2011 sai

92
PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI TANGAN CAIR SITI AISYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 1 1

Upload: nur-farida

Post on 26-Nov-2015

188 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

jckjsbcsdcjsc

TRANSCRIPT

  • PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI

    TANGAN CAIR

    SITI AISYAH

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2 0 1 1

  • RINGKASAN

    SITI AISYAH. Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan TITI CANDRA SUNARTI.

    Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan gugus hidrofobik (non polar/yang suka akan minyak/lemak), sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air untuk membentuk lapisan tunggal. Gugus hidrofilik surfaktan berada pada fase air dan gugus hidrofobik ke udara dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang pada umumnya digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier dan sebagai komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri kosmetik, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. Alkil Poliglikosida (APG) merupakan salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai formulasi produk-produk personal care, kosmetik, pemucatan kain tekstil dan herbisida.

    Karakterisasi surfaktan APG dipengaruhi oleh jenis alkohol lemak (fatty alcohol) yang digunakan serta penambahan logam alkali dan konsentrasinya pada tahap pemurnian (proses pemucatan/bleaching). Tahap butanolisis menggunakan ratio mol antara pati:butanol:air:katalis adalah 1:8.5:8:0.018 yang dilakukan pada suhu 140150 0C dengan tekanan 4.5-7 bar selama selama 30 menit. Tahap transasetalisasi menggunakan alkohol lemak rantai panjang (C10 dan C12) dengan ratio mol 4.7 mol/bobot mol pati dan katalis 0.009 mol/bobot mol pati pada suhu 110-120 0C dengan tekanan vakum selama 2 jam, dan dilanjutkan ke tahap pemurnian yang berupa proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2 dan logam alkali pada suhu 80-90 0

    Surfaktan APG menghasilkan rata-rata rendemen berkisar antara 37.44-46.88%, kejernihan (% transmisi) berkisar antara 12.99-55.91%, rata-rata stabilitas emulsi pada pengamatan 300 menit berkisar antara 65,24-80,49%, mampu menurunkan tegangan permukaan air berkisar antara 59.90-64.10% dan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka berkisar antara 90.69-94.25%. Surfaktan APG hasil analisis terbaik diperoleh dari jenis alkohol lemak C

    C selama 40-60 menit pada tekanan normal. Proses pemucatan dengan penambahan logam alkali sebagai bahan aktivator akan menghasilkan warna yang lebih jernih, dimana logam alkali yang digunakan adalah NaOH dan MgO.

    12 (A2) dengan bahan aktivator MgO (B2) dengan konsentrasi 500 ppm (C1) memiliki HLB sebesar 8.498 dengan gugus fungsi eter terletak pada jumlah gelombang 1 152.10 cm-1 sedangkan gugus fungsi hidroksil terletak pada jumlah gelombang 3 396.18 cm-1, kemudian diaplikasikan pada sabun cuci tangan cair. Sabun cuci tangan cair yang dihasilkan

  • sesuai dengan SNI (1996) yang memiliki daya bersih sebesar 128 FTU Turbidity, bobot jenis 1.024 g/ml, pH 6.98 dan tidak diperoleh cemaran mikroba. Pada sabun komersial memiliki daya bersih 128, bobot jenis sebesar 1.027 g/ml dengan pH 7.03 dan juga tidak didapat adanya cemaran mikroba, sedangkan sabun cuci tangan cair dari surfaktan APG komersial memiliki daya bersih 176, bobot jenis 1.096, pH 7.95 dan juga tidak ada cemaran mikroba. Pada uji organoleptik yang dilakukan dengan 33 panelis, panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap aroma, kesan yang tertinggal dikulit setelah pemakaian sabun cuci tangan cair serta terhadap warna sabun cuci tangan cair hasil sintesis dibanding dengan sabun cuci tangan cair komersial dengan merek D. Namun terhadap banyaknya busa serta kekentalan, panelis memberikan respon netral hingga sangat suka terhadap sabun cuci tangan cair komersial dengan merek D dibandingkan dengan sabun cuci tangan cair hasil sintesis. Kata kunci : dekanol, dodekanol, sabun cuci tangan cair

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan Cair adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

    Bogor, Januari 2011

    Siti Aisyah F351080041

  • Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

  • PRODUKSI SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) DAN APLIKASINYA PADA SABUN CUCI

    TANGAN CAIR

    SITI AISYAH

    Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2 0 1 1

  • LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Produksi Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya

    pada Sabun Cuci Tangan Cair Nama : Siti Aisyah NRP : F351080041

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Ketua Anggota

    Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si

    Diketahui

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Machfud, MS

    Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

    Tanggal Ujian : 20 Januari 2011 Tanggal Lulus :

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan hanya pada ALLAH SWT, karena atas rahmat

    dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Produksi

    Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) dan Aplikasinya pada Sabun Cuci Tangan

    Cair dapat diselesaikan dengan baik.

    Penulisan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

    Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis

    sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diantaranya :

    1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si., selaku dosen pembimbing.

    2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., selaku Ketua Program Studi. 3. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA., selaku penguji luar komisi. 4. Kedua orang tua, Ibu (Almh) Hj Rawani Chan dan Ayah (Alm) H Iskandar

    Tanjung. 5. Abang dan kakak, yang selalu memberikan dukungan, doa dan nasehatnya. 6. S Maimunah serta keponakan Vita, Ninin, Diza, Via dan Busra yang selalu

    memberi semangat dan dukungannya agar cepat menyelesaikan studi. 7. Bapak Abun Lie dan Bapak Harun Lubis dari PT. Ecogreen, yang telah

    memberikan bahan baku fatty alcohol. 8. PT. Cognis, yang telah memberikan produk Plantacare. 9. Februadi Bastian, Donna Imelda, Saud RJ, Renny, Niken, Bapak Agus, Jaelani

    yang banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini. 10. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB, yang telah membantu

    sebagian dana penelitian. 11. Ibu Rini, bu Ega, bu Sri, pak Edi, pak Sugi dan laboran lainnya. 12. Teman-teman TIP, IPB angkatan 2008 serta semua pihak yang telah membantu

    dalam penelitian maupun penyelesaian tesis ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari

    sempurna, karna didunia ini tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu dengan

    segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menerima saran, kritik serta masukan

    untuk menjadikan lebih baik lagi. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

    Bogor, Januari 2011

    Penulis

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Binjai pada tanggal 10 Juni 1976 dari ayah (Alm) H

    Iskandar Tanjung dan ibu (Almh) Hj Rawani Chan. Penulis menyelesaikan Sekolah

    Dasar di SD Neg 024776 Binjai pada tahun 1988, kemudian melanjutkan ke jenjang

    sekolah tingkat pertama di SMP Taman Siswa Binjai. Pada tahun 1991, penulis

    kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Taman Siswa Binjai dan lulus pada

    tahun 1994. Ditahun yang sama penulis melanjutkan keperguruan tinggi pada

    Program Studi Teknik Kimia, Jurusan Teknologi Industri, Institut Teknologi Medan

    dan lulus pada tahun 2000.

    Pada tahun 2000, penulis diterima sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri

    Pontianak hingga tahun 2007. Pada 2007-sekarang, penulis ditempatkan sebagai

    staf pengajar DPK di Kopertis wilayah I NAD-SU Medan.

    Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan pada program master di

    mayor Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan sponsor

    pembiayaan pendidikan dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS). Penulis juga

    mendapatkan bantuan penelitian yang berasal dari Departemen Teknologi Industri

    Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Bogor, Januari 2011

    Penulis

    Siti Aisyah

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii

    1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 1.2.1 Tujuan Umum .................................................................. 3 1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

    2.1 Surfaktan ...................................................................................... 5 2.1.1 Bahan Baku Surfaktan ..................................................... 5 2.1.2 Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) ................................ 6 2.1.3 Katalis .............................................................................. 10 2.2 Produksi Surfaktan APG ............................................................. 11 2.2.1 Bahan Baku Surfaktan APG ............................................ 11 2.2.2 Tahapan Proses Sintesis Surfaktan APG ......................... 14 2.2.3 Bahan Pemucat Pada Sintesis Surfaktan APG ................. 18 2.3 Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair .......................................... 19 2.3.1 Polisorbat 20 .................................................................... 21 2.3.2 Triklosan .......................................................................... 21 2.4 Karakteristik Surfaktan APG ...................................................... 22 2.4.1 Stabilitas Emulsi .............................................................. 22 2.4.2 Tegangan Permukaan ....................................................... 22 2.4.3 Tegangan Antarmuka ....................................................... 23 2.4.4 HLB (Hydrophile-Lipophile Balance) ............................. 23 3 METODE PENELITIAN ......................................................................... 25

    3.1 Kerangka Pemikiran .................................................................... 25 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 26 3.3 Bahan dan Alat ............................................................................ 26 3.3.1 Bahan ................................................................................ 26 3.3.2 Alat .................................................................................... 26 3.4 Metode Penelitian ....................................................................... 26 3.4.1 Sintesis Surfaktan APG .................................................... 27 3.4.2 Aplikasi Surfaktan APG Sebagai Bahan Aktif Pada Sabun Cuci Tangan Cair .................................................. 30 3.4.3 Karakterisasi Sabun Cuci Tangan Cair ............................ 30

  • ii

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 33

    4.1 Sintesis Surfaktan APG ............................................................... 33 4.2 Karakteristik Surfaktan APG ....................................................... 35 4.3 Kinerja Surfaktan APG ................................................................ 36 4.3.1 Stabilitas Emulsi ............................................................... 36 4.3.2 Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan ............. 38 4.3.3 Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka ............. 40 4.3.4 HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) ........................... 42 4.3.5 Konfirmasi Struktur Gugus Fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) Spectroscopy .................... 43 4.4 Aplikasi Sabun Cuci Tangan Cair ............................................... 45 4.4.1 Karakteristik Sabun Cuci Tangan Cair ............................. 45 4.4.2 Karakteristik Fungsional/Uji Organoleptik ....................... 46 5 SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 49

    5.1 Simpulan ...................................................................................... 49 5.2 Saran ............................................................................................ 50

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51

    LAMPIRAN .................................................................................................... 57

  • iii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Kebutuhan Surfaktan Nonionik Indonesia ............................................... 7

