2008-1-00027-ar bab ii

52
10 BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI II. 1. Tinjauan Umum II. 1. 1. Tinjauan Terhadap Gereja Kristen Protestan Oikumene Menurut Danang Priatmojo, kata gereja berasal dari bahasa Portugis “igreja” yang diambil dari bahasa latin “ekklesia” yang berarti kumpulan. Selanjutnya gereja memiliki 2 arti, yaitu : 1. Perkumpulan semua orang yang dipanggil untuk percaya lepada Tuhan Yesus Kristus. 2. Bangunan Ibadah atau wadah untuk menerima sakramen bagi Orang Kristen. Menurut Wikipedia (19 September 2007, 21.00), kata gereja dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti: 1. Arti pertama ialah “umat” atau lebih tepat persekutuan orang Kristen. Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukan sebuah gedung. 2. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah gedung khusus ibadah.

Upload: farid-jati-anggoro

Post on 17-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fffggggg

TRANSCRIPT

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI

    II. 1. Tinjauan Umum

    II. 1. 1. Tinjauan Terhadap Gereja Kristen Protestan Oikumene

    Menurut Danang Priatmojo, kata gereja berasal dari bahasa

    Portugis igreja yang diambil dari bahasa latin ekklesia yang berarti

    kumpulan. Selanjutnya gereja memiliki 2 arti, yaitu :

    1. Perkumpulan semua orang yang dipanggil untuk percaya lepada

    Tuhan Yesus Kristus.

    2. Bangunan Ibadah atau wadah untuk menerima sakramen bagi Orang

    Kristen.

    Menurut Wikipedia (19 September 2007, 21.00), kata gereja

    dalam Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti:

    1. Arti pertama ialah umat atau lebih tepat persekutuan orang Kristen.

    Arti ini diterima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja

    pertama-tama bukan sebuah gedung.

    2. Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat

    Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di

    hotel, atau pun tempat rekreasi. Jadi, tidak melulu mesti di sebuah

    gedung khusus ibadah.

  • 11

    3. Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama

    Kristen. Misalkan Gereja Katolik, Gereja Protestan, dll.

    4. Arti keempat ialah lembaga (administratif) daripada sebuah mazhab

    Kristen.

    5. Arti terakhir dan juga arti umum adalah sebuah rumah ibadah umat

    Kristen, di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang.

    Menurut Poerwadarminta, gereja adalah gedung tempat berdoa

    dan melakukan upacara agama Kristen. Menurut Dictionary of

    Architecture, gereja merupakan wujud fisik bangunan peribadatan dan

    tempat orang Kristen melakukan ritualnya.

    Kristen sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

    nama agama yang disampaikan oleh Kristus (nabi Isa). Kata Kristen, atau

    Christian dalam bahasa Inggris awalnya diberikan oleh para penghujat

    yang memusuhi para pengikut Yesus sebagai hinaan untuk menunjuk

    orang-orang buronan. Kata ini menjadi resmi pada abad ke IV setelah

    Kristen menjadi agama Negara Romawi pada saat itu.

    Kata Protestan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003)

    berarti penganut Protestantisme dimana arti Protestantisme itu sendiri

    adalah aliran dalam agama Kristen yang terpisah dari Gereja Katolik

    Roma pada zaman reformasi (abad ke 16), yang dipelopori oleh Martin

    Luther.

  • 12

    Kata Protestan menurut Wikipedia (19 September 2007, 21.00),

    diartikan sebagai sebuah Mazhab dalam agama Kristen. Mazhab atau

    denominasi ini muncul setelah protes Martin Luther pada tahun 1517.

    Martin Luther sendiri sebelumnya adalah seorang Pastur Jerman dan ahli

    teologia Kristen. Dia menjadi tokoh pendiri gereja-gereja Protestan dan

    juga tokoh besar dalam reformasi Kristen.

    Kata Oikumene atau Ekumenis diartikan Kamus Besar Bahasa

    Indonesia (2003) sebagai sesuatu yang bersifat mewakili seluruh dunia

    Kristen. Menurut Wikipedia (19 September 2007, 21.00), kata

    ekumenisme (kadang-kadang dieja oikoumenisme, oikumenisme) berasal

    dari bahasa Yunani oikos (rumah) dan menein (tinggal), sehingga

    oikoumene berarti dunia yang ditinggali atau didiami. Dalam

    pengertiannya yang paling luas ekumenisme berarti inisiatif keagamaan

    menuju keesaan di seluruh dunia. Tujuan yang lebih terbatas dari

    ekumenisme adalah peningkatan kerja sama dan saling pemahaman yang

    lebih baik antara kelompok-kelompok agama atau denominasi di dalam

    agama yang sama.

    Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Gereja

    Kristen Protestan Oikumene berarti bangunan ibadah bagi para

    pengikut Kristus beraliran Protestan yang terpisah dari otoritas

    gereja Katolik setelah reformasi gereja yang dipelopori oleh Martin

  • 13

    Luther yang bersifat mewakili seluruh denominasi dalam tubuh

    Protestantisme itu sendiri.

    II. 1. 2. Inti Ajaran Kristen

    Agama Kristen pada dasarnya adalah suatu agama sejarah.

    Artinya, landasan utama berdirinya agama ini bukanlah terletak pada asas-

    asas yang bersifat umum, tetapi didasarkan pada kejadian-kejadian nyata,

    yaitu pada peristiwa-peristiwa yang sesunguhnya terjadi dalam sejarah.

    Kristen diajarkan Yesus Kristus di Palestina pada awal masehi.

    Penganut agama Kristen percaya bahwa Allah mengutus putera-Nya yang

    tunggal, Yesus Kristus Turn ke dunia untuk menyelamatkan manusia.

    Inti pengajaran agama Kristen didasari oleh kasih. Kasih

    seharusnya mendasari setiap tindakan manusia Kristen. Dalam

    kehidupannya, orang Kristen seharusnya dapat menunjukan jati diri

    mereka sebagai umat Kristen yang saling mengasihi dan melakukan

    perintah-perintah Tuhan yang diajarkan dan diteladani dari Yesus Kristus

    sendiri. Kasih pula yang mendasari pengorbanan Yesus di kayu saib,

    mulai dari penderitaan, kematian, hingga pada kebangkitan-Nya untuk

    menyelamatkan umat manusia yang percaya kepada-Nya. Karena kasih-

    Nya, maka manusia Kristen harus mempunyai visi dan misi yang jelas

    untuk mewartakan kasih-Nya tersebut kepada seluruh dunia.

  • 14

    Dalam perkembangannya kemudian, agama Kristen terbagi

    menjadi 3 aliran utama, yaitu:

    1. Gereja Katolik Roma yang berpusat di Vatikan Roma dan dari sana

    menyebar ke seluruh dunia, menjadi aliran yang paling menonjol

    secara keseluruhan, melewati Eropa Tengah, dan Selatan, Irlandia, dan

    Amerika Selatan.

