2. kajian sifat fisiollogis
TRANSCRIPT
KAJIAN FISIOLOGIS LOBSTER AIR TAWAR PADA SUHU DINGIN SEBAGAI DASAR UNTUK TRANSPORTASI SISTEM KERING
Abstrak
Kajian untu mendapatkan sifat fisiologis lobster air tawar pada suhu rendah untuk mendapatkan metode shock, suhu shock dan waktu shock terbaik untuk persiapan transportasi lobster hidup sebelum dikemas telah dilakukan. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap penelitian yaitu pengaruh suhu (12oC dan 15oC) dan metoda shock (langsung dan bertahap) terhadap aktivitas, respirasi dan metabolisme lobster serta uji mortalitas dengan menggunakan suhu shock yang diperoleh dari Percobaan 1 dengan menggunakan variable metode shock (langsung dan bertahap) dan waktu shock (30 dan 45 menit). Lobster kemudian dikemas dengan menggunakan plastik mika yang alasnya diberi spons dan dimasukkan dalam kotak styrofoam. Kemasan kemudian disimpan pada suhu terkendali selama 6 hari. Hasil penelitian diperoleh bahwa suhu shock 12 oC menghasilkan kondisi aktivitas lobster yang diam (imotil) lebih lama, sehingga memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan suhu 15oC, sedangkan perbedaan suhu (12 oC dan 15oC) serta metode shock tidak berpengaruh terhadap tingkat respirasi, dan metabolisme lobster air tawar. Shock bertahap menghasilkan kelulusan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan shock langsung, sedangkan waktu shock 45 menit lebih baik dibandingkan dengan shock selama 30 menit. Namun kelulusan hidup tertinggi yaitu 100% diperoleh dari lobster yang di shock pada suhu 12oC secara langsung selama 45 menit setelah disimpan selama 6 hari.
I. PENDAHULUAN
Untuk dapat menikmati hidangan dari laut, citarasa yang paling tinggi dari ikan
dapat diperoleh dari ikan yang masih hidup sebelum dimasak. Pada kondisi ini rasa
lezat ikan terasa aslinya karena komponen penyusun rasa manis dan gurih ikan belum
terurai. Hal ini menyebabkan sajian ikan atau udang yang ketika mau dimasak masih
hidup yang berasal dari laut merupakan sajian yang sangat prestisius, dengan harga
cukup mahal sekitar 3-4 kali lipat dari harga ikan segar.
Salah satu komoditas ikan yang potensial untuk disajikan dalam keadaan hidup
adalah lobster air tawar jenis red claw (Cherax quadricarinatus). Lobster ini
merupakan komoditas perikanan yang berasal dari Papua dan sedang pesat
dikembangkan antara lain dibeberapa daerah seperti Yogya, Magelang, Serang,
Sukabumi, Purwokerto, Blitar, Sidoarjo dll. Budidayanya sangat mudah, hanya dengan
menggunakan bak-bak plastik atau bak semen dihalaman rumah, sudah dapat
merupakan usaha yang dapat menguntungkan. Di samping itu lobster ini tahan terhadap
1
penyakit sehingga diperkirakan dalam beberapa tahun kedepan lobster air tawar ini akan
menjadi komoditi unggulan baik untuk ekspor atau pasaran dalam negeri.
Lobster air tawar dengan ukuran 3 ekor /kg mempunyai bentuk morfologi yang
hampir sama dengan lobster hijau (Panulirus humarus). Australia yang merupakan
penghasil lobster air tawar terbesar didunia, hanya mampu mengekspor 40% dari total
produksinya. Sisanya dimanfaatkan didalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
restoran dan hotel sebagai sajian menunya untuk menarik konsumen (Morryssy, 2001).
Oleh karena itu harga lobster ini cukup mahal setara dengan harga lobster air laut dan
pasarnya masih sangat terbuka baik untuk kebutuhan ekspor maupun dalam negeri.
Peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai lahan usaha baru sub
sektor perikanan. Untuk itu perlu disiapkan teknologi transportasi lobster air tawar
hidup yang ekonomis, efisien praktis dan aman untuk ukuran konsumsi. Pada krustasea
transportasi dengan sistem kering dinilai lebih ekonomis dan praktis, karena krustasea
mempunyai alat tambahan pernafasan, sehingga mampu beradaptasi diluar air selama
beberapa jam dalam lingkungan yang lembab. Secara anatomi pada saat lobster
berada dilingkungan tanpa air, lobster masih mampu bernafas dengan menyerap
oksigen yang terdapat di dalam rongga karapas (Rahman and Srikirishnadhas, 1994).
