2. isi proposal

113
P RO P O S AL P E N E LI T I AN JUDUL PENELITIAN Strategi Pembelajaran Guru Fisika Berbasis Kurikulum 2013 di SMA: Relevansinya dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di SMA Negeri 1 Semarapura Tahun Pelajaran 2015/2016 IDENTITAS PENELITI Nama : I Komang Indra Wibawa (1213021034) Semester : VII/B I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa beberapa persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang masih rendah. Rendahnya kualitas SDM ini menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia belum mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan keahlian dan bidangnya masing-masing. 1

Upload: indrawibawa

Post on 14-Jul-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

isi

TRANSCRIPT

Page 1: 2. Isi Proposal

P RO P O S AL P E N E LI T I AN

JUDUL PENELITIAN

Strategi Pembelajaran Guru Fisika Berbasis Kurikulum 2013 di SMA:

Relevansinya dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di

SMA Negeri 1 Semarapura Tahun Pelajaran 2015/2016

IDENTITAS PENELITI

Nama : I Komang Indra Wibawa (1213021034)

Semester : VII/B

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Banyak kalangan yang berpendapat bahwa beberapa persoalan yang

dihadapi bangsa Indonesia saat ini, disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia

(SDM) Indonesia yang masih rendah. Rendahnya kualitas SDM ini menyebabkan

sebagian masyarakat Indonesia belum mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan

pembangunan sesuai dengan keahlian dan bidangnya masing-masing. Partisipasi

masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan karena itu merupakan salah

satu tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan

pembangunan akan tercapai, jika masyarakat berpartisipasi aktif dalam seluruh

kegiatan pembangunan tersebut. Hanya dengan kualitas SDM yang tinggi,

partisipasi tersebut dapat dilakukan secara optimal.

SDM yang berkualitas adalah SDM yang memiliki keseimbangan hardskill

dan softskill yang baik. Berpikir kritis merupakan salah satu komponen softskill

1

Page 2: 2. Isi Proposal

yang dinilai penting di era globalisasi ini. Kritis didefinisikan sebagai suatu proses

intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis,

dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi,

pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat

mengambil tindakan (Walker et al, 1999). Kemampuan berpikir kritis terdiri dari 5

keterampilan meliputi (1) memberikan penjelasan sederhana; (2) membangun

keterampilan dasar; (3) menyimpulkan; (4) memberikan penjelasan lebih lanjut; (5)

mengatur strategi dan taktik (Ennis, 1993). Dalam rangka menghadapi perubahan

aspek kehidupan yang berlangsung sangat cepat di era globalisasi ini,

masyarakat harus mampu berpikir kritis, mampu bertindak dengan cepat dan

tepat, mampu menyelesaikan permasalahan dengan efektif, dan mampu

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

Menghadapi perubahan yang cepat tersebut maka kemampuan berpikir kritis

merupakan aspek yang perlu mendapatkan penekanan dan pengajaran di dalam dunia

pendidikan. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya membantu siswa dalam

memahami esensi materi pelajaran yang diperoleh di sekolah. Lebih dari itu,

kemampuan berpikir kritis menjadi kemampuan yang secara berkelanjutan

membantu memberdayakan kemampuan seseorang dalam profesi yang dipilihnya

nanti. Untuk memberikan kemampuan berpikir kritis kepada siswa, setiap kegiatan

pembelajaran harus mampu menumbuhkan dan meningkatkan dimensi pemahaman,

pengertian, dan keterampilan dari para siswa untuk memahami kenyataan dan

permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari di tengah keluarga,

lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan yang lebih luas dalam masyarakat.

2

Page 3: 2. Isi Proposal

Berbagai permasalahan muncul akibat rendahnya atau kurang optimalnya

kemampuan berpikir kritis. Salah satunya adalah pemahaman yang rendah terhadap

kajian dasar ilmu-ilmu pengetahuan yang berdampak pada rendahnya kualitas

kemampuan yang dimiliki lulusan suatu pendidikan. Jika lulusan lembaga

pendidikan memiliki pemahaman yang rendah terhadap kompetensi bidang yang

dipelajari, maka selanjutnya ia tidak akan mampu berkontribusi secara maksimal

dalam pembangunan sumber daya manusia karena skills yang dimiliki belum cukup

unuk memenuhi tantangan dan kebutuhan pada perkembangan saat ini.

Kemampuan berpikir kritis sangat penting pada zaman kekinian ketika

seseorang menghadapi permasalahan yang kompleks dan perkembangan teknologi

yang pesat dalam kehidupannya. Selain itu, Martincova dan Lukesova (2015)

menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat menjadi media bagi seseorang

untuk mengelola konflik interkultural. Kemampuan berpikir kritis penting dimiliki

oleh siswa untuk menghadapi berbagai tantangan, mampu memecahkan

permasalahan yang dihadapi serta mengambil keputusan yang tepat sehingga dapat

menghadapi tantangan kehidupan di era globaliasi ini. Dengan kata lain, jika

kemampuan berpikir kritis siswa rendah maka ia akan sulit untuk menyesuaikan diri

dan menghadapi dinamika kehidupan yang semakin kompleks.

Kemampuan berpikir kritis tidak secara spontan dapat dimiliki oleh siswa

dan berkembang dengan perkembangan fisik siswa itu sendiri. Pemerintah dalam hal

ini telah menggalangkan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan kualitas proses

pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa guna

menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, bagi dari aspek sikap,

3

Page 4: 2. Isi Proposal

pengetahuan, dan keterampilan. Pemerintah menyadari bahwa peran pendidikan

sangat penting. Hal itu telah dibuktikan dari upaya yang telah dilakukan oleh

pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya tersebut meliputi (1)

meningkatkan sarana dan prasarana; (2) meningkatkan kualitas guru; serta (3)

mengevaluasi dan meningkatkan kurikulum yang telah diterapkan.

Pada bulan Juli 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia

menerapkan kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013

merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Penyempurnaan KTSP menjadi Kurikulum 2013

menurut Kemendikbud (2013a) dikarenakan selama ini aspek yang sering menjadi

perhatian hanya aspek kognitif. Berdasarkan Permendikbud Nomor 81 A Tahun

2013, proses pembelajaran menurut kurikulum 2013 adalah suatu proses pendidikan

yang memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat mengembangkan segala potensi

yang mereka miliki menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat

dilihat dari aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan

(psikomotor).

Menurut Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kerangka Dasar dan

Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Kurikulum 2013

dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir tentang pola pembelajaran, yaitu:

(1) berpusat pada peserta didik; (2) pembelajaran interaktif (guru-siswa-masyarakat-

lingkungan); (3) pembelajaran dirancang secara jejaring (peserta didik dapat

menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta

diperoleh melalui internet); (4) pembelajaran bersifat aktif-mencari (pembelajaran

4

Page 5: 2. Isi Proposal

siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan

sains); (5) belajar kelompok (berbasis tim); (6) pembelajaran berbasis multimedia;

(7) pembelajaran berbasis kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat

pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik; (8) pola

pembelajaran menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan

(9) pembelajaran kritis. Berdasarkan penyempurnaan pola pikir tersebut, Kurikulum

2013 hadir dengan karakteristik yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya.

Kesuksesan implementasi Standar Proses Kurikulum 2013 terletak pada

peran profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru adalah orang

yang berhadapan langsung dengan siswa, sehingga memberikan pengaruh

langsung terhadap keberhasilan pembelajaran siswa. Oleh sebab itu, guru dituntut

memiliki kesiapan, kompetensi, komitmen, kesungguhan, dan tanggung jawabnya

terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Kompetensi yang dimaksud tidak hanya

pada penguasaan bahan ajar, tetapi guru juga harus mampu melakukan

pembelajaran yang menyenangkan, menarik, dan menantang bagi siswa.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus mampu memberikan peluang bagi

siswa untuk mengoptimalkan keterampilan proses, sehingga siswa menjadi

aktif, kritis serta mampu mengembangkan aspek sosial religius dalam belajar.

Pada kenyataannya, ketidakpahaman guru terkait Kurikulum 2013

mempengaruhi pemilihan model, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang kurang

tepat masih sering terjadi di sekolah. Hal tersebut menyebabkan kemampuan

berpikir kritis siswa sulit untuk berkembang. Kegiatan pembelajaran saat ini masih

menempatkan siswa secara pasif sebagai penerima penjelasan guru. Hal ini

5

Page 6: 2. Isi Proposal

menyebabkan belum adanya pemberdayaan kemampuan berpikir siswa untuk

bekerja secara ilmiah. Suastra et al (dalam Lidyayanti, 2015) mengemukakan bahwa

pembelajaran IPA di sekolah memiliki kecenderungan untuk: 1) pengulangan dan

hafalan; 2) siswa belajar dengan takut berbuat salah; 3) kurang mendorong siswa

untuk berpikir kreatif; dan 4) kurang melatihkan pemecahan masalah. Aryasta

(2014) dalam penelitiannya menemukan nilai keterampilan berpikir kritis awal siswa

di SMA Negeri 1 Singaraja yang diperoleh melalui pretest menunjukkan bahwa

kelompok siswa yang berkualifikasi sangat kurang 47,5%, berkualifikasi kurang

35%, dan hanya 2,5% memiliki kualifikasi cukup. Berdasarkan hasil tersebut terlihat

bahwa sebagian besar kualifikasi keterampilan berpikir kritis awal siswa masih

berada pada rentangan kurang dan sangat kurang.

Harapan dan kenyataan yang terjadi yang tidak sesuai menyebabkan

kesenjangan. Kesenjangan tersebut berupa keterampilan berpikir kritis siswa yang

kurang ditangani dengan baik dan optimal oleh guru di sekolah. Pendekatan

pembelajaran yang diberikan guru belum melibatkan siswa secara aktif.

Menanggapi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada Kurikulum 2013

tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui surat dengan Nomor

179342/MPK/KR/2014, memutuskan beberapa hal terkait pelaksanaan Kurikulum

2013, yaitu sebagai berikut.

“… dengan memperhatikan rekomendasi tim evaluasi kurikulum, serta diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, saya memutuskan untuk: (1) menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-sekolah ini akan kembali menggunakan Kurikulum 2006, maka bagi para kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah tersebut diminta mempersiapkan diri untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015; (2) tetap melanjutkan

6

Page 7: 2. Isi Proposal

penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah tiga semester menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014, serta menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah diperbaiki dan dimatangkan, sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) akan melakukan proses penyebaran penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya, ….”

Berdasarkan petikan surat edaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan Kurikulum 2013 tidak dihentikan secara total, namun tetap

dilaksanakan di sekolah-sekolah yang telah tiga semester menerapkannya, yaitu

sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah

ini bertujuan untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan

percontohan, yang akan membantu pemerintah menyebarkan teknis penerapan

Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Dengan demikian, tersirat bahwa

tujuan jangka panjang pemerintah adalah menerapkan Kurikulum 2013 di seluruh

sekolah di Indonesia, ketika kurikulum ini telah diperbaiki dan dimatangkan.

