2 tinjauan pustaka 2.1 batasan dan definisi pulau-pulau ... · area) relatif kecil sehingga...

43
11 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau Kecil (PPK) Secara umum pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 000 km 2 beserta kesatuan ekosistemnya. Secara ekologis pulau kecil terpisah dari pulau induk (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil sehingga bersifat insular, memiliki sejumlah biota endemik, keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi. Pulau kecil memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya (DKP 2001). Ada tiga kriteria tentang batasan PPK yaitu : 1) batasan fisik pulau (luas pulau), 2) batasan ekologis, proporsi spesies endemik dan terisolasi, dan 3) keunikan budaya. Selain kriteria tersebut, indikasi besar-kecilnya pulau terlihat dari kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok (Dahuri 1998). Bengen dan Retraubun (2006) menggolongkan pulau berdasarkan proses geologinya : 1. Pulau Benua (Continental Island), terbentuk sebagai bagian dari benua dan setelah itu terpisah dari daratan utama, tipe batuan kaya akan silika. Biota yang terdapat dalam tipe ini sama dengan yang terdapat di daratan utama; 2. Pulau Vulkanik (Volcanic Island), terbentuk dari kegiatan gunung berapi yang timbul perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Tipe batuan dari ini adalah basalt, silika (kadar rendah); 3. Pulau Karang Timbul (Raised Coral Island) terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena proses geologi. Jika

Upload: lamquynh

Post on 02-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

11

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau Kecil (PPK)

Secara umum pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil adalah

kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi

ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara

sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa pulau kecil adalah

pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 000 km2 beserta kesatuan

ekosistemnya.

Secara ekologis pulau kecil terpisah dari pulau induk (mainland island),

memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil sehingga bersifat insular, memiliki

sejumlah biota endemik, keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai

ekonomis tinggi. Pulau kecil memiliki daerah tangkapan air (water catchment

area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan

langsung masuk ke laut. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat bersifat

khas dibandingkan dengan pulau induknya (DKP 2001).

Ada tiga kriteria tentang batasan PPK yaitu : 1) batasan fisik pulau (luas

pulau), 2) batasan ekologis, proporsi spesies endemik dan terisolasi, dan 3)

keunikan budaya. Selain kriteria tersebut, indikasi besar-kecilnya pulau terlihat

dari kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok (Dahuri 1998).

Bengen dan Retraubun (2006) menggolongkan pulau berdasarkan proses

geologinya :

1. Pulau Benua (Continental Island), terbentuk sebagai bagian dari benua dan

setelah itu terpisah dari daratan utama, tipe batuan kaya akan silika. Biota

yang terdapat dalam tipe ini sama dengan yang terdapat di daratan utama;

2. Pulau Vulkanik (Volcanic Island), terbentuk dari kegiatan gunung berapi

yang timbul perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Tipe batuan

dari ini adalah basalt, silika (kadar rendah);

3. Pulau Karang Timbul (Raised Coral Island) terbentuk oleh terumbu

karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena proses geologi. Jika

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

12

proses ini berlangsung terus, maka karang yang timbul ke permukaan laut

berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan;

4. Pulau Daratan Rendah (Low Island), adalah pulau dengan ketinggian

daratannya dari muka laut rendah. Pulau-pulau dari tipe ini paling rawan

terhadap bencana alam, seperti angin taufan dan tsunami;

5. Pulau Atol (Atolls) adalah pulau karang yang berbentuk cincin, umumnya

adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang yang

berbentuk fringing reef kemudian menjadi barrier reef dan akhirnya

menjadi pulau atol.

Hehanusa (1993) membuat klasifikasi PPK di Indonesia berdasarkan

morfologi dan genesis pulau yaitu : (1) Pulau Berbukit dan, (2) Pulau Datar.

Pulau Berbukit terdiri atas : Pulau Vulkanik, Pulau Tektonik, Pulau Teras

Terangkat, Pulau Petabah (monadnock) dan Pulau Gabungan. Pulau Datar terdiri

atas : Pulau Aluvium, Pulau Koral dan Pulau Atol yang memiliki luas daratan

lebih kecil dari 50 km2. Ongkosongo (1998) lebih menekankan pada proses

pembentukan pulau tersebut, yaitu:

1 Penurunan muka laut, contohnya, P. Akat, P. Sekikir, P. Abang Besar di

Kepulauan Riau;

2 Kenaikan muka laut, contohnya Kepulauan Lingga, P. Batam, P. Karimun

Kecil, juga di Kepulauan Riau;

3 Tektonik, zona penunjaman (subduction), contohnya P. Christmas, P. Nias

4 Tektonik, zona pemekaran (spreading), contohnya Kepulauan Hawai;

5 Amblesan daratan, contohnya P. Digul;

6 Erosi, contohnya P. Popole di Jawa Barat;

7 Sedimentasi contohnya : pulau-pulau di Segara Anakan, P. Bengkalis;

8 Volkanisme, contohnya P. Krakatau, P. Ternate, P. Manado Tua;

9 Biologi, biota terumbu karang dan asosiasinya, contoh di Kep. Seribu;

10 Biologi, Biota lain (mangrove, lamun dan lain-lain), contohnya P. Karang

Anyar, P. Klaces, dan P. Mutean di Segara Anakan;

11 Pengangkatan Daratan, contohnya P. Manui di Sulawesi Tengah;

12 Buatan Manusia, contohnya Lapangan Udara Kansai Osaka Jepang;

13 Kombinasi berbagai proses, contohnya P. Rupat.

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

13

Karakteristik PPK yang dibandingkan dengan pulau besar dan benua

berdasarkan karakteristik geografis, geologi, biologi, dan ekonomi (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik geografi, geologi, biologi dan ekonomi pulau kecil, pulau besar, dan benua

Pulau Kecil Pulau Besar Benua Karakteristik Geografis

Jauh dari benua Dekat dari benua Area sangat besar Dikelilingi oleh laut luas Dikelilingi sebagian oleh

laut yang sempit

Suhu udara bervariasi

Area kecil Area besar Iklim musiman Suhu udara stabil Suhu udara agak bervariasi Iklim sering berbeda dengan

pulau besar terdekat Iklim mirip benua terdekat

Karakteristik Geologi Umumnya karang atau

vulkanik Sedimen atau

metamorphosis Sedimen atau metamorfosis

Sedikit mineral penting beberapa mineral penting beberapa mineral penting Tanahnya porous/ permeabel Beragam tanahnya Beragam tanahnya

Karakteristik Biologi Keanekaragaman hayati

teresterial rendah, namun memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi

Keanekaragaman hayati sedang

Keanekaragaman hayati tinggi

Keanekaragaman hayati laut tinggi, dengan laju pergantian jumlah jenis tinggi akibat perubahan lingkungan

Pergantian spesies agak rendah

Pergantian spesies biasanya rendah

Tinggi pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

Sering pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

Sedikit pemijahan massal hewan laut bertulang belakang

Karakteristik Ekonomi Sedikit sumberdaya daratan Sumberdaya daratan agak

luas Sumberdaya daratan luas

Sumberdaya laut lebih penting

Sumberdaya laut lebih penting

Sumberdaya laut sering tidak penting

Jauh dari pasar Lebih dekat pasar Pasar relatif mudah Sumber : Modifikasi Salm et al. (2000) dalam Bengen dan Retraubun (2006)

2.2 Sistem Ekologi dan Ekonomi Pulau-Pulau Kecil

Menurut Briguglio (1995) karakteristik PPK yang unik yaitu berukuran

kecil, terisolasi, ketergantungan, rentan dan secara ekonomi hal ini tidak

menguntungkan karena akan menimbulkan keterbatasan sokongan sumberdaya,

ketergantungan kisaran diversifikasi produk, keterbatasan mempengaruhi

perubahan harga produk, keterbatasan kompetensi lokal dan pengembangan skala

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

14

ekonomi. Faktor isolasi akan mengakibatkan tingginya biaya transpor per unit

serta ketidakpastian suplai, namun beberapa pulau yang telah dikembangkan

untuk pariwisata seperti di Kepulauan Maldive, Fiji, Karibia, keterbatasan tersebut

dapat diatasi secara ekonomi (Ghina 2003). Maldive yang telah berkembang

sebagai negara pariwisata bahari dikunjungi sekitar 500 000 turis setiap tahunnya.

Kepulauan Karibia mampu mengembangkan pariwisata bahari berbasis pulau-

pulau kecil dengan kontribusi 12% bagi PDB dari kunjungan 100 juta turis setiap

tahunnya. Pulau kecil Newfoundland (Kanada), dan Texel (Belanda),

dikembangkan sebagai sumber energi berbasis tenaga matahari dan angin,

budidaya perikanan dan pertanian, serta pariwisata.

PPK cenderung rentan terhadap bencana alam. Sifat rentan dimaksudkan

karena memiliki kerapuhan ekologis (ecological fragility). Ghina (2003)

merangkum dari berbagai sumber mengenai karakteristik pengelolaan PPK

berdasarkan sifat kerentanannya yaitu karena keterpencilan, ukuran fisik kecil,

kerapuhan dan keunikan ekologis, pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan

kepadatan tinggi, sumber alam yang terbatas terutama daratannya, ketergantungan

tinggi pada sumberdaya laut, peka dan mudah terekspose akibat bencana alam,

peka terhadap naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim. Karakteristik

lainnya yakni pasar domestik kecil, ketergantungan barang ekspor dan impor yang

tinggi, ketidak-mampuan untuk mempengaruhi harga internasional, tingginya

biaya/unit pengangkutan, marginal, ketidakpastian persediaan barang, harus

menyimpan sejumlah besar barang, kerentanan perdagangan : ketergantungan

tinggi pada pajak perdagangan, industri domestik yang rentan, ketergantungan

pada pilihan/preferensi perdagangan, pembatasan pada kompetisi domestik,

berbagai kesulitan dalam menarik investasi langsung dari luar, peluang investasi

dan jasa komunikasi terbatas, permasalahan administrasi pemerintahan,

ketergantungan pada keuangan eksternal. Kaly et al. (2004) menambahkan bahwa

faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan tersebut karena bencana alam,

masalah perbatasan, migrasi, kerusuhan, pemisahan secara geografis, pemanfaatan

ekonomi, pasar internal yang kecil dan kerusakan sumberdaya.

Prinsip utama pembangunan PPK secara terpadu dan berkelanjutan, harus

mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial (Kay dan Alder 2005).

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

15

Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika PPK yang merupakan suatu

sistem dinamis saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam

sehingga kedua sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran,

untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan PPK.

Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social Ecological System (SES)

(Adrianto dan Aziz 2006). Pemikiran alternatif yang memberikan penjelasan

bagaimana sistem ekonomi bekerja dalam sebuah delineasi ekosistem sangat

diperlukan. Arus pemikiran utama ecological economics (EE) yang berkaitan

dengan nilai lebih (surplus value) dalam konteks keterbatasan ekosistem yakni

memfokuskan diri pada hubungan yang kompleks, non-linier dengan waktu yang

lebih panjang antara sistem alam dan sistem ekonomi. Komitmen normatif dari

arus pemikikan utama EE adalah berusaha mewujudkan terciptanya “masyarakat

yang bukan tanpa batas” (frugal society), dalam arti bahwa kehidupan masyarakat

berada dalam keterbatasan sistem alam baik sebagai penyedia sumberdaya

maupun penyerap limbah (Adrianto 2004). Paradigma SES membicarakan unit

ekosistem seperti wilayah pesisir PPK, ekosistem mangroves, terumbu karang dan

lainnya berasosiasi dengan struktur dan proses sosial yang ada di mana aspek

sistem alam (ekosistem) dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan.

