjutan
Penataan ruang harus menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung
sumberdaya alam.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 6
g. Azas Keterbukaan
Setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata
ruang.
11..77..22 PPEENNDDEEKKAATTAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG
Dalam melakukan penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, dilakukan
pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a. Penataan ruang yang partisipatif
b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
c. Berorientasi pada lingkungan
d. Pendekatan Pemulihan Ekonomi.
e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota
f. Pendekatan Berbasis Bencana
a. Penataan Ruang yang Partisipatif
Model pembangunan partisipatif ini dapat diimplementasikan dalam suatu proses
penataan ruang, maka proses dari partisipatif ini paling tidak memenuhi persyaratan
seperti di bawah ini.
♦ Setiap orang harus mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan memiliki
akses menuju informasi yang lengkap.
♦ Struktur komunikasi dalam masyarakat harus terjadi dalam dua arah, dialog dan
keinginan berkomunikasi dapat dilakukan dengan bebas.
♦ Terjadinya partisipasi aktif dalam setiap pembentukan keputusan
♦ Adanya akses pada kekuasaan didalam menyalurkan informasi
♦ Keterlibatan Stakeholders ini dapat dimulai dari munculnya ide atau gagasan
pengelolaan, penyusunan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.
Bentuk-bentuk partisipatif ini dapat berupa Peran Serta Masyarakat (PSM). Dalam
penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, maka PSM ini dapat dilibatkan dalam
persiapan penyusunan dan dalam penyusunan rencana. Implementasi PSM dalam
persiapan penyusunan dimulai dengan mengetahui penyusunan RTRW Kota melalui
pengumuman, dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan forum
pertemuan. PSM dalam penyusunan rencana dilakukan pada:
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 7
1. Langkah-langkah penentuan arah pengembangan
2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan
3. Perumusan rencana
4. Penetapan rencana
Peran serta masyarakat tersebut berbentuk: pemberian saran, pertimbangan,
pendapat tanggapan, keberatan atau masukan, pemberian data atau informasi yang
dapat dipertanggungjawabkan serta hasil pembahasan dalam forum pertemuan.
b. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Pengembangan tata ruang ditujukan untuk memberikan hasil yang sebesar besarnya
dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, pendekatan yang akan
dikembangkan mencakup dua hal :
♦ Pengaturan pemanfaatan ruang yang adil untuk masyarakat
♦ Memelihara kualitas ruang agar lestari dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya.
c. Berorientasi Pada Lingkungan
Dalam penataan ruang harus berorientasi pada lingkungan agar tetap terjaga
kelestarian lingkungan. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
♦ Penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam
didalam pemanfaatan ruang.
♦ Pengelolaan harus ditekankan pada upaya untuk menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan dan pelestarian di wilayah tersebut.
♦ Pemanfaatan ruang harus menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya yang
dapat merusak ekosistem
♦ Pengembangan satu kawasan dengan kawasan lain perlu diselaraskan dan
memperhatikan daya dukung sumberdaya yang ada, sehingga dapat mewujudkan
keselarasan perkembangan antara kawasan
d. Pertumbuhan Ekonomi
Penataan ruang hendaknya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, untuk itu
diperlukan adanya:
♦ Optimalisasi pemanfaatan ruang
♦ Berorientasi pada pasar internasional
♦ Skala besar dan menengah
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 8
♦ Ada nilai tambah terhadap daerah dan masyarakat
♦ Ada kemitraan dengan masyarakat
♦ Ada proses keterpaduan
e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota
Pendekatan ini menekankan kepada perbaikan sarana dan prasarana kota yang sudah
hancur atau rusak, sehingga fungsi kota dan aktifitasnya dapat kembali pulih.
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perbaikan dan pemulihan sarana dan
prasarana adalah :
♦ Kemampuan pembiayaan
♦ Urgensitas/pengaruh dari adanya suatu sarana atau prasarana terhadap aktifitas
kota.
f. Pendekatan Berbasis Bencana
Pendekatan keselamatan dari gempa dan tsunami, dilakukan mengingat Kota Banda
Aceh termasuk rawan gempa dan tsunami. Pendekatan ini pada dasarnya
mengupayakan pembentukan kota yang memberikan kemudahan warga untuk
evakuasi dari bencana. Penggunaan teknologi bangunan yang sesuai juga dapat
memberikan kemampuan kota yang tahan terhadap gempa dan tsunami.
11..77..33 TTAAHHAAPPAANN PPEEKKEERRJJAAAANN
1. Persiapan
Kegiatan persiapan dimulai sejak keluarnya Surat Perintah Kerja (SPM) dalam
pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh. Persiapan pokok
yang dilakukan meliputi :
Pemantapan metodologi
Pembuatan rencana kerja
Mobilisasi personil
Persiapan survei (check list data & kuesioner, surat survei dll.)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 9
2. Pengumpulan Data Kebijakan dan Isu-Isu
Review Kebijakan dan Program
Review dilakukan terhadap berbagai dokumen perencanaan yang berkaitan dengan
tata ruang, diantaranya:
a. RTRW Propinsi NAD Tahun 2006
b. Perpres No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara.
c. RTRW Kota Banda Aceh 2002 - 2010
d. Urgent Rehabilitation And Reconstruction Plan For Banda Aceh City (Urgent Plan)
tahun 2005
e. Program Pembangunan (RPJPD dan RPJMD) Kota Banda Aceh
f. Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang Kota yang pernah disusun
g. Data Kebijakan Pembangunan Kota Lainnya.
Pengumpulan data primer dan sekunder
Data dikumpulkan langsung berdasarkan kondisi lapangan, dikompilasikan dan di
format dalam penyajian yang informatif.
Keluaran
Keluaran dari tahap ini adalah gambaran kondisi Banda Aceh sebelum dan sesudah
gempa serta potensi dan permasalahan pengembangan Kota Banda Aceh. Yang
menjadi dasar analisis, penjabaran konsep dan rencana Kota Banda Aceh.
Pada tahap ini juga dilakukan review khusus terhadap Master Plan dan RTRW Kota
Banda Aceh 2002 – 2010 yang pernah disusun. Hasil review berupa materi yang perlu
disempurnakan, materi yang belum ada dan perlu ditambahkan serta materi yang
tidak perlu ditambahkan karena sudah cukup memenuhi. Hasil dari review kemudian
disepakati dengan tim teknis untuk menjadi bahan untuk tahap analisis, konsep dan
rencana.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 10
3. Analisis
Analisis ditujukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan maupun
kecenderungan yang terjadi pada masa akan datang. Inti dari analisis ini mencakup:
keadaan dasar, kecenderungan perkembangan, kebutuhan ruang, kemampuan lahan,
kendala pengembangan dan kemampuan pengelolaan pembangunan daerah.
4. Perumusan Konsep dan Strategi RTRW Kota
Rumusan Konsep
Hasil analisis yang telah dilakukan selanjutnya dibuat rumusan konsep dan strategi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh mencakup:
a. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang
b. Alternatif Konsep Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang
c. Pengelolaan infrastruktur dan sarana
d. Pengembangan Ekonomi dan Investasi
e. Pengembangan Sosial dan Kependudukan
Kegiatan analisis dan penyusunan konsep dilakukan setelah pengumpulan data dan
informasi. Serangkaian kegiatan pengumpulan data, review analisis dan konsep
strategi dilakukan selama 2,5 bulan dan dituangkan dalam Laporan Antara dan
didiskusikan dengan tim teknis. Kemudian hasilnya dibahas dalam forum workshop di
tingkat kota.
Workshop Pembahasan Hasil Analisis dan Konsep
Workshop dilakukan pada tingkat kota untuk membahas hasil analisis, konsep dan
strategi pengembangan kota. Workshop melibatkan tim konsultan, tim teknis, serta
stakholder : Pemerintah, Investor/pelaku ekonomi, masyarakat, LSM, Perguruan
Tinggi serta unsur-unsur lainnya.
Keluaran dari hasil workshop adalah pengayaan terhadap hasil analisis terutama
menyangkut permasalahan-permasalahan pengembangan kota, serta konsep
pengembangannya. Hasil workshop dirumuskan sebagai bahan perbaikan analisis dan
konsep pengembangan kota (perbaikan laporan antara).
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 11
5. Draft Rencana
Hasil analisis dan konsep yang telah diworkshopkan kemudian dijadikan sebagai
bahan dasar penyusunan draft rencana yang meliputi :
Rumusan Rencana
Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Banda Aceh
Rencana struktur pemanfaatan ruang
Rencana pola pemanfaatan ruang
Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari :
Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
Rencana pengelolaan kawasan tertentu dan kawasan prioritas
Rencana Penatagunaan tanah, air, udara, hutan, dan sumberdaya lainnya
Rencana sistem kegiatan pembangunan.
Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang :
Draft Perda/Qanun RTRW
Dalam tahap ini juga disusun draft sementara Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.
Workshop dan Sosialisasi Draft Rencana
Hasil draft rencana dan Qanun kemudian dibahas dalam forum wokrshop dan
sosialisasi tingkat kota sekali dan sekali untuk masing-masing kecamatan yang dihadiri
tim konsultan, tim teknis, BKRTD, dan Stakeholder lainnya. Hasil workshop dan
sosialisasi kemudian dirumuskan dan dikoordinasikan dengan tim teknis untuk
memperoleh kesepakatan sebagai bahan masukan perbaikan laporan rencana RTRW
serta perbaikan draft Perda/Qanun RTRW.
6. Finalisasi
Pada tahap ini dilakukan perbaikan dan finalisasi produk rencana dan rancangan
Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir I - 12
11..88 SSIISSTTEEMMAATTIIKKAA LLAAPPOORRAANN
Sistematika Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh
meliputi :
BAB 1 PENDAHULUAN
B0AB 2 KARAKTERISTIK POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH
Bab ini membahas kondisi eksisting Kota Banda Aceh baik sebelum
maupun sesudah Bencana Tsunami. Kondisi ini dilihat dari aspek Fungsi
Peran dan Kedudukan dalam Lingkup Regional, Karakteristik Fisik Wilayah,
Karakteristik Pemanfaatan Ruang, Karakteristik Kependudukan dan
Kemasyarakatan, Karakteristik Perekonomian, Karakteristik Transportasi,
Karakteristik Fasilitas Kota, Karakteristik Pengelolaan Penataan Ruang,
Harapan dan Aspirasi Stakeholders, Serta Potensi dan Permasalahan Kota
BAB 3 RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH
Bab ini memuat rencana pengembangan Kota Banda Aceh di masa
mendatang. Adapun aspek-aspek yang direncanakan adalah Kedudukan
Kota Banda Aceh dalam konstelasi Regional, Rencana Struktur
Pemanfaatan Ruang, Rencana Pola Pemanfaatan Ruang, Rencana
Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang, Rencana Sistem Transportasi,
Rencana Sistem Utilitas, Rencana Sistem Fasilitas, serta Rencana
Pengelolaan Kawasan Lindung; Budidaya Perkotaan; dan Kawasan
Strategis.
BAB 4 RENCANA IMPLEMENTASI
Bab ini memuat instrumen implementasi rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada Bab 3. Hal-hal yang dibahas pada bagian ini adalah
Pentahapan dan Prioritas Rencana, Arahan Penyusunan Perda dan Regulasi
Lainnya Terkait dengan Penataan Ruang, Indikasi Program Pemanfaatan
Ruang, Indikasi Pembiayaan Pembangunan Kota, Pengendalian
Pemanfaatan Ruang, dan Kelembagaan Penataan Ruang.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 1
KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK,, PPOOTTEENNSSII DDAANN
MMAASSAALLAAHH KKOOTTAA
BBAANNDDAA AACCEEHH 22..11..11 AANNAALLIISSIISS FFUUNNGGSSII,, PPEERRAANN DDAANN KKEEDDUUDDUUKKAANN KKOOTTAA BBAANNDDAA AACCEEHH
Analisis fungsi, peranan dan kedudukan Kota Banda Aceh, dilakukan dengan
mempertimbangkan kebijakan regional yang terkait, kondisi hubungan regional dengan
wilayah sekitar serta kecenderungan pemanfaatan ruang kota.
Walaupun mengalami kehancuran pasca tsunami tahun 2004, Kota Banda Aceh
tetap memiliki peran, fungsi, dan kedudukan yang strategis dalam konteks pelayanan
regional. Kota Banda Aceh adalah ibukota Propinsi Nangroe Aceh Darusalam sehingga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan propinsi. Di samping itu dari aspek sosial
ekonomi, kota ini juga berperan sebagai pusat permukiman dan koleksi serta distribusi
barang dan jasa dari wilayah hinterland-nya.
Mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan
arahan-arahan penataan ruang yang hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari
rencana-rencana serupa yang telah disusun sebelumnya, maka dalam perencanaan ke
depan, status Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat tabel 2.1) :
BAB II
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 2
TABEL 2.1 PERAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH
PERAN FUNGSI KEDUDUKAN
1. Sebagai Kota hirarki I pada wilayah pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang
2. Sebagai ibukota
Provinsi Aceh
1. Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya
2. Pusat pemerintahan dan perkantoran skala kota dan regional
3. Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional
4. Pusat kegiatan industri kecil skala kota dan regional
5. Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional
6. Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)
Dalam lingkup nasional merupakan: 1. Salah satu Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi Kota Medan
2. Bagian dari kebijakan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2006
22..22 AANNAALLIISSIISS DDAAYYAA DDUUKKUUNNGG
22..22..11 GGEEOOGGRRAAFFIISS
Letak geografis Kota Banda Aceh antara 5°30’ – 05035’ LU dan 95°30’ –
99016’ BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah
61,36 km2. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara : Selat Malaka
Selatan : Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh
Besar
Barat : Kecamatan Peukan Bada , Kabupaten Aceh Besar
Timur : Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh
Besar
Adapun Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa
dan 20 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1.
Sedangkan luas dan prosentase untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di
bawah ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 3
GAMBAR 2.1
PETA KOTA BANDA ACEH
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4
TABEL 2.2 LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH
NO KECAMATAN LUAS (Km2) PERSENTASE (%)
1. Meuraxa 7,258 11,83
2. Baiturrahman 4,539 7,40
3. Kuta Alam 10,047 16,37
4. Syiah Kuala 14,244 23,21
5. Ulee Kareng 6,150 10,02
6. Banda Raya 4,789 7,80
7. Kuta Raja 5,211 8,49
8. Lueng Bata 5,341 8,70
9. Jaya Baru 3,780 6,16
JUMLAH 61,359 100,00 Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2003
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 4
22..22..22 TTOOPPOOGGRRAAFFII
Kota Banda Aceh secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan
70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke
arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di
atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur
dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap
ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.2
GAMBAR 2.2
BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEH Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4
22..22..33 HHIIDDRROOLLOOGGII
Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai
daerah tangkapan air (Catchment Area) dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan
sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan
tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai
ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat.
Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota
membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Berikut pada
Tabel 2.3, menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya.
Dataran banjir : – Ketinggian ≤ 5 meter – cenderung tergenang
permanen – drainase sulit – air tanah dangkal dan
payau Dataran: – ketinggian 5 – 10m – daerah hilir rawan banjir – drainase sulit terutama
pada daerah hilir – air tanah sebagian payau – bagian hulu bergelombang
lemah Dataran Bergelombang: – dataran bergelombang
ketinggian 20-50 m – drainase cukup mudah – relatif bebas dari
genangan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 5
TABEL 2.3 SUNGAI DI KOTA BANDA DAN ACEH
NAMA SUNGAI LUAS DAERAH RESAPAN (KM2)
Krueng Aceh 1712,00
Krueng Daroy 14,10
Krueng Doy 13,17
Krueng Neng 6,55
Krueng Lhueng Paga 18,25
Krueng Tanjung 30,42
Krueng Titi Panjang 7,80 Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA
22..22..44 KKLLIIMMAATTOOLLOOGGII
Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50C hingga
27,50C dengan tekanan (minibar) 1008-1012. Sedangkan untuk suhu terendah dan
tertinggi bervariasi antara 18,00C hingga 20,00C dan antara 33,00C hingga 37,00C .
Curah hujan kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang
Bintang menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi selama tahun 1986 sampai
dengan 1998 berkisar antara 1.039 mm sampai dengan 1.907 mm dengan curah hujan
tahunan rata-rata 1.592 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober
dan Nopember, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari, Februari
dan Agustus. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan agustus yaitu 20-21 hari dan
terendah pada bulan februari dan maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 – 7 hari.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada
keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara
75% - 87 %. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah
pada bulan juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Gambar 2.3 di bawah ini
memperlihatkan grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama
setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata, maksimum
dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata, maksimum dan minimum; serta
kecepatan angin rata-rata, maksimum dan minimum.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 6
GAMBAR 2.3
KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team
22..22..55 GGEEOOLLOOGGII TTAANNAAHH
Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari
Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan
daerah rawan gempa dan longsor.
Pada gambar 2.4 di bawah ini, menunjukkan ruas-ruas Patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh
diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan
Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan
bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh
adalah suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga
dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila
terjadi gempa disekitarnya.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 7
GAMBAR 2.4
STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
22..33 AANNAALLIISSIISS PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
22..33..11 SSTTRRUUKKTTUURR RRUUAANNGG
Struktur Kota Banda Aceh berpusat pada mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh
yang menjadi menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan. Pusat ini
melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya
bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di
Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur menyatukan ketiga wilayah kota tersebut
menjadi suatu kawasan Perkotaan.
Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat
permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya
masih beragam antar kebun dan sawah pertanian. Jumlah penduduk kota Banda Aceh
pada tahun 2003 sekitar 230.828 jiwa, dengan dominasi kegiatan ekonomi di bidang
jasa (perdagangan dan pemerintahan), nelayan dan petani tambak. Seperti umumnya
kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan
konsentrasi kepadatan di pusat kota (sekitar Masjid Baiturrahman), dan memanjang
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 8
hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah
pantai.
Pusat Kota, yaitu Mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh, menjadi pusat
pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan yang melayani pemukiman dan
kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah
permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem
infrastruktur yang ada mendukung ketiga wilayah kota tersebut sehingga
menyatukannya menjadi suatu kawasan Perkotaan (Metropolitan). Kemudian, pada
kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat
pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun
dan sawah pertanian.
Pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang direkomendasikan untuk
mengembangkan struktur pusat Kota Banda Aceh ke dalam bentuk multi center, dengan
satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusat-
pusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar berikut utilitas lainnya.
Tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa mendatang. Hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Struktur Ruang Perkotaan Kawasan Perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya
dikembangkan dengan sistem sub pusat kota dan sistem infrastruktur wilayah. Sistem
sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di pusat kota lama
(Baiturrahman dan Peunayong) dan di selatan yaitu di Batoh-Lampeuneurut, serta
didukung oleh sub pusat kota, yaitu sub pusat perkotaan Ulee Lheue, Jaya Baru,
Keutapang, Lampulo, Peunayong, Neusu, Leung bata, Lamdom, Jeulingke, Ulee Kareng,
Kopelma dan Lambaro. Lihat Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda Aceh
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 9
GAMBAR 2.5 KONSEP STRUKTUR KOTA BANDA ACEH TTAAHHUUNN 22001166
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 10
2.3.2 PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Jenis penggunaan Lahan di setiap kecamatan yang terdapat di Kota Banda Aceh
sebelum Tsunami dapat dilihat pada Tabel 2.4. Sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan
perbandingan jenis penggunaan lahan antar kecamatan di Kota Banda Aceh.
TABEL 2.4 LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Kecamatan
Penggunaan Lahan (ha)
Saw
ah
Tada
h
hu
jan
Ban
gun
an
Tega
l/
kebu
n
Raw
a ti
dak
dita
nam
i
Tam
bak
Lain
-lai
n
Jum
lah
Baiturrahman 13,5 428,4 - - - 12,0 453,9
Kuta Alam 4,0 957,2 - - 37,0 6,5 1004,7
Meuraxa 62,5 548,8 32,5 - 60,0 22,0 725,8
Syiah Kuala 30,0 1171,3 145,1 6,0 40,0 32,0 1424,4
Lueng Bata 23,5 460,6 24,0 - - 26,0 534,1
Kuta Raja - 493,1 - - 22,0 6,0 521,1
Banda Raya 178,0 245,9 25,0 - - 30,0 478,9
Jaya Baru 61,5 292,1 11,4 - 9,0 4,0 378,0
Ulee Kareng 36,0 293,2 183,8 - 102,0 615,0
409,0 4890,6 421,8 6,0 168,0 240,5 6135,9 Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
Berdasarkan data penggunaan lahan (data kawasan terbangun) di masing-
masing kecamatan, maka dapat diketahui persentase tingkat kepadatan kawasan
terbangun seperti pada Tabel 2.5 berikut.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 11
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
1200,00
Luas
Lah
an (H
a)
Baiturrahman
Kuta Alam
Meuraxa
Syiah Kuala
Lueng Bata
Kuta Raja
Banda Raya
Jaya Baru
Ulee Kareng
Nama Kecamatan
Sawah Tadah Hujan Bangunan dan Halaman SekitarTegal/Kebun Rawa-rawaTambak Lain-lain
GAMBAR 2.6
LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
TABEL 2.5 LUAS DAN PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No. Kecamatan Tanah
Terbangun (Ha)
Total Luas Lahan
Persentase (%) Tanah
Terbangun
Persentase (%) Tanah Belum Terbangun
1 Baiturrahman 281,12 419,78 66,97 33,03 2 Banda Jaya 237,77 509,61 46,66 53,34 3 Jaya Baru 118,87 473,36 25,11 74,89 4 Kuta Alam 362,82 970,73 37,38 62,62 5 Kuta Raja 5,60 377,76 1,48 98,52 6 Lueng Bata 191,90 449,45 42,70 57,30 7 Meuraxa 2,22 906,10 0,24 99,76 8 Syiah Kuala 404,88 1.604,77 25,23 74,77 9 Ulee Kareng 254,15 516,16 49,24 50,76
Sumber : Citra 2005 JICA
Berdasarkan data penggunaan lahan, maka dapat diketahui pola penggunaan
lahan Kota Banda Aceh seperti pada Tabel 2.6 berikut.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 12
TABEL 2.6
POLA PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No Pemanfaatan Ruang Luas (HA) % I Kawasan Terbangun 2.124,95 34,63 1 Permukiman 1.360,41 22,17 2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 128,53 2,09 3 Perkantoran 113,16 1,84
4
Fasilitas 222,30 3,62 - Fasilitas Kesehatan 33,95 0,55 - Fasilitas Pendidikan 174,89 2,85 - Fasilitas Peribadatan 13,46 0,22
5 Transportasi 300,54 4,90 - Terminal 3,90 0,06 - Jalan 296,64 4,83
II Ruang Terbuka 4.010,95 65,37 1 Kawasan Hutan Kota 285,92 4,66 2 Pertanian 651,78 10,62 3 Kanal 104,44 1,70 4 Zona Tambak Ikan 204,48 3,33
5
Ruang Terbuka Hijau 1.373,79 22,39 - Taman Kota 20,15 0,33 - Jalur Hijau 1.138,37 18,55 - Lapangan Olah Raga 24,50 0,40 - Rawa 140,16 2,28 - Alang-Alang 50,61 0,82
6 Kuburan 11,89 0,19 7 Sungai 116,74 1,90
8 Air 1.261,92 20,57 - Air Laut 1.231,41 20,07 - Danau 30,51 0,50
Total 6.135,90 100,00 Sumber : Citra 2005 JICA
Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada
kawasan pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan di
Kota Banda Aceh di masa yang akan datang. Luas kerusakan berdasarkan jenis
penggunaan lahan di Kota Banda Aceh ditampilkan dalam gambar 2.7 berikut ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 13
19%
37%
13%
29%
2%Permukiman
Pertambakan
Persawahan
Perkebunan dan Belukar
Lahan Terbuka
GAMBAR 2.7 LUAS KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Deputi Penginderaan Jauh, LAPAN, April 2005
Dari data diatas dapat diketahui, bahwa kecamatan yang memiliki tanah
terbangun yang tinggi adalah Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Baiturrahman, dan
Kecamatan Kuta Raja. Sedangkan kecamatan Banda Jaya dan Kecamatan Ulee Kareng
memiliki lahan yang cukup luas yang masih belum terbangun. Berikut ini Gambar 2.8,
yang menunjukkan peta penggunaan lahan Kota Banda Aceh.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 14
Gambar 2.8
Penggunaan Lahan Tahun 2005
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 15
Identifikasi tingkat kerusakan lahan tersebut dibagi beberapa zona, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 2.9 di bawah ini.
GAMBAR 2.9
IDENTIFIKASI KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Dampak kerusakan pasca Tsunami telah mengubah kondisi fisik lahan Kota
Banda Aceh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut ini. Kondisi tersebut
antara lain dipengaruhi oleh ada tidaknya genangan, kondisi air tanah, kondisi drainase
wilayah jenis tanah, dan potensi terkena Tsunami.
GAMBAR 2.10
KONDISI LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Kawasan Perkotaan Hancur
Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perkotaan Rusak
Kawasan Perdesaan Hancur
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 16
Dengan karakteristik fisik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 di atas,
maka arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan
Lindung (Conservation, Zona V), Kawasan Pengembangan Terbatas (Restristic
Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted
Development Area, zona IV). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 berikut ini.
I Kawasan aquatic, (tambak, hutan bakau, rekreasi pantai, dan kawasan lindung pantai), kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung)
II Kawasan terbangun kepadatan rendah, didukung bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal (kanal). Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya. Perumahan masih dimungkinkan dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat, dan disepakati oleh lebih dari 50% warga gampong semula untuk kembali bermukim di kawasan ini
III Kawasan terbangun kepadatan sedang, dgn bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal. Kawawsan komersial dimungkinkan dikembangkan secara terbatas, nilai-nilai heritage disarankan untuk dipertahankan di kawasan ini.
IV Kawasan terbangun kepadatan tinggi, dgn bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi semula didorong untuk dikembangkan, dengan insentif keringanan pajak, pengendalian harga tanah, serta kelengkapan dan kehandalan infrastruktur.
GAMBAR 2.11 ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 17
Berdasarkan gambar diatas disepakati Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 karakteristik
zona yaitu :
1. Coastal Zone
2. Eco Zone (evacuation)
3. Traditional City Center Zone (Escape Guiding)
4. Urban Development Zone (Emergency Base)
Lebih jelas lihat gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Kota Banda Aceh lihat tabel 2.7
Pembagian Zona Fungsi , dan Jenis Penggunaan Lahannya.
TABEL 2.7 PEMBAGIAN ZONA, FUNGSI DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN
KOTA BANDA ACEH MENURUT URRP BAC
Zona Klasifikasi Zona
Bencana
Lokasi/Fungsi Penggunaan Lahan/Antisipasi
Bencana 1. Pesisir (Coastal Zone)
Identifikasi Mitigasi Tsunami
– Pelabuhan – Pohon Kelapa/
Mangrove
– Restorasi ekosistem pesisir
– Hutan pesisir – Pelabuhan kapal ferry – Fasilitas pemecah
gelombang di sepanjang garis pantai
2. Eco-Zone Area Evakuasi – Fasilitas peringatan bencana
– Kegiatan perikanan dan pelabuhan ikan
– Pasar ikan
– Rekonstruksi area permukiman untuk returnees
– Bangunan dan menara untuk evakuasi
– Jalur-jalur jalan untuk evakuasi
– Jalur lingkar (bagian Utara)
– Pemulihan dan konservasi ekosistem pesisir
– Pengembangan industri budidaya perikanan
– Pemanfaatan alam untuk akuakultur dan taman (untuk pendidikan, rekreasi dan pariwisata)
– Pusat Pengelolaan Sampah
– Instalasi pengolahan Limbah
3. Traditional City Center Zone
Area Pendukung Evakuasi
– Masjid Raya – Museum – Pusat Komersial
yang ada saat ini
– Kawasan kegiatan komersial
– Area fasilitas budaya – Bangunan-bangunan
untuk evakuasi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 18
Zona Klasifikasi Zona
Bencana
Lokasi/Fungsi Penggunaan Lahan/Antisipasi
Bencana – Fasilitas transportasi darat
(terminal bus) – Jalur-jalur evakuasi – Pusat pelayanan
pemerintahan – Posko-posko Bantuan
Darurat – Fasilitas pendidikan
Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Aceh, Bappeda Provinsi NAD, Dinas
Perkotaan dan Perkim Provinsi NAD, Dinas Tata Kota Banda Aceh, Bappeda Kabupaten
Aceh Besar, dan Dinas Praswil Banda Aceh, telah disepakati memilih skenario dengan
melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan 2 pilihan bagi masyarakat,
yaitu (1) pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah, dan (2) tetap di
lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana prasarana perlindungan. Namun
demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam
jangka panjang sebaiknya dipindahkan ke daerah aman.
Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelamatan
Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami
Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi
berdasarkan tingkat potensi kerusakan
Penataan pemukiman nelayan dan non nelayan di sekitar pantai dan bagi yang
ingin pindah diberikan alternatif tempat yang aman.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 19
GAMBAR 2.12 PETA PEMBAGIAN ZONA FISIK KOTA BANDA ACEH
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 20
22..33..33 IINNTTEENNSSIITTAASS PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Untuk lahan-lahan di pusat kota, umumnya intensitas pemanfaatan ruangnya,
yang meliputi nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
dan ketinggian bangunan, relatif tinggi seperti untuk perkantoran, perdagangan dan
jasa, dan lainnya. Sedangkan untuk kawasan-kawasan di pinggiran pusat kota yang
umumnya merupakan lahan pertanian dan perkampungan menjadikan intensitas
pemanfaatan ruangnya rendah. Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang kota Banda
Aceh menurut Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010 disajikan pada Tabel 2.8.
Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan tata letak bangunan
terhadap jalan maupun bangunan lain di sekitarnya. Selain itu juga untuk pengaturan
penggunaan ruang jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan
terhadap pelebaran jalan. Hal ini ditentukan berdasarkan fungsi jaringan jalan yang
bersangkutan dan penggunaan lahan disekitarnya. Tujuan rencana pengaturan
sempadan bangunan adalah sebagai berikut:
• Secara fisik akan terwujud jarak antar bangunan
• Adanya ketentuan batas yang tegas antara lahan yang boleh dan tidak boleh
ditempati bangunan
• Adanya ketentuan batas yang tegas antara kapling bangunan dengan Daerah Milik
Jalan (Damija).
TABEL 2.8 RENCANA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2010 (VERSI KAJIAN DEPARTEMEN PU TAHUN 2006)
PERUNTUKAN LAHAN BWK
PUSAT KOTA
BWK TIMUR KOTA
BWK SELATAN
KOTA
BWK BARAT KOTA
1. Perumahan yang dilindungi – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum Perumahan – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
60% 1,2 12 meter 70% 1,4 10 meter
60% 1,2 12 meter 60% 1,2 10
60% 1,2 12 meter 60% 1,2 10 meter
60% 1,2 12 meter 60% 1,2 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 21
PERUNTUKAN LAHAN BWK
PUSAT KOTA
BWK TIMUR KOTA
BWK SELATAN
KOTA
BWK BARAT KOTA
maksimum meter meter
2. Pemerintahan/Perkantoran – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
70% 2,8 20 meter
60% 1,2 16 meter
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
3. Perdagangan dan Jasa – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
80% 1,6 12 meter
70% 1,4 12 meter
70% 1,4 12 meter
80% 1,6 12 meter
4. Fasilitas Sosial/Umum – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
50% 1,0 12 meter
60% 1,2 12 meter
5. Kawasan Budaya – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
40% 0,8 12 meter
- - -
- - -
- - -
6. Campuran perdagangan dan jasa, perkantoran dan perumahan – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
80% 1,6 12 meter
60% 1,2 12 meter
50% 1,0 12 meter
60% 1,2 12 meter
7. Terminal – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan
maksimum
20% 0,4 12 meter
- - -
- - -
20% 0,4 12 meter
Sumber: Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2010 (Versi PU)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 22
22..33..44 KKEECCEENNDDEERRUUNNGGAANN PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN KKOOTTAA
Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh ”Multi
Nuclei Model” atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Dalam Revisi Rencana Tata
Ruang Kota Banda Aceh tahun 2001-2010, titik-titik tumbuh tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Titik Tumbuh Utama di pusat kota dengan kegiatan perdagangan dan jasa,
pemerintahan dan perkantoran, fasilitas umum dan lain-lain. Titik tumbuh ini
berkembang ke segala penjuru kota, namun pertumbuhan ke arah Barat dan Utara
dibatasi oleh kawasan tambak yang cukup potensial serta dibatasi oleh pantai.
2. Titik Tumbuh Sekunder tersebar pada 3 (tiga) lokasi sesuai dengan homogenitas
kawasan, yaitu di sebelah Barat, Timur, dan Selatan kota dengan kegiatan
pelayanan umum dan fasilitas sosial-ekonomi.
3. Titik-titik tumbuh lain pada tingkatan yang lebih rendah berada di pusat-pusat
permukiman.
Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai pola linier
dan berkembang seiring perkembangan jaringan jalan sehingga menunjukkan pola
pengembangan ruang dengan Linear Growth Model.
Rencana tata ruang Kota Banda Aceh sebelum Tsunami memperlihatkan struktur
kota bahwa kawasan pantai dikembangkan sebagai kawasan wisata lingkungan atau
daerah penyangga di Kawasan Pantai Utara Kota, antara sempadan pantai, kawasan
pantai/penyangga dengan kawasan perkotaan.
Adapun kawasan pusat perdagangan Central Business District (CBD) terletak
pada Kecamatan Baiturrahman yang berjarak 2 km dari pantai yang berada dibagian
pusat wilayah Kota Banda Aceh, sedangkan kawasan wisata terletak didaerah
Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Syiah Kuala (Kawasan Pantai) dan kawasan
pendidikan di Kecamatan Syiah Kuala (Pinggiran Kota), Lueng Bata dan Ulhee Kareng
(Pusat Perkotaan).
Kawasan non urban yang ada di sepanjang pantai seakan menjadi pemisah
antara kawasan pantai dengan kawasan perkotaan, namun fungsi kawasan non urban
ini tidak/belum dijelaskan fungsinya secara spesifik, apakah sebagai kawasan penyangga
(buffer zone) atau kawasan kosong (tidak dibangun).
Dari tata ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan
perkotaan (Kota Banda Aceh), kearah selatan (berbatasan langsung dengan Aceh Besar)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 23
maka sub pusat (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga) berada
diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah Kabupaten Aceh Besar.
Dengan demikian, terlihat bahwa pusat persebaran perkotaan Banda Aceh untuk
mendatang adalah ke Selatan (ke wilayah Kabupaten Aceh Besar).
22..44 AANNAALLIISSIISS DDAANN KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK KKEEPPEENNDDUUDDUUKKAANN DDAANN
KKEEMMAASSYYAARRAAKKAATTAANN
22..44..11 JJUUMMLLAAHH DDAANN PPEERRTTUUMMBBUUHHAANN PPEENNDDUUDDUUKK
Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah
sekitar 230.828 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya Islam.
Sebagai Ibukota Propinsi NAD sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan
ekonomi, Kota Banda Aceh memiliki kepadatan penduduk tertinggi diantara
kabupaten/kota lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kota Banda
Aceh per Kecamatan sebelum terjadinya Tsunami, dapat dilihat pada Tabel 2.9.
TABEL 2.9 JUMLAH PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2001-2003
NO KECAMATAN
PRE TSUNAMI
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2001 (JIWA)
(%)
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2002 (JIWA)
(%)
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2003 (JIWA)
(%)
1. Baiturrahman 33.399 14,96 33.331 14,75 32.765 14,19
2. Kuta Alam 52.824 23,66 50.338 22,27 47.538 20,59
3. Meuraxa 27.468 12,31 28.158 12,46 30.532 13,22
4. Syiah Kuala 26.401 11,83 26.577 11,76 28.298 12,25
5. Lueng Bata 13.477 6,04 15.064 6,67 16.708 7,23
6. Kuta Raja 17.467 7,82 18.420 8,15 18.793 8,14
7. Banda Raya 17.563 7,87 17.802 7,88 18.509 8,01
8. Jaya Baru 20.902 9,36 21.137 9,35 20.901 9,05
9. Ulee Kareng 13.722 6,15 15.169 6,71 16.784 7,27
TOTAL 223.223 100,00 225.996 100,0 230.828 100.00 Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 24
Kemudian, pada Gambar 2.13 berikut ini, dapat diketahui pertumbuhan jumlah
penduduk di masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2001
sampai dengan tahun 2003. Selain itu, juga dapat diketahui kecamatan yang mengalami
konsentrasi penduduk terbesar.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Jum
lah
Pen
dudu
k (ji
wa)
Bai
turra
hman
Kut
a A
lam
Meu
raxa
Syi
ah K
uala
Luen
g B
ata
Kut
a R
aja
Ban
da R
aya
Jaya
Bar
u
Ule
e K
aren
gNama Kecamatan
Tahun 2001
Tahun 2002
Tahun 2003
GAMBAR 2.13 GRAFIK PERKEMBANGAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan
pesat sekitar 27%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah
penduduk Banda Aceh sebelum Tsunami adalah sebesar 263.668 jiwa dan tereduksi
menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang)
sebanyak 71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak
65.500 jiwa. Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk setelah Tunami di Kota Banda
Aceh pada tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10 dibawah.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 25
TABEL 2.10 JUMLAH PENDUDUK PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK
JUMLAH PENGUNGSI PRE-
TSUNAMI PASCA
TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 5.052
2. Kuta Alam 55.062 43.113 23.971
3. Meuraxa 31.218 5.657 867
4. Syiah Kuala 42.779 35.514 6.411
5. Lueng Bata 18.360 18.254 5.229
6. Kuta Raja 20.217 5.122 230
7. Banda Raya 19.071 19.015 9.451
8. Jaya Baru 22.005 11.384 6.163
9. Ulee Kareng 17.510 17.388 8.126
TOTAL 263.668 192.194 65.500 Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar
kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar 2.14.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Baitu
rrahm
an
Kuta
alam
Meuraxa
Syiah
Kua
la
Luen
g Bata
Kuta
Raja
Band
a Ray
a
Jaya
Bar
u
Ulee
Kar
eng
Jumlah Penduduk Pre-Tsunami Jumlah Penduduk Pasca TsunamiJumlah Pengungsi
GAMBAR 2.14
GRAFIK PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH PENGUNGSI DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 26
Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di
Kecamatan Meuraxa (82%), Kecamatan Kuta Raja (75%), Kecamatan Jaya Baru (49%),
Kuta Alam (22%), dan Kecamatan Syiah Kuala (17%). Persebaran jumlah kehilangan
yang dirinci berdasarkan jumlah kematian dan orang yang hilang dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Dalam RTRW Kota Banda Aceh Departemen Pekerjaan Umum, pertumbuhan
penduduk pasca bencana Tsunami diproyeksikan menggunakan model bunga berganda
dengan angka pertumbuhan rata-rata sesuai dengan angka pertumbuhan selama tahun
1995-2004 yaitu sebesar 3,14% .