Dengan memanfatkan sifat fisiologisnya maka transportasi lobster hidup dengan
menggunakan sistem kering dapat dilakukan. Dalam transportasi hidup kecepatan
metabolisme dan respirasi merupakan faktor pembatas, sehingga lobster harus
dikondisikan dalam kondisi metabolisme basal. Kondisi metabolisme basal dapat
dilakukan dengan cara shock dengan suhu rendah dengan cara menurunkan suhu media
atau dengan menggunakan senyawa antimetabolit baik yang alami maupun buatan.
Penelitian mengenai penggunaan suhu rendah sebagai usaha untuk menekan
tingkat respirasi dan metabolisme telah digunakan dalam transportasi hidup ikan kerapu,
udang windu dan lobster air laut serta ikan nila ( Suryaningrum, 2002, Wibowo, 1998).
Demikian juga kajian untuk mendapatkan titik-titik suhu kritis terhadap aktivitas dan
metabolisme lobster air tawar telah dipelajari. Hasil penelitian mengenai penurunan
suhu terhadap aktivitas dan metabolisme lobster air tawar menunjukkan bahwa titik
suhu kritis yang dapat digunakan untuk shock lobster adalah suhu 17, 15 dan 12oC
(Wibowo, dkk, 2005). Suhu kritis tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk digunakan
sebagai suhu shock yang dapat digunakan untuk keperluan transportasi lobster dengan
2
sistem kering. Data yang diperoleh kemudian digunakan sebagai dasar untuk
transportasi hidup.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Bahan Utama
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lobster air tawar dalam
keadaan hidup, yang diperoleh dari budidaya petani nelayan di Yogyakarta. Lobster
yang digunakan berukuran 30 ekor/kg dengan berat berkisar antara 30 -40 gram,
panjang keseluruhan 16-22 cm, panjang karapak 9 – 14 cm. Lebar 1,9 - 2,6 cm. Lobster
diplih yang utuh, tidak sedang moulting dan bugar.
2.2 . Bahan Bantu Percobaan
Bahan pembantu yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah es untuk
mendinginkan media air, mika plastik yang berukuran 25 x 15 x 6 cm , spons sebagai
alas mika , kotak styrofoam yang berukuran 60 x 40 x 40 cm, lak ban, kertas koran,
dan es dalam pkastik es yang beratnya diukur + 400 g
2.3. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan yang digunakan untuk
mengukur metabolisme danrespirasi lobster berupa akuarium respirometer respirometer
yang terbuat dari akuarium bertutup yang dilengkapi dengan aerasi, sirkulator,
thermometer dan DO meter. Thermometer Kane May untuk mengamati perubahan
suhu kemasan selama penyimpanan. Sedangkan alat bantu lainnya berupa timbangan,
ember plastik, penggaris, fashband, serok untuk mengambil contoh, plastik, karet gelang
dan lain sebaginya.
2.4. Metoda Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu percobaan untuk mempelajari
(1) Pengaruh suhu dan metoda shock terhadap aktivitas, respirasi dan
metabolisme
(2) Uji mortalitas dengan menggunakan suhu shock yang diperoleh dari
Percobaan1 dengan menggunakan variable metode shock dan waktu shock
3
1. Pengaruh suhu dan metoda shock terhadap aktivitas, respirasi dan metabolisme
Percobaan ini dimaksudkan untuk mempelajari pengaruh suhu dan metode
shock terhadap aktivitas, metabolisme dan tingkat respirasi lobster lobster air tawar,
sehingga diperoleh suhu shock dan metode shock yang dapat menghasilkan tingkat
kelulusan hidup lobster air tawar yang tinggi. Suhu Shock yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu suhu 15 dan 12oC (Wibowo,
dkk, 2005). Pengamatan aktivitas, metabolisme dan respirasi lobster yang di shock
secara langsung dilakukan dengan cara memasukan lobster ke dalam akuarium
respirometer yang berisi media air dengan suhu 12oC dan 15oC. Sedangkan pengamatan
aktivitas dan metabolisme lobster yang dishock secara bertahap dilakukan dengan
memasukkan lobster kedalam akuarium yang berisi berisi media air suhu kamar
kemudian diturunkan secara bertahap selama 30 menit sampai suhu 15oC dan 12oC
tercapai. Pengamatan aktivitas, metabolisme dan respirasi diamati selama 1 jam
dengan interval pengamatan 15 menit sekali. Pengamatan respirasi dilakukan dengan
cara mematikan aerasi dan sirkulator , kemudian gelembung-gelembung udara dibuang,
akuarium ditutup rapat. Penurunan oksigen diamati selama 5 menit, metabolisme
lobster diamati terhadap amonia, nitrit dan CO2 pada awal dan akhir pengamatan.