Pengelolaan pendekatan ekosistem di pesisir dan PPK dapat dinyatakan

sebagai suatu simbiosis pandangan yang respek kepada sistem alam, yang

mengintegrasikan pandangan ekonom, enjinir, dan ekolog, untuk bersama-sama

untuk melindungi fungsi sistem alam untuk secara terus menerus menghasilkan

jasa-jasa ekosistemnya. Begitu pula sebaliknya para ekonom/enjinir senantiasa

membutuhkan ekolog, dengan maksud jika terjadi penurunan jasa sumberdaya

alam maka akan menghasilkan pula penurunan nilai ekonomi ekosistem tersebut

dan berimplikasi pada penurunan kesejahteraan sosial. Kedua pandangan ini dapat

dianalogikan sebagai suatu potret perpaduan pandangan Charles Darwin (ekolog)–

Adam Smith (ekonom). kolaboratif, dalam suatu area geografik dengan

multifaktor eksternal/internal yang terkait indikator kunci pengelolaan pendekatan

ekosistem adalah membangun keberlanjutan keseimbangan ekologis dan sosio-

ekonomi. Pendekatan ini menjadi prinsip dasar pemandu dalam strategi

perencanaan untuk wilayah Pesisir PPK. Pemangku kepentingan terlibat secara

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

16

kolaboratif dalam perencanaan, sehingga bagi mereka akan bermanfaat dan dapat

mengerti dan memprediksi adaptasi pengelolaan ke depan (Nganro dan Suantika

2009). Pemilihan pendekatan ekosistem ini berdasarkan kompleksitas sebagai

proses interaksi, interkoneksi, jejaring, dinamik dan adaptif. Perubahan

paradigma tersebut tertera pada Gambar 2.

Gambar 2 Perbandingan antara paradigma pengelolaan saat ini dengan

pengelolaan berdasarkan pendekatan ekosistem (Nganro dan Suantika 2009)

Pengelolaan pesisir pulau-pulau kecil dengan ’Konsep Ekosistem’ adalah

lebih tepat dewasa ini digunakan sebagai falsafah dasar untuk pengelolaan

sumberdaya alam di Indonesia, karena merupakan konsep induk dengan perspektif

lebih luas, integratif, mencakup proses interaksi dinamika lingkungan hidup,

ruang, wilayah, kawasan dan lain-lain, secara saintifik terukur dan terprediksi, dan

telah diadopsi luas oleh negara-negara maju di dunia dan negara-negara lain

anggota PBB, khususnya yang tergabung dalam Small Islands Development

States/SIDS (Bass and Dalal-Clayton 1995). Informasi ekologis dalam Tabel 3

menunjukkan bahwa di wilayah pesisir perairan laut dangkal (perairan teritorial)

dari pantai sampai kedalaman 200 m, merupakan wilayah yang paling produktif

karena pengaruh kontribusi interaksi dari darat, tetapi perairan ini sangat rentan dari

dampak degradasi akibat aktivitas manusia. Adapun produktivitas di perairan laut

Zona Ekonomi Eksklusif (kedalaman >200 m) sangat dipengaruhi oleh produktivitas

perairan dangkal.

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

17

Tabel 3 Potensi kemampuan, pemanfaatan jasa, dan ancaman pada ekosistem di sub-wilayah pesisir pulau-pulau kecil

Sub-wilayah

Penjelasan Potensi Kemampuan Jasa Ekosistem

Pemanfaatan Jasa Ekosistem

Ancaman

1) Pantai berpasir

di pantai terbuka, jauh dari muara sungai (estuari)

tempat bersarang penyu

rekreasi konservasi perusakan habitat, tambang pasir, tumpahan minyak

2) Pantai berbatu

terbuka kena ombak Kaya biodiversitas Rekreasi Erosi pantai

3) Terumbu karang

di perairan jernih, perairan dangkal, kedalaman 200 m; sangat peka kekeruhan, kenaikan suhu, pencemaran, sedimentasi; Jika terumbu karang hidup sehat meluas, pertanda banyak ikan tuna.

sangat produktif, tempat berbiak, berlindung ikan kerapu, tuna, kakap, udang, penyu, biota laut lain, rumput laut

Konservasi, pariwisata, perikanan perlindungan pantai, pulau- pulau kecil dari gelombang besar dan kenaikan muka laut

tangkapan ikan berlebih, racun ikan, pemboman, penambangan karang, erosi dari penggundulan vegetasi di darat

4) Padang lamun rumput laut

terdapat di antara terumbu karang dan mangrove (bakau)

sangat produktif, tempat berbiak, tumbuh, berlindung ikan, udang, kepiting dan biota laut lain, kaya nutrisi alami

sumber makanan, farmasi, kosmetik, industri biotek, dan sumber energi biofuel.

Tangkapan ikan berlebih, perusakan karang dan mangrove, pencemaran minyak, sedimentasi

5) Pantai berlumpur

terdapat di sekitar muara sungai (estuari), atau delta

produktivitas biologis tinggi, kaya siklus nutrisi.

Konservasi perusakan habitat, pencemaran minyak.

6) Estuari/ Delta

pertemuan air tawar dan laut (perairan payau)

sangat produktif, kaya nutrisi, berbiak ikan, udang, kepiting,

jalur pelayaran, akuakultur, perikanan tradisionil

sampah, pencemaran banjir, sedimentasi

7)Mangrove (hutan bakau)

terdapat di sekitar muara sungai, tempat berlumpur, bau sulfur, perangkap debris sampah, kaya nutrisi, pencegah erosi, pelindung pantai

kaya udang, kepiting, udang; tempat beberapa mamalia, reptil, burung; produksi primer sangat tinggi

sumber kayu untuk konstruksi, reklamasi lahan, akuakultur, pariwisata, industri biotek dan perlindungan bentuk pantai

tumpahan minyak, pestisida-pupuk dari pertanian, pembabatan kayu mangrove, pembukaan tambak berlebihan

8) Hutan rawa pasang surut

sepenuhnya mangrove atau didominasi tumbuhan nipah

siklus nutrisi tinggi, tempat makan ikan, udang, kepiting saat pasang naik, perangkap sedimen

sumber kayu, rumah tradisional, reklamasi lahan basah, tempat akuakultur dan sumber gula atau bioethanol

tumpahan minyak pestisida-pupuk berlebih dari pertanian, pembabatan nipah/bakau

9) Laguna agak tertutup, sedikit terbuka, jalan masuk dari laut dapat berubah-ubah

produktivitas ikan, udang, kepiting, tempat berbiak secara alami biota laut lain

pariwisata, navigasi, tangkap ikan, budidaya.

pencemaran

10) Pulau- Pulau Kecil

Terdiri dari gosong karang, pulau karang muncul, atol, vulkanik; pulau benua; ukuran luas kurang dari 2 000 km2. Jumlah seluruh Indonesia > 17 000 ragam pulau-pulau.

masing-masing pulau dianggap mempunyai ekosistem unik.

pariwisata, pemukiman, stasiun pengamat, pertanian subsisten, marikultur sumber bioindustri masa depan, termasuk biofood & biofuel.

air tanah minim, intrusi air laut; limbah; penduduk padat; Penebangan vegetasi, pemanasan global, lenyapnya pulau- pulau kecil akibat kenaikan muka laut 15-19 mm/tahun.

Sumber : Bass dan Dalal-Clayton (1995)

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

18

Keberadaan ekosistem yang sehat pasti akan menghasilkan jasa-jasa

ekosistem. Indikasi ini sesungguhnya mengandung komponen-komponen jasa

yang diperlukan untuk kehidupan manusia dan mahluk lainnya di wilayah pesisir.

Jasa-jasa ekosistem tersebut dapat menjadi motor penggerak keberlanjutan

kegiatan ekonomi masyarakat. Jasa-jasa ekosistem sehat yang dapat diperoleh

masyarakat (Millennium Ecosystem Assessment 2005), meliputi: (1) Keamanan

dalam hal kenyamanan individu masyarakat karena makanan tercukupi; akses

terpenuhi untuk memperoleh sumberdaya hayati laut; aman dari bencana karena

lingkungan disekitarnya tidak rusak; (2) Kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi

untuk berkehidupan, misalnya mata pencaharian mudah karena ikan melimpah;

makanan bergizi terpenuhi; pemukiman sehat; akses mudah untuk mendapatkan

barang-barang yang diperlukan; (3) Kondisi kesehatan masyarakat baik, kuat,

sehat, mudah mendapatkan air dan udara bersih; (4) Hubungan sosial baik, saling

menghormati dan mempunyai kemampuan saling membantu satu dengan lainnya.

Holling (1986) menyatakan bahwa tantangan pengelolaan sumberdaya

alam saat ini adalah semakin besarnya perubahan ekologis dan sosial yang

menyebabkan munculnya kejutan-kejutan dan ketidakpastian yang semakin tinggi.

Pesisir dan pulau kecil merupakan sebuah sistem dimana aspek ekologi dan aspek

sosial terkait sangat erat dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi. Kedua

aspek ini memiliki kompleksitas dan terus berubah dimana keduanya bersifat non-

linier dan menempati batas tertentu dalam dinamikanya (Folke et al. 2002).

Pengelolaan pesisir dan PPK sebagaimana dengan pengelolaan

sumberdaya lain umumnya masih didasarkan pada asumsi adanya daya dukung

ekosistem untuk menghasilkan produksi dan jasa lingkungan secara terus

menerus, dan kegiatan produksi dapat dikontrol sepenuhnya. Gunderson et al.

(1995) menyatakan bahwa simplifikasi lansekap darat dan laut untuk produksi

sumberdaya tertentu dalam jangka pendek memang dapat menyuplai kebutuhan

pasar, tetapi dengan pengorbanan penurunan diversitas umumnya pengelola

sumberdaya berupaya untuk mengontrol proses perubahan pada lansekap tersebut

untuk menstabilisasi output dari ekosistem dan mempertahankan pola konsumsi

manusia (Holling dan Meffe 1996).

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

19

Pentingnya keberadaan ekosistem terumbu karang bagi manusia dapat

dilihat dalam fungsi ekologisnya bagi biota laut dan lingkungan sekitarnya.

Adapun produk barang dan jasa yang menghasilkan manfaat/ nilai ekonomi

(Tabel 4).