    2. Gereja Kristen Ortodoks Timur yang mempunyai pengaruh besar di

    Yunani, negara-negara berbahasa Slavia dan Uni Soviet.

    3. Gereja Kristen Protestan yang menguasai Eropa, Inggris, Skotlandia

    dan Amerika Utara.

    II. 1. 3. Sejarah Perkembangan Arsitektur Gereja

    a. Masa Pengejaran (abad 1 sampai abad 4)

    Ajaran Kristen yang dilahirkan di tengah-tengah bangsa

    Yahudi ternyata tidak dapat diterima oleh bangsa tersebut. Maka para

    rasul bergerak meninggalkan Yerusalem dan menyebar untuk

    mewartakan injil ke segala penjuru. Petrus pergi ke Roma dan

    menemukan banyak pengikut. akan tetapi Kaisar Roma

    memerintahkan pengejaran terhadap mereka, sehingga banyak di

    antaranya yang gugur sebagai martir.

    Pada masa ini kebaktian dan ekaristi mereka lakukan di

    rumah-rumah penduduk dan di katakombe, yaitu pemakaman di

  • 15

    bawah tanah. Pengaruh arsitektur rumah tingal Romawi akan terasa

    pada bangunan-bangunan gereja sesudahnya, dengan adanya atrium,

    yaitu semacam inner court dengan bak permandian di tengahnya.

    Katakombe bagi orang Kristen sangat bersejarah, sebab para

    martir mereka dimakamkan di situ. Penggunaan katakombe sebagai

    tempat kebaktian masih dipertentangkan, tapi dari peninggalan serta

    pengaruh yang masih terasa, menunjukan bahwa orang Kristen pernah

    melakukan ibadah di katakombe.

    Gambar 2.1.3.1

    b. Arsitektur Kristen Awal (awal abad 4 sampai akhir abad 5)

    Pada tahun 313 Kaisar Konstantin mengumumkan deklarasi

    Milan, yang berisi pengakuan terhadap agama Kristen. Sejak saat itu

  • 16

    agama Kristen dijadikan sebagai agama resmi Negara, dan dibuatkan

    gedung-gedung untuk beribadah.

    Bangunan gereja pada waktu itu mengambil bentuk basilica,

    yaitu gedung pertemuan dan gedung pengadilan Romawi. Beberapa

    perubahan dilakukan untuk menyesuaikan dengan kegiatan

    peribadatan mereka, misalnya pengurangan apsis dan pemindahan

    pintu masuk utama, kemudian juga ditambahkan atrium dan bak

    permandian yang merupakan pengaruh arsitektur rumah tinggal

    Romawi.

    Contoh bangunan gereja pada masa Kristen awal adalah

    Basilika Santo Petrus di Roma, yang merupakan modifikasi atas

    Basilika Romawi.

    Arsitektur Kristen awal mengalami kemunduran sejak

    kekaisaran Romawi terpecah menjadi Romawi Barat dan Romawi

    Timur pada akhir abad 4. Pada tahun 476, Romawi Barat jatuh oleh

    serbuan bangsa Barbar. Sejak itu sampai 4 abad sesudahnya, Romawi

    Barat mengalami zaman kegelapan (dark ages), dan perkembangan

    peradaban termasuk arsitektur beralih ke wilayah Romawi Timur yang

    berpusat di Konstantinopel.

    c. Arsitektur Byzantium (abad 4 sampai abad 15)

    Pada masa pemerintahannya, Konstantin memindahkan

    ibukota kekaisaran ke Byzantium, sebuah kota di wilayah Romawi

  • 17

    Timur. Ibukota baru ini kemudian dinamakan Konstantinopel

    (sekarang Istambul).

    Di wilayah Romawi Timur ini kemudian dibangun gereja-

    gereja dengan cirri khas : denah memusat, dan atap kubah. Ketika

    Romawi Barat mengalami abad gelap, sebaliknya Romawi Timur

    justru sedang dalam masa kejayaan.

    Puncak keberhasilan arsitektur Byzantium terjadi dengan

    dibangunnya Hagia Sophia di Konstantinopel pada tahun 532-537.

    bangunan ini masih berdiri megah hingga saat ini.

    Gambar 2.1.3.2

    Sampai berabad-abad kemudian, arsitektur Byzantium

    berkembang dan membawa pengaruhnya ke bagian dunia lain.

    Pengaruh ini sampai juga ke Rusia, dengan dibangunnya beberapa

    gereja bergaya Byzantium di Moskwa.

  • 18

    Pada tahun 1453, Turki merebut Konstantinopel. Kejayaan

    Romawi Timur telah berakhir, dan berakhir pula dominasi arsitektur

    Byzantium selama lebih dari 10 abad telah memberikan sumbangan

    terhadap arsitektur di Eropa dan Asia.

    d. Arsitektur Romanesk (abad 8 sampai abad 12)

    Setelah mengalami zaman kegelapan selama beberapa ratus

    tahun, maka pada sekitar abad pertengahan arsitektur Romawi

    muncul lagi dan berkembang dengan corak baru, yang disebut gaya

    romanesk.

    Ciri khas arsitektur Romanesk adalah penggunaan

    busur/lengkung sebagai penghubung kolom-kolom yang berjajar

    rapat. Pada masa ini diperkenalkan pula skala shock pada bangunan

    gereja, yaitu ketinggian ruangan yang menyolok dibandingkan

    dengan lebarnya, serta dibandingkan dengan ukuran tinggi

    manusia.bentuk denah salib untuk bangunan gereja juga dimulai oleh

    arsitektur Romanesk.

    Arsitektur Romanesk yang berpengaruh pada beberapa

    negara di Eropa Barat disebut juga arsitektur pra-Gotik, karena

    merupakan peralihan atau perantara kea rah perkembangan arsitektur

    Gotik, yang kelak akan menjadi puncak arsitektur Gereja.

    Salah satu peninggalan arsitektur Romanesk yang tidak

    mudah dilupakan adalah Katedral Pisa di kota Tuscany, Italia, yang

    dibangun pada tahun 1063-1118. bangunan ini sangat terkenal,

  • 19

    karena sesaat setelah berdiri, terjadi penurunan tanah yang

    mengakibatkan menaranya miring sampai sekarang.

    e. Arsitektur Gotik (abad 12 sampai 16)

    Gaya Gotik mulai berkembang di perancis, merupakan

    kelanjutan gaya Romanesk dengan mengubah busur melengkung

    menjadi busur meruncing. Kalau gaya Romanesk yang berkesan

    kokoh disebut benteng Allah, maka gaya Gotik yang ringan,

    runcing, tinggi, dan cantik disebut istana surga.