Paparan di atas mengindikasikan bahwa masih terdapat permasalahan

penerapan Kurikulum 2013 yang dihadapi guru dalam pembelajaran fisika

khususnya pada pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Diperlukan

strategi pembelajaran yang menciptakan pembelajaran aktif serta mampu

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa yang melibatkan siswa pada

proses ilmiah pada pelajaran fisika di SMA. Penerapan Kurikulum 2013 ini

menggunakan pendekatan saintifik seyogiyanya juga mampu berperan aktif dalam

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, dalam proposal

ini, digagas sebuah penelitian yang berjudul “Strategi Pembelajaran Guru Fisika

Berbasis Kurikulum 2013 di SMA: Relevansinya dalam Mengembangkan

7

Page 8: 2. Isi Proposal

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di SMA Negeri 1 Semarapura Tahun

Pelajaran 2015/2016”.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian ini berfokus pada

keterampilan berpikir kritis siswa ditinjau dari strategi pembelajaran guru fisika di

SMAN 1 Semarapura. Permasalahan yang dikaji meliputi (1) implementasi

Kurikulum 2013 dalam pembelajaran fisika; (2) kemampuan berpikir kritis siswa

dalam pembelajaran fisika; (3) strategi guru dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritis siswa melalui implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran

fisika. Upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika

ini ditinjau dari tiga aktivitas utama guru dalam pembelajaran, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.

Pada tahap perencanaan pembelajaran, akan dilakukan analisis kesesuaian

rencana pelaksanaan pembelajaran guru, yang meliputi pengembangan: (a) indikator

pembelajaran, (b) tujuan pembelajaran, (c) materi pembelajaran, (d) langkah-

langkah pembelajaran, (e) media, alat, bahan, dan sumber belajar, (f) lembar kerja

siswa, dan (g) evaluasi pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran,

dilakukan observasi tentang kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan

pembelajaran, serta upaya lain di luar perencanaan yang mungkin dilakukan oleh

guru sebagai upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Terakhir, pada

tahap evaluasi, dilakukan wawancara terhadap upaya guru dalam mengukur

ketercapaian tujuan pembelajaran, khususnya yang terkait dengan kemampuan

berpikir kritis siswa.

8

Page 9: 2. Isi Proposal

Selain hal-hal tersebut, wawancara semi terstruktur juga akan dilaksanakan

pada guru dan siswa untuk mengungkap faktor-faktor yang menghambat upaya

guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa berikut upaya yang

dilakukan untuk mengatasinya.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah implementasi Kurikulum 2013 dalam strategi pembelajaran

fisika di SMA Negeri 1 Semarapura?

2. Bagaimanakah keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran fisika di

SMA Negeri 1 Semarapura?

3. Bagaimanakah strategi guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis

siswa SMA Negeri 1 Semarapura melalui implementasi Kurikulum 2013 dalam

pembelajaran fisika?

1.4 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan implementasi kurikulum 2013 dalam strategi pembelajaran

fisika di SMA Negeri 1 Semarapura.

2) Mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis siswa di SMA Negeri 1

Semarapura.

3) Mendeskripsikan strategi guru dalam mengembangkan keterampilan berpikir

kritis dalam pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Semarapura.

9

Page 10: 2. Isi Proposal

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai upaya-

upaya yang dapat dilakukan guru fisika dalam mengembangkan kemampuan

berpikir kritis siswa melalui implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran

fisika. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat

terhadap pemecahan masalah dari hambatan-hambatan yang dialami guru,

khususnya dalam upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah adanya dampak

langsung pada komponen-komponen yang terlibat dalam penelitian ini. Komponen-

komponen yang dimaksud adalah guru, siswa, dan peneliti.

a. Bagi Guru

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menginspirasi guru untuk

meningkatkan upaya pengembangan keterampilan berpikir siswa dalam

pembelajaran fisika.

b. Bagi Siswa

Peningkatan upaya guru dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis

dan aspek sosial-religius siswa, diharapkan mampu memberikan sumbangsih

terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa.

c. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada

peneliti sebagai calon guru fisika. Manfaat yang dimaksud adalah adanya

10

Page 11: 2. Isi Proposal

pengetahuan dan pengalaman tentang upaya dan kendala mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran fisika.

1.6 Definisi Konseptual dan Oprasional

1.6.1 Definisi Konseptual

1. Strategi pembelajaran merupakan pola-pola umum kegiatan guru anak

didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai

tujuan yang telah digariskan (Djamarah dan Zain, 2006).

2. Berpikir kritis merupakan proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas

mental yang mencakup kemampuan merumuskan masalah, memberikan

argumen, melakukan observasi dan menyusun laporan, melakukan

deduksi, melakukan induksi, melakukan evaluasi, memutuskan dan

melaksanakan, dan berinteraksi dengan yang lain untuk memecahkan

suatu masalah (Arnyana, 2004).

1.6.2 Definisi Oprasional

1. Strategi Pembelajaran merupakan pendekatan, model, dan media

pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran yang

terekam dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi.

2. Berpikir kritis adalah tindakan guru untuk memicu siswa untuk berpikir

kritis pada setiap tahapan pembelajaran serta berupa nilai atau skor yang

diperoleh oleh siswa yang terekam dalam observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

11

Page 12: 2. Isi Proposal

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum berbasis kompetensi yang

diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dalam SKL (Standar

Kompetensi Lulusan). Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang

dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif

melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Oleh

karena itu, Kurikulum 2013 mengunakan sebuah konsep pendekatan ilmiah

(scientific) dalam proses pembelajaran. Dalam pendekatan ilmiah, pembelajaran

dilakukan berbasis pada fakta yang dapat dijelaskan dengan logika, sehingga siswa

mampu menemukan sebuah jawaban yang tidak berdasarkan angan-angan atau

pendapat tidak masuk akal, tetapi melalui proses ilmiah yang struktural.

Kemendikbud (2013a) menyatakan bahwa Kurikulum 2013 menekankan

pada pencapaian empat Kompetensi Inti (KI) yang meliputi KI-1 yang berkenaan

dengan sikap spiritual, KI-2 berkenaan dengan sikap sosial, KI-3 berkenaan dengan

pengetahuan, serta KI-4 yang berkenaan dengan keterampilan. Keempat Kompetensi

Inti (KI) ini dilaksanakan secara integratif melalui pelaksanaan pembelajaran

pendekatan saintifik. Mulyasa (dalam Wardani et al, 2014) mengungkapkan bahwa

implementasi Kurikulum 2013 yang dilaksanakan secara optimal di dalam

pembelajaran akan mampu menghasilkan peserta didik yang produktif, kreatif,

inovatif, serta afektif, melalui penguatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

terintegrasi.

Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran, yaitu

12

Page 13: 2. Isi Proposal

proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung

(Kemendikbud, 2014a). Proses pembelajaran langsung adalah proses pembelajaran

peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir, dan keterampilan

psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang

dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung tersebut, peserta didik

melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan penemuannya dalam

kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect.

Pembelajaran tidak langsung adalah proses pembelajaran yang terjadi

selama proses pembelajaran langsung, tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus.

Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap.

Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses

pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai

proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan

dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena

itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi

selama belajar di kelas dan di luar kelas, seperti dalam kegiatan kurikuler dan

ekstrakurikuler, terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan

perilaku yang terkait dengan sikap.

Pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung dalam Kurikulum

2013 terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan

dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4.

13

Page 14: 2. Isi Proposal

Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan

menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran

tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang

dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.

2.2 Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas (SMA)

2.2.1 Kompetensi Inti (KI)

Kemendikbud (2014a) dalam Lampiran 1 Permen No. 59 Tahun 2014

tentang Kurikulum SMA menjelaskan bahwa Kompetensi Inti Sekolah Menengah

Atas (SMA) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) yang harus dimiliki seorang siswa SMA/MA pada setiap tingkat

kelas. Kompetensi inti dirancang untuk setiap kelas. Melalui kompetensi inti,

sinkronisasi horisontal berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran pada kelas

yang sama dapat dijaga. Selain itu, sinkronisasi vertikal berbagai kompetensi dasar

pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang berbeda juga dapat dijaga.

Rumusan kompetensi inti dalam Kurikulum 2013 menggunakan notasi

sebagai berikut. Kompetensi Inti-1 (KI-1) merupakan notasi untuk kompetensi inti

sikap spiritual. Kompetensi Inti-2 (KI-2) merupakan notasi untuk kompetensi inti

sikap sosial. Kompetensi Inti-3 (KI-3) merupakan notasi untuk kompetensi inti

pengetahuan. Kompetensi Inti-4 (KI-4) merupakan notasi untuk kompetensi inti

keterampilan.

2.2.2 Kompetensi Dasar (KD)

Kompetensi Dasar (KD) dirumuskan untuk mencapai Kompetensi Inti

(Kemendikbud, 2014a). Kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan

14

Page 15: 2. Isi Proposal

karakteristik dan kemampuan peserta didik, serta kekhasan masing-masing mata

pelajaran. Kompetensi Dasar meliputi empat kelompok sesuai dengan

pengelompokan Kompetensi Inti, yaitu sebagai berikut. Kelompok 1 merupakan

kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1. Kelompok 2

merupakan kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2. Kelompok

3 merupakan kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3.

Kelompok 4 merupakan kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan

KI-4.

2.2.3 Mata Pelajaran

Struktur kurikulum SMA terdiri atas mata pelajaran umum kelompok A,

mata pelajaran umum kelompok B, dan mata pelajaran peminatan akademik

kelompok C (Kemendikbud, 2014a). Mata pelajaran peminatan akademik kelompok

C dikelompokkan atas mata pelajaran Peminatan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, mata pelajaran Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, dan mata

pelajaran Peminatan Bahasa dan Budaya. Berikut pemaparan alokasi waktu untuk

setiap jenis mata pelajaran dalam kurikulum SMA.

Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SMA/MA

MATA PELAJARANALOKASI WAKTU PER

MINGGUX XI XII

KELOMPOK A (UMUM)1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 32. Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 44. Matematika 4 4 45. Sejarah Indonesia 2 2 2

15

Page 16: 2. Isi Proposal

6. Bahasa Inggris 2 2 2KELOMPOK B (UMUM)7.

Seni Budaya2 2 2

8.

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

3 3 3

9.

Prakarya dan Kewirausahaan2 2 2

Jumlah jam pelajaran kelompok A dan B per minggu

24 24 24

KELOMPOK C (PEMINATAN)Mata pelajaran peminatan akademik

9 atau 1212 atau

1612 atau 16

Mata pelajaran pilihan lintas minat dan/atau pendalaman minat

6 atau 9 4 atau 8 4 atau 8

Jumlah jam pelajaran kelompok A, B, dan C per minggu

42 44 44

Sumber: Kemendikbud (2014a)

Berikut keterangan tambahan terkait tabel di atas. (1) Mata pelajaran

Kelompok A dan C merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan

acuannya dikembangkan oleh pusat. (2) Mata pelajaran Kelompok B merupakan

kelompok mata pelajaran yang muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat dan

dapat dilengkapi dengan muatan atau konten lokal. (3) Satu jam pelajaran beban

belajar tatap muka adalah 45 menit. (4) Beban belajar penugasan terstruktur dan

kegiatan mandiri, maksimal 60% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran

yang bersangkutan. (5) Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per

minggu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dan atau kebutuhan

akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang dianggap penting, namun yang

diperhitungkan pemerintah maksimal 2 (dua) jam/minggu.

16

Page 17: 2. Isi Proposal

A. Mata Pelajaran Umum

Mata pelajaran umum kelompok A merupakan program kurikuler yang

bertujuan mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan

kompetensi keterampilan peserta didik sebagai dasar penguatan kemampuan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sedangkan mata pelajaran

umum kelompok B merupakan program kurikuler yang bertujuan mengembangkan

kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta

didik terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni (Kemendikbud,

2014a).