Tabel 4 Fungsi ekologis barang dan jasa dari ekosistem terumbu karang

Barang dan Jasa Fungsi EkologisSumberdaya terbarui Produk makanan laut, material dasar dan obat-obatan, material

dasar lainnya (seperti rumput laut), bahan souvenir dan perhiasan, koleksi karang dan ikan hidup untuk perdagangan akuarium

Penambangan terumbu karang Pasir untuk bangunan dan jalan Jasa struktur fisik Perlindungan garis pantai, membentuk daratan, mendukung

pertumbuhan mangrove dan lamun, pembangkitan pasir karang

Jasa biotik (di dalam ekosistem) Merawat habitat, pustaka genetik dan biodiversitas, regulasi fungsi dan proses ekosistem, merawat daya lentur kehidupan

Jasa biotik (antar ekosistem) Mendukung kehidupan ”mobile link’, ekspor produksi organik seperti jaring makanan (food web) pelagis

Jasa bio-geo-kimia Fiksasi Nitrogen, Kontrol neraca CO2/Ca, asimilasi limbah Jasa informasi Memantau dan rekaman polusi, pengawasan iklim Jasa sosial dan budaya Dukungan rekreasi, turisme, nilai estetika dan inspirasi

artistik, kelangsungan mata pencaharian masyarakat, dukungan budaya, nilai spiritual dan reliji

Sumber : diadopsi dari Moberg dan Folke (1999)

Potensi Ekonomi Sumberdaya Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

seperti yang diinformasikan oleh Costanza et al. (1997) tentang perkiraan kasar

“Global Economic Values of Annual Ecosystem Services” tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh beberapa tipe ekosistem dan jasa utama yang diperankan

Tipe Ekosistem Nilai per Ha

(US$/tahun) Nilai Global (milyar $/tahun)

Jasa Utama

Estuari 22 832 4 100 Siklus nutrient Rawa 19 580 3 231 Suplai air dan gangguannya Padang lamun 19 004 3 801 Siklus nutrien, makanan Mangrove/intertidal 9 990 1 649 Penanganan lembah dan gangguannya Danau, Sungai 8 498 1 700 Regulasi air Terumbu Karang 6 075 375 Wisata Hutan Tropis 2 007 3 813 Regulasi iklim, Siklus nutrien, material

kasar Pesisir 1 610 4 283 Siklus nutrient Hutan subtropics 302 894 Regulasi iklim, siklus nutrient Laut terbuka 252 8 381 Siklus nutrient Padang rumput 232 906 Penanganan limbahLahan tanaman 92 128 Makanan Padang pasir - - 1 925 Juta Ha Tundra - - 74.3 Juta Ha Kutub - - 1 640 Juta Ha Urban - - 332 Juta Ha Sumber : Costanza et al. (1997)

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

20

Tabel 6 Perkiraan nilai ekonomi sumberdaya perikanan Komoditi Potensi

(Ribu Ton/tahun) Perkiraan Nilai

(US$ Juta/tahun) Perikanan Tangkap Laut 5 006 15 101 Tangkap Perairan Umum 356 1 068 Budidaya Laut (Mariculture) 46 700 46 700 Budidaya Tambak 1 000 10 000 Budidaya Air Tawar 1 039 5 195 Industri Biotek Laut - 4 000 Total Nilai 82 064 Sumber : Adrianto dan Wahyudin (2007)

Berdasarkan data LIPI, terdapat luas ekosistem terumbu karang di

Indonesia sekitar 85 700 ha. Perhitungan kasar dapat ditaksir potensi wisata laut

pada ekosistem ini mencapai US$ 520.6 Juta per-tahun. Terumbu karang di

Perairan Nusantara ini mencakup fringing reef seluas 14 542 km2; barrier reefs

(50 223 km2); oceanic platform reefs (1 402 km2) dan atolls (19 540 km2). Pada

World Ocean Conference (WOC) di Manado 2009, menyebutnya Perairan

Nusantara (terutama di Wilayah Indonesia Timur) sebagai Coral Triangle of the

World, karena terdapat biodiversitas karang 500-600 spesies yang terbesar di

dunia sehingga di wilayah perairan ini menjadi pusat produktivitas ikan tuna

dunia. Selanjutnya, luas perairan dangkal nasional yang cocok untuk budidaya

laut (rumput laut, ikan kerapu, kakap, baronang, kerang) sekitar 24.5 juta ha (DKP

2002). Jika ditaksir kasar berdasarkan nilai yang dihitung oleh Costanza et al.

(1997), maka dapat diperkirakan potensi nilai ekonomi ekosistem perairan

tersebut (as coastal shelf) adalah sekitar US$ 39.4 Milyar per tahun (Nganro dan

Suantika 2009).

2.3 Konservasi Sumberdaya Pulau-pulau Kecil

Dalam Agenda 21 disebutkan bahwa untuk pengembangan pulau kecil

diperlukan pengelolaan yang terintegrasi untuk mencapai pembangunan yang

berkelanjutan serta perlindungan atas habitat dan sumberdaya alam. Dalam arti,

skema pengelolaan membutuhkan penyatuan dalam hal dimensi ekologi, sosial-

ekonomi dan budaya, sosial politik dan kelembagaan. Prasyarat dalam dimensi

ekologi :

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

21

1 Aktivitas harus didasari perimbangan ekologi dan perencanaan spatial serta

perencanaan penggunaan lahan merupakan puncak aktivitas yang sangat

penting;

2 Kegiatan yang ada saat ini dan di masa mendatang harus terencana dan

dikelola agar limbah yang dihasilkan di bawah kapasitas asimilasi lokal;

3 Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tidak dieksploitasi di atas kapasitas

regenerasi.

Dimensi sosial ekonomi dan budaya, pembangunan harus menyediakan

kebutuhan dasar manusia dan pelayanannya dalam kerangka kapasitas regenerasi

ekosistem asli. Dimensi sosial politik, aktivitas masa depan harus menjamin

pengikutsertaan luas dari masyararakat dan bentuk partisipasi aktif pada setiap

pengambilan keputusan. Dimensi kelembagaan, instansi pemerintah bertanggung

jawab dalam integrasi dan koordinasi pembangunan kepulauan kecil dengan

undang-undang maupun peraturan yang menjamin pelaksanaan yang bijaksana

setiap aktivitas pembangunan yang dijalankannya. Instansi ini perlu menjabarkan

tingkatan kompensasi masalah lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam,

serta mempunyai kemampuan untuk berkerjasama dengan pihak luar (Cincin-Sain

et al. 2002).

Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) telah menetapkan kebijakan

mencakup 3 (tiga) aspek penting sebagai implementasi pengelolaan pulau kecil

dan wilayah pesisir secara terpadu, yaitu :

1 Kebijakan tentang hak-hak atas tanah dan wilayah perairan pulau kecil. Aspek

yang paling penting dalam kebijakan ini adalah bahwa untuk PPK dan wilayah

perairannya yang dikuasai/dimiliki/ diusahakan oleh masyarakat hukum adat,

maka kegiatan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan masyarakat hukum

adat itu sendiri. Oleh sebab itu, setiap kerjasama pengelolaan pulau-pulau

kecil antara masyarakat hukum adat dengan pihak ketiga harus didasarkan pada

kesepakatan yang saling menguntungkan dengan memperhatikan daya dukung

lingkungan dan kelestarian sumberdaya.

2 Kebijakan pemanfaatan ruang pulau kecil. Dalam pemanfaatan ruang pulau

faktor penting yang perlu diperhatikan di antaranya adalah :

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

22

a Tingkat kerentanan terhadap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

ekologi,

b Ketersediaan sarana prasarana, kawasan konservasi, endemisme flora dan

fauna termasuk didalamnya yang terancam punah,

c Karakter sosial, budaya, dan kelembagaan masyarakat lokal,

d Tata guna lahan dan pemintakatan (zonasi) laut,

e Tingkat pengelolaan suatu pulau kecil harus sebanding dengan skala

ekonominya agar dapat diperoleh tingkat efisiensi yang optimal.

3 Kebijakan pengelolaan pulau kecil dan wilayah pesisir. Beberapa aspek penting

dalam pengelolaan PPK yang perlu dipertimbangkan di antaranya adalah :

keseimbangan/stabilitas lingkungan, keterpaduan kegiatan antar wilayah darat

dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem dan efisiensi pemanfaatan

sumberdaya. Selain itu, pemerintah harus menjamin bahwa pantai dan perairan

pulau-pulau kecil merupakan akses yang terbuka bagi masyarakat. Pengelolaan

PPK yang dilakukan oleh pihak ketiga harus memberdayakan masyarakat

lokal, baik dalam bentuk penyertaan saham maupun kamitraan lainnya secara

aktif dan memberikan keleluasaan aksesibilitas terhadap PPK tersebut.

Secara umum, pengelolaan pembangunan harus mengacu pada kaídah

pembangunan yang berkelanjutan. Beller (1990) menyatakan bahwa

pembangunan berkelanjutan di pulau kecil bergantung kepada seberapa besar

jumlah penduduknya dapat mempertahankan kondisi sumberdaya alam, termasuk

energi dan air, serta lingkungan ekosistem baik biofisik maupun tata nilai budaya.

Salah satu upaya awal untuk mendorong dan mempertahankan dinamika

pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pesisir dan laut adalah melalui

pengelolaan kawasan yang mempertimbangkan kondisi sumberdaya alam dan

pemanfaatan yang tidak melebihi kapasitas daya dukung lingkungan yang

dimilikinya. Konsep daya dukung lingkungan yang paling mendasar adalah

menjelaskan hubungan antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumberdaya

dimana populasi tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu

ukuran populasi yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut.

Daya dukung merupakan satu sistem manajemen diarahkan pada pemeliharaan

atau restorasi dari ekologis dan kondisi sosial yang bisa diterima, disesuaikan

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

23

dengan sasaran manajemen area dimana tak satu pun sistem diarahkan pada

manipulasi dari taraf penggunaannya (Hall dan Lew 1998), serta berkaitan dengan

wisata maka daya dukung wisata adalah jumlah maksimum orang yang

berkunjung pada satu tujuan wisata dalam waktu yang sama tanpa merusak

lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial (WTO 1992).

Pembangunan merupakan suatu proses terjadinya perubahan dalam

meningkatkan taraf kehidupan manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

sumberdaya alam tersebut. Perubahan–perubahan yang terjadi dalam suatu

sumberdaya suatu kawasan, baik yang diakibatkan oleh aktivitas manusia,

maupun yang terjadi secara alami (natural process) merupakan wujud dinamika

adanya proses kehidupan di kawasan tersebut yang berdampak kepada kestabilan

pada semua ekosistem kehidupan. Perencanaan pembangunan pada suatu kawasan

pesisir harus didasari dengan konsep–konsep model kajian yang strategis dan

efektif untuk menjamin keberlanjutan melalui pendekatan sistem ekologi,

ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat pesisir. Pembangunan berkelanjutan

menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada

akhir abad 20 yang mendasari konsep berkelanjutan yaitu integritas lingkungan,

efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial (Kay dan Alder 2005). Konsep

pengelolaan wilayah pesisir di dalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan

antara pembangunan dan konservasi.

Menurut The Encyclopedia Americana, konservasi diartikan sebagai

manajemen lingkungan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menjamin

pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa konservasi didefinisikan sebagai

manajemen biosfer secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi

sekarang dan generasi yang akan datang.

Kawasan pelestarian alam untuk kawasan laut dengan ciri khas tertentu yang

mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan ini memiliki 2 (dua) bentuk

kawasan perlindungan, yaitu Kawasan Taman Nasional dan Kawasan Taman

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

24

Wisata Alam. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam laut

yang memiliki ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Wisata Alam adalah kawasan

pelestarian alam laut dengan tujuan utama pemanfaatannya bagi kepentingan

parawisata dan rekreasi alam.

IUCN (1994) menyatakan kawasan dilindungi (protected area) adalah

suatu areal, baik darat maupun laut yang secara khusus diperuntukkan bagi

perlindungan, pemeliharaan keanekaragaman hayati, budaya yang terkait dengan

sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal atau

upaya-upaya efektif lainnya. Marine protected area (MPA) pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1935 ketika didirikannya The Fort Jefferson National

Monument di Florida seluas 18 850 ha wilayah laut dan 35 ha wilayah pesisir,

menjadi pendorong bagi pembentukan MPA berikutnya. The Fort Jefferson

National Monument telah mendapat perhatian khusus pada The World Congress

on National Park tahun 1962. Selanjutnya, pada tahun 1982 kesatuan kerja dari

MPA meliputi perpaduan antara wilayah laut, pesisir dan perairan tawar di

daratan. MPA memiliki perbedaan bentuk, ukuran, karakteristik pengelolaan dan

dibentuk berdasarkan perbedaan tujuan. Secara umum terdapat empat jenis MPA,

yaitu: konservasi kawasan, konservasi jenis, konservasi jenis peruaya dan Marine

Management Area (MMA) atau Area Terkelola Laut (IUCN 1991).

Pengelolaan MPA mendapat perhatian khusus pada The World Congress on

National Park and Protected Area yang ke-4 tahun 1992 di Caracas, yang

tertuang dalam Action 3.5 meliputi: (1) Menggolongkan daerah pesisir-laut

sebagai perlindungan alam di berbagai wilayah yang telah memberi sumbangan

pada sistem global; (2) Melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan

memastikan keberhasilan pengelolaan perlindungan alam daratan dan laut; (3)

Mengembangkan dan menerapkan program pengelolaan MPA secara terpadu

(IUCN 1994). Pada prinsipnya MPA berperan untuk memenuhi tujuan dari World

Conservation Strategy, yaitu memadukan aktivitas konvervasi dengan non-

konservasi secara simultan, sehingga dapat meningkatkan manfaat dari pengguna.