GAMBAR 2.15 PERSEBARAN JUMLAH ORANG YANG MENINGGAL DAN HILANG
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
Kemudian, JICA dalam penyusunan URRP Kota Banda Aceh dan Additional Study-
nya memproyeksikan pertumbuhan penduduk pasca Tsunami dengan menggunakan tiga
metode perhitungan, yaitu:
o Ekstrapolasi dari tingkat pertumbuhan rata-rata antara tahun 1998 sampai dengan
tahun 2003, yaitu sebesar 2,1%. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 27
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk 192.194 196.230 200.351 204.558 208.854 213.240
o Metode Regresi yang diformulasikan dari data antara tahun 1995 sampai dengan
tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
)88,0(*14,216.7050.211.14 =+−= rXY
Hasil perhitungan dengan model regresi di atas adalah:
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk 192.194 199.194 206.194 213.194 220.194 227.194
o Dengan tingkat pertumbuhan tahunan dengan pertumbuhan khusus. Hal ini
didasarkan pada banyaknya contoh dan pengalaman bahwa jumlah penduduk akan
meningkat secara drastis pasca terjadinya bencana yang menelan banyak korban
akibat pertumbuhan sosial pada kegiatan rekonstruksi dan pertumbuhan alamiah
yang tinggi. Bank Dunia mengadopsi tingkat pertumbuhan rata-rata 6% untuk
proyeksi penduduk Indonesia. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk 192.194 200.843 212.893 225.667 239.206 253.559
Dalam perencanaan ini, proyeksi pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah
proyeksi versi JICA skenario 2. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa skenario
ini lebih realistis dengan kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, disamping
itu skenario ini juga telah mempertimbangkan faktor-faktor migrasi maupun kondisi
sosial-ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh dalam penentuan tingkat pertumbuhannya.
Selanjutnya hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan metode tersebut
hingga tahun 2015 dipaparkan pada Tabel 2.11 berikut ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 28
TABEL 2.11 PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH
HINGGA TAHUN 2016
TAHUN JUMLAH PENDUDUK 2005 199.194 2006 206.194 2007 213.194 2008 220.194 2009 227.194 2010 234.194 2011 241.194 2012 248.194 2013 255.194 2014 262.194 2015 269.194 2016 276.194
Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan skenario 2 JICA
Dari hasil proyeksi yang dilakukan, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga
tahun 2016 diperkirakan mencapai jumlah 276 ribu jiwa lebih. Jumlah ini tentunya telah
mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosial-
ekonomi masyarkat. Proyeksi jumlah penduduk ini tentunya diperlukan untuk
mengalokasikan sistem aktifitas penduduk dan sarana serta prasarana pendukungnya.
22..44..22 KKEEPPAADDAATTAANN PPEENNDDUUDDUUKK
Rata-rata kepadatan penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana Tsunami
mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah
Kecamatan Baiturrahman, yaitu sebesar 72 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan yang
terendah ada di Kecamatan Syiah Kuala dengan kepadatan 20 Jiwa/Ha. Tingkat
kepadatan penduduk Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 2.12 dibawah.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 29
TABEL 2.12 TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
NO KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK
TAHUN 2003 (Jiwa)
LUAS WILAYAH
(Ha)
KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha)
1. Baiturrahman 32,765 453.90 72 2. Kuta Alam 47,538 1004.70 47 3. Meuraxa 30,532 725.80 42 4. Syiah Kuala 28,298 1424.40 20 5. Lueng Bata 16,708 534.10 31 6. Kuta Raja 18,793 521.10 36 7. Banda Raya 18,509 478.90 39 8. Jaya Baru 20,901 378.00 55 9. Ulee Kareng 16,784 615.00 27 TOTAL 230,828 6135.90 38
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
Perbandingan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan disajikan pada
Gambar 2.16 berikut ini.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kep
adat
an P
endu
duk
(Jiw
a/H
a)
Bai
turra
hman
Kut
a A
lam
Meu
raxa
Syi
ah K
uala
Luen
g Ba
ta
Kut
a R
aja
Ban
da R
aya
Jaya
Bar
u
Ule
e K
aren
g
Nama Kecamatan
kepadatan Penduduk(Jiwa/Ha)
GAMBAR 2.16
GRAFIK TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana
Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 43
jiwa/ha menjadi hanya 31 jiwa/ha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota
Banda aceh dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 30
TABEL 2.13 TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
NO KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) LUAS
WILAYAH (Ha)
KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha)
PRE-TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
PRE-TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 453.90 83 812. Kuta Alam 55.062 43.113 1004.70 55 423. Meuraxa 31.218 5.657 725.80 43 84. Syiah Kuala 42.779 35.514 1424.40 30 255. Lueng Bata 18.360 18.254 534.10 34 346. Kuta Raja 20.217 5.122 521.10 39 107. Banda Raya 19.071 19.015 478.90 40 408. Jaya Baru 22.005 11.384 378.00 58 309. Ulee Kareng 17.510 17.388 615.00 28 28
TOTAL 263.668 192.194 6135.9 43 31Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005
Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan
Meuraxa ( menurun sebesar 82%) dan Kuta Raja (menurun sebesar 75%) karena
memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling
besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan
kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya
dan Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah
tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana Tsunami. Gambar
2.17 menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh pasca bencana
Tsunami.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 31
0102030405060708090
100
Baitu
rrahm
an
Kuta
alam
Meura
xa
Syiah
Kua
la
Luen
g Bata
Kuta
Raja
Band
a Ra
ya
Jaya
Baru
Ulee
Kar
eng
Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami
GAMBAR 2.17 GRAFIK PENURUNAN KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005
22..44..33 KKOOMMPPOOSSIISSII PPEENNDDUUDDUUKK
Struktur atau komposisi penduduk dapat dilihat berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin. Berikut ini, dalam Tabel 2.14, adalah data jumlah penduduk kota Banda
Aceh pada Tahun 2003 di rinci berdasarkan jenis kelamin di tiap-tiap kecamatan.
TABEL 2.14 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
No KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
PRA TSUNAMI 2003
Laki-laki Perempuan
1. Baiturrahman 17.008 15.757
2. Kuta Alam 24.640 22.898
3. Meuraxa 15.384 15.148
4. Syiah Kuala 14.269 14.029
5. Lueng Bata 8.506 8.202
6. Kuta Raja 9.671 9.122
7. Banda Raya 9.407 9.102
8. Jaya Baru 10.378 10.523
9. Ulee Kareng 8.620 8.164
TOTAL 117.883 112.945 Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 32
Kemudian, pada Gambar 2.18 berikut ini, dapat dilihat perbandingan jumlah
perempuan dan laki-laki antar kecamatan di Kota Banda Aceh pada tahun 2003.
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000Ju
mla
h Pe
ndud
uk (J
iwa)
Bai
turra
hman
Kut
a Ala
m
Meu
raxa
Syi
ah K
uala
Luen
g Bat
a
Kut
a Raj
a
Ban
da R
aya
Jaya
Bar
u
Ule
e Kar
eng
Nama Kecamatan
Laki-lakiPerempuan
GAMBAR 2.18
GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003
Pasca Bencana Tsunami terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan
jenis kelamin. Populasi penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan yang terkena
dampak tsunami rata-rata menurun 30-50%. Tabel 2.15 berikut ini adalah data jumlah
penduduk pasca tsunami.
TABEL 2.15 JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
No KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
PREDIKSI PASCA TSUNAMI 2005 L P
1. Baiturrahman 8.361 10.219 2. Kuta Alam 29.373 28.513 3. Meuraxa 4.414 5.395 4. Syiah Kuala 2.618 3.199 5. Lueng Bata 9.687 9.394 6. Kuta Raja 3.524 4.307 7. Banda Raya 9.925 9.959 8. Jaya Baru 3.548 4.336 9. Ulee Kareng 9.721 9.789
TOTAL 81.171 85.111 Sumber : Hasil Survey, Tahun 2005
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 33
22..44..44 KKOONNDDIISSII SSOOSSIIAALL BBUUDDAAYYAA
Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti
sediakala karena masih banyak masyarakat yang trauma dan membutuhkan pemulihan
psikologi. Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi. Lokasi
pengungsian tersebar diberbagai didaerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak
masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten Aceh Besar ataupun
pindah keluar kota terdekat seperti Medan.
Adapun lokasi pengungsian penduduk Kota Banda Aceh adalah seperti terlihat
pada Tabel 2.16 berikut.
TABEL 2.16 JUMLAH & TITIK LOKASI PENGUNGSI DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa) Koordinator
1. Baiturrahman
Kel. Sukaramai Taman Budaya 175 Lurah Sukaramai Rumah Penduduk 100 Lurah Sukaramai Kel. Setui Rumah Penduduk 305 Lurah Setui
Kel. Neusu Jaya Rumah Penduduk 397 Lurah Neusu Jaya
Kel. Ateuk Pahlawan Gedung Tgk Chik Ditiro 1.452 Lurah Ateuk Pahlawan
Rumah Penduduk 623 Lurah Ateuk Pahlawan
Kel. Kampong Baro Kantor Lurah Kampung Baru 25 Lurah Kampung Baru
Kel. Peuniti 1. Komplek Baperis 135 Lurah Peuniti 2. Rumah Penduduk 401 Lurah Peuniti Desa Ateuk Jawo Rumah Penduduk 536 Lurah Peuniti Desa Ateuk Munjeng Rumah Penduduk 607 Lurah Peuniti
Desa Ateuk Deah Tanoh Rumah Penduduk 230 Lurah Peuniti
Desa Neusu Aceh Rumah Penduduk 513 Lurah Peuniti Jumlah 5.499
2. Syiah Kuala
Desa Kopelma Darussalam
1. Mesjid Jamik Kopelma Darussalam 548 Kades Kopelma
Darussalam
2. Gedung ACC Dayan Dawood 30 sda
3. Fakultas Pertanian 130 sda
4. Rumah Dinas Rektor Unsyiah 90 sda
5. Gedung Fak. Teknik Unsyiah 50 sda
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 34
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa) Koordinator
6. Gedung RKU I dan III Unsyiah 60 sda
7. Gedung Fak. Kedokteran Unsyiah 37 sda
8. Rumah Penduduk 724 sda Desa Rukoh 1. Rumah T. Nyak Arief 302 Kades Rukoh 2. Rumah Penduduk 1.995 sda
Desa Lamgugop Rumah Penduduk 283 Kades Lamgugob
Desa Ie Masen Kaye Adang Rumah Penduduk 752 Kades IMKA
Desa Pineung Rumah Penduduk 114 Kades Pineung Jumlah 5.115
3. Lueng Bata
Desa Lueng Bata Mesjid Jamik Lueng Bata 390 Kades Lueng Bata
Komplek Dinas SDA Prov. NAD 1.097 Sda
Rumah Penduduk 583 sda Panteriek Rumah Penduduk 253 Kades Panteriek
Lamseupeng Rumah Penduduk 516 Kades Lamseupeung
Blang Cut Rumah Penduduk 432 Kades Blang Cut
Sukadamai Rumah Penduduk & MIN 553 Kades Sukadamai
Lampaloh Rumah Penduduk 96 Kades Lampaloh Batoh Rumah Penduduk 1.056 Kades Batoh
Cot Mesjid Rumah Penduduk 794 Kades Cot Mesjid
Lamdom Rumah Penduduk 341 Kades Landom Jumlah 6.111
4. Kuta Alam
Kel. Mulia Mesjid Almukaramah 190 Lurah Mulia Posko Methodis 52 Sda Desa Lampulo Posko Hotel Rajawali 420 Kades Lampulo Kel. Beurawe Mesjid Al Furqan 698 Jiwa Lurah Beurawe Kel. Laksana Mesjid Al Huda 589 Jiwa Lurah Laksana
Kel. Bandar Baru Posko Depan PLN 138 Jiwa Lurah Bandar Baru
Kel. Keuramat Mesjid Baiturrahman 773 Jiwa Lurah Keuramat Kel. Kuta Alam Gedung DPRD Prov. NAD 450 Jiwa Lurah Kuta Alam Posko Didepan Kedai Niagara 575 Jiwa sda Rumah Penduduk 30 Jiwa sda Jumlah 3.915 Jiwa
5. Ulee Kareeng
Desa Lamglumpang Lapangan Bola 144 Jiwa Kades Lamglumpang
Desa Lambhuk MIN Lambhuk 7 Jiwa Kades Lambhuk Desa Doi Pesantren Babunajah 111 Jiwa Kades Doi Desa Ie Masen U.Kareng Mesjid 109 Jiwa Kades Ie Masen
U.K Desa Ceurih Mesjid Baitussalihin 1.431 Jiwa Kades Ceurih
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 35
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa) Koordinator
Kecamatan U. Kareng Rumah Penduduk 6.309 Jiwa Camat Ulee
Kareeng Jumlah 8.111 Jiwa
6. Banda Raya
Desa Lhong Raya Mesjid Lhong Raya 1.362 Jiwa Kades Lhong Raya
Desa Lhong Cut Rumah Penduduk 383 Jiwa Kades Lhong Cut
Desa Peunyerat Rumah Penduduk 514 Jiwa Kades Peunyerat Desa Lampeuot Rumah Penduduk 193 Jiwa Kades Lampeuot Desa Mibo Meunasah Mibo 583 Jiwa Kades Mibo Desa Lam Ara Mesjid Lam Ara 1.041 Jiwa Kades Lam Ara Desa Geuceu Kaye Jatho Rumah Penduduk 209 Jiwa Kades Geuceu
Kaye Jatho
Desa Geuceu Iniem Mesjid Geuceu Iniem 1.115 Jiwa Kades Geuceu Iniem
Komplek BLK 880 Jiwa sda
Desa Lamlagang Rumah Penduduk 1.480 Jiwa Kades Lamlagang
Jumlah 7.762 Jiwa
7. Jaya Baru
Desa Geuceu Meunara Rumah Penduduk 294 Jiwa Kades Geuceu
Meunara
Desa Lamteumen Timur Rumah Penduduk 17 Jiwa
Kades Lamteumen Timur
Desa Lamteumen Barat Rumah Penduduk 32 Jiwa
Kades Lamteumen Barat
Jumlah 343 Jiwa 8. Meuraxa Tidak Ada Pengungsi - 9. Kutaraja Tidak Ada Pengungsi -
Jumlah Pengungsi seluruhnya 36.856 Jiwa
Sumber: Pemda Kota Banda Aceh, Tahun 2005
22..55 KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK DDAANN AANNAALLIISSIISS PPEERREEKKOONNOOMMIIAANN
22..55..11 SSTTRRUUKKTTUURR PPEERREEKKOONNOOMMIIAANN DDAANN PPEERRTTUUMMBBUUHHAANN EEKKOONNOOMMII
Perekonomian Kota Banda Aceh didominasi kegiatan jasa perdagangan dan jasa
pemerintahan, wisata, disamping nelayan dan petambak. Hal ini antara lain dapat dilihat
dari struktur PDRB kota tersebut. Perhitungan PDRB akan meliputi 9 (sembilan) sektor
kegiatan perekonomian atau lapangan usaha, yaitu sektor-sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan
dan konstruksi, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank
dan lembaga keuangan serta jasa-jasa lainnya.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 36
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Banda Aceh atas harga
berlaku mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 menampakkan gejala peningkatan
secara positif rata-rata sebesar 9,58%. Demikian pula perhitungan PDRB kota Banda
Aceh atas dasar harga konstan juga menunjukan peningkatan secara positif rata-rata
sebesar 5,05%. Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan
dapat di lihat pada Gambar 2.19 di bawah ini.
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN
1.218.609,861264609,05
1324257,301400897,28
1499842,15
1.000.000
1.100.000
1.200.000
1.300.000
1.400.000
1.500.000
1.600.000
1 2 3 4 5
GAMBAR 2.19 PERTUMBUHAN PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN KOTA BANDA ACEH
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Sebagai sebuah wilayah perkotaan, kegiatan perekonomian di kota Banda Aceh,
antara tahun 2000 sampai tahun 2004 paling besar didominasi oleh lapangan usaha
sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 32% sampai 36% dari seluruh
kegiatan ekonomi kota. Kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp. 593.414,91
atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp. 520.100,09 atas dasar harga konstan. Urutan
dominasi sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada
Gambar 2.20
GAMBAR 2.20 DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR
DI KOTA BANDA ACEH Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
8,36%3,75%8,89%
23,02%
35,24%3,69%
16,13%
0,93% 0,00%
PERTANIAN
PERTAMBANGAN DANPENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK DAN AIR MINUM
BANGUNAN / KONSTRUKSI
PERDAGANGAN, HOTEL &RESTORAN
PENGANGKUTAN DANKOMUNIKASI
BANK DAN LEMBAGA KEUANGANLAINNYA
JASA-JASA
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 37
22..55..22 KKEETTEENNAAGGAAKKEERRJJAAAANN
Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah maka para pencari kerja di Kota
Banda Aceh juga bertambah pula, tahun 2000 saja para pencari kerja berjumlah 18.180,
tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22.315, tahun 2003 dan 2004 menurun
sebesar 17.170. Sedang jumlah penduduk yang sudah tertampung didunia kerja juga
menunjukkan peningkatan yang positif. Tahun 2000 yang sudah bekerja 1.005, tahun
2002 meningkat menjadi 1.041, tahun 2003-2004 meningkat pula mencapai 4.213.
untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.
GAMBAR 2.21
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Kemudian, distribusi jenjang pendidikan dari pencari kerja yang terdapat di Kota
Banda Aceh ditampilkan pada Gambar 2.22
Setelah terjadinya bencana Tsunami, angka pengangguran diperkirakan
mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen. Data resmi Disnaker dan
Kependudukan setempat mencatat jumlah warga yang tidak memiliki pekerjaan
mencapai lebih dari 44.258 orang. Gempa dan tsunami menghancurkan sebagian besar
pusat bisnis di kota itu, seperti pasar tradisional, terminal, dan pelabuhan. Ini membuat
aktivitas usaha di sektor informal yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja belum
sepenuhnya pulih, bahkan banyak pedagang dan pemilik toko masih mengungsi.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 38
Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan
kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini.
Pelabuhan perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan
perahu nelayan hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani
setempat dipenuhi lumpur.
Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum
tsunami jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit
usaha. Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami.
GAMBAR 2.22
JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN DI KOTA BANDA ACEH SELAMA PERIODE TAHUN 2000-2004
Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
22..66 KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK DDAANN AANNAALLIISSIISS TTRRAANNSSPPOORRTTAASSII
22..66..11 TTRRAANNSSPPOORRTTAASSII DDAARRAATT
Moda transportasi di kota Banda aceh memiliki jaringan pelayanan dalam dan
luar kota. Jaringan pelayanan dalam kota berupa kendaraan umum yaitu angkutan
umum atau labi-labi, becak, bus Damri dan mini bus (L300). Sedangkan untuk jaringan
luar kota dilayani oleh angkutan lintas propinsi seperti bus antar kota.
Untuk kondisi jaringan jalan sebelum tsunami, total panjang jalan sekitar 495 km
yang terdiri dari jalan nasional 12 km, jalan propinsi 22,4 km dan jalan kota 460 km.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 39
Berdasarkan kelas jalannya, terdiri dari arteri primer 18 km, arteri sekunder 29 km,
kolektor 30 km dan jalan lokal 418 km. Sedangkan pada pasca tsunami, terdapat
beberapa kerusakan jaringan jalan yaitu untuk jalan arteri primer tidak ada kerusakan
sama sekali. Sedangkan untuk jalan arteri sekunder mengalami kerusakan sekitar 4%,
jalan kolektor sekitar 7% dan jalan lokal sekitar 40%. Untuk lebih jelasnya lihat
Gambar 2.23.
GAMBAR 2.23 JARINGAN JALAN KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI
Sumber: JICA, 2005, Lampiran 4
Prasarana trasportasi lainnya yang mengalami kerusakan pasca tsunami adalah
jembatan, fasilitas jalan dan terminal. Untuk kondisi jembatan, tercatat 13 jembatan
mengalami kerusakan dari total 54 jembatan (sumber : Dinas PU). Selain itu, fasilitas
jalan yang mengalami kerusakan adalah berupa rambu lalu lintas sebesar 52% dan
marka jalan sebesar 50%. Untuk lampu lalu lintas mengalami kerusakan 60% dan lampu
peringatan sebesar 22%. Sedangkan untuk terminal barang dan penumpang terdiri dari
5 terminal penumpang dan 1 terminal barang, keseluruhan terminal yang ada
mengalami kerusakan yang cukup berat.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 40
22..66..22 TTRRAANNSSPPOORRTTAASSII PPEENNYYEEBBEERRAANNGGAANN
Transportasi sungai di Kota Banda Aceh umumnya menggunakan perahu
sampan kecil, perahu mesin tempel dan kapal boat. Pasca tsunami tingkat kerusakan
wilayah permukiman pantai Kota Banda Aceh mencapai 100% sehingga transportasi
sungai atau muara bagi nelayan tidak dapat beroperasi.
22..66..33 TTRRAANNSSPPOORRTTAASSII LLAAUUTT
Pelabuhan yang menunjang transportasi melalui laut adalah pelabuhan Ulee
lheue yang berjarak 2,5 km dari pusat kota dan merupakan akses dari kapal angkutan
barang dan orang. Pasca tsunami, pelabuhan masih belum dapat dioperasikan secara
optimal dimana saat ini dermaga yang ada hanya dapat menampung kapal ferry yang
menuju Pulau Sabang sebanyak 2 rit per hari. Sedangkan untuk kapal cepat masih
menggunakan dermaga pelabuhan lama yang sifatnya darurat.
22..77 KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK DDAANN AANNAALLIISSIISS UUTTIILLIITTAASS KKOOTTAA
22..77..11 AAIIRR BBEERRSSIIHH
Penyediaan air bersih penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya tsunami,
dilayani oleh pelayanan dari PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, dan pemanfaatan sumur
air tanah dangkal yang ada di rumah penduduk. Tingkat pelayanan PDAM Tirta Daroy
Banda Aceh, adalah 47% dari penduduk, dengan sumber air dari sumur bor yang
berlokasi di Lambaro dan Siron, dengan memanfaatkan air Sungai Krueng Aceh yang
mempunyai debit minimal 10.38m3/dt pada musim kemarau panjang. Berikut ini Tabel
2.17 mengenai kondisi PDAM Tirta Daroy pada sebelum dan sesudah tsunami.
TABEL 2.17 KONDISI PDAM TIRTA DAROY
Uraian Unit Sebelum Sesudah
Kapasitas Produksi L/detik 435 365-380 Prosentase Pelayanan % 47 NA Jumlah Sambungan Unit 25,812 14,656
Hydrant/Public Tap Unit 100 46 Kehilangan Air % 48 55-60 Waktu Pengoperasian Jam/hari 24 20 Jumlah Pegawai Orang 173 143
Sumber: Data PDAM, Juni 2005
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 41
Sedangkan untuk sistem perpipaan penyediaan air bersih di Kota Banda Aceh
dibagi menjadi 4 jaringan yaitu ; jaringan Wilayah Meuraxa, jaringan Wilayah Syiah
Kuala, jaringan Wilayah Baiturrahman dan jaringan Wilayah Kuta Alam. Jaringan
perpipaan yang digunakan di Kota Banda Aceh terdiri dari berbagai jenis material pipa
yaitu baja, DCIP, PVC, GIP dengan diameter 25 - 600 mm.
Jaringan pipa distribusi di daerah Darussalam dan Unsyiah terpisah sama sekali
dari jaringan yang ada di Kota Banda Aceh lainnya khususnya di Darussalam, Unsyiah
kira-kira memiki sekitar 900 sambungan rumah dan dilengkapi dengan elevated
reservoir dari beton kapasitas sekitar 500 m3, mendapat suplai air dari IPA Siron melalui
pipa transmisi primer diameter 200 dan 150 mm.
Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 berpengaruh
pada beberapa infrastruktur penyediaan air bersih yang dimiliki oleh PDAM Tirta Daroy.
Kerusakan tersebut antara lain:
a. Menurunnya kapasitas produksi air minum IPA Lambaro dan IPA Siron. IPA Siron
tidak dapat dioperasikan, karena pompa submersible air baku tidak cukup terendam
air karena rendahnya permukaan air, sedangkan IPA Lambaro masih dapat
diopersikan dengan 2 pompa kapasitas 2 x 147 L/detik.
b. Menurunnya kapasitas pelayanan akibat terlantarnya operasi dan pemeliharaan IPA
Lambaro dan IPA Siron, anggaran pengoperasian dan pemeliharaan yang tidak
mencukupi, serta kondisi aset instalasi pengolahan air yang sudah tua.
c. Menurunnya kapasitas produksi akibat kerusakan jaringan pipa distribusi terutama di
Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja dan rusaknya jembatan-jembatan pipa di daerah
tersebut.
d. Menurunnya pendapatan secara drastis karena hilangnya pelanggan, dari total
25.812 SR bulan Maret tinggal 8.000 SR atau 21% jumlah penduduk. Dan
berangsur-angsur mendaftar kembali, membayar rekening air hingga pada akhir Juni
2005 pelanggan yang ada menjadi 12.000 SR, data terakhir jumlah pelanggan
menjadi 14.656 SR.
e. Terganggunya manajemen dan administrasi PDAM karena Kantor PDAM sebagian
hancur dan arsip-arsip yang terletak dilantai dasar hilang/rusak di samping itu, juga
terdapat karyawan yang meninggal yaitu 28 orang.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 42
22..77..22 AAIIRR LLIIMMBBAAHH
Pengelolaan air limbah buangan penduduk Kota Banda Aceh sebelum maupun
sesudah tsunami sebagian besar adalah dengan menggunakan pengolahan setempat
(on site), yaitu berupa tangki septic dan sistem peresapan di halaman rumahnya, untuk
limbah black water (limbah dari WC)-nya. Sedangkan untuk limbah domestik selain yang
dari water closed, umumnya dibuang langsung ke saluran drainase yang ada di depan
rumah. Namun sebagian masyarakat juga masih melakukan pembuangan air limbah
langsung ke badan air seperti sungai dan pantai, terutama bagi masyarakat yang berada
di sekitar kawasan tersebut.
Kemudian, untuk mengatasi limbah perkotaan non domestic, Pemerintah Kota
Banda Aceh mempunyai sebuah Instalasi pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh, IPLT tersebut berlokasi di
Gampong Jawa (lihat Gambar 2.24). Pada saat terjadi tsunami IPLT tersebut
mengalami kerusakan yang cukup parah, dan telah diberikan bantuan dari pihak donor
untuk merehabilitasi kembali.
GAMBAR 2.24 IPLT DI GAMPONG JAWA YANG DIREHABILITASI PADA
DESEMBER 2005
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 43
22..77..33 PPEERRSSAAMMPPAAHHAANN
Pada saat sebelum terjadinya tsunami, timbulan sampah Kota Banda Aceh
adalah sekitar sebesar 600m3 perhari, dengan tingkat pelayanan 65%. Dengan sistem
pewadahan di rumah, pengumpulan menuju container sebanyak 53 unit yang tersebar di
seluruh kota dan pembuangan akhir dengan sistem open dumping di Gampong Jawa.
Armada truk sampah yang dimiliki adalah 29 unit yang beroperasi setiap hari,
mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara berupa container ke tempat
pembuangan akhir (TPA) Gampong Jawa. Komposisi sampah perkotaan Banda Aceh
dijelaskan pada Tabel 2.18 di bawah ini.
TABEL 2.18 KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA
No. Jenis Sampah Prosentase 1. Organik 70,64 %2. Kertas 5,21 %3. Kaca 1,36 %4. Plastik 9,04 %5. Logam 1,75 %6. Kayu 5,80 %7. Kain 4,13 %8. Karet 1,52 %9. Lain-lain 0,55 %
Jumlah 100,00 %Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Penanganan sampah pasca tsunami secara khusus ditujukan pada sampah
dampak bencana, yaitu sampah tsunami yang ditempatkan di lokasi-lokasi sementara
pembuangan sampah tsunami pada masa tanggap darurat. Total volume sampah
tsunami seluruhnya dari lokasi-lokasi tersebut sebanyak 267.666 m3. Sampah tsunami
yang telah terangkat ke TPA (periode 17 Oktober 2005 – 31 Mei 2006), adalah sebanyak
136.463 m3. Penanganan lainnya terhadap dampak bencana tsunami adalah demolisasi
bangunan, yaitu penghancuran bangunan yang sudah rusak, membersihkan dari puing-
puing bangunan, dan pemanfaatan kembali materialnya, seperti pembuatan jalan-jalan
darurat di wilayah bencana.
Kedua pekerjaan tersebut dilakukan melalui paket bantuan dari UNDP, yaitu
Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP) selama periode 17
Oktober 2005 – 31 Mei 2006.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 44
Tugas lainnya DKP Kota Banda Aceh pada masa pasca tsunami, adalah
pemeliharaan dan perawatan sanitasi di barak-barak pengungsi melalui program
bantuan dari Unicef, yang disebut Temporary Living Camp Sanitation (TLCS). Jumlah
barak pengungsi seluruhnya yang menjadi pelayanan DKP Kota Banda Aceh, adalah
sebanyak 80 lokasi, yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh sebanyak 11 lokasi,
dan yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar sebanyak 69 lokasi.
Sistem pengelolaan persampahan yang saat ini dilaksanakan di Kota Banda
Aceh, meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan
sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah.
Rute operasional truck angkutan sampah dan lokasi kontainer DKP dapat di lihat pada
Gambar 2.25
GAMBAR 2.25
RUTE OPERASIONAL TRUK ANGKUTAN SAMPAH DAN LOKASI KONTAINER DKP KOTA BANDA ACEH
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, (lampiran 4)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 45
Armada angkutan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai
dengan 02 Pebruari 2006 sebanyak 63 unit ditambah peralatan berat sebanyak 15 unit,
sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 78 unit kini disimpan di poll kendaraan ukuran
4.140 m2, yang terletak di Jalan Pocut Baren, Banda Aceh. Contoh gambar peralatan
berat yang dimiliki oleh DKP (Gambar 2.26).
GAMBAR 2.26
PERALATAN BERAT YANG DIMILIKI DKP KOTA BANDA ACEH
TPA/Landfill sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah
terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini
landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan
sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha.
Beberapa alternatif pengembangan LPA dan IPLT baru yang dipilih adalah di
Koeta Teu, Kleumbang, Gapang atau Taleue Seuke. Pengelolaan sampah Kota Banda
Aceh perlu diintegrasikan dengan Kabupaten Aceh Besar, dimana lokasi alternative LPA
tersebut berada.
22..77..44 DDRRAAIINNAASSEE
Sistem drainase perkotaan Kota Banda Aceh dibawah kendali Dinas Pekerjaan
Umum (DPU). Luas area sistem drainase meliputi 35 km2 dan dibagi dalam 3 zona dan
17 sub-area. Kondisi topografi yang relatif datar, menurunnya daya tampung saluran
dan adanya pengaruh aliran balik dari pasang air laut menyebabkan tidak
memungkinkan untuk mengalirkan air dari semua area secara gravitasi dan harus
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 46
dibantu dengan pompa pada setiap outlet jaringannya. Infrastruktur jaringan drainase
belum lengkap dan tidak befungsi dengan baik menyebabkan terjadinya genangan bila
turun hujan lebat.
Bencana Tsunami menyebabkan rusaknya jaringan drainase lebih dari 90%,
tanggul dan dinding penahan banjir di sungai. Selain rusak saluran drainase juga terisi
oleh Lumpur dan kotoran. Kerusakan tersebut diantaranya dua saluran drainase di desa
Gampong Pie, peningkatan genangan air akibat pasang air laut yang semula hanya 10
cm menjadi 30-40 cm. Kerusakan juga terjadi pada saluran drainase di Iskandar Muda,
saluran primer Meuraxa dan pintu air di Kuren Gulamus. Kerusakan lainnya adalah
stasium pompa dan pintu air di Sungai Titi Panjang, rusaknya tanggul Krueng Doy.
Kondisi saluran drainase dan pintu air sebelum dan setelah bencana Tsunami disajikan
dalam Tabel 2.19 berikut.
TABEL 2.19 KONDISI SALURAN DAN PINTU AIR SEBELUM
DAN SETELAH BENCANA TSUNAMI
Structures Description Unit Zone I Zone II Zone III Total Drainage area Ha 957 992 1.550 3.499
Number of sub-zones
Nos. 6 5 6 17
Pumping stations
Existing Nos. 4 1 3 8 Damaged Nos. 4 0 3 7
Damage ratio % 100 0 100 88
Primary drains
Existing m 22.735 12.937 15.690 51.362 Damaged m 6.177 3.490 1.927 11.594
Damage ratio % 27 27 12 23
Water gates Existing Nos. 25 30 43 98
Damaged Nos. 15 7 8 30 Damage ratio Nos. 60 23 19 31
Source : Dept. Of Public Works (DPU)
22..77..55 TTEELLEEKKOOMMUUNNIIKKAASSII
Sarana telekomunikasi yang berupa telepon, telegram, faximile, dan berbagai
produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah
merambah seluruh kecamatan di kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari BPS 2004 dan
2005, dapat diketahui banyaknya fasilitas telepon yang diklasifikasikan dalam kategori
fasilitas untuk perumahan, bisnis, sosial, telepon umum, wartel dan kiospon. Dari data
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 47
tersebut dapat diketahui perbedaan kondisi penyediaan fasilitas telekomunikasi pada
saat sebelum dan sesudah terjadinya bencana tsunami (lihat tabel 2.20).
TABEL 2.20 BANYAKNYA FASILITAS TELEPON DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005
No. Fasilitas Telepon Banyaknya
2004 2005 1 Perumahan/Residensial 17.423 SST 11.257 SST
2 Bisnis 2.673 SST 252 SST
3 Sosial 121 SST 81 SST
4 Telepon Umum 222 Buah -
5 Wartel 437 SST 374 SST
6 Kiospon 39 SST -
Total 20.915 14.494
Sumber: BPS, 2004-2005
Dari kategori perumahan penurunan mencapai 35% dari kondisi sebelum
tsunami, untuk bisnis mengalami penurunan 90,6%, sosial sebesar 33%, wartel sebesar
14,4 %, sedangkan untuk penyediaan telepon umum dan kiospon penurunan mencapai
100% pada kondisi pasca tsunami.
Normalisasi telepon, listrik dan penyaluran (bahan bakar minyak) BBM terus
diefektifkan. Status recovery layanan telekomunikasi di NAD sampai tanggal 12 Januari
2005, sudah mencapai 68% dari saat bencana terjadi serta dengan 84% area dari 44
STO yang ada di seluruh NAD sudah beroperasi normal. Meliputi 93% seluruh nomor
pelanggan di datel NAD dengan jumlah total 98.866 STT.
22..77..66 KKEELLIISSTTRRIIKKAANN
Perbaikan instalasi listrik terus dilakukan untuk menormalkan penerangan, agar
dapat bekerja pada malam hari untuk melakukan pembersihan serta kebutuhan
penerangan pada instalasi Rumah Sakit. Guna mendukung upaya ini berbagai peralat
PLN dari Jakarta yang telah diberangkatkan dari Jakarta pada tanggal 15 Januari 2006
dengan Kapal Tomini serta telah dilakukan pemasangan dan penggantian tiang listrik
yang rusak di daerah Kajhu, Ulee Lheue dan Braden. (lihat Tabel 2.21)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 48
TABEL 2.21 KONDISI JARINGAN LISTRIK DI KOTA BANDA ACEH
KOTA KONDISI KELISTRIKAN
Banda Aceh
Kondisi kelistrikan kota Banda Aceh 95% beban Puncak 25MW telah tersambung 32.000 pelanggan Dari 34.000 pelanggan yang kondisinya memungkinkan disambung (pelanggan sebelum bencana 74.000)
• Jaringan listrik menuju malahayati sepanjang 20 Km rusak total, maka pemenuhan kebutuhan listrik untuk pelabuhan Malahayati menggunakan genset
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2005
Untuk daerah kawasan yang terkena bencana tidak bisa dilayani sampai
perbaikan rekonstruksi secara menyeluruh. Namun untuk kawasan yang tidak terkena
dampak sudah terlayani dengan baik. Berikut kondisi listrik di Kota Banda Aceh.
22..88 KKAARRAAKKTTEERRIISSTTIIKK DDAANN AANNAALLIISSIISS FFAASSIILLIITTAASS KKOOTTAA
22..88..11 FFAASSIILLIITTAASS PPEENNDDIIDDIIKKAANN
Fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh telah memadai, diantaranya telah
tersedia dengan lengkap jenis fasilitas pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Berikut data jumlah Fasilitas Pendidikan di Kota Banda Aceh pada
Tahun 2004-2005 di rinci berdasarkan kecamatan. Lebih jelas lihat Tabel 2.22.