    2 Karakterisasi Alkohol Lemak C10 dan C123 Komposisi asam Lemak dari Minyak Kelapa dan Minyak Inti Sawit

    .............................................. 12

    (PKO) ....................................................................................................... 13

    4 Komposisi Kimia Tapioka ....................................................................... 14

    5 Formulasi Sabun Pembusa Cair Antiseptik ............................................. 22

    6 Nilai HLB, Karakteristik dan Aplikasinya ............................................... 24

    7 Formulasi Bahan Untuk Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair ................ 30

    8 Karakteristik Jumlah Gelombang Surfaktan APG dari Jenis Alkohol Lemak C12 9 Karakteristik Mutu Sabun Cuci Tangan Cair Berbasis Surfaktan APG

    ................................................................................................ 44

    Hasil Sintesis Terbaik dan Sabun Cuci Tangan Cair Komersial Serta SNI (1996) ............................................................................................... 45

    10 Rata-rata Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Sabun Cuci Tangan Cair Komersial dan Hasil Sintesis Terbaik .............................................. 47

  • iv

  • v

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Sintesis Surfaktan APG Proyeksi Fischer Dua Tahap ............................. 8

    2 Diagram Alir Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) .................... 9

    3 Diagram Alir Proses Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) ........ 29

    4 Diagram Alir Proses Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair Berbasis Surfaktan APG Hasil Sintesis Terbaik ................................................... 30

    5 Rata-rata Rendemen Surfaktan APG Hasil Sintesis ................................ 35

    6 Kejernihan Surfaktan APG Hasil Sintesis ............................................... 36

    7 Stabilitas Emulsi Surfaktan APG Hasil Sintesis ...................................... 38

    8 Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan Surfaktan APG Hasil Sintesis ..................................................................................................... 40

    9 Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka Surfaktan APG Hasil Sintesis ..................................................................................................... 41

    10 Hasil Spektra Gugus Fungsi FTIR Surfaktan APG Komersial ................ 44

    11 Hasil Spektra Gugus Fungsi FTIR Surfaktan APG Hasil Sintesis Terbaik 44

  • vi

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Prosedur Analisis Bahan Baku Surfaktan APG ...................................... 57

    2 Prosedur Sintesis Surfaktan APG ........................................................... 58

    3 Prosedur Analisis Surfaktan APG ........................................................... 60

    4 Prosedur Pembuatan Sabun Cuci Tangan Cair ....................................... 63

    5 Prosedur Analisis Sabun Cuci Tangan Cair ............................................ 64

    6 Perhitungan Neraca Massa Sintesis Surfaktan APG ............................... 66

    7 Rendemen yang Dihasilkan dari Sintesis Surfaktan APG ...................... 67

    8 Hasil Analisis Terhadap Kejernihan Surfaktan APG .............................. 68

    9 Data Analisis stabilitas Emulsi Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis ................................................................. 69

    10 Data Analisis Kemampuan Menurunkan Tegangan Permukaan Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis ............... 70

    11 Data Analisis Kemampuan Menurunkan Tegangan Antarmuka Surfaktan APG Komersial dan Surfaktan APG Hasil Sintesis ............... 71

    12 Perhitungan Nilai HLB Surfaktan APG .................................................. 72

    13 Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Sabun Cuci Tangan Cair ............................................................................................. 73

    14 Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kesan yang Tertinggal Dikulit Setelah Pemakaian Sabun Cuci Tangan Cair ............................. 74

    15 Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Warna Sabun Cuci Tangan Cair ............................................................................................. 75

    16 Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Banyaknya Busa Sabun Cuci Tangan Cair .................................................................................... 76

    17 Rekapitulasi Uji Organoleptik Panelis Terhadap Kekentalan Sabun Cuci Tangan Cair ............................................................................................. 77

  • 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dewasa ini, perkembangan industri kosmetik, detergen, produk-produk

    perawatan diri (personal care products) semakin meningkat, dimana meningkatnya

    produk-produk tersebut mengakibatkan kebutuhan bahan aktif seperti surfaktan

    semakin meningkat pula. Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu

    oleokimia turunan yang merupakan senyawa aktif yang mampu menurunkan

    tegangan permukaan dan tegangan antaramuka suatu cairan. Surfaktan memiliki

    gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik

    (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air). Sifat surfaktan inilah, sehingga

    surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier

    oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk

    perawatan diri (personal care product).

    Industri surfaktan di Indonesia masih terbatas, padahal kebutuhan surfaktan

    ini sangat besar. Pada tahun 2006, kebutuhan surfaktan di Indonesia sebesar 95 000

    ton dimana sekitar 45 000 ton masih diimpor (Wuryaningsih 2007). Jumlah ini

    diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin banyaknya

    industri kosmetik, industri makanan, industri minuman, industri farmasi, industri

    tekstil, industri pertanian dan industri penyamakan kulit (Sofianingsih dan

    Nurcahyani 2006).

    Surfaktan APG (Alkil Poliglikosida) merupakan surfaktan nonionik yang

    pada umumnya digunakan sebagai formulasi beberapa produk-produk perawatan diri

    (personal care products), formulasi herbisida, produk kosmetik maupun untuk

    pemucatan kain tekstil. Surfaktan APG merupakan surfaktan yang ramah

    lingkungan (biodegradable), karena bahan baku pembuatan surfaktan APG berasal

    dari minyak nabati dan karbohidrat dari pati. Bahan baku surfaktan APG adalah

    alkohol lemak (fatty alcohol) yang berbasis minyak nabati seperti minyak kelapa,

    minyak sawit atau minyak inti sawit (PKO/Palm Kernel Oil), minyak biji kapok dan

    minyak biji karet serta karbohidrat dari pati seperti tapioka dan sagu, atau dapat juga

    dengan dekstrosa (gula turunan pati). Surfaktan APG ini tidak berbahaya untuk

    mata, kulit serta dapat mengurangi efek iritasi akibat dari pemakaian surfaktan jenis

    lain serta dapat terurai baik secara aerob dan anaerob (Mehling et al. 2007).

  • 2

    Kebutuhan akan surfaktan APG di Indonesia saat ini masih dalam bentuk

    impor. Salah satu keunggulan dari surfaktan APG antara lain tidak beracun (non

    toxic) sehingga permintaan dunia terhadap surfaktan APG menjadi meningkat. Saat

    ini, kebutuhan akan surfaktan APG di Indonesia masih dalam bentuk impor. Impor

    surfaktan nonionik Indonesia pada tahun 2009 mencapai 18 176 ton.

    Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Data

    Direktorat Jenderal Perkebunan (2009) menyatakan pada tahun 2009 luas areal

    kelapa sawit Indonesia sebanyak 7 321 897 Ha, dengan produksi inti sawit (Palm

    Kernel Oil/PKO) sebesar 3 888 058 ton. Tingginya produksi PKO ini tidak

    diimbangi dengan pengolahan yang memadai, untuk itu sangat perlu dilakukan

    penganekaragaman produk hilir dari inti sawit untuk meningkatkan nilai tambahnya.

    Salah satunya diolah menjadi alkohol lemak (fatty alcohol), dimana pada tahun

    2009 produksi alkohol lemak Indonesia mencapai 155 000 ton. Selain itu Indonesia

    juga merupakan negara penghasil ubi kayu ke tiga terbesar di dunia, dimana

    produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2010 sebesar 22 851 000 ton. Tingginya

    produksi alkohol lemak dan ubi kayu ini, maka Indonesia sangat berpeluang untuk

    memproduksi surfaktan APG.

    Hill et al. (2000) menyatakan bahwa, surfaktan APG dapat diproduksi

    dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap

    asetalisasi dan (2) cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu butanolisis dan

    transasetalisasi, dimana kedua cara ini kemudian dilanjutkan dengan tahap

    pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Penggunaan

    bahan baku pati pada proses sintesis surfaktan APG memiliki beberapa keunggulan,

    diantaranya ketersediaan pati yang banyak serta harganya yang lebih murah.

    Sintesis surfaktan APG dengan dua tahap dari pati juga telah dilakukan oleh Wuest

    et al. (1992), dimana tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek

    terutama butanol dan tahap kedua transasetalisasi yang direaksikan dengan alkohol

    rantai lebih panjang C8-C22 terutama C12 sampai C18. Panjang rantai atom karbon

    alkohol lemak (fatty alcohol) berpengaruh terhadap kualitas surfaktan APG yang

    dihasilkan. Rosen (2004) mengatakan bahwa umumnya produk-produk komersial

    yang menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai

    atom C10 dan C12, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah

    serta sebagai bahan pembersih yang baik. Putri (2010) telah melakukan penelitian

  • 3

    terhadap karakteristik surfaktan APG yang dihasilkan dengan menggunakan pati

    tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol pati dan alkohol lemak

    dengan rantai panjang (C10

    Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap

    pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan

    bau yang tidak diinginkan pada surfaktan APG. McCurry et al. (1994), menyatakan

    proses pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan logam alkali

    ) adalah 1:4.7 dan ratio mol pati tapioka dengan butanol

    sebesar 1:8.5.

    seperti natrium

    hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida (MgO) dengan konsentrasi berkisar

    antara 250-1000 ppm, namun lebih baik lagi pada 500 ppm dan 700 ppm.

    Permasalahan utama dalam sintesis surfaktan alkil poliglikosida (APG) yaitu

    terbentuknya warna gelap yang tidak diinginkan pada produk. Penggunaan bahan

    baku yang berasal dari pati ataupun gula-gula sederhana dalam pembuatan surfaktan

    alkil poliglikosida, sangat mudah mengalami degradasi akibat penggunaan suhu

    yang tinggi dan keadaan asam maupun basa selama proses sintesis. Proses

    degradasi inilah yang menghasilkan by-product yang tidak diinginkan selama proses

    sintesis surfaktan APG, yang juga akan mempengaruhi warna produk surfaktan

    APG.

    Oleh

    sebab itu dalam penelitian ini akan dikaji sintesis surfaktan APG yang akan

    menghasilkan tingkat kejernihan dan karakteristik surfaktan APG yang baik serta

    dapat diaplikasikan dalam produk pembuatan sabun cuci tangan cair dengan

    karakteristik yang baik pula.