Aktivitas konservasi bertujuan untuk : (1) memelihara proses ekologis dan

Page 15: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

25

melindungi sistem penyangga kehidupan, (2) mempertahankan/pengawetan

keanekaragaman jenis beserta ekosistemnya, dan (3) pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sedangkan aktivitas non-konservasi

digunakan sebagai obyek penelitian, sarana pendidikan tentang flora-fauna dan

ekosistemnya, sarana dan parasarana wisata alam. Tujuan pengembangan MPA

adalah melakukan konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut secara

berkelanjutan, terutama yang terkait dengan keberlanjutan sumberdaya perikanan

dan mengurangi dampak perubahan global climate (iklim dunia).

Konservasi wilayah pesisir dan PPK menurut UU Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, adalah upaya perlindungan,

pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan PPK serta ekosistemnya

untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumberdaya

pesisir dan PPK dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keanekaragamanya. Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan PPK adalah

kawasan pesisir dan PPK dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk

mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan PPK secara berkelanjutan.

Pengelolaan sumberdaya hayati pesisir dan laut secara berkelanjutan

dilakukan dengan menyeimbangkan prinsip-prinsip perlindungan, pelestarian dan

kepentingan pemanfaatan secara tepat dalam konteks sesuai dengan kondisi sosial,

budaya dan ekonomi masyarakat setempat, terutama masyarakat setempat yang

telah memiliki akses turun-temurun terhadap kawasan konservasi tersebut.

Bentuk-bentuk pengembangan konservasi di Indonesia dilakukan dengan

pendekatan wilayah berupa konsep pengembangan Kawasan Konservasi Laut

(KKL) skala besar, KKL skala kecil, KKL daerah dan konsep MMA. Pengelolaan

kawasan konservasi laut skala besar, seyogyanya dikelola dengan melibatkan

seluruh pihak yang berkepentingan, atau pengelolaan bersama/pendekatan co-

management. Menurut CIT (2004), manajemen adaptif adalah suatu proses

formal “pembelajaran dari yang dikerjakan”, dimana aktivitas manajemen yang

dirancang sebagai percobaan untuk menguji perbedaan asumsi manajemen dan

hipotesis. Adaptive Co-Management (ACM) adalah suatu pendekatan kolaboratif

ke manajemen adaptif yang melibatkan pemerintah, penasehat dan perencana

yang dengan tegas dalam penetapan isu, pengembangan rencana dan luaran

Page 16: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

26

manajemen. ACM bermakna sebagai hak tanggung-jawab, penetapan pihak yang

terkait untuk belajar dalam suatu masa melalui tindakan sedemikian sehingga

mereka dapat memodifikasi keputusan masa depan (“bagian yang adaptif”).

Menurut Kay dan Alder (2005) zonasi didasarkan pada konsep pemisahan

dan pengontrolan pemanfaatan yang tidak sesuai secara spasial, merupakan suatu

sarana yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan dapat dimodifikasi untuk

disesuaikan dengan berbagai lingkungan ekologi, sosial ekonomi dan politik.

Sebagian ahli berpendapat bahwa zonasi adalah sebagai pembagian kawasan

(lindung dan budidaya) berdasarkan potensi dan karakteristik sumberdaya alam

untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan guna

memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan (Dahuri et al. 2003).

Pekerjaan penataan ruang merupakan kegiatan yang cukup kompleks karena

bersifat multi sektor, multi proses, dan multi disiplin. Beberapa aspek yang harus

dikaji dalam penyusunan tata ruang pesisir PPK, yaitu aspek ekologi (biofisik),

sosial ekonomi, budaya dan kebijakan. Dalam kaitan dengan sistem

pengelolaannya, kawasan taman nasional ditata dalam sistem zonasi, yaitu

pembagian ruang berdasarkan peruntukan dan kepentingan pengelolaan, seperti

zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya sesuai peruntukannya. Pada

prinsipnya, sistem zonasi adalah pengaturan ruang untuk mengatur/mengelola

jenis-jenis kegiatan manusia di dalam taman nasional laut, sehingga dapat saling

mendukung dan diharapkan dapat mengakomodasikan semua kegiatan masyarakat

di sekitar taman nasional tersebut. Pengelolaan kawasan konservasi laut skala

kecil melalui pendekatan partisipatif (community-based), dalam hal ini masyarakat

harus dilibatkan mulai dari identifikasi isu dan masalah sampai pada evaluasi dan

monitoring.

Persoalan sumberdaya dan lingkungan pada dasarnya terletak pada

kenyataan manusia dapat melalui sebuah proses pembelajaran (learning process)

secara evolusioner antar waktu sehingga manusia melakukan kegiatan ekonomi

pada level terbaik pada suatu waktu sesuai dengan daya dukung lingkungan.

Sistem manusia dan sistem alam pada dasarnya adalah proses berubahnya postulat

dunia kosong (empty world) ke Postulat dunia penuh (full world). Postulat dunia

kosong yakni dunia relatif kosong dari manusia dan infrastruktur, sedangkan

Page 17: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

27

sumberdaya alam dan aset sosial berlimpah, atau dengan kata lain dunia dengan

jumlah penduduk dan artefak yang sedikit namun penuh dengan sumberdaya alam

sehingga fokus pembangunan pada pertumbuhan dan ekspansi, kompetisi bebas,

siklus limbah terbuka (open waste cycles). Postulat dunia penuh berkaitan dengan

kebutuhan manusia untuk perbaikan kualitas hubungan antara unsur

pembangunan, aliansi kerjasama dan aliran tertutup daur limbah (recycled “closed

loop” waste flows) (Costanza 2001; Adrianto 2005)

Perubahan dari postulat dunia kosong ke dunia penuh menggambarkan

bahwa pertumbuhan eonomi memiliki keterbatasan hingga suatu titik ekonomi

menuju kondisi stabil (steady state ekonomi) (Costanza 2009). Arus pemikiran

utama pembangunan ekonomi saat ini seringkali dipisahkan dari kenyataan lain

yang muncul dari sistem alam. Pentingnya perhatian pada sistem alam menjadi

alasan yang kuat bagi kebutuhan analisis dan pengelolaan lingkungan yang

inovatif (Adrianto 2005).

2.4 Model Keberlanjutan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

2.4.1 Pendekatan DPSIR (Drivers-Pressures-States-Impacts-Responses)

Elliot et al. (2002) menyatakan penunjukan kawasan konservasi

menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat dalam hal pemanfaatannya.

Berkaitan dengan pemantauan dan pengaturan keberlanjutan pengelolaan,

diperlukan tools untuk menilai tingkat tekanan terhadap ekosistem yang

diakibatkan oleh aktivitas manusia pada lingkungan dengan menggunakan model

DPSIR/Drivers – Pressures – States – Impacts – Responses. Model ini

diperkenalkan oleh European Environment Agency (EEA) yaitu konsep hubungan

sebab akibat berdasarkan indikator lingkungan dengan menggunakan kategori

berbeda (RIVM 1995). Model DPSIR bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek

atau parameter-parameter kunci pada suatu sistem dan memantau tingkat

keberlanjutan dari pengelolaan (Bowen dan Riley 2003). Selanjutnya dinyatakan

bahwa DPSIR merupakan suatu kerangka kerja untuk menentukan indikator-

indikator tekanan pembangunan oleh manusia yaitu mengamati perubahan-

perubahan pada faktor sosial, ekonomi dan lingkungan pada suatu periode waktu

tertentu. Isu-isu utama yang dipadukan dengan indikator pembangunan wilayah

pesisir diukur dalam ukuran skala yakni skala spasial dan temporal. Isu-isu spasial

Page 18: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

28

berkaitan dengan kondisi geografis atau luasan area yang di dalamnya termasuk

perkembangan individu, rumah tangga, desa, kecamatan, kabupaten, nasional,

regional maupun secara global. Isu-isu temporal adalah berkaitan dengan

perubahan berdasarkan waktu pada saat indikator-indikator yang ada dipantau

berdasarkan suatu interval waktu.

Model DPSIR ini dapat digunakan untuk permasalahan pengelolaan

biodiversity yang kompleks akibat dari kerusakan habitat/menurunnya spesies

yang berhubungan dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat dalam skala ruang

dan waktu. Penekanan ini juga memberikan gambaran penting hubungan antara

perubahan ekosistem dan dampak perubahannya terhadap kondisi kesejahteraan

masyarakat (Turner et al. 2000). Perubahan indikator lingkungan yang relevan

terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Model DPSIR yang diperluas : turunan indikator lingkungan untuk mengevaluasi keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam (Turner et

al. 2000)

Model DPSIR ini dikembangkan untuk mengevaluasi masalah kerentanan

di pulau kecil berdasarkan dengan tujuan, dimulai dengan definisi dan identifikasi

tujuan sebagai indikator yang dibutuhkan. Berhubungan kerentanan penilaian,

tujuan yang ada dapat mengurangi kerentanan alami yang ada. Langkah-langkah

berikut merupakan pengembangan dari indikator kerentanan :

Page 19: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

29

1 Ruang lingkup, berupa analisis yang menyangkut target sistem indikator,

kebutuhan, persepsi, dan kapasitas untuk memahami dan menginterpretasikan

hasil tersebut dibutukan ruang dan wilayah serta batasan waktu.

2 Pemilihan kerangka indikator yang sesuai, yang meliputi daerah (lingkungan,

ekonomi, masyarakat); tujuan (kebutuhan dasar manusia, kemakmuran

ekonomi); sektor publik (perumahan, kesehatan, pendidikan); isu (polusi

industri, tingkat pengangguran); sebab akibat (kondisi-kondisi, tekanan,

reaksi), dan kombinasi faktor-faktor yang ada;

3 Kriteria pemilihan berkaitan dengan kebenaran, perhitungan yang mudah,

ketelitian, dan keefektifan biaya untuk mengumpulkan dan memproses data;

4 Identifikasi indikator potensial berkaitan dengan kerangka dan kriteria

pemilihan;

5 Pemilihan indikator akhir berkaitan dengan tingkatan sebelumnya

6 Evaluasi pelaksanaan indikator berkaitan dengan langkah-langkah sebelumnya

(Bowen dan Riley 2003).

Melalui penggunaan model DPSIR dimungkinkan untuk pemahaman

mengenai suatu dampak yang ditimbulkan terhadap ekosistem dalam pengelolaan

wilayah pesisir, yakni : 1) alasan mengapa dampak itu terjadi; 2) alternatif

kemungkinan terjadinya tekanan oleh faktor-faktor pengarah (drivers) pada suatu

lingkungan pesisir seperti hal-hal yang dikaitkan dengan berbagai parameter

penilaian; 3) kebijakan-kebijakan politis apa yang harus dilakukan oleh

pemerintah daerah berkaitan dengan kondisi dan tingkat kerentanan lingkungan

yang dipengaruhinya. Setiap parameter yang telah dikelompokkan sebagai

drivers oleh peneliti ditentukan oleh kesesuaian dan kapasitas lingkungan yang

ada. Pengembangan resiliensi/daya lenting sistem sosial ekologi merupakan kunci

bagi pembangunan yang keberlanjutan (Berkes dan Seixas 2005). Resiliensi

berhubungan dengan gabungan dinamika sistem manusia dan lingkungan yang

menghindari penekanan atau pemisahan dari faktor lingkungan dan sosial, serta

mempertimbangkan sepenuhnya kompleksitas dinamika yang ada di dalamnya

(Berkes 2007) sehingga sangat sesuai dengan konsep ICM (Integrated Coastal

Management) yang merupakan paradigma pengelolaan yang digunakan saat ini.