Dari tabel di atas, dapat diketahui jumlah fasilitas pendidikan tidak berubah
untuk fasilitas SD, SLTP, SLTA dan kejuruan. Perubahan hanya terjadi pada fasilitas TK
yang mengalami peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah tsunami. Selain itu,
jumlah sekolah luar biasa di Kota Banda Aceh hanya 1 buah yang terletak di Kecamatan
Baiturrahman. Sedangkan Pondok Pasantren ada 9 buah yang terletak di Kecamatan
Jaya Baru 3 buah, Kecamatan Meuraxa 1 buah, Kecamatan Kuta Alam 4 buah dan
Kecamatan Baiturrahman 1 buah.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 49
TABEL 2.22 JUMLAH TK, SD, SLTP, SLTA, DAN KEJURUAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005
KEC. TK SD SLTP SLTA SMK
2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005
Baiturrahman 9 10 24 24 5 5 4 4 2 2
Kuta Alam 20 18 22 22 9 9 13 13 5 5
Meuraxa 6 3 19 19 3 3 5 5 - -
Syiah Kuala 8 9 14 14 2 2 1 1 - -
Lueng Bata 4 4 5 5 1 1 1 1 - -
Kuta Raja 4 5 13 13 3 3 1 1 - -
Banda Raya 5 6 6 6 2 2 2 3 - -
Jaya Baru 6 7 10 10 2 2 1 - - -
Ulee Kareng 4 6 6 6 1 1 0 - - -
TOTAL 66 68 119 119 28 28 28 28 7 7 Sumber : BPS, 2004-2005
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan
kebutuhan fasilitas pendidikan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.23
TABEL 2.23 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN
TAHUN 2011
LUAS KEBUTUH
AN TAHUN
2011 (m2)
KEBUTUHAN
TAHUN 2016
LUAS KEBUTUH
AN TAHUN
2016 (m2)1 TK 1000 1200 234 281033 269 323033 2 SD 1600 3600 146 526937 168 605687 3 SLTP 4800 2700 49 131734 56 151422 4 SLTA 4800 2700 49 131734 56 151422
Sumber: Hasil Analisis
22..88..22 FFAASSIILLIITTAASS KKEESSEEHHAATTAANN
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kota Banda Aceh diketegorikan dalam 9
bentuk yaitu berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, poliklinik
desa, posyandu, Rumah bersalin, Rumah sakit umum, Rumah sakit jiwa, Rumah sakit
ibu dan anak. Berdasarkan data dari BPS tahun 2004 dan 2005 (lihat tabel 2.24) maka
dapat diketahui kondisi sebelum dan sesudah tsunami.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 50
TABEL 2.24 JUMLAH SARANA KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005
No. Jenis Sarana Kesehatan
Jumlah 2004 2005
1. Puskesmas 9 6 2. Puskesmas Pembantu 33 9 3. Puskesmas Keliling 8 12 4. Poliklinik Desa 8 14 5. Posyandu 105 80 6. Rumah Bersalin 12 12 7. Rumah sakit umum 7 8 8. Rumah sakit jiwa 1 1 9. Rumah sakit ibu dan anak 0 1
Jumlah 183 143 Sumber: BPS 2004-2005
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penyediaan fasilitas
kesehatan mengalami penurunan mencapai 21,8% dari kondisi sebelum tsunami.
Penurunan terbesar terjadi terutama pada penyediaan puskesmas pembantu dengan
penurunan mencapai 72,7% pada pasca tsunami.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan
kebutuhan fasilitas kesehatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.25
TABEL2.25 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN
TAHUN 2011 (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
1 Puskesmas 120000 2400 2 4684 2 5384 2 Puskesmas
Pembantu 30000 1200 8 9368 9 10768
3 BKIA dan RS Bersalin
10000 1600 23 37471 27 43071
4 Balai Pengobatan
3000 300 78 23419 90 26919
5 Apotek 10000 350 23 8197 27 9422 6 Praktek Dokter 5000 100 47 4684 54 5384 7 Posyandu 2500 100 94 9368 108 10768
Sumber: Hasil Analisis
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 51
22..88..33 FFAASSIILLIITTAASS PPEERRIIBBAADDAATTAANN
Di daerah Kota Banda Aceh, hampir merata desa memiliki Masjid dan Musholla,
karena mayoritas penduduk di Kota Banda Aceh adalah beragama Islam. Hanya di
Kecamatan Kuta Alam terdapat tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan Budha. (Lihat
Tabel 2.26).
TABEL 2.26 JUMLAH FASILITAS PERIBADATAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Kecamatan Masjid Surau / langgar Gereja Gereja
katolik Pura Vihara Kelenteng
Meuraxa 10 29 0 0 0 0 0Banda Raya 6 23 0 0 0 0 0Baiturrahman 17 21 0 0 0 0 0Lueng Bata 2 10 0 0 0 0 0Kuta Alam 23 27 3 2 0 4 1Kutaraja 6 9 0 0 1 0 0Syiah Kuala 11 18 0 0 0 0 0Ulee Kareng 7 6 0 0 0 0 0Jaya Baru 7 20 0 0 0 0 0JUMLAH 89 163 3 2 1 4 1
Sumber : Podes Kota Banda Aceh,Tahun 2003
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan
kebutuhan fasilitas peribadatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel
2.27
TABEL 2.27 PROYEKSI KEBUTUHAN FAS ILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
1 Masjid Skala Kecamatan
120000 4000 2 7806 2 8973
2 Masjid Skala Lingkungan
30000 1750 8 13661 9 15703
Sumber: Hasil Analisis
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 52
22..88..44 PPEERRKKAANNTTOORRAANN DDAANN PPEELLAAYYAANNAANN UUMMUUMM
Untuk kebutuhan sarana perkantoran dan Pelayanan Umum berdasarkan wilayah
yang terkena dampak maka Kantor Kecamatan diperlukan di 6 kecamatan yang terkena
dampak kecuali Kecamatan Baiturrahman, Sedangkan Kantor Desa/Kelurahan diperlukan
antara lain di daerah berikut:
1. Kecamatan Meuraxa, meliputi: Kel. Ulee Lheule, Kel. Deah Glumpang, Kel. Deah
Teungoh, Kel. Deah Baro, Kel. Lambung, Kel. Gampong Pie, Kel. Gampong Blang,
Kel. Lamjabat, Kel. Asoenanggro, Kel. Surien, Kel. Gampong Baro, Kel. Pungee
Ujong, Kel. Pungee Jurong, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Lampaseh Aceh.
2. Kecamatan Kuta Raja, meliputi: Kel. Gampong pande, Kel. Gampong Jawa, Kel.
Merduati, Kel. Keudah, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Kampung Baru.
3. Kecamatan Jaya Baru, meliputi: Kel. Ulee Pata, Kel. Lampoh Daya, Kel. Bitai, Kel.
Lam jamee, Kel. Emperom.
4. Kecamatan Kuta Alam, meliputi: Kel. Lampulo, Kel. Lamdingin, Kel. Bandar Baru.
5. Kecamatan Syiah Kuala, meliputi: Kel. Dayah Raya, Kel. Alue, Naga, Kel. Tibang, dan
Kel. Jeulingke.
6. Kecamatan Baiturrahman, meliputi: Kel. Sukaramai
Untuk kantor Pos Hansip di 6 kecamatan tidak diperlukan, hanya diperlukan pos
pengamanan untuk para pengungsi 1 unit di masing-masing kecamatan. Sedangkan
untuk Kantor Pos Pembantu diperlukan di pusat Kota Banda Aceh di perlukan di
Kecamatan Kuta Alam 1 unit, Baiturrahman 1 unit, Jaya Baru 1 unit dan Syiah Kuala 1
unit. Serta sarana PLN, PDAM, Telkom, dan Polsek diperlukan 1 unit di masing-masing
wilayah yang terkena dampak untuk melayani masyarakat yang sedang membangun
kembali wilayahnya yang terkena tsunami.
22..99 HHAARRAAPPAANN DDAANN AASSPPIIRRAASSII SSTTAAKKEEHHOOLLDDEERRSS
Sebelumnya merencanakan wilayah yang terkena dampak bencana, harapan
masyarakat pada para stakeholder perlu melakukan beberapa pertimbangan terhadap
perencanaan wilayah Provinsi Banda Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Diantaranya:
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 53
22..99..11 PPEERRTTIIMMBBAANNGGAANN SSOOSSIIAALL--BBUUDDAAYYAA
Masyarakat Banda Aceh pada umumnya terdiri dari pedagang, nelayan dan
petani dan sangat kuat ibadatnya dengan nilai budaya yang islami. Pembangunan
kedepan harus memperhatikan nilai budaya dan islami yang hidup dalam masyarakat,
dengan demikian Rencana Tata Ruang didasarkan pada nilai-nilai ini. Untuk Land Mark
kota yang berfokus pada mesjid Baiturahman dan menjadi dasar dari Urban Design kota
– kota. Disamping itu situs-situs budaya harus juga diperhatikan agar perkembangan
Banda Aceh kedepan tidak mencabut msyarakat Aceh dari akar budaya dan nilai
Islamnya. Kehidupan nelayan disepanjang pantai perlu diberi ruang dan teknologi agar
kehidupannya lebih baik lagi.
22..99..22 PPEERRTTIIMMBBAANNGGAANN EEKKOONNOOMMII
Ekonomi Banda Aceh didukung oleh sektor jasa, perikanan, pertanian serta
wisata. Penataan kembali kota harus di upayakan untuk memperkuat sektor ini sehingga
semakin modern dan dapat meningkatkan kesempatan kerja. Untuk nelayan dan petani
perlu diperhatikan dengan sarana TPI dan infrastruktur pendukungnya. Dibidang wisata,
kiranya Tsunami dapat diambil hikmah untuk sektor wisata mengingat kejadian tanggal
26 Desember 2004 yang lalu adalah suatu kejadian besar di dunia.
Ekonomi kota berbasis pada kelautan wisata dan jasa, diharapkan pembangunan
prasarana dapat mendukung transformasi sektor Basik ini menjadi semakin modern
sehingga secara terus menerus dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan
terhadap angkatan kerja.
22..99..33 PPEERRTTIIMMBBAANNGGAANN IINNFFRRAASSTTRRUUKKTTUURR
Pertimbangan infrastruktur perlu diarahkan untuk meningkatkan pelayanan
sosial-ekonomi kota. Disamping itu juga untuk meningkatkan keamanan kawasan kota;
yaitu mengatasi banjir dan juga perlu ditata agar dapat juga melindungi kota dari
kemungkinan serangan tsunami dimasa yang akan datang.
Dari berbagai diskusi dengan stakeholder dikawasan perkotaan Banda Aceh dan
sekitarnya bebarapa keinginan pengembangan kota kedepan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir II - 54
1. Pengembangan kota dilakukan dengan penanganan kawasan bersyarat antara lain
dilakukan dengan pengaman (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana Tsunami
dan bila diperlukan dan diinginkan dapat melakukan “relokasi” ke kawasan yang
lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
2. Pengembangan Kota didasarkan pada nilai budaya dan Islami yang berkembang di
masyarakat Aceh
3. Pengembangan Kota harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
melindungi hak masyarakat akan tanahnya.
4. Pengembangan kota harus dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan ekonomi
kotanya.
5. Pengembangan kota harus dapat melindungi bahaya kota dari bahaya bencana
(gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor).
6. Pengembangan kota harus dapat menjaga dan meningkatkan kelestarian lingkungan
kota.
7. Pengembangan infrastruktur harus dapat meningkatkan pelayanan kota.
8. Sebagian penduduk memilih ingin bermukim kembali, dengan syarat pengamanan
(Buffer Zone) dan peringatan dini bencana tsunami.
9. Sebagian lainnya ingin pindah ke kawasan yang lebih aman, dengan dukungan
infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
10. Pusat - pusat pelayanan fasilitas sosial dan utilitas harus berada di lokasi yang aman.
11. Kegiatan usaha dan pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat berjalan
kembali normal.
12. Identitas kota dan masyarakat (yang bersifat religius dan budaya) tetap
dipertahankan.
13. Pembangunan kota dan kawasan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak
kepemilikan tanah dan property.
14. Menerapkan pembangunan kota yang menganut prinsip-prinsip manajemen Disaster
yang berbasis tata ruang
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 1
RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG
KKOOTTAA BBAANNDDAA AACCEEHH
33..11 KKEEDDUUDDUUKKAANN KKOOTTAA BBAANNDDAA AACCEEHH DDAALLAAMM KKOONNSSTTEELLAASSII RREEGGIIOONNAALL
Rencana tata ruang merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai macam
sumber daya di suatu wilayah/kota ke dalam suatu deliniasi wilayah perencanaan. Artinya
komponen-komponen tata ruang di dalam wilayah perencanaan harus terintegrasi, di
samping itu, wilayah perencanaan juga harus terintegrasi dengan rencana yang hirarkinya
lebih tinggi. Dalam perencanaan Kota Banda Aceh, selain harus memperhatikan
komponen-komponen tata ruang yang ada di wilayahnya, juga harus memperhatikan
peranannya dalam lingkup yang lebih luas. Dengan demikian perencanaannya akan dapat
menciptakan kesinergian dengan rencana-rencana spasial lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, langkah awal dalam perencanaan Kota Banda
Aceh adalah perlunya menetapkan Peran, Fungsi, dan Kedudukan Kota Banda Aceh dalam
konstelasi regional, sehingga dalam pelaksanaannya di masa mendatang dapat bersinergi
dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Penetapan ini mempertimbangkan potensi dan
permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan arahan-arahan penataan ruang yang
hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari rencana-rencana serupa yang telah disusun
sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, Peran Kedudukan dan Fungsi Kota Banda
Aceh ditetapkan sebagai berikut.
BAB III
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 2
1. Peranan:
Sebagai Kota hirarki I di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah
pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang
Sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam
2. Fungsi:
Salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai
pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya
Pusat pemerintahan dan perkantoran untuk skala kota dan regional
Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional
Pusat kegiatan industri kecil
Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional
Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)
3. Kedudukan:
Dalam lingkup nasional, kedudukan Kota Banda Aceh merupakan salah satu Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi
Kota Medan
Kota Banda Aceh juga ditetapkan sebagai bagian dari kebijakan Indonesia-
Malaysia-Thailand Growth Triangle
33..22 SSKKEENNAARRIIOO PPEERRKKEEMMBBAANNGGAANN KKOOTTAA
Untuk Rencana ke depannya, Skenario yang digunakan adalah dengan
menerapkan model pengembangan kota Dual Center With Multi Recidential Area. Model
pengembangan ini merupakan konsep pengembangan kota yang memiliki dua pusat kota
untuk mendorong perkembangan kota dan didukung oleh permukiman dengan kegiatan
ekonomi di dalamnya. Pusat kota yang ditetapkan adalah pusat kota lama dan pusat kota
baru. Pusat kota lama berpusat di Peunayong yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman
dengan kegiatan yang sudah berkembang pesat baik sebelum dan sesudah Tsunami.
Sedangkan pusat kota baru berada di Batoh (Kec. Lueng Bata) dan Lampeuneurut
(Kabupaten Aceh Besar), pusat pengembangan ini diarahkan sebagai pusat pemerintahan
Propinsi NAD dan sebagai daerah evakuasi atau zona penyelamatan bila terjadi bencana.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 3
Untuk terlaksananya model pengembangan kota tersebut diperlukan beberapa
tahapan skenario pengembangan yang tepat. Pada Gambar 3.1 di bawah ini akan
dijelaskan tahapan pengembangan wilayah Banda Aceh.
GAMBAR 3.1 TAHAPAN PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap Rehabilitasi Pasca Bencana Tsunami: - Rehabilitasi pada kawasan konservasi, yaitu pada kawasan pesisir dengan
membangun Coastal Forest (hutan Mangrove) sebagai zona perlindungan pantai. Serta pembangunan hutan kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
- Rehabilitasi permukiman sesuai dengan zoning regulation yang ditentukan pada kawasan yang terkena dampak tsunami.
- Perbaikan Infrastruktur yang belum diperbaiki, serta usaha peningkatan dalam rangka pengembangan kota yang merujuk pada konsep mitigasi bencana.
- Pengendalian kegiatan pada zona-zona yang ditentukan terutama pada Coastal Zone dan Eco Zone.
Tahap Pengendalian Pusat Kota lama dengan konsep perkembangan yang terbatas: - Optimalisasi kegiatan di pusat kota Lama yaitu pada kawasan Peunayong
dan Kampung Baru yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman. Serta pengendalian intensitas bangunan dan penataan lingkungan agar tidak terjadi kemunduran fungsi (degradasi lingkungan).
- Peningkatan peran masing-masing sub zona sesuai dengan fungsi yang ditentukan dalam rencana struktur kota.
- Rehabilitasi kawasan konservasi terutama pada kawasan DAS Krueng Aceh dan taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
- Peningkatan aksesibiltas melalui pembangunan lingkar utara, lingkar selatan dan lingkar dalam yang terintegrasi.
Tahap pengembangan Pusat Kota Baru dengan konsep pengembangan wilayah yang terintegrasi - Pengembangan fungsi melalui kegiatan yang telah ditentukan pada masing-
masing zona dan sub-sub zona. Pengembangan diarahakan ke Selatan Banda Aceh hingga perbatasan Aceh Besar (Lampeuneurut dan Lambaro).
- Sinkronisasi kebijakan dan rencana pengembangan wilayah antara Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam pengelolaan pusat Kota Baru yang ada di Lampeuneurut serta pengembangan agropolitan pada Lambaro.
Rehabilitasi dan pengendalian
pembangunan di Utara Banda
Aceh
Revitalisasi dan pengembangan terbatas pada
Pusat Kota Lama
Pengembangan kota diarahkan pada Selatan Kota Banda
Aceh
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 4
33..33 RREENNCCAANNAA SSTTRRUUKKTTUURR PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Rencana struktur pemanfaatan ruang merupakan kerangka dasar spasial yang
akan digunakan untuk menyusun arahan rencana pemanfaatan ruang di Kota Banda
Aceh. Penjabaran rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi arahan rencana
pengembangan dan distribusi penduduk, rencana struktur ruang kota, rencana kawasan
strategis kota, dan rencana sistem pusat pelayanan.
Rencana struktur pemanfaatan ruang yang direkomendasikan dalam rencana ini
mengikuti rencana struktur pemanfaatan ruang yang telah direncanakan oleh Dirjen
Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan ke dalam dokumen
Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh. Dokumen tersebut
dijadikan acuan karena substansi yang dikandungnya lebih diterima oleh stakeholders
dibandingkan dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya untuk Kota Banda Aceh.
Pada akhirnya, arahan yang telah direncanakan pada dokumen Rencana Struktur dan Pola
Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh akan dijadikan dasar dalam merumuskan rencana
tata ruang dan pengembangan fasilitas dan utilitas dalam Revisi RTRW Kota Banda Aceh
ini.
33..33..11 RREENNCCAANNAA SSTTRRUUKKTTUURR RRUUAANNGG KKOOTTAA
Dalam pengembangan ke depannya, Kota Banda Aceh direncanakan untuk dibagi
menjadi empat zona yang disesuaikan dengan model pengembangan kota yang
digunakan, pertumbuhan penduduk, ketersediaan sumber daya lahan dan antisipasi
terhadap potensi bencana. Berdasarkan Revisi RTRW Aceh 2010, Kota Banda Aceh dibagi
dalam 4 BWK (Bagian Wilayah Kota), yaitu terdiri dari BWK Barat, BWK Pusat (Utara),
BWK Selatan, BWK Timur. Untuk revisi RTRW tahun 2016, pembagian 4 BWk ini tetap
digunakan, hanya ada penyesuaian batas mengunakan unit administrasi kecamatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang.
Selanjutnya masing-masing BWK diarahkan memiliki pusat sebagai orientasi
pengembangan (lebih jelas lihat sistem pusat pelayanan). Penjelasan mengenai arahan
fungsi masing-masing BWK dapat dilihat pada bagian berikut di bawah ini:
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 5
: gambar 3.2
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 6
1. BWK Barat Kota
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Meuraxa dan Jaya Baru, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Barat. BWK ini difungsikan sebagai pusat
kegiatan pelabuhan dan wisata, yang didukung kegiatan perdagangan dan jasa,
kawasan permukiman, dan sebagainya. Pusat BWK Barat ditetapkan di Lamteumen
(barat). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di BWK Barat
Kota dapat di lihat pada Tabel 3.1.
2. BWK Pusat Kota Lama/Utara
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam dan Kuta Raja,
berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan regional dan pemerintahan. Fungsi ini
didukung oleh kegiatan jasa komersial, perbankan, perkantoran, pelayanan umum dan
sosial, kawasan permukiman perkotaan, industri kecil/kerajinan, pusat kebudayaan
dan Islamic Center. BWK ini juga berfungsi sebagai pusat pelayanan tujuan wisata
budaya dan agama bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh.Pusat BWK
Utara ditetapkan di Kawasan Pasar Aceh dan Peunayong. Untuk lebih jelas arahan
kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK Utara dapat di lihat pada Tabel
3.2.
3. BWK Selatan Kota
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Banda Raya dan Lueng Bata, merupakan
pengembangan wilayah kota ke arah bagian Selatan, yang berfungsi sebagai pusat
kegiatan olah raga (sport centre), terminal AKAP dan AKDP, perdagangan dan jasa
serta pergudangan. Pusat BWK Selatan ditetapkan di Koridor Batoh (Kec. Lueng Bata)
– Lampeuneureut (Kab. Aceh Besar). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi
berdasarkan zona di dalam BWK Selatan Kota dapat di lihat pada Tabel 3.3.
4. BWK Timur Kota
BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Syiah Kuala dan Ulee Kareng, merupakan
pengembangan wilayah kota ke bagian Timur, yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan sosial kota seperti halnya pendidikan, kesehatan dan kegiatan lain yang
komplementer dengan kedua kegiatan tersebut. Pusat BWK Timur ditetapkan di Ulee
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 7
Kareng. Untuk lebih jelas, arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK
Timur Kota dapat di lihat pada Tabel 3.4
Kemudian pada Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Zona Per BWK dan Tabel
3.1 – 3.4 dapat dilihat penjelasan fungsi zona berdasarkan karakter zona kesesuaian
pengembangan fisik. Dan ketentuan zonasi lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 8
Gambar3.3
PETA ARAHAN FUNGSI BERDASARKAN ZONA FISIK PERBWK
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 9
1. BWK Barat Kota Banda Aceh
TABEL 3.1 Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh
Sumber: Hasil Analisis
No. Kode Zona BWK
Fungsi Wilayah
1. P1 (Pesisir)
Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
2.
A.1
• Kawasan konservasi yang berupa Zona hijau/pond serta dapat menjadi daerah wisata. Selain itu juga diarahkan menjadi zona budidaya tambak.
• Pada zona ini diarahkan untuk kawasan permukiman terbatas, yang berarti bahwa tidak ada pengembangan permukiman baru.
3.
A.2
• Sebagai kawasan Pelabuhan Penyeberangan Penumpang.
• Terdapat Landmark/Monumen Tsunami yang diarahkan sebagai kawasan wisata bersejarah serta sebagai kawasan wisata bahari.
4. A.3
• Zona tambak • Kawasan konservasi, berupa zona hijau dan wisata • Permukiman terbatas
5.
A.4
• Perkantoran, berupa pelayanan umum dan perkantoran swasta
• Mix-use • Permukiman kepadatan sedang dan tinggi • Kawasan Mix-use yaitu berupa kawasan campuran
komersial dan fasum. 6.
A.5
• Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang • Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
linier mengikuti pola jalan. • Terminal kota • Terdapat kawasan wisata Monumen PLTD Apung.
7. A.6
• Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang • Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara
linier mengikuti pola jalan.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 10
2. BWK Utara Kota Banda Aceh
TABEL 3.2
Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh
Sumber: Hasil Analisis
No. Kode Zona BWK Fungsi Wilayah
1. P.2
Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
2.
B.1
• Sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA), dan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di Gampong Jawa.
• Sebagai zona konservasi berupa hutan mangrove/pond.
3. B.2
• Zona Perikanan samudera didukung fasilitas perikanan.
• Tempat Pelelangan Ikan 4.
B.3
• Zona hijau yang berupa pond dan wisata • Permukiman terbatas yang diarahkan untuk tidak
mengalami pengembangan lagi. • Cold Strorage
5. B.4 Kawasan campuran komersial fasum dan hunian komersial.
6.
B.5
• Zona Tambak • Zona hijau yang menjadi buffer/penyangga antara
zona tambak dan permukiman. • Zona perkantoran yang memiliki pola perkembangan
linier/ di sepanjang jalan. 7.
B.6 • Wisata Budaya • Zona Perkantoran dan Perdagangan dan jasa.
8. B.7
• Pusat Keagamaan dan Kebudayaan • Pusat pelayanan umum dan Pemerintahan • Perdagangan dan Jasa
9. B.8
• Kawasan perdagangan dan jasa Kota lama. • Kawasan campuran hunian komersial • Kawasan campuran komersial dan Fasilitas umum.
10. B.9 • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi 11.
B.10 • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi • Kawasan Campuran Komersial
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 11
3. BWK Selatan Kota Banda Aceh
TABEL 3.3 Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh
No. Kode Zona
BWK Fungsi Wilayah
1. C.1 Kawasan Permukiman kepadatan tinggi.
2. C.2 • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan campuran komersial dan fasum
3. C.3
• Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan campuran komersial dan fasum • Pertanian
4. C.4
• Kawasan Mix-Use yaitu berupa campuran komersial dan fasum
• Permukiman kepadatan tinggi Sumber: Hasil Analisis
4. BWK Timur Kota Banda Aceh
TABEL 3.4 Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh
No. Kode Zona BWK Fungsi Wilayah
1. P.3
Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
2. D.1
• Perikanan Budidaya/tambak • Zona Konservasi • Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan.
3. D.2
• Perikanan Budidaya/tambak • Zona Konservasi • Permukiman terbatas, diarahkan untuk
tidak mengalami pengembangan. • Kawasan Campuran komersial (mix-use).
4. D.3 • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan perkantoran dan kawasan
campuran komersial
5. D.4 • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan Campuran Komersial
6. D.5 Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
7. D.6 Kawasan Perdagangan dan Jasa
8. D.7 Kawasan Pendidikan tinggi
Sumber: Hasil Analisis
Untuk penjelasan mengenai Zoning Regulation dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 12
33..33..22 AARRAAHHAANN PPEENNGGEEMMBBAANNGGAANN DDAANN DDIISSTTRRIIBBUUSSII PPEENNDDUUDDUUKK
Penduduk adalah komponen terpenting dalam penataan ruang. Hal ini karena
tujuan akhir dari kegiatan penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan penduduk
dengan cara mengalokasikan berbagai sumber daya secara optimal. Untuk itu dalam
proses penataan ruang diperlukan upaya pendistribusian penduduk sesuai dengan daya
dukung lingkungannya sehingga memperoleh manfaat yang optimal dari sumber daya
yang didistribuskan serta terciptanya kemudahan dalam pelayanan sarana dan prasarana
kota.
Rencana distribusi penduduk ini dilakukan atas pertimbangan kondisi jumlah
penduduk sebelum tsunami, proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung lingkungan,
arahan rencana kegiatan dan tingkat kerentanan terhadap bencana. Distribusi penduduk
ini dilakukan berdasarkan katagori wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi,
sedang, dan rendah. Adapun ukuran dari masing-masing kepadatan tersebut adalah :
Kepadatan penduduk rendah dengan rentang antara 1 - 25 jiwa/ha
Kepadatan penduduk sedang dengan rentang antara 26 – 50 jiwa/ha
Kepadatan penduduk tinggi dengan rentang antara 51-100 jiwa/ha
Rentang ini disesuaikan dengan karakteristik untuk kota menengah seperti Kota
Banda Aceh ini. Berdasarkan analisa telah didapatkan jumlah penduduk untuk tahun
Rencana 2016 adalah sejumlah 276.194 jiwa. Adapun rencana distribusi penduduk di Kota
Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat Tabel 3.5).
TABEL 3.5 RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016
No. BWK
ARAHAN JUMLAH
PENDUDUK (Jiwa)
ARAHAN KEPADATAN SUB PUSAT BWK
1 BWK BARAT 63.909 1. Ulee Lheue : Kepadatan Rendah 2. Jaya Baru : Kepadatan Sedang 3. Lamteumen : Kepadatan Tingggi
2 BWK UTARA (PUSAT KOTA LAMA)
58.049 1. Lampulo : Kepadatan Rendah 2. Peunayong/ :Kepadatan Tinggi
Kampung Baru 3 BWK SELATAN 104.787 1. Neusu : Kepadatan Tinggi
2. Batoh/Lamdom:Kepadatan Tinggi 4 BWK TIMUR 49.449 1. Jeulingke : Kepadatan Sedang
2. Ulee Kareng:Kepadatan Tinggi Total Proyeksi 276.194
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 13
33..33..33 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM PPUUSSAATT PPEELLAAYYAANNAANN
Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota
sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem
pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Dalam realitanya,
pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk
mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. Pembagian sistem pusat
pelayanan dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
Rencana struktur kota yang telah ditetapkan
Jangkauan pelayanan secara fungsional
Aksesibilitas suatu kawasan
Kelengkapan dan pemusatan sarana dan prasaran
Efisiensi pemanfaatan lahan
Batas-batas fisik yang tegas, seperti sungai, jalan, bukit, jalur hijau dan lain-lain
Lihat kembali Gambar 3.2, Arahan rencana sistem pusat pelayanan di Kota
Banda Aceh dijelaskan pada Tabel 3.6 berikut ini:
TABEL 3.6 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN
NO PUSAT/SUBPUSAT PELAYANAN FUNGSI SKALA PELAYANAN
1 PEUNAYONG / KAMPUNG BARU
Pusat pemerintahan Kota Banda Aceh
Perdagangan dan Jasa Perkantoran
Regional & Kota
2 ULEE LHEUE Pelabuhan penumpang & barang dan penumpang
Tsunami Park Pariwisata Pantai Hutan Kota dan
konservasi (hutan mangrove)
Regional & Kota
3 LAMTEUMEN Perkantoran Perdagangan dan Jasa Permukiman
Kota dan lokal
4 BATOH/LAMDOM Pusat pemerintahan provinsi NAD yang baru
Pusat perdagangan dan jasa
Regional
Regional & Kota
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 14
NO PUSAT/SUBPUSAT PELAYANAN FUNGSI SKALA PELAYANAN
permukiman5 ULEE KARENG Perdagangan dan jasa
permukiman Kota dan lokal
6 LAMPULO Pelabuhan ikan Galangan kapal Industri pengolahan ikan Perumahan nelayan
Regional & Kota
7 JEULINGKE Pusat Pemerintahan Prop NAD & Perkantoran Propinsi NAD (eksisting)
Perdagangan dan jasa Permukiman
Regional Kota dan Lokal
8 NEUSU Perdagangan dan jasa permukiman
Kota dan lokal
9 KOPELMA Pendidikan Perdagangan dan jasa
Regional Kota dan lokal
Sumber : Hasil Analisis
33..44 RREENNCCAANNAA PPOOLLAA PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas ke dalam suatu
ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan sebelumnya.
Secara umum, pola pemanfaatan ruang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Di samping itu, dalam pemanfaatan ruang ini juga
diarahkan pengalokasian kawasan-kawasan strategis.
Penetapan pola pemanfaatan ruang di Kota Banda Aceh didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
- Keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami
- Kecenderungan perkembangan yang terjadi pasca tsunami
- Optimasi dan efisiensi pemanfaatan ruang
- Kelestarian lingkungan
- Mitigasi terhadap bencana
Untuk lebih jelasnya mengenai rencana penggunaan lahan pada tahun 2016 dapat
dilihat pada Tabel 3.7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 15
TABEL 3.7
RENCANA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2016
No Pemanfaatan Ruang Luas (HA) % I Kawasan Terbangun 4563,71 74,377
1
Permukiman 2787,874 45,435 - Permukiman 2293,053 37,371 - Permukiman Terbatas 428,680 6,986 - Permukiman Khusus Nelayan 66,141 1,078
2 Kawasan Perdagangan dan Jasa 188,422 3,071 3 Perkantoran 117,453 1,914
4
Kawasan Campuran 543,482 8,857 - Kawasan Campuran Hunian & Komersial 100,744 1,642 - Kawasan Campuran Komersial & FU 383,597 6,252 - Kawasan Komersial & FU 59,141 0,964
5
Fasilitas 205,016 3,341 - Fasilitas Kesehatan 9,888 0,161 - Fasilitas Pendidikan 184,379 3,005 - Fasilitas Peribadatan 10,255 0,167 - Fasilitas Umum 0,494 0,008
6
Transportasi 657,886 10,722 - Terminal 10,431 0,170 - Pelabuhan Ferri 33,041 0,538 - Jalan 614,414 10,013
7
Kawasan Industri 7,725 0,126 - Cold Storage 0,944 0,015 - TPI 5,106 0,083 - Rumah Potong Hewan 1,675 0,027
8 Utilitas 24,241 0,395 - IPLT 22,762 0,371 - TPA 1,479 0,024
9
Wisata & Hiburan 31,610 0,515 - Pasar Seni 10,655 0,174 - Kawasan Wisata PLTD Apung 18,162 0,296 - Tsunami Heritage 2,792 0,046
II Ruang Terbuka 1572,19 25,623 1 Kawasan Hutan Kota 212,686 3,466 2 Zona Hijau dan Wisata 190,955 3,112 3 Zona Perikanan Samudera 121,351 1,978 4 Zona Tambak Ikan 552,359 9,002
5
Ruang Terbuka Hijau 109,006 1,777 - Taman Kota 31,036 0,506 - Jalur Hijau 60,614 0,988 - Lapangan Olah Raga 17,356 0,283
6 Kuburan 11,060 0,180 7 Sungai 224,970 3,666 8 Air 149,804 2,441
Total 6.135,90 100,000 Sumber : Rencana Konsultan, 2006
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 16
33..44..11 PPEENNEETTAAPPAANN KKAAWWAASSAANN LLIINNDDUUNNGG
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam maupun
sumber daya buatan. Kawasan lindung diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya
2. Kawasan perlindungan setempat
3. Kawasan cagar budaya
Berdasarkan pengertian di atas, penetapan kawasan lindung di Kota Banda Aceh
diarahkan sebagai berikut:
Kawasan lindung yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya meliputi:
- Kawasan hutan bakau yang berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah
sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah. Di samping itu, kawasan ini juga memiliki fungsi
untuk meminimalkan potensi bahaya tsunami bagi daerah sekitarnya. Kawasan
hutan bakau diarahkan pada kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh
Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Hutan Kota (hutan magrove dll) yang
berfungsi sebagai jalur penyangga antara kawasan permukiman dan zona perikanan.
Area ini mulai dari Deah Glumpang di Kecamatan Meuraxa memanjang hingga
Jeulingke di Kecamatan Syiah Kuala.
- Kawasan resapan air yang merupakan kawasan yang berfungsi meresapkan air
hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna
sebagai sumber air.
Kawasan perlindungan setempat yang meliputi :
- Kawasan sempadan pantai, yang berfungsi melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang menggangu kelestarian pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang
tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal
100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai
ditetapkan di sepanjang pantai yang ada, kecuali daerah pantai yang digunakan
untuk kepentingan umum, seperti pelabuhan/dermaga, wisata, dan permukiman
nelayan yang sudah ada, serta pertambakan yang telah mendapatkan ijin dari
pemerintah.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 17
- Kawasan sempadan sungai, berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan
manusia yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air sungai. Kawasan
sempadan sungai ditetapkan pada jalur tepian sungai dengan lebar dari aliran
tengah berkisar 8 – 50 m tergantung kondisi sungainya dan wilayah lintasannya.
Sungai dengan tanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar
15 m, sedangkan untuk sungai tidak bertanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan
tepian sungai dengan lebar 30 m.
Untuk Kota Banda Aceh, kawasan ini diarahkan di sepanjang Sungai Krueng Aceh,
Sungai Krueng Doy, Sungai Krueng Neng, Sungai Krueng Titi Panjang, Krueng
Lueng Paga, Sungai Krueng Daroy, dan Kanal banjir.
Lebih jelas dapat dilihat Gambar 3.4.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 18
GAMBAR 3.4 PETA RENCANA KAWASAN LINDUNG DAN RUANG
TERBUKA HIJAU
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 19
Kawasan cagar budaya meliputi:
Kawasan cagar budaya adalah ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs
purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang bermanfaat tinggi
untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar budaya ini dapat meliputi
lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan non gedung dan halamannya, serta
kebun raya yang mempunyai umur lebih dari 50 tahun. Berdasarkan ketentuan di
atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh di antaranya yang sudah ada di
Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang,
Pendopo, Kerkhoff, makam Syiah Kuala, makam Sultan Iskandar muda, dan Makam
Kandang XII. Sedangkan cagar rencana ada di kawasan Tsunami Heritage Ulee Lheue
dan kawasan PLTD Apung. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 20
GAMBAR 3.5 PETA RENCANA CAGAR BUDAYA
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 21
33..44..22 RREENNCCAANNAA KKAAWWAASSAANN BBUUDDIIDDAAYYAA
Kawasan budidaya adalah ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mewadahi
berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Rencana kawasan budidaya diarahkan di luar
kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Klasifikasi peruntukan Kawasan
budidaya di Kota Banda Aceh meliputi kawasan permukiman, kawasan perumahan dan
perumahan nelayan, kawasan campuran, kawasan pariwisata, kawasan perkantoran,
kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap,
Kawasan industri kecil, Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga, serta kawasan
pelabuhan. Rencana kawasan budidaya di Kota Banda Aceh diarahkan sebagai berikut
(lihat Tabel 3.8).