    Pengaruh Gotik ini kemudian melanda negara-negara Eropa

    lain seperti Spanyol, Inggris Jerman, dan Italia Utara. Kemudian

    selama 400 tahun, gaya Gotik berkembang sebagai puncak

    keberhasilan kesenian arsitektur gereja. Hal ini dimungkinkan karena

    pada saat itu gereja sedang mendapat tempat terbaik di hati rakyat,

    sehingga seluruh pekerjaan kesenian, yaitu seni pahat, lukis,

    arsitektur, semata-mata dipusatkan untuk membangun rumah Allah.

    Arsitektur Gotik juga menjadi saksi atas persatuan umat,

    sebab gereja-gereja Gotik dibangun atas hasil kerjasama seluruh

    lapisan masyarakat. Kerjasama ini berbentuk sumbangan sukarela

    berupa uang, benda, dan tenaga kerja dari penduduk kota dan desa.

    Ketika terjadi krisis kewibawaan gereja pada abad 15,

    perkembangan arsitektur Gotik mulai memudar. Paham humanisme

    yang melanda Eropa melahirkan Renaisans, yang membawa arah

    baru, yang lebih bersifat duniawi.

  • 20

    f. Arsitektur Renaisans (abad 15 sampai abad 19)

    Gambar 2.1.3.3

    Lahirnya Renaisans pada abad 15 merupakan babak baru bagi

    arsitektur Eropa. Khususnya arsitektur gereja. kesenian telah

    memisahkan diri dari gereja, dan menempuh jalannya sendiri

    berdasarkan paham humanisme. Dengan demikian tidak tampak

    perkembangan arsitektur gereja, sebab perhatian arsitektur sudah

    beralih ke bidang lain seperti gedung kesenian, istana bangsawan,

    monumen, dan sebagainya.

    Bangunan gereja yang paling menonjol pada zaman ini

    adalah Gereja santo Petrus di Roma, Italia. Gereja raksasa ini

    dibangun pada tahun 1506-1626, sebagai hasil merombak Basilika

    santo Petrus, yang telah ada sejak tahun 330. pembangunan gereja

    tersebut dilakukan dalam beberapa tahap yang memakan waktu lebih

    dari seabad, dan melibatkan beberapa arsitek besar, yaitu Bramante,

    Michelangelo Buonarroti dan Bernini.

  • 21

    Gereja santo Petrus yang saat ini menjadi kediaman Paus,

    yang merupakan pusat pemerintahan untuk umat Katolik di

    seluruh dunia, yang disebut negara Vatikan.

    Akhir arsitektur Renaisans ditandai oleh gaya Barok dan

    Rokoko, dengan cirri khas berupa ornamen/ukiran yang rumit dan

    memnuhi semua bidang yang ada.

    g. Arsitektur Eklektik

    Setelah jenuh oleh gaya Barok dan Rokoko, yang ruwet,

    maka muncul kecenderungan baru dalam dunia arsitektur yang

    disebut arsitektur Eklektik

    Aliran Eklektik ini merupakan pengulangan dan

    penyempurnaan berbagai gaya yang telah ada sebelumnya, yaitu

    gaya Renaisans, Gotik, Romanesk, dan seterusnya.

    Demikian juga gereja-gereja yang dibangun pada abad 19,

    banyak yang menganut aliran Eklektik dengan segala variasinya.

    Aliran ini antara lain melahirkan gaya Neo-Gotik yang sempat

    menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, pada sekitar

    pergantian abad 19 ke 20.

    Arsitektur Eklektik tidak bisa bertahan lama, sebab segera

    terdesak oleh kemajuan teknologi, yang akhirnya melahirkan aliran

    modern. Tidak terkecuali arsitektur gereja, bersamaan dengan

    timbulnya gerakan pembaruan gereja, ikut terdorong membangun

    gereja-gereja baru yang mengikuti gaya arsitektur modern.

  • 22

    h. Arsitektur Modern (abad 20)

    Abad 20 adalah abad yang membawa pembaruan di segala

    bidang. Revolusi Industri telah menampakan buah, dengan dibuatnya

    berbagai mesin yang dapat menghasilkan berbagai macam barang.

    Dalam bidang bangunan, telah ditemukan beraneka jenis

    bahan serta system konstruksi baru, yang memungkinkan manusia

    membangun berbagai ragam bangunan sesuai dengan yang

    dikehendaki.

    Maka lahirlah arsitektur modern, yang dilandasi oleh

    pemikiran modern dan ditunjang oleh kemamuan teknologi modern

    pula. Hasilnya berupa bangunan-bangunan dengan konsep ruang,

    bahan, struktur, dan system konstruksi yang serba baru.

    Secara kebetulan pada awal abad 20, gereja mulai

    menghembuskan semangat pembaruan, sehingga lahirnya aliran baru

    dalam bidang arsitektur segera pula dapat diterima gereja. maka

    tidaklah mengherankan apabila banyak gereja baru yang dibangun

    pada abad 20 ini mempunyai gaya yang sama sekali berbeda dengan

    gaya-gaya yang ada sebelumnya.

  • 23

    i. Perkembangan Arsitektur Gereja di Indonesia

    Gereja yang mula-mula dibangun di Indonesia menggunakan

    gaya Eklektik, sesuai dengan langgam yang sedang digemari di

    Eropa pada saat yang sama. Namun demikian, pada daerah-daerah

    terpencil, pada misionaris justru berusaha mengadaptasi unsure-

    unsur tradisional setempat, sehingga lahirlah bangunan-bangunan

    gereja yang menggunakan bentuk arsitektur tradisional.

    Gereja di kota-kota besar kebanyakan adalah gereja-gereja

    yang dibangun orang-orang Kristen berkebangsaan Eropa yang pada

    waktu itu banyak tingal di ibukota propinsi dan kota-kota besar

    lainnya, terutama di Jawa.

    Gambar 2.1.3.4

    Sekarang ini masih dapat kita saksikan berupa katedral-

    katedral yang terdapat di Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya, dan

    lain-lain, yang dibangun antara tahun 1900-1930. kebanyakan

    katedral (gereja) tersebut menggunakan gaya Neo-Gotik atau cabang

    gaya Eklektik lainnya yang sedang melanda Eropa papa waktu itu.

  • 24

    Gambar 2.1.3.5

    Gereja di daerah kebanyakan adalah gereja-gereja yang

    dibangun di pelosok-pelosok, di tengah jamaah pribumi yang telah

    berhasil dipermandikan oleh para misionaris pada awal abad 20.

    Gereja-gereja ini kebanyakan menggunakan arsitektur tradisional

    setempat.