Page 20: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

30

2.4.2 Pendekatan Ruang Ekologis (Ecological footprint Analysis)

Kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus selalu memperhatikan daya

dukung lingkungan untuk keberlanjutannya. Banyak pendekatan yang dapat

digunakan untuk menilai keberlanjutan dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya

alam. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Analisis Ruang

Ekologis (Ecological Footprint Analysis) yang menunjukkan pemanfaatan

sumberdaya alam oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari, untuk

menghitung penggunaan lahan bioproduktif yang digunakan untuk menyokong

populasi dunia yang dinyatakan dalam satuan hektar. Konsep ecological footprint

pertama kali diperkenalkan oleh Wackernagel dan Rees pada tahun 1996 dalam

bukunya yang berjudul Our Ecological Footprint: reducing Human Impact on the

Earth, dijelaskan bahwa setiap manusia memerlukan lahan untuk konsumsi

pangan dan papan (footprint pangan dan papan), untuk bangunan, jalan, dan

infrastruktur lainnya, dan untuk kebutuhan energi (energy footprint), maka harus

ada lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jumlah footprint tersebut yang

disebut ecological footprint diri kita (Lyndhurst 2003). Indikator Ecological

footprint disebut juga indikator ecospace didefinisikan untuk menjawab seberapa

besar area produktif dari daratan dan perairan (sebagai sumberdaya) bagi

keberlajutan hidup manusia secara langsung untuk standar kehidupan dan dengan

teknologi (Wackernegel dan Rees 1996).

Analisis footprint di suatu wilayah penangkapan ikan dapat dihitung

berdasarkan hasil tangkapan maksimum berbagai jenis ikan (Gulland 1991). Hasil

tangkapan tersebut dikonversi dengan produktivitas primer berdasarkan trophic

level berbagai jenis ikan yang tertangkap (Ewing et al. 2008; WWF 2008).

Kebutuhan ruang ekologis adalah perbandingan Primary Productivity

Requirements/PPR dengan produktivitas primer sistem perairan (Pauly dan

Christensen 1995).

Menurut Moffat (2000) salah satu model ekologi-ekonomi yang dapat

digunakan untuk menganalisis sebuah sektor dalam kerangka pembangunan

kawasan pesisir secara berkelanjutan ini adalah pendekatan dinamika sistem

(system dynamics) yang diiniasi oleh Forrester Tahun 1961 (Forrester 1994)

Pendekatan tersebut menitikberatkan pada pemodelan perilaku antar variabel

Page 21: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

31

(variable behavior) dalam sebuah sistem yang dalam studi ini adalah sistem

pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pesisir dan pulau kecil. Salah satu

pendekatan dinamika sistem dalam kerangka pembangunan kawasan pesisir dan

pulau kecil berkelanjutan adalah pendekatan model ECCO/Enhanced Carrying

Capacity Option (Moffat dan Hanley 2001). Model ini memfokuskan diri pada

identifikasi beberapa ukuran keberlanjutan yang kemudian digabungkan dengan

kerangka model ekonomi makro.

Dalam konteks pembangunan sumberdaya pesisir dan PPK, model ECCO

lebih cocok karena konsep daya dukung tidak dapat dilepaskan sebagai input

balance bagi pembangunan sektor ini. Pengembangan kawasan pesisir dan PPK

harus mempertimbangkan faktor ketersediaan sumberdaya dan kelayakan

ekologis. Kerangka pemodelan dinamika sistem untuk pengembangan sektor

perikanan dan kelautan dalam konteks model ECCO tertera pada Gambar 4.

Gambar 4 Pendekatan ECCO untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di

kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (dimodifikasi dari Moffat dan Hanley 2001)

Gambar diatas memperlihatkan bahwa optimasi pemanfaatan sumberdaya

ke-n di kawasan pesisir dan PPK harus mempertimbangkan 4 (empat) variabel

utama yaitu :

Page 22: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

32

(1) populasi;

(2) sumberdaya alam (dapat pulih dan yang tidak dapat pulih);

(3) kegiatan ekonomi (investasi dan perdagangan), dan

(4) kondisi lingkungan (indeks polusi).

Sementara itu, terkait dengan pembangunan pesisir dan PPK melalui UU No. 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemerintah telah

mengatur bahwa pemanfaatan PPK dan perairan di sekitarnya dilakukan

berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomi secara menyeluruh dan terpadu

dengan pulau besar di dekatnya serta diprioritaskan untuk salah satu atau lebih

kepentingan berikut :

(1) konservasi;

(2) pendidikan dan pelatihan;

(3) penelitian dan pengembangan;

(4) budidaya laut;

(5) pariwisata;

(6) usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;

(7) pertanian organik, dan/atau;

(8) peternakan.

Dalam konteks ini, pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil sebagai

kawasan pariwisata dan perikanan merupakan salah satu pilihan utama bagi

pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau kecil. 2.4.3 Pendekatan HANPP (Human Appropriation of Net Primary Production)

Perkembangan ilmiah yang terintegrasi berkaitan dengan interaksi sistem

ekologi dan sosial yang kompleks antara manusia dan lingkungan melalui

kombinasi lingkungan dan ilmu-ilmu sosial (Haberl et al. 2001; Berkes dan Folke

2002). Masyarakat sebagai penggabungan struktur alami dan sistem berbudaya,

merupakan suatu unit sosial berfungsi untuk reproduksi suatu populasi manusia,

baik secara fisik maupun budaya, di dalam suatu wilayah sehingga terkait

dengan kedua sistem tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui

pemanfaatan sumberdaya alam (Fischer-Kowalski 2001).

Aplikasi dari konsep metabolisme biologi ke sistem sosial tergantung pada

keberlanjutan material dan energi dalam rangka pemeliharaaan struktur

Page 23: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

33

internalnya (Fischer-Kowalski dan Haberl 1993; Ayres dan Ayres 2002). Haberl

et al. (2001); Fischer-Kowalski et al. (2001); memandang metabolisme sosial

sebagai sistem ekonomi berkaitan dengan aliran material dan energi yang diubah

dalam bentuk nilai barang dan jasa yang dikonsumsi manusia, menghasilkan

limbah, panas dan emisi lain yang dibuang ke lingkungan. Proses aliran material

dan energi dimetabolisme dalam sistem alam. Dampaknya terhadap lingkungan

dapat diukur besarannya melalui kebutuhan sejumlah material dari dan kembali ke

lingkungannya (EUROSTAT 2000).

“Profil Metabolik” suatu daerah atau negara-negara dewasa ini disajikan

dalam bentuk statistik berupa MEFA (Material and Energy Flow Accounting) dan

HANPP (Human Appropriation of Net Primary Production), perubahan tata guna

lahan, waktu tenaga kerja dan ketersediaan air, kondisi geografi, tingkat

pembangunan, pertambahan penduduk, ketersedian teknologi, kebijakan dan

regulasi lingkungan merupakan bentuk profil metabolik masyarakat (Martinez-

Alier 2008). Profil metabolik suatu daerah dapat digambarkan secara statistik

melalui pendekatan HANPP berupa perkembangan ekonomi, geografi, kepadatan

penduduk, hubungan eksternal komersil, perubahan teknologi dan peraturan

lingkungan yang menjelaskan profil metabolik spesifik, hal ini berhubungan

antara masing-masing profil metabolik dan konflik ekologi pada skala yang

berbeda (lokal, regional, nasional dan internasional) (Martines-Alier 2005).

Pendekatan HANPP digunakan untuk menilai dampak manusia terhadap fungsi

ekosistem yaitu tekanan tata guna lahan dan jasa ekosistem (produksi dan jasa

pendukung). Masyarakat sebagai kombinasi dari struktur alam dan budaya,

merupakan unit sosial yang berfungsi reproduksi manusia baik secara fisik

maupun budaya. Metabolisme sosial merupakan proses yang kompleks yang

secara fungsional dari berbagai macam aktivitas manusia (Fischer-Kowalski et al.

2001).

Secara rasional, tata guna lahan sejauh ini memberikan pengaruh secara

global terhadap perubahan siklus biogeokimia sehingga diperlukan identifikasi

aktivitas manusia dan jumlah dampak yang ditimbulkan pada ekosistem dan

menganalisisnya sebagai faktor penggerak/ drivers sosial ekonomi (Erb et al.

2009). Sistem sosial ekologi untuk pulau-pulau kecil tertera pada Gambar 5.

Page 24: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

34

Gambar 5 Keterkaitan antara sistem sosial ekologi pulau-pulau kecil (Modifikasi

Erb et al. 2007)

Karakterisitik sistem sosial ekologi PPK dapat dipelajari dengan

mengetahui investasi sistem sosial ke sistem ekologi dan sebaliknya seberapa

besar jasa sistem ekologi memberikan manfaat pada sistem sosial yang terkait

dengan pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang pesisir PPK berdasarkan

karakteristik dan daya dukungnya sehingga pengembangan setiap kawasan PPK

disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan kawasan pengembangan.

2.4.4 Pendekatan Keberkelanjutan Mata Pencaharian(Coastal Livelihood

System Analysis-CLSA)

Konsep Coastal Livelihood Analysis/ CLA dikembangkan dalam rangka

pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, dimana aspek sistem alam (ekosistem)

dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan, yaitu CLA merupakan sebuah

pendekatan untuk strategi identifikasi mata pencaharian alternatif bagi

masyarakat pesisir terkait dengan tujuan umum pengelolaan pesisir dan laut untuk

keberlanjutan sistem sumberdaya itu sendiri (Adrianto 2005). Secara etimologis,

makna ’livelihood’ meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial dan

fisik/buatan), aktivitas di mana akses atas aset dimaksud dimediasi oleh

Page 25: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

35

kelembagaan dan relasi sosial) yang secara bersama mendikte hasil yang

diperoleh oleh individu maupun keluarga (Saragih et al. 2007). Pendekatan

CLSA tersebut tertera pada Gambar 6.

Gambar 6 Kerangka konseptual untuk analisis keberlanjutan mata pencaharian (DFID 1999 dalam Clark dan Carney 2008)

Gambar di atas menunjukkan bahwa identifikasi kerentanan merupakan

aspek penting dalam kerangka CLSA dimana masyarakat pesisir biasanya rentan

terhadap kerusakan sumberdaya. Hubungan antara manusia, sumberdaya alam,

keuangan dan kapital sosial merupakan hubungan timbal balik yang tidak dapat

terpisahkan. CLSA merupakan upaya mengurangi pemanfaatan sumberdaya

pesisir dan laut yang memberikan alternatif tambahan pendapatan sekaligus

mejaga kelestarian sumberdaya alam. Dalam konteks ini, menurut Ellison dan

Allis (2001) kerangka makro dari pengembangan masyarakat pesisir terkait

dengan identifikasi mata pencaharian alternatif disajikan pada Gambar 7.

Page 26: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

36

G

L

sistem

Step

kondis

sosial

merup

bersam

diiden

Step 2

pesisir

langsu

dilaku

memp

maupu

Step 3

yang h

Gambar 7

Langkah-lan

m insentif (E

1 : Mengum

si sumberda

ekonomi m

pakan salah s

maan interak

ntifikasi.

2 : Mengana

r dan laut,

ung berkontr

ukan. Pada

pengaruhi (d

un ekonomi.