B. Mata Pelajaran Peminatan Akademik

Mata pelajaran peminatan akademik kelompok C merupakan program

kurikuler yang bertujuan mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi

pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai dengan minat,

bakat dan atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan

(Kemendikbud, 2014). Berikut deskripsi alokasi waktu per jenis mata pelajaran

peminatan akademik Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Tabel 2.2 Mata Pelajaran Peminatan Akademik MIPA

MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU/MINGGUX XI XII

1 Matematika 3 4 42 Biologi 3 4 43 Fisika 3 4 44 Kimia 3 4 4

Sumber: Kemendikbud (2014a)

17

Page 18: 2. Isi Proposal

C. Pemilihan Peminatan dan Pemilihan Mata Pelajaran Lintas Minat dan atau Pendalaman Minat

Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan kepada

peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum

memperkenankan peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan peminatan

dan pilihan mata pelajaran lintas minat dan/atau pendalaman minat. Menurut

Kemendikbud (2014a), pemilihan peminatan dilakukan peserta didik saat mendaftar

pada SMA/MA berdasarkan nilai rapor SMP/MTs atau yang sederajat, nilai ujian

nasional SMP/MTs atau yang sederajat, rekomendasi guru bimbingan dan

konseling/konselor di SMP/MTs atau yang sederajat, dan hasil tes penempatan

(placement test) ketika mendaftar di SMA/MA, atau tes bakat dan minat oleh

psikolog. Peserta didik masih mungkin pindah peminatan paling lambat pada awal

semester kedua di kelas X, sepanjang daya tampung peminatan baru masih tersedia,

berdasarkan hasil pembelajaran berjalan pada semester pertama, dan rekomendasi

guru bimbingan dan konseling. Peserta didik yang pindah peminatan wajib

mengikuti dan tuntas matrikulasi mata pelajaran yang belum dipelajari sebelum

pembelajaran pada peminatan baru dimulai.

Peserta didik dapat memilih minimal tiga mata pelajaran dari empat mata

pelajaran yang terdapat pada satu peminatan. Satu mata pelajaran yang tidak

diambil, beban belajarnya dialihkan ke mata pelajaran lintas minat. Selain

mengikuti mata pelajaran di peminatan yang dipilihnya, setiap peserta didik harus

mengikuti mata pelajaran tertentu untuk lintas minat dan atau pendalaman minat.

18

Page 19: 2. Isi Proposal

Jika peserta didik mengambil tiga mata pelajaran dari peminatan yang dipilihnya,

maka peserta didik tersebut dapat mengambil mata pelajaran lintas minat sebanyak

sembilan jam pelajaran (3 mata pelajaran) di kelas X atau sebanyak delapan jam

pelajaran (2 mata pelajaran) di kelas XI dan XII, sedangkan jika peserta didik

mengambil 4 mata pelajaran dari peminatan yang dipilihnya, maka peserta didik

tersebut dapat mengambil mata pelajaran lintas minat sebanyak enam jam pelajaran

(2 mata pelajaran) di kelas X atau sebanyak empat jam pelajaran (1 mata pelajaran)

di kelas XI dan XII.

Peserta didik yang mengambil Peminatan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam atau Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, lintas minatnya harus

di luar peminatan yang dipilihnya. Sedangkan peserta didik yang mengambil

Peminatan Bahasa dan Budaya, dapat mengambil mata pelajaran lintas minat: (1) di

luar; (2) di dalam; atau (3) sebagian di dalam dan sebagian di luar peminatan yang

dipilihnya. Mata pelajaran lintas minat yang dipilih sebaiknya tetap dari Kelas X

sampai dengan XII.

2.2.4 Beban Belajar

Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta

didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran. Beban belajar

di SMA/MA dinyatakan dalam jam pelajaran per minggu. Berikut pemaparan beban

belajar siswa sesuai Lampiran 1 Permen No. 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum

SMA. (1) Beban belajar satu minggu Kelas X adalah minimal 42 jam pelajaran. (2)

Beban belajar satu minggu Kelas XI dan XII adalah minimal 44 jam pelajaran. (3)

Beban belajar di Kelas X dan XI dalam satu semester minimal 18 minggu. (4)

19

Page 20: 2. Isi Proposal

Beban belajar di kelas XII pada semester ganjil minimal 18 minggu. (5) Beban

belajar di kelas XII pada semester genap minimal 14 minggu.

2.3 Karakteristik Mata Pelajaran Fisika dalam Kurikulum 2013

Fisika adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan

usaha sistematis untuk membangun dan mengorganisasikan pengetahuan dalam

bentuk penjelasan-penjelasan yang dapat diuji dan mampu memprediksi gejala

alam. Dalam memprediksi gejala alam, diperlukan kemampuan pengamatan yang

dilanjutkan dengan penyelidikan melalui metode ilmiah. Menurut Kemendikbud

(2014), ilmu fisika merupakan: (1) proses memperoleh informasi melalui metode

empiris (empirical method), (2) informasi yang diperoleh melalui penyelidikan

ditata secara logis dan sistematis, dan (3) suatu kombinasi proses berpikir kritis

yang menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid. Fisika sebagai proses

atau metode penyelidikan (inquiry methods) meliputi cara berpikir, sikap, dan

langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produk-produk ilmu

pengetahuan ilmiah, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan dan menguji

hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan memprediksi. Dalam konteks

ini, fisika bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan cara berpikir, melainkan

‘science as a way of knowing’. Artinya, selain sebagai proses, fisika juga meliputi

kecenderungan sikap atau tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan

seperangkat prosedur.

Nilai-nilai fisika berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai

sosial, manfaat fisika dalam kehidupan manusia, sikap dan tindakan seseorang

20

Page 21: 2. Isi Proposal

dalam belajar atau mengembangkan fisika, serta terbentuknya sikap ilmiah,

misalnya keingintahuan, keseimbangan antara keterbukaan dan skeptis, kejujuran,

ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, dan hemat. Dengan demikian, fisika dapat

dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, cara untuk melakukan

penyelidikan, serta sebagai kumpulan pengetahuan.

Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai

mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan (Kemendikbud, 2014).

Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika

dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,

yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua,

mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu

membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang

dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, serta

mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara

inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap

ilmiah, serta berkomunikasi, sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Tujuan pembelajaran fisika menurut Peraturan Pemerintah Nomor 59

tentang Kurikulum SMA adalah sebagai berikut.

1. Menambah keimanan peserta didik dengan menyadari hubungan keteraturan,

keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam jagad raya terhadap kebesaran

Tuhan yang menciptakannya.

2. Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti,

cermat, tekun, ulet, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif,

21

Page 22: 2. Isi Proposal

inovatif, dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud

implementasi sikap ilmiah dalam melakukan percobaan dan berdiskusi.

3. Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai

wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan.

4. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain.

5. Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam

merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,

merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis.

6. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif

maupun kuantitatif.

7. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan

mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Poin 4 dari paparan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dalam

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis

siswa.

22

Page 23: 2. Isi Proposal

Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan mata pelajaran peminatan

MIPA yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya, dengan ruang

lingkup sebagai berikut (Kemendikbud, 2014).

1. Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum

Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar

gelombang elektromagnetik.

2. Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi,

gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum

sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika.

3. Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial

dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik

dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori

atom, relativitas, dan radioaktivitas.

2.4 Strategi Pembelajaran

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan

untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan

dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan

guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai

tujuan yang telah digariskan (Djamarah & Zain, 2006). Terdapat berbagai pendapat

tentang strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli

pembelajaran. Menurut Kozna (dalam Aqib, 2013) secara umum menjelasan bahwa

strategi pembelajaran sedapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu

yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju

23

Page 24: 2. Isi Proposal

tercapainya tujuan pembelajaran tertentu. Selain itu, Gropper (dalam Aqib, 2013)

mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pilihan atas berbagai jenis

latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia

menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta

didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan. Jika dihubungkan dengan

belajar mengajar, strategi dapat diartikan sebagai pola umum kegiatan guru dan

siswa dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang

ingin dicapai.

Berdasarkan uraian tersebut, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai

setiap kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan

dilakukan evaluasi secara berkelanjutan untuk dapat memfasilitasi peserta didik

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran dan penguasaan kompetensi dalam

pendidikan yang keseluruhannya terpadu dalam pola umum tertentu. Terdapat 3

jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (a) strategi

pengorganisasian pembelajaran yaitu mengorganisasi isi dalam pembelajaran atau

biasa disebut sebagai struktural dalam strategi., (b) strategi penyampaian

pembelajaran merupakan komponen variabel lima metode untuk melaksanakan

proses pembelajaran., dan (c) strategi pengelolaan pembelajaran merupakan

komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi

antara pebelajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya.

A. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah

Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran

yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang diahadapi secara ilmiah.

24

Page 25: 2. Isi Proposal

Terdapat tiga ciri utama dalam strategi pembelajaran berbasis masalah, yaitu.

Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran, artinya dalam implementasi strategi pembelajaran berbasis masalah

ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Strategi pembelajaran berbasis

masalah tidak mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mencatat,

kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran

berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data

dan akhirnya menyimpulkan.

Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menjelaskan cara

menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan

masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka

tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan

dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan

menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses

berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir

ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Sedangkan empiris artinya

proses penyelesaian masalah didasarkan data dan fakta yang jelas. Untuk

mengimplementasikan strategi pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih

bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan

tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain, misalnya dari

peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sanjaya, 2012).

B. Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

25

Page 26: 2. Isi Proposal

Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran

yang menekankan pada keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Konsep tersebut terdapat tiga hal yang harus dipatuhi, yaitu. Pertama, strategi

pembelajaran kontekstual menekankan pada keterlibatan siswa untuk menemukan

materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara

langsung. Proses belajar dalam konteks strategi pembelajaran kontekstual tidak

mengaharapkan siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan

menemukan materi pelajaran.

Kedua, strategi pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat

menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,

artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar

di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan

menggabungkan materi yang ditemukan dalam kehidupan nyata, bukan saja bagi

siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang akan

dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah

dilupakan.

Ketiga, strategi pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan nyata, artinya strategi pembelajaran kontekstual

bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan

tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai pelakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Materi pelajaran dalam konteks strategi pembelajaran kontekstual bukan untuk

26

Page 27: 2. Isi Proposal

ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam

mengarungi kehidupan nyata (Sanjaya, 2012).

C. Strategi Pembelajaran Afektif

Strategi pembelajaran afektif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif

dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai, yang sulit diukur, oleh karena

menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Batas tertentu memang

afektif dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk

sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian

dan observasi yang terus menerus, dalam hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan,

apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran.

Guru tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat

dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun siswa yang bersangkutan, sebagai akibat

dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh

kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Sehingga pendidikan nilai pada

dasarnya proses penanaman nilai kepada siswa yang diharapkan, oleh karena itu

siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku (Sanjaya, 2012).

D. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang

menekankan pada kegiatan belajar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan

27

Page 28: 2. Isi Proposal

pembelajaran. Terdapat empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif

yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya

upaya belajar setiap kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. Peserta

adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar.

Pengelompokan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan,

diantaranya pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran yang

ditinjau dari minat maupun campuran yang tinjau dari kemampuan.

Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama yaitu

komponen tugas kooperatif dan komponen struktur intensif kooperatif. Tugas

kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam

menyelesaikan tugas kelompok. Sedangkan struktur insentif kooperatif dianggap

sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif

setiap anggota kelompok bekerja kera untuk belajar, sehingga mencapai tujuan

kelompok. Jadi, hal yang menarik dari strategi pembelajaran kooperatif adalah

adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan

prestasi belajar siswa juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial,

penerimaan terhadap siswa yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik,

penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada orang lain

(Sanjaya, 2012).

E. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir

Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi

pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berpikir siswa melalui fakta-fakta

atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.

28

Page 29: 2. Isi Proposal

Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian diatas. Pertama, strategi

pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang

bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin

dicapai oleh strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir bukan sekedar

siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa

dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa

secara verbal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan berbicara secara

verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir.

Kedua, fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial anak dalam kehidupan

sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil

pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam

kehidupan sehari-hari. Ketiga, sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan

kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah

sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak (Sanjaya, 2012).

2.5 Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah penggunaan kemampuan kognitif atau strategi kognitif

yang mampu meningkatkan peluang terhadap hasil yang diperlukan yang

selanjutnya digunakan untuk menggambarkan aktivitas berpikir yang terorganisasi,

memiliki tujuan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, dan mengarah pada

tujuan tertentu. Aktivitas yang terlibat dalam berpikir kritis yakni pemecahan

masalah, perumusan kesimpulan, perhitungan terhadap kemungkinan yang ada, serta

mengambil keputusan ketika seseorang menggunakan kemampuan dengan penuh

29

Page 30: 2. Isi Proposal

pertimbangan dan secara efektif sesuai dengan konteks dan jenis tugas berpikirnya

(Halpern, 2003).

Pendapat tentang berpikir kritis ditinjau secara lebih luas disampaikan oleh

Ennis (1993) yang mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan berpikir logis

dan reflektif yang terpusat untuk menentukan apa yang dipercaya dan apa yang

dilakukan. Seseorang dikatakan berpikir logis apabila melibatkan usaha untuk

menganalisa argumen secara berhati-hati, mencari fakta yang absah, dan mencapai

kesimpulan-kesimpulan.

Menurut Scriven dan Paul (dalam Syahbana, 2012), berpikir kritis sebagai

proses disiplin intelektual yang secara aktif dan terampil mengkonseptualisasi,

menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi yang

diperoleh dari, atau dihasilkan oleh pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran,

atau komunikasi, sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan.

Penekanan mengenai kemampuan berpikir kritis juga disampaikan Paul dan

Elder (2007) pada The Foundation for Critical Thinking, bahwa berpikir kritis

sebagai sebuah konsep yang menghubungkan disiplin ilmu dengan aplikasinya

dalam kehidupan yang menekankan pada dimensi berpikir. Dengan memberikan

kesempatan untuk mengaplikasikan kemampuan berpikir kritis dalam pmbelajaran

dan mempromosikan pengalaman sehingga memungkinkan siswa untuk

menggunakan dan memperbaiki keterampilan mereka dalam pemecahan masalah.

Elder juga mengemukakan terdapat 6 tingkatan kemampun berpikir kritis yang

terdiri dari unreflective thinker, challenged thinker, beginning thinker, practicing

thinker, advanced thinker, dan accomplished thinker.

30

Page 31: 2. Isi Proposal

Siegel (2010) mengemukakan aspek kunci berpikir krtitis yaitu penegasan

gagasan pokok normatif pada karakter. Selain itu, adanya penegasan berpikir kritis

yang meliputi dua hal yaitu: (a) keterampilan atau kemampuan dalam memberikan

alasan dan menilai suatu hipotesis dan (b) pengaturan atau penyusunan yang

mengikutsertakan dan memandu dalam membuat dugaan dan penilaian.

Jika ditinjau dari sudut pandang proses, Cotrell (2005) menyatakan bahwa

berpikir kritis adalah proses kompleks dengan penuh pertimbangan yang mebibatkan

berbagai keterampilan dan sikap. Lebih jauh disebutkan bahwa dalam berpikir kritis

melibatkan : 1) mengidentifikasi sudut pandang, argumen, serta kesimpulan orang

lain; 2) mengevaluasi fakta-fakta untuk memperoleh solusi alternatif ; 3) menimbang

argumen-argumen yang bertentangan dengan fakta yang ada secara adil; 4) mampu

membaca between the lines, melihat apa yang behind the surfaces, dan mampu

mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak tidak wajar; 5) mengenali teknik-teknik

yang digunakan untuk menciptakan sudut pandang yang menarik seperi false logic

dan media yang persuasif; 6) merefleksi permasalahan secara sistematis dengan

memunculkan logika dan wawasan; 7) menggambarkan apakah suatu kesimpulan

bersifat valid dan dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan asumsi yang sesuai; dan 8)

menyampaikan pandangan akan suatu hal secara jelas, dengan cara yang baik, dan

mampu meyakinkan orang lain.

Secara lebih sederhana, kemampuan-kemampuan yang tercangkup dalam

berpikir kritis ditunjukan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Dimensi dan Indikator Berpikir Kritis

31

Page 32: 2. Isi Proposal

No. Dimensi Indikator Sub Indikator

1. Memberi penjelasan dasar

Memfokuskan pertanyaan

1. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan

2. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban

3. Menjaga kondisi berpikirMenganalisis argumen

1. Mengidentifikasi simpulan2. Mengidentifikasi alasan

yang disebutkan3. Mengidentifikasi alasan

yang tidak disebutkan4. Melihat kemiripan dan

perbedaan5. Mengidentifikasi dan

menangani ketidaksesuaian

6. Mencari struktur dari suatu argument

7. MerangkumBertanya dan menjawab pertanyaan yang bersifat klarifikasi dan tantangan

Pertanyaan tentang:

a. Mengapa?b. Apakah yang menjadi

maksud utama?c. Apakah yang dimaksud

dengan…?d. Apakah yang menjadi

contoh?e. Apa yang bukan

merupakan contoh?f. Bagaimana jika hal

tersebut terjadi pada…?g. Apakah yang menjadi

perbedaan?h. Apakah yang menjadi

faktanya?i. Apakah yang dikatakan

adalah…?j. Dapatkah memberikan

penjelasan lebih dalam tentang…?

2 Membangun Mempertimbangkan apakah sumber dapat

1. Mempertimbangkan keahlian

32

Page 33: 2. Isi Proposal

No. Dimensi Indikator Sub Indikator

keterampilan dasar

dipercaya atau tidak 2. Mempertimbangkan keahlian konflik

3. Mempertimbangkan kesesuaian sumber

4. Mempertimbangkan reputasi

5. Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat

6. Mempertimbangkan resiko untuk reputasi

7. Kemampuan untuk memberikan alasan

8. Kebiasaan bersikap hati-hati

Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi

1. Melibatkan sedikit dugaan2. Menggunakan waktu yang

singkat antara observasi dan laporan

3. Melaporkan hasil observasi

4. Merekam hasil observasi5. Menggunakan bukti-bukti

yang benar6. Menggunakan akses yang

baik7. Mengguanakan teknologi8. Mempertanggungjawabkan

hasil observasi3 Inferensi Mereduksi dan

mempertimbangkan deduksi

1. Siklus logika Euler2. Mengkondisikan logika3. Menyatakan tafsiran

Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

1. Mengemukakan hal yang umum

2. Mengemukakan simpulan dan hipotesis

Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

1. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta

2. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat

33

Page 34: 2. Isi Proposal

No. Dimensi Indikator Sub Indikator

3. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta

4. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan dan masalah.

4 Memberikan penjelasan lanjut

Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi

1. Membuat bentuk definisi2. Strategi membuat definisi3. Membuat isi definisi

Mengidentifikasi asumsi-asumsi

1. Penjelasan bukan peryataan

2. Mengkonstruksi argumen5 Strategi dan

taktikMenentukan suatu tindakan

1. Menentukan masalah2. Memilih kriteria untuk

mempertimbangkan solusi yang mungkin

3. Merumuskan solusi alternatif

4. Menentukan tindakan sementara

5. Mengulangi kembali, memperhitungkan situasi secara keseluruhan, dan memutuskan

6. Mengamati penerapannyaBerinteraksi dengan orang lain

1. Menggunakan argumen2. Menggunakan strategi

logika3. Menggunakan strategi

retorika4. Menunjukkan posisi,

orasi, atau tulisan. Diadaptasi dari Ennis (dalam Marzano, 1988)

2.5.1 Manfaat Berpikir Kritis

Berkaitan dengan berpikir kritis, keterampilan berpikir kritis sangat penting

untuk dimiliki oleh siswa. Semakin pesat perkembangan zaman dan kemajuan

34

Page 35: 2. Isi Proposal

IPTEK, tentunya output pendidikan juga dituntut untuk beradaptasi dengan kondisi

tersebut. Dengan memiliki keterampilan berpikir kritis, siswa memiliki kemampuan

berpikir yang kompleks dan matang sehingga dapat berguna dalam kehidupannya.

Jika ditinjau dari kegiatan pembelajaran, kemampuan berpikir kritis menjadi

kebutuhan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini tidak terlepas dari adanya

pergeseran paradigma pembelajaran yang sebelumnya memandang pengetahuan

sebagai kemampuan mengingat informasi menjadi pengetahuan sebagai kemampuan

untuk menemukan dan menggunakan informasi (Benjamin et al, 2013). Berpikir

kritis menjadi komponen kunci dalam berbagai mata pelajaran terutama dalam

pembelajaran sains seperti fisika, kimia, dan biologi. Hal tersebut dapat ditinjau dari

karakteristik mata pelajaran dalam pembelajaran sains yang banyak melibatkan

aktivitas yang mengharuskan adanya aktivitas berpikir kritis seperti mengidentifikasi

permasalahan dalam konteks yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

mencari solusi terhadap permasalahan tersebut dengan mengaplikasikan

pengetahuan yang dimiliki, menyusun suatu kesimpulan dari kegiatan eksperimen

yang dilaksanakan sebagai bagian untuk “menemukan” atau membuktikan suatu

teori, serta memberikan penalaran terhadap bagaiamana hasil yang diperoleh dalam

pembelajaran dengan teori atau data yang sudah ada (hasil penemuan ilmuan).

Kemampuan berpikir kritis membantu menjembatani mengapa seseorang

memperoleh hasil dan kesimpulan tertentu ketika sesorang menghadapi hasil yang

berbeda dengan teori yang ada. Berpikir kritis melibatkan logika, pemahaman,

kejelasan, dan ketelitian, yang juga melibatkan aktivitas pengumpulan data serta

penggambaran kesimpulan sebagai dasar dalam melakukan percobaan. Kesimpulan

35

Page 36: 2. Isi Proposal

yang diambil dengan didasari berpikir kritis akan bersifat lebih reliabel. Hal ini

memberikan orientasi bukan tentang benar atau salah hasil yang diperoleh,

melainkan tentang bagaimana hal tersebut dapat terjadi dan dapat dijelaskan sesuai

kaidah keilmuan. Selain itu, dalam pembelajaran sains berpikir kritis juga

mengharuskan siswa untuk tidak hanya memikirkan tentang konsep dan prinsip yang

ada. Dengan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, siswa juga dapat

mengaplikasikan konsep dan prinsip tersebut dalam bidang yang lain.

Berdasarkan pengertian atau pendefinisian yang telah diuraikan sebelumnya,

maka dalam penelitian ini berpikir kritis yang dimaksud yaitu suatu proses

metakognitif yang dinamis dan terorganisasi secara kompleks untuk meningkatkan

kualitas peserta didik yang meliputi mengidentifikasi masalah, merumuskan

hipotesis, menganalisis masalah, menarik kesimpulan, melakukan evaluasi, dan

mengkoreksi diri.