Sedangkan aktivitas lobster diamati dengan melihat kondisi lobster selama pengamatan.
Selain itu juga diamati, suhu dan pH air pada awal dan akhir interval pengamatan. Dari
hasil ini akan diperoleh informasi suhu shock terbaik untuk penanganan transportasi
lobster dengan sistem kering
2. Percobaan Tahap II
Uji mortalitas dengan menggunakan suhu dan cara shock yang diperoleh dari
percobaan1 dengan menggunakan variable waktu shock.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah waktu shock yaitu 30 dan 45 menit
pada suhu 12oC (hasil penelitian tahap I) serta cara shock yaitu shock langsung dan
bertahap. Shock langsung dilakukan dengan memasukkan lobster kedalam bak yang
telah diisi air dengan suhu 12oC. Sedangkan shock bertahap dilakukan dengan cara
menurunkan media lobster dalam bak yang berisi air suhu kamar kemudian ditunkan
sampai suhu 12oC selama 30 menit, Shock dilakukan selama 30 dan 45 menit. Selama
waktu shock tersebut suhu media dijaga tetap stabil pada kisaran suhu 12oC. Lobster
4
kemudian dikemas dengan menggunakan mika plastik yang dasarnya telah diberi spons
yang telah direndam kedalam air dingin suhu 12oC., masing-masing mika diisi dengan
4 ekor lobster. Mika plastik yang telah berisi lobster tersebut kemudian dimasukkan
kedalam bok styrofoam. Untuk mempertahakan agar suhu kemasan tetap dingin pada
dasar styrofoam dan diatas mika bagian atas diberi 3 bungkus es yang diatur secara
diagonal. Es dalam plastik beratnya diatur masing-masing 400 g kemudian dibungkus
dengan kertas koran. Kotak styrofoam ditutup dengan penutupnya yang telah dipasang
probe thermometer untuk mencatat perubahan suhu kemasan selama penyimpanan..
Tutup styrofoam direkatan dengan menggunakan lak ban. Kotak styrofoam kemudian
disimpan pada suhu terkendali di dalam ruangan yang suhunya konstan. Pengamatan
suhu kemasan dilakukan setiap 30 menit sekali dengan menggunakan thermorecorder
merk Kan May Penyimpanan dilakukan selama 6 hari. Lobster kemudian dibugarkan
kembali dan diamati mortaitasnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengaruh Suhu dan Metode Shock terhadap Aktivitas Lobster Air Tawar
Pengamatan aktivitas lobster pada suhu 15oC dan 12oC dengan metode shock
langsung dan bertahap dapat dilihat pada Tabel 1 sampai 4. Dari data tersebut tampak
bahwa masing-masing suhu dan metode shock yang digunakan memberikan pengaruh
yang serupa tetapi menhasilkan kondisi akhir lobster air tawar yang berbeda. Dari
Tabel 1 terlihat bahwa perubahan aktivitas lobster yang dishock dengan suhu 15oC
menunjukkan bahwa suhu tersebut masih dapat diadaptasi lobster air tawar. Pada saat
lobster air tawar dimasukan ke dalam suhu 15oC, perubahan suhu air normal ke suhu
dingin membuat lobster panik sehingga. lobster langsung meloncat loncat kebelakang
Namun perubahan suhu media yang sangat dratis tersebut dengan cepat diadaptasi oleh
lobster. Gerakan-gerakan panik tersebut hanya berlangsung 1-3 menit, kemudian
lobster tenang kembali. Shock secara langsung dengan suhu 15oC selama 1 jam tidak
menyebabkan lobster roboh, tetapi menyebabkan lobster tenang dengan gerakan
lamban, posisi tubuh masih tegak. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan lobster
masih baik yang ditunjukan dengan kemampuan lobster untuk kembali keposisi semula
ketika tubuh dibalikkan dapat tegak kembali. Ketika lobster diangkat kembali lobster
masih menyentak-nyentak dan bahkan capit masih bisa menggigit. Ketika diletakan
5
kedalam pan yang datar lobster langsung bergerak untuk berjalan. Kondisi ini dapat
menghambat proses pengemasan lobster, karena masih sulit untuk ditangani.