3 : Mengide

harus dilakuk

Kerangka m (Allison da

ngkah penen

Emerton 2001

mpulkan inf

aya alam.

masyarakat pe

satu faktor p

ksi antara m

alisis pengar

melalui ide

ribusi terha

saat yang b

driven factor

entifikasi ke

kan pada tah

makro pengen Allis 2001

ntuan mata

1), terdiri ata

formasi tent

Dalam taha

esisir dan ko

penting yang

masyarakat pe

ruh masyara

entifikasi ak

adap kerusak

bersamaan d

rs) aktivitas

ebutuhan ma

hap ini. Perta

embangan m1)

pencaharian

as 5 (lima tah

tang mata p

ap ini, infor

ondisi sumb

g harus diku

esisir dan su

akat pesisir t

ktivitas masy

kan sumber

dilakukan pu

s tersebut, b

asyarakat pe

ama adalah i

ata pencahar

n masyaraka

hap) yaitu:

pencaharian

rmasi tentan

berdaya alam

umpulkan da

umberdaya a

terhadap kon

yarakat pes

daya pesisir

ula identifik

baik dalam

esisir. Ada d

identifikasi k

rian alternati

at berbasis

masyarakat

ng kondisi k

m pesisir dan

n pada saat

alam (ekosis

ndisi sumber

isir yang se

r dan laut p

kasi faktor

perspektif s

dua aspek u

kebutuhan si

if

pada

t dan

kunci

n laut

yang

stem)

rdaya

ecara

perlu

yang

sosial

utama

istem

Page 27: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

37

insentif yang diperlukan oleh masyarakat khususnya dalam kerangka konservasi

sumberdaya pesisir dan lautan. Kedua adalah peluang penerapan sistem insentif

dalam konservasi sumberdaya pesisr dan lautan.

Step 4 : Memilih sistem insentif yang tepat untuk pengelolaan sumberdaya

berbasis masyarakat. Dalam konteks tahap ini, identifikasi dan pemilihan sistem

insentif menjadi faktor penting. Sistem insentif harus disesuaikan dengan kondisi

dan kebutuhan masyarakat pesisir seperti yang telah dilakukan pada tahap

sebelumnya.

Step 5 : Implementasi sistem insentif mata pencaharian terpilih (Gambar 8).

Pemilihan faktor insentif menjadi faktor penting, dimana harus disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat pesisir.

Gambar 8 Langkah-langkah mendisain CLSA (Emmerton 2001)

Mata pencaharian alternatif dapat dikembangkan dengan langkah berikut

(DKP 2006) yaitu : 1) Menganalisis kegiatan ekonomi seluruh masyarakat

(menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, ketrampilan, pendapatan, besarnya

keluarga, preferensi, pilihan) untuk menilai kebutuhan mereka; 2)

Mengidentifikasi berbagai program pemulihan pendapatan (perseorangan dan per

Step 1. Mengumpulkan informasi tentang karakteristik mata pencaharian masyarakat dan kondisi SDA

Step 2. Menganalisis pengaruh masyarakat terhadap kondisi sumberdaya alam

Step 3. Identifikasi sistem insentif terkait dengan pengembangan mata pencaharian masyarakat

Step 4. Memilih sistem insentif ekonomi yang tepat untuk konservasi berbasis masyarakat

Step 5.Implementasi pengembangan mata pencaharian masyarakat berbasis insentif

Page 28: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

38

kelompok) melalui konsultasi dengan pengusaha dan analisis kelayakan pasar dan

keruangan: 3) Menguji program pelatihan dan pengembangan pendapatan dengan

masyarakat terpilih atas dasar percobaan; 4) Merumuskan kerangka pengawasan

kelembagaan dan anggaran; 5). Memacu pemasaran produk di dalam dan di luar

tempat relokasi; 6) Mengevaluasi program dan memberi bantuan teknis tambahan.

2.4.5 Konsep Pemodelan Dinamik Integrasi Wisata Perikanan

Model secara terminologi penelitian operasional diartikan sebagai suatu

perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual (Eriyatno 1999).

Model memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan

timbal balik (sebab akibat). Suatu model merupakan seperangkat anggapan

(asumsi) mengenai suatu sistem yang rumit, sebagai usaha untuk memahami

dunia nyata yang memiliki sifat beragam sehingga mempelajari sistem sangat

diperlukan pengembangan model guna menemukan peubah-peubah (variabel)

penting dan tepat, serta menemukan hubungan-hubungan antar peubah di dalam

sistem tersebut. Pengelompokkan model yakni berupa model ikonik seperti yang

berdimensi dua (foto, peta, cetak biru), atau tiga dimensi (prototip mesin, alat),

model analog (kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi statistik, diagram alir),

dan model simbolik seperti persamaan (equation). Kenyataannya suatu model

dapat bersifat statik dan dinamik. Model statik memberikan informasi tentang

peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu, sedangkan model

dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model.

Permodelan sistem merupakan salah satu metode analisis dalam

pemecahan suatu masalah dengan mengabstraksikan dari suatu objek pada situasi

yang aktual ke dalam konsep dan stukturisasi model. Tahapan dalam membangun

model simulasi komputer menurut Djojomartono (1993) adalah 1) Identifikasi dan

defenisi sistem. Tahap ini mencakup pemikiran, definisi, karakteristik yang

bersifat dinamik atau stokastik dari masalah yang dihadapi dan memerlukan

pemecahan dan mengapa perlu dilakukan pendekatan sistem terhadap masalah

tersebut. Batasan dari permasalahannya juga harus dibuat untuk menentukan

ruang lingkup sistem; 2) Konseptualisasi sistem. Tahap ini mencakup pandangan

yang lebih dalam lagi terhadap struktur sistem dan mengetahui dengan jelas

pengaruh–pengaruh penting yang akan beroperasi di dalam sistem. Struktur dan

Page 29: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

39

kuantitatif dari model digabungkan bersama, sehingga akhirnya kedua-duanya

akan mempengaruhi efektivitas model; 3) Formulasi model. Tahap ini biasanya

model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam

komputer. Penentuan akan bahasa komputer yang tepat merupakan bagian pokok

pada tahap formulasi model; 4) Simulasi model. Tahap simulasi komputer

digunakan untuk menyatakan dan menentukan bagaimana semua peubah dalam

sistem berperilaku terhadap waktu. Tahapan ini perlu menetapkan periode waktu

simulasi; 5) Evaluasi model. Berbagai uji dilakukan terhadap model yang telah

dibangun untuk mengevaluasi keabsahan dan mutunya. Uji berkisar memeriksa

konsistensi logis, membandingkan keluaran model dengan data pengamatan, atau

lebih jauh menguji secara statistik parameter–parameter yang digunakan dalam

simulasi. Analisis sensitivitas dapat dilakukan setelah model divalidasi; 6)

Penggunaan model dan analisis kebijakan. Tahap ini mencakup aplikasi model

dan mengevaluasi alternatif yang memungkinkan dapat dilaksanakan.

Konsep model awal merepresentasikan secara kualitatif seluruh aspek

relevan dari sistem yang dibangun (Forrester 1994; Grant et al. 1997) untuk model

integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka dengan tahapan berikut ini.

1 Penetapan tujuan, dimulai pertanyaan yang ingin dijawab dalam pemodelan.

Bagaimana skenario pemanfaatan ruang berdasarkan keterkaitan antara

kesesuaian pemanfaatan dan daya dukung kawasan melalui integrasi wisata dan

perikanan.

2 Batasan sistem yang dibangun

Sistem yang dibangun berdasarkan kesesuaian pemanfaatan ruang dan daya

dukung secara ekologis untuk wisata dan perikanan.

3 Pengelompokan komponen yang dibatasi

Komponen sistem dikelompokkan menjadi tujuh kategori komponen sistem

yaitu :

- Variabel Keadaan (State Variables)

Variabel ini mencerminkan titik akumulasi materi di dalam sistem seperti

populasi penduduk, populasi wisatawan, total footprint, biomassa ikan.

- Variabel Pendorong (Driving Variables)

Page 30: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

40

Variabel pendorong mempengaruhi tetapi tidak dipengaruhi oleh bagian lainnya

dari sistem integrasi wisata-perikanan yakni laju pertumbuhan intrinsik

- Konstanta (Constants)

Konstanta adalah nilai numerik yang menerangkan ciri suatu sistem yang tidak

berubah atau yang dapat digambarkan tidak berubah dibawah semua kondisi

yang disimulasikan oleh model seperti yield factor (YF), laju (kelahiran,

kematian, emigrasi, imigrasi).

- Variabel Pembantu (Auxiliary Variables)

Variabel ini muncul sebagai bagian perhitungan yang menentukan tingkat alih

materi atau nilai variabel yang lain, dan mencerminkan konsep yang

menunjukkan secara eksplisit di dalam model. Variabel pembantu mungkin juga

menggambarkan suatu produk akhir dari perhitungan seperti biocapacity (BC),

komponen footprint (built-up, energy, food and fibre), fraksi tangkapan, rasio

biomassa ikan, produksi lokal/regional per area.

- Alih Materi dan Informasi (Material and Information Transfers)

Sebuah alih materi mencerminkan peralihan secara fisik materi selama periode

tertentu : (1) antara dua variabel keadaan, (2) antara sebuah sumber (source) dan

variabel keadaan, atau (3) antara variabel keadaan dengan sebuah muara (sink).

Misalnya menghitung ecological footprint pada sub-model wisata (alih materi

biocapacity dari jumlah wisatawan di Gugus Pulau Batudaka ke ecological

footprint) atau menghitung produksi lokal/regional pada sub-model perikanan

(alih materi individu dari biomassa ikan di daerah penangkapan lokal/regional

ke produksi lokal/regional).

- Sumber dan Muara (Sources and Sinks)

Sumber dan muara menggambarkan masing-masing adalah titik asal mula

(awal) dan titik akhir alih materi masuk dan keluar dari sistem.

4 Identifikasi hubungan antar komponen

Tahapan dari perumusan model konseptual mencakup identifikasi hubungan

antar komponen sistem yang sedang dipelajari sebagai dasar pemahaman

analisis sistem yang lebih luas.

Page 31: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

41

5 Penggambaran model konseptual

Penggambaran model konseptual pada umumnya berupa bentuk diagram

kotak dan panah. Diagram model konseptual juga menyediakan sebuah kerangka

kerja yang membantu kuantifikasi berikutnya dari model tersebut karena

persamaan dapat dikaitkan secara langsung terhadap bagian tertentu dari model

konseptual. Model konseptual tersebut dapat digunakan sebagai landasan

kebijakan, perubahan struktur, dan strategi pengelolaan sistem tersebut. Analisis

sistem dinamik bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun

sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran

sistem yang terjadi akibat adanya perubahan di dalam sistem itu sendiri, sehingga

didapatkan berbagai alternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal.

2.5 Integrasi Wisata dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu

Wisata (tourism) merupakan kegiatan perpindahan/perjalanan orang secara

temporer dari tempat biasa mereka menetap/bekerja ke tempat luar guna

mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau ditempat tujuan (Holloway dan

Plant 1989 dalam Yulianda 2007). Dalam perkembangannya sekitar tahun 1980-

an, konsep ekowisata dipopulerkan sebagai perjalanan wisata berbasis pada alam

yang mengandung dimensi learning dan pesan pembangunan berkelanjutan

(Weaver 2001), sedangkan menurut UU Nomor 10 tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan

rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata

yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Kegiatan wisata yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut sebagai

obyek wisata disebut wisata bahari. Wisata bahari merupakan aktivitas berkenaan

dengan rekreasi yang melibatkan jalan/cara perjalanan seseorang dari suatu

tempat kediaman ke tempat lain dengan fokus lingkungan laut (Orams 1999).