2.5.2 Keterampilan dan Upaya Guru untuk Mengoptimalkan Berpikir Kritis

Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir

kritis siswa, guru merupakan faktor luar yang paling berpengaruh terhadap

kemampuan tersebut. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa tersebut, guru

perlu memiliki keterampilan dasar, kompetensi, dan melakukan upaya dalam

pelaksanaan pembelajaran untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Keterampilan mengajar dan kompetensi yang dimiliki oleh guru sangat

berguna untuk mendukung pencapaian hasil belajar yang mampu berdampak pada

kemampuan berpikir siswa., khususnya kemampuan berpikir kritis siswa. Secara

langsug atau tidak langsung, implementasi dari keterampilan dan kompetensi ynag

36

Page 37: 2. Isi Proposal

baik dari guru akan mendukung kegiatan pembelajaran. Guru memegang peranan

penting dan merupakan faktor yang sangat dominan dalam menentukan

keberhasilan proses belajar-mengajar di kelas.

Sikap dan hal-hal lain ynag terkait dengan guru juga mempengaruhi

kemampuan berpikir kritis siswa. Costa (2001) mengemukakan prilaku guru yang

berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa seperti 1) perilaku bertanya

yang memberi pancingan kepada intelektualitas siswa, sehingga siswa termotivasi

untuk berpikir kritis, 2) mengatur kelas, baik secara individu maupunkelompok

ynag mampu memfasilitasi kemampuan berpikir siswa, 3) merespon siswa untuk

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan berpikir kritis siswa,

dan 4) memberikan contoh atau permodelan kepada siswa.

Keterampilan mengajar dan kompetensi yang dimiliki oleh guru dalam

implementasinya tentunya terdapat variasi tergantung pada keadaan dan situasi

yang dihadapi oleh guru. Hal tersebut menjadikan dasar upaya-upaya yang

dilakukan guru bervariasi dalam meningkatkan kemampuan berpikir siswanya

khususnya kemampuan berpikir kritis siswanya. Upaya-upaya itu dilakukan guru

tersebut sebagian besar dilakukan dengan penerapan model, strategi, dan

pendekatan pembelajaran inovatif. Selain itu, upaya yang dilakukan guru juga dapat

dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis evaluasi dalam proses belajar

mengajar dan hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran

fisika. Supriyadi (2005) mengemukakan hal yang perlu diperhatikan guru seperti

sedikit ceramah, melakukan demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya. Hal-hal

Yang diungkapkan tersebut, berimplikasi pada evaluasi yang dilakukan. Berbagai

37

Page 38: 2. Isi Proposal

upaya yang dilakukan tersebut tentunya menunjukkan hasil yang bervariasi, baik

hasil yang sesuai dengan tujuan upaya yang dilakukan maupun tidak sesuai dengan

tujuan awal pelaksanaan upaya tersebut.

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terhadap

beberapa hasil penelitian yang relevan dengan upaya guru dalam mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dan aspek sosial religius siswa dalam pembelajaran

fisika. Pertama, Snyder et al (2015) dengan penelitian yang berjudul “Peer Led

Team Learning in Introductory Biology: Effect on Peer Leader Critical Thinking

Skills.” Dalam penelitian ini mengungkap bahwa: (1) Permasalahan dari penelitian

ini adalah keaktifan mahasiswa di dalam kelompok yang tergolong rendah dan

pemahaman konseptual siswa yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya kesempatan mahasiswa untuk ikut serta aktif dalam kegiatan belajar

kelompok kecil. (2) Model Peer-Led Team Learning (PLTL) ini merupakan suatu

model pembelajaran yang layak jika digunakan dalam menumbuhkan aspek sosial

siswa. Aspek sosial yang berkembang yaitu sikap kepemimpinan dan sikap berpikir

kritis. Efektivitas model PLTL ini terbukti sebagai pemberian skor kemajuan

berpikir kritis mahasiswa. (3) Dalam penelitian ini mengundang mahasiswa untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa telah memperoleh kursus nilai

akhir dari A atau B pada semester II pengantar biologi, Universitas riset besar di

Timur Laut Amerika Serikat dengan alokasi penelitian berlangsung selama 15

38

Page 39: 2. Isi Proposal

minggu. Penelitian ini dapat menjelaskan model PLTL sebagai model yang

memiliki keunggulan untuk memberikan mahasiswa keterampilan dalam

berkomunikasi serta meningkatkan daya berpikir kritis terhadap permasalahan di

sekitarnya. Penelitian ini juga memberikan refrensi bahwa model PLTL ini

memberikan pengaruh yang positif untuk mengembangkan kemampuan berpikir

kritis siswa sehingga menjadi pilihan tepat untuk guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar.

Kedua, Anwar et al (2014) dengan penelitian yang berjudul “Penerapan

Problem Based Learning dan Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis dan Sikap Kepedulian Lingkungan Mahasiswa Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh.” Dari penelitian mengungkapkan

bahwa: (1) Permasalahan dari penelitian ini adalah rendahnya kemampuan berpikir

kritis mahasiswa sehingga menyebabkan partisipasi dan hasil belajar mahasiswa

menurun. Hal ini disebabkan oleh model pembelajaran yang masih berpusat kepada

dosen. (2) Perpanduan model pembelajaran Problem Based Learning dan Inkuiri ini

diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dan sikap

peduli terhadap lingkungan mahasiswa. (3) Penelitian ini dilakukan pada Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh selama 27 hari. Subjek

penelitian adalah mahasiswa semester III berjumlah 156 orang. Secara statistik,

hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan cara berpikir kritis dan

sikap peduli mahasiswa pada kedua model ini. Rata-rata nilai berpikir kritis

mahasiswa ditunjukkan pada aspek menganalisa argumen, menentukan tindakan,

dan diskusi kelompok. Berdasarkan paparan tersebut, penerapan model Problem

39

Page 40: 2. Isi Proposal

Based Learning dan Inkuiri memiliki keunggulan meningkatkan kemampuan

berpikir kritis sehingga mahasiswa terampil dalam berkomunikasi dan peka

terhadap permasalahan di sekitarnya. Penelitian ini juga memberikan refrensi

bahwa model Problem Based Learning dan Inkuiri ini memberikan pengaruh yang

positif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga menjadi

pilihan tepat untuk guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Ketiga, Rajeswari (2015) dengan penelitian yang berjudul “ Effectiveness of

Computer Assisted Problem Based Learning in Chemistry for Enhancing Thinking

Skills among Secondary School Student.” Penelitian ini mengungkapkan bahwa: (1)

Permasalahan terletak pada penekanan untuk mengembangkan kemampuan berpikir

kritis yang kurang yang disebabkan oleh guru yang kurang berinovsai dalam

penggunaan media pembelajaran. (2) Penggunaan bantuan computer sebagai

inovasi dalam media pembelajaran efektif menciptakan kegiatan belajar yang

menarik. Pembelajaran yang menarik ini nantinya akan menimbulkan peningkatan

pada kemampuan berpikir kritis siswa. Keterampilan berpikir kritis dapat

didefinisikan sebagai pola berpikir yang membantu peserta didik mendapatkan

informasi dan memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi dan memahami dunia

mereka, untuk alasan dan memecahkan masalah, serta untuk merencanakan,

membuat dan menciptakan. (3) Dengan subyek penelitian adalah 100 orang siswa

kelas IX SMP, secara statistik hasil penelitian menunjukkan bahwa disimpulkan

bahwa CAPBL efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir khusus berpikir

kritis di kalangan siswa di tingkat menengah. Perbandingan nilai rata-rata

keterampilan komponen antara pre-test dan post-test langsung dari kelompok

40

Page 41: 2. Isi Proposal

eksperimen menunjukkan hasil yang signifikan. Berdasarkan paparan tersebut,

maka penggunaan media pembelajaran yang bervariasi bisa menjadi suatu solusi

dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada penelitian ini

keefektifan bantuan komputer dalam model pembelajaran PBL memiliki

keunggulan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa karena

memberikan kegiatan belajar yang menyenangkan sehingga mengenal

permasalahan di sekitar.

Keempat, Suckow et al (2015) dengan penelitian yang berjudul “The

Association between Critical Thinking and Scholastic Aptitude on First-Time Pass

Rate of the National Physical Theraphy Examination.” Penelitian ini

mengungkapkan bahwa: (1) Terjadinya perbedaan niali yang dimiliki dalam ujian.

Faktor penyebab permasalah tersebut adalah perbedaan tingkat berpikir kritis yang

dimiliki setiap siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam ujian, kinerja

yang dilakukan oleh siswa dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa. (2) Alternatif

pemecahan masalah yang dilakukan dengan pemberian program DPT selama tiga

tahun (8 semester) untuk mengintegrasikan pengalaman klinis dalam model

kurikulum hybrid yang mereka jalani. Selain itu, pembelajaran berbasis masalah

yang terintegrasi digunakan dalam meningkatkan berpikir kritis siswa untuk

menunjang nilai ujian siswa itu sendiri. (3) Secara statistik, hasil penelitian

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis penting bagi siswa terapi fisik.

Temuan dalam studi ini mendukung bahwa keterampilan berpikir kritis yang lebih

tinggi secara positif berhubungan dengan NPTE pada upaya pertama bahwa semua

siswa yang mendapat nilai lebih rendah dari 600 poin pada NPTE jatuh dalam

41

Page 42: 2. Isi Proposal

kelompok dengan skor CT yang rendah. Selain itu, ada perbedaan signifikan secara

statistik dalam skor NPTE bagi lulusan dari program ini berdasarkan klasifikasi CT

tinggi, sedang, atau rendah, dengan para siswa dalam kelompok kemampuan CT

rendah diperoleh secara signifikan lebih pertama kegagalan waktu di NPTE

dibandingkan dengan siswa dari kemampuan CT sedang dan tinggi. Penelitian ini

juga memberikan refrensi bahwa pemberian program DPT selama tiga tahun (8

semester) untuk mengintegrasikan pengalaman klinis dalam model kurikulum

hybrid mampu meningkatkan kemampuan berpikir khususnya kemampuan berpikir

kritis siswa.

Kelima, Martincova dan Lukesova (2015) yang berjudul “Critical Thinking

as a Tool for Managing Intercultural Conflicts” yang menjelaskan bahwa terdapat

hubungan antara tingkat kemampuan berpikir kritis dengan kompetensi

multikultural. Yang mana integrasi kemampuan berpikir kritis dapat meningkatkan

kemampuan untuk mengelola konflik interkultural. Hasil penelitian ini menunjukan

bahawa kemampuan berpikir kritis penting untuk dimiliki disamping dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah. Berpikir kritis dipandang sebagai kemampuan yang dapat

menjebatani pengetahuan manusia untuk mengahadapi permasalahan yang dihadapi

dalam kehidupannya. Dengan kata lain, berpikir kritis ini dapat dikaitkan dengan

filosofi belajar sepanjang hayat.

Keenam, Lidyayanti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

model pembelajaran inkuiri bebas terhadap hasil belajar kimia ditinjau dari

keterampilan berpikir kritis” memperoleh hasil bahwa: 1) terdapat perbedaan hasil

belajar kimia antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri bebas

42

Page 43: 2. Isi Proposal

dan yang belajar dengan model pembelajaran langsung; 2) terdapat pengaruh

interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir kritis terhadap hasil

belajar kimia; 3) terdapat erbedaan hasil belajar kimia antara siswa yang belajar

dengan model pembelajaran bebas dan yang belajar dengan pembelajaran langsung

pada siswa yang memilki keterampilan berpikir kritis tinggi; 4) terdapat perbedaan

hasil belajar kimia antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran inkuiri

bebas dan yang belajar dengan model pembelajaran langsung pada siswa yang

memiliki keterampilan berpikir kritis rendah. Hasil penelitian tersebut menunjukan

bahwa kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa dapat dipadukan dengan

model pembelajaran yang sesuai untuk memberikan hasil belajar yang optimal.