Berbeda dengan shock suhu langsung, pada shock bertahap tidak menyebabkan
adanya fase panik pada lobster yang menghabiskan banyak energi. Shock bertahap
yang dilakukan dengan penurunan suhu air dari suhu air normal (suhu kamar) ke suhu
15oC selama 30 menit. Penrunan suhu secara bertahap tersebut hanya menyebabkan
lobster tenang, posisi tubuh tegak, artinya tidak menyebabkan lobster hilang
keseimbangan. Shock bertahap pada suhu 15oC selama 1 jam tidak menyebabkan
lobster roboh dan diam ketika diangkat, sehingga memudahkan proses pengemasan
lobster. Setelah satu jam lobster dishock dengan suhu 15oC dan dishock secara bertahap
lobster masih bergerak-gerak ketika diangkat lobster masih memberontak dan menjepit
dengan capitnya. Sehingga dalam proses penyiapan transportasi lobster sistem kering
shock suhu 15oC belum menghasilkan lobster dengan kodisi diam, dan mudah untuk
dikmas.
Shock yang dilakukan pada suhu 12oC menghasilkan kondisi lobster yang
berbeda dibandingkann dengan lobster yang di shock pada suhu 15oC. Ketka lobster
dimasukkan pada media air dengan suhu 12oC menyebabkan sebagian lobster roboh.
Lobster tidak bisa menahan tubuhnya sendiri karena kaki jalan dan kaki renang kaku
dan sangat lemah Pengamatan lobster sampi 1 jam didalam media tidak menyebabkan
roboh, hal ini menunjukkan bahwa lobster masih bisa hidup pada suhu ini . Ketika
lobster diangkat lobster diam, kaki jalan dan kaki renangnya diam kaku, sehingga
memudahkan penanganan lobster ketika mau dikemas dalam kemasan kering. Ketika
loster diangkat dan ditempatkan dalam nampan lobster diam, kaki renang dan kaki
jalanya diam. Beberapa menit kemudian bagian tubuh lobster yang bergerak adalah
anthena, kemudian kaki jalan dan kaki renang, kemudian mulai dapat berjalan kemabli
pada menit yang ke 5. Pengamatan sampai menit ke 10 setelah lobster diangkat ketika
diangkat lobster tidak memberontak, walaupun lobster sudah mulai dapat berjalan
kembali.
Perlakuan shock bertahap pada suhu 12oC dilakukan dengan menurunkan suhu
secara bertahap dari suhu media normal (Suhu kamar) menjadi suhu 12oC yang
berlangsung selama 30 menit. Artinya bahwa setiap 5 menit suhu media diturunkan
sebesar 3.4 oC/5 menit. Penurunan suhu tersebut menyebabkan aktivitas lobster pada
6
suhu kamar yang tadinya aktif bergerak perlahan-lahan gerakan lobster tenang. Hasil
pengamatan terhadap aktifitas lobster setelah dishock disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1 : Aktivitas lobster setelah dishock langsung pada suhu 15oC
No Waktu(menit) Suhu (oC) Aktivitas Lobster 1 0 15.3 Ketika lobster dimasukkan sebagian lobster langsung
meloncat-loncat dkebelakang dengan gerakan yang sangat cepat. 1-3 menit kemudian lobster diam, tenang kaki jalan dan kai renang diam tidak bergerak
2 15 14.5 -15.3 Lobster diam, tenang, tubuh tegak, respon terhadap rangsangan masih baik. Ketika disentuh lobster langsung mundur kebelakang
3 30 14.7-14.8 Gerakan lobster mulai lamban, demikian juga respon terhadap rangsangan mulai lamban, ketika disentuh tidak secara otomatis menghindar
4 45 14.7 – 14.8 Sebagian lobster bergerak dengan gerakan lamban. Kaki jalan dan kaki renang bergerak-gerak
5 60 14.5 -14.7 Sebagian lobster bergerak dengan gerakan lamban., keseimbangan masih baik ketika dibalik tubuh tegak kembali seperti semula.