Sesungguhnya wisata bahari merupakan kegiatan yang memadukan antara dua

sistem yang kompleks yaitu sistem pariwisata (didominasi oleh sistem kegiatan

manusia) dan ekosistem alam laut. Berbagai kegiatan wisata bahari yang

umumnya dilakukan wisatawan di antaranya adalah, berenang, berselancar,

snorkeling, diving, beachcombing, berdayung. Menurut Wong (1998) terdapat

Page 32: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

42

delapan macam pola wisata bahari dan empat pola di antaranya, yaitu “Beach-

huts/bungalows”, “Beach hotels”, “Island-resort”, dan “Coastal-resort” adalah

lazim dijumpai di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Pemahaman tentang pengembangan wisata bahari berada di dalam lingkup

pengembangan usaha wisata tirta, seperti yang dijelaskan di dalam pasal 14 UU

No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yakni usaha wisata tirta merupakan

usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan

sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan

laut, pantai, sungai dan waduk. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun

2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, bahwa Wisata alam

adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan

secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan

keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya,

dan taman wisata alam.

Pariwisata berbasis pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi potensi yang

sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat kekayaan sumberdaya dan

keanekaragaman hayati laut yang tertinggi di dunia, serta keindahan alam pulau-

pulau kecil tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan pariwisata,

khususnya pariwisata bahari. Ekowisata (eco-tourism) sebagai kegiatan wisata

yang bertanggung jawab yang berbasis utama pada kegiatan wisata alam, yang

dilakukan pada skala kecil untuk pengunjung wisata (Wood 2002). Ekowisata

PPK (Bengen dan Retraubun 2006) berpijak pada :

(1) Partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan;

(2) Pengelolaan berkelanjutan pada perlindungan sumberdaya alam, lingkungan;

(3) Kolaborasi antara pemangku kepentingan (stakeholders)

Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan

berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu: (1)

mempertahankan kelestarian lingkungannya, (2) meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di kawasan tersebut, (3) menjamin kepuasan pengunjung, dan (4)

meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar

kawasan dan zona pengembangannya.

Page 33: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

43

Atas dasar karakteristik PPK, maka arahan peruntukan dan pemanfaatan

pariwisata memiliki kriteria sebagai berikut (Bengen 2002):

(1) Berjarak aman dari kawasan perikanan, sehingga dampak negatif yang

ditimbulkan tidak menyebar dan mencapai kawasan perikanan.

(2) Berjarak aman dengan kawasan lindung, sehingga dampak negatif yang

ditimbulkan oleh kegiatan di kawasan pariwisata tidak menyebar dan

mencapai kawasan lindung.

(3) Sirkulasi massa air di kawasan pariwisata perlu lancar.

(4) Pembangunan sarana dan prasarana periwisata tidak mengubah kondisi

pantai, dan daya dukung PPK yang ada, sehingga proses erosi atau

sedimentasi dapat dihindari.

Davis dan Tisdell (1996) mengemukakan bahwa daya dukung (Carrying

Capacity) di dalam tourism didefinisikan sebagai maksimum jumlah turis yang

dapat ditoleransi tanpa menimbulkan dampak tidak dapat pulih dari ekosistem dan

pada saat yang sama dan tidak mengurangi kepuasan kunjungan. Penentuan daya

dukung pada tourism dapat dibedakan dua macam yaitu (1) melihat kemampuan

fisik wilayah tujuan wisata untuk menerima kunjungan sebelum dampak negatif

timbul (biophysical component) dan (2) menemukan level dimana arus turis

mengalami penurunan akibat keterbatasan kapasitas yang muncul dari tingkah

laku (behaviour) turis itu sendiri (behavioral component) (Savariades 2000).

Selain daya dukung sumberdaya, dituntut pula perubahan perilaku manusia untuk

mengeksploitasi sumberdaya yang ada dalam pemenuhan kebutuhannya karena

semua faktor tergantung pada perbedaan pola dan dinamika konsumsi

masyarakat, infrastruktur, teknologi (Seidl dan Tisdell 1999).

Casagrandi dan Rinaldi (2002) menggunakan model wisata minimal yang

sederhana karena tidak dapat mewakili sistem spesifik tertentu secara detil, namun

model ini berisi fitur-fitur utama dari beberapa sistem. Model ini menunjukkan

suatu lokasi generik dan hanya memiliki tiga variabel yaitu: wisatawan,T(t) yang

berada dalam suatu area pada waktu t, kualitas lingkungan alam E(t) dan modal

C(t) yang ditujukan sebagai struktur untuk aktivitas wisatawan. C(t) menunjukkan

asset nyata (berupa investasi) dan tidak digabung dengan jasa pelayanan yang

disediakan bagi wisatawan (Gambar 9).

Page 34: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

44

Gambar 9 Interaksi Komponen Minimal Model keberlanjutan Pariwisata T = wisatawan, E = lingkungan, C = modal (Casagrandi dan

Rinaldi 2002)

Model pengembangan wisata yang optimal (Gambar 9) dengan

mempertimbangkan tiga aspek yaitu lingkungan (Environmental/E), sosial

(Tourist/T) dan ekonomi (Capital/C), dimana wisatawan (T) dan fasilitas wisata

(memberikan dampak negatif bagi kualitas lingkungan (E). Pengaruh positif

kualitas lingkungan dan fasilitas wisata dapat menarik wisatawan serta dapat

menumbuhkan investasi penyediaan fasilitas baru bagi pengunjung yang

berhubungan dengan keuntungan kegiatan wisata.

2.6 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu

Sejak Food and Agricultural Organization (FAO) menerbitkan “Code of

Conduct for Responsible Fisheries” (CCRF)/ Kode Etik Perikanan yang

Bertanggung Jawab pada tahun 1995 maka telah terjadi pergeseran paradigma

tentang pendekatan pengelolaan perikanan, yang sebelumnya menggunakan

pendekatan konvensional dimana pendekatan yang dipakai lebih sektoral sehingga

sedikit mengabaikan kaidah-kaidah ekologis. FAO menyebutkan bahwa

meskipun pendekatan ekosistem bukan merupakan hal yang baru dalam

pengelolaan perikanan namun masih belum banyak pembelajaran dalam

pendekatan ini, sehingga diperlukan melakukan penelitian pendekatan ekosistem

dalam pengelolaan perikanan baik secara konsep maupun teknis. Pengelolaan

sumberdaya perikanan dapat didefinisikan sebuah proses yang terpadu antara

pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan

konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya, serta

perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakan hukum dari

Page 35: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

45

aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk

menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan

perikanan yang lainnya (FAO 1995).

Dokumen CCRF tersebut terdiri dari satu bab umum dan enam bab khusus

yang terdiri dari pengelolaan perikanan, operasi penangkapan, budidaya, integrasi

perikanan dalam pengelolaan pesisir, pasca panen, dan penelitian perikanan.

Pasal 6 ayat (4), disebutkan bahwa "Keputusan - keputusan yang mengenai

konservasi dan pengelolaan perikanan haruslah didasarkan atas bukti - bukti dan

informasi ilmiah terbaik yang tersedia, disamping juga perlu mempertimbangkan

pengetahuan tradisional mengenai sumberdaya dan habitatnya, serta faktor -

faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi yang relevan".

Integrasi perikanan kedalam pengelolaan pesisir untuk membantu

pencapaian pemanfaatan sumberdaya pesisir yang makin langka secara rasional

khususnya ditujukan pada masalah tentang bagaimana sektor perikanan dapat

diintegrasikan ke dalam perencanaan pengelolaan pesisir sehingga interaksi antara

perikanan dan sektor lain dapat diperhitungkan dalam membuat kebijakan dan

penerapan pengelolaan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir.

FAO (1996) telah membuat panduan (Article 10 in CCRF) untuk menjelaskan

pentingnya perikanan yang bertanggung jawab. Artikel 10 berhubungan dengan

Integrasi Fisheries ke dalam Coastal Management untuk membantu pencapaian

pemanfaatan sumberdaya yang makin langka. Secara khusus, dengan

mengarahkan pada permasalahan bagaimana sektor perikanan dapat terintegrasi

ke dalam perencanaan pengelolaan pesisir sehingga interaksi-interaksi antara

sektor perikanan dan sektor-sektor lain dapat dipertimbangkan di dalam penetapan

kebijakan dan prakteknya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

Potensi sumberdaya dan jasa lingkungan yang prospektif untuk

dikembangkan di kawasan PPK adalah pariwisata dan sumberdaya perikanan

(Bengen dan Retraubun 2006) yang paling banyak berhubungan dengan ekosistem

karang. Adanya jenis-jenis ikan yang hidup di ekosistem karang merupakan daya

tarik yang sangat kuat bagi manusia, baik untuk kegiatan penelitian (scientific

interest), untuk penyelaman (wisata bahari) ataupun untuk diambil untuk

dikonsumsi dan dijadikan ikan hias akuarium. Berdasarkan penelitian Pusat

Page 36: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

46

Pengembangan Oseanologi (P2O) LIPI yang dilakukan pada tahun 2000 bahwa

kondisi terumbu karang Indonesia saat ini 41.8% dalam keadaan rusak; 28.3%

dalam keadaan sedang; 23.7% dalam kondisi baik, dan hanya 6.2% masih dalam

keadaan sangat baik (DKP 2004). Kondisi terumbu karang berhubungan erat

dengan keberadaan ikan karang di suatu perairan. Semakin rusak kondisi terumbu

karang di perairan Indonesia dapat berdampak kemerosotan terhadap produksi

ikan karang di Indonesia. Diperkirakan dari 12 000 jenis ikan laut sebanyak 7 000

spesies hidup di daerah terumbu karang atau di sekitarnya, di perairan dekat pantai

(Subani dan Barus 1989). Selanjutnya dinyatakan bahwa sumberdaya perikanan

demersal merupakan sumberdaya yang poorly behaved, karena makanan

utamanya adalah plankton, kelimpahan sumberdaya ini sangat berfluktuasi dan

tergantung kepada faktor-faktor lingkungan perairannya.

Sumberdaya ikan demersal termasuk jenis-jenis ikan sidentari yang

banyak terdapat di perairan pantai (inshore), baik perairan yang bersubstrat pasir,

berbatu dan berlumpur. Pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Indonesia

sampai saat ini masih berkisar pada usaha perikanan rakyat berskala kecil (small

scale fisheries) dan penggunaan alat tangkap yang masih sangat sederhana.

Lazimnya perikanan model ini dikenal dengan istilah perikanan artisanal (Eidman

1991). Produksi perikanan demersal yang merupakan bagian dari usaha perikanan

skala kecil sebagian besar didistribusikan pada pasar lokal (local market) dan

pasar regional (regional market). Potensi perikanan demersal tersebut dapat

memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, maka

pemanfaatannya harus dikendalikan dengan tetap mempertahankan kelangsungan

sumberdaya ikan dalam jangka panjang melalui tindakan antisipasi terhadap

tekanan penangkapan.

Kondisi riil sumberdaya perikanan tangkap hubungannya dengan tingkat

pemanfaatan yang terjadi dapat dianalisis dalam bentuk CPUE yaitu hubungan

antara hasil tangkapan (kg) per upaya tangkap (trip) dari masing-masing jenis ikan

yang akan menghasilkan parameter biologi (konstanta laju pertumbuhan intrinsik

dari ikan = r), teknologi penangkapan (konstanta kemampuan tangkap dari alat =

q), lingkungan (kemampuan daya dukung dari perairan = K), estimasi upaya

tangkap optimum, sediaan ikan, pertumbuhan, dan produksi hasil tangkapan

Page 37: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

47

sebagai pembanding. Hasil penelitian Laapo et al. (2007) menunnjukkan bahwa

penentuan besarnya potensi lestari sumberdaya ikan karang dan upaya

penangkapan optimum di perairan Tojo Una-Una untuk menentukan nilai

parameter biologi, teknologi, dan lingkungan menggunakan pedekatan Model

Equilibrium Schaefer sebagai model yang paling baik dibandingkan dengan yang

lain.

Perilaku variabel populasi dan produktivitas perikanan dapat dianalisis

dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik, untuk mengestimasi tingkat

pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan di kawasan pesisir PPK. Pendekatan

dinamik untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan tetera pada Gambar 10.