Pemilihan model pembelajaran atau metode pembelajaran yang digunakan guru di

kelas menentukan keberhasilan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang

optimal. Jika guru dapat memfasilitasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka

selain hal tersebut dapat memberdayakan kemampuan berpikirnya, siswa juga dapat

meningkatkan hasil belajarnya.

2.5 Kerangka Berpikir

Fisika sebagai salah satu cabang ilmu IPA (sains) yang mempelajari gejala

alam secara fisik dan luas menekankan pada esensi ilmu sains sebagai produk dan

proses. Produk dalam ilmu fisika yang dimaksud adalah konsep, teori, dalil, hukum,

dan fakta mengenai kajian gejala alam, sedangkan proses dalam ilmu fisika yang

dimaksud adalah segala macam bentuk kegiatan yang dilakukan untuk

menghasilkan dan memperoleh suatu produk, misalnya mengamati, merumuskan

hasil pengamatan, menafsirkan, mengelompokkan mengklarifikasi, merencanakan

43

Page 44: 2. Isi Proposal

percobaan, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan, dan menerapkan

suatu produk fisika. Berdasarkan hal tersebut, fisika juga mampu memberikan

stimulus kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan pada diri siswa. Hal ini menjadi

dasar mata pelajaran fisika dijadikan mata pelajaran perminatan untuk SMA dalam

implementasi Kurikum 2013.

Berkaitan masih diterapkannya Kuirkulum 2013 di beberapa sekolah, fisika

menjadi salah satu pelajaran yang mendapatkan perhatian lebih. Kuirkulum 2013

menekankan pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran yang berpusat pada

siswa menuntut kemampuan siswa yang mapan agar mampu mengikuti

pembelajaran khususnya fisika dengan baik. Dewasa ini, siswa terlihat kurang

mempersiapkan diri dalam pembelajaran fisika sehingga mengalami kesulitan

dalam memahami materi pelajaran, kesulitan memecahkan permasalahan fisika, dan

sebagainya. Kemampuan berpikir kritis menjadi kunci pokok dari permasalahan ini,

sehingga siswa dengan kemampuan berpikir kritis yang baik akan mampu

mengikuti pembelajaran dengan baik.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian berkaitan kemampuan berpikir kritis yang

telah dilakukan menunjukkan diperolehnya peningkatan kemampuan berpikir kritis

siswa dapat terealisasikan dengan menerapkan susatu pendekatan, strategi, model,

dan metode yang inovatif dan interaktif. Keberhasilan penerapan strategi

pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 pada pemebelajaran fisika sangat

bergantung pada guru yang berfungsi sebagai fasilitator. Guru sebagai komponen

penting dalam proses belajar mengajar dituntut untuk memiliki beberapa tahapan

44

Page 45: 2. Isi Proposal

pembelajaran yang baik sehingga berpengaruh terhadap pengembangan

kemampuan berpikir khususnya kemampuan berpikir kritis siswa. Tahapan yang

dimaksud adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pada tahap

perencanaan, guru dapat melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritis melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan

perkembangan anak pada masa kini. Penyusunan silabus, RPP, LKS, dan

penyusunan materi dengan desain media yang relevan dapat dijadikan acuan guru

untuk dapat memberikan gambaran umum kepada siswa sehingga mampu

mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menganalisis masalah, menarik

kesimpulan, dan melakukan evaluasi.

Pada tahap pelaksanaan, guru akan berpatokan dengan perencanaan yang

sudah dibuat. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus interaktif dan

mampu memberikan peluang bagi siswa untuk mengoptimalkan keterampilan

proses, sehingga siswa menjadi aktif dan kritis dalam pembelajaran. Ketika

startegi pembelajaran yang interaktif berlangsung maka akan menumbuhkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

45

Page 46: 2. Isi Proposal

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Strategi Pembelajaran Guru Fisika Berbasis Kurikulum 2013 di SMA: Relevansinya dalam MengembangkanKemampuan Berpikir Kritis Siswa

46

Page 47: 2. Isi Proposal

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan karakteristik dari permasalahan yang diteliti, penelitian ini

dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian kualitatif karena permasalahan belum

jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna sehingga tidak mungkin data

pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif dengan

instrumen seperti tes dan kuisioner. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivism, digunakan untuk meneliti pada kondisi

obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci. Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011).

Penggunaan metode kualitatif pada penelitian sebagai akibat masalah

yang diteliti adalah fenomena tentang upaya guru pada pembelajaran fisika .

Penelitian ini membahas bagaimana strategi pembelajaran guru fisika berbasis

kurikulum 2013 serta relevansinya terhadap pengembangan kemampuan berpikir

kritis siswa di SMAN 1 Semarapura. Secara objektif, penelitian ini diyakini dapat

mengungkap strategi yang diterapkan oleh guru pada pembelajaran fisika untuk

mempengaruhi kemapuan berpikir kritis dari siswa. Sehingga metode penelitian

kualitatif digunakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut (1)

menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan

ganda; (2) menyajikan secara langsung hubungan peneliti dengan responden;

(3) lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh

47

Page 48: 2. Isi Proposal

bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian kualitatif

menggunakan analisis data secara induktif karena analisis demikian dapat

menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang

dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya. Penelitian kualitatif tidak

mencari fakta untuk kepentingan pembuktian terhadap teori/konsep atau

hipotesis yang tertuang dalam hipotesis penelitian, tetapi menemukan fakta-fakta

yang dalam konteksnya ditelaah oleh peneliti dan menghasilkan suatu kesimpulan

yang berarti.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah di SMA Negeri 1 Semarapura yang akan

difokuskan pada beberapa kelas yang dapat memenuhi informasi yang dibutuhkan.

Dipilihnya tempat penelitian di SMA Negeri 1 Semarapura ini dengan menggunakan

teknik purposive sampling yang penentuan sample sumber datanya berdasarkan atas

pertimbangan tertentu. Beberapa pertimbangan dalam penetapan SMA Negeri 1

Semarapura sebagai tempat penelitian adalah sebagai berikut: (1) SMA Negeri 1

Semarapura berstatus sebagai sekolah percontohan Kurikulum 2013 yang

seyogiyanya telah menerapkan pembelajaran aktif dalam setiap proses

pembelajarannya, sehingga mengurangi peluang dari keadaan guru yang masih

menggunakan pembelajaran konvensional. (2) SMA Negeri 1 Semarapura memiliki

sarana dan prasarana yang baik pada ruang kelas maupun laboratorium sehingga

mampun menunjang pembelajaran aktif yang diterapkan oleh guru.

48

Page 49: 2. Isi Proposal

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, objek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2014). Terdapat tiga

variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Variabel yang dimaksud adalah

variable strategi pembelajaran guru fisika dan kemampuan berpikir kritis. Variabel

strategi pembelajaran ini ditinjau berdasarkan aktivitas perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pembelajaran.

Kegiatan perencanaan pembelajaran yang akan ditelusuri meliputi

pengembangan: (a) indikator pembelajaran, (b) tujuan pembelajaran, (c) materi

pembelajaran, (d) langkah-langkah pembelajaran, (e) media, alat, bahan, dan sumber

belajar, (f) lembar kerja siswa, dan (g) evaluasi pembelajaran. Pada tahap

pelaksanaan pembelajaran, dilakukan observasi tentang kesesuaian perencanaan

dengan pelaksanaan pembelajaran, serta upaya lain di luar perencanaan yang

mungkin dilakukan oleh guru sebagai upaya pengembangan kemampuan berpikir

kritis siswa. Selanjutnya, pada tahap evaluasi, dilakukan wawancara terhadap upaya

guru dalam mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, khususnya yang terkait

dengan kemampuan berpikir kritis siswa.

Variable kemampuan berpikir kritis yang akan diteliti dapat dilihat dari

kegiatan yang dilakukan siswa seperti; 1) mengindentifikasi masalah, 2)

merumuskan masalah, 3) menganalisis masalah, 4) menarik kesimpulan, dan 5)

melakukan evaluasi.

49

Page 50: 2. Isi Proposal

3.4 Prosedur Penelitian

Adapun tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan dari penelitian ini

terdiri atas tiga tahap, yakni: (1) tahap pra lapangan, (2) tahap lapangan, dan (3)

tahap pasca lapangan. Realisasi teknis setiap tahap tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut.

3.4.1. Tahap Pra Lapangan

Tahap pra-lapangan merupakan tahap penyusunan, perencanaan, dan

penyiapan segala bentuk materi yang dibutuhkan sebagai bahan dasar tahap

berikutnya. Pada tahap ini dilakukan beberapa aktivitas sebagai berikut.

a. Memilih tempat penelitian. Tempat penelitian yang dipilih harus sesuai

dengan yang diteliti, agar memunculkan informasi sebagaimana yang

diinginkan. Berdasarkan fokus serta rumusan masalah yang disampaikan,

maka penulis memilih SMA Negeri 1 Semarapura sebagai tempat penelitian.

b. Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian. Peneliti mempersiapkan

surat-surat untuk kelengkapan administrasi sebelum terjun langsung ke

lapangan. Melengkapi administrasi dilakukan dengan pengesahan dan

legalitas surat-surat yang diperlukan. Setelah melengkapi administrasi peneliti

mengajukan surat permohonan pengambilan data ke SMA Negeri 1

Semarapura.

c. Penyiapan sarana dan penentuan waktu pelaksanaan penelitian. Sarana

yang dimaksudkan adalah berbagai keperluan tulis menulis, alat perekam

suara, kamera, dan handycam. Pelaksanaan penelitian ini harus terlebih dahulu

peneliti mengadakan kontak dengan kepala sekolah dan guru yang

50

Page 51: 2. Isi Proposal

dijadikan sasaran penelitian, guna untuk menyepakati jadwal pelaksanaan

penelitian di lapangan.

d. Melakukan penjajakan awal dan menilai keadaan lapangan penelitian.

Peneliti mengamati proses pembelajaran yang dikelola oleh guru dan

mewawancarai beberapa siswa mengenai proses pembelajaran.

e. Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang-orang yang

berada dalam latar penelitian. Pemilihan dan pemanfaatan informan dalam

penelitian ini ditujukan agar dapat memperoleh informasi mengenai situasi

dan kondisi latar penelitian. Hal ini dilakukan agar peneliti mampu

menyesuaikan diri dengan cara memahami latar tempat penelitian baik dari

kondisi sosial maupun fisik sehingga peneliti mampu menentukan subjek

penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa. Guru yang

dipilih sebagai informan adalah I Gusti Ayu Nyoman Erawadi, S.Pd selaku

guru fisika pada kelas XI. Siswa yang dipilih sebagai informan adalah

beberapa siswa di kelas XI.

f. Menentukan jadwal pelaksanaan penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian

di koordinasikan oleh peneliti dan informan. Berikut adalah jadwal

pelaksanaan penelitian.