    1.2 Tujuan Penelitian

    1.2.1 Tujuan umum

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memproduksi surfaktan Alkil

    Poliglikosida (APG) dari jenis alkohol lemak, jenis logam alkali sebagai bahan

    aktivator pada konsentrasi yang berbeda serta aplikasinya pada sabun cuci tangan

    cair.

  • 4

    1.2.2 Tujuan khusus

    Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

    1 Mengetahui pengaruh jenis alkohol lemak (fatty alcohol) terhadap karakteristik

    APG yang dihasilkan.

    2 Mengetahui pengaruh jenis logam alkali (NaOH dan MgO) sebagai bahan

    aktivator dangan konsentrasi yang berbeda pada tahap pemurnian (proses

    pemucatan) terhadap karakteristik APG yang dihasilkan.

    3 Mengaplikasikan surfaktan APG yang dihasilkan pada sabun cuci tangan cair.

  • 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Surfaktan

    Surfaktan (surface active agent) merupakan salah satu oleokimia turunan

    yang satu molekulnya memiliki gugus hidrofilik (bagian polar/yang suka air) dan

    gugus hidrofobik (non polar/yang suka akan minyak/lemak), sehingga dapat

    mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Bagian polar molekul

    surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang

    menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan

    zat padat-air untuk membentuk lapisan tunggal. Gugus hidrofilik surfaktan berada

    pada fase air dan gugus hidrofobik ke udara dalam kontak dengan zat padat ataupun

    terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah

    merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)

    mengandung gugus hidroksil.

    Surfaktan dapat diproduksi secara sintetis, kimiawi maupun biokimiawi.

    Pada umumnya surfaktan digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan

    pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan

    surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara

    menurunkan tegangan permukaan, menurunkan tegangan antarmuka antara fasa

    minyak dan fasa air.

    2.1.1 Bahan baku surfaktan

    Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumber nabati yang bersifat dapat

    diperbaharui, mudah terurai, tidak mengganggu aktivitas enzim dan proses

    produksinya yang lebih bersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan (Suryani et

    al. 2002). Flider (2001) menyebutkan bahwa, jutaan ton surfaktan yang berbasis

    bahan alami digunakan setiap tahunnya pada berbagai aplikasi yang berbeda.

    Pemakaian surfaktan terbesar adalah untuk aplikasi pembersih dan pencucian,

    namun surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, produk perlindungan

    hasil panen, pertambangan, cat, coating, pembuatan kertas, sabun dan produk-

    produk perawatan diri (personal care products).

    Surfaktan berbasis bahan alami terbagi atas empat kelompok, yaitu (1)

    berbahan dasar minyak nabati, seperti monogliserida dan digliserida (2) berbahan

  • 6

    dasar karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan sorbitol ester (3) berbahan dasar

    ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin (4) berbahan dasar biosurfaktan

    yang diproduksi oleh mikroorganisme, seperti ramnolipida dan soforolipida (Flider

    2001).

    Rosen (2004) mengatakan bahwa berdasarkan gugus hidrofilik surfaktan

    terbagi atas empat jenis yaitu :

    1. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang bermuatan negatif pada bagian

    hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active). Sifat hidrofilik disebabkan

    karena adanya keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat

    dan sulfonat. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain Linier Alkilbenzen

    Sulfonat (LAS), Alkohol Sulfat (AS), Alkohol Eter Sulfat (AES), Metil Ester

    Sulfonat (MES).

    2. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bermuatan positif pada gugus

    hidrofiliknya. Sifat dari hidrofilik ini, umumnya disebabkan karena adanya

    keberadaan garam ammonium. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain lemak

    amina, amidoamina, diamina, amina oksida, amina etoksilat.

    3. Surfaktan nonionik, merupakan jenis surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak

    terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofiliknya disebabkan karena adanya

    keberadaan gugus eter atau hidroksil. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain

    Alkil Poliglikosida (APG), Dietanol Amida (DEA), sukrosa ester, sorbitol,

    sorbitol ester, etoksilat alkohol.

    4. Surfaktan amfoterik, merupakan jenis surfaktan yang bermuatan positif dan

    negatif pada molekulnya. Muatan molekul pada surfaktan jenis ini bergantung

    pada pH, dimana jika pH rendah akan bermuatan negatif sedangkan jika pH

    tinggi akan bermuatan positif. Contoh dari surfaktan amfoterik ini antara lain

    asam amino karboksilik, alkil betain, dan lain-lain.

    2.1.2 Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG)

    Salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai bahan

    dalam formulasi produk-produk perawatan diri (personal care products), kosmetik,

    pemucatan kain tekstil dan herbisida adalah Alkil Poliglikosida (APG). Kebutuhan

    surfaktan APG Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

  • 7

    Tabel 1 Kebutuhan surfaktan nonionik Indonesia Tahun Bobot (kg) Nilai (US $) 2005 16 735 515 29 790 690 2006 15 408 042 26 659 130

    2007 14 865 928 28 353 164 2008 17 168 473 42 172 772 2009 18 176 494 38 617 994 Jan-Agust 2010 17 016 995 38 878 278

    Sumber : BPS (2010)

    Negara Jerman telah menyatakan bahwa surfaktan APG, merupakan

    surfaktan nomor satu dalam masalah keramahan lingkungan (Indrawanto

    2008).

    Hill et al. (2000) menyatakan bahwa proses produksi APG dapat dilakukan

    dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap

    asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa (gula turunan pati) dan alkohol lemak (fatty

    alcohol) dan (2) dengan cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap

    butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol

    lemak (fatty alcohol). Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian

    yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh

    surfaktan APG. Penggunaan pati sebagai bahan dasar dalam sintesis surfaktan APG

    dua tahap, selain ketersediaan pati yang banyak juga biaya bahan baku lebih murah.

    Namun APG yang dihasilkan berwarna lebih gelap yang diakibatkan oleh proses

    pencoklatan karena kandungan furfuraldehid pada pati.

    Borsotti dan Pellizzon (1996) menyatakan bahwa APG merupakan surfaktan

    yang baik, karena bahan baku pembuatannya dapat diperoleh dari sumber-sumber

    alam yang dapat diperbaharui dan juga merupakan bahan yang 100% biodegradable.

    Wuest et al. (1992) telah mematenkan sintesis surfaktan APG dengan reaksi

    dua tahap berbahan baku pati. Tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai

    pendek, terutama butanol dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan

    alkohol rantai lebih panjang C8 sampai C22 terutama C12 sampai C18 dengan bahan

    baku alami. Rosen (2004), mengatakan pada umumnya produk-produk komersial

    yang berupa detergen ataupun produk-produk perawatan diri menggunakan

    surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C10 dan C12,

    karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan

    pembersih yang baik.

  • 8

    Tahap butanolisis dilakukan pada suhu diatas 125 0C, sebaiknya pada 140-

    150 0C. Tekanan pada reaktor sebesar 4-10 bar, sebaiknya 4.5-7 bar dalam zona

    reaksi tertutup. Tahap transasetalisasi dilakukan pada suhu 100-140 0C, namun

    sebaiknya pada 110-120 0C dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua rasio

    mol senyawa sakarida dan air sekitar 1:5 sampai 1:12, sebaiknya 1:6 sampai 1:12,

    lebih baik 1:6 sampai 1:9, dan lebih khusus lagi dengan ratio mola1:8. Campuran

    ratio mol pati dan alkohol rantai panjang sekitar 1:1.5 sampai 1:7 atau 1:2.5 sampai

    1:7, namun lebih baik lagi dengan ratio mol 1:3 sampai 1:5 (Wuest et al.

    1992). Putri (2010) telah melakukan penelitian terhadap karakteristik surfaktan

    APG dengan menggunakan pati tapioka, yang menyatakan bahwa optimasi ratio mol

    pati dan alkohol lemak (fatty alcohol) dengan panjang rantai atom C10

    I

    adalah 1:4.7

    dan ratio mol pati tapioka dengan butanol sebesar 1:8.5. Dibawah ini merupakan

    gambar sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap (Gambar 1), sedangkan

    diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2.

    Pati Butanol Butil Glikosida Air II

    Butil Glikosida Air Alkohol lemak Alkil Poliglikosida Butanol Air Keterangan : I. Reaksi pada proses butanolisis II. Reaksi pada proses transasetalisasi

    Gambar 1 Sintesis surfaktan APG proyeksi Fischer dua tahap (Schick 1987).

  • 9

    Diagram alir sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 2.

    Air

    BUTANOLISIS

    Butanol

    TRANSASETALISASI

    NETRALISASINaOH

    Alkohol lemak

    PELARUTAN

    PEMUCATAN

    APG

    PTSA

    Alkohol lemak dan airDISTILASI

    PTSA

    Pati

    Butanol dan air

    Gambar 2 Diagram alir sintesis surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) (Hill et al. 2000).

    Buchanan dan Wood 2000, menyatakan tahapan proses APG dengan dua

    tahap meliputi langkah-langkah dasar sebagai berikut (1) reaksi glikosidasi (reaksi

    pada butanolisis) menggunakan katalis asam dari sumber monosakarida dengan

    butanol untuk membentuk butil glikosida, dengan pemisahan gugusan air selama

    reaksinya, (2) transglikosidasi (reaksi pada transasetalisasi) dari butil glikosida

    dengan alkohol rantai panjang C8 sampai C20 menjadi APG, pada proses ini terjadi

    pemisahan butanol selama reaksinya, (3) netralisasi dari katalis asam, (4) distilasi

    untuk memisahkan alkohol rantai panjang yang tidak bereaksi, (5) pemucatan untuk

    meningkatkan warna dan bau dari produk dan (6) isolasi alkil poliglikosida. Reaksi

    glikosidasi dan transglikosidasi dikendalikan pada keadaan seimbang sampai katalis

    dinetralkan, sedangkan untuk proses sintesis APG tahap tunggal meliputi semua

  • 10

    langkah dari proses dua tahap, dengan pengecualian langkah (1) dan (2) dengan

    mereaksikan glukosa secara langsung dengan alkohol rantai panjang.