Tabel 2 : Aktivitas lobster setelah dishock secara bertahap pada suhu 15oC
No Waktu(meni) Suhu (oC) Aktivitas Lobster1 0 14.8 Lobster tenang gerakan lamban, posisi tubuh tegak,
respon terhadap rangsangan agak lambat2 15 14.8 Lobster diam, tenang, tubuh tegak, respon terhadap
rangsangan masih baik. Respon terhadap rangsangan agak lambat
3 30 14.1 Lobster diam, tenang, sebagian lobster masih bergerak, tubuh tegak, ekor melipat kedalam
4 45 15 Lobster tenang kaki jalan dan kaki renang bergerak perlahan-lahan respon terhadap sentuhan cepat
5 60 15 Lobster tenang gerakan lamban., tubuh tegak, keseimbangn berkurang.
7
Tabel 3 : Aktivitas lobster setelah dishock langsung pada suhu 12oC
No Waktu(meni) Suhu (oC) Aktivitas Lobster 1 0 11.3 – 11.5 Ketika lobster dimasukkan pada media air, sebagian
lobster langsun menyetak-nyentak kemudian jatuh dengan posisi tubuh miring. Lobster tidak bergerak respon lemah, dan sebagian lobster limbung
2 15 11.5 -12.1 Lobster yang tergeletak posisi tubuhnya tegak kembali, ekor terlipat kedepan, lobster diam, respon terhadap rangsangan lemah, kaki kaku, keseimbangan hilang.
3 30 11.1 -12.4 Lobster diam, keseimbangan hilang, ketika disentuh dan diangkat tubuh melayang-layang
4 45 11.3 – 12.5 Lobster diam, posisi tubuh sebagian miring, kaku renang dan kaki jalan kaku, ketika disentuh diam, keseimbangan hilang
5 60 11.2 – 12,1 Lobster diam kaki jalan dan kai renang diam tidsak bergerak, Ketika diangkat lobster diam, kaki masih kaku. Baru menit ke 5 lobster bergerak kembali.
Tabel 4 : Aktivitas lobster setelah dishock bertahap pada suhu 12oC
No Waktu(menit) Suhu (oC) Aktivitas Lobster 1 0 11.9- 12-2 Lobster diam, tubuh tegak, kaki jalan dan kai renang
tidak bergerak 2 15 11.7 – 12.1 Lobster diam, posisi tubuh tegak sebagian lobster
hilang keseimbangan 3 30 11.7 – 12.2 Lobster limbung, ketika disentuh tubuh melayang –
layang dan jatuh tergeletak posisi tubuh miring 4 45 12.1- 12.3 Lobster diam, sebagian tergeletak, keseimbangan
hilang 5 60 11.5- 12.1 Lobster tergeletak, diam, kaki jalan dan kai renang
kaku. Ketika diangkat lobster diam tetapi 2 menit kemudian lobster mulai bergerak kembali
Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa pada kisaran suhu 18- 21.2oC
lobster mulai gelisah, lobster baru tenang ketika suhu media berkisar anatar 15.1- 16oC.
Pada suhu tersebut lobster diam , kaki jalan dan kaki enang diam, ketika lobster
disentuh masih memberikan respon , keseimbangan masih baik. Pada suhu 12oC lobster
diam, tubuh tegak, ekor melipat kedalam. Pada menit ke 30 lobster mulai hilang
keseimbangan, lobster tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. Namun demikian
aktivitas lobster untuk normal kembali sangat cepat, yang ditunjukkan ketika diangkat
dari media air 2 menit kemudian lobster sudah mulai bergerak kembali. Lobster dapat
mencapit kembali setelah 5 menit dibiarkan kembali pada suhu kamar. Dengan melihat
8
aktivitas lobster maka suhu 12oC lebih cocok digunakan sebagai suhu shock untuk
pengemasan lobster dengan sistem kering.
3.2. Pengaruh Suhu dan Metode Shock terhadap Metabolisme Lobster Air Tawar
Pengaruh suhu dan metode shock terhadap metabolisme lobster yang diamati
terhadap CO2, Nitrit dan Amonia dapat dilhat pad Gambar 1, 2 dan 3. Hasil pengamatan
metabolisme CO2 lobster yang dishock secara langsung dan bertahap pada suhu 12o C
dan 15oC selama satu jam pengamatan menunjukkan penurunan yang berfluktuasi.