TABEL 3.8 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA
NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN 1 Permukiman Kawasan yang memiliki kegiatan
utama bukan sebagai pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat perumahan perkotaan, koleksi dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan kegiatan sosial, serta kegiatan ekonomi.
Khusus untuk peruntukan perumahan, klasifikasi perumahan di Kota Banda Aceh adalah: o Kapling Besar dengan luas 500 m2
atau lebih. o Kapling Sedang dengan luas 200 -
500 m2 o Kapling kecil dengan luas ≤ 200
m2
Permukiman diarahkan di sekitar ibukota kecamatan, BWK bagian barat, selatan, dan timur
Pengembangan kawasan permukiman ke arah utara dibatasi karena kawasan tersebut diarahkan untuk konservasi, perikanan, pelabuhan, dan wisata
2 Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
Perumahan terbatas adalah perumahan yang dibangun dengan ketentuan-ketentuan atau persyaratan teknis bangunan/konstruksi tahan gempa, sehingga perumahan yang dibangun tahan terhadap bencana sepeti gempa dan tsunami. Perumahan ini juga ditata dengan baik dengan dilengkapi dengan jalur-jalur penyelamatan dari bencana. Perumahan seperti ini harus dibatasi pertumbuhannya dan hanya diperuntukkan untuk penduduk yang benar-benar tinggal dan bermata pencaharian di pantai seperti nelayan.
Peruntukan ini diarahkan di kawasan yang rentan terhadap tsunami, yaitu di kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh
3 Kawasan Kawasan yang diisi oleh berbagai jenis Peruntukkan ini diarahkan di
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 22
NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN Campuran kegiatan seperti perdagangan dan
jasa, perkantoran, perumahan, fasilitas umum dan sosial.
BWK bagian utara, timur, dan selatan. Secara spesifik kegiatan ini dialokasikan di Jl Pocut Baren, Jl Iskandar, Muda hingga Ulee Iheue, Jl Rama Setia, Jl T Iskandar, Sebelah utara Jl Twk Hayim Banta Muda, Jl tgk Hasan Krueng Kalee menuju Lampulo, Jl Sultan Alaidin Johansyah, Persimpangan Jl Syah Kuala dengan Jl Pocut Baren hingga Lamdingin, sebagian Jl Tbk Imam Leung Bata, Jl Cut Nyak Dhien, Jl Soekarno-Hatta, Jl Teuku Umar, Jl Tengku Abdul Rahman, dan Jl Wedana. Jl. Tgk CikDipinrang,Jl. Nyak Makam, Jl. St Malikul Saleh, Jl. Sudirman, Jl. Hasan Saldi, Jl. Mohamad Tahir, Jl. Tgk Diblang, Jl. Lingkar kampus, Jl. Tembus Batoh-Simp Surabaya, Jl. Tembus Lamduk-Pango, Keuramat, Peuniti dan Keudah.
4 Kawasan Wisata Kawasan wisata ini dapat berupa wisata alam (pantai) dan wisata budaya dan religius
Wisata alam diarahkan pada kawasan pantai mulai dari Jaya Baru sampai Alue Naga. Kawasan ini juga didukung oleh hutan mangrove dan hutan wisata
Wisata budaya diarahkan di kawasan Mesjid Raya Baiturrahman, Komplek museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang, Pendopo, Kerkhoff, Makam Syah Kuala, Makam Sultan Iskandar Muda, dan Makam Kandang XII
Kawasan wisata tsunami (tsunami herritage) diarahkan di kawasan Ulee Iheue
5 Kawasan Perkantoran
Kawasan perkantoran meliputi kegiatan-kegiatan perkantoran baik skala lokal, kota, dan regional mengingat Kota Banda Aceh merupakan ibu kota Propinsi NAD
Kawasan perkantoran juga meliputi perkantoran-perkantoran swasta, seperti bank, jasa konsultan, pos, dll
Kawasan Perkantoran pemerintahan dialokasikan di BWK bagian Pusat/Utara dan Selatan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 23
NO PERUNTUKAN KARAKTERISTIK ARAHAN 6 Kawasan
Perdagangan dan jasa
Kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang menaungi berbagai kegiatan perdagangan, jasa komersial, dan jasa perkantoran
Kawasan Perdagangan dan jasa untuk skala regional diarahkan di BWK Selatan , sedangkan untuk skala pelayanan kota dan lokal diarahkan di BWK Utara dan Timur
7 Kawasan Perikanan
Kawasan perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya perikanan, baik berupa pertambakan/kolam maupun perairan darat lainnya.
Kawasan perikanan dibedakan menjadi kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap
Kawasan perikanan ini diarahkan di BWK bagian Utara khususnya di Lampulo
8 Kawasan Industri Kecil
Kawasan industri kecil bersifat home industry yang kegiatannya menyatu dengan permukiman penduduk
Kawasan industri kecil ini diarahkan di BWK bagian utara
9 Kawasan Pelabuhan
Kawasan Pelabuhan di Kota Banda Aceh dibedakan menjadi dua, yaitu kawasan pelabuhan barang dan penumpang internasional serta kawasan pelabuhan ikan
Kawasan pelabuhan barang diarahkan di BWK bagian utara khususnya Malahayati (Kab. Aceh Besar) dan penumpang diarahkan di BWK bagian Barat khususnya di Ulee Iheue
Kawasan pelabuhan ikan diarahkan di Lampulo yang terletak di BWK bagian utara
10 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga meliputi kawasan konservasi, taman kota, dan sarana olahraga
Kawasan Ruang Terbuka Hijau yang berfungsi sebagai konservasi diarahkan di BWK Bagian Utara dan Barat
Taman Kota diarahkan di BWK bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat
Secara umum Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar
3.6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 24
GAMBAR 3.6 RENCANA PEMANFAATAN RUANG TAHUN 2016
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 25
33..55 RREENNCCAANNAA PPEENNEETTAAPPAANN IINNTTEENNSSIITTAASS PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Rencana intensitas pemanfaatan ruang meliputi kepadatan bangunan, Koefisien
Lantai bangunan, Ketinggian Bangunan, dan Garis Sempadan Bangunan.
33..55..11 RREENNCCAANNAA KKEEPPAADDAATTAANN BBAANNGGUUNNAANN
Kepadatan bangunan diwujudkan dalam konsep Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Pada bagian ini akan dibahas tentang Koefisien
Dasar Bangunan yang memiliki pengertian sebagai angka perbandingan antara luas dasar
bangunan dengan luas lahan dimana bangunan yang bersangkutan dibangun. Besarnya
koefisien dasar bangunan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan
penduduk, ketersediaan lahan, peruntukan lahan, jenis penggunaan bangunan dan
beberapa faktor lainnya.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka arahan KDB di Kota Banda Aceh
ditetapkan pada Tabel 3.9 berikut.
TABEL 3.9 RENCANA KEPADATAN BANGUNAN
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI ARAHAN KDB MAKSIMUM
1 Permukiman Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
40% 50% 60%
2 Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
15 – 20 %
3 Kawasan Campuran Fasilitas Umum Fasilitas Sosial
50% 50%
4 Kawasan Wisata Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
10% 30%
5 Kawasan Perkantoran
60%
6 Kawasan Pusat Perdagangan dan jasa
Perdagangan Jasa
60% 70%
7 Kawasan Pusat Perdagangan
Kawasan campuran perumahan dan komersial
70%
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 26
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI ARAHAN KDB MAKSIMUM
8 Kawasan Perikanan 50%
9 Kawasan Industri Kecil
60%
10 Kawasan Pelabuhan
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan
10% 20%
11 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga dan Fasilitas
umum
0% 0% 10 – 15 %
33..55..22 KKOOEEFFIISSIIEENN LLAANNTTAAII BBAANNGGUUNNAANN
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas
seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau luas kapling dimana bangunan tersebut
berada. Konsep koefisien lantai bangunan memiliki kaitan dengan koefisien dasar
bangunan dan ketinggian bangunan. Penetapan KLB dilakukan dengan pertimbangan:
Pencahayaan dan ventilasi alami sebagai salah satu upaya menciptakan lingkungan
yang sehat dan nyaman.
Pembentukan skyline bangunan yang harmonis dan sekuential.
Pembentukan landmark sebagai pembentuk identitas dan titik orientasi terhadap
lingkungannya.
Pembentukan karakter yang berbeda antara berbagai kegiatan fungsional yang
berlainan.
Pembentukan ruang dan jarak yang mempunyai skala harmonis antara bangunan
dengan ruang luarnya, agar tercipta komposisi ruang yang masih berskala manusia.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Rencana KLB di Kota Banda
Aceh ditetapkan pada Tabel 3.10 berikut.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 27
TABEL 3.10
RENCANA KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI ARAHAN KLB MAKSIMUM
1 Permukiman Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
1,8 1,0 1,2
2 Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
0,4
3 Kawasan Campuran
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial
2,0 2,0
4 Kawasan Wisata Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
0,2 0,9
5 Kawasan Perkantoran
2,0
6 Kawasan Perdagangan dan jasa
Perdagangan Jasa
2,4 2,4
7 Kawasan
Perikanan 1
8 Kawasan Industri Kecil
1,2
9 Kawasan Pelabuhan
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan
0,2 0,4
10 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
- - 0,3
Untuk penjelasan mengenai ketentuan KDB dan KLB yang lebih detail dapat dilihat pada
lampiran 3.
33..55..33 KKEETTIINNGGGGIIAANN BBAANNGGUUNNAANN
Ketinggian bangunan memiliki pengertian jumlah lantai maksimum yang
diperbolehkan dalam suatu kawasan. Kriteria penetapan ketinggian bangunan memiliki
keterkaitan dengan penetapan KDB dan KLB. Arahan ketinggian bangunan di Kota Banda
Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.11 berikut.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 28
TABEL 3.11 RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI JUMLAH LANTAI
MAKSIMUM 1 Permukiman Rumah Kapling Besar
Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
3 2 2
2 Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
2
3 Kawasan Campuran Fasilitas Umum Fasilitas Sosial
4 4
4 Kawasan Wisata Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
2 3
5 Kawasan Perkantoran 4 6 Kawasan Perdagangan
dan jasa Perdagangan Jasa
4 2
7 Kawasan Perikanan 2 8 Kawasan Industri Kecil 2 9 Kawasan Pelabuhan Pelabuhan penyebrangan
Pelabuhan Ikan 2 2
10 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
- - 2
Keterangan : 1. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi kaki kubah Mesjid Raya Baiturrahman pada
kawasan mesjid tersebut.
2. Ketinggian diluar kawasan sekitar Mesjid Raya Baiturrahman tidak dibatasi
ketinggiannya, dan harus menyesuaikan dengan kondisi geologi dan tanah setempat.
33..55..44 GGAARRIISS SSEEMMPPAADDAANN BBAANNGGUUNNAANN
Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah jarak antara batas luar daerah milik jalan
(Damija) dengan dinding luar bangunan persil. Penetapan garis sempadan bangunan di
wilayah perencanaan mempertimbangkan fungsi jaringan jalan, dan fungsi kegiatannya.
Pengaturan GSB di Kota Banda Aceh diarahkan pada Tabel 3.12 berikut.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 29
TABEL 3.12 RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN
NO PERUNTUKAN KLASIFIKASI GSB
DEPAN (MIN)
GSB SAMPING (MIN)
GSB BELAKANG
(MIN) 1 Permukiman Rumah Kapling Besar
Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
R R R
2 x 3 m 2 m 0
3 m 3 m 2 m
2 Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
R 0 2 m
3 Kawasan Campuran
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial
R R
2 m 2 m
2 m 2 m
4 Kawasan Wisata
Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
R R
2 x 10 m 2 x 5 m
10 m 5 m
5 Kawasan Perkantoran
R 2 m 2 m
6 Kawasan Perdagangan dan jasa
Perdagangan Jasa
R R
0 0
0 2 m
7 Kawasan Perikanan
R 2 x 4 m 4 m
8 Kawasan Industri Kecil
R 2 m 2 m
9 Kawasan Pelabuhan
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan
R R
2 x 10 m 2 x 5 m
10 m 5 m
10 Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
- - R
- - -
- - -
Ket: R = ½ dari Rumija, bila jalan lebih lebar dari 8 m maka GSB depan minimum adalah ½ Rumija + 1
GSB terkecil sebesar 4 m, kecuali jalan buntu atau jalan setapak ditetapkan 2 m.
33..66 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM TTRRAANNSSPPOORRTTAASSII
33..66..11 SSIISSTTEEMM PPEERRAANNGGKKUUTTAANN JJAALLAANN RRAAYYAA
Jaringan Jalan
Guna mempermudah akses pengembangan wilayah utara maka perlu
pembangunan jalan lingkar di sisi utara yang berfungsi sebagai jalan arteri primerr. Trase
jalan tersebut melewati daerah-daerah antara lain Simpang Lamteumen-Lamjame Uleu
Pata-Ulee Lheue-Gampong Jawa-Deah Raya-Tibang-Krueng Cut tembus ke Krueng Raya.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 30
Usulan tambahan untuk memperpanjang Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan
Soekarno Hatta. Perpanjangan Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan Soekarno Hatta
saat ini sedang dalam pengerjaan.
Selain Jalan Lingkar Utara, pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan juga
diperlukan untuk mengantisipasi pengembangan wilayah sisi Selatan serta untuk
mempermudah akses ke Pelabuhan di daerah Ulee Lheue. Jaringan jalan Lingkar Selatan
dimulai dari Ulee Lheue, Jl. Lhoknga, Jl. Tgk Abd. Rahman Meunasah Meucab, Jl.
Soekarno Hatta, ke Lampeuneurut Kecamatan Ingin Jaya (Kabupaten Aceh Besar).
Disamping lingkar luar perlu dikembangkan juga Jalan Poros Barat-Timur untuk
mengantisipasi pengembangan wilayah terutama keberadaan rencana terminal terpadu di
wilayah Batoh/Lamdom. Jalan poros tersebut berawal dari Jl. Soekarno Hatta di daerah
Lam Ara melewati Jl. Wedana, Jl. Tgk. Dilhong, Cot Mesjid, Pango Raya, Pango Deah,
melintas Jl. Tengku Yusuf sampai persimpangan Ceurih menerus ke Jl. Mesjid Toha dan
terhubung ke jalan lingkar Selatan di Kecamatan Kuta Baru Kabupaten Aceh Besar. Peta
rencana jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 31
PETA JARINGAN JALAN . GAMBAR 3.7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 32
Jalan lingkar dan poros merupakan jalan tipe 4/2 D (4 lajur 2 arah dengan median), lebar
Right of Way (ROW) atau ruang milik jalan (Rumija) adalah 40 m. Potongan melintang
jalan lingkar dan poros tersebut adalah sebagai berikut: (lihat Gambar 3.8)
GAMBAR 3.8 TIPIKAL POTONGAN MELINTANG JALAN POROS DAN LINGKAR KOTA BANDA ACEH
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 33
Rencana ruas jalan lingkar Utara antara Ulee Lheu dan Krueng Raya, sebagian
rencana ruasnya saat ini merupakan daerah pasang surut dan berbatasan langsung
dengan laut. Oleh karena itu maka sebagian ruasnya akan dibangun diatas timbunan.
Timbunan ini juga akan difungsikan sebagai tanggul laut (breakwater). Tipikal konstruksi
jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9
GAMBAR 3.9
JALAN DI ATAS TANGGUL LAUT
Untuk dimensi masing-masing lapisan (primary, secondary dan core layer) dari
tanggul laut (breakwater) disesuaikan dengan tinggi gelombang rencana. Badan jalan
diletakkan di atas lapisan primer dengan diberi lapisan antara berupa geotekstile dan
kemudian di atasnya diurug dengan lapisan pondasi jalan (sub base dan base course) dan
selanjutnya lapisan permukaan berupa aspal hotmix (AC MS 800-1000 kg)
Fasilitas penunjang
o Terminal Penumpang
Fasilitas penunjang dalam sistem transportasi yang perlu dikembangkan untuk
Kota Banda Aceh adalah pembangunan Terminal Penumpang Tipe A yang
berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan penumpang antar kota antar
propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi. Terminal tersebut berada di daerah
Lamdom dengan luas 3 ha. Keberadaan terminal ini harus didukung oleh jalan
arteri yaitu Jalan Poros Utara Selatan (terusan dari Jalan Syah Kuala sampai Jl.
Soekarno Hatta) dan Jalan Poros Barat Timur (Lam Ara sampai Jl. Mesjid Toha).
Grave
Dasar Laut
300-1000 kg
1-6 ton
Cubes 17.5 tp=2800 kg/m3
1:1.5
1:1.5 1:1.5
1:1.5
Laut Darat
ROW=4-6 m
H=2-3 m + 0.00 m LWS
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 34
Dengan dibangunnya Terminal Penumpang Tipe A untuk bus antar kota yang
baru, maka terminal bus antar kota yang lama di Setui akan beralih fungsi dan
berubah menjadi Terminal Penumpang Tipe B yang semula melayani bus antar
kota menjadi angkutan antar kota jarak dekat (L300). Luasan untuk Terminal Tipe
B ini adalah 2 Ha yang terletak di Setui.
Sedangkan untuk terminal angkutan perkotaan (Terminal Tipe C), tetap
menggunakan terminal yang lama yakni di Keudah, namun terlebih dahulu harus
direnovasi, karena sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan akibat
bencana tsunami.
o Terminal Barang
Pembangunan terminal barang akan terpadu dengan terminal penumpang yaitu
terminal Tipe A di daerah Lamdom. Dimana keberadaannya harus didukung oleh
Jalan Poros Utara Selatan dan Barat Timur.
Perangkutan umum
Dalam dokumen hasil studi Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota
Banda Aceh oleh Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum dan Urgent
Plan JICA tidak menyebutkan mengenai perubahan jaringan pelayanan angkutan
umum perkotaan, demikian juga dalam dokumen hasil studi Revisi RTRW Kota Banda
Aceh 2001/2010 menyebutkan tidak ada perubahan terhadap jaringan pelayanan
angkutan umum perkotaan di Kota Banda Aceh.
33..66..22 SSIISSTTEEMM PPEERRAANNGGKKUUTTAANN LLAAUUTT
Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan pelabuhan di pelabuhan lama kawasan Ulee Lheue adalah untuk
pelabuhan skala internasional sebagai pelabuhan pengumpan primer dan berfungsi
untuk pelabuhan umum melayani penumpang antar pulau dan Negara (propinsi,
kabupaten atau kota).
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 35
Fasilitas pokok dan penunjang
Fasilitas pokok yang harus ada dari pelabuhan penumpang umum diantaranya adalah
: alur pelayaran, kolam labuh, dermaga, gudang, terminal penumpang, terminal ro-ro
dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Sedangkan fasilitas penunjangnya terdiri dari kawasan perkantoran, fasilitas air
bersih, listrik dan telekomunikasi fasilitas umum lainnya.
Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal penumpang dari dank e
pelabuhan Sabang, Medan dan propinsi lainnya. Dan juga sebagai pengumpan ke dan
dari daerah sekitar Banda Aceh.
33..66..33 SSIISSTTEEMM PPEERRAANNGGKKUUTTAANN PPEENNYYEEBBEERRAANNGGAANN
Klasifikasi pelabuhan
Pengembangan pelabuhan untuk penyeberangan menjadi satu dengan
pengembangan pelabuhan umum penumpang di daerah Ulee Lheue. Pelabuhan
melayani khususnya untuk kapal jenis ro ro.
Fasilitas penunjang
Sama seperti pelabuhan umum maka fasilitas pokok untuk pelabuhan penyeberangan
ro ro adalah alur, kolam pelabuhan, dermaga khusus ro-ro, terminal penumpang.
Sedangkan untuk fasilitas penunjang berupa kantor, utilitas dan fasilitas umum
lainnya. Bentuk layout untuk pelabuhan penyeberangan ini berupa wharf yang
menyatu dengan daratan.
Jalur pelayaran
Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal jenis ro-ro yang penumpang
dan barang dari daerah sekitar Banda Aceh menuju Pulau We, Pulau Nasi atau pulau-
pulau lain di sekitar Banda Aceh.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 36
33..77 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM UUTTIILLIITTAASS
33..77..11 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM PPEENNYYEEDDIIAAAANN AAIIRR BBEERRSSIIHH
Kebutuhan air Kota Banda Aceh diperkirakan akan meningkat dari 414 liter/detik
pada tahun 2006 sampai menjadi 704 liter/detik pada tahun 2016. Cakupan pelayanan
direncanakan telah mencapai 85% dari seluruh penduduk Kota Banda Aceh, baik yang
dipenuhi melalui sambungan rumah maupun hidran umum. Secara lebih rinci proyeksi
kebutuhan air disajikan pada Tabel .3.13
TABEL 3.13 PROYEKSI KEBUTUHAN AIR KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
Deskripsi Unit 2006 2011 2016 Populasi Orang 206.194 241.194 276.194 Persentase Pelayanan % 60 80 85
Populasi Terlayani
Total Orang 123.716 192.955 234.765 SR Orang 111.354 173.660 211.288 HU Orang 12.372 19.296 23.476
Sambungan SR SR / 5 orang 22.269 34.732 42.258
HU HU / 100
orang 124 193 235
Kebutuhan Bersih
SR m3/hari 16.702 26.049 31.693 HU m3/hari 495 772 939 ND m3/hari 3.340 5.210 6.339 Jumlah m3/hari 20.537 32.031 38.971
Kebocoran Persentase % 45 30 30 Jumlah m3/hari 9.242 9.609 11.691
Kebutuhan Air Total m3/hari 29.779 41.640 50.663 Kebutuhan Produksi Air m3/hari 35.734 49.968 60.796 Kebutuhan Produksi Air liter/detik 414 579 704
Sumber: Hasil Analisis
Keterangan:
SR : Sambungan Rumah
HU : Hidran Umum
ND : Non Domestik
Untuk memenuhi kebutuhan air baku, Kota Banda Aceh mempunyai potensi
sumber air yang dapat dipergunakan, yaitu Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit
minimal 10,38 m3/detik atau hampir mencapai 900 m3/ hari pada musim kemarau
panjang. Terdapat dua unit Instalasi Pengolahan Air Minum yang sampai saat ini
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 37
beroperasi di Kota Banda Aceh, yaitu IPA Lambaro dengan kapasitas terpasang 435
liter/detik dan IPA Siron berkapasitas 20 liter/detik. Lokasi intake kedua IPA tersebut
adalah di Sungai Krueng Aceh.
PDAM Tirta Daroy diharapkan telah mampu merehabilitasi dan membangun
kembali seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih, berupa instalasi
pengolahan, sistem distribusi dan sarana penunjangnya sampai dengan tahun 2009.
Target pelayananan terhadap pelanggan PDAM Tirta Daroy sampai dengan tahun 2016
minimal mencapai 85 %.
Rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum berupa peningkatan
kapasitas produksi pada masing-masing Instalasi Pengolahan Air Minum dan sarana
penunjangnya. Kekurangan produksi air bersih akan mulai terjadi pada tahun 2009,
sehingga direncanakan peningkatan Instalasi Pengolahan Air Lambaro sebesar 100
liter/detik pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 ditingkatkan menjadi 200 liter/detik.
Sungai Kreung Aceh sebagai sumber air baku yang potensial bagi penyediaan air
bersih Kota Banda Aceh, sehingga keberadaannya perlu dijaga dengan baik, karena air
permukaan sangat rawan terhadap pengaruh pencemaran. Upaya-upaya untuk tetap
menjaga kuantitas air dan kualitas air yang baik harus dilaksanakan dengan strategi yang
jelas dan program kegiatan yang baik, antara lain dengan:
Menjaga kualitas air baku agar tetap memenuhi daya dukungnya dengan melakukan
monitoring secara rutin,
Menindak tegas tanpa ada tawar menawar pada semua industri dan atau lainnya
yang membuang limbah cairnya ke badan air sehingga kualitas mengalami
penurunan,
Melakukan pengamanan terhadap kawasan daerah pengaliran sungai, agar tetap
menjadi daerah tangkapan air yang baik bagi Sungai Krueng Aceh.
Berikut ini adalah peta rencana Jaringan air bersih yang akan dijelaskan pada
Gambar 3.10 di bawah ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 38
GAMBAR 3.10 PETA RENCANA JARINGAN AIR BERSIH ? ADA YA
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 39
3.7.2 RENCANA SISTEM PEMBUANGAN SAMPAH
Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan, yang sebagian besar direncanakan
merupakan kawasan permukiman mengacu pada Tata Cara Pengelolaan Sampah di
permukiman (SNI 19-3242-1994), Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan (SNI
19-2454-2002) terutama mengenai persyaratan hukum dan persyaratan teknis
operasionalnya.
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Banda Aceh sebagai tempat proses
pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang
berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki
lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang
belum difungsikan seluas ± 9 ha.
Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa yang ada
pada saat ini dan rencana LPA dan IPLT baru, dapat pada Gambar 3.11 berikut ini.
GAMBAR 3.11 DENAH LOKASI PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DAN IPLT GAMPONG JAWA
SERTA RENCANA LPA DAN IPLT BARU
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 40
Timbulan sampah yang akan dihasilkan di Kota Banda Aceh berasal dari kawasan
perumahan (domestik), industri, kawasan komersil, wisata dan fasilitas umum lainnya.
Timbulan sampah yang dikelola adalah timbulan sampah non B-3 (Bahan Beracun dan
Beracun/Hazardous Waste). Laju timbulan sampah adalah adalah 2,5 L/orang/hari, sesuai
dengan SNI 19-3983-1995, sehingga pada akhir tahun perencanaan mencapai 690
m3/hari. Proyeksi timbulan sampah yang dihasilkan Kota Banda Aceh disajikan pada tabel
3.14
TABEL 3.14 PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
Deskripsi Unit 2006 2011 2016
Populasi Orang 206.194 241.194 276.194
Timbulan Sampah L/orang/hari 2,5 2,5 2,5
Total Sampah L/hari 515.485 602.985 690.485
Total Sampah m3/hari 515 603 690
Sumber : Hasil Analisis
Pola penanganan sampah yang dikembangkan untuk Kota Banda Aceh harus
mampu menstimulasi dan secara konkrit melibatkan dunia usaha maupun peran serta
masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa pengelolaan
sampah yang direncanakan lebih menekankan pada pengurangan (reduce) volume
sampah yang dihasilkan dan yang dibuang ke TPA. Bentuk pengelolaan seperti ini
memerlukan peran serta dari semua pihak baik pemerintah melalui instansi atau dinas
terkait maupun masyarakat.
Dokumen Urgent Rehabilitation and Reconstruction Plan for Banda Aceh City JICA
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Banda Aceh JICA (Additional Study),
menjelaskan lokasi LPA Gampong Jawa hanya akan berumur 2 tahun, sehingga
diperlukan alternative pencarian lokasi LPA baru. Dari hasil kesepakatan antar
Pemerintah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi NAD alternative lokasi
LPA Baru adalah di Montasik, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 41
33..77..33.. RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM DDRRAAIINNAASSEE
Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa
anak sungainya seperti Krueng Daroy, krueng Doy dan Krueng Neng merupakan saluran
drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga
aliran air hujan yang mengalir disaluran-saluran drainase sangat dipengaruhi oleh
permukaan air di sungai tersebut. Padahal permukaan air sungai dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, oleh sebab itu aliran air hujan tidak dapat selalu dialirkan secara gravitasi.
Untuk keperluan manejemen jaringan drainase Kota Banda Aceh, maka sistem Drainase
Kota Banda Aceh dibagi menjadi 7 zona sebagai berikut :
Zone 1, dibatasi oleh Kr. Neng dan Kr Doy
Zone 2, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Doy
Zone 3, dibatasi oleh Kr. Aceh
Zone 4, dibatasi oleh Kr. Daroy dan Kr. Lhueng Paga
Zone 5, dibatasi oleh Kr. Titi Panjang dan Kr. Cut
Zone 6, dibatasi oleh Kr. Lhueng Paga dan Kr. Tanjung
Zone 7, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Cut
Untuk lebih jelas dalam pembagian zona drainase dapat di lihat pada Gambar 3.12.
Berdasarkan kondisi fisik Kota Banda Aceh, prinsip dasar dalam penyusunan
Rencana drainase Kota Banda Aceh adalah :
a. Pembagian sistem yang jelas dan keseragaman penamaan sistem, saluran dan
bangunan-bangunan drainase lainnya (nomenklatur)
b. Sungai-sungai besar sebagai saluran primer menggunakan alur pematusan alami,
sedangkan saluran sekunder dan tersier mengikuti pola tata ruang dan jaringan jalan
c. Perhitungan debit aliran didasarkan pada rencana penggunaan lahan di masa yang
akan datang
d. Perlu ditetapkan batasan tinggi genangan yang dapat diterima dalam perencanaan,
baik untuk pemukiman, jalan, area industri/bisnis maupun area yang penting lainnya.
Hal ini sangat penting mengingat bahwa penanganan drainase sangat sulit untuk
membebaskan area dari genangan sehingga harus ada batasan tinggi genangan yang
masih bisa ditolerir.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 42
GAMBAR 3.12 PEMBAGIAN ZONA DRAINASE KOTA BANDA ACEH
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 43
e. Air hujan secepatnya dialirkan badan air terdekat untuk memperpendek panjang
saluran
f. Saluran maupun infrastruktur drinase lainnya direncanakan secara ekonomis dalam
pembangunan, operasional dan pemeliharaannya
g. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
h. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage
i. Optimalisasi dan normalisasi sungai yang ada untuk meningkatkan daya tampung dan
kemampuan alirnya.
j. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air
untuk mengurangi debit limpasan yang langsung mengalir ke sungai/saluran.
k. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume
limpasan permukaan.
l. Dalam sistem drainase yang merupakan kombinasi dari saluran drainase, retarding
pond dan retarding basin, tidak hanya besarnya debit yang dihitung tetapi juga
volume air yang dapat dialirkan (dipompa) dan yang harus ditahan (storage).
Sehingga dalam analisa tidak cukup hanya dihitung debit banjir puncak tetapi juga
waktu konsentrasi atau dengan kata lain perlu dihitung hidrograf banjir rencana.
m. Perlunya tinjauan aspek kelembagaan dalam operasional dan pemeliharaan.
Sedangkan kriteria perencanaan dalam pengembangan sistem drainase adalah
sebagai berikut :
a. Hujan dengan ketentuan sebagai berikut :
Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuwensi terhadap data curah
hujan harian maksimum tahunan dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya
10 tahun
Analisa frekuensi terhadap curah hujan menggunakan metode probabilitas
distribusi normal, distribusi log normal, Pearson Type III, Log Pearson Type III
dan Gumbel. Perhitungan didasarkan pada ketentuan standar kala ulang yang
disepakati
Pengecekan data hujan menggunakan metoda ekurva masa ganda, Chi Square
atau Smirnov-Kolmogorov
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 44
b. Debit Banjir di hitung dengan ketentuan sebagai berikut :
Debit Banjir rencana dihitung dengan metode Rational
Koefisien Run off dihitung berdasarkan jenis tata guna lahan daerah aliran
Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran permukaan dan waktu
drainase
c. Periode ulang
Periode ulang perencanaan drainase harus memenuhi ketentuan dapat di lihat pada
Tabel 3.15 berikut :
TABEL 3.15 PERIODE ULANG SALURAN DRAINASE
Tipologi Kota Luas Daerah tangkapan Air (Ha)
< 10 10 - 100 101 - 500 > 500 Kota Metropolitan 2 Tahun 2-5 tahun 5-10 tahun 10-25 tahun Kota Besar 2 Tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-20 tahun Kota Sedang 2 Tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-10 tahun Kota Kecil 2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 2-5 tahun
d. Perhitungan hidrolika untuk perencanaan saluran drainase :
Kapasitas saluran dihitung dengan Persamaan Manning atau persamaan lain yang
sesuai
Saluran drainase yang terpengaruh aliran balik (backwater) perlu
memperhitungkan pengaruh aliran balik tersebut yang dapat dihitung dengan
Direct Step Method
Kecepatan maksimum saluran tanah 0.7 m/dt, saluran pasangan batu kali 2 m/dt
dan saluran beton 3 m/dt atau sesuai dengan aturan lain yang berlaku dan kondisi
di lapangan
33..77..44.. RREENNCCAANNAA PPEENNAANNGGAANNAANN BBEENNCCAANNAA BBAANNJJIIRR
Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan banjir dan genangan di kota
Banda Aceh yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu :
1. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit
volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan
yang lebih tinggi .
2. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage,
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 45
3. Optimalisasi dan normalisasi sungai seperti dalam rencana sistem drainase.
4. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air.
5. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume
limpasan permukaan.
Pembangunan flood canal di bagian selatan kota untuk mengalirkan langsung air
dari sungai yang ada dalam kota yang biasanya menyebabkan terjadi genangan. (lihat
Tabel 3.16)
TABEL 3.16 RENCANA FLOOD CANAL
No Sungai Lebar dasar (m)
Lebar tanggul kiri dan
kanan (m)
Panjang Sungai (km)
Debit Aliran (m3/dt)
5 tahunan
10 tahunan
1 Kr. Titi Paya - Kr. Kon Keumeh 20 5 3.895 117.5 148.64
2 Kr. Kon Keumeh - Kr. Lueng Paga 20 5 3.27 123.4 175.44
3 Kr. Lueng Paga - Kr. Daroy 33 5 2.444 187.82 269.05 4 Kr. Daroy - Tunnel width 50 m 50 5 1.116 278.31 411.74 5 Tiga Tunnel 10 - 8.00 - - 6 Outlet Tunnel - width 58 m 10 - 58 5 3.498 337.807 485.31
Sumber : JICA Study
Selain normalisasi pada Flood Canal, pada beberapa penampang sungai yang
mengalir dalam kota juga perlu dilakukan normalisasi dengan dimensi seperti pada Tabel
3.17 berikut.
TABEL 3.17 NORMALISASI SUNGAI DALAM KOTA
No Sungai Lebar dasar (m)
Kemiringan Tanggul
Panjang Sungai (km)
Kapasitas Debit (m3/dt)
Periode ulang
1 Kr. Daroy 20 0.5 3.05 dari 10 menjadi
102 25 tahun
2 Kr. Neng 5
0.5 0.98
dari 2 menjadi 47.33 5 tahun 7 1.6
11 11
3 Kr. Lhueng Paga (upstream) 10 0.5 3.62
dari 12 menjadi 111.43 25 tahun
Sumber : JICA Studi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 46
Sedangkan saluran primer dalam kota direncanakan berdasarkan debit yang
dihitung dari tata guna lahan rencana dalam RTRW ini. Dimensi saluran primer hasil
perencanaan dapat dilihat pada Tabel 3.18 berikut.
TABEL 3.18 DEBIT DAN DIMENSI SALURAN PRIMER.
Nama Saluran
Luas DAS
Koef. aliran Debit
Miring dasar
rencana
Kekasaran saluran
Kedalaman air
Lebar dasar
Tinggi Jagaan Kecepatan
Ha M3/dt m m m m/dt
1.1 58.00 0.700 1.70 0.0003 0.025 1.28 2.60 0.25 0.51 1.2 53.00 0.700 0.36 0.0003 0.025 0.72 1.50 0.20 0.34 1.3 65.50 0.778 1.68 0.0003 0.025 1.28 2.60 0.25 0.51 1.4 29.50 0.732 0.61 0.0003 0.025 0.88 1.80 0.20 0.39 2.1 130.00 0.780 2.41 0.0003 0.025 1.46 3.00 0.25 0.55 3.1 41.00 0.780 0.88 0.0003 0.025 1.00 2.10 0.20 0.42 3.2 75.50 0.793 3.88 0.0003 0.025 1.75 3.60 0.25 0.62 3.3 223.00 0.794 9.92 0.0003 0.025 1.50 8.00 0.30 0.73 3.4 58.00 0.684 1.78 0.0003 0.025 1.31 2.70 0.25 0.50 4.1 47.00 0.730 2.64 0.0003 0.025 1.51 3.10 0.25 0.56 4.2 39.50 0.800 2.18 0.0003 0.025 1.41 2.90 0.25 0.53 4.3 29.00 0.800 1.30 0.0003 0.025 1.16 2.40 0.20 0.47 4.4 44.00 0.800 2.31 0.0003 0.025 1.44 2.90 0.25 0.55 5.1 77.50 0.715 3.48 0.0003 0.025 1.68 3.40 0.25 0.61 5.2 30.00 0.792 1.57 0.0003 0.025 1.24 2.50 0.25 0.50 5.3 56.00 0.792 0.79 0.0003 0.025 0.96 2.00 0.20 0.41 5.4 50.50 0.792 0.37 0.0003 0.025 0.72 1.50 0.20 0.34 5.5 110.00 0.792 3.14 0.0003 0.025 1.62 3.30 0.25 0.59 6.1 40.50 0.792 7.27 0.0003 0.025 1.50 6.00 0.30 0.69 6.2 125.50 0.792 2.53 0.0003 0.025 1.49 3.00 0.25 0.57 6.3 57.00 0.762 1.46 0.0003 0.025 1.21 2.50 0.20 0.48 6.4 75.00 0.727 2.23 0.0003 0.025 1.42 2.90 0.25 0.54 7.1 65.00 0.740 1.56 0.0003 0.025 1.24 2.50 0.25 0.50 8.1 90.00 0.740 2.11 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54 9.1 127.00 0.795 2.11 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54 9.2 45.00 0.795 1.89 0.0003 0.025 1.34 2.70 0.25 0.52 9.3 60.00 0.797 1.45 0.0003 0.025 1.21 2.50 0.20 0.48 9.4 53.00 0.700 1.37 0.0003 0.025 1.18 2.40 0.20 0.48 9.5 19.00 0.800 0.94 0.0003 0.025 1.03 2.10 0.20 0.44 9.6 50.00 0.686 1.50 0.0003 0.025 1.23 2.50 0.25 0.49 10.1 41.00 0.800 1.81 0.0003 0.025 1.31 2.70 0.25 0.51 11 54.00 0.800 1.30 0.0003 0.025 1.16 2.40 0.20 0.47
11.1 34.00 0.789 2.29 0.0003 0.025 1.44 2.90 0.25 0.55 11.2 335.00 0.789 9.95 0.0003 0.025 1.50 6.00 0.30 0.69 11.3 19.00 0.789 1.08 0.0003 0.025 1.08 2.20 0.20 0.45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 47
Nama Saluran
Luas DAS
Koef. aliran Debit
Miring dasar
rencana
Kekasaran saluran
Kedalaman air
Lebar dasar
Tinggi Jagaan Kecepatan
Ha M3/dt m m m m/dt
12 58.00 0.789 3.62 0.0003 0.025 1.71 3.50 0.25 0.61 12.1 150.00 0.794 0.92 0.0003 0.025 1.02 2.10 0.20 0.43 12.2 24.00 0.763 2.38 0.0003 0.025 1.46 3.00 0.25 0.54 12.3 38.50 0.763 2.91 0.0003 0.025 1.57 3.20 0.25 0.58 12.4 33.00 0.794 2.49 0.0003 0.025 1.48 3.00 0.25 0.56 13.1 45.00 0.794 3.77 0.0003 0.025 1.73 3.50 0.25 0.62 13.2 16.00 0.758 1.50 0.0003 0.025 1.22 2.50 0.20 0.49 13.3 26.50 0.799 0.27 0.0003 0.025 0.64 1.30 0.20 0.32 13.4 28.50 0.530 0.70 0.0003 0.025 0.92 1.90 0.20 0.40 13.5 43.00 0.800 0.83 0.0003 0.025 0.98 2.00 0.20 0.42 13.6 50.00 0.796 3.87 0.0003 0.025 1.75 3.50 0.25 0.63 14.1 45.50 0.775 4.86 0.0003 0.025 1.90 3.90 0.25 0.65 15.1 45.00 0.683 2.46 0.0003 0.025 1.48 3.00 0.25 0.56 15.2 27.00 0.683 1.13 0.0003 0.025 1.10 2.30 0.20 0.45 15.3 85.00 0.561 2.12 0.0003 0.025 1.39 2.80 0.25 0.54 16.1 180.00 0.543 4.63 0.0003 0.025 1.87 3.80 0.25 0.65 17.1 41.50 0.543 0.91 0.0003 0.025 1.01 2.10 0.20 0.43 17.2 20.50 0.543 1.11 0.0003 0.025 1.09 2.20 0.20 0.46
Sumber : JiCA Studi dan Hasil analisa
Selain Saluran air, dalam sistem drainase kota Banda Aceh juga diperlukan kolam
penampungan pintu air dan pompa mengingat kota Banda Aceh memiliki topografi yang
relative datar sehingga tidak memungkinkan semua air dapat dialirkan secara gravitasi.