    Sampai sekarang jenis gereja seperti ini banyak di jumpai di

    wilayah-wilayah gereja di Indonesia Timur atau di pelosok-pelosok

    Jawa Tengah dan Jawa Timur.

    Gereja-gereja baru yang dibangun saat ini mempunyai

    perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan dengan gereja-gereja

    yang telah ada sebelumnya. Selain menggunakan bahan bangunan

    dan sistem struktur modern, juga dilakukan penyederhanaan tata

    ruang sesuai dengan semangat pembaruan gereja. Gereja baru seperti

    ini jumlahnya belum begitu banyak, hanya terdapat di kota-kota

    besar, yang dibangun pada tahun 70-an.

  • 25

    II. 2. Tinjauan Khusus

    II. 2. 1. Tinjauan Khusus Terhadap Topik dan Tema

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Arsitektur adalah

    metode dan gaya rancangan sebuah konstruksi bangunan, dan Tropis

    adalah daerah sekitar khatulistiwa. Jadi Arsutektur Tropis diartikan

    sebagai metode dan gaya rancangan sebuah konstruksi bangunan di

    wilayah sekitar khatulistiwa.

    Dalam bukunya Arsitektur Kota Tropis Dunia Ketiga, Tri Harso

    Karyono (2005) memaparkan kembali mengenai definisi arsitektur tropis.

    Dalam uraian yang dipaparkannya, ia menjelaskan asal-muasal timbulnya

    wacana arsitektur tropis. Menurutnya, salah satu alasan mengapa manusia

    membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia

    berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas

    manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang

    bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya,

    diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas

    cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara

    pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas

    gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.

    Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat

    diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia

    membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak

  • 26

    menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim

    dalam (bangunan) yang lebih sesuai.

    Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak

    sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak

    seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis

    seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam

    bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru

    seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka

    lebih memilih berada di luar bangunan.

    Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi

    persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar

    mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim.

    Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas

    manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang

    sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara

    beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun

    setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang

    mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan

    permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat

    dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi

    panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan

    tidak mudah dirambatkan ke udara luar.

  • 27

    Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna

    mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut

    sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur

    Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain

    diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture),

    arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern

    baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech

    architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture).

    Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi

    masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim

    tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan

    mendasar yang wajib dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun

    dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya

    diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak

    wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur

    tersebut. Sebut saja arsitektur yang bersih tanpa embel-embel dekorasi,

    yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut

    arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang

    antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan

    (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya

    arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya

    arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis'

  • 28

    meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna

    mengantisipasi masalah iklim tersebut.

    Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-

    olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern,

    modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih

    mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki

    ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis,

    adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim

    setempat.

    Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara

    desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam.

    Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat

    menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech,

    sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar

    ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah

    rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan

    deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan

    yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif

    rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam

    terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu.

    Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan

    untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan

  • 29

    suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan

    rancangan lain yang tepat.

    Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk

    arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat

    terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan

    tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi

    kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu.

    Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak

    perlu lagi hanya dilihat dari sekedar bentuk atau estetika bangunan

    beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang

    ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu

    tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai,

    terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap

    baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara

    kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit

    derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas

    cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per

    detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari

    mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang

    menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi

    yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.

    Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang

    arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur

  • 30

    tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan

    diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah

    atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks

    budaya. Padahal kata tropis tidak ada kaitannya dengan budaya atau

    kebudayaan, melainkan berkaitan dengan iklim. Pembahasan arsitektur

    tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan

    iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin

    ilmu sains bangunan (fisika bangunan) akan dapat memberikan jawaban

    yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli

    dalam bidang arsitektur tropis Koenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha,

    Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan

    dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.

    Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia

    nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering

    dicampuradukkan dengan pengertian arsitektur tradisional di Indonesia,

    yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada

    masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati

    bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada

    karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan

    membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika

    mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya

    tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu

    diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu

  • 31

    memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional

    Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori

    arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam

    kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak

    hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim

    tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan

    arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.

    Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan

    rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka.

    Arsitektur tropis dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan

    bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah

    Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada

    pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik

    matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembaban tinggi.

    Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan

    bahwasanya Arsitektur tropis adalah rancangan arsitektur yang

    dibuat untuk mengatasi problematika yang di timbulkan oleh iklim

    tropis, suatu rancangan yang dibuat untuk memodifikasi iklim luar

    yang berkarakter tropis basah (yang tidak di kehendaki) menjadi

    iklim dalam bangunan yang dikehendaki.

    Menurut Paul Gut dan Dieter Ackerknecht (2003), dalam

    bukunya Climate Responsive Bulding, faktor-faktor utama yang

    mempengaruhi kenyaman manusia adalah:

  • 32

    1. Temperatur udara

    2. Curah hujan dan kelembaban

    3. Radiasi sinar matahari

    4. Pergerakan udara / angin

    Adapun menurutnya, daerah yang termasuk beriklim tropis basah

    adalah daerah yang terletak di sekitar garis khatulistiwa pada kisaran 150

    lintang utara hingga 150 lintang selatan. Kota Jakarta sendiri, menurut

    data Badan Pusat Statistik / BPS terletak pada posisi 6 lintang selatan

    dan 106 bujur timur sehingga Jakarta termasuk dalam kawasan daeran

    beriklim tropis basah.

    Menurut Gut dan Ackerknecht (2003), temperature udara di

    daerah tropis basah berubah dalam kisaran yang sangat sedikit dalam satu

    tahun atau pun antara siang maupun malam. Pada siang hari suhunya

    berkisar antara 30 C hingga 32 C dan pada malam hari antara 21 C

    hingga 27 C. dalam data yang dipaparkan BPS, Keadaan iklim kota

    Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu maksimum 30,8 C

    pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 26,1 C pada malam

    hari. Data dari BPS tersebut membuktikan bahwa benar kota Jakarta

    termasuk dalam wilayah beriklim tropis basah.

    Pada iklim tropis basah, menurut Gut dan Ackerknecht (2003)

    kelembaban udara berkisar antara 55% hingga 100% disertai curah hujan

    yang tinggi sepanjang tahun dan sering terjadi dalam bentuk hujan lokal

    dengan angin kencang dan petir.

  • 33

    Langit di daerah beriklim tropis cenderung selalu berawan

    sepanjang tahun biarpun di wilayah pantai seringkali langitnya cerah.

    Dengan demikian, radiasi matahari terpancarkan terus menerus dan

    sebagian lainnya tereduksi oleh asap. Jadi pada malam hari, panas

    matahari yang terkumulasi tetap ada dan tidak begitu saja menghilang.