Terlihat bahwa shock yang dilakukan secara bertahap dapat menekan ekresi CO2 lebih
rendah dibandingkan dengan shock yang dilakukan secara langsung. Sedangkan rata –
rata eskresi CO2 lobster yang dishock pada pada suhu 12oC lebih rendah bila
dibandingkan dengan suhu 15oC. Lobster yang dishock secara langsung pada suhu
15oC menunjukan ekskresi CO2 yang berfluktuasi cukup tajam, pada 15 menit pertama
metabolit CO2 yang dihasilkan hanya sebesar 0.44 mg/l, kemudian meningkat cukup
tajam ketika lobster berada pada suhu 15oC selama 30 menit, kemudian stabil kembali
pada 45 dan 60
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 15 30 45 60
Waktu shock (menit)
CO
2 (
ppm
)
Shock langsung suhu 15oC Shock langsung suhu 12oCShock bertahap suhu 15oC Shock bertahap suhu 12oC
Gambar 1 : Metabolisme CO2 Lobster Air Tawar pada suhu 15oC dan 12oC
menit berikutnya. Sekresi CO2 terendah terjadi ketika lobster dishock secara bertahap
pada suhu 15oC selama 30 menit, sedangkan shock secara langsung terjadi pada suhu
12oC setelah lobster dishock selama 45 menit.
Sedangkan hasil metabolisme lobster berupa nitrit juga menujukkan pola yang
sama, semakin lama lobster pada suhu dingin, semakin kecil metabolisme nitrit yang
dihasilkan. Shock secara bertahap menghasilkan metabolit nitrit yang lebih rendah
9
dibandingkan dengan metabolit nitrit yang dihasilkan lobster yang dishock secara
langsung . Shock langsung pada suhu 15oC menghasikan pola ekskresi nitrit yang lebih
tinggi dibandingkandengan perlakuan lainnya. Setelah 45 menit lobster yang dishock
baik secara langsung maupun bertahap pada suhu shock (12 dan 15oC) eksresi nitrit
hampir tidak ada (0). Lobster yang dishock secara bertahap menghasilkan ekskresi nitrit
lebih rendah dibandingkan dengan shock secara langsung. Demikian juga suhu 12oC
menghasilkan eksresi nitrit yang lebih kecil dibandingkan dengan suhu 15oC.
Sedangkan metabolisme amonia selama imotilisasi menunjukkan pola yang tidak
beraturan. Lobster yang di shock secara langsung pada suhui 15oC eksresi amonia
selama 1 jam pengamatan menunjukkan pola yang berfluktuasi, kenaikan ekresi amonia
terjadi setelah lobster berada pada suhu 15oC selama 30 dan 45 menit, dan pada menit
ke 60 ekresi amonia turun kembali. Sedangkan jika lobster dishock secara bertahap
pada suhu 15oC, eskresi amonia yang dihasilkan turun kemudian meningkat kemali pada
menit ke 60. Pola yang sama terjadi pada lobster yang di shock pada suhu 12oC,lobster
yang dishock langsung setelah 60 menit dalam suhu tersebut eksresi amoniaknya
meningkat, sedangkan yang dishock bertahap ekskresi amoniaknya menurun.
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0.018
0 15 30 45 60
Waktu shock / Shock time (menit)
NO
2 (
mg
/l)
Shock langsung suhu 15 oC Shock langsung suhu 12 oCShock bertahap suhu 15 oC Shock bertahap suhu 12oC
Gambar 2 : Metabolisme NO2 Lobster Air Tawar pada suhu 15oC dan 12oC
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0 15 30 45 60
Waktu shock (menit)
NH
3 (
mg
/l)
Shock langsung suhu 15 oC Shock langsung suhu 12 oCShock bertahap suhu 15 oC Shock bertahap suhu 12 oC