Gambar 10 Pendekatan dinamik EF perikanan untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (Adrianto dan Matsuda 2004)

Pendekatan sistem dinamik EF perikanan dibangun dari tiga sub ststem

yaitu populasi, sektor hasil perikanan dan konsumsi nyata. Submodel populasi

dihitung berdasarkan model verhulst, Submodel sektor hasil perikanan

berdasarkan model logistik Gompertz dan Submodel konsumsi nyata berdasarkan

Haberl (2001).

2.7 Konsep Model Integrasi Wisata-Perikanan dalam Pengelolaan Daerah

Konservasi

Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan

sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu

yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan

Sistem Dinamik Produktivitas Hasil

Sistem Dinamik Konsumsi

Sistem Dinamik Populasi

Sistem Dinamik Ecological Footprint Perikanan

Page 38: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

48

pengelolaan wilayah pesisir : pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai,

pendidikan dan kesehatan, namun contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah

pesisir sebagai target. Fokus utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir

adalah pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri yakni inti dari konsep

pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif,

lingkungan, ekonomi, dan terintegrasi dengan sistem sosial. Selanjutnya konsep

pengelolaan wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan

antara pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan berdasarkan

prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan konsep keseimbangan (Gambar 11)

ketergantungan waktu dan keadilan sosial (Kay and Alder, 2005).

Gambar 11 Konsep sederhana keseimbangan di dalam pengelolaan wilayah pesisir (Kay dan Alder 2005)

Pembangunan berkelanjutan menjadi paradigma utama dalam khasanah

dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20. Young pada tahun 1992

memperkenalkan sejumlah tema yang mendasari konsep berkelanjutan, yakni

integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial (Kay dan Alder

2005). Prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir :

1. Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi instrumen pengambilan

keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat ke

depan melalui analisis biaya manfaat;

2. Isu lingkungan di dalam pembangunan berkelanjutan seperti konservasi

keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan

keputusan;

3. Kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang

sangat diperhatikan dalam pembangunan berkelanjutan.

Kata integrasi menjadi begitu penting dalam pengelolaan wilayah pesisir.

Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah

Page 39: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

49

pesisir (Cicin-Sain 2002) adalah : integrasi antar sektor di wilayah pesisir,

integrasi antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi

antar pengelola tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar

berbagai disiplin.

Keterpaduan merupakan aspek yang sangat esensial dalam sistem

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, yang tidak hanya menjamin kecocokan

secara internal antara kebijakan dan program aksi, antara proyek dan program,

tetapi juga menjamin keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan.

Berdasarkan jenis keterpaduan dapat dibedakan atas tiga jenis keterpaduan, yaitu

keterpaduan sistem, keterpaduan fungsi dan keterpaduan kebijakan (Chua 1993).

Keterpaduan sistem memasukkan pertimbangan dimensi spasial dan temporal

sistem sumberdaya pesisir dalam persyaratan fisik perubahan lingkungan, pola

pemanfaatan sumberdaya dan penataan sosial ekonomi. Keterpaduan ini

menjamin bahwa isu-isu relevan yang muncul dari hubungan secara fisik-biologi,

sosial dan ekonomi ditangani secara cukup, sertan membutuhkan berbagai

ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

Keterpaduan fungsional berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan

pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan proyek dengan tujuan dan

sasarannya, mengupayakan tidak terjadinya duplikasi antar lembaga yang terlibat,

tetapi saling melengkapi. Penyusunan zonasi pesisir yang mengalokasikan

pemanfaatan sumberdaya secara spesifik merupakan salah satu bentuk efektif dari

keterpaduan fungsional. Keterpaduan kebijakan sangat esensial untuk menjamin

konsistensi dari program pengelolaan pesisir terpadu dalam konteks kebijakan

pemerintah pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi. Tujuan akhir

adalah mengintegrasikan program pengelolaan pesisir secara terpadu ke dalam

rencana pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Kebijakan dan strategi

penyuluhan pesisir harus dapat mengadopsi perubahan yang terjadi di wilayah

pesisir dan konsisten dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional.

2.7.1 Wisata

Pendekatan pembangunan wisata berkelanjutan dengan memelihara

sumberdaya alam, budaya dan sumberdaya lain untuk satu penggunaan

berkepanjangan di masa mendatang, namun masih bermanfaat bagi generasi

Page 40: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

50

sekarang. Pendekatan ini adalah penting karena pembangunan wisata bergantung

kepada atraksi dan aktivitas terkait ke lingkungan alami, warisan bersejarah dan

pola budaya dari daerah tersebut. Apabila sumberdaya alam ini terdegradasi atau

punah, maka daerah wisata tersebut tidak menarik bagi wisatawan dan pariwisata

tidak akan berhasil. Satu hal yang penting dari manfaat wisata adalah bila

dikembangkan melalui konsep keberlanjutan ini dapat membantu dan membayar

biaya konservasi dari satu kawasan sumberdaya alam dan budaya tersebut (WTO

1994). Perencanaan wisata dan implementasi yang tidak konsisten dilakukan

dapat mengakibatkan perkembangan wisata akan ‘menghancurkan’ sumberdaya

dan menjadi tidak berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan membuat industri

wisata sadar akan pentingnya menyatukan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan pada perencanaan dan bertambahnya kunjungan yang terus menerus

seharusnya tidak lagi menjadi kriteria utama untuk pengembangan wisata. Hal

penting yang diperlukan adalah pendekatan pengembangan wisata yang integratif

yang bertujuan memproteksi lingkungan, menjamin bahwa wisata menguntungkan

penduduk lokal dan membantu pelestrian warisan budaya di negara tujuan wisata

(WTO 2000). Kode etik tersebut meliputi ketentuan yang mencakup aturan bagi

daerah tujuan wisata, pemerintah, penyelenggara tour, pengembang, biro

perjalanan, pekerja dan bagi para wisatawan. Industri wisata yang berkelanjutan

yaitu menggunakan sumberdaya alam yang berkelanjutan, penurunan konsumsi

berlebihan dan sampah, mempertahankan keberagaman, integrasi wisata ke dalam

perencanaan, ekonomi pendukung, pelibatan komunitas lokal, konsultasi

pemegang saham dan masyarakat, pelatihan staf, tanggung jawab pemasaran

wisata dan pelaksanaan penelitian (Farsari dan Prastacos 2001). 2.7.2 Perikanan

Pengelolaan sumberdaya dan partisipasi masyarakat di PPK memberikan

dampak yang baik dengan melibatkan masyarakat, seperti pengalaman

pengelolaan pada Pulau Pohnpei di Micronesia, dengan konsep integrasi

pengelolaan kawasan pesisir harus menyesuaikan dengan kondisi-kondisi geografi

dan sosial di PPK. Pengelolaan dan perencanaan PPK sebagai fokus strategi

dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam usaha perencanaan yang

mengacu pada tiga dimensi: spatial-ecological, structural-political dan

Page 41: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

51

processural-temporal. Dimensi spatial-ecological berdasarkan pertimbangan

geografi mengingat PPK mempunyai ukuran kecil, konsep yang holistik suatu

kawasan pesisir semua pulau-pulau yang terfokus mengenai ruang (Dahl 1997).

Keterpaduan dalam pengelolaan daerah konservasi dapat didekati dengan

pemodelan sistem secara spasial, sehingga diperlukan penataan dan penempatan

setiap kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut secara tepat dan akurat

berdasarkan potensi dan kemampuan lahan pesisir (Kusumastanto 2004). Sebagai

contoh, pengembangan strategi yang dapat dilakukan untuk mendukung

penguatan progran mata pencaharian alternatif pada kegiatan perikanan

berkelanjutan (Smith et al 2005) tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatan perikanan berkelanjutan No.

Strategi mata pencaharian

Fungsi mata pencaharan perikanan

1 Bertahan/survival Subsisten (produksi makanan dan pendapatan) Nutrisi (protein, mikronutrien, vitamin) 2 Diversifikasi semi subsisten Konsumsi sendiri-nutrisi dan keamanan pangan Tenaga kerja dalam pertanian Sumber keruangan Diversifikasi untuk :

- Tenaga kerja dan konsumsi rokok - pengurangan resiko - strategi perlawanan terhadap schok 3 Spesialisasi sebagai nelayan Pasar (produksi dan pendapatan)

Akumulasi 4 Akumulasi diversifikasi Akumulasi Retensi dari strategi akumulasi diversifikasi Rekreasi Sumber : Smith et al (2005)

2.8 Penelitian Terdahulu

Kajian pemanfaatan wisata-perikanan di kawasan pulau-pulau kecil

banyak dilakukan dengan mengacu pada konsep pendekatan ekosistem (Bass dan

Dalal-Clayton 1995). Pengelolaan dan pembangunan PPK dilakukan dengan

pendekatan yang bersifat spesifik lokasi (site spesifik) sesuai dengan karakteristik

masing-masing PPK tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu,

sustainability/ keberlanjutan pengelolaan PPK merupakan suatu konsep

pengelolaan yang memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam berdasarkan

sifat strong sustainability maupun weak sustainability. Keberlanjutan berdasarkan

Page 42: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

52

weak sustainability merupakan konsep dasar aset/modal ekonomi (mesin, lahan,

tenaga kerja, dan pengetahuan) dan aset alam (sumberdaya alam dan lingkungan)

sebagai total aset, aset buatan sebagai bagian dari aset alam. Strong sustainability

memuat tiap jenis aset secara terpisah, menilai keberlanjutan terhadap daya

dukung sumberdaya alam, melindungi ekosistem kritis (Ayres et al. 2000; Bergh

2000). Beberapa kajian dengan konsep strong sustainability yang relevan dengan

penelitian ini tertera pada Tabel 8.

Page 43: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau ... · area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial,

53

Tabel 8 State of the art dan tinjauan hasil penelitian terdahulu

No. Peneliti Pendekatan Penelitian

Isu dan Permasalahan

Kesesuaian Pemanfaatan

Daya Dukung Ekologi

Daya Dukung Sosial

Daya Dukung Ekonomi

Tinjauan

1 Manafi (2010)

Ekologi-Ekonomi

Deskriptif GIS, LIT (sekunder)

Air Tawar, Yulianda et al. (2009)

Deskriptif TEV Optimasi pemanfaatan ruang secara spasial untuk pariwisata dan perikanan (ecovalue space)

2 Kasnir (2010)

Ekologi-Sosial

Deskriptif GIS, LIT Yulianda et al. (2009)

Deskriptif Valuasi Ekonomi

Optimasi pemanfaatan ruang secara spasial untuk minawisata bahari menggunakan Linier Goal programming/ LGP dan Multi Dimension Scale/MDS)

3 Laapo (2010)

Ekologi-Ekonomi

Deskriptif GIS, LIT Yulianda et al. (2009), Indeks Pencemaran

Deskriptif Valuasi Ekonomi

Optimasi pengelolaan ekowisata menggunakan LGP, MDS, dan analisis dinamik dapat dicapai dengan menerapkan kebijakan terpadu antara program konservasi sumberdaya ekowisata (fee konservasi), kegiatan ekowisata berbasis terumbu karang, mangrove dan budaya (diversifikasi kegiatan ekowisata dan peningkatan harga produk ekowisata bahari), peningkatan kenyamanan, partisipasi masyarakat lokal, peningkatan penyediaan infrastruktur penunjang, pembatasan dan distribusi kunjungan wisman pada lokasi dan waktu tertentu.

4 Sulistiawati (2011)

SES DPSIR GIS, LIT Temporal

EFA (TEF, FEF)

HANPP, CLSA

Valuasi Ekonomi

Integrasi pemanfaatan ruang secara spasial dan temporal untuk wisata- perikanan