Jumlah dan lokasi retarding pond, pintu air dan pompa dalam sistem drainase
Kota banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut :
TABEL 3.19
JUMLAH DAN LOKASI RETARDING POND, PINTU AIR DAN POMPA
No Lokasi Retarding Pond (Ha)
Pintu Air Pompa
Jumlah Lebar (m) Jumlah Kapasitas (m3/dt)
1 Outlet Zone 1 8.5 8 1.5 2 4
Ujung Kr. Neng 2 1.5 1 1
Outfall di Ulee Lheu 2 1.5 1 1
2 Outlet Zone 2
Outlet 1 2 1.5 1 1
Outlet 2 2 1.5 1 1
Outlet 3 2 1.5 1 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 48
No Lokasi Retarding Pond (Ha)
Pintu Air Pompa
Jumlah Lebar (m) Jumlah Kapasitas (m3/dt)
Outlet 4 1.5 2 1.5 1 1
3 Outlet Zone 3
Outlet 1 2 1.5 1 1
Outlet 2 2 1.5 1 1
Outlet 3 1.5 2 1.5 1 1
4 Outlet Zone 4
Outlet (long storage) 2 1.5 1 0.6
5 Outlet Zone 5
Outlet Kr. Titi Panjang 4.5 10 1.5 2 4
Peta rencana jaringan saluran primer, retarding pond, pintu air dan pompa dapat
dilihat pada Gambar 3.13.
Disamping rencana sistem drainase, juga penting untuk dilakukan usaha
mengurangi volume limpasan permukaan, konservasi air tanah dan proteksi daerah
bantaran sungai.
Garis sempadan sungai dan sempadan pantai
Garis sempadan sungai untuk flood way dan kr. Aceh idealnya direncanakan 30
meter kekiri dan ke kanan seperti pada gambar dibawah ini. Namun sempadan sungai
juga dapat ditetapkan dengan disesuaikan pada kondisi lapangan mengingat sebagian
merupakan daerah yang telah terbangun. Manajemen konservasi dapat dilakukan dengan
cara:
GSS Sungai
GSS
Sumber: Additional Study Team, 2006
GSS Sungai
GSS
10 m 10 – 20 m 10 – 20 m 10 m
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 49
PETA RENCANA JARINGAN SALURAN PRIMER.
GAMBAR. 3.13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 50
Garis sempadan sungai untuk Titi Panjang, Lueng Paga, Daroy, Doy and Neng
Rivers (sebagai drainase utama) adalah minimum 15 m ke kiri dan ke kanan seperti pada
gambar dibawah.
Garis sempadan pantai direncanakan proporsi pada bentuk dan kondisnya (dari
garis pantai terluar ke tidal dyke atau coastal road)
.
Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan
dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan
melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan
sebagai berikut :
• Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah
• Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air
• Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air
sungai
• Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sediment ke hilir
• Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air
Bakau
Tanggul
GSB
5 – 10 m
Garis Sempadan Pantai
30 m
Jalan
Tanggul Air Pasang
Tambak Ikan Laut
Sumber: Additional Study Team, 2006
GSS Sungai
GSS
4 m 4 – 6 m 4 – 6 m 4 m
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 51
Selain perlindungan terhadap bencana banjir, perlindungan terhadap bencana
tsunami dapat dilakukan dengan Perlindungan Pantai. Bangunan pantai adalah suatu
bangunan yang dipergunakan dalam upaya perlindungan pantai atau bangunan sebagai
infrastruktur pemanfaatan pantai. Bangunan perlindungan pantai dipergunakan untuk
melindungi pantai dari gaya dinamis yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus pantai,
bangunan tersebut seperti break water, submersible breakwater, jetty, groin, rivetment
dan lain-lain. Sedangkan bangunan sebagai infrastruktur pemanfaatan pantai adalah
bangunan yang didirikan di pantai dalam rangka pendayagunaan potensi maupun ruang
pantai. Sebagai contoh adalah fasilitas pelabuhan, fasilitas wisata pantai, kerambah ikan
dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa contoh bangunan perlindungan pantai dan
fungsinya.
1. Groin
Groin adalah bangunan yang dipasang tegak lurus garis pantai, bangunan ini
bertujuan menangkap sedimen akibat transport sedimen sejajar pantai, dalam
kapasitas dan elevasi tertentu dengan maksud pengendalian garis pantai. Biasanya
groin ini dibangun secara seri, sehingga setelah dalam siklus waktu tertentu terisi
sedimen sebagaimana yang dikehendaki. Berikut ini ditunjukkan pada Gambar sketsa
groin.
2. Breakwater
Breakwater dibangun untuk melindungi
gempuran gelombang, dengan harapan
pada daerah yang dilindungi terjadi
gelombang yang relatif kecil. Bangunan
ini biasa untuk melindungi infrastruktur
pantai seperti pelabuhan, tempat rekreasi
dan lain-lain.
3. Detected breakwater
Bangunan ini tujuannya sama dengan
breakwater, namun bangunan ini
konstruksinya dipasang sejajar dengan
Gambar Sket Groin, Breakwater dan detected breakwater
groins
breakwater
detached breakwater
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 52
pantai, akibat dari kondisi ini, di belakang detected breakwater akan terjadi sirkulasi
arus dari kiri dan kanan dan dengan kecepatan rendah akan terbentuk sedimentasi
yang disebut tombolo. (lihat Gambar 3.14)
Source : USACE, Coastal Engineering Technical Note, CETN III-48
GAMBAR 3.14 SKETSA DETECTED BREAKWATER
4. Dinding Penahan Gelombang (Sea Wall)
Seawall adalah struktur yang dibangun sejajar garis pantai. Bangunan ini dibangun
dengan tujuan untuk melindungi pantai dari erosi dan melindungi bangunan
dibelakangnya. Seawall umumnya dibangun dari tumpukan batu, beton maupun
bonjong batu. Permukaan seawall berbentuk vertical, melengkung, miring landai
ataupun terjal. (lihat Gambar 3.15)
Source : JICA Study Team
GAMBAR 3.15 SKETSA DINDING PENAHAN GELOMBANG
Pemecah Air
Tonjolan
Garis Pantai
Tombolo
Jarak Ombak
Ombak Pemantul
Beton
Lempengan Baja
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 53
5. Embankment
Embankment memegang peranan untuk mencegah air setelah melewati breakwater .
Keberadaan embankment cukup penting karena breakwater tidak dapat mencegah air
secara keseluruhan sehingga embankment dapat membantu menghentikan rambatan
gelombang kearah daratan. (lihat Gambar 3.16)
GAMBAR 3.16 SKEMATIS EMBANKMENT
6. Coastal Forest
Seawall dan breakwater adalah struktur buatan untuk melawan gelombang/tsunami.
Namun perlu dicatat bahwa pembangunan dan pemeliharaan struktur tersebut
memerlukan biaya cukup tinggi dan dapat merubah kondisi lingkungan di sepanjang
pantai.
Tanaman pantai seperti bakau, pohon sagu, dan pohon kelapa memiliki kemampuan
alamiah untuk mereduksi gelombang tsunami dan juga merupakan solusi dari
kelemahan penggunaan struktur buatan. (lihat Gambar 3.17)
GAMBAR 3.17 SKEMATIS COASTAL FOREST
Dinding Pemecah
Palem /
Bakau Tambak
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 54
7. Pintu Laut (Tidal Gate )
Pintu laut dapat digunakan untuk mencegah masuknya gelombang tsunami berskala
kecil dan menengah ke dalam sungai agar tidak menimbulkan kerusakan sepanjang
sungai. Pintu laut ini dapat dibangun di muara kr. Aceh dan Floodway canal.
Pembangunan pintu laut memerlukan biaya sangat besar sehingga tidak menjadi
prioritas utama kecuali tata guna lahan di sepanjang sungai telah dikembangkan.
(lihat Gambar 3.18)
GAMBAR 3.18 TIDAL GATE
33..77..55 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM PPEENNYYEEDDIIAAAANN KKEELLIISSTTRRIIKKAANN
Berdasarkan standar Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk
yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan kebutuhan sistem kelistrikan di Kota
Banda Aceh. Perhitungan kebutuhan listrik ini masih bersifat agregat (dalam lingkup
kota). Perhitungan tidak dilakukan dalam lingkup kecamatan karena wilayah pelayanan
jaringan listrik tidak selalu mengikuti areal administrasi. Adapun kebutuhan listrik di Kota
Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.20 berikut ini.
Jembatan Kontrol
Laut Sungai
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 55
TABEL 3.20 PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG
KEBUTUHAN TAHUN 2011
(kva)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
(kva)
1 Listrik Rumah Tangga 900 kva / kk 43.414.920 49.714.9202 Fasilitas Umum dan
Fasilitas Sosial 250% kebutuhan RT (KK) 108.537.300 124.287.300
3 Penerangan Jalan 15% kebutuhan RT (KK) 6.512.238 7.457.238
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil perhitungan, pada tahun 2011 kebutuhan listrik rumah tangga di Kota
Banda Aceh sekitar 43,41 juta kva. Angka ini bertambah menjadi 49,71 juta pada tahun
2016. Kebutuhan listrik untuk fasilitas umum dan sosial di Banda Aceh pada tahun 2011
sebesar 108,54 juta kva, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi 124,29 juta kva.
Sementara itu untuk penerangan jalan kebutuhan listrik yang diperlukan adalah sebesar
6,51 juta kva pada tahun 2011 serta sebesar 7,46 juta kva pada tahun 2016.
33..77..66 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM PPEENNYYEEDDIIAAAANN TTEELLEEKKOOMMUUNNIIKKAASSII
Kebutuhan terhadap sistem jaringan listrik juga didasarkan pada standar
Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan
sebelumnya. Perhitungan kebutuhan listrik ini juga dilakukan secara agregat dalam skala
kota (lihat Tabel 3.21 berikut).
TABEL 3.21 PROYEKSI KEBUTUHAN JARINGAN TELPON KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS STANDAR
PENDUDUK PENDUKUNG
KEBUTUHAN TAHUN 2011
KEBUTUHAN TAHUN 2016
1 Kebutuhan Rumah Tangga 4 per 100 penduduk 9.647 11.047
2 Kebutuhan Fasilitas Umum 3% dari kebutuhan Rumah Tangga
289 331
3 Telepon Umum 1 per 2500 penduduk 96 110
Sumber: Hasil Analisis
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 56
Hingga tahun 2011 jumlah sambungan satuan telpon (SST) yang dibutuhkan
untuk rumah tangga mencapai 9,6 ribu SST, sedangkan pada tahun 2016 dibutuhkan
11,05 ribu SST. Kebutuhan lain yang relatif besar adalah untuk kebutuhan fasilitas umum
dan sosial yang mencapai 289 SST pada tahun 2011 dan 331 SST tahun 2016, sementara
itu kebutuhan yang relatif kecil adalah telepon umum yang hanya mencapai 96 SST pada
tahun 2011 dan 110 SST pada tahun 2016.
33..88 RREENNCCAANNAA SSIISSTTEEMM FFAASSIILLIITTAASS
Seperti halnya analisis terhadap utilitas kota, perhitungan kebutuhan fasilitas kota
juga dilakukan dengan menggunakan standar dari Departemen PU tahun 1997. Angka
yang dihasilkan juga masih aggregat untuk skala kota. Pendistribusian fasilitas ini
nantinya akan dilakukan tidak berdasarkan lingkup administrasi, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakatnya dan tujuan perencanaan yang diinginkan pada suatu
kawasan.
33..88..11.. RREENNCCAANNAA PPEENNYYEEDDIIAAAANN FFAASSIILLIITTAASS PPEENNDDIIDDIIKKAANN
Analisis penyediaan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan
pertimbangan bahwa fasilitas pendidikan yang ada sebelumnya telah rusak akibat
bencana tsunami sehingga dibutuhkan pembangunan baru. Angka kebutuhan yang
dihasilkan pada tahun 2011 dan 2016 adalah kebutuhan aggregat yang harus disediakan.
Secara lebih rinci kebutuhan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dipaparkan
pada Tabel 3.22 berikut ini.
TABEL 3.22 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
(unit)
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011
(m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
(unit)
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
(m2)
1 TK 1.000 1.200 241 2892.00 276 331.200 2 SD 1.600 3.600 150 540.000 172 619.200 3 SLTP 4.800 2.700 50 135.000 57 153.900 4 SLTA 4.800 2.700 50 135.000 57 153.900
Sumber: Hasil Analisis
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 57
33..88..22.. RREENNCCAANNAA PPEENNYYEEDDIIAAAANN FFAASSIILLIITTAASS KKEESSEEHHAATTAANN
Penyediaan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh juga dilakukan dengan
pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan agregat untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.23 berikut ini.
TABEL3.23 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011
(m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
(m2)
1 Puskesmas 120.000 2.400 2 4.800 2 4.800 2 Puskesmas
Pembantu 30.000 1.200 8 9.600 9 10.800
3 BKIA dan RS Bersalin
10.000 1.600 24 38.400 27 43.200
4 Balai Pengobatan 3.000 300 80 24.000 92 27.600 5 Apotek 10.000 350 24 8.400 27 9.450 6 Praktek Dokter 5.000 100 48 4.800 55 5.500 7 Posyandu 2.500 100 96 9.600 110 11.000
Sumber: Hasil Analisis
33..88..33.. RREENNCCAANNAA PPEENNYYEEDDIIAAAANN FFAASSIILLIITTAASS PPEERRIIBBAADDAATTAANN
Penyediaan fasilitas peribadatan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan
pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami.
Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan aggregate untuk Kota Banda
Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan
pada Tabel 3.24 berikut ini.
TABEL 3. 24 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2011 DAN 2016
NO JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011
(m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
(m2)
1 Masjid Skala Kecamatan
120.000 4.000 2 8.000 2 8.000
2 Masjid Skala Lingkungan
30.000 .1750 8 14.000 9 15.750
Sumber: Hasil Analisis
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 58
3.8.4. RENCANA FASILITAS JALUR DARURAT DAN EVAKUASI TSUNAMI
Pengembangan fasilitas untuk kondisi darurat untuk mengurangi dampak tsunami
dapat dikembangkan beberapa cara :
a. Membuat Jaringan Jalur Darurat (Emergency Road)
Jaringan jalan emergensi ini bermanfaat baik untuk kegiatan pelarian dari bencana
dalam waktu pendek. Juga jalur ini berguna untuk pertolongan pertama dan evakuasi
korban.
b. Fasilitas Emergensi Publik untuk persiapan Bencana
Fasilitas ini dibutuhkan untuk penyelamatan masyarakat atau dibutuhkan oleh
masyarakat untuk melakukan aktivitas pengumpulan dan pertolongan seperti
Bangunan Penyelamat (escape building), Ruang Terbuka (open space), dll.
Lebih jelas lihat peta Gambar 3.19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir III - 59
GAMBAR 3.19
PETA JALAN PELARIAN DARURAT DAN EVAKUASI
(tadinya 3.19 dan 3.20, tapi sekarang digabung jadi 1 peta)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 1
RREENNCCAANNAA IIMMPPLLEEMMEENNTTAASSII
44..11 KKEELLEEMMBBAAGGAAAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG KKOOTTAA BBAANNDDAA AACCEEHH
44..11..11 PPEENNDDAAHHUULLUUAANN
Dalam kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia hampir
selalu bersentuhan dengan pemanfaatan ruang. Karena banyak ragam dalam kegiatan
manusia, seperti kegiatan penyediaan perumahan, pertanian, industri, perdagangan serta
beragam kegiatan lainnya, maka sangat besar timbulnya potensi konflik diantara
bermacam-macam kepentingan dan fungsi dalam pemanfaatan ruang.
Besarnya potensi konflik dalam pemanfaatan ruang inilah memunculkan
kebutuhan untuk melakukan usaha-usaha penataan ruang. Secara sederhana penataan
ruang dapat diartikan sebagai upaya untuk mengatur pemanfaatan ruang sedemikian
rupa sehingga terjadi keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan sumberdaya yang
disebut ruang tersebut. Keseimbangan dan keadilan yang dimaksud misalnya
keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan luas lahan untuk pertanian, kehutanan,
perdagangan, industri dan kepentingan serta fungsi lainnya.
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya,
sedang tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak direncanakan. Untuk mendapatkan keseimbangan
lingkungan, berdasarkan fungsinya maka dalam penataan ruang dikenal adanya 2 (dua)
jenis kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana kawasan lindung
BAB IV
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 2
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedang kawasan
budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
Dilihat dari perspektif fungsi-fungsi manajemen, maka penataan ruang akan
merupakan sebuah siklus proses yang saling berhubungan yaitu perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana penataan ruang
tersebut berdasar wilayah administratif akan terdiri penataan ruang nasional, penataan
ruang provinsi dan penataan ruang kabupaten/kota.
44..11..22 RREEFFEERREENNSSII PPEERRAATTUURRAANN DDAANN PPEERRUUNNDDAANNGG--UUNNDDAANNGGAANN
PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG
Berkaitan dengan kegiatan penataan ruang, baik pada tataran perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang maupun pada tataran pengendalian pemanfaatan ruang,
beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan
diantaranya adalah :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan
Nasional
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran serta
Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah
6. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Tanggal 12 Agustus 2002,
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang
44..11..33 AAZZAASS--AAZZAASS DDAANN TTUUJJUUAANN PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG
Seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang
Penataan Ruang pasal 2 (dua) , maka proses penataan ruang berazaskan :
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 3
1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara :
• Terpadu
• Berdayaguna dan berhasilguna
• Serasi, selaras dan seimbang
• Berkelanjutan
Azas ini memberikan landasan bahwa dalam penataan ruang semua kepentingan
harus dijamin untuk diakomodasikan, apakah itu kepentingan masyarakat,
pemerintah maupun kepentingan swasta atau dunia usaha baik usaha skala besar,
menengah maupun yang berskala kecil atau golongan ekonomi lemah. Sedangkan
dilihat dari perspektif kemanfaatannya, penataan ruang harus berangkat dari
pemikiran untuk menghindari sedapat mungkin kemudaratan dalam pemanfaatan
ruang, mengingat sifat ketersediaan sumberdaya ruang yang terbatas artinya tidak
dapat ditambahkan dari yang tersedia dialam ini, oleh karenanya pemanfaatan
ruang harus diorientasikan pada dayaguna dan hasilguna bagi kesejahteraan
manusia secara agregat, luas dan menyeluruh tanpa mengorbankan kepentingan
yang bersifat privat, sehingga penataan ruang dapat mewujudkan kualitas ruang
sesuai potensi dan fungsi ruang yang tersedia.
Isu keselarasan, keserasian dan keseimbangan merupakan isu yang penting dalam
penataan ruang, terutama yang berkaitan dengan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan antar sektor dan
wilayah. Ketidakseimbangan dalam pertumbuhan pembangunan baik secara
spasial maupun secara sosial dan ekonomi akan menjadi problem yang serius
dalam pembangunan. Kemampuan daya dukung dan kelestarian sumberdaya alam
harus juga menjadi perhatian penting dalam penataan ruang mengingat kita
sedang terus mendorong konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), suatu model pembangunan yang memperhatikan kepentingan
generasi di masa yang akan datang.
2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum
Azas ini mengisyaratkan pentingnya keterlibatan semua unsur pemangku kepentingan
(stakeholders) dalam penataan ruang, baik pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang maupun pada fase pengendalian pemanfaatan ruang. Semua
anggota pemangku kepentingan mempunyai akses yang sama dalam memperoleh
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 4
informasi serta mempunyai kedudukan yang setara dalam proses penataan ruang
meskipun tentunya terdapat fungsi-fungsi yang berbeda. Sekalipun penataan ruang
merupakan domain publik, hal ini tidak mengabaikan rasa keadilan dan perlindungan
hukum bagi setiap warga dalam menjalankan hak dan kewajibannya berkaitan dengan
penataan ruang sehingga didorong untuk mencapai win-win solution.
Apabila azas-azas dalam penataan ruang dapat dioperasikan dalam menjadi landasan
bagi pemanfaatan ruang, maka diharapkan tercapainya tujuan dari penataan ruang,
antara lain :
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan
budidaya
3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
• Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera
• Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia
• Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara
berdayaguna, berhasil guna, dan tepatguna untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia
• Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan
• Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan
4.1.4 KKEERRAANNGGKKAA KKOONNSSEEPPTTUUAALL HHUUBBUUNNGGAANN RREENNCCAANNAA TTAATTAA RRUUAANNGG
DDEENNGGAANN RREENNCCAANNAA PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN
Rancangan sistem perencanaan pembangunan di daerah acapkali disusun dengan
cara menyederhanakan masalah, dimana rancangan sistem perencanaan tersebut
berupaya untuk menghindari penjelasan mengenai komplikasi hubungan diantara
beragam jenis dokumen perencanaan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam perencanaan pembangunan di daerah, baik hubungan yang bersifat vertikal
maupun yang bersifat horisontal. Realita selama ini menunjukkan bahwa terdapat
dikotomi antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan di daerah,
sehingga sulit ditelusuri hubungan antara perencanaan tata ruang di satu sisi dengan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 5
perencanaan pembangunan daerah di sisi yang lain. Tidak meleburnya perencanaan tata
ruang menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan di daerah menjadikan
implementasi perencanaan tata ruang di daerah tidak dapat berjalan secara efektif,
demikian juga dengan efektifitas pengendaliannya.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi
waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dibagi menjadi perencanaan jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini
kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut
sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Sementara itu tentang perencanaan keruangan di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang,
dimana dengan Undang-Undang ini secara hirarki Pemerintahan, Perencanaan Tata Ruang
dibagi menjadi Rencana Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang
membagi ruang dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Meskipun seringkali dinyatakan bahwa perencanaan tata ruang merupakan matra
keruangan dari perencanaan pembangunan, namun demikian didalam praktiknya sering
ditemui potensi jarak/gap bahkan potensi distorsi antara perencanaan keruangan dan
perencanaan pembangunan. Fakta mengenai hal ini seringkali ditemui pada saat diskusi
pembahasan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, dimana pembahasan tentang hubungan antara rencana pembangunan dan
rencana tata ruang tidak dapat dijelaskan dengan memuaskan. Ketidakjelasan ini
mengakibatkan sulitnya memberikan jawaban atas pertanyaan seberapa jauh rencana
tata ruang dapat dioperasionalisasikan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah
kembali perbincangan mengenai bagaimana rencana tata ruang dapat
dioperasionalisasikan ditengah-tengah beragam perencanaan pembangunan yang ada di
daerah.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 6
Beberapa Pandangan tentang Posisi Penataan Ruang
Anggapan masyarakat tentang fungsi penataan ruang yang diharapkan dapat
menyelesaikan segala persoalan pembangunan di daerah, telah memberikan beban moral
yang berat bagi para kaum perencana. Masalah-masalah sosial dan ekonomi di daerah,
seringkali dihubungkan dengan penataan ruang dalam melihat timbulnya masalah
maupun dalam mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Alisjahbana dalam
tulisannya berjudul Mendulang Uang dengan Tata Ruang mengungkapkan :
“Pertumbuhan ekonomi kota pada akhirnya ikut menggerakkan pertumbuhan kebutuhan
barang dan jasa sebagai ikutannya. Dari sini dilema itu dimulai. Pada satu sisi, perubahan
itu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial yang membutuhkan ruang.
Sementara pada sisi lain, sumberdaya dan ruang kota yang tersedia jumlahnya terbatas.
Dihimpit oleh permintaan yang terus berkembang itu, pertumbuhan kota perlu ditunjang
dengan perencanaan dan pengelolaan tata ruang yang mampu mengoptimalkan ruang
yang terbatas dan tidak bisa ditambah. Terlebih, mengingat pertumbuhan investasi pada
akhirnya menuntut peningkatan kuantitas dan kualitas ruang pula. Tetapi sayangnya,
sampai sejauh ini persepsi tata ruang yang diadopsi oleh pengelola kota belum banyak
mengakomodasi kepentingan masyarakat dan swasta. Paradigma yang berkembang
belum melihat keterkaitan antara tata ruang dengan pendanaan, baik dari pemerintah
maupun investasi swasta dan swadaya masyarakat bagi pembangunan kota. Lebih jauh
lagi, pola perencanaan tata ruang belum mampu memberikan dorongan dan kemudahan
bagi pengelola kota untuk menjabarkan tata ruang ke dalam program jangka menengah.
Padahal “rencana tata ruang kota” adalah pijakan bagi “dimensi spasial” dari pilar
pembangunan kota dan menjadi salah satu perangkat kebijakan jangka menengah dan
panjang yang menentukan arah dan skenario pembangunan kota pembangunan kota
yang dirangkai dengan pembangunan regional maupun nasional. Dengan demikian, tata
ruang juga diharapkan mampu menjelaskan prosedur pemberian izin investasi agar
sejalan dengan rencana tata ruang yang disusun. Namun sejauh ini rencana tata ruang
masih seperti sebuah perangkat yang tidak terkait langsung dengan rencana investasi
kota. Kalaupun ada, kekuatannya tak seberapa dan seringkali menyerah pada program
jangka pendek, apalagi jika ada kepentingan tertentu didalamnya. Setali tiga uang dengan
evaluasi tata ruang, yang lebih sebagai bahan justifikasi berbagai macam “kebijakan”
pada periode tertentu sebelumnya .”
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 7
Tulisan tersebut diatas mengisyaratkan beberapa pandangan tentang penataan ruang
antara lain sebagai berikut :
• Rencana tata ruang merupakan dimensi spasial pembangunan wilayah .
• Bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi didaerah dengan
penataan ruang.
• Penataan ruang yang berkualitas akan dapat mendorong rencana investasi didaerah.
• Pertumbuhan wilayah perlu ditunjang oleh pengelolaan tata ruang untuk
mengoptimasikan volume ruang yang terbatas.
• Masih didapati adanya kenyataan bahwa penataan ruang masih belum dapat
mengakomodasi rencana pembangunan dan pendanaan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat.
• Belum jelasnya hubungan antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan
pembangunan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius dalam implementasi
rencana tata ruang serta skenario pengembangan wilayah.
• Pengendalian tata ruang cenderung lemah yang diindikasikan dengan menangnya
kepentingan-kepentingan jangka pendek yang oportunistik dan bertentangan dengan
kaidah-kaidah penataan ruang.
Persepsi tentang penataan ruang yang dipenuhi dengan harapan-harapan yang
cukup besar terhadap perannya untuk menjadi inspirator utama pembangunan didaerah
ternyata belum dapat berjalan seperti diharapkan disebabkan terutama karena belum
“meleburnya” penataan ruang sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan di
daerah. Penataan ruang di satu sisi berjalan dengan format dan kaidah-kaidahnya sendiri
dan di sisi yang lain, perencanaan pembangunan berjalan dengan tata cara dan norma-
normanya sendiri.
Menanggapi hubungan antara rencana tata ruang dengan berbagai macam
perencanaan pembangunan, Achmad Djunaedi dalam tulisannya berjudul Alternatif
Model Penerapan Strategis dalam Penataan Ruang Kota di Indonesia, mengusulkan dua
alternatif model yaitu, model pertama perencanaan strategis pembangunan daerah
berjalan seiring secara kohesif dengan perencanaan strategis tata ruang wilayah, dan
model kedua rencana strategis menjadi payung bagi rencana pembangunan daerah dan
rencana tata ruang wilayah. Kedua model tersebut tampak pada diagram dibawah ini
pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 8
Gambar 4.1 :
Gambar 4.2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 9
Pada usulan alternatif model pertama, Djunaidi berusaha untuk “mereduksi”
potensi gap antara perencanaan pembangunan dengan perencanaan tata ruang wilayah
dengan cara menggunakan analisis SWOT yang sama bagi kedua perencanaan tersebut
dimana proses analisis SWOT ini dianggotai baik oleh perencana tata ruang maupun
perencana pembangunan, proses selanjutnya adalah langkah untuk “mengkohesikan”
antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan. Intinya model ini
mengusulkan agar terjadi proses saling memberikan masukan diantara kedua jenis
perencanaan tersebut mulai dari rencana berstrata strategis sampai yang berstrata
operasional baik kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun
yang dilaksanakan oleh swasta dan masyarakat.
Pada usulan alternatif model kedua, Djunaidi berusaha untuk lebih mempertegas
upaya “menghilangkan” gap antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penyusunan rencana tata ruang dan rencana pembangunan dimulai dengan terlebih
dahulu menyusun Rencana Strategis yang bersifat umum, tidak hanya dengan analisis
SWOT seperti pada model pertama.
2. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral di “dialogkan” dengan Rencana
Strategis Tata Ruang Wilayah. Dengan “mendialogkan” kedua jenis perencanaan
strategis tersebut diharapkan terjadi saling koreksi diantara kedua perencanaan
tersebut, sehingga potensi gap dan distorsi diantara keduanya diharapkan dapat
“dihilangkan” demikian keselarasan kedua jenis perencanaan tersebut dapat dicapai.
3. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral selanjutnya diterjemahkan dalam
Program Pembangunan Daerah demikian juga Rencana Strategis Tata Ruang Wilayah
diterjemahkan dalam Rencana Strategis Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan dan
Program Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan.
4. Pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merujuk kepada
berbagai perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan diatas.
Dua alternatif model tersebut diatas telah berusaha untuk memposisikan dimana
perencanaan tata ruang wilayah berada diantara tuntutan-tuntutan pembangunan baik
dibidang ekonomi maupun dibidang sosial serta bidang-bidang lainnya.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 10
Perencanaan Pembangunan di Daerah
Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan
Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun, perencanaan ini berisi
tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima)
tahun, memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut
sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
Beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam perencanaan pembangunan
didaerah ini diantaranya adalah bahwa RPJP Daerah berdurasi waktu 20 (duapuluh)
tahun, tentu ini berdurasi waktu lebih panjang dari RTRW Propinsi yang 15 (lima belas)
tahun dan RTRW Kabupaten/Kota yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, degan
demikian menjadi logis jika dilihat durasinya, RTRW Daerah “mengacu” kepada RPJP
Daerah. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana “teknik” untuk mengoperasikan
kata “mengacu” tersebut sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan atau tidak terjadi
distorsi antara RPJP Daerah dengan RTRW Daerah, sehingga RPJP Daerah dapat
bermetamorfosa dalam matra keruangan dalam 10 (sepuluh) tahun mendatang dalam
bentuk RTRW Daerah. Harapan akan peluang semacam ini menjadi semakin lebih besar
jika RPJP Daerah memuat substansi sektoral sekaligus juga implikasi keruangannya dan
dalam potongan-potongan skenario 5 (lima) tahunan.
RPJM Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahunan dimana penyusunannya
mengacu pada RPJP Daerah dan RPJM Nasional. Diantara RPJP Daerah dan RPJM Daerah
terdapat perencanaan RTRW yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, lebih panjang dari
RPJM Daerah, karenanya menjadi masuk akal jika RPJM Daerah “mengacu” kepada RTRW
Daerah, apalagi jika didalam RTRW Daerah memuat skenario potongan 5 (lima) tahunan.
Permasalahannya adalah dalam banyak kasus, RPJM Daerah tidak mengungkapkan
implikasi keruangan dari program-program pembangunannya, hal mana disebabkan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 11
karena tidak diungkapkannya lokasi kegiatan dari program-program pembangunannya.
Keadaan ini menjadikan RPJM Daerah lemah dan tidak berdaya sebagai instrumen
strategis dalam operasionalisasi perencanaan tata ruang di daerah. Faktor strategis lain
yang dapat dianggap sebagai unsur lemah RPJM Daerah sebagai instrumen
operasionalisasi rencana tata ruang adalah bahwa pelaku pemanfaat ruang adalah semua
stakeholder, yaitu pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat,
sementara RPJM Daerah hanya memuat program dan kegiatan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) dan Lintas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Lintas SKPD). Oleh
karenanya RPJM Daerah jika format muatannya seperti itu, maka lebih cocok disebut
sebagai Rencana Kegiatan 5 Tahun Pemerintah Daerah dan bukan perencanaan
pembangunan di daerah karena tidak mengintegrasikan kegiatan pembangunan seluruh
stakeholdernya.
Jika RPJM Daerah bersifat indikatif maka Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang berdurasi tahunan relatif lebih bersifat definitif karena keterlaksanaannya
akan didukung dengan ketersediaan anggaran yang disebut sebagai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan demikian secara teoritis seharusnya
RKPD akan menjadi instrumen yang lebih nyata dalam operasionalisasi rencana tata ruang
khususnya dari sektor pemerintah daerah. Namun dalam kenyataannya RKPD ini lemah
fungsinya sebagai instrumen operasionalisasi rencana tata ruang baik RTRW apalagi
RDTRK/RBWK karena karena penyusunannya tidak diorientasikan kepada kedua
perencanaan tata ruang tersebut dan tidak dimilikinya Program Distrik Multi Sektor.
Bagian lain yang tidak kalah pentingnya dalam mengoperasikan perencanaan
pembangunan dan perencanaan keruangan adalah perencanaan keuangan dan
perencanaan kelembagaan.
Usulan Alternatif Hubungan Rencana Tata Ruang dengan Rencana
Pembangunan
Selama ini dikalangan masyarakat berkembang pandangan tentang hubungan
antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan sebagai dua hal yang terpisah,
walaupun di beberapa pembahasan ada upaya untuk “mendekatkan” keduanya. Dalam
bahasa masyarakat yang lebih sederhana seringkali diungkapkan sebagai “rencana tata
ruang berjalan sendiri dan rencana pembangunan juga berjalan sendiri, masing-masing
berjalan sendiri-sendiri”. Memang dasar hukum dari kedua jenis perencanaan tersebut
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 12
disusun secara terpisah yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Draft RUU perubahan UU Penataan Ruang dalam penjelasannya
juga mengusulkan upaya mendekatkan kedua jenis perencanaan tersebut dengan
menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah harus mengacu kepada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, namun hal ini dapat menimbulkan tafsir bawa
perencanaan tersebut bersifat “sequensial” yaitu penyusunan RPJP dahulu baru
peyusunan RTRW padahal keduanya adalah sama-sama perencanaan jangka panjang.
Dalam pemahaman yang lain bila konsep seperti dilaksanakan, hal itu akan dapat
mematikan konsep untuk “mendialogkan” kedua perencanaan tersebut.
Implikasi praktis yang nyata dalam perencanaan pembangunan didaerah seperti
telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan adalah bahwa baik dalam pembahasan
penyusunan draft RPJP-Daerah maupun draft RPJM-Daerah tidak dapat dijelaskan sampai
sejauh mana kedua perencanaan pembangunan tersebut telah “didialogkan”, karena tidak
adanya pemahaman konseptual mengenai pentingnya hal tersebut, disamping secara
teknis tidak adanya tekanan metodologis untuk melakukannya. Karenanya perencanaan
pembangunan terutama pada RPJM-Daerah yang pada intinya merupakan pernyataan
perencanaan sektoral tidak mengungkapkan lokasi kegiatan yang direncanakannya dan
akibatnya perencanaan pembangunan seperti itu tidak dapat mengungkapkan implikasi
spasialnya.