    Beberapa formula pun telah dipatenkan pada beberapa kantor paten Amerika

    (USPTO) dan Eropa (ep. Espacenet). Beberapa aplikasi pemanfaatan surfaktan

    APG dalam industri produk perawatan diri (Faber 2002) antara lain industri sampo

    dan kosmetik LOreal, Paris (Cauwet dan Dubief 1999), untuk mengurangi dan

    perawatan rambut rontok (Duranton dan Hansenne 2001), industri sabun transparan

    (White dan Kinsman 1999), industri tekstil pada proses pemucatan kain untuk

    meningkatkan keindahan warna kain (Francois et al. 1998), industri pestisida dan

    herbisida yang ramah lingkungan (Lachut 1996), industri detergen (Balzer dan

    Luders 1994) dan industri lainnya.

    Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) ini telah melalui pengujian di

    laboratorium toksikologi dan ekologi dengan hasil yang sangat memuaskan.

    Surfaktan APG tidak membuat iritasi di mata, kulit dan membran mukosa serta

    dapat mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan karena penggunaan surfaktan lain.

    Selain itu, APG telah diakui sebagai surfaktan yang ramah lingkungan. Jerman telah

    mengklasifikasikan surfaktan APG ini, sebagai surfaktan kelas I dalam the German

    Water Hazard Classification (WGK I), sehingga keamanan surfaktan ini dalam

    lingkungan tidak perlu diragukan (Hill et al. 2000).

    2.1.3 Katalis

    Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan APG sangat menentukan

    keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis.

    Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan

    APG meliputi :

    1. Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll.

    2. Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam

    sulfosuksinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam

    lemak tersulfonasi, dll.

    3. Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat,

    alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari

    asam sulfosuccinat, alkil naphthalena sulfonat, dll.

  • 11

    Dari katalis tersebut diatas, dipilih katalis organik asam p-toluena sulfonat

    (para-toluene sufonic acid/PTSA). Hal ini dikarenakan katalis tersebut cenderung

    bersifat dapat terurai oleh lingkungan dan merupakan jenis asam lemah sehingga

    tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al. 2000). Jika

    menggunakan asam kuat, kemungkinan asam akan bereaksi dengan menghidrolisis

    glukosa.

    2.2 Produksi surfaktan APG

    2.2.1 Bahan baku surfaktan APG

    2.2.1.1 Alkohol Lemak (Fatty Alcohol)

    Alkohol lemak (fatty alcohol) merupakan turunan dari minyak nabati seperti

    minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alkohol

    lemak alami, sedangkan turunan dari petrokimia (parafin dan etilen) dikenal sebagai

    alkohol lemak sintetik (Hill et al. 2000). Pada minyak kelapa sawit, alkohol lemak

    diperoleh dari minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO).

    Alkohol lemak termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar yang

    merupakan jenis alkohol alifatik rantai panjang, yang memiliki panjang rantai atom

    karbon (C) antara 8 sampai 22 (C8 sampai C22

    McCurry et al. (1996) menyatakan bahwa alkohol lemak rantai panjang yang

    diperkenankan dalam sintesis APG adalah dengan panjang rantai atom C

    ). Pada umumnya alkohol lemak,

    bersifat mudah terurai oleh lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran

    (biodegradable).

    8-C22,

    namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai alkohol lemak C8-C18.

    Rosen (2004), mengatakan bahwa umumnya produk-produk komersial yang

    menggunakan surfaktan APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom

    C10 dan C12, karena memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta

    sebagai bahan pembersih yang baik. Karakteristik jenis alkohol lemak C10 dan C12

    dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 12

    Tabel 2 Karakteristik alkohol lemak C10 dan CNama Nama Rumus Densitas Bobot Titik didih (

    12 0

    umum IUPAC molekul (g/cmC) Titik

    3) molekul kondisi kondisi leleh normal vakum (0

    Dekanol Alkohol CC)

    10H21 kaprat

    OH 0.8297 158.3 233 158.8 7

    Dodekanol Alkohol C12H25 lauril

    OH 0.8309 186.3 259 185.5 24

    Sumber : Wikipedia (2009)

    Alkohol lemak memiliki gugus hidroksil (OH), dimana sifat kelarutannya

    dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Semakin panjang rantai karbon maka sifat

    kepolaran gugus hidroksil akan semakin menurun. Hal ini mengakibatkan alkohol

    lemak yang berat molekul rendah cenderung lebih larut dalam air, sedangkan

    alkohol lemak yang berat molekul tinggi lebih cenderung bersifat non polar.

    Alkohol lemak merupakan bahan baku industri produk perawatan tubuh (personal

    care product), sabun mandi, sampo, kondisioner, detergen, makanan, plastik,

    farmasi, pelumas, dan berbagai produk industri lainnya.

    Alkohol lemak yang digunakan sebagai bahan baku surfaktan mampu

    bersaing dengan produk turunan petroleum, seperti alkil benzena. Persaingan ini

    lebih disebabkan karena sifat dari surfaktan yang lebih stabil dan harga yang lebih

    murah dibandingkan dengan surfaktan turunan petroleum (Kirk dan Othmer 1963).

    Suryani et al. (2002) mengatakan bahwa, alkohol lemak diturunkan dari

    asam lemak dan metil ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan

    dengan dua cara, yaitu :

    1. Minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metil ester kemudian dihidrogenasi

    menjadi alkohol lemak.

    2. Minyak nabati dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian dihidrogenasi menjadi

    alkohol lemak.

    Pada umumnya, alkohol lemak yang berasal dari industri oleokimia berbasis

    minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO). Minyak kelapa merupakan salah satu

    minyak nabati yang diperdagangkan di dunia baik untuk kebutuhan rumah tangga

    maupun industri. Kontribusi minyak kelapa dalam perdagangan dunia sebesar

    2.98%, nilai ini jauh lebih kecil dibanding minyak sawit dan minyak kedelai yang

    masing-masing hampir mencapai 30%. Meskipun dalam jumlah yang relatif kecil,

  • 13

    namun minyak kelapa merupakan bahan baku yang sangat penting bagi industri

    oleokimia.

    Minyak kelapa memiliki kandungan berbagai asam lemak (fatty acid) yang

    khas, sehingga sangat dibutuhkan oleh industri oleokimia. Komposisi asam lemak

    dari minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO) dengan panjang rantai atom C10

    dan C12

    Tabel 3 Komposisi asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit (PKO)

    dapat dilihat pada Tabel 3.

    Jenis asam lemak Rumus molekul Minyak kelapa (%) PKO (%) Asam kaprat C10H20O2 Asam laurat C

    6-10 3-7 12H24O2

    Sumber : Shahidi (2005) 46-50 46-52

    2.2.1.2 Sumber Karbohidrat

    Pada proses sintesis surfaktan APG, gugus hidrofilik dari molekul APG

    berasal dari karbohidrat yang dapat diperoleh dari pati atau glukosa. Pati merupakan

    karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan

    tidak berbau. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu amilosa dan

    amilopektin dengan komposisi yang berbeda-beda, dimana komposisi amilosa lebih

    sedikit yaitu berkisar antara 17-27%. Amilosa memberikan sifat keras (pera)

    sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket.

    Pati merupakan polisakarida yang tersusun oleh unit-unit D-glukosa yang

    dapat digunakan sebagai bahan baku pada sintesis surfaktan APG karena lebih

    mudah didapat serta lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan D-glukosa.

    Pati dari sereal, umbi-umbian ataupun dari biji-bijian dalam bentuk granula pati

    memiliki diameter berkitar antara 2-100 m (Thomas dan Atwell 1997). Pati terdiri

    dari gugus amilosa dan amilopektin dalam bentuk kristal dengan kandungan air

    sekitar 10%. Amilosa adalah polisakarida dimana unit-unit D-glukosa tergabung

    pada ikatan glikosida -1.4 sedangkan amilopektin memiliki rantai cabang yang

    menyusun unit D-glukosa pada ikatan glikosida -(1.4) dan -(1.6) pada

    percabangannya (Miller dan Whitsler 2009).

    Pati sering digunakan pada pengolahan makanan, pakan, sebagai komponen

    perekat, campuran kertas, tekstil, kosmetik, industri kimia, industri perawatan diri

    (personal care) dan lain sebagainya (Harris 2001).

  • 14

    Tapioka merupakan tepung pati berasal dari ubi kayu yang banyak

    digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat di industri

    farmasi, kosmetik dan industri perawatan diri (personal care). Kadar pati ubi kayu

    cukup besar, yaitu berkisar antara 25-35%. Salah satu ciri khas dari tapioka yaitu

    kandungan lemak dan proteinnya yang rendah dibandingkan dengan pati jenis lain,

    hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

    Tabel 4 Komposisi kimia tapioka Kandungan Jumlah

    Kadar air 13 Kadar pati 85 Kadar abu 0.2 pH 5-7 Kandungan sulfur dioksida 30 Kandungan sianida 0

    Sumber : Miller dan Whitsler (2009)

    Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13

    300 000 ton) setelah Brazil (25 554 000 ton), Thailand (13 500 000 ton) serta disusul

    negara-negara seperti Nigeria (11 000 000 ton), India (6 500 000 ton) dari total

    produksi dunia sebesar 122 134 000 ton per tahun. Permasalahan utama dalam

    produksi ubi kayu adalah produktivitas yang masih rendah yaitu 12.2 ton/ha

    dibandingkan dengan India (17.57 ton), Angola (14.23 ton/ha), Thailand (13.30

    ton/ha) dan China (13.06 ton/ha) (Trijaya 2007).

    2.2.2 Tahapan proses sintesis surfaktan APG

    2.2.2.1 Tahap Butanolisis

    Tahap butanolisis (glikosidasi) merupakan reaksi antara monosakarida

    (sumber pati-patian) dan butanol dengan menggunakan katalis asam untuk

    membentuk produk butil glikosida, pada proses ini terjadi pemisahan air (H2O) dari

    hasil reaksi glukosa dan butanol dengan bantuan ion H+

    Hill et al. (2000) menyatakan reaksi ratio mol antara pati dengan butanol 1:6

    sampai 1:10. Optimasi ratio molar pati tapioka dan butanol pada pembuatan

    surfaktan APG berbasis alkohol lemak C

    dari katalis (Lueders, 1989).