    Kecepatan angin umumnya rendah terkecuali ketika hujan turun

    dan ketika ada angin berhembus kencang ke salah satu arah. Dengan

    demikian, di kawasan pantai, angin yang bertiup membawa panas dan

    kelembaban tinggi. Di kawasan ini, badai seringkali terjadi.

    Menurut Lippsmeier (1994), ciri-ciri daerah beriklim tropis

    adalah :

    1. Daerah hutan hujan di pantai dan di dataran rendah katulistiwa

    2. Landsekap hijau, tanah biasanya merah atau coklat

    3. Vegetasi lebat, dengan pohon-pohon tinggi, tanah sangat lembab,

    muka air tanah tinggi.

    4. Perbedaan musim kecil, bulan terpanas (panas dan lembab sampai

    sampai basah), bulan terdingin, panas sedang dan lembab sampai

    basah.

    5. Berawan dan berkabut sepanjang tahun, terang, bila awan sedikit, dan

    abu-abu suram bila awan tebal, lapisan awan 60 90 %

  • 34

    Adapun menurut Lippsmeier (1994), ciri-ciri iklim tropis basah

    adalah :

    1. Radiasi matahari relatif tinggi 1500-2500 kwh/m/tahun. (Jakarta

    1800 kwh/m/tahun)

    2. Curah hujan (dan tidak merata sepanjang tahun) Sekitar 2000-3000

    mm/tahun, Jakarta 2000 mm/tahun atau 160 mm/bulan

    3. Suhu udara relatif tinggi 23 c-33 c dengan perbedaan suhu harian,

    bulanan dan tahunan relatif kecil 10 c

    4. Kelembaban udara tinggi (Jakarta 60-95%)

    5. Kecepatan angin relatif rendah (Jakarta 5m/s)

    Dalam bukunya, Bangunan Tropis, Georg Lippsmeier (1994)

    juga memaparkan beberapa teknik yang dapat diaplikasikan dalam

    membuat sebuah bangunan tropis, yaitu :

    1. Sebaiknya fasade terbuka menghadap ke selatan atau utara, agar

    meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari rendah dan

    konsentrasi tertentu uang menimbulkan pertambahan panas

    2. Di daerah iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua

    lobang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak langsung,

    bahkan bila perlu untuk seluruh bidang bangunan, karena bila langit

    tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya

    3. Dinding-dinding luar sebah bangunan terbuka untuk sirkulasi udara

    lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk pencahayaan

  • 35

    4. Mempunyai sudut-sudut kemiringan, sudut-sudut ini akan membantu

    dalam masuknya sinar matahari, turunnya air hujan, dan lain-lain

    5. Pemakaian tirai horizontal, yang cocok untuk posisi matahari tinggi,

    untuk fasade utara dan selatan, sedangkan untuk fasade barat daya,

    tenggara, barat laut dan timur laut kurang efektif. Bentuk yang paling

    sederhana adalah tritisan atap, lantai yang menjorok keluar, balkon

    6. Pemakaian tirai vertikal, yang cocok untuk posisi matahari rendah,

    untuk fasade barat, barat daya atau barat laut dan timur, tenggara dan

    timur laut. Bentuk yang paling sederhana adalah dinding silang yang

    menjorok keluar, kolom struktural yang rapat berbentuk lamela, dan

    panel kayu yang dapat dilipat atau kain kanvas. Yang paling sering

    digunakan adalah panel atau profil logam yang dipasang vertikal pada

    fasade.

    7. Kombinasi tirai vertikal dan horizontal, dalam bentuk kisi-kisi.

    Bentuk yang paling sederhana adalah loggia dan balkon yang sisinya

    tertutup, tetapi pada umumnya dalam bentuk tirai dari lamela atau

    balok pracetak horizontal dan vertikal dengan jarak yang rapat.

    Tri Harso Karyono (2004), dalam bukunya Kenyamanan Suhu

    dalam Arsitektur Tropis memaparkan bahwa menurut hasil penelitiannya,

    kondisi nyaman untuk manusia di daerah tropis basah terutama yang

    tinggal di kota Jakarta adalah :

    1. Suhu nyaman antara 240C - 300C

    2. Kecepatan angin antara 0.6 m/s 1.5 m/s

  • 36

    3. Kelembaban sekitar 50 % - 70 % (manusia akan nyaman tanpa merasa

    kulitnya terlalu kering atau basah)

    Menurutnya, Masalah yang harus dipecahkan pada iklim tropis

    sebagaimana halnya Indonesia adalah bagaimana menciptakan suhu udara

    ruang agar berada di bawah 28.30C (batas atas suhu hangat nyaman)

    sementara suhu udara luar berkisar pada 320C (siang hari). Ada beberapa

    strategi pencapaian suhu nyaman.

    a. Pengkondisian Udara secara Mekanis

    Dengan cara ini pencapaian suhu ruang di bawah 28.30C akan mudah

    dilakukan. Meskipun demikian peran arsitek dalam hal ini sangat

    kecil. Modifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi nyaman

    (melalui cara mekanis) lebih merupakan tugas para engineer

    dibanding arsitek.

    b. Pengkondisian Udara secara Alamiah

    Dalam pengkondisian udara secara alamiah, arsitek banyak memegang

    peran. Bagaimana arsitek mampu memodifikasi udara luar yang tidak

    nyaman (dengan suhu sekitar 320C) menjadi nyaman (dengan suhu di

    bawah 28.30C) melalui karya arsitektur.

    Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam kaitannya

    dengan modifikasi iklim secara alamiah adalah sebagai berikut :

    1. Penanaman pohon pelindung

    Penanaman pohon lindung di sekitar bangunan sebagai upaya

    menghalangi radiasi matahari langsung pada material keras seperti

  • 37

    halnya atap, dinding, halaman parkir atau halaman yang ditutup

    dengan material keras (beton, aspal) akan sangat membantu untuk

    menurunkan suhu lingkungan. Dari berbagai penelitian yang

    dilakukan, diantaranya oleh Akbari dan Parker memperlihatkan bahwa

    penurunan suhu hingga 30C bukan merupakan suatu hal mustahil

    dapat dicapai dengan cara penanaman pohon lindung di sekitar

    bangunan.

    2. Pendinginan malam hari

    Simulasi komputer terhadap efek pendinginan malam hari (night

    passive cooling) yang dilakukan oleh Cambridge Architectural

    Research Limited memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 30C

    (pada siang hari) dapat dicapai pada bangunan yang menggunakan

    material dengan massa berat (beton, bata) apabila perbedaan suhu

    antara siang dan malam tidak kurang dari 80C (perbedaan suhu siang

    dan malam di kota kota di Indonesia umumnya berkisar sekitar

    100C)

    3. Meminimalkan perolehan panas

    Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, pertama, menghalangi

    radiasi matahari langsung pada dinding transparan yang dapat

    mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca, yang berarti akan

    menaikkan suhu dalam bangunan. Kedua, mengurangi transmisi panas

    dari dinding dinding masif yang terkena radiasi matahari langsung,

    dengan melakukan penyelesaian rancangan tertentu misalnya :

  • 38

    - Membuat dinding lapis (berongga) yang diberi ventilasi pada

    rongganya.