Untuk menghindari beberapa kelemahan hubungan antar jenis perencanaan
tersebut diatas disampaikan beberapa hal :
1. Jika kita simak lebih mendalam mengenai isi apa yang disebut selama ini sebagai
“Rencana Pembangunan” esensinya adalah “perencanaan pembangunan berbagai
sektor pembangunan” atau lazim disebut sebagai perencanaan sektoral.
2. Langkah pelaksanaan kegiatan pembangunan sektoral harus dipandang sebagai
bagian dari program-program untuk mengimplementasikan rencana tata ruang,
sehingga rencana tata ruang dapat mengarahkan dan menunjukkan implikasi
keruangan dari perencanaan sektoral.
3. Untuk mengkorelasikan semua perencanaan didaerah, perlu dipikirkan untuk
memberi arti “Rencana Pembangunan” sebagai integrasi perencanaan spasial,
perencanaan sektoral serta perencanaan pendukung sebagai penjamin
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 13
terlaksananya kedua perencanaan tersebut yaitu perencanaan finansial dan
perencanaan institusional.
4. Dengan integrasi seluruh perencanaan di daerah menjadi “Rencana Pembangunan”
maka akan ada keharusan secara metodologis untuk “mendialogkan” (dalam posisi
kesetaraan) diantara perencanaan spasial, perencanaan sektoral, perencanaan
finansial dan perencanaan institusiaonal, sehingga akan terjadi dinamisasi dan
harmonisasi diantara berbagai perencanaan tersebut.
5. Untuk mendukung keterlaksanaan pada point 4 tersebut diatas, penyusunan
“Perencanaan Pembangunan” maka diusulkan hanya ada satu “tim penyusun
perencanaan pembangunan” untuk mendukung interkorelasi semua perencanaan.
6. Kedepan perlu dipertimbangkan kemungkinan integrasi dari Undang-Undang
Penataan Ruang dan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan.
Secara sederhana hubungan dan content dasar dari “Perencanaan Pembangunan”
dapat digambarkan dalam matrix dibawah ini .
44..11..55 PPEERRAANN SSEERRTTAA MMAASSYYAARRAAKKAATT DDAALLAAMM PPEENNAATTAAAANN RRUUAANNGG
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Dimensi Waktu Perencanaan
Materi Perencanaan Terintegrasi
Jangka Panjang
PerencanaanSpasial
PerencanaanSektoral
Perencanaan Finansial
Perencanaan Institusional
Jangka
Menengah
Jangka Pendek
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 14
Bila disimak secara mendalam, tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang
adalah kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang yang berkualitas, yaitu
pemanfaatan ruang yang selaras, serasi dan seimbang diantara keseluruhan kepentingan,
baik kepentingan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup manusia maupun
kepentingan kelestarian lingkungan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup
generasi dimasa yang akan datang. Dengan demikian bila ditanya untuk siapa penataan
ruang perlu dilakukan, maka tentu tidak lain dan tidak bukan jawabnya adalah untuk para
pemangku kepentingan atau stakeholder ruang tersebut dimana para anggotanya adalah
masyarakat secara umum, kalangan dunia usaha dan pemerintah.
Apabila dapat difahami bahwa penataan ruang ditujukan bagi kemanfaatan para
pemangku kepentingan atau stakeholder, maka menjadi strategis keterlibatan secara
egaliter para pemangku kepentingan dalam proses penataan ruang, baik pada proses
perencanaan, pemanfaatan maupun pada proses pengendalian, agar tercapai
pemanfaatan ruang yang berkualitas sehingga penataan ruang mampu memberikan
kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai
sebagai rujukan atau pedoman bagaimana peran serta masyarakat dapat dilaksanakan
dalam penataan ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 Tentang ”Penataan Ruang”,
Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang ”Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang”,
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 Tentang ”Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah”.
UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang menyatakan dengan tegas
tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang. Dalam pasal 5 ayat 1
Undang-Undang ini dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban berperan dalam
memelihara kualitas ruang”, sedang ayat 2 menyatakan “ Setiap orang berkewajiban
menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara pasal 4 ayat 2 Undang-
Undang tersebut menyatakan “Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata
ruang, berperan serta dalam penyusunan tata ruang, memperoleh penggantian yang
layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan
yang sesuai tata ruang”. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang ini mempertegas peran serta
masyarakat dalam penataan ruang, seperti dinyatakan sebagai berikut : “Penataan ruang
dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat”.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 15
Dari pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun
1992 tersebut dapat dipahami beberapa hal tentang hak, kewajiban dan peran serta
masyarakat dalam penataan ruang sebagai berikut :
1. Pada setiap fase penataan ruang, yaitu pada fase perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang setiap orang sebagai
anggota masyarakat berhak untuk terlibat secara langsung dan aktif untuk
mengambil peran sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya.
2. Lebih dari sekedar memiliki hak untuk ikut terlibat dalam penataan ruang, bahkan
setiap orang diwajibkan berperan serta dalam memelihara kualitas ruang, seperti
diamanatkan ayat 1 pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.
3. Setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak berupa akses untuk
mendapatkan informasi yang seluas-luasnya tentang rencana tata ruang, hal ini
penting karena dengan keterbukaan tentang rencana tata ruang, diharapkan dapat
mengurangi pelanggaran tata ruang. Untuk mengoperasikan kebijakan ini tentu
diperlukan dukungan perangkat sistem informasi ketataruangan yang handal,
sehingga setiap orang dapat mengaksesnya dengan cepat, mudah, murah dan
akurat.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan dalih kepentingan pembangunan sekalipun
tidak boleh merugikan setiap orang yang “property” nya terkena dampak
pembangunan, namun sebaliknya setiap anggota masyarakat harus mendapat “ganti
untung” dari dampak pembangunan tersebut.
Bagaimana bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan,
diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang. Pasal 15 peraturan pemerintah ini menyebutkan beberapa bentuk peran serta
masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagai
berikut :
1. Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan
dicapai.
2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan
untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang
kawasan.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 16
3. Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten/kota.
4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan
strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota.
6. Kerjasama dalam penelitian
7. Bantuan tenaga ahli
Tentang peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota, pasal 16 peraturan ini menyebutkan beberapa bentuk, yaitu :
1. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-
undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku.
2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola
pemanfaatan di kawasan perkotaan dan perdesaan.
3. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan.
4. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
5. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten / Kota.
6. Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang.
7. Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dan kota, didalam pasal 17 peraturan ini, menyebutkan beberapa bentuk yang
dapat dilaksanakan, yaitu :
1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.
2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan
ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 17
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang,
lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah,
dimana didalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses perencanaan tata ruang meliputi
2(dua) langkah utama, yaitu langkah pertama adalah penyusunan rencana tata ruang dan
dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu penetapan rencana tata ruang.
Proses penyusunan rencana tata ruang mencakup tiga langkah penting yaitu
pertama penentuan arah pengembangan, kedua pengidentifikasian potensi dan masalah
dan yang ketiga yaitu perumusan perencanaan tata ruang. Penentuan arah
pengembangan merupakan kegiatan untuk menentukan arah pengembangan yang
hendak dicapai oleh sebuah wilayah kabupaten atau kota ditinjau dari segi ekonomi,
sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan
keamanan. Pengidentifikasian potensi dan masalah adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah
atau kawasan yang direncanakan tata ruangnya, sedang perumusan perencanaan tata
ruang adalah proses untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW
Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang , dan Rencana Teknik Ruang.
Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang
Kabupaten/Kota pada prinsipnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 seperti dinyatakan dalam
pasal 6 ayat 1 dan 2 pada prinsipnya sama dengan yang dinyatakan dalam PP Nomor 69
Tahun 1996 pasal 16 tersebut diatas. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata
ruang dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau
masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikota. Sementara pada
fase proses penetapan RTRW Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara
lisan atau tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Beberapa pernyataan penting dalam Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 yang perlu
dicatat antara lain :
• Pasal 13 ayat 2, dalam persiapan penyusunan atau penyempurnaan RTRW
Kabupaten/Kota, RDTR, Rencana Teknik Ruang, Bupati/Walikota wajib
mengumumkannya kepada masyarakat.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 18
• Pasal 13 ayat 4, pengumuman tentang kegiatan penyusunan atau penyempurnaan
rencana tata ruang dilakukan setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak,
media elektronik, serta forum pertemuan.
• Pasal 13 ayat 5, forum pertemuan diadakan sampai tingkat Kecamatan untuk
penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota.
• Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 22 ayat 5 , pada tahap penentuan arah pengembangan dan
identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota peran serta
masyarakat dalam bentuk pemberian masukan disampaikan kepada Bupati/Walikota
melalui Bapekab/Bapeko.
• Pasal 16 ayat 6 dan Pasal 22 ayat 5, pemberian masukan oleh masyarakat pada tahap
penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan
wilayah Kabupaten/Kota, dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah diumumkan.
• Pasal 16 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 6, pemberian masukan oleh masyarakat, dapat
dilakukan secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD
Kabupaten/Kota, atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara
yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko.
• Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1, untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat,
tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat, informasi tentang arah
pengembangan serta identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah
Kabupaten/Kota, dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan
para pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD
Kabupaten/Kota dan instansi terkait.
• Pasal 32 dan 33, proses perumusan perencanaan tata ruang dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat melalui pemberian masukan yang dilaksanakan
melalui lokakarya atau sarasehan dengan melibatkan para pakar, tokoh masyarakat,
bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD dan instansi terkait di daerah, untuk
selanjutnya hasilnya akan dirumuskan dalam rancangan rencana tata ruang seperti
RTRW Kabupaten/Kota.
• Pasal 34 dan 35, Rancangan RTRW Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh
Bapekab/Bapeko diumumkan kepada masyarakat secara luas setidaknya selama 7
(tujuh) hari melalui media cetak atau media elektronik serta melalui forum pertemuan.
Pengajuan keberatan disampaikan masyarakat maksimum selama 30 (tiga puluh) hari
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 19
sejak diumumkan, kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko secara tertulis
dengan tembusan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau secara lisan yang dicatat
dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko. Semua
masukan dibahas dalam forum pertemuan dengan melibatkan pakar dan tokoh
masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota,
Bapekab/Bapeko, Instansi Terkait. Hasil pembahasan pada forum pertemuan ini
ditindak lanjuti Bapekab/Bapeko untuk penyempurnaan Rancangan RTRW
Kabupaten/Kota.
• Pasal 47, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan Dokumen
RTRW Kabupaten/Kota beserta Berita Acara Peran Serta Masyarakat dalam Proses
Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dan disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang, khususnya yang
berkaitan dengan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, berdasar
Permendagri Nomor 9 tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, secara sederhana dapat digambarkan dalam
diagram skematik sebagai berikut :
Proses Perencanaan Tata Ruang dan Peran Serta Masyarakat
Sumber : Warta Kebijakan
Tahap 2 Penentuan arah pengembangan termasuk identifikasi potensi dan masalah : - Penyampaian masukan
Bupati/ Walikota DPRD Bapekab/ Bapeko
Jangka waktu : 30 hari
Tahap 1 Persiapan - Pengumuman
rencana penyusunan Rencana Tata Ruang
Pengumuman lewat : - Media massa, TV,
Radio, Surat Kabar, dll
- Forum pertemuan Jangka waktu : 7 hari
Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan
Tahap 3Perumusan Rencana :
- Penyusunan rencana berdasarkan “Masukan Publik” dan dinas sektoral melalui lokakarya intern
- Pengumuman rancangan
lewat media massa Forum pertemuan (7 hari)
- Penyampaian keberatan Jangka waktu : 30 hari - Penyempurnaan
Rancangan
Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan
Tahap 4Penetapan Rencana - Penyampaian
rancangan dan berita acara
- Penetapan rencana tata ruang
Sidang DPRD
Peraturan Daerah (PERDA)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 20
Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang
Dalam Perencanaan Tata Ruang Dalam Pemanfaatan Ruang Dalam Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah Indentifikasi potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang Kerjasama penelitian dan pengembangan Bantuan tenaga ahli
Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan bentuk dan pola pemanfaatan pedesaan dan perkotaan Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan tata ruang yang telah ditetapkan Pengaturan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian lingkungan
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang
Sumber : Warta Kebijakan
44..11..66 KKEELLEEMMBBAAGGAAAANN PPEERREENNCCAANNAAAANN TTAATTAA RRUUAANNGG DDII KKOOTTAA BBAANNDDAA
AACCEEHH
Seiring dengan adanya trend untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi
dalam berbagai macam keputusan tentang kebijakan publik, maka semakin besar tekanan
untuk meyakinkan bahwa penataan ruang adalah bagian dari domain publik, oleh
karenanya dipandang menjadi sangat strategis keterlibatan masyarakat dan seluruh
anggota stakeholder lainnya termasuk pemerintah dan dunia usaha atau sektor swasta
dalam proses penataan ruang. Selama ini memang dirasakan pemerintah yang paling
mendominasi proses penataan ruang, yang kemudian didapati berbagai kelemahan dan
kekurangan yang diwujudkan dalam bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang dilihat
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 21
dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Para pihak termasuk anggota masyarakat
dan dunia usaha sebagai bagian dari stakeholder atas lahan yang ruangnya ditata selama
ini tidak banyak dilibatkan, padahal merekalah yang memiliki property right atas lahan
tersebut sehingga semestinya development right mereka juga diperhatikan dan dihargai
dengan cara melibatkan mereka secara aktif dan egaliter dalam proses penataan ruang.
Di kota Banda Aceh, anggota stakeholder dalam penataan ruang disamping unsur
Pemerintah Kota seperti Badan Perencana Kota (Bapeko), Dinas Tata Kota, Bagian-bagian
pada Sekretariat Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Prasarana
Jalan dan Sumber Daya Air, Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas
Perhubungan serta Dinas-dinas teknis kota lainnya, juga organisasi-organisasi non
pemerintah seperti organisasi masyarakat (Ormas), organisasi sosial-politik (Parpol),
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, organisasi dunia usaha,
perguruan tinggi, lembaga penelitian, ulama, cendekiawan, mukim, tengku, lembaga adat
serta organisasi dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Secara lebih rinci anggota
stakeholder perencanaan tata ruang (RTRW) Kota Banda Aceh tampak dalam tabel
sebagai berikut dibawah ini :
TABEL 4.1 DAFTAR STAKEHOLDER
REVISI RTRW KOTA BANDA ACEH TAHUN 2006
PEMERINTAH
1). Bapeko (Badan Perencanaan Kota) 2). Kantor Kecamatan 3). Administrator pelabuhan 4). Dinas PU 5). Bapeprop (Badan Perencanaan Propinsi) 6). Semua Kecamatan 7). Bapekab (Badan Perencanaan Kabupaten) 8). Kimpraswil 9). Sekretariat Daerah 10). Dinas Pasar 11). Dinas Tata Kota dan Pemukiman 12). Dinas Kebersihan dan Pertamanan 13). Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan 14). Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air 15). Dinas Perhubungan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 22
NON PEMERINTAH
1). Mukim 2). Ulama/Tengku/Tuku 3). Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) 4). Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) 5). Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA) 6). Bakti Sosial Pembangunan Desa (UKM-BSPD) 7). Lembaga Pusat Penelitian Ilmu Budaya 8). Forum LSM Aceh 9). Walhi 10). Pusat Studi HAM 11). Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) 12). Organisasi Keagamaan 13). Organisasi Sosial 14). Prganisasi Kepemudaan 15). Forsikal (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup) 16). Partai Politik PKS, PPP, Golkar, PAN dan Demokrat) 17). Dr. Nazamuddin (Akademisi) 18). Syarifah Rahmatillah (Ketua Mispi) 19). Adli Abdullah (Akademisi) 20). Dr. Raja Masbar (Akademisi) 21). Ir. Imran A. Rahman M.Eng (Akademisi) 22). Ir. Ismail Yusuf. M.Eng (Akademisi) 23). LSM : FORSIKAL (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup)
24). LSM : KKTGA (Kelompok Kerja Transformasi Gender) 25). LSM : LPLH (Lembaga Pembelajaran Lingkungan Hidup) 26). LSM : LPSELH (Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Hidup)
27). LSM : CCDE (Pusat Pengembangan Masyarakat dan Pendidikan)YAM (Yayasan Abdi Masyarakat) 28). LSM : YBA (Community for Farmers and Environment Development) 29). LSM : YPSI (Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia 30). LSM : SAHARA (Yayasan Suara Hati Rakyat) 31). LSM : FA (Yayasan Flower Aceh) 32). LSM : YASMA (Yayasan Karya Bersama) 33). LSM : PASE (Yayasan Pagar Alam Indonesia)
34). LSM : YAB (Yayasan Anak Bangsa) 35). LSM : YRBI (Yayasan Rumpun Bambu Indonesia 36). LSM : YAPDA (Yayasan Putra Dewantara): Empowering Circle for Society Movement 37). Masyarakat (mukim, LSM) 38). Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll) 39). Pelabuhan 40). Apindo 41). Masyarakat Nelayan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 23
PENGGUNA
1). Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll) 2). Pengelola prasarana (pelabuhan penyeberangan, pelabuhan perikanan,
terminal 3). Investor 4). PDAM 5). PLN 6). Telkom 7). Dinas Kebersihan/TPA 8). Pemkot/Dinas sektoral 9). TNI 10). Polri 11). Asosiasi PKL 12). REI 13). Apindo 14). Organda 15). Masyarakat (mukim, LSM) 16). Kelompok profesional 17). Akademisi/pengamat
Agar proses partisipasi masyarakat dalam penyempurnaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Banda Aceh tahun 2006 dapat berjalan dengan efektif, pada tahap awal
diusulkan dibahas 8 (delapan) issue strategis Kota Banda Aceh. Issue-issue strategis
tersebut pada dasarnya merupakan beberapa permasalahan kunci yang akan memberi
pengaruh penting bagi RTRW Kota Banda Aceh. Kedelapan usulan issue strategis tersebut
akan dibahas dalam forum konsultasi publik dimana dalam forum tersebut dibentuk
kelompok-kelompok kerja yang kelompok kerja tersebut merupakan Focus Group
Discussion (FGD). Issue-issue strategis yang diusulkan tersebut adalah :
1. Zoning umum kota dengan wawasan bencana
2. Pembatasan pemanfaatan ruang kawasan pantai
3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang kawasan pusat kota lama
4. Rencana pengembangan kota kearah selatan
5. Rencana pembangunan pusat pelayanan sekunder (sub city centre)
6. Rencana pengembangan jalan utama kota
7. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk sampah
8. Pembatasan pemanfaatan lahan sebagai solusi untuk menangani banjir
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 24
ZONING UMUM KOTA
DENGAN WAWASAN BENCANA
FGD I
SOSIALISASI KONSEP RTRW JICA DAN PU
PEMBATASAN PEMANFAAT-
AN RUANG KAWASAN
PANTAI
PEMBATASAN INTENSITAS PEMANFAAT-
AN RUANG
KAWASAN PUSAT KOTA
LAMA
RENCANA PENGEMBANGAN KOTA KE
ARAH SELATAN
FGD II
FGD III
FGD IV
FGD V
FGD VI
FGD VII
FGD VIII
REN-BANG PUSAT
PELAYANAN SEKUNDER (SUB CITY CENTRE)
RENCANA PENGEMBANGAN JALAN
UTAMA KOTA
LOKASI
TPA
PEMBATASAN
PEMANFAATAN LAHAN
SBG SOLUSI UTK
MENANGANI BANJIR
REVISI RTRW JICA DAN
PU
Masukan, Saran, Kritik, Usulan Perbaikan Konsep RTRW Jica dan PU
REKONFIRMASI/SOSIALISASI RTRW KOTA BANDA ACEH HASIL REVISI
QONUN
QONUN
Organisasi pembahasan issue-issue strategis digambarkan sebagai berikut :
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 25
Model partisipasi masyarakat dalam perencanaan sektor publik dari waktu kewaktu
terus mengalami perkembangan kualitas yang positif. Kalau pada mulanya model
partisipasi masyarakat ini hanya sampai pada tingkatan “sosialisasi” yang diartikan
sebagai perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah sekedar hanya diinformasikan
kepada masyarakat, pada tingkatan ini masyarakat tidak secara aktif terlibat, masyarakat
terlibat pada posisi sangat pasif, hanya menerima saja perencanaan yang sudah jadi
untuk “dipaksakan” pelaksanaannya. Pada fase yang lebih maju masyarakat diundang
pada proses awal perencanaan, diminta masukan dan kritiknya, masukan dan kritik
tersebut ditampung oleh pemerintah dan kemudian hasil analisis yang berupa rencana
disampaikan kepada masyarakat untuk diimplementasikan, tetapi pada fase ini tidak ada
penjelasan tentang hasil masukan dan kritik yang telah disampaikan masyarakat mana
yang diterima, mana yang ditolak, dan mengapa masukan dan kritik tersebut diterima
atau ditolak. Pada fase yang lebih maju lagi partisipasi masyarakat perencanaan sektor
publik, khususnya pada perencanaan tata ruang, para anggota stakeholder yang
seharusnya lebih dominan dalam proses perencanaan tata ruang, sedang unsur
pemerintah sebagai bagian stakeholder lebih banyak pada posisi sebagai pihak yang
memfasilitasi proses perencanaan yang dimotori oleh masyarakat dan anggota
stakeholder lainnya. Apabila aktor utama dalam proses perencanaan tata ruang adalah
masyarakat dan anggota stakeholder lainnya, maka segala konflik-konflik kepentingan
dalam penataan ruang akan menjadi agenda pembahasan yang penting dalam proses
perencanaan tata ruang untuk dicarikan kesepakatan solusinya dengan tetap
memperhatikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ketataruangan yang telah diterima secara
umum, dan jika ini dapat dilaksanakan maka kita sedang mengimplementasikan konsep
“consensus planning” yang diberi arti oleh Johan Woltjer sebagai “Consensus planning
is proposed here not only to include process-related quality demands such as
transparency and legitimacy, but also specifically to include, and not reject, substantive
values and expert knowledge in planning”.
Untuk mengoperasikan konsep participatory planning atau consensus planning
dalam mendorong peran serta masyarakat pada proses revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah kota Banda Aceh, dimulai dengan membahas beberapa issue strategis akan
dibahas dalam forum dialog publik, dimana para anggota stakakeholder membahas dan
menyepakati setiap permasalahan pada setiap issue strategis dalam kelompok kerja
focus group discussion (FGD).
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 26
44..11..77 IIZZIINN MMEENNDDIIRRIIKKAANN BBAANNGGUUNNAANN
Dalam rangka pengaturan dan penataan tata ruang perkotaan yang serasi,
seimbang dan berdaya guna, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
orang perorang atau badan untuk mendirikan, memperluas dan merehab/memperbaiki
bangunannya tetapi harus disesuaikan dengan perencanaan tata ruang kota, disamping
itu tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna
bangunan. Karena pengguna itulah yang akan menempati dan mempergunakan
bangunan tersebut.
Dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan maka pengguna akan merasa
tenang dan nyaman menempati bangunan. Tentunya bangunan tersebut harus sesuai
dengan rencana tata ruang kota serta memenuhi persyaratan teknis, sehingga akan
memudahkan pengaturan dan penambahan sarana dan prasarana dalam menunjang
kegiatan masyarakat maupun pengguna bangunan, dengan harapan terciptanya pola
lingkungan yang nyaman, serasi serta aman bagi penghuninya.
Didalam pendirian bangunan untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya
pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau
badan ketika hendak mendirikan sebuah bangunan.
Adapun syarat-syarat izin mendirikan bangunan adalah sebagai berikut :
a. Syarat Administratif
1. Surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon di atas materai Rp. 6000,-
dan diketahui Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi bangunan akan dirikan.
2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon
3. Surat Rekomendasi dari Camat setempat di mana lokasi bangunan akan didirikan.
4. Fotocopy Sertifikat dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh.
5. Dilampirkan surat bukti atas hak tanah lainnya yang disahkan oleh pejabat yang
berwenang, dan pemohon terlebih dahulu harus mendaftarkan tanahnya pada
kantor Pertanahan Kota Banda Aceh untuk diterbitkan SKPT.
6. Fotocopy Surat Tanda Lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir.
7. Surat Pernyataan Pemohon bahwa tanah tidak dalam sengketa yang diketahui
oleh Lurah/Geuchik setempat (khusus bagi tanah yang belum bersertifikat atau
telah berakhir haknya)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 27
8. Surat Perjanjian atau Surat Kuasa yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
untuk itu (bila pemohon bukan pemilik tanah)
9. Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari Pemilik Tanah terhadap tanah yang
termasuk dalam bagian Garis Sempadan Bangunan (GSB)/Rencana Perluasan
Jalan, khusus untuk bangunan dengan fungsi Usaha.
10. Fotocopy IMB lama beserta lampirannya (khusus untuk Rehabilitasi/
Renovasi/Penambahan bangunan).
b. Syarat Teknis
1. Advice Planning/Keterangan Rencana Peruntukan yang diterbitkan oleh Dinas Tata
Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh.
2. Gambar Rencana Bangunan (Site Plan dan Sistem Jaringan Drainase untuk
pengolahan air limbah, Denah, Tampak, Potongan) dan Spesifikasi Teknis yang
dibuat oleh perencana/konsultan
3. Perhitungan Struktur Konstruksi dan Gambar Detail
Adapun prosedur proses perizinan pendirian bangunan ada tahapan-tahapan yang
harus dipatuhi oleh orang atau badan. Prosedur proses perizinan adalah sebagai berikut:
1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Bagian Tata Usaha dengan
melampirkan fotocopy KTP dan Sertifikat Tanah
2. Bagian Tata Usaha membuat agenda pendaftaran kemudian diajukan ke Kepala Dinas
3. Kepala dinas membuat disposisi kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang/Tata
Kota untuk diperiksa kelengkapan surat permohonan.
4. Subdin Tata Ruang/Tata Kota melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dari surat
permohonan bila belum lengkap dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi dan bila
sudah lengkap dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas lahan yang akan
dibangun
5. Dibuatkan Advice Planning/Surat Keterangan Rencana Peruntukan kemudian
diserahkan kepada pemohon
6. Pemohon berkonsultasi dengan Perencana/Konsultan untuk pembuatan gambar
Bangunan dan Persyaratan Teknis Lainya setelah sesuai
7. Kemudian mengajukan permohonan tentang Izin Mendirikan Bangunan ke Bagian
Tata Usaha untuk membuat agenda/pendaftaran
8. Bagian Tata Usaha mengajukan ke Kepala Dinas untuk disposisi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 28
9. Kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang / Tata Kota dan Subdin Perizinan
Bangunan untuk pembuatan peta situasi bangunan dan pemeriksaan kelengkapan
permohonan.
10. Diserahkan ke bagian Administrasi untuk kelengkapan Administrasi
11. Setelah Administrasi lengkap dilakukan penelitian teknis dan penetapan biaya retribusi
12. Pemohon menyetorkan retribusi ke Bendaharawan kemudian disetorkan ke kas
Daerah
13. Setelah itu dibuatkan penyiapan SIMB
14. Walikota memberi persetujuan dan menandatangani SIMB
15. SIMB di serahkan ke Dinas Tata Kota dan Permukiman untuk regristasi dan
penyerahan SIMB ke Pemohon
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 29
Bagan Alir Prosedur Izin Mendirikan Bangunan
PEMOHON
Permohonan Advice Planning (Melampirkan Fotocopy KTP
dan Sertifikat tanah)
BAGIAN TATA
Agenda Pendaftaran
KEPALA DINAS
Diposisi
SUBDIN TATA RUANG/TATA
PERENCANA / KONSULTAN
Pembuatan Gambar Bangunan dan Persyaratan
PERMOHONAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
BAGIAN TATA USAHA
Agenda Pendaftaran
KEPALA DINAS
Disposisi
SUBDIN TATA RUANG/ TATA KOTAPembuatan Peta Situasi
Bangunan
SUBDIN PERIZINANBANGUNAN
Pemeriksaan Kelengkapan Pemohonan
Pengukuran Situasi Lapangan
Advice Planning (Surat Keterangan Rencana
Peruntukan)
Pemohon
Penelitian Administrasi
Penelitian Teknis
Penetapan Biaya Retribusi
Penyiapan SIMB
WALIKOTA
Persetujuan / penandatanganan SIMB
DINAS TATA KOTA DAN PERUKIMAN
Regristrasi dan Penyerahan SIMB
PEMOHON
Penyetoran Retribusi
BENDAHARAWAN
Penerimaan Retribusi Penyetoran ke Kas Daerah
PEMOHON
Pemeriksaan Kelengkapan Permohonan
A D V I C E
P L A N N I N G
I Z I N
M E N D I R I K A N
B A N G U N A N
(IMB)
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 30
TABEL 4.2 DASAR PEMBEBANAN BIAYA IMB
No Jenis Bangunan Fungsi Bangunan Bangunan
Permanen Bangunan semi
Permanen
1 Hunian Rumah Tinggal Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Rumah Tinggal Deret Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Rumah Susun Apartemen Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Rumah Tinggal Villa Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
2 Usaha Perkantoran Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Perdagangan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Perhotelahan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Industri Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Bioskop Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Pariwisata dan Rekreasi Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 31
No Jenis Bangunan Fungsi Bangunan Bangunan
Permanen Bangunan semi
Permanen
Terminal Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Penyimpanan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
No Jenis Bangunan Fungsi Bangunan Bangunan
Permanen Bangunan semi
Permanen
3 Sosial & Budaya
Pendidikan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Pelayanan Kesehatan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Olah Raga Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Kebudayaan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Pelayanan Umum Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Panti Asuhan Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
4 Keagamaan Tempat Ibadah Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 32
No Jenis Bangunan Fungsi Bangunan Bangunan
Permanen Bangunan semi
Permanen
Pesantren Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Sejenisnya Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
5 Khusus Reaktor Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Menara Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Tower Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Tugu Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Militer Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Sejenisnya yang diputuskan oleh Menteri Terkait
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Lantai 4 Keatas
6 Pagar Melindungi Tanah Per M Per M
Sejenis Per M Per M
44..11..88 IIZZIINN GGAANNGGGGUUAANN
Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No
20 Tahun 1997 bahwa tempat usaha pada lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan perlu mendapatkan izin gangguan dari walikotamadya. Pemberian
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 33
izin diberikan kepada orang atau badan yang akan mendirikan sebuah usaha dalam
memanfaatkan tata ruang dan penggunaan sumber daya alam dalam rangka untuk
menjaga kelestarian lingkungan.
Setiap usaha mendirikan bangunan/usaha perlu adanya izin gangguan dengan
tujuan untuk menata lokasi tata ruang agar tercipta lingkungan yang tertib, aman dan
nyaman.
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin gangguan. Pengurusan Izin Gangguan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Surat permohonan yang ditandatangani permohon diatas materei Rp. 6000 diketahui
Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi didirikan bangunan.
2. Photo copy KTP yang masih berlaku
3. Retribusi sampah dari Dispenda
4. Retribusi Kartu Tabung Racun Api
5. Rekomendasi dari Camat
6. Photo Copy Akte Perusahaan
7. Status tempat usaha
8. Bukti Lunas PBB
9. Fotocopy SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
10. Izin HO (Izin Gangguan) dari Bagian Hukum
11. Rekomendasi Dinas Informasi & Komunikasi
12. Rekomendasi Dinas Kesehatan/Kartu Kier Kesehatan
13. Rekomendasi dari Polres
14. Rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
15. Rekomendasi dari Dinas Peternakan
16. Rekomendasi dari Dinas Industri dan Perdagangan
17. Rekomendasi dari Dinas LLAJ
18. Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama
19. Rekomendasi dari Bapelda
Prosedur proses perizinan gangguan melalui tahapan-tahapan yang harus dipatuhi
oleh orang atau badan untuk mempercepat prosesnya dan demi kelancarannya, tahapan
dalam pengurusan Ijin Gangguan tampak dalam diagram dibawah ini :
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 34
Bagan Alir Proses Izin Gangguan
Surat Permohonan
Bagian Umum
Asisten I
Bagian Hukum
Syarat-syarat
1. Foto Copy KTP 2. Status tempat usaha 3. Akta pendirian dari Notaris 4. Rekomendasi dari Camat 5. Gambar Situasi /sket Lokasi Usaha 6. Tanda Lunas Retribusi Sampah 7. Kartu Pemadam Kebakaran 8. Tanda Lunas PBB 9. Rekomendasi dari instansi yang
berkaitan dengan jenis usaha
Bagian hukum Bagian Ekonomi Bagian Paperda Dinas Tata Kota Pemadam
Peninjauan Lapangan
Berita Acara Peninjauan
Diterima/ditolak
Diterima
Pengumuman 30 hari sejak ditanda tangani
Rekomendasi Lurah “Tergantung Pemohon”
Retribusi HO pada Bank
SK Walikota
Keberatan dari masyarakat
Ditindaklanjuti ke Walikota
Paraf : 1. Kabag Hukum 2. Asisten tata praja 3. Sekda
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 35
Pengklasifikasian biaya pembebanan izin gangguan berdasarkan pembebanannya
adalah sebagai berikut :
a. Obyek pembebanan perusahaan industri
No Jenis Usaha
1 Elektro motor, tenaga uap air, uap gas, uap bertekanan tinggi
2 Membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin dan bahan peledak lainnya, termasuk tempat menyimpan petasan
3 Membuat ramuan kimia, termasuk pabrik korek api
4 Memperoleh, mengerjakan dan menyimpan bahan-bahan astiri (Vluchting) atau mudah menguap
5 Penyulingan kering dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewani, termasuk pabrik gas
6 Mengerjakan lemak-lemak dan damar
7 Menyimpan dan mengerjakan sampah
8 Tempat pengeringan gandum/kecambah, pabrik bir, tempat pembuatan minuman keras dengan pemanasan, tempat penyulingan spritus dan cuka, perusahaan pemurnian, pabrik tepung, perusahaan roti, pabrik strup buah-buahan
9 Tempat pembantaian, tempat pengulitan, perusahaan pengubahan jerohan, tempat penjemuran, tempat pengasapan bahan-bahan hewani, tempat penyamakan kulit
10 Pabrik porselin, pabrik pecah belah, tempat pembuatan batu merah, genteng, ubin, dan tegel, tempat pembakaran gamping, gipsa dan pembasahaan
11 Tempat pencairan logam, tempat pengecoran logam, tempat pertukangan besi, tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan kuningan dan kaleng, tempat pembuatan ketel
12 Tempat penggilingan tras, penggergajian kayu, pabrik minyak
13 Galangan kapal kayu, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian batu, tempat pembuatan gilingan dan kereta, tempat pembuatan tong, tempat pertukangan kayu
14 Pabrik tapioka
15 Pabrik untuk mengerjakan karet, getah perca, bahan-bahan yang mengandung zat karet
16 Perusahaan kawasan industri
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 36
b. Obyek pembebanan bukan perusahaan industri
No Jenis usaha
1 Tempat persewaan kendaraan, perusahaan susu
2 Tempat penembakan
3 Gudang penggantungan tembakau
4 Gudang kapuk, perusahaan batik
5 Warung dalam bangunan tetap, tempat usaha lain yang dapat menimbulkan bahaya atau gangguan
6 Usaha rekreasi dan hiburan umum seperti : Taman gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing, gelanggang permainan ketangkasan, gelanggang bowling dan bilyard, klub malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap, bioskop, pusat pasar seni, dunia fantasi theater atau panggung terbuka dan tertutup, taman satwa pentas pertunjukan satwa, usaha fasilitas wisata tirta, usaha sarana fasilitas olah raga, balai pertemuan, barber shop, salon kecantikan, pusat kecantikan, pusat kesegaran jasmani, fitnes center
7 Rumah makan, restoran, bar
8 Hotel berbintang, hotel melati, penginapan remaja
9 Tempat penyelenggaraan musik hidup, tempat penyelenggaraan musik tradisional atau sejenisnya
10 Ruang/gedung/tempat penyimpanan/penimbunan barang-barang dagangan
11 Perusahaan konveksi dengan menggunakan 5 mesin atau lebih
12 Perusahaan percetakan yang tidak menggunakan mesin penggerak
13 Pengelolaan gedung-gedung perkantoran/pertokoan, pusat perbelanjaan (plaza)
14 Apotik
15 Klinik spesialis/rumah sakit bersalin/rumah sakit
16 Perusahaan studio rekaman
17 Penjualan minyak pelumas eceran termasuk service ganti penjualan minyak pelumas
18 Tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan barang maupun orang
19 Tempat penyimpanan/pool kontainer
20 Tempat penyimpanan dan penjualan bahan-bahan kimia
21 Tempat penyimpanan dan penjualan karbit
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 37
No Jenis usaha
22 Tempat penyimpanan dan penjualan eceran minyak tanah, minyak solar, premium, residu, spritus, alkohol, gas elpiji dan sebagainya
23 Bengkel sepeda dan sepeda motor
24 Bengkel perbaikan mesin
25 Perbaikan / service accu dan dinamo
26 Tempat penampungan dan penjualan kertas-kertas bekas, besi bekas, kayu bekas, plastik bekas, dan barang-barang bekas lainnya.
27 Tempat peternakan unggas, sapi, sapi perah, dan sejenisnya
28 Pengepakan barang-barang dagangan, sortasi perusahaan ekspedisi
29 Warung nasi, mie, bakso, sate dan sejenisnya termasuk warung es/ice cream
30 Ruang pamer kendaraan bermotor (show room)
31 Tempat pencucian kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil dll)
32 Tempat penyimpanan/mengolah/mengerjakan barang-barang hasil laut, hasil bumi dan hasil hutan
33 Tempat pembuatan makanan dan minuman
34 Tempat penjualan barang dagangan dan usaha lainnya
44..11..99 IIZZIINN TTEEMMPPAATT UUSSAAHHAA
Tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha
secara teratur dan terus menerus dalam rangka memperoleh keuntungan. Karena usaha
yang berjalan secara terus-menerus inilah maka perlu adanya izin tempat usaha agar
sesuai dengan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pemberian izin usaha dimaksudkan untuk mengatur, mengawasi dan
mengendalikan serta menata kegiatan usaha agar sesuai dengan peruntukan kawasan
dan zona yang diatur dalam Rencana Tata Ruang.