Gambar 3: Metabolisme NH3 Lobster Air Tawar pada suhu 15oC dan 12oC
10
3.3. Pengaruh Suhu dan Metode Shock terhadap Respirasi Lobster Air Tawar.
Pengaruh suhu dan metode shock terhadap pola respirasi lobster dapat dilihat
pada Gambar 4. Pola respirasi lobster yang dishock dengan suhu rendah menunjukkan
pola yang sama, yaitu cenderung naik setelah dishock selama 1 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa lobster mampu beradaptasi pada suhu rendah dengan waktu
yang lama. Dari hasil pengamatan aktivitas lobster maka Shock pada suhu 12oC
menghasilkan kondisi lobster yang diam (imotil) lebih lama dibandingkan shock pada
suhu 15oC sehingga shock pada suhu 12oC memudahkan pengemasan dalam persiapan
transportasi. Sedangkan waktu shock yang digunakan didasarkan pada respirasi dan
hasil metabolit terendah yaitu 30 dan 45 menit, sedangkan metode shock yang
digunakanadalah metode shock langsung dan bertahap.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
1 2 3 4 5
Waktu Shock (menit)
Tin
gka
t re
spir
asi
(mg
/l)
Shock langsung suhu15oC
Shock langsung suhu12oC
Shock bertahap suhu15oC
Shock bertahap suhu12oC
Gambar 4. Pola Respirasi lobster pada suhu 15 dan 12 oC
3.4. Pengaruh Metode dan Waktu Shock terhadap ketahanan Lobster Air Tawar pada Media Kering
Dari hasil percobaan sebelumnya diperoleh hasil bahwa suhu terbaik untuk
mengshock lobster adalah suhu 12oC, dengan waktu antara 30 – 45 menit pada kedua
metode shock yang digunakan. Dari hasil ini kemudian dilakukan pengujian
pengemasan lobster air tawar dalam media kering untuk mengetahui ketahan hidupnya.
Pada uji ketahanan hidup lobster yang dilakukan, lobster di shock secara langsung dan
bertahap selama waktu 30 dan 45 menit, kemudian lobster dikemas dalam styrofoam
dan disimpan pada suhu terkendali (ruangan ber AC suhu 22oC) selama 6 hari.
11
Aktivitas, metabolisme dan respirasi lobster selama perlakuan waktu dan
metode shock dapat dilihat pada Tabel 5. Kondisi akhir lobster pada saat shock
langsung suhu 12oC selama 30 menit menunjukkan ketika diangkat lobster tidak
meronta, diam, kaki jalan dan renang agak kaku, ketika dikemas lobster sebagian
bergerak dengan gerakan perlahan. Sedangkan kondisi lobster yang di shock selama 45
menit, ketika diangkat diam kaki jalan dankai renang kaku, diam dan ketika dikemas
lobster diam.
Setelah disimpan dalam kemasan kering tanpa air ternyata lobster air tawar
mampu bertahan selama 6 hari dengan tingkat kelulusan hidup seperti terlihat pada
Gambar 5. Terlihat pada Gambar 5 bahwa kelulusan hidup tertinggi diperoleh dari
lobster yang dishock secara langsung selama waktu 45 menit yaitu 100%.
Tabel 5 : Perubahan Aktivitas Lobster Air Tawar Selama Penurunan Suhu Secara Langsung selama 30 menit dan 45 menit
No Waktu Suhu Aktivitas Lobster
1 0- 12.1 Ketika dimasukan lobster sebagian panik, menyentak-nyentak jatuh tergeletak, dan sebagian diam, kaki jalan dan renang tidak bergerak
2 1- 10 12.1– 12.5 Lobster diam, keseimbangan hilang, ketika disentuh dan diangkat jatuh melayang, dengan posisi tubuh terbalik, lobster diam
3 10- 20 12.1- 12.4 Lobster mulai menyesuaikan diri dengan suhu lingkungannya, kaki jalan dan renang bergerak lemah, tetapi keseimbangan hilang.
4 20 - 30 12.5 - 12.7 Lobster diam, tubuh tegak, ketika disentuh tidak memberi respon, ketika diangkat lobster diam, tetapi masih ada gerakan kejut, ketika dikemas diam
5 35-45 12.2 – 12.7 Lobster diam, tubuh tegak, ketika diangkat lobster tidak membuat gerakan kejut, kaki kaku, ketika dikemas lobster diam.
Keterangan Oksigen terlarut : 7-7,9 mg/l, pH : 7.9-8
Perlakuan shock bertahap menghasilkan rata-rata kelangsungan hidup lobster
yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan shock langsung. Sedangkan pada kontrol
tingkat kelangsungan hidup lobster hanya 92,5 %, lebih rendah bila dibandingkan
dengan kelangsungan hidup lobster yang diberi perlakuan shock suhu dingin. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu dingin mampu mengurangi aktivitas lobster selama
penyimpanan sehingga metabolisme lobster berada pada kondisi rendah. Dalam
12
kondisi metabilisme rendah tersebut lobster lebih tahan dalam lingkungan diluar
habitatnya/air. Semakin lama lobster dapat bertahan hidup semakin jauh jarak tempuh
yang akan dicapai. Apabila hasil penelitian ini diimplementasikan ke eksportir lobster
hidup, maka lobster air tawar dapat diekspor ke Amerika atau ke Eropa dengan tingkat
kelulusan hidup yang masih tinggi.