    - Menempatkan ruang ruang service (tangga, toilet, pantry,

    gudang, dsb.) pada sisi sisi jatuhnya radiasi matahari langsung

    (sisi timur dan barat)

    - Memberi ventilasi pada ruang antara atap dan langit langit (pada

    bangunan rendah) agar tidak terjadi akumulasi panas pada ruang

    tersebut. Seandainya tidak, panas yang terkumpul pada ruang ini

    akan ditransmisikan ke bawah, ke dalam ruang di bawahnya.

    Ventilasi atap ini sangat berarti untuk pencapaian suhu ruang yang

    rendah.

    4. Memaksimalkan pelepasan panas dalam bangunan

    Hal ini dapat dilakukan dengan pemecahan rancangan arsitektur yang

    memungkinkan terjadinya aliran udara silang secara maksimum di

    dalam bangunan. Aliran udara sangat berpengaruh dalam menciptakan

    efek dingin pada tubuh manusia, sehingga sangat membantu dalam

    pencapaian kenyamanan suhu.

    5. Rancangan Kota Tropis

    Dalam karakter iklim yang berbeda, setiap tempat di dunia seharusnya

    memiliki rancangan kota yang berbeda, yang disesuaikan dengan

    kondisi iklim setempat. Kota tropis memerlukan banyak ruang terbuka

    yang hijau untuk menurunkan suhu kota dan sekaligus meningkatkan

    aliran udara (umumnya kecepatan angin di wilayah kota tropis basah

  • 39

    adalah rendah). Bangunan perlu diletakkan sedemikian rupa antara

    yang satu dengan lainnya agar udara dapat bergerak (untuk

    menciptakan angin) di sekitar bangunan. Penempatan massa massa

    bangunan secara rapat tidak mencirikan pemecahan problematik iklim

    tropis karena pada akhirnya akan memperkecil terjadinya aliran

    (sirkulasi) udara secara silang di dalam bangunan. Ruas ruas jalan,

    halaman parkiran perlu dilindungi dari radiasi matahari langsung

    yakni dengan penanaman pohon sepanjang tepi jalan yang

    memungkinkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya

    pemanasan udara di sekitar.

    II. 2. 2. Tinjauan Khusus Terhadap Peraturan Bangunan

    Berdasarkan Undang-Undang No.28 tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung, ada beberapa persyaratan teknis yang harus dipenuhi

    dalam hal perencanaan dan perancangan sebuah gedung. Persyaratan

    tersebut antara lain :

    Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air,

    dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu

    keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi

    prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.

    Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian

    bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus

  • 40

    mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan daya dukung

    lingkungan yang dipersyaratkan.

    Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan

    gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus

    mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak

    mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.

    Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi

    ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.

    Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan

    gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya

    ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang,

    serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

    Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan,

    dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan

    untuk ventilasi dan pencahayaan alami.

    Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan

    pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif

    terhadap lingkungan.

    Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang

    menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan

    mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan

    kesehatan pengguna.

  • 41

    Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan

    kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan

    mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai

    standar teknis yang berlaku.

    Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan

    dilengkapi dengan petunjuk arah yang jelas.

    Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan

    lanjut usia termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas

    lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya merupakan

    keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.

    Peraturan dan ketentuan tata bangunan yang lebih rinci diatur

    dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991

    tentang Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan

    dilampirkan dalam tulisan ini.

    II. 2. 3. Tinjauan Khusus Terhadap Proyek Sejenis

    1. Re-Design Gereja Bethel Indonesia / GBI di Citra Garden II

    Re-Design Gereja Bethel Indonesia atau biasa disebut GBI

    Citra Garden II merupakan proyek pengembangan Gereja yang

    sebelumnya telah berdiri. Saat ini, proyek pengembangan Gereja

    tersebut masih menunggu keluarnya IMB dari Kelurahan Pegadungan.

  • 42

    Namun demikian rancangan lengkap proyek pengembangan Gereja ini

    sudah rampung diselesaikan oleh tim perencananya.

    Gambar 2.2.3.1

    Gereja ini didesain untuk menampung sekitar 300 orang

    jemaat. Dengan pengolahan lantai dengan sistem mezzanine,

    keleluasaan jemaat untuk melihat ke atas panggung lebih terasa.

  • 43

    Gambar 2.2.3.2

    Sedianya ruang-ruang yang akhirnya hadir pada gereja ini

    antara lain:

    1. Ruang Ibadah Utama

  • 44

    2. Ruang Ibadah Mezanine

    3. Ruang Ibadah Anak

    4. Ruang Ibu dan Anak

    5. Ruang Kelas Kecil

    6. Ruang Perpustakaan

    7. Ruang Penerima sekaligus Ruang Redam Suara

    8. Ruang Tidur Pengerja

    9. Ruang Sekertariat dan Ruang Kantor

    10. Ruang Serba Guna

    11. Ruang Konseling

    12. Ruang Pantry

    13. Ruang Kamar Pengerja

    14. Ruang Bermain Anak

    15. Gudang

    16. Kafetaria

    17. Janitor

    Dari desain baru GBI Citra Garden II, tidak ditemukan ruang

    multimedia dan sound system, padahal, bagi Gereja Bethel Indonesia,

    keberadaan ruang multimedia dan sound system sangat penting.

  • 45

    2. Gereja Bethel Indonesia / GBI di Duta Garden

    Gambar 2.2.3.3

    Gereja Bethel Indonesia atau biasa disebut GBI Duta Garden

    merupakan tipikal gereja-gereja Kristen beraliran pantekosta yang

    tumbuh di kawasan pemukiman-pemukiman padat. Gereja ini

    mengambil lokasi di blok C9/7 perumahan Duta Garden, Jl. Jurumudi

    baru, Tangerang.

    Gereja ini dalam sekali ibadah mampu menampung sekitar

    400 orang jemaat dan pada hari minggu, Gereja ini mengadakan 3 kali

    ibadah raya. Jemaat GBI Duta Garden merupakan warga yang

    berdomisili di perumahan Duta Garden dan sekitarnya.

    Sebagai gereja yang berlokasi di daerah perumahan,

    konsentrasi perancangan yang dipilih tim perencananya adalah

    bagaimana menciptakan sebuah rumah ibadah yang mampu mewadahi

    seluruh aktifitas ibadah yang berlangsung di dalamnya, namun tidak

    mengganggu rumah-rumah yang berdekatan dengan gereja.