Dengan adanya izin usaha bertujuan untuk mengatur tata tertib juga untuk
mengatur pelaksanaan usaha itu sendiri agar tertib dan aman sehingga tidak
mengganggu kelestarian lingkungan. Dalam melakukan aktifitas usaha bagi orang
perorang atau badan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota
Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan
syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan
izin tempat usaha.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 38
Adapun syarat-syarat mendirikan izin tempat usaha adalah sebagai berikut :
1. Surat permohonan bermaterai Rp. 6000
2. Foto Copy KTP
3. Pas Foto
4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun Berjalan
5. Akte Pendirian Perusahaan/Perubahannya (Berbadan Hukum)
6. Status Tempat Usaha
7. Rekomendasi dari Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota
8. Rekomendasi dari Camat
Berikut ini syarat-syarat sesuai dengan kegiatan bidang usaha :
No Nama Usaha Syarat
1 Restoran, rumah makan, katering dan kedai kopi
1. Melampirkan Kartu Kir rekomendasi dari Dinas Kesehatan, dan
2. Izin gangguan (HO)
2 Rumah kecantikan, Wisma pangkas
1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama 3. Kartu Kir dari Dinas Kesehatan 4. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 5. Izin Gangguan (HO)
3 Video game, Play station 1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Dinas Pendidikan 3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 4. Izin Gangguan (HO)
4 Rental, Jual VCD 1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama 3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 4. Izin Gangguan (HO)
5 Rumah Bilyard 1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan
Ulama 3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 4. Izin Gangguan (HO)
6 Warnet dan Internet 1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Dinas Informasi dan
Komunikasi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 39
No Nama Usaha Syarat
3. Izin Gangguan (HO)
7 Depot obat 1. Rekomendari dari Dinas Kesehatan 2. Pas Foto 3 x 4 sebanyak 4 lembar 3. Surat izin kerja asisten apoteker 4. Surat pernyataan asisten apoteker 5. Izin Gangguan (HO)
8 Apotik 1. Izin apotik dari Dinas Kesehatan Provinsi 2. Izin Gangguan (HO)
9 Rumah sakit, rumah bersalin, Klinik
1. Izin pendirian dari Dinas Kesehatan Provinsi 2. Izin Gangguan (HO)
10 Industri, Pabrik makanan atau minuman
1. Rekomendari dari Dinas Perindustrian dan perdagangan
2. Kartu Kir dan Rekomendasi dari Dinas Kesehatan
3. Izin Gangguan (HO)
11 Koperasi 1. Melampirkan Akte Pendirian / Akte Perubahan
12 Bengkel, Doorsmer, Ruang penyimpanan, Pergudagangan, Penimbunan minyak Oli, gas/elpiji Percetakan
1. Melampirkan izin gangguan (HO)
13 Mobil barang/penumpang
1. Melampirkan rekomendasi dari Dinas Perhubungan
14 Usaha Burung Walet 1. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan 2. Rekomendasi dari Bapelda 3. Izin Gangguan (HO)
15 Perhotelan, Losmen, Penginapan, Wisma
1. Rekomendasri dari Majlis Permusyawaratan Ulama
2. Pajak hotel dan restoran tahun berjalan 3. Izin gangguan (HO) 4. Surat Pernyataan Pimpinan Perusahaan
Pengklasifikasian biaya pembebanan tempat usaha berdasarkan pembebanannya
adalah sebagai berikut :
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 40
No Klasifikasi Jenis Usaha
1 Peralatan kantor dan Sekolah 1. Jual buku, majalah, koran 2. Jual ATK, alat-alat sekolah, foto copy
2 Penjahit dan konveksi 1. Jual kain / pakaian 2. Jual sepatu 3. Penjahit pakaian / taylor
3 Assesoris 1. Jual kaca mata 2. Jual jam 3. Jual kaca 4. Jual keramik dan sejenisnya 5. Jual barang antik 6. Jual mainan anak-anak 7. Jual mas dan perak 8. Jual souvenir
4 Kebutuhan rumah tangga / kantor
1. Jual perabotan kayu 2. Jual perabot aluminium 3. Jual beli barang bekas 4. Jual kelontong, rempah-rempah 5. Jual barang elektronik 6. Jual alat-alat olah raga 7. Jual alat-alat musik 8. Photo studio 9. Doby
5 Kesehatan 1. Depot obat 2. Apotik 3. Praktek dokter 4. Klinik 5. Rumah Sakit 6. Tukang Gigi 7. Jual alat-alat kesehatan 8. Fitness center
6 Telkom dan Publikasi 1. Wartel 2. Kios phon 3. Warnet 4. Jaringan Telekomunikasi 5. Pemancar TV 6. Pemancar radio 7. Jual alat-alat komunikasi/HP 8. Entertaintments 9. Periklanan
7 Rental 1. Alat-alat musik 2. Perlengkapan pesta
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 41
No Klasifikasi Jenis Usaha
3. Komputer, VCD, play station, Video game 4. Mobil dan 5. Kendaraan bermotor
8 Pertambangan dan Energi 1. SPBU 2. Jual gas elpiji 3. Jual minyak Oli 4. Penimbunan Minyak dan sejenis
9 Dealer, distributor dan perbengkelan
1. Dealer mobil 2. Dealer kendaraan bermotor 3. Jual sepeda 4. Jual suku cadang kendaraan 5. Bengkel mobil 6. Bengkel kendaraan bermotor 7. Bengkel las dan cat 8. Bengkel sepeda 9. Doorsmer 10. Distributor
10 Rumah kecantikan 1. Salon wanita 2. Wisma pangkas pria 3. Jual alat-alat kecantikan
11 Makan dan minuman 1. Restoran 2. Catering 3. Rumah makan 4. Kedai kopi
12 Pertanian dan peternakan 1. Jual bunga/bibit tanaman 2. Jual pupuk/obat-obatan tanaman 3. Jual ikan hias/burung 4. Jual makanan ternak/ikan 5. Jual daging 6. Penangkapan udang 7. Hitchery/pembibitan Udang, ikan 8. Usaha burung walet
13 Biro/jasa umum 1. Jasa konstruksi, leveransiter, export - import 2. Percetakan, penerbitan 3. Jasa konsultasi 4. Konsultan hukum, pengacara, notaris 5. Jasa pengadaan tenaga kerja 6. Jasa pendidikan/kursus 7. Akuntan publik 8. Biro perjalanan 9. Biro pengurusan surat-surat dan cargo
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 42
No Klasifikasi Jenis Usaha
10. Penukaran valas, pegadaian 11. Asuransi 12. Koperasi
14 Bidang kepariwisataan 1. Perhotelan berbintang 2. Hotel melati 3. Wisma/penginapan/losmen 4. Pengelolaan fasilitas wisata 5. Meseum 6. Kebun binatang 7. Bioskop 8. Tempat hiburan anak-anak 9. Rumah bilyard
15 Perbankan 1. Jasa perbankan
16 Market/Maal 1. Mall 2. Super market 3. Mini market
17 Gudang 1. Ruang penyimpanan 2. Pergudangan
18 Reperasi 1. Alat-alat elektronik 2. Alat-alat mekanikal 3. Alat-alat manual
19 Industri 1. Pembuatan sepatu/sol 2. Pembuatan tempe/tahu 3. Pengolahan air mineral 4. Bahan bangunan 5. Makanan/minuman 6. Obat-obatan 7. Panglong kayu/kayu olahan 8. Tekstil
20 Transportasi 1. Angkutan barang 2. Angkutan penumpang
44..11..1100 PPEENNGGEENNDDAALLIIAANN PPEEMMAANNFFAAAATTAANN RRUUAANNGG
Pelaksanaan kegiatan pembangunan ditingkat pusat dan daerah baik yang
dilaksanakan pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat seharusnya
bersesuaian atau tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
begitu diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan
Ruang. Didalam realita kehidupan sehari-hari sering didapati kenyataan terjadi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 43
pelanggaran kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dengan cara melanggar rencana
tata ruang yang telah ditetapkan sebagai produk hukum.
Pelanggaran terhadap rencana tata ruang dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya dapat disebabkan karena faktor-faktor teknik, administrasi, politis dan
ekonomi terutama karena kuatnya tekanan pasar, disamping dapat juga karena proses
perencanaan tata ruangnya tidak memperhatikan kecenderungan kebutuhan
perkembangan faktor-faktor tersebut diatas terutama faktor ekonomi. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah model kelembagaan dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
yang dapat mengakomodasikan rencana tata ruang disatu sisi dengan dinamika
kebutuhan pemanfaatan ruang disisi yang lain secara harmonis.
Tujuan utama pengendalian pemanfaatan ruang dengan demikian adalah untuk
menjamin pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunci utama keberhasilan pengendalian
pemanfaatan ruang adalah kualitas rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yaitu
rencana tata ruang yang disamping memenuhi norma dan kaidah penataan ruang juga
rencana tata ruang tersebut harus difahami dan di terima (accept) oleh masyarakat dan
semua anggota stakeholder lainnya, dengan demikian proses perencanan tata ruang
adalah awal dari keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang.
Disamping tersedianya rencana tata ruang yang memadai kualitasnya, faktor lain
yang dapat menunjang keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tersedianya
perangkat-perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari perangkat
kelembagaan, perangkat kebijakan dan perangkat aktifitas. Perangkat kelembagaan dapat
berupa prinsip-prinsip dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang tentunya akan
menjadi sistem nilai atau roh yang menggerakkan dan memberi inspirasi bagi praktek-
praktek pengendalian pemanfaatan ruang. Perangkat kelembagaan yang lain adalah
organisasi pengendalian pemanfaatan ruang lengkap dengan struktur organisasi dan job
description nya serta segala uraian tentang prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
kegiatan teknis organisasi pengendalian pemanfaatan ruang.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 44
Perangkat kebijakan juga dapat memberi kontribusi pada upaya pengendalian
pemanfaatan ruang, yaitu yang dapat berupa insentif dan disinsentif. Dengan kebijakan
pemberian insentif dimaksudkan adalah untuk memberikan kemudahan serta fasilitas
lainnya agar masyarakat dan anggota stakeholder yang lain tertarik untuk melaksanakan
pembangunan sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan karena mendapatkan
keuntungan dengan adanya kebijakan insentif tadi. Sebaliknya kebijakan disinsentif
dimaksudkan agar masyarakat dan anggota stakeholder lainnya yang mencoba untuk
“memaksa” melanggar rencana tata ruang akan mendapatkan kerugian, kesulitan
ataupun kemudaratan yang lain dalam pembangunan yang dilaksanakannya, dengan
demikian diharapkan kebijakan disinsentif ini akan dapat menekan kuantitas dan kualitas
PERENCANAAN TATA RUANG
PEMANFAATAN RUANG
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KEBIJAKANKELEMBAGAAN AKTIVITAS
PRINSIP-PRINSIP
ORGANISASI
JOB DISKRIPSI
SIS DUR
INSENTIF
DISINSENTIF
PERIZINAN
PENGAWASAN
PENERTIBAN
CORRECTIVEACTION
REVISEDPLAN
KERANGKAPENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 45
kegiatan pembangunan dengan cara melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Perangkat lainnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah aktifitas yang
lebih bersifat teknis, yaitu perangkat-perangkat perizinan, pengawasan dan penertiban.
Dengan perizinan diharapkan ada control terhadap rencana pembangunan yang akan
dilaksanakan oleh masyarakat karena mereka akan membangun sesuai ketentuan-
ketentuan yang sudah termaktub didalam klausula-klausula izin yang diberikan oleh
lembaga yang berwenang, sementara perizinan yang diberikan diharapkan untuk
menggunakan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai acuan atau rujukan,
dengan demikian diharapkan setiap aktifitas pembangunan yang berizin tidak melanggar
rencana tata ruang. Perangkat pengawasan merupakan aktifitas yang bersifat reguler,
dan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh lembaga pengendalian pemanfaatan ruang.
Perangkat ini secara sistematis akan mendeteksi perubahan pemanfaatan ruang melalui
laporan baik dari instansi yang bersifat sektoral maupun instansi yang bersifat
kewilayahan. Selain melalui laporan, kegiatan pengawasan juga akan secara aktif
melakukan kegiatan pemantauan (monitoring) langsung dilapangan. Hasil-hasil data dan
informasi yang didapat baik melalui proses pelaporan ataupun proses pemantauan
langsung dilapangan digunakan untuk melakukan evaluasi terjadinya pelanggaran atau
penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang terjadi dilapangan. Hasil
evaluasi ini akan berupa analisis terhadap penyebab pelanggaran, luasnya atau kuantitas
serta kualitas pelanggaran, serta coverage akibat pelanggaran tersebut terhadap rencana
tata ruang yang telah ditetapkan, sehingga rekomendasi dari hasil evaluasi ini akan
dapat berupa rekomendasi penyempurnaan terhadap rencana tata ruang, serta upaya-
upaya penertiban pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Organisasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai bagian dari proses penataan ruang
selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah. Pengendalian pemanfaatan ruang
secara makro di daerah dilaksanakan oleh Bapekab/Bapeko melalui proses pelaporan,
pemantauan dan evaluasi. Sementara proses pengendalian pemanfaatan ruang secara
lebih mikro dan teknis pada umumnya dilaksanakan oleh Dinas Tata Kota terutama
melalui proses perizinan, pengawasan dan penertiban. Semua masukan proses
pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui proses pemantauan langsung dilapangan,
pada umumnya diperoleh dari instansi kewilayahan seperti Kantor Kelurahan, Kantor Desa
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 46
dan Kantor Kecamatan. Karena pusat-pusat kegiatan pengendalian berada pada lapisan
kedua atau ketiga dari struktur organisasi pemerintahan daerah, maka independensi
kegiatan pengendalian ini tentu sulit dilaksanakan untuk menghadapi tekanan politis oleh
kekuasaan diatasnya.
Keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya dalam penataan ruang
terutama pengendalian pemanfaatan ruang, dirasakan masih terlalu rendah kalau tidak
boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Kedepan perlu dipertimbangkan untuk
mengembangkan sebuah model organisasi pengendalian pemanfaatan ruang yang
menghadirkan keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya secara lebih
intensif untuk mengakomodasi sikap, pikiran dan pendapat mereka, sehingga proses
pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan sebagai bagian dari upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.
44..22 IINNDDIIKKAASSII PPRROOGGRRAAMM
Indikasi program ini adalah penjabaran dari rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya. Program-program ini disusun untuk jangka waktu 10
tahun, yiatu tahun 2007 – 2016. Dalam pelaksanaannya program-program tersebut
dijabarkan ke dalam dua tahap, yiatu tahap I untuk jangka waktu lima tahun pertama
(2007 – 2011) dan tahap II untuk jangka waktu lima tahun ke dua (2012 – 2016), dimana
pentahapannya program didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda Aceh.
Adapun substansi program yang didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda
Aceh adalah:
Indikasi program tahap I meliputi:
o rehabilitasi dan pengendalian pembangunan di Utara Banda Aceh
o revitalisasi dan pengembangan terbatas pada pusat kota lama
Indikasi program tahap II meliputi pengembangan kota ke bagian selatan Banda Aceh
Selanjutnya, program-program yang telah dirumuskan dikelompokkan ke dalam
berbagai bidang pembangunan, sehingga nantinya akan memudahkan dalam
pengimplementasiannya oleh dinas atau badan terkait. Karena masih merupakan indikasi,
maka program-proram ini masih bersifat makro dan perlu dijabarkan lagi ke dalam
kegiatan-kegiatan yang lebih detail lagi untuk implementasinya. Adapun rumusan indikasi
program pengembangan Kota Banda Aceh tahun 2007- 2017 dijelaskan pada Tabel 4.1
berikut ini.
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 47
TABEL 4.3 INDIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2007 – 2016
No. Indikasi Program Jangka Waktu Lembaga
Pelaksana 2007 - 2011
2012 - 2016
A. Bidang Hukum dan Kelembagaan:
1. Penyusunan Qonun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh 2007 – 2017
Bidang Hukum Pemerintah Kota Banda Aceh
Bappeko
2. Penyusunan Regulasi zoning Kota Banda Aceh
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas staf pemerintah di bidang penataan ruang
B. Bidang Lingkungan Hidup:
1. Rehabilitasi kawasan pesisir Bappeko Dinas
Lingkungan Hidup
2. Pengembangan kawasan hutan bakau
3. Pengembangan hutan kota
4. Pengembangan kegiatan wisata terbatas di kawasan konservasi
C. Bidang Tata Ruang dan Perumahan Permukiman:
1. Rehabilitasi permukiman di daerah yang dilanda tsunami
Bappeko Dinas PU Dinas Tata Kota Dinas
Permukiman
2. Rehabilitasi dan pengendalian pengembangan pusat kota lama
3. Pengembangan pusat permukiman baru di bagian selatan kota
4. Mengkoordinasi pengembangan Kota
Banda Aceh dengan Kabupaten Aceh Besar
Bappeko Bappeda Kab
Aceh Besar d. Bidang Transportasi
1. Pembangunan jalan Lingkar Utara
• Bappeko • Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air • Dinas PU
2. Pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan
3. Pengembangan Jalan Poros Barat-Timur
4. Pengembangan escape dan relief road
5. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe A
6. Rehabilitasi dan Pengembangan terminal-terminal lama
7. Rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan • Dinas Perhubungan
• Administrator pelabuhan
e. Bidang Prasarana Kota
1. Rehabilitasi seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih
• PDAM Tirta Daroy • Dinas Prasarana jalan
dan Sumber Daya Air 2. Peningkatan pelayanan air bersih
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Laporan Akhir IV - 48
No. Indikasi Program Jangka Waktu Lembaga
Pelaksana 2007 - 2011
2012 - 2016
3. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum
4. Peningkatan pelayanan Instalasi Pengolahan Air Lambaro
5. Rehabilitasi dan pemeliharaan TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) Sampah lama
Bappeko Dinas PU Dinas Kebersihan
6 Pengembangan TPA Baru
7. Rehabilitasi jaringan drainase yang telah ada
• Bapeko (Badan Perencanaan Kota
• Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air
• Dinas PU
8. Pengembangan sistem drainase baru
9. Pengembangan Flood Canal di bagian selatan kota
10. Optimalisasi dan Normalisasi sungai
11. Membangun retarding basin dan retarding pond
12. Rehabilitasi dan peningkatkan pelayanan Listrik
PLN Kota Banda Aceh
13. Rehabilitas dan Peningkatkan pelayanan telekomunikasi
PT. TELKOM
f. Bidang Fasilitas Kota
1. Pengembangan kuantitas dan kualitas fasilitas pendidikan
• Bapeko • Dinas Pendidikan • Dinas Kesehatan • Dinas Sosial
2. Pengembangan kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan
3. Pengembangan kuantitas dan kualitas fasilitas peribadatan
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN ZONING REGULATION 1. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Barat
TABEL :1.1 UNIT ZONING REGULATION :P.1 (PESISIR BANDA ACEH BARAT) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE) WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
- Ruang Hijau - Perikanan
Tangkap
RH dan IT
Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
100%
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m.
- -
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
- -
TABEL :1.2
UNIT ZONING REGULATION : A.1 (KAWASAN KONSERVASI MEURAXA BARAT) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Ruang Terbuka
RT Konservasi: - Zona hijau/pond - Wisata
40%
Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari sepanjang Jl. Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara, berupa pond dan taman sebagai daerah resapan air di sekitarnya, sehingga juga berfungsi sebagai pariwisata.
0% -
Perumahan Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah, kategori rumah sederhana dan sangat sederhana
30%
Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan bagian barat Jl. Lok Nga (pertemuan dengan Jl. Tgk. Abd. Rahman Meunasah Meucab), kelurahan Lamjene. 30 – 40% 0,6-0,8
Pertambakan IB Zona tambak 20% Di daerah muara Krueng Nieng berbatasan dengan kawasan Zona hijau, berupa kawasan tambak budidaya. 0% -
TABEL :1.3 UNIT ZONING REGULATION : A.2 (KAWASAN PELABUHAN ULEE LHEUE) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pelabuhan PL Pelabuhan Penyeberangan Barang dan Penumpang serta fasilitas penunjangnya
100% Di kelurahan Ulee Lheue.: - Pelabuhan Ferry
10%
0,2
- Pelabuhan Samudera 20% 0,8
- Pergudangan 30% 0,3
Tsunami Heritage dan Wisata
TH - Landmark/Monumen Tsunami - Kawasan Wisata
10%
Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari sepanjang jalan Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara, berupa Landmark/Monumen Tsunami. 10% 0,2
TABEL :1.4 UNIT ZONING REGULATION : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Ruang Terbuka
RT Konservasi dan Pariwisata - Zona hijau/Pond - Wisata
20%
Merupakan barier/pembatas antara zona tambak dan permukiman terbatas, berada di antara jalan Rama setia dan Jl. Iskandar Muda 0%
-
Perikanan Budidaya
IB Zona Perikanan Tambak 20% Di dataran yang tergenang antara Jl. Rama Setia dan Jl. Lingkar Utara serta dibatasi zona hijau di sebelah selatan. 0% -
Permukiman Terbatas
PT Permukiman dengan tingkat kepadatan rendah
20%
Di sepanjang sisi Timur Jl. Iskandar Muda dan di sepanjang Jalan Rama Setia 30 – 40% 0,6-0,8
TABEL :1.4 UNIT ZONING REGULATION : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Zona Perairan RT Konservasi - Hutan Mangrove - Pond
40%
Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong Pande dan Deah Teungoh 0% -
TABEL :1.5 UNIT ZONING REGULATION : A.4 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JAYA BARU) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien di sekitar pertemuan dengan Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dan Jl. Soekarno Hatta di sebelah Barat
30 – 50% 0,8 – 2,4
Perkantoran Pemerintahan
5% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng Nieng di sebelah Timur. 35 – 40% 0,8 – 1,4
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
10% Di sepanjang Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab: Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno - Hatta 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang.
- Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
70 % Di sisi Barat Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab hingga Sungai Krueng Nieng dengan tingkat kepadatan sedang, di Kawasan antara jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Nieng dan Krueng Daroy dengan lebar 10 – 50 m 0% -
Pelayanan Kota PK - Sarana Pendidikan - Fasilitas Peribadatan
5% Di antara Jl. Cut Nyak Dhien dan Jl. Nasruddin Daud, Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar 30 – 40% 1,2 -0,8
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan 15% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar 60% 1,8
TABEL :1.6 UNIT ZONING REGULATION : A.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS JAYA BARU TIMUR) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran Swasta 2% Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng Nieng di sisi Barat dan Jl. Jendral Sudirman di sisi Timur. 30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan
5% Berada di sepanjang jalan Teuku Umar yang dibatasi anatara Jl. Jenderal Sudirman dan sungai Krueng Doy. Dan juga berada di sepanjang Jl. Iskandar Muda sisi timur yang dibatasi antara jalan lingkar utara dan sungai krueng Doy
60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Fasum dan Fasos
5% Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H. Abu Bakar, serta pada Jl Surien yang berbatasan dengan Jl. Iskandar Muda.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah 10 %
Pada daerah Punge Ujong yang berada diantara jalan lingkar utara dan Jl. Iskandar Muda, dibatasi Jl. Pendidikan pada sisi selatan. 30 – 40% 0,6-0,8
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang 60%
Dibatasi sungai Krueng Nieng pada sisi Barat, Jl. Teuku Umar pasa sisi selatan, Sungai Krueng Doy dan Jl. Iskandar Muda di sisi Timur serta jalan lingkar utara pada sisi Utara.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Tsunami Heritage dan Wisata
TH - Landmark - Wisata bersejarah
3% Berupa Monument PLTD Apung, yang diarahkan untuk kegiatan wisata bersejarah. 10% 0,2
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Doy dengan lebar 10 – 50 m. 0% -
Pelayanan Kota PK Sarana Pelayanan Kota Transportasi
5%
Berupa terminal kelas B yang melayani antar kota dalam propinsi. Berada di Jl Teuku Umar. 10% 0,2
Sarana Pendidikan Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H. Abu Bakar 30 – 40% 1,2 -0,8
TABEL : 1.7 UNIT ZONING REGULATION : A.6 (KAWASAN PERMUKIMAN MEURAXA TIMUR) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JAYA BARU ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan
10% Di sepanjang Jl. Iskandar Muda bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara dan di Jl. Habib Abdurrahman yang berada di sisi Barat Krueng Doy.
60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
5% Berada di sepanjang Jl.Habib Abdurrahman dibatasi oleh jalan lingkar utara dan sungai krueng Doy 30 – 60% 0,3 – 2,4
PermukimanTerbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
20 % Pada wilayah Lampaseh Aceh yaitu di sisi selatan jalan lingkar Utara dan diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman. 30 – 40% 0,6-0,8
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
50% Pada wilayah Punge Jurong yang dibatasi sungai Krueng Doy pada sisi selatan dab berada diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Ruang Terbuka
RT Konservasi: - Zona hijau/pond - Wisata
5%
Di sebelah utara berbatasan dengan jalur lingkar utara
0% -
Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan Hutan Kota yang merupakan buffer antara kawasan permukiman dan tambak yang berada di Deah Baro
0% -
2. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Utara
TABEL : 2.1 UNIT ZONING REGULATION : P.2 (PESISIR BANDA ACEH UTARA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE) WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
- Ruang Hijau - Perikanan
Tangkap
RH dan IT
Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
100%
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m.
- -
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
- -
TABEL :2.2 UNIT ZONING REGULATION : B.1 (TPA DAN IPLT GAMPONG JAWA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE LHEUE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH BARAT
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pelayanan Kota
PK - TPA 10% Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh. 5% 0,05 - IPLT 30% Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh. 60% 0,6
Zona Perairan RT Konservasi - Hutan Mangrove - Pond
60%
Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong Pande dan Deah Teungoh 0% -
TABEL : 2.3 UNIT ZONING REGULATION : B.2 (KAWASAN PERIKANAN LAMPULO) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perikanan Tangkap/samudera
IT dan IB
- Fasilitas Perikanan
20% Industri Pengolahan hasil Perikanan yang berbatasan dengan zona perairan selat Malaka. 50% 1,0
- Zona Perikanan Samudera 40% Di kawasan yang terletak di sekitar Jalur Lingkar Utara, Krueng Aceh, dan Jl. Syiah Kuala ke arah Utara hingga bertemu dengan kawasan fasilitas perikanan
50% 1,0
- Pelabuhan Ikan 5% Pelabuhan Ikan juga berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan di sisi Timur Sungai Krueng Aceh di kelurahan Lampulo 50% 1,0
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Fasum dan Fasos
3% Di sepanjang sisi Barat Jl. Syiah Kuala. Dan sepanjang sisi Timur Krueng Aceh pada Jl. Sisingamangaraja yang dibatasi Tempat Pelelangan ikan di sisi Utara dan Jl.Kenari Lampulo.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman Terbatas
PT Perumahan Nelayan 30% Perumahan Nelayan dikembangkan pada kawasan yang terletak antara Jl. Kenari Lampulo dan Jl. Bampulo SP. Gano 30 – 40% 0,6-0,8
Zona wisata TH - Wisata bersejarah 2% Pada kawasan Lamdingin, berupa kawasan peringatan Tsunami (kapal di atas rumah) 10% 0,2
TABEL : 2.4 UNIT ZONING REGULATION : B.3 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KUTARAJA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Ruang Terbuka RT Konservasi - Zona hijuau - Pond - wisata
30 % Dibatasi Jalur Lingkar Utara pada sisi Utara dan Jl Pintu Air sampai dengan Jl. KR.Gedong pada sisi Selatan. Dan pada sisi timur dibatasi Krueng Aceh. 0% -
Sempadan sungai (Konservasi) 10 % Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
0% -
Zona Wisata 5 % Berbatasan dengan Zona hijau terletak di Jl. KR. Gedong 10% 0,2 Perikanan IB/
IT Cold Storage 2% Berada di sisi Barat Krueng Aceh berbatasan langsung dengan Zona
hijau di sisi utara. 50% 1,0
Perdagangan Jasa PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial
10% Di sepanjang Jl. Habib Abdurrahman dibatasi Krueng Doy di sisi Barat dan Jl. Prof A Madjid Ibrahim I. Dan di sepanjang Jl. Persatuan yang dibatasi Jl. Prof A Madjid Ibrahim II di sisi Selatan dan Jl Perdamaian di sisi Utara
60% 1,8
Mix Use
MU --- Perdagangan-jasa --- Pelayanan Umum --- Perkantoran Swasta --- Fasum dan Fasos
5% Di sepanjang Jl. Jl. Prof A Madjid Ibrahim I, dibatasi Jl.Iskandar Muda pada sisi Selatan dan Jl. Perintis di sisi Utara 30 – 60% 0,3 – 2,4
Kawasan campuran komersial dan hunian
15% Dibatasi Jl.Habib Abdurrahman di sisi Selatan, Krueng Doy di sisi Barat, Jl. Tentara Pelajar di sisi Barat, dan Jl. Pintu Air sampai dengan Jl. T.Muda di sisi Utara.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah.
20% Kawasan permukiman dengan kepadatan rendah tidak diarahkan di jalan-jalan ujtama, melainkan dikembangkan di jalan-jalan lingkungan dan di bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara di batasi buffer zone yang berupa taman kota sebagai daerah konservasi sekaligus mitigasi bencana.
30 – 40% 0,6-0,8
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 3% Di sisi Barat sepanjang Jl. Prof A Madjid Ibrahim I pada ruas yang berada di bagian Utara Jl. Perintis. 30 – 40% 0,8 – 1,2
TABEL : 2.5 UNIT ZONING REGULATION : B.4 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KAMPUNG MULIA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
10%
Di sepanjang Jl. Pocut Baren dibatasi Jl. Panglima Polim pada sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala pada sisi Timur. Di sepanjang Jl. TGK. Hasyim Banta Muda, sepanjang Jl. T.Blang, sepanjang Jl. Syiah Kuala yang dibatasi Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara. Serta sepanjang Jl. TGK Hasan Krueng Kalee yang berbatasan langsung dengan Krueng Aceh di sisi Barat sampai dengan Jl. Sisingamangaraja.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Kawasan Campuran hunian komersial
20% Pada kawasan hunian yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. TGK Hasan Krueng Kalee di sisi Barat, Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur, dan Jl. Pocut Baren di sisi Selatan.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial
5% Di sisi Selatan sepanjang Jl. Mayjend T Hamzah Bendahara, di kawasan antara Sungai Krueng Aceh dan Jl. Panglima Polim, di sepanjang Jl. Darma dan Jl. TH GLP Tengku Hasan Dek.
60% 1,8
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang. 30%
Pada kawasan Kampung Mulia yang dibatasi oleh Jl. Syiah Kuala di sisi Timur, Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Perumahan Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah 30%
Di kawasan yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Selatan, Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara, Jl. Syiah Kuala di sisi Timur dan Jl. Sisingamangaraja di sisi Barat.
30 – 40% 0,6-0,8
Pelayanan Kota
PK Fasilitas Pendidikan 2% Pada Jl. TGK Hasan Krueng Kalee berbatasan dengan zona perdagangan dan jasa. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 3%
Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m, sedangkan pariwisata air dilakukan di sepanjang aliran Sungai Krueng Aceh.
0% -
TABEL : 2.6 UNIT ZONING REGULATION : B.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BANDAR BARU) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pertambakan IB Zona tambak Pada wilayah di sebelah Utara jalan lingkar Utara yang dibatasi dengan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat, Krueng Titi Panyang di sisi Timur dan sisi Utara.
0% -
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sepanjang Jl. Mohammad Daud Beureuh. 30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial
3% Di sekitar pertemuan antara Jl. Syiah Kuala dan Jl. Mohammad Daud Beureuh. 60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
7% Di sisi Timur Jl. Syiah Kuala yang berada pada ruas Utara Jl. LR. Arwana 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
10% Dibatasi Zona hijau di sisi Utara, Jl. Mujahidin di sisi Selatan dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat. 30 – 40% 0,6-0,8
Permukiman P Permukiman dengan Kepadatan sedang
305 Di wilayah yang dibatasi Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan, Jl Mujahidin-Jl. LR Taqwa di sisi Utara, dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat serta berbatasn dengan Taman hiburan di Kelurahan Bandar Baru di sisi Timur.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan 3% Di sisi Barat Jl Kartika pada ruas yang berpotongan dengan JL. Mohammad Daud Beureuh di sisi Selatan. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Perikanan Budidaya
IB Kawasan Perikanan Tambak 20% Di sisi Selatan Jl. Lingkar Utara. 0% -
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang dengan lebar 10 – 50m 0% -
Zona hijau 7% Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi dengan kawasan perikanan tambak. 0% -
Taman Hiburan 5% Di sisi Barat Sungai Krueng Titi Panyang yang berpotongan dengan Jl. Mohammad Daud Beureuh. 20% 0,2
TABEL : 2.7 UNIT ZONING REGULATION : B.6 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BAITURRAHMAN BARAT) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan di selatan Jl. Teuku Umar 30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan
10% Di sepanjang Jalan Teuku Umar 60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
5% Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johansyah dibatasi Krueng Daroy di sisi Selatan 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
60 % Di kawasan segitiga antara Sungai Krueng Doy, Krueng Daroy, dan Jl. Iskandar Muda. Dan kawasan Sukaramai yang dibatasi oleh Krueng Doy di sisi Barat, dan Jl. Teuku Umar di sisi Timur. Permukiman juga terdapat di kawasan pertemuan Jl. Teuku Umar dan Jl. Sultan Alaidin Johansyah.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Doy dan Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m. 0% -
Taman Kota dan 5% Di kawasan Sukaramai pada Jl. Iskandar Muda 10% 0,2
wisata budaya 10% Di kawasan Sukaramai pada Jl. Teuku Umar bagian Utara. 10% 0,2
TABEL : 2.8 UNIT ZONING REGULATION : B.7 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BAITURRAHMAN) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : PEUNAYONG ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum dan Pusat
Pemerintahan - Perkantoran Swasta 20%
Pada kawasan yang dibatasi Jl.TGK Abu Lamu di sisi Barat, Jl. Kandang di sisi Timur dan pertemuan antara Jl. Iskandar Muda dan Teuku Umar pada sisi Selatan. Serta pada kawasan yang dibatasi Jl. Cemara, Jl. TGK Syiah Muda Wali, Jl. Imam Bonjol dan Jl. Prof. Madjid Ibrahim II. Dan juga terdapat di sepanjang Jl. Cut Mutia yang merupakan kantor polda NAD.
30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial 40%
Tersebar pada kawasan pusat kota Lama mengelilingi Masjid Baiturrahman. Kawasan ini dibatasi Jl. Prof. A.Madjid Ibrahim I di sisi Barat, Jl. Diponegoro di sisi Utara, Jl. Sultan Alaidin di sisi Timur dan Jl. Mohammad Jam di sisi Selatan. Selain itu juga terdapat pada kawasan Utara Jl. Diponegoro, dengan batas Utara Jl. WR.Supratman, Batas Barat Jl. Cut Mutia dan Batas Timur Jl. Tentara Pelajar.
60% 1,8
Pelayanan Kota PK - Fasilitas Sosial (Pusat Keagamaan dan Kebudayaan) 10%
Masjid Raya Baiturrahman, terletak di Jl. Mohammad Jam 30 – 60% 0,3 – 2,4
- Terminal Kota 5% Pada perempatan Jl. WR.Supratman dan Jl. Cut Mutia. 10% 0,2
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
5%
Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin yang dibatasi sampai dengan pertemuan Jl. Mohammad Jam dan Jl. Tengku Cik Ditiro. 30 – 60% 0,3 – 2,4
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Aceh dengan lebar 10 – 50 m 0% - Taman Kota
10%
Di kawasan antara Jl. Tgk Abu Lamu dan Jl. Tgk Abdullah Luong Rimba, dan di antara Jl. Prof A Madjid Ibrahim dan Jl. Iskandar Muda, serta di sisi utara Masjid Raya Baiturrahman di sepanjang Jl. Tgk Cik Pantekulu
0% -
Wisata Budaya 5% Di sepanjang Jalan Sultan Alaidin yang berhadapan dengan Kantor Walikota dan dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan. 10% 0,2
TABEL : 2.9 UNIT ZONING REGULATION : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan sampai dengan Jl. Belibis. Di sepanjang Jl. Suleman Daud yang dibatasi Jl. Sentosa di sisi Barat dan Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur. Pada Bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi Selatan yang dibatasi dari Jl. Perkasa Alam di sisi Timur sampai pertemuan dengan Jl. Panglima Polim di sisi Barat. Juga di Jl. Sri sepanjang Ratu Safiatuddin yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Selatan.
30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial
5% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur dan Krueng Daroy di sisi Barat. Pada bagian Utara Krueng Aceh: berada di kawasan Peunayong yang dibatasi Krueng Aceh di sisi Barat dan sepanjang Jl. Panglima Polim di sisi Timur, dan Jl. TGK.Muhammad Dausyah di sisi Utara. Dan di wilayah yang dibatasi Jl. H. Dirmutala di sisi selatan dan Jl. Mayjen T. Hamzah Bendahara di sisi Utara.
60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
25% Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Utara, yang dibatasi Krueng Daroy di sebelah Barat, dan Krueng Lueng Paga pada sisi Timur. Dan di sepanjang Jl. Taman Makam Pahlawan, yang berada di sisi Utara dan Selatan taman Makam Pahlawan. Pada bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi Utara yang dibatasi Jl. Panglima Polim di sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala di sisi Timur. Di sepanjang Jl. Syiah Kuala dari Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan dan Jl. Pocut Baren di sisi Utara. Sepanjang Jl. Pocut Baren dan sepanjang Jl.Darma sampai pertemuan dengan Jl. Pocut Baren.