Dibandingkan dengan praktek dilapangan, hasil penelitian yang diperoleh jauh
lebih baik. Praktek dilapangan selama ini lobster tidak dishock, sehingga menyulitkan
saat lobster dikemas dalam palstik mika. Kemasan yang digunakan sama yaitu lobster
ditempatkan dalam plastik mika dan diberi alas kertas koran kemudian mika
dimasukkan kedalam kotak styrofoam yang tutupnya telah dilubangi. Pengamatan
terhadap ketahanan hidup lobster yang diangkut dari Yogyakarta ke Jakarta dengan
menggunakan kereta api menghasilkan ketahan hidup lobster 90%.
84
86
88
90
92
94
96
98
100
Kelulusan Hidup (%)
0 30 45
Waktu Shock (menit)
Shock Langsung Shock bertahap
Gambar 5 : Kelulusan Hidup Lobster Setelah disimpan dalam kemasan kering selama 6 hari
3.5. Pola Suhu Kemasan
Suhu kemasan selama penyimpanan pada ruangan terkontrol menunjukkan
bahwa suhu kemasan tidak jauh berbeda dengan suhu ruangan yaitu berkisar antara 14,5
-26,7oC. Penambahan es pada kemasan hanya mampu mempertahankan suhu kemasan
di bawah 20oC selama 8 jam. Kemudian suhu kemasan naik sesuai dengan suhu
ruangan temapt kemasan lobster disimpan. Pola suhu kemasan selanjutnya mengikuti
pola suhu ruangan, yang dalam hal ini kemasan lobster disimpan pada suhu terkontrol
(ruanganber AC). Diharapkan selama penyimpanan suhu kemasan konstan pada suhu
rendah, yang dalam penelitian ini berkisar antara 22-23oC. Menurut Wibowo, dkk
13
(2005) pada suhu 19.6 -25.4oC aktivitas lobster pada fase tenang, dimana gerakan
lobster tidak begitu banyak, lobster cenderung diam. Sehingga jika suhu kemasan
berada di bawah suhu 25oC, maka lobster tidak banyak bergerak dan diharapkan
kelulusan hidup setelah transportasi tinggi.
05
1015202530
0
87
0
17
40
26
10
34
80
43
50
52
20
60
90
69
60
78
30
waktu penyimpanan (Menit)
su
hu
(C
) shock 30 menit
shock 45 menit
kontrol
Gambar 6 : Pola suhu kemasan lobster selama penyimpanan.
IV. KESIMPULAN :
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suhu shock 12oC
menghasilkan kondisi aktivitas lobster yang diam (imotil) lebih lama, sehingga
memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan suhu 15oC, sedangkan perbedaan suhu
(12 oC dan 15oC) serta metode shock tidak berpengaruh terhadap tingkat respirasi, dan
metabolisme lobster air tawar. Shock bertahap menghasilkan kelulusan hidup yang
lebih baik dibandingkan dengan shock langsung, sedangkan waktu shock 45 menit lebih
baik dibandingkan dengan shock selama 30 menit. Namun kelulusan hidup tertinggi
yaitu 100% diperoleh dari lobster yang di shock pada suhu 12oC secara langsung
selama 45 menit setelah disimpan selama 6 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Berka, R. 1986. The Transportation of Live Fish. A Riview. EIFAC Tech. Pap, FAO (48), 52 p
Frose, R. 1997. How to Transport live fish in plastic bags. Technical paper FAO. Rome . 4p
14
Morrissy,N. P. Walker, C. Fellows and W, More . 2001. An Investigation of weight loss of Morron(Cherax fenuimanus) during live transportation to market. Western Australian Marine Research Laboratories. 2 p.
Rahman K. and B. Srikirishnadhas. 1994. Packing of live lobsters the Indian experience. Infofish International 6/94. pp ; 47-49.
Wibowo, S. E, Setiabudi, T.D. Suryaningrum dan Y. Sudrajat. 1994. Pengaruh Penurunan Suhu bertahap terhadap aktivitas lobster hijau pasir. Journal Pen. Pasca Panen Perikanan . Balai Penel. Perikanan Laut Jakarta. No 79 Hal : 24-36.
Wibowo, S. T.D. Suryaningrum, I, Muljanah. R. Peranginangin, E. Hastarini. Syamdidi, D. Ikasari. 2005. Riset Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup Air Tawar. Laporan Teknis. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
15