    10

    Pemilihan katalis pada proses sintesis APG, bertujuan untuk mempercepat

    proses sintesis APG. Schick (1987) menyatakan bahwa katalis asam yang dapat

    digunakan pada sintesis surfaktan APG antara lain :

    adalah 1:8.5 (Putri 2010).

  • 15

    Katalis asam onorganik, misalnya : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. Katalis asam organik, misalnya : asam trifluoroasetat, asam para toluena

    surfonat, asam sulfosuksinat, dll.

    Asam yang berasal dari surfaktan, misalnya : asam alkil benzena surfonat, akohol lemak surfat, dll.

    Buchanan dan Wood (2000) menyatakan bahwa katalis yang digunakan pada

    sintesis surfaktan APG sebaiknya katalis p-toluene sulfonic acid (asam para toluena

    sulfonat/PTSA), karena merupakan katalis organik dan bersifat mudah terurai oleh

    lingkungan serta merupakan jenis asam lemah. Selain itu, penggunaan jenis asam

    lemah bertujuan untuk memudahkan pada proses netralisasi. Katalis PTSA juga

    bersifat tidak korosif terhadap pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al. 2000).

    Katalis yang digunakan sebaiknya tidak menggunakan asam kuat karena

    dapat menghidrolisa glukosa, selain itu juga dapat bersifat korosif pada pipa besi

    ataupun stainless steel. Buchanan dan Wood (2000) menyatakan bahwa

    penggunaan katalis pada sintesis APG sebaiknya 0.009, 0.018, 0.027 dan 0.036 mol,

    namun penggunaan katalis PTSA sebaiknya digunakan dengan 0.018 mol. Proses

    ini terjadi pada suhu 140-150 0

    Penggunaan bahan baku sakarida yang berasal dari pati terlebih dahulu

    terjadi proses hidrolisis kemudian proses alkoholisis, selain menghasilkan produk

    butil glikosida juga terbentuk warna yang gelap akibat degradasi dari gula.

    C, dengan tekanan 4.5-7 bar selama selama 30 menit

    (Wuest et al. 1992).

    2.2.2.2 Tahap Transasetalisasi

    Produk dari tahap butanolisis yaitu butil glikosida kemudian direaksikan

    dengan alkohol lemak C10 dan C12. Putri (2010) menyatakan bahwa optimasi ratio

    mol pati tapioka dengan alkohol lemak sebesar 1:4.7. Butil glikosida tidak dapat

    bercampur dengan alkohol lemak C10 dan C12, hal ini dikarenakan perbedaan

    polaritas untuk itu perlu dilakukan penambahan solubilizer (Balzer dan Luders

    1994). Schmitt (1993) menyatakan bahwa penggunaan solubilizer N-metil 2

    pirolidon (NMP) dapat melarutkan metil monoglikosida dan alkohol lemak C10 dan

    C12, namun bahan ini bersifat racun terhadap lingkungan. Salah satu solubilizer

    yang sejenis dengan NMP dan bersifat tidak mencemari lingkungan adalah dimetil

    solfooksida (DMSO) dengan rumus molekul (CH3)2SO. DMSO merupakan asam

  • 16

    lemah dengan titik didih 179 0C dan akan terpisah pada saat distilasi. Penggunaan

    DMSO sebaiknya 0.1 mol/bobot mol pati (Balzer dan Luders 1994).

    Katalis asam yang digunakan pada proses transasetalisasi juga menggunakan

    PTSA sebanyak 0.009 mol/bobot mol pati. Pada proses ini, butanol dan air akan

    teruapkan dan ditampung dalam separator. Proses transasetalisasi ini terjadi pada

    suhu 110-120 0

    Kondisi asam dan suhu tinggi selama proses sintesis akan menghasilkan

    produk sekunder (by-product) seperti polidekstrosa yang berupa endapan pasta

    berwarna gelap. Penggunaan suhu tinggi (>120

    C dengan tekanan vakum dan selama 2 jam (Wuest et al. 1992).

    0

    C) dapat mempercepat

    pembentukan polidekstrosa dan perubahan warna pada karbohidrat (McCurry et al.

    1994). Borsotti dan Pellizzon (1996) menyatakan bahwa pemakaian katalis dapat

    menghasilkan endapan yang berupa pasta pada proses transasetalisasi, untuk itu

    perlu dilakukan penyaringan sebelum dilanjutkan ke tahap pemurnian.

    2.2.2.3 Tahap Pemurnian

    Proses Netralisasi

    Proses netralisasi bertujuan untuk mengatur pH produk, agar produk pada

    kondisi basa dengan pH 8-9. Basa yang digunakan untuk proses netralisasi ini

    diantaranya natrium hidroksida, potasium hidroksida, aluminium hidroksida dan lain

    sebagainya (Wuest et al. 1992). Proses netralisasi dilakukan pada suhu 70-90 0

    Penggunaan natrium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan, karena NaOH

    tidak bereaksi dengan alkohol ataupun produk. NaOH yang digunakan untuk proses

    netralisasi sebaiknya dengan konsentrasi 50% (McCurry dan Pickens 1990).

    Penambahan katalis NaOH pada proses ini juga akan lebih mudah karena berbentuk

    larutan dan tidak memerlukan penyaringan untuk menghilangkan garam yang

    terbentuk (Wuest et al. 1992). Pada umumnya industri menggunakan NaOH pada

    proses netralisasi, karena selain murah juga lebih efisien (Ketaren 1996).

    C

    dengan tekanan 1 atm dan waktu 30 menit.

    Pada proses ini ratio mol pati terhadap alkohol lemak akan berpengaruh pada

    jumlah basa yang digunakan, karena alkohol lemak cenderung bersifat asam.

    Semakin banyak jumlah alkohol lemak yang digunakan, maka semakin banyak pula

    basa yang dibutuhkan (Hill et al. 2000).

  • 17

    Proses Distilasi

    Proses distilasi bertujuan untuk menghilangkan alkohol lemak yang tidak

    ikut bereaksi. Proses ini memerlukan suhu tinggi dan tekanan yang rendah, agar

    alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi teruapkan. Proses ini terjadi pada suhu 140-

    160 0

    Hasil akhir dari proses distilasi akan diperoleh produk surfaktan APG kasar

    yang berbentuk pasta berwarna coklat kehitaman dan bau yang kurang enak. Produk

    surfaktan APG yang beredar dipasaran berwarna bening dengan bau yang enak, oleh

    sebab itu perlu dilakukan proses pelarutan dan pemucatan untuk memperoleh

    surfaktan APG yang sesuai beredar dipasaran.

    C dengan tekanan vakum selama 2 jam. Wuest et al. (1992) mengatakan

    bahwa semakin panjang rantai atom alkohol lemak yang digunakan maka akan

    semakin tinggi suhu yang dibutuhkan dan semakin rendah tekanannya. Pada proses

    ini diharapkan memperoleh kandungan alkohol lemak sekecil mungkin pada produk

    surfaktan APG yang dihasilkan, yaitu kurang 5% dari berat produk. Kelebihan

    alkohol lemak yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi efektifitas kerja

    dari surfaktan APG.

    Proses Pelarutan

    Proses pelarutan merupakan proses pengenceran APG kasar yang diperoleh

    setelah proses distilasi. Pelarutan dilakukan dengan penambahan air, dimana air

    yang digunakan untuk pengenceran sebaiknya pada suhu sekitar 60-80 C dengan

    perbandingan 1 : 1 dari bobot APG kasar (

    Borsotti dan Pellizon 1996).

    Proses Pemucatan (Bleaching)

    Tahap pemurnian merupakan suatu tahap untuk meningkatkan kualitas suatu

    bahan agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian

    yang dikenal adalah secara kimia dan fisika. Pemurnian secara fisika membutuhkan

    peralatan penunjang yang cukup spesifik, sehingga diperoleh produk akhir yang

    lebih baik pula dengan warna yang lebih jernih. Pemurnian secara kimia dapat

    dilakukan dengan menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan hanya

    memerlukan metode pencampuran dengan senyawa kimia lainnya (Hernani 2007).

    Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap

    pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan

  • 18

    bau yang tidak diinginkan. Proses pemucatan (bleaching) merupakan tahap akhir

    dari proses sintesis surfaktan APG.

    Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2 dan logam

    alkali yang dilakukan pada suhu 80-90 0C selama 40-60 menit pada tekanan normal

    (Hill et al. 2000). McCurry et al. (1994), menyatakan proses pemucatan dapat

    dilakukan dengan penambahan logam alkali seperti natrium hidroksida (NaOH)

    dan magnesium oksida (MgO) yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang

    tidak diinginkan pada produk surfaktan APG. Konsentrasi NaOH dan MgO yang

    efektif digunakan sekitar 250-1000 ppm, namun lebih baik lagi sekitar 500-700

    ppm. Penggunaan logam alkali NaOH dan MgO sebagai bahan aktivator serta

    penambahan H2O2 akan menghasilkan surfaktan APG berwarna lebih jernih, dimana

    konsentrasi H2O2

    adalah 35% (b/v) sebanyak 2% dari bobot surfaktan APG kasar

    (b/b).

    2.2.3 Bahan pemucat pada sintesis surfaktan APG

    Bahan pemucat (bleaching agent) merupakan suatu bahan yang dapat

    memucatkan atau memudarkan warna suatu substrat melalui proses fisika dan kimia.

    Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi dua macam yaitu pemucatan

    dengan proses oksidasi dan proses reduksi. Proses ini melibatkan proses oksidasi

    dan reduksi yang membuat bagian-bagian yang berwarna pada substrat menjadi

    lebih larut atau diserap sehingga mudah dihilangkan selama proses pemucatan.

    Pemucatan dengan menggunakan bahan kimia banyak digunakan, karena hilangnya

    sebagian produk dapat dihindarkan dan zat warna yang diubah menjadi zat yang

    tidak berwarna tetap tinggal dalam produk (Djatmiko dan Ketaren 1985). Bahan

    kimia yang berfungsi sebagai pemucat/pemutih disebut bleaching agents, seperti

    hidrogen peroksida, ammonium persulfat, CaSO4, TiO2Hidrogen peroksida (H

    , dll.