  • 46

    Gambar 2.2.3.4

    Untuk kebutuhan itu, maka ruang Ibadah yang ada sekarang

    dilengkapi dengan material-material peredam suara seperti ceiling

    gypsum board perforated dan Wood Fiber Board di beberapa bagian

    dinding yang diharapkan dapat mengurangi suara bising dalam rumah

    ibadah keluar dan mengganggu lingkungan sekitar.

    Gambar 2.2.3.5

  • 47

    Dalam ibadahnya GBI Duta Garden menggunakan 1 set alat

    musik bersuara kencang. Jemaat yang hadir dalam ibadah tersebut

    diajak untuk juga ikut hanyut dalam suasana hubungan yangintim

    dengan Tuhan melalui alunan lagu yang keluar dari alat-alat musik

    tersebut.

    Adapun ruangan-ruangan yang akhirnya hadir pada gereja ini

    antara lain:

    1. Ruang Ibadah Utama

    2. Ruang Ibadah pendamping

    3. Ruang Perpustakaan

    4. Ruang Penerima sekaligus Ruang Redam Suara

    5. Ruang Tidur Pengerja

    6. Ruang Sekertariat dan Ruang Konseling

    7. Ruang Rapat

    8. Gudang

  • 48

    3. Gereja Kristen Jawa / GKJ Tangerang

    Gambar 2.2.3.6

    Gereja Kristen Jawa (GKJ) Tangerang terletak di jalan raya

    Cikokol. Keberadaan gedung Gereja ini menjadi cukup mencolok

    ditengah-tengah himpitan bangunan komersil di sekitarnya. Kondisi

    jalan raya Cikokol yang pada saat survey dilakukan tengah

    merampungkan pembuatan fly-over membuat kemacetan berlangsung

    sepanjang hari tidak terkecuali di hari minggu, karenanya tantangan

    terbesar kekhusukan gereja ini tertantang oleh kebisingan dari jalan

    raya. Beruntung bangunan Gereja memiliki set back yang cukup jauh

    dari jalan raya.

    Gereja ini didirikan pada tahun 1983. Pengembangan ruangan

    Gereja ini berlangsung bertahap dan hanya dimulai dengan sebuah

    ruang ibadah kecil. Saat ini, gedung Gereja dapat menampung hingga

    240 jemaat pada sekali ibadah.

  • 49

    Sebagai salah satu gereja etnik yang bernaung dibawah

    sinode Gereja Kristen Jawa, jemaat gereja ini ternyata tidak hanya

    terpaku pada satu suku saja. Selain jemaat dari suku Jawa, masih ada

    lagi jemaat yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, bahkan Sulawesi.

    Gambar 2.2.3.7

    Secara hubungan ruang, Gereja ini terbagi menjadi 2 lantai.

    Ruang-ruang yang hadir di lantai pertama merupakan Ruang-ruang

    dengan fungsi utama seperti ruang ibadah utama, ruang kantor /

    persiapan Pendeta, ruang skretariat gereja, dan lain-lain sedangkan di

    lantai 2, lebih ke ruang-ruang ibadah penunjang untuk keperluan

    ibadah sekolah minggu.

  • 50

    Gambar 2.2.3.8

    Ada yang menarik dari ruang-ruang sekolah minggu, di setiap

    ruangan, terdapat graffiti yang sesuai dengan nama ruangan tersebut.

    Graffiti tersebut membuat anak merasa ruangnan tersebut tidak asing

    bagi mereka.

    Adapun ruangan-ruangan yang akhirnya hadir pada gereja ini

    antara lain:

    1. Ruang Ibadah Utama (240 orang)

    2. Ruang Ibadah Pendamping

    3. Ruang Ibadah Anak

    4. Ruang Konseling

    5. Ruang Ibu dan Anak

    6. Ruang Koor

    7. Pantry

    8. Gudang

    9. Ruang Sekretariat

  • 51

    10. Ruang Kantor Pendeta

    11. Ruang Serba Guna

    12. Ruang Perpustakaan

    13. Toilet

    4. Gereja Pantekosta Kharismatika di Indonesia / GPKDI Jelambar

    Gambar 2.2.3.8

    Gereja Pantekosta Kharismatika di Indonesia / GPKdI

    jelambar awalnya bernaung pada sinode Gereja Pantekosta di

    Indonesia / GPdI. Gereja ini didirikan pada tahun 1976, sebelum

    akhirnya memisahkan diri dari GPdI pada Tahun 1989.

    GPKdI berada satu kompleks dengan satu institusi

    pendidikan bernama sekolah Imanuel. Sehari-hari Gereja ini sangat

    ramai dengan keberadaan murid-murid dari sekolah Imanuel.

    Gereja yang diarsiteki oleh Idawati Baskoro ini memiliki

    sebuah ruang ibadah besar yang mampu menampung 1200 jemaat

  • 52

    sekali ibadah. Pada prakteknya, setiap Ibadah raya di hari Minggu,

    jamaat yang datang ke Gereja ini tidak lebih dari 400 jemaat.

    Gambar 2.2.3.9

    Adapun ruangan-ruangan yang akhirnya hadir pada gereja ini

    antara lain:

    1. Ruang Ibadah Utama

    2. Ruang Ibadah Anak

    3. Ruang Konseling

    4. Ruang Sound system

    5. Ruang Ibu dan Anak

    6. Ruang Pemusik

    7. Ruang Tidur Pengerja

    8. Ruang Pantry

    9. Gudang

    10. Ruang Sekretariat

    11. Ruang Kantor / Persiapan Pendeta

  • 53

    12. Ruang Serba Guna

    13. Ruang Perpustakaan

    14. Kamar Mandi / Toilet

    15. Janitor

    Gambar 2.2.3.10

  • 54

    Gambar 2.2.3.11

    Dari beberapa survey lapangan terhadap proyek sejenis di atas,

    maka dapat disimpulkan bahwa:

    1. Perancangan sebuah Gereja bertitik berat pada bagaimana melayani

    aktivitas umat pada ibadah raya setiap hari Minggu.

    2. Secara Tipologi, setiap Gereja berfilosofi sebagai sebuah ruang

    penghubung antara umat manusia dengan Tuhan yang tresenden,

    dengan alasan tersebut, mimbar selalu dibuat lebih tinggi dari ruang

    duduk jemaat.

    3. Sirkulasi jemaat diarahkan pada ruang penerima untuk kemudian

    diarahkan pada kursi-kursi kosong oleh tim penyambut Gereja.