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksnaan Peneltian

Kegiatan Waktu PelaksanaanFebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Mempersiapkan kelengkapan administrasi

51

Page 52: 2. Isi Proposal

Kegiatan Waktu PelaksanaanFebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4pengesahan dan legalitas surat-suratObservasi awal terkait kondisi sekolah dan kelas.Pembuatan instrumen penelitianObservasi tahap perencanaan terkait strategi pembelajaran guruPemberian tes diagnostik terkait dengan kemampauan berpikir kritisObservasi tahap pelaksanaan terkait strategi pembelajaran guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritisKonsultasi dengan dosen pembimbingWawancara terhadap guru terkait strategi pembelajaran guru dalam

52

Page 53: 2. Isi Proposal

Kegiatan Waktu PelaksanaanFebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4meningkatkan kemampuan berpikir kritisWawancara terhadap siswa terkait strategi pembelajaran guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritisKeterangan: jadwal bisa berubah sewaktu-waktu

3.4.2. Tahap Lapangan

Tahap lapangan merupakan tahap pengumpulan informasi secara

holistik-kontekstual, sebagai aktivitas yang memanfaatkan segala sesuatu yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan lapangan yang dilakukan adalah:

a. Memahami latar penelitian. Ketika memasuki pekerjaan lapangan, peneliti

perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Peneliti secara fisik dan

mental, mempersiapkan diri untuk terjun ke lapangan. Persiapan dari segi

fisik yang dilakukan adalah menyesuaikan diri dengan tata tertib yang

berlaku di SMA Negeri 1 Semarapura, baik dari segi berpakaian, tata bahasa,

dan budaya yang ada di sekolah tersebut. Persiapan dari segi mental seperti

mengikuti kegiatan dan aktivitas siswa. Hal ini ditempuh agar informasi

terbuka, tidak merasa asing, dan takut dengan keberadaan peneliti.

b. Pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data, peneliti menggunakan

alat-alat penelitian yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Alat penelitian

53

Page 54: 2. Isi Proposal

yang penting yang biasanya digunakan adalah catatan lapangan. Catatan

lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan

observasi, wawancara, dan menyaksikan suatu kejadian tertentu. Di samping

itu, peneliti juga menggunakan alat bantu lain, yaitu kamera, perekam suara,

dan handycam. Pada tahap observasi, peneliti terlibat dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber

penelitian. Pelaksanaan observasi diawali pada tahap perencanaan

pembelajaran yaitu mengamati Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang digunakan. Pada RPP, peneliti melakukan pengamatan terkait sintaks

dari model pembelajaran yang digunakan. Selain sintaks pembelajaran,

peneliti juga melakukan pengamatan terkait bahan evaluasi siswa yaitu LKS

yang bersifat kelompok. Pada tahap pelaksanaan, peneliti akan mengamati

kegiatan belajar mengajar di kelas. Setelah mendapatkan hasil yang jenuh,

dilanjutkan pada tahap pemberian tes diagnostik. Tes diagnostik ini

dilaksanakan untuk mencari data guna mengkategorisasikan kemampuan

berpikir kritis siswa di kelas XI. Tes diagnostik ini terdiri dari 10 soal essay.

Setelah melakukan tahap pemberian tes diagnostik, dilanjutkan pada tahap

wawancara. Pada tahap wawancara, peneliti mendapatkan data yang terkait

strategi pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir

kritis melalui informan. Selain tahap tersebut, peneliti juga mengadakan

pendokumentasian. Idealnya, pengumpulan data dengan dokumen mampu

mengungkap data-data faktual guru selama menjalankan proses

pembelajaran.

54

Page 55: 2. Isi Proposal

c. Analisis data di lapangan. Peneliti kualitatif mengenal adanya analisis data

di lapangan, walaupun analisis data secara intensif barulah dilakukan setelah

dari lapangan penelitian.

d. Pengkategorisasian data. Aktivitas analisis data penelitian guna

mendapatkan simpulan yang “transferable”, dilakukan pada tahap pasca

lapangan.

3. Tahap Pasca Lapangan

Pada tahap pasca lapangan dilakukan analisis data lebih lanjut. Analisis

data lanjutan dilakukan setelah data terkumpul secara keseluruhan. Kegiatan

analisis data dilakukan mulai dari penemuan hasil penelitian, pembahasan hasil

penelitian yang diperoleh, sampai diperoleh simpulan akhir. Konfirmasi data

penelitian selanjutnya dilakukan pada subjek penelitian. Pada langkah

selanjutnya dilakukan penyusunan laporan akhir dengan terlebih dahulu

dilakukan konsultasi dan diskusi bersama rekan sejawat, guru informan, serta

bimbingan dari dosen pembimbing.

3.5 Instrumen Penelitian dan Skala Pengukuran

Pada penelitian ini peneliti menjadi instrumen kunci penelitian kualitatif.

Sugiyono (2011) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi

instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu,

peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti

kualitatif siap melaksanakan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Penelitian kualitatif menggunakan peneliti sebagai instrumen kunci. Menurut

Nasution dalam Sugiyono (2011) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk

55

Page 56: 2. Isi Proposal

penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakan bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau

angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan

pengetahuan semata.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.

Peneliti dapat menafsirkan, melahirkan hipotesis dengan segera untuk

menentukan arah pengamatan, untuk mengetes hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai

balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, dan perbaikan.

Pelaksanaan penelitian tetap memerlukan alat bantu lainnya meskipun peneliti

berperan sebagai instrumen kunci. Tujuannya adalah untuk memperkuat kinerja

instrumen kunci. Alat bantu yang dimaksud dapat berupa alat perekam

elektronik berupa handycam, alat bantu pencatatan lapangan berupa buku, pensil,

dan pulpen, serta alat pengambil gambar seperti kamera digital. Peneliti melakukan

observasi langsung ke lapangan, melakukan wawancara, serta mendeskripsikan hasil

penelitian.

Jenis skala pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala

56

Page 57: 2. Isi Proposal

likert yang disusun dalam bentuk cheklist. Skala likert digunakan dalam penelitian

karena penelitian ini bertujuan untuk meneliti sikap, pendapat, dan juga persepsi

seseorang atau sekelompok orang terkait dengan fenomena sosial dalam pendidikan

yang dalam hal ini adalah strategi pembelajaran guru yang tepat untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Melalui skala likert variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang kemudian dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyususn item-item instrumen yang dapat berupa

pertanyaan ataupun pernyataan.

3.6 Data dan Sampel Sumber Data Penelitian

3.6.1 Data Penelitian

Data penelitian ini berupa fakta-fakta yang dikumpukan untuk digunakan

sebagai materi analisis. Materi yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:

(1) data transkrip hasil wawancara dan catatan lapangan tentang kemampuan

berpikir kritis siswa, (2) data transkrip hasil wawancara dengan guru berupa strategi

pembelajaran fisika untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, (3)

transkripsi dan catatan lapangan dari hasil pengamatan serta refleksi terhadap

pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa melalui strategi pembelajaran

fisika berbasis Kurikulum 2013, dan (4) Data hasil kuesioner kemampuan berpikir

kritis siswa.

3.6.2 Sumber Data Penelitian

Pada penelitian kualitatif, sampel sumber data penelitian diperoleh secara

purposive dan snowball sampling. Penentuan sampel sumber data, pada proposal

masih bersifat sementara dan akan berkembang kemudian setelah peneliti berada di

57

Page 58: 2. Isi Proposal

lapangan. Sementara data akan diperoleh dari berbagai sumber seperti kepala

sekolah, guru, dan pihak lainnya sebagai informan.

Sugiyono (2011) menyampaikan bahwa purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan

tersebut dapat berupa orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang

diharapkan pada penelitian sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi

sosial yang diteliti. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel

sumber data yang semula jumlahnya sedikit, lama kelamaan menjadi besar. Proses

pengambilan sampel sumber data dalam penelitian kualitatif secara purposive dan

snowball dapat divisualkan seperti gambar 3.1.

Gambar 3.1. Proses Pengambilan Sampel Sumber Data dalam

Penelitian Kualitatif, Purposive dan Snowball (Sugiyono, 2011)

Berdasarkan perencanaan, A sebagai orang pertama sebagai sumber data.

Informan awal ini dapat dipaparkan bahwa, peneliti telah sebaiknya memilih orang

yang bisa membukakan pintu untuk mengenali keseluruhan medan secara luas.

Selanjutnya oleh A disarankan ke B dan C. Ketika dari C dan B belum memperoleh

data yang lengkap, maka peneliti ke D dan G. Ketika D dan G belum

memperoleh data yang akurat, maka peneliti pergi ke F dan I. Selanjutnya ke E, H,

58

Page 59: 2. Isi Proposal

dari H kembali lagi ke G, ke I dan terakhir ke J. Sesampainya di J data sudah jenuh

sehingga sampel sumber data sudah mencukupi dan tidak perlu menambah

sampel baru (Sugiyono, 2011).

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan melalui proses

observasi partisipasi pasif, wawancara mendalam, pengumpulan data dengan

dokumen, dan triangulasi (gabungan). Sugiyono (2011) menyatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi

yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak

pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in

depth interview), dan dokumentasi.

3.7.1 Tes Diagnostik

Tes ini diberikan pada saat sebelum dilakukan wawancara atau

observasi lebih lanjut terhadap sampel penelitian. Tes diagnostik berfungsi

sebagai data untuk mengkategorikan siswa ke dalam kategori kemampuan

berpikir kritis siswa. Yang tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu, pada tes, soal

yang diberikan menyangkutkan kelima komponen kemampuan berpikir kritis

yang diteliti, juga akan memberikan gambaran awal mengenai kemampuan

siswa menurut kelima komponen tersebut. Tes yang digunakan dalam penelitian

ini berupa tes esai sebanyak 10 soal, dimana masing-masing indikator diwakili

oleh satu soal dalam tes kemampuan berpikir kritis.

3.7.2. Observasi Partisipasi Pasif

Nasution dalam Sugiyono (2011) menyatakan bahwa observasi adalah

59

Page 60: 2. Isi Proposal

dasar semua ilmu pengetahuan. Observasi merupakan proses mengamati

berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungan penelitian. Sementara itu,

Sanafiah dalam Sugiyono (2011) mengklasifikasikan observasi menjadi

observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-

terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan

observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Stainback dalam

Sugiyono (2011) menambahkan bahwa observasi berpartisipasi dibagi menjadi

empat, yaitu passive participation, moderate participation, active participation,

dan complete participation.

Pelaksanaan penelitian ini menerapkan observasi partisipatif yang bersifat

pasif. Pada observasi partisipatif, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari

orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber penelitian.

Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan

oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Observasi partisipatif

bersifat pasif dapat diartikan bahwa peneliti datang di kegiatan orang yang

diamati tetapi tidak ikut terlibat di kegiatan tersebut. Objek penelitian dalam

penelitian kualitatif yang diobservasi menurut Spradley dalam Sugiyono

(2011) dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu place

(tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas). Pola situasi sosial yang

dilaksanakan pada penelitian ini adalah place-nya adalah lingkungan fisik

sekolah, actor-nya adalah guru, kepala sekolah, dan stakeholder di sekolah,

activity-nya berupa kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan manajemen sekolah,

dan komunikasi sekolah dengan lingkungannya.

60

Page 61: 2. Isi Proposal

3.7.2. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan bagian dari proses komunikasi. Pewawancara

perlu mempertimbangkan bagaimana wawancara akan memperbaiki situasi

manusia serta meningkatkan pengetahuan ilmiah. Esterberg dalam Sugiyono

(2011) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara

terstruktur, semi terstruktur (in depth interview), dan tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,

jika peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang apa

yang diperoleh. Wawancara semi terstruktur sudah termasuk dalam kategori in-

depth interview, dimana dalam pelaksanaanya bebas jika dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang

bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Penelitian ini menerapkan wawancara mendalam atau yang sering dikenal

dengan istilah wawancara semi terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini

adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka. Keterbukaan ini

ditunjukkan melalui adanya keleluasaan komunikasi dengan pihak yang diajak

wawancara dimintai pendapat dan ide-idenya. Peneliti harus siap

mendengarkan secara teliti, merekam dengan handycam, dan mencatat pada

catatan lapangan terkait berbagai informasi yang diungkapkan oleh informan.