    2O2) merupakan cairan yang berwarna bening namun

    agak lebih kental daripada air, berbau khas agak keasaman dan larut dengan baik

    dalam air. Hidrogen proksida merupakan oksidator kuat, oleh sebab itu salah satu

    kegunaan larutan ini adalah sebagai bahan pemutih. Salah satu keunggulan hidrogen

    peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah

    lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya, hanya air dan

    oksigen.

  • 19

    Hidrogen peroksida ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818.

    Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang terdiri atas gas hidrogen (H2)

    dan gas oksigen (O2), dengan titik didih 150.2 0

    Penggunaan hidrogen peroksida biasa dikombinasikan dengan NaOH atau

    alkali lainnya, dimana semakin basa kondisi suatu reaksi maka laju dekomposisi

    hidrogen peroksida pun semakin tinggi dan sangat mudah terurai. Proses penguraian

    hidrogen peroksida juga dapat dipercepat dengan meningkatnya suhu selama proses

    reaksi. Zat reaktif dalam sistem pemucatan dengan hidrogen peroksida dalam

    suasana basa yaitu anion perhidroksil (HOO

    C. Hidrogen peroksida banyak

    digunakan sebagai bahan pemucat (bleaching agent) pada industri pulp, kertas,

    tekstil, farmasi, deterjen, perawatan diri, makanan dan minuman. Pada kondisi

    normal (kondisi ambient) dan asam, hidrogen peroksida sangat stabil. Namun pada

    kondisi basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun akan semakin tinggi.

    Selain itu, hidrogen peroksida dapat merusak ikatan rangkap pigmen, dari yang

    berwarna menjadi komponen tidak berwarna (Onggo dan Astuti 2005).

    -

    H

    ), dimana anion yang terbentuk berasal

    dari penambahan alkali dan terjadi reaksi sebagai berikut :

    2O2 + HO- HOO- + H2Ion HOO

    O -

    H

    inilah yang mempunyai peran aktif didalam proses pemutihan,

    namun jika terdapat logam transisi seperti Fe, Mn, Mg dan Cu maka reaksi

    dekomposisi hidrogen peroksida dalam larutan basa berlangsung menurut reaksi

    berikut :

    2O2 + HO2 H2O + O2Pada saat mengalami dekomposisi, hidrogen peroksida terurai menjadi air

    dan gas oksigen (Ulia 2007). Pada proses pemucatan, diharapkan yang terjadi pada

    persamaan reaksi yang pertama karena menghasilkan ion HOO

    + HO

    -. Pada reaksi yang

    kedua proses pemucatan berlangsung dengan memberikan efek oksidasi dengan

    terbentuknya senyawa O2

    namun daya pemucatannya kurang efektif jika

    dibandingkan dengan persamaan pertama (Fuadi dan Sulistya 2008).

    2.3 Pembuatan sabun cuci tangan cair

    Penggunaan sabun dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, yang

    fungsi utamanya merupakan sebagai pencuci. Berbagai jenis sabun untuk

    memenuhi kebutuhan masyarakat mulai dari sabun cuci (krim dan bubuk), sabun

  • 20

    mandi (padat dan cair), sabun tangan (cair), serta sabun pembersih peralatan rumah

    tangga (cair dan krim). Sabun cuci tangan cair adalah bahan pencuci dan pembersih

    cair yang digunakan untuk mencuci tangan (Paul et al. 2003).

    Wibisono dan Budiono (2004) menyatakan bahwa berdasarkan dari jenis

    bahan bakunya, sabun dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu :

    (1) Sabun yang dibuat dari asam lemak dan logam yang digaramkan. Logam yang

    digunakan biasanya dari jenis logam alkali, misalnya natrium dan kalium. Jenis

    sabun yang dihasilkan di antaranya adalah sabun mandi padat dan krim.

    (2) Sabun yang dibuat dari bahan dasar zat aktif permukaan (ZAP). Pada umumnya,

    sabun dengan bahan dasar ZAP menghasilkan produk cair. Salah satu contoh zat

    aktif permukaan adalah alkil poliglikosida (APG).

    Pencucian adalah proses membersihkan suatu permukaan benda padat

    dengan bantuan larutan pencuci melalui suatu proses kimia-fisika yang disebut

    deterjensi. Sifat utama dari kerja deterjensi adalah membasahi permukaan yang

    kotor kemudian melepaskan kotoran. Pembasahan berarti penurunan tegangan muka

    padatan-cair. Pencucian atau pelepasan kotoran berlangsung dengan jalan

    mendispersikan dan mengemulsi kotoran, lalu dengan bantuan aksi mekanik kotoran

    menjadi terlepas dari permukaan benda padat. Kotoran padat dapat melekat karena

    adanya pengaruh : ikatan minyak, gaya listrik statik, dan ikatan hidrogen (Amato

    2007).

    Somasundaran et al. (2007) menyatakan bahwa surfaktan berbasis pati (gula)

    memiliki sifat pembusaan yang baik, tidak beracun pada permukaan kulit terutama

    pada pemakaian untuk tangan serta dapat mengurangi efek iritasi karena pengaruh

    pemakaian surfaktan jenis lain.

    Pada pembuatan sabun, peran bahan penolong dan pengisi sangat besar

    karena akan sangat menentukan mutu dan kenampakan sabun yang dihasilkan. Zat-

    zat yang biasa digunakan sebagai bahan penolong adalah : (1) Garam, berfungsi

    sebagai pengental. Semakin banyak jumlah garam yang dimasukkan, maka sabun

    yang dihasilkan akan semakin kental (2) Alkali, pengatur pH larutan sabun dan

    penambah daya deterjensi (3) Zat pemberi busa, untuk meningkatkan pencucian

    yang bersih. Jika sabun tanpa busa, maka kemungkinan besar sabun telah

    mengendap sebagai sabun kalsium atau sabun tidak larut lainnya (4) EDTA, sebagai

    pengikat logam sadah dan pengawet (5) Pewangi, untuk memberikan aroma tertentu

  • 21

    sesuai selera dan meningkatkan daya tarik dari sabun yang dihasilkan (6) Zat warna,

    memberi warna pada sabun agar mempunyai penampilan menarik (Perdana dan

    Hakim 2007).

    2.3.1 Polisorbat 20

    Polisorbat merupakan etilen oksida yang diesterkan pada gugus hidroksi

    dengan asam lemak. Adanya gugus etilen pada molekul menyebabkan sifat-sifat

    hidrofilik yang menonjol jika dibandingkan dengan ester asam lemak. Pada

    umumnya polisorbat digunakan sebagai zat pelarut dan pengemulsi. memadukan

    lebih dari satu surfaktan dapat digunakan untuk sistem emulsi yang mempunyai

    keseimbangan antara hidrofilik dan hidrofobik (Rusmawati et al. 2002).

    Polisorbat 20 termasuk dalam jenis surfaktan nonionik, yang memiliki

    karakter : berbentuk cairan seperti minyak, berwarna jernih kuning muda, berbau

    khas, rasa pahit, sangat larut dalam air. Polisorbat memiliki nama lain yaitu tween

    20, polioksietilen sorbitan monolaurat, emulsifier tween 20. Rumus molekul dari

    polisorbat adalah C58H114O26 , bobot molekul 1 227.54 g/mol dan titik didih 100 0

    C

    (Wikipedia 2007).

    2.3.2 Triklosan

    Triklosan merupakan bahan kimia yang tergolong dalam zat antiseptik dan

    anti mikroba yang banyak terdapat pada sabun, obat kumur, pasta gigi, deodorant

    dan sebagainya. Triklosan mempunyai daya antimikroba dengan spektrum luas

    yang dapat membunuh berbagai macam bakteri yang terdapat pada kulit dan

    permukaan lainnya serta mempunyai sifat toksisitas yang rendah (Glaser 2004).

    Triklosan berupa padatan bubuk berwarna putih dengan rumus kimia C12H7Cl3O2

    Pada pencapaian kondisi yang efektif, penggunaan triklosan pada sabun

    pembusa cair antiseptik diimbangi dengan polisorbat 20. Penggunaan polisorbat 20

    bertujuan untuk membantu melarutkan triklosan, karena triklosan merupakan bahan

    yang tidak larut dalam air (Paul et al. 2003). Formulasi sabun pembusa cair

    antiseptik dapat dilihat pada Tabel 5.

    dan bobot molekul 289.55 g/mol (Wikipedia 2010)

  • 22

    Tabel 5 Formulasi sabun pembusa cair antiseptik Bahan Komposisi (%) Surfaktan 35-70 Polisorbat 20 10-30

    Triklosan 0.2-2 Pewangi 1-3 Air 40-80

    Sumber : Paul et al. (2003)

    2.4. Karakteristik surfaktan APG

    2.4.1 Stabilitas Emulsi

    Stabilitas atau kestabilan emulsi merupakan salah satu karakterisasi

    terpenting serta mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika

    dipasarkan. Emulsi merupakan adalah campuran dari dua atau lebih bahan yang

    tidak bercampur (unblendable), saling ingin berpisah karena mempunyai berat jenis

    yang berbeda. Cairan yang satu terdispersi dalam bentuk globula-globula atau butir-

    butir kecil di dalam cairan lainnya. Cairan yang mendispersikan disebut dengan fase

    kontinyu, sedangkan butir-butir yang terlarut disebut dengan fase terdispersi

    (Somasundaran et al. 2007). Emulsi cenderung memiliki penampilan berawan,

    karena fase antarmuka menyebar. Emulsi yang tidak stabil merupakan emulsi yang

    tidak terbentuk secara spontan. Pembentukan emulsi dapat terjadi dengan adanya

    getaran, pengadukan atau pada proses penyemprotan. Emulsi yang tidak stabil akan

    cepat terpisah tanpa adanya getaran, guncangan kecuali terjadi secara terus menerus.