    4. Pada Gereja-gereja beraliran Pantekosta seperti di Gereja Bethel

    Indonesia, Gereja Bethany, Gereja Pantekosta Kharismatika di

    Indonesia, ruang ibadah berbentuk ruang serba guna dimana kursi-

    kursi yang digunakan berupa kursi portable yang mudah di bongkar

    pasang. Hal ini berbeda dengan Gereja-gereja beraliran Protestan

    Calvinis seperti GKI, GKY, atau GKJMB. Kursi-kursi di Gereja ini

  • 55

    kebanyakan berupa Gereja Kayu. Pada Gereja Oikumene, segala

    kebutuhan tersebut harus dapat diakomodasi.

    5. Tata cara ibadah pada Gereja-Gereja Protestan Calvinis lebih teratur

    jika dibandingkan dengan Gereja-Gereja Protestan.

    6. Komposisi ruang-ruang yang hadir di dalam Gereja terlihat pada table

    di bawah ini

    Tabel 2.2.3.1

    Nama Ruang Nama Gereja

    GBI Duta Garden

    GBI Citra Garden 2 GKJ Tangerang

    GPKDI Jelambar

    Ruang Ibadah Utama Ada Ada Ada Ada Ruang Ibadah Pendamping Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ruang Ibadah Anak Tidak Ada Ada Ada Ada Ruang Konseling Ada Ada Ada Ada Ruang Multimedia Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ruang Sound System Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ruang Ibu dan Anak Tidak Ada Ada Ada Ada Ruang Pemusik Ada Ada Tidak Ada Ada Ruang Koor Tidak Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ruang Tidur Pengerja Ada Ada Tidak Ada Ada Pantry Ada Ada Ada Ada Gudang Ada Ada Ada Ada Ruang Sekretariat Ada Ada Ada Ada Ruang Kantor Pendeta Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada Ruang Serba Guna Tidak Ada Ada Ada Ada Ruang Perpustakaan Ada Ada Ada Ada Toilet Ada Ada Ada Ada Janitor Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada

  • 56

    Gereja Kristen Protestan Oikumene, sebagai sebuah Gereja yang

    mewakili berbagai denominasi dalam Protestantisme, sesuai berdasarkan

    tabel di atas wajib memiliki ruang-ruang berikut ini :

    1. Ruang Ibadah Utama

    2. Ruang Ibadah Pendamping

    3. Ruang Ibadah Anak

    4. Ruang Konseling

    5. Ruang Sound system

    6. Ruang Ibu dan Anak

    7. Ruang Pemusik

    8. Ruang Koor

    9. Ruang Tidur Pengerja

    10. Ruang Pantry

    11. Gudang

    12. Ruang Sekretariat

    13. Ruang Kantor / Persiapan Pendeta

    14. Ruang Serba Guna

    15. Ruang Perpustakaan

    16. Kamar Mandi / Toilet

    17. Janitor

  • 57

    II. 2. 4. Tinjauan Khusus Terhadap Kondisi Tapak

    1. Lokasi Tapak : Jalan Kebon Jeruk, Jakarta Barat

    2. Luas Lahan : 15.782,5 m2

    3. KDB : 60 %

    4. KLB : 3

    5. GSB :

    - Sebelah Timur : 6 m

    - Sebelah Barat : 10 m

    - Sebelah Utara : 6 m

    - Sebelah Selatan : 10 m

    6. Ketinggian Maksimum : 8 Lantai

    7. Lebar Jalan Raya :

    - Sebelah Timur : 26 m

    - Sebelah Barat : 12 m (eksisting 3m)

    - Sebelah Utara : 12 m (eksisting 3m)

    - Sebelah Selatan : 15 m

    8. Batas tapak :

    - Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jalan Raya Rawa

    Belong.

    - Sebelah Barat : Berbatasan dengan pertokoan, tempat

    makan dan permukiman penduduk.

    - Sebelah Utara : Berbatasan dengan pertokoan dan

    pemukiman penduduk.

  • 58

    - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Jalan Raya Kebon

    Jeruk.

    9. Peta Lokasi :

    Lokasi Tapak

    Gambar 2.2.4.1

    Gambar 2.2.4.2

  • 59

    10. Deskripsi Tapak :

    Proyek sedianya dibangun di atas tapak seluas 15.782 m2

    berlokasi di salah satu sisi pertigaan yang menghubungkan Jalan

    Batusari dan Jalan Kebon Jeruk. Dari hasil pengamatan, tapak ini

    memiliki potensi kebisingan yang sangat besar akibat dari lalu lalang

    kendaraan yang melintas yang kemudian diperparah dengan angkutan

    umum yang kerap kali berhenti menunggu penumpang secara

    sembarangan. Keadaan ini tentunya mengganggu kenyamanan setiap

    aktivitas yang berlangsung di dalam tapak.

    Gambar 2.2.4.3

  • 60

    Kedekatan tapak dengan pemukiman padat penduduk di

    Kelurahan Kebon Jeruk-pun berpotensi menimbulkan keresahan

    warga masyarakat yang terganggu oleh kebisingan yang timbul pada

    saat aktivitas di dalam tapak berlangsung. Namun demikian, tapak ini

    bukannya tanpa potensi positif. Letak tapak yang berada di sebuah

    pertigaan memudahkan orang untuk melihat keberadaan bangunan,

    dan menikmati estetika fasade bangunannya. Hal ini sangat penting

    agar pejalan kaki, maupun pengendara kendaraan bermotor tertarik

    untuk datang ke tempat ini.

    Tapak juga berada di kawasan pendidikan dimana tercatat

    paling tidak terdapat 2 buah institusi pendidikan yang menetap di

    sekitar tapak. 2 institusi pendidikan tersebut adalah Universitas Bina

    Nusantara yang memiliki 3 kampus di kawasan ini. Keberadaan

    institusi pendidikan ini merupakan potensi-potensi pengguna tapak

    yang nantinya harus terlayani oleh gedung yang berdiri di atas tapak.

    Selain itu, pada tahun 2006, ketika kota Jakarta dilanda oleh

    bencana banjir besar, tapak inipun luput dari kebanjiran. Hal ini terjadi

    akibat kontur tanah yang cukup tinggi dari permukaan tanah di

    sekitarnya.

    Sebagai data tambahan, tapak berada di kota Jakarta yang

    menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 secara geografis

    terletak di posisi 612' Lintang Selatan dan 10648' Bujur Timur. Kota

    ini meliputi dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

  • 61

    atas permukaan laut. Sebagai sebuah kota yang terletak dekat dengan

    garis ekuator, dan berada di dataran rendah pinggir pantai, Jakarta

    memiliki iklim tropis basah.

    Menurut data yang dihimpun dari Badan Metreologi dan

    Geofisika (BMG) tanggal 21 September 2007, suhu rata-rata tapak

    berkisar antara 24 0C hingga 33 0C, dengan Kelembaban antara 50 %

    hingga 80%. Adapun kecepatan angin fluktuatif pada kisaran 0,6 m/s

    sampai 1,5 m/s.