Adapun beberapa alat yang digunakan untuk menunjang tahapan wawancara

adalah buku catatan, tape recorder, kamera, dan handycam.

3.7.3. Penelaahan Dokumen Tertulis

61

Page 62: 2. Isi Proposal

Sumber lain yang dimiliki oleh guru berupa dokumen tertulis dan

dokumen lainnya dapat dijadikan sebagai sumber pendukung data penelitian.

Idealnya, pengumpulan data dengan dokumen mampu mengungkap data-

data faktual guru selama menjalankan proses pembelajaran. Pengumpulan data

dengan dokumen penelaahan memperoleh data berupa cuplikan, kutipan,

penggalan dari catatan organisasi, klinis atau program, memorandum dan

korespondensi, terbitan dan laporan resmi, buku harian pribadi, dan jawaban

tertulis yang terbuka terhadap kuesioner dan survei. Teknik dokumentasi dalam

penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait

seperti RPP, silabus, LKS, modul, jadwal praktikum dan rubrik evaluasi

ketercapaian tujuan pembelajaran untuk selanjutnya dianalisis hubungannya

dengan fokus penelitian.

3.7.4. Triangulasi/Gabungan

Sugiyono (2011) mengartikan triangulasi sebagai teknik pengumpulan

data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data

dari sumber data yang telah ada. Penelitian ini memerlukan adanya

penggabungan beberapa teknik pengumpulan data sebagai upaya untuk

mempermudah dalam proses analisis.

Selama melakukan penelitian, peneliti berpedoman pada matriks pedoman

peneltian untuk mempermudah pengumpulan data. Adapun pedoman dalam

penelitian sebagai berikut.

62

Page 63: 2. Isi Proposal

Tabel 3.2 Matriks Pedoman Penelitian

3.8 Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara kolektif. Analisis data

merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil tes, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi. Analisis

ini dilaksanakan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

63

No Aspek Sumber Data Teknik pengumpulan

data

Alat Pengumpul

1 Pemahaman tentang Strategi pembelajaran

Guru Wawancara semiterstruktur

Pedoman wawancara, catatan lapangan, dan perekam suara

2 Kemampuan berpikir Kritis Siswa

Siswa Tes diagnostik, Wawancara semiterstruktur, dan studi dokumen

Pedoman wawancara, catatan lapangan, dan perekam suara

3 Implementasi strategi pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Guru dan siswa

(RPP, LKS, Format penilaian)

Wawancara semiterstruktur, obsevasi partisipatif, dan studi dokumen

Pedoman wawancara, catatan lapangan, perekam suara, pedoman observasi, dan handycam

Page 64: 2. Isi Proposal

memilih data yang penting untuk dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga

dapat dipahami baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Sugiyono (2011)

menyatakan bahwa analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.

Hipotesis akan dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat

ditarik kesimpulan diterima atau ditolaknya hipotesis tersebut berdasarkan data

yang terkumpul. Jika melalui proses triangulasi berdasarkan data yang dikumpulkan

secara berulang-ulang ternyata hipotesis ini diterima, maka hipotesis tersebut

berkembang menjadi sebuah teori.

Terdapat dua jenis teknik analisis data pada penelitian kualitatif, yaitu analisis

data pra lapangan dan analisis data di lapangan. Analisis data pra lapangan

dilaksanakan terhadap data hasil studi pendahuluan dan data sekunder yang

akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian (bersifat sementara). Analisis

lapangan dilaksanakan selama melaksanakan penelitian di lapangan. Miles dan

Huberman dalam Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas sehingga data sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data di lapangan

terdiri atas data reduksi (data reduction), penyajian data (data display), penarikan

kesimpulan, dan verifikasi (conclusion drawing/verification). Adapun model

interaktif dalam analisis data disajikan pada gambar 3.2.

64

Page 65: 2. Isi Proposal

Gambar 3.2 Komponen dalam Analisis Data (interactive model) (Sugiyono, 2011)

Analisis data selama di lapangan dilakukan dengan melihat data-data yang

terkumpul dari hasil tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh.

Hasil tes digunakan untuk menentukan siswa yang dijadikan responden atau sampel

penelitian. Pemilihan siswa responden dalam penelitian ini berdasarkan nilai tes

yang telah dilakukan pada dua kelas tersebut dengan pertimbangan dari guru fisika

yang mengajar, namun mengacu pada kelas XI MIPA yang direkomendasikan.

Perolehan informasi kelima indikator kemampuan berpikir kritis yang dikaji

dalam penelitian ini, dilakukan dengan penelusuran dari hasil tes dan siswa

responden untuk memperkuat informasi. Siswa-siswa responden yang telah

ditentukan pada kelas terpilih akan dibagi menjadi 3 kategori yaitu siswa dengan

kategori kemampuan berpikir kritis tinggi, kategori sedang, dan kategori rendah.

Pengkategorian siswa tersebut berdasarkan pada hasil tes yang diperoleh dengan

menggunakan patokan penilaian normatif (PAN) yang menggunakan mean ideal dan

standar deviasi ideal dari hasil tes. Hal ini disebabkan oleh soal tes yang digunakan

oleh peneliti dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti sendiri. Sehingga, dalam

pengkategoriannya hanya tergantung pada nilai faktual yang diperoleh siswa dari

hasil tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan. Penentuan siswa responden

65

Page 66: 2. Isi Proposal

berdasarkan pada pengelompokkan tiga (3) kategori sebagai berikut

Tabel Pedoman Pengelompokkan Tiga Kategori

Kategori Rentangan Kategori

Tinggi X>MI+1 SDI

Sedang MI-1 SDI X MI+1 SDI

Rendah X<MI- 1 SDI

Sumber: Sudijono (2014)

Keterangan: MI = Mean Ideal

SDI = Standar Deviasi Ideal

Perumusan untuk MI dan SDI menurut Nurkancana dan Sunartana (1990) adalah:

MI = (Skor Maksimal + Skor Minimal)

SDI = (Skor Maksimal + Skor Minimal)

Masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis juga diklasifikasikan

menurut kategori tinggi, sedang, dan rendah. Pengkategorian masing-masing

indikator tersebut juga menggunakan pedoman di atas. Kualifikasi masing-masing

indikator kemampuan berpikir kritis dicari kualifikasi berdasarkan hasil tes dan

kualifikasi berdasarkan kelas penelitian. Perbedaan rentangan nilai pengkategorian

terletak pada nilai MI dan SDI yang bervariasi. Nilai MI dan SDI dan

pengkategorian responden dan pengkategorian masing-masing indikator, baik

berdasarkan kelima kelas.

3.8.1 Data Reduksi

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, maka dari itu perlu

adanya pencatatan secara teliti. Semakin lama peneliti di lapangan, semakin

66

Page 67: 2. Isi Proposal

kompleks data yang akan diproses. Langkah kerja yang dilakukan pada tahap

reduksi data adalah: (1) data pada catatan lapangan disusun kembali dan dicocokan

dengan data yang ada pada transkripsi hasil rekaman, sehingga menggambarkan

kegiatan pembelajaran secara keseluruhan dan utuh, (2) gambaran data ini dipilih

dan disarikan, diberi kode atau tanda, dan diberi catatan kecil menurut relevansinya

dengan fokus masalah. Pengkodean ini bertujuan agar data yang diperoleh tidak

tercampur dengan data lainnya, Di samping juga akan mempermudah peneliti

saat menarasikan hasil penelitian. Komentar-komentar berupa pendapat atau kesan

yang ditulis peneliti dalam catatan lapangan, akan berguna sebagai bahan

pertimbangan dalam kegiatan analisis. Teknik pengkodean dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Teknik Pengkodean Data

Klasifikasi Kode Kode Arti KodeTeknik pengumpulan data Obs Observasi

Wan WawancaraDok Studi Dokumen

Urutan pengumpulan data D1 Data pertamaD2 Data keduadan seterusnya.

Informan GA Guru AGB Guru BSGA Siswa guru ASGB Siswa guru BKS Kepala sekolahPGW Pengawas

Waktu pengambilan data Contoh:11-01-15

11 Januari 2015

Temuan T1 Temuan pertamaT2 Temuan keduadan seterusnya.

Berdasarkan teknik pengkodean tersebut, jika ditemukan kode Wan/D1/GA/11-04-

67

Page 68: 2. Isi Proposal

16/T3, maka kode tersebut berarti temuan ketiga dalam wawancara pertama

dengan Guru A yang dilaksanakan pada 11 April 2016. Setelah data

dikodekan, selanjutnya data dikelompokkan sesuai dengan fokus penelitian

yang telah dirumuskan.

3.8.2 Paparan Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah memaparkan

data. Pada penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

Teks yang bersifat naratif merupakan cara yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data kualitatif (Sugiyono, 2011).

3.8.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2011) Penarikan

kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah

jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahapan

pengumpulan data berikut. Akan tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.9 Rencana Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian, sering hanya ditekankan pada uji

validitas dan reliabilitas. Sugiyono (2011) menyatakan bahwa terdapat dua macam

validitas penelitian, yaitu validitas internal (kredibilitas) dan validitas eksternal

68

Page 69: 2. Isi Proposal

(transferabilitas). Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi disain

penelitian dengan hasil yang dicapai. Sementara itu, validitas eksternal

berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan

atau diterapkan dimana sampel tersebut diambil. Jika sampel penelitian

representatif, instrumen penelitian valid dan reliabel, maka validitas eksternal yang

tinggi.

Menurut Sugiyono (2011) uji keabsahan data pada penelitian kualitatif

meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),

dependability (reliabilitas), dan confirmability (objektivitas). Deskripsi dari masing-

masing uji tersebut dapat disajikan sebagai berikut.

3.9.1 Uji Credibility (Validitas Internal)

Uji kredibilitas (validitas internal) data hasil penelitian kualitatif antara lain

dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam

penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,

dan membercheck. (1) Perpanjangan pengamatan ditandai dengan aktivitas

peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan

sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. (2) Meningkatkan ketekunan

berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Melalui

cara tersebut kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti

dan sistematis. (3) Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Pengecekan dilaksanakan melalui penyusunan rekapan berbagai sumber yang akan

dicek oleh dosen pembimbing, (4) Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari

69

Page 70: 2. Isi Proposal

data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan temuan, jika tidak

berbeda berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. (5) Membercheck

adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.

Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai

dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pemberi data yang dimaksud

adalah guru, kepala sekolah, siswa, dan pihak lain yang terkait.

3.9.2 Uji Transferability (Validitas Eksternal)

Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian

dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai

transfer bergantung pada pemakai hingga manakala penelitian tersebut dapat

digunakan dalam konteks situasi sosial lain (Sugiyono, 2011). Cara meningkatkan

validitas eksternal ini adalah dengan membuat laporan dengan rinci dan jelas agar

pembaca dapat memahami tentang penelitian dengan jelas.

3.9.3 Uji Depenability

Uji ini dilakukan melalui audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Uji

depenability dilakukan oleh auditor independen atau dosen pembimbing untuk

mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Jika peneliti

tidak mempunyai dan tidak dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangannya, maka

depenabilitas penelitiannya dapat diragukan (Sanafiah dalam Sugiyono, 2011).

3.9.4 Uji Confirmability

Pada penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability.

Uji ini berarti menguji hasil penelitian dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

Jika hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka

70

Page 71: 2. Isi Proposal

penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability.

71