    Emulsi dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu emulsi dengan sistem o/w (oil in

    water) dan emulsi dengan sistem w/o (water in oil). Kondisi tergantung dari bagian

    yang menjadi fase kontinu atau bagian yang menjadi fase diskontinu. Contoh umum

    untuk emulsi o/w adalah air susu dan mayonaise, sedangkan contoh emulsi w/o

    adalah margarin dan mentega. Komponen yang paling penting dalam pembentukan

    emulsi adalah minyak, karena minyak menentukan apakah bentukan emulsi adalah

    o/w atau w/o. Jenis dan jumlah minyak yang ditambahkan berpengaruh terhadap

    kestabilan emulsi.

    2.4.2 Tegangan Permukaan

    Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang timbul sepanjang garis

    permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan

    yang berbeda fase (Myers 2006). Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik

  • 23

    dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada

    antarmuka antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain

    surfaktan dapat membentuk film pada bagian antar muka dua cairan yang berbeda

    fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua

    cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antarmuka

    (Rosen 2004). Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer

    metode Du Nouy yang dinyatakan dalam dyne/cm atau mN/m.

    2.4.3 Tegangan Antarmuka

    Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terjadi pada

    antarmuka dua fase cair yang tidak dapat tercampur. Tegangan antarmuka

    merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan ciri terhadap suatu surfaktan.

    Kemampuannya menurunkan tegangan antarmuka disebabkan karena surfaktan

    memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik (Myers 2006). Surfaktan berfungsi

    sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk menurunkan energi pembatas

    yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut, kemampuan ini disebabkan oleh

    gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan. Surfaktan akan

    menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi sehingga dapat

    menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka (Matheson 1996).

    Tegangan antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai

    tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada

    konsentrasi yang sama (Moecthar 1989).

    2.4.4 H L B (Hydrophile - Lipophile Balance)

    Keseimbangan antara jumlah molekul hidrofilik dan hidrofobik dihitung

    dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Nilai HLB berkisar antara 0-40,

    hal ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas surfaktan berdasarkan data

    emulsi. HLB dapat menunjukkan tipe aplikasi surfaktan tergantung nilai interval

    HLB. Emulsifier untuk water in oil emulsi (w/o emulsion) harus yang bersifat

    hidrofobik dengan nilai HLB 3-6, sedangkan untuk oil in water emulsi (o/w

    emulsion) diperlukan emulsifier dengan HLB 8-18 (Schick 1987). Nilai HLB dan

    aplikasinya (Metode Griffin) dapat dilihat pada Tabel 6.

  • 24

    Tabel 6 Nilai HLB, karakteristik dan aplikasinya Kisaran HLB Aplikasi 3-6 emulsi air dalam minyak (w/o) 7-9 sebagai bahan pembasah 8-14 emulsi minyak dalam air (o/w) 9-13 untuk deterjen 10-13 sebagai solubilizer 12-17 untuk dispersant Sumber : Schick (1987)

  • 3 METODE PENELITIAN

    3.1 Kerangka Pemikiran

    Surfaktan APG (Alkil Poliglikosida) merupakan surfaktan nonionik yang

    pada umumnya digunakan sebagai formulasi beberapa produk-produk perawatan diri

    (personal care products), formulasi herbisida, produk kosmetik maupun untuk

    pemucatan kain tekstil. Bahan baku surfaktan APG adalah alkohol lemak (fatty

    alcohol) yang berbasis minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit atau

    minyak inti sawit (PKO/Palm Kernel Oil) serta karbohidrat dari pati seperti tapioka.

    Proses sintesis surfaktan APG dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap butanolisis

    dan transasetalisasi, dimana kedua cara ini kemudian dilanjutkan dengan tahap

    pemurnian yaitu netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Penggunaan bahan

    baku pati pada proses sintesis surfaktan APG memiliki beberapa keunggulan,

    diantaranya ketersediaan pati yang banyak serta harganya yang lebih murah. Pada

    tahap transasetalisasi, produk dari tahap butanolisis (butil glikosida) direaksikan

    dengan alkohol lemak pada panjang rantai atom C10 dan C12. Hal ini dikarenakan

    alkohol lemak C10 dan C12 memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah

    serta sebagai bahan pembersih yang baik untuk produk-produk perawatan diri

    (personal care products) (Rosen 2004). Schmitt (1993) mengatakan bahwa proses

    pemucatan merupakan suatu tahap pemurnian surfaktan APG, yang bertujuan untuk

    menghilangkan zat-zat warna dan bau yang tidak diinginkan pada surfaktan APG.

    McCurry et al. (1994), menyatakan proses pemucatan dapat dilakukan dengan

    penambahan logam alkali seperti natrium hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida

    (MgO) sebagai bahan aktivator dengan konsentrasi berkisar antara 500-700

    ppm. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dikaji sintesis surfaktan APG dari

    jenis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C10 dan C12

    Surfaktan APG memiliki kinerja yang dapat meningkatkan kestabilan

    emulsi, mampu menurunkan tegangan permukaan serta mampu menurunkan

    tegangan antarmuka. Surfaktan APG terbaik yang dihasilkan, diaplikasikan pada

    pembuatan sabun cuci tangan cair. Sabun cuci tangan cair yang dihasilkan, diuji

    karakteristiknya berupa pH, bobot jenis, cemaran mikroba serta uji organoleptik.

    yang akan

    menghasilkan tingkat kejernihan dan karakteristik surfaktan APG yang baik.

  • 26

    3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Proses, Departemen

    Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB. Penelitian ini dilakukan dari bulan

    Maret sampai dengan Agustus 2010.

    3.3 Bahan dan Alat

    3.3.1 Bahan

    Bahan baku utama pada penelitian ini adalah alkohol lemak (fatty alcohol)

    dengan panjang rantai karbon C10 dan C12 yang diperoleh dari PT. Ecogreen

    Oleochemical di Batam, serta tapioka yang dibeli di supermarket Bogor. Bahan

    kimia untuk pereaksi pada sintesis surfaktan APG adalah butanol, aquadest, katalis

    p-toluene sulfonic acid (PTSA), Dimetil sulfooksida (DMSO), H2O2,

    NaOH, MgO.

    Bahan kimia untuk analisis surfaktan APG adalah piridina, xilena, benzene. Bahan

    kimia yang digunakan pada pembuatan sabun cuci tangan cair adalah triklosan,

    polisorbat 20 dan pewangi. Bahan kimia untuk analisis sabun cuci tangan cair

    adalah garam fisiologis dan Plate Count Agar (PCA).

    3.3.2 Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor double jacket yang

    dilengkapi dengan termostat, agitator dan motor, kondensor, pompa vakum,

    magnetic stirrer, oven, Cole-parmer surface tensiometer, pH meter, hot plate,

    termometer, FTIR Spectronic 20, timbangan analitik, buret dan statif serta peralatan

    glassware.

    3.4 Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu : sintesis surfaktan Alkil

    Poliglikosida (APG) berbasis alkohol lemak dari jenis panjang rantai atom C10 dan

    C12

    dan tapioka, serta mengaplikasikan surfaktan APG hasil sintesis terbaik pada

    pembuatan sabun cuci tangan cair.

  • 27

    3.4.1 Sintesis Surfaktan APG 3.4.1.1 Proses sintesis surfaktan APG

    Untuk sintesis surfaktan APG yang dilakukan pada penelitian ini, bahan

    baku yang digunakan berupa alkohol lemak C10 dan C12

    Pada tahap transasetalisasi, hasil dari tahap butanolisis direaksikan dengan

    alcohol lemak C

    dan pati. Ratio bahan untuk

    proses sintesis surfaktan APG pada tahap butanolisis adalah pati:butanol:air:katalis

    PTSA dengan ratio mol 1:8.5:8:0.018. Bobot air yang digunakan pada sintesis

    surfaktan APG ditentukan berdasarkan kadar air awal yang terdapat pada pati.

    Analisis kadar air pada pati, dapat dilihat pada Lampiran 1.

    10 (A1) dan C12

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Tersarang, dengan

    kajian pengaruh tiga faktor yaitu jenis alkohol lemak (fatty alcohol), bahan aktivator

    dan konsentrasi bahan aktivator. Jenis alkohol lemak terdiri dua taraf faktor yaitu :

    (A2) dan katalis PTSA pada ratio mol 4.7:0.009.

    Kemudian dilanjutkan ke tahap permurnian yaitu proses netralisasi, distilasi,

    pelarutan dan pemucatan. Pada proses pemucatan, produk dari proses pelarutan

    kemudian direaksikan dengan logam alkali NaOH (B1) atau MgO (B2) pada

    konsentrasi 500 ppm (C1) atau 700 ppm (C2). Proses sintesis surfaktan APG dapat

    dilihat pada Gambar 3, sedangkan prosedur sintesis surfaktan APG selengkapnya

    dapat dilihat pada Lampiran 2. Perhitungan neraca massa dari sintesis surfaktan

    APG dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan neraca massa dan perhitungan biaya

    produksi surfaktan APG dapat dilihat pada Lampiran 18.

    A1 = jenis alkohol lemak C

    A2 = jenis alkohol lemak C10

    Bahan aktivator terdiri dari dua taraf faktor yaitu : 12

    B1 = NaOH

    B2 = MgO

    Konsentrasi bahan aktivator terdiri dari dua taraf faktor yaitu :

    C1 = 500 ppm

    C2 = 700 ppm

  • 28

    Penelitian dilakukan dengan dua kali ulangan, dengan persamaan :

    Yijk = + Ai + Bj + Ck + (AB)ij + (BC)jk + (AC)ik + (ABC)ijk +

    Dimana : ijkl

    Yijk = Rataan umum

    = Variabel respon

    Ai B

    = Pengaruh jenis alkohol lemak pada taraf ke-i (i=1,2) j

    C = Pengaruh bahan aktivator pada taraf ke-j (j=1,2)

    k (AB)

    = Pengaruh konsentrasi bahan aktivator pada taraf ke-k (k=1,2) ij

    aktivator taraf ke-j = Pengaruh interaksi dari jenis alkohol lemak taraf ke-i dengan bahan

    (BC)jk =

    (AC)

    Pengaruh interaksi dari bahan aktivator taraf ke-j dengan konsentrasi bahan aktivator taraf ke-k

    ik konsentrasi bahan aktivator taraf ke-k

    = Pengaruh interaksi dari jenis alkohol lemak taraf ke-i dengan

    (ABC)ijk bahan aktivator taraf ke-j dan dengan konsentrasi bahan aktivator

    = Pengaruh interaksi dari jenis alkohol lemak taraf ke-i, dengan bahan

    taraf ke-k ijkl pada taraf ke-i, bahan aktivator pada taraf ke-j dan konsentrasi

    = Galat perlakuan ke-l akibat kombinasi perlakuan jenis alkohol lemak

    bahan aktivator pada taraf ke-k (l=1,2)

    Parameter yang diamati pada surfaktan APG meliputi rendemen, kejernihan,

    stabilitas emulsi, kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan kemampuan

    menurunkan tegangan antarmuka.