30 – 60% 0,3 – 2,4
TABEL : 2.9 UNIT ZONING REGULATION : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMPULO ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
- Kawasan campuran hunian komersial
Pada sisi Selatan Krueng Aceh: dibatasi Jl. Elang pada sisi selatan dan zona perdagangan dan jasa di Jl. Tengku Cik Ditiro pada sisi Utara. Pada sisi timur dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan. Di sisi Barat dibatasi Krueng Daroy sampai pertemuan Jl. Jl. Nyak Adam Kamil V. Pada sisi Utara Krueng Aceh; kawasan ini berada pada kawasan yang dibatasi Jl. Syiah Kuala, Pocut Baren, Jl. Mohammad Daud Beureueh dan Zona perdagangan dan Jasa di Jl. Panglima Polim.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
40% Pada sisi Selatan Krueng Aceh: berada di wilayah Ateuk Pahlawan yang dibatasi Krueng Lueng Paga di sisi Barat dan Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur, di sisi Utara dibatasi zona perkantoran di Jl. Tengku Cik Ditiro, dan di sisi Selatan dibatasi Jl. Elang. Pada sisi Utara Krueng Aceh: di sepanjang Krueng Aceh sebelah Utara yang dibatasi Jl. TH.GLP.Payong Tengku Hasan Dek di sisi Timur dan Zona pendidikan pada sisi Barat.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Pelayanan Kota
PK Fasilitas pendidikan 5% Dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan dan Jl. Mayjen T Hamzah Bendahara. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Ruang Terbuka RT Sempadan sungai (Konservasi) 20% Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
0% -
TABEL :2.10 UNIT ZONING REGULATION : B.9 (KAWASAN PENGEMBANGAN NEUSU) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : NEUSU ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pelayanan Kota
PK - Fasilitas Umum - Fasilitas Sosial
5% Dikembangkan di sekitar kawasan permukiman. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan 5% Berada di sepanjang Jl. Hasan Saleh yang dibatasi Jl. Nyak Adam Kamil II, sampai Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johan Syah.
60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum dan
Perkantoran Swasta - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
10% Di sekitar pertemuan antara Jl. Nyak Adam Kamil II dan Jl. Taman Makam Pahlawan dan di sisi Barat Jl. Sultan Malikul Saleh. Serta di sepanjang Jl. TGK Dilhong II.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
70 % Dibatasi Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan Krueng Daroy di sisi Barat dan sisi Utara. Dan dibatasi Krueng Lueng Paga pada sisi timur serta Jl. TGK Dilhong II pada sisi Selatan.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan umum - Perkantoran swasta
5% Di sepanjang Jl. Nyak Adam Kamil II sampai dengan pertemuan dengan Jl. Hasan Saleh pada sebelah Barat dan berbatasan dengan zona mix-use pada sebelah Timur.
30 – 50% 1 – 2,4
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Daroy, Krueng Lueng Paga dan Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m 0% -
TABEL : 2.11 UNIT ZONING REGULATION : B.10 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH UTARA
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam: - Pelayanan umum dan Pemerintahan 35 – 40% 0,8 – 1,4
- Perkantoran swasta 30 – 50% 1,0 – 2,4 Perdagangan dan jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial
10% Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief 30 – 60% 0,3 – 1,8
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perkantoran - Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Institusi dan Transportasi
- Industri
10% Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
65% Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
20 – 60% 0,7 – 1,2
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m 0% -
3. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Selatan TABEL : 3.1 UNIT ZONING REGULATION : C.1 (KAWASAN PERMUKIMAN BANDA RAYA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : NEUSU ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pelayanan Kota
PK Fasilitas Pendidikan 5% Diarahkan dikembangkan di sekitar kawasan permukiman. 30 – 40% 0,8 – 1,2
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan 5% Di sekitar perempatan Jl. Sultan Malikul Saleh, Jl. Residen Danubroto, Jl. Hasan Saleh dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah, serta di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dhien.
60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
10% Di sepanjang Jl. Soekarno Hatta, Jl. Sultan Malikul Saleh, dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
70 % Di sisi Utara Jl Wedana hingga sungai Krueng Daroy dan Krueng Doy.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Daroy dan Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m. 0% -
TABEL :3.2 UNIT ZONING REGULATION : C.2 (KAWASAN PERMUKIMAN LUENG BATA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LUENG BATA ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan 10% Di sepanjang Jl. Tgk Mum Lueng Bata 60% 1,8
Mix Use
MU
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
20% Di sisi Utara Jl. Amd Manunggal XLI, sepanjang jalur Poros Utara – Selatan, Jl. Angsa, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
50 % Dikembangkan di sepanjang Jalur Poros Utara – Selatan.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan umum - Perkantoran swasta
5% Di sepanjang Jl. Lueng Bata – Lhamdom 30 – 50% 1 – 2,4
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 15% Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. 0% -
TABEL :3.3 UNIT ZONING REGULATION : C.3 (KAWASAN PUSAT PENGEMBANGAN KOTA BARU) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : LAMDOM ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Mix Use
MU
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
20% Pada Jl. Poros Utara – Selatan, yaitu di sepanjang Koridor yang menghubungkan antara Lamdhom dan Lampeuneurut, sepanjang Jl. AMD Manunggal Ali, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah. 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
20 % Dibatasi oleh sebelah barat dibatasi sungai Krueng Lueng Paga, sebelah Utara dibatasi Jl. AMD Manunggal Ali dan di sisi Selatan dibatasi oleh batas administratif Kota Banda Aceh.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Pertanian T Pertanian 40% Kawasan pertanian di kembangakan di daerah Selatan, yaitu di luar Administratif Kota Banda Aceh.
0% -
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 5% Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. 0% -
Stadion Olahraga 15% Di kawasan antara Jl. Tgk Dilhong II dan sungai Krueng Lueng Paga 10% 0,2
TABEL : 3.4 UNIT ZONING REGULATION : C.4 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BANDA ACEH BARAT) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : KEUTAPANG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH SELATAN
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dien 30 – 50% 1 – 2,4
Perdagangan Jasa
PJ Pertokoan 15% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar 60% 1,8
Mix Use
MU - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
20% Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno – Hatta.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman
P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
40 % Di kawasan antara Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.
40 – 50% 0,8 – 1,0
Pelayanan Kota
PK Fasilitas Peribadatan
5% Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar 40% 0,8
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 15% Di sepanjang DAS Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m. 0% -
4. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Timur TABEL : 4.1 UNIT ZONING REGULATION : P.3 (PESISIR BANDA ACEH TIMUR) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE) WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
- Ruang Hijau - Perikanan
Tangkap
RH dan IT
Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
100%
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m.
- -
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
- -
TABEL : 4.2 UNIT ZONING REGULATION : D.1 (KAWASAN KONSERVASI ALUE NAGA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE ZONA : B / ECO-ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Permukiman Terbatas
PT Perumahan khusus Nelayan dengan tingkat kepadatan rendah, kategori rumah sederhana dan sangat sederhana
10% Di sekitar Alue Naga dan sisi Timur Banjir Kanal.
30 – 40% 0,6-0,8
Perikanan Budidaya
IB Kawasan Perikanan Tambak 30% Di sisi Utara Jalan Lingkar Utara. 0% -
Ruang Terbuka
RT - Hutan Mangrove (Konservasi) 50% Di sepanjang pesisir pantai Utara Kota Banda Aceh 0% - - Sempadan Sungai (greenbelt)
- ponds 10% Di sekitar muara Krueng Aceh dan Banjir Kanal, berupa kolam pancing
dan taman untuk daerah resapan
TABEL : 4.3 UNIT ZONING REGULATION : D.2 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JEULINGKE) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE ZONA : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Mix Use
MU
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum dan Kantor
Pemerintahan - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos
10% Di sisi Utara sepanjang Jl. Tengku Nyak Arief .
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman Terbatas
PT Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
20% Di kelurahan Jeulingke, tepatnya di sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief . 30 – 40% 0,6-0,8
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
30% Berbatasan dengan zona mix-use di sepanjang sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief. 20 – 60% 0,7 – 1,2
Perikanan Budidaya
IB Kawasan Perikanan Tambak 30% Di sekitar Jl. Lingkar Utara.yang merupakan daerah genangan sekaligus DAS Krueng titi Panyang. 0% -
Ruang Terbuka
RT - Sempadan sungai (Konservasi)
- Sabuk hijau (greenbelt) - Taman Kota
10% Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi dengan kawasan perikanan tambak serta di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m. 0% -
TABEL : 4.4 UNIT ZONING REGULATION : D.3 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam: - Pelayanan umum dan Pemerintahan 35 – 40% 0,8 – 1,4
- Perkantoran swasta 30 – 50% 1,0 – 2,4 Perdagangan dan jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial
10% Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief 30 – 60% 0,3 – 1,8
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perkantoran - Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Institusi dan Transportasi
- Industri
10% Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
65% Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
20 – 60% 0,7 – 1,2
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m 0% -
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan
5% Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam. 30 – 40% 0,8 – 1,2
TABEL : 4.5 UNIT ZONING REGULATION : D.4 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG UTARA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Mix Use
MU
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Industri
20% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Peutamerehom dan sepanjang Jl. P.Nyak Makam pada sisi timur, serta sepanjang Jl. TGK.Chik Dipineung sampai dengan pertemuan dengan Jl. Ulee Kareng Prada.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
70% Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Pango Raya, Pango Deah, Ilie, dan Lamteh. Dibatasi oleh Jl. P Nyak Makam di sebelah Barat hingga Jl. Ulee Kareng Prada, serta Jl. Tgk Chik Dipineung di sebelah Utara dan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Selatan. 20 – 60% 0,7 – 1,2
Perkantoran K Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
5% Di sepanjang sisi Timur Jl. P.Nyak Makam. 35 – 40% 0,8 – 1,4
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan
5% Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam. 30 – 40% 0,8 – 1,2
TABEL : 4.6 UNIT ZONING REGULATION : D.5 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG SELATAN) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Mix Use
MU
Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Industri
10% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Yusuf. Dan rencana jalan lingkar dalam terusan dari Jl. P. Nyak Makan ke arah selatan hingga berpotongan dengan Krueng Aceh. 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
70% Berada di kawasan yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Barat, sampai batas administrasi Banda Aceh di sisi Timur.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Perdagangan Jasa
PJ Perdagangan Ritel dan Grosir Jasa Pelayanan Hotel dan Restoran
5% Berada di Ujung Jl. Tengku Iskandar pada pertemuan dengan Jl. TH GLP Payong Tengku Hasan dek. 35 – 40% 0,8 – 1,4
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan
3% Berbatasan dengan Krueng Aceh pada sisi Selatan pada Jl. Padat Karya Pango.
30 – 40% 0,8 – 1,2
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. Serta daerah resapan air pada Meander (belokan Krueng Aceh) yang juga dapat dimanfaatkan sebagai hutan kota.
0% -
Zona Wisata 2% Berada pada wilayah Ilie, Ulee kareng 10% 0,2
TABEL : 4.7 UNIT ZONING REGULATION : D.6 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN ULEE KARENG) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : ULEE KARENG ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Perdagangan Jasa
PJ - Perdagangan Ritel dan Grosir - Jasa Pelayanan - Hotel dan Restoran
40% Di sepanjang simpang tujuh yaitu di Jl. Tengku Iskandar, Jl. Ulee Kareng Prada, Jl. Lamgapang, Jl. Lamreung, dan Jalan Mesjid Toha. 30 – 60% 0,3 – 1,8
Mix Use
MU
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Industri
5% Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Nyak Makam. Dan sebagian Jl. Tengku Nyak Makam di sisi Selatan. 30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
55% Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Ie Masen Ulee Kareng, Kelurahan Ceurih, dan sebagaian dari kelurahan Lam Geulumpang yang dibatasi Jl.Tengku Musa sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Barat dan dibatasi dengan Krueng Cut di Sebelat Utara, Timur dan Selatan.
20 – 60% 0,7 – 1,2
TABEL : 4.8 UNIT ZONING REGULATION : D.7 (KAWASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : KOPELMA ZONA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR
FUNGSI KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN PROPORSI LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN
RUANG KDB KLB
Pelayanan Kota PK Fasilitas Pendidikan Tinggi 40% Kampus Universitas Syiah Kuala. 30 – 40% 0,8 – 1,2 Perdagangan dan jasa
PJ - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial
5% Di sepanjang Jl. Utama sampai dengan pertemuan dengan Jl. Kuto Inong Bale, dan sepanjang Jl. Kuto Inong Bale. 30 – 60% 0,3 – 1,8
Mix Use MU - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perkantoran - Sarana Pelayanan Kota :
Fasilitas Umum dan Fasilitas sosial, Institusi dan Transportasi
- Industri
5% Di sepanjang Jalan yang membatasi wilayah Kampus Universitas Syiah Kuala di bagian Utara.
30 – 60% 0,3 – 2,4
Permukiman P - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang.
- Rumah susun
40% Di bagian Utara dan Barat Kampus Universitas Syiah Kuala.
20 – 60% 0,7 – 1,2
Ruang Terbuka
RT Sempadan sungai (Konservasi) 10% Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m 0% -
LAMPIRAN 2 MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK
KAWASAN PERMUKIMAN PT : PERUMAHAN TERBATAS P : PERUMAHAN PK : PELAYANAN KOTA RT : RUANG TERBUKA PJ : PERDAGANGAN DAN JASA MU : MIX USE K : PERKANTORAN
IT : PERIKANAN TANGKAP IB : PERIKANAN BUDIDAYA T : PERTANIAN PL : PELABUHAN (KAWASAN KHUSUS) AG : AGROPOLITAN (KAWASAN KHUSUS) TH : TSUNAMI HERITAGE (KAWASAN KHUSUS)
KETERANGAN : I : Penggunaan atau kategori penggunaan diijinkan sesuai dengan haknya, yang berarti bahwa tidak akan ada pembatasan atau
peninjauan atau tindakan lain dari Pemerintah Kota sebagai persyaratan memperolah ijin penggunaan selain memproses IMB. B : Penggunaan memerlukan Ijin Penggunaan Bersyarat. Ijin Penggunaan bersyarat diperlukan untuk penggunaan yang memiliki
potensi dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya atau yang lebih luas. Oleh karena itu permohonan perlu dilengkapi AMDAL, RKL, RPL..
- : Penggunaan atau kategori penggunaan tidak diijinkan
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG
I PERUMAHAN
1 Akomodasi Hunian Bersama (rumah petak)
- B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan - Rasio MCK terhadap jumlah penghuni
2 Rumah Susun - I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - 3 Rumah Tunggal B I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B - Rumah tunggal untuk Wilayah PT
(Permukiman Terbatas) adalah tipe
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG rumah sedang, sederhana dan sangat sederhana
- Rumah tunggal untuk Wilayah AG (Agropolitan) adalah tipe rumah perdesaan
4 Rumah Dinas, Wisma Tamu - I _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - 5 Asrama Mahasiswa dan Pelajar - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Rasio KM/WC terhadap jumlah
penghuni. - Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni. 6 Tempat kos, sebagai
penggunaan pelengkap - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas lantai
penggunaan utama (maks. 20%, dan tidak lebih dari 120 m2).
7 Rumah kos yang berdiri sendiri - B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi MCK terhadap jumlah penghuni - Rasio tempat parkir terhadap jumlah
penghuni. - Ketertiban dan keamanan lingkungan
8 Rumah Usaha, sebagai penggunaan pelengkap (praktek dokter individu, bidan, pengobatan alternatif, warung, persewaan, dll.)
B B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas lantai penggunaan rumah tinggal (maks. 20% dari total luas lantai).
- Ketertiban dan keamanan lingkungan
II PERDAGANGAN RITEL/ECERAN 1 Departemen Store _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - 2 Toko -
Bahan Bangunan dan Alat Pertukangan
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia tempat parkir dan bongkar muat barang.
Alat Rumah Tangga/Furniture
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia fasilitas parkir dan bongkar muat barang.
Hewan Peliharaan dan Perlengkapannya
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas penunjang. - Jaminan keamanan.
Pakaian dan Kelengkapannya (butik)
_ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai bangunan usaha
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG Peracangan _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
3 Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall
_ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang. 4 Kios, Warung B B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
5 Pasar _ _ _ _ B B _ _ B _ _ _ B - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah. - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang. 6 Restoran _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai
bangunan usaha. - Ketersediaan sarana pengelolaan
limbah. 8 PKL B B B _ B B B _ _ _ _ _ B - Batasan lokasi berjualan (di dalam
daerah sempadan bangunan) - Batasan jenis dagangan dan waktu
berjualan 9 Galeri _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan dengan kebutuhan
setempat - Ketersediaan fasilitas pendukung. - Ketersediaan tempat parkir dan bongkar
muat barang. - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
10 Ruang Pamer dan Tempat Penjualan Kendaraan Bermotor Tertutup (dealer, showroom)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Boleh dilengkapi bengkel perawatan (bukan bengkel perbaikan).
- Tersedia tempat parkir dan bongkar muat barang. 11 Ruang Pamer dan Tempat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG Penjualan Kendaraan Bermotor Terbuka
12 Ruang Pamer dan Tempat Penjualan Alat-alat Berat
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia tempat parkir dan bongkarmuat barang.
13 Tempat Penjualan Peralatan dan Pasokan Pertanian
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ B
14 Tempat Penjualan Suku Cadang
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan setempat. - Tersedia tempat parkir dan bongkar
muat barang. 15 Tempat Penjualan Barang Bekas (besi, bekas bangunan)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _
III PERDAGANGAN BESAR/GROSIR
1 Pasar Grosir, Pasar Induk _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ B - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang. 2 Pertokoan Grosir _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _
3 Tempat Pelelangan Ikan _ _ _ _ _ _ _ B B _ _ _ _
IV JASA KOMERSIAL
1 Trade Centre _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat
muat barang. 2 Lembaga Keuangan (bank,
asuransi, leasing, bursa saham, sekuritas, money changer)
_ _ _ _ B B B _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
total luas lantai bangunan). - Jaminan Keamanan.
3 Jasa Pelayanan Penginapan (hotel, losmen, penginapan, cottage, homestay)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap
total luas lantai bangunan). - Privacy terjamin.
4 Jasa Hiburan dan Pertunjukkan (bioskop, drive-in, sandiwara)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia tempat parkir - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat. 5 Jasa Reparasi dan Perawatan
(arloji, elektronika, sepeda) _ B _ _ I I _ _ _ _ _ _ _ - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG persyaratan rumah usaha.
6 Jasa Pengiriman/Ekspedisi _ _ _ I I _ _ _ _ _ _ _ -
7 Jasa Usaha Makanan dan Minuman (catering)
_ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap total luas penggunaan utama.
- Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
- Pengendalian pencemaran lingkungan (limbah padat dan cair)
8 Jasa Pemakaman dan Penitipan Jenazah
_ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat.
- Jaminan Keamanan 9 Studio Radio dan Televisi _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan.
- Tersedia tempat parki - Persetujuan komunitas setempat.
10 Jasa Personal (salon kecantikan, pangkas rambut, laundry, rias pengantin, penjahit, studio foto, wartel, warnet, rental komputer, persewaan video, persewaan majalah)
_ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan utama.
- Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha
- Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
11 Jasa Pelayanan Bisnis (foto kopi, pengurusan surat-surat dan dokumen, biro perjalanan)
_ B _ _ B B B _ _ _ _ _ _
12 Perkantoran Bisnis dan Profesional (notaris, pengacara, akuntan, konsultan, kontraktor, kantor lembaga profesi)
_ _ _ _ I I I _ _ _ _ _ _ -
13 Taman Hiburan dan Teater Terbuka
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia tempat parkir - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG 14 Penitipan Hewan Peliharaan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat. - Jaminan keamanan.
15 Fasilitas Penitipan Anak _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan utama
- Daya tampung (kapasitas) - Kelengkapan fasilitas
16 Pameran di Ruang Terbuka (produk unggulan, bunga)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Bersifat temporer - Luas lahan memenuhi
17 Studio Ketrampilan (non fasilitas pendidikan)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Luas lahan memenuhi - Tersedia tempat parkir
18 Panti Pijat _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir.
19 Klub Malam, Bar, Karaoke, Cafe
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir.
20 Fasilitas Rekreasi Privat dan Kebugaran (club house, fitness centre)
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Tersedia fasilitas pendukung. - Tersedia tempat parkir.
21 Fasilitas Daur Ulang - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir. - Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat)
Pengumpul kecil/besar _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Pengolahan hasil daur ulang
_ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Pengkomposan dari bahan-bahan hijau dan organik
_ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Tempat pengumpulan puing-puing bangunan
_ B _ _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Pengolahan buangan komersial dan pabrik
_ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
22 Klinik dan Rumah Sakit hewan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan. - Keamanan warga sekitar - Pencemaran lingkungan
23 Tempat Persewaan Kendaraan _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan.
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG - Tersedia tempat parkir
24 Bengkel Mobil _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Pengendalian pencemaran dan kebisingan
25 Bengkel Sepeda Motor _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Pengendalian pencemaran dan kebisingan
- Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
26 SPBU _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimum luas lahan. - Persetujuan komunitas setempat - Keamanan terhadap kebakaran dan
bahaya ledakan - Sirkulasi kendaraan dalam tapak tidak
mengganggu lalu-lintas sekitar. V PERKANTORAN
1 Perkantoran Pemerintah (eksekutif,legislatif, yudikatif)
_ B B _ _ I I _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian jenis kantor dengan karakter zona setempat.
- Batasan minimum luas lahan - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai.
2 Perkantoran Organisasi Sosial-Politik-Kemasyarakatan, Kantor Yayasan, LSM
_ B _ _ _ I I _ _ _ _ _ _ - Khusus untuk wilayah P (Permukiman) harus memperhatikan proporsi terhadap luas penggunaan rumah tinggal (maks. 20%)
- Keamanan dan ketertiban lingkungan. - Persetujuan komunitas setempat.
3 Kantor Perwakilan Negara Asing
_ _ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ - Keamanan dan ketertiban lingkungan. - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia fasilitas yang memadai.
VI PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA
1 Sarana Pendidikan
Taman Kanak-kanak dan Playgroup
_ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai - Ketertiban dan keamanan lokasi SD sampai SMU dan MI _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG sampai MA
Sekolah Tinggi/Universitas _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Sekolah Kejuruan _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Pendidikan Kedinasan _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Tempat Kursus (bahasa, kecantikan, musik, tari, desain, akuntansi, komputer, mengetik, menjahit, memasak, mengemudi, montir)
_ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas penggunaan rumah tinggal maks. 20% bila di wilayah permukiman (P)
- Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha
- Persetujuan tetangga sekitar. Sekolah Luar Biasa _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Kelengkapan fasilitas pendukung.
- Ketertiban dan keamanan lokasi Pondok Pesantren _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling
- Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas setempat
2 Sarana Kesehatan
Rumah Sakit _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling. - Ketersediaan fasilitas pengelolaan
limbah - Rasio tempat parkir terhadap luas
penggunaan utama. Fasilitas Kesehatan
Lingkungan (Puskesmas, BKIA, Poliklinik, Klinik)
_ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah
- Tidak menimbulkan konflik pemanfaatan kegiatan.
Tempat Praktek Medis Rawat Luar (tempat praktek bersama)
_ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha.
- Persetujuan tetangga sekitar. - Ketertiban dan keamanan lingkungan.
Apotik _ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Proporsi terhadap luas lantai penggunaan utama (maks. 20% dari total luas lantai).
- Rasio tempat parkir terhadap luas
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG pengunaan tempat usaha.
- Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah.
Laboratorium Diagnostik _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah.
3 Sarana Peribadatan _ I I _ _ I _ _ _ _ _ _ _ - Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas sekitar.
4 Sarana Sosial - Batasan minimal luas kapling - Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas sekitar - Ketertiban dan keamanan lingkungan
Panti Wredha _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Panti Asuhan _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Panti Perawatan Narkoba _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
Pondok Sosial _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _
5 Balai Pertemuan Warga _ B I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan pengguna (hanya untuk komunitas setempat)
6 Museum _ _ I _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir
7 Sarana Keamanan dan Keselamatan
- Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir Kantor Polisi, Koramil _ _ I _ _ B I _ _ _ _ _ _
Pos Pemadam Kebakaran _ _ I _ B B I _ _ _ _ _ _
Pos Keamanan Lingkungan
_ B I _ _ B I _ _ _ _ _ _
Lembaga Pemasyarakatan
_ _ I _ B B _ _ _ _ _ _ _
8 Sarana Olah Raga dan Pertemuan
- Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir
Stadion dan Sarana Olah raga Tertutup
_ B I _ B B _ _ _ _ _ _ _
Gedung Pertemuan, Convention Hall
_ _ I _ B B _ _ _ _ _ _ _
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG VII PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA/ INSTITUSI
1 Antena Komunikasi - Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar Fasilitas Telekomunikasi
Minor _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _
Fasilitas Telekomunikasi Major
_ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _
Antena Satelit _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _
2 Fasilitas Gardu induk listrik _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar
5 Krematorium _ _ B _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat.
- Jaminan keamanan. 6 Transmisi Induk, Relay,
Distribusi Komunikasi (Stasiun Telepon Otomat)
_ B B _ _ B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang - Keamanan terhadap bangunan dan
lingkungan sekitar - Disesuaikan kebutuhan komunitas
setempat.
7 Instalasi Pengolahan dan Penyimpanan Air Bersih (penjernihan air, tandon air, menara air)
_ B B _ _ B _ _ _ _ _ _ _
8 Instalasi Pengolahan Air Limbah/Limbah Tinja
_ _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat (perumahan : TPS dan depo sampah)
- Persetujuan komunitas setempat. - Pengendalian pencemaran lingkungan
sekitar
9 Instalasi dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS dan depo sampah) TPS, incerinator)
_ B B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
10 Tempat Pembuangan Sampah Akhir
_ _ B _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
VII SARANA PELAYANAN KOTA TRANSPORTASI
1 Terminal Kargo _ _ B _ _ B _ _ _ _ _ I _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat.
- Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang
2 Terminal Penumpang, Shelter, Halte
_ B B _ B B B _ _ _ _ I _
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG 3 Stasiun Kereta Api
5 Pelabuhan Laut, Terminal Peti kemas
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _
6 Pelabuhan Penyeberangan _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _
7 Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
VIII INDUSTRI
1 Industri kecil/rumah tangga _ B _ _ B B _ _ _ _ _ _ _ - Industri Non Polutan - Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang - Keamanan terhadap bangunan dan
lingkungan sekitar - Persetujuan komunitas setempat - Pengendalian pencemaran lingkungan
sekitar
2 Industri Percetakan dan Surat Kabar
_ _ _ _ B B _ _ _ _ _ _ _
3 Industri Perikanan (Pengolahan ikan, pengalengan, dll)
_ _ _ _ _ _ _ B B _ _ _ _
4 Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri)
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B
IX PERGUDANGAN
1 Gudang Tertutup/Terbuka _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B _ - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat
- Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang
2 Fasilitas Pindahan dan Penitipan Barang (Moving and Storage)
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ B _
3 Gudang Terbuka Sementara di Luar Lokasi Pembangunan Proyek
B B B _ B B B _ _ _ _ B B - Batasan waktu (hanya diijinkan selama pembangunan proyek)
X RUANG TERBUKA HIJAU
1 Hijau Lindung _
Hutan Kota I I I I I I I I I I I I I
Hutan Bakau I I I I I I I I I I I I I
2 Hijau Binaan
Taman Kota I I I I I I I _ _ I I I I _
Rekreasi Kota (Kebun _ _ B B B B _ _ _ _ _ _ _ - Batasan luas lahan minimum
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG Binatang, Taman Ria, Taman Remaja)
- Disesuaikan kebutuhan setempat - Persetujuan komunitas setempat Pemakaman I I I B B B _ _ _ _ _ _ B
Bumi Perkemahan _ _ B B B B _ _ _ _ _ _ B
Sabuk Hijau I I I I I I I I I I I I I _
3 Hijau Tata Air _
Tepi Sungai dan Saluran (sempadan sungai)
I I I I I I I I I I I I I
1. Tepi Waduk (sempadan waduk)
I I I I I I I I I I I I I
2. Tepi Laut (sempadan pantai)
I I I I I I I I I I I I I
4 Hijau Utilitas
▪ Jalur Hijau SUTT B B B B B B B B B B B B B - Batasan ruang bebas SUTT
▪ Jalur Hijau Pengaman Jaringan Pipa Gas
B B B B B B B B B B B B B - Batasan ruang bebas jaringan pipa gas
5 Hijau Prasarana Jalan dan Kereta Api (median, pulau jalan, interchange jalan tol, sempadan kereta api)
B B B B B B B B B B B B B - Batasan Rumija, Rumaja, Ruwasja, GSB, dan Garis Sempadan Kereta Api
6 Hijau Olah-raga
▪ Lapangan Olah-raga Terbuka (sepak bola, basket, voli)
B B B B B B _ _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
▪ Lapangan Golf, Driving Range
_ _ B B B B _ _ _ _ _ _ - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
7 Tempat Terbuka Penjualan Tanaman dan Bunga
B B B B B B _ _ _ B _ _ B - Batasan lokasi - Ketersediaan tempat parkir - Ketertiban dan keamanan lokasi - Pelestarian lingkungan
8 Tempat Pemeliharaan/Istal Kuda Pacu
_ _ B B B B _ _ _ B _ _ B - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
KATEGORI PENGGUNAAN FUNGSI WILAYAH
INDIKATOR PERSYARATAN
PT P PK RT PJ MU K IT IB T SO PL AG 9 Tempat Pembenihan
Holtikultura dan Rumah Kaca B B B B B B _ _ _ B _ _ B - Dalam bentuk rumah usaha khusus
untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
- Ketertiban dan keamanan lingkungan XI PERTAMBAKAN
1 Tambak Budidaya
▪ Tambak Produksi _ _ _ _ _ _ _ _ I _ _ _ _ -
▪ Tempat Pembibitan dan Fasilitas Aquaculture
_ _ _ _ _ _ _ _ I _ _ _ _ -
2 Tambak/Kolam Rekreasi (ekowisata)
- Disesuaikan kebutuhan setempat - Pengendalian pencemaran lingkungan
(limbah padat dan cair) - Pelestarian lingkungan
Kolam Pancing _ _ B B B B _ _ B B _ _ B
Restoran Apung _ _ B B B B _ _ B B _ _ B
Rekreasi Perahu _ _ B B B B _ _ B B _ _ B
XII PERAIRAN
1 Telaga, ponds B B B B B B B B B B B B B - Kesesuaian dengan kebutuhan - Ketersediaan tanah - Batasan sempadan telaga
2 Saluran drainase B B B B B B B B B B B B B - Kesesuaian dengan kebutuhan - Batasan sempadan saluran
XIII TATA INFORMASI (SIGN)
1 Tata Informasi Proyek B B B _ B B B _ _ B _ B _ Batasan penataan signage 2 Tata Informasi Komunitas
(penunjuk lokasi, penunjuk arah, papan informasi)
B B B _ B B B _ _ B _ B _
3 Tata Informasi Komersial (reklame)
B B B _ B B B _ _ B _ B _
LAMPIRAN 3 KETENTUAN KDB DAN KLB
FASILITAS KESEHATAN
Peruntukkan KDB KLB Fasilitas Kesehatan Lingkungan (Puskesmas, BP, BKIA, Posyandu, Poliklinik, dsb.) Luas tanah minimum 300m2
50% 1
Praktek Dokter bersama Luas tanah minimum 300m2
40% 0,8
Apotik/ Laboraturium Klinis Luas tanah minimum 200m2
50% 0,5
Rumah Sakit kelas D Luas tanah minimum 5000m2
35% 0,7
Rumah Sakit kelas C Luas tanah minimum 10.000m2
40% 0,4 35% 0,7
30% 0,9 Rumah Sakit kelas B Luas tanah minimum 45.000m2
40% 0,8 35% 1,4 30% 1,8
Rumah Sakit kelas A Luas tanah minimum 70.000m2
40% 0,8 35% 1,4 30% 1,8
FASILITAS PENDIDIKAN
Peruntukkan KDB KLB Pendidikan Pra Sekolah (playgroup) Luas tanah minimum 250m2 35% 0,35 Pendidikan Dasar dan Menengah Luas tanah minimum 10.000m2
40% 0,8 30% 1,2
Pendidikan Tinggi Luas tanah minimum 50.000m2 40% 1,6 Pendidikan Luar Sekolah (Ruko atau Rukan) Luas tanah minimum 500m2
40% 0,8 30% 1,2
Pondok Pesantren Luas tanah minimum 50.000m2 40% 1,6
FASILITAS PERIBADATAN Peruntukkan KDB KLB
Mesjid Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8 Gereja Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8 Vihara Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8
RUANG TERBUKA Peruntukkan KDB KLB
Taman Kota 0% - Lapangan Olahraga 10% 0,2 Kolam Renang 20% 0,2 Taman Pemakaman Umum 5% 0,05 Tempat Pembuangan Akhir Sampah 5% 0,05 Tempat Pembuangan Sampah Sementara 60% 0,6 Instalasi Pengolahan Tinja dan/ Air Limbah 60% 0,6 Instalasi Pengolahan Air Bersih 60% 0,6 Tempat Pemotongan Hewan 50% 1,2 Hutan Kota 0% - Kegiatan Pertanian 0% -
INDUSTRI Peruntukkan KDB KLB
Industri Rumah Luas tanah minimum 1.000m2 60% 1,2 Industri Pengolahan Ikan Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0 Galangan Kapal Kayu Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0 Pembangkit Listrik Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
JASA PELAYANAN Peruntukkan KDB KLB
Salon/tukang cukur/tukang jahit Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2 Layanan Dokumen/Warnet/Wartel Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2 Bengkel Sepeda Motor Luas tanah minimum 100m2 60% 1,2 Bengkel Mobil Luas tanah minimum 1000m2 60% 1,2 Bengkel Mesin/Listrik umum Luas tanah minimum 1000m2 50% 1,0
HOTEL DAN RUMAH MAKAN Peruntukkan KDB KLB
Penginapan/losmen/hotel melati Luas tanah minimum 1.000m2 60% 1,2 Hotel Berbintang Luas tanah minimum 5.000m2
40% 1,6 30% 2,4
Warung Nasi/Warung Kopi Luas tanah minimum 100m2 50% 0,5 Rumah Makan/Restoran/Cafe Luas tanah minimum 500m2 40% 0,8
PERDAGANGAN
Peruntukkan KDB KLB Warung/Toko Eceran Kecil Luas tanah minimum 100m2 70% 0,7 Pertokoan Luas tanah minimum 100m2 60% 1,8 Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall Luas tanah minimum 10.000m2
70% 2,8 60% 4,8
Pasar Tradisional/Pasar Hewan/Pasar Ikan Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0 Depo Bahan Bangunan Luas tanah minimum 2.500m2 40% 0,4 SPBU Luas tanah minimum 5.000m2 30% 0,3
PERKANTORAN Peruntukkan KDB KLB
Perkantoran/Layanan Masyarakat dengan gedung tersendiri Luas tanah minimum 750m2
40% 0,8
35% 1,4 Perkantoran/Layanan Masyarakat pada ruko/rukan Luas lantai dasar minimum 150m2 60% 1,8 Perkantoran bukan layanan masyarakat dengan gedung sendiri Luas tanah minimum 1.000m2
50% 1,0 40% 1,6 30% 2,4
Perkantoran bukan layanan masyarakat pada ruko/rukan Luas tanah minimum 100m2 60% 2,4
FASILITAS KOMUNIKASI DAN ENERGI Peruntukkan KDB KLB
Stasiun Siaran Radio Luas tanah minimum 500m2 50% 1,0 Stasiun Siaran TV Luas lahan minimum 25.000m2 50% 2,0 Stasiun Relay TV Luas tanah minimum 1.000m2 40% 0,8 Antena Pemancar Telepon/Seluler Luas tanah minimum 100m2 40% 0,4 Stasiun Telepon Otomat Radio Luas tanah minimum 50m2 40% 0,4 Gardu Listrik Luas tanah minimum 50m2 40% 0,4 Gardu Transformasi Tegangan Listrik Luas tanah minimum 10.000m2 50% 1,0
PERUMAHAN Peruntukkan KDB KLB
Rumah ukuran sangat besar (kapling >600m2) 40% 1,2 Rumah ukuran besar (kapling 301 m2 s/d 600 m2) 40% 0,8 Rumah ukuran sedang (kapling 201m2 s/d 300m2) 50% 1,0 Rumah ukuran kecil (kapling 101m2 s/d 200m2) 50% 1,0 Rumah ukuran sangat kecil (kapling s/d 100m2) 60% 1,2 Rumah susun ukuran besar (hunian > 70m2) Luas tanah minimum 10.000m2 20% 0,8 Rumah susun ukuran kecil (hunian s/d 70m2) Luas tanah minimum 5000m2 20% 0,8 Rumah perdesaan ukuran besar (kapling >1000m2) 30% 0,6 Rumah perdesaan ukuran sedang (kapling 601 s/d 1000m2) 30% 0,6 Rumah perdesaan ukuran kecil (kapling s/d 600m2) 40% 0,8
Rekreasi dan Wisata Peruntukkan KDB KLB
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam bangunan bersama kegiatan lain (di dalam pusat perbelanjaan, mall, dsb) Luas lantai minimum 1000m2
Mengikuti ketentuan bangunan dimana kegiatan tersebut berada
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam suatu bangunan tersendiri Luas minimum 6000m2 30% 0.9 Rekreasi luar ruangan Luas tanah minimum 50.000m2 10% 0,2
Fasilitas Transportasi Peruntukkan KDB KLB
Terminal Bis AKAP 10% 0.2 Terminal Angkutan Kota 10% 0.2 Pelabuhan Ferry 10% 0.2 Pelabuhan Ikan 20% 0,4 Pelabuhan Samudera 20% 0,8 Depo Bahan Bakar Minyak 40% 0,8