    3.4.1.2 Karakterisasi surfaktan APG Surfaktan APG hasil sintesis selanjutnya dianalisis rendemen, kejernihan,

    kemampuan menurunkan tegangan permukaan, kemampuan menurunkan tegangan

    antarmuka dan stabilitas emulsi. Prosedur analisis surfaktan APG dapat dilihat pada

    Lampiran 3. Surfaktan APG hasil sintesis terbaik yang memiliki nilai kestabilan

    emulsi, kemampuan menurunkan tegangan permukaan serta kemampuan

    menurunkan tegangan antarmuka yang tinggi kemudian dianalisis nilai HLB

    (Hydrophile-Lipophile Balance) dan diuji kemurniannya dengan analisis gugus

    fungsi menggunakan FTIR spectronic 20 serta diaplikasikan pada pembuatan sabun

    cuci tangan cair (prosedur analisa disajikan pada Lampiran 5).

  • 29

    Air(8 mol)

    Butanol(8,5 mol)

    Pati (1 mol)

    BUTANOLISISP = 4.5-7 bar

    T = 140-150 OCt : 30 menit

    Katalis (PTSA)

    0.018 mol

    Butil glikosidaAlkohol lemak

    C10 atau C12 (4.7 mol/1 mol

    pati) TRANSASETALISASI

    P = vakumT = 110-120 OC

    t = 120 menitKatalis (PTSA) 0.009/1 mol pati

    NETRALISASIsetelah pendinginan hingga T = 80-90 OC dan pH 9-10

    DISTILASIP = vakum, T = 140-160 OC

    APG KASAR

    Alkohol lemak, air

    PEMUCATANP = 1 atm T = 80-90 OC,

    t = 30 menit

    NaOH 50%

    H2O2 2%

    APG MURNI

    Butanol, air

    Logam alkali (NaOH dan

    MgO ) pada 500 atau 700 ppm

    Analisis :1. Kejernihan2. Kemampuan menurunkan TAM3. Kemampuan menurunkan TP 4. Stabilitas emulsi5. Rendemen6. Gugus fungsi (FTIR), HLB

    PenyaringanT= 80 OC

    PELARUTANP = 1 atm T = 60-80 OC,

    t = 30 menit

    Air (1:1 dengan

    APG kasar)

    Gambar 3 Diagram alir proses sintesis surfaktan Alkil Poliglikosida (APG).

    3.4.2 Aplikasi surfaktan APG sebagai bahan aktif pada sabun cuci tangan cair Sabun cair merupakan salah satu jenis produk perawatan diri (personal care

    product), yang dapat diproduksi dengan berbasis surfaktan APG. Proses pembuatan

    sabun cuci tangan cair dilakukan dengan bahan baku surfaktan APG hasil sintesis

    terbaik, serta dengan penambahan bahan aktif lainnya seperti polisorbat 20 dan

  • 30

    triklosan. Formulasi pembuatan sabun cuci tangan cair dimodifikasikan dari metode

    Paul et a.l (2003) yang dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7 Formulasi bahan untuk pembuatan sabun cuci tangan cair Bahan Komposisi (%) Surfaktan APG 35 Polisorbat 20 10

    Triklosan 0.2 Pewangi 1 Air 53.8

    Sumber : Paul et al. (2003)

    Tahapan pembuatan sabun cuci tangan cair dapat dilihat pada Gambar 4,

    sedangkan prosedur pembuatan sabun cuci tangan cair selengkapnya dapat dilihat

    pada Lampiran 4.

    Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan sabun cuci tangan cair berbasis surfaktan APG hasil sintesis terbaik.

    3.4.3 Karakterisasi sabun cuci tangan cair

    Produk sabun cuci tangan cair kemudian dianalisis pH, bobot jenis, cemaran

    mikroba, daya bersih, uji organoleptik berupa aroma, warna, kesan setelah

    pemakaian sabun cuci tangan cair, busa dan kekentalan serta dibandingkan dengan

    sabun cuci tangan cair komersial dengan merk D yang beredar dipasaran. Pada uji

    organoleptik, melibatkan penelis semi terlatih dengan tujuh skala organoleptik yaitu

    1) sangat tidak suka, 2) tidak suka, 3) agak tidak suka, 4) netral, 5) agak suka, 6)

    suka dan 7) sangat suka. Data yang diperoleh pada uji organoleptik, kemudian

    APG

    Polisorbat 20 Pemanasan (T=65 0C) dan Pengadukan

    (450 rpm) Triklosan

    Pendinginan (T=50 0C)

    Sabun Cuci Tangan Cair

    Air

    Pewangi

  • 31

    dianalisis dengan uji non parametrik (Walpole 1993). Prosedur analisis sabun cuci

    tangan cair disajikan pada Lampiran 5.

  • 32

  • 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Sintesis surfaktan APG

    Salah satu jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan sebagai bahan

    dalam formulasi produk-produk perawatan diri (personal care products), kosmetik,

    pemucatan kain tekstil dan herbisida adalah Alkil Poliglikosida (APG). Wuest et al.

    (1992) telah mematenkan sintesis surfaktan APG dengan reaksi dua tahap berbahan

    baku pati. Tahap pertama (tahap butanolisis) yang mereaksikan

    pati:butanol:air:katalis dengan ratio mol 1:8.5:8:0.018 pada suhu 140-150 0C dengan

    tekanan 4.7-6 bar selama 30 menit dan tahap kedua (tahap transasetalisasi)

    direaksikan dengan alkohol lemak rantai lebih panjang yaitu C10 dan C12 pada ratio

    mol 4.7 mol/bobot mol pati dengan suhu 110-120 0C selama 2 jam pada kondisi

    vakum. Rosen (2004), mengatakan pada umumnya produk-produk komersial yang

    berupa produk-produk perawatan diri ataupun detergen menggunakan surfaktan

    APG berbasis alkohol lemak dengan panjang rantai atom C10 dan C12, karena

    memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan pembasah serta sebagai bahan

    pembersih yang baik. Setelah tahap transasetalisasi, kemudian dilanjutkan ke tahap

    pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Schmitt

    (1993) mengatakan bahwa proses pemucatan merupakan suatu tahap pemurnian

    surfaktan APG, yang bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dan bau yang

    tidak diinginkan. Proses pemucatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2

    dan logam alkali yang dilakukan pada suhu 80-90 0C selama 40-60 menit pada

    tekanan normal (Hill et al. 2000). McCurry et al. (1994) menyatakan proses

    pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan logam alkali seperti natrium

    hidroksida (NaOH) dan magnesium oksida (MgO) yang bertujuan untuk

    menghilangkan zat warna yang tidak diinginkan pada produk surfaktan APG,

    dimana penggunaan logam alkali NaOH dan MgO sebagai bahan aktivator serta

    penambahan H2O2 akan menghasilkan surfaktan APG berwarna lebih

    jernih. Konsentrasi NaOH dan

    Sabun cuci tangan cair merupakan salah satu produk perawatan diri yang

    penggunaannya sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Sabun cuci

    tangan cair adalah bahan pencuci dan pembersih cair yang digunakan untuk mencuci

    tangan (Paul et al. 2003).

    MgO yang efektif digunakan sekitar 500-700 ppm.

    Somasundaran et al. (2007) menyatakan bahwa surfaktan

  • 34

    berbasis pati (gula) memiliki sifat pembusaan yang baik, tidak beracun pada

    permukaan kulit terutama pada pemakaian untuk tangan serta dapat mengurangi efek

    iritasi karena pengaruh pemakaian surfaktan jenis lain.

    Rendemen

    Rendemen surfaktan APG merupakan salah satu parameter yang digunakan

    untuk mengetahui jumlah surfaktan APG yang dihasilkan pada proses sintesis.

    Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot APG murni yang dihasilkan

    dibandingkan total bobot bahan baku. Rata-rata rendemen yang dihasilkan berkisar

    antara 37.44-46.88% (Lampiran 7 a). Hasil analisis statistik terhadap nilai rata-rata

    rendemen yang dihasilkan pada sintesis surfaktan APG dapat dilihat pada Lampiran

    7 b. Hasil menunjukkan bahwa alkohol lemak (fatty alcohol) berpengaruh nyata

    terhadap rendemen yang dihasilkan, namun bahan aktivator dan konsentrasi bahan

    aktivator tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen surfaktan APG yang

    dihasilkan.

    Secara umum, rendemen surfaktan APG yang diperoleh pada penelitian ini,

    tidak jauh berbeda dengan rendemen surfaktan APG yang telah dihasilkan oleh

    peneliti sebelumnya. Sukkary et al. (2007) telah melakukan sintesis surfaktan APG,

    dimana rendemen yang diperoleh dari alkohol lemak C8 dan C14

    Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin panjang rantai atom karbon

    maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena

    semakin panjang rantai atom karbon, maka semakin tinggi pula berat molekulnya.

    Pada proses sintesis surfaktan APG dengan menggunakan ratio mol yang sama,

    maka surfaktan APG yang dihasilkan dari alkohol lemak C

    berkisar antara 35-

    45%. McCurry et al. (1996) juga telah melakukan sintesis surfaktan APG, dimana

    rendemen yang diperoleh sebesar 35.7%.

    12 (A2) akan

    menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol lemak C10 (A1). Viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendemen

    surfaktan yang dihasilkan (Johansson dan Svensson 2001). Alkohol lemak C12 memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan alkohol lemak C10 pada

    kondisi normal. Semakin tinggi viskositas maka interaksi antar molekul semakin

    besar, sehingga hal ini diduga yang menye